Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF...

17
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA 327 Tabel 1. Perhitungan Persentase Pencemaran Tabel 2. Perhitungan Transmisivitas Akuifer Tercemar

Transcript of Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF...

Page 1: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

327

Tabel 1. Perhitungan Persentase Pencemaran

Tabel 2. Perhitungan Transmisivitas Akuifer Tercemar

Page 2: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

328

KUALITATIF DAN KUANTITATIF ANALISISMULTIVARIATE KARAKTERISTIKDAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) GARANG TERHADAP POTENSI BANJIR

SEMARANG, JAWA TENGAH

Daffa Arrofi1*

Nur Hanifah2

Alvian Wulandari3

Resa Komala4

Dr.rer.nat. Thomas Triadi Putranto, ST, M.Eng51Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang2Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang3Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang4Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang5Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang* *corresponding author: [email protected]

ABSTRAKDaerah Aliran Sungai (DAS) Garang meliputi daerah Boja, Ungaran, Mijen, Jatibarang, dan KotaSemarang. Hulu dari DAS Garang ini berada di Boja dan Ungaran, sedangkan hilirnya berada di KotaSemarang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik DAS Garang dan potensi rawanterhadap banjir dengan cara penginderaan jarak jauh serta observasi lapangan. Kemudian dilakukananalisa pendekatan menggunakan metode multivariate secara kuantitaif berdasarkan parameterNormalized Difference Water Index, Land Surface Temperature, kerapatan vegetasi, dan curah hujanyang dihubungkan dengan data kualitatif sehingga didapatkan daerah potensi banjir. Hasilmenunjukkan bahwa di DAS Garang memiliki curah hujan yang tinggi pada bulan Januari danFebruari (>300 mm) yang berpotensi menyebabkan banjir di DAS Garang. Potensi banjir terjadi dibagian utara akibat limpasan air dari selatan. Faktor lain penyebab banjir di bagian utara adalah tataguna lahan yang berupa pemukiman, kelerengan sungai dan daerah infiltrasi. Upaya yang bisadilakukan untuk menanggulangi potensi banjir tersebut adalah revisitasi waduk Jatibarang untukmenahan dan menampung limpasan air dari hulu.Kata Kunci : das garang, kota semarang, multivariate, banjir, waduk

1. PendahuluanDaerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas

topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS akanmengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. Dalam sistemdaerah aliran sungai, ada ketentuan – ketentuan tertentu untuk tata guna lahan agarkeseimbangan daerah aliran sungai tetap terjaga. Namun, ada beberapa daerah aliran sungaiyang tata guna lahannya tidak sesuai dengan yang seharusnya, sehingga dapat terjadiketidakseimbangan pada daur hidrologi dan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai hidrologi daerah aliran sungai. Lokasipenelitian yaitu di Daerah Aliran Sungai Garang yang meliputi daerah Boja, Ungaran, Mijen,Jatibarang, dan Kota Semarang. Hulu dari DAS Garang ini berda di Boja dan Ungaran,sedangkan hilirnya berada di Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahuipenggunaan lahan, pola aliran di DAS Garang, dan pembuatan peta kerawanan bencana banjirdi DAS Garang.

Page 3: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

329

2. Metode PenelitianMetodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan studi pustaka dari sumber-

sumber resmi yang sudah ada, baik itu dalam bentuk jurnal, buku digital, dan publikasi laindalam bentuk pdf. Selain itu juga dilakukan observasi melalui pengideraan jarak jauh untukmengetahui kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang secara luas, serta pengamatan secaralangsung di lapangan untuk mendukung dalam interpretasi. Observasi lapangan dilakukandengan pengambilan data sebanyak 15 titik yang tersebar dari bagian hulu sampai bagian hilir.Data yang diambil saat di lapangan berupa data litologi, geomorfologi, slope sungai, tata gunalahan, dan kecepatan arus sungai. Data sekunder berdasarkan hasil pengideraan jarah jauhkemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan metode multivariate untuk mengetahui korelasianatar parameter yang sudah dibuat sebelumnya. Nilai dari masing-masing parameter tersebutakan menjadi dasar dalam pembuatan peta spasial rawan bencana. Data curah hujandigunakan untuk mengetahui waktu perkiraan terjadinya banjir sesuai dengan peta spasialpotensi banjir yang telah dibuat sebelumnya. Analisa secara kualitatif dan kuantitaif tersebutdikombinasikan sehingga mendapatkan interpretasi yang lebih tepat berkaitan dengankarakteristik DAS Garang serta potensinya terhadap banjir. Rangkuman dari langkah kerjadapat dilihat pada Gambar 1.

3. DataDalam pengambilan data di lapangan didapatkan 15 Stasiun Titik Amat (STA) mulai dari

bagian hulu sampai bagian hilir dengan luasan DAS sekitar 145,19 Km2.3.1 Deskripsi Lapangan

Dari 15 lokasi pengamatan yang berjumlah 15 STA terdiri dari enam STA bagian hulu,lima STA bagian tengah, dan empat STA bagian hilir (Gambar 2.).3.1.1 Hulu

Pada daerah hulu dimensi DAS sempit sampai relatif luas, memiliki kecepatan aliransebesar 0,57 – 0,77 m/s. Litologi pada daerah hulu berupa breksi laharik dengan fragmenandesit dan matriks lapili hingga tuffan, tata guna lahan sebagai hutan, perkebunan,pertanian dan sebagian digunakan pemukiman. Slope sungai tergolong curam sampailandai dengan stadia sungai muda hingga dewasa, yang mana proses erosi terjadi secaravertikal pada orde sungai 1, 2 dan erosi secara lateral pada orde sungai 3. Daerah hulumemiliki karakteristik air yang lebih jernih dan terlihat sedikit sampah yang terdapat disekitar daerah sungai. (Gambar 3.)3.1.2 Tengah

Pada bagian tengah dimensi DAS sudah luas – sangat luas luas, litologi terdiri daribatupasir dan batulempung. Pada bagian tengah sudah mulai terjadi proses pengendapankarena kecepatan aliran berkurang menjadi 0,021 – 0,08m/s (Gambar 4.). Slope sungairendah dengan kenampakan sungai yang landai dan menunjukkan stadia sungai dewasahingga tua, serta ditemukannya meander. Erosi bersifat vertikal muali berkurang sertamulai terjadi proses sedimentasi. Tata guna lahan di bagian tengah berupa daerahpermukiman dan kawasan industri, serta sebagian perkebunan.3.1.3 Hilir

Pada daerah hilir dimensi dari DAS sangat luas, dengan kecepatan aliran yang lambatyaitu 0,021 – 0,08 m/s sehingga proses yang dominan berupa pengendapan (Morfologi

Page 4: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

330

yang ditemukan di lapangan merupakan hasil dari bentuklahan denudasional. Litologiberupa endapan alluvium dan soil. Slope nya sangat rendah atau tergolong datar denganstadia sungai tua. Tata guna lahan sebagai daerah pemukiman dan tambak, sehinggadaerah resapan air sangat sedikit. Pada bagian hilir terutama daerah yang memiliki jaraktidak cukup jauh dengan air laut memiliki pengaruh berupa intrusi air laut, yangmenyebabkan perubahan arah aliran sungai, yang awalnya menuju ke arah utara menjadike arah selatan apalagi saat air laut pasang. Selain itu sungai pada bagian hilir relatif kotorkarena limbah industri yang terdapat di daerah tersebut dibuang ke arah sungai sehinggamenyebabkan pencemaran air. (Gambar 5.).3.2 Geologi Regional

Dari data yang diperoleh melalui studi pustaka dan observasi lapangan diperolehgambaran berupa peta geologi regional (Gambar. 6). Berdasarkan peta geologi regional(Gambar 6.) stratigrafi regional DAS Garang terdiri dari sembilan formasi (Gambar 6.).Namun, yang dijumpai di lapangan hanya tiga formasi yaitu formasi damar dicirikanlitologi berupa batupasir (endapan sungai), formasi kaligetas dicirikan litologi breksilaharik, dan formasi Alluvium dicirikan oleh endapan alluvium.

4. Hasil dan Pembahasan4.1 Analisi Kualitatif

4.1.1 Orde Sungai

Secara keseluruhan DAS Garang memiliki lima orde sungai dari daerah hulu hinggake daerah hilir, yang mana pada daerah hulu sudah mulai terbentuk orde empat dan padadaerah tengah terbentuk orde 5 yang menerus sampai ke bagian hilir. Namun, dibagianhilir juga ditemukan orde sungai 1 dan 2 (Gambar 7.). Semakin besar orde sungai makasemakin besar juga debit sungai yang dihasilkan.

4.1.2 Kelerengan sungai

Dari pengolahan data citra satelit diketahui slope sungai DAS Garang dari hulu ke hilirmemiliki nilai yang tinggi sampai sangat rendah (Gambar 8.). Hal ini sesuai dengankondisi sekitar DAS sungai yaitu pada daerah hulu proses erosi bersifat vertikal sehinggaakan membentuk slope sungai yang terjal, sedangkan pada bagian tengah erosi bersifatlateral dan mulai terjadi pengedapan sehingga slope sungai berubah menjadi landaisampai di bagian hilir hanya terjadi proses pengendapan dan energi arus sangat rendahsehingga slope nya datar. Slope sungai juga mempengaruhi kecepatan arus, semakinbesar slope maka semakin tinggi juga kecepatan arusnya, hal tersebut didukung dengandata lapangan pada daerah hulu relatif memilki kecepatan lebih ceeta dibandingkan hilir.

4.1.3 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan DAS Garang bagian hulu didominasi oleh perkebunan dan pertanian,sedangkan di daerah hilir didominasi oleh permukiman,industri dan sebagian area tambak(Gambar 9.) Hal ini berkaitan dengan proses infiltasi atau daerah resapan. Tata gunalahan seperti pekebunan atau hutan umunya memiliki tingkat infiltrasi yang lebih tinggidibandingan dengan darah yang digunakan sebagai pemukiaman atau kawasan industri.

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Peta Curah Hujan

Page 5: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

331

Berdasarkan dari prakiraan curah hujan bulan maret 2018 menurut BMKG Jawa tengah,di Daerah Aliran Sungai Garang memiliki curah hujan yang tinggi di bagian hulu dan danmenengah di bagian hilir (Gambar 10.). Kemudian dari data curah hujan menurut BadanPusat Statistik Kota Semarang tahun 1998 - 2015 rata-rata curah hujan paling tinggiberada pada bulan Januari dan Februari dengan curah hujan lebih dari 301 mm (Gambar11.)

4.2.2 Peta Kerapatan Vegetasi (NDVI)

Berdasarkan dari citra satelit Landsat jika dihubungkan dengan peta tata guna lahan makadarah hulu kerapatan vegetasi nya masih cukup tinggi, kemudian ke bagian tengahkerapatan vegetasi mulai berkurang, dan dibagian hilir vegetasi sangat jarang (Gambar12.). Sehingga daerah resapan air semakin ke arah hilir semakin berkurang.

4.2.3 Peta Kebasahan Permukaan (NDWI)

Peta NDWI atau bisa disebut dengan Normalized Difference Water Index adalah petayang menggambarkan tingkat kebasahan suatu area. Dari peta menunjukkan bahwadaerah hulu memiliki tingkat kebasahan yang relatif rendah sedangkan pada daerah hilirmemiliki tingkat kebasahan yang relatif tinggi, hal ini karena proses infiltrasi darimasing-masing daerah tersebut. Pada daerah hilir memiliki daerah resapan yang kurangsehingga nilai kebasahan atau air permukaan di daerah hilir relatif besar. (Gambar. 13)

4.2.4 Peta Land Surface Temperature (LST)

Peta LST atau biasa disebut dengan Land Surface Temperature adalah peta yangmenggambarkan suhu permukaan tanah. Dari peta menunjukkan bahwa daerah hulumemiliki suhu permukaan tanah yang relatif rendah sedangkan pada daerah hilirmemiliki suhu permukaan tanah yang relatif tinggi, hal ini karena adanya prosesevaporasi pada masing-masing daerah tersebut. Daerah yang memiliki suhu permukaantinggi akan memiliki tingkat evaporasi yang lebih cepat dibandingkan dengan daerahyang memiliki suhu relatif rendah. Berdasarkan hasil analisa, maka daerah hilirdiinterpretasikan memilki tingkat evaporasi yang lebih cepat dibandingkan di daerah huludan tengah (Gambar.14).

4.3 Korelasi

4.3.1 Korelasi NDWI dengan Kelerengan Sungai

Hubungan antara tingkat kebasahan suatu area dengan kelerengan menunjukkan trendlinear negatif yang menandakan semakin besar nilai kelerengan maka semakin kecil nilaikebasahan permukaan dengan tingkat korelasi sebesar -0,50892 serta kepecayaan datasebesar 0,262 (Gambar 15.). Tingkat kepecayaan data rendah mendandakan sampelpengambilan titik dilakukan secara acak. Berdasarkan nilai korelasi tersebut maka dapatdiinterpretasikan bahwa semakin besar kemiringan lereng maka semakin cepat airpermukaan berpindah sehingga sedikit air yang akan menggenang dan menghasilkannilai kebasahan yang rendah.

4.3.2 Korelasi Kelerengan Sungai dengan NDVI

Hubungan antara tingkat kerapatan vegetasi dengan kelerengan menunjukkan trend linearpositif yang menandakan semkain besar nilai kelerengan maka semakin besar kerapatanvegetasinya dengan tingkat korelasi sebesar 0,201 serta kepecayaan data sebesar 0,04(Gambar 16.). Tingkat kepecayaan data rendah mendandakan sampel pengambilan titikdilakukan secara acak. Berdasarkan nilai tersebut maka diinterpretasikan bahwa pada

Page 6: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

332

daerah yang belereng curam memiliki jumlah vegetasi yang lebih besar, hal ini berkaitandengan kondisi lapangan di mana daerah yang memiliki lereng curam digunakan sebagaihutan atau perkebunan.

4.3.3 Korelasi NDWI dengan NDVI

Hubungan antara tingkat kebasahan air (NDWI) dengan kerapatan vegetasi (NDVI)menunjukkan trend linear negatif yang menandakan semkain besar nilai kerapatnvegetasi maka semakin kecil nilai kebasahan permukaan dengan tingkat korelasi sebesar-0,494 serta kepecayaan data sebesar 0,244 (Gambar 17). Tingkat kepecayaan datarendah mendandakan sampel pengambilan titik dilakukan secara acak. Berdasarkankorelasi tersebut maka diinterpretasikan bahwa daerah yang memiliki kerapatan vegetasitinggi akan menghasilkan proses infiltasri yang tinggi juga oleh akar tanaman sehinggajumlah air yang berada di permukaan akan berkurang.

4.3.4 Korelasi Kelerengan Sungai dengan LST

Hubungan antara kelerengan dengan suhu permukaan menunjukkan trend linear negatifyang menandakan semkain besar nilai kelerengan maka semakin kecil nilai suhupermukaan dengan tingkat korelasi sebesar -0,32 serta kepecayaan data sebesar 0,101(Gambar 18.). Tingkat kepecayaan data rendah mendandakan sampel pengambilan titikdilakukan secara acak. Berdasarkan korelasi tersebut maka diinterpretasikan bahwadaerah yang memiliki kelerengan besar akan mendapatkan penyinaran matahari yangtidak terlalu intensif, diindikasikan dengan suhu permukaan yang relatif lebih rendah. Halini berkaitan dengan sudut penyinaran dan daerah tangkapan sinar matahari terhadappermukaan.

4.3.5 Korelasi NDWI dengan LST

Hubungan antara kebasahan permukaan dengan suhu permukaan menunjukkan trendlinear positif yang menandakan semkain besar nilai suhu permukaan maka semakin besarnilai kebasahan dengan tingkat korelasi sebesar 0,629 serta kepecayaan data sebesar0,396 (Gambar 19.). Tingkat kepecayaan data rendah mendandakan sampel pengambilantitik dilakukan secara acak. Berdasarkan korelasi tersebut maka diinterpretasikan bahwadaerah yang memiliki suhu permukaan tinggi memiliki nilai kebasahan yang tinggi juga,tapi berdasarkan data lapangan yang ditemukan berkolerasi sebaliknya, dikarenakan padabagian utara Semarang juga daya tangkap terhadap air hujan juga tinggi.

4.3.6 Korelasi NDVI dengan LST

Hubungan antara kerapatan vegetasi dengan suhu permukaan menunjukkan trend linearnegatif yang menandakan semkain besar nilai kerapatan vegetasi maka semakin kecilsuhu permukaan dengan tingkat korelasi sebesar -0,0223 serta kepecayaan data sebesar0,676 (Gambar 20.). Tingkat kepecayaan data rendah menandakan sampel pengambilantitik dilakukan secara acak. Berdasarkan korelasi tersebut maka diinterpretasikan bahwadaerah yang memiliki jumlah vegetasi tinggi maka akan cenderung memiliki suhupermukaan yang rendah dikarenakan sebagian cahaya matahari ditangkap energinya olehtanaman untuk proses fotosintesis.

Hasil korelasi menghasilkan peta potensi bencana banjir di daerah DAS Garangberdasarkan parameter NDVI, NDWI, LST dan Kelerengan (Gambar.18). Berdasarkan petapotensi banjir, maka dapat diketahui di daerah sekitar Gunuk, Semarang Utaram Gayamsari,Semarang Tengah, Semarang Timur, Banyumanik dan Semarang Barat memiliki potensirawan banjir (Gambar 21.). Dilihat dari penyebarannya daerah yang berpotensi banjirmerupakan daerah yang memilki kemiringan lereng landau (Gambar 8.) serta di daerah sekitar

Page 7: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

333

sungai. Dikaitkan dengan kondisi lapangan yang ditemukan, pada daerah tersebut tersusunatas litologi alluvium serta tata guna lahan dominan digunakan sebagai pemukiman, daerahindustri dan tambak (Gambar 9.) sehingga infiltrasi pada daerah tersebut sangat kecildibandingkan pada daerah yang tidak berpotensi banjir. Pada daerah Banyumanik memlikipotensi banjir dikarenakan orde sungai pada daerah tersebut juga tergolong besar yaitu 3sampai 4 (Gambar 7) dengan tata guna lahan sebagai daerah pemukiman (Gambar 9.) dancurah hujan yang relatif lebih besar dibandinkan dengan utara DAS Garang (Gambar 10.).Berdasarkan hasil analisa dan observasi lapangan tersebut yang menjadikan daerah sekitarBanyumanik berpotensi terhadap banjir walaupun secara topografi tergolong tinggi dankemiringan lereng yang cukup besar. Bila dikaitkan dengan data curah hujan, maka potensibanjir dapat terjadi pada bulan Januari hingga Februari dikarenakan nilai curah hujannya yangrelatif tinggi, yaitu >300mm/bulan (Gambar 11.).

Penyebab banjir yang terdapat di daerah utara DAS Garang juga diinterpretasikan olehdua faktor yaitu limpasan air hujan limpasan dari arah selatan yang melalui sungai sebagaimedianya dan intrusi air laut yang berasal dari utara sepeti daerah Gunuk ketika terjadi pasangnaik. Namun dari kedua faktor tersebut, limpasan air dari selatan adalah yang paling dominandikarenakan pada daerah utara juga memilki kriteria DAS yang memiliki kemiringan slopesungai landai sehingga proses sedimentasi sangat intensif dan aliran cenderung lambat. Airyang berasal dari hulu relatif tertrasnport lebih cepat dibandingkan dengan di daerah hilirsehingga diinterpretasikan karena laju aliran yang lambat tersebut membuat sungai di daerahhilir akan meluap ke permukaan karena volume sungai di daerah utara DAS semarang tidakdapat menampungnya. Penurunan volume DAS di daerah utara juga disebabkan karenasedimentasi yang sangat aktif sehingga terjadi pendangkalan dasar sungai, hal ini diamatiberdasarkan warna sungai yang relatif coklat. Kemiringan lerengan yang landai tersebut jugamenyebabkan air tidak dapat berpindah dengan cepat di permukaan sehingga walaupun hujansudah berhenti diinterpetasikan akan membutuhkan proses yang lama hingga banjir akan surutkembali walapaun berdasarkan analiasa suhu permukaan di utara relatif lebih tinggi sehinggaproses evaporasi juga lebih intensif.

5. KesimpulanDaerah DAS Garang seluas 145,19 Km2 memiliki potensi banjir di darah utara pada

bulan Januari-Februari yang disebabkan oleh kiriman air limpasan dari daerah selatan. Terjadiperubahaan tata guna lahan pada daerah utara DAS sehingga potensi banjir juga meningkat.Faktor yang dominan penyebab banjir merupakan kemiringan lereng dan daerah infiltrasi.

Sebaiknya pada DAS Garang dilakukan revitisasti Waduk Jatibarang agar dapat menahanair yang berasal dari hulu sehingga tidak terjadi banjir di daerah hilir DAS serta dilakukanusaha pendalaman dasar sungai di daerah hilir.

AcknowledgementsUcapan terima kasih Kami haturkan kepada Dr.rer.nat.Thomas Triadi Putranto ST,M.Eng.

selaku Dosen Pembimbing atas ilmu yang telah diberikan serta koreksi dalam pembuatanpaper ini. Tidak lupa Kami ucapkan terima kasih kepada masyarakat daerah aliran SungaiGarang yang telah mengizinkan Kami melakukan penelitian mengenai DAS Garang sertamemberikan informasi mengenai hal-hal yang terjadi pada lingkungan sekitar sehinggamemberikan ide dalam pembahasan paper ini serta terima kasih kepada teman-teman TeknikGeologi 2015 Universitas Diponegoro untuk koreksi dan saran dalam pembuatan paper ini.

Page 8: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

334

Daftar Pustakahttps://semarangkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/30 (Diakses pada Hari Selasa ,13

Maret 2018 Pukul 17.00 WIB)https://www.bmkg.go.id/cuaca/prakiraancuaca.bmkg?Kota=Semarang&AreaID=50126

2&Prov=11 (Diakses pada Hari Rabu ,21 Maret 2018 Pukul 19.00 WIB)https://landsat.usgs.gov/landsat-data-access (Diakses pada Hari Rabu ,21 Maret 2018 Pukul

20.00 WIB )https://nooradinugroho.wordpress.com/2010/03/22/tinjauan-fisiografi-semarang-dan-

sekitarnya/ (Diakses pada Hari Kamis ,22 Maret 2018 Pukul 13.00 WIB)http://www.semarangkota.go.id/main/submenu/28/tata-ruang-wilayah/785/pola-ruang

(Diakses pada Hari Kamis ,22 Maret 2018 Pukul 15.00 WIB)

Page 9: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

335

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penetlitian

Gambar 2. Peta Lokasi Pengamatan

Page 10: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

336

Gambar 3. Kenampakan Lapangan di Hulu

Gambar 4. Kenampakan Lapangan di Bagian Tengah

Gambar 5. Kenampakan Lapangan di Hilir

Page 11: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

337

Gambar 6. Peta Geologi Regional DAS Garang

Gambar 7. Peta Orde Sungai DAS Garang

Page 12: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

338

Gambar 8. Peta Kelerengan Sungai

Gambar 9. Peta Tata Guna Lahan DAS Garang

Page 13: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

339

Gambar 10. Peta Curah Hujan DAS Garang

Gambar 11. Grafik Rata-rata Curah Hujan Kota Semarang Tahun 1984-2015(semarangkota.bps.go.id)

Page 14: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

340

Gambar 12. Peta NDVI

Gambar 13. Peta NDWI

Page 15: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

341

Gambar 14. Peta LST

Gambar 15. Grafik Hubungan NDWI dan Kelerengan

Page 16: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

342

Gambar 16. Hubungan Kelerengan dengan NDVI

Gambar 17. Hubungan NDWI dan NDVI

Gambar 18. Hubungan Kelerengan dengan LST

Page 17: Tabel2. PerhitunganTransmisivitasAkuiferTercemar DAN KUANTITATIF ANALISIS...PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

343

Gambar 19. Hubungan NDWI dengan LST

Gambar 20. Hubungan antara NDVI dan LST