Tafsir Al-Alaq (1)

download Tafsir Al-Alaq (1)

of 35

Transcript of Tafsir Al-Alaq (1)

BAB I PENDAHULUAN

Latar BelakangSebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada kita sebagai pedoman hidup. Sebagai pedoman hidup tentunya Al-Quran memiliki peranan penting dan harus selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, selain dengan membaca, berarti kita dituntut harus lebih memahami isi atau kandungan dari Al-Quran itu sendiri, karena jika kita tidak benar-benar memahami dengan baik, maka akan muncul berbagai perbedaan pendapat atau salah dalam memahami isi Al-Quran.Dari zaman ke zaman manusia semakin hari semakin kehilangan ruh akan kependidikannya. Banyak manusia-manusia yang mengagung-agungkan intelektualnya tanpa berfikir dan mengetahui siapa yang menjadikannya seperti itu. Semangat membaca, menelaah, mengkaji, dan meriset ilmu-ilmu pengetahuan memudar di kalangan manusia bahkan kaum muslimin sendiri.Seharusnya umat manusia memahami betul akan wahyu Allah yang pertama kali turun kepada Rasulullah Muhammad. Wahyu yang pertama kali turun adalah wahyu yang berisikan tentang nilai-nilai dasar pendidikan yang harus senantiasa dijalani. Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 Allah memberikan gambaran dasar tentang nilai-nilai kependidikan tentang membaca, menulis, meriset, mengkaji, serta menelaah apa-apa yang belum diketahui. Dan pekerjaan-pekerjaan tersebut harus senantiasa diawali dengan meyartakan nama Tuhan (Bismillah).Dalam makalah ini kami penulis menyoroti dalil pendidikan yang mengandung makna secara intrinsik dan ekstrinsik terhadap nilai-nilai pendidikan yang sangat mendasar. Dengan pemikiran bahwa Al-Quran adalah sumber dari segala ilmu maka alangkah baiknya kita sebagai kaum intelektual dan calon pendidik menyoroti asal mula pendidikan dari kitab pertama yang menjadi landasan dan sumber segala ilmu pengetahuan, yakni Al-Quran.

Rumusan Masalah1. Bagaimana lafadz surat Al-Alaq ayat 1-5 beserta terjemahannya ?2. Bagaimana makna mufradat surat Al-Alaq ayat 1-5 ?3. Bagaimana Asbabun Nuzul surat Al-Alaq ayat 1-5 ? Dan apakah ada ?4. Bagaimana makna global surat Al-Alaq ayat 1-5 ?5. Bagaimana pendapat para mufasir tentang surat Al-Alaq ayat 1-5 ?6. Bagaimana implikasi kependidikan dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 ?

Tujuan Penulisan Makalah1. Mengetahui lafadz surat Al-Alaq ayat 1-5 beserta terjemahannya2. Mengetahui makna mufradat surat Al-Alaq ayat 1-53. Mengetahui Asbabun Nuzul surat Al-Alaq ayat 1-54. Mengetahui makna global surat Al-Alaq ayat 1-55. Mengetahui pendapat para mufasir tentang surat Al-Alaq ayat 1-56. Mengetahui implikasi kependidikan dalam surat Al-Alaq ayat 1-5

Sistematika Penulisan MakalahKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Rumusan MasalahC. TujuanD. Sistematika MakalahBAB II KAJIAN AYATA. Al-Quran surat Al-Alaq [96] ayat 1-5 dan terjemahannyaB. Makna MufrodatC. Asbab Nuzul ayatD. Makna GlobalE. Pendapat Para MufassirBAB III IMPLIKASI KEPENDIDIKAN AL-QURAN (SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5) BAB IV PENUTUPA. KesimpulanB. SaranDAFTAR PUSTAKA

BAB II KAJIAN AYAT

1. Al-Quran surat Al-Alaq ayat 1-5 Artinya : (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq [96]: 1-5).

Makna MufradatMaknaKataMaknaKata

Dia mengajar (manusia)Bacalah

(menulis) dengan penaDengan (menyebut) nama

Apa yangTuhan kamu

TidakYang

DiketahuiDia telah menciptakan

(adalah) yang Maha MuliaManusia

Dan Tuhan penciptamuDari

Segumpal darah

Sumber: (Hatta, 2009: 597)

Asbab Nuzul AyatPenulis tidak menemukan secara gamblang perihal Asbab Nuzul Surat Al-Alaq ayat 1-5 ini. Namun, perihal turunnya surat Al-Alaq kepada Nabi Muhammad ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir dan diterima dari Abi Hurairah, yakni sebagai berikut :

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. Abu Jahal telah berkata kepada teman-temannya, Apakah kalian menginginkan muka Muhammad dilumuri pasir di hadapan kalian? Mereka menjawab, Ya. Lalu, Abu Jahal berkata lagi, Demi Lata dan Uzza, jika aku melihat dia sedang melakukan shalat, pasti aku akan injak lehernya dan menaburkan pasir pada mukanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, Ketahuhilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. (QS. Al-Alaq [96]:6 dan seterusnya) (Suyuthi dalam Abdurrahman, dkk., 2008:362).

Akan tetapi, hadits ini hanya menginggung mulai ayat ke 6, tidak berkaitan dengan ayat ke 1-5.Disebutkan dalam hadits-hadits shahih, bahwa nabi Saw. mendatangi gua Hira (Hira adalah nama sebuah gunung di makkah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali kepada istrinya, Khadijah untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari, di dalah gua beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya, Bacalah Beliau menjawab, Saya tidak bisa membaca. Perawai mengatakan, bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-nekannya hingga Nabi kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Malaikat berkata lagi kepadanya, Bacalah Nabi menjawab, saya tidak bisa membaca. Perawi mengatakan, bahwa untuk ketiga kalinya malaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. (Al-Maragi, 1993: 344-345)Menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh (2008: 503-504) dijelaskan bahwa Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah, dia mengatakan: Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah adalah mimpi yang benar melalui tidur. Di mana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq shubuh. Setelah itu, beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau mendatangi gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang kembali kepada Khadijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang kepada beliau wahyu secara tiba-tiba, yang krtika itu beliau masih berada di gua Hira. Di gua itu beliau didatangi oleh malaikat Jibril seraya berkata, Bacalah, Rasulullah bersabda, maka kukatakan: Aku tidak dapat membaca. Lebih lanjut, beliau bersabda: Lalu jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa kepayahan. Selanjutnya, Jibril melepaskanku dan berkata: Bacalah Aku tidak dapat membaca, jawabku. Kemudian Jibril mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Selanjutnya, dia melepaskanku lagi seraya berkata, Bacalah. Aku tetap menjawab: Aku tidak dapat membaca. Lalu dia mendekapku untuk ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. Setelah itu, dia melepaskanku lagi seraya berkata: Bacalah dengan Nama Rabb-mu yang menciptakan- sampai pada ayat Apa yang tidak diketahuinya.Mulai dari permulaan ayat sampai pada firman-Nya: adalah ayat-ayat yang pertama kali diturunkan. Diturunkan di gua hira. Demikianlah menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. (Al-Mahalli dan As-Suyuti, 2009: 1354)

Makna GlobalSetelah dijelaskan perihal makna mufradat dan asbab nuzul surat Al-Alaq ayat 1-5 ini penulis pun akan mengungkapkan makna global yang terkandung di dalamnya. Adapun menurut Abdurrahman, dkk. (2008:363) Surat Al-Alaq ini memuat tiga hal, yakni : (1) Menjelaskan tentang hikmah Allah menciptakan manusia dari bahan yang lembek bisa menjadi kuat. (2) Menciptakan juga bekal untuk hidupnya, yaitu manfaat manusia bisa membaca, yang ditunjukkan dengan Firman-Nya, dalam bentuk kata kerja perintah Iqra (bacalah). (3) Diajarkan juga menulis sebagaimana dalam firman-Nya allama bi al-qalam (mengajar manusia dengan perantaraan kalam). Selanjutnya, Abdurrahman, dkk. (2008:363) pun menyimpulkan bahwa itu semua bertujuan untuk membedakan manusia dari makhluk ciptaan Allah lainnya.Kemudian, Abdurrahman, dkk. (2008:363) pun menyebutkan kembali tentang hikmah dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat di surat Al-Alaq, yakni sebagai berikut :1. Menjelaskan tentang kekuasaan Allah sebagai pencipta semua mahluk. Dia telah menyifati diri-Nya sebagai Al-Khaliq, yaitu Zat yang menciptakan semua mahluk. Ini mengingatkan manusia agar selalu ingat dan mensyukuri atas berbagai kenikmatan yang telah diberikan, yaitu pada penciptaan manusia. Awal penciptaan manusia dimulai dari nuthfah, berubah menjadi alaqah, berubah lagi menjadi mudhghah, dan seterusnya menjadi manusia yang sempurna. 2. Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk membaca Al-Quran. Dimulai dengan menyebut nama Tuhan yang telah menciptakan, dan mengajarkan dari tidak tahu menjadi tahu.3. Allah juga memerintahkan Rasulullah saw untuk belajar membaca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan pintu gerbang penguasaan Ilmu pengetahuan, dari ilmu-ilmu keagamaan, budaya, dampai lain sebagainya. 4. Kemurahan Allah kepada manusia, diantaranya, memberikan ilmu pengetahuan lewat proses pendidikan dan pengajaran. Hal ini mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu; dari gelap gulita kebodohan ke terang benderang ilmu pengetahuan, dan mengangkat kehormatan manusia.

Kemudian, penulis pun mengutip pendapat Abuddin Nata perihal makna global surat Al-Alaq ini. Menurut Nata (2009:51) makna global yang terkandung dalam Surat ini adalah sebagai berikut : Pertama, surat Al-Alaq berisi penjelasan tentang asal-usul kejadian manusia beserta sebagian sifat-sifatnya yang negatif. Penjelasan ini sangat membantu dalam rangka merumuskan tujuan, materi dan metode pendidikan. Berdasarkan kandungan surat ini tujuan pendidikan Islam harus diarahkan agar manusia memiliki kesadaran dan tanggung jawab sebagai mahluk yang harus beribadah kepada Allah, dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat kelakKedua, surat Al-Alaq berisi penjelasan tentang kekuasaan Allah, yaitu bahwasannya Ia berkuasa untuk menciptakan manusia, serta memberikan nikmat dan karunia berupa memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sungguhpun sebelum itu Nabi Muhammad belum pernah belajar membaca. Selain itu berisi pula penjelasan tentang sifat Allah yang Maha Melihat terhadap segala perbuatan yang dilakukan manusia serta berkuasa untuk memberikan balasan yang setimpal.Ketiga, surat al-Alaq berisi penjelasan tentang perintah membaca kepada Nabi Muhammad SAW, dalam arti yang seluas-luasnya. Yaitu membaca ayat-ayat yang tersurat dalam Al-Quran dan ayat-aat yang tersirat di jagat raya. Penjelasan ini erat kaitannya dengan perintah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara komprehensif.Keempat, surat Al-Alaq berisi penjelasan tentang perlunya alat dalam melakukan kegiatan, seperti halnya kalam yang dipergunakan bagi upaya pengembangan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan. Kemudian, Nata (2009:52) menyimpulkan bahwa surat Al-Alaq berbicara tentang hal-hal yang mendasar, yaitu Tuhan, manusia, alam jagat raya dan kehidupan akhirat (eskatologis). Ketepatan memahami keempat masalah ini, akan mendasari ketepatan dalam memahami bidang lainnya, termasuk bidang pendidikan. Dalam ayat-ayat ini Allah mengemukakan beberapa dalil mengenai keesaan-Nya, dan kenyataan-kenyataan itu (fenomena alam) haruslah menjadi perenungan orang berakal. Selanjutnya Allah menjelaskan penyebab manusia berlaku zalim dan melampaui batas, yaitu karena cinta dunia yang berlebihan dan membutakan mata hatinya, sehingga sulitlah untuk menerima kebenaran. (Ash-Shiddieqy, 2003: 4647)Menurut Ar-Razi yang pendapatnya dikutip dalam Hamka (1985: 217) dikatakan bahwa pada dua ayat pertama di suruh membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, hikmah, ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan meyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan pada tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan.Dalam susunan ayat 1-5 surat Al-Alaq ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani. Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia yang sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa yang terasa dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah kepandaian menulis. (Hamka, 1985: 216)Al-Alaq artinya segumpal darah. Surat ini terdiri atas sembilan belas ayat, termasuk golongan surat makiyyah karena diturunkan sebelum Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah. Dinamai Al-Alaq karena dalam surat ini ada penjelasan bahwa manusia awalnya hanya segumpal darah. Dengan kekuasaan Allah Swt. segumpal darah itu berproses mengalami progresivitas, sehingga menjadi manusia yang sempurna. Namun sayang, tidak sedikit manusia yang lupa diri sehingga tidak mau bersyukur pada Allah swt. (Amiruddin, 2008: 233)Kemudian, menurut Nata (2009:52) menyimpulkan bahwa surat Al-Alaq berbicara tentang hal-hal yang mendasar, yaitu Tuhan, manusia, alam jagat raya dan kehidupan akhirat (eskatologis). Ketepatan memahami keempat masalah ini, akan mendasari ketepatan dalam memahami bidang lainnya, termasuk bidang pendidikan.

Pendapat Para Mufasir 1. Ayat pertama ()Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 546-547) dijelaskan bahwa Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu. bermakna, bacalah ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepadamu dan awali bacaan itu dengan menyebut nama Tuhanmu, yakni dengan menyebut bismillah pada permulaan setiap surat. Oleh karena itu, huruf ba pada kata dianggap menempati tempat nashab karena berposisi sebagai keterangan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa huruf ba tersebut bermakna ala (atas), yakni: atas nama Tuhanmu. Kedua kata bantu tersebut (huruf ba dan kata ala) bermakna hampir sama, terkadang dapat dibaca dengan bi ismillah, atau terkadang dapat juga dibaca dengan ala ismillah. Dengan prediksi seperti itu maka maful kalimat tersebut tidak disebutkan, seharusnya adalah: iqra Al-Quran bismi rabbika (bacalah Al-Quran, dan awalilah bacaan itu dengan menyebut nama Tuhanmu). Lalu ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dari kalimat ismu rabbika pada ayat di atas adalah Al-Quran. Yakni: iqra isma rabbika atau iqra Al-Quran (bacalah Al-Quran). Dengan demikian maka huruf ba pada kata sebagai kata tambahan saja, seperti huruf ba yang terdapat pada firman Allah Swt, yang menghasilkan minyak. Ada juga yang berpendapat bahwa makna dari firman Allah Swt, Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu. Adalah: sebutlah nama Allah. Yakni, Nabi Saw. diperintahkan untuk mulai membaca dengan menyebut nama Allah.Kemudian, Al-Maragi (1993: 346) menjelaskan bahwa jadilah dia (Muhammad) orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar Nabi Muhammad membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya. Kesimpulannya, sesungguhnya zat yang menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak pernah belajar membaca. Hamka (1985: 215) dalam tafsir al-Azhar memberikan penegasan bahwa Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Pada suku pertamanya, yaitu Bacalah, telah terlihat kepentingan pertama di dalam perkembangan agama Islam. Selanjutnya, Nabi Saw. diperintahkan untuk membaca wahyu yang diturunkan kepada beliau atas nama Allah, Tuhan yang telah menciptakan. Yaitu menciptakan manusia dari segumpal darah. Nabi adalah seorang ummi, artinya buta huruf, tidak pandai menulis dan membaca. Tetapi Jibril mendesaknya sampai tiga kali supaya beliat mampu membaca. Meskipun Nabi Muhammad tidak pandai menulis, namun Jibril membawa ayat-ayat itu kepada beliau, kemudian diajarkannya, sehingga Nabi Muhammad saw dapat menghafalnya di luar kepala, akhirnya Nabi saw dapat membaca. Allah lah yang menghendaki semuanya. Rasul yang tidak bisa menulis dan membaca itu kelak mampu dan menjadi pandai membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga ketika wahyu-wahyu itu kelak turun, dia akan diberi nama Al-Quran yang artinya bacaan. Seolah-olah Tuhan berfirman: Bacalah, atas qudrat dan iradat-Ku. Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) sedikit dijelaskan bahwa kata (bacalah) maksudnya adalah mulailah membaca dan memulainya. Dan pada kalimat dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan disini adalah bahwa Allah pencipta semua makhluk.Shihab (2009: 454-458) dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diperintahkan untuk membaca guna lebih memantapkan lagi hati beliau. Ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan dimana pun.Kata terambil dari kata yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut, anda telah menghimpunnya, yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun. Huruf ba pada kata bismi ada juga yang memahaminya sebagai berfungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti bacalah disertai dengan nama Tuhanmu. Mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena Allah dan hal ini akan menghasilkan keabadian karena hanya Allah yang kekal abadi dan hanya aktivitas yang dilakukan secara ikhlas yang akan diterima-Nya. Tanpa keikhlasan, semua aktivitas akan berakhir dengan kegagalan dan kepunahan (baca Q.S. Al-Furqan [25]: 23). (Shihab, 2009: 454)Kata seakar dengan kata (pendidikan). Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan, serta perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata - yang dari segi kebahasaan adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai , sejenis roti yang dicampur dengan air sehingga membengkak dan membesar disebut . Kata Rabb apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah Tuhan yang tentunya antara lain karena Dia-lah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan, serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya. (Shihab, 2009: 456-457)Kata dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti, antara lain menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat, dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Berbeda dengan kata yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu. Objek khalaqa pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra bersifat umum dan, dengan demikian, Allah adalah pencipta semua makhluk. (Shihab, 2009: 457-458)Kata Iqra (bacalah!) pada ayat ini bukan perintah untuk membaca apa yang ada pada teks atau naskah. Sebab dengan mencermati riwayat turunnya ayat ini, kelihatannya Jibril tidak membawa teks tetulis untuk dibaca. Ini mengandung makna bahwa kata Iqra (bacalah !) di sini bukan perintah untuk membaca teks atau naskah tertulis. Jadi, yang namanya membaca tidak harus dari naskah-naskah tertulis, tapi juga bisa membaca fenomena-fenomena atau realitas-realitas yang ada, seperti fenomena alam dan fenomena sosial. (Amiruddin, 2008:238).Abdurrahman, dkk (2008: 365) menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah mulailah membaca dan memulainya dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan semua makhluk. Allah telah menyifati diri-Nya, sebagai Al-Khaliq, yaitu zat yang menciptakan semua makhluk. Ini mengingatkan kepada manusia agar selalu ingat dan mensyukuri berbagai kenikmatan yang telah diberikan-Nya. Allah menjadikan dan menciptakan seluruh makhluk-Nya dari tidak ada mennjadi ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar. Kemudian kata iqra yang artinya membaca, merupakan kata kerja perintah, yaitu perintah Allah kepada Nabi-Nya agar dapat membaca, dengan kekuasaan Allah telah menciptakan-Nya dan kehendak-Nya. Walaupun, beliau belum dapat membaca dan menulis, dengan kekuasaan Allah beliau dapat mengikuti ucapan Jibril.Sementara itu Ash-Shiddieqy (2003: 4643) mengatakan bahwa Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Maksudnya adalah kamu, hai Muhammad, hendaklah menjadi seorang yang dapat membaca dengan kodrat Allah, yang telah menciptakan kamu dan dengan iradat-Nya. Sebelum ini, kau memang seorang yang buta huruf. Yang dimaksud dengan Nama Tuhanmu adalah kodrat-Nya dan iradat-Nya. Nama adalah sebutan bagi suatu zat (bendanya). Kita mengetahui Allah hanya melalui sifat-sifat-Nya, sedangkan kita tidak membahasnya dari segi zat-Nya, karena tiadanya keterangan untuk itu.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Firman-Nya, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah, maksudnya adalah, bacalah hai Muhammad,Dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam, menjadikannya kitab dan tulisan. Ath-Thabari (2009:798).Selanjutnya Ath-Thabari (2009:798) mengutip salah satu riwayat, sebagai berikut : Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata : Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata : Said menceritakan kepada kami dari Qatadah, mengenai firman-Nya, Bacalaah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Hingga, Mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam Ia berkata, Al Qalam adalah suatu nikmat yang agung dari Allah, yang seandainya tidak ada itu maka hidup tidak akan tegak dan tidak akan layak.Kemudian, Quthb (2011: 305) menjelaskan bahwa inilah surat yang pertama dari Al-Quran, yang dimulai dengan menyebut nama Allah. Kemudian memberikan pengarahan pertama kepada Rasulullah Saw. Diarahkannya beliau supaya membaca dengan menyebut nama Allah, Bacalah dengan (menyebut) nama Allah. Dari berbagai penafsiran di atas mengenai ayat pertama dalam surat Al-Alaq ini, maka penulis menyimpulkan, bahwa perintah Iqra (bacalah) memiliki urgensi yang sangat signifikan begitu pula efeknya dalam kehidupan seorang manusia. Dengan membaca seseorang bisa bertambah wawasannya. Membaca tidak hanya terpaku pada teks, melainkan dapat membaca fenomena alam, sosial, budaya dan seluruh aspek kehidupan. Adanya penyertaan bismi rabbik dalam ayat pertama ini, mengisyaratkan bahwa dalam setiap memulai suatu perbuatan atau pekerjaan hendaklah menyertakan nama Allah, karena Dia-lah yang telah menciptakan dan maha segalanya, sehingga niat dan tujuan perbuatan atau pekerjaan tersebut pun semata-mata hanya mengharap berkah dan ridha Allah.

2. Ayat kedua ()Artinya: Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 547-548) dijelaskan bahwa ayat di atas Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bermakna, Allah menciptakan keturunan Nabi Adam yang dimulai dari gumpalan darah. Kata adalah bentuk jamak dari kata alaqah. Dan makna dari kata alaqah adalah: darah yang menggumpal, bukan darah yang mengalir, karena darah yang mengalir disebut dengan damm masfuuh. Para ulama berpendapat: penyebutan bentuk jamak pada kata maksudnya adalah menerangkan bahwa kata yang disebutkan sebelumnya bermakna jamak (kata insan dapat digunakan dalam bentuk tunggal dan dapat juga digunakan dalam bentuk jamak). Yakni, seluruh manusia diciptakan dari gumpalan darah, setelah sebelumnya berbentuk air mani. Alaqah adalah segumpal darah yang lembut. Dinamakan alaqah karena darah tersebut selalu menjaga (taallaqa) kelembutannya pada setiap waktu, jika darah itu tidak lagi lembut atau kering maka tidak akan disebut dengan alaqah. Adapun penyebutan insan (manusia) pada ayat ini secara khusus, karena manusia memiliki kehormatan yang lebih dibandingkan makhluk lainnya. Penyebutannya itu adalah penghormatan bagi mereka. Lalu ada juga yang berpendapat bahwa maksud penyebutannya adalah untuk menjelaskan kadar nikmat yang diberikan kepada mereka, yakni mereka diciptakan bermula dari gumpalan darah yang hina, lalu setelah itu mereka menjadi seorang manusia yang sempurna, yang memiliki akal dan dapat membedakan segalanya.Sesungguhnya zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi makhluk-Nya yang paling mulia, Ia menciptakannya dari segumpal darah. Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu zat yang menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi Saw. bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. (Al-Maragi, 1993: 346)Senada dengan yang diungkapkan Al-Maragi, Hamka (1985: 215) menambahkan bahwa Menciptakan manusia dari segumpal darah. maksudnya tingkat kedua setelah Nuthfah, yakni segumpal air yang telah berpadu dari mani laki-laki dengan mani perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu kemudian menjadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu setelah melalui 40 hari akan menjadi segumpal daging (Mudhghah). Dalam Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) dikatakan bahwa Dia telah menciptakan manusia atau jenis manusia, sedangkan kalimat dari alaq lafadz alaq bentuk jamak dari lafadz alaqah, artinya segumpal darah yang kental.Dalam Shihab (2009: 458-459) dijelaskan bahwa kata (manusia) terambil dari akar kata (senang), jinak, dan harmonis, atau dari kata yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata yakni gerak atau dinamika. Makna-makna diatas paling tidak memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat makhluk tersebut, yakni bahwa ia memiliki sifat lupa dan kemampuan bergerak yang melahirkan dinamika. Ia juga adalah makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang, harmonisme, dan kebahagiaan kepada pihak-pihak lain. Sedangkan kata dalam kamus-kamus bahasa Arab digunakan dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut di kerongkongannya. Banyak ulama masa lampau memahami ayat diatas dalam pengertian pertama. Tetapi, ada juga yang memahaminya dalam arti sesuatu yang tergantung di dinding rahim. Ini karena para pakar embriologi menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan indung telur ia berproses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan, demikian seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat berdempet serta masuk ke dinding rahim.Kata Khalaqa diartikan menciptakan karena kata ini mengandung makna menciptakan dari tiada menjadi ada, atau menciptakan sesuatu tanpa suatu contoh terlebih dahulu. Kata al insan yang diterjemahkan dengan manusia diambil dari akar kata uns, nisyam, dan nausun. Uns artinya jinak atau harmonis, nisyan artinya lupa, dan nausun artinya dinamika atau pergerakan. Ketiga akar kata ini menggambarkan bahwa manusia itu mahluk yang memiliki sifat lupa, suka keharmonisan, memiliki kemampuan bergerak dan hiduonya bersifat dinamis. (Amiruddin, 2008:240).Selanjutnya Amiruddin (2008:240) menyebutkan bahwa kata al-insan dalam Al-Quran disebut 65 yang menjelaskan berbagai sifat dan potensi baik ataupun buruk manusia. Jadi, manusia disebut dalam Al-Quran dengan sifat, karakter, dan tabiat yang sangat beragam. Allah swt menjelaskan proses awal kejadian manusia pada ayat-ayat yang pertama kali turun, gunanya untuk menyadarkan hakikat dan keberadaan kita. Sungguh menarik, di awal surat Allah memerintahkan pada kita untuk menggunakan akal pikiran, yaitu melalui proses Iqra dan pada waktu yang bersamaan Allah swt. menjelaskan prosesi awal kehidupan manusia yang bermula dari tahap Alaq segumpal darah (Amiruddin, 2008:241).Maksud ayat ini Allah mengungkapkan bagaimana cara Dia menciptakan manusia. Dia telah menciptakan manusia atau jenis manusia atau jenis manusia dari alaq. Lafal alaq merupakan bentuk jamak dari lafal alaqah. Artinya, segumpal darah yang kental, yang menempel pada dinding rahim. Asal alaqah itu ialah dari nutfah yang biasa disebut dengan mani. Setelah, itu berubah menjadi alaqah, kemudian menjadi mudghah, yaitu segumpal daging, kemudian tulang yang dibungkus dengan daging. Allah menjadikan manusia itu sempurna, yaitu sebagai makhluk mulia. Manusia diberi kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini, serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil di antara manusia, seperti Nabi Saw. yang pandai membaca walaupun tanpa belajar. (Abdurrahman, dkk, 2008: 366)Dalam tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur (2003: 4645) dijelaskan bahwa Tuhan menjadikan manusia, makhluk yang paling mulia, dari segumpal darah. Dia juga yang memberikan kekuasaan kepada manusia untuk menundukkan semua apa yang ada di permukaan bumi, sehingga karenanya berkuasa pula menjadikan manusia sempurna, seperti Muhammad, dapat membaca tanpa mempelajari huruf terlebih dahulu.Dalam tafsir Fi Zhilalil Quran (2011: 305) dijelaskan bahwa penyebutan sifat-sifat Tuhan di sini dimulai dengan menyebutkan sifat yang dengannya dimulai penciptaan dan permulaan manusia, yaitu sifat Tuhan yang menciptakan. Kemudian penyebutan secara khusus tentang penciptaan manusia dan asal-usulnya, yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Dari setitik darah beku yang melekat di dinding rahim, dari benih yang sangat kecil dan sederhana bentuknya.Dari uraian di atas terkait dengan tafsir ayat kedua dari surat Al-Alaq, penulis menyimpulkan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan manusia dan seluruh makhluk hidup dari air mani yang berubah menjadi segumpal darah. Allah memiliki kuasa maha pencipta, menciptakan dari yang tiada dan tanpa contoh terlebih dahulu. Ketika manusia dilahirkan pasti dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Sehingga dalam kondisi ini manusia dalam keadaan yang belum sempurna. Dan untuk menjadikanya mulia dan sempurna adalah dengan ilmu pengetahuan. Ilmu menjadikan seseorang diangkat derajatnya oleh Allah. Dan untuk memperoleh ilmu itu caranya dengan membaca.

3. Ayat ketiga ()Artinya: Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 548-549) dijelaskan bahwa firman Allah, Bacalah. Ini adalah penegasan dari kata yang sama yang disebutkan pada awal surat ini. Kata ini mereupakan kalimat yang telah sempurna, oleh karena itu lebih baik jika diwaqafkan, barulah setelah itu dilanjutkan kembali dengan kalimat yang baru, yaitu: Tuhanmulah yang maha pemurah. Maka dari kata pada ayat ini adalah al-kariim (yang maha pemurah), namun berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Al-Kalbi, ia mengatakan bahwa makna dari kata ini adalah Al-Haliim (yang maha lembut), yakni lembut terhadap ketidaktahuan hamba-hamba-Nya, hingga mereka tidak disegerakan hukumannya ketika mereka melakukan kesalahan. Akan tetapi makna yang pertama lah yang lebih diunggulkan, atas dasar segala nikmat yang telah disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya, hal itu menunjukkan akan kemurahan-Nya. Lalu ada juga yang berpendapat bahwa makna dari firman Allah Swt, Bacalah, dan Tuhanmu. Yakni, wahai Muhammad, bacalah dan Tuhanmu akan menolongmu dan memberi pemahaman kepadamu, walaupun kamu bukanlah seseorang yang pandai membaca. Sedangkan makna adalah memahami akan ketidaktahuan hamba-Nya.Perintah diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Ilahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya. Bagi-Nya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat kemurahan-Nya. (Al-Maragi, 1993: 347)Bacalah dan tuhanmu itu maha mulia. Setelah ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu adalah Allah yang maha mulia, maha dermawan, maha kasih dan sayang kepada makhluk-Nya. (Hamka, 1985: 215)Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1354) menjelaskan bahwa lafadz (bacalah) pada ayat ketiga ini dimaksudkan untuk mengukuhkan makna lafadz pertama yang sama. Dan kalimat (Dan Tuhanmulah yang paling pemurah) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafadz ayat ini sebagai hal dari dhamir yang terkandung di dalam lafadz iqra.Dalam tafsir Al-Misbah (2009: 460-461) diterangkan bahwa setelah memerintahkan membaca dengan meningkatkan motivasinya, yakni dengan nama Allah, kini ayat di atas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah atas manfaat membaca itu. Allah berfirman: Bacalah berulang-ulang dan Tuhan pemelihara dan pendidikmu Maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka karunia. Selanjutnya masih dalam tafsir Al-Misbah (2009: 460) dijelaskan bahwa ayat tiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan itu. Ada yang menyatakan bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad, sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang pertama untuk membaca dalam shalat, sedang yang kedua di luar shalat. Pendapat ketiga menyatakan yang pertama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain. Ada lagi yang menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad tentang kemampuan beliau membaca karena tadinya beliau tidak pernah membaca.Shihab (2009: 461) mengatakan bahwa kata biasa diterjemahkan dengan yang maha/paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata yang antara lain berarti: memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan sifat kebangsawanan. Dalam Al-Quran, ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali. Tidak kurang dari tiga belas subjek yang disifati dengan kata tersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya dan karena itu pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk menggambarkan sifat terpuji yang sesuai dengan objek yang disifatinya. Ucapan yang karim adalah ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan kandungannya, mudah dipahami serta menggambarkan segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh pembicara. Sedang, rezeki yang karim adalah yang memuaskan, bermanfaat, serta halal.Di ayat ini terjadi pengulangan kata Iqra yang tentunya menimbulkan pertanyaan. Hal ini dijelaskan oleh Aam Amirudin dalam Tafsir Kontemporer, karangannya. Amiruddin (2008:242) berpendapat bahwa karena membaca, merenung, meriset, berkontemplasi tidak cukup sekali, tetapi harus berulang-ulang agar hasilnya lebih matang. Ilmu itu didapatkan harus melalui proses, ada ikhtiar, pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, dana bahkan jiwa.Dalam ayat ketiga ini, Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah, Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-iut juga. Apa yang dijanjikan itu terbukti secara sangat jelas. Kegiatan membaca ayat Al-Quran menimbulkan penafsiran-penafsiran baru atau pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian juga, kegiatan membaca alam raya ini telah menimbulkan penemuan-penemuan baru yang membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga. Ayat Al-Quran yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang. (Shihab, 2009: 463)Dalam ayat ini dimulai dengan kata iqra (bacalah) kata ini mengukuhkan makna kata pertama yang sama, yang maksudnya memerintahkan kembali kepada Nabi-Nya untuk membaca. Bacaan tidak dapat dipahami seseorang kecuali bila diulang-ulang dan membiasakannya. Perintah mengulangi bacaan itu berarti mengulang-ulangi bacaan yang dibaca. (Abdurrahman, dkk, 2008: 366)Dalam tafsir AL-Quranul Majid An-Nuur (2003: 4645) dijelaskan bahwa kata Iqra (bacalah) adalah sebuh perintah untuk membaca. Allah mengulangi perintah ini, karena menurut kebiasaan, seseorang baru bisa membaca sesuatu dengan lancar setelah beberapa kali mengulangnya. Mengulang-ulangi perintah di sini sebagai ganti mengulangi pembacaan. Sedangkan kata wa rabbukal akram (dan Tuhanmu itu paling pemurah (paling dapat menahan amarah-Nya). Tuhanmu adalah Tuhan yang paling pemurah untuk semua orang yang mengharap pemberian-Nya. Maka amat mudah bagi Allah untuk melimpahkan nikmat membaca dan menghafal Al-Quran kepadamu, walaupun kamu tidak terlebih dahulu mempelajari bagaimana membaca huruf.Penulis dapat menyimpulkan bahwa pengulangan kata Iqra pada ayat ketiga ini dimaksudkan untuk memperkuat, meneguhkan, dan membiasakan. Karena membaca tidak akan berdampak signifikan pada pelakunya apabila dilakukan hanya sekali. Oleh karena itu pengulangan atau pembiasaan dalam membaca dan pendidikan menjadi salah satu cara ampun untuk menjadikan seseorang berpengetahuan luas dan kuat dalam basis keilmuannya. Sedangkan penyebutan sifat Tuhan yang maha pemurah, menjadi bukti bahwa Tuhan tidak mempersulit ciptaan-Nya. Dan dengan sifat yang maha pemurah itu Tuhan telah banyak melimpahkan nikmat kepada ciptaan-Nya.

4. Ayat keempat ()Artinya: Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 549-550) dijelaskan bahwa firman Allah di atas yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Bermakna, Allah mengajarkan manusia menulis dengan menggunakan alat tulis. Said meriwayatkan, dari Qatadah, ia berpendapat: Qalam adalah salah satu nikmat Allah yang paling besar, kalau saja Qalam tidak diperkenalkan kepada manusia maka agama tidak dapat berdiri dengan tegak, dan kehidupan pun tidak dapat berjalan sesuai dengan yang semestinya. Hal ini adalah bukti nyata betapa Allah sangat pemurah bagi hamba-Nya, karena Ia telah mengajarkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui, hingga mereka dapat meninggalkan gelapnya kebodohan dan menuju cahaya ilmu. Pada ayat ini Allah mengingatkan kepada manusia akan fadhilah ilmu menulis, karena di dalam ilmu penulisan terdapat hikmah dan manfaat yang sangat besar, yang tidak dapat dihasilkan kecuali melalui penulisan, ilmu-ilmu pun tidak dapat diterbitkan kecuali dengan penulisan, begitu pun dengan hukum-hukum yang mengikat manusia agar selalu berjalan di jalur yang benar.Di sini Allah menyatakan bahwa diri-Nyalah yang telah menciptakan manusia dari alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan, Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan baik. (Al-Maragi, 1993: 348)Senada dengan yang diungkapkan Al-Maragi sebelumnya, Hamka (1985: 216)dengan redaksi yang berbeda menyatakan Dia yang mengajarkan dengan kalam. Itulah keistimewaan Tuhan. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yakni diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan perantaraan qalam. Dalam hal ini bisa dipahami juga dengan penda. Selain lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan bahwa dengan pena, ilmu pengetahuan dapat ditulis. Pena bersifat beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena adalah berbagai hal yang dapat dipahami oleh manusia. Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1355) lafadz (yang mengajar), maksudnya mengajar manusia menulis, sedangkan lafadz (dengan qalam) maksudnya denga pena, dan orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris.Dalam tafsir Al-Misbah (2009: 463-464) dijelaskan bahwa kata terambil dari kata yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku tersebut . Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai . Anak panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam (baca Q.S. Ali-Imran [3]: 44). Alat yang digunakan untuk menulis dinamai pula qalam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa sering kali menggunakan kata yang berarti alat atau penyebab untuk menunjuk akibat atau hasil dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata, saya khawatir hujan, yang dimaksud dengan kata hujan adalah basah atau sakit, hujan adalah pemyebab semata.Maksud ayat ini, Abdurrahman,dkk ( 2008:367) menyebutkan bahwa mengajar manusia menulis dengan memakai kalam. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan kalam sebagai alat menulis. Tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun berjauhan tempat, sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Kemudian, andaikata tidak karena kalam, niscaya banyak ilmu pengetahuan yang tidak terpelihara dengan baik. Banyak hasil penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang. Ilmu pengetahuan hasil temuan para ilmuan terdahulu tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang. Begitu juga dalam hal lainnya seperti seni dan budaya (Abdurrahman,dkk., 2008:367-368)Dalam tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur (2003: 4646) diterangkan bahwa ayat yang mengajarkan manusia mempergunakan kalam (pena). Bermakna bahwa Tuhan yang paling akram (pemurah) itu adalah Tuhan yang telah menjadikan pena (qalam) sebagai alat untuk melahirkan (mengekspresikan, mengungkapkan) buah pikiran melalui tulisan dan untuk memberikan pengertian kepada orang lain, sebagaimana halnya lisan yang juga merupakan alat untuk mengemukakan buah pikiran dengan ucapan.Senada dengan pernyataan yang diungkapkan Ash-Shiddieqy dalam tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur (2003: 4646), Quthb (2011: 305) menyebutkan bahwa tampak jelas pula hakikat pengajaran Tuhan kepada manusia dengan perantara kalam (pena). Karena, kalam merupakan alat pengajaran yang paling luas dan paling dalam bekasnya di dalam kehidupan manusia. Pada waktu itu belum hakikat hal ini belum tampak jelas seperti sekarang. Akan tetapi, Allah mengetahui nilai kalam. Hal ini diisyaratkan pada masa pertama masa-masa risalah terakhir bagi umat manusia, di dalam surat pertama dari surat-surat Al-Quran. Kesimpulannya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran, idealnya menggunakan sarana. Yang dalam ayat keempat ini sarananya adalah melalui perantara qalam (pena). Menurut hemat penulis kata qalam tidak hanya diartikan sebagai pena, melainkan dalam arti yang lebih luas adalah media pembelajaran. Dengan menggunakan pena seseorang dapat mencatat dan merekam ilmu yang didapatnya. Sangat besar menfaatnya ketika Tuhan mengajarkan sesuatu dengan qalam (pena). Karena dalam suatu mahfudhot dikatakan bahwa ilmu itu bagaikan hewan buruan, apabila tidak diikat (dengan pena), maka buruan itu akan lepas.5. Ayat kelima ()Artinya: Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dalam tafsir Al-Qurthubi (2009: 555-557) dijelaskan bahwa ayat diatasDia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Para ulama menafsirkan, bahwa yang dimaksud dengan kata (manusia) pada ayat ini adalah Nabi Adam (seorang), beliaulah yang diajari segala sesuatu. Dalil penafsiran ini adalah firman Allah pada ayat yang lain, yaitu: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31). Makna lain berbeda dengan makna yang disampaikan oleh beberapa ulama, mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata pada ayat ini adalah Nabi Muhammad, dalilnya adalah firman Allah pada ayat yang lain, yaitu: Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. An-Nisa [4]: 113). Dengan penafsiran seperti itu maka kata pada ayat ini adalah bentuk lampau (madhi) yang bermakna mustaqbal (future/masa depan), karena surah Al-Alaq ini adalah surat yang pertama kali diturunkan. Lalu ada juga yang berpendapat bahwa makna kata insan pada ayat di atas untuk umum, yakni seluruh manusia. Dalilnya adalah firman Allah, Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. (Q.S. An-Nahl [16]: 78).Sesungguhnya zat yang memerintahkan rasul-Nya membaca Dia-lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki kemampuan untuk menerimanya. Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-penemuan dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang terdahulu tidak akan tercatat, baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya. Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya. (Al-Maragi, 1993: 348)Awalnya manusia itu tidak mengetahui apa-apa. Kemudian Allah mengajari manusia menggunakan qalam. Sesudah itu dia pandai menggunakannya. Banyak sekali ilmu pengetahuan yang Allah berikan kepadanya, sehingga ilmu yang baru didapatnya itu dapat ditulis dengan qalam. Ilmu pengetahuan itu ibarat binatang buruan dan dengan menulisnya maka akan mengikut ilmu tersebut. (Hamka, 1985: 216)Menurut Al-Mahali & As-Suyuti (2009: 1355) bahwa lafadz (Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia, dan lafadz (apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya.Ayat-ayat yang lalu menegaskan kemurahan Allah Swt. Ayat di atas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan menyatakan bahwa: Dia yang maha pemurah itu yang mengajarkan manusia dengan pena, yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan Dia juga yang mengajar manusia tanpa alat dan usaha apa yang belum diketahuinya. Selanjutnya dalam tafsir Al-Misbah (2009: 464) dinyatakan bahwa dari uraian ayat 4 dan 5 di atas, kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah swt. dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus di baca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ilmu laduniy.Ayat yang memiliki arti Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Bermakna bahwa Allah memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia, atau jenis manusia, apa yang belum diketahuinya lewat pendidikan dan pengajaran dengan menggunakan kalam, yaitu sebelum dia memberikan kepadanya hidayah ilmu pengetahuan, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya. (Abdurrahman,dkk., 2008:368). Kemudian, dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang limpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dia lah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari pada lainnya. Manusia, pada permulaan hidupnya, tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab itu, apakah menjadi suatu keanehan bahwa dia mengajari Nabi-Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi saw. sanggup menerimanya. (Abdurrahman,dkk., 2008:368)Dalam tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur (2003: 4646) dijelaskan bahwa ayat Dia mengajarkan kepada manusia tentang apa yang belum diketahui. Allah yang telah memerintahkan Nabi-Nya supaya membaca dan memberi kekuatan (kemampuan) untuk bisa membaca. Dialah, Allah yang telah mengajari manusia dengan segala macam ilmu, dan dengan ilmu-ilmu itulah manusia berbeda dari binatang, walaupun pada mulanya mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti apa-apa. Dengan demikian, tidak heranlah jika Allah mengajari kamu untuk membaca dan mengajarkan ilmu. Ayat ini menjadi dalil yang tegas, yang menunjukkan tentang keutamaan belajar membaca, menulis, dan keutamaan ilmu pengetahuan.Adapun dalam tafsir Fi zhilalil Quran (2011: 305) dikemukakan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan dan mengajarkan. Dari-Nya segala sesuatu dimulai dan diciptakan, dan dari-Nyalah timbul pengajaran dan ilmu pengetahuan. Manusia mempelajari apa yang dipelajari, dan mengetahui apa yang diketahui. Maka, sumber semua ini adalah Allah yang telah menciptakan dan mengajarkan, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Inilah hakikat Quraniyah yang pertama, yang diterima oleh hati Rasulullah Saw. pada saat pertama. Inilah yang mengubah perasaan dan bicaranya. Juga mengubah pengetahuan dan arahnya sesudah itu sepanjang hidupnya, dengan menyifatinya sebagai kaidah iman yang pertama.Kesimpulannya bahwa Allah adalah murabbi (guru) yang telah mengajarkan manusia dari sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya. Dia (Allah) yang telah mengajarkan manusia dengan perantara qalam (pena). Sehingga manusia mengetahui segala sesuatu. Pada dasarnya ayat ini menjadi kesimpulan bahwa dengan membaca dan menulis seseorang dapat mengetahui apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui. Membaca dan menulis pula menjadi sarana untuk menambah dan memperkuat basis keilmuan seseorang.

BAB III IMPLIKASI KEPENDIDIKAN AL-QURAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5

Nilai-nilai tarbiyah yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat yang telah di bahas di atas yaitu;1. Belajar merupakan sebuah proses pembelajran yang harus dilakukan dengan rajin, sebab Allah saja mengulang perintah membaca dua kali, ini berarti memberi penegasan terhadap perintah membaca 2. Baca tulis itu merupakan kunci memperoleh ilmu3. Keterampilan membaca tidak dapat menjadi malakah (dimiliki) kecuali dilakukan dengan berulang-ulang.4. Proses pembelajaran hendaknya didahului dengan membaca basmalah atau berdoa kepada Allah SWT.5. Dalam proses pembelajaran hendaklah disertai dengan media pembelajaran yang dapat menunjang tingkat kepahaman seseorang.6. Dalam menuntut ilmu ada tiga marahil. Pertama, taaqul yakni proses penyerapan ilmu. Kedua, tafakur yakni proses memikirkan asal-mula dari segala sesuatu. Ketiga, tadabur artinya merenungi sebab-akibat segala sesuatu. Membaca atau qiraah merupakan metode pada proses pertama yaitu dalam marhalah taaqul (penyerapan ilmu)7. Proses pembelajaran menulis hendaknya didahului dengan pembelajaran membaca.8. Menurut Amiruddin (2004: 239) tujuannya agar pelakunya selalu melakukan kegiatan yang bersifat ilmiah dengan keikhlasan hanya mencari keridhaan Allah swt. sehingga ilmu yang didapatkannya semakin membuat dirinya merasa takut pada-Nya.9. Menjelaskan bahwa dalam ayat ini merupakan pengembangan dan pengoptimalan intelektual yang berwawasan tauhid. 10. Manusia yang berilmu akan dinaikkan derajatnya sehingga sesuai dengan surah Al-Mujadilah [58]: 11 dan menjadi golongan yang berilmu sesuai surah Faathir [35]: 28.11. Bisa dijadikan perangkat keilmuan yaitu Iqra (baca, riset, teliti), 'allama (mengajarkan/mentransfer ilmu), dan qalam (alat tulis/alat penyimpan data/memori). (Amiruddin, 2004: 243)12. Surah ini menjelaskan bahwa dalam mencari ilmu harus didapatkan dengan ikhtiar, adanya proses, serta membutuhkan pengorbanan waktu, pikiran, tenaga, dsb.13. Dalam hal membaca atau mengkaji ilmu perlu diperlukan kesadaran bahwasanya Allah swt. memiliki sifat Maha Pemurah.14. Menumbuhkan dasar-dasar dalam mencari ilmu dengan memahami makna disetiap ayat seperti membaca, menulis, dan belajar.Manusia diciptakan oleh Allah swt. dalam bentuk dan strukur sempurna juga memiliki daya pikir (akal) juga memiliki kemampuan yang disebut fitrah. Fitrah sendiri bisa disebut potensi sehingga manusia dapat menggali potensi agar terbentuk sifat, karakter, dan tabiat. Begitu pun dengan fitrah pendidikan bahwa melalui pendidikan atau tarbiyah manusia mampu menjadi khalifah yang memiliki keilmuan dengan mengikuti cara-cara yang diturunkan oleh Allah swt. melalui surah ini. Misalnya seperti membaca, menulis, juga belajar. Dalam pemaparan Amiruddin (2004: 240) menyatakan bahwa Alquran diturunkan untuk membimbing manusia. Alquran ditujukan sebagai pelita bagi kehidupan manusia, agar ia mampu menggunakan seluruh potensi baiknya untuk menjadi khalifah (pengelola) bumi ini. Segala bentuk pendidikan pada dasarnya tetap akan berorientasi pada akhirat juga, ataupun segala aktivitas pendidikan atau ukhrawi akan memiliki proyeksi akhirat dan begitu pun sebaliknya bahwa amalan ukhrawi memiliki imbas di dunia.Sehingga terciptalah fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah (di dunia memiliki supremasi dan di akhirat menikmati surga abadi). Ini terangkum dalam lima ayat pertama dari surah Al-'Alaq ini. (Amiruddin, 2004: 246)BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan Maha Suci Allah yang telah menurunkan surah Al-'Alaq ini, bahwasanya dalam tafsiran surah ini terdapat banyak keutamaan dan makna yang sangat penting untuk diaplikasikan terutama dalam bidang pendidikan. Dalam ayat pertama pun sudah jelas bahwa yang dilakukan pertama itu "membaca" namun bukan hanya membaca teks atau naskah saja namun mampu juga memerhatikan tentang segala bentuk ciptaan Allah swt. dan juga dalam bidang pendidikan bahwa membaca menjadi kunci dalam memahami suatu kaidah keilmuan. Surah ini pula mampu menyadari tentang proses penciptaan manusia secara benar bukan seperti Teori Darwin yang selama ini diagungkan. Dan menjadikan manusia mampu menyadari fitrah ataupun potensi yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Selain itu inti dari ayat ini adalah bagaimana agar segala sesuatu itu bertujuan hanya mengharap ridha Allah swt. dan juga menjadikan manusia yang intelektual namun memiliki basis keimanan dan ketaqwaan yang kuat agar menjadi golongan orang-orang yang berilmu. Kemudian dalam mencari ilmu dibutuhkan ikhitiar dan juga melalui proses yang panjang juga penuh pengorbanan seperti waktu, tenaga, dan pikiran.Segala bentuk keilmuan memiliki akan orientasi untuk akhirat dan begitu pula dengan amalan ukhrawi yang akan memiliki imbas untuk dunia. Dan itu semua agar manusia menjadi khalifah fil ardh dan juga sesuai dengan kalimat fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah (di dunia memiliki supremasi dan di akhirat menikmati surga abadi).SaranSebagai umat Islam yang baik, kita dituntut untuk selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Agar kita selalu mendapat ridha Allah. Untuk itu, marilah kita bersama-sama berlomba dalam melaksanakan kebaikan seperti perintah Allah. Seperti dalam shalat, shadaqah, zakat, dll. Dan jangan lupa agar kita selalu mengucap syukur atau bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Karena barang siapa yang selalu bersyukur, maka Allah akan menambah nikmatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. dkk,.(2008). Tafsir Juz Amma Unisba Vol.1. Bandung: Penerbit UNISBA.Al-Maragi, A. M. (1993). Tafsir Al-Maragi (Vol. 28). (A. Rasyidi, M. S. Thahar, Eds., B. Abubakar, H. N. Aly, & A. U. Sitanggal, Trans.) Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.Al-Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 20). (M. S. Akbar, M. B. Mukti, Eds., D. Rosyadi, & Faturrahman, Trans.) Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.Amiruddin, A. (2008). Tafsir Al-Qur'an Kontemporer (Vol. 1). Bandung: Khazanah Intelektual.Ash-Shiddieqy, T. M. (2003). Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nuur. (N. Shiddiqi, & F. H. Ash Shiddieqy, Eds.) Semarang: Pustaka Rizki Putra.Ath-Thabari, A. J. (2009). Tafsir Ath-Thabari (Vol. 26). (M. B. Mukti, B. H. Amin, F. Inayati, Eds., & A. Hamzah, Trans.) Jakarta: Pustaka Azzam.Hamka, B. (1985). Tafsir Al-Azhar (Vol. 28). Jakarta: Pustaka Panjimas.Hatta, A. (2009). Tafsir Qur'an Per Kata Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul & Terjemah. (M. Khaer, A. A. Noor, M. Nawawi, & S. Irhamah, Eds.) Jakarta: Maghfirah Pustaka.Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti. (2009). Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul (Vol. 2). (A. Abubakar, Kurniasih, Eds., & B. Abubakar, Trans.) Bandung: Sinar Baru Algensindo.Katsir, I. (2008). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 8). (M. Y. Harun, F. A. Okbah, F. G. Anuz, A. Amri, B. Salam, Eds., M. A. Ghoffar, & A. I. al-Atsari, Trans.) Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.Nata, A. (2009). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.Quthb, S. (2011). Tafsir fi zhilalil Qur'an (Vol. 12). (A. Yasin, & A. A. Basyarahil, Trans.) Jakarta: Gema Insani.Shihab, Q. (2009). Tafsir Al-Misbah (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

34