TAMAN NASIONAL BALURAN · PDF filekebakaran hutan secara alami. ... sebelah Timur oleh Selat...
Transcript of TAMAN NASIONAL BALURAN · PDF filekebakaran hutan secara alami. ... sebelah Timur oleh Selat...
16
LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan
PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM
KEMARAU
TAMAN NASIONAL BALURAN
16
2006 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman Nasinal Baluran merupakan kawasan konservasi yang memiliki
keanekaragaman satwa dan habitat alamnya dengan berbagai tipe komunitas.Tipe
vegetasi yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain hutan payau,
hutan rawa, hutan pantai, savana dan hutan musim. Hutan musim terdiri dari dua
tipe vegetasi yaitu hutan musim alam dan hutan tanaman jati. Hutan musim
dijumpai dari lereng Gunung Baluran sampai mendekati pantai, kawasan hutan
musim mempunyai nilai penting sebagai perlindungan ekosistem dan merupakan
habitat mamalia besar seperti Banteng ( Bos javanicus ), Kerbau liar ( Bubalus
bubalis ) dan Rusa Timor ( Cervus timorensis ).
Padang rumput di Taman Nasional tersebar diberbagai tempat diantaranya di
Karangtekok, Balanan, Semiang, Kramat, Talpat dan Bekol. Padang rumput
merupakan habitat yang penting bagi kehidupan berbagai jenis satwa liar, karena
baik padang rumput maupun savanna ternyata bukan hanya sekedar tempat untuk
mencari makan, tetapi juga merupakan tempat untuk melakukan komunikasi
sosial, memelihara / mengasuh dan membesarkan anaknya ( Alikodra, 2002 ).
Peningkatan penyebaran A. nilotica di Taman Nasional Baluran telah meluas
di seluruh areal savana. Penyebaran ini juga terjadi di savanna Bekol yang
mengakibatkan berkurangnya ruang tumbuh species tumbuhan asli savana Bekol
yang sebagian besar merupakan makanan herbivora. Penurunan jumlah makanan
herbivora didukung pula oleh suksesi sekunder yang berjalan dengan baik akibat
tidak adanya pemutusan pergerakan ini.
Kondisi hijauan rumput di savana sangat dipengaruhi oleh jumlah satwa,
persaingan jenis rumput, musim serta perubahan ekosistem yang disebaakan oleh
campur tangan manusia ( Setyawati dan Mukhtar dalam Budi Utomo, 1997 )
Peningkatan produktivitas savanna diperlukan usaha – usaha perbaikan yang
dituangkan kedalam program – program pengelolaan habitat yang menjamin
16
kelesatarian satwa liar beserta lingkungannya. Pengelolaan padang rumput dan
savaana meliputi beberapa tujuan antara lain, untuk mempertahanakan kesuburan
tanah, mencegah kerusakan tanah, baik karena erosi ataupun injakan kaki satwa,
memberantas tumbuhan pengganggu dan memelihara produktivitas hijauan
makanan satwa. Kegiatan praktisnya di lapangan terdiri dari : penggunaan pupuk,
penggunaan api, system tanaman campuran, pemberantasan tumbuhan
pengganggu dan penggemburan lapisan olahan ( top soil ) ( Alikodra, 1999 ).
Penurunan kualitas savanna bekol sebagai habitat herbivora tidak dapat
dibiarkan terus menerus berlangsung. Untuk meningkatkan kualitas savanna
diperlukan berbagai data mengenai penyebab menurunnya kualitas savanna
tersebut. Untuk mempertahankan kondisi populasi satwa herbivora maka hijauan
sebagai pakan yang merupakan faktor pembatas diusahakan selalu tersedia dalam
jumlah cukup, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Penggunaan makanan oleh satwa ditentukan oleh perubahan ketersediaan
dan kualitas jenis – jenis makanan di dalam lingkungannya. Pada umumnya dari
tahun ke tahun selalu terjadi perubahan tingkat kelimpahan makanan. Oleh sebab
itu perlu diketahui produktivitasnya ( Alikodra, 2002 )
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu didukung data mengenai kondisi
dan produktivitas savanna Bekol . Untuk memperoleh data tersebut diatas maka
perlu diadakan penelitian mengenai kondisi dan produktivitas savana guna
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi populasi
flora dan faunanya.
Tujuan
Tujuan pegumpulan data dan informasi produktifitas Savana Bekol musim
kemarau adalah untuk mengetahui daya dukung rumput untuk pakan satwa pada
Savana Bekol dalam rangka pembinaaan habitat pakan satwa.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Padang Rumput
Padang rumput merupakan salah satu komponen lingkungan hidup herbivora
terpenting, karena padang rumput menyediakan makanan, selanjutnya akan
menentukan populasi karnivora. Oleh karena itu untuk melestarikan dan
mengembangkan populasi herbivora, kualitas dan kuantitas makanan di padang
rumput harus diperhatikan dengan seksama.
Menurut Horton ( 1992 ) padang rumput merupakan daerah – daerah terbuka
bertumbuhan rumput – rumputan dan semak, daerah ini terjadi karena adanya
kebakaran hutan secara alami.
Menurut Alikodra ( 1979 ) grazing area adalah suatu daerah yang cukup luas
yang berbentuk padang rumput yang menjadi makanan herbivora di dalam suatu
kawasan suaka alam. Jenis –jenis rumput yang dikehendaki untuk grazing area
adalah jenis rumput yang disukai satwa, cepat tumbuh, tahan injakan satwa, tahan
api dan tahan kekeringan.
Mcllory ( !977 ) mengemukakan bahwa pada umumnya padang rumput alam
di dunia diklasifikasikan ke dalam lima tipe yang sesuai dengan sifat tumbuh –
tumbuhan penutupnya yaitu :
1. Padang rumput savana mempunyai rumput penutup tanah yang hampir rapat
dengan pohon – pohon yang tumbuh terpencar yang kadang cukup rapat
untuk membentuk hutan, tetapi tidak cukup rapat untuk menaungi sehingga
menghambat pertumbuhan rumput. Sebagian besar tanah – tanah
penggembalaan di daerah tropik termasuk dalam kategori ini.
2. Stepa rumput hampir seluruhnya terdiri dari rumput tanpa leguminosa dan
sangat sedikit ditumbuhi semak. Pada umumnya tidak terdapat pohon –
pohon dan belukar. Rumpu – rumput asli yang umumnya tumbuh di daerah
itu termasuk tipe yang membentuk rumpun.
3. Stepa – semak ditumbuhi oleh semak – semak yang tumbuhnya rendah
seringkali tidak lebih tinggi dari 90 cm.
16
4. Belukar gurun, dicirikan dengan rumput penutupnya terdiri dari tanaman
tahunan yang tumbuh setelah hujan lebat. Selama musim kemarau
kehidupan ternak – ternak tergantung dari pucuk – pucuk daun belukar
tersebut. Belukar gurun merupakan vegetasi khas daerah kering ( arida ) dan
setengah kering ( semi arida ) tropika.
5. Padang rumput alpin sangat erat sekali hubungannya dengan stepa-rumput
dan dapat dijumpai di Skotlandia, di Pegunungan Alpen, di Pegunungan
Himalaya dan sebagainya. Tumbuh – tumbuhan penutup terdiri dari rumput
– rumput yang pendek dan tidak terdapat leguminosa.
Padang rumput merupakan sumber penyedia hiajuan alami yang secara
langsung dapat dimakan oleh hewan. Padang rumput yang baik dan ekonomis
ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa, dengan catatan
leguminosa ini dalam pertumbuhannya tidak mengganggu pertumbuhan rumput.
B. Produktifitas Padang Rumput
Produktivitas merupakan hasil yang dipungut atau dipanen persatuan bobot,
luas dan waktu. Sedangkan biomassa adalah hasil yang dipanen atau dipungut
persatuan luas dan bobot ( Hafis, 1993 dalam Budi Utomo 1993 ).
Produktivitas rumput diperoleh dengan cara memotong dan menimbang
rumput yang terdapat di areal tersebut. Untuk mendapatkan angka yang baik
pemotongan dilakukan setiap bulan atau menurut interval waktu tertentu.
Produktivitas yang baik menurut Wind & Amir ( 1997 ) dalam Setyawati &
Mukhtar ( 1992 ) yaitu 6000 kg per ha atau 150 kg/ha/hari.
Menurut Mcllory pemotongan rumput dilakukan pada ketinggian yang telah
ditentukan, pada umumnya sangat dekat dengan permukaan tanah. Jadi semua
jenis rumput terukur hanya sebatas bagian yang berada di atas permukaan tanah.
Mcllory ( 1997 ) menyatakan bahwa produktivitas padang rumput
tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Persistensi ( daya tahan ), yaitu kemampuan untuk bertahan hidup dan
berkembang secara vegetatif.
2. Agresivitas ( daya saing ) yaitu, kemampuan memenangkan persaingan
dengan species lain yang tumbuh bersama.
16
3. Kemampuan untuk tumbuh kembali setelah injakan dan pengembalaan yang
berat.
4. Sifat tanah kering dan tahan kering.
5. Penyebaran produksi musiman.
6. Kemampuan menghasilkan cukup banyak biji yang dapat tumbuh baik atau
dapat berkembangbiak secara vegetatif.
7. kesuburan tanah.
8. Iklim, terutama besarnya curah hujan dan distribusi hujan.
Spedding ( 1997, dalam Budi Utomo 1997 ) menyatakan bahwa hasil
rumput ( hijauan makanan satwa ) tahunan dari pertumbuhan rumput biasanya
dicirikan oleh musim yang lebih baik. Pola pertumbuhan ini dapat dirubah dengan
cara pemupukan dan pemangkasan. Kecepatan pertumbuhan rumput akan berbeda
tergantung pada habitat tumbuh dan perbedaab temperature tanah.
Menurut Alikodra ( 1979 ) produktivitas kawasan merupakan modal yang
secara ekonomis paling menguntungkan untuk mengembangkan populasi satwa
sampai pada tingkat tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
padang rumput antara lain :
1. Suksesi, yaitu suatu proses perubahan dari unsur biotik dan abiotik sesuai
dengan ekosistemnya.
2. Persaingan jenis rumput, terutama pada padang rumput alam kemungkinana
jenis rumput tidak disukai oleh satwa akan muncul menggantikan jenis –
jenis yang disukai oleh satwa.
3. Pengaruh musim, yaitu dalam musim kemarau mengalami kekeringan,
sehingga mengalami masalah produksi makanan menurun.
4. Over grazing, yaitu suatu keadaan yang menunjukkan bahwa jumlah satwa
yang merumput telah melebihi daya dukung padang rumput.
Stamfort ( 1960 ) dalam Mcllory ( 1997 ) menaytakan bahwa kesalahan –
kesalahan yang biasa terjadi pada pengukuran kuantitas hijaun dapat disebabkan
karena :
1. Variasi produksi antar petak – petak.
2. Kesalahan cuplikan acak ( random sampling ) dalam menduga produksi.
16
3. Variasi konsumsi yang disebabkan oleh perbedaan – perbedaan hijaun dalam
hal jumlah tersedia, palatabilitas dan nafsu makan satwa.
4. Kesalahan cuplikan acak dalam menduga sisa hitungan yang tidak termakan.
5. Kesalahan dalam pemotongan dan penimbangan, menyebabkan bias dalam
pendugaan produksi dan hijauan.
Pola pertumbuhan padang rumput dipengaruhi banyak oleh suhu, biasanya
suhu rendah. Naungan dapat mempengaruhi produktivitas padang rumput karena
iklim lokal berubah. Demikian juga suhu yang tinggi berpengaruh sama yang
dapat menyebabkan kekeringan yang merupakan faktor penentu utama pada pola
pertumbuhan disbanding dengan suhu yang rendah.
16
III. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Lokasi
Data diambil dari Savana Bekol setelah melakukan penelitian studi
produktifitas Savana Bekol periode musim kemarau.
C. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adantara lain : gunting rumput, rol
meter plastic, raffia, meteran, penggaris, kompas, kamera, timbangan, patok
�amboo, parang dan gergaji.
D. Metode Pengambilan dan Analisis Data
Metode pengambilan data dilakukan secara langsung ( data primer ) dan
tidak langsung ( data sekunder ). Data primer meliputi hasil survei analisa
vegetasi, pengukuran produktivitas rumput.
Survei atau studi lapangan dilakukan pada awal dan akhir penelitian untuk
mengetahui kondisi savana secara umum terutama mengenai luas, topografi
lapangan dan kondisi vegetasi.
E. Data Primer Produktifitas padang rumput
Untuk mendapatkan data produktivitas padang rumput dibuat petak – petak
contoh dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 20 plot. Penentuan petak contoh
dilakukan dengan random yaitu dilakukan pengundian yang didasarkan pada
penempatan petak contoh analisa vegetasi.
Pertama dilakukan pengundian untuk petak contoh yang tidak dipagar
sebanyak 10 buah, kemudian dilakukan pengundian untuk petak contoh yang
dipagar sebanyak 10 buah. Untuk selanjutnya diaplikasikan ke lapangan. Untuk
menghitung produksi rumput dilakukan pemotongan rumput pada 10 plot yang
telah ditentukan. Hasil pemotongan rumput ditimbang bertanya yang merupakan
produksi rumput pada keadaan alami. Setelah pemotongan awal rumput yang telah
dipotong dibiarkan selama 40 hari yang dilanjutkan dengan pemotongan kedua
16
sebagai produksi per plot selama 40 hari. Untuk menghindari aktifitas merumput
dari satwa dilakukan pemagaran terhadap 10 plot rumput pada kondisi alami,
sedangkan 10 plot rumput yang lain dibiarkan tanpa pemagaran.
Untuk mengetahui jumlah rumput yang dimakan satwa setiap harinya dapat
dilakukan pendekatan dengan cara membandingkan hasil penimbangan rumput
pada plot yang dipagar dengan plot yang tidak dipagar, dimana rumput masing –
masing dalam kondisi alami.
Pengolahan data menggunakan rumus yang seperti dikemukakan oleh
Widyatna ( 1982, dalam Setyawan, 1996 ) yaitu dari hasil penimbangan rumput
pada petak – petak contoh dapat diketahui produksi rumput seluruh areal dengan
menggunakan rumus :
P = P
L l
P : Produksi rumput padang rumput
L : luas padang rumput.
P : Produksi rumput seluruh petak contoh.
L : Luas seluruh petak contoh.
Untuk mengetahui produktivitas rumput seluruh areal dapat digunakan rumus
produktivitas menurut Widyatna ( 1982, dalam Setyawan, 1966 ) yaitu :
Produktivitas = Produksi seluruh areal padang rumput
Interval waktu pengamatan ( 40 hari )
F. Data Sekunder
Data sekunder berfungsi melengkapi data primer yang sangat diperlukan dan
menunjang hasil penelitian. Data ini diperoleh dengan menghimpun data – data
yang telah ada ( terdahulu ) dan studi pustaka. Adapun data – data yang
diperlukan dalam penelitian ini meliputi : data iklim, data kondisi fisik wilayah
penelitian, data curah hujan, data flora dan fauna serta data lain yang menunjang.
16
IV. KONDISI UMUN KAWASAN
A. Kondisi Fisik
A.1. Status Kawasan, Letak dan Luas
Pada awalnya kawasan Baluran berstatus sebagai kawasan suaka
margasatwa atas perintah Direktur kebun raya Bogor ( K.W. Waderman ) pada
tahun 1937, kemudian pada tahun 1982 dengan surat keputusan Menteri
Pertanian, status kawasan Baluran diubah menjadi Taman Nasional Baluran.
Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur Pulau Jawa. Sebelah Utara
dibatasi oleh Selat Madura, sebelah Timur oleh Selat Bali dan bagian Selatan
berturut – turut dibatasi oleh Dusun Pandean Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati,
Sungai Kelokoran, Dusun Karangtekok dan Desa Sumberanyar.
Berdasarkan letak administratif pemerintahan, Taman Nasional Baluran
berada di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, sedangkan secara
geografis terletak pada 7º29’10” sampai 7º55’55” Lintang Selatan dan
114º29’20”” sampai 114º39’10” Bujur Timur. Luas Taman Nasional Baluran
berdasarkan surat penunjukan Menteri Kehutanan Nomor : 279/Kpts-VI/1997
tanggal 23 Maret 1997 seluas 25.000 hektar, yang dalam system pengelolaannya
dibagi menjadi beberapa zonasi yaitu :
- Zona inti
- Zona rimba
- Zona pemanfaatan intensif
- Zona pemanfaatan khusus
- Zona rehabilitasi
Dalam kawasan seluas tersebut di atas terdapat bekas HGU atas nama PT
Gunung Gumitir seluas 363 Ha di daerah Labuhan Merak dan Gunung Mesigit,
Transmigrasi Lokal angkatan Darat ( Translok ) di Dusun Pandean seluas 57 Ha
dan tanah sengketa ( penyerobotan lahan ) Blok Gentong seluas 22 Ha.
16
A.2. Iklim , Topografi dan Tanah
Taman Nasional Baluran beriklim Monsooon dengan musim kemarau yang
panjang. Musim penghujan terjadi pada Bulan Desember sampai dengan Bulan
April, sedangkan bulan kemarau terjadi pada Bulan Mei sampai dengan Bulan
Nopember. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Taman Nasional
Baluran termasuk ke dalam kelas hujan tipe E dengan temperature berkisar antara
27,2º C sampai 30,9º C, kelembaban udara 77%, kecepatan angina 7 knots dan
arah angina dipengaruhu arah tenggara yang kuat. Pengaruhnya terlihat dalam
distribusi musim panas dan hujan dimana pada Bulan April samapai dengan
Oktober musim kemarau dan Bulan Oktober sampai dengan awal April musim
hujan ( Anonimus, 1995 dalam Balai Taman Nasional Baluran, 2002 ).
Taman Nasional Baluran memiliki topografi datar sampai bergunung –
gunung dan mempunyai ketinggian antara 0 samapai 1,27 m dpl. Dataran rendah
di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas kawasan
sebelah timur dan utara. Sedangkan di Selatan dan Barat mempunyai bentuk
lapangan relatif bergelombang. Daerah tertinggi terletak di tengah – tengah
kawasan, diantaranya Gunung Baluran ( 1.247 m ). Daerah ini memiliki topografi
berbukit sampai bergunung.
Kawasan Taman Nasional Baluran didominasi oleh batuan vulkanik tua dan
batuan alluvium. Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan
sedangkan batuan alluvium terletak disepanjang pantai meliputi daerah Pandean,
Tanjung Sedano, Tanjung Sumber Batok dan Tanjung Lumut.
Jenis – jenis tanah yang ada di Taman Nasional Baluran antara lain, Andosol
( 5,52% ).Latosol ( 20,23% ), Mediterani Merah Kuning dan Grumusol ( 51,25% )
serta Alluvium ( 23% ). Jenis tanah di Taman Nasional Baluran dikelompokkan
pada jenis tanah yang ada di daerah datar hingga cekung, berombak, berbukit
sampai bergunung. Jenis tanah yang mempunyai penyebaran di daerah bukit
adalah Andosol dan Latosol. Daerah yang lebih rendah jenis tanahnya terdiri dari
Mediteran Merah Kuning dan Grumusol, sedangkan daerah yang paling rendah (
cekung ) jenis tanahnya didominasi oleh Alluvium. Tanah yang berwarna hitam
yang menyelimuti setengah daerah dataran rendah ( antara lain Bekol ), ditumbuhi
rumput yang sangat subur sehingga disenangi oleh satwa pemakan rumput.
16
Namun tanah jenis ini mempunyai cirri khas mudah longsor dan sangat berlumpur
pada musim penghujan. Sebaliknya bila musim kemarau berlangsung tanah akan
menjadi pecah – pecah dengan patahan sedalam lebih kurang 10 cm - 80 cm.
B. Lingkungan Biotik
B.1. Ekosistem
Taman Nasional Baluran memiliki tipe ekosistem yang beraneka ragam.
Tipe – tipe tersebut antara lain hutan pantai, hutan payau, savana dan hutan
musim. Hutan pantai terdapat di daerah Popongan, Kelor, Bama, Gatel dan
Dadap. Hutan payau dijumpai di daerah Bama, Bilik, Kelor, Mesigit dan Tanjung
Sedano. Savana merupakan tipe vegetasi yang dijumpai hampir di seluruh bagian
kawasan Taman Nasional baluran dan merupakan habitat satwa Banteng dan
Kerbau Liar serta berbagai jenis satwa lainnya. Hutan musim terbagi menjadi dua
yaitu hutan musim dataran rendah yang tersebar hampir di seluruh kawasan
Taman Nasioanl ( kecuali dibagian tengah ) dan hutan musim dataran tinggi yang
terdapat di bagian tengah kawasan.
B.2. Flora
Taman Nasional Baluran mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang
cukup tinggi. Dari berbagai vegetasi yang ada terdapat kurang lebih 422 jenis
tumbuhan yang termasuk dalam 87 familia ( Anonimus, 1995 ). Sebaran jenis
dominant pada setiap tipe vegetasi yang ada di Taman Nasional baluran dapat
diuraukan sebagai berikut :
a. Hutan Mangrove
Tipe hutan ini terdapat di aderah Pantai Utara dan timur kawasan seperti,
Bilik, Lempuyang, Mesigit, Tanjung Sedano dan Kelor. Jenis – jenis Flora yang
umum dijumpai antara lain Api –api ( Avicennia spp ), Bakau ( Rhizophora spp )
dan Tanjung ( Bruguiera spp ). Di beberapa tempat seperti Pandean, Mesigit dan
sebelah Barat Mesigit terdapat hutan mangrove yang telah rusak,daerah ini akan
menjadi Lumpur pada musim hujan tetapi akan berubah menjadi keras dan kering
dengan lapisan garam dipermukaannya pada musim kering. Jenis tumbuhan yang
sering ditemukan di daerah ini antara lain Api – api ( Avicennia spp ) dan truncum
( Lumnitzera racemosa ).
16
b. Hutan Payau
Hutan payau di Baluran merupakan daerah ekoton yang berbatasan dengan
savanna atau hutan pantai. Penyebaran hutan ini sebagian besar tedapat di
Popongan, Kelor, bagian Timur Bama serta Barat laut Gatel. Jenis – jenis pohon
yang hijau sepanjang tahun dijumpai pada hutan ini. Jenis – jenis tersebut antara
lain Excocaria agallocha, Syzygium polianthum dan Buchanania arborecens.
c. Savana
Tipe habitat ini merupakan klimaks kebakaran yang sangat dipengaruhi oleh
aktivitas manusia. Tipe habitat ini dapat dibedakan menjadi dua sub tipe yaitu
savanna datar dan savanna permukaan bergelombang. Savana datar terdapat pada
tanah Alluvial berbatu – batu, sub tipe savanna ini terdapat di bagian Tenggara
kawasan, yaitu daerah sekitar Plalangan dan bekol dengan luasan sekitar 1500 Ha
sampai dengan 2000 Ha. Sebagian besar dari populasi banteng, rusa dan kerbau
liar menggunakan areal ini untuk merumput. Kondisi saat ini sebagian besra
savanna terutama Bekol, Kramat Kajang dan sebagian Balanan telah terinvasi
Acacia nillotica yang sebelumnya ditanam ( 1969 ) sebagai sekat baker karena
tumbuhan ini tahan api, namun karena pertumbuhannya sangat cepat dan dapat
tumbuh pada daerah yang sengat kering, tumbuhan ini akan menjadi ancaman
yang serius bagi keberadaan savanna.
d. Hutan musim
Hutan musim ( Monsoon forest ) yang ada di Taman Nasional Baluran dapat
dikelompokkanm menjadi dua jenis yaitu hutan musim dataran tinggi dan hutan
musim dataran rendah. Daerah transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian
250 – 400 m dpl.
B.3. Fauna
Keanekaragaman jenis satwa / fauna di Taman nasional Baluran dapat
dibedakan menjadi empat ordo yaitu Mamalia, Aves, Pisces dan Reptilia. Jenis
Mamalia besar yang sering dijumpai anatara lain Banteng ( Bos javanicus ),
Kerbau Liar ( Bubalus bubalis ), Rusa ( Cervus timorensis ), Kijang ( Muntiacus
muntjak ), Babi hutan ( Sus sp ), Macan Tutul ( Panthera pardus ) dan Ajak atau
anjing hutan ( Cuon alpinus ).
16
Jenis – jenis Primata anatara lain Monyet Ekor Panjang ( Macaca
fascicularis ) dan Budeng ( Tracyphitecus auratus cristatus ). Sedangkan dari
golongan Aves diperkirakan sebanyak 155 jenis. Jenis endemik Jawa yaitu Tulung
Tumpuk ( Megalaima javanesis ), Raja Udang ( Pelargopsis capensis ) dan
Cekaka ( Halcyon cyanoventris ). Didaerah ini juga terdapat Ayam Hutan ( gallus
sp ) dan Burung Merak ( Pavo muticus ).
Dari golongan ikan ( Pisces ) belum banyak diketahui informasinya
walaupun terdapat jenis yang memiliki nilai ekonomis yaitu Bandeng ( Chanos
chanos ), jenis – jenis lainnya adalah Dascylus melampus, Bomochantoides
imperator, Centopyre bibicca, Chromis caerulous dan beberapa jenis ikan Hiu.
Reptilia besar tidak banyak dijumpai di daerah ini, jenis yang sering dijumpai
adalah Biawak ( Varanus salvator ) ( Anonimus, 1995 ).
16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Savana
Produktivitas Savana Bekol dihitung dengan menggunakan rumus yang digunakan
Widyatna ( 1982 ), yaitu :
Produktivitas = Produksi seluruh areal padang rumput
Interval waktu pengamatan ( 40 hari )
Untuk menghitung produksi rumput seluruh areal savana digunakan rumus :
P = P
L l
P : Produksi rumput padang rumput
L : luas padang rumput.
p : Produksi rumput seluruh petak contoh.
l : Luas seluruh petak contoh.
Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
A. Produksi seluruh savanna yang diperoleh dari petak – petak yang tidak
dipagar :
P = 125 0000 m² x 44540 gr
10 m²
= 125 0000 x 454 gr
= 5675 000 00 gr
= 454 0000 gr/ha = 4540 Kg/ha
Produktivitasnya = 5675 00000 gr
40
= 14187500 gr/hari
= 113500 gr/ha/hari
= 113,5 Kg/ha/hari
16
B. Produksi seluruh savanna yang diperoleh dari petak – petak yang
dipagar yaitu :
P = 125 0000 m² x 5850 gr
10 m²
= 125 0000 x 585 gr
= 73125 0000 gr
= 5850000 gr/ha = 5850 Kg/ha
Produktivitasnya = 731250000 gr
40
= 18281250 gr/hari
= 146250 gr/ha/hari
= 146,25 Kg/ha/hari
Dari hasil penghitungan produktivitas rumput petak contoh yang dipagar
lebih besar daripada petak contoh yang tidak dipagar. Hal ini disebabkan karena
petak contoh yang digar terhindar dari aktivitas satwa yang ada di savanna,
sedangkan pada petak contoh yang tidak dipagar terpengaruh oleh aktivitas satwa.
Menurut Alikodra ( 1979 ) bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas padang
rumput salah satunya adalah overgrazing yaitu suatu keadaan yang menunjukkan
bahwa jumlah satwa yang merumput telah melebihi daya dukung padang rumput,
selain itu persaingan antar jenis rumput dan musim juga berpengaruh terhadap
kualitas padang rumput.
Dari interval waktu pengamatan maka produktivitas savanna Bekol pada
saat penelitian diperoleh sebesar113,5 Kg/ha/hari. Jika dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Setyawan ( 1996 ) diperoleh data produktivitas Savana
Bekol sebesar 13,7 Kg/ha/hari dan Budi Utomo ( 1997 ) diperoleh data
produktivitas savanna Bekol sebesar 86,125 Kg/ha/hari, maka produktivitas pada
penelitian ini dikatakan mengalami peningkatan. Meningkatnya produktivitas
disebabkan beberapa faktor antara laian ; semakin luasnya kawasan yang telah
dibuka dari pengaruh Acasia nilotica mengakibatkan jumlah jenis tumbuhan
bawah semakin merata. Menurut Hasanbahri ( 1995 ) bahwa jumlah jenis
tumbuhan bawah akan bertambah setelah dilakukan pencabutan Acasia nilotica
yaitu adanya usaha pengurangan faktor kompetisi terhadap cahaya telah mampu
16
merangsang pertumbuhan jenis tumbuhan bawah. Hal ini disebabkan karena sinar
matahari intensitasnya bisa langsung ke tanah, sehingga sangat membantu
pertumbuhan tumbuhan bawah termasuk jenis rumput. Faktor meningkatnya
produktivitas juga disebabkan oleh jumlah satwa yang merumput, sesuai pendapat
Alikodra ( 1979 ) bahwa satwa yang berlebihan di savanna maka akan merusak
habitat, pengaruhnya yang besar terhadap semak ( tumbuhan bawah ).
Untuk menghasilkan produktivitas rumput yang baik, menurut Wind dan
Amir ( 1997, dalam Budi Utomo 1997 ) bahwa produktivitas rumput yang baik
yaitu 150 Kg/ha/hari.
Kurang mampunya padang rumput untuk menghasilkan produktivitas yang
baik disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern tumbuhan itu sendiri dan
faktor ekstern ( lingkungan ). Faktor intern anatara lain, persaingan, kemampuan
atau daya tahan untuk hidup dan berkembang secara vegetatif, serta tahan injakan
satwa. Sedangkan faktor ekstern antara lain kesuburan tanah, iklim dan aktivitas
satwa. Seperti yang dikemukakan Mcllory ( 1977 ) bahwa produktivitas padang
rumput tergantung pada beberapa faktor yaitu, persistensi ( daya tahan ),
agresivitas ( daya saing ), kemampuan tumbuh kembali setelah injakan dan
penggembalaan yang berat, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran
produksi musiman dan kesuburan tanah serta iklim, terutama besarnya curah
hujan dan distribusi hujan.
16
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan :
Dari hasil penelitian di savanna Bekol dapat disimpulkan :
Produktivitas Savana Bekol pada musim hujan sebesar 113,5 Kg/ha/hari,
ternyata masih belum memenuhi kriteria produktivitas yang baik. Menurut Wind
dan Amir ( 1997, dalam Budi Utomo 1997 ) produktivitas rumput yang baik
adalah 150 Kg/ha/hari.
B. Saran :
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Acasia
nilotica terhadap habitat satwa yang ada di dalamnya serta tumbuhan yang hidup
di bawahnya
16
DAFTAR PUSTAKA
Budi Utomo, 1997. Studi produktifitas Savana Bekol, Malang.
H.S. Alikodra, 2002. Pengelolaan Satwa Liar, IPB, Bogor.
PEH Baluran, 2006. Program Kerja Pengendali Ekosistem Baluran, Taman
Nasional Baluran.
Richard B. Primack dkk, 1998. Biologi Konservasi, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Arif P dkk, 2004. Plot Pengamatan Rumput, PEH Taman Nasional Baluran
16
KATA PENGANTAR
Penelitian Produktifitas savana Bekol merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar produktifitas savana, sehingga akan
diketahui kemampuan savana dalam pemenuhan kebutuhan hijauan pakan satwa.
Rumput merupakan salah satu unsur utama kehidupan mamalia besar oleh karena
itu perlu mendapat perhatian yang serius agar keberadaan satwa tetap lestari.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada, Kepala Seksi Konservasi II
Bekol atas motivasinya dan rekan – rekan PEH dan POLHUT atas kerjasamanya,
sehingga penelitian dapat berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan dan
makalah hasil Penelitian Produktifitas Savana Bekol dapat diselesaikan dengan
baik. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan kajian / masukan dalam
pengelolaan Taman Nasional Baluran, dan dapat dipertimbangkan angka
kreditnya dalam Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan.
Penulis mengharapkan kritik / saran / masukannya baik dari segi isi
maupun penulisan agar laporan ini sempurna. Semoga dari makalah ini akan ada
action plant untuk pembinaan habitat mamalia besar, khususnya di Seksi
Konservasi Wilayah II Bekol. Semoga makalah ini berguna bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Bekol, April 2006
Penulis
16
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................ iv
I. PENDAHULUAN ................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ................................................ 2
C. Pembatasan Masalah ................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 3
A. Padang Rumput ................................................ 3
B. Produktifitas Padang Rumput ................................................ 4
III. METODE PENELITIAN ................................................ 7
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 7
B. Obyek Penelitian ................................................ 7
C. Alat ................................................ 7
D. Metode Pengambilan dan Analisis
Data ............................................... 7
E. Data Primer Produktifitas Padang
Rumput ............................................... 7
F. Data Sekunder ............................................... 9
IV. KONDISI UMUM KAWASAN ............................................... 10
A. Kondisi Fisisk ............................................... 10
A.1 Status kawasan, Letak dan luas ............................................... 10
A.2 Iklim, Topografi dan Tanah ............................................... 11
B. Lingkungan Biotik ............................................... 12
B.1 Ekosistem ............................................... 12
B.2 Flora ............................................... 12
B.3 Fauna ............................................... 13
16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 15
A. Produksi seluruh areal yang tidak
dipagar ................................................ 15
B. Produksi seluruh areal yang
dipagar ................................................ 16
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................ 18
B. Saran ................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................ 19
Lampiran ................................................ 20