Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

15
Acara III SUSU FERMENTASI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU Disusun oleh : Nama : Caecilia Eka Putri NIM : 13.70.0018 Kelompok A1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2016

description

Susu fermentasi merupakan salah satu metode pengawetan susu dengan penambahan bakteri asam laktat.

Transcript of Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

Page 1: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

Acara III

SUSU FERMENTASI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU

Disusun oleh :

Nama : Caecilia Eka Putri

NIM : 13.70.0018

Kelompok A1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2016

Page 2: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

1

1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM

Praktikum Susu Fermentasi dilakukan pada hari Rabu, 18 Mei 2016 bersama dengan

praktikum Susu Kental Manis. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa

Pangan mulai pukul 15.00 bersama asisten dosen Tjan, Ivana Chandra dan Beatrix

Restiani. Susu fermentasi yang dibuat dalam praktikum ini adalah yoghurt, kefir, dan

acidophilus milk. Bahan yang digunakan untuk membuat susu fermentasi adalah susu

skim, susu sapi segar, inokulum yoghurt, kefir, dan acidophilus milk (starter culture),

plain yoghurt (Biokul), dan plain kefir. Tujuan dari praktikum susu fermentasi adalah

untuk mengetahui prinsip pembuatan yoghurt dan kefir dengan tipe inokulum berbeda

yakni menggunakan kultur segar (fresh culture bacteria) dan menggunakan plain yoghurt

serta kefir bening komersial, mengetahui cara kerja pembuatan acidophilus milk,

mengetahui karakteristik yoghurt, kefir, dan acidophilus milk yang dihasilkan dari tipe

inokulum yang berbeda (kekentalan dan derajat keasaman), dan mengetahui perbedaan

karakteristik yoghurt, kefir, dan acidophilus milk.

Page 3: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

2

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pembuatan yoghurt, kefir, dan acidophilus milk dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Yoghurt, Kefir, dan Acidophilus Milk

Kel Jenis Susu Fermentasi Kekentalan Derajat

Keasaman Hasil

A1 Yoghurt dengan inokulum “fresh

culture” + 4,5

A2 Yoghurt dengan inokulum “plain

yoghurt” komersial ++ 4

A3 Kefir dengan inokulum “fresh

culture” ++ 4,5

A4 Kefir dengan inokulum “plain

yoghurt” komersial ++ 5

A5 Acidophilus milk dengan

inokulum “fresh culture” +++ 4

Keterangan:

Hasil : beri tanda centang bila produk berhasil, silang bila gagal

Kekentalan:

+ = encer

++ = kurang kental

+++ = kental

++++ = sangat kental

Pada Tabel 1 dapat diketahui hasil pengamatan susu fermentasi meliputi kekentalan,

derajat keasaman, dan hasil. Dalam praktikum ini, semua kelompok berhasil

menghasilkan produk susu fermentasi berupa yoghurt, kefir, dan acidophilus milk.

Kelompok A1 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘fresh culture’ yang encer dan

memiliki pH 4.5. Kelompok A2 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘plain yoghurt’

komersial yang kurang kental dan memiliki pH 4. Kelompok A3 menghasilkan kefir dari

inokulum ‘fresh culture’ yang kurang kental dan memiliki pH 4.5. Kelompok A4

menghasilkan kefir dari inokulum ‘plain kefir’ komersial yang kurang kental dan

memiliki pH 5. Kelompok A5 menghasilkan acidophilus milk dari inokulum ‘fresh

culture’ yang kental dan memiliki pH 4.5. Penampakan produk susu fermentasi yang

dihasilkan selama praktikum dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 4: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

3

Gambar 1. Penampakan Yoghurt, Kefir, dan Acidophilus Milk

Page 5: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

4

3. PEMBAHASAN

Proses pembuatan yoghurt, kefir, dan acidophilus milk diawali dengan persiapan

inokulum ‘fresh culture bacteria’. Untuk inokulum dari yoghurt dan kefir komersial dapat

langsung digunakan. Untuk yoghurt hal yang harus dilakukan adalah pertama kultur

Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus. Untuk kefir

disiapkan kultur Streptococcus lactis, Lactobacillus bulgaricus, dan yeast. Sedangkan

untuk acidophius milk disiapkan kultur Lactobacillus acidophilus. Pertama-tama, kultur

dengan menggunakan media MRS Broth cair lalu diinkubasi selama 48 jam. Endapan

yang dihasilkan dicuci dan dihomogenkan. Kemudian sebanyak 100 ml susu cair

dipanaskan di Erlenmeyer hingga suhu 85oC. Suhu ditunggu hingga turun mencapai

45oC. Hasil panen kultur masing-masing dimasukkan ke dalam susu, lalu diinkubasi pada

suhu 42-44oC hingga curd terbentuk. Kemudian diaduk dengan batang kaca steril sebagai

inokulum untuk membuat susu fermentasi.

Yoghurt merupakan susu pasteurisasi atau susu rendah lemak yang mempunyai

konsistensi seperti custard. Yoghurt dibuat dengan cara mengkoagulasikan susu dengan

2 jenis bakteri asam laktat yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

thermophilus. Dalam proses pembuatan yoghurt, bisa dilakukan penambahan aroma buah

untuk meningkatkan rasa (Potter & Hotchkiss, 1995). Yoghurt dapat dibuat dari susu sapi,

susu kambing, susu kerbau, dan susu kuda. Selain dari susu hewani, yoghurt juga dapat

dibuat dan dari sari kacang kedelai yang disebut “soygurt” (Astawan & Astawan, 1988).

Yoghurt memiliki tekstur seperti gel, lembut dan memiliki rasa almond segar. Yoghurt

memiliki bakteri yang berada secara alami di susu dan bisa juga ditambahkan kultur murni

dengan perbandingan 1:1. Sebagian besar bakteri spesies Lactobacillus acidophillus dan

Streptococcus lactis masih hidup ketika yoghurt dikonsumsi, namun hal tersebut tidak

membahayakan kesehatan konsumen. Rasa dari yoghurt ditimbulkan oleh senyawa

volatile dari asam asetat, diasetil dan asetaldehid. Yoghurt bisa dilembutkan dengan

stabilizer dan tidak ditambahkan garam (Kosikowski, 1977). Kultur kerja yoghurt terdiri

atas campuran S. thermophillus, L.bulgaricus, dan L. acidophillus (Insyiroh et al., 2014)

Page 6: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

5

Setelah dilakukan persiapan inokulum baru dilakukan pembuatan yoghurt. Hal pertama

yang harus dilakukan dalam pembuatan yoghurt yaitu susu skim dan susu cair segar

dipanaskan secara terpisah hingga suhu 85oC selama 2 menit. Sebanyak 110 ml susu skim

dan 115 ml susu sapi segar dicampurkan lalu dimasukkan ke dalam wadah steril, lalu

ditutup dan didinginkan hingga terasa hangat. Sebanyak 10 atau 2 ml kultur starter

ditambahkan ke dalam susu dan diaduk dengan batang pengaduk kaca secara steril,

selanjutnya ditutup. Kemudian diinkubasi pada suhu 42-44oC selama 1 hari tanpa adanya

gangguan maksdunya tidak boleh dibuka dan diaduk hingga konsistensi custard yang

diinginkan tercapai. Gumpalan yang telah terbentuk kemudian diaduk perlahan hingga

kental merata. Selanjutnya diukur kekentalan dan derajat keasaman.

Menurut Buckle et al. 18, pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme

pencemar, menurunkan potensi redoks campuran, dan menciptakan kondisi

menguntungkan untuk perkembangan bakteri yang dimasukkan sebagai inokulum.

Pemanasan menyebabkan denaturasi sifat protein whey dan perubahan casein yang

memberi konsistensi yang baik dan lebih seragam pada produk akhir serta mendenaturasi

enzim penghambat yang menghambat proses fermentasi yoghurt. Potter 18

mengatakan bahwa penambahan inokulum pada suhu 42-44oC bertujuan agar

mikroorganisme kontaminan tidak dapat tumbuh. Penutupan wadah dengan tutup

bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi. Winarno 13 mengatakan bahwa

pendinginan dilakukan untuk memperlambat atau mengurangi kecepatan reaksi

metabolisme menjadi setengahnya dan dapat mengawetkan bahan pangan. Pengadukan

dilakukan untuk menghomogenisasi agar larutan dapat tercampur rata.

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus keduanya saling membutuhkan

selama proses fermentasi. Lactobacillus bulgaricus menyediakan asam amino esensial

bagi perkembangan Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus

menyediakan asam format dan komponen lainnya bagi pertumbuhan Lactobacillus

bulgaricus. Asam yang terbentuk oleh fermentasi akan mendestabilisasi membran kasein

sehingga menyebabkan koagulasi dari protein susu dan membentuk gel yogurt (Eskin,

1990).

Page 7: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

6

Dari hasil pengamatan, kelompok A1 menghasilkan yoghurt dari inokulum ‘fresh culture’

yang encer dan memiliki pH 4.5. Kelompok A2 menghasilkan yoghurt dari inokulum

‘plain yoghurt’ komersial yang kurang kental dan memiliki pH 4. Hal ini tidak sesuai

dengan pernyataan Santoso (1994) bahwa penambahan susu skim dalam pembuatan

yoghurt dapat meningkatkan kekentalan, aroma, keasaman, protein dan mengurangi

aroma langu pada produk akhir. pH yoghurt yang diperoleh selama praktikum sudah

sesuai dengan teori Rahman 12, bahwa yoghurt termasuk golongan produk

fermentasi susu berasam sedang. Reaksi yang terjadi dalam fermentasi yoghurt adalah

perubahan laktosa menjadi asam laktat yang dapat menyebabkan penurunan pH susu.

Kultur starter bakteri asam laktat dalam fermentasi susu diartikan sebagai biakan

mikroorganisme yang diinginkan dan menghasilkan perubahan yang menguntungkan

selama proses fermentasi susu.

Kefir terbuat dari susu sapi, susu kambing dan susu domba. Kefir merupakan produk

campuran fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol. Mikroorganisme utama untuk

fermentasi kefir adalah Streptococcus lactis, Lactobacillus bulgaricus dan yeast

penyebab fermentasi laktosa. Fermentasi bakteri dapat memproduksi asam laktat 0.6-1%

sedangkan yeast dapat memproduksi 0.5-1% alkohol. Organisme yang menggerombol

dan membentuk granula kecil disebut dengan kefir grain. Kefir grain digunakan sebagai

starter culture dalam pembuatan kefir (Pelczar & Reid, 1958). Kefir grain memiliki

warna kekuningan. Kefir grain yang mengalami perubahan warna menjadi putih pada

susu dan mengindikasikan adanya asam laktat dan fermentasi alkohol. Kefir mengandung

0.8% asam laktat,1% etil alkohol, dan karbondioksida (Alcamo, 1993).

Dalam pembuatan kefir, pertama-tama sebanyak 230 ml susu segar yang sudah

dipasteurisasi pada suhu 85-95oC selama 2 menit dimasukan ke dalam wadah kaca ditutup

dan didinginkan. Tujuan pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroorganisme

kontaminan serta dapat mendenaturasi enzim penghambat yang menghambat fermentasi.

Setelah dingin ditambahkan 8% starter atau sebanyak 20 ml dan diaduk menggunakan

batang pengaduk kaca. Lalu ditutup dengan tujuan meminimalkan kontaminasi.

Kemudian diinkubasi pada suhu 20-25oC selama 1 hari tanpa gangguan maksudnya tidak

Page 8: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

7

boleh dibuka dan diaduk hingga konsistensi custard yang diinginkan tercapai. Kemudian

diambil sebagian untuk dianalisa yaitu pengukuran derajat keasaman dan kekentalan.

Streptococcus sp dan Lactobacillus berperan dalam menghasilkan asam laktat dan

komponen flavor. Kefir mengandung alkohol sebesar 0,5-2,5% yang dihasilkan oleh ragi

atau yeast sehingga memiliki rasa yang asam dan lebih segar. Yeast yang dihasilkan dari

pembuatan kefir menghasilkan CO2 juga menghasilkan alkohol dan soda (Anonim, 2007).

Dari hasil pengamatan, kelompok A3 menghasilkan kefir dari inokulum ‘fresh culture’

yang kurang kental dan memiliki pH 4.5. Kelompok A4 menghasilkan kefir dari

inokulum ‘plain kefir’ komersial yang kurang kental dan memiliki pH 5. Menurut

(Anonim, 2004) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kekentalan dan rasa akhir dari kefir

yaitu waktu dan temperatur. Dimana semakin hangat temperatur kefir akan semakin

mudah terbentuk karena mikroorganisme dapat tumbuh optimum dan dapat melakukan

aktivitas pemecahan laktosa susu dengan cepat. Hasil yang didapat pada kelompok A3

sesuai dengan teori Gaware et al. (2011) bahwa kefir memiliki pH sebesar 4.6, juga sesuai

dengan penelitian Yusriyah & Agustini (2014) yakni pH 4.43. pH rendah memiliki peran

sebagai antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi starter yang ditambahkan, maka pH kefir

akan semakin rendah (Agustina et al., 2013)

Acidophilus milk merupakan produk fermentasi asam yang memiliki kandungan asam

sedang. Acidophilus milk tidak mempunyai rasa alkohol (Astawan & Astawan, 1988).

Acidophilus milk terbuat dari susu skim yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus

acidophilus. Acidophilus milk memiliki efek positif bagi pencernaan manusia. Dalam

pembuatan acidophilus milk susu dipanaskan, kemudian diinokulasikan dengan

Lactobacillus acidophilus pada suhu 37oC sekitar 2-5% dari jumlah total susu yang

digunakan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mengurangi kontaminasi

mikroorganisme lain agar pertumbuhan Lactobacillus acidophilus tidak terhambat.

Acidophilus milk memiliki rasa asam karena mengandung asam laktat yang tinggi sekitar

0,6-0,7% bahkan ada yang mencapai 1%. (Axtell, 2008.

Page 9: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

8

Proses pembuatan Acidophilus milk diawali dengan memanaskan susu skim hingga suhu

85oC selama 2 menit. Selanjutnya sebanyak 245 ml susu skim dimasukkan ke dalam

wadah kaca, ditutup, dan didinginkan. Selanjutnya 1% kultur starter atau sebanyak ml

kultur ditambahkan dan diaduk dengan batang pengaduk kaca. Selanjutnya ditutup dan

diiinkubasi kembali dengan suhu 37oC selama 1 hari tanpa gangguan dengan maksud

tidak boleh dibuka dan diaduk hingga terbentuk smooth curd. Jika sudah terbentuk

gumpalan diaduk perlahan hingga kental merata. Kemudian diukur derajat keasaman, dan

kekentalan.

Lactobacillus acidophilus adalah probiotik yang banyak digunakan karena aman dan

tidak menimbulkan resiko infeksi. Lactobacillus acidophilus dapat menghambat

pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella thypimurium yang termasuk bakteri

yang dapat menimbulkan infeksi saluran pencernaan yang dikenal dengan salmonellosis

Antono et al., 2012. Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tergolong

human intestinal implantable. Menurut Ducluzeau (2001) intestinal implantable adalah

kemampuan mikroorganisme untuk ditanam dan tumbuh di dalam saluran pencernaan

manusia dan dapat memberikan efek kesehatan positif. Sebagian besar adalah golongan

bakteri asam laktat yang sering disebut sebagai probiotik. Namun, tidak semua bakteri

dapat tergolong human intestinal implantable karena tidak semua jenis bakteri dapat

bertahan dan menghidrolisis laktosa dalam saluran pencernaan. Lactobacillus bulgaricus

dan Streptococcus thermophilus termasuk probiotik dan merupakan bakteri asam laktat

(BAL) tetapi keduanya tidak termasuk intestinal implantable (Kailasapathy, 2000).

Dari hasil pengamatan, kelompok A5 menghasilkan acidophilus milk dari inokulum

‘fresh culture’ yang kental dan memiliki pH 4.5. Hal ini tdak sesuai dengan teori Dewi

2011 yang mengatakan bahwa achidophilus milk memiliki kekentalan 1,13 dpas yang

berarti sangat encer. pH acidophilus milk yang diperoleh sesuai dengan A, Banina (1988)

yang mengatakan bahwa pH acidophilus milk adalah 4,53. Dalam pembuatan susu

fermentasi juga dapat ditambahkan gula. Namun penambahan gula akan menurunkan pH

susu fermentasi (Gianti & Evanuarini, 2011).

Page 10: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

9

Susu harus dipasteurisasi bukan disterilisasi karena sterilisasi akan menyebabkan

mikroorganisme sehingga susu menjadi steril, dan memiliki umur simpan yang lebih

panjang. Akan tetapi, susu yang sudah disterilisasi menyebabkan hilangnnya sebagian

besar kandungan nutrisi susu yang dapat menyebabkan kurangnya nutrisi bagi mikroba

untuk melakukan metabolisme. Selain itu susu steril memiliki aroma dan rasa yang jauh

berbeda dibandingkan dengan susu segar (Chirlaque, 2011). Terdapat beberapa cara

untuk melakukan pasteurisasi pada susu. High Temperature Short Time (HTST)

merupakan pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (pada suhu 71,7-75oC

selama 15-16 detik). Low Temperature Long Time (LTLT) merupakan pasteurisasi

dengan suhu rendah dan waktu lama (pada suhu 61oC selama 3 menit). Ultra High

Temperature (UHT) merupakan pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (pada suhu 131oC

selama 0,5 detik). Pemanasan UHT dilakukan di bawah tekanan tinggi untuk

menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas

(Sirait, 1996).

Dalam produk akhir susu fermentasi ditemukan adanya gumpalan-gumpalan susu.

Penggumpalan susu pada produk akhir susu fermentasi disebabkan oleh bakteri

Lactobacillus sp yang menghasilkan enzim untuk mencerna lapisan tipis fosfolipid

disekitar butir lemak. Butir tersebut kemungkinan menyatu dan membentuk gumpalan

yang timbul ke permukaan susu (Handerson, 1971. Selain itu, menurut Rahman (1992)

susu dapat menggumpal karena pada umumnya susu telah ditumbuhi oleh Lactobacillus

dan Streptococcus dimana pada suhu kamar dapat mengubah susu menjadi asam (proses

fermentasi asam secara spontan) yang akan menggumpalkan susu dan mencegah proses

pembusukan susu.

Page 11: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

10

4. KESIMPULAN

Yoghurt dibuat dengan cara mengkoagulasikan susu dengan 2 jenis bakteri asam

laktat yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.

Pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pencemar, menurunkan

potensi redoks campuran, dan menciptakan kondisi menguntungkan untuk

perkembangan bakteri yang dimasukkan sebagai inokulum.

Dalam pembuatan yoghurt, Lactobacillus bulgaricus menyediakan asam amino

esensial bagi perkembangan Streptococcus thermophilus, sedangkan Streptococcus

thermophilus menyediakan asam format bagi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus.

Kefir merupakan produk campuran fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol.

Streptococcus sp dan Lactobacillus berperan dalam menghasilkan asam laktat dan

komponen flavor kefir, sedangkan yeast menghasilkan CO2, alkohol, dan soda.

Acidophilus milk terbuat dari susu skim yang difermentasi dengan bakteri

Lactobacillus acidophilus.

Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang tergolong human intestinal

implantable, yakni dapat ditanam dan tumbuh di dalam saluran pencernaan manusia

dan dapat memberikan efek kesehatan positif.

Susu harus dipasteurisasi bukan disterilisasi karena sterilisasi mampu menghilangkan

sebagian besar nutrisi susu yang dapat menyebabkan kurangnya nutrisi bagi mikroba

untuk melakukan metabolisme, dan memiliki aroma serta rasa yang jauh berbeda

dibandingkan dengan susu segar.

Penggumpalan susu pada produk akhir susu fermentasi disebabkan oleh bakteri

Lactobacillus sp yang menghasilkan enzim untuk mencerna lapisan tipis fosfolipid

di sekitar butir lemak susu.

Semarang, 25 Mei 2016

Praktikan, Asisten Dosen:

-Tjan, Ivana Chandra

Nama: Caecilia Eka Putri

NIM : 13.70.0018

Page 12: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

11

5. DAFTAR PUSTAKA

A, Banina; Vulkasinovic M; Brankovic S; Fira D; Kojic M; dan Topisirovic L. (1988).

Characterization of natural isolate Lactobacillus acidophilus BGRA43 useful

for acidophilus milk production.Faculty of Technology and Metallurgy,

Karnegijeva, Belgrade, Yugoslavia.

Agustina, L. T. Setyawardani, & T. Y. Astuti. (2013). Penggunaan Starter Biji Kefir

dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Susu Sapi terhadap pH dan Kadar Asam

Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 254-259.

Alcamo, I. E. (1993). Fundamentals of Microbiology. Addison-Wesley Publishing

Company, Inc. Canada.

Anonim. (2007). Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian

dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, No. 2, 2007.

Anonim. (2004). Kefir Is A Cultured, Creamy Product with Amazing Health Atributes.

http://www.kefir.net/index.htm. Diakses pada 25 Mei 2016

Antono, A., Dike, B. P., Sugiyartono & Isnaeni. 2012. Daya Hambat Susu Hasil Fermentasi Lactobacillus acidhopillus terhadap Salmonella thypimurium.

PharmaScientia. Vol.1, No.2.

Astawan, M. W. & Astawan, M. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat

Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.

Axtell Barrie, Peter Fellows, Linus Gedi, Henry Lubin, Rose Musoke, Peggy Oti-Boateng

dan Rodah Zulu. (2008). Opportunities of food processing, Setting up and

running a small –scale dairy processing business. Edited by Peter Fellows and

Barrie Axtell. Published by CTA Midway Technology Ltd.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, & M. Wooton. (1987). Food Science. UI Press.

Jakarta.

Chirlaque, Raul Alcazar. (2011). Factors Influencing Raw Milk Quality and Dairy

Products. Universidad Politecnica de Valencia, Escuela Politecnica Superior de

Gandia, Licenciado en Ciencias Ambientales. Gandia.

Dewi, Intan, & Ulfah. (2011). Viabilitas Lactobacillus achidophilus pada Susu

Fermentasi yang Diperkaya dengan Tepung Pisang (Musa paradisiaca).

Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Brawijaya.

Page 13: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

12

Ducluzeau, R. (2001). Yoghurt & Fermented Milks. Syndifrais Publishing director. Paris.

http://cdrf.org/wp-content/uploads/2012/01/Scientific-Letter-5.pdf. Diakses

pada 25 Mei 2016

Eskin, N. A. M. (1990). Biochemistry of Foods 2nd ed. Academic Press, Inc. California.

Gaware, et al. (2011). The Magic of Kefir : A Review. Department of Pharmaceutical

chemistry Pharmacologyonline 1: 376-386.

Gianti, I. & H. Evanuarini. (2011).Pengaruh Penambahan Gula dan Lama Penyimpanan

terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil

Ternak. Vol. 6, No.1.

Handerson, J. L. (1971). The Fluid Milk Industri, 3rd ed. AVI Publishing Co. Inc.

Insyiroh, U., Masykuri, & S. B. M. Abduh. (2014). Nilai pH, Keasaman, Citarasa, dan

Kesukaan Susu Fermentasi dengan Penambahan Ekstrak Buah Nanas. Jurnal

Aplikasi Teknologi Pangan.3(3).

Kailasapathy, Kaila dan James Chin. (2000). Survival and therapeutic potential of

probiotic organisms with reference to Lactobacillus acidophilus and

Bifidobacterium spp. Immunology and Cell Biology. 78, 80–88. New South

Wales, Australia.

Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Foods. F. V. Kosikowski and

Associates. New York.

Pelczar, M.J. & R.D. Reid. (1958). Microbiology. McGraw-Hill Book Company. New

York.

Potter, N. N. & Hotchkiss, J. H. (1995). Food Science Fifth Edition. Chapman & Hall,

Inc. New York.

Potter, N. N. (1987). Food Science. The Avi Publishing Company, Inc . USA.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta

Santoso, H. B. (1994). Susu dan Yoghurt Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sirait, C. H. (1996). Pengujian Mutu Susu. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.

Page 14: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

13

Winarno, F. G. (1993). Ilmu Pangan dan Gizi, Teknologi dan Konsumsi. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Yusriyah, N. H. & R. Agustini. (2014). Pengaruh Waktu Fermentasi dan Konsentrasi

Bibit Kefir terhadap Mutu Kefir Susu Sapi. UNESA Journal of Chemistry. Vol.

3 No.2.

Page 15: Susu Fermentasi_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata

14

6. LAMPIRAN

6.1. Abstrak Jurnal

6.2. Laporan Sementara