Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

7
. Teknik Fermentasi dalam Pengolahan Biji Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan). Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao.Coklat Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia

Transcript of Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

Page 1: Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

. Teknik Fermentasi dalam Pengolahan Biji Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia.

Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).

Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao.Coklat

Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending.

Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.

Page 2: Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian.

Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari.

Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C selama 10 – 15 menit. Tujuan dari

Page 3: Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

Pada saat panen, petani coklat Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan penjemuran, dengan demikian biji siap dijual tanpa memerhatikan kualitas. Langkah tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui fermentasi diperlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan, sedangkan fermentasi merupkan kunci penting untuk memberikan cita rasa coklat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan pada petani coklat.

Produk yang melalui proses fermentasi sehingga diperoleh cita rasa coklat yang sesungguhnya dengan cost production yang relatif rendah. Fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak memerlukan treatment khusus, hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai.

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.

          Fermentasi biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu anaerob dan aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan di sekitar pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan yaitu etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

          Selama proses fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa yang berupa asam amino, peptida dan gula pereduksi akan membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian (Anonimd, 2009).

 

Page 4: Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

Pasca Fermentasi

          Selanjutnya biji kakao dikeringkan untuk menghentikan proses fermentasi. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 - 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan dn pengolahan lanjutan menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dapat dilakukan secara tradisional menggunakan sinar matahari selama 14 hari, sedangkan dengan oven pengeringan selama 2 - 3 hari dengan temperature 45 - 600C.

          Setelah pengeringan, biji kakao disortir dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 2100C selama 10 - 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.

 

Kondisi Saat Ini

          Pada saat panen, petani kakao Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan proses penjemuran, setelah itu biji siap dijual tanpa memperhatikan kualitas. Langkah tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui fermentasi memerlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan. Sedangkan fermentasi yang merupakan kunci penting untuk membentuk cita rasa pada cokelat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan pada petani.

          Terdapat perbedaan harga jual yang cukup signifikan antara biji kakao fermentasi dan non fermentasi. Perbedaan itu berkisar antara Rp.5.000 - 6.000 per kg yang cukup memberikan keuntungan buat petani jika melakukan proses fermentasi terlebih dahulu (Anonime, 2009).  Bahkan saat ini Pemerintah sudah menghimbau beberapa pabrik pengolah kakao untuk membeli kakao fermentasi dengan harga optimal. Salah satunya Perusahaan di Tangerang telah bersedia menambahkan harga bagi biji kakao fermentasi sebesar 0,5% dari harga beli premium yang berpatok pada harga impor biji kakao (Anonima, 2009).

          Harga kakao di pasaran dunia terus menunjukkan tren meningkat, menurut Dirjen Perkebunan Ir. Achmad Mangga Barani, MM di Jakarta. Per tanggal 26 November 2009 di bursa berjangka ICE Futures New York, harga

Page 5: Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao

kakao naik menjadi US$3.300 per ton dari US$3.200 per ton hari sebelumnya. Adapun di London, Inggris, harga kakao menjadi 2.175 poundsterling per ton. Sedangkan di Indonesia, harga kakao di Makasar telah menembus sekitar Rp.29.000 per kg, padahal minggu sebelumnya masih berkisar di Rp.25.000 per kg.

          Adapun Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Prof.Dr.Ir. Zaenal Bachrudin, MSc menyebutkan proses fermentasi akan memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing biji kakao Indonesia. Biji kakao

 

Keuntungan  Kakao Fermentasi           

          Proses fermentasi kakao sebelum diekspor ini dinilai penting untuk meningkatkan daya saing kakao nasional. Juga untuk menjawab peluang tren kenaikan harga komoditas perkebunan andalan itu di pasar dunia. Kualitas kakao akan terpengaruh langsung, aroma dan warna biji kakao akan optimal. Selain itu, biji kakao fermentasi menjadi dapat dimanfaatkan mulai dari lemaknya, bungkil, dan pastanya. Sedangkan kakao non fermentasi hanya dapat diambil lemaknya saja.

          Keadaan alam Indonesia merupakan potensi awal produksi kakao Indonesia, namun produksi yang optimal tidak bisa mengandalkan sumber daya saja, tapi dibutuhkan sumber daya manusia yang baik, kepedulian Pemerintah serta modal yang cukup. Produksi yang optimal bukan hanya dalam bentuk kuantitas namun juga kualitasnya. Mutu kakao harus ditingkatkan untuk mendapatkan kembali kepercayaan pasar dunia.

          Kebijakan pengembangan kakao pada saat ini dan di masa depan harus diarahkan kepada upaya mewujudkan agroindustri kakao yang berdaya saing dan berkeadilan, sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi pelaku usahanya, khususnya petani.