TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

44
Seminar TB TB Pada Keadaan Khusus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSPI Prof Dr Sulianti Saroso

description

Medical Document

Transcript of TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Page 1: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Seminar TBTB Pada Keadaan Khusus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

TarumanagaraRSPI Prof Dr Sulianti Saroso

Page 2: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan HIV

Page 3: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB-related Mortality in HIV Patients : WHO 2010

• 33.3 million people live with HIV/AIDS worldwide

• 1/3 (11 million) of HIV-infected patients are infected with Mycobacterium tuberculosis– 1/10 (1.1 million)

developed TB disease annually

9.4 million new TB cases in 2009 1.1 million (11.7%)

cases were patients with HIV

380,000 people with HIV died from TB (4700 deaths a day)

Page 4: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Prevalensi TB pada HIV

3,2 juta koinfeksi TB-HIV terdapat di Asia Selatan & Tenggara

TB merupakan IO terbanyak dan penyebab kematian yang paling sering pada ODHA

Pasien TB yang tidak diobati maka setelah 5 tahun akan: -50% mninggal-30% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi-20% menjadi kasus kronik yang tetap menular

Page 5: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB – HIV / AIDS

Dini Lanjut Klinis Tipikal Atipikal Foto dada Tipikal AtipikalGambaran paru Lobus atas Lobus bawah/tengahTB ekstra paru Jarang Sering/banyakMikobakteremi Tidak ada Ada Adenopati hilus/mediastinum

Tidak ada Ada

Page 6: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

PENGOBATAN KO-INFEKSI TB-HIV

PRINSIP PENGOBATAN Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-

infeksi TB HIV harus diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah pengobatan TB dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu.

Page 7: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Panduangan Pengobatan ARV Pada ODHA Dengan TB

Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan terapi ARV pada orang dewasa, 2011

Page 8: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan terapi ARV pada orang dewasa, 2011

Page 9: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Evaluasi pengobatan TB-HIV Evaluasi Rontgen thoraks Evaluasi Pemeriksaan mikroskopik Evaluasi laboratorik

Page 10: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Tiga “I” untuk HIV/TB Intensified TB case finding Isoniazid preventive therapy Infection control for TB in HIV care

Page 11: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

PENCEGAHAN TB PADA ODHA

PENGOBATAN PENCEGAHAN DENGAN INH Tujuan Isoniazid Preventive Treatment (IPT) adalah untuk

mencegah infeksi M.Tuberculosis menjadi TB Indikasi pencegahan dengan INH dianjurkan pada

kelompok orang yang berisiko tinggi terhadap TB INH diberikan dengan dosis 5mg/kgBB/hari, maksimum

300mg diberikan setiap hari selama 6-9 bulan dengan pengawasan secara rutin(ISTC no 16)

Page 12: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

ISTC (TB pada keadaan khusus) Standar 14

Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau yang diduga menderita TB. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yantinggi dalam populasi umum, pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV dan pasien dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV. Karena terdapat hubungan yang erat antara TB dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan kedua infeksi.

Page 13: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Standar 15Semua pasien dengan TB dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk memerlukan perlu/tidaknya pengobatan ARV diberikan selama masa pengobatan TB. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan TB tidak boleh ditunda. Pasien TB dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.

Page 14: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Standar 16

Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita TB aktif seharusnya diobati sebagai infeksi TB laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan.

Page 15: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Standar 17Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid yang dapat memengaruhi respons atau hasil pengobatan TB. Saat rencana pengobatan mulai diterapkan, penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi layanan-layanan ini ada rencana penatalaksanaan. Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobatan untuk penatalaksanaan penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit yang memengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes melitus, program berhenti merokok, dan layanan pendukung psikososial lainnya, atau layanan-layanan seperti perawatan selama masa kehamilan atau setelah melahirkan.

Page 16: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan Hepatitis

Page 17: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan Hepatitis Hepatitis virus carriage

Riwayat hepatitis akutKonsumsi alkohol yang berlebihan

Penyakit-penyakit ini masih dapat diberikan pengobatan TB dan tidak ada bukti penyakit hati kronik

Tetapi, masih dapat terjadi reaksi hepatotoksik dan sebaiknya diantisipasi

Page 18: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan Hepatitis Bila terdapat hepatitis akut (akibat virus) yang

tidak berhubungan dengan TB maka,sebaiknya pengobatan ditunda sampai keadaan akut tersebut sembuh.

Pasien dengan gangguan hati berat dan belum stabil, sebaiknya dilakukan uji fungsi hepar sebelum memulai pengobatan

Page 19: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan Hepatitis Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis

ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akut mengalami penyembuhan.

Pada keadaan sangat diperlukannya OAT, dapat diberikan E(etambutol) dan S(streptomisin) maksimal 3bulan sampai hepatitis sembuh dan dilanjutkan dengan R(rifampisin) dan H(isoniazid).

Page 20: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis) Definisi: kelainan fungsi hati akibat penggunaan

obat-obat hepatotoksik. Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada:

Fase pengobatan TB Beratnya gangguan pada hepar Beratnya penyakit TB Kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan

dalam tatalaksana efek samping akibat OAT

Page 21: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis)

Penatalaksanaan: Bila klinis (+) (ikterik [+], gejala mual, muntah [+])OAT

stop Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3kali; OAT stop Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan:

Bilirubin >2OAT stopSGOT, SGPT ≥ 5 kali: OAT stopSGOT, SGPT ≥3 kali teruskan pengobatan dengan pengawasan

Page 22: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis) Pengbatan TB dihentikan menunggu sampai

fungsi hepar kembali normal dan gejala klinik (mual, muntah) menghilang.

Apabila memungkinkan sebaiknya dilakukan tes fungsi hepar 2 minggu kemudian setelah kuning/Jaundice dan nyeri/tegang perut menghilang sebelum pemberian OAT dimulai.

Page 23: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Hepatitis Imbas Obat (Drug Induced Hepatitis) Apabila hepatitis imbas obat telah teratasi, pemberian OAT

dapat diberikan satu persatu. Dimulai dari Rifampisin (jarang menyebabkan hepatotoksik dibanding Isoniazid/Pirazinamid)

Setelah 3-7haridiberikan Isoniazid Pasien dengan riwayat jaundice tetapi dapat menerima

Rifampisin dan Isoniazid sebaiknya tidak diberikan Pirazinamid lagi

Jika terjadi hepatitis pada fase lanjutan dan hepatitis sudah teratasiOAT dapat diberikan kembali, untuk menyelesaikan fase lanjutan selama 4bulan

Page 24: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB pada DM

Page 25: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB pada DM Hubungan antara TB dan DM telah lama

diketahui karena pada kondisi diabetes terdapat penekanan pada respon imun penderita yang selanjutnya akan mempermudah terjadinya infeksi oleh mikobakteri Mycobacterium tuberculosis dan kemudian berkembang menjadi penyakit tuberkulosis

Page 26: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Upaya pencegahan dan pengendalian dua penyakit mematikan DM dan TB sangat penting untuk menurunkan mortalitas karena TB, oleh karena itu penting untuk diketahui bagaimana mekanisme DM dapat menyebabkan TB dan bagaimana TB dapat mempengaruhi kontrol glikemik pada penderita DM

Page 27: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Gg. Fungsi Imun pada DM Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang dapat

menyebabkan penurunan sistem imunitas selular Terdapat penurunan jumlah sel limfosit T dan netrofil pada pasien

DM yang disertai dengan penurunan jumlah T helper 1 (Th1) dan penurunan produksi mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1β serta IL-6

Limfosit Th1 mempunyai peranan penting untuk mengontrol dan menghambat pertumbuhan basil M.tb, sehingga terdapatnya penurunan pada jumlah maupun fungsi limfosit T yang secara primer akan bertanggungjawab terhadap timbulnya kerentanan pasien DM untuk terkena TB

Page 28: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Fungsi makrofag juga mengalami gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan reactive oxygen

species, dan menurunnya fungsi kemotaksis dan fagositik Infeksi oleh basil tuberkel akan menyebabkan gangguan yang

lebih lanjut pada sitokin, makrofag-monosit dan populasi sel T CD4/CD8

Keseimbangan antara sel limfosit T CD4 dan CD8 memainkan peranan penting dalam mengatur pertahanan tubuh melawan mikobakteri dan menentukan kecepatan regresi pada TB aktif

Page 29: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Derajat hiperglikemi juga berperan dalam menentukan fungsi mikrobisida pada makrofag

Pajanan kadar gula darah sebesar 200 mg% secara signifikan dapat menekan fungsi penghancuran oksidatif dari makrofag

Penderita DM yang kurang terkontrol dengan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) tinggi menyebabkan TB menjadi lebih parah dan berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi

Page 30: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Pada beberapa penelitian yang lain juga ditemukan gambaran radiologis yang umum ditemukan pada pasien TB-DM adalah berupa lesi yang mengenai banyak lobus serta kavitas multipel

Individu usia tua cenderung mengalami lesi di lobus bawah paru, kemungkinan hal ini disebabkan karena terjadi perubahan tekanan oksigen alveolar di lobus bawah paru yang disebabkan oleh pengaruh usia atau penyakit DM

Page 31: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Prinsip Pengobatan Pengobatan TB-DM meliputi pengobatan terhadap DM dan

pengobatan TB paru secara bersamaan Terdapat beberapa prinsip dalam penatalaksaan pasien TB-DM,

yaitu : Pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk harus dirawat untuk

menstabilkan kadar gula darahnya Insulin sebaiknya digunakan untuk mengontrol kadar gula darah Obat hipoglikemi oral hanya digunakan pada kasus DM ringan karena

terdapat interaksi Rifampisin dengan OHO Keseimbangan glikemik harus tercapai karena penting untuk keberhasilan

terapi OAT (target yang harus dicapai yaitu kadar gula darah puasa <120 mg% dan HbA1c <7%)

Page 32: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

lakukan monitoring terhadap efek samping obat terutama efek samping terhadap hepar dan system saraf (pertimbangkan penggunaan piridoksin pada pemberian INH terutama untuk pasien dengan neuropati perifer)

Pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan Penanganan penyakit komorbid, malnutrisi dan

rehabilitasi pada alkoholisme harus dilakukan Berikan terapi suportif secara aktif pada pasien DM

Page 33: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Interaksi Obat Terdapat interaksi obat antara OAT dengan OHO, selain itu toksisitas obat juga

harus dipertimbangkan ketika memberikan terapi secara bersamaan pada TB-DM Pasien TB-DM juga memperlihatkan respon terapi yang lebih lambat terhadap

OAT bila dibandingkan dengan pasien non DM Rifampisin merupakan suatu zat yang bersifat inducer kuat terhadap enzim

mikrosomal hepar yang terlibat dalam metabolisme suatu zat termasuk enzim sitokrom P450 dan enzim fase II

Induksi pada enzim-enzim tersebut menyebabkan peningkatan metabolisme obat-obatan lain yang diberikan bersamaan dengan rifampisin sehingga mengurangi efek pengobatan yang diharapkan

Rifampisin dapat menurunkan kadar OHO dalam darah pada golongan sulfonilurea (gliklazid, gliburide, glpizide dan glimepirid) dan biguanid

Page 34: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Penurunan kadar OHO dalam darah yang disebabkan oleh rifampisin besarnya bervariasi antara 20-70%. Takayasu dkk mengamati bahwa rifampisin menginduksi hiperglikemia fase awal yang dihubungkan dengan peningkatan penyerapan di usus, namun tidak ada kasus diabetes yang nyata dan dia berpendapat bahwa rifampisin tidak diabetogenik

Efek rifampisin secara langsung maupun tidak langsung terhadap kontrol glikemik menyebabkan perlunya monitoring kadar gula disertai dengan penyesuaian dosis OHO terutama pada pasien TB-DM

Page 35: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Isoniasid (INH) dapat menyebabkan toksisitas berupa neuropati perifer yang dapat memperburuk atau menyerupai neuropati diabetik, sehingga harus diberikan suplemen vitamin B6 atau piridoksin selama pengobatan TB pada pasien DM

Dosis tinggi INH mungkin dapat menyebabkan hiperglikemia dan pada kasus yang jarang DM mungkin menjadi sulit untuk dikontrol pada pasien yang menggunakan Pirazinamid

Page 36: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Diabetes melitus juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada farmakokinetik OAT mengakibatkan peningkatan risiko gagal pengobatan pada pasien TB-DM

Diabetes melitus mempunyai efek negatif terhadap pengobatan TB terutama pada pasien-pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk sehingga angka kegagalan dan kekambuhan TB lebih tinggi dibandingkan dengan pasien TB non DM

Konsentrasi OAT plasma yang rendah berhubungan dengan gagal pengobatan dan resistensi obat pada TB

Terdapatnya DM, berat badan yang lebih besar dan kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan rendahnya konsentrasi rifampin plasma

Page 37: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Insulin pada TB-DM Penatalaksanaan DM pada TB harus agresif, karena kontrol glikemik

yang optimal memberikan hasil pengobatan yang lebih baik Terapi insulin harus segera dimulai dengan menggunakan regimen

basal bolus atau insulin premixed

The American Association of Clinical Endocrinology merekomendasikan penggunaan insulin analog atau insulin modern karena lebih sedikit menyebabkan hipoglikemia, penggunaan insulin manusia tidak dianjurkan

Kebutuhan insulin pada awal penyakit biasanya tinggi namun akan menurun kemudian seiring dengan tercapainya koreksi glukotoksisitas dan terkontrolnya infeksi

Page 38: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Rasionalisasi penggunaan insulin pada DM tipe 2 yang disertai TB aktif adalah

Infeksi TB yang berat Hilangnya jaringan dan fungsi pancreas seperti pada TB

pancreas atau defisiensi endokrin pankreas Kebutuhan diet kalori dan protein yang tinggi serta

kebutuhan akan efek anabolic Terdapat interaksi antara OHO dan OAT Terdapatnya penyakit hepar yang menyertai menghambat

penggunaan OHO

Page 39: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Penapisan TB pada DM Semua penderita DM memerlukan pemeriksaan medis yang teratur dan

pemeriksaan foto toraks tiap dua tahun sekali Pemeriksaan ini harus dilakukan lebih ketat pada pasien yang berusia

lebih dari 40 tahun atau dengan berat badan kurang dari 10% dari berat badan ideal

Setiap pasien DM dengan keluhan batuk tiba-tiba, kehilangan berat badan, kelainan pada foto toraks atau peingkatan dosis insulin untuk mengkontrol glukosa darah, harus dilakukan penapisan untuk penyakit TB

American Thoracic Society tahun 1986 merekomendasikan bahwa penderita IDDM terutama dengan control glikemik yang buruk harus diberikan kemoprofilaksis INH

Page 40: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB dengan Gagal Ginjal

Page 41: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

TB Paru pada Gagal Ginjal Gagal ginjal akut (GGA) gangguan fungsi ginjal

yang terjadi secara mendadak yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri.1

Penyakit Ginjal Kronik proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengaibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.

Page 42: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3

Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Page 43: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Pengobatan TB Paru pada pasien dengan Gagal Ginjal INH dan Rifampisin mengalami ekskresi di bilier sehingga tidak perlu penyesuaian

dosis. Etambutol mengalami eksresi di ginjal begitu pula dengan metabolit Pirazinamid

sehingga keduanya perlu penyesuaian dosis. Pemberian OAT 3 kali seminggu dengan dosis yang disesuaikan Dosis Pirazinamid : 25mg/kg Dosis Etambutol : 15mg/kg

Karena dapat meningkatkan resiko nefrotoksik dan ototoksik maka aminoglikosida sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan gagal ginjal, apabila Streptomisin harus digunakan maka dosis yang dipakai adalah 15mg/kgBB, 2-3 kali seminggu dengan dosis maksimal 1 gram. Sebaiknya kadar obat dalam darah juga dimonitor.

Rujuk ke dokter spesialis paru

Page 44: TB Pada Keadaan Khusus-sesi 3

Modifikasi dosis OAT pada pasien Gagal Ginjal

Indian Journal of Nephrology. Treatment of tuberculosis in chronic renal failure,maintenance dialysis and renal transplant. Malhotra, KK. 2003;13: 69-71