TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

12
TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM 1 Oleh : Pristiyanto 2 1. Latar Belakang Secara legal formal sistem perekonomian Indonesia disusun berdasarkan pada UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi : ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan” dan ayat (4) amandemen yang menyebutkan : ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Implementasi pasal 33 UUD’45 sepanjang perjalanan bangsa telah mengalami pasang surut sesuai dengan persepsi, interpretasi dan kondisi politik pembangunan bangsa. Pada era orde baru menggunakan pendekatan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang diintegrasikan dengan keamanan dan pemerataan, selanjutnya dikenal dengan trilogi pembangunan. Kebijakan ini melahirkan perusahaan – perusahaan besar dan konglomerasi yang bergerak dalam berbagai sektor usaha dan tidak sedikit diantara mereka menguasai aktivitas usaha dari hulu hingga hilir. Di sisi lain usaha mikro dan kecil menegah (UMK) yang merupakan representasi dari pelaku ekonomi rakyat, berdasarkan 1 Dibuat dalam rangka sebagai bahan masukan kepada Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM. 2 http://www.google.com/profiles/pristiyanto 1 | Page

description

Pristiyanto : Tantangan Kementerian Koperasi dalam Pemberdayaan dan Pengembangan Koperasi dan UMKM

Transcript of TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

Page 1: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM1

Oleh : Pristiyanto2

1. Latar Belakang

Secara legal formal sistem perekonomian Indonesia disusun berdasarkan pada

UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi : ”Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan” dan ayat (4) amandemen yang

menyebutkan : ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan

dan kesatuan ekonomi nasional”.

Implementasi pasal 33 UUD’45 sepanjang perjalanan bangsa telah mengalami

pasang surut sesuai dengan persepsi, interpretasi dan kondisi politik pembangunan

bangsa. Pada era orde baru menggunakan pendekatan akselerasi pertumbuhan

ekonomi yang diintegrasikan dengan keamanan dan pemerataan, selanjutnya dikenal

dengan trilogi pembangunan. Kebijakan ini melahirkan perusahaan – perusahaan besar

dan konglomerasi yang bergerak dalam berbagai sektor usaha dan tidak sedikit

diantara mereka menguasai aktivitas usaha dari hulu hingga hilir.

Di sisi lain usaha mikro dan kecil menegah (UMK) yang merupakan representasi

dari pelaku ekonomi rakyat, berdasarkan data BPS (2008) jumlah usaha mikro 50,7 juta

(98,90%) dan usaha kecil 520,2 ribu (1,01%) sehingga total UMKM mencapai 51,22

juta unit usaha atau 99,91 % dari seluruh pelaku usaha nasional, sedangkan usaha

menengah jumlahnya 39,66 ribu (0,08%) dan usaha besar 4,37 ribu (0,01%). Realita

menunjukkan bahwa perlakuan dan perhatian pemerintah tidak sebanding dengan

fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku usaha besar. Oleh karena

itu kesan yang muncul adalah marjinalisasi terhadap UMK dan berdasarkan

perbandingan jumlah UMK dan jumah usaha besar maka kontribusi UMK terhadap

pembentukan Product Domestic Brutto (PDB) menjadi rendah, dimana 51,22 juta UMK

1 Dibuat dalam rangka sebagai bahan masukan kepada Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM.2 http://www.google.com/profiles/pristiyanto

1 | P a g e

Page 2: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

miliki kontribusi sebesar Rp 1,979 triliun (42,13 %) dan 4,37 ribu usaha besar miliki

kontribusi sebesar Rp 2,087 triliun (44,44%).

Krisis ekonomi menjadi momentum penting berbaliknya ayunan pendulum dari

dominasi sektor usaha besar menuju meningkatnya peran UMK. Sektor UMK ternyata

lebih tangguh menghadapi krisis dan mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia serta

menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. UMK juga

merupakan sumber kehidupan sosial dan ekonomi dari sebagian besar rakyat

Indonesia yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Salah satu peran penting dari sektor UMK dalam perekonomian nasional adalah

kemampuannya menciptakan lapangan kerja yang sangat besar mencapai 87,64 juta

(93,56%) dari total pelaku usaha dan berdasarkan jumlah unit usaha dan tenaga kerja

UMK maka pelaku usaha merupakan pelaku usaha yang mandiri yang dilaksanakan

oleh 1-2 orang tenaga kerja per unit (tenaga kerja/unit usaha UMK = 1,7 orang/unit

usaha). Peran ini bisa dipastikan akan memiliki nilai strategis manakala masalahnya

dikaitkan dengan persoalan cukup pelik yang sejak lama dihadapi bangsa Indonesia

dan tidak pernah kunjung terselesaikan oleh pemerintah yakni pengangguran dan

kemiskinan. Oleh karenanya, apabila seluruh komponen bangsa utamanya pemerintah

tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengembangkan sektor UMK,

maka dapat dipastikan akan menjadi permasalahan sosial yang serius menjadi beban

pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Mengatasi pengangguran dan kemiskinan berdasarkan pengalaman panjang

selama (orde baru) ini ternyata tidak dapat diselesaikan semata-mata hanya melalui

pendekatan pertumbuhan ekonomi yang disandarkan pada para pelaku usaha besar.

Pengalaman menunjukkan bahwa meningkatnya angka pertumbuhan ternyata tidak

dengan serta merta mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal ini berarti

tidak dapat mengandalkan usaha besar saja dalam mendongkrak angka pertumbuhan

yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, dan tidak dapat dijadikan sebagai

pilihan satu-satunya dalam mengatasi jumlah pengangguran dan kemiskinan yang

terus bertambah setiap tahunnya.

Melihat latar belakang tersebut di atas, timbul permasalahan bahwa UMK dan

Koperasi yang secara kuantitas sangat besar yang diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap ekonomi nasional, tetapi kualitasnya masih kurang memadai. Oleh

2 | P a g e

Page 3: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

karena itu harus diberdayakan dan dikembangkan menjadi UMK dan Koperasi yang

tangguh agar mampu mengentaskan kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan

yang pada gilirannya akan dapat memantapkan perekonomian nasional.

2. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Melihat kondisi, peran dan kontribusi UMK dalam perekonomian Indonesia

berbagai kalangan masyarakat berharap UMK menjadi pondasi yang kuat bagi

pembangunan ekonomi Indonesia. Dasar pemikirannya adalah cukup rasional karena

perekonomian berbasis UMK sesungguhnya lebih baik karena UMK terbukti

mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap krisis, lebih banyak menyerap tenaga

kerja, lebih adil dan lebih memberikan kesejahteraan kepada rakyat kecil. Munculnya

pemikiran seperti itu setidak-tidaknya menjadikan sektor UMK sebagai tumpuan

harapan masa depan terutama untuk memecahkan 2 (dua) masalah besar bangsa

yakni pengangguran dan kemiskinan. Disamping itu, terdapat keunggulan lain dari

sektor UMK ini yakni bahwa pelaku usahanya tidak hanya besar dari segi jumlah

(kwantitas) karena tersebar diberbagai wilayah perdesaan hingga perkotaan dengan

beragam sektor usaha, akan tetapi juga terbukti mampu memberikan penghidupan

yang layak bagi orang-orang yang berkiprah didalamnya beserta dengan keluarganya.

Hal senada diungkapkan Presiden RI bahwa Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

merupakan institusi yang paling efektif memerangi kemiskinan.3 Sementara itu Haryono

Suyono memiliki pandangan bahwa sektor UMK yang bergerak dalam berbagai horizon

kegiatan ekonomi khususnya di bidang manufaktur dinilai sebagai sektor terpenting dalam

mengatasi pengangguran dan setengah pengangguran. Karena itu pengembangan sektor

yang tersebar di seluruh negeri khususnya di perdesaan dinilai sangat baik dan strategis

tidak saja untuk memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, tetapi sekaligus pula

mendorong pembangunan daerah dan kawasan perdesaan di Indonesia.4 Berdasarkan

kajian dan beberapa literature menyebutkan bahwa peran UMK yang mempunyai kontribusi

besar dalam menyerap tenaga kerja ternyata juga dialami di negara-negara maju yang

3 Harian Kompas, Presiden : Bantulah dan Kembangkan Koperasi, 13 Juli 2008 hal. 24 Suyono, Haryono, Prof. DR., Pemberdayaan Masyarakat : Mengantar Manusia Mandiri,

Demokratis dan Berbudaya, Jakarta, Khanata Pustaka LP3ES, 2006, Hal : 239.

3 | P a g e

Page 4: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

tergabung dalam kelompok Organization for Economic Cooperation and Development

(OECD), kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin.5

Dalam menumbuhkan kemandirian UMK, dapat diberdayakan untuk

mengembangkan melalui koperasi. Sesuai dengan azasnya yaitu kebersamaan dan

kerjasama, melalui koperasi, para pelaku usaha (mikro dan kecil) yang bergerak pada

usaha-usaha produksi, secara bersama-sama dapat menjual produk yang dihasilkan,

disamping membeli input (bahan baku) dan prasarana (alat/mesin) secara bersama-

sama pula. Dalam kebersamaan itu, akan terjadi penguatan kemampuan bersaing,

baik dalam hal penawaran maupun permintaan. Dengan kebersamaan itu pula, akan

dapat diwujudkan economic of scale serta economic of scope yang menekan besarnya

komponen biaya seperti biaya transportasi atau biaya-biaya lainnya, sehingga dapat

dicapai efisiensi teknis dan ekonomis dalam kegiatan usaha yang dijalankan para

anggota koperasi. Demikian pula halnya dalam aspek pembiayaan dan permodalan,

para pelaku usaha dapat bergabung dalam wadah koperasi untuk membangun

lembaga keuangan sendiri yang mampu memberikan pelayanan pembiayaan dan

permodalan. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat adalah merupakan salah satu

pilar ekonomi yang kinerjanya terus menerus mengalami pasang dan surut. Corak

koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala usaha mikro dan kecil, karena itu

perlu dukungan pemberdayaan dan pengembangan khususnya dalam rangka

mendorong praktek koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa potensi dan

kontribusi UMK dan koperasi dalam peningkatan pembangunan ekonomi nasional

tidak perlu diragukan lagi. Ini juga sekaligus menegaskan bahwa UMK termasuk

Koperasi merupakan sektor penting yang harus dibangun dan dikembangkan daerah

dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Namun demikian untuk meningkatkan peran Koperasi dan UMK ini ternyata

masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal

seperti misalnya antara lain : (1) Iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif, (2)

Terbatasnya sarana dan prasarana usaha, (3) Terbatasnya akses pasar, (4) Produk

UMK yang sifat lifetime-nya pendek, dan (5) Implikasi globalisasi ekonomi dan

perdagangan bebas. Sedangkan yang bersifat internal antara lain adalah : (1) Kondisi

5 Ibid, Hal : 241

4 | P a g e

Page 5: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

obyektif SDM pelaku koperasi dan UMK yang masih rendah dan terbatas, (2)

Manajemen yang tradisional, (3) Kurangnya permodalan, (4) Lemahnya jaringan usaha

dan kemampuan penetrasi pasar.

Mengingat peran yang strategis koperasi dan UMK dalam perekonomian

nasional maka, membangun UMK dan Koperasi yang tangguh harus menjadi bagian

integral dari strategi pembangunan perekonomian Indonesia dalam rangka mencapai

tujuan nasional. Koperasi dan UMK menempati posisi strategis untuk mempercepat

perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai

wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi

diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat,

sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak

eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu Koperasi dan UMK berperan

dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap upaya pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi serta

memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya

daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

3. Implementasi UU No. 39 tentang Kementerian Negara dalam rangka

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 9/2005, Kementerian Negara Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan

kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dan

menjalankan fungsi : 1) perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi dan usaha

kecil dan menengah; 2) koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan

usaha kecil dan menengah; 3) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang

menjadi tanggung jawabnya; 4) pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5)

penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidarig tugas dan

fungsinya kepada Presiden; dan 6) menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, berdasarkan Perpres

No. 62/2005.

5 | P a g e

Page 6: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

Dalam menjalankan fungsi perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi

dan usaha kecil dan menengah, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah

menghasilkan beberapa rumusan kebijkan perundang-undangan seperti RUU Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah yang kini sudah menjadi UU No. 20/2008 tentang UMKM,

serta telah menyiapkan RUU Perkoperasian yang saat ini sudah diagendakan dalam

Prolegnas Tahun 2009. Namun dalam melaksanakan koordinasi kebijakan dan

program pemberdayaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengalami beberapa

kendala, antara lain adalah:

1. Peraturan Menteri yang dibuat Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak dapat

mengikat beberapa pihak terkait untuk tunduk dalam kaitannya terhadap

pemberdayaan koperasi dan UKM

2. Kementerian Negara Koperasi tidak dapat melaksanakan koordinasi kebijakan dan

program pemberdayaan yang sinergis dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan

UMKM dengan instansi terkait.

Saat ini berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian

Negara, Kementerian yang menangani urusan Koperasi dan UMKM bertugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan untuk membantu Presiden dalam

penyelenggaraan fungsi : (1) perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan

dibidangnya; (2) Koordinasi dan singkronisasi pelaksanaan kebijakan dibidangnya; (3)

Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; (4)

Pengawasan atas pelaksanaan tugas dibidangnya. Dengan demikian ruang gerak

Kementerian Negara Koperasi dan UKM semakin terbatas, tidal lagi melaksanakan

program-program yang selama ini dilakukan dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan

UKM.

Beberapa pihak menganggap UU No. 39/2008 prematur karena tidak singkron

secara vertikal dengan UUD 1945 dan secara horizontal UU No. 25/1992 tentang

Perkoperasian dan UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Koperasi Koperasi dalam pasal 33 UUD 45 memang tidak ditunjukan secara eksplisit,

namun asas kekeluargaan filosofinya menunjuk pada koperasi. Berdasarkan Pasal 9

dan Pasal 60

UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, pemerintah melaksanakan urusan sebagai

berikut : 1) pemberian badan hukum dan pengesahan akta pendirian koperasi; 2)

6 | P a g e

Page 7: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan

serta pemasyarakatan koperasi; dan 3) memberikan bimbingan, kemudahan dan

perlindungan kepada koperasi, dengan demikian Kementerian Negara Koperasi dan

UKM merupakan kementerian teknis yang menangani pemberdayaan koperasi secara

nasional walaupun saat ini melalui UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah urusan

koperasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota telah terdesentralisasi. Sedangkan dalam

pemberdayaan usaha mikro belum diakomodir dalam UU No. 39/2008, hanya

pelaksanaan bimbingan/pembinaan di daerah dan kegiatan teknis berskala nasional

bagi Usaha Kecil dan Menengah yang dilaksanakan secara sektoral oleh Kementerian

Teknis, yang menangani urusan pemerintahan yang tersurat dalam UUD’45. Padahal

UU No. No. 20/2008 telah mengamanatkan keberadaan Usaha Mikro yang jumlahnya

terbesar (98,90%) dari seluruh pelaku usaha nasional.

Dengan mengacu pada Pasal 8 UU No. 39/2008 memang mempersempit ruang

gerak Kementerian Negara Koperasi dan UKM namun yang tidak dapat lagi

melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di

daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis berskala nasional, namun dengan mengacu

pada Pasal 18 UU No. 39/2008, maka Presiden mempunyai hak priogratif untuk

mengubah Kementerian sebagaimana dimaksud, dengan mepertimbangkan :

a. efisiensi dan efektivitas;

b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;

c. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;

e. peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;

f. kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri;

dan/atau

g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yangberkembang.

Berdasarkan kewenangan tersebut maka perubahan Kementerian Negara

Koperasi dan UKM menjadi “Departemen” Koperasi, Usaha Mikro dan Kecil atau

menjadi Kementerian Negara yang dapat melaksanakan bimbingan teknis dan

supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan

teknis berskala nasional dapat dilaksanakan atas kehendak Presiden.

7 | P a g e

Page 8: TANTANGAN KEMENTERIAN KOPERASI

4. Kelayakan Pembentukan Kementerian Negara Koperasi dan UMKM

Berdasarkan UU No. 39/2008 dari aspek kelembagaan keberadaan Kementerian

Negara Koperasi dan UKM jelas masih ada, hanya terjadi penyederhanaan fungsi

kelembagaan. Selama ini Kementerian Negara Koperasi dan UKM melaksanakan

koordinasi dan kegiatan teknis dirubah hanya melaksanakan koordinasi dan

singkronisasi kebijakan.

Namun berdasarkan kondisi dan kebutuhan saat ini, maka keberadaan Kementerian

Negara Koperasi dan UKM berdasarkan UU No. 39/2008 perlu disesuaikan atau

tambahkan fungsinya untuk tetap menangani fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan

dan pengembangan koperasi dan usaha mikro dan kecil, dan bahkan ditingkatkan

kedudukannya menjadi lembaga seperti Departemen saat ini dengan pertimbangan

sebagai berikut :

(1) Berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, UU No. 22/1999 tentang

Otonomi Derah dan UU No. 20/2008 tentang UMKM maka terdapat kebutuhan

penanganan fungsi : 1) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di daerah

(pemerintah provinsi) atas urusan perkoperasian secara nasional; dan 2)

kebutuhan penanganan urusan usaha mikro. Berdasarkan kebutuhan tersebut dan

berdasarkan pasal 18 UU No. 39/2008, maka keberadaan Kementerian Negara

Koperasi dan UKM dapat berubah atau ditambah fungsinya menyesuaikan

dengan kebutuhan, sebagaimana juga saat ini kewenangan untuk

menyelenggarakan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi dan usaha

mikro, kecil dan menengah berdasarkan Perpres No. 62/2005.

(2) Untuk keberlanjutan/kesinambungan, keserasian dan keterpaduan pelaksanaan

tugas Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam menjalankan pembinaan,

sufervisi monitoring dan evaluasi program teknis di daearah secara nasional, maka

Fungsi Kementerian Koperasi dan UMK seyogyanya dapat lebih diperluas dan

eraborasi lagi sehingga penjabaran dari pasal 5 ayat (3) dan 8 ayat (3) UU No.

39/2008 tentang Kementerian Negara dapat selaras dengan UU No. 25/1992

tentang Perkoperasian dan UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah.

8 | P a g e