Tehnologi Informasi Pada Supply Chain
-
Upload
economic-and-business-airlangga-university -
Category
Technology
-
view
161 -
download
2
Transcript of Tehnologi Informasi Pada Supply Chain
Tehnologi Informasi Pada Supply Chain Dalam
Menimimalisasi Fenomena Bullwhip Effect
( Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Manajemen Operasi )
Oleh
1. Resa Alfian Runiarmeda (041211231033)
2. Evi Maria Ulfah (041211231097)
3. Nur Hidayati (041211231268)
4. Indra Yudhastya Putra (041211231251)
5. Arizal Adi Nugroho (041211233192)
Kelas H
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
Abstrak
Setiap usaha bisnis pasti akan memiliki tantangan - tantangan yang memang harus dihadapi oleh
para pelaku bisnis. Mengingat persaingan yang semakin hari terasa kian ketat maka dibutuhkan
strategi yang ampuh untuk tetap bisa membuat produk mampu bertahan di pasar. Rantai pasok
adalah salah satu aspek dalam perusahaan, khususnya manufactur yang harus di-manage
sedemikian bagus agar biaya persediaan tidak membuat perusahaan mengalami kerugian yang
diakibatkan karena membengkaknya biaya untuk perawatan inventory perusahaan. Dalam Supply
Chain Management munculnya fenomena Bullwhip Effect yaitu adanya simpangan yang jauh
antara persediaan yang ada dengan permintaan adalah hal yang sudah biasa ketika informasi
didalam setiap prosesnya tidak mampu memberikan kejelasan mengenai keadaan pasar, permintaan
konsumen hingga bagaimana respon konsumen mengenai produk yang diproduksi. Hal ini
disebabkan kesalahan interpertasi data permintaan dan sistem informasi yang kurang terintegrasi
di tiap rantai distribusi. Tidak sedikit perusahaan yang mengalami masalah demikian pada
perusahaannya. Untuk melakukan perbaikan digunakan pendekatan Supply Chain Management
(SCM) yang terintegrasi dengan teknologi dan sistem informasi, dimana didalamnya tidak hanya
membahas tentang distribusi produk saja, tetapi juga mengenai persediaan dan sistem informasi
dalam penerapan SCM. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Bullwhip Effect
dan menimalisasi total biaya persediaan.
Kata Kunci : Integrasi rantai Pasok, Kinerja Rantai Pasok, Bullwhip Effect, Implementasi
Teknologi Informasi
PENDAHULUAN
Persaingan bisnis dalam era globalisasi yang diwarnai dengan ketidakstabilan pasar, menuntut
perusahaan untuk terus memiliki keunggulan baik dalam hal harga maupun kualitas. Perusahaan
dituntut untuk terus melakukan inovasi dalam menghasilkan barang yang sesuai dengan ekspektasi
konsumen sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dan yang pastinta dapat tetap
mempertahankan keberadaan (eksistensi) nya dibidang industri yang perusahaan tersebut geluti.
Supply Chain Management menawarkan solusi untuk mengatur inventory pada suatu
perusahaan. namun munculnya kendala - kendala.masih mungkin saja terjadi didalamnya. Salah
satunya adalah ketimpangan dalam penerimaan informasi mengenai permintaan konsumen sehingga
mempengaruhi proses rantai pasok yang sudah berjalan di perusahaan. Fenomena semacam itu
disebut dengan Bullwhip Effect.
Bullwhip Effect akan sangat mengganggu kinerja perusahaan apalagi ketika persediaan yang
di beli perusahaan dari pemasok jauh melebihi dari jumlah permintaan konsumen yang sebenarnya.
biaya yang dikeluarkan perusahaan cukup banyak tapi penjualan yang diterima tidak lebih dari
penjualan maka kerugian tidak akan terhindari lagi, belum lagi ketika perusahaan harus
mengeluarkan biaya perawatan untuk memelihara persediaan ataupun bahkan stock barang jadi yang
belum terjual.
Teknologi Informasi (TI) adalah sebagai alat-alat, baik berupa perangkat keras maupun
perangkat lunak, yang digunakan untuk mengetahui keberadaan informasi dan menganalisis
informasi tersebut untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi rantai pasok. Peran teknologi
informasi disini menjadi sangat penting untuk menunjang keberhasilan demi kemajuan perusahaan
khususnya dalam hal supply chain untuk dapat mengoptimalkan kinerja rantai pasok.
Supply Chain Management
Manajemen Rantai Pasok adalah koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara
perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai suplai bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan
komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang
sudah dipakai.
Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai,
sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan.
Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan,
arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir dan penyedia material mentah.
Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran
dalam penetapan kepemilikandan pengiriman. (Kalakota, 2000, h198)
Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam aliran yang harus
dikelola. Pertama, aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua,
aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga, aliran informasi yang terjadi dari
hulu ke hilir atau sebaliknya
Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur
dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan
koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para
penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih
tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah
pengadaan.
Manajemen Internal Suplai Rantai/Internal supply chain management
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang
digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi
itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai
internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian
persediaan.
Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman
produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada
distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Permasalahan Manajemen Rantai Pasok
Didalam Manajemen Rantai Pasok pastinya suatu perusahaan akan menemui beberapa permasalahan
atau problem - problem seperti dibawah ini :
Distribusi Konfigurasi Jaringan : Jumlah dan lokasi supplier, fasilitas produksi, pusat
distribusi ( distribution centre/D.C.), gudang dan pelanggan.
Strategi Distribusi : Sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, Berlabuh silang,
strategi menarik atau mendorong, logistik orang ke tiga.
Informasi : Sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi
berharga, termasuk permintaan sinyal, perkiraan, inventaris dan transportasi dsb.
Manajemen Inventaris : Kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah, proses
kerja, dan barang jadi.
Aliran dana : Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana melewati
entitas di dalam rantai suplai.
Selain dari kelima permasalahan diatas, ada juga satu masalah yang tidak kalah penting didalam
proses rantai pasok. Permasalahan yang dimaksud adalah fenomena Bullwhip Effect.
Bullwhip effect (atau efek cambuk) adalah suatu keadaan yang terjadi dalam rantai suplai
dimana permintaan dari customer mengalami perubahan (distorsi). Perubahan tersebut
mengakibatkan serangkaian efek yang akan mengacaukan rantai suplai.
Idealnya suplai dari produsen ke konsumen akan berjalan dengan lancar meskipun melalui
berapa tahapan. Misalkan dari produsen sesudah barang jadi diproduksi dikirim ke gudang,
kemudian dari gudang dilanjutkan disebar ke distributor, setelah dari distributor barulah akan
disebarkan ke penjual eceran (retail), dan terakhir akan diterima ketangan customer (pembeli).
Permasalahan baru akan terjadi ketika, hasil penjualan suatu periode dijadikan referensi untuk
rencana produksi diwaktu yang akan datang. Padahal pada kenyataannya, permintaan dari customer
terus berubah-ubah. Ketidakpastian permintaan customer inilah yang menjadi penyebab utama
bullwhip effect.
Akibat yang akan terjadi pada awalnya adalah kesalahan dalam memproduksi jumlah barang.
Pada satu sisi ketika barang yang diproduksi jumlahnya berlebih, maka yang akan terjadi adalah
penumpukan barang. Setiap penumpukkan barang akan mengakibatkan penambahan biaya
penyimpanan (storage) yang tentunya ini akan menjadi kerugian biaya tersendiri. Belum lagi jika
selama penyimpanan ada barang yang mengalami kerusakan atau defect. Begitu pula sebaliknya,
jika barang yang diproduksi terlalu sedikit, atau kurang dari kebutuhan customer, maka akan
didapatkan kerugian kehilangan kesempatan menjual barang kepada customer. Jika produk yang kita
jual jenisnya adalah yang unik dan tidak memiliki pesaing mungkin kita bisa mempertahankan
pelanggan. Namun jika produk yang kita jual juga ada pesaing lainnya yang menjual produk serupa,
maka akan ada kemungkinan customer kita akan berpindah ke penjual lainnya, yang tentu saja ini
adalah suatu bentuk kerugian tersendiri, kehilangan pelanggan.
Penumpukan barang adalah salah satu kasus awal, dan yang terakhir adalah menghilangnya
pelanggan, bayangkan jika kedua keadaan ini terjadi secara bersamaan. Yang akan terjadi adalah
kekacauan dari rantai suplai dan usaha yang kita miliki, sudahlah barang kita banyak menumpuk, eh
ternyata yang mau membeli tidak ada. Akan sangat fatal akibat yang terjadi. Bisa-bisa usaha kita
hancur jadinya.
Kinerja Rantai Pasok
Menurut beberapa ahli kinerja diartikan sebagai "Catatan outcome yang dihasilkan dari
fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu".
Ling Li (2007) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai sekumpulan aktivitas dan
keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur, gudang, jasa
transportasi, pengecer dan konsumen secara efisien.
Dengan demikian barang dan jasa dapat didistribusikan dalam jumlah, waktu dan lokasi
yang tepat untuk meminimumkan biaya demi memenuhi kebutuhan konsumen. Sistem pengukuran
manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta
menciptakan kesesuaian antara strategi rantai pasokan dengan metrik pengukuran (Pujawan 2005)
Sehingga, kinerja rantai pasok bisa diartikan sebagai ukuran pencapaian perusahaan dalam
menyelenggarakan proses rantai pasok dalam rentang waktu tertentu. Menurut Gang Li dkk (2008)
kinerja rantai pasok perusahaan dapat diukur dengan beberapa faktor, diantaranya:
Peningkatan aktivitas logistik (penghilangan waktu tunggu, aliran informasi);
Perputaran persediaan dan lamanya alur distribusi barang (cash-to-cash cycle);
Lead time pelanggan (mulai dari mengorder sampai menerima) dan efisiensi beban;
Kinerja dan kualitas pengiriman;
Sistem manajemen persediaan;
Total biaya logistic (biaya transportasi, penyimpanan persediaan, pengelolaan pesanan,
biaya administrasi, dll).
Implementasi Teknologi Informasi
Mengingat peran penting dari informasi dalam pendukung kinerja rantai pasok maka manajer
harus memahami bagaimana informasi dikumpulkan dan dianalisis.
Simchi-Levi dkk (2004) mengartikan teknologi informasi (TI) sebagai alat-alat, baik berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak, yang digunakan untuk mengetahui keberadaan informasi
dan menganalisis informasi tersebut untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi rantai pasok.
Chopra & Meindl (2007) mengistilahkan TI sebagai mata dan telinga, bahkan sebagian
dari otak, dari manajemen dalam sebuah rantai pasok yang menangkap dan menganalisis informasi
yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan. Perusahaan manufaktur yang sehari-harinya harus
mengelola berbagai aktivitas produksi yang kompleks akan lebih menekankan pada ketersediaan
TI untuk membantu melakukan analisis dan perencanaan. Sehingga perlu adanya
pengimplementasian teknologi informasi untuk keunggulan kompetitif dalam operasioanal
perusahaan pada era globalisasi.
Menurut Chen dan Paulraj (2004) dalam Gang Li dkk (2008), implementasi teknologi
informasi diukur berdasarkan 5 ukuran, yaitu:
1. Penggunaan electronic data interchange (EDI);
2. Penggunaan barcode/identifikasi otomatis;
3. Penggunaan komputer dalam operasi dan pengambilan keputusan yang efektif antara
perusahaan dan partner bisnis;
4. Kode identifikasi standard untuk produk dan proses;
5. Sistem Pembuatan Keputusan dan pendukung untuk partner rantai pasok1993)
Implementasi TI dan Kinerja Rantai Pasok
Khaturia dkk (1999) menyatakan, “TI telah diakui secara luas sebagai faktor penting dalam
rantai pasokan karena kemampuannya yang dapat meningkatkan kinerja kedua perusahaan, baik
individu perusahaan sendiri maupun dengan rantai pasokan secara keseluruhan”. Selain itu TI
telah hadir secara luas yang diyakini bahwa implementasi TI di sepanjang rantai pasokan merupakan
faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam SCM dan telah semakin menjadi kebutuhan
untuk meningkatkan kinerja rantai pasok (Lai et al, 2006;. Handfield dan Nichols, 1999).
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Gang Li membuat hipotesis bahwa
Implementasi Teknologi Informasi memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap Kinerja
Rantai Pasok.
Implementasi TI dan Integrasi Rantai Pasok
Karoway (1997) berpendapat, bahwa TI memiliki potensi besar untuk memfasilitasi
integrasi dan koordinasi antara mitra rantai pasok melalui berbagi informasi tentang perkiraan
permintaan dan jadwal produksi yang mendikte kegiatan rantai pasokan.
Karena TI memiliki kekuatan untuk memberikan informasi yang tepat waktu, akurat, dan
dapat diandalkan, alternatif biaya rendah untuk mengurangi rasio komunikasi tatap muka, salah satu
yang mengurangi ketidakpastian informasi dan frekuensi transaksi. Dari dasar pemikiran tersebut,
maka dibuat hipotesis bahwa Implementasi TI memiliki pengaruh positif terhadap Integrasi
rantai pasok.
Integrasi Rantai Pasok dan Kinerja Rantai Pasok
Keberhasilan pengelolaan rantai pasokan membutuhkan integrasi proses bisnis antara mitra di
sepanjang rantai pasok (Porter 1980,1985). Pada penelitian sebelumnya, baik empiris dan teoritis,
telah sepakat bahwa integrasi rantai pasok dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Stevens dkk,
1989).
Dari penjelesan tersebut menunjukkan, peningkatan integrasi pada fungsi sebuah perusahaan
maupun di sepanjang rantai pasokan diharapkan berdampak pada banyak dimensi kinerja, termasuk
biaya, kualitas, pengiriman, fleksibilitas, dan keuntungan. Sehingga, dibuat hipotesi bahwa integrasi
rantai pasok memiliki hubungan yang positif terhadap peningkatan kinerja rantai pasok.
KESIMPULAN
Supply chain Management adalah sebagai sekumpulan aktifitas yang terlibat dalam proses
transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal sampai produk jadi pada
konsumen akhir. Kegunaannya SCM adalah bagaimana ia mampu me-manage aliran barang atau
produk dalam suatu rantai supply. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan bagaimana suatu
jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk
memenuhi tuntutan konsumen.
Namun dalam pelaksanaan Supply Chain Management itu sendiri pastilah tidak terlepas dari
kendala – kendala yang kemungkinan akan selalu muncul baik permasalahan yang berasal dari
dalam (intern) maupun permasalahan yang berasal dari luar perusahaan (extern).
Salah satu masalah yang kemungkinan besar akan timbul adalah Bullwhip Effect, yaitu sebuah
keadaan dimana permintaan konsumen mengalami perubahan sehingga akan dapat mengacaukan
proses kegiatan rantai pasok yang ada. Jika dibiarkan maka perusahaan tidak akan mencapai
keuntungan yang optimal, justru sebaliknya perusahaan akan mengalami kerugian akibat dari kurang
transparannya informasi tentang permintaan konsumen terhadap produk yang diproduksi oleh
perusahaan.
Dalam hal ini peran informasi sangatlah dibutuhkan dalam meminimalisir dampak dari Bullwhip
Effect tersebut. Informasi yang sesuai tentang seperti apa dan bagaimana selera konsumen akan
sangat membantu perusahaan dalam melakukan Supply Chain Management mereka.
Kejelasan informasi dalam penerapan Supply Chain Management sangatlah dibutuhkan
untuk menunjang / mendukung kelancaran dari setiap tahapan prosesnya, mengingat SCM adalah
merupakan sarana penting bagi perusahaan untuk mengatur inventori (persediaan) guna
mendapatkan keuntungan yang optimal.
TI memiliki kekuatan untuk memberikan informasi yang tepat waktu, akurat, dan dapat
diandalkan, alternatif biaya rendah untuk mengurangi rasio komunikasi tatap muka, salah satu
yang mengurangi ketidakpastian informasi dan frekuensi transaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aprianiningsih, Hesti dkk, “Analisis Pengaruh Implementasi Teknologi Informasi terhadap Kinerja Rantai Pasok dengan Integrasi Rantai Pasok sebagai Mediator pada Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)” Fakultas Teknologi Sepuluh Nopember, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Jawa Timur
Indri, Parwati , Juni 2009, “Metode Supply Chain Management Untuk Menganalisis Bullwhip EffectGuna Meningkatkan Efektivitas Sistem distributor Produk”, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Volume 2 Nomor 1.
Sawitri, Dewi, “Perancangan Sistem Informasi Manajemen Persediaan Barang Electrolux Authorized Service CV Momentum Teknik”, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma