SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei...

84
S U R V E I N A S I O N A L K E R U K U N A N U M A T B E R A G A M A D I I N D O N E S I A Editor: Haidlor Ali Ahmad

Transcript of SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei...

Page 1: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

DI INDONESIA

Editor: Haidlor Ali Ahmad

Page 2: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) survei nasional kerukunan umat beragama di indonesia/Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang Dan Diklat, Kementerian Agama RI edisi I, Cet. 1 …… Jakarta, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI xxii + 62hlm; 14,8 x 21 cm

ISBN : 978-979-797-359-9 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit Cetakan Pertama, Nopember 2013 SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Editor: Haidlor Ali Ahmad

Desain cover dan Lay out, oleh: Zabidi Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp./Fax. (021) 3920425, 3920421 www.puslitbang1.balitbangdiklat.co.id

Page 3: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

iii

KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN

KEAGAMAAN

uji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga, sehingga kami dapat

merealisasikan ”Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan”. Penerbitan buku tahun 2013 ini merupakan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2012.

Buku hasil penelitian yang diterbitkan sebanyak 8 (delapan) naskah. Buku-buku yang dimaksud sebagai berikut:

1. Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.

2. Efektivitas Pengawasan Fungsional bagi Peningkatan Kinerja Aparatur Kementerian Agama.

3. Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat.

4. Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengonsumsi Produk Halal.

5. Pandangan Pemuka Agama terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Keagamaan.

6. Pandangan Pemuka Agama terhadap Ekslusifisme Agama di Berbagai Komunitas Agama.

Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) survei nasional kerukunan umat beragama di indonesia/Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang Dan Diklat, Kementerian Agama RI edisi I, Cet. 1 …… Jakarta, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI xxii + 62hlm; 14,8 x 21 cm

ISBN : 978-979-797-359-9 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit Cetakan Pertama, Nopember 2013 SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Editor: Haidlor Ali Ahmad

Desain cover dan Lay out, oleh: Zabidi Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp./Fax. (021) 3920425, 3920421 www.puslitbang1.balitbangdiklat.co.id

Page 4: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

iv

7. Masyarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik dan Bina Damai Etnorelijius di Indonesia.

8. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.

Kami berharap penerbitan naskah buku hasil penelitian yang lebih banyak menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan. Di samping itu, diharapkan pula buku-buku ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak tentang informasi kehidupan keagamaan di Indonesia.

Dengan selesainya kegiatan penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan kepercayaan, arahan dan sambutan bagi terbitnya buku-buku ini.

2. Para pakar yang telah sudi membaca dan memberikan prolog atas buku-buku yang diterbitkan.

3. Para peneliti sebagai editor yang telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi buku, dan akhirnya dapat hadir di depan para pembaca yang budiman.

4. Kepada semua fihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.

5. Tim Pelaksana Kegiatan, sebagai penyelenggara.

Page 5: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

v

Apabila dalam penerbitan buku ini masih ada hal-hal yang perlu perbaikan, kekurangan dan kelemahannya baik dari sisi substansi maupun teknis, kami mohon maaf dan berharap masukan serta saran untuk penyempurnaan dan perbaikan buku-buku yang kami terbitkan selanjutnya dan semoga bermanfaat. Semoga bermanfaat.

Jakarta, Oktober 2013 Kepala, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. Dr. H. Dedi Djubaidi, M.Ag. NIP. 19590320 198403 1 002

7. Masyarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik dan Bina Damai Etnorelijius di Indonesia.

8. Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.

Kami berharap penerbitan naskah buku hasil penelitian yang lebih banyak menyampaikan data dan fakta ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial keagamaan. Di samping itu, diharapkan pula buku-buku ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak tentang informasi kehidupan keagamaan di Indonesia.

Dengan selesainya kegiatan penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan kepercayaan, arahan dan sambutan bagi terbitnya buku-buku ini.

2. Para pakar yang telah sudi membaca dan memberikan prolog atas buku-buku yang diterbitkan.

3. Para peneliti sebagai editor yang telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi buku, dan akhirnya dapat hadir di depan para pembaca yang budiman.

4. Kepada semua fihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.

5. Tim Pelaksana Kegiatan, sebagai penyelenggara.

Page 6: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

vi

Page 7: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

vii

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT

KEMENTERIAN AGAMA RI

alam tahun 2012 yang lalu, berbagai kalangan baik dari kalangan birokrasi maupun kalangan umat beragama sempat dikejutkan oleh hasil penelitian

yang dilakukan CSIS yang menunjukkan bahwa sikap intoleran masyarakat beragama di Indonesia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi, karena masalah intolerasi beragama adalah masalah yang peka dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan bernegara. Memang dalam realitasnya, konflik akibat intolerasi sampai saat ini masih sering terjadi dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi benarkah jika bangsa Indonesia semakin tidak toleran?

Untuk mendapatkan gambaran tentang kerukunan antar umat beragama dengan menggali masalah kerukunan dan mencatatkan tingkatan serta indeksnya, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI - dalam tahun 2009 - melakukan penelitian berkaitan dengan kerukunan ini di daerah Jawa Barat. Penelitian yang sama dilakukan pula di Jawa Timur (2010) dan Lampung (2011). Hasil yang didapat dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya adalah ditemukannya variasi tingkat kerukunan di berbagai wilayah kabupaten di Jawa Barat dan Lampung mulai dari yang “tidak rukun” sampai pada yang “harmonis”.

D

Page 8: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

viii

Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Untuk lebih mempertajam penelitian kerukunan dan mendapatkan indeks kerukunan bagi seluruh daerah di Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2012 berusaha memperlebar penelitian masalah kerukunan dengan menjadikan seluruh provinsi sebagai lokasi penelitian. Dengan pengambilan lokasi sampel sebanyak ini diharapkan survei dapat merepresentasikan jawaban atau sikap seluruh masya-rakat beragama dalam hal hubungan mereka dengan pemeluk agama lainnya. Survei yang melibatkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan ini hasilnya menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih toleran, dengan indeks terendah 3.1 (cukup toleran) hingga 4.2 (sangat toleran).

Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan buku ”Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” ini. Saya berharap buku hasil survei kerukunan ini dapat memberikan gambaran lain kondisi faktual bangsa Indonesia, dan dapat mengonfirmasi kondisi sesungguhnya umat beragama atau memberikan jawaban benarkah bangsa Indonesaia semakin tidak toleran? Survei nasional tentang peta kerukunan umat beragama ini diharapkan dapat memberikan gambaran lain, kondisi faktual lapangan yang bersifat nasional. Wilayah yang di survei untuk penelitian ini meliputi seluruh provinsi di Indonesia. Dengan pengambilan lokasi sampel sebanyak ini diharapkan survei akan dapat merepresentasikan jawaban atau sikap seluruh masyarakat beragama dalam hal hubungan mereka dengan pemeluk agama lainnya.

Buku yang memberikan informasi seputar peta kerukunan dan indeks kerukunan di tiap-tiap wilayah provinsi ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi

Page 9: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

ix

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

kebijakan khususnya bagi para pimpinan di lingkungan Kementerian Agama RI dan pada umumnya Kementerian Dalam Negeri beserta jajaran Pemerintah Daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga dapat meningkat-kan kualitas kebijakan yang dirumuskan. Di samping itu diharapkan pula buku hasil survei ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak tentang masalah kerukunan di Indonesia.

Ucapan terima kasih khususnya disampaikan kepada Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan umumnya kepada para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang telah melaksanakan tugas dengan baik.

Jakarta, Oktober 2013.

Pgs. Kepala,

Badan Litbang dan Diklat

Prof. Dr. H. Machasin, MA NIP. 19561013 198103 1003

Page 10: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

x

Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Page 11: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xi

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

PROLOG SURVEI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

DI INDONESIA

Oleh: Prof. Dr. Imam Tholkhah MA.

nformasi hasil penelitian survei yang memfokuskan pada kerukunan antar umat beragama (kerukunan keagamaan) di Indonesia sebagaimana dilaporkan

dalam buku ini sangat penting diketahui oleh para pengamat atau policy maker pembangunan bidang agama, karena:

Pertama, studi yang memfokuskan tentang kerukunan keagamaan di Indonesia dengan pendekatan kuantitatif semacam ini tergolong langka. Studi semacam ini dapat menjadi “pengimbang” dari banyaknya informasi penelitian yang menekankan pada aspek konflik antar umat beragama (konflik keagamaan). Sejak era reformasi informasi hasil penelitian yang memfokuskan pada aspek kerukunan keagamaan dengan pendekatan survei masih terasa kurang, dan popularitasnya lebih rendah dibanding dengan informasi penelitian yang terkait dengan konflik keagamaan.1 Memang bisa dimengerti, seringkali studi tentang kerukunan keagamaan informasinya cenderung terasa datar, kurang tajam, tidak menggigit dan tidak ada hal yang aneh sehingga kurang bermakna “informatif.” Sedangkan hasil penelitian tentang konflik keagamaan informasinya sering sangat menarik dan menyentuh perasaan, karena mengejutkan, mengharukan, memprihatinkan dan membahayakan tertib sosial, apalagi

1 Bandingkan Syamsul Arifin. 2009. Studi Agama Perspektif Sosiologis dan Isu-

Isu Kontemporer. Malang: UMM Press. hlm. 63-98

I

Page 12: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xii

Prolog

kalau konflik keagaman itu membawa korban hilangnya harta benda, kekuasaan dan jiwa raga. Selain itu konflik keagamaan juga dipandang sebagai penyimpangan norma sosial dan budaya, yang kemunculannya seringkali tak terduga, tak terdeteksi , unorganized, dan perlu segera diatasi oleh negara. Mungkin, kerukunan keagamaan itu bagi bangsa Indonesia sudah menjadi hal yang sangat rutin dan biasa serta telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di berbagai pelosok tanah air. Hidup rukun, damai dan saling menghargai antar teman dan tetangga, antar kampung dan kawasan serta antar suku bangsa yang berbeda faham keagamaan sudah membudaya dan bahkan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal sejak berabad-abad yang lalu,2 sehingga kerukunan keagamaan bagi kebanyakan orang bukan peristiwa atau masalah yang penting untuk dipublikasikan.

Namun bisa dipahami bahwa studi-studi tentang kerukunan keagamaan dan konflik keagamaan, dapat dipandang sebagai dua sisi mata uang yang saling berhubungan. Semakin tinggi intensitas konflik keagamaan pada sebuah komunitas umat beragama menandakan kualitas kerukunan keagamaan pada komunitas tersebut semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin tinggi kualitas kerukunan keagamaan pada sebuah komunitas umat beragama menandakan semakin rendah intensitas konflik keagamaan pada komunitas tersebut.

2 Hasil penelitian Badan Litbang Agama tahun 1989/1990, memberikan contoh

tradisi hidup rukun, damai, tidak saling mengganggu antar penganut Buddha dan Hindu sejak masa kerajaan Sriwijaya tahun 629M telah berkembang (Bahrul Hayat. 2012. Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta: Saadah Cipta Mandiri)

Page 13: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xiii

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Kedua, dilihat dari segi hasil penelitian, informasi yang diberikan dari penelitian tentang kerukunan keagamaan ini juga dapat menjadi “penyejuk” dari banyaknya informasi hasil penelitian tentang konflik keagamaan di Indonesia yang terasa ”sumbang”. Berbagai informasi penelitian tentang konflik keagamaan sejak era reformasi ini menunjukkan bahwa konflik keagamaan dalam bentuk kekerasan, intoleransi dan radikalisme keagamaan semakin meningkat.3 Sedangkan dalam laporan penelitian kerukunan keagamaan dalam buku ini, dengan pendekatan survei menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia masih signifikan dalam “kondisi baik.” Tentu, hasil penelitian ini memiliki makna penting bagi para policy maker dan pengamat sosial khususnya untuk mengevaluasi apakah kebijakan pembangunan agama selama ini di bidang kerukunan umat beragama sudah berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia atau belum. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dalam kerangka untuk meningkatkan kualitas kerukunan keagamaan yang lebih baik di masa yang akan datang dan agar kondisi persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga secara baik.

Meskipun kondisi kerukunan keagamaan saat ini dinilai dalam kategori “kondisi baik,” dan tradisi kerukunan itu telah membudaya sejak lama, namun sangat disadari bahwa penyimpangan norma sosial dan budaya dalam bentuk letupan-letupan konflik keagamaan tidak bisa dihindari sejak lama juga. Karena itu, pemerintah Indonesia sejak era kemerdekaan hingga era reformasi dituntut tetap waspada dan terus berusaha agar kerukunan keagamaan tetap terpelihara 3 Imam Tholkhah (ed). 2012. Masalah Sosial Keagamaan Peserta Didik SLTA

Pulau Jawa Jawa dan Sulawesi. Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan. hlm 1-4

Page 14: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xiv

Prolog

dan konflik keagamaan dapat ditekan. Bagi bangsa Indonesia, pemancangan pilar-pilar utama yang sangat fundamental agar seluruh umat beragama tetap dalam kondisi rukun telah dilakukan oleh para founding fathers Republik Indonesia. Pilar-pilar itu terdapat dalam Dasar Negara NKRI Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang sebagian substansinya adalah negara memberikan jaminan untuk melindungi existensi agama, keanekaragaman penganut agama dan kepercayaan umat beragama di Indonesia. Secara tidak langsung, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut juga mendorong seluruh umat beragama yang berbeda-beda itu agar dapat hidup rukun, damai, saling menghargai, dengan motto negara Bhineka Tunggal Ika. Dalam perkembangannya, para penguasa pemerintahan RI dalam mempertahankan kerukunan keagamaan memiliki strateginya masing-masing, sesuai dengan tuntutan masyarakat pada masanya yang tentu saja memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing.

Pada Era Orde Lama, di antara upaya pemerintah untuk membangun kerukunan nasional, termasuk kerukunan keagamaan adalah dengan tetap mempertahan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan aslinya. Selain itu kebijakan politik Demokrasi Terpimpin dan Nasakom dikembangkan, meskipun dalam perjalanannya mendapat penentangan. Pada Era Orde Baru, untuk mempertahan keutuhan bangsa dan kerukunan umat beragama Pancasila tetap dipertahankan sesuai aslinya. Pada masa ini kebijakan politik Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demokrasi Pancasila, dan kebijakan Asas Tunggal Pancasila diberlakukan untuk semua ormas dan orpol, meskipun pada akhirnya kebijakan ini tidak sepi dari kecaman. Pada pemerintahan era

Page 15: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xv

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

reformasi, untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan juga kerukunan umat beragama Pancasila juga tetap dipertahankan sesuai dengan aslinya, tetapi Undang-Undang Dasar 1945 untuk merespon perkembangan zaman dilakukan aman-demen. Pada era ini kebijakan politik demokrasi lebih liberal dan otonomi daerah diberlakukan, meskipun kebijakan pembinaan agama tetap dilakukan secara sentralistis.

Kementerian Agama selaku penanggung jawab pembinaan kerukunan keagamaan juga telah lama menerbitkan regulasi dan mengembangkan konsep-konsep kebijakan yang bersifat normatif dan akademik. Pada aspek regulasi, era Menteri Agama KH Moh. Dahlan, diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya. Pada era Menteri Alamsyah Ratuperwiranegara diterbitkan Keputusan Menteri Agama tentang Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri, yang kemudian diperkuat dengan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Pada masa Menteri Agama Tarmizi Taher, diterbitkan Surat keputusan Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama. Kemudian pada masa Menteri Agama Maftuh Basuni, dilahirkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Page 16: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xvi

Prolog

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.4

Dari aspek kebijakan yang bersifat normatif, Menteri Agama Mukti Ali dikenal sebagai motor penggerak kerukunan keagamaan yang mengedepankan konsep agree in disagrement (setuju dalam perbedaan). Setiap umat beragama hendaknya menerima adanya orang lain yang berbeda agama. Kemudian pada masa Menteri Alamsyah Ratu Perwira Negara, kebijakan kerukunan keagamaan dikenal dengan konsep kebijakan yang menekankan trilogi kerukunan umat beragama, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Pada masa Menteri Agama Munawir Sjadzali, konsep trilogi kerukunan dilanjutkan dengan istilah Tri Kondial (Tiga Kondisi Ideal) kerukunan umat beragama. Kondisi bangsa akan sangat ideal kalau kerukunan intern umat dalam satu agama, kerukunan antar umat berbeda agama dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah terwujud. Pada era Menteri Agama Tarmizi Taher, kementerian agama lebih memfokuskan pada kebijakan pengembangan Bingkai Teologi Kerukunan, yang intinya mengedepankan perlunya titik temu konsep ajaran semua agama yang bisa dijadikan landasan kerukunan antar umat beragama. Kebijakan-kebijakan para Menteri Agama yang bersifat normatif tersebut terus dikembangkan oleh para penggantinya, Menteri Agama Malik Fajar, Tolhah Hasan, dan

4 Lihat Atho’Mudhzhar .”Memelihara Kerukunan Umat Beragama: Jalan Landai

atau Mendaki.” Dalam Abdurrahman Mas’ud dkk (ed). 2011. Kerukunan Umat Beragama dalam Sorotan: Refleksi dan Evaluasi 10 Tahun Kebijakan dan Program Pusat Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Agama. Hlm. 19 – 38.

Page 17: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xvii

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Said Aqil Husin Al Munawar. Dalam tataran praktis, kebijakan para Menteri Agama tersebut kemudian melahirkan berbagai kegiatan diskusi, seminar, workshop dan dialog kerukunan keagamaan dan dialog lintas iman antar tokoh agama pada tingkat lokal, nasional dan bahkan juga internasional. Selain itu, organ Kementerian Agama setara eselon II yang menangani khusus kerukunan keagamaan dikembangkan, dengan nama Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). Pada era Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni hingga Menteri Agama Suryadarma Ali, kebijakan pembinaan kerukunan umat beragama yang bersifat normatif dan akade-mik tetap diteruskan, dengan memperkuat pengembangan wawasan multikultural umat beragama. Pengembangan wawasan multikultural ini secara teknis dilakukan melalui penekanan pendidikan agama yang bernuansa rahmatan lil alamin dan inklusif mulai dari pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi.5

Hasil penelitian dalam buku ini secara meyakinkan telah menunjukkan bahwa kerukunan keagamaan secara nasional dalam “kondisi baik.” Kondisi semacam ini tentu tidak lepas dari serangkaian upaya pemerintah melakukan pembinaan kerukunan keagamaan. Namun perlu dicatat, bahwa hasil penelitian ini jangan dilihat sebagai sebuah kondisi secara hitam putih atau kondisi yang statis. Kerukunan keagamaan adalah sebuah kondisi yang dinamis, selalu on going process dan selalu berubah di setiap saat. Kondisi kerukunan keagamaan pada saat ini memang menampakkan wajah yang ramah dan baik, tetapi pada saat yang lain mungkin akan menampakkan

5 Lihat Bahrul Hayat. 2012. Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta:

Saadah Cipta Mandiri.

Page 18: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xviii

Prolog

wajah yang buruk, tergantung bagaimana perkembangan lingkungan strategis di sekitarnya. Di antara lingkungan strategis yang secara teoritik sangat berpengaruh adalah lingkungan sosial keagamaan, ekonomi, politik dan keamanan. Dari aspek sosial keagamaan, perkembangan sebuah komunitas sosial yang semula penduduknya homogin dengan keseimbangan struktur penganut paham keagamaan tertentu, kemudian pada saat lain karena pendatang (penduduk baru) dengan paham agama yang berbeda akan mengalami perubahan keseimbangan struktur penganut paham keagamaan pada komunitas sosial tersebut. Pergeseran keseimbangan struktur penganut paham keagamaan yang tidak adaptif dengan sistem sosial yang ada akan menjadikan komunitas sosial tersebut menjadi rawan konflik. Kerawanan komunitas sosial tersebut semakin rentan manakala sumber-sumber ekonomi semakin didominasi oleh pendatang. Kondisi ini akan berakibat penduduk asli setempat semakin melarat dan penduduk baru semakin mampu. Kondisi kerawanan konflik ini akan menjadi sangat rentan apabila pusat-pusat sumber kekuasaan, khususnya pada jajaran birokrasi mengalami pergeseran yang semakin memarjinalkan penduduk asli setempat. Kerentanan komunitas sosial ini akan mudah meledak apabila kondisi keamanan tidak lagi mampu mendeteksi secara dini terhadap semakin memburuknya kondisi kerukunan keagamaan.

Kerukunan keagamaan dapat dilihat melalui pendekatan organisme. Pendekatan ini menggambarkan bahwa kerukunan keagamaan di Indonesia dapat diibaratkan sebagai mahluk hidup yang kadangkala mengalami kondisi sakit, kadangkala sehat dan kadangkala sekarat. Hasil penelitian ini melapor-kan bahwa kerukunan keagamaan di Indonesia dewasa ini

Page 19: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xix

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

dalam kondisi kesehatan yang baik. Indikasi kesehatan tersebut dianalisis melalui persepsi, sikap dan kerjasama umat beragama yang dinilai cukup baik. Namun kesehatan yang baik pada kerukunan keagamaan ini, sebagaimana juga mahluk hidup yang lain sewaktu-waktu akan mengalami sakit, tidak sehat manakala virus sosial berkembang. Di antara virus sosial yang dapat menimbulkan penyakit kerukunan keagamaan adalah adanya kelompok sosial yang intoleran, radikal atau provokator. Virus sosial inilah yang secara langsung atau tidak langsung melahirkan penyakit sosial dalam bentuk konflik keagamaan. Di Indonesia konflik keagamaan ini dapat dikatakan sudah menjadi penyakit kronis yang mengganggu kerukunan keagamaan, dan karena itu perlu secara terus menerus memperoleh pengobatan dan perawatan agar tidak semakin parah.

Banyak faktor yang dapat memelihara kerukunan keagamaan tetap dalam kondisi sehat. Di antara faktor tersebut adalah pengembangan persepsi yang positif antar umat yang berbeda faham keagamaan. Persepsi positif ini semacam antibody, ketahanan diri yang memang sudah melekat pada diri seseorang. Persepsi positif merupakan fitrah manusia sebagai mahluk sosial yang sama-sama ingin selalu berteman dan hidup berkelompok. Dorongan internal yang positif ini meminjam teori Maslow, karena adanya kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh rasa aman dan kasih sayang sesama manusia. Dorongan kebutuhan dasar untuk memperoleh rasa aman dan kasih sayang ini diperkuat oleh motif atau keyakinan keagamaan yang mengajarkan bahwa hidup rukun, hidup damai merupakan ajaran agama yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat yang harus ditaati dan disebarluaskan.

Page 20: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xx

Prolog

Akhirnya, temuan hasil penelitian yang menjelaskan bahwa kerukunan keagamaan di Indonesia dalam “kondisi baik” dapat bermakna sebagai justifikasi terhadap budaya bangsa Indonesia yang sesungguhnya memang mencintai kerukunan dan kedamaian. Persepsi, sikap dan relasi sosial bangsa Indonesia nampaknya masih tetap mengindikasikan budaya kerukunan keagamaan masih mengakar dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia pada umumnya masih tetap menghargai sesama manusia, menyukai hidup rukun, damai, toleran, gotong royong, persatuan, santun dan menghargai adanya pluralitas paham keagamaan, meskipun diakui bahwa penyimpangan budaya ini tetap juga exist. Karena itu setiap umat beragama harus tetap waspada.

Selamat membaca laporan penelitian ini.

Jakarta, 21 Agustus 2013

Page 21: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xxi

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

DAFTAR ISI

hal Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan …………………………………………………

iii

Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI …………………………………..

vii

Prolog oleh: Prof. Dr. H. Imam Tholkhah, MA ………... xi Daftar Isi …………………………………………………… xxi BAB I : PENDAHULUAN ………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah ………………… 1 B. Permasalahan Penelitian ………………... 3 C. Tujuan dan Lingkup Penelitian ………… 4 D. Penelitian Terdahulu ..…………………… 4 E. Lokasi dan Sampel ………………………. 7 F. Paradigma ...……………………………… 9 G. Fokus Penelitian …………………………. 12 H. Instrumen Pengumpulan Data …………. 17 I. Pengolahan dan Analisis Data 28 BAB II

:

HASIL SURVEI ……………………………...

31

Karakteristik Responden …………………... 31 Pengetahuan Berkaitan dengan Kerukunan

Beragama …………………………………….

42 Hasil Penghitungan dengan SPSS ………… 45 Hubungan Indeks Kerukunan dengan

Karakteristik Responden …………………..

47 Sebaran Indeks Kerukunan Berdasarkan

Provinsi ………………………………………

52

Page 22: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

xxii

Daftar Isi

Hubungan Antarvariabel …………………. 53 Catatan untuk Nilai Korelasi ……………….. 54 BAB : PENUTUP …………………………………… 55 A Kesimpulan ………………………………. 55 B Rekomendasi ……………………………... 58 DAFTAR PUSTAKA 61

Page 23: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

1

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ndonesia sering dilihat sebagai contoh bagaimana masyarakat dengan beragam etnik dan agama bisa hidup rukun dengan tanpa memunculkan masalah yang

berarti dalam jangka waktu yang cukup lama. Penilaian seperti ini mungkin benar jika melihat potret masyarakat Indonesia pada umumnya yang mementingkan harmoni dan mempunyai toleransi yang cukup tinggi akan perbedaan di antara mereka. Meskipun demikian, penilaian seperti itu sebenarnya tidak sepenuhnya benar, mengingat masyarakat Indonesia sendiri menyadari akan rentannya hubungan di antara mereka dan juga mengalami seringnya konflik yang berlatar belakang agama. Oleh karena itu, membangun kerukunan umat beragama telah lama menjadi perhatian dan upaya pemerintah, karena hubungan antarumat beragama di Indonesia bukan saja sering memunculkan masalah tetapi juga telah menimbulkan konflik berkepanjangan. Klimak dari hubungan yang tidak baik antara pemeluk agama di Indonesia ini adalah terjadinya konflik SARA di Ambon dan Poso yang dinilai banyak orang sebagai konflik berlatar belakang agama, yakni antara pemeluk Islam dan Kristen. Konflik-konflik ini dikatakan sebagai konflik agama, karena bukan rahasia lagi bahwa kalangan yang terlibat di dalamnya telah memakai bendera agama masing-masing dan menegaskan adanya kepentingan agama yang mengiringi perjuangan mereka.

I

Page 24: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

2

Bab I. Pendahuluan

Hal lainnya adalah lemahnya pengawasan oleh peme-rintah terhadap perkembangan agama di Indonesia. Peme-rintah pada masa Orde Baru, misalnya, kurang memperhatikan pola-pola dakwah keagamaan yang dilakukan oleh beragam pemeluk agama yang ada. Aparat pemerintah tidak mempu-nyai kepedulian terhadap kemungkinan kerusuhan yang di-timbulkan oleh lalainya mereka dalam mengawasi pola pengembangan agama di daerahnya. Meskipun sudah banyak kasus terjadi, aparat di bawah kurang memahami apa yang harus mereka lakukan, sehingga ketika suatu pelanggaran terjadi dan memunculkan masalah mereka tidak dapat mengatasinya karena hal itu di luar pengetahuan mereka.1 Bahkan bisa dikatakan bahwa dalam beberapa kasus terdapat aparat pemerintah yang kelihatan kurang peduli dengan perkembangan keagamaan di daerah mereka, sementara dalam beberapa kasus lainnya mereka justru terlihat terlibat dalam pengembangan agama tertentu di daerahnya. Jadi dalam hal ini mereka bukan saja tidak membantu meningkatkan kerukunan atar umat beragama di daerahnya, bahkan memihak terhadap pengembangan agama tertentu.

Konflik-konflik keagamaan yang ada nampaknya muncul karena rasa perbedaan dalam hal pemelukan agama dan bahkan rasa permusuhan karena perbedaan agama yang berkembang bukan saja di kalangan mereka yang mengalami

1 M. Natsir et al. (2005) dalam Laporan Penelitian tentang Pemetaan Kehidupan Beragama di Lombok mengatakan bahwa secara umum ada dua penyebab terjadinya konflik sosial. Pertama, pada tataran makroskopik, konflik sosial disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah dalam segala bidang yang sentralistik dengan dampak ketimpangan dan ketidakadilan dalam bidang ekonomi, hukum, politik dan budaya. Kedua, pada tataran mikroskopik, konflik sosial bernuansa agama sebagai akibat dari adanya kebijakan yang kurang memperhatikan kehidupan sosial keagamaan masyarakat lokal.

Page 25: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

3

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

konflik melainkan juga di antara mereka para pemeluk agama pada umumnya.

Keadaan seperti itu tentu saja tidak menguntungkan bagi persatuan dan kesatuan sebagai bangsa, sebab perpecahan bukan saja akan menghambat pembangunan pada umumnya tetapi juga menghilangkan semangat untuk membangun itu sendiri. Ini berarti bahwa ketahanan nasional di bidang agama akan menurun, yang dapat berakibat pada melemahnya persatuan sebagai bangsa. Konflik antara Islam dan Kristen ini akhirnya bersifat laten, yang bisa muncul lagi setiap saat di masa mendatang. Situasi ini bahkan dikawatirkan akan lebih memburuk, mengingat di antara pemeluk kedua agama tersebut telah muncul orang-orang yang sangat radikal dan fanatik. Dengan adanya keadaan seperti ini bukan saja pemantauan oleh pemerintah harus dilakukan tetapi juga upaya menurunkan ketegangan dengan menumbuhkan sikap tasamuh (toleran) harus dilakukan oleh para pemimpin agama.

B. Permasalahan Penelitian

1. Disatu sisi agama merupakan faktor integratif yang mendorong para pemeluknya untuk bersatu dan menyadari kebersatuan mereka sebagai pemeluk agama. Di sisi lain, pemeluk agama lebih condong bersikap “inward looking” dan menganggap pemeluk agama lain sebagai orang luar. Sehingga menimbulkan sikap fanatisme yang ekslusif.

2. Beberapa konflik agama sepertinya dipicu oleh fanatisme yang berlebihan. Untuk itu sikap tersebut perlu dikendalikan agar mampu menjadi faktor yang dinamis untuk memperkuat keberagamaan pemeluknya tanpa menimbulkan sikap agresif terhadap pemeluk agama lain.

Hal lainnya adalah lemahnya pengawasan oleh peme-rintah terhadap perkembangan agama di Indonesia. Peme-rintah pada masa Orde Baru, misalnya, kurang memperhatikan pola-pola dakwah keagamaan yang dilakukan oleh beragam pemeluk agama yang ada. Aparat pemerintah tidak mempu-nyai kepedulian terhadap kemungkinan kerusuhan yang di-timbulkan oleh lalainya mereka dalam mengawasi pola pengembangan agama di daerahnya. Meskipun sudah banyak kasus terjadi, aparat di bawah kurang memahami apa yang harus mereka lakukan, sehingga ketika suatu pelanggaran terjadi dan memunculkan masalah mereka tidak dapat mengatasinya karena hal itu di luar pengetahuan mereka.1 Bahkan bisa dikatakan bahwa dalam beberapa kasus terdapat aparat pemerintah yang kelihatan kurang peduli dengan perkembangan keagamaan di daerah mereka, sementara dalam beberapa kasus lainnya mereka justru terlihat terlibat dalam pengembangan agama tertentu di daerahnya. Jadi dalam hal ini mereka bukan saja tidak membantu meningkatkan kerukunan atar umat beragama di daerahnya, bahkan memihak terhadap pengembangan agama tertentu.

Konflik-konflik keagamaan yang ada nampaknya muncul karena rasa perbedaan dalam hal pemelukan agama dan bahkan rasa permusuhan karena perbedaan agama yang berkembang bukan saja di kalangan mereka yang mengalami

1 M. Natsir et al. (2005) dalam Laporan Penelitian tentang Pemetaan Kehidupan Beragama di Lombok mengatakan bahwa secara umum ada dua penyebab terjadinya konflik sosial. Pertama, pada tataran makroskopik, konflik sosial disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah dalam segala bidang yang sentralistik dengan dampak ketimpangan dan ketidakadilan dalam bidang ekonomi, hukum, politik dan budaya. Kedua, pada tataran mikroskopik, konflik sosial bernuansa agama sebagai akibat dari adanya kebijakan yang kurang memperhatikan kehidupan sosial keagamaan masyarakat lokal.

Page 26: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

4

Bab I. Pendahuluan

C. Tujuan dan Lingkup Penelitian

1. Mendapatkan data tentang variasi tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia.

2. Menggali faktor yang berpengaruh terhadap hubungan antarumat beragama tersebut.

3. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah tentang tingkat kerukunan dan sekaligus kerawanan berkaitan dengan masalah hubungan antarumat beragama di daerahnya.

4. Memberikan gambaran peta indeks kerukunan umat beragama di Indonesia yang terintegrasi dalam bentuk data GIS (Geographic Information Systems).

Sedangkan lingkup penelitian ini terutama mengenai hubungan sosial antarumat beragama di Indonesia yang terjadi di seluruh provinsi.

D. Penelitian Terdahulu

Kementerian Agama telah berusaha untuk mendapatkan gambaran tentang kerukunan antarumat beragama ini dengan menggali masalah kerukunan tersebut dan mencatatkan tingkatan serta indeksnya. Dengan demikian, dapat diketahui variasi tingkat kerukunan antara pemeluk agama di berbagai daerah yang diteliti. Dalam tahun 2009, para peneliti Kementerian Agama melakukan penelitian berkaitan dengan kerukunan ini di daerah Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan di 26 kabupaten di Jawa Barat dan menghasilkan angka indeks kerukunan di masing-masing kabupaten yang diteliti. Pengukuran terhadap tingkat kerukunan ini adalah dengan menempatkan kabupaten yang diteliti ke dalam kategori, rukun atau harmonis dan tidak harmonis.

Page 27: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

5

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Penelitian yang sama dilakukan pula di Jawa Timur dan Lampung oleh Kementerian Agama, dengan tujuan yang sama dengan membidik sasaran yang sama pula, yakni hubungan antarumat beragama di dua wilayah provinsi tersebut. Hasil yang didapat dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya adalah ditemukannya variasi tingkat kerukunan di berbagai wilayah kabupaten di Jawa Barat dan Lampung ini mulai dari yang “tidak rukun” sampai pada yang “harmonis”.

Penelitian ini memakai kuesioner sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan datanya. Data-data telah dikla-sifikasi ke dalam empat dimensi (variabel besar), yang kemudian dirinci ke dalam iten-item pertanyaan (variabel kecil). Masing-masing variabel ini kemudian diurutkan secara rangking ke dalam empat tingkatan, yaitu dari yang paling tidak rukun sampai pada yang harmonis. Selanjutnya data hasil analisis statistik memperlihatkan mana saja kabupaten dengan keadaan yang tidak rukun dan mana saja kondisi kabupaten yang diwarnai oleh kerukunan.

Hasil yang didapat dari penelitian ini memang telah memberikan gambaran tentang indeks kerukunan di berbagai kabupaten yang diteliti. Tingkat kerukunan dan ketidak-rukunan bisa dilihat dari hasil angka uji statistik terhadap jawaban para responden. Gambaran kerukunan ini juga telah dijelaskan secara lebih jauh melalui hasil wawancara mendalam terhadap para tokoh agama dan masyarakat umum.

Selain penelitian-penelitian tersebut, Puslitbang Kehidup-an Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama telah melakukan kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah.

C. Tujuan dan Lingkup Penelitian

1. Mendapatkan data tentang variasi tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia.

2. Menggali faktor yang berpengaruh terhadap hubungan antarumat beragama tersebut.

3. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah tentang tingkat kerukunan dan sekaligus kerawanan berkaitan dengan masalah hubungan antarumat beragama di daerahnya.

4. Memberikan gambaran peta indeks kerukunan umat beragama di Indonesia yang terintegrasi dalam bentuk data GIS (Geographic Information Systems).

Sedangkan lingkup penelitian ini terutama mengenai hubungan sosial antarumat beragama di Indonesia yang terjadi di seluruh provinsi.

D. Penelitian Terdahulu

Kementerian Agama telah berusaha untuk mendapatkan gambaran tentang kerukunan antarumat beragama ini dengan menggali masalah kerukunan tersebut dan mencatatkan tingkatan serta indeksnya. Dengan demikian, dapat diketahui variasi tingkat kerukunan antara pemeluk agama di berbagai daerah yang diteliti. Dalam tahun 2009, para peneliti Kementerian Agama melakukan penelitian berkaitan dengan kerukunan ini di daerah Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan di 26 kabupaten di Jawa Barat dan menghasilkan angka indeks kerukunan di masing-masing kabupaten yang diteliti. Pengukuran terhadap tingkat kerukunan ini adalah dengan menempatkan kabupaten yang diteliti ke dalam kategori, rukun atau harmonis dan tidak harmonis.

Page 28: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

6

Bab I. Pendahuluan

Kegiatan unggulan yang dilakukan setiap tahun sejak 2002 ini kini sudah sampai provinsi ke-31 (tersisa Provinsi DKI Jakarta dan Banten). Kegiatan yang berupaya menyerap nilai-nilai kearifan lokal di berbagai daerah ini antara lain menunjukkan bahwa secara umum kondisi bangsa Indonesia adalah kondusif rukun. Hal ini terlihat dari masih efektif berlakunya berbagai kearifan lokal di berbagai daerah yang dikunjungi, seperti: dalihan na tolu, menyama braya, sauyunan, dan sebagainya. Hanya saja memang terdapat beberapa kasus keagamaan yang turut menjadi tantangan bagi kondisi rukun tersebut. Survei kerukunan ini kiranya dapat mengonfirmasi (atau mungkin memberikan gambaran lain) kondisi faktual bangsa Indonesia tersebut di atas.

Kegiatan penelitian yang dilakukan CSIS (2012) misalnya menunjukkan kondisi intoleransi yang kian meningkat. Hasil survei ini menyebutkan, sebanyak 59,5% responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain, dan sekitar 33,7% lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian dilakukan pada Februari 2012 lalu di 23 provinsi dan melibatkan 2.213 responden. Saat ditanya soal pembangunan rumah ibadat agama lain di lingkungannya, sebanyak 68,2% responden menyatakan lebih baik hal itu tidak dilakukan. Hanya 22,1% yang tidak berkeberatan. Meski sebagian orang percaya dengan hasil survei ini, namun tak kalah banyak yang meragukannya.

Survei nasional tentang peta kerukunan umat beragama kali ini kiranya dapat memberikan gambaran lain tentang kondisi sesungguhnya kondisi faktual lapangan yang bersifat nasional. Untuk lebih mempertajam penelitian Kerukunan ini

Page 29: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

7

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

dan mendapatkan indeks kerukunan untuk seluruh daerah di Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2012 ini berusaha memperlebar penelitian masalah kerukunan tersebut dengan menjadikan seluruh provinsi sebagai lokasi penelitian.

E. Lokasi dan Sampel

Wilayah yang disurvei untuk penelitian ini adalah 33 provinsi yang ada di Indonesia dengan masing-masing provinsi diambil 100 orang sampel, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 3.300 responden. Dengan pengambilan lokasi sampel sebanyak ini diharapkan survei akan dapat merepresentasikan jawaban atau sikap seluruh masyarakat beragama dalam hal hubungan mereka dengan pemeluk agama lainnya. Dalam survei ini, ibukota provinsi dijadikan sebagai lokasi penelitian, di mana para responden dipilih secara purposif untuk memenuhi heterogenitas yang ada. Pemilihan ibukota provinsi didasarkan pada pertimbangan besarnya pluralitas penduduknya dari sisi kepemelukan agama. Di samping hal itu, para penganut berbagai agama di wilayah ini lebih terbuka selain lebih diperkenalkan atau terekspos kepada situasi yang sering mendatangkan ketegangan dalam hubungan antarmereka. Pertimbangan yang terakhir adalah karena mereka juga dari sisi keterdidikan mempunyai level lebih tinggi dari pada masyarakat beragama di kota-kota kabupaten di luar ibu kota provinsi.

Pengambilan data diawali dengan pemilihan kota/kabupaten di Indonesia yang merupakan ibukota provinsi, serta menentukan 2 kecamatan dengan memperhatikan hetrogenitas 6 (enam) pemeluk agama. Selanjutnya dipilih

Kegiatan unggulan yang dilakukan setiap tahun sejak 2002 ini kini sudah sampai provinsi ke-31 (tersisa Provinsi DKI Jakarta dan Banten). Kegiatan yang berupaya menyerap nilai-nilai kearifan lokal di berbagai daerah ini antara lain menunjukkan bahwa secara umum kondisi bangsa Indonesia adalah kondusif rukun. Hal ini terlihat dari masih efektif berlakunya berbagai kearifan lokal di berbagai daerah yang dikunjungi, seperti: dalihan na tolu, menyama braya, sauyunan, dan sebagainya. Hanya saja memang terdapat beberapa kasus keagamaan yang turut menjadi tantangan bagi kondisi rukun tersebut. Survei kerukunan ini kiranya dapat mengonfirmasi (atau mungkin memberikan gambaran lain) kondisi faktual bangsa Indonesia tersebut di atas.

Kegiatan penelitian yang dilakukan CSIS (2012) misalnya menunjukkan kondisi intoleransi yang kian meningkat. Hasil survei ini menyebutkan, sebanyak 59,5% responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain, dan sekitar 33,7% lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian dilakukan pada Februari 2012 lalu di 23 provinsi dan melibatkan 2.213 responden. Saat ditanya soal pembangunan rumah ibadat agama lain di lingkungannya, sebanyak 68,2% responden menyatakan lebih baik hal itu tidak dilakukan. Hanya 22,1% yang tidak berkeberatan. Meski sebagian orang percaya dengan hasil survei ini, namun tak kalah banyak yang meragukannya.

Survei nasional tentang peta kerukunan umat beragama kali ini kiranya dapat memberikan gambaran lain tentang kondisi sesungguhnya kondisi faktual lapangan yang bersifat nasional. Untuk lebih mempertajam penelitian Kerukunan ini

Page 30: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

8

Bab I. Pendahuluan

secara random 5 (lima) kelurahan yang terdapat di kota bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah memilih 10 rumah tangga yang dilakukan secara random dalam kelurahan terpilih yang menjadi responden.

Gambar 3.

Proses Pengambilan Sampel

Dalam pengambilan sampel di kelurahan ini, tahap pertama adalah mengambil data keluarga dengan berdasarkan pada kepemelukan 6 agama yang ada. Pada kota-kota di mana agama selain Islam dominan, maka pengambilan responden disesuaikan sebagai berikut: untuk lokasi Bali, dalam kelurahan

Tahap pertama : Penentuan Kabupaten/Kota

(Ibukota Provinsi)

Tahap kedua : Penentuan Kecamatan (ambil 2 kecamatan)

Tahap Keempat : Setiap kelurahan dipilih

Diplih 10 Rumah Tangga

Tahap ketiga : Penentuan Kelurahan (ambil 5 kelurahan)

Page 31: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

9

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

yang dijadikan sampel diambil 3 orang responden pemeluk agama Hindu, 3 responden dari Islam dan 1 orang responden dari Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu. Untuk lokasi Manado dan Papua serta NTT, maka diambil 4 orang responden beragama Kristen dan Katholik, 3 orang beragama Islam dan masing-masing 1 orang responden beragama Hindu, Buddha dan Konghucu.

F. Paradigma

Konflik keagamaan yang diawali oleh keadaan yang tidak rukun antarpara pemeluk agama yang berbeda muncul karena adanya beberapa faktor penyebab. Untuk lebih jelasnya keterkaitan berbagai faktor ini dengan konflik atau keadaan tidak rukun bisa diturunkan dalam variabel-variabel berikut:

1. Variabel Norma dan Ajaran.

Ajaran yang ada yang mempengaruhi tingkah laku dan tindakan seorang Muslim berasal dari al Quran dan hadits (mungkin juga ijma). Ajaran ini diinterpretasi dan diinternalisasi. Karena ajaran yang ada sangat bersifat umum, hal ini memungkinkan munculnya berbagai interpretasi. Hal ini juga dimungkinkan karena setiap anggota masyarakat Muslim mengalami sosialisasi primer yang berbeda, di samping pengalaman, pendidikan dan tingkatan ekonomi yang juga tidak sama. Dari hasil interpretasi ini muncullah apa yang diidealkan berkaitan dengan kehidupan masyarakat Islam (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur). Termasuk dalam hal ini adalah pengakuan bahwa interpretasinya adalah yang paling benar, sehingga menafikan interpretasi kalangan lain, seperti terlihat dalam gerakan purifikasi. Dalam agama lain, hal seperti

secara random 5 (lima) kelurahan yang terdapat di kota bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah memilih 10 rumah tangga yang dilakukan secara random dalam kelurahan terpilih yang menjadi responden.

Gambar 3.

Proses Pengambilan Sampel

Dalam pengambilan sampel di kelurahan ini, tahap pertama adalah mengambil data keluarga dengan berdasarkan pada kepemelukan 6 agama yang ada. Pada kota-kota di mana agama selain Islam dominan, maka pengambilan responden disesuaikan sebagai berikut: untuk lokasi Bali, dalam kelurahan

Tahap pertama : Penentuan Kabupaten/Kota

(Ibukota Provinsi)

Tahap kedua : Penentuan Kecamatan (ambil 2 kecamatan)

Tahap Keempat : Setiap kelurahan dipilih

Diplih 10 Rumah Tangga

Tahap ketiga : Penentuan Kelurahan (ambil 5 kelurahan)

Page 32: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

10

Bab I. Pendahuluan

ini juga bisa terjadi, dengan situasi dan faktor penyebab yang mungkin sama.

2. Variabel Pemahaman.

Pemahaman adalah kelanjutan dari penafsiran terhadap ajaran. Dalam kasus masyarakat Islam diasumsikan bahwa di sana ada beberapa paham umum yang muncul setelah masyarakat menafsirkan ajaran Islam. Pemahaman ini merupakan penerapan manhaj tertentu dalam menafsirkan teks al Quran maupun hadits. Karena pemahaman bisa berbeda, tindakan atau sikap dalam hubungannya dengan agama lain juga bisa berbeda. Variabel pemahaman ini bisa saja diwarnai oleh perbedaan yang mencolok antara satu daerah dari daerah lainnya.

3. Variabel Sikap.

Variabel ini muncul ketika variable kedua dihadapkan dengan kondisi sosial nyata dalam masyarakat. Hal ini termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor domestik dan internasional. Hegemoni politik oleh negara atau represi yang dilakukan oleh kelompok apapun terhadap umat Islam akan melahirkan respon yang berbeda dari berbagai kelompok yang ada. Meskipun demikian, sejauh ancaman hegemoni tadi menyangkut kedirian Islam sebagai agama atau umat Islam sebagai masyarakat, maka respon kalangan Islam akan sama, karena mereka juga terikat oleh ajaran bahwa “sebagai sesama umat Islam, mereka adalah bersaudara”.

4. Variabel Persepsi

Persepsi adalah penilaian yang dalam hal ini terhadap kelompok agama lain, baik mengenai gambaran umumnya,

Page 33: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

11

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

masyarakatnya ataupun apa yang dilakukan oleh masyarakat agama lain bersangkutan. Konflik-konflik yang muncul antara pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lainnya bisa berasal dari adanya persepsi yang keliru atau pandangan jelek terhadap agama lain dan pemeluknya. Persepsi ini muncul setelah mereka melihat dan memberikan penilaian terhadap kelompok agama lain tersebut yang dianggapnya merugikan agama atau kelompok mereka. Dengan demikian pemahaman terhadap variabel ini menjadi penting mengingat hal ini akan memberikan gambaran kenapa hubungan sosial antarpemeluk agama memanas dan kenapa suatu konflik terjadi.

Gambar 1:

Hubungan Antarpemeluk Agama dalam Konteks Faktor-Faktor Berpengaruh

ini juga bisa terjadi, dengan situasi dan faktor penyebab yang mungkin sama.

2. Variabel Pemahaman.

Pemahaman adalah kelanjutan dari penafsiran terhadap ajaran. Dalam kasus masyarakat Islam diasumsikan bahwa di sana ada beberapa paham umum yang muncul setelah masyarakat menafsirkan ajaran Islam. Pemahaman ini merupakan penerapan manhaj tertentu dalam menafsirkan teks al Quran maupun hadits. Karena pemahaman bisa berbeda, tindakan atau sikap dalam hubungannya dengan agama lain juga bisa berbeda. Variabel pemahaman ini bisa saja diwarnai oleh perbedaan yang mencolok antara satu daerah dari daerah lainnya.

3. Variabel Sikap.

Variabel ini muncul ketika variable kedua dihadapkan dengan kondisi sosial nyata dalam masyarakat. Hal ini termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor domestik dan internasional. Hegemoni politik oleh negara atau represi yang dilakukan oleh kelompok apapun terhadap umat Islam akan melahirkan respon yang berbeda dari berbagai kelompok yang ada. Meskipun demikian, sejauh ancaman hegemoni tadi menyangkut kedirian Islam sebagai agama atau umat Islam sebagai masyarakat, maka respon kalangan Islam akan sama, karena mereka juga terikat oleh ajaran bahwa “sebagai sesama umat Islam, mereka adalah bersaudara”.

4. Variabel Persepsi

Persepsi adalah penilaian yang dalam hal ini terhadap kelompok agama lain, baik mengenai gambaran umumnya,

Page 34: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

12

Bab I. Pendahuluan

G. Fokus Penelitian

Secara teoritis sikap dan juga tindakan seseorang sangat dipengaruhi baik oleh nilai yang hidup dalam diri orang bersangkutan atau yang hidup dalam masyarakat yang mengelilinginya. Nilai itu selain berasal dari ciptaan manusia – sebagai produk kebudayaan – juga bisa berasal dari ajaran-ajaran agama yang dalam kehidupan masyarakat beragama bisa saja merupakan faktor dominan. Tanpa menyederhana-kan permasalahan yang ada, nilai-nilai atau norma-norma yang hidup dalam masyarakatlah yang memengaruhi anggota masyarakat untuk bersikap dan bahkan mendorong tindakan-tindakan tertentu, sehingga dalam hal ini nilai dan norma tersebut, termasuk juga pandangan hidup (world view), merupakan faktor dominan yang mengerahkan baik itu sikap, pandangan maupun persepsi manusia yang dalam kasus penelitian ini terhadap kelompok lainnya.

Meskipun demikian, sikap sosial seorang pemeluk agama atau bahkan tindakan-tindakan tertentunya bisa merupakan respon terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemeluk agama lain atau terhadap kondisi kehidupan yang diciptakan oleh pemeluk agama lain tersebut. Meskipun ajaran bisa saja berpengaruh terhadap sikap seorang pemeluk suatu agama, unsur sosial atau kondisi sosial politik biasanya lebih mendorong dalam memunculkan sikap dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain tersebut.

Survei ini melihat kecenderungan umum berkaitan dengan masalah kerukunan antarumat beragama. Untuk ketajaman atau fokus telaahan, beberapa variabel dijadikan sebagai sasaran. Dalam penelitian pola hubungan antara pemeluk agama ini – dengan maksud melihat unsur

Page 35: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

13

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

primordialismenya atau sikapnya terhadap kelompok agama lain – variabel target yang menjadi fokus penglihatan adalah :

1. Persepsi, yakni aspek kehidupan yang masuk dalam wilayah penilaian para pemeluk agama dalam kaitannya dengan pemeluk agama lainnya. Dalam tindakan sosial atau sikap yang muncul, persepsi atau penilaian biasanya mendahului tindakan tersebut. Dengan kata lain, persepsi biasanya mendorong lahirnya sikap atau bahkan tindakan. Akan tetapi dalam penelitian ini persepsi didudukan sebagai variabel dependen karena persepsi terhadap pemeluk agama lain juga dipengaruhi oleh norma atau world view yang dipunyai oleh para pemeluk agama bersangkutan.

2. Sikap, yakni pendirian yang diperlihatkan oleh para pemeluk agama yang berupa respon terhadap pemeluk agama lainnya. Aspek ini akan menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh pemeluk agama sehubungan dengan hadirnya fakta sosial di hadapan mereka. Sikap yang dimaksud di sini bisa berupa tindakan, tetapi bisa juga berupa tindakan “diam”. Tetapi dalam penelitian ini sikap akan diungkapkan melalui pernyataan-pernyataan.

3. Kerjasama, yakni aspek hubungan sosial antara para pemeluk agama yang berbeda. Persepsi atau penilaian selain bisa mendorong lahirnya sikap juga bisa melahirkan tindakan-tindakan kerjasama. Jadi kalau sikap lebih merupakan tindakan ke dalam dalam artian belum melahirkan tindakan nyata berkaitan dengan hubungan mereka dengan pemeluk agama lain, kerjasama adalah realitas hubungan sosial. Kerjasama dalam hal ini bisa diperlihatkan, misalnya, dalam tindakan gotong royong

G. Fokus Penelitian

Secara teoritis sikap dan juga tindakan seseorang sangat dipengaruhi baik oleh nilai yang hidup dalam diri orang bersangkutan atau yang hidup dalam masyarakat yang mengelilinginya. Nilai itu selain berasal dari ciptaan manusia – sebagai produk kebudayaan – juga bisa berasal dari ajaran-ajaran agama yang dalam kehidupan masyarakat beragama bisa saja merupakan faktor dominan. Tanpa menyederhana-kan permasalahan yang ada, nilai-nilai atau norma-norma yang hidup dalam masyarakatlah yang memengaruhi anggota masyarakat untuk bersikap dan bahkan mendorong tindakan-tindakan tertentu, sehingga dalam hal ini nilai dan norma tersebut, termasuk juga pandangan hidup (world view), merupakan faktor dominan yang mengerahkan baik itu sikap, pandangan maupun persepsi manusia yang dalam kasus penelitian ini terhadap kelompok lainnya.

Meskipun demikian, sikap sosial seorang pemeluk agama atau bahkan tindakan-tindakan tertentunya bisa merupakan respon terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemeluk agama lain atau terhadap kondisi kehidupan yang diciptakan oleh pemeluk agama lain tersebut. Meskipun ajaran bisa saja berpengaruh terhadap sikap seorang pemeluk suatu agama, unsur sosial atau kondisi sosial politik biasanya lebih mendorong dalam memunculkan sikap dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain tersebut.

Survei ini melihat kecenderungan umum berkaitan dengan masalah kerukunan antarumat beragama. Untuk ketajaman atau fokus telaahan, beberapa variabel dijadikan sebagai sasaran. Dalam penelitian pola hubungan antara pemeluk agama ini – dengan maksud melihat unsur

Page 36: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

14

Bab I. Pendahuluan

untuk kepentingan bersama atau saling menolong.

Gambar 2:

Unsur Variabel yang Saling Berpengaruh

Ketiga dimensi di atas bisa menggambarkan kecenderungan-kecenderungan dalam kaitannya dengan kerukunan hidup beragama. “Persepsi” dalam hal ini berkaitan dengan penilaian pemeluk suatu agama terhadap pemeluk agama lainnya dalam berbagai segi kehidupan sosial mereka. Persepsi ini disamping dipengaruhi oleh unsur-unsur yang bersifat normatif, seperi ajaran agama, juga dipengaruhi oleh event-event sosial yang mengelilingi kehidupan mereka. Sementara itu “sikap” dan “kerjasama” adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan tindakan sosial masyarakat beragama. Dalam penelitian ini ketiganya dijadikan sebagai indikator dari bidang-bidang yang biasanya dianggap sebagai wilayah kerukunan, yaitu toleransi dan solidaritas. Dengan pemahaman

Ajaran Agama/ Norma/World

View(Independent variable)

- Persepsi - Sikap - Kerjasama

(Dependent variable)

Kelas/Golongan

(Intervening variable)

Pendidikan Gender

(Intervening variable)

Page 37: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

15

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

seperti ini menjadi jelas bahwa ketiganya merupakan variable dependen yang mengekspresikan tingkat solidaritas dan toleransi dalam kehidupan beragama masyarakat. Bahkan lebih jauh bisa dikatakan bahwa ketiganya mengindikasikan tentang sejauhmana masyarakat yang barsangkutan secara keseluruhan cohesive atau rentan terhadap konflik.

Selain ketiga dimensi kerukunan di atas, survei ini juga mengidentifikasi identitas responden, dan dimensi pengetahu-an yang dimilki responden. Kedua dimensi ini terdiri dari variable baik yang berupa identitas, seperti jender dan agama, maupun variable lainnya yang berkaitan dengan pengetahuan responden tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan antarumat beragama. Selain itu, dimensi ini juga mengeksplor pengetahuan tentang ajaran agama yang menjadi pedorong atau juga membatasi tindakan-tindakan responden dalam hal hubungan mereka dengan mereka yang berasal dari agama lain.

Survei kerukunan umat beragama ini merujuk pada teori Bogardus2. Teori ini dijadikan sebagai kerangka acuan dalam memandang kerukunan hubungan antarumat beragama di Indonesia. Dalam teori ini terdapat 7 tingkatan yang menunjukan intimasi atau kedekatan seseorang terhadap orang lain baik yang tidak senegara, termasuk juga tidak seagama. Teori ini dengan kata lain untuk mengukur seberapa dekat hubungan si X dengan orang lain (Y, Z, A dsb) yang berasal dari negara-negara lain. Kedekatan tidaknya hubungan ini ditandai dengan sikap pilihan si X yang mendudukkan orang-orang lain tersebut. Jika X menempatkan Y dengan mau

2 Bogardus, Emory S. (1933). "A Social Distance Scale." Sociology and Social Research 17 (1933): 265-271.

untuk kepentingan bersama atau saling menolong.

Gambar 2:

Unsur Variabel yang Saling Berpengaruh

Ketiga dimensi di atas bisa menggambarkan kecenderungan-kecenderungan dalam kaitannya dengan kerukunan hidup beragama. “Persepsi” dalam hal ini berkaitan dengan penilaian pemeluk suatu agama terhadap pemeluk agama lainnya dalam berbagai segi kehidupan sosial mereka. Persepsi ini disamping dipengaruhi oleh unsur-unsur yang bersifat normatif, seperi ajaran agama, juga dipengaruhi oleh event-event sosial yang mengelilingi kehidupan mereka. Sementara itu “sikap” dan “kerjasama” adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan tindakan sosial masyarakat beragama. Dalam penelitian ini ketiganya dijadikan sebagai indikator dari bidang-bidang yang biasanya dianggap sebagai wilayah kerukunan, yaitu toleransi dan solidaritas. Dengan pemahaman

Ajaran Agama/ Norma/World

View(Independent variable)

- Persepsi - Sikap - Kerjasama

(Dependent variable)

Kelas/Golongan

(Intervening variable)

Pendidikan Gender

(Intervening variable)

Page 38: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

16

Bab I. Pendahuluan

menerimanya, misalnya, sebagai anggota keluarga melalui perkawinan, maka hubungan tersebut sangatlah dekat yang oleh karenanya mendapatkan nilai bobot tertinggi, yaitu 7. Hubungan yang sangat rendah ditandai oleh pilihan si X tersebut ketika dia menempatkan orang lain tersebut, yang dalam kasus Bogardus adalah bangsa asing, hanya sebagai orang yang boleh masuk ke negaranya. Bobot nilai hubungan tersebut adalah satu (1).

Namun demikian, penglihatan pola hubungan seperti ini tidak sepenuhnya dipakai, mengingat adanya beberapa kelemahan ketika hal tersebut dipakai untuk melihat keintiman atau kedekatan hubungan sosial antara pemeluk yang berbeda agama di suatu negara. Tingkatan hubungan yang dikonsepsikan Bogardus tidak selamanya bisa dilihat berjenjang seperti itu, mengingat dua variabel jenjang yang ada, misalnya, bisa saja memperlihatkan keintiman atau jarak sosial yang sama dalam praktek kehidupan masyarakat. Selain itu, terdapat juga variabel antara (intervening variables) yang ikut berpengaruh terhadap pilihan hubungan yang dilakukan seseorang.Oleh karena itu untuk keperluan survei ini yang dipakai dari teori skala hubungan sosial Bogardus adalah ide umumnya saja, sedangkan skala penjenjangannya dilakukan dengan memecah suatu variabel ke dalam beberapa jenjang hubungan. Misalnya seorang responden akan ditanya tentang kawin dengan kalangan agama lain. Para responden akan diminta memilih mulai dari jawaban “senang sekali” sampai pada jenjang “sangat tidak senang sekali” atau dalam bahasa yang sederhana mulai dari menerima kawin antara pemeluk agama berbeda sampai pada “menolak perkawinan beda agama”. Dengan demikian, variabel jawaban yang dibuat

Page 39: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

17

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Bogardus, misalnya, tidak lagi dijenjangkan melainkan akan dikomparasikan dan dilihat skor jenjang dalam masing-masing variabel tersebut. Hasil dari skoring beberapa variabel tersebut – yang tentunya tidak terbatas atau bahkan berbeda dari yang dibuat oleh Bogardus –dijumlahkan bobotnya. Dengan analisis statistik kelihatan baik variasi, mean dan mediannya, termasuk tentu saja kecenderungan pada umumnya.

Dengan demikian hasil penelitian atau survei ini memperlihatkan pola kerukunan di masing-masing provinsi yang diteliti. Index kerukunan secara umum bisa dihasilkan, yang sekaligus menggambarkan variasi kerukunan, mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Indeks ini hanyalah gambaran umum, yang bisa jadi provinsi yang berindex X sama mempunyai problematika kerukunan yang berbeda. Di sini hasil depth interview menjelaskan perbedaan-perbedaan ini. Dengan indeks seperti itu setidaknya pemerintah sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam mengatur hubungan umat beragama, termasuk pemerintah daerah, dapat memberikan rambu-rambu atau bahkan membuat program pemberdayaan untuk memperkuat hubungan antarumat beragama di daerah masing-masing.

H. Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data mengenai kerukunan antarumat beragama ini dilakukan melalui kuesioner. Dengan cara ini diharapkan bisa tergambar generalisasi pola hubungan antarumat beragama yang ada. Hubungan yang dimaksud berkaitan dengan tingkat keintiman (intimacy) atau bahkan sebaliknya kebencian yang menyertainya. Dengan kata lain, kerukunan hubungan antarumat beragama ini akan diukur melalui seberapa jauh para pemeluk agama menentukan jarak

menerimanya, misalnya, sebagai anggota keluarga melalui perkawinan, maka hubungan tersebut sangatlah dekat yang oleh karenanya mendapatkan nilai bobot tertinggi, yaitu 7. Hubungan yang sangat rendah ditandai oleh pilihan si X tersebut ketika dia menempatkan orang lain tersebut, yang dalam kasus Bogardus adalah bangsa asing, hanya sebagai orang yang boleh masuk ke negaranya. Bobot nilai hubungan tersebut adalah satu (1).

Namun demikian, penglihatan pola hubungan seperti ini tidak sepenuhnya dipakai, mengingat adanya beberapa kelemahan ketika hal tersebut dipakai untuk melihat keintiman atau kedekatan hubungan sosial antara pemeluk yang berbeda agama di suatu negara. Tingkatan hubungan yang dikonsepsikan Bogardus tidak selamanya bisa dilihat berjenjang seperti itu, mengingat dua variabel jenjang yang ada, misalnya, bisa saja memperlihatkan keintiman atau jarak sosial yang sama dalam praktek kehidupan masyarakat. Selain itu, terdapat juga variabel antara (intervening variables) yang ikut berpengaruh terhadap pilihan hubungan yang dilakukan seseorang.Oleh karena itu untuk keperluan survei ini yang dipakai dari teori skala hubungan sosial Bogardus adalah ide umumnya saja, sedangkan skala penjenjangannya dilakukan dengan memecah suatu variabel ke dalam beberapa jenjang hubungan. Misalnya seorang responden akan ditanya tentang kawin dengan kalangan agama lain. Para responden akan diminta memilih mulai dari jawaban “senang sekali” sampai pada jenjang “sangat tidak senang sekali” atau dalam bahasa yang sederhana mulai dari menerima kawin antara pemeluk agama berbeda sampai pada “menolak perkawinan beda agama”. Dengan demikian, variabel jawaban yang dibuat

Page 40: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

18

Bab I. Pendahuluan

sosial mereka terhadap para pemeluk agama lainnya. Pertanyaannya adalah apakah hubungan antarpemeluk agama tersebut berjalan normal dalam artian tidak disertai adanya prejudice atau bahkan kebencian atau sikap lainnya yang bisa memunculkan ketegangan atau bahkan konflik. Dalam bahasa yang lebih sederhana, penelitian survei ini melihat sejauhmana keharmonisan menyertai hubungan mereka.

Ketiga dimensi yang menjadi fokus survei ini, yaitu “persepsi”, “sikap” dan “kerjasama”, dijelaskan melalui beberapa indikator yang dirumuskan melalui item-item pertanyaan dalam kuesioner. Indikator yang memperlihatkan tiga dimensi di atas diberi bobot, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Dalam jawaban pada kuesioner, para responden diminta untuk memilih salah satu dari 5 jawaban. Jawaban tersebut diberi nomor secara berurut mulai dari no.1 sampai no.5. Kelima jawaban yang ada tentu saja tidak memperlihatkan arti apa-apa bagi responden selain bahwa mereka diminta untuk memilih satu saja jawaban yang dirasa sesuai dengan pandangan, pendapat dan persepsi mereka.

Penomoran jawaban tersebut sebenarnya sekaligus memberikan bobot, yang mengindikasikan potensi kerukunan pada diri para responden. Pembobotan ini, yang tentunya hanya diketahui oleh para peneliti, dijadikan alat ukur berkaitan dengan tingkat kerukunan, di mana jawaban berbobot 5 adalah menunjuk pada tingkat kerukunan yang tinggi. Penomoran ini menjadi penting mengingat jawaban dalam kuesioner tidak berformat sama, melainkan tergantung pada pertanyaannya. Dalam kuesioner terdapat pertanyaan yang memerlukan jawaban “sangat setuju” sampai “sangat

Page 41: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

19

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

tidak setuju”, pembobotan jawaban seperti ini merujuk pada skala Likert yang lazim digunakan dalam penelitian survei. Pembobotan jawaban dalam skala Likert pada umumnya berjumlah ganjil: 3, 5, 7 dan seterusnya. Dalam penelitian ini ditetapkan 5 variasi, artinya 1 – 5, yang dianggap sudah cukup untuk mengakomodasi semua variasi jawaban yang diberikan para responden. Bahkan dalam deskripsi temuan pada laporan penelitian bisa disederhanakan lagi menjadi 3, yakni (1) tidak setuju, (2) kurang setuju, dan (3) setuju, dengan menggabungkan nilai ekstrim 1 (sangat tidak setuju) dengan 2 (tidak setuju), dan nilai ekstrim 5 (sangat setuju) dengan 4 (setuju).

Selain itu terdapat beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab “setuju” atau “sangat tidak setuju” seperti di atas. Merujuk pada skala Thurstone jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini berbentuk narasi kalimat, di mana nomor yang menandai jawaban tersebut menunjukkan bobot atau tingkat kerukunannya. Pada beberapa penelitian lain variasi jawaban bisa lebih dari 5, tetapi dalam penelitian ini ditetapkan 5 opsi jawaban yang terdapat dalam satu kontinuum dengan nilai 1 pada kutub negatif dan 5 pada kutub positif. Dengan kata lain, jawaban pada kuesioner ini yang disusun berupa narasi kalimat juga diberi bobot dengan tingkatan yang sama, yaitu dari 1 sampai 5. Perlu dijelaskan bahwa pembobotan yang seragam ini merupakan persyaratan apabila diperlukan pengolahan data secara statistik untuk memperlihatkan kedekatan hubungan antarvariabel dengan penggunakan prosedur analisis faktor.

Dalam dimensi “persepsi” terdapat 5 variabel (pertanyaan), sementara dalam dimensi “sikap” dan “kerja-sama” masing-masing secara berurut terdapat 8 dan 5 variabel,

sosial mereka terhadap para pemeluk agama lainnya. Pertanyaannya adalah apakah hubungan antarpemeluk agama tersebut berjalan normal dalam artian tidak disertai adanya prejudice atau bahkan kebencian atau sikap lainnya yang bisa memunculkan ketegangan atau bahkan konflik. Dalam bahasa yang lebih sederhana, penelitian survei ini melihat sejauhmana keharmonisan menyertai hubungan mereka.

Ketiga dimensi yang menjadi fokus survei ini, yaitu “persepsi”, “sikap” dan “kerjasama”, dijelaskan melalui beberapa indikator yang dirumuskan melalui item-item pertanyaan dalam kuesioner. Indikator yang memperlihatkan tiga dimensi di atas diberi bobot, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Dalam jawaban pada kuesioner, para responden diminta untuk memilih salah satu dari 5 jawaban. Jawaban tersebut diberi nomor secara berurut mulai dari no.1 sampai no.5. Kelima jawaban yang ada tentu saja tidak memperlihatkan arti apa-apa bagi responden selain bahwa mereka diminta untuk memilih satu saja jawaban yang dirasa sesuai dengan pandangan, pendapat dan persepsi mereka.

Penomoran jawaban tersebut sebenarnya sekaligus memberikan bobot, yang mengindikasikan potensi kerukunan pada diri para responden. Pembobotan ini, yang tentunya hanya diketahui oleh para peneliti, dijadikan alat ukur berkaitan dengan tingkat kerukunan, di mana jawaban berbobot 5 adalah menunjuk pada tingkat kerukunan yang tinggi. Penomoran ini menjadi penting mengingat jawaban dalam kuesioner tidak berformat sama, melainkan tergantung pada pertanyaannya. Dalam kuesioner terdapat pertanyaan yang memerlukan jawaban “sangat setuju” sampai “sangat

Page 42: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

20

Bab I. Pendahuluan

yang kesemuanya merupakan alat untuk mengukur tingkat kerukunan. Jadi, nilai rata-rata semua variabel yang menunjukkan “persepsi” digabung, yang hasil keseluruhannya memperlihatkan indeks kumulatif tingkat kerukunan (dalam satu dimensi). Demikian juga dengan dimensi “sikap” dan “kerjasama”, yang masing-masing variabelnya digabung dan dihitung untuk didapatkan nilai dan tingkat kerukunan masyarakat yang diteliti.

Indeks kumulatif yang diperoleh dari penggabungan semua variabel dalam ketiga dimensi tersebut secara keseluruhan memperlihatkan derajat kerukunan para pemeluk agama di lokasi-lokasi yang disurvei. Tingkatan kerukunan yang terdapat dalam masyarakat di daerah-daerah yang diteliti dikelompokkan menjadi (1) “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”, (2) “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”, (3)“agak kondusif bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama”, (4) “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama” dan (5)“kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat beragama”. Pengelompokan ke dalam lima jenjang kerukunan ini akan didasarkan pada nilai indeks yang dicapai setelah menghitung beragam jawaban responden dalam kuesioner berkaitan dengan tiga dimensi kerukunan yang dijabarkan di atas.

“Potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”adalah situasi hubungan antarumat beragama yang dipenuhi oleh prejudice, bahkan tidak adanya keinginan untuk menghormati pemeluk agama lain. Hal ini diperlihatkan secara terang-terangan, dan bahkan saling serang dan keengganan untuk berkomunikasi juga menandai hubungan

Page 43: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

21

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

umat beragama tersebut. Sementara “potensi bagi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar” adalah situasi yang ditandai oleh dominannya ekslusifitas dan keengganan untuk bekerjasama. Dengan kata lain, situasi seperti ini diwarnai oleh intoleransi yang cukup tinggi. Selanjutnya, situasi yang “agak kondusif bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama” ditandai oleh kehidupan yang berjalan normal di mana riak-riak ketegangan tidak terlihat lagi secara nyata. Tetapi hal ini tetap menyimpan bara karena fanatisme dan prasangka buruk tentang agama lain masih tersisa kuat dalam diri para pemeluk agama.

Adapun “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama” adalah situasi di mana fanatisme yang ada telah disertai oleh toleransi bahkan solidaritas yang juga sudah diperlihatkan dalam kehidupan antarumat beragama. Kondisi yang paling ideal adalah yang “kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat beragama”. Dalam situasi seperti ini prasangka buruk (prejudice) sudah sangat jauh berkurang, dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat juga sudah berjalan dengan baik, karena masyarakat lebih memperdulikan persatuan sebagai bangsa daripada memfokuskan diri pada fanatisme kelompok asal (primordialisme). Mereka menyadari arti kepentingan bangsa dan fanatisme kekelompokan yang bisa menyebabkan disintegrasi bangsa.

Pengelompokan yang didasarkan pada indeks kumulatif dari jawaban responden terhadap ketiga dimensi: (1) sikap, (2) persepsi dan (3) kerja sama, yang digunakan untuk mengukur tingkat kerukunan seperti diuraikan di atas bisa digambarkan sebagai berikut:

yang kesemuanya merupakan alat untuk mengukur tingkat kerukunan. Jadi, nilai rata-rata semua variabel yang menunjukkan “persepsi” digabung, yang hasil keseluruhannya memperlihatkan indeks kumulatif tingkat kerukunan (dalam satu dimensi). Demikian juga dengan dimensi “sikap” dan “kerjasama”, yang masing-masing variabelnya digabung dan dihitung untuk didapatkan nilai dan tingkat kerukunan masyarakat yang diteliti.

Indeks kumulatif yang diperoleh dari penggabungan semua variabel dalam ketiga dimensi tersebut secara keseluruhan memperlihatkan derajat kerukunan para pemeluk agama di lokasi-lokasi yang disurvei. Tingkatan kerukunan yang terdapat dalam masyarakat di daerah-daerah yang diteliti dikelompokkan menjadi (1) “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”, (2) “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”, (3)“agak kondusif bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama”, (4) “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama” dan (5)“kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat beragama”. Pengelompokan ke dalam lima jenjang kerukunan ini akan didasarkan pada nilai indeks yang dicapai setelah menghitung beragam jawaban responden dalam kuesioner berkaitan dengan tiga dimensi kerukunan yang dijabarkan di atas.

“Potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”adalah situasi hubungan antarumat beragama yang dipenuhi oleh prejudice, bahkan tidak adanya keinginan untuk menghormati pemeluk agama lain. Hal ini diperlihatkan secara terang-terangan, dan bahkan saling serang dan keengganan untuk berkomunikasi juga menandai hubungan

Page 44: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

22

Bab I. Pendahuluan

Sebelum dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Uji coba instrumen ini meliputi dua hal: Pertama, uji validitas instrumen dengan menggunakan korelasi spearman antara skor butir pertanyaan dengan total skor. Uji ini untuk mengetahui apakah keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner sudah dipahami dengan baik oleh para responden. Penggunaan kata-kata (wording) pada beberapa pertanyaan yang ternyata kurang jelas atau mungkin juga menimbulkan

Jenjang Skor/Nilai

Indeks Kumulatif

Arti Indeks dalam Konteks Kerukunan

Sebutan Nilai Indeks

1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”

Tidak harmonis

2 s/d 2.9 “potensi bagi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”

Kurang harmonis

3 s/d 3.9 “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama”

Cukup harmonis

4 s/d 5 “kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat beragama”

Harmonis

1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”

Tidak harmonis

Page 45: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

23

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

multi tafsir akan diperbaiki. Mungkin juga ada responden yang menganggap beberapa pertanyaan tidak relevan untuk mereka, karena itu harus ditinjau ulang untuk dikeluarkan atau diganti dengan pertanyaan yang lebih sesuai. Kedua, uji reliabiltas (kehandalan) instrumen dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbanch. Secara filosofi, instrumen yang reliabel tidak akan berubah makna nilainya walaupun dilakukan pada tempat atau waktu yang berbeda. Suatu instrumen penelitian mengindikasi-kan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70 (Zulganef, 2006).

HASIL PENGUJIAN RELIABILITAS

Sebelum dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Uji coba instrumen ini meliputi dua hal: Pertama, uji validitas instrumen dengan menggunakan korelasi spearman antara skor butir pertanyaan dengan total skor. Uji ini untuk mengetahui apakah keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner sudah dipahami dengan baik oleh para responden. Penggunaan kata-kata (wording) pada beberapa pertanyaan yang ternyata kurang jelas atau mungkin juga menimbulkan

Jenjang Skor/Nilai

Indeks Kumulatif

Arti Indeks dalam Konteks Kerukunan

Sebutan Nilai Indeks

1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”

Tidak harmonis

2 s/d 2.9 “potensi bagi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”

Kurang harmonis

3 s/d 3.9 “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama”

Cukup harmonis

4 s/d 5 “kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat beragama”

Harmonis

1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”

Tidak harmonis

Page 46: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

24

Bab I. Pendahuluan

HASIL PENGUJIAN VALIDITAS

Page 47: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

25

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

DEPOK

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

BOGOR

HASIL PENGUJIAN VALIDITAS

Page 48: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

26

Bab I. Pendahuluan

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

BEKASI

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

KOTA BEKASI

Page 49: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

27

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

RELIABILITAS ANTARKOTA/KAB

KOTA / KABUPATEN NILAI RELIABILITAS

DEPOK 0.930

BOGOR 0.837

BEKASI 0.841

KOTA BEKASI 0.887

SELURUHNYA 0.891

KESIMPULAN Nilai Reliabilitas sudah bagus 0.891 (Reliabel)

Nilai Validitas yang perlu diperhatikan hanya pertanyaan E02 karena nilai korelasinya di bawah 0.3 (kurang valid), alternatif solusinya dibuang atau diganti pertanyaan dan diuji lagi.

Instrumen tetap memiliki reliabilitas yang tinggi walaupun diujicobakan pada daerah yang berbeda.

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

BEKASI

RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

KOTA BEKASI

Page 50: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

28

Bab I. Pendahuluan

Selain survei, data akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan lapangan. Melalui wawancara ini sekaligus akan terlihat faktor-faktor yang membedakan mengapa hubungan antarumat beragama di daerah X lebih baik daripada hubungan tersebut di daerah Y. Wawancara mendalam yang dilakukan terhadap para informan atau para elit strategis berdasar pada pedoman wawancara yang telah disediakan.

I. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan program statistik SPSS. Jawaban-jawaban responden yang diperoleh melalui kuestioner pertama-tama diolah untuk mendapatkan tabel frekuensi dan persentase dari setiap jawaban pertanyaan. Secara bersamaan juga bisa diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean dan median dari setiap variabel.Untuk dapat memperoleh indeks skor dari beberapa variabel yang menanyakan tentang (1) sikap, (2) persepsi dan (3) kerjasama,masing-masing dikolaps atau digabung menjadi variabel komposit. Karena jawaban2 terhadap pertanyaan dibobotkan dari yang tertinggi sampai yang terendah (1-5), Skor variabel komposit inilah yang digunakan sebagai barometer yang menunjukkan tingkatan persepsi, sikap dan kerjasama dari sampel yang menjadi sumber data di masing-masing lokasi penelitian. Karena ketiga variabel komposit ini merupakan sub-sub yang mendeskripsikan kerukunan, maka untuk mendapatkan indeks kerukunan ketiganya digabung.

Dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan latar belakang budaya memang berbeda antara satu daerah penelitian dengan daerah lainnya,

Page 51: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

29

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

maka jika terdapat skor indeks komposit yang sama pada beberapa lokasi penelitian, hal itu dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan temuan-temuan kualitatif yang berasal dari hasil observasi dan wawancara mendalam. Dengan kata lain, hasil wawancara mendalam lah yang lebih menjelaskan kecenderungan-kecenderungan yang ditemukan melalui kuesioner, termasuk juga temuan yang menyimpang. Dalam hal ini tidak mustahil adanya temuan dari “wawancara mendalam” yang tidak sejalan dengan temuan survei kuantitatif. Hal ini dapat dipahami mengingat latar belakang sosial ekonomi serta pengetahuan para responden pada umumnya berbeda (untuk tidak mengatakan lebih rendah) dengan para informan yang biasanya dipilih di antara tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang diteliti. Selain itu juga ada kecenderungan sebagian responden tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan pengisian kuesioner, asal isi saja, tidak mau repot-repot memikirkan jawaban yang paling sesuai dengan predisposisi atau keyakinan mereka, terlebih apabila mereka tidak mendapat imbalan yang sepadan dengan waktu yang telah digunakan.

Dengan menggunakan berbagai teknik statistik dilihat seberapa jauh terdapatnya hubungan antara variabel-variabel yang dapat lebih menjelaskan temuan-temuan penelitian, baik secara deskriptif maupun eksplanatori - seperti tabel silang, asosiasi dan korelasi antar variabel serta teknik regresi yang menjelaskan kekuatan hubungan kausalitas antarvariabel dependen dan beberapa variabel independen. Variabel independen, termasuk pengetahuan, meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan utama, tingkat penghasilan, tingkat

Selain survei, data akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan lapangan. Melalui wawancara ini sekaligus akan terlihat faktor-faktor yang membedakan mengapa hubungan antarumat beragama di daerah X lebih baik daripada hubungan tersebut di daerah Y. Wawancara mendalam yang dilakukan terhadap para informan atau para elit strategis berdasar pada pedoman wawancara yang telah disediakan.

I. Pengolahan dan analisis data

Pengolahan dan analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan program statistik SPSS. Jawaban-jawaban responden yang diperoleh melalui kuestioner pertama-tama diolah untuk mendapatkan tabel frekuensi dan persentase dari setiap jawaban pertanyaan. Secara bersamaan juga bisa diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean dan median dari setiap variabel.Untuk dapat memperoleh indeks skor dari beberapa variabel yang menanyakan tentang (1) sikap, (2) persepsi dan (3) kerjasama,masing-masing dikolaps atau digabung menjadi variabel komposit. Karena jawaban2 terhadap pertanyaan dibobotkan dari yang tertinggi sampai yang terendah (1-5), Skor variabel komposit inilah yang digunakan sebagai barometer yang menunjukkan tingkatan persepsi, sikap dan kerjasama dari sampel yang menjadi sumber data di masing-masing lokasi penelitian. Karena ketiga variabel komposit ini merupakan sub-sub yang mendeskripsikan kerukunan, maka untuk mendapatkan indeks kerukunan ketiganya digabung.

Dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan latar belakang budaya memang berbeda antara satu daerah penelitian dengan daerah lainnya,

Page 52: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

30

Bab I. Pendahuluan

kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tingkat kepuasan terhadap kehidupan ekonomi, tingkat religiusitas, perasaan tentang ada atau tidaknya ekslusifisme dalam memperoleh peluang di bidang ekonomi dan pekerjaan, keterbukaan dalam berhubungan dengan komunitas di luar lingkungan sendiri (cosmopoliteness), mobilitas horizontal, dan lain-lain, akan dapat menjelaskan variasi sikap, persepsi serta tingkat kebersediaan untuk bekerjasama dengan orang-orang bukan seagama dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dalam kehidupan beragama.

Page 53: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

31

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tingkat kepuasan terhadap kehidupan ekonomi, tingkat religiusitas, perasaan tentang ada atau tidaknya ekslusifisme dalam memperoleh peluang di bidang ekonomi dan pekerjaan, keterbukaan dalam berhubungan dengan komunitas di luar lingkungan sendiri (cosmopoliteness), mobilitas horizontal, dan lain-lain, akan dapat menjelaskan variasi sikap, persepsi serta tingkat kebersediaan untuk bekerjasama dengan orang-orang bukan seagama dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dalam kehidupan beragama.

BAB II

HASIL SUVEI

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Sebaran Responden Menurut Agama

Page 54: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

32

Bab II. Hasil Survei

Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur

Page 55: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

33

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur

Page 56: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

34

Bab II. Hasil Survei

Page 57: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

35

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Page 58: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

36

Bab II. Hasil Survei

Page 59: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

37

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Frekuensi Mengikuti Kegiatan Ibadah Keagamaan di Rumah Ibadat (seperti mesjid, gereja, dsb)

Page 60: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

38

Bab II. Hasil Survei

Page 61: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

39

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Page 62: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

40

Bab II. Hasil Survei

Sebaran Responden menurut agama (sebagai sampel) jika

dibandingkan dengan sebaran penduduk menurut sensus BPS 2010 khusus daerah perkotaan (sebagai populasi) di Indonesia cukup mendekati. Demikian pula dengan sebaran kelompok umur dan tingkat pendidikan, sekalipun nilai prosentasenya agak berbeda, akan tetapi secara pola sebaran hampir sama. Terkecuali pada sebaran responden berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa proporsi jumlah perempuan agak lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat dipahami bahwa pengambilan sampel dalam survei ini lebih banyak dilakukan terhadap orang yang bekerja, dan sebagai konsekuensinya lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun demikian proporsi perempuan sebesar 33% dianggap sudah memadai.

Page 63: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

41

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Dalam karakteristik responden juga dapat digambarkan bahwa responden sebagian besar adalah yang sudah menetap lebih dari 10 tahun dan tidak terlalu sering bepergian keluar kota. Hal ini diharapkan sudah terjadi proses adaptasi dan sosialisasi di masyarakat sehingga pemahaman dan interaksi dalam masalah kehidupan beragama di tempat tinggalnya dapat merepresentasikan keadaan masyarakat tersebut. Hal tersebut juga didukung dalam hal pengamalan agamanya (frekuensi ke tempat ibadat) cukup tinggi, kepemilikan teman beragama lain, dan tingkat interaksi dengan agama lain. Seluruhnya memiliki prosentase di atas 50%.

Sebaran Responden menurut agama (sebagai sampel) jika

dibandingkan dengan sebaran penduduk menurut sensus BPS 2010 khusus daerah perkotaan (sebagai populasi) di Indonesia cukup mendekati. Demikian pula dengan sebaran kelompok umur dan tingkat pendidikan, sekalipun nilai prosentasenya agak berbeda, akan tetapi secara pola sebaran hampir sama. Terkecuali pada sebaran responden berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa proporsi jumlah perempuan agak lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat dipahami bahwa pengambilan sampel dalam survei ini lebih banyak dilakukan terhadap orang yang bekerja, dan sebagai konsekuensinya lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun demikian proporsi perempuan sebesar 33% dianggap sudah memadai.

Page 64: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

42

Bab II. Hasil Survei

No Pertanyaan Persentase Jawaban Responden

Tidak Tahu

Tidak Ada

Ada Tdk

Jawab

B.01

Dalam masyarakat di sini, apakah ada aturan atau pepatah (kearifan lokal) yang bisa menyatukan masyarakat meskipun berbeda agama

41.8 19.4 38.8 0.0

B.02

Setahu bapak/ibu/sdr apakah dalam agama yang bapak/ibu/sdr anut terdapat ajaran untuk bersikap toleran atau menghargai kalangan agama lain ?

19.0 5.1 75.8 0.1

B.03

Setahu bapak/ibu/sdr apakah di wilayah ini (provinsi tempat ting-gal) pernah ada konflik terbuka antarumat berbeda agama ?

17.2 68.6 14.0 0.2

B.04

Setahu bapak/ibu/sdr apakah ada kerjasama antara tokoh berbeda agama untuk menjaga umat ber-agama agar tidak terjadi konflik ?

37.1 15.5 47.2 0.2

B.06 Setahu bapak/ibu/sdr, apakah ada kebijakan/peraturan pemerintah tentang pendirian rumah ibadat ?

48.7 9.6 41.5 0.2

RATA RATA 32.76 23.64 43.46 0.14

Page 65: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

43

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

No Pertanyaan

Persentase Jawaban Responden

Tidak Baik

Baik / Biasa

Sangat Baik

Tdk Jawab

B.05 Setahu bapak/ibu/sdr bagaimana hubungan antarumat beragama di wilayah ini?

0.5 46.8 52.6 0.1

B.07 Bagaimana perlakuan umat agama lain terhadap bpk/ibu/sdr dalam pergaulan sehari-hari?

0.8 76.3 22.7 0.2

RATA RATA 0.65 61.55 37.65 0.15

No Pertanyaan Persentase Jawaban Responden

Tidak Tahu

Tidak Ada

Ada Tdk

Jawab

B.01

Dalam masyarakat di sini, apakah ada aturan atau pepatah (kearifan lokal) yang bisa menyatukan masyarakat meskipun berbeda agama

41.8 19.4 38.8 0.0

B.02

Setahu bapak/ibu/sdr apakah dalam agama yang bapak/ibu/sdr anut terdapat ajaran untuk bersikap toleran atau menghargai kalangan agama lain ?

19.0 5.1 75.8 0.1

B.03

Setahu bapak/ibu/sdr apakah di wilayah ini (provinsi tempat ting-gal) pernah ada konflik terbuka antarumat berbeda agama ?

17.2 68.6 14.0 0.2

B.04

Setahu bapak/ibu/sdr apakah ada kerjasama antara tokoh berbeda agama untuk menjaga umat ber-agama agar tidak terjadi konflik ?

37.1 15.5 47.2 0.2

B.06 Setahu bapak/ibu/sdr, apakah ada kebijakan/peraturan pemerintah tentang pendirian rumah ibadat ?

48.7 9.6 41.5 0.2

RATA RATA 32.76 23.64 43.46 0.14

Page 66: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

44

Bab II. Hasil Survei

KLASIFIKASI PENILAIAN

Pemberian skala/skor jawaban untuk masing-masing pertanyaan sudah memiliki arah yang sama (semakin besar skala maka semakin bagus persepsinya, dengan kata lain tidak ada pertanyaan yang nilai skalanya berbalik dengan skornya). Skala yang digunakan dalam pertanyaan 1-5, dan dalam pemberian skornya, skala tersebut juga diberi skor 1-5 untuk memudahkan interpretasi. Klasifikasi penilaian didasarkan pada skala awal (1-5) dengan mengacu pada jawaban pada skala tersebut. Misalnya sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5), atau dengan bahasa lain yang sepadan. Oleh karena itu klasifikasi skor dikelompokkan sebagai berikut:

INDEKS KERUKUNAN: PERSPESI TENTANG KERUKUNAN

BERAGAMA SIKAP DAN INTERAKSI ANTARUMAT

BERAGAMA KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA

Page 67: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

45

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Jenjang Skor/Nilai

Indeks Kumulatif

Arti indeks dalam konteks Kerukunan Sebutan Nilai Indeks

1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama sangat besar”

Tidak harmonis

2 s/d 2.9 “potensi bagi terjadinya konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”

Kurang harmonis

3 s/d 3.9 “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama”

Cukup harmonis

4 s/d 5 “kondusif bagi terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat

beragama”

Harmonis

Hasil Penghitungan Dengan SPSS

KLASIFIKASI PENILAIAN

Pemberian skala/skor jawaban untuk masing-masing pertanyaan sudah memiliki arah yang sama (semakin besar skala maka semakin bagus persepsinya, dengan kata lain tidak ada pertanyaan yang nilai skalanya berbalik dengan skornya). Skala yang digunakan dalam pertanyaan 1-5, dan dalam pemberian skornya, skala tersebut juga diberi skor 1-5 untuk memudahkan interpretasi. Klasifikasi penilaian didasarkan pada skala awal (1-5) dengan mengacu pada jawaban pada skala tersebut. Misalnya sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5), atau dengan bahasa lain yang sepadan. Oleh karena itu klasifikasi skor dikelompokkan sebagai berikut:

INDEKS KERUKUNAN: PERSPESI TENTANG KERUKUNAN

BERAGAMA SIKAP DAN INTERAKSI ANTARUMAT

BERAGAMA KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA

Page 68: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

46

Bab II. Hasil Survei

VARIABEL SKOR KLASIFIKASI

PERSESPSI TENTANG KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA

3.77 CUKUP HARMONIS

SIKAP DAN TINDAKAN ANTARUMAT BERAGAMA

3.61 CUKUP HARMONIS

KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA 3.61 CUKUP HARMONIS

INDEKS KERUKUNAN (RATA-RATA) 3.67 CUKUP HARMONIS

Page 69: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

47

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Indeks Kerukunan Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Indeks Kerukunan Berdasarkan Rentang Usia

VARIABEL SKOR KLASIFIKASI

PERSESPSI TENTANG KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA

3.77 CUKUP HARMONIS

SIKAP DAN TINDAKAN ANTARUMAT BERAGAMA

3.61 CUKUP HARMONIS

KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA 3.61 CUKUP HARMONIS

INDEKS KERUKUNAN (RATA-RATA) 3.67 CUKUP HARMONIS

Page 70: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

48

Bab II. Hasil Survei

Indeks Kerukunan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Indeks Kerukunan Berdasarkan Agama

Buddha

Page 71: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

49

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Indeks Kerukunan Berdasarkan Penghasilan

Indeks Kerukunan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Indeks Kerukunan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Indeks Kerukunan Berdasarkan Agama

Buddha

Page 72: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

50

Bab II. Hasil Survei

Indeks Kerukunan Berdasarkan Frekuensi Keikutsertaan dalam Ibadah Keagamaan di Rumah Ibadat

Indeks Kerukunan Berdasarkan Kepemilikan Teman yang Beragama Lain

Page 73: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

51

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Indeks Kerukunan Berdasarkan Intensitas Berhubungan dengan Teman Beragama Lain

Indeks Kerukunan Berdasarkan Frekuensi Keikutsertaan dalam Ibadah Keagamaan di Rumah Ibadat

Indeks Kerukunan Berdasarkan Kepemilikan Teman yang Beragama Lain

Page 74: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

52

Bab II. Hasil Survei

SEBARAN INDEKS KERUKUNAN BERDASARKAN PROVINSI

Page 75: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

53

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Persespsi Tentang

Kerukunan Antarumat Beragama

Sikap Dan Tindakan

Antarumat Beragama

Kerjasama Antarumat Beragama

Membangun Kerukunan

Persespsi Tentang Kerukunan Antarumat Beragama

1 0.24 0.25 0.26

Sikap Dan Tindakan

Antarumat Beragama

0.24 1 0.68 0.69

Kerjasama Antarumat Beragama

0.25 0.68 1 0.71

Membangun Kerukunan

0.26 0.69 0.71 1

HUBUNGAN ANTARVARIABEL

SEBARAN INDEKS KERUKUNAN BERDASARKAN PROVINSI

Page 76: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

54

Bab II. Hasil Survei

Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa variabel persepsi memiliki korelasi yang rendah terhadap lainnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam mewujudkan kerukunan, tidak cukup hanya membangun persepsi. Akan tetapi sikap dan tindakan antarumat beragama, cukup besar kaitannya dengan variabel kerjasama dan membangun kerukunan. Demikian juga kerjasama antarumat beragama sangat berhubungan erat dengan membangun kerukunan.

Page 77: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

55

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

BAB III

P E N U T U P

A. Kesimpulan

alam survei yang dilakukan, terdapat tiga variabel yang ingin diteliti/diketahui, yaitu persepsi tentang kerukunan beragama; sikap dan interaksi

antarumat beragama; dan kerjasama antarumat beragama. Dalam survei ini, instrumen yang digunakan yakni angket/kuesioner tertutup menggunakan skala Likert dengan lima pilihan jawaban yang disediakan sehingga responden hanya tinggal memilih saja. Kemudian angket tersebut dianalisis dengan analisis kuantitatif, yakni setiap pilihan jawaban diberikan skoring. Semakin positif jawaban yang dipilih, maka semakin besar skoring yang diberikan, dan sebaliknya.

Dari skoring yang didapat, kemudian angka tersebut dikonversi ke skor maksimal 100. Setelah dikonversi, diperoleh rata-rata yakni: untuk survei tentang “persepsi tentang kerukunan beragama” diperoleh skor rata-rata 75,2; “sikap dan interaksi antarumat beragama” memiliki rata-rata 71,9; dan “kerjasama antarumat beragama” diperoleh rata-rata 72. Dari hasil rata-rata yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kerukunan antarumat beragama sudah berada pada level baik, namun bukan berarti kita puas dengan hasil tersebut, namun harus dipelihara bahkan ditingkatkan lagi demi tercapainya kehidupan beragama yang rukun, harmonis, dan selaras.

D

Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa variabel persepsi memiliki korelasi yang rendah terhadap lainnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam mewujudkan kerukunan, tidak cukup hanya membangun persepsi. Akan tetapi sikap dan tindakan antarumat beragama, cukup besar kaitannya dengan variabel kerjasama dan membangun kerukunan. Demikian juga kerjasama antarumat beragama sangat berhubungan erat dengan membangun kerukunan.

Page 78: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

56

Bab III. Penutup

Berkaitan dengan hubungan antara variabel dan karakteristik responden, pada bagian ini dilakukan perhitungan tabulasi silang antara tiga variabel yang diteliti (tentang persepsi tentang kerukunan beragama; sikap dan interaksi antarumat beragama; dan kerjasama antarumat beragama) dan karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, penghasilan, dan pekerjaan). Dalam proses penghitungannya, masing-masing variabel yang diteliti dihitung rata-rata total skornya terlebih dahulu (seperti yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya) baru kemudian dilakukan tabulasi silang.

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, dari ketiga variabel yang diteliti, jenis kelamin laki-laki memliki skor total rata-rata yang lebih tinggi dari perempuan.

Berdasarkan karakteristik usia, trendnya fluktuatif sesuai dengan kondisi psikologisnya. Misalnya pada kelompok usia 17-24 tahun pada tingkat mahasiswa, biasanya memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi terhadap agamanya sehingga mempengaruhi persepsi dan sikapnya. Namun diantara kelima kelompok usia tersebut, kelompok usia di atas 55 tahun memiliki rata-rata total skor yang tertinggi. Hal ini dikarenakan pada kelompok usia tersebut, pengalaman hidup sudah sangat banyak, sehingga lebih bijak dalam mengambil/memilih sikap dan tindakan.

Berdasarkan karakteristik pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula rata-rata total skornya. Artinya dengan pendidikan, seseorang belajar bagaimana cara bersikap dan bertindak. Dalam mengambil tindakan, mereka penuh dengan pertimbangan secara rasional tentang dampak yang akan ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan

Page 79: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

57

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

tindakan-tindakan main hakim sendiri ataupun yang bersifat anarkis dapat dicegah, dan dapat mengambil sikap bijak dalam menghadapi setiap persoalan yang berkaitan dengan keru-kunan umat beragama.

Berdasarkan karakteristik agama, ternyata rata-rata total skor terendah terdapat pada kelompok responden beragama Islam dibandingkan dengan responden yang beragama lain. Hal ini dikarenakan dalam masalah keyakinan agama (tauhid) Islam lebih ketat dan tidak ada tawar menawar. Artinya dalam Islam keyakinan terhadap kebenaran agama merupakan tolok ukur keimanan seorang Muslim.

Berdasarkan karakteristik penghasilan, ternyata banyak sedikitnya penghasilan mempengaruhi persepsi, sikap, dan interaksi seseorang dalam bekerjasama antarumat beragama. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, ternyata jenis pekerjaan PNS/TNI/POLRI yang memiliki rata-rata total skor tertinggi secara keseluruhan. Kondisi ini juga sama dengan kelompok responden yang tidak bekerja.

Adapun sebaran rata-rata skor variabel berdasarkan provinsi adalah sebagai berikut: Dari tiga variabel yang diteliti, diperoleh rata-rata total skor (dalam skala 100) untuk survei persepsi tentang kerukunan beragama diperoleh skor rata-rata 75,2; sikap dan interaksi antarumat beragama diperoleh rata-rata 71,9; dan kerjasama antarumat beragama diperoleh rata-rata 72. Sedangkan rata-rata total skor (dalam skala 5) untuk survei tentang persepsi tentang kerukunan beragama diperoleh skor rata-rata 3,8; sikap dan tindakan antarumat beragama diperoleh rata-rata 3,6; dan kerjasama antarumat beragama diperoleh rata-rata 3,6.

Berkaitan dengan hubungan antara variabel dan karakteristik responden, pada bagian ini dilakukan perhitungan tabulasi silang antara tiga variabel yang diteliti (tentang persepsi tentang kerukunan beragama; sikap dan interaksi antarumat beragama; dan kerjasama antarumat beragama) dan karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, penghasilan, dan pekerjaan). Dalam proses penghitungannya, masing-masing variabel yang diteliti dihitung rata-rata total skornya terlebih dahulu (seperti yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya) baru kemudian dilakukan tabulasi silang.

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, dari ketiga variabel yang diteliti, jenis kelamin laki-laki memliki skor total rata-rata yang lebih tinggi dari perempuan.

Berdasarkan karakteristik usia, trendnya fluktuatif sesuai dengan kondisi psikologisnya. Misalnya pada kelompok usia 17-24 tahun pada tingkat mahasiswa, biasanya memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi terhadap agamanya sehingga mempengaruhi persepsi dan sikapnya. Namun diantara kelima kelompok usia tersebut, kelompok usia di atas 55 tahun memiliki rata-rata total skor yang tertinggi. Hal ini dikarenakan pada kelompok usia tersebut, pengalaman hidup sudah sangat banyak, sehingga lebih bijak dalam mengambil/memilih sikap dan tindakan.

Berdasarkan karakteristik pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula rata-rata total skornya. Artinya dengan pendidikan, seseorang belajar bagaimana cara bersikap dan bertindak. Dalam mengambil tindakan, mereka penuh dengan pertimbangan secara rasional tentang dampak yang akan ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan

Page 80: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

58

Bab III. Penutup

Kemudian, untuk variabel persepsi tentang kerukunan beragama diperoleh rata-rata total skor 3,8 dengan rata–rata terendah 3,3 dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.

Sedangkan untuk variable sikap dan interaksi antarumat beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan rata–rata terendah 2,9 dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Utara.

Untuk variabel kerjasama antarumat beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan rata–rata terendah 3 dan rata-rata tertinggi 4,4. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan (dari ketiga variabel yang diteliti) ternyata Jambi memiliki rata-rata terendah dan Sulawesi Utara memiliki rata-rata tertinggi.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah hendaknya merancang kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan training/pelatihan keagama-an untuk masyarakat serta siswa siswi sekolah dalam hal membangun kerukunan bangsa Indonesia.

Page 81: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

59

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

2. Pemerintah mengadakan acara dialog-dialog keagamaan yang mengusung tema pembangunan dan ketahanan nasional dalam perspektif agama-agama dengan melibat-kan unsur dalam masyarakat, dari tingkat daerah, provinsi dan nasional dengan bekerja sama antardepartemen dan pemerintah.

3. Kementrian agama perlu mengadakan seminar nasional tentang kerukunan umat beragama tingkat daerah dengan berdasarkan hasil penelitian ini.

4. Penelitian ini perlu dilakukan kembali dalam jangka tertentu untuk melihat kembali apakah pola-pola dan sistem yang diterapkan berlaku efektif atau tidak, terutama berkaitan dengan pemilihan umum yang akan datang.

Kemudian, untuk variabel persepsi tentang kerukunan beragama diperoleh rata-rata total skor 3,8 dengan rata–rata terendah 3,3 dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.

Sedangkan untuk variable sikap dan interaksi antarumat beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan rata–rata terendah 2,9 dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Utara.

Untuk variabel kerjasama antarumat beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan rata–rata terendah 3 dan rata-rata tertinggi 4,4. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan (dari ketiga variabel yang diteliti) ternyata Jambi memiliki rata-rata terendah dan Sulawesi Utara memiliki rata-rata tertinggi.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah hendaknya merancang kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan training/pelatihan keagama-an untuk masyarakat serta siswa siswi sekolah dalam hal membangun kerukunan bangsa Indonesia.

Page 82: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

60

Bab III. Penutup

Page 83: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

61

Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

DAFTAR BACAAN

Bogardus, Emory S (1933). “A Social Distance Scale”. Sociology and Social research, 17: 265-271.

Endang Turmudi (1998) “The Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah in East Java and Islamic Politics In Indonesia”, Southeast Asian Journal of Social Science, vol.26, 1998.

------------(2000), “Reformasi dan Konflik politik Antar Pendukung Partai Islam, Studi Kasus di Jepara”, Masyarakat Indonesia , Jilid XXVI, No.1: pp. 137-161.

------------(ed.) 2004. Primordialisme Kesukuan & Golongan dalam Masyarakat Indonesia Modern: Studi Kasus di Empat Daerah (Laporan Penelitian). Diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI),Jakarta.

------------(2004). “Patronage, Aliran and Islamic Ideologies During Elections in Jombang, East Java” in Hans Antlov ed. Election in Indonesia. London: Routledge-Curzon.

------------(2011). Masalah Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” Jurnal Harmoni, vol 10, No.3. pp 512-532.

-------------“(2010). Masalah Etnik di Thailan Selatan”, JurnalHarmoni, 2010

Fuller, Graham E. (2010).A World without Islam.New York: Little, Brown and Company.

Geertz, Clifford (1960). The Religion of Java, Glencoe, Ill: The Free Press.

------------(1973).The Interpretation of Cultures: Selected Essays, New York: Basic Books.

Page 84: SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI …simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/survei nasional... · penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

62

Daftar Pustaka

Gliem, Joseph A. dan Rosemary R. Gliem (2003).”Calculating, Interpreting, and ReportingCronbach’s AlphaReliability Coefficient for Likert-Type Scales”. Makalah pada Midwest Research to Practice Conference inAdult, Continuing, and Community Education.

Jenkins, Richard(1997). Rethinking Ethnicity: Arguments and Explorations. Thousand Oaks, Ca: Sage Publications.

M. Natsir, Pemetaan Kerukunan HidupBeragama di Lombok”, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 2, No. 1, Juni 2005.

Sijtsma, Klaas (2009). “On the Use, the Misuse, and the Very Limited Usefulness of Cronbach’s Alpha”. Psychometrika -Vol. 74, No. 1, 107–120, March 2009.

Smelser, Neil J. (1962). Theory of Collective Behavior. New York: The Free Press.

Sutiyono (2010). Benturan Budaya Islam : Jakarta : Kompas.