Tawadhu' (rendah hati) 01

26
Page 1 of 26 Tawadhu' (Sifat Terpuji Yang Harus Dimiliki Setiap Muslim) Oleh: Muhsin Hariyanto Materi Kajian Baitul Hikmah Dengan Sub Tema: Tazkitatun Nafs Disampaikan Dalam Acara Baitul Hikmah Di Masjid KHA Dahlan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta 28 September 2014

Transcript of Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 1: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 1 of 26

Tawadhu' (Sifat Terpuji Yang Harus Dimiliki Setiap Muslim)

Oleh:

Muhsin Hariyanto

Materi Kajian Baitul Hikmah

Dengan Sub Tema: Tazkitatun Nafs

Disampaikan Dalam Acara Baitul Hikmah

Di Masjid KHA Dahlan

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota

Yogyakarta

28 September 2014

Page 2: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 2 of 26

Pernahkah kita merenungkan kembali terhadap

serangkaian peristiwa penting yang bisa menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi diri kita? Misalnya: “apa yang

telah diperbuat oleh Allah subhânahu wa ta’âla

terhadap Iblis la’anahullâh? Dan apa yang diperbuat

oleh Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya

yang ‘pongah’ dengan kekuasaannya? Atau, kepada

Qarun dengan semua kroni dan hartanya yang

melimpah? Dan kepada seluruh penentang para

Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah oleh subhanâhu wa ta’âla, karena tidak memiliki sikap

tawadhu’, dan sebaliknya justeru menyombongkan

dirinya kepada siapa pun yang dianggap rendah.

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam kitab Madârij

as-Sâlikîn (II/333) berkata: “Barangsiapa yang

‘angkuh’ untuk tunduk kepada kebenaran walaupun

datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya

atau yang dimusuhinya, maka kesombongan orang

tersebut esensi (hanyalah) kesombongan kepada Allah. Karena Allah adalah Al-Haq, ucapan-Nya haq,

agama-Nya haq. Yang Benar (al-Haq) itu datangnya

hanya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali.

Barangsiapa menyombongkan diri untuk tidak

menerima ‘kebenaran’ yang datang dari Allah, berarti

‘dia’ menolak segala yang datang dari Allah dan

menyombongkan diri di hadapan-Nya. Dan, ‘pasti’ Allah akan membalasnya dengan ‘azab’ yang pedih.

Page 3: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 3 of 26

Sudah seharusnya setiap manusia mengedepankan sikap tawadhu’. Tawadhu’ (rendah

hati) adalah sifat yang terpuji, lawannya adalah

takabbur (sombong). Tawadhu’ merupakan sifat yang

terpuji yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Orang

yang memiliki sifat ini, akan dicintai oleh teman-

temannya, keluarga, dan masyarakatnya. Nabi kita Muhammad shalllallâhu ‘alaihi wa sallam – misalnya --

adalah orang yang sangat tawadhu’, sehingga ia

sangat dicintai oleh para sahabat dan masyarakatnya. Imam asy-Syafi’i rahimahullâh berkata; “Sikap

tawadhu’ adalah akhlak orang-orang yang mulia,

sedangkan takabbur adalah ciri dari orang-orang yang

tercela”.

Iblis adalah contoh kongkret dari sosok yang memiliki sifat takabbur. Dengan sombongnya ia

mengaku di hadapan Allah subhânahu wa ta’âlâ,

bahwa dia adalah lebih baik dari Adam ‘alaihis salâm.

Ia mengatakan bahwa ‘api’ lebih baik daripada

‘tanah’. Dengan demikian, ia menganggap dirinya

yang diciptakan dari bahan dasar ‘api’ lebih mulia

daripada Adam, yang diciptakan dari bahan dasar

‘tanah’; dan akhirnya merendahkan Adam. Sikap

Iblis inilah yang akhirnya mengundang kemarahan Allah subhânahu wa ta’âlâ, dan akhirnya Allah pun

mengusir Iblis dari Surga.

Page 4: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 4 of 26

Sungguh. Allah tidak mencintai dan sangat membenci sifat takabbur ini. Orang yang bersikap

takabbur, mata hatinya akan dikunci oleh Allah

subhânahu wa ta’âlâ.“ Demikianlah Allah mengunci

mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang”,

ين جون الذ آي اتفيج ادل ياللذ ان بغ لط مسج ت اهج أ

بج قتاك عند م ين و عند اللذ نجواالذ آم ذ ك لك

طب عج جي اللذ ع ق لبكج ب

ت ك بذار مج ج

“(yaitu) orang-orang yang memerdebatkan ayat-ayat Allah

tanpa alasan yang sampai kepada mereka1. Amat besar

kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-

orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati

hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.”2

Sepanjang sejarah al-Qur’an banyak merekam

manusia-manusia yang memiliki sikap sombong ini.

Fir’aun adalah sosok yang sangat sombong. Ia

pernah memerintahkan teknokrat pribadinya

Hamman untuk membuat sebuah bangunan yang

1Maksudnya, mereka menolak ayat-ayat Allah tanpa alasan yang datang kepada mereka.

2QS al-Mu’min/40: 35.

Page 5: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 5 of 26

tinggi agar ia sampai ke pintu-pintu langit dan dapat melihat Tuhan Musa,

ق ال ونجو انجي افرع ام حالابنه ص ل بلجغجلذع أ

سب اب ﴾٦٣﴿ال سب اب

او اتأ م لع السذ طذ

ف أ ـ إل هإل

وس مج إن نهجو ظجذبال ك

ذ ك و ين لك ون زج وءجلفرع سجله م دذع نو صج بيلع ا السذ م يدجو ون ك فرع فإلذ ﴾٦٣﴿ت ب اب

“Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah

bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya aku sampai

ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku

dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku

memandangnya seorang pendusta". Demikianlah

dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan Dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu

daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa

kerugian.”3

3QS al-Mu’min/40: 36-37.

Page 6: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 6 of 26

Selain itu, kesombongan Fir’aun yang sangat

besar dan luar biasa adalah ketika ia mengaku sebagai “tuhan yang paling tinggi”,

ال ق ن اف مجأ ر بكج ع

ال

“(seraya) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling tinggi."4

Akhirnya, Fir’aun menerima balasan dari

kesombongannya sendiri. Ia ditenggelamkan oleh

Allah beserta pasukannya di Laut Merah.

Pengakuannya sebagai “tuhan yang paling tinggi”

akhirnya pupus. Ternyata (pengakuan)

kesombongannya sebagai “tuhan”, tidak mampu

menyelamatkan dirinya dari azab Tuhan (Allah)

Yang Maha Kuasa. Untuk memertahankan posisinya

sebagai “tuhan” ia ternyata harus menghimpun dan

membayar para tukang sihir dan bala tentaranya

untuk melindunginya, yang pada akhirnya harus kandas ketika harus melawan kekuasaan Allah.

Bercermin pada kegagalan orang-orang yang bersikap takabbur, ketika kita tidak ingin gagal seperti

mereka, sudah saatnya kita berbenah diri untuk menjadi orang yang bersikap tawadhu’.

4QS an-Nâzi’ât/79: 24.

Page 7: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 7 of 26

Allah berfirman sehubungan dengan tempat persinggahan tawadhu' (rendah hati) ini, ـ و عب ادج ين نالرذح ون الذ مشج ي رضع

وناال ه

إذ ا مجو ب هج اط جواال اهلجون خ ماق ال ل س "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu

(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan

rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa

mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik."5

Artinya, dengan tenang, berwibawa, rendah

hati, tidak jahat, tidak congkak dan sombong.

Menurut Al-Hasan, mereka adalah orang-orang yang

berilmu dan bersikap lemah lembut. Menurut

Muhammad bin al-Hanafiah, mereka adalah orang-

orang yang berwibawa, menjaga kehormatan diri dan

tidak berlaku bodoh. Kalaupun mereka dianggap

bodoh, maka mereka tetap bersikap lemah lembut.

Jika dikatakan al-Haun, artinya ialah: “lemah

lembut”. Sedangkan jika dikatakan al-Hûn, artinya

adalah: “hina”. Yang pertama merupakan sifat orang

yang beriman, dan yang kedua merupakan sifat

orang kafir.

5QS al-Furqân/25: 63.

Page 8: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 8 of 26

Allah befirman,

اي ا يه ين أ نجواالذ نآم مي رت دذم دينهع نمنكج

وف تف س جي أ وم اللذ مبق بهج بون هجيج يج ذلذة و

أ ع

ؤمني ة المج عزذ أ فرين اع ون لك بيلفيج اهدج س

اللذ ل ة ي افجون و ئم ل وم ل

ذ لك ف ضلج يجؤتيهاللذن اءجم ي ش

ج ليم و اسع و اللذ ع "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara

kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah

akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap

lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap

keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan

Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka

mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada

siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas

(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui."6

Firman Allah, ”Adzillah ‘alal mu’minîn”,

merupakan kerendahan hati yang menunjukkan sikap

lemah lembut terhadap orang-orang Mukmin, dan

6QS al-Mâidah/5: 54.

Page 9: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 9 of 26

bukan berarti merendahkan diri yang menjadikan

pelakunya menjadi hina. Tapi ini merupakan sifat

lemah lembut yang membuat pelakunya penurut.

Sebab orang Mukmin itu penurut seperti yang

disebutkan dalam hadits, "setiap mukmin itu seperti

onta yang penurut, sedangkan setiap orang munafik

dan fasik itu hina." Empat hal yang menempel pada

diri orang yang hina: “pendusta, pengadu domba,

bakhil dan semena-mena”.

Sikap mukmin terhadap mukmin lainnya

seperti sikap ayah yang selai bisa menunjukkan

kasih-sayang kepada anaknya. Sedangkan dalam

menghadapi orang kafir seperti binatang buas yang

selalu siap menerkam ketika menghadapi

mangsanya.

Dalam Shahîh Muslim disebutkan dari hadits

Iyadh bin Himar Radhiyallâhu ‘Anhu, dia berkata,

"Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, agar kalian rendah hati, hingga seseorang tidak membanggakan

Page 10: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 10 of 26

diri terhadap yang lain dan seseorang tidak berbuat aniaya

terhadap yang lain."7

Di dalam Shahîh Muslim juga disebutkan dari

Ibnu Mas'ud Radhiyallâhu ‘Anhu, dia berkata,

"Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya

ada kesombongan meskipun seberat dzarrah."8

Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam

senantiasa menunjukkan sikap tawadhu' kepada siapa

pun. Jika beliau melewati sekumpulan anak-anak

kecil, maka beliau mengucapkan salam kepada

mereka. Ada seorang budak wanita yang

menggelendeng tangan beliau menuju tempat yang

dikehendakinya. Jika beliau makan, maka beliau

menjilat jari-jari tangannya tiga kali. Jika berada di

rumah, maka beliau mengerjakan tugas-tugas

keluarganya. Beliau biasa menjahit sandalnya,

menambal pakaian, memerah susu untuk

keluarganya, memberi makan onta, makan bersama

7HR Muslim dari Qatadah, Shahîh Muslim, VIII/160,

hadits no. 7389. 8HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, Shahîh

Muslim, I/65, hadits no. 275.

Page 11: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 11 of 26

para pelayan, duduk bersama orang-orang miskin,

berjalan bersama para janda dan anak-anak yatim,

memenuhi keperluan mereka, selalu mengucapkan

salam terlebih dahulu kepada mereka, memenuhi

undangan siapa pun yang mengundangnya,

sekalipun untuk keperluan yang sangat ringan dan

reman. Akhlak beliau lembut, tabiat beliau mulia,

pergaulan beliau baik, wajah senantiasa berseri,

mudah tersenyum, rendah hati namun tidak

menghinakan diri, dermawan tapi tidak boros,

hatinya mudah tersentuh dan menyayangi setiap

orang Muslim dan siap melindungi mereka.

Al-Fudahil bin Iyadh pernah ditanya tentang makna tawadhu'. Maka dia menjawab, "artinya

tunduk kepada kebenaran dan patuh kepadanya serta

mau menerima kebenaran itu dari siapa pun yang

mengucapkannya."

Ada yang berpendapat, tawadhu' artinya tidak

melihat diri sendiri memiliki nilai. Siapa yang

melihat dirinya memiliki nilai berarti tidak memiliki tawadhu'.

Menurut Ibnu Atha', tawadhu' artinya mau

menerima kebenaran dari siapa pun. Kemuliaan ada dalam tawadhu'. Maka siapa yang mencarinya dalam

Page 12: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 12 of 26

kesombongan, berarti dia seperti mencari air dari

kobaran api.

Urwah bin Az-Zubair Radhiyallâhu ‘Anhumâ

berkata, "Aku pernah melihat Umar bin al-Khaththab

memanggul segeriba air. Maka kukatakan

kepadanya, "Wahai Amirul-Mukminin, tidak

sepantasnya engkau melakukan hal ini." Umar pun

menyahut, "Ketika ada beberapa orang utusan yang

datang kepadaku dalam keadaan tunduk dan patuh,

maka ada sedikit kesombongan yang merasuk ke

dalam diriku. Namun aku dapat mengenyahkannya."

Abu Hurairah pernah diangkat sebagai

gubernur. Suatu hari ketika dia sedang memanggul

kayu bakar, maka orang-orang berkata, "Beri jalan

bagi gubernur kita."

Umar bin Abdul Aziz mendengar kabar bahwa

seorang anaknya membeli sebuah cincin seharga

seribu dirham. Maka Umar pun menulis surat

kepadanya, yang isinya, "Aku mendengar engkau

telah membeli cincin seharga seribu dirham. Jika

suratku ini sudah engkau baca, maka juallah cincin

itu dan belilah makanan dan berikan kepada seribu

orang. Lalu belilah cincin lain dari besi seharga dua

dirham. Tulislah di dalam cincin itu kalimat ini:

Allah merahmati seseorang yang tahu nilai dirinya."

Page 13: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 13 of 26

Dosa pertama yang menjadi kedurhakaan terhadap Allah adalah dua macam: Takabbur dan

ambisi9. Takabbur merupakan dosa Iblis yang

terlaknat. Sedangkan dosa bapak kita, Adam, adalah

ambisi dan syahwat. Kesudahannya adalah taubat

9Keinginan yang besar untuk menjadi, memproleh

atau mencapai sesuatu yang diinginkan. Ambisi, pada dasarnya penting dimiliki oelh setiap orang. Karena ambisilah yang menggerakkkan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan berkarir. Tanpa ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun. Napoleon Hills, penulis buku Think and Grow Rich, mengatakan bahwa kurangnya ambisi adalah satu faktor utama yang menyebabkan kegagalan. Jalan mencapai tujuan tersendat-sendat karena Anda tidak memiliki motivasi. Karena terlalu lamban, Anda pun menemui kegagalan. Biasanya, orang yang berambisi akan berusaha membuat hasil pekerjaannya sesuai standar tertentu, bukan asal jadi, asal cepat, atau asal memenuhi tenggat. Namun, Anda perlu memiliki batasan dalam mengejar ambisi, yakni dengan memertimbangkan lingkungan, nilai-nilai moral dan norma-norma di sekitar, etika, serta kondisi Anda sendiri. Hati-hati, sebab tidak sedikit orang yang untuk mewujudkan ambisi, jadi terobsesi. Alhasil, ambisinya berlebihan dan tak jarang ‘menghalalkan’ segala cara untuk mencapai ambisinya. (http://www.femina.co.id/isu.wanita/karier/ambisi.itu.perlu/005 /001/ 49)

Page 14: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 14 of 26

dan hidayah, sedangkan dosa Iblis mendorongnya

untuk mencari alasan dengan takdir. Dosa Adam

menjadikannya mengakui dosa tersebut lalu

memohon ampunan. Orang yang memiliki sikap

takabbur dan beralasan kepada takdir akan bersama

pemimpin mereka masuk ke dalam neraka, yaitu

Iblis. Sedangkan yang memiliki syahwat meminta

ampun dan bertaubat serta mengakui dosanya, yang

tidak akan beralasan dengan takdir. Mereka bersama

bapak mereka, Adam di dalam surga.

Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa "takabbur

lebih jahat daripada syirik. Sebab orang yang takabbur

merasa dirinya hebat untuk beribadah kepada Allah.

Sedangkan orang musyrik masih mau beribadah

kepada Allah dan kepada selain-Nya." Saya katakan,

"Maka tidak heran jika Allah menjadikan neraka sebagai tempat tinggal orang-orang yang takabbur,

sebagaimana firman-Nya,

لجوا ف ادخج بو اب نذم أ ه ين ج ال اخ فيه ثو ىف ل بئس م ين ب

ت ك المج"Maka masukilah pintu-pintu neraka jahannam, kalian

kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-

orang yang menyombongkan diri itu." (QS an-Nahl/16:

29).

Page 15: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 15 of 26

Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam

bersabda10,

"Takabbur itu penolakan terhadap kebenaran dan

penghinaan terhadap manusia."

Al-Harawi, penulis kitab Manâzil as-Sâ'irîn,

mengatakan, "yang dimaksudkan tawadhu' ialah jika

hamba tunduk kepada kekuasaan Allah." Dengan

kata lain, menerima kekuasaan Allah dengan penuh

ketundukan dan kepatuhan serta masuk ke dalam

penghambaan kepada-Nya, menjadikan Allah

sebagai penguasanya, seperti kedudukan raja yang

berkuasa terhadap budak-budaknya. Dengan cara inilah seorang hamba bisa memiliki akhlak tawadhu'.

Karena itu Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam

menafsiri takabbur sebagai kebalikan dari tawadhu',

dengan bersabda, "Takabbur itu penolakan terhadap

kebenaran dan penghinaan terhadap manusia".

Menurutnya, tawadhu' ada tiga derajat, yaitu:

10HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, Shahîh

Muslim, I/65, hadits 275.

Page 16: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 16 of 26

1. Tawadhu' kepada agama, yaitu tidak

menentangnya dengan pemikiran dan

penukilan, tidak menuduh dalil agama dan tidak

berpikir untuk menyangkal.

Tawadhu' kepada agama artinya tunduk kepada

apa yang dibawa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa

sallam dan pasrah kepadanya. Hal ini bisa

dilakukan dengan tiga cara:

a. Tidak menentang sedikit pun darinya dengan

empat macam penentangan yang biasa

dilakukan di dunia ini, yaitu dengan akal,

qiyas, perasaan dan penyiasatan. Yang

pertama milik para teolog yang menentang nash wahyu dengan akal mereka yang rusak.

Mereka berkata, "Jika akal dan nash yang

saling bertentangan, maka kami mengutamakan akal dan kami abaikan nash."

Yang kedua milik orang-orang yang

menyimpang dari kalangan ahli fiqih. Mereka

berkata, "Jika qiyas bertentangan dengan pendapat dan nash, maka kami

mengutamakan qiyas daripada nash dan kami

tidak akan berpaling kepada nash." Yang

ketiga milik orang-orang yang menyimpang

dari kalangan sufi dan zuhud. Jika perasaan bertentangan dengan nash, maka mereka

Page 17: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 17 of 26

mengutamakan perasaan dan tidak peduli terhadap perintah nash. Yang keempat milik

para penguasa dan pemimpin yang sombong.

Jika syariat dan kepentingan politik saling

bertentangan, maka mereka mengutamakan

kepentingan politik dan tidak mempedulikan

hukum syariat. Empat orang ini adalah orang-orang yang takabbur. Sedangkan yang

tawadhu' ialah yang bisa membebas-kan diri

dari perkara-perkara ini.

b. Tidak menuduh satu dalil pun dari dalil-dalil

agama, dengan menganggapnya sebagai dalil

yang tidak tepat, tidak relevan, kurang atau

terbatas. Jika seseorang berpikir seperti ini,

maka hendaklah dia mencurigai

pemahamannya sendiri. Dan memang inilah

yang seringkali terjadi, bahwa tidaklah

seseorang menuduh suatu dalil melainkan

pemahamannyalah yang tidak tepat. Jika

engkau melihat suatu dalil yang terasa rumit

untuk dipahami, maka itu menunjukkan

keagungannya dan di bawahnya tersimpan

gudang ilmu, yang kuncinya mungkin tidak

ada pada dirimu. c. Tidak berpikir untuk menyangkal nash, entah

di dalam batinnya, entah dengan perkataan

maupun perbuatannya. Jika dia merasa hendak menyangkal nash, maka dia harus

Page 18: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 18 of 26

menempatkan dirinya seperti orang yang

menyangkal perbuatan zina, mencuri, minum

khamr dan lain sebagainya. Penyangkalan ini

merupakan masalah yang amat besar di sisi

Allah dan dapat menyeret kepada

kemunafikan. Tidak ada yang bisa

menyelamatkan dari hal ini kecuali

mengetahui bahwa keselamatan hanya ada dalam bashirah dan istiqamah, setelah ada

keyakinan, bahwa keterangan tentang

kebenaran ada di belakang hujjah.

2. Meridhai orang Muslim sebagai saudara sesama

hamba seperti yang diridhai Allah bagi dirinya,

tidak menolak kebenaran sekalipun dating dari

musuh dan menerima maaf dari orang yang

meminta maaf.

Jika Allah sudah meridhai saudaramu sesama

Muslim sebagai hamba, maka apakah kamu

tidak meridhai dirinya sebagai saudaramu? Jika

engkau tidak meridhainya sebagai saudaramu,

padahal dia sudah diridhai Tuanmu sebagai

hamba seperti dirimu, berarti itu adalah

takabbur.

Lalu takabbur macam apakah yang lebih buruk

dari takabburnya hamba terhadap hamba seperti

Page 19: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 19 of 26

dirinya, yang tidak mau bersaudara dengannya,

padahal tuannya sudah ridha keberadaannya

sebagai hamba?

Derajat tawadhu' juga tidak dianggap sah

sehingga seorang hamba mau menerima

kebenaran dari orang yang disukainya maupun

dari orang yang dibencinya. Bahkan dia harus

mau menerimanya dari musuh seperti dia

menerimanya dari pelindungnya. Lalu jika ada

yang berbuat jahat kepadamu, yang datang kepadamu untuk meminta maaf, maka tawadhu'

mengharuskanmu menerima maafnya, tak

peduli apakah permintaan maafnya itu benar-

benar datang dari hatinya atau hanya sekedar

pura-pura. Tentang apa yang disimpan di dalam

hatinya, maka harus diserahkan kepada Allah,

seperti yang dilakukan Rasulullah Shallallâhu

‘Alaihi wa Sallam terhadap orang-orang munafik

yang melarikan diri dari medan peperangan.

Ketika bertemu lagi dengan beliau, mereka

meminta maaf. Maka beliau menerima

permintaan maaf tersebut, sedangkan apa yang

tersimpan di dalam hati mereka diserahkan

kepada Allah.

Page 20: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 20 of 26

3. Tunduk kepada Allah, melepaskan pendapat

dan kebiasaanmu dalam mengabdi, tidak

melihat hakmu dalam mu'amalah. Yang disebut tawadhu' ialah pengabdianmu kepada Allah,

beribadah kepada-Nya seperti yang

diperintahkan-Nya kepadamu dan bukan

menurut pendapatmu sendiri. Yang

membangkitkanmu untuk beribadah juga bukan

kebiasaanmu, seperti kebiasaan yang

membangkitkan orang yang tidak memiliki

bashîrah. Andaikan yang membiasakannya

sesuatu kebalikannya, tentu itulah yang akan

menjadi kebiasaannya.

Seorang hamba juga tidak boleh beranggapan

bahwa dia memunyai hak atas Allah karena

amalnya. Apa yang harus dilakukannya adalah

beribadah, memerlukan-Nya dan tunduk

kepada-Nya. Selagi dia menganggap memunyai

hak atas Allah, maka mu'amalahnya menjadi

rusak dan cacat, yang dikhawatirkan bisa

mendatangkan murka-Nya. Tapi bukan berarti

hal ini menajikan hak Allah untuk memberikan

balasan dan pahala kepada orang yang

beribadah kepada-Nya. Itu semata merupakan

hak Allah untuk memuliakan dan berbuat baik

kepada hamba, bukan merupakan hak hamba

yang bisa diminta dari Allah, lalu mereka bisa

Page 21: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 21 of 26

membuat ketentuan terhadap Allah karena amal

mereka.

Jadi engkau harus bisa membedakan masalah ini

secara seksama. Dalam hal ini manusia bisa

dibedakan menjadi tiga golongan:

a. Golongan yang mengatakan bahwa hamba

terlalu lemah untuk memiliki hak atas Allah,

sehingga Allah sama sekali tidak memunyai

keharusan untuk memenuhi hak hamba dan

berbuat baik kepada-nya.

b. Golongan yang melihat bahwa Allah

memunyai kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhinya terhadap hamba, sehingga

mereka beranggapan bahwa hamba bisa

menetapkan keharusan terhadap Allah dengan

amalnya. Dua golongan ini sama-sama

menyimpang.

c. Golongan yang benar, yang mengatakan

bahwa dengan amal dan usahanya hamba

tidak berhak mendapatkan keselamatan dan

keberuntungan dari Allah, amalnya tidak

menjamin dirinya bisa masuk surga dan

menyelamatkannya dari neraka, kecuali jika

dia mendapat karunia dan rahmat-Nya.

Namun begitu Allah juga menguatkan rahmat

dan kemurahan-Nya yang diberikan kepada

Page 22: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 22 of 26

hamba dengan ikatan janji, dan janji Allah

berarti wajib, sekalipun menggunakan kata

"Agar, semoga, mudah-mudahan".

Pengertian lebih jauh, hamba yang tidak

melihat adanya hak atas Allah bukan berarti dia

harus menajikan apa yang diwajibkan Allah kepada

dirinya dan menajikan apa yang telah dijadikan-Nya sebagai hak bagi hamba. Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa

Sallam pernah bertanya kepada Mu'adz bin Jabal,

Page 23: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 23 of 26

"Ketika saya membonceng Nabi shallallâhu 'alaihi

wasallam dan tidak ada yang menengahi keduanya

melainkan hanya kursi kecil diatas pelana. Beliau

bersabda, "Wahai Muadz bin Jabal!" Jawabku, "Ya wahai

Rasulullah! saya penuhi pangilan anda", kemudian

berjalan sesaat lalu bertanya, "Wahai Muadz bin Jabal!"

jawabku, "Ya, wahai Rasulullah saya penuhi panggilan anda", kemudian beliau berjalan sesaat dan bertanya,

"Wahai Mua'dz bin Jabal." Jawabku, "Ya wahai

Rasulullah! saya penuhi pangilan anda", beliau bersabda:

"Apakah engkau tahu apa hak Allah atas para hamba?"

Jawabku, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau

bersabda: "Hak Allah atas para hamba-Nya adalah agar

mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun", Kemudian

beliau berjalan sesaat dan berseru, "Wahai Mu'adz bin

Jabal." Jawabku; "Ya wahai Rasulullah, saya penuhi

panggilan anda." Beliau bersabda: "Apakah engkau tahu

hak hamba atas Allah, jika mereka melakukan itu?"

Jawabku; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu", beliau

Page 24: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 24 of 26

bersabda: "Hak para hamba atas Allah adalah Dia tidak

akan menyiksa mereka."11

"Saya berada di boncengan Rasulullah di atas keledai yang

dinamakan Ufair." Beliau lalu bersabda: "Wahai Mu'adz

apakah kamu mengetahui apa hak Allah atas hamba dan

hak hamba atas Allah.' Mu'adz berkata, 'Aku lalu

menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.'

Beliau bersabda: "Sesungguhnya hak Allah atas hamba

adalah kalian menyembah Allah dan tidak mensyirikkan-

Nya dengan sesuatu apa pun, dan hak hamba atas Allah

11 HR al-Bukhari dari Mu’adz bin Jabal, Shahîh al-

Bukhâriy, VIII/74, hadits no. 6267.

Page 25: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 25 of 26

adalah agar tidak disiksa orang yang tidak mensyirikkan-

Nya dengan sesuatu apa pun.' Mu'adz berkata, 'Saya lalu

berkata, 'Wahai Rasulullah, tidakkah boleh aku

memberitakannya kepada manusia?' Beliau menjawab:

'Jangan kamu memberitahukannya kepada mereka

sehingga mereka bersandar kepadanya'."12

Setelah memahami kajian tentang sikap tawadhu’, saya temukan tiga indikator yang menandai

seseorang yang yang bersikap tawadhu’ :

Pertama, seorang yang bersikap tawadhu’ akan

selalu memiliki kesediaan untuk selalu memandang

rendah dirinya sendiri, dalam makna bukan

menganggap hina dirinya, namun merasa dirinya

bukanlah orang yang sempurna, memiliki

kekurangan, dan banyak melakukan kesalahan.

Sehingga, dengan semua itu dirinya tidak akan

menganggap remeh, menganggap lebih baik, dan lebih mulia daripada orang lain.

Kedua, seorang yang bersikap tawadhu’ akan

selalu memiliki kesediaan untuk menghargai orang lain.

12HR Muslim dari Mu’adz bin Jabal, Shahîh Muslim,

I/43, 153.

Page 26: Tawadhu' (rendah hati) 01

Page 26 of 26

Ketiga, seorang yang bersikap tawadhu’ akan

selalu memiliki kesediaan untuk menerima kebenaran dan nasihat dari orang lain.

Akhirnya, menjadi apa dan siapa pun diri kita,

di mana pun dan kapan pun, kita harus bertanya

kepada diri kita sendiri: “sudah siapkah kita

menjadi muslim-sejati, yang selalu siap untuk

bersikap tawadhu’ dan mengucapkan selamat

tinggal pada kesombongan?“

. Ibda‘ bi nafsik!