Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

56
TUGAS MK. REKAYASA SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN DOSEN: PROF. DR. ERIYATNO Model Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Secara Bersama dan Kolaboratif Menghadapi Dinamika Lingkungan Studi Kasus: Kabupaten Lombok Utara PIPIN NOVIATI SADIKIN P062110171 PS. Pengelolaan Sumberdaya Alam & Lingkungan Institut Pertanian Bogor

description

Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Transcript of Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Page 1: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Model Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Secara Bersama dan Kolaboratif Menghadapi Dinamika Lingkungan

Studi Kasus: Kabupaten Lombok Utara

PIPIN NOVIATI SADIKIN

P062110171

PS. Pengelolaan Sumberdaya Alam & Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Page 2: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Kata pengantarDaftar isi

I. Pendahuluan ................................................................................................ 21.1 Latar belakang......................................................................................... 21.2 Tujuan...................................................................................................... 51.3 Kerangka pemikiran................................................................................. 61.4 Perumusan masalah................................................................................ 71.5 Manfaat penelitian................................................................................. 111.6 Novelty ................................................................................................... 12

II. Tinjauan pustaka...........................................................................................132.1 Ekowisata ...............................................................................................132.2 Pariwisata Keberlanjutan ......................................................................142.3 Kerentanan dan Indikator Parameter Kerentanan Biofisik dan Sosial Ekonomi.............................................................................................152.4 Adaptasi ................................................................................................162.5 Pengelolaan Bersama dan Adaptif (ACM) .............................................172.6 Valuasi Ekonomi, Analisis Permintaan dan Multiplier Effect..................192.7 Pendekatan Sistem ................................................................................192.8 Modelling...............................................................................................20

2.9 Validitas dan sensitivitas model.............................................................21III. Metodologi Penelitian................................................................................. 24

3.1 Lokasi dan waktu penelitian...................................................................243.2 Bahan dan alat....................................................................................... 243.3 Jenis dan sumber data........................................................................... 243.4 Pelaksanaan penelitian.......................................................................... 243.4.1 Metode Pengumpulan Data ...............................................................243.4.1.1 Studi Pustaka ...................................................................................243.4.1.2 Participation Action Research..........................................................253.4.1.3 Focus Group Discussion....................................................................253.4.2 Analisis data....................................................................................25

3.4.2.1 Pengembangan Model Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Bersama dan Adaptif..............................................................25

3.4.2.2 Survey KAB dan Persepsi.......................................................253.5 Analisis Kerentanan dengan IKL atau ESI ..............................................25

3.6 Valuasi ekonomi, analisis permintaan dan multiplier effect ................. 273.7 Validitas model.......................................................................................29

3.8 Pendekatan sistem dalam pengelolaan ekowisata ...............................292.8.1 Analisis kebutuhan ..............................................................................302.8.2 Formulasi masalah ..............................................................................313.8.3 Identifikasi sistem ................................................................................313.9 Model Pengelolaan Ekowisata Bersama dan Adaptif..............................343.10 Analisis Pengembangan skenario...........................................................34

Daftar Pustaka

pg. 1

Page 3: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Sektor pariwisata sangat sensitif terhadap dinamika lingkungan, terutama bagi

sektor pariwisata di Indonesia yang sangat mengandalkan sumberdaya alam dan

keanekaragaman hayati, baik yang berada di perairan atau laut, maupun di daratan atau

pegunungan. Dinamika lingkungan yang mengakibatkan perubahan pada lingkungan terjadi

akibat aktivitas manusia dan perubahan alam. Perubahan akibat kegiatan manusia misalnya

pembangunan. Sementara perubahan akibat fenomena alam, misalnya perubahan geologis

dan iklim.

Dinamika lingkungan mempengaruhi system alam dan aktivitas manusia: gaya hidup,

ekonomi, kesehatan, pertanian, perikanan dan kesejahteraan sosial, termasuk pariwisata.

Pengaruh dinamika lingkungan terhadap sector pariwisata dapat langsung terlihat misalnya

meningkatnya pencemaran akan ketersediaan air bersih bagi wisatawan, meningkatnya

kerusakan terumbu karang yang menjadi objek wisata, meningkatnya banjir, meningkatnya

erosi yang merusak fasilitas pariwisata, atau meningkatnya curah hujan yang mengubah

musim atau cuaca ekstrim yang menghalangi penyelaman atau pendakian gunung.

Sementara permintaan wisatawan terhadap sebuah proses pariwisata adalah adanya

kenyamanan, keamanan, dan kepuasan karena mendapatkan interpretasi atau sesuatu dari

daerah tujuan wisata yang diinginkannya. Ketika diprediksi bahwa suatu perjalanan wisata

akan tidak nyaman, tidak aman, dan sulit mencapai daerah tujuan wisata harapannya, maka ia

akan segera mengambil keputusan untuk berganti daerah tujuan wisata ketempat atau negara

lain yang diperkirakan bisa memenuhi harapannya.

Indonesia memang merupakan Negara kepulauan di Asia Tenggara yang berdasarkan

toponomi terdiri dari 13.000 pulau besar dan kecil, yang menyebar di sekitar khatulistiwa.

Terkait dengan letak geografis ini, Indonesia merupakan salah satu Negara dengan mega-

biodiversity selain Brazil. Karena itulah, Indonesia memiliki daya tarik besar sebagai tujuan

wisata yang berbasiskan sumberdaya alam dan lingkungan. Diantara begitu banyaknya tujuan

wisata di Indonesia, Kabupaten Lombok Utara di pulau Lombok propinsi NTB menjadi salah

satu tujuan wisata.

Pariwisata merupakan salah satu sector ekonomi yang penting bagi Indonesia. Pada

tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga, setelah komoditi minyak dan gas bumi,

pg. 2

Page 4: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

serta minyak kelapa sawit. Pada tahun 2010, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke

Indonesia sebesar 7 juta lebih, atau mengalami pertumbuhan sebesar 10,74% dibandingkan

tahun sebelumnya. Pariwisata menyumbangkan devisa bagi Negara Indonesia sebesar

7.603,45 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar 10% dari GNP.

Pemerintah mencanangkan pariwisata menjadi salah satu andalan pembangunan

Indonesia.Keppres No. 38 tahun 2005 mengamanatkan bahwa seluruh sector dalam negeri

perlu mendukung pembangunan pariwisata. Berdasarkan data tahun 2008, tren pariwisata

tahun 2020 perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta

orang akan berkunjung ke kawasan Asia Pasifik, termasuk Cina dan Indonesia. Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) menetapkan menetapkan

target bahwa pada tahun 2011-2025, wisatawan mancanegara mencapai jumlah 20 juta

wisman per tahun, dengan pintu gerbang pariwisata melalui Bali dan Nusa Tenggara.

Komposisi penerimaan PDB mencapai 21% di Bali dan Nusa Tenggara. Sementara itu, sebesar

40% kedatangan pesawat asing masuk melalui Bali. Dengan demikian, Nusa Tenggara Barat

yang lokasinya bertetangga dengan Bali dan memiliki karakteristik alam dan budaya unik

seperti Bali pun, mendapat perhatian sebagai salah satu tujuan pariwisata internasional dan

nasional.

Selain wisatawan mancanegara, wisatawan domestic juga akan mengalami

pertumbuhan sejalan dengan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat yang diharapkan

akan menembus angka lebih dari 300 juta orang dengan lebih dari 300 juta perjalanan (trips).

Dengan demikian harapannya akan terjadi peningkatan di bidang investasi, penyerapan

tenaga kerja, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kontribusi kegiatan pariwisata

terhadap pendapatan pemerintah dan masyarakat.

Indonesia memang merupakan Negara kepulauan di Asia Tenggara yang terdiri dari

13.000 pulau besar dan kecil, yang menyebar di sekitar khatulistiwa yang memberikan cuaca

tropis. Terkait dengan letak geografis ini, Indonesia merupakan salah satu Negara dengan

mega-biodiversity selain Brazil.Karena itulah, Indonesia memiliki daya tarik besar sebagai

tujuan wisata yang berbasiskan sumberdaya alam dan lingkungan.Diantara begitu banyaknya

tujuan wisata di Indonesia, pulau Lombok menjadi salah satu tujuan wisata.Berdasarkan data

BPS, pada tahun 2010, banyaknya wisatawan yang datang ke Nusa Tenggara Barat mencapai

2.095 per hari. Banyaknya wisatawan local yang datang ke Lombok adalah 782 orang per hari

dan wisatawan asing 1.313 orang per hari. Jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan

nusantara maupun mancanegara ke daerah itu mencapai 300 ribu orang di 2011, atau hampir

setengah dari jumlah kunjungan wisatawan ke wilayah NTB (Pulau Lombok dan Sumbawa

pg. 3

Page 5: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

serta sejumlah gili) yang menurut versi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB

mencapai 886.880 orang. Perolehan pendapatan asli daerah dari wisata bahari di kabupaten

ini mencapai Rp 183,33 juta atau 75 persen dari keseluruhan pendapatan sektor pariwisata.

Sebanyak 70 persen atau sebagian besar PAD Kabupaten Lombok Utara itu bersumber dari

sektor pariwisata. Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah otonom yang baru berusia tiga tahun

itu telah mencapai Rp25 miliar, yang terus meningkat dari tahun pertama sebesar Rp6,7

miliar.

Di sisi lain, dampak perubahan iklim, khususnya terhadap sektor pariwisata masih

berupa wacana. Dampak perubahan iklim ini memang sering dikatakan masih ”diperkirakan”,

tetapi perubahan pola cuaca, intensitas hujan dan musim kering, serta peningkatan bencana

dan cuaca ekstrim sudah mulai dirasakan sekarang, tidak perlu menunggu 2030 atau 2050. Sri

Woro mengatakan bahwa perubahan iklim juga bisa berpengaruh terhadap sektor pariwisata

Indonesia, yang terwujud dalam bentuk alam dan lingkungan akan kehilangan daya tarik,

hilangnya daya tarik wisata alam dan kerusakan infrastruktur pariwisata. Kenaikan muka laut

dan kecepatan angin yang meningkat akan menimbulkan ancaman dan paling rawan terjadi

pada jalur pantai, menyebabkan erosi pantai dan hilangnya daerah pantai berharga. Suhu

permukaan laut meningkat akan mempengaruhi pemutihan karang di perairan dangkal,

sementara sumber daya laut juga akan hilang rusaknya keindahan lingkungan bawah laut.

Gelombang laut tinggi yang merupakan ancaman bagi transportasi laut serta curah hujan yang

berlebihan dapat menyebabkan banjir yang sering menghambat transportasi darat.

Perubahan lingkungan di Kabupaten Lombok Utara adalah perubahan penggunaan

lahan dan pemanfaatan hutan, abrasi pantai, banjir, longsor pencemaran air, pendangkalan

sungai, rusaknya fasilitas. Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang meliputi 5

kecamatan, 33 desa, 322 dusun memiliki risiko ancaman bencana alam. Bentang

kenampakan alam lima kecamatan di KLU di belakang daratannya yang relatif sedikit ada

lereng perbukitan dan hutan, dan di depannya ada laut. Akibatnya, daerah dari barat ke

timur, mulai pesisir Desa Malaka di Kecamatan Pamenang, tetangga obyek wisata Senggigi di

Lombok Barat, Desa Medana di Kecamatan Tanjung, Desa Gondang di Kecamatan Gangga,

pg. 4

No Tahun PAD (Rp) Wisatawan

lokal

Wisatawan

mancanegara

Wisatawan

/tahun

2011 25 miliar 364.196 522.684 886.880

2010 285.430 479.245 764.675

Page 6: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Desa Selengen di Kecamatan Kayangan, dan Desa Mumbul Sari di Kecamatan Bayan, rawan

longsor, banjir, serta air pasang. Karena berada di kawasan Gunung Baru Jari (2.376 meter)

yang masih aktif, penduduk desa itu paling awal akan terkena awan panas, lava pijar, dan

hujan abu yang disemburkan anak Gunung Rinjani (3.725 meter).

Lingkungan dalam hal ini dikatakan Mitchell (2009) selalu mengandungperubahan,

kompleksitas, ketidakpastian, dan konflik.Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian

mengenai pengelolaan ekowisata yang adaptif dan kolaboratif terhadap perubahan

lingkungan.Salah satu cara mengahadapi kompleksitas dan ketidakpastian adalah melalui

pengelolaan lingkungan adaptif. Lee (1993) dalam Mitchell (2010) melihat pengelolaan

lingkungan adaptif dikaitkan dengan upaya untuk mencapai pembangunan ekonomi yang

berdasarkan pelestarian lingkungan. Pengelola adaptif secara jelas memperhatikan

ketidakpastian dan kekurangpahaman, dengan menggunakan intervensi manusia dalam

system alam sebagai proses eksperiment.Yang dimaksud adaptif disini adalah berbasis

kepada adaptasi.

Ada beberapa pengertian tentang adaptasi atau mekanisme penyesuaian diri, yaitu:

W.A. Gerungan (1996) dalam Wikipedia menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah

mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai

dengan keadaan (keinginan diri)”. Menurut UNDP (2004) Adaptasi adalah suatu proses

dimana strategi ini bertujuan untuk moderat, mengatasi danmengambil keuntungan atas

konsekuensi dari kejadian iklim yang meningkat, dikembangkandan diimplementasikan.

(Simpson, Gossling, Scott, Hall, & Gladin, 2008). Menurut Sutamihardja (2009a), adaptasi

khususnya terhadap perubahan iklim, berarti meminimalkan kerusakan-kerusakan yang

memproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-

perubahan fisik pada iklim.Adaptasi secara sederhana adalah berbagai tindakan penyesuaian

diri terhadap kejadian yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan iklim/pemanasan global.

Oleh karena itu, untuk melakukan upaya guna meminimalkan risiko yang berdampak

lebih jauh kepada industri pariwisata itu dengan keterkaitan aspek sosial, ekonomi dan

lingkungan, maka perlu penelitian mengenai pengelolaan ekowisata secara bersama yang

adaptasi yang memadai untuk meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap sektor

pariwisata di pulau Lombok. Untuk itu, diperlukan suatu keterpaduan dan komprehensif,

karena faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan.

pg. 5

Page 7: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

1.2. Tujuan

Tujuan utama penelitian ini adalah:

“Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model kebijakan pengelolaan

ekowisata secara bersama dan adaptif di Kabupaten Lombok Utara”.

Sub tujuan Penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kesenjangan antara kesadaran dan perilaku adaptasi para

mitra (stakeholder ekowisata) di Kabupaten Lombok Utara

2. Mengetahui kerentanan sektor pariwisata yang termasuk ke dalam sektor

sosial ekonomi, ketika berhadapan dengan dinamika lingkungan Kabupaten

Lombok Utara

3. Mengidentifikasi indicator strategi adaptasi yang cocok bagi pariwisata di

Kabupaten Lombok Utara.

4. Mengembangkan metode pengelolaan ekowisata secara bersama dan

adaptif.

5. Melakukan valuasi ekonomi, analisis permintaan terhadap paket-paket

ekowisata yang menerapkan ACM dan multiplier effect bagi masyarakat.

6. Melakukan analisis keberlanjutan ekowisata berdasarkan hasil-hasil

pengkajian sebelumnya.

1.3. Kerangka pemikiran

Perubahan lingkungan di kawasan yang rentan telah menyebabkan penurunan

kualitas lahan, pencemaran lingkungan serta mengakibatkan sumberdaya alam yang

berpotensi untuk ekowisata menjadi rusak. Permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan

selalu terkait dengan perubahan, ketidakpastian, penuh kompleksitas dan rentan konflik. Oleh

karena itu, ekowisata perlu diarahkan ke ekowisata dengan pengelolaan secara bersama dan

adaptif.

Meskipun konsekuensi dari perubahan lingkungan akan bervariasi di berbagai

daerah, semua negara dan sektor ekonomi harus bersaing dengan tantangan perubahan

lingkungan tersebut melalui adaptasi dan kolaborasi. Pariwisata tidak terkecuali dan dalam

dekade ke depan, perubahan lingkungan akan menjadi isu penting bagi pengembangan

pariwisata dan manajemen.

Daerah yang terkena dampak perubahan lingkungan yang relevan untuk tujuan

pariwisata dan turis, membutuhkan adaptasi dari semua pemangku kepentingan pariwisata

pg. 6

Page 8: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

utama. Memang, perubahan lingkungan bukan pengendali peristiwa di masa depan untuk

pariwisata. Akan tetapi, berbagai macam dampak dari perubahan lingkungan teridentifikasi

dengan jelas pada tujuan wisata di seluruh dunia dan mempengaruhi pengambilan keputusan

di sektor pariwisata.

Analisis kebijakan dilakukan untuk menganalisi elemen utama analisis kebijakan yang

terdiri dari (1) tujuan (goals), termasuk constraint normatif dan bobot relatif dari tujuan (2)

Kebijakan, program, proyek, keputusan (decisions), opsi, means dan alternatif lainnya yang

tersedia atau digunakan untuk pencapaian goal. (3) Hubungan antara kebijakan-kebijakan dan

tujuan-tujuan, termasuk hubungan yang terjadi (established by) intuisi, kewenangan, statistik,

observasi, deduksi, perkiraan dan sebagainya. (4) Penarikan konklusi tentatif mana kebijakan

atau kombinasi kebijakan yang terbaik yang diadopsi untuk tujuan, kebijakan dan hubungan-

hubungan. Dalam hal ini analisis kebijakan dibutuhkan untuk menghasilkan rekomendasi

kebijakan bagi penyelenggaraan ekowisata adaptif dan kolaboratif yang berkelanjutan.,

Konsep kerentanan telah menjadi alat analisis yang kuat untuk menggambarkan

keadaan kerentanan terhadap bahaya, ketidakberdayaan, dan marjinalitas sistem baik fisik

maupun sosial, dan untuk mengarahkan analisis kepada tindakan untuk meningkatkan

kesejahteraan melalui adaptasi dan pengurangan risiko serta peningkatan kapasitas adaptasi.

Kerentanan sosial-ekologi sistem melengkapi dan secara signifikan dapat menambah

pengembangan penelitian pada tantangan yang dihadapi oleh interaksi lingkungan manusia di

bawah tekanan akibat perubahan lingkungan dan sosial global. Sementara Adaptasi perlu

dilakukan, selain tindakan mitigasi, sebagai upaya menghadapi perubahan lingkungan.

Adaptive management (PM), juga dikenal sebagai manajemen sumber daya adaptif

(ARM), adalah terstruktur, iteratif proses pengambilan kuat keputusan dalam menghadapi

ketidakpastian, dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian dari waktu ke waktu melalui

sistem pemantauan. Dengan cara ini, pengambilan keputusan secara bersamaan memenuhi

tujuan satu atau lebih sumber daya manajemen dan, baik pasif atau aktif, mencatat informasi

yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen masa depan. Pengelolaan adaptif adalah

alat yang harus digunakan tidak hanya untuk mengubah suatu sistem, tetapi juga untuk

belajar tentang sistem (Holling 1978). Karena pengelolaan adaptif didasarkan pada proses

pembelajaran, meningkatkan kapasitas dan lama memperoleh hasil pengelolaan, maka

tantangan dalam menggunakan pendekatan manajemen adaptif terletak dalam menemukan

keseimbangan yang benar antara memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan manajemen

di masa depan dan mencapai yang terbaik pendek - hasil jangka berdasarkan kondisi saat ini

(Stankey & Allan 2009)*.

pg. 7

Page 9: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Valuasi ekonomi lingkungan juga merupakan suatu alat untuk dijadikan dasar

pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya alam. Dengan valuasi ini akan diketahui

berapa kontribusi ekowisata terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga menjadi dasar bagi

para pemangku kepentingan untuk menentukan perencanaan dan pengelolaan lebih lanjut.

Dari valuasi ekonomi ini juga akan dilakukan analisis permintaan kunjungan wisatawan

terhadap ekowisata, sebagai konsekuensi dari pengelolaan adaptif dan kolaboratif yang

dilakukan di kawasan.

Salah satu cara menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian adalah melalui

pengelolaan lingkungan adaptif. Lee (1993) dalam Mitchell (2010) melihat pengelolaan

lingkungan adaptif dikaitkan dengan upaya untuk mencapai pembangunan ekonomi yang

berdasarkan pelestarian lingkungan. Pengelola adaptif secara jelas memperhatikan

ketidakpastian dan kekurangpahaman, dengan menggunakan intervensi manusia dalam

system alam sebagai proses eksperiment.

Gambar 1. Kerangka PemikiranModel Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Secara Bersama dan Adaptif

pg. 8

Degradasi lahanerosi

antropogenik

Banjirkekeringan

Cuaca ekstrim

Iklim

KebijakanEkowisataTata ruangBencana

Ekowisata Berkelanjutan

ekowisataekowisata

Permintaan

Valuasi Ekonomi

ekowisata

rentan

ACM

Page 10: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

1.4. Perumusan masalah

Di balik daya tarik dan keindahannya Lombok tersembunyi ancaman dan berakibat

kepada perubahan lingkungan. Isu tentang perubahan lingkungan memang sudah

memasyarakat luas. Akan tetapi upaya pengelolaan dan pengembangan mitigasi dan

adaptasi terhadap isu ini belum optimal. Permasalahan tersebut biasanya terjadi pada saat

perencanaan, pengembangan, pengoperasian, pemeliharaan, pengendalian, penggunaan

teknologi yang tidak tepat, perencanaan wilayah yang tidak tepat, adanya kesenjangan

permintaan dan penawaran, gejolak sosial-budaya di masyarakat, nilai tambah yang tidak

dimengerti oleh masyarakat, dan tidak jelasnya kebijakan dan institusi pengelola serta

masalah pembiayaan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan, kelestarian dan pemanfaatan

pariwisata di pulau Lombok, selain bergantung pada faktor fisik alami seperti curah hujan

dan fisik lingkungan objek wisata setempat, juga bergantung dari faktor manusianya.

Menurut Didi S Agusta Wijaya1, struktur geologi Kabupaten Lombok Utara (KLU)

termasuk Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, merupakan hasil erupsi Gunung Rinjani yang

berupa campuran tufa, batu apung, pasir, dan kerikil yang labil, mudah rontok, serta rentan

longsor dan erosi. Tanah yang mudah longsor itu digali sembarangan untuk diambil batu

apungnya. Dalam pandangan Ir Lolita Endang 2S MP, penambangan batu apung dengan

sistem terbuka, terowongan, dan irisan tegak pada lereng bukit itu sangat mengancam

keselamatan penambang, mengusik sifat alami tanah, menurunkan produktivitas tanah yang

nantinya mengganggu aktivitas usaha tani. Indikasinya terlihat, tiap tahun di Dusun Minder,

Desa Mumbul Sari, Kecamatan Bayan, hubungan transportasi terputus karena sebuah

jembatan ambruk pada 18 Januari 2011. Jembatan yang ada diseret air bah yang membawa

material setelah turun hujan selama tiga hari. Hampir saban tahun Dusun Muara Putat, Desa

Pamenang Barat, dan Dusun Kandang Kao di Desa Tanjung, selalu tergenang air pasang yang

meluber 200-500 meter dari pasang surut air laut ke permukiman warga.

Di obyek wisata hutan Pusuk, Kecamatan Pamenang, tempat wisatawan biasa

bercengkerama dengan kera, tercatat lebih dari 10 titik rawan longsor. Lumpur yang

mengeras pada badan dan aspal jalan yang bergelombang dan berlubang di jalur

transportasi Kecamatan Tanjung-Kecamatan Bayan, pendangkalan sungai, rusaknya sarana-

prasarana irigasi menunjukkan KLU seluas 809,53 kilometer persegi dengan penduduk

207.998 jiwa itu tidak bebas dari bencana alam. Padahal, Gunung Rinjani dan kawasan

hutannya (125.000 hektar) adalah sumber air irigasi dan air minum bagi rakyat Pulau

1 geolog dan dosen pada Fakultas Teknik Universitas Mataram (Unram),2 dosen pada Fakultas Pertanian Unram,

pg. 9

Page 11: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Lombok, sekaligus sumber plasma nutfah flora-fauna dan daerah sebaran burung endemik

seperti burung pengisap madu lombok, koakiau, dan kecial, yang dua dekade terakhir sangat

jarang terlihat di kawasan itu.

Pola curah hujan di Pulau Lombok saat ini (1991-2007) relatif sudah berbeda dengan

pola sebelumnya (1961-1990), dimana curah hujan pada bulan Desember saat ini lebih

rendah daripada masa sebelumnya, namun hal yang sebaliknya terjadi pada bulan Maret-

April. Pola temperatur udara juga mengalami perubahan dimana terlihat ada kenaikan

sebesar 0,5 oC sd 1 oC pada saat ini (1991-2007) relatif terhadap pola sebelumnya (1961-

1990), khususnya pada bulan November-April, sedangkan pola temperatur udara pada bulan

Mei-Oktober relatif tidak berubah. (ICCSR, 2010)

Dalam kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi

NTB pada tahun 2009, yang dilakukan atas kerjasama pemerintah Indonesia Jerman,

dikatakan bahwa Pulau Lombok sangat mudah terpengaruh oleh kenaikan tinggi muka air

laut, terutama terhadap bahaya banjir (ROB), sedimentasi dan erosi. Kondisi ini akan

semakin rentan dengan meningginya frekuensi iklim ekstrim seoerti El Nino dan La Nina.

Daerah pantai yang rentan terhadap banjir dan genangan air selama musim angina Barat

(penghujan, northwest monsoon), menjadi lebih rentan dengan adanya fenomena kenaikan

tinggi muka air laut.Pulau Lombok sebelah Barat dengan dataran rendah yang terbentang

sepanjang beberapa kilometer dari pantai, merupakan daerah potensi banjir selama musim

penghujan dengan puncaknya pada bulan Desember sampai Pebruari. Kajian ini juga

menyebutkan bahwa salah satu sektor yang secara langsung terancam terhadap bahaya

kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim adalah sektor pesisir dan laut. Manusia dan

ekosistem wilayah pesisir dan laut menghadapi bahaya akibat kenaikan muka air laut serta

perubahan parameter-parameter laut lainnya yang disebabkan perubahan iklim seperti

badai pasut (rob) atau banjir pasang surut, gelombang badai, ENSO terhadap wilayah pesisir,

menyebabkan perubahan lingkungan berupa:

Penggenangan lahan basah dan dataran rendah, yang beresiko hilangnya pulau-pulau

kecil

Erosi pantai dan pengurangan lahan pesisir

Perubahan kisaran pasang surut (pasut) di teluk dan muara sungai

Kerusakan ekosistem pesisir, yang terdiri dari mangrove, terumbu karang, padang lamun

dan estuary

Instrusi air asin dan penurunan kualitas air

pg. 10

Page 12: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Banjir dan suplai sedimen ke wilayah pesisir akibat perubahan curah hujan dan limpasan

permukaan.

Meningkatkan frekuensi “overtoping” pada bangunan pantai

Perubahan pola arus, baik secara horizontal maupun vertical (upwelling dan

downwelling)

Gambar 2. Kerangka Permasalahan ekowisata menghadapi dinamika lingkungan di Pulau Lombok

1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa saran-saran

kepada berbagai pihak dan stakeholder, yang terdiri dari:

Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam memformulasi kebijakan dalam pengelolaan ekowisata

secara bersama yang adaptif di Kabupaten Lombok Utara.

Bagi masyarakat model pengelolaan ekowisata secara bersama yang adaptif

ini bisa menjadi suatu alat untuk sumber mata pencaharian dan pengelolaan

sumberdaya alam agar berkelanjutan.

Bagi pelaku usaha model pengelolaan ekowisata secara bersama yang

adaptif ini bisa menjadi acuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan

berkelanjutan.

pg. 11

Menurunnya jumlah wisatawan

Perubahan lingkungan

Menurunnya pendapatan dari sector pariwisata

Menurunnya keindahan, daya tarik

dan kenyamanan

Rendahnya kemampuan adaptasi

mitra

Rendahnya kesadaranstakeholderDegradasi

LingkunganKemiskinan dan konflik sosial

Perilaku stakeholder

pariwisata dan non-stakeholder yang tidak ramah

lingkungan

Lemahnya Penerapan Kebijakan

Page 13: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

1.6 Novelty (Keterbaruan)

1. Pendekatan pengelolaan ekowisata dengan konsep ACM atau Adaptive

Collaborative Management masih jarang dilakukan di Indonesia.

2. Pendekatan yang selama ini dilakukan di sektor pariwisata di Lombok

kurang memperhatikan aspek lingkungan dan social, serta cenderung

memisahkan antara aspek ekologi, social dan ekonomi.

3. Pendekatan yang selama ini dilakukan tidak menggunakan pendekatan

system. Sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan system, dengan

pendekatan system ekologi, social dan ekonomi.

pg. 12

Page 14: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Bab IITinjauan pustaka

2.1 Ekowisata

Menurut The International Ecotourisme Society atau TIES (1991) ekowisata adalah

perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonversasi atau

menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk local.

Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan

berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan wisata ke

wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan

alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan

memberikan keuntungan social ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk local.

Australian Department of Tourism (Black, 1999) yang mendefinisikan ekowisata

adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi

terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis.

Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya

bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative

tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam.

United Nations Comission on Sustainable Development (dalam bidang sesi ke 8

tahun 2000) menyatakan bahwa ekowisata adalah sustainable tourisme yang:

1. Menjamin partisipasi yang setara, efektif dan aktif dari seluruh stakeholders

2. Menjamin partisipasi penduduk local menyatakan YA atau TIDAK dalam

kegiatan pengembangan masyarakat, lahan dan wilayah

3. Mengangkat mekanisme penduduk local dalam hal pengendalian dan

pemeliharaan sumber daya.

Menurut WWF dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2009), istilah

“ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan

tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di

mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat local dan mendukung pelestarian alam.

Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata

sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap lingkungan dan budaya setempat dan

mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan nilai konservasi.

Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:

pg. 13

Page 15: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung

lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (vs mass tourism)

Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)

Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)

Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi)

Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi

masyarakat dan ekonomi).

2.2 Pariwisata Keberlanjutan

Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development adalah proses

pembangunan (lahan, kota, bisnis, desa, masyarakat dll) yang berprinsip "memenuhi

kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan"

(menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan harus menghadapi

pencapaian pembangunan dengan memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan

kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah

sector ekonomi yang lebih luas dari Ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung

kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata

pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural

tourism) atau perjalanan (business travel). Ekowisata berpijak pada tiga kaki sekaligus, yakni

wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya. (Nugroho, 2011)

Dimensi-dimensi Ekonomi, Ekologi, Sosial dan Budaya dalam Pariwisata Berkelanjutan

Tabel 1. Dimensi: Ekonomi, Ekologi, Sosial dan Budaya dalam Pariwisata Berkelanjutan (Damanik & Weber, 2006)

Dimensi Wisatawan Penyedia Jasa EkowisataEkonomi Peningkatan kepuasan

wisata Peningkatan belanja

wisata di daerah destinasi

Peningkatan dan pemerataan pendapatan semua pelaku wisata

Penciptaan kesempatan kerja terutama bagi masyarakat local

Peningkatan kesempatan berusaha/diversifikasi pekerjaan

Ekologi Penggunaan produk dan layanan wisata berbasis lingkungan (green product)

Kesediaan membayar lebih mahal untuk

Penentuan dan konsistensi pada daya dukung lingkungan

Pengelolaan limbah dan peningkatan penggunaan bahan baku hemat energi

Prioritas pengembangan produk dan layanan jasa berbasis lingkungan

pg. 14

Page 16: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

produk dan layanan wisata ramah lingkungan

Peningkatan kesadaran lingkungan dengan kebutuhan konservasi.

Sosial Kepedulian sosial yang meningkat

Peningkatan konsumsi produk local

Pelibatan sebanyak mungkin stakeholder dalam perencanaan, implementasi dan monitoring

Peningkatan kemampuan masyarakat local dalam pengelolaan jasa-jasa wisata

Pemberdayaan lembaga-lembaga local dalam pengambilan keputusan pengembangan wisata

Menguatnya posisi masyarakat lokal terhadap masyarakat luar

Terjaminnya hak-hak dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata

Berjalannya aturan main yang adil dalam pengusahaan jasa wisata

Budaya Penerimaan kontak dan perbedaan budaya

Apresiasi budaya masyarakat lokal

Intensifikasi komunikasi lintas budaya Penonjolan cirri atau produk budaya lokal dalam

penyediaan atraksi, aksesibilitas dan amenitas Perlindungan warisan budaya, kebiasaan-

kebiasaan dan kearifan lokal

2.3 Kerentanan dan Indikator Parameter Kerentanan Biofisik dan Sosial Ekonomi

Secara garis besar kerentanan dapat dilihat berdasarkan lima jenis kerentanan,

yaitu kerentanan sosial, kelembagaan, sistem, ekonomi, dan lingkungan. Davidson dalam

Suganda (2000) menjelaskan bahwa kerentanan terbagi ke dalam tiga subfaktor yaitu:

1. Kerentanan fisik binaan/infrastruktur menggambarkan perkiraan tingkat

kerusakan terhadap fisik bangunan bila ada faktor bahaya alam tertentu.

Indikator dari kerentanan fisik adalah kepadatan bangunan.

2. Kerentanan sosial dan kependudukan menunjukkan perkiraan tingkat

kerentanan terhadap keselamatan jiwa penduduk apabila terjadi bahaya alam.

Indikator dari kerentanan sosial dan kependudukan adalah kepadatan

penduduk.

3. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya

kegiatan ekonomi (proses-proses ekonomi) apabila terjadi bahaya alam.

ACCCRN (2011) melakukan pendekatan kajian kerentanan dalam tiga aspek yaitu (1)

kerentanan klimatologi (2) kerentanan dan kapasitas adaptasi berbasis komunitas (3) kajian

kerentanan dan kapasitas adaptasi pemerintahan dan institusi.

Indeks kepekaan lingkungan pada dasarnya adalah mengukur kemudahan/ potensi

kehilangan nilai ekonomi, sosial, fisik dan biologi dari lahan yang ada (Peterson, 2002).

pg. 15

Page 17: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Indeks kepekaan lingkungan disusun untuk mengetahui tingkat karaktersitik dan features

kepekaan/ sensitivitas dan kerentanan/vulnerabilitas sumberdaya yang ada di pesisir.

2.4 Adaptasi

Teori cultural ecology Steward (1955) menjadi rujukan dalam menjelaskan respons

masyarakat terhadap perubahan perilaku dalam pengelolaan sumberdaya alam sebagai

strategi adaptasi masyarakat. Adaptasi cultural ecology secara operasional dijabarkan melalui

konsep ekologi yaitu geografi, demografi, ekonomi, dan politik serta upaya masyarakat dalam

merespons perubahan dan mencari pola baru (Geertz 1983, Kuntowijoyo, 2002, Fox 1996).

Tabel 2. Proposisi Adaptasi Manusia

Manusia adalah bagian yang terpadu atau terintegrasi dari sebuah ekosistem.

Manusia bisa berperan sebagai pemelihara atau penyebab kerusakan lingkungan dan

sumberdaya alam. Perubahan pada lingkungan akan menimbulkan berbagai alternatif adaptasi

pg. 16

Page 18: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

manusia. Bagi sekelompok manusia yang berkemampuan adaptasi rendah memerlukan

penguatan kelembagaan, baik secara sosial maupun kelembagaan ekonomi. Percepatan

pemulihan habitat yang rusak dan pengurangan tekanan manusia kepada habitat akan

menghasilkan hubungan yang harmonis antara alam dan manusia. (Susilo et al., 2006)

Ada beberapa pengertian tentang adaptasi atau mekanisme penyesuaian diri, yaitu:

W.A. Gerungan (1996) dalam Wikipedia menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah

mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai

dengan keadaan (keinginan diri)”. Menurut UNDP (2004) adaptasi adalah suatu proses dimana

strategi ini bertujuan untuk moderat, mengatasi dan mengambil keuntungan atas konsekuensi

dari kejadian iklim yang meningkat, dikembangkan dan diimplementasikan. (Simpson,

Gossling, Scott, Hall, & Gladin, 2008). Menurut Sutamihardja (2009a), adaptasi khususnya

terhadap perubahan iklim, berarti meminimalkan kerusakan-kerusakan yang memproyeksikan

dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik

pada iklim. Adaptasi secara sederhana adalah berbagai tindakan penyesuaian diri terhadap

kejadian yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan iklim/pemanasan global.

2.5 Pengelolaan Bersama dan Adaptif (ACM)

Lingkungan dalam hal ini dikatakan Mitchell (2009) selalu mengandung perubahan,

kompleksitas, ketidakpastian, dan konflik. Salah satu cara menghadapi kompleksitas dan

ketidakpastian adalah melalui pengelolaan lingkungan adaptif. Lee (1993) dalam Mitchell

(2010) melihat pengelolaan lingkungan adaptif dikaitkan dengan upaya untuk mencapai

pembangunan ekonomi yang berdasarkan pelestarian lingkungan. Pengelola adaptif secara

jelas memperhatikan ketidakpastian dan kekurangpahaman, dengan menggunakan

intervensi manusia dalam system alam sebagai proses eksperimen.Yang dimaksud adaptif

disini adalah berbasis kepada adaptasi. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai

pengelolaan ekowisata secara bersama (kolaboratif) yang adaptif terhadap perubahan

lingkungan.

Untuk mengelolanya secara adaptif: dalam Mitchell (2010). Penekanan pengelolaan

adaptif lebih pada ekosistematik daripada aspek hukum/kebijakan. Dengan kata lain,

pendekatan adaptif lebih menggunakan batas-batas ekosistem daripada politik atau

administrasi. Akibatnya setiap pendekatan adaptif selalu menghasilkan unit analisis dan

kesimpulan yang secara spasial melewati batas-batas pengelolaan wilayah atau lingkungan

secara administrative. Penekanan pengelolaan adaptif adalah pada populasi atau ekosistem,

bukan organism individu atau proyek. Kegagalan pada tingkat individu harus diterima atau

pg. 17

Page 19: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

dipahami untuk mendapatkan pemahaman tentang populasi atau ekosistem. Resiko yang

diambil oleh individu diterima untuk meningkatkan kapasitas populasi secara keseluruhan.

Skala waktu pengelolaan adaptif lebih bersifat skala biologis daripada perputaran

bisnis, waktu pemilihan pengurus suatu organisasi atau jangka waktu pembiayaan.

Definisi pertama yang diformulasikan oleh CIFOR pada (2001) ACM adalah

Pengelolaan Bersama secara Adaptif (ACM) merupakan pendekatan nilai tambah yang

mengakomodasi masyarakat yang berkepentingan untuk bersama-sama bertindak dalam

merencanakan, mengamati, serta belajar dari pelaksanaan rencana mereka, sejalan dengan

pemahaman bahwa rencana seringkali gagal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

ACM dicirikan oleh upaya yang sungguh-sungguh di antara kelompok yang ada untuk

berkomunikasi, berkolaborasi, bernegosiasi, dan mencari peluang pembelajaran secara

kolektif tentang dampak tindakan mereka tersebut. Defini ini kemudian, ditambahkan

dengan definisi tambahannya pada tahun 2008, yaitu: Bekerja dengan kelompok masyarakat

tertentu menuntut dilibatkannya pihak lain yang bertindak dalam skala yang berbeda —

biasanya, setidaknya satu tingkat ke bawah dan satu tingkat ke atas (contoh, kelompok

pengguna hutan dalam suatu masyarakat dan pejabat pemerintah kabupaten ke atas,

seperti halnya di Zimbabwe, Nepal, Indonesia, Filipina). Fasilitasi yang efektif dapat berfungsi

sebagai katalis untuk memberdayakan masyarakat dalam memperbaiki kondisi mereka

sendiri, kondisi manusia maupun lingkungan.

Dari sudut pandang filosofis, ACM dibangun berdasarkan tujuan demokrasi, keadilan

dan kesetaraan, mengakui pentingnya kekuasaan dan berjuang untuk menyeimbangkan

arena dengan proses pemberdayaan. ACM memiliki tiga tema, yaitu:

• Tema horisontal; pemangku kepentingan dalam hutan tertentu bekerjasama menuju

tujuan bersama, mengatasi isu yang menjadi perhatian hutan tersebut serta masyarakat

yang hidup di dalam dan di sekitar hutan tersebut,

• Tema vertikal; masyarakat setempat dan pelaku pada skala yang lain

mengembangkan mekanisme komunikasi dua arah yang efektif, kerjasama, dan

penyelesaian sengketa, serta

• Tema yang bersifat iteratif atau progresif. Dalam tema ini para pemangku

kepentingan belajar secara terus menerus tentang pengelolaan sumber daya dan

masyarakat, dalam rangkaian kegiatan yang berkembang dari pemahaman yang terus

meningkat.

Peubah Strategi Pengelolaan Adaptif (Rondinelli, 1993: 5a) dalam Mitchell et al., 2010:

pg. 18

Page 20: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Tabel 3. Peubah Strategi Pengelolaan Adaptif

Karakteristik Strategi PengelolaanAdaptif

Lingkungan Tidak pastiTugas: InovatifProses pengelolaan:Perencanaan BertahapPengambilan keputusan TerbagiOtoritas KolegialKepemimpinan PartisipatifKomunikasi Interaktif, formal dan informalKoordinasi FasilitatifPemantauan Penyesuaian strategi dan

rencanaKontrol Ex-postAturan formal dan perundangan

Rendah

Dasar penyusunan staf TujuanStuktur OrganikNilai-nilai staf Toleransi tinggi terhadap

ketidakjelasan

Analisis pengelolaan adaptif dan kolaboratif (ACM) Menggunakan metode AHP.

Untuk menentukan strategi ACM yang sesuai diterapkan di kawasan Kabupaten Lombok

Utara.

2.6 Valuasi Ekonomi, Analisis Permintaan dan Multiplier Effect

Valuasi ekonomi lingkungan juga merupakan suatu alat untuk dijadikan dasar

pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya alam. Dengan valuasi ini akan diketahui

berapa kontribusi ekowisata terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga menjadi dasar bagi

para pemangku kepentingan untuk menentukan perencanaan dan pengelolaan lebih lanjut.

Dari valuasi ekonomi ini juga akan dilakukan analisis permintaan kunjungan wisatawan

terhadap ekowisata, sebagai konsekuensi dari pengelolaan adaptif dan kolaboratif yang

dilakukan di kawasan.

2.7 Pendekatan sistem

Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi untuk mencari solusi dan

menyelesaikan suatu masalah. Pendekatan sistem merupakan suatu cara penyelesaian

masalah yang penuh kompleksitas yang saling terkait dalam suatu lingkungan yang dinamis

melalui metodologi yang berorientasi kepada tujuan (Cybernetic), bersifat keseluruhan

(Holistic), dan efektif (Effective).

pg. 19

Page 21: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Menurut Marimin (2004) pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari

sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau suatu sistem bisa diidentifikasi. Metode ilmiah

akan bisa membantu pengambilan keputusan yang sederhana dan searah karena kesalahan

identifikasi penyebab permasalahan tunggal. Lebih jauh, menurut Marimin (2004),

pendekatan sistem memberikan landasan untuk memahami lebih luas lagi perilaku suatu

sistem dan penyebab ganda dari suatu permasalahan dalam suatu kerangka sistem.

Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan merupakan suatu kerangka sistem

dimana elemen-elemen di dalamnya mengandung kompleksitas, ketidakpastian, perubahan

dan konflik. Elemen-elemen tersebut perlu diformulasikan secara ilmiah untuk suatu

perbaikan secara terorganisir pada perilaku manusia. Menurut Eriyatno (1998), pemikiran

sistem selalu mencari keterpaduan antarbagian atau elemen melalui pemahaman yang utuh.

Karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan-permasalah sumberdaya alam dan lingkungan

perlu menggunakan pendekatan sistem. Eriyatno (2007) menguraikan bahwa pada

pendekatan kesisteman dalam penyelesaian suatu permasalahan selalu ditandai dengan (1)

pengkajian terhadap semua faktor penting yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan

solusi untuk pencapaian tujuan dan (2) adanya model-model untuk membantu pengambilan

keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan secara

komprehensif.

System approach atau pendekatan sistem merupakan suatu metodologi

penyelesaian suatu masalah yang dimulai dari mengidentifikasikan tujuan dan hasil identifikasi

tersebut adalah suatu sistem operasi yang bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan

permasalahan dengan efektif. Pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian

melalui pemahaman yang utuh. Menurut Eriyatno (2003), pendekatan sistem umumnya

ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor yang ada dalam mendapatkan solusi

yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk

membantu keputusan secara rasional.

Karakteristik dalam penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem yaitu (1)

cybernetic (berorientasi pada tujuan), artinya pernyelesaian permasalahan selalu berorientasi

pada tujuan, yang diperoleh dari analisis kebutuhan (2) holistik, artinya adalah keterpaduan

dan cara pandang yang utuh terhadap totalitas sistem, atau menyelesaikan permasalahan

secara menyeluruh, utuh dan terpadu (3) efektif, artinya adalah tepat guna dalam

menyelesaikan permasalahan, yaitu dengan dengan hasil yang bisa dilaksanakan secara

operasional, dan bukan hanya pada tataran teori. Untuk itu, beragam metode pada bidang

pg. 20

Page 22: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

disiplin ilmu lain bisa digunakan sebagai alat bantu dalam mengembangkan suatu sistem

untuk mencari solusi.

Lebih lanjut Eriyatno (2003), menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan

yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa tahapan, yaitu (1) analisis

kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan semua pelaku dalam sistem (2)

formulasi masalah, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam

sistem (3) identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam

rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem (4) pemodelan abstrak, pada tahap

ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuatan keputusan,

yang menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel

keputusan terhadap berbagai kriteria sistem. (5) implementasi, tujuan utamanya adalah untuk

memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan dan (6) operasi, pada tahap ini akan

dilakukan validasi sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena

cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi.

2.8 Modelling

Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi dari keadaan

sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian

suatu sistem. Model adalah tiruan dari keadaan yang nyata. Menurut Hatrisari (2007) model

merupakan penyederhanaan sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam

pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan

sebenarnya. Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin model dapat menggambarkan

seluruh proses yang terjadi dalam sistem. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan

beberapa faktor dalam sistem guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Lebih jauh Hatrisari (2007) menguraikan bahwa tujuan model adalah (1) pemahaman

proses yang terjadi dalam sistem, artinya model harus dapat menggambarkan mekanisme

proses yang terjadi dalam sistem terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, mulai dari proses

awal suatu sistem hingga proses akhir. Model yang disusun berdasarkan pemahaman proses

dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem. (2) prediksi, artinya hanya

model yang bersifat kuantitatif yang dapat melakukan prediksi. Dalam hubungan ini,

ketepatan (accuracy) atau model yang akuran menjadi penting. (3) menunjang pengambilan

keputusan, artinya model yang disusun berdasarkan pemahaman proses serta yang

mempunyai kemampuan prediksi dapat dijadikan alat untuk perencana guna membantu

proses pengambilan keputusan. Simulasi model dapat dilakukan dengan menggunakan

pg. 21

Page 23: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

berbagai skenario sebagai input. Berdasarkan variasi output yang dihasilkan dapat dipilih

alternatif terbaik dari berbagai skenario yang merupakan input model tersebut. Model ini

berfungsi sebagai alat bantu dalam menunjang pengambilan keputusan.

2.9 Validitas dan sensitivitas model

Menurut Hatrisari (2007), model merupakan penyederhanaan dari sistem. Seorang

pengkaji sistem perlu menetapkan tolak ukur model yang baik untuk mengetahui kinerja

model. Ia perlu meyakinkan pengguna bahwa model yang dibangun sesuai untuk penyelesaian

permasalahan yang dihadapi sehingga hasil eksekusi model dapat digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan. Seringkali pengujian model hanya difokuskan kepada replikasi dari

data historis. Pengujian model seharusnya dilakukan juga untuk mengenali keterbatasan

kinerja model sehingga dapat ditentukan kesesuaian penggunaan model dalam rangka

penyelesaian masalah yang dihadapi.

Dalam uraian Hatrisari (2007) dijelaskan bahwa secara umum, pengujian model

terdiri dari tahapan verifikasi dan validasi. Verifikasi adalah untuk menyatakan kebenaran,

ketepatan atau kenyataan. Sedangkan validasi adalah untuk mendapatkan hasil kesimpulan

yang benar, berdasarkan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi harus

ditunjang oleh kebenaran yang bersifat objektif.

Lebih jauh Hatrisari (2007) mengatakan bahwa seorang pengkaji sistem atau

pengembang model perlu mengkaji ulang manfaat penyusunan model. Salah satu tujuan

model adalah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam penyelesaian permasalahan

spesifik yang dihadapi. Pengkaji sistem bertanggung jawab dalam menyusun dan

menghasilkan model yang optimal, meskipun memiliki keterbatasan, dalam kerangka untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model akan membantu penggunaan dalam

menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan. Pengkaji sistem atau penyusun model

yang berpengalaman akan (1) Memfokuskan diri terhadap kesesuaian model dengan keadaan

nyata meskipun dengan variabel terbatas, daripada mencoba menyatakan validasi model

dengan teknik-teknik kuantitatif yang rumit (2) Menunjukkan hubungan antara teori yang ada

dengan mekanisme dalam sistem yang dikaji, daripada memperlihatkan tahapan teoritis

dalam pembuktian model yang sering tidak realistis (3) Secara jujur menyatakan keterbatasan

model yang disusun daripada menunjukkan bukti bahwa model telah diuji dan memberikan

derajat kesalahan yang relatif kecil.

pg. 22

Page 24: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Bab III

Metodologi Penelitian

3.1 Lokasi dan waktu penelitian

Waktu Penelitian diselenggarakan pada bulan Juni 2012 di Kabupaten Lombok Utara.

Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang terdiri dari 5 kecamatan, 33 desa, 322

dusun. Penelitian dilakukan di tiga spot ekowisata.

3.2 Bahan dan alat

Alat dan bahan yang digunakan adalah ATK dan media-media diskusi untuk FGD dan

wawancara pada proses PAR, kuesioner, program (software) Word, Excell, ArcGis dan

Powersim.

3.3 Jenis dan sumber data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data teks. Data teks

dapat berupa alfabet atau numerik. Jenis data yang dilihat dari sumber data yang

dikumpulkan adalah:

1. Data Primer, yang meliputi : Tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan persepsi

para stakeholder. Karakteristik wisatawan, seluruh biaya perjalanan yang

dikeluarkan ofeh wisatawan dan penilaian wisatawan terhadap kawasan rekreasi

di Kabupaten Lombok Utara. Data primer diperoleh dengan melakukan

wawancara, FGD dan observasi di lapangan.

2. Data Sekunder, yang meliputi: Karakterisik obyek wisata, Jumlah pengunjung

ke Kabupaten Lombok Utara dan Kependudukan didapatkan dari berbagai data

yang disediakan oleh instansi pemerintah dan swasta.

3.4 Pelaksanaan penelitian3.4.1 Metode Pengumpulan Data3.4.1.1 Studi Pustaka

Salah satu metode adalah dengan melakukan studi pustaka dar beberapa literatur dan junal-jurnal yang relevan dengan objek penelitian.

pg. 23

Page 25: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

3.4.1.2 Participatory Action Research (PAR)

Participatory Action Research (PAR) atau Kajitindak Partisipatif merupakan

perpaduan antara metodologi pengkajian (riset); pendidikan dan penyadaran masyarakat,

perencanaan, pelaksanaan kegiatan (aksi); monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan dalam

satu kesatuan yang utuh oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

3.4.1.3 Focus Group Discussion

Diskusi kelompok yang terfokus mengenai topik-topik yang relevan dengan

penelitan yang disusun dalam suatu pertanyaan kunci (semacam kuesioner). Proses ini akan

dipandu oleh fasilitator.

3.4.2 Pengembangan Model Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Bersama dan Adaptif

3.4.2.1 Survey KAB dan Persepsi

Pada tahap ini, dilakukan pengkajian untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku serta persepsi para stakeholder ekowisata dan Kebutuhannya.

Sub pokok bahasan:

i. Konsep komunitas

ii. Analisis Struktur Sosial

iii. Analisis Gender

iv. Analisis Pemangku Kepenting

v. Analisis KAB (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku) dengan survey KAB

Dengan menggunakan bahan-bahan diskusi (metode) sebagai berikut:

1. Analisis Piramida Masyarakat

2. Analisis Gender

3. Matriks Analisa Pemangku Kepentingan

3.5 Analisis Kerentanan dengan IKL atau ESI

Untuk mengetahui kerentanan sector ekowisata yang termasuk ke dalam sector

social ekonomi, ketika dihadapkan kepada perubahan lingkungan dan perubahan iklim,

dibuatlah Indeks KL (IKL) atau Environmental Sensitivity Indeks (ESI) yang hasilnya akan

dipetakan.

Rumus:

pg. 24

Page 26: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

IKL = TK x NE x NS

Kriteria yang digunakan <=25 = kurang peka, 26-50 = cukup peka, 51-75 =

moderate, 76-100 = peka, >=101 = sangat peka

TK : Tingkat Kerentanan

NE : Nilai Ekologi

NS : Nilai Sosial

Peubah (parameter) Nilai Ekologis, Terumbu Karang sebagai daya tarik wisata:

Jenis terumbu karang (Lifeform-bercabang/tidak)

Persentase tutupan karang hidup (60 %)

luas dan tebal hamparan karang

Slope terumbu karang

kelimpahan Ikan (melimpah)

Spesies Endemik dan dilindungi

Peubah (parameter) pemanfaatan kawasan wisata:

Ekonomi Tingkat kunjungan Tingkat Biaya kunjungan Fasilitas yang tersedia

Sosial Tenaga kerja yang terlibat Aksesibilitas

(1) Menghitung Indeks Sosial Ekonomi

Membentuk Skor

1. Prinsip skala ordinal

2. Penggunaan Skala Likert (Rensis Likert):

Jawaban berjenjang

Nilai setiap jawaban dijumlahkan (method of summated ratings)

Mudah dan sederhana (Nazir, 1985)

Contoh untuk kelimpahan : sangat banyak=5, banyak=4, cukup=3,

sedikit=2, sangat sedikit=1

pg. 25

Page 27: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

3. Membagi kelas (kelompok data) sesuai dengan kategori yang

diinginkan, contoh: 5 kelas seperti sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi,

kurang tinggi, sangat pendek

4. Menghitung batas bawah dan batas atas kelas berdasarkan beda nilai

max dan min dengan jumlah kelas yang diiinginkan

5. Teknik agregasi dengan rataan geometrik

Rumus:

Dimana:

NS=indeks nilai sosial ekonomi

E1..Ei =skor dari masing-masing peubah ekonomi

S1..Sj =skor dari masing-masing peubah sosial

(2) Pemetaan dengan ArcGIS

Setelah diperoleh Indeks Kerentanan Lingkungan, maka akan dipetakan dengan

menggunakan soft ware arcGIS.

3.6 Valuasi Ekonomi, Analisis Permintaan dan Multiplier Effect

Tujuan dasar dari TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan dari sumberdaya

alam melalui proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari

sumberdaya alam digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam

tersebut (Fauzi 2004). Dengan demikian biaya perjalanan dari lokasi asal ke lokasi tujuan

wisata dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut.

X = f(c, d, I, u,P) ...................................................................(2)

Dimana:

X = jumlah kunjungan

c = biaya perjalanan

d = jarak

I = pendapatan

u= umur

pg. 26

NS=( i+ j)√E1∗E2∗. . .∗Ei∗S1∗S2∗. ..∗S j

Page 28: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

P = harga barang substitusi.

Selanjutnya, fungsi biaya perjalanan dapat diduga dengan persamaan sebagai

berikut.

lnVt = βo + β1 ln TCi + β2 ln INCi ....................................(3)

Dimana:

Vt = Tingkat kunjungan

TCi = Biaya perjalanan

INCi = Pendapatan individu.

Untuk menentukan surplus konsumen dapat diestimasi dengan menggunakan

persamaan, sebagai berikut, (Christiansson 2000 dalam Adrianto 2006).

TCS = - Vi / β1 .......................................................................(4)

Dimana:

Csi = konsumen surplus individu

Vi = tingkat kunjungan individu

1 = nilai regresi dari biaya perjalanan/TC.

Nilai ekonomi lokasi rekreasi (total consumers surplus) dapat diestimasi dengan

menggandakan nilai surplus konsumen rata-rata individu dengan total kunjungan pada tahun

tertentu (Vt), dengan persamaan sebagai berikut.

TCS = CSi x Vt .................................................................(5)

Dimana:

TCS = Total consumers surplus

CSi = Konsumen surplus individu

Vt = Total kunjungan pada tahun analisis (tahun ke-t).

pg. 27

Page 29: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

3.7 Validitas model

Berdasarkan Hatrisari (2007) jenis data yang sering digunakan dalam pemodelan

adalah numerik, data tertulis dan mental. Data numerik adalah data yang berupa angka, dan

biasanya bersifat time series. Data tertulis dapat berupa prosedur operasi, struktur organisasi,

serta hal lainnya yang dapat dijadikan arsip. Data mental adalah semua informasi yang dimiliki

oleh orang, termasuk hal yang diceritakan dan cara bagaimana seseorang menentukan

keputusan. Data mental hanya dapat dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Proses

validasi ini bisa menggunakan tabel Sterman (2000) dalam Hatrisari (2007) sebagai arahan bagi

pengguna dalam memahami model. Forrester (1961) dalam Hatrisari (2007), menyatakan

bahwa model yang baik tidak saja tergantung kepada sifat numerik atau non numerik,

melainkan kepada kecermatan penyusun model dalam memilah variabel penting untuk

digunakan dalam model.

Menurut Hatrisari (2007), pengujian kesesuaian model dimaksudkan untuk (a)

melihat apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar, (b) melihat kesesuaian

prosedur perhitungan dan (c) meyakinkan bahwa model telah bebas dari kesalahan-kesalahan

teknis. Evaluasi model ditujukan untuk (a) melihat kesesuaian antara hasil model dengan

realitas dan (b) melihat kesesuaian antara hasil model dengan tujuan yang ditentukan pada

awalnya. Validasi model ditujukan untuk melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan

realitas bila model dijalankan dengan data yang lain. Sementara analisis sensitivitas

dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana model dapat digunakan apabila ada perubahan

pada asumsi. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas secara umum menyatakan sejauh mana

kesimpulan hasil model dapat berubah bila variabel model diubah.

3.8 Pendekatan Sistem dalam Pengelolaan Ekowisata Secara Bersama dan Adaptif

Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan merupakan suatu kerangka sistem

dimana elemen-elemen di dalamnya mengandung kompleksitas, ketidakpastian, perubahan

dan konflik. Ekowisata yang memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan

sebagai suatu konsep untuk pengelolaan mengandung kompleksitas, ketidakpastian,

perubahan dan juga konflik, dan juga terdapat interaksi antara elemen-elemen ekonomi,

sosial dan lingkungan. Menurut Nugroho (2011), interaksi yang tinggi dalam wilayah ekowisata

perlu diidentifikasi dan diuraikan menjadi faktor-faktor ekowisata, kemudian dioptimalkan

berlandaskan kaidah ilmiah, sehingga memungkinkan untuk melakukan perubahan-perubahan

yang senantiasa menuju atau mendekati gagasan (full idea) yang lebih baik dan berkelanjutan.

pg. 28

Page 30: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa relatif sulit untuk mengisolasi daerah

tujuan wisata dari interaksi dan pengaruh dari daerah sekitarnya atau dari elemen lainnya

dalam sistem ekowisata tersebut. Menurut Nugroho (2011), wilayah ekowisata menjadi sistem

atau wilayah terbuka yang dapat menerima aliran-aliran energi, materi dan informasi dari

wilayah sekitarnya. Berdasarkan Rambo (1981) dalam Nugroho (2011), yaitu the system model

of human ecology, maka dinamika wilayah ekowisata juga dapat digambarkan sebagai proses

kontinyu dari interaksi antara subsistem sosial, subsistem ekonomi dan subsistem ekologi.

Lebih jauh diuraikan, bahwa sebagai sebuah sistem terbuka, ekowisata dapat menerima input

dan mengeluarkan output nergi, materi dan informasi kepada subsistem sosial, subsistem

ekonomi dan subsistem ekologi. Aliran input dan output itu selain mempengaruhi internal

dinamic melalui struktur dan fungsi dari setiap komponen juga mencerminkan integritas dan

dinamika dari sistem secara keseluruhan. Begitu kompleks interaksi yang terjadi, Rambo

dalam Nugroho (2011) mengemukakan bahwa kecermatan dan kehati-hatian sangat penting

dalam menelaah sistem ekowisata ini.

3.8.1 Analisis Kebutuhan

Menurut Eriyatno (1998), pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian

permasalahan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah

kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap

efektif.

Tabel 4. Analisis Kebutuhan Para Pelaku Ekowisata

KomponenInformasi

PelakuPemerintah Masyarakat Pelaku Usaha

(Swasta)LSM Wisatawan

Jenis kegiatan pariwisata √√ √√ √√ √√ √√

Kondisi lingkungan tujuan wisata √√ √√ √ √√ √√

Pengelolaan lingkungan √√ √√ √ √√ √√

Adaptasi yang dimiliki stakeholders/mitra

√√ √√ √ √√ √

Adaptasi berbasis konstruksi √√ √ √ √√ -

Adaptasi berbasis ekologi √√ √ √ √√ -

Adaptasi berbasis perilaku √√ √ √ √√ -

Jumlah stakeholders yang memiliki perilaku ramah lingkungan

√√ √√ √ √√ √

Pendidikan/komunikasi mengenai climate change dan adapatasi

√√ √√ √√ √√ √√

Partisipasi stakeholder √√ √√ √√ √√ √√

pg. 29

Page 31: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Peningkatan jumlah kunjungan wisata

√√ √√ √√ √ -

Peningkatan lamanya wistawan menginap

√ √√ √√ √ -

Peningkatan pendapatan √√ √√ √√ √ -

Penyerapan tenaga kerja √√ √√ √ √√ -

Penerapan kebijakan/regulasi √√ √√ √√ √√ √

Penegakan hukum √√ √ √ √√ √

3.8.2 Formulasi Masalah

Tabel 5. Formulasi Masalah

3.8.3 Identifikasi Sistem

Menurut Hatrisari (2007), pada tahap ini pengkaji sistem mencoba memahami

mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara

“pernyataan kebutuhan” dengan “pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka

memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah

menyusun diagram lingkar sebab-akibat (Causal loop diagram) atau diagram input-output

(black box diagram).

pg. 30

Page 32: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Pendapatanmeningkat

Strategikegiatanadaptasi

Penerapankebijakan/

regulasi

Penegakanhukum

Jeniskegiatan

pariwisata

jumlahkunjungan

wisata

lama wisatawanmenginap

partisipasistakeholder Pendidikan/

komunikasibagi

stakeholder

Kondisilingkungan

Kondisilingkungan

tujuan wisata

Pengelolaanlingkungan

Stakeholderramah

lingkungan

Adaptasistakeholder

adaptasi basiskonstruksi

adaptasi basisekologi

adaptasi basisperilaku

Gambar 3. Diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop diagram)

sistem pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif

pg. 31

Page 33: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Pada diagram Input-Output berikut ini, digambarkan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja sistem pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif.

Gambar 4. Diagram masukan keluaran (black box diagram)

sistem pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif

pg. 32

Input Terkendali Jumlah kunjungan

wisata Jumlah

hotel/penginapan Jumlah pelaku usaha Jumlah UKM Jumlah aktivitas

komunikasi Penegakan hukum Pengetahuan tentang

isu adaptasi dan perubahan lingkungan

Output yang Tidak Diinginkan Rusaknya ekologi dan

lingkungan Rendahnya kesadaran

tentang isu ekowisata dan climate change

Meningkatnya pengangguran dan premanisme

Menurunnya jumlah kunjungan wisatawan

Pengelolaan Ekowisata Adaptif

kolaboratif Terhadap Perubahan

Lingkungan di Kab Lombok Utara

Input Tidak Terkendali Curah hujan Hari hujan Tinggi gelombang Sikap dan perilaku

tentang isu adaptasi dan climate change

Premanisme

TujuanModel Pengelolaan Ekowisata Adaptif kolaboratif Terhadap Perubahan Lingkungan di Kab

Lombok Utara

Output yang Diinginkan: Strategi dan kegiatan

adaptasi ekowisata yang partisipatif dan berkelanjutan

Pendapatan masyarakat dan daerah meningkat

Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan kegiatan adaptasi ekowisata yang partisipatif dan berkelanjutan

Input Lingkungan UU No. 27 thn 2007 ttg

Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP-3-K)

RAN-PI (Rencana Aksi Nasional-Perubahan Iklim)

RPJMN (Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional)

Roadmap Sektoral

Page 34: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

3.9 Model Pengelolaan Ekowisata Secara Bersama dan Adaptif

Model adalah tiruan dari keadaan yang nyata. Menurut Hatrisari (2007) model

merupakan penyederhanaan sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam

pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan

sebenarnya. Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin model dapat menggambarkan

seluruh proses yang terjadi dalam sistem. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan

beberapa faktor dalam sistem guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Model pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif dikembangkan pada

kondisi yang terjadi di lapangan dikombinasikan dengan studi literatur. Perangkat lunak yang

digunakan adalah Powersim. Konsep pengelolaan ekowisata yang akan dituangkan ke dalam

model ini adalah terdiri dari pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif dalam

kerangka lingkungan, ekonomi dan sosial, serta industri wisata itu sendiri. Karena itu, model

ini akan dikembangkan dengan memadukan empat submodel yang terdiri dari (1) submodel

sosial (2) submodel lingkungan (3) submodel ekonomi (4) submodel industri ekowisata.

3.10 Analisis pengembangan skenario pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif

Analisis pengembangan skenario kebijakan pengelolaan ekowisata secara bersama

dan adaptif dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Analisis prospektif merupakan

analisis untuk mengeksplorasi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dari

analisis ini akan didapatkan informasi mengenai faktor kunci, tujuan, serta keterlibatannya

sesuai dengan kebutuhannya di dalam sistem pengelolaan ekowisata secara bersama dan

adaptif. Selanjutnya Simulasi skenario dilakukan sebagai suatu rancangan kebijakan yang

memungkinkan dilakukan dalam keadaan nyata didasarkan pada model yang dibuat. Sebagai

suatu strategi pengelolaan keberlanjutan, kebijakan dilakukan melalui penyusunan skenario

yang telah dibuat. Ada dua skenario yang disimulasikan, yaitu : pertama, model skenario tetap

(kondisi eksisting) dengan laju % pertambahan keragaman hayati ekowisata (KHP) dan

kealamian pulau (KAP) sebesar % tertentu , dan kedua, model skenario tetap (kondisi

eksisting) dengan laju % penyusutan lingkungan (KHP) dan kealamiannya (KAP) sebesar %

tertentu. Faktor kunci ini digunakan untuk mendeskripsikan perubahan kemungkinan masa

depan pengelolaan ekowisata secara bersama dan adaptif yang berkelanjutan. Penentuan

pg. 33

Page 35: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

faktor kunci ini adalah pendapat pakar yang kompeten sebagai pelaku atau aktor di dalam

sistem pengelolaan ekowisata, dengan menggunakan kuesioner dan wawancara atau FGD.

Pengembangan membantu untuk menegakkan ketertiban dan arah pada

kompleksitas hubungan antara elemen-elemen dari sistem. Langkah-langkah yang perlu

dilakukan dalam penggunaan teknik ini adalah sebagai berikut (Eriyatno dan Sofyar 2007;

Marimin 2004; Eriyatno 2003) :

1) Identifikasi elemen: Elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat

diperoleh melalui penelitian, brainstroming, FGD, PRA dan lain-lain.

2) Hubungan konstektual: Sebuah hubungan konstektual antar elemen

dibangun, tergantung pada tujuan dari permodelan.

3) Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction

matrix/SSIM). Matriks ini mewakili elemen persepsi responden (pakar perikanan) terhadap

elemen hubungan yang dituju. Empat simbol (VAXO) yang digunakan untuk mewakili tipe

hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang dipertimbangkan adalah :

V : hubungan dari elemen Ei terhadap Ej, tidak sebaliknya.

A : hubungan dari elemen Ej terhadap Ei, tidak sebaliknya.

X : hubungan interrelasi antara Ei dan Ej (dapat sebaliknya).

O : menunjukkan bahwa Ei dan Ej tidak berkaitan.

4) Pembuatan matriks reachability (reachability matrix/RM): Sebuah RM yang

dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Aturan-

aturan konversi berikut menerapkan:

Jika hubungan Ei terhadap Ej = V dalam SSIM, maka elemen Eij = 1 dan Eji = 0

dalam RM;

Jika hubungan Ei terhadap Ej = A dalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 1

dalam RM;

Jika hubungan Ei terhadap Ej = O dalam SSIM, maka elemen Eij = 0 dan Eji = 0

dalam RM;

RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect

reachability, yaitu jika Eij = 1 dan Ejk = 1, maka Eik = 1.

5) Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam

level-level yang berbeda dari struktur ini. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap

elemen Ei dari sistem: reachability set (Ri), adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat

dicapai dari elemen Ei, dan antecedent set (Ai), adalah sebuah set dari seluruh elemen dimana

elemen Ei dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, dimana Ri = Ri ∩ Ai, adalah

pg. 34

Page 36: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen diidentifikasi seperti elemen-

elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi

untuk level-level berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh

elemen sistem dikelompokkan ke dalam level-level yang berbeda.

6) Pembuatan matriks canonical: Pengelompokan elemen-lemen dalam level

yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian besar dari elemen-

elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan

untuk mempersiapkan digraph.

7) Pembuatan Digraph: adalah konsep yang berasal dari directional graph

sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan langsung, dan level hierarki.

Digraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical. digraph awal tersebut selanjutnya

dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digraph akhir.

8. Pembangkitan Interpretative structural modelling: dibangkitkan dengan

memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh

sebab itu, ada gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur

hubungannya

pg. 35

Page 37: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Daftar Pustaka

Amir, Sadikin. 2011. Disertasi. Optimasi Pemanfaatan Wisata Bahari Bagi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Berbasis Mitigasi (Kasus Kawasan Gili Indah Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 2009. Kajian Risiko dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat: Analisis dan Proyeksi Kenaikan Muka Laut dan Iklim Ekstrim. Kerjasama Republik Indonesia-Republik Federal German. GTZ. Kementerian Lingkungan Hidup. WWF. Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lombok.

Barnett, Jon. 2001. Adapting to Climate Change in Pacific Island Countries: The Problem of Uncertainty. Elsevier Science Ltd. Great Britain.

Boer, R., Heriansyah, A., Impron, Dasanto, B. D., Suciantini, Hartati, F., et al. (2009). Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Daerah Rawa yang Sudah Dikembangkan. Bogor: CCROM SEAP - Pusat Kajian Peluang dan Resiko Iklim Kawasan Asia Tenggara.

Craig, R. K. (2008). Coral Reefs, Fishing, and Tourism: Tensions in U.S. Ocean Law and Policy Reform. Stanford Environmental Law Journal vol. 27:3.

Dirawan, Gurfan Darma. 2006. Ringkasan Disertasi. Strategi Pengembangan Ekowisata: Studi Kasus Suaka Margasatwa Mampie Lampoko. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eriyatno. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor

Hanafi, Febryanto Rakhmat. Ciptomulyono, Udisubakti. 2010. Jurnal. Penentuan Prioritas Pembangunan Pariwisata di Pulau Lombok Dengan Menggunakan Metode Location Quotient (LQ) dan Analytical Network Process (ANP). Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Surabaya.

Hatrisari. 20017. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor.

Hilman, M., et al. 2007. Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Hindriani, Heny. 2010. Makalah. Model Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Klock, J. (2008). Artikel. Hystoric Hydrologic Landscape Modification and Human Adaptation in Central Lombok, Indonesia from 1894 to the Present.

Lise, W., Tol, R. S. 2002. Impact of Climate on Tourist Demand. Climatic Change 55: 429–449, 2002 - Kluwer Academic Publishers, Netherlands.

Mahmud. Skenario Perubahan Variabilitas Iklim Indonesia . Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global: Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN. Jakarta

pg. 36

Page 38: Sustainable Excellence - Melakukan Nasehat Anda, Aron Cramer, Zachary Karabel

Mangunjaya, Fachruddin Majeri. 2012. Ringkasan Disertasi. Desain Ekopesantren Dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Marimin. 2004. Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Cetakan kedua. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangungan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Rani, C. 2007. Perubahan Iklim: Kaitannya dengan Terumbu Karang. Universitas Hasanudin. Makassar.

Scott, Daniel. 2007. Climate Change and Tourism: Responding to Global Challenges. UNWTO. UNEP. WMO.

Shurland, Deirdre. De Jong, Pieter. 2008. Disaster Risk Management For Coastal Tourism Destinations Responding To Climate Change: A Practical Guide for Decision Makers. UNEP. ISDR. CAST. Paris.

Sutamirhardja, RTM. 2009. Perubahan Lingkungan Global: Sebuah Antologi Tentang Bumi Kita. Yayasan Pasir Luhur Bogor. Bogor.

Wicaksono, Andhie. Inisiatif Dalam Pengembangan Wisata Budaya : Kasus Desa Miau Baru.

Santoso, Heru. Tjiu, Albertus. Muhammad, Ari. 2011. Vulnerability of Ecosystem Dependent Villagers to Climate Variability: A Case Study From Two Villages by The Sentarum Lake-Kalimantan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia & World Wide Fund. Bandung.

Sasmoyo, Sasmiyarsi K. 1997. Pengelolaan dan Upaya Pengembangan Wisata Bahari Berwawasan Lingkungan dan Berkesinambungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan ITB. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Simpson, M., Gossling, S., Scott, D., Hall, C. M., & Gladin, E. (2008). Climate Change Adaptation and Mitigation in the Tourism Sektor: Frameworks, Tools and Practices. UNEP, University of Oxford, UNWTO, WMO. Paris. France.

Sutamirhardja, RTM. 2009. Perubahan Lingkungan Global: Sebuah Antologi Tentang Bumi Kita.Yayasan Pasir Luhur Bogor. Bogor.

Syarifudin, Ahmad. Sudarsono, Dwi. Hakim, Muhammad Ridha. Moeliono, Ilya M. Sulistyono. Kukuh, T. 2011. Rinjani Terluka: Jejak Pergulatan Mengembalikan Makna. Santiri Foundation. Mataram.

UNDP Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. UNDP Indonesia. Jakarta.

pg. 37