Surimi_Vilia Angela_12.70.0179_A3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

download Surimi_Vilia Angela_12.70.0179_A3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

of 19

description

Daging ikan patin, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging, freezer.

Transcript of Surimi_Vilia Angela_12.70.0179_A3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE1.1 Alat dan BahanDaging ikan patin, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging, freezer.

1.2 Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan A5).

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer

Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan menggunakan alat penekan (presser)

Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.

9

4

2. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan SurimiKelPerlakuanHardnessWHC (mg H2O)Sensoris

(gf)KekenyalanAroma

A1Sukrosa 2,5%337468,35++++++

Garam 2,5%-

Polifosfat 0,1%

A2Sukrosa 2,5%207510,55++++

Garam 2,5%361,64

Polifosfat 0,3%

A3Sukrosa 5%246118,14++++

Garam 2,5%271,72

Polifosfat 0,3%

A4Sukrosa 5%237573,84++++

Garam 2,5%105,85

Polifosfat 0,5%

A5Sukrosa 5%20928,27++++

Garam 2,5%143,79

Polifosfat 0,5%

Keterangan:KekenyalanAroma+: Tidak kenyal+: Tidak amis++: Kenyal++: Amis+++: Sangat kenyal+++: Sangat amis

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pada pembuatan surimi dilakukan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan polifosfat.kelompok A1 dan A2 menambahkan sukrosa sebanyak 2,5% kelompok A3, A4, dan A5 menambahkan sukrosa sebanyak 5% . Penambahan polifosfat pada kelompok A1 adalah 0,1% , kelompok A2 dan A3 adalah 0,3%, kelompok A4 dan A5 adalah 0,5% . Hardeness tertinggi ada pada kelompok A2 yaitu 361,64 sedangkam hardness terendah ada pada kelompok A4 yaitu 105,85. WHC (Water Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh kelompok A1 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1%. Nilai WHC terendah pada pembuatan surimi dihasilkan oleh kelompok A2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3%. Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat kenyal, kecuali pada kelompok A1, yaitu sangat kenyal. Aroma surimi yang dihasilkan tiap kelompok hampir sama, yaitu amis, kecuali kelompok A1 yaitu sangat amis.

3. PEMBAHASAN

Surimi adalah produk olahan perikanan setengah jadi atau sering disebut dengan intermediate product, yang bentuknya berupa hancuran daging ikan yang dicuci dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan yang terakhir adalah pembekuan. Berdasarkan teori dari Peranginangin et al (1999), surimi merupakan daging lumat yang sudah dibersihkan dan dicuci berulang kali sehingga sebagian besar dari bau, darah, pigmen, dan lemak hilang. Menurut Reinheimer et al (2010), surimi merupakan produk dari daging ikan yang digiling sampai halus dan dicuci dalam larutan. Surimi yang dibekukan dengan garam dan cryoprotectant diolah dengan pemanasan untuk mengatur tekstur dan untuk mengembangkan gelnya. Pencucian dilakukan bertujuan untuk menghilangkan bau amis, bahan yang tidak diinginkan, komponen lain yang larut air serta meningkatkan konsentrasi dari protein myofibril.

Surimi merupakan nilai tinggi pada pengembangan produk olahan ikan. Hal tersebut disebabkan karena surimi dapat diolah kembali menjadi macam-macam produk makanan dan juga dapat digunakan utnuk bahan campuran olahan (seperti bakso, sosis, abon, dan berbagai produk olahan lainnya). Pada umumnya, terdapat 2 jenis surimi yang biasa diproduksi yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Mu-en surimi adalah produk surimi yang dibuat tidak ada penambahan garam, sedangkan ka-en surimi adalah produk surimi yang dibuat dengan adanya penambahan garam pada konsentrasi tertentu. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Agustiani et al. (2006).

Proses pembuatan surimi terdiri dari 2 cara, yaitu cara manual dan cara mekanis. Pembuatan surimi secara manual meliputi proses filleting, mixing, leaching, dewatering, dan straining. Sedangkan pembuatan surimi secara mekanis dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin. Mesin-mesin yang digunakan untuk pembuatan surimi antara lain fish washer, meat separator, leaching tank, rotary screen, refiner, dan screw press.

Selama proses pembuatan surimi terdapat beberapa faktor utama yang perlu diperhatikan antara lain adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian bergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel. Menurut Tanaji Kudre et al, 2013 mengungkapkan pada proses pencucian merupakan tahapan yang paling penting, dimana pencucian itu sendiri diperlukan untuk menghilangkan substansi yang dalam larut air, terutama protein sarkoplasma, lemak, dan bahan lainnya yang tidak diinginkan seperti pigmen. Bourtooma et al (2009) menambahkan bahwa pada tahap pencucian akan mempengaruhi kandungan gizi dari surimi yang akan dihasilkan pada akhirnya. Protein myofibril merupakan salah satu kandungan yang akan sebagian terlarut pada air pencucian, yang dapat mempengaruhi tekstur dari surimi. Suhu air pencuci yang lebih dari 150C akan lebih melarutkan protein larut air. Kekuatan gel terbaik dapat diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 100C-150C.

Huda et al (2012) menyatakan bahwa untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Apabila pada saat penyimpanan dalam bentuk beku, maka dapat dilakukan penambahan bahan antidenaturasi (cryoprotectant). Pada saat pembuatan surimi, terdapat beberapa syarat mutu bahan baku yang digunakan seperti bahan baku harus dalam keadaan bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan (Standar Nasional Indonesia 1992).

Surimi yang bermutu baik memiliki ciri-ciri seperti warna yang putih, flavor yang baik, dan elastisitasnya tinggi. Berbahan baku ikan segar yang digunakan pada asaat pembuatan surimi dapat mempengaruhi elastisitas dari surimi yang dihasilkan. Semakin segar ikan yang digunakan maka elastisitas surimi yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Jika ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi memiliki elastisitas yang rendah maka biasanya elastisitas surimi akan ditingkatkan dengan cara menambahkan daging ikan jenis yang lain, diberikan penambahan seperti gula, pati, atau protein nabati. Menurut Ismail et al (2011), pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi elastisitas pada surimi. Ideal pH ikan untuk pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7 (pH netral). Hordur et al (2005) mengungkapkan tingkat keasaman juga akan mempengaruhi degradasi protein miofibril selama proses pembuatan surimi, dimana pada suasana asam, protein miofibril yang ada pada daging akan lebih banyak yang mampu dipertahankan dibandingkan pada saat suasana basa ketika proses pembuatan surimi. Ikan yang digunakan bahan membuat surimi disarankan memiliki lemak yang rendah karena lemak dapat mempengaruhi daya gelatinasi dan dapat mengakibatkan produk surimi cepat tengik. Apabila ikan yang digunakan mempunyai kandungan lemak tinggi, ikan tersebut harus melalui proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Koswara et al. (2001).

Phatcharat et al (2006) juga menambahkan bahwa kesegaran ikan adalah faktor yang paling penting untuk menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi. Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang menurun.

3.1. Proses Pembuatan SurimiIkan daging putih merupakan jenis ikan yang cocok untuk digunakan produk surimi serta tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis dan mempunyai kemampuan membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik. Kandungan protein myofibril ini akan mempengaruhi pembentukan gel. Ikan yang digunakan dalam prakitkum ini adalah ikan tongkol. Nama ilmiah ikan yaitu Euthynnus affinis memiliki daging putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, dan memiliki kemampuan dalam membentuk gel dengan baik sehingga ikan tongkol cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi sesuai dengan kriteria ikan sebagai bahan baku surimi (Ninan et al, 2004).

Beberapa proses pengolahan surimi yaitu persiapan bahan baku, penyiangan dan pencucian, pemisahan daging dari tulang dan kulit, leaching, straining (menghilangkan sisa sisik, jaringan ikan, membran, duri, serta bagian lainnya yang tidak digunakan), pengepresan, penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan dan pembekuan, serta pengemasan. Proes-proses tersebut sudah sesuai dengan cara kerja yang dilakukan dalam praktikum. Pertama-tama ikan tongkol difillet daging ikan tongkol sebanyak 100 gram, kemudian daging tersebut digiling dan diblender hingga halus, hal terebut dilakukan bersama es batu. Menurut Phatcharat et al (2006), penggilingan daging ikan dengan es batu bertujuan untuk menjaga kualitas dari daging ikan tetap baik, sehingga dihasilkan produk surimi yang bermutu tinggi. Kemudian penambahan dengan sukrosa, dimana kadar sukrosa tiap kelompok berbeda-beda. Untuk kelompok A1 dan A2 digunakan 2,5% sukrosa, dan untuk kelompok A3, A4, A5 digunakan 5% sukrosa. Tujuan penambahan sukrosa ini adalah untuk mencegah surimi mengalami denaturasi protein pada ikan selama proses pembekuan. Selanjutnya, dilakukan penambahan 2,5 % garam dan polifosfat. Penambahan polifosfat pada setiap kelompok juga berbeda-beda. Untuk kelompok A1 adalah 0,1%, A2 dan A3 adalah 0,3%, dan untuk A4 dan A5 adalah 0,5%. Penambahan garam ini bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang lebih kuat, dan penambahan polifosfat bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin pada daging ikan. Kemudian fillet daging ikan dibungkus dengan kantong plastik berbahan polietilen (PE) dan disimpan di dalam freezer semalaman. Menurut Anonim_a (1987), tujuan dari penggunaan plastik berbahan PE adalah untuk menjaga suhu dan mutu dari dikarenakan surimi disimpan pada suhu dingin. Setelah dibekukan selama 1 malam, kemudian surimi di thawing pada ruang. Kemudian water holding capacity, dan faktor sensorisnya (aroma dan tekstur) diamati oleh panelis. Untuk penghitungan water holding capacity (WHC), pertama-tama surimi yang telah jadi dikeluarkan dari plastik PE. Kemudian surimi diletakkan diatas kertas karbon. Setelah itu diatas surimi diberi plastik, lalu ditimpa dengan alat. Setelah itu nilai WHC dapat dihitung dan digambar di millimeter blok. Rumus perhitungan Water Holding Capacity dari surimi adalah :LA = 1/3.a (h0+4h1+2h2+4h3+hn)LB = 1/3.a (h0+4h1+2h2+4h3+hn)Luas area basah = LA-LBMg H2O = Luas area basah 8,0 0,0948

Menurut Nopianti et al (2010), surimi perlu ditambahakan cryoprotectant, dimana penambahanan ini berpengaruh pada karakteristik gel pada surimi, dimana selama proses pembekuan kemampuan gelnya akan semakin menurun. Cryoprotectant berfungsi sebagai anti denaturasi protein pada proses pembekuan. Dalam praktikum cryoprotectant yang digunakan adalah sukrosa. Tujuan penambahan sukrosa ini untuk meningkatkan N-aktomiosis dan kekuatan gel. Selama penyimpanan, surimi akan terjadi denaturasi protein karena terjadi peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam mineral akan sangat tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein. Berdasarkan teori dari Wong (1989), denaturasi protein berdampak pada lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik terbalik keluar dan bergabung dengan fase cair. Proses hidrasi hidrofobik tersebut dapat menghasilkan energi bebas positif yang akan meningkatkan permukaan protein. Permukaan protein yang lebih luas secara termodinamik menjadi tidak stabil dibandingkan dengan bentuk yang tidak terdenaturasi (Fennema 1985).

Pada praktikum ini proses surimi menggunakan garam dengan konsentrasi tertentu, sehingga jenisnya adalah ka-en surimi. Hal tersbut sesaui dengan teori dari Suzuki (1981), jenis ka-en surimi adalah penambahan surimi dengan konsentrasi garam tertentu. Penambahan garam pada surimi memiliki tujuan untuk mempercepat proses penurunan jumlah air yang terdapat pada fillet daging ikan yang akan dibuat surimi nantinya (Anonim_a, 1987)..

Dalam praktikum ini juga ditambahkan polyphosphate. Tujuan dari penambahan polyphosphate adalah untuk meningkatkan sifat elastisitas dari daging surimi yang dihasilkan. Polyphosphate bukanlah senyawa cryoprotectant, tetapi senyawa yang digunakan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding ability).

3.2. Pengaruh Sukrosa, Garam, dan Polifosfat terhadap Kualitas SurimiMenurut Winarno et al. (1980), pada saat pembuatan surimi biasanya ditambahkan dengan beberapa jenis bahan tambahan yang sengaja diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, contohnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memberikan bentuk, tekstur dan rupa. Jenis-jenis bahan tambahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan surimi adalah garam, gula, dan polifosfat.

GaramPenambahan garam memiliki tujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang lebih kuat. Selain itu, garam juga sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma. Tetapi jika menambahkan garam dalam kadar yang tinggi dapat mengubah cita rasa makanan. PolifosfatPolifosfat yang sering digunakan dalam pembuatan surimi adalah natrium tripolifosfat (STTP). Polifosfat dapat memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Kemudian miosin dan poliposfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral serta vitamin. Pada saat proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler (Haryati, 2001). Pada umumnya, polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2 %-0,3 % dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999). Bahan cryoprotectantCryoprotectant ialah bahan yang digunakan dalam pembuatan surimi yang tidak secara langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Bahan dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen disebut dengan cryoprotectant. Menurut P. Santana (2012), cryoprotectant yang sering digunakan adalah sukrosa, sorbitol, dan polyols yang dapat mencegah denaturasi protein. Selain itu, Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kemampuan air sebagai energi pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein, dan menstabilkan protein. (Zhou et al.,2006). Pipatsattayanuwong et al. (1995) menambahkan bahwa cryoprotectant berfungsi sebagai zat antidenaturasi. Cryoprotectant juga digunakan dalam menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku.

Pada praktikum ini, pembuatan surimi dilakukan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan polifosfat. Penambahan sukrosa dan polifosfat tiap-tiap kelompok berbeda. Kelompok 1 dan 2 menambahkan 2,5% sukrosa dari berat sampel, sedangkan kelompok 3, 4, dan 5, menambahkan 5% sukrosa dari berat sampel. Menurut Wiguna (2005), dalam proses pembuatan surimi, penambahan sukrosa berperan sebagai gula pereduksi yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein yang dapat membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Sukrosa juga merupakan salah satu contoh cryoprotectant yang dapat menghambat proses denaturasi protein pada produk surimi.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, hardness tertinggi dihasilkan pada kelompok A2 dan pada A1 menghasilkan hasil negatif. Hasil negatif pada kelompok A1 dapat saja terjadi. Hal tersebut dapat dipengaruhi dari kualitas ikan yang digunakan. Phatcharat et al (2006) mengatakan bahwa kesegaran ikan merupakan faktor yang dianggap paling penting untuk menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi.Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih rendah. Selain itu, selama proses pembuatan surimi juga terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi, yaitu suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang memiliki rsuhu 100C-150C. Hal tersebut diungkapkan oleh Andini (2006).

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, WHC (Water Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh kelompok A1 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1% dari berat sampel. Sedangkan WHC terendah pada pembuatan surimi dihasilkan oleh kelompok A2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3% dari berat sampel. Menurut Fennema (1985), gula mempunyai grup polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari protein, dan stabilitas protein tetap terjaga. Penggunaan sukrosa dalam pembuatan produk surimi ini bertujuan sebagai pelindung protein, dimana dapat mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan. Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa gula memiliki kemampuan untuk mengikat air maka seharusnya semakin banyak penambahan gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin tinggi. Dalam percobaan ini sudah sesuai dengan teori tersebut dimana terdapat kelompok memiliki WHC tertinggi saat penambahan sukrosa sebanyak 2,5% dari berat sampel, yaitu kelompok A1. Perbedaan WHC tersebut dapat dipengaruhi dari kualitas ikan yang digunakan.

Selain itu, saat pembuatan surimi ditambahkan dengan garam. Menurut Roussel dan Cheftel (1988), penambahan garam berfungsi untuk membentuk gel yang fleksibel dan elastis pada surimi yang dihasilkan. Apabila surimi dicampurkan dengan garam, dan disertai dengan proses pelumatan, hal tersebut akan berdampak terbentuknya sol dan apabila ada pemanasan maka gel akan terbentuk. Lan et al. (1995) menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel surimi yaitu bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, serta jenis ikan yang digunakan. Penambahan garam memiliki tujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat. Pembentukan gel tersebut akan mempengaruhi dari WHC surimi itu sendiri. Penggunaan garam juga berfungsi sebagai bahan pelarut protein miofibril. Jika konsentrasi garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka protein miofibril tidak dapat larut, sedangkan apabila konsentrasi garam yang ditambahkan lebih dari 12% maka protein miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting out. Konsentrasi garam yang umumnya digunakan untuk membuat surimi adalah 2% sampai 3% (Shimizu et al., 1992). Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana pada pembuatan surimi dilakukan penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat sampel.

Polyphosphate juga umumnya ditambahkan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding ability). Djazuli, N et al (2009) mengungkapkan bahwa uji daya ikat air atau WHC bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bahan untuk mengikat molekul air. Interaksi protein-air terutama daya ikat air sangat berperan dalam pembentukan gel. Tekstur gel akan semakin baik apabila daya serap air semakin baik pula. Hal tersebut sudah sesuai dengan hasil percobaan, dimana WHC tertinggi dihasilkan pada saat penambahan polifosfat sebanyak 0,1% dari berat sampel.

Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat kenyal, kecuali pada kelompok A1 yang menghasilkan sangat kenyal. Menurut Tanaka (2001), surimi biasanya memiliki tekstur yang elastis dan kenyal, hal tersebut dikarenakan surimi mengandung konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi. Selain itu, umumnya aroma surimi yang dihasilkan tiap kelompok adalah amis, kecuali kelompok A1 yaitu sangat amis. Perbedaan tingkat keamisan masing-masing surimi tersebut dapat disebabkan karena perbedaan perlakuan pencucian. Pada umumnya, apabila surimi masih berbau sangat amis, berarti pencucian surimi yang telah dilakukan belum bersih.

Menurut jurnal Effects of Different Dryoprotectants on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder (Huda,2012), penelitian yang dilakukan meneliti efek dari lima dryoprotectants berbeda (sukrosa, sorbitol, polydextrose, palatinose dan trehalosa) untuk melindungi protein bubuk surimi selama proses pengeringan. Bream threadfin (Nemipterus japonicus) serbuk surimi diperlakukan dengan lima dryoprotectants berbeda dan kontrol tanpa dryoprotectant diproduksi menggunakan metode oven pengeringan pada suhu 60 5A C dan sifat fungsional mereka dibandingkan. Bubuk surimi diperlakukan terkandung protein 74,80-75,34% yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (88,60%). Sebaliknya, kandungan karbohidrat bubuk surimi diobati (13,06-14,83%) juga lebih tinggi dari kontrol (0,01%). Secara keseluruhan, studi ini menemukan bahwa penambahan trehalosa memberikan efek dryoprotective terbaik, diikuti oleh palatinose, sukrosa, polydextrose dan sorbitol.

Menurut jurnal Recovery and Characterization of Proteins Precipitated From Surimi Wash-Water (Bourtoom, 2009) tujuan dari penelitian ini adalah menguji metodologi yang terlibat dalam pemulihan dari protein yang larut dalam air dari pencucian surimi dengan air (SWW) dengan menggubah pH dan penggunaan pelarut organik, dan karakterisasi protein pulih.

Pada jurnal Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi (Tan Ai Yiin et al,2014) menyatakan bahwa kaki bebek dapat meningkatkan kualitas surimi. Tujuan dari kolagen kaki bebek ditambahkan ke sarden surimi untuk mempelajari efeknya pada sifat fisikokimia. Hasilnya kolagen kaki bebek memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas rendah kelas sarden surimi dan efeknya lebih baik dari sapi dan kolagen ikan.

Pada jurnal Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella) (Tanaji Kudre, 2013) efek dari protein mengisolasi dari kacang hijau, kacang hitam dan bambara kacang tanah pada tingkat yang berbeda pada autolisis dan gel sifat sarden (Sardinella Albella) surimi dievaluasi. Seiring bertambahnya kapasitas air akan menentukan terbentuknya gel pada surimi. Oleh karena itu, pada tingkatan yang sesuai dapat menjadi alternatif aditif protein food grade untuk meningkatkan sifat gel dari surimi

Menurut jurnal Surimi Like Material From Poultry Meat And ItsPotential As A Surimi Replacer (Ishamri Ismail et al, 2011) penemuan teknologi surimi pada pengolahan daging unggas merupakan penemuan baru. Pembuatan surimi merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan lemak, jaringan ikat, pigmen, komponen rasa, dan protein larut. Penelitian telah menunjukkan bahwa daging unggas memiliki kualitas yang baik seperti protein hewani dan lemak yang lebih rendah dan kadar asam jenuh dibandingkan dengan daging merah. Pada daging unggas dapat dilihat bahwa daging unggas juga dapat dipakai untuk pembuatan surimi.

4. KESIMPULAN

Surimi adalah produk olahan perikanan setengah jadi atau biasa disebut dengan intermediate product berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan. 2 jenis yang oada umunya diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en surimi. Mu-en surimi adalah produk surimi yang dibuat tidak menggunakan penambahan garam. Ka-en surimi adalah produk surimi yang dibuat dengan menambahkan garam pada konsentrasi tertentu. Jenis surimi yang dilakukan pada praktikum ini adalah ka-en surimi. Ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi harus memiliki tingkat kesegaran yang tinggi, memiliki daging berwarna putih, dan memiliki kadar lemak rendah, serta mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik. Kesegaran ikan merupakan salah satu faktor yang dianggap penting dalam menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Faktor utama lainnya yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan surimi adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Suhu air pada saat pencucian mempengaruhi jumlah protein larut air yang hilang karena akan berpengaruh terhadap kekuatan gel. Mutu surimi yang baik adalah memiliki warna putih, flavor yang baik, dan memiliki elastisitas tinggi. Penambahan garam memiliki fungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat. Gula dapat mengikat air, dimana semakin banyak penambahan gula pada surimi maka WHC yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Penambahan bahan polifosfat bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi. Semakin tingginya jumlah polyphosphate yang ditambahkan pada proses pembuatan surimi, maka hardness surimi yang dihasilkan akan semakin menurun atau semakin elastis.Semarang, 22 September 2015Asisten Dosen: Yusdhika Bayu S.

Vilia Angela 12.70.01795. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Andini YS. 2006. Karakteristik surimi hasil ozonisasi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anonim_a. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

Bourtooma, T., Chinnan, M.S., Jantawat P., Sanguandeekul R. (2009). Recovery and Characterization of Proteins Precipitated from Surimi Wash-Water.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.

Djazuli, N et al. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan By-Catch Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Fennema, O.R. (1985).Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded.New York: Marcel Dekker, Inc.

Haryati S. 2001. Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hordur G. Kristinsson, Ann E. Theodore, Necla Demir, And Bergros Ingadottir. (2005). A Comparative Study between Acid and Alkali-aided Processing and Surimi Processing for the Recovery of Proteins from Channel Catfish Muscle. Journal of Food Science.

Huda, Nurul et al. 2012. Effect of Different Dryoprotectants on f\Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder. Universiti Sains Malaysia, 11800, Minden, Pulau Pinang, Malaysia.

Kudre, Tanaji et al. 2013. Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella). International Journal of Chemical, Environmental & Biological Sciences (IJCEBS) Volume 1, Issue 1 (2013) ISSN 23204087.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Ismail, I. et al. 2011. Surimi Like Material From Poultry Meat And ItsPotential As A Surimi Replacer. Universiti Sains Malaysia, 11800, Minden, Pulau Pinang, Malaysia.

Lan, H. Y.,MuW.,Nikolic-PatersonD.J.,and AtkinsR.C.(1995).A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens.J Histochem Cytochem43:9710.

Nopianti., R., Huda, N., Fazilah, A., Ismail., N., & Easa, A.M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal.

Okada, M, M. David, and G. Kudo. (1973). Kamaboko The Giant Among Japanese Processed Fishery Products. MFR Paper 1019.Marine Fisheries Review Vol 35 (12).

Panpitat, Worawan, Manat Chaijan, Soottawat Benjakul.(2010). Gel properties of croakermackerel surimi blend. Food Chemistry 122 (2010) 11221128

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2006. Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.

Pipatsattayanuwong S, Park JW, Morissey MT. 1995. Functional properties and self life of fresh surimi from pacific whitting. Journal of Food Science 60(6):1241-1244.

Reinheimer et al. 2010. Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.

Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623.

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology. Jepang.

Wiguna, A. N. 2005. Skripsi: Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Winarno F.G, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Yiin, Tan Ai et al. 2014. Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi. Universiti Sains Malaysia, 11800, Minden, Pulau Pinang, Malaysia.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

6. 7. LAMPIRAN7.1. PerhitunganRumus:1. 2. 3. Luas area basah = LA - LB4. Kandungan air bebas Kelompok A1a = 60 mmh1 atas = 185 mmh1 bawah = 35 mm ho = 99 mmh2 atas = 200 mmh2 bawah = 16 mmhn = 120 mmh3 atas = 182 mmh3 bawah = 24 mmLuas atas = x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)= 41.740 mm2Luas bawah = x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)= 9.740 mm2Luas Area Basah = 41.740 9,740= 32.000 mm2mg H2O = = 337.468,35 mg

Kelompok A2a = 40 mmh1 atas = 172 mmh1 bawah = 19 mm ho = 79 mmh2 atas = 176 mmh2 bawah = 8 mmhn = 107 mmh3 atas = 148 mmh3 bawah = 16 mm

Luas atas = x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)= (79 + 688 + 352 + 592 + 107)= 24.240 mm2Luas bawah = x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)= (79 + 76 + 16 + 64 +107)= 4.560 mm2Luas Area Basah = 24.240 4.560= 19.680 mm2mg H2O = = 207.510,55 mg

Kelompok A3a = 45 mmh1 atas = 173 mmh1 bawah = 24 mm ho = 87 mmh2 atas = 192 mmh2 bawah = 10 mmhn = 60 mmh3 atas = 172 mmh3 bawah = 23 mmLuas atas = x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)= 28.665 mm2Luas bawah = x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)= 5.325 mm2Luas Area Basah = 28.665 5.325= 23.340 mm2mg H2O = = 246.118,14 mg

Kelompok A4a = 45 mmh1 atas = 161 mmh1 bawah = 14 mm ho = 75 mmh2 atas = 178 mmh2 bawah = 7 mmhn = 90 mmh3 atas = 153 mmh3 bawah = 10 mmLuas atas = x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)= 26.655 mm2Luas bawah = x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)= 4.125 mm2Luas Area Basah = 26.655 4.125= 22.530 mm2mg H2O = = 237.573,84 mg

Kelompok A5a = 40 mmh1 atas = 154 mmh1 bawah = 33 mm ho = 75 mmh2 atas = 196 mmh2 bawah = 3 mmhn = 99 mmh3 atas = 169 mmh3 bawah = 13 mmLuas atas = x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)= (75 + 616 + 392 + 676 + 99)= 24.773,33 mm2Luas bawah = x 40 (75 + 4(33) + 2(3) + 4(13) + 99)= (75 + 132 + 6 + 52 + 99)= 4.853,33 mm2Luas Area Basah = 24.773,33 4.853,33= 19.920 mm2mg H2O = = 210.042,19 mg

7.2. Laporan Sementara

7.3. Diagram Alir

7.4. Abstrak Jurnal