Tatalaksana.docx

16
Tatalaksana Pengobatan untuk hepatitis b yang tersedia dan telah diterima diberbagai negara adalah interferon a (IFN konvensional), pegylatec interferon a-2a, lamivudine, adefovir dipivoxil dan entecavir. Thymosin a-1 juga telah diterima dibeberapa negara khususnya di Asia. Interferon a (IFN-a) konvensional Pada pasien yang positif HBeAg dengan ALT yang lebih besar 3> dari BANN, respons angka keberhasilan 6-12 bulan setelah akhir terapi interferon adalah sekitar 30-40% dibandingkan 10-20% pada kontrol pemberian interferon 4,5 mu atau 5 mu seminggu 3x selama 4-6 bulan dapat efektif pada orang Oriental (Asia) tetapi angka keberhasilan sedikit lebih rendah dibanding orang Kaukasia (Eropa). Terdapat bukti baru bahwa pengobatan selama 12 bulan dapat memperbaiki angka serokonversi 20 HBeAg. Penderita hepatitis anak dengan ALT tinggi memberikan respons terhadap IFN-a dengan angka keberhasilan yang sama dengan orang dewasa. Pada pasien dengan kadar ALT pra-terapi yang lebih rendah (1,3- 3x BANN), angka serokonversi HBeAg lebih rendah tetapi dapat diperbaiki dengan pemberian kortikosteroid sebelum terapi interferon. Namur demikian efek samping yang hebat pernah dilaporkan akibat penggunaan cara ini (Lai, Cooksley, Piravisuth. 2002).

Transcript of Tatalaksana.docx

Page 1: Tatalaksana.docx

Tatalaksana

Pengobatan untuk hepatitis b yang tersedia dan telah diterima diberbagai negara

adalah interferon a (IFN konvensional), pegylatec interferon a-2a, lamivudine,

adefovir dipivoxil dan entecavir. Thymosin a-1 juga telah diterima dibeberapa negara

khususnya di Asia.

Interferon a (IFN-a) konvensional

Pada pasien yang positif HBeAg dengan ALT yang lebih besar 3> dari BANN,

respons angka keberhasilan 6-12 bulan setelah akhir terapi interferon adalah sekitar

30-40% dibandingkan 10-20% pada kontrol pemberian interferon 4,5 mu atau 5 mu

seminggu 3x selama 4-6 bulan dapat efektif pada orang Oriental (Asia) tetapi angka

keberhasilan sedikit lebih rendah dibanding orang Kaukasia (Eropa). Terdapat bukti

baru bahwa pengobatan selama 12 bulan dapat memperbaiki angka serokonversi 20

HBeAg. Penderita hepatitis anak dengan ALT tinggi memberikan respons terhadap

IFN-a dengan angka keberhasilan yang sama dengan orang dewasa. Pada pasien

dengan kadar ALT pra-terapi yang lebih rendah (1,3- 3x BANN), angka serokonversi

HBeAg lebih rendah tetapi dapat diperbaiki dengan pemberian kortikosteroid

sebelum terapi interferon. Namur demikian efek samping yang hebat pernah

dilaporkan akibat penggunaan cara ini (Lai, Cooksley, Piravisuth. 2002). Bila

serokonversi HBeAg ke anti-HBe tercapai, ini akan menetap pada lebih dari 80%

kasus. Hal ini dapat juga diikuti dengar hilangnya HBsAg selama tindak lanjut jangka

panjang, walaupun hal ini sangat jarang terjadi pada pasien-pasien orang asia.

Penderita hepatitis B kronik aktif dengan HBeAg negatif, anti HBe positif, HBV-

DNA positif juga memberikan respons selama terapi interferon, tetapi biasanya

terjadi relaps pada akhir terapi. Pengobatan ulangan dengan IFN-( menunjukkan

angka keberhasilan respons 20- 40% baik pada HBeAg positif maupun negatif. Pada

penelitian jangka panjang ditemukan bahwa serokonversi HBeAg, baik yang

diinduksi oleh terapi interferon atau secara spontan, bermanfaat untuk kelangsungan

hidup, kejadian gagal hati dan mencegah KHS (Yokosuka, 2000). Pengobatan

Page 2: Tatalaksana.docx

interferon biasanya berhubungan dengan efek samping seperti flu-like symptoms,

neutropenia, trombositopenia, yang biasanya masih dapat ditoleransi, namun kadang-

kadang perlu dilakukan modifikasi dosis. Terapi interferon yang menginduksi

hepatitis flare dapat menyebabkan dekompensasi pada pasien dengan sirosis dan

dapat berbahaya bagi pasien dengan dekompensasi hati. Lama terapi interferon 4-6

bulan.

Pegylated interferon a-2a

Pegylated interferon a adalah interferon a yang dipegilasi. Sama seperti interferon a,

pegylated interferon a memiliki mekanisme kerja ganda 21 yaitu sebagai

imunomodulator dan anti-virus. Sebagai imunomodulator, pegylated interferon a akan

mengaktivasi makrofag, sel natural killer (NK) dan limfosit T sitotoksik serta

memodulasi pembentukan antibodi yang akan meningkatkan respon imun host untuk

melawan virus hepatitis B. Sedangkan aktivitas anti-virus dilakukan dengan

menghambat replikasi virus hepatitis B secara langsung melalui aktivasi endo-

ribonuclease, elevasi protein kinase dan induksi 2’,5’- oligodenylate synthetase

(Marcellin,et al.,2004). Pada saat ini yang telah diterima sebagai obat untuk hepatitis B

Kronis adalah pegylated interferon a-2a (40 KD). Pegylated interferon a-2 b (12 KD)

belum diteliti dengan baik untuk penderita hepatitis B kronik HBeAg negatif, dan

belum diterima sebagai obat standar untuk Hepatitis B kronis. Telah dilakukan uji

klinis fase II pada penderita hepatitis B kronis HBeAg (+) yang membandingkan

efikasi pegylated interferon a-2a dengan interferon konvensional. Hasilnya

menunjukkan bahwa respon kombinasi (hilangnya HBeAg, supresi HBV-DNA <

100.000 kopi/mL dan normalisasi SGPT) dari pegylated interferon a-2a lebih tinggi

secara bermakna dibandingkan Interferon konvensional (Cooksley, et al.,2003). Uji

klinis fase III pada penderita HBeAg positif dengan mayoritas pasien dalam studi ini

adalah ras Asia (85-87%), pernah diterapi lamivudine (9-15%) serta interferon

konvensional (11-12%) yang pegylated interferon a-2a dengan lamivudine dan

kombinasi pegylated interferon a-2a dan lamivudine, hasilnya menunjukkan bahwa

efikasi monoterapi pegylated interferon a-2a lebih baik secara bermakna

Page 3: Tatalaksana.docx

dibandingkan monoterapi lamivudine, yaitu normalisasi ALT 41 % kasus, HBeAg

serokonversi 32 %, kadar HBV DNA < 100.000 kopi/mL 42%, kadar HBV DNA <

400 kopi/mL 14 % dan HBsAg klirens 3 %. Penambahan lamivudine sebagai

kombinasi dengan pegylated interferon a-2a tidak meningkatkan respon 24 minggu

pasca terapi dibandingkan pegylated interferon a-2a tunggal. Uji klinis fase III pada

537 pasien hepatitis B kronik (mayoritas pasien ras asia) yang membandingkan

pegylated interferon a-2a dengan lamivudine dan kombinasi pegylated interferon a-2a

dan lamivudine lebih baik secara bermakna dibandingkan monoterapi lamivudine.

Penambahan lamivudine sebagai kombinasi dengan pegylated interferon a-2a tidak

meningkatkan respon 24 minggu pasca terapi dibandingkan pegylated interferon a-2a

tunggal. Sebuah studi follow-up yang dilakukan menunjukkan bahwa normalisas

ALT yang dicapai oleh terapi pegylated interferon a-2a tunggal 4i minggu terus

menetap hingga 1 tahun pasca terapi pada lebih dari 50°/ pasien. Pegylated interferon

a-2a juga memberikan kesempatan untuk terjadinya serokonversi HBsAg yang

menetap baik pada pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg-positif dan negatif, yang

mana hal ini tidak ditemukan pada penggunaan lamivudine dalam kedua studi fase

III. (44 Dosis yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg-posit dan

negatif adalah 180 pg sekali seminggu selama 48 minggu, disuntikkan secara

subkutan (Marcellin,et al.,2004).

Analog Nukleosida

Beberapa analog nukleosida (misalnya adenosine arabinoside, FIAU dan lobucafir)

ditemukan efektif namun memberikan efek toksisitas yang bermakna sehingga

evaluasi lebih lanjut tidak dilakukan. Famciclovir mampu menekan replikasi HBV,

namun pada uji fase ketiga ditemukan bahwa terdapat efikasi yang terbatas.

Lamivudine terbukti mempunyai efektifitas yang tinggi dalam menginhibisi replikasi

HBV. Telah terbukti pula bahwa adefovir dipivoxil dan entecavir efektif dan aman.

Emtricitabine, clevudine, Ldt yang masih dalam berbagai tahap penelitian.

Page 4: Tatalaksana.docx

Lamivudine

Lamivudine menunjukkan efektifitas supresi HBV DNA, normalisasi ALT, dan

perbaikan secara histologi baik pada HBeAg positif dan HBeAg negatif / HBV DNA

positif. Pada penderita dengan HBeAg (+) yang diterapi selama satu tahun dengan

lamivudine (100 mg per hari) menghasilkan serokonversi HBeAg dengan

perbandingan kadar ALT sebelum terapi : 64% (vs. 14% sebelum terapi) pada pasien

dengan ALT dengan 5x BANN, 26% (vs. 5% sebelum terapi) pada pasien dengan

ALT 2-5x BANN, dan hanya 5% (vs. 2% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT

2x BANN, angka keberhasilan serokonversi HBeAg adalah 65% setelah 3 tahun, dan

77% setelah 5 tahun. Pada saat serokonversi HBeAg ke anti-HBe tercapai, hal

tersebut bertahan pada 30-80% kasus akan tetapi dapat lebih rendah jika pengobatan

post-serokonversi berlangsung kurang dari 4 bulan. Hepatitis flare dapat terjadi yang

dalam hal ini biasanya berhubungan dengan munculnya kembali HBeAg. Pada pasien

hepatitis B dengan HBeAg negatif / HBV-DNA positif kerja antivirus dan anti

hepatitis dari lamivudine tampaknya sama seperti pada pasien dengan hepatitis kronis

HBeAg positif. Namun demikian sangatlah sulit untuk menentukan batas akhir

pengobatan dan respons antivirus yang bertahan diperoleh hanya dalam 15-20%

kasus setelah satu tahun pengobatan. Penelitian dengan masa pengobatan yang lebih

lama sedang dilakukan untuk keadaan ini. Lamivudine ditoleransi dengan baik

disertai angka kejadian efek samping yang dapat diabaikan. Lamivudine aman

digunakan bahkan pada sirosis dekompensasi. Setelah 6-9 bulan terapi lamivudine,

mutar HBV yang resisten terhadap lamivudine mulai muncul. Spesies HBV in telah

melakukan mutasi pada gen polimerase, sehingga disebut mutas YMDD. Insidensnya

meningkat bersamaan dengan semakin lamanya terapi (sekitar 70% dalam waktu 5

tahun) . Munculnya mutasi YMDD berhubungan dengan timbulnya kembali HBV

DNA (harus dibedakan dari ketidakpatuhan memakai obat), dan seringkali dengan

peningkatan ALT, walaupun nilai ALT seringkali tidak mencapai kembali kadar

sebelum terapi. Terapi lamivudine jangka panjang sebaiknya disertai dengan

perhatian terhadap mutasi YMDI dan stabilitas respons terapi. Penelitian Asia jangka

Page 5: Tatalaksana.docx

panjang (Guan dkk), memperlihatkan serokonversi masih ada walaupun telah terjadi

mutan. Pemberian dapat dilakukan sampai 5 tahun. Kombinasi lamivudin dan

interferon tampaknya meningkatkan angka keberhasilan serokonversi HBeAg,

khususnya pada pasien dengan AL pra-terapi 2-5x BAN N.

Adefovir dipivoxil

Adefovir dipivoxil adalah nukleosida analog dari adenosine monofosfe setelah

menjadi bentuk aktifnya akan bekerja langsung menghamb DNA polymerase dengan

tempat ikatan yang berbeda dengan lamivudin. Adefovir difosfat bekerja

menghambat HBV polymerase dengan berkompetisi langsung dengan substrat

endogen deoksiadenosin trifosf dan setelah berintegrasi dengan HBV-DNA sehingga

pembentuk rantai DNA virus hepatitis B terhenti. Efektifitas adefovir dipivoxil sudah

diteliti pada pasien baru hepatitis dengan replikasi virus yang aktif, pada pasien yang

gagal dengi lamivudine, pasien pasca transplantasi hati hingga pasien dengan

dekompensasi hati maupun yang dengan koinfeksi dengan HIV. Adefo difosfat

bekerja menghambat HBV polymerase dengan berkompet langsung dengan substrat

endogen deoksiadenosin trifosfat dan setel; berintegrasi dengan HBV-DNA sehingga

pembentukan rantai DNA vir hepatitis B terhenti. Penelitian menunjukkan bahwa

adefovir efektif dan aman, dan ju< efektif dalam menekan HBV dengan mutasi

YMDD. Tidak adanya potensi adefovir untuk berkembang menjadi resisten

disebabkan karena eratnya hubungan struktural dengan substrat alami sehingga

membatasi 25 potensi untuk menjadi steric hindrance yang merupakan mekanisme

terjadinya resistensi. Di samping itu adefovir merupakan rangkaian asiklik yang

fleksibel yang memudahkan adefovir untuk berinteraksi dengan HBV polymerase

dengan konformasi yang berbeda sehingga akhirnya menghambat terbentuknya steric

hindrance. Tidak adanya resistensi silang dengan lamivudine dengan adefovir

dikarenakan kelompok yang resisten terhadap lamivudine terjadi karena pembentukan

‘steric hindrance’ berasal dari rantai gula L yang non alamiah sedangkan adefovir

berinteraksi dengan rantai gula D yang alami sehingga menyebabkan adefovir masih

dapat berinteraksi dengan HBV polymerase. Terapi dengan adefovir dipivoxil

Page 6: Tatalaksana.docx

terbukti memberikan perbaikan histologis yang sangat bermakna (53-59 % vs 25 %)

pada kelompok penderita Hepatitis B naive dengan hasil serokonversi HBeAg,

penurunan HBV-DNA maupun normalisasi ALT yang jauh lebih tinggi dibandingkan

plasebo. Penggunaan adefovir dipivoxil dapat dipertimbangkan sebagai pilihan untuk

pengobatan hepatitis B baik yang baru maupun yang sudah resisten disamping

terbukti sebagai penyelamat dalam pengobatan dengan lamivudine. Dosis yang

dianjurkan untuk penggunaan adefovir adalah 10 mg per hari. Efek samping

penggunaan adefovir jika digunakan dosis tinggi (30 mg/hari) adalah gagal ginjal.

Entecavir

Entecavir adalah analog nukleosida guanosin yang menghambat replikasi virus

melalui tiga jalur yaitu : priming, negative strand synthesis, dan positive strand

synthesis, dengan demikian produksi double stranded viral DNA akan sangat

menurun. Penelitian klinis multinasional fase III, samar-ganda, mengamati 715

penderita hepatitis B kronik nukelosida naif, HBeAg positif, yang secara 26 acak

menerima entecavir 0.5 mg satu kali sehari (n=357) atau lamivudine 100 mg satu kali

sehari (n=358) setidaknya selama 52 minggu. Dilaporkan setelah 48 minggu

pengobatan perbaikan histologi (skor Knodell) pada 72% kelompok pasien yang

entecavir. dibandingkan dengan 62% dari kelompok pasien lamivudine (p=0,009),

dan juga menghasilkan penurunan pada fibrosis sebagaimana diukur dengan Skor

Fibrosis Ishak (39% pada kelompok entecavir dan 35% pada kelompok lamivudine,

p=0,41). Normalisasi kadar ALT juga diamati lebih banyak pada kelompok pasien

yang menerima entecavir (68%) dibandingkan dengan kelompok pasien lamivudine

(60%) (p=0,02). Dari penelitian ini, 67% dari kelompok pasien entecavir mengalami

penurunan muatan virus hingga mencapai kadar tidak terdeteksi (kurang dari 300

kopi/mL dengan metode PCR) dibandingkan 36% kelompok pasien lamivudine

(p< .0001). Lebih banyak pasien dengan entecavir yang mencapai kadar HBV

branched DNA < 0001). Rata-rata penurunan kadar HBV DNA dari baseline adalah -

5.11 log10 kopi/mL untuk kelompok yang diberikan entecavir dan -0.48 log 10

kopi/mL untuk kelompok yang diberikan lamivudine (P < .0001). Ditemukan adanya

Page 7: Tatalaksana.docx

virologic rebound pada 2 dari 141 pasien yang diberikan entecavir oleh karena

substitusi resistensi dan resistensi genotipik pada 10 pasien. Thymosin a-1 Hanya

sedikit penelitian yang telah menganalisis thymosin a1. Pada satu penelitian

diperlihatkan bahwa respons pemberian subkutan 1,6 mg 2 x/minggu selama 6 bulan

adalah 40 % dibandingkan 9 % pada kontrol. Masih diperlukan penelitian yang lebih

luas untuk membuat kesimpulan lebih pasti.

Page 8: Tatalaksana.docx

Tatalaksana pada bayi dengan ibu hepatitis b

Pelaksanaan program imunisasi pada bayi di negara endemis tinggi berhasil

menurunkan prevalensi infeksi HBV dan KHS (karsinoma hepatoseluler) seperti di

Taiwan, Gambia, Alaska, dan Polynesia. Implementasi imunisasi bayi secara rutin

akan menyebabkan terbentuknya imunitas terhadap infeksi HBV di populasi luas

serta menurunkan risiko transmisi ke kelompok lainnya.

Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dibuat dari plasma yang mengandung anti HBs

titer tinggi (> 100000 lU/ml) sehingga dapat memberikan proteksi secara cepat

meskipun hanya untuk jangka waktu yang terbatas (3-6 bulan). Pada orang dewasa,

HBIg diberikan dalam waktu 48 jam pasca paparan HBV. Pada bayi dari ibu

pengidap HBV, HBIg diberikan bersamaan dengan vaksin HBV di sisi tubuh berbeda

dalam waktu 12 jam setelah lahir. Kebijakan ini terbukti efektif (85-95%) dalam

mencegah infeksi HBV dan mencegah kronisitas sedangkan dengan vaksin HBV saja

memiliki tingkat efektivitas 75%. Bila HBsAg ibu baru diketahui beberapa hari

kemudian, HBIg dapat diberikan bila usia bayi ≤ 7 hari. HBIg tidak dianjurkan untuk

diberikan sebagai upaya pencegahan pra-paparan. HBIg hanya diberikan pada kondisi

pasca paparan (profilaksis pasca paparan) pada mereka yang terpapar HBV melalui

jarum/ penyuntikan, tertelan atau terciprat darah ke mukosa atau ke mata, atau kontak

seksual dengan penderita HBV kronis. Namun demikian, efektivitasnya akan

menurun bila diberikan 3 hari setelah paparan. Umumnya, HBIg diberikan bersama

vaksin HBV sehingga selain memberikan proteksi secara cepat, kombinasi ini juga

memberikan proteksi jangka panjang.

IMUNISASI AKTIF

Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi bayi baru lahir dan

kelompok risiko tinggi tertular HBV. Tujuan akhirnya adalah (1) menyelamatkan nyawa

minimal 1 juta jiwa/tahun; (2) menurunkan risiko KHS akibat HBV; dan (3) eradikasi virus.

Page 9: Tatalaksana.docx

Sasaran dan strategi imunisasi aktif HBV

Prioritas utama adalah bayi baru lahir. Vaksinasi diberikan segera setelah lahir dalam

waktu 12 jam pertama. Keuntungan strategi ini adalah memotong transmisi dini HBV

dan meningkatkan cakupan imunisasi.

Dosis dan jadwal pemberian Tabel 1 memperlihatkan imunisasi HBV pada bayi baru

lahir cukup bulan. Bila ibu HBsAg positif, dianjurkan untuk memberikan baik

imunisasi aktif maupun pasif.

Tabel 1. Pola pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi

Catatan : • Vaksin dapat dipertukarkan tanpa akan mempengaruhi imunogenisitas •

Pada pasien koagulopati penyuntikan segera setelah memperoleh terapi faktor

koagulasi, dengan jarum kecil (no < 23), tempat penyuntikan ditekan minimal 2

menit. • Status HBV ibu semula tidak diketahui tetapi bila dalam 7 hari terbukti ibu

HBV, segera beri HBIg • Bayi prematur: bila ibu HBsAg (-) imunisasi ditunda

sampai bayi berusia 2 bulan atau berat badan sudah mencapai 2 kg.

Pada bayi kurang bulan, respons imun masih belum efektif. Bila imunisasi diberikan

segera setelah lahir, yang mengalami serokonversi hanya 53 - 68%. Penundaan dosis

pertama vaksin HBV akan meningkatkan tingkat serokonversi menjadi 90%. Pada

bayi risiko rendah, imunisasi ditunda sampai berat badan bayi mencapai 2.0 kg atau

Page 10: Tatalaksana.docx

sampai bayi berusia 2 bulan. Pada pasien hemodialisis, dan pasien

immunocompromised dosis ditingkatkan (Tabel 2).

Tabel 2. Pola pemberian imunisasi pada berbagai kelompok*

Untuk mencapai tingkat serokonversi yang tinggi dan konsentrasi anti-HBs protektif

(> 10 mlU/mL), imunisasi diberikan 3 kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan. Pada bayi,

imunisasi harus lengkap paling lambat sebelum berusia 18 bulan. Bila lupa datang

pada jadwal yang sudah ditentukan, imunisasi segera dilengkapi tanpa memandang

jaraknya dari imunisasi 15 yang terakhir, tanpa harus mengulang dari awal, dan tanpa

harus melakukan pemeriksaan anti-HBs pasca imunisasi. Cara pemberian vaksin

dengan penyuntikan intramuskulär dalam di deltoid/antero lateral paha. Pada

penyuntikan di gluteus, serokonversi lebih rendah (20%) tidak membentuk antibodi

protektif) dan titer 17 kali lebih rendah dari titer pada penyuntikan di deltoid.

Lai MY, CooksleyWGE, Piravisuth T. Efficacy and safety of peginterferon alfa-2A (40KD)

(Pegasys(r)) in HBeAg-positive chronic hepatitis B (CHB): 46-weeks results form a phase 4

study. J Gastorenterol. Hepatology 2002.

Yokosuka O. Role of steroid priming in the treatment of chronic hepatitis B. Gastroenterol

Hepatol 2000;15 Suppl:E41-5

Marcellin P, Lau GK, Bonino F, Farci P, Hadziyannis S, Jin R, et al. Peginterfer. alfa-2a alone,

lamivudine alone, and the two in combination in patients with HBefi negative chronic

hepatitis B. N Engl J Med 2004;351(12):1206-1