Teknik Pengolahan Daging

22
TEKNIK PENGOLAHAN DAGING: SOSIS CRISPY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Sosis mempunyai nilai gizi yang tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi. Dalam pembuatan sosis seringkali pembungkus atau cassing sosis susah dilepaskan dari sosisnya sendiri, dan kadang hal ini membuat bentuk sosis kurang menarik. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi dalam pembuatannya yaitu dengan menambahkan ampas kedele sebagai tambahan bahan pengikat sosis yang mudah didapat dan harganya relatif murah. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang dikombinasikan dengan inovasi serta melakukan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dan kelayakan usaha.

description

aqaq

Transcript of Teknik Pengolahan Daging

Page 1: Teknik Pengolahan Daging

TEKNIK PENGOLAHAN DAGING: SOSIS CRISPY

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan

masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah

dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang

berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa

dimasak maupun diasapkan. Sosis mempunyai nilai gizi yang tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-

beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan

sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki

kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi.

Dalam pembuatan sosis seringkali pembungkus atau cassing sosis susah dilepaskan dari sosisnya

sendiri, dan kadang hal ini membuat bentuk sosis kurang menarik. Oleh karena itu perlu dilakukan

inovasi dalam pembuatannya yaitu dengan  menambahkan ampas kedele sebagai tambahan bahan

pengikat sosis yang mudah didapat dan harganya relatif murah.

Tujuan

            Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang dikombinasikan

dengan inovasi serta melakukan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dan

kelayakan usaha.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Page 2: Teknik Pengolahan Daging

Sosis Daging

Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis

ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-

rigor (Suparno, 1998). Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam

air (oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang bertindak

sebagai emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan membuat matriks yang

menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kestabilan emulsi yang berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang

ditambahkan, jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak atau minyak

tersebut.

Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar berupa daging (sapi atau ayam) yang

digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah

lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein

yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly,

1966). Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis daging yang kurang nilai

ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk, daging dada

serta daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994). Proses perebusan yang dilakukan pada

pembuatan sosis ini dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mendapatkan produk sosis.

Pemasakan sosis ini menurut Effie (1980) bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis,

memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba.

Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim

bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut

SNI 01-3020-1995 adalah maksimal 67.0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air

yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi.

 

 

Daging Segar

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan–

jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi

yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (1998) menyebutkan daging sebagai bagian dari

hewan yang digunakan sebagai bahan makanan, antara lain terdiri atas otot, termasuk organ –

organ lain yang dapat dimakan. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena

fungsi fisiologisnya telah berhenti (Soeparno,2005).

Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi : (1) daging segar yang dilayukan

atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3)

Page 3: Teknik Pengolahan Daging

daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5)

daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 2005). Umumnya bakso dibuat menggunakan

daging ternak untuk mendapatkan produk yang kenyal dan kompak. Daging yang digunakan dapat

berupa daging sapi, kerbau, kambing, domba, unggas (ayam, itik), dan kelinci. Dalam membuat

bakso, disarankan menggunakan daging yang masih segar (prerigor) agar bakso yang dihasilkan

kenyal dan kompak, meskipun tanpa penambahan bahan pengenyal (Anonim, 2009).

Air atau Es

Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging

dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Menurut Kramlich

(1971), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan

mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi

protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar

tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan.

Garam

Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk,

melarutkan protein myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan

Tauber, 1984). Menurut Rust (1987), secara umum pada pembuatan sosis, jumlah garam yang

ditambahkan adalah 2-3%. Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan

sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan adalah 2,5% dari berat daging.

Penggunan garam tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi

efektif pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan selanjutnya yang

digunakan adalah penyedap. Umumnya penyedap digunakan sekitar 2% dari berat daging (Wibowo,

2006).

Sodium Tripolifosfat (STTP)

Fosfat sebagai salah satu bahan dalam pembuatan sosis mempunyai fungsi untuk meningkatkan

kemampuan mengikat air (WHC) dari daging, meningkatkan keempukan dan juiceness (Forrest et

al., 1975), meningkatkan pH daging, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan mengemulsi

(Ockerman, 1983). Penggunaan STTP pada produk daging olahan adalah 0.3-0.5% dari berat

daging dan batas maksimumnya adalah 0.5% dari berat daging (Schmidt, 1988). Menurut

Pandisurya (1983), penambahan STPP sebanyak 0,75% dari berat daging serta penambahan

garam sebanyak 2% dari daging pada adonan bakso, memberikan nilai penerimaan produk yang

terbaik. STPP dan garam merupakan bahan kimia yang digunakan untuk melarutkan dan

mengekstraksi protein larut garam yang berfungsi sabagai bahan pengikat bila produk dipanaskan.

Lemak

Menurut Acton dan Saffle (1970), lemak dapat memepengaruhi kestabilan emulsi. lemak

menghailkan fase dispersi (diskontinue) dari emulsi daging sehingga lemak merupakan komponen

struktural utama. Lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam

lemak tak jenuh. Menurut Sulzbacher (1973), penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging

olahan dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Sosis masak

harus mengandung lemak maksimum 30%.

Page 4: Teknik Pengolahan Daging

Bahan Pengikat (Filler) dan Bahan Pengisi (Binder)

Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik

air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi,

menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Bahan pengikat

air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi,

sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat saja. Bahan pengikat dan pengisi

yang umumnya digunakan adalah susu skim, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung

kedele, tepung ubi jalar, tepung roti dan tepung kentang. Penambahan tepung ke dalam produk

olahan daging berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta berperan untuk mengurangi

biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging. Bahan pengisi adalah bahan yang

ditambahkan dalam proses pembuatan produk olahan daging yang harus mempunyai kemampuan

mengikat sejumlah air (Ranken, 2000).

Tepung Tapioka

Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan

emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk, dan

dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%,

protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat

bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat

membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi

terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa bersifat higroskopis (mudah

menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam

pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan amilosa, makin lekat produk

olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana molekul pati akan memenuhi ruang

pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi

myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat

menggantikan hilangnya elastisitas otot karena degradasi  protein ketika proses rigor mortis

(Purnomo and Rahardian, 2008).

Bumbu-bumbu

Menurut Forrest et al. (1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi

yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk

tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan dalam bentuk yang

belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan sosis. Garam dan merica

merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis. Bumbu merupakan senyawa nabati

yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk

menambah/meningkatkan flavor (Soeparno, 1994). Menurut Forrestet al. (1975), fungsi bumbu yaitu

sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan.

Bawang Putih

Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk

sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan Budiarti,

1992). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen

Page 5: Teknik Pengolahan Daging

sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau

perusakan jaringan. Bawang putih dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan

dalam memberi aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Bawang putih

memiliki jenis yang cukup banyak, namun tidak ada perbedaan yang menyolok. Senyawa allicin

pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih juga

mengandung yodium yang tinggi dan sulfur (Wirakusumah, 2000).

Merica

            SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih

(Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada.  Biasanya

penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa

pedas.  Selain itu menurut Ting dan Diebel (1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat

menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses.

 

 

MATERI DAN METODE

Materi

Praktikum pembuatan sosis ini, bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi, tepung tapioka

30%, lemak 15%, STPP 0.7%, garam 3.8%, susu skim 10%, bawang putih 1%, pala 0.3%,

penyedap 0.7%, jahe 0.5%, merica 0.5%, tepung sajiku, minyak satur, bawang, cabe, dan es batu

50%. Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah food processor, pisau, talanan, kompor,

panci, wadah, piring, penggorengan, stuffer, selongsong, timbangan digital, dan sendok.

Prosedur

Pertama-tama bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang sesuai resep. Daging sapi dan lemak

ditimbang masing-masing sebanyak 135 gram, kemudian dibersihkan dan dicacah atau dipotong-

potong. Selanjutnya cacahan daging sapi, lemak, garam, STPP, jahe, bawang putih, dan sebagian

es batu dimasukkan ke dalam food procesor. Setelah campuran pertama halus, kemudian dicampur

lagi dengan merica, bumbu penyedap, pala, tepung tapioka, susu skim dan sisa es batu. Hasil

campuran dimasukkan ke dalam stuffer dengan terlebih dahulu memasang casing

sosis pada stuffer. Perlahan-lahan adonan dikeluarkan dengan memutar tuas. Didalam cassing tidak

boleh diberi rongga untuk udara, sehingga cassing akan menjadi padat dan dihasilkan bentuk sosis

yang baik. Setelah cassing terisi adonan, ujung cassing kemudian diikat menggunakan benang.

Sosis kemudian direbus pada suhu sekitar 60 0C selama 45 menit, perebusan dilakukan dalam panci

yang berisi air dan diukur suhunya dengan termometer. Setelah masak, sosis ditiriskan dan

didinginkan. Cassing sosis dilepaskan, kemudian sosis digulung ke adonan telur dan digulung ke

tepung sajiku, setelah itu sosis digoreng dan siap disajikan dengan saos.

 

Page 6: Teknik Pengolahan Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil uji hedonik yang dilakukan dengan parameter warna, aroma, kekenyalan, dan penampilan

umum pada produk inovasi ”sokata” pada kelompok empat serta sosis crispy pada kelompok lima

didapatkan nilai rata rata uji hedonik yang dapat dilihat pada tabel.1.

 

Tabel 1. Hasil Rata-Rata Uji Hedonik pada Kelompok Empat (Sokata) dan pada Kelompok Lima

(Sosis Crispy).

PARAMETER

KELOMPOK Warna Aroma Kekenyalan

Penampilan

Umum

4 3.20 3.60 4,00 3.40

5 2.50 3.00 2.60 3.33

Keterangan :

1          : Sangat tidak suka

2          : Tidak suka

3          : Netral

4          : Suka

5          : Sangat suka

 

Dari hasil uji mutu hedonik yang dilakukan dengan parameter kekenyalan, produk inovasi ’Sokata’

pada kelompok empat serta sosis crispy pada kelompok lima didapatkan nilai rata rata uji mutu

hedonik yang dapat dilihat pada tabel.2.

 

Tabel 2. Hasil Rata-Rata Uji Mutu Hedonik pada Kelompok Empat (Sokata) dan pada Kelompok

Lima (Sosis Crispy).

Page 7: Teknik Pengolahan Daging

KELOMPOK KEKENYALAN

4 4.00

5 2.75

 

Keterangan Kekenyalan :

1          : Sangat tidak kenyal

2          : Tidak kenyal

3          : Netral

4          : Kenyal

5          : Sangat kenyal

 

Pembahasan

Sosis yang dihasilkan dari kelompok lima diberi nama ”Sosis Crispy”. Sosis yang dihasilkan memiliki

tekstur yang kurang kenyal, karena saat memasukan dalam selongsong masih terdapat beberapa

udara dalam selongsongnya. Dibandingkan dengan sosis dari kelompok lain, sosis ini memiliki

warna yang agak merah daging karena pada adonan sosis tidak ditambahkan bahan-bahan yng

memiliki warna yang mencolok. Selain itu, sosis crispy juga tidak lengket ketika proses membuka

sosis dari chasingnya. Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi

berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki

stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan.

Bahan pengikat air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein

yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat saja.

Penggunaan tepung tapioka dimaksudkan sebagai penambah atau campuran, untuk mengurangi

biaya penggunaan susu skim sebagai bahan pengikat (filler), selain itu tepung tapioka juga dapat

sebagai bahan pengisi dan perekat (binder) untuk mempertahankan ukuran sosis saat perebusan,

meski kadar airnya tinggi. Penggunaannya tidak lebih dari 30% dari daging yang digunakan, karena

jika berlebih, sosis akan terasa seperti tepung.

Hasil uji hedonik dari 6 orang panelis kelompok 4, menunjukkan bahwa 3 orang menyatakan tidak

suka dan 3 orang menyatakan netral terhadap warna sosis. Sedangkan pada aroma, ke enam

panelis dari kelompok 4 ini menyatakan netral. Untuk kekenyalan, 1 panelis menyatakan suka, 3

panelis menyatakan netral, dan 2 panelis menyatakan tidak suka.  Parameter yang terakhir adalah

penampilan umum, 3 panelis menyatakan suka, 2 panelis menyatakan netral, dan 1 panelis

menyatakn tidak suka terhadap penampilan sosis crispy dari kelompok lima. Panelis memberi harga

bervariasi untuk sosis crispy, Hasil rata-rata harga yang diberikan panelis adalah Rp 5.250,00/ porsi.

Page 8: Teknik Pengolahan Daging

Harga ini diatas harga yang telah ditetapkan oleh kelompok 5, yaitu sebesar Rp 5.00,00/ porsi.

Harga ini telah diperhitungkan untuk mendapat laba dan diatas angka break even point.

Analisis STP ( Segmentasi, Target, dan Positioning )

Target dari penjualan produk sosis ini adalah mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa hal ini

disebabkan karena rasa yang dimiliki oleh sosis adalah gurih, yang merupakan rasa khas dari

bumbu sosis dan dari tepung sajiku. Segmentasi pasar pada produk sosis ini adalah daerah

perkotaan karena pada daerah perkotaan memiliki tingkat aktifitas yang lebih padat dan memiliki

gaya hidup modern sehingga konsumen menginginkan adanya produk pangan yang praktis dan siap

saji serta memiliki rasa yang khas disamping memiliki kandungan nutrient yang lengkap. Untuk

mengambil positioning dari produk sossis ini adalah dengan penambahan tepung tapioka dan

bumbu-bumbu rempah, dan tepung crispy sajiku sehingga apabila konsumen menyebutkan sossis

crispy maka langsung tertuju pada produk sossis praktikan (sosis crispy).

Analisis SWOT ( Strength, Weakness, Oppurtunities, Threats )

Kelebihan dari produk kami adalah dengan penambahan tepung tapioka dan tepung crispy sajiku.

Tepung tapioka dan tepung sajiku dalam sossis ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: menambah

kandungan protein, sebagai bahan pengikat, tepung tapioka memiliki harga yang cukup murah,

sosis menjadi lebih lembut, tidak hancur pada saat proses perebusan. Selain itu sossis ini memiliki

cita rasa yang berbeda, dengan penambahan bumbu saos. Kelebihan dari bumbu saos ini, yaitu:

menambah rasa bawang (bawang Bombay) dan gurih pada sossis, aroma sosis lebih menggugah

selera konsumen. Selain kelebihan, sosis ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu: kadar air

masih agak tinggi, sehingga kekenyalan kurang, segmentasi tidak terlalu luas karena sossis lebih

banyak, hanya dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan

Penjualan sossis ini bisa menjadi peluang yang besar karena produk ini memiliki kelebihan daripada

sossis yang biasa beredar dipasaran, karena pada produk ini ditambahkan tepung bumbu sajiku dan

saos bawang sehingga rasanya pun akan berbeda. Namun,penjualan  sossis ini juga bisa menjadi

ancaman karena sossis ini memiliki harga yang relatif tinggi sehingga segmentasi pasar pun

terbatas.

Analisis Biaya

Jumlah modal yang dikeluarkan                     : Rp 13.100,00 (modal inovasi)

Jumlah produk yang dihasilkan                      : 14 buah (belum di potong-potong)

Harga biaya produksi per buah                       : Rp 1000

1 kemasan berisi                                              : 5 buah

Biaya produksi untuk 1 kemasan                    : Rp 3000

Harga jual per kemasan                                   : Rp 5000

Page 9: Teknik Pengolahan Daging

Keuntungan                                                    : Harga jual – biaya produksi

                                                                         Rp 5000 – Rp 3000

Keuntungan                                                    : Rp 2000

Pada penjualan produk ini praktikan mengambil keuntungan sebesar  Rp 2000 karena pada hasil uji

hedonik ada responden yang  memberikan harga tertinggi sebesar Rp 6000 per porsi.

 

Untuk mencapai Break Event Point (BEP) maka praktikan harus menjual produk sebanyak 48

kemasan per hari, dengan perhitungan sebagai berikut :

 

BEP     = Fixed Cost : keuntungan

 

Fixed cost per  tahun

Sewa tempat                                                   : Rp 3.000.000

Tenaga Kerja   :  1.500.000 per bulan             : Rp 18.000.000

Alat dapur                                                       : Rp 1.000.000

Frezzer                                                                        : Rp 6.000.000

Stuffer                                                             : Rp 5.000.000

Food processor                                                : Rp 2.000.000

Total fixed cost                                               : Rp 34.500.000

Sehingga diperoleh BEP :

Page 10: Teknik Pengolahan Daging

Rp 34.500.000 : Rp 2000 = 17.250 kemasan per tahun

                                         = 48 kemasan per hari (Break Event Point tercapai)

 

 

Kamis, 30 Juni 2011

MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBAMikroorganisme harus dibiakkan di laboratorium pada bahan nutrien yang berperan

penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Susunan bahan nutrien, baik bahan

alami maupun sintetik/buatan, yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan

bakteri. Media berfungsi untuk menumbuhkan bakteri, isolasi, memperbanyak jumlah,

menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah bakteri, dimana dalam proses

pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari

kontaminasi pada media. Macam nutrien yang digunakan tergantung dari macam bakteri

yang dibiakkan.

Untuk menciptakan keadaan lingkungan yang tepat secara sintetis sebagai

pengganti keadaan alam, maka diperlukan persyaratan tertentu agar bakteri dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik dalam media. Persyaratan tersebut yaitu:

1.      Media harus mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan bakteri.

2.      Media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai

dengan kebutuhan bakteri.

3.      Media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami bakteri yang dimaksud tidak

ditumbuhi oleh mikroba lain.

A.    Bentuk media

Bentuk media ditentukan oleh ada tidaknya penambahan zat pemadatan, seperti

agar-agar, gelatin dan sebagainya. Ada tiga bentuk media, yaitu:

1. Media padat,

Dimana pada media digunakan bahan pemadat, misalnya agar-agar. Jumlah tepung agar

yang ditambahkan tergantung kepada jenis mikroba yang dibiakkan. Bila mikroba

memerlukan kadar air tinggi maka jumlah tepung agar harus rendah/sedikit, tetapi bila

kadar air harus rendah makan penambahan tepung agar harus lebih banyak. Media padat

umumnya dipergunakan untuk bakteri, ragi, jamur dn akadang-kadang mikroalgae. Media ini

terdiri dari tiga macam bentuk, yaitu:

a.       Bentuk lempeng, media dibekukan di dalam cawan pertri.

b.      Bentuk miring, media dibekukan dalam keadaan miring di dalam tabung reaksi.

c.       Bentuk tegak, media dibekukan dalam keadaan tegak dalam tabung.

Page 11: Teknik Pengolahan Daging

2.      Media cair,

            Yaitu bila ke dalam media tidak ditambahkan zat pemadat. Umumnya dipergunakan untuk

pembiakan mikroalgae, kadang-kadang bakteri dan ragi.

3.      Media semi padat atau semi cair,

            Yaitu bila penambahan zat pemadat hanya 50% atau kurang. Umumnya diperlukan untuk

pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan kandungan air dan hidup anaerobik atau

fakultatif, atau untuk pemeriksaan pergerakkan bakteri.

B. Susunan Media

            Sesuai dengan fungsi fisiologi dan masing-masing komponen yang terdapat di dalam

media, maka susunan media mempunyai kesamaan isi, yaitu:

1.      Kandungan air

2.      Kandungan nitrogen, baik berasal dari protein, asam amino, dan senyawa lain yang

mengandung nitrogen. Sebagian besar digunakan untuk sintesis protein dan asam-asam

nukleat.

3.      Kandungan karbon berasal dari karbohidrat, lemak, dan senyawa-senyawa lain yang.

Diperlukan sebagai sumber energi bagi reaksi-reaksi sintesis dalam pertumbuhan,

pemeliharaan keseimbangan cairan, bergerak dan sebagainya.

4.      Kandungan garam-garam anorganik, baik unsur makro maupun mikro, seperti fosfat,

potasium, sodium, besi, mangan, magnesium, dan sulfat

5.      Kandungan vitamin dan asam-asam amino sebagai unsur tambahan bagi pertumbuhan dan

sintesis metabolik esensial. 

C. Jenis Media

                        Berdasarkan persyaratan mengenai susunan media bagi pertumbuhan bakteri, maka media

dapat berupa:

1.      Media alami,

            Yaitu media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti kentang, touge, daging, umbi-

umbian dan sebagainya, pada saat ini media alami yang banyak digunakan adalah dalam

bentuk kultur jaringan. Contoh media alami yang paling banyak digunakan adalah

penggunaan telur untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan virus.

2.      Media Sintetik Atau Buatan

Yaitu media yang disusun oleh senyawa-senyawa kimia baik organik maupun anorganik.

            Contoh media sintetik bagi pertumbuhan bakteri Clostridium:

            K2HPO4              0,5 gram

            KH2PO4              0,5 gram

            MgSO4                0,1 gram

            NaCl                0,1 gram

            CaCO3             secukupnya

3.      Media Semi Sintetik

Page 12: Teknik Pengolahan Daging

Yaitu media yang tersusun oleh campuran bahan-bahan alami dan bahan-bahan sintetik.

            Misalnya:         Kaldu nutrisi untuk pertumbuhan bakteri:

                                    Pepton                         10 gram

                                    Ekstrak daging            10 gram

                                    NaCl                            5 gram

                                    Aquades                      1 liter

D. SIFAT MEDIA

            Penggunaan media bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan

mikroba, tetapi juga untuk tujuan-tujuan lain seperti isolasi, seleksi dan diferensiasi biakan

yang didapat. Artinya penggunaan beberapa jenis zat tertentu  yang mempunyai pengaruh

terhadap pertumbuhan dan perrkembangbiakkan mikroba, banyak juga dilakukan dan

digunakan. Sehingga masing-masing media mempunyai sifat (spesifikasi) tersendiri sesuai

dengan maksudnya. Berdasarkan sifat-sifatnya, media dibedakan menjadi:

1. Media dasar/ umum

            Yaitu media pembiakan sederhana yang mengandung zat-zat yang umum diperlukan

oleh sebagian besar mikroorganisme dan dipakai juga sebagai komponen dasar untuk

membuat media pembiakan lain.

2. Media Diperkaya

            Media ini dibuat dari media dasar dengan penambahan bahan-bahan lain umtuk

mempersubur pertumbuhan mikroba tertentu, yang pada media dasar tidak dapat tumbuh

dengan baik. Untuk itu dibutuhkan beberapa penambahan nutrisi pengaya kedalam media

dasar yang dapat menyokong pertumbuhan mikroba, misalnya dengan menambahkan

darah, serum atau ekstrak hati.

\3. Media diferensial

            Media ini digunakan untuk membedakan bentuk dan karakter koloni mikroba yang

tumbuh. Beberapa mikroba dapat tumbuh di dalam media ini, tetapi hanya beberapa jenis

saja yang mempunyai penampilan pertumbuhan yang khas. Media ini berfungsi untuk isolasi

dan identifikasi bakteri.

4. Media Selektif

            Media ini digunakan untuk menyeleksi  pertumbuhan mikroba yang diperlukan dari

campuran mikroba-mikroba lain yang terdapat dalam bahan yang akan diperiksa. dengan

penambahan zat-zat tertentu mikroba yang dicari dapat dipisahkan dengan mudah. Media

ini sangat berguna untuk identifikasi. Contohnya, SS-agar (agar Salmonella-Shigella) yang

digunakan untuk mengisolasi bakteri jenis  Salmonella dan Shigella.

5. Media Uji

            Media ini digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu dengan bantuan

mikroba. Misalnya, media penguji vitamin, antibiotika, residu pestisida, residu deterjen dan

lain-lain. Media ini disamping tersusun oleh senyawa dasar untuk kepentingan pertumbuhan

dan perkembangbiakan mikroba, juga sejumlah senyawa tertentu yang akan diuji.

6. Media Enumerasi

Page 13: Teknik Pengolahan Daging

            Media ini digunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu biakan. Media ini

dapat berbentuk media dasar, media selektif, media diferensial maupun media uji.

E. Penyiapan Media

            Media alami, misalnya susu skim, tidak menimbulkan masalah di dalam

penyiapannya sebagai media; hanya semata-mata dituang kedalam wadah-wadah yang

sesuai seperti tabung reaksi atau labu dan disterilkan sebelum digunakan. Media dalam

bentuk kaldu nutrien atau yang mengandung agar disiapkan dengan cara melarutkan

masing-masing bahan yang dibutuhkan atau lebih mudah lagi dengan cara menambahkan

air pada suatu air pada produk komersial berbentuk medium bubuk yang sudah

mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. Pada praktisnya semua media tersebut

secara komersial dalam bentuk bubuk, dan juga dalam bentuk siap pakai di dalam cawan-

cawan petri, tabung atau botol.

            Penyiapan media bakteriologis selain media alamiah mengikuti langkah-langkah

berikut:

1.      Setiap komponen atau medium terdehidrasi yang lengkap dilarutkan dalam air suling

dengan volume yang sesuai.

2.      pH (derajat keasaman dan kebasaan) medium fluida ditentukan dan disesuaikan (dengan

penambahan larutan basa atau asam) dengan nilai optimum bagi pertumbuhan bakteri yang

akan dikultivasi. pH ditentukan dengan menggunakan indikator pH.

3.      Medium tersebut dituang kedalam wadah yang sesuai seperti tabung, labu, atau botol dan

ditutup dengan sumbat kapas atau tutup plastik atau logam sebelum disterilisasi.

4.      Medium itu disterilkan, biasanya dengan menggunakan autoklaf; proses ini menggunakan

panas dibawah tekanan uap.

F. Kondisi fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

            Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi

nutrien serta lingkungan  fisik yang sesuai, seperti;

Suhu

Atmosfer gas

Keasaman atau kebasaan (pH)

G. Pilihan Media Dan Kondisi Inkubasi

            Untuk dapat memilih dengan baik media dan kondisi fisik, haruslah dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1.      Apakah bakteri yang akan diisolasi itu aerobik atau anaerobik?

2.      Apakah spesimen itu mengandung bakteri autotrofik atau heterotrofik, dan bila demikian

apakah kedua tipe tersebut akan dikultivasi?

3.      Apakah spesimen itu mengandung organisme termofilik, mesofilik atau psikrofilik?

            Berikut ini beberapa media yang sering digunakan secara umum dalam mikrobiologi:

1.      Lactose Broth

Page 14: Teknik Pengolahan Daging

            Lactose broth digunakan sebagai media untuk mendeteksi kehadiran koliform dalam

air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk

Salmonellae dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton

dan ekstrak beef menyediakan nutrien esensial untuk memetabolisme bakteri. Laktosa

menyediakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme koliform.

Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk koliform. Lactose

broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5% pepton; dan 0,5% laktosa.

2. EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)

            Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan

berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P.

aerugenosa, dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni

dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat

tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu mempertajam

perbedaan tersebut. Namun demikian, jika media ini digunakan pada tahap awal karena

kuman lain juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella sp dapat menimbulkan

keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan

tersebut adalah E.coli. Agar EMB (levine) merupakan media padat yang dapat digunakan

untuk menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung. EMB

yang menggunakan eosin dan metilin bklue sebagai indikator memberikan perbedaan yang

nyata antara koloni yang meragikan laktosa dan yang tidak. Medium tersebut mengandung

sukrosa karena kemempuan bakteri koli yang lebih cepat meragikan sukrosa daripada

laktosa. Untuk mengetahui jumlah bakteri coli umumnya digunakan tabel Hopkins yang

lebih dikenal dengan nama MPN (most probable number) atau tabel JPT (jumlah perkiraan

terdekat), tabel tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri coli dalam

100 ml dan 0,1 ml contoh air.

3. Nutrient Agar

            Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga

digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam

artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari

ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang umum digunakan

dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage, produk pangan, untuk

membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi

organisme dalam kultur murni. Untuk komposisi nutrien agar adalah eksrak beef 10 g,

pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan

komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian

siapkan wadah sesuai yang dibutuhkan.

4. Nutrient Broth

            Nutrient broth merupakan media untuk mikroorganisme yang berbentuk cair. Intinya

sama dengan nutrient agar. Nutrient broth dibuat dengan cara sebagai berikut:

Page 15: Teknik Pengolahan Daging

1.Larutkan 5 g pepton dalam 850 ml air distilasi/akuades.

2.Larutkan 3 g ekstrak daging dalam larutan yang dibuat pada langkah pertama.

3.Atur pH sampai 7,0.

4.Beri air distilasi sebanyak 1.000 ml.

5.Sterilisasi dengan autoklaf.

5. MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar)

            MRSA merupakan media yang diperkenalkan oleh De Mann, Rogosa, dan Shape

(1960) untuk memperkaya, menumbuhkan, dan mengisolasi jenis Lactobacillus dari seluruh

jenis bahan. MRS agar mengandung polysorbat, asetat, magnesium, dan mangan yang

diketahui untuk beraksi/bertindak sebagai faktor pertumbuhan bagi Lactobacillus, sebaik

nutrien diperkaya MRS agar tidak sangat selektif, sehingga ada kemungkinan Pediococcus

dan jenis Leuconostoc serta jenis bakteri lain dapat tumbuh. MRS agar mengandung:

1. Protein dari kasein 10 g/L

2. Ekstrak daging 8,0 g/L

3. Ekstrak ragi 4,0 g/L

4. D (+) glukosa 20 g/L

5. Magnesium sulfat 0,2 g/L

6. Agar-agar 14 g/L

7. Dipotassium hidrogen phosphate 2 g/L

8. Tween 80 1,0 g/L

9. Diamonium hidrogen sitrat 2 g/L

10. Natrium asetat 5 g/L

11. Mangan sulfat 0,04 g/L

MRSB merupakan media yang serupa dengan MRSA yang berbentuk cair/broth.

6. Trypticase Soy Broth (TSB)

            TSB adalah media broth diperkaya untuk tujuan umum, untuk isolasi, dan

penumbuhan bermacam mikroorganisme. Media ini banyak digunakan untuk isolasi bakteri

dari spesimen laboratorium dan akan mendukung pertumbuhan mayoritas bakteri patogen.

Media TSB mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan

substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam

mikroorganisme. Dekstrosa adalah sumber energi dan natrium klorida mempertahankan

kesetimbangan osmotik. Dikalium fosfat ditambahkan sebagai buffer untuk

mempertahankan pH.

7. Plate Count Agar (PCA)

            PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan inokulasi di atas

permukaan. PCA dibuat dengan melarutkan semua bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast

extract, dextrose, agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L kemudian disterilisasi pada

autoklaf (15 menit pada suhu 121°C). Media PCA ini baik untuk pertumbuhan total mikroba

(semua jenis mikroba) karena di dalamnya mengandung komposisi casein enzymic

Page 16: Teknik Pengolahan Daging

hydrolisate yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya serta

ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks.

8. Potato Dextrose Agar (PDA)

            PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang. Dapat

juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau produk

makanan. PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20%

ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan khamir

tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Cara membuat PDA adalah mensuspensikan

39 g media dalam 1 liter air yang telah didestilasi. campur dan panaskan serta aduk.

Didihkan selama 1 menit untuk melarutkan media secara sempurna. Sterilisasi pada suhu

121°C selama 15 menit. Dinginkan hingga suhu 40-45°C dan tuang dalam cawan petri

dengan pH akhir 5,6+0,2.

9. VRBA (Violet Red Bile Agar)

            VRBA dapat digunakan untuk perhitungan kelompok bakteri Enterobactericeae. Agar

VRBA mengandung violet kristal yang bersifat basa, sedangkan sel mikroba bersifat asam.

Bila kondisi terlalu basa maka sel akan mati. Dengan VRBA dapat dihitung jumlah bakteri

E.coli. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat VRBA adalah yeast ekstrak, pepton,

NaCl, empedu, glukosa, neutral red, kristal violet, agar). Bahan-bahan tersebut kemudian

dicampur dengan 1 liter air yang telah didestilasi. Panaskan hingga mendidih sampai larut

sempurna. Dinginkan hingga 50-60°C. Pindahkan dalam tabung sesuai kebutuhan, pH akhir

adalah 7,4. Campuran garam bile dan kristal violet menghambat bakteri gram positif. Yeast

ekstrak menyediakan vitamin B-kompleks yang mendukung pertumbuhan bakteri. Laktosa

merupakan sumber karbohidrat. Neutral red sebagai indikator pH. Agar merupakan agen

pemadat.

DAFTAR PUSTAKA

Pelczar dan Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Universitas

Indonesia.

Ermila, Mila. 2005. Penuntun Praktikum Mikrobiologi.

 

 

Page 17: Teknik Pengolahan Daging

 

 

 

 

 

 

 

Fungsi NaCl 

 Metode cawan tuang sangat mudah dilakukan karena tidak membutuhkan keterampilan khusus dengan hasil biakan yang cukup baik. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolat yang telah diketahui beratnya ke dalam 9 ml garam fisiologis (NaCl 0.85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagai penyangga pH agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya pH lingkungan. Penuangan dilakukan secara aseptik atau dalam kondisi steril agar tidak terjadi kontaminasi atau masuknya organisme yang tidak diinginkan seperti tumbuhnya kapang dalam biakan). Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas, karena selain mengganggu proses penuangan, media panas juga masih mengeluarkan uap yang akan menempel pada cawan penutup, sehingga mengganggu proses pengamatan. pada metode ini, koloni akan tumbuh di dalam media agar. Kultur diletakkan terbalik, dimasukkan di dalam plastik dengan diikat kuat kemudian diletakkan dalam inkubator selama 48 jam (Megamii, 2009)

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikrobia Di Laboratorium. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Fungsi CaCo3

 

 

 

Page 18: Teknik Pengolahan Daging

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

Pembuatan sosis sangat mudah dan praktis, tetapi tetap harus memperhatikan emulsi dan formula

bahan-bahan yang digunakan, agar memperoleh hasil yang baik, baik dari segi aroma, warna,

kekenyalan dan rasanya. Berdasarkan analisa STP, analisa SWOT, analisa biaya dan uji hedonik,

produk sosis crispy yang menginovasi ’sosis gurih dan renyah’ dengan penambahan tepung sajiku,

yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu produk yang mampu bersaing

dipasaran sosis.

DAFTAR PUSTAKA

Acton JC, RL Saffle. 1970. Stability of oil in water emulsion. J. Food Sci. 35(6): 852-854

Brady, P.L., F.K. McKeith, dan M.E. Hunecke. 1985. Comparison of sensory and instrumental

texture profile techniques for the evaluation of beef and beef-soy loaves. J. Food Science. 50 : 1537-

1539.

Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger, Philadelphia.

Effie. 1980. Pembuatan Sosis Ikan Cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat

Science. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.

Page 19: Teknik Pengolahan Daging

Kramlich, J. E. 1971. Sausage Product Technology. In The Science of Meat and Meat Product. J. E.

Price and B. S. Schweigert Edit. W. H. Freeman and Colletotrichum., perilaku disruptif:485.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Jendral Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ockerman HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. Of Animal science. The Ohio State

University and The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio.

Ranken, M.D. 2000. Meat Product Technology. Blackwell Science Ltd., United Kingdom.

Schmidt GR. 1988. Processing. In : Meat Scienci, Milk Science and Technology. HR Cross and AJ

Overby (Ed.) Elsevier Science Publ., Amsterdam.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.

Sulzbacher WL. 1973. Meat emulsions. J. Sci. Food Agr. 24(5): 589-595.

Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.