Target Tekanan Darah Tinggi Berbanding Tekanan Darah Rendah Pada Pasien Dengan Syok Septik

12
Target Tekanan Darah Tinggi Berbanding Tekanan Darah Rendah pada Pasien dengan Syok Septik Abstrak Latar Belakang Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan target mean arterial pressure setidaknnya 65 mmHg selama awal resusitasi pasien dengan syok septik. Namun, dengan target tekanan darah belum diketahui apakah lebih efektif dengan yang rendah atau yang tinggi. Metode Pada percobaan multisenter, terbuka, secara acak kami memasukkan 776 pasien dengan syok septik yang berada dalam resusitasi dengan target mean arterial pressure dari 80 hingga 85 mmHg (kelompok target tinggi) atau 65 hingga 70 mmHg (kelompok target rendah). Titik akhir yang diinginkan yaitu kematian pada hari ke 28 Hasil Pada 28 hari, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal kematian, dengan pelaporan kematian oada 142 dari 288 pasien dalam kelompok target tinggi (36,6%) dan 132 dari 388 pasien dengan kelompok target rendah (34,0%) (hazard ratio pada kelompok target tinggi, 1,07; dengan interval kepercayaan 95% [CI]. 0,84 hingga1,38; P=0,57). Juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hari ke 90, dengan 170 kematian (43,8%) dan 164 kematian (42,3%), secara berurutan (hazard ratio, 1,04; 95%CI, 0,83 hingga 1,30; P=0,74). Angka kejadian tidak diinginkan tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok (74 kejadian [19,1%] dan 69 kejadian [17,8%] secara berurutan; P=0,74). Namun angka kejadian atrial fibrilasi baru menjaadi tinggi pada kelompok target tinggi daripada kelompok dengan target rendah. Diantara pasien dengan hipertensi kronik, mereka yang berada pada kelompok target tinggi memerlukan terapi pengganti ginjal yang lebih sedikit daripada mereka yang berada di kelompok rendah, namun terapi seperti itu tidak berhubungan dengan perbedaan angka kematian

description

Target Tekanan Darah Tinggi Berbanding Tekanan Darah Rendah Pada Pasien Dengan Syok Septik

Transcript of Target Tekanan Darah Tinggi Berbanding Tekanan Darah Rendah Pada Pasien Dengan Syok Septik

Target Tekanan Darah Tinggi Berbanding Tekanan Darah Rendah pada Pasien dengan Syok Septik

AbstrakLatar BelakangSurviving Sepsis Campaign merekomendasikan target mean arterial pressure setidaknnya 65 mmHg selama awal resusitasi pasien dengan syok septik. Namun, dengan target tekanan darah belum diketahui apakah lebih efektif dengan yang rendah atau yang tinggi.

MetodePada percobaan multisenter, terbuka, secara acak kami memasukkan 776 pasien dengan syok septik yang berada dalam resusitasi dengan target mean arterial pressure dari 80 hingga 85 mmHg (kelompok target tinggi) atau 65 hingga 70 mmHg (kelompok target rendah). Titik akhir yang diinginkan yaitu kematian pada hari ke 28

HasilPada 28 hari, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal kematian, dengan pelaporan kematian oada 142 dari 288 pasien dalam kelompok target tinggi (36,6%) dan 132 dari 388 pasien dengan kelompok target rendah (34,0%) (hazard ratio pada kelompok target tinggi, 1,07; dengan interval kepercayaan 95% [CI]. 0,84 hingga1,38; P=0,57). Juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hari ke 90, dengan 170 kematian (43,8%) dan 164 kematian (42,3%), secara berurutan (hazard ratio, 1,04; 95%CI, 0,83 hingga 1,30; P=0,74). Angka kejadian tidak diinginkan tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok (74 kejadian [19,1%] dan 69 kejadian [17,8%] secara berurutan; P=0,74). Namun angka kejadian atrial fibrilasi baru menjaadi tinggi pada kelompok target tinggi daripada kelompok dengan target rendah. Diantara pasien dengan hipertensi kronik, mereka yang berada pada kelompok target tinggi memerlukan terapi pengganti ginjal yang lebih sedikit daripada mereka yang berada di kelompok rendah, namun terapi seperti itu tidak berhubungan dengan perbedaan angka kematian

KesimpulanTraget mean arterial pressure dari 80 hingga 85 mmHg, dibandingkan dengan 65 hingga 70 mmHg, pada pasien dengan syok septik yang dilakukan resusitasi tidak menunjukan hasil perbedaan yang siginifikan pada kematian di hari ke 28 atau 90. (Didanai oleh Kementrian Kesehatan Perancis)

Syok septik didefinisikan sebagai hipotensi arterial tanpa resusitasi cairan yang adekuat. Pedoman Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan resusitasi awal dengan vasopressor untuk membalikkan resusitasi dengan target mean arterial pressure kurang lebih 65 mmHg (tingkat 1C, mengindikasikan kuat dengan bukti yang rendah) . Rekomendasi ini berdasarkan dari penemuan penelitian kecil, yang menunjukan tidak ada perbedaan tingkat laktat atau aliran darah regional ketika mean arterial pressure dinaikan lebih dari 65 mmHg pada pasien dengan syok septik.Namun, sebagai penjelas dari Pedoman Surviving Sepsis Campaign, untuk pasien dengan atherosklerosis atau hipertensi sebelungnya, target tekanan darah yang lebih tinggi dapat lebih baik. Berdasarkan nilai untuk mean arterial pressure yang berada pada 65 mmHg secara berkala di observasi, dikonfirmasi dengan data yang besar, prospektif, acak, terkonrol yang fokus pada resusitasi pasien dengan syok septik, yang menunjukan bahwa pasien memuliki mean arterial pressure pada kisaran 75 hingga 95 mmHg 24 jam setelah inklusi. Lebih lagi, sebuah penelitian retrospektif menunjukan mean arterial pressure lebih dari 75 mmHg akan dibutuhkan untuk menjaga fungsi ginjal. Sebuah gagasan yang mengatakan bahwa tekanan darah yang lebih tinggi dapat berguna telah dipastikan melalui penelitian prospektif observasional. Akhirnya, penelitian mekanisme fisiologi dari hipertensi arteri kronik menunjukan, hipertensi menyebabkan pergeseran autoregulasi aliran tekanan darah otak, yang dapat menentukan target mean arterial pressure yang lebih tinggi.Karena pemilahan tekanan darah yang efektif masih kontroversial, kami melakukan penelitian pada multisenter, acak, bertingkat, yang melibatkan pasien dengan syok septik untuk ditentukan target mean arterial pressure dari 65 ke 70 mmHg. Kami juga menentukan keuntungan dari target yang lebih tinggi, yang akan lebih di berikan pada pasien dengan hipertensi kronik. Sehingga, pada saat pengacakan, pasien dilakukan pembagian bertingkat sesuai dengan riwayat kronik hipertensi.

Metode

Rancangan PenelitianDari Maret 2010 hingga Desember 2011, kami memasukan pasien pada 29 pusat di Perancis. Penelitian disetujui di seluruh pusat oleh komite etik di Rumah Sakit Universitas Angers. Persetujuan tertulis didapatkan dari seluruh pasien, atau wakilnya. Apabila pasien tidak dapat melakukan persetujuan dan begitu juga wakilnya, untuk dapat memasukan ke dalam inklusi, prosedur gawat darurat diterapkan pada pasien ini. Sebuah formulir definitif post hoc didapatkan dari pasien yang bertahan namun telah mendapatkan terapi awal dengan dasar pertolongan gawat darurat.Pengacakan dilakukan ddengan komputer secara terpusat, buta, dan bertingkat sesuai dengan riwayat hipertensi kronik pasien (riwayat pasien yang menerima pengobatan anti hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi arterial). Karakter pragmatik dari penelitian ini sulit untuk mendapatkan perinciannya pada kepatuhan pasien dengan pengobatan antihipertensi pada waktu inklusi. Pasien, petugas penelitian dan anggota penelitian tidak mengetahui dari pembagian pasien dalam kelompok kelompok.

Ringkasan PenelitianKomite pengawasan keamanan dan data mengamati penelitian dan keamanan pasien, dengan analisis yang telah dilakukan setelah inklusi dai 200, 400, dan 600 pasien. Data dikumpulkan oleh investigator dan dianalisis oleh komite manajemen data. Komite utama menjamin untuk akurasi data, kelengkapan analisis, dan ketaatan protokol penelitian, yang tersedia dalam artikel lengkap di NEJM.org. Anggota dari komite utama membuat keputusan untuk memasukkan publikasi. Komite penulis (Penulis pertama dan tiga penulis akhir) memiliki akses lengkap terhadap seluruh data dan mengkolaborasikan dengan seluruh investigator pada penulisin artikel. Seluruh obat yang digunakan dalam penelitian dibeli dari perusahaan yang tidak memiliki peran dalam penelitian ini.

Subjek PenelitianPasien lebih dari 18 tahun dimasukkan apabila dia mengalami syok septik yang refrakter terhadap resusitasi cairan, bila dia memerlukan vasopressor (norepinefrin atau epinefrin) pada tingkat infus yang minimum pada 0,1 ug per kilogram per menit, dan dievaluasi selama 6 jam setelah pemberian resusitasi awal. Refrakter terhadap resusitasi cairan didefinisikan sebagai kegagalan respon dari pemberian 30 ml perkilogram berat badan dari normal saline atau koloid atau ditentukan secara klinis sebagai hasil hemodinamik yang inadekuat pada nilai awal yang didapatkan dari kateterisasi jantung kanan, pengukuran tekanan nadi, pengukuran volume sekuncup, atau echocardiografi (meskipun investigator penelitian tidak mencatat nilai dari variabel ini). Stok septik didefinisikan sebagai dimana terdapat dua atau lebih kriteria dari sistemik inflamatorry response syndrome, bukti atau tersangka infeksi, dan kegagalan paling tidak satu organ secara mendadak. Kriteria eksklusi yaitu proteksi yang resmi (ketidakmampuan memberikan persetujuan baik oleh pasien maupun wakil), tidak berhubungan dengan sistem kesehatan perancis, kehamilan, peserta yang telah mengikuti penelitian baru baru ini dengan kematian sebagai titik akhirnya, atau penilaian investigator untuk tidak merususitasi.

Perlakuan PenelitianResusitasi cairan dilakukan sebagai rekomendasi dari Komunitas Intensive Care Perancis, dengan norepionefrin diberikan sebagai lini pertama vasopressor, kecuali pada satu pusat, dimana digunakan epinefrin. Penggunaan protein C aktif dan hidrokortison ditinggalkan berdasarkan kebijaksanaan para ahli, dan beberapa terapi ini dilarang digunakan: penggunaan diuretik, kecuali ada indikasi tertentu, seperti hipoksemia karena sodium dan kelebihan cairan, atau hiperkalemi yang mengancam jiwa; penggunaan antiinflamasi nonsteroid; penggunaan agen kontras iodin kecuali dibutuhkan untuk pencitraan; dan penggunaan antibiotik nefrotoksik kecuali dibutuhkan dengan persetujuan ahli. Semua penggunaan obat diatas dicatat setelah masuk peneltian.Terapi pengganti ginjal dilakukan apabila salah satu kriteria didapatkan: anuria, hiperkalemia dengan elektrokardiografi, asidosis metabolik murni dengan pH kurang dari 7,2 atau tingkat nitrogen urea darah lebih dari 84 miligram per desiliter (30mmol per liter) atau tingkat kreatinin lebih dari 5,65 mg per desiliter (499 umol per liter). Penggunaan sedatif dan analgesik atau pelumpuh otot ditinggalkan berdasarkan anjuran para klinisi; dosis dihitung kembali paling tidak mencapai nilai harian dari -3 hingga 0 pada skala Richmond Agitation Sedation (yang mana berkisar antara -5 hingga 4, dengan nilai terendah menandakan sedasi yang lebih dalam, 0 menandakan pasien yang tenang dan responsif, dan nilai yang tinggi menandakan peningkatan agitasi); semua dosis dari sedatif dan obat analgesik dicatat setiap hari.Setelah pendataan, pasien diberikan terapi vasopresor yang diukur sesuai mean arterial pressure 80 85 mmHg pada kelompok target tinggi atau 65 70 mmHg pada kelompok target rendah. Target mean arterial pressure diatur untuk maksimal 5 hari atau hingga pasien dilepas dari penggunaan vasopressor; setelah itu, target tekanan ditentukan oleh kunjungan ahli. Untuk pasien dengan target tekanan yang tidak tercapai meskipun sudah diberi peningkatan dosis dari vasopressor, tidak akan dimodifikasi dalam kelompok, dan analisis data dilakukan pada dasar intention-to-treat.Pada kelompok target tinggi, penurunan vasopressore dilakukan untuk menjafa tekanan arterial 65 hingga 70 mmHg direkomendasikan jika terdeapat kejadian tidak diinginkan yang serius yang meningkatkan kemungkinan pemberian infusan vasopressor. Kejadian ini sebagaimana diikuti: perdarahan klinis (membutuhkan transfusi paling tidak 2 unit dari PRC), infark myocardial (didefinisikan sebagai perubahan elektrokardiografi, dengan peningkatan troponin, dan segmen ekokardiografi hipokinesia atau akinesia, dengan konfirmasi dari infark, apabila mungkin, dengan angiografi koroner), aritmia ventrikel, supraventrikular aritmia yang ditoleransi dengan buruk, iskemia mesenterik, dan iskemia limbus distal. Analisis data untuk kejadian tidak diinginkan yang serius dilakukan pada seluruh pasien dari awal.

Keluaran PenelitianKeluaran yang utama yaitu kematian dari berbagai penyebab di hari ke 28 setelah inklusi. Keluaran sekunder yaitu mortalitas 90 hari, hari hidup dan bebas dari dsifungsi organ pada hari ke 28, dan lama berada di ruang rawat intensive. Bertahan di hari ke 28 tanpa bantuan organ didefinisikan sebagai jumlah hari tanpa infus katekolamin, ventilasi mekanik, atau terapi pengganti ginjal. Kejadian tidak diinginkan yang serius di catat dan di kelompokkan sebagai kelompok kardiak, iskemi, atau lainnya.

Analisis StatistikKami menentukan dari 800 pasien yang dengan kekuatan 80% untuk menunjukan perbedaan antar kelompok dari 10 persen usia pada keluaran yang utama, pada dua sisi dengan nilai alfa 0,05 dengan asumsi tingkat kematian 45%. Kami menentukan untuk tidak mengkompensasi dropout karena penolakan persetujuan. Seluruh analisis dilakukan oleh petugas statistik sebelum kode randomisasi dibuka, sesuai dengan baik International Conference on Harmonization Pedoman Good Clinical Practice dan rencana analisis statistik kami (yang tersedia dalam protokol).Analisis dilakukan dalam populasi yang akan digunakan, yang didefinisikan sebagai seluruh pasien yang melakukan randomisasi kecuali mereka yang tidak menyetujui untuk datanya digunakan. Kami menggunakan model regresi Cox untuk menghitung perbedaan antar kelompok dalam kematian hari ke 28 dan hari ke 90. Kami menganalisis Schoenfeld Residuals untuk mengetes asumsi dari proporsi bahaya dan menggunakan metode Kaplan-Meier untuk mengitung kurva yang bertahan. Kami menggunakan variabel kunatitatif sebagai rerata (+SD) dan menggunakan t-test untuk membandingkan ukuran sampel pada tiap kelompok apakah 30 atau lebih (dalam kesesuaian dengan teori batas pusat ) dan Wilcoxon rank-sum test ketika sampel pada satu kelompok lebih dari 30. Kami menggunakan chi-square atau Fishers exact untuk membandingkan variabel kualitatif. Seluruh perbandingan juga dilakukan dengan menggunakan seluruh sampel dengan bertingkat, sesuai dengan ada atau tidaknya hipertensi kronik. Multiple logistic-regression dilakukan dalam ppopulasi yang akan diobati dengan faktor resiko yang telah diketahu mengarah pada cedera ginjal akut, seperti gagal ginjal kronis atau penggunaan diuretik, vancomisin, aminoglikosida, bahan kontras yang mengandung iodine, atau penggunaan antiinflamasi nonsteroid jangka panjang.Dilakukan analisis terhadap keluaran primer yaitu kematian hari ke 28, sesuai dengan metode Haybittle-Peto. Statistik signifikan diindikasikan dengan nilai P 0,001 pada tiga analisis interim dan nilai P dua sisi 0,0492 pada analisis akkhir. Unutk mengetahui kemungkinan interaksi antar kelompok dan kovariat stratum, analisis logistic-regression dilakukan untuk variabel dependent yang dikotom, dimana variasi analisis digunakan untuk variabel dependent yang kontinyu. Seluruh analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Stata, versi 12,1.

Hasil

Populasi Penelitian Kami measukan 776 pasien dan mengikuti selama 90 hari; kami melakukan analisis sesaui dengan kelompok dimana pasien secara acak dimasukan (Gb 1). Karakteristik awal hampir sama dalam kedua kelompok (Tabel 1 dan tabel S1 dan gambar S1 di appendiks). Keseluruhan, 167 dari 388 pasien (43,0%) dalam kelompok target tinggi dan 173 dari 288 (44,6%) di kelompok target rendah memiliki riwayat hipertensi kronik. Semua pasien yang dimasukaan dalam keadaan kritis, seperti yang didefinisikan oleh Simplified Acute Phisiology Score (SAPS) II dan skor Sequential Organ Failure Assesment (SOFA), kadar serum laktat, dan norepinefrin infus pada awal penelitian. Selama 5 hari protokol spesifik, mean arterial pressure pada kelompok target rendah secara signfikan lebih rendah dari kelompok dengan target tinggi, namun mereka melebih target dari 65 hingga 70 mmHg (Gb 2).

Penggunaan Vasopressor dan Keseimbangan CairanLaju infus dan vasopressor secara signifikan lebih tinggi dan durasi vasopressor secara signifikan lebih lama pada kelompok target tinggi dibandingkan dengan kelompok target rendah (Tabel 2). Totak 64 pasien (16,5%) pada kelompok target tinggi dan 40 pasaien (10,3%) pada kelompok target rendah (P=0,01) tidak mencapai target mean arterial pressure karena keputusan ahli saat berkunjung ke pasien untuk membatasi laju infus vasopressor. Pada 14 pasien (3,6%) pada kelompok target tinggi, laju infus vasopressor diturunkan untuk menjaga mean arterial pressure berada di 65 hingga 70 mmHg karena kejadian yang tidak diinginkan. Nilai untuk total pemberian cairan dan total keluaran urin selama 5 hari secara spesifik dalam protokol hampir sama pada dua kelompok studi penelitian.

Keluaran UtamaPada hari ke 28, tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok dalam tingkat kematian, dengan kematian yang dilaporkan 142 dari 388 pasien (36,6%) dengan kelompok target tinggi dan 132 dari 388 pasien (34,0%) pada kelompok target rendah (rasio bahaya dalam kelompok target tinggi, 1,07; 95% interval kepercayaan [CI], 0,84 hingga 1,38; P=0,57) Tidak ada perbedaan yang siginifikan antar kelompok dalam mortalitas 90 hari, dengan 170 kematian (43,7%) dan 164 kematian (42,3%), pada dua kelompok secara berurutan (rasio bahaya, 1,04; 95% CI, 0,83 hingga 1,30; P=0,74) (Tabel 2 dan Gb. 3)Sebagai tambahan, tidak ada perbedaan signifikan pada keluaran sekunder: kebutuhan untuk ventilator mekanik, lama tinggal di ICU dan rumah sakit, skor SOFA pada hari ke 7 (Tabel 2). Namun, pada pasien dengan hipertensi arteri kronik, terdapat interaksi yang signifikan antara kelompok penelitian dan stratum hipertensi dengan nilai kreatinin (P=0,009) dan dengan terapi pengganti ginjal (P=0,04). Analisis multivariat regresi logistik menandakan tidak ada obat potensi nefrotoksik yang mempengaruhi hasil.

Kejadian tidak DiinginkanTidak ada perbedaan yang signifikan antara dua kelompok secara keselurahan dalam hal kejadian tidak diinginkan (P=0,64) (Tabel 2). Meskipun jumlah keseluruhan dari kejadian kardiovaskular yang tidak diinginkan tidak berbeda antar kelompok, insiden dari atrial fibrilasi yang baru didiagnosis lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang lebih tinggi, dengan kejadian yang dilaporkan sebanyak 26 pasien (6,7%) pada kelompok target tinggi dan 11 pasien (2,8%) pada kelompok target rendah (P=0,02). Frekuensi dari kejadian iskemik dan komplikasi perdarahan hampir sama antara dua kelompok penelitian.

DiskusiDalam penelitian secara acak, terbuka, dan multi senter, kita membandingkan strategi da;am target mean arterial pressure yang tinggi (80-85 mmHg) dengan strategi target tekanan rendah (65-70 mmHg) pada pasien dengan syok septik. Kelompok target tinggi menerima secara signifikan dosis vassopressor yang lebih tinggi katekolamin dalam waktu yang secara signifikan lebih lama, namun kami tidak menemukan perbedaan yang signfikan dalam 28 hari kematian. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam keseimbangan cairan pada saat awal, dan keseimbangan cairan lebih rendah dengan yang dilaporkan sebelumnya, mungkin dikarenakan populasi pasien berbeda dengan penelitian sebelumnya atau karena protokol yang ketat untuk pemberian cairan di Perancis. Sebagai tambahan, tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok dalam tingkat disfungsi organ atau kematian dalam 90 hari. Namun pasien dengan riwayat hipertensi arterial kronik, target mean arterial pressure 80-85mmHg mengurangi baik kadar kreatinin darah dan penggunaan terapi pengganti ginjal. Tidak ada perbedaan signifikan secara keseleruhan dalam kejadian tidak diinginkan, namun pasien dengan kelompok target tinggi secara signifikan memiliki episode atrial fibrilasi.Tidak ada perbedaan secara keluaran primer maupun sekunder antara dua kelompok. Penelitian kami menunjukan secara prospektif untuk mengukur perbedaan absolut dari 10 persentase dari tingkat kematian pada basis angka kematian yang diharapkan dari 45% pada kelompok target rendah, pada tingkat alfa 0,05 dan tingkat beta 0,20 , dengan penggunaan uji dua ekor. Angka kematian yang diharapkan dalam penelitian ini konsisten dengan tingkat pasien syok septik yang dilaporkan pada percobaan multisenter sebelumnya (37%, 39%, 47%, dan 49%) pada waktu penelitian ini dirancang. Penurunan absolute dari 10 persentase poin dalam mortalitas dipilih pada penelitian ini karena ;enelitian tersebut dirancang pada tahun 2008 dan telah teruji hipotesis dari pengurangan absolut dari 20 poin persentase, 15 poin usia persentase, dan 10 persentase poin dalam tingkat kematian. Dua percobaan lainnya yang dipublikasikan setelah kami merekrut pasien dan mengujji hipotesis dari pengurangan absolute kematian menjadi 7 poin persentase dan 10 poin persentase. Sehingga, penurunan resiko antisipasi pada penelitian kami lebih dekat dengan penurunan resiko yang diuji sebelumnya. Namun, tingkat observasi kami pada kematian hari ke 28 lebih rendah dari tingkat penelitian lain, meskipun hampir sama dengan penelitian baru baru ini yang berkisar antara 25 57% yang dilaporkan. Namun, nilai angka kematian lebih rendah dari yang diharapkan menjadikan penelitian kurang memiliki kekuatan. Sehingga, kita tidak dapat menilai perbedaan dari insidensi beberapa kejadian tidak diinginkan, terutama kejadian yang jarang seperti infark miokard.Syok septik merupakan resiko utama dari atrial fibrilasi, dan dalam penelitian kami, atrial fibrilasi secara signifikan lebih sering dalam kelompok target tinggi daripada kelompok target rendah. Kejadian tidak diingankan ini akan berkorelasi secara signifikan dengan tingginya dosis katekolamin dan lamanya durasi infus katekolamin dalam kelompok target tinggi. Namun, adanya sejumlah kecil kejadian atrial fibrilasi, dengan faktor perancu lain tidak dapat ditemui. Hubungan antara atrial fibrilasi dengan syok septik harus diketahui sebagai pembentuk konsep hipotesis untuk percobaan selanjutnya.Pada saat randomisasi, pasien secara bertingkat menurut ada atau tidaknya hipertensi kronik. Lebih dari 40% pasien memiliki riwayat hipertensi kronik, yang mana sesuai dengan tingkat pada penelitian sebelumnya. Antara pasien dengan hipertensi kronik, diharapkan pergeseran kurva ke kanan untuk autoregulasi laju tekanan organ, yang berarti peningkatan mean arterial pressure dapat secara hipotesis menghasilkan ketahanan perfusi organ dan meningkatkan angka ketahanan. Tidak ada perbedaan yang signidikan dalam kejadian tidak diinginkan antara pasien dengan hipertensi kronik dan tanpa hipertensi kronik. Hasil dalam sub kelompok dengan hipertensi kronik mungkin mengindikasikan bahwa target tinggi pada mean arterial pressure cukup dapa diterima karena tidak berhubungan dengan besarnya bahaya yang ditimbulkan.Panduan dari Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan target mean arterial pressure setidaknya 65 mmHg. Sesuai dengan rancangan penelitian kami, investigator di ajak untuk mengikuti panduan tersebut dalam kelompok target rendah. namun, mean arterial pressure yang diboservasi dalam kelompok rendah (jangkauan target, 65 70 mmHg) merupakan untuk kebanyakan bagian antara 70 75 mmHg. Sama dengan nilai yang diamati pada kelompok paling tinggi (antara 85 90 mmHg) daripada target sebelumnya yaitu 80 85 mmHg. Sehingga perbedaan target antar kelompok diatur dengan baik. Meskipun mean arterial pressure yang dicapai lebih tinggi dalam dua kelompok dipengaruhi oleh hasil yang tidak tentu. Namun data tersebut tidak dicatat sebagai pelanggaran protokol. Sebagai tambahan, mean arterial pressure yang lebih tinggi pada dua kelompok dapat menyebabkan beberapa ahli untuk menurunkan laju infus vasopressor ketiak mean arterial pressure mendekati 70 mmHg, sebagaimana yang baru baru ini dilaporkan oleh Poukkanen et al. Pada penelitian, pasien menghabiskan lebih dari 75% waktu pada mean arterial pressure lebih dari 70 mmHg. Pada akhirnya, keseamaan pada penelitian kami terbatas karena drekuensi penggunaan glukokortikoid dan protein C teraktivasi dan karena besarnya pasien yang dieksklusi karena sempitnya kriteria inklusi.Sebagai kesimpulan, pada pasien dengan syok septik, mortalitas 28 hari dan 90 hari tidak berbeda secara signidikan antara yang diterapi untuk mencapai target mean arterial pressure 80 85 mmHg dengan yang diterapi untuk mencapai target 65 70 mmHg.