TB_PARU_2006__

23
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. KONSEP DASAR MEDIK 1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner and Suddarth, 2001). Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan bakteri batang aerobik tahan asam yang patogen dan saprofit. (Sylvia A. Price/Lorraine Mc. Carty. Patofisiologi, 1999) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. (Dep.Kes.RI. Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, 2002) 2. Klasifikasi Klasifikasi TBC (American Lung Association “Price Sylvia Anderson, 1993, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2). 0 : tidak terpapar TB, tidak terinfeksi 1 : terpapar TB, tidak ada bukti infeksi 3

description

tb

Transcript of TB_PARU_2006__

BAB I

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK

1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe.

(Brunner and Suddarth, 2001).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan bakteri batang aerobik tahan asam yang patogen dan saprofit.

(Sylvia A. Price/Lorraine Mc. Carty. Patofisiologi, 1999)

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain.

(Dep.Kes.RI. Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, 2002)

2. Klasifikasi

Klasifikasi TBC (American Lung Association Price Sylvia Anderson, 1993, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2).

0: tidak terpapar TB, tidak terinfeksi

1 : terpapar TB, tidak ada bukti infeksi

2 : infeksi TB tidak sakit, tes tuberkulin (+), sputum BTA (-)

3 : saat ini menderita TB (tes diagnostik, uji tuberkulin (+), manifestasi klini (+)

4 : tidak sedang menderita TB (diagnosa sementara, digunakan selama tes diagnostik pada individu yang bersangkutan tidak lebih dari 3 bulan)

3. Anatomi Fisiologi

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukuran semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi : fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.

Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior thoraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Mediastinum. Merupakan dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapis pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.

Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub-segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.

Bronkus sub segmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago pada dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh Rambut pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas mengandung sekitar 150 ml udara yang dikenal sebagai ruang Rugi Fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli.

Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar :

Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar.

Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps.

Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

Mekanisme Ventilasi

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.

Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanika ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran darah, dan kompliens paru.

Varians tekanan udara. Udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah.

Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan di dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.

Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru-paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.

Resistensi Jalan Udara. Resistensi ditentukan oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resisten jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradien tekanan tertentu selama respirasi. Faktor-faktor yang dapat mengubah diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma, penebalan mukosa bronkus seperti pada bronkitis kronis atau obstruksi jalan udara akibat lendir, tumor atau benda asing. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkannya upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Kompliens. Ukuran elastisitas, ekspandibilitas dan distensibilitas paru-paru dan struktur toraks disebut kompliens. Faktor yang menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat (mis: kolagen dan elastin) paru-paru. Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal (1,0 L/cm H2O), paru-paru dan toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis: emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan kaku terjadi kompliens yang rendah atau turun. Kondisi ini termasuk pnemotorak, hematorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal dan ARDS. Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Fungsi Paru. Mencerminkan mekanisme ventilasi disebut dengan istilah volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi dan volume residual. Kapasitas paru di evaluasi dalam hal yang disebut kapasitas vital. Kapasitas inspirasi, kapasitas residual fungsional dan kapasitas paru total. Dalam posisi tegak, ventilasi paling besar dalam region paru yang lebih rendah dan berkurang ke arah apeks. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh gaya gravitasi. Kapiler pada dasar paru-paru menerima lebih banyak aliran darah dibanding dari bagian apeks. Karena tekanan yang diperlukan untuk memompa darah ke atas. Selain ketidaksamaan ventilasi regional ini, juga terdapat ketidakmerataan ventilasi antara alveoli, sehingga memungkinkan udara untuk didistribusikan lebih merata di antara alveoli.

Difusi dan Perfusi

Difusi. Adalah proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan karbon-dioksida pada tempat pertemuan udara-darah. Membran alveolar-kapiler merupakan tempat yang ideal untuk difusi karena membran ini mempunyai permukaan yang luas dan tipis.

Perfusi Pulmonal. Adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal. Darah dipompakan ke dalam paru-paru oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonal. Normalnya sekitar 2% darah yang dipompa oleh ventrikel kanan tidak berfungsi melalui kapiler pulmonal perfusi dipengaruhi oleh tekanan arteri pulmonal, tekanan alveolar dan gravitasi.

Pertukaran Gas

Udara yang kita hirup untuk bernapas adalah campuran gas-gas yang terutama terdiri dari nitrogen (78,62%) dan oksigen (20,84%), dengan renik karbondiosida (0,04%), uap air (0,05%), helium, argon dan sebagainya. Tekanan atmosfir pada ketinggian laut sekitar 760 mmHg.

Tekanan parsial gas-gas. Tekanan parsial nitrogen adalah 79% dari 769 (0,79 x 760) = 600 mmHg dan tekanan parsial oksigen adalah 21% dari 760 (0,21 x 760) = 160 mmHg.

Transpor Oksigen

Oksigen dibawa ke dalam darah dengan dua bentuk : (1) sebagai oksigen terlarut secara fisik dalam plasma dan (2) kombinasi dengan hemoglobin dari sel-sel darah merah. Setiap 100 ml darah arteri normal membawa 0,4 ml oksigen yang terlarut secara fisik dalam plasma dan 20 ml oksigen dalam kombinasi dengan haemoglobin.

O2 + Hb HbO2

Jumlah oksigen yang bergabung dengan hemoglobin juga tergantung pada PaO2, tetapi hanya pada PaO2 sekitar 150 mmHg. Ketika PaO2 adalah 150 mmHg, Hb tersaturasi 100% dan tidak akan bergabung dengan oksigen lagi. Jika Hb sudah tersaturasi 100%, 1 g Hb akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Contoh : pada PaO2 100 mmHg (nilai normal) saturasi adalah 97% dan pada PaO2 40 mmHg saturasi adalah 70%.

Transpor Karbondioksida

Normalnya, hanya 6% karbondioksida vena yang dibuang dan jumlah yang cukup tetap ada di arteri untuk memberikan tekanan 40 mmHg. Kebanyakan karbondioksida (9%) memasuki sel-sel darah merah dan sejumlah kecil (5%) yang tersisa dilarutkan dalam plasma (PCO2) adalah faktor penting yang menentukan gerakan karbondioksida masuk dan keluar dari darah.

4. Etiologi

Mycobacterium tuberculosa : gram positif, basil tahan asam, aerob.

Riwayat merokok, polusi, imunitas.

Faktor Resiko :

Individu yang rentan terpajan TBC yang kontak langsung dengan penderita TBC aktif.

Individu dengan imunosupresif

Individu dengan perawatan kesehatan buruk

Petugas kesehatan.

5. Patofisiologi

Penularan TBC dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan secara droplet infection yaitu udara yang dihirup ketika bernapas. Percikan halus akan segera mengering, tetapi bagian yang paling kecil akan tetap melayang di udara selama beberapa jam, hanya partikel yang kurang dari 10 mikrometer dapat mencapai alveoli. Bila seseorang menghirup udara yang mengandung basil TBC, maka basil tersebut akan masuk ke dalam alveoli dan terjadi infeksi. Tempat implantasi kuman TBC paling sering adalah permukaan alveoli dari parenkim paru pada bagian lobus atas atau bagian atas lobus bawah. Reaksi yang ditimbulkan oleh basil ini merupakan proses peradangan alveoli yang akut. Tahap tersebut dapat sembuh sendiri, dapat pula berkembang lebih lanjut, dimana peradangan menjadi degeneratif dan eksudat menjadi lebih banyak.

Ada kalanya pada paru-paru terdapat kaverne sehingga eksudat juga dapat terbawa melalui kelenjar limfe maupun aliran darah yang mengakibatkan peradangan pada organ lainnya. Tetapi bagaimanapun gejala klinik penyakit ini bervariasi dari tanda dan gejala, hanya dengan pemeriksaan kulit positif, sampai adanya gangguan pada paru-paru dan sistemik. Reaksi individu yang terinfeksi TBC tergantung daya tahan tubuh individu, jumlah basil dan virulensi kuman. Banyak individu yang terinfeksi ini tidak menunjukkan hasil positif dan dari foto thorax ditemukan adanya klasifikasi dan kantas.

6. Tanda dan Gejala

a. Demam biasanya sub-febris menyerupai demam influenza.

b. Keletihan

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Berkeringat terutama pada malam hari

f. Hemaptoe

g. Nyeri dada

h. Batuk pada awalnya non produktif dapat berkembang menjadi produktif.

i. Sesak napas.

7. Tes Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologis

Foto thorax : infiltrat pada paru, lesi nodular.

b. Pemeriksaan laboratorium

Darah : leukosit, LED meningkat

Biakan kultur (sputum, cairan pleura)

Test tuberkulin (Purified Protein Derivate test) :

0-4mm: negatif

> 5 mm: mungkin terinfeksi TB

> 10 mm: positif

8. Penatalaksanaan Medik

Obat utama : INH, Ethambutol, Rifampicin, Streptomicin.

Obat sekunder : PAS, pirazinamide, Ethambutol

Analgetik

Diet tinggi protein tinggi karbohidrat

Isolasi pencegahan penularan melalui udara bila dibutuhkan

Tindak lanjut pada keluarga dan orang yang kontak dengan pasien setelah pulang.

Terapi bedah antara lain drainase abses paru, reseksi paru.

9. Komplikasi

a. TBC Miliary

Jika nekrotik ghon melalui pembuluh darah sejumlah besar organisme menyebar ke seluruh tubuh. Tuberculosis ini diakibatkan oleh invasi aliran darah oleh basilus tuberkel (tuberkel ghon). Invasi terjadi akibat reaksi lambat infeksi dorman dalam paru-paru/tempat lain dan menyebar melalui darah ke organ lainnya.

b. Pleura Effusion

Disebabkan oleh penjelasan material masuk ke dalam ruang pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan eksudat pleura yang kaya akan protein.

c. Pneumonia tuberkulosis

Pneumonia akut dapat terjadi pelepasan jumlah hasil tuberkel dan pencairan luka nekrotik ke dalam paru/kelenjar limfe.

d. Organ lain yang terserang

Sumsum tulang belakang bisa terinfeksi diikuti ruptur dan tuberkel menuju ruang sub arachnoid tulang dan jaringan tulang sendi bisa terserang pada proses penyakit infeksi, gagal, limpa.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Batuk produktif, batuk darah

Riwayat tuberkulosis

Riwayat pengobatan tuberkulosis (terputus, gagal)

Penyakit infeksi saluran nafas atas

Kebiasaan merokok

Kaji tempat tinggal cahaya matahari sumber polusi sekitar rumah.

b. Pola nutrisi metabolik

BB menurun, mual dan muntah

Demam, keringat malam hari

c. Pola aktivitas

Lekas lelah, batuk-batuk banyak dahak

Banyak keringat malam hari

Tachipnea

Nyeri dada

d. Pola tidur dan istirahat

Tidur terganggu karena batuk dan nyeri dada

Demam dan keringat malam hari.

e. Pola persepsi dan konsep diri

Malu terhadap penyakitnya.

f. Pola persepsi kognitif

Nyeri dada

Nyeri otot

g. Pola mekanisme koping toleransi terhadap stress

Respon klien saat menghadapi stress.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang kental dan refleks batuk yang menurun.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nausea, anoreksia.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli.

4) Nyeri berhubungan dengan peradangan pada pleura.

5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan penyakit.

3. Perencanaan Keperawatan

DP 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang kental dan refleks batuk yang menurun.

HYD:Jalan napas kembali efektif.

Intervensi:

a. Kaji frekuensi, irama, kedalaman, dan bunyi napas serta penggunaan otot-otot pernapasan tambahan.

Rasional:Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis.

b. Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi, catat adanya hemoptoe.

Rasional:Sputum berdarah kental menunjukkan kerusakan paru.

c. Beri posisi yang mengoptimalkan pernapasan : semifowler atau fowler.

Rasional:Meningkatkan ventilasi dan mempermudah ekspansi paru.

d. Beri banyak minum ( 2-3 liter/24 jam bila tidak ada kontraindikasi.

Rasional:Mengencerkan sputum sehingga mudah dibatukkan.

e. Bantu pasien rumah posisi.

Rasional:Meningkatkan mobilisasi sputum.

f. Anjurkan pasien cara batuk efektif dan cara napas dalam.

Rasional:Meningkatkan pengeluaran lendir.

g. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk.

Rasional:Agar batuk menjadi efektif dan produktif.

h. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator, analgesik.

Rasional:Menurunkan spasme jalan napas.

DP 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nausea, anoreksia.

HYD:Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Intervensi:

a. Kaji keluhan mual, muntah dan refleks menelan.

Rasional:Membantu mengidentifikasi kebutuhan.

b. Kaji cara/bagaimana menghidangkan makanan.

Rasional:Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan.

c. Beri makanan yang hangat dan mudah ditelan sesuai diet dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

Rasional:Untuk mengurangi mual dan muntah.

d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi tubuh.

Rasional:Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi makan meningkat.

e. Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan setiap hari.

Rasional:Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.

f. Timbang BB setiap hari (bila mungkin)

g. Anjurkan bernapas dalam bila mual.

Rasional:Merelaksasi otot-otot abdomen.

h. Kolaborasi : pemeriksaan laboratorium, mis : albumin, glukosa, fungsi hati.

Rasional:Mengevaluasi dan mengawasi keefektifan therapi nutrisi.

DP 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveoli.

HYD:Oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.

Intervensi:

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.

Rasional:Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas.

Rasional:Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.

c. Kaji warna kulit dan membran mukosa.

Rasional:Sianosis mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d. Dorong mengeluarkan lendir, suction k/p.

Rasional:Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas.

e. Auskultasi bunyi napas.

Rasional:Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran darah atau area konsolidasi.

f. Awasi tingkat kesadaran dan status mental.

Rasional:Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.

g. Observasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional:Takikardi, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

h. Kolaborasi : nilai GDA.

Rasional:PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun.

DP 4. Nyeri berhubungan dengan peradangan di pleura.

HYD: Rasa nyeri berkurang.

Intervensi:

a. Kaji tipe, lamanya, frekuensi dan intensitas nyeri.

Rasional: Mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri.

Rasional: Persepsi individu terhadap nyeri berbeda dan bervariasi.

c. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

d. Alihkan perhatian dari rasa nyeri seperti membaca buku dan mendengar musik.

Rasional: Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri.

e. Ajarkan tehnik mengurangi nyeri : relaksasi dengan bernafas dalam, massage daerah nyeri.

Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

f. Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah saat nyeri.

Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan program terapi.

g. Kolaborasi dengan medik pemberian analgesik.

Rasional: Meningkatkan kenyamanan.

DP 5. Resiko penyebaran/penularan infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.

HYD:Aktivitas ulang infeksi tidak terjadi ditandai dengan pasien mampu menyebutkan cara penularan dan pencegahan penyakit, juga menjaga kondisi tubuh dengan mengubah pola hidup.

Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang proses penyakit dan cara penanganan.

Rasional: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit yang memerlukan evaluasi.

b. Identifikasi orang lain yang beresiko tertular.

Rasional: Orang yang terpajan perlu program terapi untuk mencegah penyebaran infeksi.

c. Jelaskan pentingnya pemenuhan diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat

Rasional: Mempercepat proses pemulihan jaringan.

d. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi pengobatan tanpa seizin dokter.

Rasional: Penghentian tanpa indikasi klinis akan memperburuk kondisi paru terhadap infeksi.

e. Jelaskan pentingnya isolasi bagi pencegahan penularan melalui udara sampai tingkat pengobatan memadai.

Rasional: Mencegah penularan terhadap orang lain.

f. Jelaskan pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol teratur.

Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.

g. Diskusikan bersama pasien dan keluarganya, gejala yang perlu dilaporkan pada waktu kontrol yaitu batuk darah, sakit dada, kesulitan bernafas, vertigo, hilangnya pendengaran.

Rasional: Mencegah komplikasi lanjut.

4. Perencanaan Pulang

Hal-hal yang dapat diberikan pada pasien/keluarga yaitu :

1) Penjelasan mengenai pentingnya pemenuhan diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat dan makan teratur.

2) Menekankan pentingnya pengobatan lanjutan di rumah dan kontrol teratur.

3) Menganjurkan pasien banyak istirahat dan menghindari kerja fisik yang berat.

4) Mengurangi penularan dengan cara :

Menganjurkan pasien menutup mulut dengan kertas tissue saat batuk atau bersin, membuang tissue ke dalam kantong tertutup, jangan membuang ludah di sembarang tempat.

5) Anjurkan keluarga menjemur kasur, bantal, karpet setiap satu seminggu sekali.

6) Anjurkan menjauhkan individu yang rentan terpajan oleh pasien, misalnya anak balita, lansia dan keluarga yang malnutrisi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Volume 1 Edisi 8, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilyn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Volume 2 Edisi 3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problem. St. Louis. Mosby.

Price, Sylvia A. Lorraine M. Wilson (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Buku 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke-4. Jakarta.

13