tabel

download tabel

of 6

description

jurnal penelitian

Transcript of tabel

TERM OF REFERENCEPENELITIAN KEBUTUHAN, PENGUATAN KAPASITAS YANG TELAH DIIKUTI DAN HASIL KERJA PEREMPUAN PARLEMENKERJASAMAYAYASAN BaKTI AusAID

A. LATAR BELAKANG PENELITIANEra reformasi memberikan perubahan yang sangat signfikan bagi kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia. Era yang membuka keran demokrasi serta memberi ruang gerak yang semakin lapang bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berkontribusi dalam proses politik dan demokrasi. Hal ini ditandai dengan munculnya keberanian rakyat untuk menyampaikan pendapatnya, mengajukan aspirasinya serta turut serta dalam membahas berbagai permasalahan yang ada. Kebebasan ini tidak mungkin terwujudkan pada era sebelumya era orde baru. Era reformasi terkadang dipersepsikan sebagai era kebebasan, yang jika tidak diatur dan dilakukan melalui mekanisme politik dan demokrasi yang ideal tentu menjadi kebablasan dan pada akhirnya akan merusak sendi-sendi kehidupan berpolitik dan demokrasi dalam suatu negara, sebagaimana semakin terindikasi sekarang ini.

Substansi demokrasi adalah adanya keterlibatan (partisipasi) rakyat baik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik maupun dalam melakukan kontrol terhadap segala aktivitas pemerintah. Banyaknya tuntutan masyarakat yang diaspirasikan melalui DPRD selama kurang lebih satu dasawarsa ini merupakan fenomena yang mengindikasikan tumbuhnya demokratisasi di era reformasi. DPRD, sebagai institusi representasi rakyat, memiliki tanggung jawab dalam hal memperhatikan, memahami dan memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Salah satu prinsip dasar otonomi daerah yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan otonomi daerah adalah dalam rangka peningkatan peran dan fungsi badan legislatif daerah. Dalam UU Pemerintahan Daerah tersebut telah ditetapkan bahwa posisi DPRD sejajar dengan pemerintah daerah, dan bukan sebagai bagian (subordinasi) dari pemerintah daerah sebagaimana yang berlaku sebelumnya pada era UU Nomor 5 Tahun 1974, era orde baru.

Pasal 1 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Selanjutnya Pasal 41 UU No 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, DPRD di samping pemerintah daerah, mempunyai peran yang sangat besar dalam mewarnai jalannya pemerintahan daerah otonom. Dengan peran yang demikian itu, aspek responsibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi salah satu faktor penentu dalam memaknai dan memberikan manfaat terhadap jalannya pemerintahan di daerah guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berdaulat.

Pemahaman ini sekaligus menyajikan pandangan bahwa lembaga legislatif perlu terus mengembangkan dirinya, yang tentunya tidak bisa terlepas dari dinamika kualitas infrastruktur politik, hubungan dengan lembaga lainnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kompleksitas permasalahan dalam penyelenggaraan pembangunan, pelayananan publik dan penyelenggaraan pemerintahan lainnya, berimplikasi pada semakin beratnya tanggung jawab DPRD dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, dan oleh karenanya, langkah penguatan peran DPRD, baik dalam proses legislasi, pengganggaran maupun pengawasan atas penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan daerah merupakan suatu hal yang urgensial.

Permasalahannya sekarang adalah sejauhmana peran dan fungsi DPRD tersebut terwujudkan dalam era reformasi yang telah belangsung dalam kurun waktu lebih kurang dari satu dasawarsa ini. Bagaimana pula kinerja lembaga DPRD dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah saat ini.

Dari diskusi-diskusi publik seringkali terungkap adanya kelemahan-kelemahan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi DPRD antara lain kurangnya kemampuan institusi ini dalam melaksanakan fungsinya sebagai mitra yang seimbang dan efektif bagi pemerintah daerah, di mana peran ekesekutif masih cukup dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sering kali terlalu jauh mencampuri urusan-urusan atau bidang tugas eksekutif, oleh karenanya cenderung menyimpang dari fungsi utamanya sebagai penyelenggara fungsi legislatif. Masalah lainnya yang pernah muncul ialah adanya peran para anggota DPRD yang berlebihan dan dapat mengganggu aktivitas pemerintahan sehari-hari, akibatnya posisi peran legislatif dan eksekutif yang ideal dalam konsepsi check and balances, menjadi tidak efektif. Terlepas dari berbagai permasalahan institusi DPRD terkait dengan penyelenggaraan tugas dan fungsinya tersebut, sulit untuk menafikan bahwa keberhasilan penyelenggaraan pembangunan di daerah tidak lepas dari peran dan fungsi DPRD.

Secara khusus, kondisi ini juga terjadi pada anggota DPRD perempuan. Bahkan anggota DPRD perempuan, mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan, bukan hanya kinerjanya namun juga performenace, perilaku politik bahkan kehidupan pribadinya.. Sehingga anggota DPRD perempuan berpendapat bahwa harus lebih mampu menampilkan kinerjanya ketimbang anggota DPRD laki-laki.

Realitas saat ini, jumlah perempuan Indonesia di parlemen semakin meningkat, meskipun belum sepenuhnya mencapai 30%. Namun demikian, tidak otomatis dengan banyaknya perempuan di parlemen dan menjadi pengurus partai politik di semua jajaran, membuat kondisi perempuan lebih baik karena seperti yang kita ketahui keterwakilan perempuan di parlemen dan partai politik saat ini dinilai belum merepresentasikan perjuangan kaum perempuan. Banyak perempuan yang dipilih misalnya karena soal ketenaran dan menjadi sekedar pelengkap untuk memenuhi kuota 30% saja. Padahal banyak perempuan-perempuan lain yang sebenarnya punya kemampuan lebih dan tahu persoalan-persoalan perempuan tetapi mereka tidak memiliki akses atau kesempatan untuk terlibat dalam partai politik dan di parlemen.

Di sisi lain. banyak perempuan di parlemen yang ingin melakukan sesuatu untuk kaumnya tetapi anggota parlemen perempuan tersebut belum memahami bahkan tidak pernah bersentuhan dengan isu perempuan. Sehingga perempuan yang terwakilkan dalam parlemen saja tidak cukup, tapi juga harus selalu didampingi, didorong, dikawal atau bahkan didesak untuk membuat legislasi dan mendorong pembuatan kebijakan yang pro perempuan dan masyarakat miskin. Contohnya, meskipun telah ada peraturan yang mengatur KDRT namun hasilnya belum maksimal melindungi perempuan sebagai korban. Ini berarti produk legislasinya tidak substantif dan tidak menjawab akar permasalahan yang ada.

Dari berbagai sumber kajian akademik terlihat bahwa sampai saat ini, masih banyak daerah yang dalam penyusunan anggarannya belum menerapkan asas-asas responsif gender. Tajuk berita beberapa media regional di KTI di awal 2012 menunjukkan perjuangan para legislator perempuan untuk meloloskan rancangan perda mengenai anggaran yang responsif gender. Sementara di tingkat kementerian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan serta enam kementerian lain sudah menerapkan anggaran yang responsif gender di lingkup kerjanya.

Tantangan tentang kapasitas perempuan dalam parlemen juga menjadi isu yang diidentifikasi dan mendasari Yayasan BaKTI bersama jaringannya untuk mengusung program Penguatan kepemimpinan perempuan parlemen untuk menghasilkan kebijakan dan anggaran yang pro poor dan pro perempuan. Salah satu kegiatan dalam program ini adalah melakukan Penelitian Kebutuhan, Penguatan Kapasitas Yang Telah Diikuti dan Hasil Kerja Perempuan Parlemen.

B. DASAR PEMILIHAN WILAYAH PENELITIANWilayah penelitian berada di wilayah program yaitu di 3 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Bone), Provinsi Maluku, dan Provinsi NTB (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur).

Mendasari pemilihan wilayah program/penelitian ini adalah karena DPRD Kabupaten Bone dengan jumlah anggota perempuan 9 orang dari jumlah total 45 orang anggota (20%), tapi berhasil mempelopori lahirnya beberapa peraturan daerah dan kebijakan yang berpihak pada perempuan, sehingga bisa dijadikan pembelajaran bagi DPRD yang lain. Kemudian prosentase keterwakitan perempuan di DPRD Provinsi Maluku cukup signifikan dengan 14 orang perempuan dari total 45 orang anggota DPRD (31%) namun belum dapat menghasilkan suatu produk legislasi atau kebijakan yang pro-poor dan sensitif konflik dengan gender perspektif. Lalu jumlah Anggota DPRD perempuan di Kota Mataram hanya 3 orang dari total 35 orang anggota hanya (8%), dapat ditelusuri untuk dijadikan ukuran korelasi antara kehadiran perempuan di parlemen dan produksi kebijakan yang pro perempuan, sekaligus memetakan sebab kurangnya angka keterwakilan perempuan tersebut.

C. TUJUAN PENELITIANTujuan penelitian adalah menjadi bahan utama untuk menyusun desain program selanjutnya maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui:1. Apa yang pernah lakukan selama menjadi anggota DPRD dalam hubungan dengan peningkatan kesejahteraan dan keberpihakan kepada perempuan dan masyarakat miskin?. 2. Apa saja kendala yang dihadapi terkait dengan upaya tersebut. 3. Apa saja pelatihan, BinTek atau kegiatan peningkatan kapasitas dalam bentuk lain yang pernah mereka ikuti, dan bagaimana tangapan mereka terhadap pelatihan, bintek atau lokakarya tersebut terkait dengan metodologi, dll.4. Bagaimana komunikasi atau hubungan anggota DPRD perempuan dengan kaukus perempuan di daerah masing-masing. 5. Bagaimana kaukus perempuan di daerah masing-masing dengan kaukus perempuan tingkat nasional.6. Bagaimana komunikasi dan hubungan anggota DPRD perempuan dengan LSM/Ornop, ormas dan organisasi perempuan lainnya di daerah masing-masing.7. Bagaimana hubungan anggota DPRD perempuan dengan masyarakat khususnya perempuan sebagai konstituen yang mesti diperjuangkan hak-hak dan aspirasinya.8. Apa saja yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas yang pada gilirannya memampukan anggota DPRD perempuan untuk dapat menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan kebijakan yang berpihak kepada perempuan dan masyarakat miskin.

D. SASARAN PENELITIAN Sasaran penelitian ini adalah:1. Anggota DPRD perempuan dan laki-laki di tingkat kabupaten/kota dan provinsi di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.2. Pengurus Kaukus Perempuan Politik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.3. Sekretaris Dewan tingkat kabupaten/kota dan provinsi di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.4. Pengurus partai politik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi di 3 (tiga) wilayah program yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.

E. HASIL YANG DIHARAPKANHasil dari penelitian tersebut, selanjutnya dijadikan dasar untuk menetapkan kebutuhan perempuan parlemen dan kegiatan peningkatan kapasitas terhadap anggota parlemen perempuan, secarara khusus di 3 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yaitu Sulawesi Selatan (DPRD Kabupaten Bone), Maluku (DPRD Provinsi), dan NTB (DPRD Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur) dan secara umum di wilayah KTI.

Hasil studi tersebut akan dijadikan dasar untuk desain program yang akan dilakukan secara partisipatif (melibatkan stakeholder terkait).

F. PELAKSANAANPenelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2012. Pelaksanaan penelitian ini meliputi:1) Rekrutmen 1 (satu) orang peneliti.2) Hari kerja 45 (empat puluh lima) hari.3) Kunjungan lapangan ke 3 (tiga) wilayah program/penelitian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.4) Pengumpulan data (primer dan sekunder).5) Input dan kompilasi data.6) Analisa dan pembuatan laporan hasil penelitian.

G. KONTAK PERSONPenelitian ini akan difasilitasi dan didampingi oleh Bapak Yusran Laitupa dan Lusia Palulungan dari Yayasan BaKTI. Berkaitan dengan hal-hal teknis, dapat menghubungi Lusy di nomor HP: 081354 677677.

H. PENUTUPDemikianlah TOR ini disampaikan. Mohon konfirmasi selanjutnya jika masih membutuhkan informasi tambahan.

Salam Perjuangan,

Caroline TupamahuDirektur Eksekutif Yayasan BaKTI

5