T E S I S/Kebijakan... · vi KATA PENGANTAR Assalamualaikum warohmatullahi wa barakatuh...

104
KEBIJAKAN PEME PEMERINTAHA PEM (Analisis Peraturan D tentang Urusan Pe Untuk Memenuh Magis Minat Uta PRO UNIV ERINTAH DAERAH TENTANG URUS AN YANG MENJADI KEWENANGAN MERINTAHAN DAERAH Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2 Pemerintahan yang menjadi Kewenanga emerintahan Kota*Madiun ) T E S I S hi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat ster Program Studi Ilmu Hukum ama : Hukum dan Kebijakan Publik Oleh : DANANG NOVIANTO NIM : S. 310906207 OGRAM PASCA SARJANA VERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 SAN N 2008 an

Transcript of T E S I S/Kebijakan... · vi KATA PENGANTAR Assalamualaikum warohmatullahi wa barakatuh...

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN

PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN

PEMERINTAHAN DAERAH

(Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

Pemerintahan Kota

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum dan Kebijakan Publik

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN

PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN

PEMERINTAHAN DAERAH

(Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

Pemerintahan Kota*Madiun )

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum dan Kebijakan Publik

Oleh :

DANANG NOVIANTO

NIM : S. 310906207

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN

PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN

(Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

ii

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN

PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN

PEMERINTAHAN DAERAH

(Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

Pemerintahan Kota*Madiun )

Disusun oleh :

DANANG NOVIANTO

NIM : S. 310906207

Telah Disetujui Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal 1. Pembimbing I

Prof.Dr.H. Setiono,SH.,MS

NIP. 130 345 735

…………………

……………….

2. Pembimbing II

H. Joko Purwono, SH.,MS

NIP. 130 794 453

…………………

………………

Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof.Dr.H. Setiono, SH.,MS

NIP. 130 345 735

iii

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN

PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN

PEMERINTAHAN DAERAH

(Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

Pemerintahan Kota*Madiun )

Disusun Oleh :

Nama : DANANG NOVIANTO

NIM : S 310906207

Telah disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Ketua

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH., M.Hum NIP. 19611108 198702 1 001

………………

……………

Sekretaris

Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH., M.Hum.

NIP. 19570203 198503 2 001

………………

……………

Anggota

Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 19440505 196902 1 001

………………

……………

H. Joko Purwono, SH.,MS

NIP. 130 794 453

………………

……………

Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS. NIP. 19440505 196902 1 001

………………

……………

Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D

NIP. 19570820 198503 1 004

………………

……………

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya Nama : Danang Novianto NIM : S. 310906207 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Yang membuat pernyataan,

Danang Novianto

v

MOTTO

Surat An-Nisa ayat (36), yang artinya :

”Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan

sesuatu pun (berbuat syirik)”

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wa barakatuh

Alhamdullillah, atas karunia ALLOH peneliti dapat menyelesaikan Tesis

berjudul Kebijakan Pemerintah Daerah tentang Urusan Pemerintahan

yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah ( Analisis Peraturan

Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun )

dengan baik.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Magister Ilmu Hukum di Pasca Sarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Alloh Subhanallohu wa ta’ala yang telah memberikan segala kekuatan

dan jalan-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

2. Nabi Muhammad Shalallohu alaihi wa’sallam yang telah memberikan

teladan dan inspirasi yang baik.

3. Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ(K) selaku Rektor

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. H. Moh. Jamin, S.H, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Prof. Dr. H. Setiono, SH.,MS, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Pasca Sarjana UNS Surakarta dan Dosen Pembimbing Tesis I yang

telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan pada peneliti

6. Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum, Sekretaris Program Ilmu

Hukum Pasca Sarjana UNS Surakarta

vii

7. H. Joko Purwono, SH.,MS Dosen Pembimbing Tesis II, yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan pada peneliti

8. Bapak Ibu Dosen Program Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS Surakarta

9. Rekan Mahasiswa angkatan 2006/2007 Program Ilmu Hukum Pasca

Sarjana UNS Surakarta.

10. Suprihatin, S.Pd (Ibu), Suwito, SH (Bapak), Hj. Siska Diana Sari, SH

(Istri) dan anak ku Abdullah Al-Fath.

11. Bapak H. Jamil, SH dan Ibu Hj. Meti Rumiati, S.Sos (Orang Tua),

kakak, adik-adik serta seluruh keluarga di Karawang.

Akhirnya peneliti berharap agar tesis ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi para pembaca.

Wassalamualaikum warohmatullahi wa barakatuh

`

Madiun, Maret 2010

Peneliti

viii

ix

x

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Analisis Perda tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi

Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun………...…….. 67

Tabel 4.2 Analisis Perda 02 Tahun 2008 dengan Perda N0.03-07

Tahun 2008……................................................................. 71

xii

ABSTRAK

Danang Novianto, S.310906207. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Analisis Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ). Hukum dan Kebijakan Publik. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah analisis kesesuaian/ sikronisasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal yaitu dengan menggunakan konsep hukum ke 2 (dua), yaitu hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa ada beberapa pasal pada Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 yang tidak sinkron dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Nomor 03-07 Tahun 2008. Hal ini berimplikasi beberapa pasal di dalam Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 terancam dapat dibatalkan kesahannya.

Penulis memberikan saran kepada Pemerintah Kota Madiun perlu adanya sinkronisasi antara Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Nomor 03-07 Tahun 2008.

xiii

ABSTRACT

Danang Novianto, S.310906207. LOCAL GOVERNMENT POLICY ON GOVERNMENT AFFAIRS AUTHORITY OF THE LOCAL GOVERNMENT (Analysis of Madiun District Regulation No. 02 the Year of 2008 on Government Affairs in the Authority of the City Government of Madiun). Law and Public Policy. Post graduate. Surakarta Sebelas Maret University.

Main issues discussed in this thesis is the analysis of the suitability / synchronization of Regional Regulation No. 02 the Year of 2008 on Government Affairs in the Authority of the City Government of Madiun with the higher or equivalent laws and regulations. Research method used is a doctrinal research methods, namely the second law concept, the law is positive norms in the legislation system of national*law.

Based on the result of this research, cocluded that several articles in Madiun District Regulation No. 02 the Year of 2008 is not in sync with the Government Regulation No. 38 the year of 2007 and Regulation No. 03-07 the Year of 2008. This implicated that several articles in the Madiun City Regional Regulation No. 02 the Year of 2008 threatened to cancel its validity.

Researchers suggests, the local law Madiun Government Regional is necessary for synchronization between Madiun Regional Regulation No. 02 the year of 2008 and Government Regulation No. 38 the Year of 2007 and Regional Regulation No. 03-07 the year of 2008.

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah) memberikan perubahan yang signifikan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Melalui perubahan ini, banyak hal

baru yang diakomodasi oleh Undang-undang ini dengan maksud untuk

memperbaiki sistem yang telah ada. Meskipun demikian, tidak ada yang

sempurna dengan karya manusia. Lahirnya sebuah peraturan perundangan-

undangan, selalu memunculkan reaksi baik yang bersifat positif maupun

yang negatif atau penolakan, terutama bagi pihak-pihak yang benar-benar

menaruh kepedulian terhadap penyelenggaraan sistem yang ada.

Hal-hal yang bersifat Positif yang dirasakan dengan adanya Undang-

Undang baru ini menurut Sadu Wasistiono adalah1:

1. Hak-hak daerah otonom yang meliputi kebebasan untuk memilih

pemimpin sendiri, kebebasan memiliki, mengelola dan memanfaatkan

sumber keuangan sendiri, kebebasan membuat aturan hukum sendiri.

1 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Citra

Pido Bandung, 2002 hlm 12-13

1

xv

Hak tersebut tentunya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya, kepentingan umum serta asas kepatutan.

2. Berkembangnya inisiatif dan kreatifitas daerah untuk membangun

daerahnya berkompetisi dengan daerah otonom lainnya. Dengan

memiliki kebebasan untuk menyusun rencana pembangunan sendiri,

daerah dapat mendayagunakan potensinya untuk menyejahterakan

rakyat.

3. Pada masa mendatang diharapkan akan muncul berbagai pusat

pertumbuhan baru di berbagai daerah yang potensial sehingga

mengurangi aktifitas yang bersifat ”jakarta sentris”

4. Mulai tumbuhnya iklim demokrasi dengan lebih banyak melibatkan

masyarakat, berpartisipasi pada tahap perumusan, implementasi,

pemanfaatan serta evaluasi kebijakan publik yang dibuat oleh

pemerintah daerah

5. Mulai munculnya independensi relatif dari pemerintah daerah dalam

memecahkan berbagai masalah yang dihadapi di daerah. Masalah daerah

diselesaikan di daerah, dengan cara dan oleh masyarakat setempat.

Dilihat dari ketahanan nasional, hal semacam itu bersifat

menguntungkan karena masalah setempat menjadi terisolasi tidak

meluas menjadi masalah nasional.

xvi

Gejala-gejala negatif yang mungkin akan timbul menurut Sadu

Wasistiono yaitu2 :

1. Menguatnya rasa kedaerahan sempit yang apabila tidak dicermati dan

diantisipasi secara tepat akan bersifat kontra produktif terhadap upaya

membangun wawasan kebangsaan

2. Munculnya gejala ekonomi biaya tinggi sebagai akibat daerah hanya

mengejar kepentingan jangka pendek dalam menghimpun pendapatan

daerah. Selain itu juga ada gejala pengabaian terhadap kelestarian

lngkungan karena eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tetapi

kurang terencana dengan baik

3. Otonomi daerah masih dipahami secara sempit sehingga hanya

pemerintah daerah saja yang sibuk, sedangkan masyarakat luas belum

dilibatkan secara aktif. Padahal otonomi diberikan kepada kesatuan

masyarakat hukum, bukan hanya kepada pemerintah daerah saja. Hal ini

dapat dilihat antara lain dari alokasi penggunaan dana APBD yang lebih

banyak untuk kepentingan birokrasi dan DPRD daripada kepentingan

masyarakat luas.

4. Ada gejala ketidakpatuhan daerah atau adanya penafsiran secara sepihak

terhadap berbagai peraturan perundang undangan yang dikeluarkan

pemerintah pusat. Padahal demokrasi memerlukan ketaatan hukum yang

tinggi. Demokrasi tanpa penegakan hukum hanya akan menciptakan

anarki. Pada sisi lain, tanpa adanya kepastian hukum investor akan

2 Ibid, hlm. 13-14.

xvii

enggan menanam modal di daerah. Hal tersebut pada gilirannya justru

akan membuat satu daerah tertinggal dibandingkan daerah lainnya.

Berdasarkan uraian di atas otonomi daerah berarti daerah

menetapkan sendiri kebijakannya, merencanakan strategi aktivitasnya,

melaksanakannya, mengendalikannya dan melakukan pengawasan intern.

Otonomi daerah adalah buah dari desentralisasi dan demokrasi yang berarti

pemerintahan makin dekat dengan rakyat. Desentralisasi adalah penyerahan

kewenangan dan sumber daya dari pemerintah (pusat) kepada daerah yaitu

pemerintahan daerah dan masyarakat daerah. Kewenangan daerah otonom

adalah kebebasan mengatur dan mengurus urusan pemerintaha dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat.

Penyelenggaraan kewenangan yang dalam Undang-undang 32 Tahun

2004 disebut sebagai urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan

kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten

dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan

sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Di dalam urusan pemerintahan

terdiri dari urusan wajib dan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat

mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara

antara lain :

xviii

1. Perlindungan hak konstitusional ;

2. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,

ketentraman dan ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan

NKRI ; dan

3. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan

konvensi internasional.

Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di Daerah dan berpotensi

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,

kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Pelaksanaan urusan pemerintahan selanjutnya diatur pada Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/

Kota. Pada pasal 1 disebutkan bahwa urusan pemerintahan adalah fungsi-

fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan

dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi

tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani,

memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Rincian urusan

pemerintahan daerah di Kota Madiun dituangkan dalam Peraturan Daerah

Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi

Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun. Penyusunan Peraturan Daerah

merupakan upaya pengaturan kewenangan di tingkat daerah Kabupaten/ Kota

sekaligus sebagai dasar penyusunan organisasi dan tata kerja perangkat

xix

daerah di masing-masing Kabupaten/ Kota guna menghidari tumpang

tindihnya kewenangan antar satuan kerja perangkat daerah.

Berkaitan dengan pembuatan peraturan perundang-undangan di

tingkat daerah, banyak sekali masalah-masalah hukum yang perlu mendapat

perhatian. Masalah kesinkronan dan inkonsistensinya perumusan perundang-

undangan, akan membawa perubahan dan permasalahan-permasalahan baru

pada tataran bentuk luar maupun isi atau substansinya. Perkembangan

tatanan hidup akan membuat kebutuhan manusia terhadap hukum akan

bersifat dinamis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa sangat tertarik

untuk menulis penelitian yang berjudul KEBIJAKAN PEMERINTAHAN

DAERAH TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Analisis Peraturan

Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan

yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ).

B. Perumusan Masalah

Mengacu kepada pembatasan masalah di atas, penulis menetapkan

rumusan masalah penelitian :

1. Apakah kewenangan yang telah ditetapkan tersebut sesuai/ sinkron

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang menjadi dasar hukum

xx

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan

yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ?

2. Apakah Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota

Madiun sesuai/ sinkron dengan Peraturan Daerah Nomor 03 – 07 Tahun

2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kota

Madiun ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui apakah peraturan kebijaksanaan Kota Madiun,

melalui Perda Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan

yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun bertentangan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota ;

b. Untuk mengetahui apakah Perda Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota

Madiun bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 03 – 07

Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah

Kota Madiun.

xxi

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis terhadap tujuan

otonomi daerah menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004.

b. Untuk menyusun laporan Penelitian sebagai naskah Tesis sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Magister Hukum pada program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian diharapkan nantinya akan mempunyai manfaat sebagai

berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat diperoleh perbandingan antara teori-teori yang diperoleh

selama mengikuti pendidikan dengan aplikasi di lapangan berkaitan

dengan hal yang diteliti ; dan

b. Untuk memberikan masukan dalam perumusan dan pengkajian di

bidang pembuatan kebijaksanaan oleh Pemerintah Daerah khususnya

di Kota Madiun.

2. Manfaat praktis

a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan dan pengalaman dalam pelaksanaan tugas di lapangan

xxii

b. Bagi Pemerintah Daerah dan sistem pemerintahan khususnya serta

seluruh masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat dijadikan

bahan pengkajian kebijakan publik yang terkait dengan kewenangan

pemerintahan daerah serta membantu memberikan pemikiran dalam

upaya perbaikan bagi sistem kewenangan pemerintahan daerah,

khususnya di Kota Madiun.

xxiii

BAB II

KAJIAN TEORI

Sehubungan dengan judul dan perumusan masalah yang diteliti, teori

yang relevan untuk mengkaji adalah::

A. Teori Kebijakan Publik

1. Definisi tentang kebijakan (policy) :

a. Menurut Carl J. Frederick3 kebijakan publik adalah serangkaian

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan

tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. David Easton4 juga

mengatakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses

pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang

dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah ;

b. Menurut Thomas R. Dye5 bahwa kebijakan publik adalah “public

policy is what ever government choose to do or not to do”, yaitu bahwa

3 Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum Kebijakan Publik, Universitas Sunan Giri,

Surabaya, 2002, hlm 23.

4 Ibid.

5 Muhammad Irfan Islamy. Perumusan Kebijakan Negara, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 18.

10

xxiv

apapun pilihan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintahan

itulah yang merupakan public policy atau kebijakan pemerintah ;

c. Menurut William N. Dunn kebijakan publik adalah suatu rangkaian

pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau

pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas

pemerintah, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,

pendidikan, kesehatan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-

lain6.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kebijakan publik adalah sebuah sikap dari pemerintah yang berorientasi pada tindakan.

2. Implikasi kebijakan publik menurut H. Muchsin dan Fadillah Putra7:

a. Bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah merupakan

penerapan tindakan-tindakan pemerintah ;

b. Bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya dinyatakan dalam

bentuk teks-teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau

dimplementasikan secara nyata ;

c. Bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya harus memiliki

tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun

jangka pendek, yang telah dipikirkan terlebih dahulu ;

d. Dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas adalah diperuntukan

bagi pemenuhan kepentingan masyarakat8.

6 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm.

17.

xxv

Pencapaian hasil (out put) dari sebuah kebijakan publik. artinya

adalah segala apa yang ada pada proses kebijakan publik tersebut

diharapkan akan menghasilkan sebuah produk tertentu. Selanjutnya

apakah hasil yang di capai melalui proses internal sejalan dengan apa yang

dikehendaki oleh masyarakat atau belum, hal inilah yang dimaksud dengan

dampak (out came).

Kebijakan publik pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan

dan mengakomodasi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu penilaian

akhir dari sebuah kebijakan publik adalah pada masyarakat. Hanya saja

seringkali antara dua konsep tersebut (out put dengan out came) tidaklah

selamanya seiring sejalan. Terkadang sebuah proses kebijakan publik yang

ada telah mencapai hasil out put yang ditetapkan dengan baik, namun tidak

memperoleh respon atau dampak (out came) yang baik dari masyarakat

atau kelompok sasarannya. Atau sebaliknya, sebuah kebijakan publik pada

dasarnya tidaklah maksimal dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan,

namun dampaknya cukup memuaskan bagi masyarakat secara umum9.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan :

7 Ibid, hlm. 28.

8 Muhammad Irfan Islamy, loc..cit.

9 Muchsin dan Fadilah Putra op.cit, hlm. 29-34.

xxvi

a. menurut Nigro and Nigro10

1) Adanya pengaruh-pengaruh tekanan-tekanan dari luar. Seringkali

administrator harus membuat keputusan-keputusan kerena adanya

tekanan-tekanan dari luar. Proses dan prosedur pembuatan

keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata. Sehingga

adanya tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh terhadap

proses pembuatan keputusan.

2) Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatif). Kebiasaan lama

itu akan terus diikuti, lebih-lebih kalau suatu kebijaksanaan yang

telah ada dipandang memuaskan.

3) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. Berbagai macam keputusan

yang dibuat oleh keputusan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat

pribadi. Seperti misalnya dalam proses penerimaan/pengangkatan

pegawai baru.

4) Adanya pengaruh dari kelompok luar. Lingkungan sosial dan para

pembuat keputusan juga berpengaruh terhadap pembuatan

keputusan. Misalnya dengan mempertimbangkan pengalaman-

pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada diluar bidang

pemerintahan.

5) Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Pengalaman latihan dan

pengalaman (sejarah) pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada

pembuatan keputusan. Misal orang sering membuat keputusan

10 Muhammad Irfan Islamy, op.cit, hlm. 25-26.

xxvii

untuk tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan tanggung

jawabnya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan 11.

b. menurut Gerald E. Caiden menyebutkan12 menyebutkan adanya

beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya membuat kebijaksanaan,

yaitu :

1) Sulitnya memperoleh informasi yang cukup ;

2) Bukti-bukti sulit dikumpulkan ;

3) Adanya pelbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi

pilihan tindakan yang berbeda-beda pula ;

4) Dampak kebijaksanaan sulit dikenali ;

5) Umpan balik keputusan bersifat seporadis ;

6) Proses perumusan kebijaksanaan tidak dimengerti dengan benar

dan sebagainya.

4. Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalam proses pembuatan

keputusan. Nigro and Nigro menyebutkan ada tujuh macam kesalahan-

kesalahan umum itu yaitu :

a. Cara berpikir yang sempit. Dalam hal ini adanya kecenderungan

manusia membuat keputusan hanya untuk memenuhi kebutuhan

seketika sehingga melupakan antisipasi ke masa depan.

b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lampau.

Dalam hal ini banyak anggapan yang menyatakan bahwa dalam suatu

11 Ibid, hlm. 27.

12 Ibid.

xxviii

masa yang stabil orang akan bertingkah laku sebagai mana

pendahulunya dimasa yang lampau.

c. Terlampau menyederhanakan sesuatu. Dalam hal ini pembuat

keputusan hanya mengamati gejala-gejala masalah tanpa berusaha

mencari sebab-sebab timbulnya masalah tersebut secara mendalam.

d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang. Dalam hal

ini mengandalkan pada pengalaman dari seseorang saja bukanlah

pedoman yang baik.

e. Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi pembuat

keputusan. Pemikiran yang prokonsepsional akan membatasi

pemanfaatan penemuan-penemuan ilmu sosial dalam membuat

keputusan di lembaga pemerintahan. Dalam hal ini tidak terlalu salah

tetapi jelas tidak jujur.

f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan. Karena cara

untuk mengetahui apakah suatu keputusan itu dapat diimplementasikan

atau tidak adalah dengan mengetesnya secara nyata pada ruang lingkup

yang lebih kecil.

g. Keengganan untuk membuat keputusan. Hal ini disebabkan karena

anggapan bahwa membuat keputusan itu sebagai tugas yang sangat

berat, penuh resiko, bisa membuat orang frustasi, kurang adanya

dukungan dari lembaga atau atasan terhadap tugas pembuatan

keputusan, lemahnya sistem pendelegasian wewenang untuk membuat

xxix

keputusan, takut menerima kritikan dari orang lain atas keputusan yang

dibuatnya dan lain sebagainya.

B. Konsep dan Teori tentang hukum

1. Definisi hukum menurut pendapat beberapa pakar hukum antara lain :

a. S.M Amin, hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan

yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi13.

b. J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum adalah

peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah

laku manusia dalam lingkungan masyarkat yang dibuat oleh badan-

badan resmi yang berwajib dan yang melanggar peraturan tersebut

dikenakan hukuman tertentu14.

c. Victor Hugo menyatakan hukum adalah kebenaran dan keadilan15.

d. Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn16 menyatakan definisi hukum

sebenarnya hanya bersifat mensama ratakan saja, dan itupun

tergantung siapa yang memberikan karena tidak mungkin memberikan

definisi tentang hukum yang sungguh-sungguh memadai kenyataan

13 Kansil, CST, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka.

Jakarta, 1989, hlm. 38.

14 Ibid. hlm. 38.

15 Muchsin dan Fadillah Putra, op.cit, hlm. 17

16 Van Apeldoorn,. Pengantar Dalam Hukum (Penerjemah Oetorid Sadino). Pradya Paramita. Jakarta, 1981, hlm.13.

xxx

karena hukum banyak segi dan demikian luasnya, sehingga orang tidak

mungkin menyatukannya dalam satu rumus secara memuaskan.

e. Dr. E. Utrecht,17, dalam buku yang berjudul “Pengantar dalam hukum

Indonesia” menyatakan bahwa definisi hukum yang lengkap sangat

sulit, namun menurut Utrecht pedoman tentang hukum itu adalah

himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib suatu masyarakat dan

seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.

f. Emile Durkheim18 menyatakan bahwa hukum merupakan refleksi dari

pada solidaritas sosial dalam masyarakat. Dari beberapa pengertian

atau definisi hukum di atas dan masih banyak lagi definisi-definisi

hukum dari pakar-pakar hukum, dapat disimpulkan bahwa hukum

adalah alat atau sarana untuk mengatur dan menjaga ketertiban guna

mencapai suatu masyarakat yang berkeadilan dalam

menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang berupa peraturan-

peraturan yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi bagi yang

melanggarnya, baik itu mengatur masyarakat ataupun aparat

pemerintah sebagai penguasa.

g. The definition of law Aquinas defines law as "a rule and measure of acts, whereby

man is induced to act or is restrained from acting." Lex (Latin for law), he points out,

is derived from ligare meaning "to bind." (Summa Theologica First of the Second

17 Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Disadur oleh M. Sidik Djinjang). PT.

Ictiar Baru. Jakarta, 1983. hlm. 10.

18 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. CV. Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 91.

xxxi

Part, Q. 90, Art. 1) Laws are rules meant to bind individuals to certain actions. The

speed limit, for example, is intended to hold drivers within a certain acceptable

speed. Drivers are bound to this by police officers and the threat of fines or arrest19.

h. The Definition of Law Introduction To give an explanation of the

definition of law this response looks briefly at the historical

background to how judges made law, before looking at law made by

Parliament20.

2. unsur-unsur yang terkandung di dalam hukum, adalah21 :

a. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang

b. Tujuannya mengatur dan menjaga tata tertib kehidupan masyarakat

c. Mempunyai ciri memerintah dan melarang

d. Bersifat memaksa agar ditaati

e. Memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

3. fungsi hukum yaitu :

a. Menurut Soejono Dirdjosisworo22 :

1) Fungsi hukum, sebagai alat ketertiban keteraturan masyarakat.

Hal ini dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi

pedoman dan petunjuk tentang bagaimana berperilaku di dalam

19 Deborah Anne Wells, The Definition of Law, http:\\ www.westlaw\world journals\US

Journals\, No. 01-1435., 20 januari 2010, 13.30.

20 William David, The Definition of Law, http:\\ www.westlaw\world journals\US Journals\, No. 01-1435., 20 januari 2010, 13.30.

21 Muchsin dan Fadillah Putra, op.cit, hlm. 18.

22Soejono DirdjosisworoPengantar Ilmu Hukum, CV. Rajawali. Jakarta, 1984, hlm. 153.

xxxii

masyarakat sehingga masing-masing anggota masyarakat telah

jelas apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuat.

2) Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial

lahir batin. Hal ini dimungkinkan karena hukum yang mengikat,

baik fisik maupun psikologis.

3) Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan.

Hukum merupakan alat bagi otoritas untuk membawa masyarakat

kearah yang lebih maju.

4) Fungsi kritis dari hukum

Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum

mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-

mata melakukan pengawasan kepada aparatur pemerintah (petugas)

dan aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya.

b. menurut Hoebel23 ada empat fungsi yaitu:

1) Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat,

dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa

yang diperkenankan dan ada pula yang dilarang.

2) Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang

boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya

dan sekaligus memilih sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif.

3) Menyelesaikan sengketa.

23 Esmi Warassih, Pranata Hukum : Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama.

Semarang, 2005, hlm. 26.

xxxiii

4) Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri

dengan kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara

merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota-anggota

masyarakat.

c. Dalam kaitannya dengan pembangunan, Sunaryati Hartono

menyebutkan ada 4 (empat) fungsi hukum dalam pembangunan yaitu

24:

1) Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan

2) Hukum sebagai sarana pembangunan

3) Hukum sebagai sarana penegak keadilan dan

4) Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.

C. Hukum dan Kebijakan Publik

Kebijakan publik memiliki implikasi yang menurut Irfan Islamy25

sebagai berikut :

1. Kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah merupakan penetapan

tindakan-tindakan pemerintah.

2. Kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk

teks-teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau diimplementasikan

secara nyata.

24 Muchsin dan Fadillah Putra, op.cit, hlm. 20-21.

25 Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mira Subandini, Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik, Jogjakarta, 2004, 24-25.

xxxiv

3. Kebijakan publik tersebut pada hakekatnya harus memiliki tujuan-tujuan

dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang

telah dipikirkan secara secara matang terlebih dahulu.

4. Dan pada akhirnya, segala proses yang ada di atas adalah diperuntukan

bagi pemenuhan kepentingan mensyarakat.

Definitions of Public Policy and the Law In any society, governmental

entities enact laws, make policies, and allocate resources. This is true at all

levels. Public policy can be generally defined as a system of laws, regulatory

measures, courses of action, and funding priorities concerning a given topic

promulgated by a governmental entity or its representatives26

Menurut Barclay dan Birkland dalam27, hubungan antara hukum dan

kebijakan publik yang pertama dan mendasar adalah : “Untuk melihat

hubungan antara hukum dan kebijakan publik, yaitu pemahaman bahwa pada

dasarnya, kebijakan publik umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk

hukum, dan pada dasarnya sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik”.

Dengan demikian hubungan hukum dan kebijakan publik dapat

dijelaskan sebagai berikut : tugas hukum itu adalah mencapai keadilan dan

ketertiban ( kepastian hukum ). Kedua hal tersebut sering terjadi benturan,

terkadang hukum ( Undang -Undang ) tidak menjamin terpenuhinya keadilan

dan sebaliknya keadilan tidak memiliki kepastian hukum. Hukum yang

26 Dean G. Kilpatrick, Public Policy and the Law, http:\\ www.westlaw\world

journals\US Journals\, 30 januari 2010, 13.30

27 Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mira Subandini, op.cit, hlm. 32.

xxxv

merupakan peraturan perundang - undangan merupakan instrument pengendalian

masyarakat. Dinamika sosial masyarakat dikendalikan oleh hukum. Hukum

dengan segala aspek formal dan legalnya sering membelenggu dinamika

masyarakat, sebaliknya masyarakat mengalami dinamika yang berlangsung cepat.

Pada keadaan seperti inilah sesuai dengan perkembangannya teori good

governance dan reinventing government. Menimbulkan pandangan bahwa

Negara harus mengikuti, memahami secara responsive perkembangan yang

timbul di dalam masyarakat. Di sinilah kebijakan publik yang merupakan sebuah

konsep pengaturan masyarakat yang lebih menekankan proses menjadi populer

dari pada hukum. Namun perlu diingat, bagaimanapun hukum itu keberadaanya

tetap dibutuhkan. Sebuah hasil persepakatan ( kebijakan publik ) yang tidak

memiliki legalitas namun mengikat akan menimbulkan kerawanan terhadap

pelanggaran-pelanggaran olah beberapa pihak atas persepakatan yang telah

dicapai dalam proses kebijakan publik dan Fadillah Putra itu sendiri 28.

D. Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

1. Beberapa syarat peraturan perundangan itu baik jika memenuhi :

a. Undang-undang itu harus bersifat umum. Umum baik mengenai waktu,

tempat, orang atau objeknya.

b. Undang-undang harus lengkap, tersusun dalam suatu kodifikasi.

Berdasarkan pandangan ini, pemerintah dan hakim tidak lebih dari

28 Muchsin dan Fadillah Putra, op.cit, hlm. 17.

xxxvi

sebuah mesin yang bertugas menerapkan undang-undang (bekerja

secara mekanis).

Dalam perkembangan, sifat berlaku umum tidak hanya terbatas

pada undang-undang. Berbagai keputusan administrasi negara yang

bersifat mengatur seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden,

keputusan menteri juga berlaku umum. Begitu pula, pengertian berlaku

umum dari suatu undang-undang tidak lagi selalu berarti untuk semua

orang, setiap orang, berlaku setiap saat, semua tempat. Dalam praktik

dapat dijumpai undang-undang yang hanya berlaku untuk daerah tertentu,

waktu tertentu, kelompok orang tertentu.

2. Faktor makin besarnya peranan peraturan perundang-undangan :

a. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah

dikenali (diidentifikasi), mudah diketemukan kembali, dan mudah

ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya

jelas. Begitu pula pembuatnya.

b. Peranan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang

lebih nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah

diketemukan kembali.

c. Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jelas

sehigga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-

segi formal maupun materi muatannya.

xxxvii

d. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang-undangan dapat

direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara-negara yang

sedang membangun termasuk membangun sistem hukum yang sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

3. masalah-masalah yang kemudian timbul dalam peraturan perundang-

undangan :

a. Peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Tidak mudah

menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan

masyarakat. Pembentukan peraturan perundang-undangan

membutuhkan waktu dan tata cara tertentu. Sementara masyarakat

berubah terus bahkan mungkin secara cepat. Akibatnya maka terjadi

semacam jurang antara peraturan dan masyarakat. Dalam keadaan

demikian, masyarakat akan membutuhkan hukum sendiri sesuai

dengan kebutuhan. Bagi masyarakat yang tidak mampu menumbuhkan

hukum-hukum sendiri akan “terpaksa” menerima peraturan perundang-

undangan yang sudah “ketinggalan”. Penerapan peraturan perundang-

undangan yang tidak sesuai dapat dirasakan sebagai “ketidakadilan”

dan dapat menjadi hambatan perkembangan masyarakat.

b. Peraturan perundangan tidak pernah lengkap untuk memenuhi segala

peristiwa hukum atau tuntutan hukum. Dan ini menimbulkan apa yang

lazim disebut sebagai kekosongan hukum atau “rechtsvacuum”.

Barangkali yang tepat adalah kekosongan peraturan perundang-

undangan (wetsvacuum) bukan kekosongan hukum (rechtsvacuum).

xxxviii

Hal ini sesuai dengan ajaran Cicero, ubi societes ibi ius, maka tidak

akan pernah ada kekosongan hukum. Setiap masyarakat mempunyai

mekanisme untuk menciptakan kaidah-kaidah hukum apabila “hukum

resmi” tidak memadai.

c. Resiko perumusan umum. keinginan perundang-undangan untuk

membuat rumusan secara umum akan membatasi perbedaan yang

menjadi nilai tambah tersendiri, dimana seharusnya nilai tersebut

dilindungi bukan disamaratakan29 .

Kekurangan peraturan perundang-undangan adalah dengan

memperbesar peranan hakim. Hakim bukan hanya sebagai “mulut”

undang-undang, tetapi sebagai yang mempertimbangkan baik-buruk,

manfaat-mudarat suatu peraturan perundang-undangan agar hukum tetap

terlaksana dengan adil dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu hakim harus menafsirkan,

melakukan analogi.

4. Tiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu :

a. Sistem hukum adat

Hukum tidak tertulis yang terwujud melalui putusan penguasa adat.

b. Sistem hukum agama

29 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat. Penerbit Angkasa, Bandung, 1979, hlm. 85

xxxix

Hukum yang berasal dari ajaran agama. Bagian-bagian tertentu dari

hukum agama bukan sekedar hukum yang hidup dalam masyarakat,

melainkan sebagai hukum positif yang ditetapkan negara sebagai

hukum yang berlaku bagi masyarakat

c. Sistem hukum barat

Sistem kontinental karena Belanda termasuk ke dalam sistem

kontinental peninggalan sistem ini nampak pada KUH Dagang, KUH

Perdata, KUH Pidana, dan berbagai peraturan perundang-undangan

lainnya.

Negara indonesia adalah negara berdasarkan hukum, dengan

rumusan rechtstaat sesuai dengan UUD 1945 dan rumusan ini dilandasi

suatu cita-cita negara integralistik. Cita negara itu peranannya demikian

menentukan terhadap susunan negara dan proses kehidupan negara.

5. Syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum menurut

Paul dan Dias, yaitu :

a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum tersebut untuk

ditangakap dan dipahami ;

b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi

aturan yang bersangkutan ;

c. Efektif dan efesien tidaknya aturan-aturan hukum ;

xl

d. Adaya mekanisme penyelesaian sengketa yang mudah dijangkau dan

dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi harus cukup efektif

dalam menyelesaikan sengketa ;

e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga

masyarakat bahwa aturan dan pranata hukum tersebut sesungguhnya

mempunyai daya kemampuan yang efektif30.

6. Landasan setiap peraturan di Indonesia adalah :

a. filosofis

Bangsa Indonesia adalah pandangan hidup bangsa indonesia dalam

berbangsa dan bernegara yaitu pancasila. Penjabaran nilai-nilai

pancasila kedalam hukum mencerminkan suatu keadilan, ketertiban

dan kesejahteraan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.

b. Sosiologis

Bangsa Indonesia yaitu budaya bangsa indonesia yang tumbuh dan

berkembang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat indonesia

yang bhineka tunggal ika berwawasan nusantara.

c. Yuridis

Bangsa Indonesia adalah nilai-nilai dasar UUD 1945 yang dijiwai oleh

nilai-nilai keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

30 Esmi Warassih, op.cit, hlm.105-106.

xli

Sesuai dengan sistem konstitusi, seperti yang dijelaskan dalam

penjelasan otentik UUD 1945, UUD 1945 adalah bentuk peraturan

perundangan tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber bagi semua

perundangan. Sesuai pula dengan prinsip negara hukum, maka setiap

peraturan yang dibuat harus berdasarkan dan bersumber dengan tegas pada

peraturan yang berlaku dan lebih tinggi tingkatannya.

7. Pembentukan peraturan perundangan di Indonesia diatur dengan UU No

10 Tahun 2004. Pembentukan peraturan perundangan harus memenuhi

asas-asas, yaitu;

a. Asas kejelasan tujuan.

Pembentukannya harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai

dengan jelas

b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.

Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau

pejabat pembentuk peraturan perundangan yang berwenang, dimana

ketidakwenangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan.

Pembentukannya harus benar-benar memperhatikan materi muatan

yang tepat dengan jenis peraturan perundangan

d. Asas dapat dilaksanakan.

Pembentukannya harus dapat memperhitungkan efektifitas peraturan

tersebut dalam masyarakat

xlii

e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

Peraturan perundangan dibuat memang karena benar-benar dibutuhkan

dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa dan

bernegara

f. Asas kejelasan rumusan

Peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan peraturan perundangan, sistematika dan pilihan

terminologi, bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga

tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi

Berdasarkan asas-asas di atas pembuat peraturan perundang-

undangan berharap agar kaidah yang tercantum dalam perundang-

undangan itu adalah sah secara hukum (legal validity) dan berlaku efektif

karena dapat atau akan diterima masyarakat secara wajar dan berlaku

untuk waktu yang panjang.

8. Kaidah dalam perundang-undangan harus mempunyai dasar berlaku secara

yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis dalam pembuatan peraturan

perundang-undangan karena akan menunjukkan :

a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-

undangan ;

b. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-

undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan

oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat ;

xliii

c. Keharusan mengikuti tata cara tertentu ;

d. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi tingkatnya ;

Dalam hubungan dengan dasar yuridis ini, Soerjono Soekanto-

Purnadi Purbacaraka mencatat mendapat :

a. Hans Kelsen berpendapat bahwa setiap kaidah hukum harus

berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatnya.

b. W. Zevenbergen berpendapat bahwa, setiap kaidah hukum harus

memenuhi syarat-syarat pembentukannya (op de vereischte wijze is to

stand gekomen).

c. Logemann, kaidah hukum mengikat kalau menunjukkan hubungan

keharusan (hubungan memaksa) antara suatu kondisi dan akibatnya

(dwingend verband).

Kaidah hukum secara yuridis dengan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai dengan konsep sinkronisasi

sebagai analisis Peraturan Daerah yang dikaji.

Sinkronisasi dapat diartikan sebagai sincronize yang menurut The

New Grolier Webster International Dictionary of The English Language

berarti to concur or agree in time ; to proceed or operate at exactly the

xliv

same rate to make to agree in time atau keserasian dan kebersamaan dalam

waktu31.

9. Hierarki Peraturan Perundang-undangan menurut UU No 10 Tahun 2004

pada Pasal 7 ayat (1) yaitu sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah;

Peraturan Daerah meliputi :

1) Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat

daerah provinsi bersama dengan gubernur.

2) Peraturan Daerah Kabupaten / Kota dibuat oleh dewan perwakilan

rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati / walikota.

3) Peraturan Desa / peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan

perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa

atau nama lainnya.

Pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah sesuai

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur

Penyusunan Produk Hukum Daerah berdasarkan pada penyusunan produk

31 Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 55.

xlv

hukum daerah. Produk hukum daerah peraturan daerah yang diterbitkan

oleh Kepala Daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Produk hukum daerah bersifat pengaturan dan

penetapan.

a. Produk hukum daerah bersifat pengaturan meliputi :

1) Peraturan daerah atau sebutan lain ;

2) Peraturan kepala daerah ; dan

3) Peraturan bersama kepala daerah

b. Produk hukum daerah bersifat penetapan meliputi :

1) Keputusan kepala daerah

2) Instruksi kepala daerah

Hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan Peraturan Daerah, yaitu:

a. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis

dalam rangka penyiapan atau pembahasan raperda 32.

b. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur atau

Bupati/ Walikota33.

c. Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi,

tugas perbantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan

32 UU No 32 Tahun 2004,Pasal 139 (1) .

33 UU No 32 Tahun 2004,Pasal 140 (1).

xlvi

yang lebih tinggi dengan meperhatikan ciri khas masing-masing daerah

34.

d. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum

dan atau peraturan yang lebih tinggi35.

e. Peraturan daerah dapat memuat ketentuan biaya paksaan penegakan

hukum atau pidana paling lama enam bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)36.

f. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat

persetujuan DPRD37.

g. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah ditetapkan

untuk melaksanakan Peraturan Daerah38.

h. Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah

39.

E. Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance)

Melalui tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah

pada dasarnya dibentuk untuk melayani publik (public service). Pelayanan

34 UU No 32 Tahun 2004,Pasal 136.

35 UU No 32 Tahun 2004,Pasal 136 (4).

36 UU No 32 Tahun 2004,Pasal 143.

37 Pasal 136 (1) UU No 32 Tahun 2004

38 UU No 32 Tahun 2004, Pasal 146.

39 UU No 32 Tahun 2004, Pasal 136 (5).

xlvii

yang diberikan dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan public tidak semata-mata didasarkan pada pemerintah (government)

atau negara (state), tapi harus melibatkan seluruh elemen yang ada di dalam

intern birokrasi maupun yang ada di luar birokrasi publik (masyarakat).

State a territory built by conquest in which one culture, one set of ideals and

one set of laws have been imposed by force or threat over diverse nations by a

civilian and military bureaucracy. Definition of government (noun) is a system

of governing; the organization of people that rules a country, city or area40.

1. Menurut UNDP (United Nations Development Programme) prinsip-prinsip

Good Governance adalah:

a. Partisipasi (participations)

semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembagalembaga

perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi

menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan

mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara

konstruktif.

b. Tegaknya supremasi hukum (rule of law)

kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,

termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi

manusia.

40 Alex B. Long, goverrnment, http:\\ www.westlaw\world journals\US Journals\, 30

januari 2010, 13.30.

xlviii

c. Transparasi (transparency)

transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses

pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh

pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus

memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

d. Peduli dan stakeholder:

lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha

melayani semua pihak yang berkepentingan.

e. Berorientas pada consensus (consensus orientations)

tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan

yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam

hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila

mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur.

f. Kesetaraan (equity)

semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau

mempertahankan kesejahteraan mereka.

g. Efektifitas dan efisiensi (effectiveness and efficienny)

proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil

sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-

sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

xlix

h. Akuntabilitas (accountability)

para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi

masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun

kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.

i. Visi strategis (strategic vision)

para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh

ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia,

serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan

perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki

pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang

menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Good governance menuntut keterlibatan seluruh elemen masyarakat,

hanya bisa diwujudkan manakala pemerintah didekatkan dengan yang

diperintah, dan ini berarti desentralisasi dan otonomi daerah. Pemerintah yang

didekatkan dengan rakyat akan dapat mengenali apa yang menjadi kebutuhan,

permasalahan, keinginan dan kepentingan serta aspirasinya.

Salah satu prinsip good governace adalah penegakan supremasi

hukum (rule of law) artinya hukum diberlakukan tanpa pandang bulu dan

hukum dipandang sebagai sistem norma . Hal ini sesuai dengan Teori Hukum

Murni (the pure theory of law) yang diperkenal oleh seorang filsuf dan ahli

hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen. Norma adalah pernyataan

l

yang menekankan aspek ”seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan

beberapa peratuan tentang apa yang harus dilakukan.

Asumsi penilaian terhadap sebuah aturan adalah ”seharusnya”

dengan memprediksinya terlebih dahulu. Saat ”seharusnya” tidak bisa

diturunkan dari ”kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan

pernyataan ”seharusnya”, di sana harus ada presupposition yang merupakan

pengandaian. Sebagaimana sebuah tindakan hanya dapat menciptakan hukum,

bagaimanapun harus sesuai dengan norma hukum lain yang lebih tinggi dan

memberikan otoritas atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat bahwa

inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang merupakan presupposition

dari sebuah validitas hukum tertinggi.

2. Fuller mengedepankan delapan nilai yang harus ditaati dalam suatu sistem

hukum41. Kedelapan nilai-nilai tersebut yang dinamakan ”delapan prinsip

legalitas” adalah :

a. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu; hal ini berarti, bahwa

tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad hoc, atau

tindakan-tindakan yang bersifat arbiter ;

b. Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak ;

c. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut ;

d. Perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci; ia harus

dapat dimengerti oleh rakyat ;

41 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Penerbit Angkasa, Bandung, 2004,

hlm. 38.

li

e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak

mungkin ;

f. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu

sama lain ;

g. Peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah ;

h. Harus dapat terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat

hukum dan peraturan-peraturan yang telah diubah.

F. Teori tentang kewenangan

Sadu Wasistiono42 berpendapat bahwa kewenangan adalah

kekuasaan yang sah untuk melakukan sesuatu dalam konteks kehidupan

berbangsa dan bernegara. Sedangkan menurut Sutarto kewenangan atau

wewenang adalah hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang

diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan

baik43.

Menurut F.P.C.L Tonnaer44 menyatakan bahwa kewenangan

pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk

melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat diciptakan hubungan

hukum antara pemerintah dengan warga negara.

42 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokus

Media, Bandung, 2000, hlm. 13.

43 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 1995, hlm. 58.

44 Ridwan HR, op.cit, hlm. 101.

lii

1. Sumber dan cara memperoleh wewenang pemerintahan menurut H.D van

Wijk dan Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang kepada organ pemerintahan

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya

c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan

kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya

Kewenangan yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang

berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya organ pemerintahan

memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam

suatu peraturan perundang-undangan. Dalam delegasi terdapat pelimpahan

kewenangan dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lainnya.

Tanggungjawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans),

tetapi beralih pada penerima delegasi (delegataris). Sedangkan pada mandat,

penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi

mandat (mandans). Tanggungjawab akhir keputusan yang diambil mandataris

tetap berada pada mandans. Perbedaan antara delegasi dan mandat dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

liii

Tabel 2.1

Perbedaan Delegasi dengan Mandat45

No Delegasi Mandat

1.

2.

3.

4.

5.

Pelimpahan kewenangan

Kewenangan tidak dapat dijalankan

secara insidental oleh organ yang

memiliki wewenang asli

Terjadi peralihan tanggungjawab

Harus berdasarkan UU

Harus tertulis

Perintah untuk melaksanakan

Kewenangan dapat sewaktu-waktu

dilaksanakan oleh mandans

Tidak terjadi peralihan

tanggungjawab

Tidak harus berdasarkan UU

Dapat tertulis dapat pula lisan

Sumber : R.J.H.M. Huisman, Algemeen Bestuursrecht.

Organisasi modern menurut Max Weber dalam Santoso46 bahwa

”Tipe ideal dari organisasi ditandai dengan adanya hirarkhi atau pendelegasian

wewenang, pembagian tugas yang jelas, aturan atau prosedur kerja, serta

kualifikasi personil”. Memperhatikan pandangan organisasi modern tersebut

45 Ibid, hlm. 109.

46 Santoso, Birokrasi Pemerintahan Orde Baru, PT Raja Grafindo persada, 1997, hlm. 18

liv

yang dikemukakan Max Weber, dapat dikemukakan bahwa salah satu prinsip

penting dalam suatu organisasi adalah adanya pelimpahan pendelegasian

wewenang.

Delegation is the act of delegating, or investing with authority to

act for another; the appointment of a delegate or delegates. One or more

persons appointed or chosen, and commissioned to represent others, as in

a convention, in Congress, etc.; the collective body of delegates; as, the

delegation from Massachusetts; a deputation. A kind of novation by which

a debtor, to be liberated from his creditor, gives him a third person, who

becomes obliged in his stead to the creditor, or to the person appointed by

him47.

Maksud dan Tujuan pendelegasian wewenang sebagaimana

dijelaskan Sutarto48 adalah ”Penyerahan sebagian hak untuk mengambil

tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggungjawabnya dapat

dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain”.

Menurut Nawawi dalam Josef Riwu Kaho49 bahwa pelimpahan

kewenangan adalah penyerahan sebagian hak yang seharusnya dilakukan oleh

seorang pejabat atasan kepada pejabat bawahan. Asas pelimpahan wewenang

berlaku bagi organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Wujudnya

47 Robert J.L, A principle of Public policy, http:\\ www.westlaw\world journals\US.

Journals\, 30 januari 2010, 13.30.

48 Sutarto op.cit, hlm.178.

49 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hlm. 218.

lv

dapat dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih tinggi kepada pejabat

bawahan atau yang dinamakan pendelegasian vertikal. Selain itu pelimpahan

wewenang dapat pula dilakukan antara pejabat yang berkedudukan pada

jenjang yang sama atau sederajat atau yang memiliki hubungan fungsional

atau dinamakan dengan pendelegasian wewenang horisontal50.

2. Pelimpahan wewenang ada 4 kegiatan yang berlangsung

a. Menetapkan dan memberikan tujuan yang jelas ;

b. Diperlukan untuk mencapai tujuan atau tugas ;

c. Menimbulkan kewajiban dan tanggungjawab ;

d. Menerima pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang

dicapai.

3. Manfaat dari pelimpahan kewenangan adalah :

a. Dengan pelimpahan kewenangan pimpinan dapat melakukan tugas-

tugas pokoknya saja

b. Dengan pelimpahan kewenangan tiap pejabat dari pucuk pimpinan

sebagai pejabat yang berkedudukan paling rendah, telah memiliki

wewenang tertentu dalam bidang tugasnya, sehingga merekapun

wewenang dalam membuat keputusan yang menyangkut bidang

tugasnya. Dengan demikian keputusan dapat dibuat lebih cepat karena

tidak perlu menunggu pihak atasan

c. Tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat

50 Sutarto op.cit, hlm.158.

lvi

d. Inisiatif dan rasa tanggungjawab dapat diperbesar. Pejabat yang

memiliki wewenang tertentu didorong untuk menemukan sesuatu yang

lebih baik untuk kemajuan organisasi

e. Pelimpahan wewenang dapat menjadi latihan bagi para pejabat apabila

telah menduduki jabatan yang lebih tinggi

4. Menurut Osborne dan Gaebler51, lembaga yang terdesentralisasi (terjadi

pelimpahan kewenangan) mempunyai sejumlah keunggulan antara lain :

a. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel dari pada yang

tersentralisasi, lembaga tersebut dapat memberikan respon dengan

cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah ;

b. Lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang

tersentralisasi ;

c. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang

tersentralisasi ;

d. Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang

lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitasnya.

Pelimpahan kewenangan dapat dilakukan dengan dua cara yakni

pelimpahan wewenang yang dilimpahkan dan perumusan umum yang

melimpahkan sejumlah kewenangan52.

51Osborne dan Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, Pustaka Binaman Persindo,

Jakarta, 1996, hlm. 83.

52 The Liang Gie, op. cit, hlm.51.

lvii

Pelimpahan sebagian kewenangan pada prinsipnya terkandung upaya

untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat (close to customer). Hal ini

sejalan dengan salah satu Prinsip Reinventing Government53, yaitu Customer

Driven Government atau pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan atau

masyarakat.

5. Paradigma pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan atau masyarakat

ini mengemukakan hal-hal penting yang harus dilakukan antara lain :

a. Mendekatkan diri kepada pelanggan ;

b. Menerapkan metode mutu terpadu ;

c. Menempatkan pelanggan di kursi pengemudi, atau dengan kata lain

tanggap akan kebutuuhan pelanggan dan memberikan kepuasan

sebesar-besarnya kepada pelanggan ;

d. Mengubah perhatian pemerintah yang berorientasi pada lembaga

publik dan menciptakan Internal Revenus Service ;

e. Keakraban dengan pengguna, keterbukaan dan holisme ;

Wewenang pemerintah daerah menurut Undang-Undang 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berupa otonomi daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Sedangkan urusan pemerintahan menurut Peraturan Pemerintah

53 Osborne dan Gaebler; op. cit, hlm.52.

lviii

Nomor 38 Tahun 2007 adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi

hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk

mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi

kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan,

dan menyejahterakan masyarakat.

6. Urusan pemerintahan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 terdiri dari :

a. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan

Pemerintah pusat, antara lain 54:

1) Politik luar negeri ;

2) Pertahanan ;

3) Keamanan ;

4) Yustisi ;

5) moneter dan fiskal nasional ;

6) agama.

b. Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau

susunan pemerintahan.

Semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat, antara

lain 55:

1) pendidikan;

2) kesehatan;

54 PP Nomor 38 Tahun 2007, Pasal 2.

55 PP Nomor 38 Tahun 2007, Pasal 2.

lix

3) pekerjaan umum;

4) perumahan;

5) penataan ruang;

6) perencanaan pembangunan;

7) perhubungan;

8) lingkungan hidup;

9) pertanahan;

10) kependudukan dan catatan sipil;

11) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

12) keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

13) sosial;

14) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;

15) koperasi dan usaha kecil dan menengah;

16) penanaman modal;

17) kebudayaan dan pariwisata;

18) kepemudaan dan olah raga;

19) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

20) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

21) pemberdayaan masyarakat dan desa ;

22) statistik;

23) kearsipan;

24) perpustakaan;

lx

25) komunikasi dan informatika;

26) pertanian dan ketahanan pangan;

27) kehutanan;

28) energi dan sumber daya mineral;

29) kelautan dan perikanan;

30) perdagangan; dan

31) Perindustrian.

7. Pembagian urusan pemerintahan berdasarkan kriteria :

a. Eksternalitas adalah memperhatikan dampak yang timbul sebagai

akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila

dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan

tersebut menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Sedangkan apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau

regional maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan

pemerintahan provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi

dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan Pemerintah.

b. Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan

memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah

Provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.

Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara

langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota), maka

pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan

lxi

mengurus urusan pemerintahan tersebut. Sedangkan apabila dampak

penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami

oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka

pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggung jawab

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut; dan apabila

dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari satu

provinsi dan/atau bersifat nasional maka Pemerintah

bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan*dimaksud.

c. Efisiensi adalah memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat

diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Apabila

urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah

kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah

kabupaten/kota, sedangkan apabila akan lebih berdayaguna bila

ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada

pemerintahan daerah provinsi. Sebaliknya apabila suatu urusan

pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah maka akan

tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dengan memperhatikan

keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

lxii

G. Kerangka Berpikir

Keterangan : Garis Kajian Sinkronisasi Hukum

Bagan di atas menggambarkan bahwa dalam Undang-undang 32 Tahun 2004

pemerintah daerah kabupaten/ kota yang dipimpin oleh Bupati/ Walikota

diberi kewenangan otonomi yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Pasal 14 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah

Perda Kota Madiun No.03-07 Tahun 2008 tentang Struktur dan

Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Madiun

PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota

Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka

Penyelenggaraan Otonomi Daerah (Pasal 18 UUD 1945)

Perda Kota Madiun No.02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan

Kota Madiun

lxiii

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Sehingga Bupati/ Walikota mempunyai kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Selanjutnya menurut PP 38 Tahun 2007 Pasal 7 disebutkan bahwa dalam

kewenangan Bupati/ Walikota terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan wajib adalah urusan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat

wajib dan berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan urusan pilihan adalah

urusan pemerintahan yang bersifat pilihan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan

kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan Kota Madiun merumuskan

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan yang

menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun sebagai amanat dari Pasal

12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Dalam perumusan

termasuk unsur yuridis yang terkandung di dalam Peraturan Daerah tidak

boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Sinkronisasi antar

peraturan perundang-undangan merupakan landasan hukum sebagai syarat

legalitas hukum. Perda Nomor 02 Tahun 2008 merupakan dasar penyusunan

organisasi dan tata kerja Daerah Kota Madiun 56.

56 PP 38 Tahun 2007, Pasal 12.

lxiv

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan ini merupakan jenis penelitian normatif

yang bersifat deskriptif-evaluatif. Menurut Soerjono Soekamto penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang

seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. maksud

dari penelitian deskriptif adalah untuk mempertegas hipotesa agar dapat

membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam kerangka

menyusun teori-teori baru.

Dalam mempelajari hukum, tidak terlepas dari 5 konsep hukum yang

menurut Soetandyo Wignjosoebroto adalah sebagai berikut 57:

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrtai dan

berlaku universal

2. Hukum adalah norma-norma positif didalam sistem perundang-undangan

3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim

57 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum,: Pascasarjana UNS,

Surakarta , 2005, hlm. 20-21.

51

lxv

4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai

sosial yang empirik

5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial

yang tampak dalam interaksi mereka.

Dalam penelitian ini, penulis mendasarkan pada konsep hukum ke-2, yang

menurut Sotandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam hal ini dikonsepsikan

merupakan norma positif dalam sistem perundang-undangan.

B. Jenis Data

Penelitian ini adalah penelitian normatif, maka metode pengumpulan data

yang digunakan adalah dengan melalui studi pustaka, yaitu dengan mengkaji

karya-karya yang relevan dengan menggali data sekunder yang diambil dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang

relevan.

1. Bahan-bahan Hukum Primer

a. Undang-Undang Dasar 1945 tahun 1945 Pasal 18 ;

b. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 14;

c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota ;

lxvi

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis

dan Produk Hukum Daerah ;

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang

Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah ;

g. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ;

h. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah ;

i. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 04 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah ;

j. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 05 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah ;

k. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 06 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja satuan Polisi Pamong Praja ;

l. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 07 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan ;

2. Bahan-bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan

dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer,

contohnya: makalah, tesis, desertasi dan buku-buku yang ditulis oleh para ahli,

dan artikel.

lxvii

3. Bahan-bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum

primer dan sekunder, misalnya : Kamus Hukum, ensiklopedi khususnya di

bidang hukum dan administrasi umum.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

dengan melakukan penelitian kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara mencari data-data atau studi kepustakaan dan

tidak secara langsung kelapangan

Menurut John Madge58, yang dimaksud dengan teknik pengumpulan

data adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang ada

di tempat penelitian sehingga memperoleh data yang diperlukan.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Studi Kepustakaan

Yaitu suatu teknik pengumpulan dokumen-dokumen, buku-buku dan

bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian

dalam hal ini peneliti mengumpulkan data-data dengan cara mempelajari:

a. Perundang-undangan

58 Soekanto, op.cit, hlm. 66.

lxviii

b. Dokumen-dokumen atau berkas-berkas lainnya yang didapat

c. Buku-buku serta bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pokok-

pokok bahasan penelitian

D. Teknik Analisis Data

Sebagai cara untuk memperoleh kesimpulan yang merupakan jawaban dari

pertanyaan dasar yang telah dirumuskan, maka model dan teknik analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif berdasarkan logika

deduksi, dengan memperhatikan penafsiran hukum yang dilakukan serta asas-

asas hukum yang berlaku pada ilmu hukum. Penulis berangkat dari data-data

yang bersifat umum (premis mayor) lalu yang bersifat khusus (premis minor).

Adapun penerapan logika yang digunakan garis besarnya sebagai berikut :

1. Premis mayor :

”Bahwa otonomi daerah memberikan hak, wewenang dan kewajiban

kepada setiap pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat melalui

kebijaksanaannya (Peraturan Daerah), dimana setiap peraturan

perundangan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan peraturan

di atasnya.”

2. Premis minor :

”Bahwa pemerintah daerah Kota Madiun adalah salah satu pemerintah

daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki

hak, kewajiban dan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan dan

lxix

kepentingan masyarakat sendiri melalui Perda Kota Madiun Nomor 02

Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan

Pemerintahan Kota Madiun”.

3. Konklusi Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 yang mengatur

kewenangan seharusnya sinkron dengan ketentuan lebih tinggi yang

menjadi dasar baik dalam hal materi, tujuan maupun sistimatikanya

lxx

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Sinkronisasi kewenangan Pemerintahan Kota Madiun berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan

yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota

a. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota

Kewenangan Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan Pasal 7 ayat

(1) terdiri atas :

1) Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan

dasar yang meliputi:

lxxi

a) pendidikan;

b) kesehatan;

c) lingkungan hidup;

d) pekerjaan umum;

e) penataan ruang;

f) perencanaan pembangunan;

g) perumahan;

h) kepemudaan dan olahraga;

i) penanaman modal;

j) koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k) kependudukan dan catatan sipil;

l) ketenagakerjaan;

m) ketahanan pangan;

n) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o) keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p) perhubungan;

q) komunikasi dan informatika;

r) pertanahan;

s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u) pemberdayaan masyarakat dan desa;

57

lxxii

v) sosial;

w) kebudayaan;

x) statistik;

y) kearsipan; dan

z) perpustakaan.

2) Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada

dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah

yang bersangkutan meliputi :

a) kelautan dan perikanan;

b) pertanian;

c) kehutanan;

d) energi dan sumber daya mineral;

e) pariwisata;

f) industri;

g) perdagangan; dan

h) ketransmigrasian.

b. Kewenangan Pemerintah Kota Madiun berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi

Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun

Kewenangan Pemerintah Daerah merupakan hasil sebuah

mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola

hubungan antara pemerintahan nasional dan pemerintahan lokal.

lxxiii

Kewenangan merupakan urusan pemerintahan yang menjadi hak dan

kewajiban dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan dan

menyejahterakan masyarakat.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintahan Kota Madiun terdiri atas urusan wajib dan pilihan.

Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan

oleh pemerintahan daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah. Rincian

kewenangan Pemerintahan Kota Madiun adalah sebagai berikut :

1) Urusan Wajib ( Pasal 4 ayat (2) ) meliputi :

a) pendidikan;

b) kesehatan;

c) lingkungan hidup;

d) pekerjaan umum;

e) penataan ruang;

f) perencanaan pembangunan;

g) perumahan;

h) kepemudaan dan olah raga

i) penanaman modal;

j) koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k) kependudukan dan catatan sipil;

lxxiv

l) ketenagakerjaan;

m) ketahanan pangan;

n) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o) keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p) perhubungan;

q) komunikasi dan informatika;

r) pertanahan;

s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u) pemberdayaan masyarakat ;

v) sosial;

w) kebudayaan;

x) statistik;

y) kearsipan; dan

z) perpustakaan;

2) Urusan Pilihan ( Pasal 5 ayat (2) )

a) kelautan dan perikanan;

b) pertanian;

c) kehutanan;

d) energi dan sumber daya mineral;

e) pariwisata;

lxxv

f) perindustrian ;

g) perdagangan; dan

h) ketransmigrasian.

Setiap rincian bidang urusan pemerintahan terdiri dari sub

bidang, dan setiap sub bidang terdiri dari sub-sub bidang. Pelaksanaan

urusan pemerintahan berpedoman pada norma, standar, prosedur dan

kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah. Apabila menteri/kepala

lembaga Pemerintah non departemen dalam kurun waktu 2 (dua) tahun

belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria maka

pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan langsung urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan berpedoman pada

peraturan perundang-undangan sampai dengan ditetapkannya norma,

standar, prosedur, dan kriteria.

Fungsi pengaturan kewenangan di Kota Madiun ( Pasal 7

ayat (2) ) adalah :

1) menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah, Peraturan Walikota

dan Keputusan Walikota dalam penyelenggaraan otonomi daerah ;

2) penempatan personil sesuai dengan kapasitasnya/ keahliannya dan

persyaratan administrasinya ;

3) perencanaan dan penetapan pelayanan dasar yang prioritas dan

esensial berdasarkan kondisi dan kemampuan daerah yang harus

dilaksanakan/ disediakan daerah, sesuai dengan bidang

pemerintahan yang wajib dilaksanakan daerah;

lxxvi

4) perencanaan dan penyusunan alokasi biaya yang dianggarkan

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan atau menjadi

salah satu kriteria penetapan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi

Khusus dan Dana Bagi Hasil ;

5) menjadi tolok ukur dalam penilaian kinerja, pembinaan dan

pengawasan serta evaluasi pelaksanaan otonomi daerah.

Selain urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan pilihan

Pemerintahan Kota Madiun juga mendapat tugas pembantuan. Tugas

pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah

dan atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota

dan atau desa, serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa

untuk melaksanakan tugas tertentu. Tugas pembantuan disertai dengan

perangkat daerah, pembiayaan, dan sarana atau prasarana yang

diperlukan dan diprioritaskan bagi urusan pemerintahan yang

berdampak lokal dan/atau lebih berhasilguna serta berdayaguna apabila

penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintahan daerah yang

bersangkutan.

Tugas pembantuan yang diterima Pemerintahan Kota

Madiun selama Tahun 2009 adalah :

1) Bidang Pendidikan

a) Pelaksanaan Ujian Nasional dan UASBN

b) Pengembangan Pendidikan Luar Biasa, meliputi :

lxxvii

(1) Bantuan Subsidi Infrastruktur SLB dan Sekolah Inklusif

(2) Subsidi Beasiswa

(3) BOP (Bantuan Operasional)

(4) Bantuan Operasional Pendidikan untuk SDLB/SLB

(5) Beasiswa

(6) BOP

c) Perluasan dan peningkatan mutu TK

d) Pengembangan pusat sumber belajar/perpustakaan

e) Pengembangan Hasil Olimpiade MIPA

f) Bantuan Rintisan Program PAUD

g) Bantuan Operasional Penyelenggaraan Tingkat dasar dan

mandiri

h) Bantuan opersional penyelenggaraan program paket B dan C

i) Bantuan beasiswa kursus kewirausahaan Kota (KWK)

j) Pengembangan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota

k) Peningkatan minat baca masyarakat

2) Bidang Kesehatan

a) Sosialisasi Respon cepat penanggulangan gizi buruk

b) Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadarzi

c) Pembinaan teknis program gizi

d) Monitoring garam beryodium tingkat masyarakat

e) Peningkatan pelayanan kesehatan ibu

f) Peningkatan pelayanan anak

lxxviii

g) Sosialisasi software pelaporan narkotika, psikotropika unit

pelayanan di Kabupaten/Kota

h) Immunization Service Support

i) Surveillance AFP

j) Sosialisasi dampak rokok

k) Pengendalian penyakit dan masalah kesehatan (Tim

Epidemiologi Kota)

l) Bintek P2 Kusta

m) Case finding dan Case Holding penderita TB

n) Pembinaan program UKS di sekolah

o) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

p) Pertemuan pemantapan kinerja kader

q) Sosialisasi deteksi dini dampak rokok bagi guru BP dan

Komite sekolah di Kota Madiun

3) Bidang Pekerjaan Umum melalui kegiatan Pemberdayaan

Komunitas Perumahan

4) Bidang Ketenagakerjaan dan Sosial melalui kegiatan

Pemberdayaan Masyarakat melalui Terapan TTG

5) Bidang Pemberdayaan Masyarakat

a) Program Gerdu Taskin

b) Bidang Pemberdayaan Perempuan Pengembang Ekonomi

Lokal (P3EL)

c) Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat

lxxix

6) Bidang Pertanian melalui kegiatan renstrukturisasi pemeliharaan

unggas di pemukiman

Pembinaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintahan Kota Madiun dilakukan oleh pemerintah pusat untuk

mendukung kemampuan pemerintahan daerah. Apabila Pemerintahan

Kota Madiun ternyata belum juga mampu menyelenggarakan urusan

pemerintahan setelah dilakukan pembinaan maka untuk sementara

penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat

c. Sinkronisasi kewenangan Pemerintahan Kota Madiun berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007.

Rincian sinkronisasi kewenangan dijelaskan dalam tabel

4.1 berikut ini :

lxxx

lxxxi

lxxxii

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa dari

bidang analisis yang tidak sinkron dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 diantaranya :

1) urusan pilihan yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada

dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah

yang bersangkutan 59.

Urusan pilihan merupakan hak pemerintahan daerah

dapat memilih kewenangan sesuai dengan potensi yang ada di

daerah, sehingga dalam tiap-tiap daerah bisa berbeda-beda. Dalam

urusan kelautan dan perikanan sesuai Perda disebutkan pada pasal

2 ayat (2), pasal 5 ayat (2) dan lampiran perda halaman 133. Sub

bidang kelautan adalah kewenangan daerah dalam mengelola

sumberdaya laut antara lain wilayah pesisir, pulau-pulau, pantai

dan potensi SDA laut lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi

geografis Kota Madiun dan tidak dijabarkan dalam lampiran Perda

pada halaman 133, sehingga di dalam Perda seharusnya tertulis

sebagai urusan perikanan saja.

2) kurun waktu penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria

untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan 60

59 PP 38 tahun 2007, Pasal 7 ayat (3)

60PP 38 tahun 2007, Pasal 10 ayat (1)

lxxxiii

Pelaksanaan urusan wajib dan pilihan harus berdasarkan

norma, standar, prosedur, dan kriteria selambat-lambatnya 2 tahun

sejak diundangkan yaitu sampai dengan 9 Juli 2009 dan dalam

Perda tertuang 2 Tahun sejak diundangkan yaitu sampai dengan 7

Juli 2010, sehingga terjadi perbedaan persepsi. Dalam Perda pada

pasal 6 ayat (3) seharusnya waktu penetapan norma, standar,

prosedur, dan kriteria selama 1 Tahun.

2. Sinkronisasi Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan

Kota Madiun dengan Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 – 07

Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja perangkat daerah

Kota Madiun

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Pasal 12

ayat (2) dan Perda Nomor 02 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (1) disebutkan

bahwa urusan pemerintahan wajib dan pilihan menjadi dasar penyusunan

susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah.

Rincian sinkronisasi Perda Nomor 02 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Kota

Madiun dengan Perda No.03 – 07 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja perangkat daerah Kota Madiun adalah sebagaimana dijelaskan

pada tabel 4.2 berikut ini :

lxxxiv

lxxxv

lxxxvi

lxxxvii

lxxxviii

lxxxix

Berdasarkan tabel di atas ada 1 urusan pemerintahan yaitu bidang statistik

yang belum masuk pada Struktur Organisasi dan Tata Kerja perangkat

daerah Kota Madiun

B. Pembahasan

1. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 dilihat dari konsep

dan teori kebijakan publik

Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

merupakan bentuk kebijakan desentralisasi dalam pembagian kewenangan

yang mempunyai dampak positif bagi :

a. Pemerintah Pusat :

1.) Membebaskan dari beban-beban yang tidak perlu dalam

menangani urusan domestik, sehingga Pemerintah Pusat

berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai

kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya ;

2.) Diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan

kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.

b. Pemerintahan Daerah :

1.) Mengalami proses pemberdayaan yang signifikan ;

xc

2.) Kemampuan prakarsa dan kreatifitas daerah akan terpacu

sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah

domestik akan semakin kuat ;

3.) Simbol adanya trust ( kepercayaan ) dari pemerintah pusat

kepada daerah.

Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008

merupakan kebijakan yang dipilih Pemerintahan Daerah dalam

mengalokasikan nilai-nilai secara paksa pada bidang yang menyangkut

pemerintah. Hasil pencapaiannya adalah dapat memenuhi kebutuhan dan

mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Dalam penjelasan urusan pemerintahan/ kewenangan terdapat

target-target pencapaian kinerja pemerintahan yang lebih terukur.

Implikasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008 adalah :

a) Merupakan suatu penerapan tindakan pemerintah ;

b) Harus diimplementasikan dengan nyata ;

c) Mempunyai tujuan yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka

panjang, menengah dan pendek ;

d) Bertujuan akhir dalam proses pemenuhan kebutuhan dan kepuasan

masyarakat.

2. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 dilihat dari konsep

dan teori legal drafting

xci

Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 Tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota

Madiun terbentuk dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 bahwa urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana tercantum pada

lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ditetapkan dalam

Peraturan Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkan.

Perda No.02 Tahun 2008 ditetapkan dan diundangkan pada tanggal

7*Juli 2008 sehingga tidak menyalahi ketentuan Peraturan Pemerintah

selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkan dan diundangkan

yaitu pada Tanggal 9*Juli 2008.

Analisis Peraturan Daerah dilihat konsep dan teori legal drafting adalah :.

a. Judul;

Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 Urusan Pemerintahan yang

menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun, penamaan sudah

sesuai dengan teknik penyusunan yang benar.

b. Pembukaan

Dasar hukum Perda perlu ditambah dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur penyusunan Produk

Hukum Daerah dalam rangka penyeragaman prosedur penyusunan

produk hukum daerah secara terpadu dan terkoordinasi.

xcii

c. Batang Tubuh

1) Pada pasal 2 ayat (2) huruf cc dan pasal 5 ayat (2) huruf a tertulis

kewenangan pemerintahan Kota Madiun salah satunya di sub

bidang kelautan. Sub bidang kelautan seyogyanya tidak dijadikan

urusan pilihan mengingat secara geografis wilayah Kota Madiun

tidak mempunyai wilayah laut, pesisir dan sumberdaya laut ;

2) Pasal 6 ayat (3) disebutkan apabila menteri/kepala lembaga

Pemerintah non departemen dalam kurun waktu 2 (dua) tahun

belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria maka

pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan langsung urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan berpedoman

pada peraturan perundang-undangan, sehingga waktu yang

dimaksud di atas adalah 2 (dua) tahun sejak Perda disahkan dan

mulai berlaku atau diundangkan yaitu 7 Juli 2010. Hal ini akan

berbeda dengan persepsi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 pada pasal 10 ayat (1) adalah 2 (dua) tahun sejak

diundangkan Peraturan Pemerintah yaitu 9 Juli 2009.

d. Penutup

Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 Urusan Pemerintahan yang

menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ketentuan penutup

dan pengesahan sudah sesuai dengan teknik penyusunan perundangan.

xciii

e. Lampiran

Pada halaman 133 tertera rincian kewenangan bidang kelautan dan

perikanan. Di dalam rincian sub-sub bidang tidak dijabarkan tentang

kewenangan bidang kelautan dikarenakan secara geografis Kota

Madiun tidak terdapat wilayah laut, pesisir dan sumberdaya laut,

sehingga seharusnya hanya tertulis di bidang perikanan saja.

3. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 dilihat dari konsep

dan teori desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dan

sumberdaya oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Penyerahan wewenang dari

pemerintah kepada Daerah di Kota Madiun terakumulasikan dengan

adanya Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008. Tujuan dari

pembentukan Perda ini adalah:

a. pembaharuan manajemen yang memperbaiki pelayanan publik ;

b. beban pemerintah (pusat) dikurangi dan menjadi beban daerah, dan

bagi daerah karena kedekatannya dengan masyarakat, diharapkan

dapat melayani publik lebih baik dan sesuai harapan masyarakat

karena lebih memahami local knowledge, kearifan lokal dan budaya

lokal (adat istiadat, kepercayaan) ;

xciv

c. membuka kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik dalam merumuskan

kebijakan, perencanaan, maupun pengawasan ;

d. membuka inisiatif dan meningkatkan rasa tanggungjawab yang besar

bagi daerah ;

e. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 diharapkan dapat

berjalan efektif karena masyarakat di daerah sudah sangat memahami

konteks kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang ada di sekitar

lingkungannya. Pemerintah daerah memahami betul kebutuhan

masyarakatnya serta bagaimana memobilisasi semua sumber daya dalam

rangka mendukung fungsi dan pelaksanaan tugas pemerintahan.

Meningkatnya peluang untuk mempunyai pemerintahan lokal akan

menambah ikatan psikologis dan emosional antara pemerintah dan

masyarakatnya. Implikasi lebih jauh akan hal ini adalah dukungan kepada

pemerintah akan menjadi besar dan kuat.

Dampak dengan adanya Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun

2008 adalah :

a. Perencanaan pembangunan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan

masyarakat di daerah yang bersifat heterogen ;

xcv

b. Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat

terstruktur dari pemerintah pusat ;

c. Tingkat pemahaman serta sensivitas pejabat di daerah akan kebutuhan

masyarakat meningkat, sehingga menghasilkan perumusan kebijakan

yang lebih realistis.

4. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 dilihat dari konsep

dan teori good governance

Prinsip good governance pada dasarnya adalah fungsi pemerintah

untuk melayani publik. Pelayanan harus melibatkan seluruh elemen yang

ada termasuk masyarakat itu sendiri. Indikator peningkatan pelayanan

dengan berlakunya Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 adalah :

a. Peningkatan partisipasi

Perda Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 merupakan payung hukum

tentang kejelasan tingkat kewenangan Pemerintahan Kota Madiun.

Dalam pembagian kewenangan diwujudkan menjadi tugas pokok dan

fungsi yang menjadi tanggungjawab tiap-tiap Satuan Kerja Perangkat

Daerah. Dengan adanya alur kewenangan yang jelas masyarakat Kota

Madiun dapat meningkatkan partisipasi dalam perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan pembangunan sesuai dengan bidang

tugas dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.

xcvi

b. Tegaknya supremasi hukum

Konsistensi penerapan Perda sebagai acuan dalam pencapaian target

pembangunan dengan berdasarkan kewenangan yang ada di tingkat

Kota Madiun

c. Transparansi

Adanya sosialisasi Perda kewenangan di tingkat birokrasi sebagai

dasar dalam penyusunan rencana strategik (renstra) masing-masing

Satuan Kerja Perangkat Daerah dan di tingkat masyarakat sebagai

batasan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang)

tingkat Kota/ Kecamatan/ Kelurahan.

d. Peduli dengan stakeholder

Kewenangan yang melekat dalam komponen pemerintah merupakan

target yang menjadi tanggungjawab masing-masing Satuan Kerja

Perangkat Daerah di Kota Madiun sehingga mendorong untuk peduli

terhadap stakeholder/ semua pihak yang berkepentingan.

e. Kesetaraan

Warga masyarakat Kota Madiun mempunyai kesempatan

mengevaluasi Perda kewenangan termasuk pada pelaksanaannya

f. Efektifitas dan efisien

xcvii

Dengan rincian bidang dan sub bidang pada Perda kewenangan

diharapkan menjadi program pembangunan yang efektif dan efisien

secara bertahap dan terstruktur.

g. Akuntabilitas

Akuntabilitas Perda kewenangan terletak kepada Walikota sebagai

pelaksana kewenangan pemerintahan Kota Madiun dengan

memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, DPRD dan

Pemerintah Pusat.

h. Visi Strategis

Pada pasal 8 Perda Nomor 02 Tahun 2008 disebutkan selain urusan

pemerintahan yang tercantum dalam Perda, Pemerintahan Daerah

dapat melaksanakan urusan pemerintahan lain dengan terlebih dahulu

mengusulkan kepada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Hal

ini merupakan perspektif yang luas dan jauh ke depan guna

mengantisipasi kompleksitas/ perubahan budaya, sosial, sejarah dan

kebutuhan

xcviii

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebijaksanaan Pemerintahan Daerah Kota Madiun dalam Peraturan

Daerah Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan yang

menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ada 2 (dua) pasal yang

tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya (Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007), yaitu :

a. Pada pasal 2 ayat (2), pasal 5 ayat (2) dan lampiran perda halaman 133

terdapat urusan pilihan kelautan dan perikanan, sedangkan secara

geografis wilayah Kota Madiun tidak mempunyai sumber daya laut,

pantai atau pulau-pulau kecil sehingga di dalam Perda seharusnya

tertulis sebagai urusan perikanan saja ;

b. Perbedaan kurun waktu penetapan norma, standar, prosedur, dan

kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan dalam

Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 pasal 10 ayat (1) pelaksanaan

urusan wajib dan pilihan harus berdasarkan norma, standar, prosedur,

dan kriteria selambat-lambatnya 2 tahun sejak diundangkan yaitu

sampai dengan 9 Juli 2009 dan dalam Perda pada pasal 6 ayat (3)

tertuang 2 Tahun sejak diundangkan yaitu sampai dengan 7 Juli 2010,

sehingga terjadi perbedaan persepsi. Dalam Perda pada pasal 6 ayat(3)

85

xcix

seharusnya waktu penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria

selama 1 Tahun ;

2. Terdapat 1 (satu) bidang urusan wajib dalam Perda Nomor 02 Tahun 2008

yaitu urusan statistik yang tidak masuk dalam Perda Kota Madiun Nomor

03 – 07 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja perangkat Daerah Kota

Madiun. Hal ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 Pasal 12 ayat (2) dan Perda Nomor 02 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (1)

disebutkan bahwa urusan pemerintahan wajib dan pilihan menjadi dasar

penyusunan susunan organisasi dan tatakerja perangkat daerah, sehingga

ada yang tidak sinkron. Sinkronisasi dalam pembentukan produk hukum

mutlak diperlukan sebagai dasar yuridis perundang-undangan dalam

memenuhi keharusan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi atau sederajat.

B. Implikasi

1. 2 (dua) pasal yang tidak sinkron pada Peraturan Daerah Kota Madiun

Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi

Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun terhadap Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/ Kota terancam dapat dibatalkan kesahannya.

c

2. Kurang maksimalnya kewenangan Pemerintahan Kota Madiun di bidang

statistik dikarenakan salah satu urusan wajib tersebut tidak masuk dalam

Struktur dan Organisasi Tata Kerja perangkat daerah Kota Madiun.

C. Saran

1. Perlu adanya pembenahan/ revisi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2008

Tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan

Kota Madiun terutama pada pasal yang berhubungan dengan urusan

pilihan yaitu pasal 2 ayat (2), pasal 5 ayat (2) dan lampiran perda halaman

133 dengan mencantumkan urusan perikanan saja tanpa adanya

kewenangan di bidang kelautan serta perubahan pada pasal 6 ayat (3)

tentang kurun waktu penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria

untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan menjadi 1 (satu)

Tahun.

2. Revisi Perda tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kota

Madiun khususnya Perda Nomor 05 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis

Daerah perlu dibentuk bidang/ sub bidang statistik pada Badan Perencana

Daerah berdasarkan tugasnya dalam penelitian, pengembangan dan

perencanaan pemerintahan umum yang berkaitan langsung dengan bidang

statistik.

ci

DAFTAR PUSTAKA

Burhan. Ashshofa.. 2004. Metode Penelitian Hukum. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-2. Balai Pustaka. Jakarta.

Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum; Sebuah Telaah Sosiologis: Semarang. PT.

Suryandaru Utama.

Joko Widodo. 2001. “Good Governance” : Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas

dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Insan Cendikia. Surabaya.

Kaho, Josef Riwu, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,

PT. Raja Grafindo, Jakarta

Muchsin dan Fadilah Putra. 2002. Hukum Kebijakan Publik. , Surabaya:Universitas Sunan Giri

Muhammad Irfan Islamy. 2004. Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Osborne, David dan Ted Gaebler, 1996, Mewirausahakan Birokrasi, Pustaka Binaman Persindo, Jakarta

Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Mira Subandini, 2004. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik. Jogjakarta.

Soerjono Soekanto. 1986. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. CV. Rajawali. Jakarta.

Santoso, Priyo Budi, 1997. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Satjipto Rahardjo. 1979. Hukum Dan Masyarakat. Penerbit Angkasa. Bandung.

,1994/1995. Penelitian Hukum Tentang Penerapan Nilai-nilai

Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan Nasional. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia.

Setiono. 2005. Pedoman Pembimbingan Tesis. Surakarta. Pascasarjana UNS

88

cii

. 2005. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta:

Pascasarjana UNS.

Soejono Dirdjosisworo. 1984. Pengantar Ilmu Hukum. CV. Rajawali. Jakarta.

Sutarto, 1995. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Syaukani, dkk, 2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Utrech, T.E. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Disadur oleh M. Sidik Djinjang). PT. Ictiar Baru. Jakarta.

Van Apel Dorn, L.J. 1981. Pengantar Dalam Hukum (Penerjemah Oetorid Sadino). Pradya Paramita. Jakarta.

Wasistiono, Sadu, 2001, Esensi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Bunga Rampai), Alqaprint, Sumedang

, 2002, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,

Fokus Media, Bandung

Peraturan Perundang-undangan :

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ;

b. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan ;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota ;

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan

Produk Hukum Daerah ;

ciii

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur

Penyusunan Produk Hukum Daerah ;

g. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 02 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kota Madiun ;

h. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 03 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah ;

i. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Dinas Daerah ;

j. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 05 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan

Lembaga Teknis Daerah ;

k. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 06 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja satuan Polisi Pamong Praja ;

l. Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 07 Tahun 2008 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan ;

Data Elektronik :

Alex B. Long, goverrnment, http:\\ www.westlaw\world journals\US Journals\, 30

januari 2010, 13.30

Dean G. Kilpatrick, Public Policy and the Law, http:\\ www.westlaw\world

journals\US Journals\, 30 januari 2010, 13.30

Deborah Anne Wells, The Definition of Law, http:\\ www.westlaw\world

journals\US Journals\, No. 01-1435., 20 januari 2010, 13.30.

civ

Robert J.L, A principle of Public policy, http:\\ www.westlaw\world journals\US.

Journals\, 30 januari 2010, 13.30.

William David, The Definition of Law, http:\\ www.westlaw\world journals\US

Journals\, No. 01-1435., 20 januari 2010, 13.30.