Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

download Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

of 35

Transcript of Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    1/35

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori

    1. Skizofrenia

    a. Definisi Skizofrenia

    Skizofrenia merupakan gangguan psikotik kronis yang di

    tandai oleh episode akut yang mencakup kondisi terputus dengan

    realitas yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi,

    pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan prilaku yang

    aneh. Defisit residual dalam area kognitif, emosional, dan sosial dari

    fungsi-fungsi yang ada sebelum episode akut (Nevid, 2003).

    Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV bedasarkan

    American Psychiatric Association (APA) (1994) cit. Boyd dan Nihart

    (1998) menyatakan bahwa skizofrenia merupakan kumpulan dari

    gejala positif dan negatif yang timbul secara signifikan selama periode

    waktu 1 bulan/periode aktif tetapi tanda-tandanya berlangsung paling

    sedikit selama 6 bulan. Kata skizofrenia berasal dari bahsa Yunani

    yang berarti split mind atau pemikiran yang terpisah dan sering

    dihubungkan dengan ketidakseimbangan dopamin dalam otak dan

    defek lobus frontal serta keterkaitan penyebab genetik.

    Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar

    membingungkan atau menyimpan banyak teka-teki. Pada suatu saat,

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    2/35

    orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi dengan

    sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realita, dan fungsi

    secara baik dalam kehidupan balik, mereka kehilangan sentuhan

    dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka

    sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar (Wiramihardja,

    2007)

    b. Penyebab Skizofrenia

    Menurut model stress-diathesis, ada integrasi dari faktor

    biologis, psikososial, dan lingkungan yang membuat seseorang

    memiliki kerentanan spesifik terhadap stres. Kondisi stres dapat

    memicu berkembangnya gejala skizofrenia dalam diri seseorang.

    Sumber stres dapat berupa biologis seperti infeksi, lingkungan seperti

    kondisi stres keluarga, ataupun gabungan keduanya (Sadock &

    Sadock, 2003).

    Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyerang jiwa

    manusia. Tapi walaupun demikian, faktor neurologist juga turut

    berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Di bawah ini terdapat

    beberapa sebab timbulnya skizofrenia, yaitu:

    1) Sebab organis, yaitu adanya perubahan-perubahan pada struktur

    system syaraf sentral.

    2) Tipe pribadi yang schizothyme (pikiran yang kacau balau) atau

    jasmaniah yang asthenis, dan mempunyai kecenderungan menjadi

    skizofrenia.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    3/35

    3)

    Gangguan kelenjar-kelenjar; adanya disfungsi pada endokrin

    seks, kelenjar adrenal dan kelenjar pituitary (kelenjar di bawah

    otak). Atau akibat dari masa klimakterik atau menstruasi.

    4) Adanya degenerasi pada energi mental. Hal ini didukung dengan

    lebih dari separuh dari jumlah penderita skizofrenia mempunyai

    keluarga yang psikotis atau sakit mental.

    5) Sebab-sebab psikologis; kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan

    salah. Individu tidak mempunyai adjustment terhadap

    lingkungannya. Ada konflik-konflik antara Superego dan id

    (Ardani, 2007).

    c. Tanda dan Gejala Skizofrenia

    Tidak ada gejala yang spesifik pada pendeita skizofrenia karena

    semua gejala penyakit ini juga dapat ditemukan pada gangguan otak

    lainnya dan gejala dapat berubah sepanjang waktu. Skizofrenia

    dikarakteristikkan dengan gejala positif yakni halusinasi pendengaran,

    delusi, dan gangguan berpikir, serta gejala negatif seperti

    demotivation, self neglect, dan redue emotion(Nadeem et al., 2004).

    Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak

    mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik

    dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala skizofrenia

    dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala positif dan gejala negatif.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    4/35

    1)

    Gejala positif skizofrenia

    a)

    Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

    (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif

    bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap

    menyakini kebenarannya.

    b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada

    rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-

    suara atau bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada

    sumber dari suara atau bisikan itu.

    c)

    Kekacauan alam pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi

    pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak

    dapat diikuti alur pikiranya.

    d)

    Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

    bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

    e) Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba

    hebat dan sejenisnya.

    f)

    Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

    ancaman terhadap dirinya.

    g) Menyimpan rasa permusuhan

    Gejala-gejala positif skizofrenia sebagaimana diuraikan

    dimuka amat menggangu lingkungan (keluarga) dan merupakan

    salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    5/35

    2)

    Gejala Negatif Skizofrenia

    Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita

    skizofrenia adalah sebagai berikut:

    a) Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran

    alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

    menunjukan ekspresi.

    b) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau

    bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day

    reaming).

    c)

    Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.

    d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

    e) Sulit dalam berpikir abstrak

    f)

    Pola pikir streotip.

    g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan

    tidak ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas

    monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan

    nafsu) (Hawari, 2009).

    3)

    Gejala-gejalanya yang penting antara lain:

    a) Dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi

    disekitarnya. Tidak terlihat padanya reaksi emosional terhadap

    orang yang terdekat kepadanya, baik emosi marah, sedih dan

    takut. Segala sesuatu dihadapinya dengan acuh tak acuh.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    6/35

    b)

    Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan,

    sangat sukar bagi orang untuk memahami pikiranya. Dan

    penderita lebih suka menajuhi pergaulan dengan orang banyak,

    dan suka menyendiri.

    c) Mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar dan tidak

    beralasan.

    d) Sering terjadinya salah tanggapan atau terhentinya pikiran.

    e)

    Halusinasi pendengaran, penciuman atau penglihatan, seakan-

    akan penderita mendengar orang lain membicarakanya.

    f)

    Penderita banyak putua asa dan merasa bahwa penderita adalah

    korban kejahatan orang banya dan masyarakat.

    g) Keinginan menjauhkan diri dari masyarakat, tidak mau bertemu

    dengan orang dan sebaginya.

    Respon emosional yang terjadi pada penderita skizofrenia

    dapat berupa kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi

    (alekstamia), kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau

    kepedulian, dan ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk

    mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

    Penderita skizofrenia tampak adanya gerakan dan perilaku abnormal.

    Gerakan abnormal seperti katatonia, kelenturan seperti lilin (waxy

    fleksibility), efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan

    antipsikotik, gerakan mata abnormal, meringis, kesulitan

    melaksanakan tugas yang kompleks (apraksia), sengaja meniru

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    7/35

    gerakan orang lain (ekopraksia), langkah yang tidak normal, dan

    manerisme. Perilaku abnormal pada penderita skizofrenia ditunjukkan

    dengan adanya deteriaorasi penampilan, agresi/agitasi, perilaku

    stereotipik atau berulang, kurang energi dan dorongan, serta kurang

    tekun dalam bekerja/sekolah (Stuart & Sundeen, 1998).

    Menurut DSM IV cit. Sutatminingsih (2002), seseorang

    dikatagorikan sebagai penderita skizofrenia apabila sekurang-

    kurangnya selama 6 bulan telah menunukkan gejala-geala gangguan.

    Periode 6 bulan tersebut dibagi menjadi 3 periode berdasarka gejala

    yang tampak, yaitu: periode aktif selama sekurang-kurangnya 1 bulan,

    periode prodormal/periode sisa sebelum periode aktif, dan periode

    residual/periode sisa setelah periode aktif.

    Periode prodormal ditandai dengan individu menunjukkan

    gangguan-gangguan fungsi sosial dan interpersonal yang progresif.

    Perubahan yang terjadi dapat berupa penarikan sosial,

    ketidakmampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang

    tidak rapi, emosi yang tidak sesuai perkembangan pikiran dan bicara

    yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa, pengalaman persepsi yang

    aneh, dan hilangnya inisatif dan energi. Periode aktif dimana paling

    sedikit selama satu bulan, individu mengalami simptom psikotik, yaitu

    halusinasi, delusi, pembicaraan dan tingkah laku yang tidak teratur,

    dan terdapat tanda-tanda penarikan diri. Sedangkan pada periode

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    8/35

    residual terdapat simptom seperti periode sebelumnya tetapi tidak

    parah dan tidak mengganggu.

    d. Tipe Skizofrenia

    Tipe-tipe skizofrenia menurut DSM IV (1994) cit. Kaplan et

    al.(1997) antara lain:

    1)Tipe Paranoid

    Skizofrenia tipe paranoid memiliki kriteria preokupasi

    dengan satu atau lebih waham/halusinasi dengar yang menonjol

    dan tidak ada gejala berikut ini yang meonjol seperti bicara

    terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek

    datar/tidak sesuai.

    2)Tipe Terdisorganisasi

    Skizofrenia tipe terdisorganisasi memiliki kriteria bicara

    terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi, dan afek datar atau tidak

    sesuai yang menonjol serta tidak memenuhi kriteria untuk tipe

    katatonik.

    3)

    Tipe Katatonik

    Skizofrenia tipe katatonik memiliki gambaran klinis yang

    didominasi oleh dua dari gambaran berikut ini:

    a) Imobilitas motorik seperti yang ditunjukkan oleh katalepsi

    (termasuk fleksibilitas lilin) atau stupor

    b) Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak

    bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    9/35

    c)

    Negativisme yang ekstrim (suatu resistensi yang tampaknya

    tanpa motivasi terhadap semua intruksi atau mempertahankan

    postur yang kaku menentang semua usaha untuk digerakkan)

    atau mutisme

    d) Gerakan volunter yang aneh seperti mengambil postur yang

    tidak lazim atau aneh secara disengaja (posturing), gerakan

    stereotipik, manerisme yang menonjol

    e)

    Ekolalia/ekopraksia merupakan dorongan kuat yang tidak

    terkendalikan dari penderita gangguan jiwa untuk meniru

    ucapan atau perbuatan yang dilakukan orang lain.

    4)Tipe Tidak Tergolongkan

    Skizofrenia tidak tergolongkan menunjukkan gejala yang

    tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau

    katatonik.

    5)Tipe Residual

    Skizofrenia tipe residual memiliki kriteria tidak adanya

    waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku katatonik

    terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol dan terdapat

    gangguan seperti gejala negatif, ditemukan dalam bentuk yang

    lebih lemah (misalnya keyakinan yang aneh dan pengalaman

    persepsi yang tidak lazim).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    10/35

    e.

    Fase Skizofrenia

    Gangguan skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan

    meliputi beberapa fase dimulai dari prodromal (awal sakit), fase aktif,

    dan keadaan residual (sisa).

    1) Fase prodromal

    Fase prodromal adalah periode terjadinya perubahan

    perilaku sebelum gejala yang nyata muncul. Tanda dan gejala

    fase prodromal bisa mencakup kecemasan, gelisah, merasa

    diteror, atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien

    didapatkan bahwa sebagian dari mereka mengeluhkan gejala

    somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,

    kelemahan, dan problem pencernaan, perubahan minat,

    kebiasaan, perilaku, dan pasien mengembangkan gagsan abstrak,

    filsafat dan keagamaan. Gejala prodromal tersebut dapat

    berlangsung beberapa bulan beberapa tahun sebelum diagnosis

    pasti skzofrenia ditegakkan (Sudiyanto, 2004; Kirkpatrick &

    Tek, 2005).

    2)

    Fase aktif

    Fase skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang

    nyata secara klinik, yakni kekacauan alam pkir, perasaan, dan

    perilaku. Penilaian terhadap realita mulai terganggu dan

    pemahaman dirinya buruk atau bahkan tidak ada (Sudiyanto,

    2004).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    11/35

    3)

    Fase residual

    Fase residual atau stabil muncul setelah fase akut atau

    setelah terapi dimulai. Ditandai dengan menghilangnya beberapa

    gejala klinis skizofrenia sehingga tinggal satu atau dua gejala sisa

    yang tidak terlalu nyata secara klinis, misalnya penarikan diri,

    perilaku aneh (bicara atau tersenyum sendiri, mengumpulkan

    sampah), dan defisit perawatan diri (Sudiyanto, 2004).

    f.

    Penatalaksanaan Skizofrenia

    Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga faktor

    (biogenik-psikogenik-sosiogenik) maka pengobatan gangguan

    skizofrenia juga diarahkan pada ketiga faktor tersebut yaitu

    somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain, tidak ada

    pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala

    dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan

    secara komprehensif (Kaplan, 2003; Maramis, 1998; Syamsulhadi,

    2004).

    1)

    Somatoterapi

    Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan

    harapan pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi

    yang umum dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT

    (Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau disebut obat

    neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal

    (konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua). Dasar

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    12/35

    pemilihan suatu jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan

    manfaat dan resiko secara individual yang mencakup

    farmakokinetik dan farmakodinamik. Semua antipsikotik yang saat

    ini tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat antagonis

    reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini

    cenderung menyebabkan symptom ekstrapiramidal walaupun

    secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek samping

    neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).

    Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik

    relatif sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap

    skizofrenia. Meskipun demikian tetap harus dipertimbangkan

    bahwa efek samping lain yang tidak diinginkan dari golongan

    atipikal tersebut yaitu peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia,

    hiperglikemia, dan dislipidemia. Akibat kurang baik lainnya seperti

    dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan

    perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara

    akibat hiperprolaktinemia juga telah dicatat pada penggunaan

    antipsikotik atipikal (Kaplan & Sadock, 2003).

    Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah

    ECT. Bagaimana sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat

    menyembuhkan penderita gangguan jiwa sampai sekarang belum

    diketahui pasti walaupun beberapa teori telah diajukan dimana ada

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    13/35

    yang berorientasi secara organik tetapi ada juga yang tidak

    berorientasi organik.

    2) Psikoterapi

    Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia

    mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya

    dan mampu merawat diri, mandiri, serta tidak menjadi beban bagi

    keluarga dan masyarakat (Syamsulhadi, 2004). Termasuk dalam

    terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi

    keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual (Kaplan &

    Saddock, 2003).

    2. Keluarga

    a. Definisi Keluarga

    Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan

    fondasi primer bagi perkembangan anak juga memberikan pengaruh

    yang menentukan bagi pembentukan watak dan kepribadian anak,

    yaitu memberikan stempel yang tidak baik bisa dihapuskan bagi

    kepribadian anak. Maka baik-buruknya keluarga ini memberikan

    dampak yang positif atau negatif pada pertumbuhan anak menuju

    kepada kedewasaan (Kartono,1989).

    Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling

    penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang

    terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan sedikit

    banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    14/35

    anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu

    kesatuan sosial yang terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum

    dewasa (Ahmadi, 2007).

    b. Fungsi Keluarga

    Keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku

    penerus keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga

    mempunyai sumber utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan

    intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan

    anggota keluarga sendiri. Karena merupakan produsen dan sekaligus

    konsumen, serta harus mempersiapakan dan menyediakan segala

    kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap anggota

    keluarga di butuhkan dan saling membutuhkan satu dan yang lainya

    supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang (Syamsulhadi,

    2004).

    Menurut Ahmadi (2007) pekerjaan-pekerjaan yang harus

    dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan ke dalam beberapa

    fungsi yaitu :

    1)

    Fungsi biologis, dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat

    menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-

    anaknya. Dengan persiapan yang cukup matang ini dapat

    mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan

    harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh

    yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    15/35

    2)

    Fungsi pemeliharaan, keluarga diwajibkan untuk berusaha agar

    setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan

    sebagai berikut:

    a) Gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah

    b) Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat-obatan

    c) Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan senjata,

    pagar tembok dan lain-lain.

    3)

    Fungsi ekonomi, keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuan

    manusia yang pokok yaitu:

    a)

    Kebutuhan makan dan minum

    b) Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya

    c) Kebutuhan tempat tinggal, sehubungan dengan fungsi ini

    keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana

    keluarga (orang tua) diwajibkan berusaha jasmaniah baik yang

    bersifat umum maupun yang bersifat individual.

    4) Fungsi keagamaan, keluarga diwajibkan untuk menjalani dan

    mendalami ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia

    yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    5) Fungsi sosial, dengan fungsi ini di harapkan agar di dalam

    keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai

    kebudayaan (Ahmadi, 1991).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    16/35

    c.

    Tujuan Keluarga dalam Bidang Kesehatan

    Keluarga harus memiliki tugas dalam pemeliharaan kesehatan

    para anggota dan saling memelihara untuk mencapai tujuan kesehatan

    keluarga. Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga

    menurut Effendy (1998) yaitu:

    1)Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

    Keluarga mengenal perkembangan emosional dari anggota

    keluarga dan tingkah laku ataupun aktivitas yang normal atau

    tidak normal untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan

    pengetahuan keluarga akan gejala-gejala gangguan jiwa.

    2)Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

    Segera setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota

    keluarga tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga

    memutuskan dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk

    keseimbangan anggota keluarganya dengan segera membawanya

    ke petugas kesehatan.

    3)

    Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit

    dan yang tidak dapat membantu diri sendiri karena cacat fisik

    ataupun mental. Karena penderita gangguan jiwa tidak bisa

    mandiri untuk memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya.

    4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan

    kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

    Keluarga membuat iklim yang kondusif bagi penderita gangguan

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    17/35

    jiwa di lingkungan rumah agar merasa nyaman dan merasa tidak

    diikucilkan dari keluarga.

    5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

    lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan

    dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. Untuk

    kesembuhan penderita gangguan jiwa, keluarga harus memiliki

    banyak informasi mengenai kesehatan jiwa anggota keluarganya

    dari lembaga petugas kesehatan yang ada.

    d.

    Respon keluarga terhadap anggota skizofrenia

    Ketika gangguan jiwa dipandangan sebagai suatu beban sendiri

    bagi keluarga, maka hal itu dapat dibedakan menjadi bersifat obyektif

    dan subyektif. Dikatakan obyektif, maksudnya berupa tingkah laku

    pasien, peran pasien, bantuan untuk memenuhi kebutuhan pasien,

    masalah keuangan dan lain-lain. Sedangkan beban keluarga dikatakan

    bersifat subyektif, maksudnya berupa perasaan pasien karena menjadi

    beban bagi keluarga. Kategori respon keluarga terhadap anggota

    keluarga dengan gangguan jiwa menurut Susana (2007):

    1)

    Berduka (grief)

    Berduka adalah respon wajar yang paling umum terjadi

    sehubungan dengan adanya proses kehilangan seseorang yang

    awalnya dikenal sebelum sakit, untuk kemudian hilangnya harapan

    pada pasien, hanya masalahnya, seberapa dalam dan lamanya

    respon berduka ini dialami oleh keluarga, seawal mungkin perawat

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    18/35

    mampu mengidentifikasinya, sehingga keluarga maupun pasien

    sendiri dapat pulih dengan segera.

    2)Marah (anger)

    Respon berikutnya ketika berduka dialami keluarga, maka

    akan berhadapan dengan respon kedua yaitu marah. Respon

    tersebut merupakan hal yang wajar namun jangan sampai perilaku

    tersebut membawa keluarga kedalam penderitaan yang justru

    semakin parah lagi.

    3)

    Merasa tidak berdaya dan takut

    Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami

    gangguan jiwa merupakan suatu beban tersendiri. Keluarga

    berupaya untuk mengobati atau menyembuhkan pasien

    skizofrenia. Pada kenyataanya patologis gangguan jiwa itu sendiri

    semakin lama diderita justru semakin sulit kesembuhannya, inilah

    yang menyebabkan keluarga merasa tidak berdaya dan takut.

    Perasaan keluarga demikian, di negara kita juga didukung

    oleh rata-rata keadaan ekonomi yang pas-pasan bahkan

    kekurangan, sehingga sangat wajar, apabila tidak sedikit mereka

    yang terganggu jiwanya menjadi gelandangan atau keluyuran

    dimana-mana atau tersangkut oleh razia dinas sosial (Susana,

    2007).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    19/35

    e.

    Penerimaan Keluarga

    Penerimaan keluarga terhadap skizofrenia ditandai dengan

    adanya perhatian dan kasih sayang, memberikan waktu berperan serta

    dalam kegiatan sehari-hari, tidak mengharapkan terlalu banyak pada

    penderita. Penerimaan keluarga terhadap skizofrenia yang sebenarnya

    sesuai dengan pemahaman yang dimiliki keluarga akan menerima

    kondisi penderita baik secara mental maupun fisik serta memberikan

    kasih-sayang, perhatian yang banyak dan mampu untuk memahami

    perkembangan sejak dini. Menerima seseorang dengan ikhlas, tepat

    serta apa adanya orang tersebut, adalah faktor kritis dalam membantu

    mengembangkan perubahan konstruktif orang tersebut, dalam

    memberi kemudahan pemecahan problemnya, dan mendorong usaha

    menuju kesehatan jiwa yang lebih besar atau belajar produktif

    (Gordon, 1996).

    3. Faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan pasien skizofrenia oleh

    keluarga

    Rivai (1996) mengatakan bahwa rumah sakit jiwa seringkali

    mengalami kesulitan memulangkan klien ke pihak keluarga, sebab setiap

    kali hanya dalam waktu beberapa hari akan kambuh kembali, selain itu

    keluarga pasien sering menolak menerima kembali dengan berbagai

    macam alasan serta kurangnya pengertian terhadap penanganan dan

    perawatan pasien mantan gangguan jiwa. Pasien dengan perawatan pasien

    dengan gangguan jiwa di rumah sakit jiwa memang memerlukan waktu

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    20/35

    yang lama, terutama pasien dengan gangguan jiwa kronis (menahun),

    disebabkan kurangnya keterlibatan keluarga untuk ikut serta cara

    perawatannya sehari-hari, sehingga keluarga tidak siap dan tidak dapat

    beradaptasi dengan pasien lagi.

    Proses perencanaan kepulangan klien gangguan jiwa dari Unit

    Psikiatri di awali dengan pertemuan yang pada proses keperawatan

    disebut dengan proses pangkajian. Proses pengkajian ini penting

    dilakukan untuk memperoleh data dari pasien dan keluarga sehingga

    dapat ditemukan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga berhubungan

    dengan keadaan kesehatan pasien dan perawatannya di rumah. Biasanya

    yang dikaji adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan

    mereka menerima kepulangan pasien gangguan jiwa dan faktor-faktor

    tersebutlah yang paling banyak menjadi alasan keluarga menolak

    kehadiran klien gangguan jiwa ditengah-tengah keluarga mereka (Depkes

    RI 1994).

    `Adapun beberapa faktor yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

    1)

    Pengetahuan keluarga

    Sebagai sebuah keluarga, seharusnya mengetahui tentang

    peran dan tanggung jawab dalam proses keperawatan yang

    direncanakan untuk perawatan klien dirumah. Faktor ini adalah salah

    satu faktor yang sering kali diabaikan oleh pihak keluarga padahal

    peran keluarga dalam proses penyembuhan merupakan peran yang

    paling penting (Depkes RI, 1994).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    21/35

    Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan

    awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota

    keluraganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan

    mempertahankan kesehatan mental anggota keluarga, juga dapat

    menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami

    persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).

    Keluarga harus menambah pengetahuan dan melengkapi

    dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sehingga

    dapat memperlakukan mereka dalam keluarga secara baik dan

    memadai, bersifat terapeutik dan membawa anggota keluarga tersebut

    kepada kesembuhan yang seteru. Perlakuan-perlakuan keluarga

    terhadap salah satu anggota keluarga yang mengidap perilaku

    kekerasan, apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar

    dapat mengakibatkan kekambuhan kembali (Chandra, 2004).

    Penelitian lain juga menunjukkan perlunya terapi pada

    keluarga diberikan untuk kesiapan keluarga dalam menerima

    kepulangan pasien jiwa dengan membekali mereka pengetahuan-

    pengetahuan tentang perawatan pasien perilaku kekerasan untuk

    mendukung kesembuhan penderita (Ayub & Wigan, 2004).

    Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu

    menegetahui dan menyadari keadaan diri penderita, mengambil

    keputusan untuk menetukan bagaimana sikap yang sebaiknya diambil

    agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak keluarga

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    22/35

    yang berpendapat bahwa penderita boleh berhenti minum obat

    (berobat) apabila gejala-gejala sudah menghilang/berkurang, juga

    banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa

    hanya perlu medikasi (obat-obatan) untuk dapat sembuh saat proses

    pemulihannya dirumah. Hal ini jelas keliru, terapi bagi penderita

    gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik,

    namun diperlukan peran keluarga guna resosialiosasi dan pencegahan

    kekambuhan (Vijay, 2005).

    a)

    Peran serta keluarga dalam perawatan klien skizofrenia

    Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang

    memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit)

    pasien skizofrenia. Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga

    kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Berbagai

    penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab

    kambuhnya gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara

    menangani perilaku klien di rumah. Keluarga merupakan tempat

    individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.

    Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu

    untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan

    perilaku. Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga,

    dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam

    mengadopsi perilaku tersebut. Semua ini merupakan persiapan

    individu untuk berperan di masyarakat (Keliat, 1996).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    23/35

    Menurut Hawari (2003) salah satu kendala dalam upaya

    penyembuhan pasien gangguan jiwa adalah pengetahuan

    masyarakat dan keluarga. Keluarga dan masyarakat menganggap

    gangguan jiwa penyakit yang memalukandan membawa aib bagi

    keluarga. Penilaian masyarakat terhadap gangguanjiwa sebagai

    akibat dari dilanggarnyalarangan, gunaguna, santet, kutukandan

    sejenisnya berdasarkan kepercayaan supranatural. Dampak dari

    kepercayaan masyarakat dan keluarga, upaya pengobatanpasien

    gangguan jiwa dibawa berobat kedukun atau paranormal. Kondisi

    ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung

    memperlakukan pasien dengan disembunyikan, diisolasi,

    dikucilkanbahkan sampai ada yang dipasung.

    b)

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

    Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor :

    (1)Pendidikan

    Pendidikan adalah proses belajar yang berarti terjadi

    proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah

    yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri

    individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian

    mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan

    pribadi, bahwa pada umumnya pendidkan itu mempertinggi

    taraf intelegensi keluarga dalam merawat pasien skizofrenia

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    24/35

    agar pasien skizofrenia mampu kembali ke keluarga dan

    beradaptasi dengan lingkungan.

    (2)Persepsi

    Persepsi, mengenal dan memilih objek sehubungan

    dengan tindakan yang akan diambil. Persepsi keluarga tentang

    skizofrenia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    kesembuhan pasien skizofrenia tersebut. Keluarga

    menganggap skizofrenia merupakan penyakit yang memalukan

    dan membawa aib bagi keluarga maka hal ini juga akan

    mempengaruhi kesembuhan pasien skizofrenia.

    (3)Motivasi

    Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga

    penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk

    melakukan sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang

    dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan

    munculnya motivasi dan memerlukan rangsangan dari dalam

    individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi

    yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan

    dirasakan suatu kebutuhan.

    Motivasi keluarga dalam mencari informasi tentang

    skizofrenia mempengaruhi cara keluarga melakukan perawatan

    pada pasien skizofrenia. Tingginya motivasi keluarga untuk

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    25/35

    mendapatkan informasi menunjang tingginya pengetahuan dan

    informasi yang diperoleh keluarga mengenai skizofrenia

    (4)Pengalaman

    Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui,

    dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang

    tertangkap oleh indera manusia. Faktor eksternal yang

    mempengaruhi pengetahuan antara lain meliputi : lingkungan,

    sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan

    sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan

    perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat

    untuk memiliki hubungan antar tingkat penghasilan dengan

    pemanfaatan.

    Kecenderungan perawatan berulang pada pasien

    skizofrenia merupakan pengalaman keluarga dalam merawat

    pasien skizofrenia. Pengalaman tersebut merupakan

    pembelajaran kepada keluarga tentang bagaimana cara yang

    tepat merawat pasien skizofrenia

    2)

    Struktur keluarga

    Struktur keluarga meliputi pola dan proses komunukasi yang

    memungkinkan anggota keluarga untuk mengekspresikan marahnya,

    sedih, gembira, komunikasi yang terbuka, komunikasi yang dapat

    menyelesaikan konflik keluarga, suasana emosi yang hangat, saling

    percaya, menghargai, memperhatikan dan menerima. Pelaksanaan

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    26/35

    peran yang dilakukan keluarga, nilai-nilai yang dimilki dan dianut

    keluarga yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, norma sosial

    yang dianut oleh masyarakat turut mempengaruhi kesiapan keluarga

    (Depkes RI, 1994).

    Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses

    penyembuahan atau pengendalian perilaku kekerasan. Keluarga harus

    bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan

    penderita. Tindakan kasar, berantakan atau mengucilkan justru akan

    membuat penderita skizofrenia semakin depresi bahkan cenderung

    bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik

    (Chandra, 2004).

    Tetapi yang kita temukan pada kenyataannya justru keluarga

    menjadi emosional, kritis, bahkan bermusuhan, jauh dari sikap hangat

    yang dibutuhkan ketika berhadapan dengan penderita memicu

    kekambuhan (Sumarjo, 2004). Penelitian tentang faktor psikologis

    sebagai sebab skizofrenia berfokus pada hubungan orang tua dan

    anak, pola komunikasi dalam keluarga. Penelitian keluarga penderita

    skizofrenia mengidentifikasikan dua tipe keluarga yang tampaknya

    dapat menyebabkan gangguan tersebut. Pada keluarga pertama orang

    tua sangat menarik batas dan tidak mau bekerja sama untuk mencapai

    tujuan bersama, masing-masing tidak menghargai dan mencoba

    mendominasi yang lain serta berlomba memperoleh kesetiaan

    anaknya. Kedua tidak terdapat perselisihan yang terbuka, orang tua

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    27/35

    yang dominan menunjukkan psikopatologi yang serius sehingga orang

    tua yang satunya secara pasif menerimanya sebagai hal normal. Kedua

    keluarga di atas mengambarkan keluarga yang aneh, tidak dewasa,

    dan yang memanfaatkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan mereka

    dan dengan mudah menyebabkan anak-anak merasa bingung, terasing

    dan tidak yakin akan perasaan yang sebenarnya. Dalam arti tertentu

    anak-anak tumbuh dan belajar menerima distorsi-distorsi realita orang

    tuanya sebagai hal yang normal (Otong, 1994).

    Tabel 2.1 Beberapa sikap orang tua yang kurang bijaksana dan

    pengaruhnya terhadap anak

    Sikap orang tua Pengaruh terhadap perkembangan

    kepribadian anak dan sifat atau sikap

    yang mungkin timbul

    Melindungi anak secara

    berlebihan karena

    memanjakannya

    Hanya memikirkan dirinya sendiri,

    hanya tidak menuntut saja, lekas

    berkecil hati, tidak tahan kekecewaan.

    Ingin menarik perhatian kepada dirinya

    sendiri. Kurang rasa bertanggung

    jawab. Cenderung menolak peraturan

    dan minta dikecualikan.

    Melindungi anak secara

    berlebihan karena sikap

    berkuasa dan harus

    tunduk saja

    Kurang berani dalam pekerjaan,

    condong lekas menyerah. Bersikap

    pasif dan bergantung kepada orang lain.

    Ingin menjadi anak emas dan

    menerima saja segala perintahPenolakan Merasa gelisah dan diasingkan.

    Bersikap melawan orang tua dan

    mencari bantuan kepada orang lain.

    Tidak mampu memberi dan menerima

    kasih sayang.

    Menentukan norma-

    norma etika dan moral

    yang terlalu tinggi

    Menilai dirinya dan hal lain juga

    dengan norma yang terlalu keras dan

    tinggi. Sering kaku dan keras dalam

    pergaulan. Cenderung menjadi

    sempurna (perfectionnism) dengan

    cara yang berlebihan. Lekas merasa

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    28/35

    bersalah, berdosa, dan tidak berarti.

    Disiplin yang terlalu

    keras

    Menilai dan menuntut dari pada dirinya

    juga secara terlalu keras. Agar dapatmeneruskan dan menyelesaikan sesuatu

    usaha dengan baik, diperlukan sikap

    menghargai yang tinggi dari luar.

    Disiplin yang tidak

    teratur atau bertentangan

    Sikap anak terhadap nilai dan

    normapun tidak teratur. Kurang tetap

    dalam menghadapi berbagai persoalan

    karena adanya berbagai nilai yang

    bertentangan.

    Sumber: (Yosep, 2008)

    3)

    Dukungan Keluarga

    Keluarga sebagai sebuah kelompok yang dapat menimbulkan,

    mencegah atau memperbaiki masalah kesehatan yang dalam hal ini

    adalah gangguan jiwa yang ada dalam kelompoknya sendiri, oleh

    karena itu keluarga merupakan sistem yang terutama sebagai

    pendukung bagi klien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Maka

    dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang penting

    (Depkes RI, 1994).

    Keluarga pasien diharapkan memberikan perhatian khusus

    kepada penderita. Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga

    yang menderita gangguan mental menyembungikannya sehingga tidak

    terlihat oleh tamu-tamu yang datang ke rumah mereka. Hal ini tidak

    dapat dibenarkan karena penderita akan merasa dikucilkan. Yang

    harus dilakukan adalah menyapa penderita setiap hari dan

    memberikan perhatian agar mereka tidak disingkirkan (Chandra,

    2004).

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    29/35

    Kesedian keluarga untuk tetap merawat dan tetap

    mengakuinya sebagai bagian dari orang yang disayangi sangatlah

    diperlukan agar mereka tetap merasa dihargai sebagai manusia

    layaknya. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat

    penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita. Dengan dibentuknya

    kelompok keluarga gangguan jiwa dimasyarakat akan memungkin

    pasien dan keluarga gangguan jiwa di masyarakat akan

    memungkinkan klien dan keluarga mengadakan diskusi dan tukar

    pengalaman dalam mengatasi gejala yang timbul pada pasien

    gangguan jiwa. Sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan

    keberadaan penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut

    mempengaruhi sikap keluarga terhadap pasin bahkan gangguan jiwa

    dianggap sebagai penyakit yang membawa aib bagi keluarga sehingga

    diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri, akhirnya faktor

    lingkungan dalam keluarga justru tidak mendukung kesembuhan

    pasien (Sumarjo, 2004).

    Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai

    penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan

    keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada

    tingkat yang paling parah seperti gila, sehingga penderita harus

    disembunyikan atau dikucilkan, bahkan lebih parah lagi ditelantarkan

    oleh keluarganya. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat secara etis

    untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk terhadap penderita

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    30/35

    kelainan jiwa. Karena pengucilan dan diskriminasi justru

    memperburuk kondisi penderita itu sendiri. Tempat terbaik bagi

    penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau di rumah

    sakit jiwa, apalagi dijalanan. Tempat terbaik bagi mereka adalah

    berada di tengah-tengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang

    dicintainya. Yang mereka butuhkan adalah perhatian, pengertian,

    dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus

    dari keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat membantu

    proses penyembuhan kondisi jiwanya (Tarjum, 2004).

    Sudah seharusnya keluarga dapat mengurangi persepsi dan

    diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dalam keluarga dan

    memberikan dukungan sosial kepadanya, rasa empati, penerimaan,

    mendorong untuk mulai berinteraksi sosial, dan dorongan untuk tidak

    berputus asa dan terus berusaha. Terapi sosial ini akan sangat

    membantu penderita gangguan jiwa dalam menghadapi peristiwa-

    peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita (Nash, 2005).

    Penyakit gangguan jiwa ini sesungguhnya dapat teratasi

    dengan syarat ditangani secara tepat dan cepat. Dukungan moril dari

    keluarga dan orang-orang terdekat jelas sangat penting bagi penderita.

    Ironisnya penerimaan merupakan hal tersulit yang dapat diperoleh

    seorang penderita. Masih banyak orang tua yang malu mengakui

    anaknya adalah pengidap gangguan jiwa. Penyangkalan ini justru

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    31/35

    semakin menjauhkan penderita dari kemungkinan untuk sembuh

    (Sumarjo, 2004).

    Jenis dukungan keluarga:

    a. Dukungan emosional : pasien skizofrenia membutuhkan empati

    dari orang lain. Bilamana orang dapat menghargai, mempercayai

    dan mengerti dirinya lebih baik, pasien skizofrenia akan menjadi

    lebih terbuka terhadap aspek-aspek baru dalam pengalaman

    hidupnya.

    b.

    Dukungan penghargaan : pasien skizofrenia membutuhkan

    penghargaan yang positif. Penilaian atas usaha-usaha yang

    dilakukan dan peran sosial yang terdiri atas umpan balik

    merupakan alat yang digunakan untuk memberikan masukan-

    masukan agar seseorang mengurangi perasaan-perasaan negatif

    yang dirasakan, dan mengembangakan harga diri pasien

    skizofrenia yang positif.

    c. Dukungan informatif : pemberian informatif dimaksudkan agar

    informasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah pribadi

    maupun masalah lain. Informasi ini mencangkup pemberian

    nasehat, pengarahan, saran-saran dan keterangan-keterangan

    yang dibutuhkan oleh pasien skizofrenia.

    d. Dukungan instrumental: dukungan yang berupa batuan langsung

    seperti ketika orang lain memberikan bantuan tenaga atau

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    32/35

    pikiran atau membantu mengeluarkan dari stres pada pasien

    skizofrenia (Kartono, 1989).

    4) Status Ekonomi Keluarga

    Faktor ini juga adalah faktor yang penting di kaji dari keluarga

    karena pada umumnya kemampuan finansial keluarga pasien dengan

    gangguan jiwa tidak memungkinkan untuk membiayai penyembuhan

    penyakit yang cenderung berjalan kronis sehingga kejadian seperti ini

    memicu tindakan dan sikap keluarga terhadap penolakan pasien

    gangguan jiwa (Chandra, 2004).

    Vijay (2005) juga mengatakan bahwa perawatan yang

    dibuthkan penderita gangguan jiwa menimbulkan dampak yang besar

    bagi keluarga, yaitu dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa

    hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun

    keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang

    harus ditanggung.

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    33/35

    B. Kerangka Teori

    Sumber (Depkes RI, 1994; Nevid, 2003; Rivai,1996; Soewadi, 2000)

    Gambar 2.1 Kerangka Teori

    Skizofrenia

    Penerimaan keluarga

    Perawatan di Unit Psikiatri

    Penolakan keluarga

    Peran serta keluarga

    Faktor-faktor yang

    memengaruhi:

    - Pengetahuan

    - Struktur keluarga

    - Dukungan keluarga

    - Status ekonomi

    kelurga

    Bentuk penolakan:

    - Berduka

    - Marah

    - Merasa tidak berdaya

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    34/35

    C. Kerangka Konsep

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep

    D. Hipotesis

    Menurut Arikunto (2002), hipotesis diartikan sebagai suatu teori

    sementara yang kebenarannya perlu diuji. Hipotesis dalam penelitian ini

    adalah:

    H01 : Tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap penerimaan keluarga untuk

    merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD Banyumas.

    H02 : Tidak ada pengaruh struktur keluarga terhadap penerimaan keluarga

    untuk merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD

    Banyumas

    H03 : Tidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap penerimaan keluarga

    untuk merawat pasien skizofrenia selepas perawatan di RSUD

    Banyumas

    Var iable Dependent

    Penerimaan keluarga untuk

    merawat pasien skizofrenia

    Variable I ndependent

    Faktor-faktor yang

    mempengaruhi

    Variable Confounding

    - Kondisi lingkungan

    -

    Tipe kepribadian

  • 8/10/2019 Teddy_skripsi_p23-p57.pdf

    35/35