PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 ... · 2018-12-14 ·...

15
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA 724 Gambar 9 Hasil Sayatan Tipis

Transcript of PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 ... · 2018-12-14 ·...

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

724

Gambar 9 Hasil Sayatan Tipis

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

725

GEOLOGI, ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA TIPE ENDAPANEPITERMAL SULFIDASI RENDAH DI PROSPEK X, GUNUNG PANI,

KABUPATEN POHUWATO, PROVINSI GORONTALO

Cahyo Sedewo1*

Dr. Lucas Donny Setijadji, S.T., M.Sc21*Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada2Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAKEmas merupakan salah satu unsur logam dengan nilai ekonomis tinggi, sehingga proses eksplorasimenjadi tahap penting untuk menemukan sumberdaya dan cadangan baru agar produksi emas tetapoptimal. Daerah penelitian berlokasi di Prospek X, Kecamatan Buntulia, Gunung Pani, KabupatenPohuwato, Provinsi Gorontalo, yang merupakan lokasi Kontrak Karya milik PT. J ResourcesNusantara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek geologi, karakteristik alterasi danmineralisasi serta genesa endapan epitermal di daerah penelitian. Penelitian ini mengintegrasikanpekerjaan lapangan, pengujian dan analisis laboratorium berupa uji petrografi, XRD dan mineragrafi.Seluruh data dan berbagai analisis menghasilkan kesimpulan bahwa daerah penelitian tersusun ataslitologi berupa dasit 1 , dasit 2 dan breksi diatrem berumur Pliosen yang berperan sebagai batuaninduk mineralisasi. Sesar geser dekstral berarah NW-SE dan WNW-ESE diinterpretasikan sebagaistruktur pre-mineralisasi. Sesar geser sinistral dan sesar turun berarah NE-SW dan NNE-SSWdiinterpretasikan sebagai sesar yang mengontrol alterasi dan mineralisasi. Alterasi di daerah penelitiandapat dibagi menjadi tiga zona yaitu zona silisifikasi (kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit),alterasi filik (serisit+kuarsa±pirit) dan alterasi argilik (ilit±smektit). Zona silisifikasi dan filikterbentuk secara umum pada litologi dasit 2 dan breksi diatrem, sedangkan zona argilik secara umumterbentuk luas di litologi dasit 1. Tipe endapan di daerah penelitian adalah epitermal sulfidasi rendahyang dikontrol oleh struktur geologi dan vulkanik.. Mineralisasi emas dijumpai pada kombinasi uratkuarsa-oksida dan breksia. Secara umum pembentukan urat kuarsa-sulfida/oksida dan breksiamerupakan hasil dilational jog. Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasinya endapanepitermal daerah penelitian merupakan tipe endapan sulfidasi rendah pada level yang dalam denganmodel open vein dan breksia.Kata Kunci : emas, alterasi, epitermal sulfidasi rendah, Gunung Pani

1. PendahuluanLokasi Gunung Pani berada sekitar 132 km di sebelah barat dari kota Gorontalo.

Secara geografis terletak pada koordinat 0° 32' 46.9412" - 0° 34' 18.1238"LU dan 121° 57'24.108" - 121° 59' 33.4963" BT. Daerah penelitian secara administratif berada di DesaHuwala, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Lokasi penelitianberada di Prospek X yang merupakan salah satu daerah prospek dalam Kontrak Karya PT JResources Nusantara (Gambar 1). Gunung Pani memiliki tipe endapan epitermal sulfidasirendah yang secara dominan dikontrol oleh vulkanik. Mineralisasi emas terdapat padakombinasi urat kuarsa, breksi dan stockwork (Carlile et al, 1990). Pendekatan studikarakteristik alterasi menjadi penting untuk mengetahui hubungannya terhadap mineralisasiemas yang terjadi. Hal tersebut di atas menarik keinginan penulis untuk melakukan penelitianmengenai studi geologi, alterasi dan mineralisasi emas secara lebih mendalam pada daerahpenelitian yang nantinya akan berpengaruh pada proses eksplorasi lebih lanjut .

2. Metode PenelitianPenelitian dibagi menjadi beberapa tahap dan memiliki alur penelitian yaitu tahap

studi pustaka, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis, tahap pembahasan dan interpretasidan tahap penarikan kesimpulan. Pada tahap studi pustaka dilakukan studi literatur mengenai

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

726

tema peneltian sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Pada tahap pekerjaan lapangan,dilakukan pemetaan geologi dan alterasi pada daerah penelitian dengan skala 1:5000. Padatahap ini juga dilakukan pengambilan sampel batuan, urat dan data struktur geologi sepertisesar dan kekar. Pada tahap analisis, dilakukan data lapangan yang diperoleh dan analisalaboratorium. Analisa laboratorium yang dilakukan adalah petrografi, mikroskopi bijih, dan XRay Diffraction. Pada tahap pembahasan dan intepretasi, data yang diperoleh yaitu dataprimer, data sekunder, dan data hasil analisa laboratorium. Hasil dari pekerjaan tersebutkemudian dikorelasikan dengan dasar teori mengenai tema penelitian. Pada tahap terakhir,dilakukan penarikan intepretasi dan kesimpulan dari tahap sebelumnya. Berikut metodeanalisis yang dilakukan:

2.1. Analisis petrografiAnalisis petrografi ini dilakukan untuk mengetahui tekstur batuan, serta

kelimpahan mineral yang nantinya digunakan dalam penentuannama batuan.Pengamatan petrografi dilakukan di laboratorium geologi optic departemen Teknikgeologi UGM menggunakan mikroskop bertipe Nikon Optiphot-Pol yang dilengkapikamera Canon Eos-7000.2.2. Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

Analisis XRD dilakukan untuk mengidentifikasi mineral berupa kristalmaupun nonkristal. Analisis ini dilakukan dengan jenis bulk, clay AD dan clay EGuntuk menganalisis mineral penyusun batuan, terutama jenis mineral lempung.Pengamatan dilakukan di laboratorium geologi pusat departemen Teknik GeologiUGM.2.3. Analisis mineragrafi

Analisis mineragrafi dilakukan untuk mengetahui jenis mineral bijih padabatuan yang tidak terlihat oleh mikroskop polarisasi. Tujuan analisis ini untukmengetahui tekstur, jenis dan kelimpahan mineral bijih sehingga mendukung dalampenentuan paragenesis mineralisasi.Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskopeuromax microscopes-holland di laboratorium riset mineral optic di departemenTeknik Geologi UGM.

3. Data3.1. Alterasi hidrotermalTerdapat 3 tipe alterasi di daerah penelitian berdasarkan analisisi petrografi dan XRD

yaitu zona silisifikasi (kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit), zona filik(serisit±ilit+kuarsa±pirit), zona argilisasi (ilit±smektit) (Gambar 3). Alterasi silisifikasi beradadi pusat dari zonasi alterasi hidrotermal pada daerah penelitian. Zona ini memiliki pelamparansekitar 20%. Secara umum alterasi ini banyak ditemui pada Satuan Dasit 2 dan sedikit ditemuipada Satuan Dasit 1 dan Satuan Breksi Diatrem. Zona alterasi filik memiliki pelamparan 35%,zona ini terjadi karena adanya penggantian secara sebagian feldspar dan mika oleh serisitserta mineral mafik oleh kuarsa sekunder. Zona alterasi serisitisasi merupakan zona alterasihidrotermal yang melingkupi bagian luar zona alterasi silisifikasi pada daerah penelitian.Alterasi argilik merupakan alterasi terluar dari zonasi alterasi hidrotermal pada daerahpenelitian. Zona ini memiliki pelamparan paling luas yaitu sekitar 45%. Secara umum alterasiini banyak ditemui pada Satuan Dasit 1 dan Satuan Breksi Diatrem serta sedikit ditemui padaSatuan Dasit 2 (Gambar 6).

3.2. MineralisasiMineralisasi di daerah penelitian dijumpai pada urat kuarsa, breksi hidrotermal dan

beberapa ditemui secara diseminasi. Sistem urat yang berkembang di daerah penelitianmerupakan pengisian rekahan ekstensi dan dilational jog yang berasosiasi dengan patahan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

727

(Gambar 5). Urat yang terbentuk di daerah penelitian di antaranya urat kuarsa dengankomposisi kuarsa-oksida (mineral hematit, limonit dan goetit hasil oksidasi dari mineralsulfida) dengan berbagai tekstur urat seperti massif, sisir, drussy dan sakaroidal.

Paragenesis urat dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan yaitu urat breksiaterbentuk terlebih dahulu yang kemudian terpotong oleh urat kuarsa-oksida masif, uratkuarsa-oksida sisir dan drusy, serta urat kuarsa-oksida sakaroidal terbentuk paling akhir.Kemudian paragenesis urat tersebut dihubungkan dengan paragenesis mineral bijih yangdiamati melalui analisis mineragrafi dengan memperhatikan kelimpahan dari setiap mineralbijih dan mineral pengotor serta zonasi alterasi hidrotermal (Gambar 8).

Berdasarkan pengamatan mikroskopi bijih yang dilakukan di temukan beberapamineral bijih yaitu: emas, elektrum, kalkopirit, kalkosit, digenit, tennantite, spalerit, galena,azurit, pirhotit dan pirit. Mineral bijih tersebut memiliki beberapa tekstur mineral bijih yaitutekstur primer, tekstur disseminated, tekstur penggantian, tekstur intergrowth dan tekstureksolusi.

4. Hasil dan Pembahasan4.1.Kontrol geologi terhadap alterasi dan mineralisasi

Mineralisasi emas pada daerah penelitian dikontrol oleh dua faktor yaitu faktor litologidan struktur geologi. Satuan dasit 2 memiliki tekstur faneroporfiritik, tekstur ini memilikipotensi permeabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan tekstur porfiroafanitik pada satuanDasit 1. Ini disebabkan karena pada tekstur faneroporfiritik memiliki ukuran fenokris yangsecara umum lebih besar dibandingkan tekstur porfiroafanitik. Satuan breksi diatrem memilikikemampuan permeabilitas yang paling besar karena perbedaan ukuran fragmen dan matriksyang signifikan. Sehingga kehadiran breksi menjadi penting untuk diperhatikan karenabiasanya mineralisasi akan hadir pada matriks batuan. Kontak antara Satuan Dasit 2 danBreksi diatreme menjadi cap bagi mineralisasi.

Kehadiran struktur geologi tersebut menambah nilai permeabilitas batuan karena dapatmenjadi jalur permeabilitas yang baik sehingga fluida hidrotermal dapat masuk melalui celahbatuan. Kontrol litologi terlihat dari penyebaran alterasi silisifikasi dan filik yang lebihbanyak pada satuan dasit 2 dan breksi diatrem karena breksi mempunyai permeabilitas yanglebih besar. Mineralisasi pada daerah penelitian juga terlihat dikontrol oleh vulkanik. Indikasitersebut didasarkan pada persebaran mineralisasi dalam bentuk urat yang secara dominanmenyusun Satuan Dasit 2, sementara pada Satuan Dasit 1 jarang ditemui urat mineralisasi.Kontrol vulkanik kemungkinan tidak hanya sebagai host rock mineralisasi saja, tetapi lebihkearah sistem endapan secara umum yang berasosasi dengan struktur sub-sirkularvulkanik/kaldera.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah sesar geser dekstraldiperkirakan, sesar geser sinistral diperkirakan, sesar turun dan sesar anjak. Struktur geologiberperan penting dalam pembentukan rekahan-rekahan sebagai jalan keluar fluida hidrotermalsehingga dapat membentuk urat. Sesar geser dekstaral berarah NW-SE dan WNW-ESEdiinterpretasikan sebagai struktur premineralisasi. Sementara struktur sesar geser sinistralberarah NE-SW dan sesar turun berarah NE-SW diinterpretasikan sebagai struktur sin-mineralisasi atau struktur yang mengontrol selama alterasi dan mineralisasi. Sedangkanstruktur sesar anjak minor berarah NW-SE diperkirakan merupakan struktur pasca-mineralisasi.

Secara umum pada daerah penelitian arah urat memiliki tren arah NE-SW, NW-SE danWNW-ESE. Arah urat tersebut secara umum dikontrol oleh struktur geologi. Urat initerbentuk akibat dilational jog yaitu hasil pergerakan dua segmen patahan yang berbedaterutama dibentuk oleh dua sesar geser sinistral berarah NE-SW. Kedua struktur patahantersebut bersifat en-enchelon kearah kiri. Sesar tersebut berfungsi sebagai struktur dilatasional

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

728

jogs akibat adanya gaya oblique. Sesar geser merupakan jenis struktur yang sangat baik dalamkaitannya terhadap alterasi dan mineralisasi karena bersifat transpression atau jenis strukturyang mengerut sampai ke bawah permukaan dan membuat ore shot yang bersifat vertikaluntuk jalur fluida hidrotermal naik membentuk alterasi dan mineralisasi. Kompleksitasstruktur tersebut menambah nilai permeabilitas batuan. Hasil pengisian fluida hidrotermaltersebut pada kondisi saat ini dijumpai sebagai urat kuarsa-oksida (hasil oksidasi dari mineralsulfida) dan urat breksia (Gambar 9).

Daerah penelitian berasosiasi dengan struktur subsirkular vulkanik berupa kaldera.Struktur ini diinterpretasikan terbentuk oleh kompleksitas struktur Gorontalo shear system(GSS) yang merupakan strain dari subduksi berarah WNW-ESE yang berada memanjang diutara dari lengan utara Sulawesi yang meghasilkan fase ekstensional dan mengakibatkanproses release ke arah selatan. Strain subduksi berarah WNW-ESE menghasilkan fasekompresi pada bagian utara dan semakin ke arah selatan akan mengalami fase ekstensional.Kaldera menjadi bukti terdapat vulkanisme besar yang dulunya pernah terjadi di lengan utaraSulawesi. Kompeksitas struktur yang ada sekarang akan membentuk suatu sistem hidrotermalmembentuk tipe endapan berupa epitermal sulfidasi rendah yang berasosiasi dengankehadiran kaldera.

4.2.Karakteristik dan tipe endapanDaerah penelitian telah mengalami alterasi yang intensif yaitu alterasi silisifikasi, filik

dan argilik. Sistem hidrotermal yang berkembang berupa fase yang kompleks yangkemungkinan terjadi proses overprinting antar zona alterasi. Proses tersebut terlihat dari hasilanalisis mineral hidrotermal yang menunjukkan komposisi yang dapat dikelompokkanberdasarkan zona pH tertentu namun memiliki temperatur pembentukan yang berbeda.

Berdasarkan klasifikasi Hedenquist, et al, 2000 dalam penentuan tipe endapanepitermal menggunakan dasar beberapa karakteristik. Karakteristik endapan daerah penelitiandilihat dari host rock, tekstur mineral bijih, alterasi batuan dan mineral sulfida yang dominandijumpai. Daerah penelitian memiliki batuan induk berupa batuan dasit dan breksi, dengantekstur bijih yang dijumpai berupa tekstur primer, intergrowth, diseminasi, penggantian dantekstur eksolusi. Alterasi yang dijumpai di daerah penelitian berupa alterasi silisifikasi yangdicirikan dengan kehadiran kuarsa ± adularia ± klorit ± kristobalit ± pirit yangdiinterpretasikan merupakan zona pusat mineralisasi hidrotermal pada daerah penelitian, yangdiikuti semakin ke arah luar berupa alterasi filik dicirikan kehadiran serisit ± ilit ± kuarsa, dankemudian dijumpai alterasi argilik dicirikan kehadiran dominansi mineral lempung berupa ilit± smektit ± monmorilonit ± kuarsa sebagai bagian terluar dari zonasi hidrotermal daerahpenelitian.

Mineral bijih yang ditemukan di daerah penelitian berdasarkan pegamatan lapangandan analisis mineragrafi berupa emas, elektrum, kalkopirit, kalkosit, bornit, digenit, kovelit,tenantit, spalerit, galena, azurit, pirotit, anatase, pirit, hematit, goetit dan limonit. Mineraltersebut mencirikan kehadiran bijih berupa Au, Cu, Pb dan Zn. Pembentukan mineralisasisecara umum dijumpai pada sepanjang urat, breksia, stockwork dan diseminasi minor.Tekstur urat yang ditemukan pada daerah penelitian berupa sisir, drussy, sakaroidal, massifdan bladed. Atas dasar tersebut daerah penelitian termasuk ke dalam tipe endapan epitermalsulfidasi rendah (Tabel 1). Tipe endapan epitermal ini juga didukung oleh penelitian terdahuluyang menyebutkan bahwa Pani merupakan tipe endapan epitermal sulfidasi rendah dengankadar emas yang rendah (Kavalieris, 1981).

Mengacu pada tabel karakterisik endapan epitermal sulfidasi rendah yang dibuatHedenquist et al. (2000) dan Sillitoe and Hedenquist (2003), maka dapat diketahui bahwaendapan epitermal sulfidasi rendah pada daerah penelitian merupakan endapan epitermalsulfidasi rendah pada kedalaman yang dalam (Tabel 2). Hal tersebut ditentukan berdasarkan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

729

adanya kesesuaian terhadap beberapa karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah didaerah penelitian zona alterasi hidrotermal pada daerah penelitian seluruhnya berada padabatuan asal atau induk berupa dasit dengan afinitas kalk-alkalin, Mineral bijih terutama emasdan elektrum yang terendapkan di dalam urat, terdiseminasi pada batuan teralterasihidrotermal dan terdapat pada urat breksia, keterdapatan tekstur kuarsa kristalin pada urat didaerah penelitian, serta keterdapatan mineral lempung sebagai penciri tiga zona alterasi padadaerah penelitian, Mineral sulfida pada daerah penelitian umumnya berupa mineral yangberasosiasi dengan jenis logam dasar berupa pirit, sfalerit, galena, tennantit, kalkopirit, kovelit,bornit, azurit meskipun juga terdapat kalkosit dan digenit yang bersifat jarang dijumpai.Sementara itu untuk karakteristik yang lain seperti kadar logam dan karakteristik fluida tidakdapat ditentukan pada penelitian ini karena keterbatasan metode analisis yang dilakukan.

4.3.Model tipe endapanPermodelan endapan epitermal sulfidasi rendah pada daerah penelitian adalah

mengacu pada model epiterml sulfidasi rendah oleh Berger and Eimon, (1982, dalam Pirajno,2009). Berdasarkan himpunan beberapa mineral bijih pada daerah penelitian, yang berupasfalerit, galena, kalkopirit, digenit, bornit, tenantit, kovelit, kalkosit, azurit besertaketerdapatan mineral pengotor berupa pirit, dan kuarsa, serta kehadiran urat kuarsa dengankandungan adularia, dan urat bertekstur kristalin kuarsa-kalsit, maka dapat diketahui bahwaendapan epitermal sulfidasi rendah pada daerah penelitian berada pada zona interval logamdasar. Kesesuaian juga terdapat pada keterdapatan zona alterasi di sekitar urat, dimana tidakselamanya ditemukan transisi zona alterasi yang ideal. Proses boiling dan mixing yangberperan terhadap presipitasi mineral bijih pada daerah penelitian, selain dibuktikan olehasosiasi urat kuarsa terhadap zona alterasi silisifikasi, filik dan argilik baik secara langsungmaupun tidak langsung. Selain kedua proses tersebut, keterdapatan mineral bijih yangterdiseminasi pada seluruh batuan teralterasi, menjadi bukti keterdapatan proses presipitasimineral bijih akibat adanya sulfidasi batuan samping. Berdasarkan pemaparan data tersebutdaerah penelitian masuk ke dalam model epitermal sulfidasi rendah pada tipe open-vein danbreksia (Berger dan Eimon 1982, dalam Pirajno, 2009).

Tipe ini sangat dikontrol oleh struktur/rekahan yang akan membentuk urat/vein, kadarrendah dari urat breksi hidrotermal, stockwork, diseminasi pada bagian atas dari sistem ini.Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasi terutama dijumpainya jenis mineral bijihberupa emas dan electrum dan mineral bijih sulfida yang berasosiasi dengan jenis logam dasarmaka daerah penelitian berada di tipe epitermal sulfidasi rendah pada kedalaman yang dalamyaitu sesuai model tipe open vein dan breksia yang menunjukkan posisi batas pada zonabonanza dan zona logam dasar (Gambar 10).

5. Kesimpulan1. Daerah penelitian tersusun atas litologi dasit 1 , dasit 2 dan breksi diatrem. Litologi

tersebut berperan sebagai batuan induk bagi mineralisasi bijih. Struktur geologimengontrol pembentukan jalur urat-urat tersebut. Struktur geologi berupa sesar geserdekstral berarah NW-SE dan WNW-ESE diinterpretasikan sebagai struktur pre-mineralisasi. Struktur sesar geser sinistral dan sesar turun berarah NE-SW dan NNE-SSWdiinterpretasikan sebagai sin-mineralisasi atau struktur yang mengontrol selama alterasidan mineralisasi. Sesar anjak minor berarah NW-SE diinterpretasikan merupakan strukturpasca-mineralisasi. Litologi juga mengontrol alterasi dan mineralisasi. Breksi diatremmemiliki permeabilitas yang lebih besar dibandingkan dasit 1 dan dasit 2 sehinggateralterasi lebih kuat. Struktur geologi akan menambah nilai permeabilitas batuan danmengontrol alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian.

2. Alterasi yang berkembang di daerah penelitian yaitu silisifikasi(kuarsa+ilit±adularia+klorit±pirit±kristobalit),filik(serisit±ilit+kuarsa) dan argilik

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

730

(ilit±smektit). Secara umum alterasi silisifikasi berkembang pada satuan dasit 2 dansebagian breksi diatrem. Alterasi filik berkembang pada sebagian satuan dasit 2 dan dasit1. Alterasi argilik secara umum dominan berkembang pada satuan dasit 1 dan sebagianbreksi diatrem.

3. Mineralisasi di daerah penelitian dicirikan oleh mineralisasi urat kuarsa-oksida (hasiloksidasi mineral sulfida) dan urat breksia. Paragenesis urat diawali dengan terbentuknyaurat breksia kemudian urat kuarsa-oksida massif, urat kuarsa-oksida sisir-drusy danterakhir urat kuarsa-oksida sakaroidal dengan pengendapan mineral bijih diawali dari fasehipogen awal yaitu pengendapan mineral logam pada fase terbentuknya urat dan alterasisilisifikasi pada batuan samping, hipogen tengah adalah pengendapan mineral bijih padaalterasi filik batuan samping, sedangkan hipogen akhir adalah pengendapan bijih padamineralisasi di zona alterasi argilik serta pada fase akhir berupa pengkayaan supergen.Secara umum pembentukan urat kuarsa-sulfida/oksida dan urat breksia merupakan hasildilational jog. Mineral bijih emas hadir pada urat kuarsa oksida, urat breksia danstockwork.

4. Tipe endapan daerah penelitian berupa endapan epitermal sulfidasi rendah. Mineralisasiemas dikontrol oleh proses tektonik yang terbentuk masa lampau berupa patahan-patahanyang menyediakan ruang mineralisasi dan jalur fluida hidrotermal. Mineralisasi jugadiindikasikan dikontrol oleh proses vulkanik. Berdasarkan karakteristik alterasi danmineralisasinya endapan epitermal daerah penelitian merupakan tipe endapan epitermalsulfidasi rendah pada level yang dalam dengan model endapan tipe open vein dan breksia.

AcknowledgementsPenelitian ini terlaksana atas dukungan dari PT. J Resources Nusantara. Peneliti

mengucapkan terima kasih kepada Dr. Lucas Donny Setijadji, S.T., M.Sc selaku dosenpembimbing, Bapak Agus Irfan dan Bapak Iryanto Rompo selaku pembimbing lapangan dansemua geologis PT. J Resources Nusantara site Pani atas ilmu dan bimbingannya.

Daftar Pustaka

Baatista, C.C., Quitoirano, R.H., Hardjana, I and Aquino, R.S.( 1997). Gunung Pani Project :Report for The First Phase of Exploration. Unpub company report for PT ParapaniKencana Khatulistiwa.

Bachri, S., Sukido., dan Ratman, N. (1983) . Peta Geologi Lembar Tilamuti Sulawesi.Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Caira, N., dan Pearson, D. ( 1999). The Geology and Metallogeny of Central North Sulawesi,Indonesia. Unpub. manuscript for PACRIM 1999

Carlile J. C., Digdowirogo, S., dan Darius, K. (1990). Geological Setting, Characteristics andRegional Exploration for Gold in the Volcanic Arcs of North Sulawesi, Indonesia. Journal ofGeochemical Exploration, 35 (1990) p. 105-140, Elsevier Science Publishers B. V.,Amsterdam – Printed in the Netherlands.

Chen, P. (1977). Table of Key Lines in X-ray Powder Diffraction Patterns of Minerals inClays and Associated Rocks. Department of Natural Resources Geological SurveyOccasional Paper 21. Indiana.

Corbett, G.J., dan Leach, T.M. (1997). Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,Alteration and Mineralisation. short Course Manual.

Corbett, G. J. (2007). Controls to Low Sulphidation Epithermal Au-Ag Mineralisation. POBox 282 Willoughby NSW Australia.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

731

Craig, J.R. dan Vaughan, D.J. (1981) . Ore Microscopy and Ore Petrography. J. Wiley andSons.

Davies, B. (2017). Pani Project : Trap Site Structure & Exploration Implication. Unpubcompany report for PT J Resources Nusantara.

Evans, A. M. (1993). Ore Geology and Industrial Minerals. 3rd Edition. Blackwell ScientificPublications. Oxford.

Hamilton, W. (1979). Tectonic of The Indonesia Region. Washington. US GeologicalProfessional Paper 1078.

Hedenquist, J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G. (2000). Exploration for Epithermal GoldDeposits. Economic Geology. vol. 13 p. 245-277.

Kavalieris, I. (1984). The Geology and Geochemistry of the Gunung Pani Gold Prospect,North Sulawesi, Indonesia. Unpub. MSc thesis, Australian National University, 225pp.

Kavalieris, I., Walshe, J.L., Halley, S., dan Harrold B.P. (1990). Dome Related GoldMineralization in Pani Volcanic Complex, North Sulawesi, Indonesia : A Study ofGeologic Relations, Fluid Inclusion, and Chlorite Compositions.

Lindgren, W.(1933). Mineral Deposits.McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.MacKenzie W.S., dan Guilford, C. (1980). Atlas of Rock-Forming Minerals in Thin Section,

Longman. London p98.Marjoribanks, R. (1998). Geology and Mineralisation of the Pani Volcanic Complex, North

Sulawesi. Unpub company report for PT Newcrest Nusa Sulawesi. 15pp plus figuresand map.

Marshall, D., Anglin, C.D., dan Mumin, H. (2004). Ore Mineral Atlas. GeologicalAssociation of Canada – Mineral Deposits Division p. 112.

McLellan,G.A, Bird, M.C, dan Pertsel, B.A. (1975) . Progress Report Gunung Pani GoldProspect and Associated Regional Exploration. Unpub company report for PTEndeavour Indonesia.

Pirajno, F. (2009). Hydrothermal Processes and Mineral System. Springer-Verlag, Perth.Heidelberg.

Stoffregen, R.E. (1987). Genesis of acid-sulfate alteration and Au-Cu-Ag mineralization atSummitville, Colorado. Economic Geology 82(6):157515919.

Van Leeuwen, T., dan Pieters, P.E. (2011). Mineral Deposits of Sulawesi. Manado :Proceedings of Sulawesi Mineral Resources Seminar MGEI-IAGI.

White, N. C. dan Hedenquist, J. W. (1995). Epithermal Gold Deposits: Styles, Charecteristics andExploration. Society of Economic Geology 25 p. 1, 9-13.

Williams, H., Turner, F.J., dan Gilbert, C.M. (1954). Petrography, An Introduction to Studyof Rocks in Thin Section, W.H. Freeman and Company, Inc. San Francisco p.406.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

732

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian yang merupakan bagian dari wilayah kontrak karyaPT J Resources Nusantara Site Pani. Kotak kecil berwarna biru di bagian atasmerupakan kompeks Gunung Pani secara keseluruhan dan kotak bagian bawahmerupakan daerah penelitian.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

733

Gambar 2. Peta dan profil geologi daerah penelitian

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

734

Gambar 3. Peta alterasi daerah penelitian

Gambar 4. Foto sampel setangan dan kenampakan pada sayatan tipis. (A) sampel dasit 1, (B)kenampakan petrografi XPL dasit 1, (C) sampel dasit 2, (D) kenampakan petrografXPL dasit 2, (E) kenampakan breksi diatrem, (F) kenampakan petrografi XPLbreksi diatrem.

A B

C D

E F

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

735

Gambar 5. Foto dokumentasi data lapangan. (A) Singkapan dasit 1, (B) singkapan dasit 2, (C)singkapan breksi diatrem, (D) dilational jog vein pada host rock dasit 2, (E) kontakantara satuan dasit 1 dan breksi diatrem, (F) kontak antara satuan dasit 2 dan breksidiatreme, (G) singkapan hydrothermal crackle breccia, (H) singkapan struktur sesarnaik.

A B

C D

E F

G H

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

736

Gambar 6. Kenampakan petrografi XPL dan hasil XRD clay AD. (A) Kenampakanpetrografi XPL pada sampel alterasi silisifikasi, (B) kenampakan XRD clay ADpada sampel alterasi silisifikasi, (C) kenampakan petrografi XPL pada sampelalterasi filik, (D) kenampakan XRD clay AD pada sampel alterasi filik, (E)Kenampakan petrografi XPL pada sampel alterasi argilik, (F) kenampakan XRDclay AD pada sampel alterasi argilik.

A B

C D

E F

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

737

Gambar 7. Kenampakan mineragrafi dari mineral bijih di daerah penelitian. (A) Kenampakantrekstur primer emas, (B) kenampakan tekstur primer kalkopirit, (C) kenampakantekstur diseminasi pirit, (D) kenampakan tekstur intergrowth antara pirit, spaleritdan tennantit, (E) kenampakan kovelit dan digenit, (F) kenampakan galena danspalerit, (G) kenampakan tesktur penggantian pirit oleh hematit, (H) kenampakankovelit, bornit dan kalkosit, (I) kenampakan tesktur eksolusi dari kovelit dan digenit.

Gambar 8. Tahap paragenesis mineralisasi urat di daerah penelitian

A B C

D E F

G H I

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

738

Gambar 9. Kontrol struktur geologi terhadap mineralisasi di daerah penelitian dihubungkandengan model struktural Corbett dan Leach, (1997).

Tabel 1. Perbandingan karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah menurut Hedenquistet.al., 2000 dengan daerah penelitian.