Tata Kota Klmpok.docx
-
Upload
hanna-syabrina -
Category
Documents
-
view
227 -
download
7
description
Transcript of Tata Kota Klmpok.docx
C. Perencanaan Tata Ruang Kota berdasarkan Kearifan Lokal di Kabupaten
Jembrana, Bali
Kearifan Lokal dalam RTRW Kabupaten Jembrana, Bali sebagai Pengaturan
Penataan Ruang
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, maka tiga tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten wajib mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN), Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali, dan menjadi matra ruang dari Peraturan Daerah
Kabupaten Jembrana Nomor 13 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kabupaten Jembrana 2005-2025.
Memperhatikan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 7 Tahun 2002 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan acuan penyusunannya, sehingga perlu diganti; sehingga Kabupaten
Jembrana menetapkan Perda Nomor Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 11 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana Tahun 2012-2032
(Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana Tahun 2012 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 27); Kearifan lokal, dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Jembrana Nomor 11 Tahun 2012 diatur melalui; kebijakan penataan ruang, strategi penataan
ruang dan rencana struktur ruang.
Kebijakan penataan ruang, strategi penataan ruang dan rencana struktur ruang
diupayakan tetap mempertahankan kearifan lokal yang telah hidup dan berkembang di
masyarakat agar pemanfaatan ruang tetap menjamin kebutuhan masyarakat tetapi tidak
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten
Jembrana merupakan arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Jembrana guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten
Jembrana dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.
Perda nomor 11 tahun 2012 sebagai hukum positif, disusun berdasarkan arah
kebijakan serta strategi yang dilandasi oleh kearifan lokal. Konten Pengaturan Kearifan lokal
dalam RTRW Kabupaten Jembrana diatur sebagai berikut; dalam pasal 2 disebutkan ;
RTRWK disusun berasaskan: Tri Hita Karana, Sad Kertih, Keterpaduan, Keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan, Keberlanjutan, Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,
Keterbukaan, Kebersamaan dan kemitraan, Perlindungan kepentingan umum, Kepastian
hukum dan keadilan, dan Akuntabilitas. Tri Hita Karana dan Sad Kertih merupakan kearifan
lokal yang mengajarkan kepada masyarakat dalam pemafaatan ruang wajib memedomani
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan lingkungannya sehingga kesinambungan hidup dapat tercapai.
Selanjutnya dalam pasal 3 sub d ditegaskan bahwa acuan sukerta tata palemahan desa
adat/pakraman, yang selanjutnya menjadi bagian dari awig-awig desa adat/pakraman di
seluruh wilayah Kabupaten Jembrana didasarkan pada kearifan lokal. Terkait dengan
pelaksanaan Tri Hita Karana lebih lanjut diamanatkan sebagai berikut ;Pemantapan wilayah
yang hijau dan lestari sebagai penyangga pelestarian lingkungan Pulau Bali diwujudkan
dengan strategi meliputi: melindungi dan melestarikan kawasan lindung yang telah ditetapkan
secara nasional dan lokal dalam wilayah, mengembangkan partispasi masyarakat dan konsep-
konsep kearifan lokal dan budaya Bali dalam pelestarian lingkungan, mencegah kegiatan
budidaya pada kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan
kegiatan, serta penertiban kegiatan terbangun yang berada pada kawasan lindung,
mengembalikan dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup yang telah menurun baik akibat
aktivitas pembangunan maupun akibat bencana alam, mempertahankan kawasan pertanian
tanaman pangan yang beririgasi (subak) untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan,
ketahanan pangan, pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya.
Konsep Tri hita Karana sebagai pegangan dalam penataan ruang, termasuk dalam
pengembangan pariwisata sebagaimana diatur dalam pasal 11 sebagai berikut :
Pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan pertanian
dan potensi sumber daya pesisir dan kelautan diwujudkan dengan strategi meliputi:
mengembangkan Kawasan Pariwisata Candikusuma dan Kawasan Pariwisata Perancak
didukung daya tarik pantai, ekosistem pertanian dan pesisir yang berwawasan lingkungan,
memantapkan dan mengembangkan sebaran desa-desa wisata dan daya tarik wisata dengan
daya tarik keindahan alam, aktivitas budaya lokal, pertanian, spiritual, industri kecil,
petualangan dan olahraga dan lainnya yang berbasis ekowisata, memantapkan partisipasi
masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan, memantapkan dan meningkatkan kegiatan
perekonomian perdesaan berbasis pertanian, industri kecil, dan pariwisata kerakyatan yang
dilengkapi sarana dan prasarana penunjang, memantapkan integrasi pertanian dengan
pariwisata melalui pengembangan agrowisata dan hasil pertanian sebagai pemasok industri
pariwisata, menguatkan eksistensi desa pakraman, subak dan organisasi kemasyarakatan
lainnya dalam memantapkan kearifan lokal sebagai pondasi pengembangan pariwisata
berbasis ekowisata, melindungi dan melestarikan kawasan lindung, kawasan pesisir dan laut
serta kawasan budidaya pertanian yang berpotensi sebagai daya tarik wisata dan
mengembangkan pola kerjasama yang memberikan perlindungan kepada hak-hak
kepemilikan lahan masyarakat lokal.
Tentang Kearifan lokal berikutnya diatur dalam penetapan kawasan pada pasal 31
sebagai berikut ; Kawasan suci meliputi: kawasan suci gunung, kawasan suci campuhan,
kawasan suci pantai, kawasan suci laut, kawasan suci mata air dan kawasan suci cathus
patha. Kawasan suci gunung sebarannya meliputi seluruh kawasan dengan kemiringan
sekurangkurangnya 450 (empat puluh lima derajat) pada badan gunung menuju ke puncak
gunung meliputi lereng dan puncak Gunung Merbuk, Gunung Bangol, dan Gunung Mesehe.
Kawasan suci campuhan sebarannya meliputi seluruh pertemuan aliran 2 (dua) buah sungai
wilayah kabupaten; Kawasan suci pantai sebarannya meliputi tempat-tempat di pantai yang
dimanfaatkan untuk upacara melasti di seluruh pantai wilayah kabupaten, meliputi: Pantai
Gilimanuk, Pantai Melaya dan Pantai Candikusuma di Kecamatan Melaya, Pantai
Pengambengan di Kecamatan Negara, Pantai Yeh Kuning di Kecamatan Jembrana, Pantai
Delodberawah, Pantai Tembles, Pantai Rambutsiwi dan Pantai Yehsumbul di Kecamatan
Mendoyo, Pantai Pangkung Jukung, Pantai Gumbrih, Pantai Medewi, Pantai Pahyangan dan
Pantai Pengeragoan di Kecamatan Pekutatan.
Kawasan suci laut sebarannya meliputi kawasan perairan laut yang difungsikan untuk
tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu dan umat lainnya di wilayah
kabupaten; Kawasan suci mata air sebarannya meliputi tempat-tempat mata air yang
difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu. Kawasan
suci cathus patha , sebarannya meliputi: Cathus patha agung wilayah kabupaten di pusat
Kawasan Perkotaan Jembrana pada simpang wilayah Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan
Jembrana, Cathus patha alit tersebar di tiap-tiap wilayah desa adat/pakraman yang
difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu. Konsep
kearifan lokal Tri Hita Karana telah mendapat pengakukan dunia secara universal dalam
berbagai pertemuan termasuk dalam APEC di Bali bulan November Tahun 2013.
Kearifan Lokal dalam Aspek Pembinaan Penataan Tata Ruang Kabupaten
Jembrana, Bali
Berdasarkan UUPR, pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah derah, dan
masyarakat. Pembinaan penataan ruang perlu terus dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah. Dalam konteks pembinaan, perlu dilakukan bimbingan teknis dan bantuan teknis
terhadap peran dan kedudukan kearifan lokal dalam menyikapi arus globalisasi serta dalam
menghadapi berbagai persoalan bencana dan kerusakan lingkungan. Beberapa fenomena
perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut dan perubahan siklus hidrologis perlu disikapi
secara bijak melalui proses adaptasi dan mitigasi yang dapat dikembangkan melalui
penggalian kembali nilai-nilai kearifan lokal yang relevan. Contohnya adalah sistem subak di
Kabupaten Jembrana, Bali. Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus untuk
mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali,
Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura
Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran
dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga
adalah seorang petani di Bali.
Subak khususnya di Kabupaten Jembrana menurut Keputusan Bupati Jembrana
Nomor : 341/ PKL/ 2011 tentang Penetapan Jumlah Subak, Subak Abian dan Subak Gede di
Kabupaten Jembrana terdiri dari 84 Subak Sawah, 145 Subak Abian dan 4 Subak Gede yang
terpecah atas 5 Kecamatan. Adapun tujuan adanya program Irigasi Subak ini sebagai
pengaturan apabila ada keterbatasan air, sebagai komunikasi dan koordinasasi serta untuk
struktural. Adapun masing- masing subak itu memiliki keanggotaan (Klain Subak) serta
pembagian tugas masing masing serta AD/ART masing- masing. Subak merupakan
masyarakat hukum adat yang bersifat sosial agraris religius, secara historis tumbuh dan
berkembang sebagai organisasi tata air di tingkat usaha tani.
Subak sebagai satu lembaga adat yang bergerak sebagai organisasi petani sawah dan
tegalan melandasi diri pada adat dan agama. Walaupun pemerintah menetapkan aturan tata
air dengan peraturan pemerintah No. 11 tahun 1982 tentang pengairan yang dilengkapi
dengan PP No. 23 tahun 1982 tentang irigasi dan peraturan daerah No. 2 tahun 1972 tentang
irigasi Bali, Subak tetap berperan di jaringan irigasi secara otonom di atur sendiri oleh subak
yang bersangkutan. Adanya Subak ini sangat mempengaruhi pola hidup yang ada pada
masyarakat yang berdampak pada perilaku masyarakat khusunya bagi masyarakat yang
bekerja sebagai para petani. Sejalan dengan pendapat Nyoman S. (2002: 156) bahwa : “Subak
mempunyai tujuan untuk menjamin pembagian air yang adil dan merata, meningkatkan
produktivitas tanah pesawahan dan mengakat kesejahteraan para anggotanya. Subak
merupakan bagian integral bagi kehidupan masyarakat di Bali yang terkait oleh norma-norma
budaya dan agama Hindu.” Dengan memanfaatkan forum-forum tradisional atau organisasi
kemasyarakatan dalam regulasi penataan ruang seperti sistem subak dinilai sangat efektif
dimanfaatkan oleh semua pihak dalam aspek pembinaan.
Kearifan Lokal dalam Aspek Pelaksanaan Penataan Tata Ruang Kabupaten
Jembrana, Bali
Berdasarkan UUPR, pelaksanaan penataan ruang adalah pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Untuk perencanaan tata ruang yang mencakup rencana struktur ruang
dan pola ruang harus memperhatikan aspek budaya yang ada, seperti dengan adanya kawasan
strategis dan kawasan pusaka/budaya. Setiap perencanaan tata ruang perlu melakukan survey
mengenai kearifan lokal atau budaya yang terkait di dalamnya yang akan menentukan bentuk
dari regulasi penataan ruang. Hal ini juga dilakukan agar masyarakat sebagai bagian dari
budaya ikut terlibat dalam perencanaan tata ruang. Di Kabupaten Jembrana, kawasan
pelestarian alam dan cagar budaya seperti kawasan pantai berhutan bakau di Kecamatan
Melaya, Mendoyo dan Pekutatan. Selain itu terdapat kawasan taman nasional yang
merupakan bagian dari Taman Nasional bali Barat (TNBB), kawasan taman wisata alam dan
kawasan konservasi yang tersebar di pulau-pulau kecil sekitar Pura Dang Kahyangan.
Aspek pelaksanaan juga terkait dengan pemanfaatan ruang, contohnya, terdapat
rencana rinci berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Jembrana yang
didalamnya juga mengatur peraturan zonasi, dan RTBL untuk zona/kawasan yang
diprioritaskan. Dalam RDTR tersebut diatur rencana pemanfaatan ruang dalam skala lebih
terinci dibandingkan dalam RTRW. Hal ini juga terkait dengan kepentingan pengendalian
(perijinan), termasuk rencana pemanfaatan ruang yang lebih menonjolkan pusaka budaya
kota yang dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang di setiap
zonanya.
Pengendalian pemanfaatan ruang yang merupakan aspek lain dari pelaksanaan
penataan ruang mencakup beberapa hal terkait dengan kearifan lokal seperti, pengaturan
fungsi-fungsi bangunan atau lingkungan yang boleh, tidak boleh, atau dibatasi
pengembangannya dalam kawasan sekitar pusaka budaya. Pencapaian kualitas fungsional,
visual, dan lingkungan dari sub-sub kawasan yang diprioritaskan disusun RTBLnya yang
proses penyusunannya harus bersifat inklusif berorientasi kolaborasi berbagai pelaku
pembangunan. Seperti di Kabupaten Jembrana dalam penataan kawasan Gilimanuk menuju
perbaikan image harus mengacu pada Rancangan Tata Ruang Bangunan dan Lingkungan
(RTBL),karena Gilimanuk merupakan salah satu kawasan wisata Nasional. Diantarannya
adanya potensi wisata alam di Teluk Gilimanuk, wisata edukasi Museum Perubakala, wisata
kuliner betutu dan wisata lainnya.
.
Kearifan Lokal dalam Aspek Pengawasan Penataan Tata Ruang Kabupaten
Jembrana, Bali
Kearifan lokal terhadap aspek pengawasan dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai kewenangannya. Ketika peran masyarakat terlibat dalam hal ini, maka tokoh-
tokoh adat juga dapat dilibatkan. Sesuai dengan UUPR, pada pasal 55 disebutkan bahwa
pengawasan terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, yang dilaksanakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran
masyarakat itu sendiri dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan
kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. Kewenangan Pemerintah salah satunya dengan
mengadakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Pembinaan Penataan Ruang.
Sistem pengawasan yang ada perlu diakomodasikan dengan beberapa sistem nilai yang telah
dikembangkan secara tradisional dalam menjaga kelestarian lingkungan dan sanksi sosial
untuk mencegah perusakan lingkungan.
Seperti di Kabupaten Jembrana, Bali terdapat sistem pengawasan sosial yang
dilakukan oleh masing-masing Banjar (pecalang) terhadap kepatuhan masyarakat kepada
ketentuan yang ada. Hal ini dapat misalnya disinergikan dengan keberadaan PPNS (Penyidik
Pegawai Negeri Sipil) yang secara formal bertugas melakukan tugas penyelidikan dan
penyidikan di bidang tata ruang. PPNS Penataan Ruang dalam pelaksanaan tugasnya
mempunyai tugas dan fungsi pengawasan dan penegakan delik pidana penataan ruang
sebagaimana diatur dalam UUPR, dan dalam pelaksanaan tugasnya selalu berkoordinasi
dengan Penyidik Polri. Dengan terbentuknya PPNS ini, penegakan hukum penataan ruang
dalam upaya mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dapat
diwujudkan melalui tertib hukum penataan ruang.
Aspek pengawasan juga mencakup pelarangan perubahan fungsi bangunan di sekitar
kawasan pusaka budaya yang dapat mengganggu karakter kawasan pusaka cagar budaya, dan
kepada pemilik bangunan diberikan insentif, misalnya dalam bentuk pengurangan atau
pembebasan pembayaran PBB. Sebagai contoh, pengawasan pada bangunan bersejarah
dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor seperti: apakah suatu bangunan telah
melakukan adaptasi fungsi bangunan konservasi/pelestarian dengan fungsi-fungsi baru yang
berorientasi produktif (adaptive uses) dan mampu menggairahkan apresiasi berbudaya.
Pembangunan baru yang adaptif dengan lingkungan, mengikuti kaidah-kaidah konservasi dan
sesuai dengan peraturan/pedoman yang berlaku. Pembangunan yang dilakukan juga harus
senantiasa memperhatikan nilai kearifan lokal, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Semua hal tersebut akan terkait sanksi jika ada pelanggaran, oleh karena itu dibutuhkan
pengawasan yang baik dari Pemerintah, pemerintah daerah maupun peran masyarakat
termasuk tokoh-tokoh adat.
D. Peran Kearifan Lokal dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan
Berbagai permasalahan muncul di era modern kali ini yang membawa kerusakan pada
perkotaan dalam berbagai sektor. Pertama, ketersesakan ekologi, alih fungsi lahan dan
khaostik ruang telah merusak dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Kedua, kepadatan
penduduk dan tekanan demografi telah merusak tatanan sosial. Ketiga, ekonomi
konglomerasi yang kapitalistis telah memperlebar kesenjangan, menjauhkan keadilan,
memacu materialisme dan merapuhkan moral. Keempat, mentalitas SDM yang cenderung
serba instan, eksploitatif telah memacu berbagai distorsi nilai dan dehumanisasi. Kelima,
penerapan otonomi daerah yang cenderung egosentris telah mendorong fragmentasi, konflik
kepentingan dan mencabik keutuhan Kabupaten Jembrana,Bali sebagai satu kesatuan ekologi,
ekonomi dan budaya. Fenomena dan kecenderungan faktual tersebut, telah mengantarkan
Jembrana ke dalam problematik yang mendasar yaitu kehidupan publik yang kurang
seimbang, tidak utuh, sangat rapuh dan mengancam pembangunan Kabupaten Jembrana yang
berkelanjutan.
Kearifan lokal berperan penting sebagai pengokoh jati diri, penjaga keseimbangan
dan harmoni, konservasi sumber daya dan perlindungan hak-hak lokal. Dalam literatur kajian
budaya, konsep berkelanjutan mencakup empat aspek pokok yang saling terkait secara
komplementer. Keempat aspek tersebut: (1) aspek ekologis dengan tema kelestarian; (2)
aspek ekonomis dengan tema kesejahteraan dalam keadilan; (3) aspek sosial dengan tema
dinamika dalam integrasi; dan (4) aspek SDM dengan tema kualitas dalam kreasi, inovasi dan
integritas. Keempat aspek tersebut dilandasi oleh kearifan dan etika: etika lingkungan, etika
ekonomi, etika sosial dan etika serta moralitas manusia. Seperti dalam studi kasus di daerah
Bali, sesuai dengan keunikan dan potensi kebudayaan, mengintegrasikan aspek kebudayaan
yang dijiwai agama Hindu sebagai fondasi untuk pembangunan Bali berkelanjutan khususnya
di Kabupaten Jembrana. Dalam kaitan ini, konsep pembangunan berkelanjutan untuk Bali
diharapkan mampu mengokohkan jati diri, landasan moral-estetika dan wawasan spiritual.
Kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan tradisional. Sebagai satu aset
warisan budaya, dia hidup dalam domain kognitif, agektif dan motorik, serta tumbuh menjadi
aspirasi dan apresiasi publik. Desakan modernisme dan globalisasi telah mendorong
eksistensi kearifan lokal ke arah marginal. Dalam perspektif rwa bhineda, kearifan lokal juga
mencakup unsur baik dan buruk. Sangat banyak sisi kebaikannya, namun negatifnya dapat
mengarah ke fanatisme dan chauvimisme sempit. Secara substansif, kearifan lokal
berorientasi pada: (1) keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya; (2) kelestarian
dan keragaman alam dan kultur, (3) konservasi sumber daya alam dan warisan budaya; (4)
penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi; (5) moralitas dan spiritualitas. Tema-tema
orientasi seperti itu sangat relevan bagi cita-cita, paradigma dan perencanaan pembangunan
berkelanjutan.
Untuk merealisasikan kearifan lokal dalam pengembangan kota berkelanjutan
diperlukan suatu strategi yang efektif untuk revitalisasi kearifan lokal adalah melalui
penegakan hukum, peningkatan pengetahuan, sosialisasi dan edukasi di arena keluarga,
sekolah dan masyarakat dengan dukungan multimedia. Komitmen publik sangat diperlukan,
termasuk pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif. Namun, yang lebih utama dan terutama
adalah kontribusi kualitas kearifan kita bersama dalam aksi kehidupan sehari-hari secara
nyata, konsisten dan berkelanjutan
Kesimpulan
Dimensi Local Wisdom dalam penataan tata ruang kabupaten Jimbaran terdiri dari
beberapa aspek, yaitu aspek pengaturan tata ruang yang terdapat konsep kearifan lokal Tri
Hita Karana yang mengajarkan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya merupakan warisan adhi luhung yang
hingga kini tetap dipegang teguh masyarakat Bali. Konsep Tri Hita Karana telah mampu
memberikan inspirasi dunia dalam mengelola lingkungan yang berkelanjutan sesuai daya
dukung lingkungan. Pengingkaran konsep Tri Hita Karana dalam pembangunan akan
berdampak negatif bagi daya dukung dan keseimbangan alam. Kedua aspek pembinaan
yang ...... Ketiga aspek pelaksanaan yang ...... Terakhir adalah aspek pengawasan yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Jembrana, 2012. Profil Kabupaten Jembrana. Bali.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jembrana (2015), Kabupaten Jembrana Dalam Angka
2015, Katalog BPS: 1102001.5101
Kusuma, P. G., Made, S. dan Nyoman, S. 2012. Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan
Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan
Kabupaten Jembrana. Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha,
Singaraja.
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Jembrana 2012-2032
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana 2014
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Wikantiyoso, Respati (ed).2009.Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota :
Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Group Konservasi Arsitektur
& Kota Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang; Malang