Sustainable Development-Paradigma Baru

21
1 SUSTAINABLE DEVELOPMENT: PARADIGMA BARU DALAM KEBIJAKAN BANK DUNIA 1 Oleh: Lindra Darnela 2 INTISARI Tulisan ini membahas tentang adanya perubahan paradigma baru dalam kebijakan Bank Dunia dalam memberikan bantuan terhadap proyek-proyek pembangunan terutama kepada negara berkembang. Hal ini muncul karena adanya kritik dari para aktivis lingkungan yang melihat adanya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek-proyek tersebut. Selanjutnya analisis terhadap hal-hal yang menjadi konsekuensi bagi Bank Dunia dan tantangan yang dihadapi ketika mengambil paradigma “Pembangunan Berkelanjutan”. Tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif-analisis dengan melihat perkembangan perekonomian internasional dengan menggunakan kebijakan (hukum) sebagai pemecahan masalah. Tulisan ini “mendialogkan” antara dua mata sisi hukum yaitu hukum ekonomi internasional dan hukum lingkungan internasional, meskipun tidak begitu “akrab” dengan pasal-pasal yang menjadi trend dalam wacana hukum. 1 Tulisan ini dimuat di SOSIO-RELIGIA, Vol.6, No 5, Agustus 2007 2 Dosen Hukum Internasional Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Transcript of Sustainable Development-Paradigma Baru

Page 1: Sustainable Development-Paradigma Baru

1

SUSTAINABLE DEVELOPMENT: PARADIGMA BARU DALAM KEBIJAKAN

BANK DUNIA1

Oleh: Lindra Darnela2

INTISARI

Tulisan ini membahas tentang adanya perubahan paradigma baru dalam

kebijakan Bank Dunia dalam memberikan bantuan terhadap proyek-proyek

pembangunan terutama kepada negara berkembang. Hal ini muncul karena

adanya kritik dari para aktivis lingkungan yang melihat adanya kerusakan

lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek-proyek tersebut. Selanjutnya analisis

terhadap hal-hal yang menjadi konsekuensi bagi Bank Dunia dan tantangan yang

dihadapi ketika mengambil paradigma “Pembangunan Berkelanjutan”. Tulisan ini

menggunakan pendekatan deskriptif-analisis dengan melihat perkembangan

perekonomian internasional dengan menggunakan kebijakan (hukum) sebagai

pemecahan masalah. Tulisan ini “mendialogkan” antara dua mata sisi hukum

yaitu hukum ekonomi internasional dan hukum lingkungan internasional,

meskipun tidak begitu “akrab” dengan pasal-pasal yang menjadi trend dalam

wacana hukum.

1 Tulisan ini dimuat di SOSIO-RELIGIA, Vol.6, No 5, Agustus 2007 2 Dosen Hukum Internasional Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Page 2: Sustainable Development-Paradigma Baru

2

PENGANTAR

Pasca Perang Dunia II, timbul kesadaran baru bagi masyarakat

internasional terutama negara-negara maju bahwa perkembangan ekonomi

merupakan tujuan yang penting untuk memulihkan perekonomian internasional

dari keterpurukan. Hal ini dikemukanan pertama kali dalam Atlantic Charter

tahun 1941 dengan prinsip ”Freedom of War” yang berpengaruh besar terhadap

para pemimpin negara-negara besar untuk membantu kemiskinan yang diderita

oleh negara-negara berkembang.3 Untuk mewujudkan ”Orde Baru” tersebut,

maka pada tahun 1946 diadakan Konferensi Bretton Woods dengan jargon untuk

mengatur tata cara perekonomian internasional.4

Deskripsi di atas, banyak dianggap orang sebagai hal yang

melatarbelakangi dibentuknya International Bank of Recontruction and Development

(IBRD) yang lazim disebut “Bank Dunia”.5 Akan tetapi jika ditinjau dari falsafah

yang mendasari lembaga yang dibentuk pada tahun 1946 ini, diketahui bahwa

awalnya bank tersebut dibentuk sebagai usaha yang disponsori oleh Amerika

Serikat untuk pembangunan kembali Eropa dan Jepang (termasuk Amerika

sendiri), bukan sebagai usaha internasional dalam rangka menyalurkan bantuan

kepada negara-negara berkembang.6 Terbukti sampai tahun 1964, kurang lebih

sepertiga dari pengeluaran mereka (Bank Dunia) masih diberikan untuk negara-

negara maju.

Selain itu, negara-negara miskin hanya berpartisipasi secara formal belaka

dalam pengambilan keputusan ekonomi dunia. Saran mereka hampir tidak

diminta bila kesepuluh negara-negara industri bersama-sama berkumpul untuk

mengambil keputusan-keputusan penting tentang masa depan ekonomi dunia

dan kekuatan 7suara mereka di Bretton Woods sebagai cikal bakal dibentuknya

3 Irawan dan M. Suparmoko, Ekonomika Pembangunan, (Yogyakarta: BPFE, 1995), hlm.166. 4 Joseph Gold, Legal Institutional Aspects og the International Monetary System, (Washington

DC: IMF, 1984). 5 Sidik D. Saputra, artikel “ICSID dan MIGA: Lembaga Internasional untuk Meningkatkan

Arus Penanaman Modal”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.8, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999), hlm.60.

6 Mahbub ul Haq, “Dunia Ketiga dan Tata Ekonomi Ketiga”, Peranan Hukum dalam Perekonomian di Negara Berkembang, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm.454.

7 Ibid, hlm.313.

Page 3: Sustainable Development-Paradigma Baru

3

Bank Dunia dan International Monetary Foud (IMF), kurang dari sepertiga dari

jumlah keseluruhan.

Terlepas dari perdebatan tersebut, orientas Bank Dunia ini diharapkan

mampu menangani pendanaan, khususnya menjembatani antar investor-investor

dari negara-negara maju dalam membantu perekonomian di negara-negara

berkembang.8 Pembangunan perekonomian bagi negara berkembang diharapkan

mampu untuk menunjang perekonomian dunia. Sayangnya, modal yang

dikeluarkan oleh Bank Dunia banyak yang merugikan lingkungan dengan adanya

eksploitasi terhadap sumber-sumber daya alam tanpa ada upaya yang efektif

untuk menanggulangi kecenderungan yang berdampak negatif terhadap

lingkungan.9 Selain itu, adanya penggunaan teknologi yang diadopsi dari negara

maju yang belum tentu cocok dengan kondisi alamnya, sehingga mengancam

ekosistem yang ada dan akan datang. Masalah lingkungan, diperlakukan sebagai

masalah sektoral yang seolah-oleh memiliki dunianya sendiri; lingkungan di satu

pihak dan pembangunan di pihak lain.

Dikotomi seperti ini menimbulkan counter argument dari para aktivis

lingkungan untuk mencegah timbulnya interaksi ekonomi dan ekologi yang

memberi dampak negatif dan bencana. Kesadaran tersebut muncul dengan

timbulnya kerusakan sumberdaya alam seperti yang terjadi di Afrika dengan

menjual binatang-binatang yang langka untuk membayar hutangnya, atau

teknologi yang muncul menawarkan janji produktifitas yang lebih tinggi,

peningkatan efisiensi dan penurunan pencemaran. Banyak di antaranya yang

membawa resiko baru berupa bahan kimia dan limbah beracun yang baru

ataupun kecelakaan yang jenis maupun skalanya di luar kemampuan mekanisme

yang ada.10

Dengan melihat akibat tersebut, maka lebih dari satu dasawarsa lalu, benih-

benih gerakan reformasi Bank Dunia mulai ditebarkan ketika sekelompok

8 Ciri khas suatu Negara berkembang menurut W. G. Friedman adalah adanya

kesenjangan tajam antara keadaan ekonomi dan sosialnya, lihat: Wolfgang G. Friedman, artikel “Peranan Hukum dan Fungsi Ahli Hukum di negara Berkembang”, Ibid, hlm.363.

9 Sidik D. Saputra, Op Cit, hlm.28. 10 The World Commision on Environment on Development (WCED), Hari Depan Kita

Bersama, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm.23-24.

Page 4: Sustainable Development-Paradigma Baru

4

pembela lingkungan di Amerika Serikat melakukan protes terhadap kerusakan

ekologis yang diakibatkan oleh proyek yang di dukung Bank Dunia di Indonesia

dan Brazil. Karena kritik-kritik eksternal terseut disampaikan melalui tekanan

kongres Amerika Serikat dan didukung oleh kritik dari dalam institusi, maka

Bank Dunia pada akhir tahun 80-an mengakui pentingnya untuk mengantisipasi

dan mengurang dampak buruk ekologis dan pinjamannya. Sejak saat itu, Bank

Dunia mengambil beberapa langkah kecil untuk memperbaiki kinerja lingkungan.

Akan tetapi agar terjadi perubahan orientasi dari penekanan pada pertumbuhan

ekonomi ke pendekatan yang konsisten dengan keberlanjutan lingkungan, maka

perlu ada lompatan jauh ke muka.

Sejak Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan tahun 1992

yang menghasilkan The Rio Declaration on Environtment and Develompment, Bank

Dunia mengadopsi retorika “Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Berkelanjutan” (Sustinable Development)11 yang mengintegrasikan aspek

perlindungan lingkungan dalam kegiatan pembangunan dan vise versa

mempertimbangkan aspek pembangunan dalam program-program perlindungan

lingkungan.12 Selain itu, Laporan Pembangunan Dunia Bank Dunia 1992 tentang

”Pembangunan dan Lingkungan” merancang pendekatan yang ditujukan pada

masalah lingkungan.

Laporan tersebut membuat suatu peryataan yang jelas bahwa negara-

negara maju harus memikul tanggung jawab utama dalam masalah lingkungan

global seperti perubahan iklim dan penipisan lapisan ozon. Beberapa tahun

terakhir ini, Bank Dunia telah merinci seperangkat kebijakan dan prosedur

lingkungan, dan menambah jumlah pinjaman yang dikucurkan untuk proyek-

11 The World Commision on Environment on Development (WCED) mendefinisikan

“Sustainable Development” sebagai: development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own need, yaitu pembangunan yang dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sekarang, tidak boleh mengurangi kemampuan gererasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, lihat: Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), hlm.10.

12 Marsudi Triatmodjo, artikel “Peran dan Fungsi Soft Law dalam Perkembangan Hukum Internasional tentang Hukum dan Lingkungan Hidup”, Mimbar Hukum, hlm.41.

Page 5: Sustainable Development-Paradigma Baru

5

proyek yang berinisiatif terhadap “lingkungan” (terutama pada pengendalian

polusi), di samping pada proyek lain.

Ketika Bank Dunia melaksanakan perbaikan lingkungan, implementasi

prosedur lingkungan pada proyek demi proyek dilaksanakan tidak merata, dan

sering gagal dalam pencapaian sasaran positif yang telah ditentukan dalam

kebijakan-kebijakan Bank Dunia. Ada kesepakatan bahwa “pendekatan”

mengurangi Bank Dunia terhadap dampak pembangunan yang merugikan

lingkungan adalah tidak mencukupi untuk memastikan keberlanjutan lingkungan

tercapai, baik pada tingkat lokal, regional, maupun pada tingkat global.

Bank Dunia sebagai lembaga, belum mempertanyakan kecocokan antara

keberlanjutan lingkungan dengan paradigma pembangunan yang ada, yang

menundukkan sasaran pembangunan lain pada pertumbuhan ekonomi dan

efisiensi. Memang benar bahwa Bank Dunia bisa dikritik karena gagal

menggalakan perubahan pro-lingkungan, yang konsisten dengan paradigmanya

saat ini, seperti pencabutan subsidi yang mendorong eksploitasi berlebih atas

sumber alam. Adalah cukup adil untuk mengatakan bahwa kemajuan-kemanjuan

yang dicapai selama ini sekedar perbaikan tambal sulam dengan cara “bisnis as

usual”, sama sekali belum merupakan perubahan-perubahan paradigma ke arah

pendekatan “keberlanjutan” yang diperlukan.

Pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada peran Bank Dunia yang

diharapkan harus bergerak dari pendekatan yang dipakai sekarang ini, ke

pendekatan yang menjadikan keberlanjutan sebagai tujuan utama operasi seluruh

Bank Dunia dan keberlanjutannya. Bank Dunia selaku pelaksana utama bagi

pembiayaan multilateral untuk negara-negara berkembang, maka ia dituntut

untuk dapat mendukung proyek-proyek dalam kebijaksanaan yang sehat ditinjau

dari segi lngkungan dan harus mendukung tujuan pembangunan yang lebih luas

dan berjangka panjang dibanding sekarang ini dengan memperhatikan:

pertumbuhan, sasaran sosial dan dampak lingkungannya.13

13 Emil Salim, Kata Pengantar “Pola Pembangunan Terlanjutkan”, Hari Depan Kita bersama, hlm.XVIII.

Page 6: Sustainable Development-Paradigma Baru

6

Tulisan ini lebih lanjut akan membahas tentang: 1) Dimulai dengan

ringkasan kritik dari luar terhadap kinerja lingkungan. 2) Memaparkan dan

menilai tanggapan Bank Dunia terhadap kritik tersebut melalui rincian kebijakan,

proyek-proyek, instruktur, instrumen perencanaan dan hasil-hasil analisis Bank

Dunia. 3) Diakhiri dengan sebuah analisis mengenai tantangan perubahan

pendekatan Bank Dunia: dari sebuah ”pendekatan meringankan” kepada suatu

”pendekatan keberlanjutan” dalam isu-isu lingkungan.

A. Kritik Aktivitas Lingkungan terhadap kinerja Bank Dunia

Kritikan terhadap kinerja lingkungan Bank Dunia telah menjadi

ujung tombak usaha mereformasi Bank Dunia sejak awal tahun 80-an.

Advokasi atas pembaharuan pada Bank Dunia diperluas lagi dengan

penekanan pada keadilan sosial dan pemerintahan, namun terus menerus

dikaitkan dengan gerakan lingkungan.

Selama beberapa tahun, LSM lingkungan di Utara dan Selatan

menyampaikan keprihatinannya secara langsung pada Bank Dunia, juga pada

anggota pemerintahan yang lainnya, dan meningkatkan usaha advokasi

mereka. Di Amerika Serikat, gema kritik atas sepak terjang Bank Dunia dalam

soal lingkungan dipernyaring melalui Kongres Amerika Serikat dan

Pemerintah AS melalui proses dan instruksi pada Direktur Eksekutif Amerika

Serikat.14 Usaha Advokasi yang sama juga dilakukan di Eropa dan Jepang dan

mendapat dukungan yang lebih luas dari badan legislatif dan badan eksekutif

pada para pemegang saham lain. Bank Dunia akhirnya menjadi tanggap

terhadap kritikan ini, dan telah menyusun perbaikan dalam berbagai

kebijakannya. Adapun kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para aktivis

lingkungan tersebut, antara lain:

1. Proyek-proyek yang merusak lingkungan.

Kritik lingkungan atas Bank Dunia pada awalnya berpusat pada

dampak merugikan dari suatu proyek atau program. Sebagai contoh, para

14 www.worldbank.com

Page 7: Sustainable Development-Paradigma Baru

7

aktivis lingkungan yang menuduh bahwa pinjaman Bank Dunia pada

program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan

pembangunan jalan menembus hutan tropis Amazon Brasil, telah

mempercepat laju penggundulan hutan tropis di negara-negara tersebut.

Proyek-proyek swasta yang didukung oleh Group Bank Dunia terus

menjadi pintu masuk bagi kritik lingkungan. Baru-baru ini, fokus tersebut

telah bergeser ke proyek yang didukung oleh bagian pinjaman sektor

swasta dan asuransi dari Group Bank Dunia, yaitu IFC dan MIGA.15

Sebagai contoh bantuan MIGA untuk operasi penambangan Freeport-

McMoRan's di Irian Jaya, Indonesia yang pada saat ini berada dalam

pengawasan (contoh kasus terbaru yang terjadi di Indonesia adalah

meluahnya lumpur panas yang diakibatkan kebocoran pipa oleh PT.

LAPINDO BRANTAS Surabaya yang merupakan anak perusahaan dari

Bakri Group). Sejumlah LSM baru-baru ini melaporkan kepada Dewan

Direktur bahwa MIGA telah gagal dan memperhitungkan dampak

lingkungan dari peningkatan tiga kali lipat ekspansi dan kegiatan

penambangan, yang sekarang membuang 100,000 ton limbah

pertambangan ke dalam sungai-sungai lokal setiap harinya. Hal tersebut

ditunjang dengan fakta bahwa para investor tidak saja membawa modal

yang diperlukan negara berkembang, mereka juga membawa berbagai

keterampilan teknis yang dapat dialihkan pada tenaga kerja setempat dan

15 Multilateral Investment Guaranted Agency (MIGA) merupakan suatau badan khusus PBB

untuk manyangga campur tangan negara berkembang dan mencegah usaha politisasi sengketa investasi. Badan ini juga untuk mendorong investasi asing ke negara berkembang dan mengeluarkan jaminan asuransi terhadap beberapa resiko nonkomersial (seperti nasionalisasi, kerusuhan sosial, dan pengambilalihan), dan melakukan kegiatan promosi jaminan resiko termasuk pembatasan transfrer uang dan ingkar janji kontrak. Lihat: Sidik D. Saputra, artikel “ICSID dan MIGA: lembaga internasional untuk Meningkatkan Arus Penanaman Modal”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.8, hlm.60

15 Ibrahim F.I Shihata, Factor Influencing the Flow of Foreign Investment and the Relevance of Multilateral Investment Guarntee Scheme, Vol.21, No.3 9 (The International Lawyers, 1987), hlm.675.

Page 8: Sustainable Development-Paradigma Baru

8

mendapat keuntungan dari dimasukkannya pada proyek investor

teknologi baru yang belum dimiliki negara berkembang.16

2. Strategi Lingkungan yang Tidak Berkelanjutan

Para aktivis lingkungan juga mengkritik Bank Dunia yang telah

gagal untuk memajukan strategi-strategi pembangunan sektoral yang

lingkungan berkelanjutan. Sebagai contoh, kebijakan kehutanan tahun

1991, pinjaman Bank Dunia pada sektor kehutanan cenderung ditekankan

pada produksi kayu dari pada biaya konservasi dan target pembangunan

pedesaan.17 Di sektor pertanian, Bank Dunia menopang ” Revolusi Hijau”

suatu teknologi yang telah dikritik tajam karena memerosotkan

keanekaragaman hayati dari sistem agronomi, disamping meningkatkan

polusi dan kcsehatan manusia yang diakibatkan oleh penggunaan

pestisida.

Hal tersebut menjadi mafhum jika kita berkaca pada perumusan

kebijakan pertanian dalam Uruguay Round, ketika pertanian dianggap

sebagai sektor yang pada dasarnya bersifat multi dimensional dengan

kemungkinan dampak politik dan sosial yang cukup luas. Perdagangan

dalam bidang pertanian tidak hanya menyentuh kegiatan ekonomi, tetapi

unsur sosial dan budayapun berperan, sehingga setiap upaya untuk

mengadakan reformasi dibidang ini, selalu terbentur dengan aspek-aspek

tersebut. Sebaliknya, kompleksnya permasalahan tersebut juga seringkali

digunakan sebagai alasan untuk tidak melakukan apa-apa sehingga sektor

pertanian secara optimal dalam Punta del este Declaration.18

Pada sektor tenaga listrik, pinjaman Bank Dunia menjadi bias ke

pembangkit listrik fosil19 dengan mengesampingkan investasi pada energi

16 Ibrahim F.I Shihata, Factor Influencing the Flow of Foreign Investment and the Relevance of a

Multilateral Investment Guarantee Scheme, Vol. 21, No.3, (The International Lawyers, 1987), hlm.675. 17 OED, Conditional Lending Experience in World Bank Financed Forestry Projects, 1994. 18 H.S. Kartadjoemea, GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI Press, 1997),

hlm.108. 19 Penggunaan bahan baker fosil telah meningkat hamper 30 kali lipat yang berlangsung

sejak tahun 1950, berdasarkan data dari World Bank, World Development Report 1984, (New York: Oxpord University Press, 1984)

Page 9: Sustainable Development-Paradigma Baru

9

alternatif skala kecil hemat energi dan dapat diperbaharui. Yang terakhir,

Bank Dunia dikecam habis lantaran menggalakkan pengembangan

transportasi jalan raya dengan mengorbankan sistem transportasi kereta

api di negara-negara ekonomi transisi Eropa Timur.

3. Kebijakan Ekonomi Makro dan Program Penyesuaian Struktural yang

Buta Lingkungan

Bank Dunia juga telah dikritik akibat kegagalannya

mempertimbangkan aplikasi lingkungan dari program penyesuaian

struktural dan nasehat kebijakan ekonomi makronya. Sebagai contoh,

penghapusan pajak ekspor pada komoditi pertanian pembabatan hutan

telah mengabaikan ketetapan tentang hak milik, hal tersebut tidak sesuai

prinsip demokrasi modern,20 dengan menyediakan insentif bagi para

kontraktor untuk semakin meluaskan area pembabatan dan pembukaan

lahan kehutanan mereka. Sementara banyak aspek perbaikan ekonomi

makro yang dapat bermanfaat terhadap lingkungan, contohnya dengan

dihapuskannya subsidi yang menganjurkan pestisida atau energi secara

berlebihan, maka manfaat-manfaat yang telah dicapai itu berkembang

menjadi semacam artefak atau bukti sejarah dari sasaran kebijakan efisiensi

ekonomi Bank Dunia dibanding desainnya.

4. Kegagalan dalam Soal Lingkungan Global

Bank Dunia telah disalahkan akibat kegagalannya untuk

mengambil peran pelopor pada isu-isu lingkungan global, bahkan tidak

memasukkan biaya dan manfaat lingkungan global ke dalam analisis dan

programnya tingkat negara peminjam. Yang paling kontoversial adalah

sejauh mana investasi Bank Dunia dalam sektor energi memperhitungkan

sumbangan mereka dalam masalah perubahan iklim global. Ketika Bank

Dunia membiayai pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil,

20 Demokrasi modern menyebabkan meningkatnya modifikasi hak-hak individu menjadi

kewajiban-kewajiban sosial terhadap para tetangga dan masyarakat, di mana mengekang kebebasan memiliki dengan tanggung jawab sosial yang melekat para hak milik. Lihat: W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer, Jilid III, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), hlm. 56.

Page 10: Sustainable Development-Paradigma Baru

10

hal demikian jelas ini memberikan dampak yang tidak netral atas

peningkatan emisi gas rumah kaca.21

Kritik lain mengatakan bahwa Bank Dunia terlalu optimis dalam

proyeksi penyediaan makanan, gagal dalam memperhitungkan faktor

degradasi lingkungan dan kelangkaan sumber daya.22

5. Kaitan antara Lingkungan dengan Kemiskinan

Banyak pihak berpendapat bahwa Bank Dunia harus

bertanggung jawab atas ”dosa-dosa” dengan mengabaikan degradasi

lingkungan, karena negara negara termiskin, dan rakyat miskin di pelosok

negara, mengalami penderitaan yang luar biasa dari efek hancurnya

sumber daya alam dan kontaminasi ekosistem. Selain itu, diversifkasi cara-

cara yang dapat menghapuskan kemiskinan dan tekanan ekologi terhalang

oleh proteksionisme dan oleh menipisnya arus dana ke negara-negara yang

paling memerlukan pembiayaan internasional.23

Pandangan awam bahwa masyarakat harus membuat ”pilihan

mana yang lebih dahulu” antara lingkungan dan pengurangan kemiskinan,

telah dibantah oleh analisa dan pengalaman, dan ada bukti dimana Bank

Dunia tidak mengambil langkah yang memadai untuk ”sama-sama

menang" atas kedua sasaran tersebut.

Penurunan pinjaman Bank Dunia di sektor pertanian dan

pembangunan pedesaan lainnya tiada lain berarti menurunnya investasi

untuk si rakyat miskin. Ketidakstabilan harga yang merugikan negara-

negara berkembang membuat meraka tidak mampu mengelola sumber

21 “Efek Rumah kaca” merupakan salah satu ancaman terhadap sistem pendukung

kehidupan, akibat langsung penggunaan sumber daya meningkat. Pembakaran bahan bakar fosil, penerbangan serta pembakaran hutan melepaskan CO2, akumulasi CO2 dan gas-gas lainnya dalam atmosfer menahan radiasi matahari dekat permukaan bumi sehingga menyebabkan naiknya suhu bumi. Hal inipun dapat menyebabkan naiknya permukaan laut dalam 45 tahun mendatang. Lihat: FAO, Fluelwood Supplies in Developing Country, Forestry Paper No. 42, (Rome: t.p., 1983).

22 Emil Salim, Op.Cit., Hlm. Xviii. 23 UNCTAD, Hand Book of International Trade and Dvelopment Statistic 1985 Supplement, (New

York: t.p., 1995).

Page 11: Sustainable Development-Paradigma Baru

11

daya alam untuk produksi yang berlanjut.24 Pemusnahan aset-aset alam

seperti hutan untuk keuntungan-keuntungan sesaat yang sering

dipromosikan oleh Bank Dunia dibanyak kesempatan, tidak hanya

menimbulkan akibat yang merugikan pada para penduduk hutan, tapi

dalam jangka panjang juga memiskinkan masyarakat secara keseluruhan.

Guna mencapai sasaran pokok mengurangi kemiskinan, Bank Dunia juga

harus mengejar sasaran 5. Hubungan Lingkungan dengan Pemerintah

Laporan Pembangunan Dunia Bank Dunia tahun 1992 mengakui

perlunya kebijakan dan institusi pemerintahan yang kuat dan didukung

oleh masyarakat umum untuk menjawab permasalahan lingkungan. Kritik-

kritik kepada Bank Dunia menuduh bahwa melalui bantuan untuk

penyesuaian struktural dan swastanisasi,Bank Dunia baik langsung atau

tidak langsung melemahkan kapasitas pemerintah untuk menjaga

lingkungan. Pada saat yang sama, kerja Bank Dunia dianggap belum cukup

untuk memabantu perkembangan munculnya lembaga-lembaga

masyarakat yang dapat memainkan peranan sebagai pengawas, menagih

akuntabilitas pihak pemerintah dan perusahaan swasta agar mematuhi

standar lingkungan.

B. Tanggapan Bank Dunia

Dalam menghadapi kritikan-kritikan tersebut, Bank Dunia

menanggapi dengan tiga aspek: Pertama, elaborasi dan perbaikan sejumlah

kebijakan lingkungan, kedua, menaikkan jumlah pinjaman untuk proyek-

proyek yang target utamanya perlindungan lingkungan dan ketiga

penambahan jumlah staff serta struktur organisasi yang ditujukan untuk

mendukung pelaksanaan proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan tersebut.

Langkah besar yang dilakukan baru-baru ini oleh Bank Dunia

adalah diselenggarakannya konsultasi atas kaji ulangnya tentang kebijakan

lingkungan, dengan ini maka akan ada strategi baru yang meskipun statusnya

24 World Commission on Environment and Development, Hari Depan Kita Bersama,

(Jakarta: Gramedia, 1997), hlm.93.

Page 12: Sustainable Development-Paradigma Baru

12

bukan suatu kebijakan yang mengikat, namun kebijakan baru ini akan

mempengaruhi sikap keseluruhan Bank Dunia terhadap isu-isu pembangunan

yang berkelanjutan, dengan 3 sasaran:

1. Memperbaiki mutu kesehatan dengan mengurangi bahaya lingkungan

terhadap masyarakat.

2. Meningkatkan mutu hidup dengan mendukung manajemen sumber daya

alam yang berkelanjutan.

3. Mengurangi kerentanan terhadap risiko-risiko lingkungan seperti bencana

alam nasional dan perubahan iklim.25

1. Kebijakan Lingkungan Berkelanjutan

Bank Dunia untuk pertama kali menyusun prosedur analisis

lingkungan (EA) pada tahun 1980, kemudian disusun dalam sebuah

petunjuk operasional pada tahun 1909. Kebijakan EA sangat penting tidak

hanya sebagai alat untuk memaksa Bank Dunia dan negara peminjam

untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari projek yang

dimaksud, namun juga merupakan kebijakan pertama yang mengharuskan

keterbukaan informasi proyek-proyek sebelum dilakukan pertimbangan

oleh Dewan.

Sebagai tambahan terhadap kebijakan semacam EA yang sifatnya

prosedural, dan kebijakan-kebijakan tentang dampak sosial, Bank Dunia

telah mengembangkan kebijakan khusus yang berkaitan dengan

manajemen pestisida pertanian, hutan, habitat-habitat alam, energi, dan

manajemen sumber daya air.26 Kebijakan sektoral semacam ini berisi

campuran antara statement-statement umum yang memiliki tujuan positif

dari isu-isu yang ditangani oleh Bank Dunia dan penerapan syarat-syarat

khusus atau larangan dari suatu pinjaman. Sebagai contoh, kebijakan sektor

kehutanan menganjurkan dukungan Bank Dunia untuk adanya reformasi

kebijakan di sektor kehutanan, dan di pihak lain, melarang pinjaman untuk

25 www.worldbank.org/environment/stategy. 26 Pinjaman untuk pertanian, kehutanan, perikanan dan energi biasanya dilakukan

berdasarkan criteria ekonomi yang sempit yang tidak memperhatikan efek lingkungan, lihat: WCDE, Op.Cit., hlm.106.

Page 13: Sustainable Development-Paradigma Baru

13

penebangan hutan terutama di hutan tropis.

2. Proyek-proyek Lingkungan

Cara lain yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk menunjukkan

komitmennya terhadap lingkungan adalah melalui meningkatkan jumlah

pinjaman yang diberikan untuk proyek-proyek "berwawasan lingkungan"

beserta komponen-komponen proyek yang ditambahkan ke dalam

program pinjaman regularnya.

3. Komposisi Staff Lingkungan

Untuk menjalankan proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan

lingkungannya, Bank Dunia telah mendirikan unit-unit lingkungan di

kantor pusat dan di kantor perwakilannya, dan mengaku bahwa jumlah

staf teknik lingkungannya telah meningkat menjadi lima kali lipat sejak

akhir 80-an.

Pada tahun 1993, Bank Dunia membentuk sebuah jabatan baru,

wakil kepresidenan yang baru untuk pembangunan berwawasan

lingkungan (ESDVP), yang diketuai oleh oleh Ismail Serageldin, bekerja

sama dengan Departemen Lingkungan, Pertanian, dan Sumber Daya Alam

serta Departemen Perhubungan, Perairan dan Pembangunan Perkotaan

Baru-baru ini presiden James Wolfensohn mengangkat Maurice

Strong sebagai Penasehat Khusus Bank Dunia dalam masalah lingkungan.

Meskipun Maurice Strong dikatakan telah memainkan peranan penting

dalam pengambilan keputusan untuk membatalkan proyek Arun di Nepal

yang kontroversial.27

Rencana lain yang sedang digunakan Bank Dunia untuk

memperbaiki kinerja lingkungan dan peminjamnya adalah perencanaan

lingkungan pada tingkat nasional dan regional. Pada awal tahun 1990-an,

untuk merespon tekanan dari pemerintah negara-negara donor IDA, Bank

Dunia membentuk dukungan untuk penyusunan perencanaan aksi

27 Sebuah keputusan yang oleh Bank Dunia dikatakan tidak dipengaruhi oleh

pertimbangan lingkungan, sifat dan peranan, pengaruh dan hubunganya dengan unit lingkungan, namun lain lagi dengan pendapat pengamat dari luar.

Page 14: Sustainable Development-Paradigma Baru

14

lingkungan tingkat nasional "National Environmental Action Plans" (NEAP)

di negara-negara peminjam. Proses NEAP diharapkan berasal dari negara

peminjam dan menyatukan para pihak terkait pada tingkat nasional untuk

menetapkan prioritas-prioritas lingkungan. Bank Dunia menyatakan

bahwa NEAP merupakan salah satu "building block”dari strategi bantuan

negara CAS (Country Assistance Strategies), yang dasar kerangka untuk

seluruh pinjaman Bank Dunia.

Strategi-strategi ini ternyata tidak memuaskan, contohnya NEAP

dianggap telah gagal mengidentifikasi penyebab masalah lingkungan dan

sering dianggap sebagai latihan untuk menarik dana bagi proyek-proyek

khusus.

C. ANALISIS: TANTANGAN UNTUK MERUBAH FOKUS DARI

MENGURANGI MENJADI KEBERLANJUTAN

Dengan melihat data-data di atas, sekarang ini Bank Dunia

menghadapi tiga buah tantangan sekaligus dalam merubah pendekatannya

tentang lingkungan, dari yang bersifat mengurangi ke arah keberlanjutan.

Pertama, pihak Bank Dunia harus menutup kesenjangan antara retorika dan

realita dan komitmen Bank Dunia terhadap lingkungan. Harus ada kemajuan

yang dibuat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ada, dan

menghasilkan manfaat "sama-sama menang" baik dalam hal lingkungan dan

dalam manfaat pertumbuhan dan efisiensi ekonomi.

Tantangan kedua adalah merubah paradigma pembangunan Bank

Dunia untuk menjadikan keberlanjutan lingkungan sebagai tujuan utama dan

menyebarkan paradigma baru pada seluruh kerangka konseptual dan kegiatan

lembaga. Dengan paradigma yang ada sekarang usaha Bank Dunia dalam

rangka menjawab persoalan-persoalan lingkungan lebih kepada deteksi dan

Page 15: Sustainable Development-Paradigma Baru

15

pengurangan dampak lingkungan pada tingkat proyek, dan lebih pada

perbanyakan pinjaman untuk proyek-proyek lingkungan.28

Tantangan ketiga adalah membuat hubungan cocok dengan negara-

negara dan pemegang saham, forum-forum lingkungan multilateral dan

elemen-elemen masyarakat sipil pada tingkat nasional dan internasional untuk

memajukan paradigma baru. Mereka inilah yang pada akhirnya harus memilih

bagaimana mencapai keberlanjutan lingkungan, dari pada pihak Bank Dunia.

Implikasi dari tiga tantangan Bank Dunia pada tingkat proyek

wilayah nasional dan global, akan dibahas lebih lanjut.

1. Implikasi pada Tingkat Proyek

Pada tingkat proyek, tantangan utama yang dihadapi Bank

Dunia ialah tujuan dari analisis lingkungan Bank Dunia sendiri, untuk

memastikan bahwa kriteria keberlanjutan lingkungan menentukan atau

mempengaruhi pemilihan proyek, baik tempat maupun rancangannya.

Tambahan lagi, ada hal lain yang bisa dilakukan dengan mengubah

praktek rata-rata Bank Dunia dan membuatkriteria”praktek yang baik"

dalam arti memasukkan biaya dan manfaat lingkungan ke dalam evaluasi

ekonomi pembangunan.29 Selama ini, praktek yang ada adalah membuat

konsep mengidentifikasi dan mengurangi dampak lingkungan yang

merugikan dari konsep itu.

Melalui paradigma baru pihak Bank Dunia dan peminjam akan

menilai syarat-syarat keberlanjutan dengan dasar ekosistem atau berdasar

daerah (daripada berdasar proyek), isi proyek dan kecenderungan

pembangunan biasanya terbukti tidak seimbang atau memenuhi

persyaratan tersebut, dan menyusun strategi dan proyek dengan biaya

yang efektif untuk mendukung alternatif pembangunan beresiko rendah.

Paradigma baru yang dibangun oleb Bank Dunia kini tidak akan

sanggup mewujudkan janji tersebut tanpa adanya dukungan politik yang

28 Katrina Brandon, artikel :Environment and Development at the Bretton Woods

Institutions”, dalam Bretton Woods: looking to the Future, (t.t.: Komisi Bretton Woods, 1994). 29 Herman E. Daly, artikel “Fostering Environmentally Sustainable Development: four part

suggestions for the World Bank”, dalam Ecological Economic, No.10.1994, hlm. 183-287.

Page 16: Sustainable Development-Paradigma Baru

16

kuat dan kemitraan dengan pemerintah serta dengan para pelaku non

pemerintah dan institusi-institusi lain yang mempunyai posisi lebih baik

untuk mewakili dan merespon keinginan masyarakat mengingat

kredibilitas Bank Dunia sangat rendah dan dimungkinkan akan terus

demikian sampai jangka waktu dekat.30

Pada tingkat sektor, tantangan utama ialah berbuat sesuai

dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya yang berkenaan dengan

sumber-sumber alam, seperti hutan, energi, dan air, sehingga menjadi lebih

produktif dalam membantu para peminjam untuk menerapkan

pembangunan berwawasan lingkungan.

Kelemahan Bank Dunia dalam mengimplementasikan kebijakan

energinya harus menjadi prioritas utama dalam reformasi demi

kepentingan keberlanjutan nasional dan global. Investasi sektor

pembangkit tenaga listrik yang didukung Bank Dunia harus dirubah dari

pembangkit berbahan bakar fosil menjadi pembangkit listrik berbahan

bakar hemat dan bisa diperbaharui, sedangkan investasi sektor transportasi

pada jalan raya yang boros energi harus diubah ke sistem rel kereta api,

yang hemat energi atau teknolofi alternatif yang lebih berkelanjutan.

2. Implikasi pada Tingkat Nasional

Pada tingkat nasional, paradigma baru ini mengharuskan Bank

Dunia untuk mengakui bahwa keberlanjutan lingkungan sebagai syarat

utama dari pinjaman ke suatu negara dan nasihat kebijakannya dengan

menggunakan pendekatan yang tidak menghambat pembangunan (Counter

Productive Approach).31 Reorientasi semacam ini menghendaki perubahan

fokus dari "penyesuaian struktural" kepada apa yang dikatakan Katrina

Brandon "penyesuaian lingkungan”,32 dan kemauan yang sama untuk

mendorong pemerintah peminjam untuk melaksanakan reformasi

30 Marsudi Triatmodjo, artikel “Penerapan Precautionary Principle: Pergeseran paradigma

Hukum Lingkungan Internsional”, Mimbar Hukum, hlm. 21. 31 Sarwono Kusumaatmadja, artikel “Arah Kebijaksanaan Lingkungan dalam Era

Globalisasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 2, 1997. 32 Katrina Brandon, Op.Cit.,

Page 17: Sustainable Development-Paradigma Baru

17

seperlunya. Pengalokasian dana-dana yang sedikit jumlahnya dalam dana

IDA, dan dana GEF harus semakin ditentukan oleh komitmen peminjam

atas kebijakan-kebijakan dan institusi yang memacu keberlanjutan

lingkungan.

Bank Dunia seharusnya juga makin memberi perhatian terhadap

peranan lembaga masyarakat dan lembaga masyarakat sipil dalam

menagih akuntabilitas pemerintah berhubungan dengan kinerjanya dalam

soal lingkungan. Mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang politik

bagi LSM, advokasi dan kebebasan pers-analog dengan peranan Bank

Dunia dalam mengembangkan liberalisasi ekonomi untuk membuka

tempat bagi keuntungan kegiatan sektor swasta, merupakan jalan yang

penting dimana Bank Dunia dapat menyokong keberlanjutan lingkungan

di tingkat nasional.

3. Implikasi pada Tingkat Global

Paradigma baru mengharuskan Bank Dunia untuk memasukkan

keberkelanjutan ekosistem regional dan global dalam strategi

pembangunan tingkat Nasional. Sampai saat ini, Bank Dunia

memperlihatkan peranannya sebagai sebuah badan pelaksana GEF,

berkaitan dengan tanggung jawabnya menangani masalah-masalah

lingkungan global.

Di bawah paradigma baru, semua investasi, dan bukan hanya

investasi yang dibiayai GEF saja, harus memperhitungkan pengaruhnya

terhadap kecenderungan lingkungan antar negara. Meskipun kebijakan

Bank Dunia sekarang ini mengharuskan bahwa biaya-biaya luar

(lingkungan) dimasukkan dalam rancangan dan seleksi proyek, namun

tidak ada bukti bahwa praktek yang terjadi sekarang ini sesuai dengan

kebijakan itu atau memiliki dampak dan pengaruh komposisi pinjaman.

Memasukkan keberlanjutan lingkungan regional dan global ke

dalam strategi tingkat nasional-di luar sejumlah prakarsa yang dapat

dibiayai oleh GEF, kemungkinan besar akan sangat merepotkan Bank

Page 18: Sustainable Development-Paradigma Baru

18

Dunia.33 Ketika Bank Dunia tidak merupakan forum bagi masyarakat dunia

untuk menentukan bagaimana tantangan ini, maka Bank Dunia harus

memainkan peranan mitra yang penting dalam mendukung dan

melaksanakan treaties. Selain itu, Perlu peninjauan kembali terhadap pasal-

pasal Bank Dunia yang disusun dan dirancang pada tahun 1940-an,

Sehingga ada keluwesan dalam operasi Bank Dunia, 34terutama

disesuaikan dengan pembangunan berkelanjutan tersebut.

PENUTUP

Hanya sedikit dari operasi Bank Dunia yang netral berkaitan dengan

lingkungan berkelanjutan pada tingkat nasional, dan banyak proyek dampak

yang besar untuk lingkungan tingkat global dan regional yang sesungguhnya

sehingga Bank Dunia harus merubah stateginya ke dalam strategi pembangunan

berkelanjutan.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan misalnya dengan mengadakan

reorientasi teknologi khususnya bagi negara berkembang yang berkaitan antara

manusia dan alam dengan memperhatikan kemampuan inovasi teknologi yang

lebih efektif menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan dan orientasi

pengembangan teknologi itu harus diubah untuk memberi perhatian yang lebih

besar pada faktor-faktor lingkungan.

Selain itu juga perlu perangkat hukum yang mengatur jaminan keamanan

bagi investor asing di negara-negara berkembang untuk meningkatkan

kepercayaan dalam menanam modal bagi pembangunan berkelanjutan. Negara-

negara berkembang diberikan hak untuk mengatur sumber daya alamnya sendiri

tanpa campur tangan negara lain, termasuk dalam memilih teknologi dalam

pembangunan.

Hal terpenting adalah Bank Dunia sebagai badan yang menjembatani

antara investor dan negara-negara berkembang diharapkan mampu

33 WCDE, Op.Cit., hlm. 30. 34 Mahbub ul Haq, Op.Cit., hlm.360.

Page 19: Sustainable Development-Paradigma Baru

19

melaksanakan kebijakan yang lebih memperhatikan aspek lingkungan, seperti

memberlakukan prinsip " precautinory principle”.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Dunia, "The World Bank and the UN Framework Convention on Climate

Change," Dokumen Departemen Lingkungan No. 008, Maret 1995.

Page 20: Sustainable Development-Paradigma Baru

20

Brandon, Carter dan Ramesh Raman Kuffy, Toward and Environmental Strategy for

Asia, Bank Dunia, 1993.

Brandon, Katrina "Environment and Development at the Bretton Woods

Institutions," dalam Bretton Woods : Looking to the Future, Komisi Bretton

Woods, April 1994.

Brown, Lesser R., The Twenty Ninth Day Accomodating Human Needs and Numbers to

the Earth's Resources, New York, Worldwactch Institute Book, 1978.

Daly, Herman E, "Fostering environmentally sustainable development: four part

suggestions for the World Bank" dalam Ecological Economic, No. 10, 1994.

Friedmann, W., Teori dan Filsafat Hukum dalam Masalah-masalah Kontemporer,

Jilid.III, Jakarta, Rajawali Press, 1990.

Gold, Joseph, Legal and Institutional Aspect of the International Monetary Sistem,

Washington D.C., IMF,1984.

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada

Press, 1994.

------------, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 8, Jakarta, Yayasan Pengembangan Hukum

Bisnis 1999.

Kartadjumena, H.S., GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta, UI Press, 1997.

H.S., Kartadjumena, H. S., GATT dan WTO, Sistem, Forum dan Lembaga

Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta, UI Press, 1996.

Lubis, T. Mulya dan Richard M. Buxbaum, Peranan Hukum dalam Perekonomian di

Negara Berkembang, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1986.

Serageldin, Ismail, "Sustainability and the Wealth of Nations: First Steps in an Ongoing

Journey", Konferensi Tahunan ketiga Bank Dunia tentang Pembangunan

Lingkungan Berkelanjutan tertanggal 30 September 1995.

Shihata, Ibrahim F.I., Factor Influencing the Flow of Foreign Investment and the

Relevance of a Multilateral Investment Guarantee Scheme, Vol. 21, NO,

The International Lawyers, 1987.

WCED (World Commission on Environment and Development, Hari Depan Kita

Bersama, Jakarta, Gramedia, 1997.

Page 21: Sustainable Development-Paradigma Baru

21

WWW. Worldbank.org/environment/strategy

WWW. Worldbank.com.