Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru
-
Upload
anonymous-deb4tcl14 -
Category
Documents
-
view
251 -
download
0
description
Transcript of Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru
REFERAT
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Pada Anak
Disusun oleh :
Nama : Dwi Puspa Nazer Savitri
Nim : 1161050109
Pembimbing : dr. Franky Sientoro Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode : 18 Mei – 18 Juli 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
TARAKAN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul : Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia Pada Anak
Penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir
Kepaniteran Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran di Universitas Kristen Indonesia.
Dalam penulisan referat ini tentunya penulis menerima banyak bimbingan, bantuan dan
dukungan baik moril maupun materi sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveoulus dan
jaringan interstisiil. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di
berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan
merupakan penyebab kematian utama pada balita di dunia.1 Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita di Indonesia
mencapai 15,5%. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak
diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan
tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab
kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
melaporkan bahwa kejadian pneumonia mengalami peningkatan pada tahun
2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7% pada tahun 2013.2 Berdasarkan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan
pneumonia sebagai penyebab kejadiandan kematian tertinggi pada balita dan
dalam Program Pemberantasan ISPA Depkes (WHO) fokus utamanya adalah
deteksi dan penanganan dini pneumonia.3
Beberapa faktor risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara
lain yaitu defek anatomi bawaan, defisit imunogi, status gizi, polusi, GER,
aspirasi dan lain-lain.
Terapi pada pneumonia pada sebagian besar kasus masih belum ideal
karena penggunaan antibiotik masih berdasarkan pengalaman empiris, hal ini
disebabkan oleh karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri,
secara epidemiologis bakteri sebagai penyebab infeksi pada saluran napas
bawah cukup besar dan juga kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan. 3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru walaupun
banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan
inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang
universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga didefinisikan
berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang
ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran
infiltrat pada foto rontgen toraks.4 Dikenal istilah lain yang mirip yaitu
pneumonitis yang maksudnya lebih kurang sama. Banyak yang menganut
pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses infeksi
sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun
tidak sepenuhnya ditaati oleh para ahli. 4
B. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia penyebab 15% dari semua kematian pada anak dibawah usia 5
tahun di dunia, 2% nya adalah bayi baru lahir. Diperkirakan jumlah kematian
pneumonia untuk anak dibawah usia 5 tahun pada tahun 2013 : India (174.000),
Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000), Ethiopia (35.000), China
(33.000), Angola (26.000), Indonesia (22.000), Afghanistan (20.000), Kenya
(18.000), Bangladesh (17.000), Uganda (16.000), Niger (15.000), Tanzania
(14.000). 5
Pneumonia tetap penyebab infeksi utama kematian di kalangan anak-anak
balita, menewaskan hampir 2.600 anak per hari. Account Pneumonia untuk 15
persen dari semua kematian balita dan menewaskan sekitar 940.000 anak pada
2013. Sebagian besar korban berusia kurang dari 2 tahun. 1
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa
kematian balita di Indonesia mencapai 15,5%. Diperkirakan ada 1,8 juta atau
20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat
AIDS, malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan
urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia mengalami
peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7% pada tahun 2013.2
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan lokasi penyebarannya :
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia )
Pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit dengan agen
penyebab yang paling sering adalah S.pneumoniae, M.pneumoniae, dan
H.influenza. Gejala infeksi paru akut : demam, batuk dengan atau tanpa
sputum, bunyi napas bronkial, ronkhi pada auskultasi, infiltrat pada foto thorax,
terjadi di luar rumah sakit atau kurang dari 48 jam setelah dirawat di rumah
sakit.6
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia / nosocomial
pneumonia )
Pneumonia yang terjadi > 48 jam setelah dirawat di rumah sakit, baik di
ruang rawat umum maupun ruang ICU tetapi tidak sedang menggunakan
ventilator, setidaknya dua dari berikut : demam, batuk, leukositosis, sputum
purulent, infiltrat yang baru atau progresif pada foto thorax. Agen penyebab
pada umumnya adalah bakteri gram negatif seperti E.coli, Klebsiella
pneumoniae, P.aeruginosa dan S.aureus. 6
2. Berdasarkan gambaran radiologis, sesuai lokasi anatomisnya :
a. Pneumonia lobaris / air space pneumonia
b. Pneumonia alveolar
c. Pneumonia interstisial. 6
C. ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikro-organisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,
dan lain-lain).7
Pada pneumonia pertanyaan penting adalah apa penyebabnya,virus atau
bakteri? Penyebab tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh
infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola
kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur
pasien.8 Secara umum bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia
adalah Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, Staphylococcus
aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.8
Tabel 1.Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju6
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Streptococcus group D
Streptococcus group BHaemophillus
influenzae
Listeria monocytogenes Streptococccus
pneumoniae
Ureaplasma
urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus
pneumoniae
Haemophillus influezae
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza
1,2,3Virus
Respiratory Syntial
virusVirus Sitomegalo
4 bulan- 5 tahun
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influezae
tipe B
Mycoplasma
pneumoniaeMoraxella catharalis
Streptococcus
pneumoniaeNisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
5 tahun - remaja
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influezae
Mycoplasma
pneumoniaeLegionella sp
Streptococcus
pneumoniaeStaphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
Virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber : Opstapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired
pneumonia in infants and children. Am Fam Physican.2004;70;899-908.
D. FAKTOR RESIKO
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,
kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc
(Zn), dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk
IRBA.9 Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya penurunan imunitas seluler,
defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai faktor risiko pneumonia.10
Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian vitamin A pada anak
dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. Kejadian IRBA
meningkat pada anak dengan riwayat merokok atau perokok pasif.
E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
pembukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan : 11
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerososl
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,
mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 m
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung ,
orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil secret orofaring terjadi pada
orang normal waktu tidur ( 50 % ) juga pada keadana penurunan kesadaran,
peminum akohol dan pemakai obat ( drug abuse ).11
Basil yang masuk bersama secret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel – sel
PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibody.11
Pneumococcus masuk kedalam paru melalui jalan pernapasan dengan cara
droplet. Proses radang dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :11
1. Stadium kongesti ( 4 – 12 jam pertama )
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bekteri dalam
jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.11
2. Stadium hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya )
Paru – paru tampak merah dan bergranula karena sel – sel darah merah,
fibrin dan leukosit palimorfonuklear mengisi alveoli lobus dan lobules yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit,
neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat cepat.11
3. Stadium hepatisasi kelabu ( 3 s/d 8 hari )
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura menjadi suram karena diliputi fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif.11
4. Stadium resolusi ( 7 s/d 11 hari )
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Red hepatisation adaalh daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan.
Gray hepatisation ialah konsolidasi yang luas.11
Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai mengigil,
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Ronki
basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh
karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan
pleura. Hamper selalu terdapat hipoksemia dalam tingkatan tertentu, akibat
pirau darah melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsolidasi.
Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan
pneumonia dapat dilakukan radiogram dada, hitung leukosit, dan pemeriksaan
sputum terdiri dari pemeriksaan dengan mata telanjang dan mikroskopik serta
biakan.11
Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2 – 3 minggu. Bila
lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non
bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit. Akrena itu perlu
penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia. Pada umumnya
pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebih
buruk dan kemungkinan rekurensi yang lebih besar.11
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga
gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda
pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik), gejala
pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam,
menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 8
Main symptoms of infectious pneumonia in kids. Sumber :
http://internationalbudget.org
Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung.
Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping
hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu napas interkostal dan
abdominal mungkin digunakan.Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi
pada neonatus bisa tanpa batuk.8
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan
dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan
untuk menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan
adanya batuk, frekuensi napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkan
sebagai pneumonia (dilapangan), dan harus memerlukan perawatan dengan
pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai nilai
diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar;suara redup pada
perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.8
Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi
basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar
pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya
suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi.8
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis,
dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.12 Namun keadaan seperti ini
kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus
G. DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu
dengan pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali
kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun
kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50%
kasus.13 Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama berdasarkan
manifestasi klinis, dibantu pemeriksaan penunjang lain. Tanpa pemeriksaan
mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman
penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering
mengenai bayi dan balita dibanding anak yang lebih besar. Pneumonia
bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam tinggi
disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan cepat.
Pneumonia viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat,
demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi
virus biasanya melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok,
usus). Semakin banyak organ tersebut terlibat makin besar kemungkinan virus
sebagai penyebabnya. Pneumonia bakterial bersifat khas yaitu hanya organ
paru yang terkena.12 Tabel 2 dapat membantu dalam membedakan kuman
penyebab pneumonia.
Tabel 2. Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia
Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis
UmurBerapapun,
bayiBerapapun Usia sekolah
Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata
Sakit serumah TidakYa,
bersamaanYa, berselang
Batuk ProduktifNon
produktifKering
Gejala
penyertaToksik
Mialgia,
ruam, organ
bermukosa
Nyeri kepala,
otot,
tenggorok
Fisis
Keadaan
umum
Klinis >
temuan
Klinis ≥
temuan
Klinis ≤
temuan
DemamUmumnya >
39C
Umumnya
<39C
Umumnya
<39C
Auskultasi
Ronkhi
kadang-
kadang tidak
terdengar
suara napas
melemah
Ronkhi
bilateral,
difus, mengi
Ronkhi
unilateral,
mengi
a. Pemeriksaan Penunjang
Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi,
pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis berkisar antara 15.000-
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir
selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan
bakterimi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi
Chlamydia pneumonia kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura
merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3,
protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah.
Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.6
Reactive Protein (CRP)
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri,
atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.kadar CRP biasanya lebih rendah
pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri
profunda. Secara umum CRP belum terbukti secara konklusif dapat
membedakan antara infeksi virus dan bakteri.6
Uji Serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi,
diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan
titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B.
Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti
Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, sitomegalo,
campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan
antibodi IGM, IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.6
Pemeriksaan Mikrobiologis
Bahan biakan : sputum, darah, aspirasi nasotracheal/ transtracheal, aspirasi
jarum transthorakal, torakosintesis, biopsi.
Streptococcus aureus (kanan). Streptococcus dalam kultur agar darah
(kiri). Sumber : http://bioultra.com/microbial-diseases/streptococcus-
pneumoniae-signs-symptoms-cure
Tabel 3. Morfologi dan Bentuk Streptococcus pneumoniae
BentukKokus seperti lanset, biasanya berpasangan,
berselubung
Gram Positif
Spora -
Flagel -
Gerak -
Aerob/ anaerob Aerob
Meragi Inulin
Biakan Agar darah setelah 48 jam akan
membentuk koloni bulat kecil dan dikelilingi
zona kehijau-hijauan identik dengan zona
yang dibentuk S.viridans
Dihambat oleh Optokhin
Sumber : Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi Halaman 123
Tabel 4. PNEUMONIA BAKTERIAL
PATOGEN GAMBARAN
RADIOLOGI
KETERANGAN
Streptococcus
pneumonia
(pneumococcus)
Konsolidasi homogeny
dengan air – bronkogram.
Biasanya hanya mengenai
satu lobus. Jarang terlihat
kavitas dan reaksi pleura.
Sering pada alkoholik,
pasien
imunokompromaise
dan tak jarang pada
orang sehat pun kena
Staphylococcus
aureus
Konsolidasi tidak merata.
Tanpa ai – bronkogram,
60% bilateral. Sering
disertai pneumotoceles dan
abses yang mungkin
mengandung air – fluid
level. Efusi pleura di
temukan di 50% dewasa,
tapi sering muncul pada
anak.
Sering pada pasien RS
dan
imunokompromaise
Pseudomonas
aeruginosa
Infiltrate tidak merata
bilateral dengan predileksi
lobus bawah, yang berubah
dengan cepat menjadi
konsolidasi homogeny yang
luas dengan air –
Hampir selalu pada
imunokompromaise,
pasien di RS,
organism ini hamper
resisten terhadap
bronkogram. Sedikit efusi
pleura namun tidak
mencolok di gambaran
radiologinya.
seluruh antibiotic
Haemophilus
influenza
Infiltrate yang tidak terlalu
jelas dan tidak merata yang
didominasi pada lobus
bawah, unilateral / bilateral.
Efusi pleura sering muncul,
terutama pada anak – anak.
Sering pada orang
sehat
Klebsiella Konsolidasi yang besar dan
jelas, disertai dengan air –
bronkogram, hamper sama
dengan pneumokokus,
perbedannya , predileksi
lobus atas, kecenderungan
untuk meluas ke satu lobus.
Terbentuknya abses dan
efusi pleura sering terjadi.
Sering pada pasien
alkoholik dan orang –
orang tua dengan
penyakit paru kronik
Legionella Perselubungan yang
membentuk lingkaran yang
jelek atau infiltrate yang
menyebar ke sentral atau
perifer biasanya di dahului
dengan satu lobus dan
menyebar ke bagian paru
yang lain di 2/3 kasus. Efusi
pleura dapat terjadi.
Kavitasi dan pembesaran
hilus tidak ada.
Bersifat sporadic
Bakteroides dan
bakteri anaerob
lainnya
Infiltrate homogeny di
segmen posterior dengan
bases pada pembentukan
awalnya. Umumnya
ditemukan efusi pleura.
Umumnya bakteri
flora mulut
merupakan bakteri
anaerob. Sering
ditemukan di
pneumonia aspirasi
pada pasien alkoholik
dan kebersihan mulut
yang kurang terjaga.
Gram (-) aerobic
lainya
Tidak berkarakteristik.
Sering ditemukan infiltrate
homogeny di lobus bawah.
Kavitas ditemukan pada
hamper semua jenis bakteri
ini, dan efusi pleura dapat
terjadi.
Organism : e.coli,
salmonella,
enterobacter,
serrateria, bacillus
proteus.
Table 5. PNEUMONIA FUNGAL
PATOGEN GAMBARAN RADIOLOGI KETERANGAN
Histoplasmosis Primer : konsolidasi
inhomogen di lobus basal
dengan limfe hilus melebar,
jarang diikuti efusi pleura.
Post primer : konsolidasi
yang jelas di satu area dan
muncul di tempat lainnya,
biasanya di lobus atas.
Kavitas dapat muncul, tapi
jarang ada pembesaran
Gambaran
radiologisnya hamper
menyerupai
tuberculosis
kelenjar limfe
Blastomycosis Non spesifik homogeny atau
konsolidasi yang tidak
merata. Jarang diikuti dengan
pembesaran kelenjar limfe,
efusi pleura dan kavitas
Crytococcosis Konsolidasi segmental atau
lobat yang sering terjadi di
lobus bagian bawah.
Pembesaran limfe dan
kavitas jarang terjadi.
Aspergilosis Single atau multiple
konsolidasi. Abses mungkin
tampak
Coccidioycosis Konsolidasi homogeny yang
tidak merata sering pada
bagian lobus bawah diikuti
dengan pembesaran limfe
hilus atau mediastinal dengan
efusi pleura. Kavitas
ditemukan di lobus atas,
berbeda dengan tuberculosis,
pada pneumonia jenis ini
segmen anterior ikut terkena.
Table 6. PNEUMONIA PARASITIK
PATOGEN GAMBARAN RADIOLOGI KETERANGAN
Pneumocystis
carinii
Infiltrate interstisial dan
alveolar yang menyebar,
sering menyebabkan edema
paru stadium lanjut.
Sering pda penderita
dengan
imunokompromais,
AIDS
Ascariasis Konsolidasi tidak merata,
biasanya bilateral.
Eosinophilic
pneumonia karena
alergi terhadap larva
yang masuk ke dalam
paru.
H. TATALAKSANA
Dalam hal tatalaksana pneumonia, maka yang perlu di perhatiakan adalah14 :
1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak.
2. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, apakah menggunakan
antibiotika spektrum sempit atau luas.
3. Pemakaian antibiotika apakah secara oral atau parenteral.
4. Kapan pasien di indikasikan rawat inap.
1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak
Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnositik etiologi, untuk semua pasien pneumonia
diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun pneumonia viral dapat di
tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena
kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis
virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan
infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.
2. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, apakah menggunakan
antibiotika spektrum sempit atau luas
Golongan betalaktam (penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam)
merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya
digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti
streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza dan Staphylocuccus aureus.
Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan,
terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang
ringan sedang, dipilih golongan penisilin. 15,16,17. Streptokokus dan
pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh
ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup
oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai
sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi.
Pada pasien pneumonia yang community acquired, umumnya ampisilin dan
kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan
sefalosporin.(Robinson MJ)18,19
Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi
neonatus pada umumnya. Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup
kuman kokus gram positif terutama Streptococcus group B dan batang gram
negatif. Penisilin dan derivatnya merupakan pilihan utama untuk gram positif
sedangakan untuk kuman gram negatif terutama Eschericia coli dan Proteus
mirabilis digunakan golongan aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan
gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat
mencakup kuman Staphylococcus aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir,
dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat
khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat
digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif.17,18,19
Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang di duga
disebabkan oleh klamidia dan mikoplasma, telah banyak dilaporkan.
Pemberian azitromisin dan klaritomisin sama efektifnya dengan pemberian
amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup
baik serta efek sampingnya minimal bila dibandingkan dengan amoksisilin
asam klavulanik. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari
efektifitasnya setara dengan pemberian amoksisilin asam klavunalik selama 10
hari. Penggunaan klaritomisin secara multisenter pada pneumonia
mendapatkan hal yang cukup baik dalam hal efektifitas dan efek samping. Efek
samping gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri abdomen
didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan
antibiotik lain.17
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan
klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan
sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung pada kemajuan klinis
penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika
kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu
secara parenteral, jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus
pneumoniae pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari. Secara
umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan 10-14 hari.20
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka
panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera
dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik :
sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian : 21
Kotrimoksazol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia
karena jamur
Pemberian Imunoglobulin
3. Pemakaian antibiotika apakah secara oral atau parenteral
WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia (adanya nafas cepat tanpa
penarikan dinding dada/chest indrawing) sebaiknya dirawat secarfa poliklinis
dengan menggunakan antibiotik oral. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah
amoksisilin, ampisilin, trimetropin/sulfametoksazol atau penisilin prokain
selama 5 hari. Tetapi ketika di diagnosis dengan pneumonia berat (didapatkan
chest indrawing) maka pasien dirawat inapkan dan diberikan antibiotika secara
parenteral seperti benzylpenisilin atau ampisilin. Kloramfenikol juga dapat
diberikan, dimana pada beberapa daerah tertentu dapat diberikan secara
intramuskular. Pada bayi berumur kurang dari 2 bulan, WHO
merekomendasikan pemberian penisilin dan gentamisin. Dengan penerapan
kriteria WHO ini, terjadi penurunan angka kematian karena infeksi saluran
nafas di negara-negara berkembang.22,23
British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara
parenteral diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat atau anak yang
tidak bisa menerima antibiotika oral.24
4. Kapan pasien diindikasikan rawat inap
Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila
terdapat : 15,20
Penderita tampak toksis
Umur kurang dari 6 bulan
Distres pernafasan berat
Hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari 93-94% pada kondisi ruangan)
Dehidrasi dan muntah
Terdapat efusi pleura atau abses paru
Kondisi imunokompromais
Ketidakmampuan orangtua untuk merawat
Didapatkan penyakit penyerta lain, misalnya penyakit jantung bawaan
Pasien membutuhkan pemberian antibiotika secara parenteral
Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia.25
1. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila
terdapat tanda gagal nafas.
2. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat. Cairan rumatan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat
dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera
diberikam. Pemberian asupan oral deberikan bertahap melalui NGT (selang
nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi
cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema
otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya
hipoglikemia, asidosis metabolik.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya
serta komplikasi bila ada.
Penanganan terhadap komplikasi
1. Efusi pleura 26
Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus.
Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka
pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu
dilakukan pungsi cairan pleura (pleura tap) untuk diagnostik (pemeriksaan
makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika
selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur.
Indikasi pemasangan pleural drain :
Perjalanan klinis berlangsung progresif
Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik
Distres nafas berat
Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift)
Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura
2. Abses paru 26
Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga
terdapat kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian
antibiotika parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan
pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai minimal 4 minggu.
3. Empiema/piopneumotoraks
Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aures, Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae dan Streptococcus group A. Selain itu terdapat juga
kemungkinan infeksi kuman anaerob. Selain pemberian antibiotika yang
optimal sesuai dugaan kuman penyebab, diindikasikan juga pemasangan
pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan
komplikasi, mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu
perawatan.
4. Sepsis
Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh
Staphyllococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan
antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainnya.
5. Gagal nafas
Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan
ventilasi mekanik.
Table 7. Pemilihan Terapi Antimikroba untuk Patogen Tertentu27
Phatogen Terapi Parenteral Terapi Oral
Streptococcus
pneumoniae Dengan
dosis minimum untuk
penicilin ≤2,0µg/mL
Pilihan Pertama :
ampicillin(150-200mg/kg/h
ari setiap 6jam) atau
penicillin 200.000-250.000
U/kg/hari setiap 4-6 jam);
Pilihan kedua :
(50-100 mg/kg/hari setiap
12-24 jam) atau cefotaxime
(150 mg/lg/hari setiap 8
jam), lebih efektif :
clindamycin(40 mg/kg/hari
setiap 6-8 jam) atau
vancomycin(40-60
mg/kg/hari setiap 6-8 jam)
Pilihan pertama : amoxicillin
(90 mg/kg/hari dalam 3 dosis)
Pilihan kedua :
Generasi kedua atau ketiga
sephalosporin (cefpodoxime,
cefuroxime, cefprozil),
levofloxacin oral, jika rentan
(16-20 mg/kg/hari dalam 2
dosis untuk anak-anak 6
bulan sampai 5 tahun dan 8-
10 mg/kg/hari 1 kali sehari
untuk anak-anak 5 sampai 16
tahun, dosis maksimum 1 kali
sehari, 750 mg) atau oral
linezolid (30 mg/kg/hari
dalam 3 dosis untuk anak-
anak <12 tahun dan 20
mg/kg/hari dalam 2 dosis
untuk anak-anak ≥12 tahun)
Streptococcus
pneumoniae resisten
terhadap penicillin,
dengan dosis minimum
≥4,0 µg/Ml
Pilihan pertama :
ceftriaxone (100 mg/kg/hari
12-24 jam)
Pilihan kedua :
(300-400mg/kg/hari 12 jam
untuk anak kecil 6 bulan
sampai 5 tahun dan 8-10
mg/kg/hari 1 kali sehari
untuk anak 5-16 tahun,
dosis maksimum sehari 750
mg, atau linezolid (30
mg/kg/hari setiap 8 jam
untuk anak <12 tahun dan
20 mg/kg/hari setiap 12 jam
untuk anak ≥12 tahun; akan
lebih efektif : clindamycin
(40 mg/kg/hari setiap 6-8
jam) atau vancomycin (40-
60 mg/kg/hari setiap 6-8
jam)
Pilihan pertama : levofloxacin
oral (16-20 mg/kg/hari dalam
2 dosis untuk anak 6 bulan
sampai 5 tahun dan 8-10
mg/kg/hari 1 kali sehari untuk
anak 5-16 tahun. Dosis
maksimum sehari, 750 mg),
jika rentan, atau linezolid oral
(30 mg/kg/hari dalam 3 dosis
untuk anak <12 tahun dan 20
mg/kg/hari dalam 2 dosis
untuk anak ≥12 tahun)
Pilihan kedua : clindamycin
oral (30-40 mg/kg/hari dalam
3 dosis)
Streptococcus group A Pilihan pertama : penicillin
intravena (100.000-250.000
U/kg/hari setiap 6 jam)
Pilihan kedua : ceftriaxone
(50-100 mg/kg/hari setiap
12-24 jam) atau cefotaxime
(150 mg/kg/hari 8 jam);
lebih efektif : clindamycin ,
jika rentan (40 mg/kg/hari
setiap 6-8 jam)
Pilihan pertama : amoxicillin
(50-75 mg/kg/hari dalam 2
dosis), atau penicillin V (50-
75 mg/kg/hari dalam 3 atau 4
dosis)
Pilihan kedua :
Clindamycin (40 mg/kg/hari
dalam 3 dosis)
Stapyhylococcus
aureus, rentan
methicillin
Pilihan pertama : cefazolin
(150 mg/kg/hari setiap 6-8
jam)
Pilihan kedua : clindamycin
(40mg/kg/hari 6-8 jam)
atau >vancomycin (40-60
mg/kg/hari setiap 6-8 jam)
Pilihan pertama : cefazolin
oral (75-100 mg/kg/hari
dalam 3 atau 4 dosis)
Pilihan kedua : clindamycin
oral (30-40 mg/kg/hari dalam
3 atau 4 dosis)
Stapyhylococcus
aureus. Resisten
methicillin, rentan
terhadap clindamycin
Pilihan pertama :
vancomycin (40-60
mg/kg/hari setiap 6-8 jam
atau ...
Pilihan kedua : linezolid
(30 mg/kg/hari setiap 8 jam
untuk anak <12 tahun dan
20 mg/kg/hari setiap 12 jam
untuk anak ≥12 tahun
Pilihan pertama : clindamycin
oral (30-40 mg/kg/hari dalam
3 atau 4 dosis)
Pilihan kedua : linezolid oral
(30mg/kg/hari dalam 3 dosis
untuk anak <12 tahun dan 20
mg/kg/hari dalam 2 dosis
untuk anak ≥12 tahun
Stapyhylococcus
aureus, resisten
clindamycin
Pilihan pertama :
vancomycin (40-60
mg/kg/hari 6-8 jam atau ...
Pilihan kedua : linezolid
(30mg/kg/hari setiap 8 jam
untuk anak <12 tahun dan
20 mg/kg/hari setiap 12 jam
untuk anak ≥12 tahun
Pilihan pertama : linezolid
oral (30mg/kg/hari dalam 3
dosis untuk anak <12 tahun
dan 20 mg/kg/hari dalam 2
dosis untuk anak ≥12 tahun;
Pilihan kedua :
....
Haemophilus influenza.
Typeable (A-F) atau
bukan typeable
Pilihan pertama : ampicillin
intravena (150-200
mg/kg/hari setiap 6 jam)
jika ᵦ-laktam negatif,
ceftriaxone (50-100
Pilihan pertama : amoxicillin
(75-100 mg/kg/hari dalam 3
dosis) jika ᵦ-laktam negatif
atau amooxicillin clavulanate
(komponen amoxicillin, 45
mg/kg/hari setiap 12-24
jam) jika ᵦ-laktam positif,
atau cefotaxime (150
mg/kg/hari setiap 8 jam);
Pilihan kedua :
ciprofloxacin intravena (30
mg/kg/hari setiap 12 jam)
atau levofloxacin intravena
(16-20 mg/kg/hari setiap 12
jam untuk anak 6 bulan
sampai 5 tahun dan 8-10
mg/kg/hari 1 kali sehari
untuk anak 5 sampai 16
tahun, dosis maksimum,
750 mg)
mg/kg/hari dalam 3 dosis atau
90 mg/kgkhari dalam 2 dosis)
jika ᵦ-laktam positif;
Pilihan kedua :
Cefdinir, cefixime,
cefodoxime, atau ceftibuten.
Mycoplasma
pneumoniae
Pilihan pertama :
azithromycin (10 mg/kg
pada hari pertama dan
kedua terapi dan
dilanjutkan terapi oral;
Pilihan kedua :
erythromycin lactobinate
intravena (20mg/kg/hari
setiap 6 jam) atau
levofloxacin (16-20
mg/kg/hari setiap 12 jam;
dosis maksimum sehari 750
mg)
Pilihan pertama :
azithromycin (10 mg/kg
dalam 1 hari, dan 5
mg/kg/hari 1 kali sehari
selama 2-5 hari)
Pilihan kedua :
clarithromycin (15
mg/kg/hari dalam 2 dosis)
atau erythromycin oral (40
mg/kg/hari dalam 4 dosis).
Untuk anak >7 tahun,
doxcycycline (2-4 mg/kg/hari
dalam 2 dosis.....
Chlamydia trachomatis
atau Chlydophilia
Pilihan pertama :
azithromycin intravena (10
Pilihan pertama :
azitrhromycin (10 mg/kg
pneumoniae mg/kg pada hari pertama
dan kedua terapi, bisa
diberikan oral.
Pilihan kedua :
Erythromycin lactobinate
intravena (20 mg/kg/hari
setiap 6 jam) atau
levofloxacin (16-20
mg/kg/hari dalam 2 dosis
untuk anak 6 bulan sampai
5 tahun dan 8-10
mg/kg/hari 1 kali sehari
untuk anak 5 sampai 16
tahun, maksimum dosis
sehari 750 mg)
pada hari pertama dilanjutkan
5 mg/kg/hari pada hari ke 2-
5)
Pilihan kedua :
Clarithromycin (15mg/kg/hari
dalam 2 dosis) atau
erithromycin oral (40
mg/kg/hari dalam 4 dosis).
Untuk anak >7 tahun
doxycycline (2-4 mg/kg/hari
dalam 2 dosis) ...
I. PENCEGAHAN
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan
pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak,
pertusis, dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan
dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia.
Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae dapat juga dicegah
dengan pemberian imunisasi Hib.
Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah
dilisensikan pengguaanya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype
Streptococcus pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive
pneumococcal disease.9
Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen secara rutin di United States
ternyata mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus
pneumoniae sebesar 84% dan sebesar 67% untuk bakterima secara keseluruhan
pada populasi anak 3 bulan – 3 tahun.9
The America Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi
influenzae untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan
pada usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae
termasuk diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan
vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi
memungkinkan.20
Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap
rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya
dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,
isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,
pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita
ISPA.
Daftar Pustaka
1. Unicef/WHO. Pneumonia: the forgotten killer of children. Geneva: The
United Nations Children’s Fund/World Health Organization; 2006.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan riset kesehatan dasar
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
4. Pechere JC. Pneumonia no single definition. Dalam : Community aquired
pneumonia in children, International Forum Series. Edisi pertama. Cambridge
Medical Publications, Wellingborough 1995.h.1-6
5. Unicef/WHO.Pneumonia: World Pneumonia Day 2014 Penumonia Fact
Sheet. ‘Country stimates of child mortality, causes of under five deaths, and
coverage indicators’ in Committing to Child Survival: A Promise Renewed,
Progress Report, UNICEF, 2014.
6. Said Mardjanis.Buku Ajar Respirologi Anak “ Pneumonia”. Ikatan Dokter
Anak Indonesia Cetakan Keempat. Jakarta, 2013.Hal:350-365.
7. Prober CG. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
eds. Nelson textbook of pediatrics edisi ke-15. Saunders, Philadelphia 1996.h.
716-21
8. Arguedas AG, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam:
Chernick V, Kendig EL penyunting. Kendig’s Disorders of the respiratory tract
in children. Edisi kelima. Saunders, Philadelphia 1990.h.371-94.
9. Al-Eidan FA, McElnay JC, Scott MG, Kearney MP,Corrigan J, Mc
Connell JB. Use of a treatment protocol in the management of community
acquiered lower respiratory tract infection. J Antimicrob Chemother
2000;45:387-94
10. Sazawal S, Black RE, Jalla S , Mazumdar S, Sinha A,Bhan MK. Zinc
supplementation reduces the incidenceof acute lower respiratory infections in
infants and preschool children: a double blind, controlled trial.Pediatrics 1998;
102:1-5
11. Fauci, Anthony S, dkk. Harrison’s Principles of Internal Medicine :
Pneumonia, 16th Ed. New York : Mc Graw-Hill. 1528-43
12. Gotz M, Ponhold W. Pneumonia in children. Dalam:Torres A, Woodhead
M, penyunting. Pneumonia, European Respiratory Monograph, 1997.h. 226-62.
13. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:
controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20
14. Castro AV, Carvalho CMN, Oliveira FN, Neto CA, Andrade SC, Loureiro
LS dkk. Additional Markers to Refine the World Health Organization
Algorithm for Diagnosis of Pneumonia. Indian Pediatr 2005;42: 773-81
15. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia, Emerg Med
Clin N Am 2003; 21: 437-51
16. Klein JO. Bacterial Pneumonias. Dalam: Feigin penyunting. Feigin
Textbook of Pediatric Infectious Disease. Edisi ke-4. Philadelphia: WB
Saunders, 1998:274-84
17. Klein JO. Antibacterial Therapy. Dalam Chernick V, Boat F, penyunting.
Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6.
Philadelphia: WB Saunders, 1998:431-46
18. Correa AG, Strake JR. Bacterial pneumonias. Dalam: Chernick V, Boat F,
penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children, Edisi ke-
6. Philadelphia: WB saunders, 1998: 485-503
19. Lakhanpaul M, Atikitson M, Stephenson T. Community Acquired
Pneumonia in Children: a Clinical Update. Arch Dis Child Ed Pract 2004;89:
29-34
20. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in
Infants and Children. Am Fam Physician 2004;70: 899-908
21. Stokes DC. Respiratory Infection in Immunocompromized Host. Dalam:
Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St.
Louis: Mosby Inc, 1999 : 664-81
22. Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and
Older Children. Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric
Respiratory Medicine. St Louis: Mosby Inc, 1999: 595-664.
23. Greenberg D, Leibovitz E. Community Acquired Pneumonia in Children:
from Diagnosis to treatment. Chang Gung Med J 2005;28: 746-52
24. British Thoracic Society. British Thoracic Society Guidelines for the
Management of Community Acquired Pneumonia in Childhood. Thorax 2002;
57 (suppl 1) 1-24
25. Robinson MJ, Acute Respiratory Infection in Childhood. Dalam: Robinson
MJ, Lee EL penyunting. Pediatric Problems in Tropical Countries. Edisi ke-2.
Singapore: PG Publishing, 1991; 218-26
26. Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002:3(3):
200-14
27. http://cid.oxfordjournals.org/content/early/2011/08/30/cid.cir531.full.pdf :
The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children
Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines bythe Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America