TA D4

35
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETERNAK UNTUK INTENSIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA AYAM BURAS (Studi Kasus: Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur) TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Di Program Studi D-IV Manajemen Bisnis Unggas Jurusan Peternakan Oleh Farhan Zulkarnain C4208502

description

BAB 1, 2, 3

Transcript of TA D4

Page 1: TA D4

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PETERNAK UNTUK INTENSIFIKASI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA AYAM BURAS

(Studi Kasus: Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur)

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Di Program Studi D-IV Manajemen Bisnis Unggas

Jurusan Peternakan

Oleh

Farhan Zulkarnain

C4208502

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2012

Page 2: TA D4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian di dalam

pembangunan nasional karena memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan

perekonomian di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Indonesia yang bekerja di bidang peternakan. Sub sektor peternakan terdiri dari

komoditas unggas yaitu ayam dan itik yang menghasilkan telur dan daging, juga

komoditas ruminansia seperti sapi dan kambing yang menghasilkan daging dan

susu. Usaha peternakan yang berkembang pesat di Indonesia saat ini adalah

komoditas unggas yaitu ayam ras pedaging dan ayam ras petelur yang dikelola

secara mandiri maupun kemitraan. Sementara itu untuk itik dan ayam buras

kebanyakan masih dikelola secara mandiri.

Ayam buras banyak dipelihara di masyarakat, khususnya di pedesaan

dengan cara tradisional. Kebanyakan ayam buras dipelihara sebagai kegiatan

sampingan yang tidak membutuhkan tata kelola secara profesional. Transaksi

penjualannya pun sederhana, masyarakat yang beternak ayam buras hanya

menunggu pedagang yang datang mengunjungi di desa itu secara rutin dan

mengadakan transaksi jual beli di tempat tinggal atau kandang mereka. Aktifitas

transaksi jual beli ayam buras cukup tinggi di masyarakat pedesaan, hal itu

menunjukkan bahwa kebutuhan akan ayam buras cukup tinggi.

Saat ini kebutuhan ayam buras yang cukup besar itu masih bergantung dan

dapat dipenuhi dari pedagang-pedagang keliling, belum dijumpai peternak ayam

buras dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan pasar daging dan telur ayam

buras. Keadaan ini sangat menunjukkan bahwa usaha ayam buras memiliki

potensi untuk lebih dikembangkan. Usaha ayam buras memiliki peran yang

penting dalam menopang perekonomian keluarga para peternak, tetapi usaha yang

dilakukan masih belum tergali sepenuhnya sehingga produktivitasnya kurang

maksimal. Maka dari itu perlu diteliti sampai sejauh mana usaha yang dapat

dilakukan untuk pengembangan usaha peternakan ayam buras.

Page 3: TA D4

Seperti yang kita ketahui, ada tiga faktor yang merupakan kunci

kesuksesan dalam usaha peternakan yaitu pembibitan (breeding), pakan (feeding),

dan manajemen (management). Saat ini para pemain dalam usaha peternakan

ayam buras di Kabupaten Jember masih belum ada yang mencoba untuk

mendirikan suatu pembibitan ayam buras. Banyak kendala yang mungkin akan

dihadapi untuk membangun breeder ayam buras antara lain masih kurangnya

populasi ayam buras yang dimiliki oleh peternak sehingga sulitnya memproduksi

bibit-bibit ayam buras yang seragam, selain itu juga masih kurangnya

pengetahuan para peternak untuk efisiensi pemeliharaannya sehingga untuk

memulai membangun sebuah pembibitan dibutuhkan tahapan-tahapan yang

membutuhkan waktu yang sangat panjang. Sebagai penelitian awal di Kabupaten

Jember pada kasus ini, maka peneliti memulai untuk mengkaji faktor pakan dan

manajemen (populasi atau jumlah ayam yang dpelihara, ketersediaan lahan, modal

yang dimiliki, jumlah jalur pemasaran, dan pengalaman) sebagai faktor yang

berpengaruh untuk memutuskan intensifikasi atau tidak bagi peternak ayam buras.

Ayam buras mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di

Kabupaten Jember terutama di pedesaan, karena selama ini telah mampu

memanfaatkan limbah pertanian dan limbah dapur bagi peternak. Tetapi mengapa

masih belum ada peternak yang tergerak untuk mengembangkan usaha ayam

buras ke arah intensif. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor apa yang selama

ini menjadi penghambat bagi peternak untuk melakukan intensifikasi. Selain itu

juga perlu disusun strategi yang diperlukan dalam upaya pengembangan usaha

ayam buras di Kabupaten Jember.

Page 4: TA D4

1.2 Rumusan Masalah

Saat ini di Kabupaten Jember masih belum terdapat peternak ayam buras

yang tergerak untuk melakukan intensifikasi pada usahanya, padahal kebutuhan

masyarakat akan daging dan telur ayam buras cukup tinggi. Dari uraian latar

belakang yang telah dibahas, maka dapat dirumuskan masalah yang timbul

antaralain sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang berpengaruh secara parsial terhadap keputusan

peternak untuk dapat melakukan intensifikasi pada usahanya?

2. Faktor apakah yang berpengaruh dominan bagi peternak untuk dapat

melakukan intensifikasi pada usahanya?

3. Strategi apakah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha ayam

buras di Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara parsial terhadap

keputusan peternak untuk dapat melakukan intensifikasi pada usahanya.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dominan terhadap keputusan

peternak untuk dapat melakukan intensifikasi pada usahanya.

3. Untuk menentukan strategi yang perlu dilakukan dalam upaya

pengembangan usaha ayam buras di Kabupaten Jember.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para peternak ayam buras di Kabupaten

Jember yang ingin melakukan intensifikasi pada usahanya.

2. Memberikan informasi bagi stakeholder bidang peternakan dalam upaya

pengembangan usaha ayam buras di Kabupaten Jember.

Page 5: TA D4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beberapa Penelitian Terdahulu

Suryana dan Hasbianto (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Usaha

Tani Ayam Buras di Indonesia: Permasalahan dan Tantangan”. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa upaya meningkatkan produktivitas ayam buras

dapat dilakukan dengan pemeliharaan secara intensif didukung dengan perbaikan

teknologi perbibitan, pakan, produksi, dan pengendalian penyakit.

Nataamijaya (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan

Potensi Ayam Lokal Untuk Menunjang Peningkatan Kesejahteraan Petani”.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu memberikan prioritas lebih

besar karena pemeliharaan ayam lokal melibatkan sebagian besar petani di

perdesaan. Usaha ternak ayam lokal dapat dikembangkan dengan menerapkan

teknologi maju sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan

peternak. Program pemuliaan untuk membentuk galur ayam lokal yang tahan

terhadap penyakit, terutama AI dan tetelo atau newcastle disease (ND), perlu

direalisasikan dan didukung dengan program pengendalian penyakit menular.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peternak Ayam Buras untuk

Melakukan Intensifikasi pada Usahanya

Adapun yang diambil peneliti sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi

peternak untuk melakukan intensifikasi pada usahanya adalah jumlah populasi,

penggunaan pakan komersil ayam buras, ketersediaan lahan, modal, jalur

pemasaran, dan pengalaman.

1. Populasi

Populasi yang semakin banyak akan dapat meningkatkan produktivitas.

Menurut Zakaria dalam Suryana dan Hasbianto (2008: 75), populasi ayam buras

yang dimiliki oleh peternak akan terus meningkat jika pemeliharaannya dilakukan

secara intensif.

Page 6: TA D4

2. Pakan

Nataamijaya (2010: 135) menyatakan bahwa, pakan khusus ayam buras

sulit diperoleh di daerah pedesaan sehingga pada situasi yang seperti ini peternak

menggunakan pakan ayam ras yang harganya mahal dan tidak efisien. Dalam

pemeliharaan secara intensif, pemberian pakan disesuaikan dengan tingkat

produktivitas dan kondisi lingkungan setempat. Menurut Chambers dalam

Nataamijaya (2010: 135), makin cepat pertumbuhan ayam berarti makin efisien

pemanfaatan pakannya.

3. Lahan

Jika lahan yang dimiliki oleh peternak itu luas maka akan semakin banyak

jumlah ayam buras yang dapat ia pelihara. Selain itu, ayam buras dapat

berkembang pada berbagai tipologi lahan di Indonesia (Setiadi dalam Suryana dan

Hasbianto, 2008: 77).

4. Modal

Pada pemeliharaan ayam buras secara intensif, aspek komersial sangat

ditekankan dimana pengeluaran modal yang cukup banyak. Pada cara ini peternak

harus menangani usahanya secara terus menerus sehingga produktivitas ayam

buras bisa diharapkan dapat meningkat (Pramudyati, 2009: 6).

5. Pemasaran

Ayam buras memiliki pangsa pasar tersendiri baik dari telur maupun

dagingnya jika dibandingkan dengan ayam ras. Hal ini ditunjukkan dengan

harganya yang melebihi telur dan daging ayam ras. Menurut Suryana dan

Hasbianto (2008: 78), pemasaran ayam buras memiliki urut-urutan yaitu dari

peternak → pedagang keliling → pedagang pengumpul → pedagang besar/

poultry shop → konsumen.

6. Pengalaman

Trijoko dalam Ismanto (2005: 9) menyatakan bahwa, pengalaman kerja

adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai

seseorang sebagai akibat dari pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa

waktu tertentu. Pengalaman kerja juga merupakan waktu yang digunakan oleh

Page 7: TA D4

seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan

tugas yang dibebankan kepadanya (Supono dalam Ismanto, 2005: 9).

2.2.2 Intensifikasi Usaha Ayam Buras

Menurut Mulyono (2001: 5-6), masyarakat atau peternak telah mengakui

bahwa dengan beternak ayam buras kesejahteraan mereka lebih meningkat karena

adanya tambahan pendapatan yang cukup berarti. Selain itu, ayam buras juga

mempunyai beberapa kelebihan daripada ayam ras antara lain, mudah

menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, dapat diberi pakan sisa makanan

atau hasil samping produk pertanian, serta lebih kuat terhadap serangan dari

penyakit. Hingga saat ini masyarakat Indonesia lebih menyukai telur dan daging

ayam buras, sehingga harga hasil produksinya lebih mahal daripada ayam ras.

Bukan suatu hal yang aneh bila pada ayam buras perlu dipelajari dan

diketahui tentang cara-cara pemeliharaan yang benar. Sistem pemeliharaan yang

benar akan membuahkan hasil yang baik dan lumayan bagi pemeliharanya. Sangat

mustahil bila ayam buras akan dapat hidup dan berproduksi tanpa diberikan

perawatan dan makanan yang memadai. Tiga macam cara sistem pemeliharaan

ayam buras yang diterapkan di Indonesia meliputi, sistem pemeliharaan secara

ekstensif atau tradisional, semi intensif, dan intensif (Rasyaf, 2002: 36-37).

Menurut Suharno (2003: 12), sistem pemeliharaan ayam buras pada

masyarakat peternak masih bersifat ekstensif atau tradisional. Masyarakat

pedesaan, terutama yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, pada

umumnya memelihara ayam buras sebagai usaha sambilan. Pada sistem

pemeliharaan ini, ayam dipelihara dengan dilepas atau diumbar serta diberi pakan

ala kadarnya. Produksi telur per ekor per tahunnya sangat sedikit. Apabila telur

ditetaskan, tingkat perkembangan anaknya pun sangat rendah. Meskipun angka

kematian ayam tinggi, tetapi mereka tidak merasa rugi karena tidak merasa

mengeluarkan biaya yang banyak untuk pemeliharaan. Maka dari itu, sistem

pemeliharaan ini tidak dapat dilakukan pada skala komersial.

Mulyono (2001: 7) menyatakan bahwa, sistem pemeliharaan secara

ekstensif dapat ditingkatkan menjadi semi intensif dengan memberikan perbaikan

Page 8: TA D4

perlakuan pada beberapa aspek. Aspek yang dimaksud antara lain pengendalian

kesehatan, pemberian pakan, penetasan telur, serta aspek-aspek lainnya. Ternyata

dengan perlakuan tersebut kemampuan produksi telur dapat meningkat.

Pada pemeliharaan secara intensif, campur tangan manusia sepenuhnya

sangat berperan dalam kehidupan ternak ayam buras. Mulai dari ayam yang kecil

hingga yang diafkir, mulai dari kebutuhan yang paling kecil hingga yang terbesar,

semuanya disertai campur tangan manusia. Ciri-ciri dari cara ini adalah

diperlukannya modal tambahan dan pengetahuan, tetapi hasil yang diperoleh jauh

lebih baik dan memuaskan dari sistem pemeliharaan yang dilakukan secara

ekstensif dan semi intensif (Rasyaf, 2002: 37).

Menurut Suryana dan Hasbianto (2008: 77), ayam buras yang dipelihara

secara tradisional, semi intensif, dan intensif memiliki perbedaan pada

penampilannya. Pemeliharaan secara intensif memberikan hasil lebih baik, yang

ditunjukkan oleh bobot badan jantan dan betina umur 5 bulan, produksi telur,

frekuensi bertelur, daya tunas, dan daya tetas yang lebih tinggi, sementara

konversi pakan dan mortalitas lebih rendah dibanding cara tradisional dan semi

intensif.

Page 9: TA D4

Tabel 1.1 Penampilan Ayam Buras yang Dipelihara Secara Tradisional, Semi Intensif,

dan Intensif.

ParameterSistem Pemeliharaan

Tradisional Semi intensif Intensif

Jumlah ayam yang dipelihara(ekor/ peternak)

20,20 33,50 104

Bobot badan umur 5 bulan:

Jantan (kg)

Betina (kg)

-

-

636

583

734

680

Umur pertama bertelur (bulan) - 8,50 7,50

Produksi telur (butir/ induk/ tahun) 30,20 59,10 80,30

Produksi telur (%) 13 29 44

Frekuensi bertelur (kali/ tahun) 2,50 6 7,50

Bobot telur (gr/ butir) 39 - 48 39 - 48 39 – 43

Daya tetas (%) 78,20 78,10 83,70

Mortalitas hingga umur 6 minggu (%) 50,30 42,60 27,20

Mortalitas mulai produktif hingga afkir (%) > 15 15 < 27

Konversi pakan > 10 8 - 10 4,90 - 6,40

Konsumsi pakan (gr/ ekor/ hari) < 60 60 - 80 80 - 100

Sumber: Suryana dan Hasbianto (2008: 77)

Menurut Rukmana (2007:34), bibit merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan usaha ternak ayam buras. Pemilihan bibit ayam buras yang baik

dapat menjamin produktivitas secara optimal. Untuk memperoleh produksi anak

yang banyak dan pertumbuhan yang baik, perlu dipilih bibit atau calon induk dan

pejantan yang baik. Beberapa kriteria harus benar-benar diperhatikan dalam

pemilihan bibit unggul ayam buras.

Page 10: TA D4

Tabel 1.2 Ciri-ciri visual ayam buras yang baik (unggul).

No. Stadium ayam Ciri-ciri visual yang baik

1. Induk betina a. Kepalanya halus.

b. Mata terang (jernih).

c. Muka sedang.

d. Paruh pendek dan kuat.

e. Jengger dan pial halus dan cerah (tidak

keriput).

f. Badan cukup besar dan perut lebar.

2. Induk pejantan a. Badan kuat dan agak panjang.

b. Sayap kuat dan bulu-bulu teratur rapi.

c. Paruh bersih.

d. Mata jernih.

e. Kaki dan kuku bersih, sisik teratur.

f. Terdapat taji yang runcing dan yang

kecil bulat.

3. Anak ayam a. Tidak cacat, kaki dan jari kaki tidak

bengkok, paruh normal (tidak seperti

burung betet).

b. Bulu kering, dubur dan pusar kering

(tidak ada yang lengket).

c. Lincah, sehat, mata bulat dan bercahaya.

d. Kaki kuat dan berdiri dengan tegak.

Sumber : Rukmana (2007: 36)

Harianto dan Krista (2010: 138) menyatakan bahwa, daya tahan tubuh

ayam buras terhadap kondisi lingkungan memang cukup baik tetapi kemungkinan

terserang penyakit selalu ada. Pengendalian dan pencegahan penyakit perlu

mendapatkan perhatian yang serius pada pemeliharaan ayam buras secara intensif

karena penyakit merupakan penyebab utama tingginya angka kematian pada

ternak khususnya pada anak ayam.

Page 11: TA D4

2.2.3 Prospek Pengembangan Usaha Ayam Buras

Menurut Rukmana (2007: 9), ayam buras merupakan komoditas yang

mempunyai potensi komersial untuk diusahakan di kalangan petani pedesaan dan

di pinggir-pinggir perkotaan. Prinsip dasar usaha tani berwawasan agribisnis

antaralain berorientasi pasar (market oriented), mendapatkan keuntungan

(profitabilitas), efisiensi yang tinggi, dan berteknologi maju.

Masalah pengembangan agribisnis ayam buras sangat beragam. Masalah-

masalah yang timbul tersebut antaralain karena ketersediaan bibit yang belum

mencukupi dari aspek kualitas maupun kuantitas, pemanfaatan sumber daya pakan

lokal yang belum optimal, kurangnya modal usaha dan terbatas akses pada

kelembagaan keuangan, serta tingkat kepemilikan yang di bawah skala ekonomis

(Syariefa et al., 2010: 59).

Menurut Suryana dan Hasbianto (2008: 78), usaha peningkatan

produktivitas ayam buras dapat dilakukan melalui perbaikan sistem pemeliharaan,

pakan, pengendalian penyakit, dan perbaikan mutu genetik. Perbaikan mutu

genetik ini dapat dilakukan dengan melakukan seleksi terhadap sifat-sifat yang

dikehendaki dan kawin silang. Pemanfaatan keragaman genetik dilakukan untuk

meningkatkan produksi telur dan mengurangi sifat mengeram, sedangkan

penyilangan dapat meningkatkan produksi telur dan mempercepat pertumbuhan

daging.

Upaya pengembangan usaha ayam buras telah mendapat dukungan dari

semua pihak sehingga intensifikasi dari tiap-tiap peternak akan lebih terpacu. Inti

dari intensifikasi adalah penerapan teknologi sapta uaha. Sapta usaha ini meliputi

penyediaan atau pemilihan bibit ayam yang baik dan ditunjang teknologi

penetasan, pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan dan kualitas,

perkandangan yang tepat, pengendalian kesehatan secara efektif, tata laksana

pemeliharaan yang baik, penanganan pascapanen dalam rangka peningkatan nilai

tambah, dan juga manajemen pemasaran hasil (Mulyono, 2001: 7).

Page 12: TA D4

2.3 Kerangka Konseptual

Faktor-faktor yang mempengaruhi peternak ayam buras untuk dapat

melakukan intensifikasi pada usahanya digambarkan dalam bentuk skema pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Keputusan Peternak untuk dapat Melakukan

Intensifikasi pada Usahanya

2.4 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka serta kerangka konseptual, maka dapat

dibuat hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi peternak ayam buras untuk

dapat melakukan intensifikasi pada usahanya adalah jumlah populasi,

penggunaan pakan, ketersediaan lahan, modal, jumlah jalur pemasaran,

dan pengalaman.

2. Diduga terdapat satu faktor dominan yang paling mempengaruhi peternak

untuk dapat melakukan intensifikasi pada usahanya.

3. Diduga pengembangan usaha ayam buras di Kabupaten Jember memiliki

prospek yang baik.

Faktor-faktor yang berpengaruh (X)Jumlah Populasi (X.1)Penggunaan Pakan (X.2)Ketersediaan Lahan (X.3)Modal (X.4)Jalur Pemasaran (X.5)Pengalaman (X.6)

Keputusan (Y)

Page 13: TA D4

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survai.

Menurut Singarimbun dan Effendi (1995: 3), penelitian survei adalah penelitian

dengan cara mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpulan data pokok yang terdapat di lapangan. Cara ini dapat

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembangan

usaha ayam buras.

3.2 Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian ini dilakukan dengan sengaja (Purposive

Sampling Method). Daerah penelitian yang dipilih adalah Kabupaten Jember

sebagai tempat kajian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peternak untuk

intensifikasi dan strategi pengembangan usaha ayam buras. Dasar dari penentuan

ini adalah masyarakat Kabupaten Jember yang pada umumnya memiliki

kebutuhan yang sangat tinggi akan daging dan telur ayam buras, tetapi masih

belum adanya peternak ayam buras yang teregerak untuk melakukan intensifikasi

pada usahanya.

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut Hasan (2005: 84), populasi adalah totalitas dari semua objek atau

individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap dari yang akan

diteliti. Obyek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah para peternak ayam

buras di Kabupaten Jember yang menerapkan sistem pemeliharaan semi intensif

dengan jumlah tertentu. Untuk peternak ekstensif atau tradisional tidak digunakan

sebagai objek dalam penelitian karena sistem pemeliharaan ini hanya digunakan

sebagai kegiatan sambilan saja serta tidak dilakukan pada usaha berskala

komersial.

Page 14: TA D4

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara

tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang

dianggap bisa mewakili populasi. Untuk menentukan sampel digunakan metode

sampling yaitu cara pengumpulan data yang hanya mengambil sebagian elemen

populasi atau karakteristik yang ada di dalam populasi. Kegiatan menarik sampel

dari suatu populasi yang terdiri dari sekelompok perilaku manusia ini merupakan

pekerjaan yang membutuhkan keseriusan (Suyanto et al., 2008: 53).

Peneliti menentukan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel

yaitu dengan cara Snowball Sampling. Metode ini merupakan pengambilan

sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini setelah

diwawancara nantinya akan memberitahukan keberadaan sampel-sampel lainnya

pada peneliti. Begitu untuk seterusnya sehingga jumlah sampel akan semakin

banyak. Kelompok dari sampel akan tampak tumbuh seperti bola salju (snowball)

yang menggelinding (Anonymous, 2010).

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas

(independent variable) (X) = faktor-faktor yang mempengaruhi peternak agar

melakukan intensifikasi pada usahanya, dan variabel terikat (dependent variable)

(Y) = keputusan peternak untuk intensifikasi. Variabel bebas dalam penelitian ini

merupakan variabel yang teramati (observed variable) dimana dapat langsung

diamati atau diukur.

Page 15: TA D4

3.4.1 Klasifikasi Variabel

Berdasarkan pada Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peternak agar Melakukan Intensifikasi pada

Usahanya, variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi peternak agar melakukan intensifikasi

pada usahanya atau disebut sebagai independent variable (X).

2. Keputusan peternak untuk intensifikasi atau disebut sebagai dependent

variable (Y).

3.4.2 Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, definisi operasional variabel yang difokuskan adalah

sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi peternak agar melakukan intensifikasi

pada usahanya.

Peneliti mengambil beberapa faktor yang dianggap penting dalam

pengembangan usaha ayam buras. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Populasi yaitu jumlah ayam buras yang dimiliki oleh peternak.

b. Penggunaan pakan yaitu jumlah pemberian pakan komersial yang dipakai

dalam pemeliharaan dalam kurun waktu yang berbeda-beda.

c. Ketersediaan Lahan yaitu luas tanah yang digunakan untuk memelihara

ayam buras.

d. Modal yaitu besarnya nilai seluruh aset yang dimiliki dalam usaha ayam

buras.

e. Jalur Pemasaran yaitu banyaknya jalur untuk memasarkan hasil ternak

(ayam buras hidup, daging, atau telur).

f. Pengalaman yaitu lama (tahun) responden menjadi peternak ayam buras.

2. Keputusan peternak untuk intensifikasi.

Keputusan peternak untuk intensifikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang telah ditentukan. Keputusan ada 2 yaitu ya (ingin melakukan

intensifikasi) dan tidak (tidak ingin melakukan intensifikasi).

Page 16: TA D4

3.5 Instrument Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, digunakan

instrument penelitian dalam bentuk kuesioner untuk memperoleh data-data

penelitian tentang hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi peternak

untuk intensifikasi terhadap keputusan peternak.

Instrument adalah alat pada waktu penelitian yang menggunakan suatu

metode. Instrument penelitian tersebut berupa daftar pertanyaan yang disusun

secara terperinci dan urut untuk memperoleh jawaban atau informasi dari

responden yang bersangkutan, instrument ini dikenal dengan angket atau juga

disebut kuesioner (Arikunto dalam Hari, 2010: 15).

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

Waktu penelitian dilakukan selama 5 bulan mulai dari bulan Januari 2012 sampai

dengan Mei 2012.

3.7 Prosedur Pengumpulan Data

Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Sumber data primer

merupakan data yang dihimpun secara langsung oleh peneliti mengenai apa saja

yang akan diteliti. Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui

pihak kedua dalam hal ini dapat diambil dari dinas-dinas terkait dan literature

lainnya baik dari buku, jurnal dan lain-lain. Untuk mendapatkan data-data tersebut

maka prosedur pengambilan data yang dilakukan sebagai berikut:

3.7.1 Pengambilan Data Primer

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data

yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini data primer

diperoleh langsung dari lokasi penelitian melalui tiga metode:

1. Observasi lapangan, yaitu dengan mengamati obyek yang diteliti beserta

lingkungannya.

Page 17: TA D4

2. Wawancara, yaitu teknik yang biasa dilakukan untuk mendapatkan

informasi dari orang-orang yang terlibat langsung dengan permasalahan

yang diteliti. Wawancara dapat dilakukan dengan cara memberikan

kuesioner pada sejumlah responden, dalam hal ini adalah para peternak

ayam buras yang telah dipilih.

3.7.2 Pengambilan data Sekunder

1. Pengambilan data dari instansi terkait berupa dokumen atau data dari

Dinas Peternakan setempat.

2. Menghimpun data-data dari buku, penelitian terdahulu, dan literatur

lainnya yang terkait dengan penelitian.

3.8 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan berorientasi kepada masalah dan tujuan

penelitian. Untuk mencapai tujuan dari penelitian digunakan metode analisis

regresi logistik.

3.8.1 Analisis Regresi Logistik

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peternak untuk dapat

melakukan intensifikasi, digunakan suatu analisis data menggunakan regresi

logistik (logistic regression). Menurut (Hosmer dan Lemeshow dalam Imawati,

2011: 8), regresi logistik merupakan suatu metode analisis data yang digunakan

untuk mencari hubungan antara variabel respon (Y) yang bersifat biner atau

dikotomus dengan variabel prediktor (X) yang bersifat polikotomus. Regresi

logistik sebenarnya sama dengan analisis regresi berganda, hanya variabel

terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1).

Peneliti menggunakan SPSS versi 16.0. untuk menganalisis tabulasi data

yang ada. Tahap-tahap proses analisis datanya adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan seluruh data pada sheet “data view”.

2. Mengklik menu “Analyze”, lalu “Binary Logistic”. Kemudian akan keluar

menu box untuk regresi logistik.

Page 18: TA D4

3. Masukkan variabel ketepatan ke dalam box “dependendt”, dan masukkan

variabel bebas ke dalam box “covariates”. Lalu klik pada “options”,

sehingga akan keluar box opsi.

4. Mencentang opsi menurut kebutuhan dari peneliti.

5. Mengklik tombol “continue” sehingga akan dikembalikan pada menu box

logistik dan tekan “OK” dan program akan melakukan perhitungan secara

otomatis.

6. Hasil dari perhitungan akan muncul pada lembar hasil perhitungan dengan

nama “output logistic - SPSS viewer”.

7. Pada tahap akhir, peneliti menterjemahkan hasil analisis menggunakan

aturan-aturan statistika yang berlaku.

3.8.2.2 Penyusunan Strategi Pengembangan

Hasil analisis dari regresi logistik nantinya disesuaikan dengan kenyataan

yang terjadi di lapangan. Strategi pengembangan disusun dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang merupakan kelebihan dan kekurangan.

Dari sini peneliti akan menyusun solusi dengan keterangan-keterangan yang

didapat dari kondisi yang ada di lapangan.

Page 19: TA D4

BAB 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Keadaan Wilayah Kabupaten Jember

Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten yang berada di

wilayah Propinsi Jawa Timur. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Jember

adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Bondowoso

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Kabupaten Lumajang

Sebelah Timur : Kabupaten Banyuwangi

Luas wilayah Kabupaten Jember yaitu 3.293,34 Km2 dengan ketinggian antara 0 -

3.330 mdpl. Iklim Kabupaten Jember adalah tropis dengan kisaran suhu antara

230C – 320C.

Pemerintah Kabupaten Jember telah melakukan penataan kelembagaan

dan struktur organisasi. Administrasi pemerintahan di Kabupaten Jember

(Anonymous, 2011:1) adalah sebagai berikut:

1. Koordinasi Camat: 4

2. Kecamatan: 31

3. Dusun: 201

4. Rukun Warga: 4154

5. Rukun Tetangga: 14714

4.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Jember

Keadaan penduduk Kabupaten Jember pada tahun 2011 sebanyak

2.329.929 jiwa (JDA, BPS 2011) dengan kepadatan rata-rata 707,47 jiwa/km2

yang terdiri dari 1.151.906 jiwa penduduk laki-laki dan 1.194.592 jiwa penduduk

perempuan. Mayoritas penduduk Kabupaten Jember terdiri atas Suku Jawa dan

Suku Madura, dan sebagian besar beragama Islam. Rata rata penduduk jember

adalah masyarakat pendatang, Suku Madura dominan di Jember bertempat tinggal

di daerah utara dan Suku Jawa bertempat tinggal di daerah selatan dan pesisir

pantai.

Page 20: TA D4

4.3 Peternakan Ayam Buras di Kabupaten Jember

Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa

Timur yang memiliki komoditi ternak unggas yang besar. Komoditi unggas

tersebut yaitu ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik.

Tabel 4.1 Populasi Ternak Ayam Buras dan Unggas-Unggas Lain di Kabupaten Jember pada Tahun 2011

No. KecamatanAyam Buras

Ayam RasPetelur

Ayam RasPedaging

Itik

1. Kaliwates 7.002 3.679 24.354 146

2. Patrang 25.607 0 21.594 2.295

3. Mayang 26.659 2.817 8.447 1.651

4. Umbulsari 101.836 11.016 67.220 11.019

5. Pakusari 53.720 13.183 97.173 1.880

6. Jelbuk 19.084 7.329 12.176 2.838

7. Arjasa 45.598 2.300 22.563 3.785

8. Ambulu 62.131 71.237 29.062 2.616

9. Balung 54.809 9.219 60.212 2.699

10. Rambipuji 26.688 0 102.611 6.893

11. Kalisat 48.640 8.963 34.421 2.231

12. Ledokombo 36.304 17.158 17.459 3.593

13. Puger 45.152 8.119 27.494 11.099

14. Gumukmas 98.273 7.909 141.579 14.878

15. Wuluhan 40.647 25.310 20.179 3.102

16. Sukorambi 37.330 632 0 1.029

17. Tanggul 17.428 5.537 10.557 1.582

18. Bangsalsari 93.624 21.619 34.704 2.584

19. Mumbulsari 42.016 0 29.627 9.793

20. Jenggawah 65.174 0 53.565 4.098

21. Sumberbaru 59.205 5.273 20.301 6.889

22. Tempurejo 63.426 4.766 10.228 1.994

Lanjutan Tabel 4.1

Page 21: TA D4

No. KecamatanAyam Buras

Ayam RasPetelur

Ayam RasPedaging

Itik

23. Panti 28.129 5.482 14.035 1.120

24. Jombang 42.262 11.971 34.096 12.901

25. Silo 84.168 2.651 42.200 3.919

26. Kencong 4.912 6.749 105.535 2.644

27. Sumbersari 31.690 65.384 25.979 480

28. Sumberjambe 85.025 59.351 11.366 17.183

29. Sukowono 111.731 527 257.992 13.252

30. Semboro 65.942 8.717 40.178 12.830

31. Ajung 69.063 391.270 25.979 10.622

Jumlah 1.593.271 778.168 1.402.884 173.660

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Jember 2011

Berdasarkan Tabel 4.1 tampak bahwa populasi unggas terbesar di

Kabupaten Jember adalah pada komoditi ayam buras. Dari data diatas

menunjukkan bahwa masyarakat jember banyak yang memelihara ayam buras.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika pemeliharaan ayam buras oleh peternak

dilakukan suatu intensifikasi sehingga meningkatkan produktivitas peternak ayam

buras dan kebutuhan dari masyarakat akan ayam buras dapat terpenuhi.