Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

55
REFERAT Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Pada Anak Disusun oleh : Nama : Dwi Puspa Nazer Savitri Nim : 1161050109 Pembimbing : dr. Franky Sientoro Sp.A Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Periode : 18 Mei – 18 Juli 2015

description

please enjoy

Transcript of Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Page 1: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

REFERAT

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Pneumonia Pada Anak

Disusun oleh :

Nama : Dwi Puspa Nazer Savitri

Nim : 1161050109

Pembimbing : dr. Franky Sientoro Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Periode : 18 Mei – 18 Juli 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN

INDONESIA

TARAKAN 2015

Page 2: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul : Diagnosis dan

Penatalaksanaan Pneumonia Pada Anak

Penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir

Kepaniteran Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran di Universitas Kristen Indonesia.

Dalam penulisan referat ini tentunya penulis menerima banyak bimbingan, bantuan dan

dukungan baik moril maupun materi sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

Page 3: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

DAFTAR ISI

Page 4: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveoulus dan

jaringan interstisiil. Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di

berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan

merupakan penyebab kematian utama pada balita di dunia.1 Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita di Indonesia

mencapai 15,5%. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak

diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan

tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab

kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

melaporkan bahwa kejadian pneumonia mengalami peningkatan pada tahun

2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7% pada tahun 2013.2 Berdasarkan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan

pneumonia sebagai penyebab kejadiandan kematian tertinggi pada balita dan

dalam Program Pemberantasan ISPA Depkes (WHO) fokus utamanya adalah

deteksi dan penanganan dini pneumonia.3

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara

lain yaitu defek anatomi bawaan, defisit imunogi, status gizi, polusi, GER,

aspirasi dan lain-lain.

Terapi pada pneumonia pada sebagian besar kasus masih belum ideal

karena penggunaan antibiotik masih berdasarkan pengalaman empiris, hal ini

disebabkan oleh karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri,

secara epidemiologis bakteri sebagai penyebab infeksi pada saluran napas

bawah cukup besar dan juga kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat

disingkirkan. 3

Page 5: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru walaupun

banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan

inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal yang

universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga didefinisikan

berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu

definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang

ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran

infiltrat pada foto rontgen toraks.4 Dikenal istilah lain yang mirip yaitu

pneumonitis yang maksudnya lebih kurang sama. Banyak yang menganut

pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses infeksi

sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun

tidak sepenuhnya ditaati oleh para ahli. 4

B. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia penyebab 15% dari semua kematian pada anak dibawah usia 5

tahun di dunia, 2% nya adalah bayi baru lahir. Diperkirakan jumlah kematian

pneumonia untuk anak dibawah usia 5 tahun pada tahun 2013 : India (174.000),

Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000), Ethiopia (35.000), China

(33.000), Angola (26.000), Indonesia (22.000), Afghanistan (20.000), Kenya

(18.000), Bangladesh (17.000), Uganda (16.000), Niger (15.000), Tanzania

(14.000). 5

Pneumonia tetap penyebab infeksi utama kematian di kalangan anak-anak

balita, menewaskan hampir 2.600 anak per hari. Account Pneumonia untuk 15

persen dari semua kematian balita dan menewaskan sekitar 940.000 anak pada

2013. Sebagian besar korban berusia kurang dari 2 tahun. 1

Page 6: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa

kematian balita di Indonesia mencapai 15,5%. Diperkirakan ada 1,8 juta atau

20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat

AIDS, malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan

urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia mengalami

peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1 % menjadi 2,7% pada tahun 2013.2

KLASIFIKASI PNEUMONIA

1. Berdasarkan lokasi penyebarannya :

a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia )

Pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit dengan agen

penyebab yang paling sering adalah S.pneumoniae, M.pneumoniae, dan

H.influenza. Gejala infeksi paru akut : demam, batuk dengan atau tanpa

sputum, bunyi napas bronkial, ronkhi pada auskultasi, infiltrat pada foto thorax,

terjadi di luar rumah sakit atau kurang dari 48 jam setelah dirawat di rumah

sakit.6

b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia / nosocomial

pneumonia )

Pneumonia yang terjadi > 48 jam setelah dirawat di rumah sakit, baik di

ruang rawat umum maupun ruang ICU tetapi tidak sedang menggunakan

ventilator, setidaknya dua dari berikut : demam, batuk, leukositosis, sputum

purulent, infiltrat yang baru atau progresif pada foto thorax. Agen penyebab

pada umumnya adalah bakteri gram negatif seperti E.coli, Klebsiella

pneumoniae, P.aeruginosa dan S.aureus. 6

Page 7: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

2. Berdasarkan gambaran radiologis, sesuai lokasi anatomisnya :

a. Pneumonia lobaris / air space pneumonia

b. Pneumonia alveolar

c. Pneumonia interstisial. 6

C. ETIOLOGI

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikro-organisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,

dan lain-lain).7

Pada pneumonia pertanyaan penting adalah apa penyebabnya,virus atau

bakteri? Penyebab tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh

infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola

kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur

pasien.8 Secara umum bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia

adalah Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, Staphylococcus

aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.8

Tabel 1.Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara

maju6

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Streptococcus group D

Streptococcus group BHaemophillus

influenzae

Listeria monocytogenes Streptococccus

pneumoniae

Page 8: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Ureaplasma

urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan

Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus

pneumoniae

Haemophillus influezae

tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza

1,2,3Virus

Respiratory Syntial

virusVirus Sitomegalo

4 bulan- 5 tahun

Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influezae

tipe B

Mycoplasma

pneumoniaeMoraxella catharalis

Streptococcus

pneumoniaeNisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Page 9: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial

virus

5 tahun - remaja

Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influezae

Mycoplasma

pneumoniaeLegionella sp

Streptococcus

pneumoniaeStaphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial

Virus

Virus Varisela-Zoster

Sumber : Opstapchuk M, Roberts DM, Haddy R. Community-acquired

pneumonia in infants and children. Am Fam Physican.2004;70;899-908.

Page 10: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

D. FAKTOR RESIKO

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,

kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc

(Zn), dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk

IRBA.9 Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya penurunan imunitas seluler,

defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai faktor risiko pneumonia.10

Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian vitamin A pada anak

dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. Kejadian IRBA

meningkat pada anak dengan riwayat merokok atau perokok pasif.

E. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat

tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak

pembukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai

permukaan : 11

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerososl

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara

Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,

mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 m

melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung ,

orofaring ) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi

inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian

besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil secret orofaring terjadi pada

Page 11: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

orang normal waktu tidur ( 50 % ) juga pada keadana penurunan kesadaran,

peminum akohol dan pemakai obat ( drug abuse ).11

Basil yang masuk bersama secret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel – sel

PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuknya antibody.11

Pneumococcus masuk kedalam paru melalui jalan pernapasan dengan cara

droplet. Proses radang dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :11

1. Stadium kongesti ( 4 – 12 jam pertama )

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang

berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bekteri dalam

jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.11

2. Stadium hepatisasi merah ( 48 jam berikutnya )

Paru – paru tampak merah dan bergranula karena sel – sel darah merah,

fibrin dan leukosit palimorfonuklear mengisi alveoli lobus dan lobules yang

terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan

pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit,

neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini

berlangsung sangat cepat.11

3. Stadium hepatisasi kelabu ( 3 s/d 8 hari )

Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.

Permukaan pleura menjadi suram karena diliputi fibrin. Alveolus terisi fibrin

dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi

kongestif.11

Page 12: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

4. Stadium resolusi ( 7 s/d 11 hari )

Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit

mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.

Red hepatisation adaalh daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan.

Gray hepatisation ialah konsolidasi yang luas.11

Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai mengigil,

demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Ronki

basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh

karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan

pleura. Hamper selalu terdapat hipoksemia dalam tingkatan tertentu, akibat

pirau darah melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsolidasi.

Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan

pneumonia dapat dilakukan radiogram dada, hitung leukosit, dan pemeriksaan

sputum terdiri dari pemeriksaan dengan mata telanjang dan mikroskopik serta

biakan.11

Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2 – 3 minggu. Bila

lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non

bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit. Akrena itu perlu

penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia. Pada umumnya

pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebih

buruk dan kemungkinan rekurensi yang lebih besar.11

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman

penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.

Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga

gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda

pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik), gejala

pulmonal, pleural, atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam,

menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami

gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 8

Page 13: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Main symptoms of infectious pneumonia in kids. Sumber :

http://internationalbudget.org

Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung.

Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping

hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu napas interkostal dan

abdominal mungkin digunakan.Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi

pada neonatus bisa tanpa batuk.8

Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui

beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan

memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan

dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan

untuk menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan

adanya batuk, frekuensi napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkan

sebagai pneumonia (dilapangan), dan harus memerlukan perawatan dengan

pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai nilai

diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar;suara redup pada

perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.8

Page 14: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi

basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar

pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya

suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi.8

Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan

pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia

bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis,

dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.12 Namun keadaan seperti ini

kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus

G. DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu

dengan pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali

kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun

kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50%

kasus.13 Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama berdasarkan

manifestasi klinis, dibantu pemeriksaan penunjang lain. Tanpa pemeriksaan

mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman

penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering

mengenai bayi dan balita dibanding anak yang lebih besar. Pneumonia

bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam tinggi

disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan cepat.

Pneumonia viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat,

demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi

virus biasanya melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok,

usus). Semakin banyak organ tersebut terlibat makin besar kemungkinan virus

sebagai penyebabnya. Pneumonia bakterial bersifat khas yaitu hanya organ

paru yang terkena.12 Tabel 2 dapat membantu dalam membedakan kuman

penyebab pneumonia.

Page 15: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Tabel 2. Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

UmurBerapapun,

bayiBerapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah TidakYa,

bersamaanYa, berselang

Batuk ProduktifNon

produktifKering

Gejala

penyertaToksik

Mialgia,

ruam, organ

bermukosa

Nyeri kepala,

otot,

tenggorok

Fisis

Keadaan

umum

Klinis >

temuan

Klinis ≥

temuan

Klinis ≤

temuan

DemamUmumnya >

39C

Umumnya

<39C

Umumnya

<39C

Auskultasi

Ronkhi

kadang-

kadang tidak

terdengar

suara napas

melemah

Ronkhi

bilateral,

difus, mengi

Ronkhi

unilateral,

mengi

Page 16: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

a. Pemeriksaan Penunjang

Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi,

pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis berkisar antara 15.000-

40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)

menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir

selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan

bakterimi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi

Chlamydia pneumonia kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura

merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3,

protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah.

Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat

membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.6

Reactive Protein (CRP)

C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh

hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri,

atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.kadar CRP biasanya lebih rendah

pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri

profunda. Secara umum CRP belum terbukti secara konklusif dapat

membedakan antara infeksi virus dan bakteri.6

Uji Serologis

Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri

tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi,

diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan

titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B.

Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.

Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis

infeksi bakteri tipik. Akan tetapi untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti

Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, sitomegalo,

Page 17: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan

antibodi IGM, IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.6

Pemeriksaan Mikrobiologis

Bahan biakan : sputum, darah, aspirasi nasotracheal/ transtracheal, aspirasi

jarum transthorakal, torakosintesis, biopsi.

Streptococcus aureus (kanan). Streptococcus dalam kultur agar darah

(kiri). Sumber : http://bioultra.com/microbial-diseases/streptococcus-

pneumoniae-signs-symptoms-cure

Tabel 3. Morfologi dan Bentuk Streptococcus pneumoniae

BentukKokus seperti lanset, biasanya berpasangan,

berselubung

Gram Positif

Spora -

Flagel -

Gerak -

Aerob/ anaerob Aerob

Meragi Inulin

Biakan Agar darah setelah 48 jam akan

membentuk koloni bulat kecil dan dikelilingi

Page 18: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

zona kehijau-hijauan identik dengan zona

yang dibentuk S.viridans

Dihambat oleh Optokhin

Sumber : Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi Halaman 123

Tabel 4. PNEUMONIA BAKTERIAL

PATOGEN GAMBARAN

RADIOLOGI

KETERANGAN

Streptococcus

pneumonia

(pneumococcus)

Konsolidasi homogeny

dengan air – bronkogram.

Biasanya hanya mengenai

satu lobus. Jarang terlihat

kavitas dan reaksi pleura.

Sering pada alkoholik,

pasien

imunokompromaise

dan tak jarang pada

orang sehat pun kena

Staphylococcus

aureus

Konsolidasi tidak merata.

Tanpa ai – bronkogram,

60% bilateral. Sering

disertai pneumotoceles dan

abses yang mungkin

mengandung air – fluid

level. Efusi pleura di

temukan di 50% dewasa,

tapi sering muncul pada

anak.

Sering pada pasien RS

dan

imunokompromaise

Pseudomonas

aeruginosa

Infiltrate tidak merata

bilateral dengan predileksi

lobus bawah, yang berubah

dengan cepat menjadi

konsolidasi homogeny yang

luas dengan air –

Hampir selalu pada

imunokompromaise,

pasien di RS,

organism ini hamper

resisten terhadap

Page 19: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

bronkogram. Sedikit efusi

pleura namun tidak

mencolok di gambaran

radiologinya.

seluruh antibiotic

Haemophilus

influenza

Infiltrate yang tidak terlalu

jelas dan tidak merata yang

didominasi pada lobus

bawah, unilateral / bilateral.

Efusi pleura sering muncul,

terutama pada anak – anak.

Sering pada orang

sehat

Klebsiella Konsolidasi yang besar dan

jelas, disertai dengan air –

bronkogram, hamper sama

dengan pneumokokus,

perbedannya , predileksi

lobus atas, kecenderungan

untuk meluas ke satu lobus.

Terbentuknya abses dan

efusi pleura sering terjadi.

Sering pada pasien

alkoholik dan orang –

orang tua dengan

penyakit paru kronik

Legionella Perselubungan yang

membentuk lingkaran yang

jelek atau infiltrate yang

menyebar ke sentral atau

perifer biasanya di dahului

dengan satu lobus dan

menyebar ke bagian paru

yang lain di 2/3 kasus. Efusi

pleura dapat terjadi.

Kavitasi dan pembesaran

hilus tidak ada.

Bersifat sporadic

Page 20: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Bakteroides dan

bakteri anaerob

lainnya

Infiltrate homogeny di

segmen posterior dengan

bases pada pembentukan

awalnya. Umumnya

ditemukan efusi pleura.

Umumnya bakteri

flora mulut

merupakan bakteri

anaerob. Sering

ditemukan di

pneumonia aspirasi

pada pasien alkoholik

dan kebersihan mulut

yang kurang terjaga.

Gram (-) aerobic

lainya

Tidak berkarakteristik.

Sering ditemukan infiltrate

homogeny di lobus bawah.

Kavitas ditemukan pada

hamper semua jenis bakteri

ini, dan efusi pleura dapat

terjadi.

Organism : e.coli,

salmonella,

enterobacter,

serrateria, bacillus

proteus.

Table 5. PNEUMONIA FUNGAL

PATOGEN GAMBARAN RADIOLOGI KETERANGAN

Histoplasmosis Primer : konsolidasi

inhomogen di lobus basal

dengan limfe hilus melebar,

jarang diikuti efusi pleura.

Post primer : konsolidasi

yang jelas di satu area dan

muncul di tempat lainnya,

biasanya di lobus atas.

Kavitas dapat muncul, tapi

jarang ada pembesaran

Gambaran

radiologisnya hamper

menyerupai

tuberculosis

Page 21: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

kelenjar limfe

Blastomycosis Non spesifik homogeny atau

konsolidasi yang tidak

merata. Jarang diikuti dengan

pembesaran kelenjar limfe,

efusi pleura dan kavitas

Crytococcosis Konsolidasi segmental atau

lobat yang sering terjadi di

lobus bagian bawah.

Pembesaran limfe dan

kavitas jarang terjadi.

Aspergilosis Single atau multiple

konsolidasi. Abses mungkin

tampak

Coccidioycosis Konsolidasi homogeny yang

tidak merata sering pada

bagian lobus bawah diikuti

dengan pembesaran limfe

hilus atau mediastinal dengan

efusi pleura. Kavitas

ditemukan di lobus atas,

berbeda dengan tuberculosis,

pada pneumonia jenis ini

segmen anterior ikut terkena.

Table 6. PNEUMONIA PARASITIK

Page 22: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

PATOGEN GAMBARAN RADIOLOGI KETERANGAN

Pneumocystis

carinii

Infiltrate interstisial dan

alveolar yang menyebar,

sering menyebabkan edema

paru stadium lanjut.

Sering pda penderita

dengan

imunokompromais,

AIDS

Ascariasis Konsolidasi tidak merata,

biasanya bilateral.

Eosinophilic

pneumonia karena

alergi terhadap larva

yang masuk ke dalam

paru.

H. TATALAKSANA

Dalam hal tatalaksana pneumonia, maka yang perlu di perhatiakan adalah14 :

1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak.

2. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, apakah menggunakan

antibiotika spektrum sempit atau luas.

3. Pemakaian antibiotika apakah secara oral atau parenteral.

4. Kapan pasien di indikasikan rawat inap.

1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak

Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun

karena berbagai kendala diagnositik etiologi, untuk semua pasien pneumonia

diberikan antibiotik secara empiris. Walaupun pneumonia viral dapat di

tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena

kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis

Page 23: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan

infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

2. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, apakah menggunakan

antibiotika spektrum sempit atau luas

Golongan betalaktam (penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam)

merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya

digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti

streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza dan Staphylocuccus aureus.

Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan,

terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang

ringan sedang, dipilih golongan penisilin. 15,16,17. Streptokokus dan

pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh

ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup

oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai

sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi.

Pada pasien pneumonia yang community acquired, umumnya ampisilin dan

kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan

sefalosporin.(Robinson MJ)18,19

Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi

neonatus pada umumnya. Antibiotik yang diberikan harus dapat mencakup

kuman kokus gram positif terutama Streptococcus group B dan batang gram

negatif. Penisilin dan derivatnya merupakan pilihan utama untuk gram positif

sedangakan untuk kuman gram negatif terutama Eschericia coli dan Proteus

mirabilis digunakan golongan aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan

gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat

mencakup kuman Staphylococcus aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir,

dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat

khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat

digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif.17,18,19

Page 24: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang di duga

disebabkan oleh klamidia dan mikoplasma, telah banyak dilaporkan.

Pemberian azitromisin dan klaritomisin sama efektifnya dengan pemberian

amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup

baik serta efek sampingnya minimal bila dibandingkan dengan amoksisilin

asam klavulanik. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari

efektifitasnya setara dengan pemberian amoksisilin asam klavunalik selama 10

hari. Penggunaan klaritomisin secara multisenter pada pneumonia

mendapatkan hal yang cukup baik dalam hal efektifitas dan efek samping. Efek

samping gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri abdomen

didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan

antibiotik lain.17

Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan

klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan

sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung pada kemajuan klinis

penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika

kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu

secara parenteral, jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus

pneumoniae pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari. Secara

umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan 10-14 hari.20

Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,

gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka

panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera

dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik :

sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian : 21

Kotrimoksazol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus

Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia

karena jamur

Page 25: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Pemberian Imunoglobulin

3. Pemakaian antibiotika apakah secara oral atau parenteral

WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia (adanya nafas cepat tanpa

penarikan dinding dada/chest indrawing) sebaiknya dirawat secarfa poliklinis

dengan menggunakan antibiotik oral. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah

amoksisilin, ampisilin, trimetropin/sulfametoksazol atau penisilin prokain

selama 5 hari. Tetapi ketika di diagnosis dengan pneumonia berat (didapatkan

chest indrawing) maka pasien dirawat inapkan dan diberikan antibiotika secara

parenteral seperti benzylpenisilin atau ampisilin. Kloramfenikol juga dapat

diberikan, dimana pada beberapa daerah tertentu dapat diberikan secara

intramuskular. Pada bayi berumur kurang dari 2 bulan, WHO

merekomendasikan pemberian penisilin dan gentamisin. Dengan penerapan

kriteria WHO ini, terjadi penurunan angka kematian karena infeksi saluran

nafas di negara-negara berkembang.22,23

British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara

parenteral diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat atau anak yang

tidak bisa menerima antibiotika oral.24

4. Kapan pasien diindikasikan rawat inap

Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila

terdapat : 15,20

Penderita tampak toksis

Umur kurang dari 6 bulan

Distres pernafasan berat

Hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari 93-94% pada kondisi ruangan)

Dehidrasi dan muntah

Page 26: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Terdapat efusi pleura atau abses paru

Kondisi imunokompromais

Ketidakmampuan orangtua untuk merawat

Didapatkan penyakit penyerta lain, misalnya penyakit jantung bawaan

Pasien membutuhkan pemberian antibiotika secara parenteral

Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia.25

1. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya

berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila

terdapat tanda gagal nafas.

2. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat. Cairan rumatan yang diberikan

mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan,

kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat

dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera

diberikam. Pemberian asupan oral deberikan bertahap melalui NGT (selang

nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi

cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema

otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).

3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

untuk memperbaiki transpor mukosiliar.

4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya

hipoglikemia, asidosis metabolik.

5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya

serta komplikasi bila ada.

Penanganan terhadap komplikasi

1. Efusi pleura 26

Page 27: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus.

Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka

pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu

dilakukan pungsi cairan pleura (pleura tap) untuk diagnostik (pemeriksaan

makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika

selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur.

Indikasi pemasangan pleural drain :

Perjalanan klinis berlangsung progresif

Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik

Distres nafas berat

Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift)

Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura

2. Abses paru 26

Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga

terdapat kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian

antibiotika parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan

pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai minimal 4 minggu.

3. Empiema/piopneumotoraks

Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aures, Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenzae dan Streptococcus group A. Selain itu terdapat juga

kemungkinan infeksi kuman anaerob. Selain pemberian antibiotika yang

optimal sesuai dugaan kuman penyebab, diindikasikan juga pemasangan

pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan

komplikasi, mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu

perawatan.

4. Sepsis

Page 28: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh

Staphyllococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan

antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainnya.

5. Gagal nafas

Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan

ventilasi mekanik.

Table 7. Pemilihan Terapi Antimikroba untuk Patogen Tertentu27

Phatogen Terapi Parenteral Terapi Oral

Streptococcus

pneumoniae Dengan

dosis minimum untuk

penicilin ≤2,0µg/mL

Pilihan Pertama :

ampicillin(150-200mg/kg/h

ari setiap 6jam) atau

penicillin 200.000-250.000

U/kg/hari setiap 4-6 jam);

Pilihan kedua :

(50-100 mg/kg/hari setiap

12-24 jam) atau cefotaxime

(150 mg/lg/hari setiap 8

jam), lebih efektif :

clindamycin(40 mg/kg/hari

setiap 6-8 jam) atau

vancomycin(40-60

mg/kg/hari setiap 6-8 jam)

Pilihan pertama : amoxicillin

(90 mg/kg/hari dalam 3 dosis)

Pilihan kedua :

Generasi kedua atau ketiga

sephalosporin (cefpodoxime,

cefuroxime, cefprozil),

levofloxacin oral, jika rentan

(16-20 mg/kg/hari dalam 2

dosis untuk anak-anak 6

bulan sampai 5 tahun dan 8-

10 mg/kg/hari 1 kali sehari

untuk anak-anak 5 sampai 16

tahun, dosis maksimum 1 kali

sehari, 750 mg) atau oral

linezolid (30 mg/kg/hari

dalam 3 dosis untuk anak-

anak <12 tahun dan 20

mg/kg/hari dalam 2 dosis

untuk anak-anak ≥12 tahun)

Page 29: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Streptococcus

pneumoniae resisten

terhadap penicillin,

dengan dosis minimum

≥4,0 µg/Ml

Pilihan pertama :

ceftriaxone (100 mg/kg/hari

12-24 jam)

Pilihan kedua :

(300-400mg/kg/hari 12 jam

untuk anak kecil 6 bulan

sampai 5 tahun dan 8-10

mg/kg/hari 1 kali sehari

untuk anak 5-16 tahun,

dosis maksimum sehari 750

mg, atau linezolid (30

mg/kg/hari setiap 8 jam

untuk anak <12 tahun dan

20 mg/kg/hari setiap 12 jam

untuk anak ≥12 tahun; akan

lebih efektif : clindamycin

(40 mg/kg/hari setiap 6-8

jam) atau vancomycin (40-

60 mg/kg/hari setiap 6-8

jam)

Pilihan pertama : levofloxacin

oral (16-20 mg/kg/hari dalam

2 dosis untuk anak 6 bulan

sampai 5 tahun dan 8-10

mg/kg/hari 1 kali sehari untuk

anak 5-16 tahun. Dosis

maksimum sehari, 750 mg),

jika rentan, atau linezolid oral

(30 mg/kg/hari dalam 3 dosis

untuk anak <12 tahun dan 20

mg/kg/hari dalam 2 dosis

untuk anak ≥12 tahun)

Pilihan kedua : clindamycin

oral (30-40 mg/kg/hari dalam

3 dosis)

Streptococcus group A Pilihan pertama : penicillin

intravena (100.000-250.000

U/kg/hari setiap 6 jam)

Pilihan kedua : ceftriaxone

(50-100 mg/kg/hari setiap

12-24 jam) atau cefotaxime

(150 mg/kg/hari 8 jam);

lebih efektif : clindamycin ,

jika rentan (40 mg/kg/hari

setiap 6-8 jam)

Pilihan pertama : amoxicillin

(50-75 mg/kg/hari dalam 2

dosis), atau penicillin V (50-

75 mg/kg/hari dalam 3 atau 4

dosis)

Pilihan kedua :

Clindamycin (40 mg/kg/hari

dalam 3 dosis)

Page 30: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Stapyhylococcus

aureus, rentan

methicillin

Pilihan pertama : cefazolin

(150 mg/kg/hari setiap 6-8

jam)

Pilihan kedua : clindamycin

(40mg/kg/hari 6-8 jam)

atau >vancomycin (40-60

mg/kg/hari setiap 6-8 jam)

Pilihan pertama : cefazolin

oral (75-100 mg/kg/hari

dalam 3 atau 4 dosis)

Pilihan kedua : clindamycin

oral (30-40 mg/kg/hari dalam

3 atau 4 dosis)

Stapyhylococcus

aureus. Resisten

methicillin, rentan

terhadap clindamycin

Pilihan pertama :

vancomycin (40-60

mg/kg/hari setiap 6-8 jam

atau ...

Pilihan kedua : linezolid

(30 mg/kg/hari setiap 8 jam

untuk anak <12 tahun dan

20 mg/kg/hari setiap 12 jam

untuk anak ≥12 tahun

Pilihan pertama : clindamycin

oral (30-40 mg/kg/hari dalam

3 atau 4 dosis)

Pilihan kedua : linezolid oral

(30mg/kg/hari dalam 3 dosis

untuk anak <12 tahun dan 20

mg/kg/hari dalam 2 dosis

untuk anak ≥12 tahun

Stapyhylococcus

aureus, resisten

clindamycin

Pilihan pertama :

vancomycin (40-60

mg/kg/hari 6-8 jam atau ...

Pilihan kedua : linezolid

(30mg/kg/hari setiap 8 jam

untuk anak <12 tahun dan

20 mg/kg/hari setiap 12 jam

untuk anak ≥12 tahun

Pilihan pertama : linezolid

oral (30mg/kg/hari dalam 3

dosis untuk anak <12 tahun

dan 20 mg/kg/hari dalam 2

dosis untuk anak ≥12 tahun;

Pilihan kedua :

....

Haemophilus influenza.

Typeable (A-F) atau

bukan typeable

Pilihan pertama : ampicillin

intravena (150-200

mg/kg/hari setiap 6 jam)

jika ᵦ-laktam negatif,

ceftriaxone (50-100

Pilihan pertama : amoxicillin

(75-100 mg/kg/hari dalam 3

dosis) jika ᵦ-laktam negatif

atau amooxicillin clavulanate

(komponen amoxicillin, 45

Page 31: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

mg/kg/hari setiap 12-24

jam) jika ᵦ-laktam positif,

atau cefotaxime (150

mg/kg/hari setiap 8 jam);

Pilihan kedua :

ciprofloxacin intravena (30

mg/kg/hari setiap 12 jam)

atau levofloxacin intravena

(16-20 mg/kg/hari setiap 12

jam untuk anak 6 bulan

sampai 5 tahun dan 8-10

mg/kg/hari 1 kali sehari

untuk anak 5 sampai 16

tahun, dosis maksimum,

750 mg)

mg/kg/hari dalam 3 dosis atau

90 mg/kgkhari dalam 2 dosis)

jika ᵦ-laktam positif;

Pilihan kedua :

Cefdinir, cefixime,

cefodoxime, atau ceftibuten.

Mycoplasma

pneumoniae

Pilihan pertama :

azithromycin (10 mg/kg

pada hari pertama dan

kedua terapi dan

dilanjutkan terapi oral;

Pilihan kedua :

erythromycin lactobinate

intravena (20mg/kg/hari

setiap 6 jam) atau

levofloxacin (16-20

mg/kg/hari setiap 12 jam;

dosis maksimum sehari 750

mg)

Pilihan pertama :

azithromycin (10 mg/kg

dalam 1 hari, dan 5

mg/kg/hari 1 kali sehari

selama 2-5 hari)

Pilihan kedua :

clarithromycin (15

mg/kg/hari dalam 2 dosis)

atau erythromycin oral (40

mg/kg/hari dalam 4 dosis).

Untuk anak >7 tahun,

doxcycycline (2-4 mg/kg/hari

dalam 2 dosis.....

Chlamydia trachomatis

atau Chlydophilia

Pilihan pertama :

azithromycin intravena (10

Pilihan pertama :

azitrhromycin (10 mg/kg

Page 32: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

pneumoniae mg/kg pada hari pertama

dan kedua terapi, bisa

diberikan oral.

Pilihan kedua :

Erythromycin lactobinate

intravena (20 mg/kg/hari

setiap 6 jam) atau

levofloxacin (16-20

mg/kg/hari dalam 2 dosis

untuk anak 6 bulan sampai

5 tahun dan 8-10

mg/kg/hari 1 kali sehari

untuk anak 5 sampai 16

tahun, maksimum dosis

sehari 750 mg)

pada hari pertama dilanjutkan

5 mg/kg/hari pada hari ke 2-

5)

Pilihan kedua :

Clarithromycin (15mg/kg/hari

dalam 2 dosis) atau

erithromycin oral (40

mg/kg/hari dalam 4 dosis).

Untuk anak >7 tahun

doxycycline (2-4 mg/kg/hari

dalam 2 dosis) ...

I. PENCEGAHAN

Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan

pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak,

pertusis, dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan

dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia.

Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae dapat juga dicegah

dengan pemberian imunisasi Hib.

Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah

dilisensikan pengguaanya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan

perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype

Streptococcus pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive

pneumococcal disease.9

Page 33: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen secara rutin di United States

ternyata mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus

pneumoniae sebesar 84% dan sebesar 67% untuk bakterima secara keseluruhan

pada populasi anak 3 bulan – 3 tahun.9

The America Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi

influenzae untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan

pada usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae

termasuk diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan

vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi

memungkinkan.20

Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap

rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya

dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,

isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,

pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita

ISPA.

Daftar Pustaka

Page 34: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

1. Unicef/WHO. Pneumonia: the forgotten killer of children. Geneva: The

United Nations Children’s Fund/World Health Organization; 2006.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan riset kesehatan dasar

2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2007.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

4. Pechere JC. Pneumonia no single definition. Dalam : Community aquired

pneumonia in children, International Forum Series. Edisi pertama. Cambridge

Medical Publications, Wellingborough 1995.h.1-6

5. Unicef/WHO.Pneumonia: World Pneumonia Day 2014 Penumonia Fact

Sheet. ‘Country stimates of child mortality, causes of under five deaths, and

coverage indicators’ in Committing to Child Survival: A Promise Renewed,

Progress Report, UNICEF, 2014.

6. Said Mardjanis.Buku Ajar Respirologi Anak “ Pneumonia”. Ikatan Dokter

Anak Indonesia Cetakan Keempat. Jakarta, 2013.Hal:350-365.

7. Prober CG. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,

eds. Nelson textbook of pediatrics edisi ke-15. Saunders, Philadelphia 1996.h.

716-21

8. Arguedas AG, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam:

Chernick V, Kendig EL penyunting. Kendig’s Disorders of the respiratory tract

in children. Edisi kelima. Saunders, Philadelphia 1990.h.371-94.

9. Al-Eidan FA, McElnay JC, Scott MG, Kearney MP,Corrigan J, Mc

Connell JB. Use of a treatment protocol in the management of community

acquiered lower respiratory tract infection. J Antimicrob Chemother

2000;45:387-94

Page 35: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

10. Sazawal S, Black RE, Jalla S , Mazumdar S, Sinha A,Bhan MK. Zinc

supplementation reduces the incidenceof acute lower respiratory infections in

infants and preschool children: a double blind, controlled trial.Pediatrics 1998;

102:1-5

11. Fauci, Anthony S, dkk. Harrison’s Principles of Internal Medicine :

Pneumonia, 16th Ed. New York : Mc Graw-Hill. 1528-43

12. Gotz M, Ponhold W. Pneumonia in children. Dalam:Torres A, Woodhead

M, penyunting. Pneumonia, European Respiratory Monograph, 1997.h. 226-62.

13. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections:

controversy and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20

14. Castro AV, Carvalho CMN, Oliveira FN, Neto CA, Andrade SC, Loureiro

LS dkk. Additional Markers to Refine the World Health Organization

Algorithm for Diagnosis of Pneumonia. Indian Pediatr 2005;42: 773-81

15. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia, Emerg Med

Clin N Am 2003; 21: 437-51

16. Klein JO. Bacterial Pneumonias. Dalam: Feigin penyunting. Feigin

Textbook of Pediatric Infectious Disease. Edisi ke-4. Philadelphia: WB

Saunders, 1998:274-84

17. Klein JO. Antibacterial Therapy. Dalam Chernick V, Boat F, penyunting.

Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6.

Philadelphia: WB Saunders, 1998:431-46

18. Correa AG, Strake JR. Bacterial pneumonias. Dalam: Chernick V, Boat F,

penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children, Edisi ke-

6. Philadelphia: WB saunders, 1998: 485-503

19. Lakhanpaul M, Atikitson M, Stephenson T. Community Acquired

Pneumonia in Children: a Clinical Update. Arch Dis Child Ed Pract 2004;89:

29-34

Page 36: Tatalaksana Diagnosis Pneumonia Baru

20. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in

Infants and Children. Am Fam Physician 2004;70: 899-908

21. Stokes DC. Respiratory Infection in Immunocompromized Host. Dalam:

Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St.

Louis: Mosby Inc, 1999 : 664-81

22. Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and

Older Children. Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric

Respiratory Medicine. St Louis: Mosby Inc, 1999: 595-664.

23. Greenberg D, Leibovitz E. Community Acquired Pneumonia in Children:

from Diagnosis to treatment. Chang Gung Med J 2005;28: 746-52

24. British Thoracic Society. British Thoracic Society Guidelines for the

Management of Community Acquired Pneumonia in Childhood. Thorax 2002;

57 (suppl 1) 1-24

25. Robinson MJ, Acute Respiratory Infection in Childhood. Dalam: Robinson

MJ, Lee EL penyunting. Pediatric Problems in Tropical Countries. Edisi ke-2.

Singapore: PG Publishing, 1991; 218-26

26. Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002:3(3):

200-14

27. http://cid.oxfordjournals.org/content/early/2011/08/30/cid.cir531.full.pdf :

The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children

Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines bythe Pediatric

Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America