Tanti k Jurnal Ttg Perlindungan Tki
-
Upload
uiechan0589 -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
description
Transcript of Tanti k Jurnal Ttg Perlindungan Tki
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG
PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI
Oleh : TANTI KIRANA UTAMI, SH, MH
ABSTRAK
Sejalan dengan semakin meningkatnya tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sekarang ini bekerja di luar negeri, meningkat pula kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI baik di dalam maupun di luar negeri. Kasus yang berkaitan dengan nasib TKI semakin beragam dan bahkan berkembang kearah perdagangan manusia yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-undang ini intinya harus memberi perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapat pekerjaan, khususnya di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan tetap mengutamakan keselamatan tenaga kerja baik fisik, moral maupun martabatnya.
Kata Kunci : Asas Hukum Ketenagakerjaan, Prinsip Penempatan Tenaga Kerja, Tenaga kerja Indonesia, Pembinaan dan Perlindungan TKI.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian.`
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan
manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat
dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Dapat juga dimaknai sebagai sarana
untuk mengaktualisasikan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih
berharga baik bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungannya, oleh karena itu hak
atas pekerjaan merupakan hak azasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib
dijunjung tinggi dan dihormati.
1
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, pada kenyataannya,
keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya
warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke
tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya
animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI
yang sedang bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yaitu
mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun mempunyai
pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak
manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama
proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke
Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan
yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat
dihindari atau minimal dikurangi.
Pada hakekatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam
masalah ini adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian
pelayanan penempatan bagi tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan
penempatan secara baik didalamnya mengandung prinsip murah, cepat, tidak
berbelit-belit dan aman. Pengaturan yang bertentangan dengan prinsip tersebut
memicu terjadinya penempatan tenaga kerja illegal yang tentunya berdampak kepada
minimnya perlindungan bagi tenagakerja yang bersangkutan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya tenaga kerja yang ingin bekerja di
luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sekarang ini bekerja di luar negeri,
meningkat pula kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI baik di
dalam maupun di luar negeri. Kasus yang berkaitan dengan nasib TKI semakin
beragam dan bahkan berkembang kearah perdagangan manusia yang dapat
dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
2
Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah Ordonansi
tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar
Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8 ) dan Keputusan Menteri serta
peraturan pelaksanaannya. Ketentuan dalam ordonansi sangat sederhana/sumir
sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan
ordonansi itu dan tidak adanya undang-undang yang mengatur penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi melalui pengaturan dalam
Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan
Pekerjaan Di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan
penempatan tenaga kerja ke luar negeri diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pengaturan melalui undang-undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan
norma-norma hukum yang melindungi TKI dari berbagai upaya dan perlakuan
eksploitatiff dari siapapun.
Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-undang ini intinya harus memberi
perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapat
pekerjaan, khususnya di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan
penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan tetap mengutamakan
keselamatan tenaga kerja baik fisik, moral maupun martabatnya.
Dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masalah
penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, menyangkut juga hubungan antar
negara, maka sudah sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan
TKI di luar negeri merupakan kewenangan Pemerintah. Namun Pemerintah tidak
dapat bertindak sendiri, karena itu perlu melibatkan Pemerintah Provinsi maupun
Kabupaten/Kota serta institusi swasta. Di lain pihak karena masalah penempatan
dan perlindungan tenaga kerja Indonesia langsung berhubungan dengan
3
masalah nyawa dan kehormatan yang sangat azasi bagi manusia, maka institusi
swasta yang terkait tentunya haruslah mereka yang mampu baik dari aspek
komitmen, profesionalisme maupun secara ekonomis, dapat menjamin hak-hak
azasi warga negara yang bekerja di luar negeri agar tetap terlindungi.
Setiap tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah negaranya merupakan orang
pendatang atau orang asing di negara tempat ia bekerja. Mereka dapat
dipekerjakan di wilayah manapun di negara tersebut, pada kondisi yang mungkin
di luar dugaan atau harapan ketika mereka masih berada di tanah airnya.
Berdasarkan pemahaman tersebut kita harus mengakui bahwa pada kesempatan
pertama perlindungan yang terbaik harus muncul dari diri tenaga kerja itu sendiri,
sehingga kita tidak dapat menghindari perlunya diberikan batasanbatasan tertentu
bagi tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri. Pembatasan yang utama adalah
keterampilan atau pendidikan dan usia minimum yang boleh bekerja di luar
negeri. Dengan adanya pembatasan tersebut diharapkan dapat diminimalisasikan
kemungkinan eksploitasi terhadap TKI.
Pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga negara secara perseorangan.
Terlebih lagi dengan mudahnya memperoleh informasi yang berkaitan dengan
kesempatan kerja yang ada di luar negeri. Kelompok masyarakat yang dapat
memanfaatkan teknologi informasi tentunya mereka yang mempunyai pendidikan
atau keterampilan yang relatif tinggi. Sementara bagi mereka yang mempunyai
pendidikan dan keterampilan yang relatif rendah yang dampaknya mereka
biasanya dipekerjakan pada jabatan atau pekerjaan -pekerjaan "kasar" tentunya
memerlukan pengaturan berbeda dari pada mereka yang memiliki keterampilan
dan pendidikan yang lebih tinggi. Bagi mereka lebih diperlukan campur tangan
Pemerintah untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang maksimal.
Perbedaan pelayanan atau perlakuan bukan untuk mendiskriminasikan suatu
kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya, namun justru untuk
4
menegakkan hak-hak warga negara dalam memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu dalam Undang-
Undang ini, prinsip pelayanan penempatan dan perlindungan TKI adalah
persamaan hak, berkeadilan, kesetaraan gender serta tanpa diskriminasi.
Telah dikemukakan di atas bahwa pada umumnya masalah yang timbul dalam
penempatan adalah berkaitan dengan hak azasi manusia, maka sanksi-sanksi yang
dicantumkan dalam Undang-Undang ini, cukup banyak berupa sanksi pidana.
Bahkan tidak dipenuhinya persyaratan salah satu dokumen perjalanan, sudah
merupakan tindakan pidana. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa dokumen
merupakan bukti utama bahwa tenaga kerja yang bersangkutan sudah memenuhi
syarat untuk bekerja di luar negeri.
Tidak adanya satu saja dokumen, sudah beresiko tenaga kerja tersebut tidak
memenuhi syarat atau illegal untuk bekerja di negara penempatan. Kondisi ini
membuat tenaga kerja yang bersangkutan rentan terhadap perlakuan yang tidak
manusiawi atau perlakuan yang eksploitatif lainnya di negara tujuan penempatan.
Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada serta peraturan
perundang-undangan, termasuk didalamnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik
dan Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler, Undang-undang Nomor
2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Misi Khusus (Special
Missions) Tahun 1969, dan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri, Undang-undang Penempatan dan Perlindungan TKI di
Luar Negeri dirumuskan dengan semangat untuk menempatkan TKI pada
jabatan yang tepat sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, dengan tetap
melindungi hak-hak TKI. Dengan demikian Undang-Undang ini diharapkan
disamping dapat menjadi instrumen perlindungan bagi TKI baik selama masa
pra penempatan, selama masa bekerja di luar negeri maupun selama masa
kepulangan ke daerah asal di Indonesia juga dapat menjadi instrumen peningkatan
kesejahteraan TKI beserta keluarganya.
5
B. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahan-
permasalahan yang memerlukan pengaturan lebih jelas mengenai:
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada
TKI?
2. Upaya apa sajakah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan
perlindungan TKI ?
BAB II. PEMBAHASAN.
A. Perlindungan TKI.
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, pada kenyataannya,
keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya
warga negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke
tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya
animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI
yang sedang bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yaitu
mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun mempunyai
pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak
manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama
proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke
Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan
yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat
dihindari atau minimal dikurangi.
Negara Hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh lima
tahun lamanya, kualifikasi sebagai negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam
6
Penjelasan Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan mengenai “Sistem
Pemerintahan Negara” dikatakan “Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (Rechtsstaat)”. Hal ini mempunyai makna bahwa Indonesia melaksanakan
pemerintahan berdasarkan tatanan hukum, mengakui segala bentuk kekuasaan
dalam melaksanakan pembangunan berdasarkan hukum, termasuk
memberdayakan penegakan hukum, menegakan keadilan, dan tidak mengakui
kesewenang-wenangan yang bersifat menindas, termasuk penindasan HAM.1
Negara hukum menurut Bagir Manan, sudah merupakan tipe negara yang
umum dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia dewasa ini. Negara hukum
meninggalkan tipe negara yang memerintah berdasarkan kemauan sang pengusa.2
Sejak perubahan tersebut, maka negara diperintah berdasarkan hukum yang sudah
dibuat dan disediakan sebelumnya serta penguasapun tunduk kepada hukum
tersebut.
Pernyataan yang lebih lugas mengenai negara hukum disampaikan oleh F.R.
Bothlingk yang mengatakan “De staat, waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers
is beperkt door grenzen van recht” (negara, dimana kebebasan kehendak
pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum). Lebih lanjut disebutkan
bahwa dalam rangka merealisasikan pembatasan pemegang kekuasaan tersebut,
maka diwujudkan dengan cara “Enerzijds in een binding van rechter en
administratie aan de wet, anderjizds in een begrenzing van de bevoegdheden van
de wetgever”.3 (di satu sisi keterkaitan hakim dan pemerintah terhadap undang-
undang, dan disisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undang-undang).
1 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Alumni, Bandung, 2006, , hlm. 59 – 60.
2 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Mewujudkan Kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum, dalam Bagir Manan (Ed), Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996, hlm. 67; Negara Hukum (rechtsstaat) dalam arti umum adalah negara dimana ada saling percaya anatara rakyat dan pemerintah. Rakyat percaya bahwa cpemerintah tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya, dan sebaliknya pemerintah percaya bahwa dalam menjalankan wewenangnya, pemerintah akan dipatuhi dan diakui oleh rakyat. sedangkan dalam arti khusus negara berdasarkan hukum diartikan bahwa semua tindakan negara atau pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
3 J.J. Oostenbrink, Administratieve Sancties, Vuga Boekerij, s-Gravenhage, tt, hlm. 49
7
Asas Hukum Ketenagakerjaan.
Pasal 3 UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa pembangunan
ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Asas pembangunan ketenagaekrjaan pada dasarnya sesuai dengan asas
pembangunan nasional, khususnya asa demokrasi, asas adil, dan merata. Hal ini
dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan
terkait dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan
pekerja/buruh. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara
terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Jadi asas Hukum
Ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.
Pengerahan dan penempatan tenaga kerja merupakan titik berat upaya penanganan
masalah ketenagakerjaan. Terlebih Indonesia tergolong negara yang memiliki
jumlah penduduk peringkat atas dunia, sehingga penempatan angkatan kerja juga
harus diatur sedemikian rupa dan secara terpadu.
Prinsip penempatan tenaga kerja bahwa setiap tenaga kerja mempunyai
hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah
pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri
(Pasal 31 UU No. 13 Tahun 2003).
Pasal 32 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa penempatan
tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas-asas :
1. Terbuka, adalah pemberian informasi kepada pencari kerja secara jelas,
antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah, dan jam kerja. Hal ini
dimaksudkan untuk melindungi pekerja/buruh serta untuk menghindari
terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan.
8
2. Bebas, adalah pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi
kerja bebas memilih tenaga kerja sehingga tidak ada pemaksaan satu
sama lian.
3. Obyektif, ialah pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok
kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuan dan persyaratan jabatan
yang dibutuhkan serta harus memeprhatikan kepentingan umum dengan
tidak memihak kepentingan pihak tertentu.
4. Adil dan setara tanpa diskriminasi, ialah penempatan tenaga kerja
dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak berdasarkan
atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik.
Pengertian Tenaga Kerja Indonesia.
Di dalam Pasal 1 UU No. 39 Tahun 2004 dijelaskan beberapa istilah yang
berkaitan dengan tenaga kerja indonesia, misalnya :
1. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
2. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
3. Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.
4. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Sasaran penempatan tenaga kerja adalah untuk menempatkan tenaga kerja
yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat minat, dan kemampuan
dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum
(Pasal 32 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003).
9
Di dalam Pasal 2 UU No. 39 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Penempatan
dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak,
demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi,
serta anti perdagangan manusia.
Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk :
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawai;
b. menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara
tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
c. meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan
mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pemerintah dapat melimpahkan sebagi
wewenangnya dan /atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di
luar negeri.Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah
berkewajiban :
a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan
berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat
secara mandiri;
b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di
luar negeri;
d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
10
e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya
pemberangkatan,
masa penempatan, dan masa purna penempatan.
Usaha perlindungan TKI dalam 3 (tiga) tahap yakni sebagai berikut:
1. Perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) pra penempatan.
Calon TKI harus betul-betul memahami informasi lowongan pekerjaan
dan jabatan .
Informasi ini diperoleh dari Kandepnaker/Dinas tenaga kerja setempat
bersama PJTKI melalui penyuluhan, pendaftaran, dan seleksi yang menjelaskan
kepada TKI mengenai :
a. Adanya lowongan pekerjaan dan jabatan yang tersedia diluar negeri.
b. Persyaratan administrasi calon TKI, termasuk pemilikan pasport.
c. Syarat-syarat kerja meliputi upah, jaminan sosia, waktu kerja, kondisi kerja,
lokasi kerja, dan lain-lain.
d. Situasi dan kondisi negara tempat kerja.
e. Hak dan kewajiban TKI.
Dengan adanya penyuluhan ini diharapkan calon TKI yang akan bekerja
keluar negeri mendapatkan informasi dan penjelasan yang benar dan cepat,
sehingga mereka terhindar dari penipuan dan mereka dapat mempersiapkan diri
baik fisik maupun mental untuk bekerja diluar negeri.
Calon TKI dijamin kepastian untuk bekerja diluar negeri ditinjau dasi segi
keterampilan dan kesiapan mental.
Calon TKI keluar negeri harus memiliki keterampilan sesuai dengan
permintaan pengguna jasa dengan dibuktikannya lulus tes uji keterampilan yang
dilakukan oleh para lembaga latihan kerja yang telah memperoleh akreditasi atau
depnaker dan telah mengikuti orientasi pra pemberangkatan dengan kurikulum
dan silabus sebagai berikut:
a. Pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila.
b. Pembinaan pisik, mental disiplin.
c. Adat istiadat dan kondisi negara tujuan.
11
d. Peraturan Perundang-undangan dinegara tujuan.
e. Penjelasan tentang kelengkapan dokumen yang harus dibawa oleh TKI.
f. Tata cara perjalanan keluar negeri dan kepulangan ketanah air.
g. Program pengiriman uang (remittance), tabungan dan kesejahteraan TKI.
h. Hak dan kewajiban TKI termsuk didalamnya sistem pembebanan biaya
penempatan dan pembayaran kembali kredit bank biaya pengiriman TKI.
Tenaga kerja Indonesia diluar negeri, sering dijadikan objek perdagangan
manusia, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat menusia,
serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia (HAM) dan ditegaskan
bahwa negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi manusia warga
negaranya baik didalam maupun diluar negeri, keadilan sosial, kesetaraan dan
keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia.6
Calon TKI harus mengerti dan memahami isi perjanjian kerja yang telah
disepakati oleh pengguna jasa dan calon TKI dan dihadapan pegawai pengawas
ketenagakerjaan di Kandepnaker atau Kanwil daerah asal TKI, pada waktu
penandatanganan menjelaskan kepada calon TKI apa yang menjadi hak dan
kewajibannya selama bekerja diluar negeri dan apa yang menjadi hak dan
kewajiban dari pihak mejikan sesuai dengan isi perjanjian kerja yang mereka
tandatangani, disamping itu PJTKI berkewajiban untuk memberitahukan setiap
pemberangkatan TKI keluar negeri secara tepat waktu dan setibanya dinegeri
tujuan harus dijemput oleh pengguna jasa atau mitra usaha atau perwakilan diluar
negeri setempat, setiap TKI yang akan bekerja diluar negeri dan akan
ditempatkan pada pengguna jasa perorangan wajib diikutsertakan oleh pengguna
PJTKI dalam program jamsostek.Untuk program jaminan kecelakaan kerja dan
jaminankematian membayar iuran sekaligus untuk selama masa perjanjian kerja,
sedangkan untuk TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna jasa yang berstatus
instansi, lembaga atau badan hukum wajib mengikutsertakan TKI dalam program
jamsostek sejak perjanjian kerja ditandatangani TKI untuk jangka waktu
perjalanan TKI yang telah dilindungi oleh asuransi berdasarkan aturan perundang-
undangan negara setempat, program jamsostek berlaku sejak perjanjian kerja
12
ditandatangani sampai program asuransi di negara setempat berlaku baginya
dengan membayar iuran untuk masa 2 (dua) bulan.
Dalam kenyataan usaha yang dilakukan dalam rangka perlindungan itu
belum berjalan seperti yang diharapkan hal ini terbukti dengan adanya kasus
unjuk rasa, pemogoka yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang berakhir dengan
pemutusan hubungan kerja yang berakiba memperpanjang barisan pengangguran,
perkembangan perlindungan TKI selama penematan mereka tetap mendapatkan
perlindungan baik di PJTKI yang mengirimnya maupun dari perwakilan luar
negeri. Perlindungan TKI selama penempatan meliputi penanganan masalah
persilisihan antara TKI dengan pengguna jasa bila terjadi permasalahan antara
TKI dengan pengguna jasa dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat
dengan mengacu kepada perjanjian kerja dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara setempat dan penanganan masalah TKI akibat kecelakaan, sakit
atau meninggal dunia. Bila TKI tertimpa kecelakaan, sakilt atau meninggal dunia
diluar negeri, maka PJTKI bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengurus
perawatan atau pemakaman didalam atau diluar negeri sesuai dengan ketentuan
yang berlaku melalui harta peninggalan dan hak-hak TKI yang belum diterima
untuk diserahkan pada ahli waris TKI yang bersangkutan.
Disamping itu TKI dan pengguna jasa harus membuat perjanjian kerja
baru dengan memperhatikan pengalaman dan prestasi kerja yang dikaitkan dengan
peningkatan upah dengan jangka waktu 1 (satu) tahun dihadapan dan diketahui
oleh perwakilan Republik Indonesia, pengguna jasa membuat laporan tertulis
kepada mitra usaha perwakilan luar negeri. Selain itu, penanganan proses TKI
yang bekerja diluar negeri akan menjalani cuti maka pengurusannya dilakukan
oleh perwakilan luar negeri atau pengguna jasa TKI, sedangkan bagi TKI yang
menjalani cuti dan pulang ketanah air harus melaporkan kepada kanwil atau
Depnaker setempat. Setelah mereka selessai manjalankan cutinya dan akan
kembali ke negara tempat bekerja, maka Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
(PJTKI) pengirim harus bertanggungjawab untuk melaporkan kepada kanwil atau
Depnaker serta mengurus surat permohonan Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN).
Perlindungan TKI punya penempatan meliputi 3 (tiga) kegiatan yaitu :
13
1. Kepulangan TKI setelah melaksanakan perjanjian kerja, apabila TKI
yang bekerja di luar negeri dapat menyelesaikan tugasnya sesuai
dengan prjanjian kerja, maka dengan berakhirnya masa kontrak,
pengguna jasa-jasa harus membiayai kepulangan TKI tersebut ke
Indonesia.
2. Kepulangan TKI karena suatu kasus disebabkan karena adanya suatu
kasus yang pengirim harus melaporkan kepada Kantor Wilayah
(Kanwil) atau Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) setempat dan
menyelesaikan administrasi setelah TKI tiba ditanah air.
3. Kepulangan TKI karena alasan khusus diluar negeri pulang ke
Indonesia karena suatu alasan khusus diluar perjanjian kerja maka
mendapat persetujuan dari penggunaan jasa, dan sepengetahuan
perwakilan RI. Sedangkan biaya kepulangan TKI diatur atas dasar
kesepakatan antara TKI dan pengguna jasa, pengurusannya juga
dibantu oleh pengguna jasa, mitra usaha, dan perwakilan luar negeri,
Pengguna Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) pengirim
bertanggungjawab penuh untuk mengurus kedatangan dan kepulangan
TKI berserta harta benda miliknya secara tertib dan aman sampai
kedaerah asal pelaksanaan dan tanggungjawab tersebut
dikoordinasikan dengan unit pelaksana teknis daepartemen Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang bersangkutan baik dipusat maupun
didaerah.
Dasar yuridis penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri
merupakan salah satu penanggulangan masalah pengganguran dan peranan
Pemerintah dalam program ini di titikberatkan pada aspek pembinaan serta
perlindungan dan memberikan berbagai kemudahan kerja kepada pihak yang
terkait khususnya TKI dan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja Indonesia
selain bermanfaat untuk mengurangi tekanan pengangguran, program penempatan
TKI juga memberikan gaji yang diterima atau di remitasi. Selain itu , juga
meningkatkan keterampilan TKI karena mempunyai pengalaman kerja diluar
14
negeri, manfaat yang diterima adalah berupa peningkatan penerimaan devisa,
karena para TKI yang bekerja tentu memperoleh imbalan dalam bentuk valuta
asing.
Penempatan TKI diluar negeri juga mempunyai efek negative dengan
adanya kasus kekerasan fisik, psikis yang menimpa TKI baik sebelumnya, selama
bekerja maupun pada saat pulang kedaerah asal. Mencuatnya masalah TKI diluar
ngeri semakin menambah beban persoalan Tenaga Kerja Indonesia mengenai
ketidakadilan dalam perlakuan pengiriman tenaga kerja oleh perusahaan pengerah
jasa tenaga kerja Indonesia. Penempatan yang tidak sesuai dengan standar gaji
yang rendah karena tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati oleh
pengguna tenaga kerja, kekerasan oleh pengguna tenaga kerja, pelecehan seksual,
tenaga kerja illegal (illegal worker) dengan disahkannya undang-undang nomor
39 tahun 2004 tentang perlindungan dan penempatan kerja Indonesia diluar
negeri, maka semakin jelas dan nyata kewenangan Pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah dalam mengatur penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Dalam Pasal 31 undang-undang nomor 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa
setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan yang memperoleh penghasilan yang layak
didalam atau diluar negeri, kemudian dalam Pasal 32 ayat (10) dan ayat (2)
dijelaskan bahwa “Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas
terbuka, bebas, objektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.”
Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada
jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minaat, dan
kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan
hukum.
Penempatan tenaga kerja di dalam negeri Pasal 33 undang-undang nomor
13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan calon TKI berasakan keterpaduan,
persamaan, hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti
15
diskriminasi, serta anti perdagangan manusia Pasal 3 undang-undang nomor 39
tahun 2004, Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Penyebab terjadinya ketidakamanan yang di derita oleh para TKI,
khususya para pembantu rumah tangga selanjutnya disebut dengan (PRT), yaitu :
1. Tingkat pendidikan TKI diluar negeri untuk sektor pembantu rumah
tangga yang rendah, kondisi ini kurang memberikan daya tawar yang
tinggi terhadap majikan di luar negeri yang akan memperkerjakannya,
keterbatasan pengetahuan tersebut meliputi tata kerja dan budaya
masyarakat setempat dan tingkat pendidikan juga berpengaruh
terhadap penguasaan bahasa, akses informasi dan teknologi dan
budaya setempat TKI bekerja, bukan hanya bermodal skill atau
keahlian teknis semata tetapi juga pemahaman terhadap budaya
masyarakat tempat mereka bekerja, kualitas tenaga kerja dan
pendidikan selalu memiliki keterkaitan bagi TKI khususnya yang
bekerja diluar negeri masih kurang.
2. Perilaku pengguna tenaga kerja yang kurang menghargai dan
menghormati hak-hak pekerjaannya, karakter keluarga atau majikan
yang berasal yang keras menjadi sebab terjadinya kasus kekerasan. Hal
ini terjadi karena perbedaan budaya, ritme atau suasana kerja diluar
negeri tempat TKI bekerja, posisi TKI yang sangat lemah, tidak
memiliki keahlian yang memadai, sehingga mereka hanya bekerja dan
dibayar.
3. Regulasi atau peraturan pemerintah yang kurang berpihak pada TKI
Luar negeri, khususnya sektor pembantu rumah tangga. Unuk
menghindari ketidakamanan yang akan di derita oleh TKI khususnya
pembantu rumah tangga maka Pasal 4 Undang-undang no 39 Tahun
2004 menegaskan bahwa perseorangan dilarang menempatkan warga
negara Indonesia untuk bekerja diluar negeri.
16
Dalam undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa tujuan
penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Pekerjaan
mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap
orang membutuhkan pekerjaannya yang dapat dimaknai sebagai sumber
penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan
keluarganya, oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang
melekat pada diri seseorang yang wajib di jungjung tinggi dan dihormati.
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 27 Ayat (2)
menyataan bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, pada kenyataannya,
keterbatasan akan lowongan kerja didalam negeri menyebabkan banyaknya warga
negara Indonesia / TKI mencari pekerjaan keluar negeri dari tahun ke tahun
jumlah yang bekerja diluar negeri semakin meningkat. Besarnya snimo tenaga
kerja yang akan bekerja diluar negeri disatu sisi mempunyai nilai positif, yaitu
mengatasi sebagian permasalahan pengangguran di dalam negeri namun
mempunyai pula sisi negatif berupa resiko kemungkinan terjadi perlakuan yang
tidak manusiawi terhadap TKI. Resiko tersebut dapat di alami oleh TKI baik
selama proses keberangkatan, selama bekerja diluar negeri, maupun setelah
pulang ke Indonesia.
B. Upaya Meningkatkan Perlindungan terhadap TKI.
Berbicara mengenai Tenaga Kerja Indoenesia (TKI) tidak akan pernah
habis. Banyak dari perjalanan para TKI mulai dari pra-pemberangkatan, saat-
pemberangkatan dan pasca-pemberangkatan yang mengalami masalah. Baik TKI
legal maupun ilegal.
Berawal dari runtuhnya kepemimpinan Orde Baru sekitar tahun 1997,
ditandai dengan aksi amuk massa akibat goncangnya perekonomian nasional.
17
Bahkan merembet pada sektor lain yang lebih luas. Peluang kesempatan kerja
dalam negeri pun semakin sedikit, tidak sebanding dengan pengangguran yang
tumbuh subur seiring berjalannya waktu.
Beberapa kasus yang terjadi, misalnya kasus yang dialami Nirmala
Bonat, tenaga kerja perempuan asal Kupang, yang mencoba mengadu nasib di
Malaysia, berharap mendapat keberuntungan, tetapi justru kata “naas” yang
menghampiri. Pada Mei 2004, ia menunjukkan fotonya dengan tubuh terbakar dan
memar. Ia merupakan korban penganiayaan brutal majikannya sejak pertama kali
bekerja pada bulan September 2003. Akibatnya, Nirmala mengalami luka parah
disekujur tubuh, termasuk dada dan punggung lengkap dengan luka bakar dan
siraman air panas.
Dipenghujung tahun 2010 kemarin dan awal 2011, TKI kita mendapat
perlakukan tidak manusiawi oleh majikannya. TKI asal Dompu Nusa Tenggara
Barat (NTB), bernama Sumiati kembali menjadi obyek pemberitaan media gara-
gara kasus kasus sama, ia dipukul, disiksa, distrika punggungnya, digunting
bibirnya bahkan ia sempat terbaring tak berdaya akibat kekejaman sang majikan
di Saudi Arbia.
Di samping kasus tersebut, adalah kasus TKI Kikim Komalasari asal
Cianjur, Jawa Barat yang meninggal dikarenakan perbuatan majikannya dinegara
yang sama pula. Kikim diduga dibunuh dan kemudian jasadnya dibuang didekat
kota Jeddah.
Di dalam undang-undang nomor 39 tahun 2004 dijelaskan bahwa Setiap calon
TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk :
a. bekerja di luar negeri;
b. memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan
prosedur penempatan TKI di luar negeri;
18
c. memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar
negeri;
d. memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang
dianutnya.
e. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan.
f. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh
tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
negara tujuan;
g. memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan
perundangundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundangundangan selama penempatan di luar negeri;
h. memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan
TKI ke tempat asal;
i.memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Selanjutnya dalam Pasal 9 dijelaskan pula kewajiban setiap calon TKI,
yaitu :
a. mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara
tujuan;
b. mentaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;
c. membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
d. memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan
TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
Kegiatan pra penempatan TKI di luar negeri meliputi :
a. pengurusan SIP;
b. perekrutan dan seleksi;
19
c. pendidikan dan pelatihan kerja;
d. pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
e. pengurusan dokumen;
f.uji kompetensi;
g. pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); dan
h. pemberangkatan.
Pembinaan TKI oleh Pemerintah, dilakukan dalam bidang :
a. informasi;
b. sumber daya manusia; dan
c. perlindungan TKI
Menurut Soepomo ( Asikin : 1993 : 76) perlindungan tenaga kerja dibagi
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
penghasilan yang cukup, termasuk bila tenga kerja tidak mampu bekerja di
luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak
untuk berorganisasi.
3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
keamanan dan keselamatan kerja.
Selanjutnya beliau mengatakan “perlindungan hukum terhadap tenaga
kerja adalah penjagaan agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan yang layak
bagi kemanusiaan. Salah satu bentuk perlindungan hukum ini adalah norma kerja
yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu
kerja, sistem pengupahan yang sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
yang di tetapkan oleh Pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagian
memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang
tinggi serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moril.”
20
Di dalam Pasal 88 UU nomor 39 Tahun 2004, dijelaskan bahwa
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang informasi , dilakukan dengan :
a. membentuk sistem dan jaringan informasi yang terpadu mengenai pasar
kerja luar negeri yang dapat diakses secara meluas oleh masyarakat
b. memberikan informasi keseluruhan proses dan prosedur menganai
penempatan TKI di luar negeri termasuk resiko bahaya yang mungkin
terjadi selama masa penempatan TKI di luar negeri
selanjutnya dalam Pasal 89, diatur mengenai : Pembinaan oleh Pemerintah dalam
bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b,
dilakukan dengan :
a. meningkatkan kualitas keahlian dan/atau keterampilan kerja calon TKI/TKI
yang akan ditempatkan di luar negeri termasuk kualitas kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa asing;
b. membentuk dan mengembangkan pelatihan kerja yang sesuai dengan
standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang perlindungan TKI dilakukan dengan :
a. memberikan bimbingan dan advokasi bagi TKI mulai dari pra
penempatan, masa penempatan dan purna penempatan;
b. memfasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI
dengan Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI
c. Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna
bermasalah secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan kerjasama internasional dalam rangka perlindungan TKI sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
21
BAB III. PENUTUP.
Dari uraian pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah kepada TKI adalah
memberikan bimbingan dan advokasi bagi TKI mulai dari pra
penempatan, masa penempatan dan purna penempatan, memfasilitasi
penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI dengan
Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI, menyusun dan
mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara
berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk lebih meningkatkan perlindungan
terhadap TKI adalah Dilaksanakannya sosialisasi yang terarah dan terpadu
berkaitan dengan penempatan dan perlindungan TKI Kabupaten Cianjur
ke Luar Negeri, melakukan berbagai pelatihan dalam rangka
meningkatkan kompetensi CTKI/TKI, melakukan pengawasan yang ketat
dalam pelaksanaan penempatan CTKI.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1987.
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm 154.
Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Komnas Perempuan, Panduan Menyusun Peraturan daerah tentang Perlindungan Buruh Migran Indonesia berperspektif HAM dan Keadilan Jender, tt.
Sendjun H. Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001,
Zainal Asikin (ed), Dasar-Dasar Hukum perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Peraturan Perundang-undangan .
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta, Sinar Grafika, 1992,
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri.
23