SURAT PENCATATAN CIPTAAN - bpm.umg.ac.idbpm.umg.ac.id/aset/images/download/1. Hak Cipta dan buku...
Transcript of SURAT PENCATATAN CIPTAAN - bpm.umg.ac.idbpm.umg.ac.id/aset/images/download/1. Hak Cipta dan buku...
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
SURAT PENCATATAN CIPTAAN
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang tentang perlindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (tidak melindungi hak kekayaan intelektual lainnya), dengan ini menerangkan bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan:
I. Nomor dan tanggal permohonan : EC00201706063, 30 November 2017
II. Pencipta
Nama : Dr. Khoirul Anwar, M.Pd.
Alamat : Perum ABR Blok A-19/10 RT 001/ RW 009 Desa
Kembangan, Kec. Kebomas, Gresik, JAWA TIMUR, 61124
Kewarganegaraan : Indonesia
III. Pemegang Hak Cipta
Nama : Universitas Muhammadiyah Gresik Alamat : Jl. Sumatera No. 101, Gresik, JAWA TIMUR, 61121
Kewarganegaraan : Indonesia
IV. Jenis Ciptaan : Buku
V. Judul Ciptaan : RANCANGAN KUANTITATIF dalam Riset Pendidikan Bahasa Inggris
VI. Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia
: 20 November 2017, di Gresik
VII. Jangka waktu perlindungan : Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.
VIII. Nomor pencatatan : 05238
Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam Daftar Umum Ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat. Menteri tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang terdaftar. (Pasal 72 dan Penjelasan Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)
a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL u.b.
DIREKTUR HAK CIPTA DAN DESAIN INDUSTRI
Dr. Dra. Erni Widhyastari, Apt., M.Si.NIP. 196003181991032001
Penulis:
Khoirul Anwar
“RANCANGAN KUANTITATIF
Dalam Riset Pendidikan Bahasa Inggris”
Gresik: UMG Press, 2017
15,5 x 23 cm, Xiii, 161 hlm
ISBN: 978-602-50707-7-8
Editor:
Prof. Dr. Agus Wardhono, M.Pd.
Penyunting:
Ir. Syamsul Arifin, MT.
Desain sampul dan Tata letak
Dian Rachma
Penerbit:
UMG Press
Redaksi:
Jln. Sumatera 101 GKB
Gresik 61121
Telp +6231 3951414
Fax +6231 3952585
Email: [email protected]
Anggota IKAPI No. 189 dan APPTI No. 002.021
Cetakan pertama, Oktober 2017
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR
Penelitian kuantitatif adalah sebuah penelitian yang data-data
penelitiannya disajikan dalam bentuk analisis data berupa angka-
angka atau numerik. Banyak orang beranggapan bahwa penyajian
data dalam penelitian kuantitatif itu sulit dan bahkan ada yang
beranggapan itu tidak penting. Selain hal tersebut, masalah lainnya
adalah bahwa ada banyak jenis-jenis penelitian di kuantitatif yang
membuat banyak orang kebingungan saat akan menerapkan jenis
penelitian apa dalam penelitian kuantitatif.
Buku ini dirancang untuk memberikan pemahaman yang
benar tentang apa itu penelitian kuantitatif dan jenis-jenisnya. Jenis-
jenis penelitian kuantitatif seperti penelitian eksperimental, kuasi
ekperimental, penelitian non-eksperiemntal, penelitian survei dan
lain-lain juga disertakan didalam buku ini. Ada bab tentang dasar-
dasar penelitian kuantitatif seperti apa itu pengertian kuantitatif dan
dasar-dasarnya, serta kapan kita menggunakannya. Hal penting
lainnya yang juga disertakan dalam buku ini adalah bagaiman
merancang sebuah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
penelitian ekperimental, kuasi eksperimental, non-eksperimental,
survei, observasional serta dilengkapi dengan contoh-contohnya.
Buku ini juga dilengkapi dengan penjelasan tentang keuntungan dan
kerugian dalam menggunakan jenis-jenis penelitian kuantitatif serta
contoh kesalahpahaman umum yang sering terjadi ketika kita
melakukan penelitian kuantitatif.
Penulis berharap agar semua pembaca dapat memahami
setiap bab yang ada dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik
terkait penelitian kuantitatif terutama dalam bidang pendidikan
bahasa karena penelitian kauntitatif dalam bidang ini bisa dilakukan
oleh siapa saja termasuk para mahasiswa.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Bab 1 Pendahuluan 1 Bab 2 7 Makna Penelitian 8 Penelitian Kuantitatatif 11 Karakteristik Umum Penelitian 14 Dasar Penelitian Metode Kuantitatif 17 Realism dan subjektivisme 17 Post-positivisme ke pragmatism 20 Area Topik Penelitian Dalam Bidang ELT 22 Jenis-jenis penelitian 25 Langkah-langkah dalam melakukan penelitian 27 Saat yang tepat dalam menggunakan metode kuantitatif 30 Unit dan variable 32 Hipotesis 33 Hal-hal penting 34 Ringkasan 35 Pertanyaan untuk latihan 36 Bab 3 37 Penelitian eksperimental dan quasi-eksperimental 38 Merancang studi eksperimental 40 Tujuan penelitian 41 Merumuskan hipotesis 42 Mengatur desain penelitian 45 Memilih instrument 48 Memilih tingkatan perlakuan yang sesuai untuk menguji hipotesis
49
Menugaskan subyek ke kelompok 49 Melakukan percobaan dengan cermat 50 Menganalisa data 51 Keuntungan dan kerugian penelitian eksperimental dalam dunia pendidikan
52
Desain kuasi eksperimental 56 Hal-hal penting 62
Ringkasan 64 Pertanyaan untuk latihan 65 Bab 4 67 Penelitian survei 68 Merancang sebuah studi survey 70 Merumuskan hipotesis 72 Menentukan informasi yang Anda butuhkan 72 Menentukan populasi Anda 73 Menentukan bagaimana cara mengambil sampel dari populasi 74 Merancang instrumen penelitian 79 Mengumpulkan data 79 Menganalisis data 84 Kelebihan dan kekurangan penelitian survey 84 Merancang kuesioner survey 86 Penelitian observasional 95 Kelebihan dan kekurangan penelitian observasional 96 Merancang penelitian observasional 100 Menganalisis dataset yang ada 104 Hal-hal penting 106 Ringkasan 108 Pertanyaan untuk latihan 109 Bab 5 114 Pentingnya Margin of Error 115 Hal-hal penting yang mempengaruhi Margin of Error 117 Sample Size 117 Sampling Technique 118 System acak sederhana 119 Pengambilan sampel secara sistematis 119 Pengambilan sampel secara strata (bertingkat) 120 Pengambilan sampel secara cluster 121 Pengambilan sampel secara matched random 121 Pengambilan sampel secara kuota 122 Population size 123 Ringkasan 126 Pertanyaan untuk latihan 126 BAB 6 128 Validitas 129 Apa itu validitas 129
Jenis-jenis validitas 131 Validitas konten 131 Validitas Kriteria 133 Validitas Kontruk 134 Reliabilitas 138 Apa itu reliabilitas 138 Jenis-jenis reliabilitas 141 Generalisabilitas 144 Probabilitas dan signifikansi statistic 145 Tampilan alternative: indeks ukuran efek 151 Hal-hal Penting 154 Ringkasan 155 Pertanyaan untuk latihan 156 Bibliography 158
1
Bab 1
Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang pendahuluan buku ini yang berisi
tentang tujuan mata kuliah kuantitatif dalam riset pendidikan bahasa
kemudian capaian pembelajaran yang ingin disampaikan baik capaian
pembelajaran prodi maupun mata kuliah, diikuti dengan diskripsi mata
kuliah yang terdiri dari bahan kajian dan pokok bahasan, bentuk
assessment dan juga capaian pembelajaran khusus yang ada pada mata
kuliah ini.
Tujuan pembelajaran mata kuliah kuantitatif pada pembelajaran
pendidikan bahasa Inggris ini memiliki capaian pembelajaran program
studi sebagai berikut:
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami penelitian kuantitatif
dibidang English Language Teaching (ELT).
2. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan penelitian kuantitatif
dibidang ELT.
3. Mahasiswa mampu bersikap objektif, jujur, terbuka dan
memegang nilai-nilai kebenaran di dunia akademik.
4. Mahasiswa mampu berinteraksi secara utuh untuk berlatih
membangun hubungan yang baik.
Selanjutnya capaian pembelajaran mata kuliah didiskripsikan
sebagai berikut:
Tujuan mata kuliah ini adalah untuk memberikan pembekalan
atau kompetensi kepada mahasiswa agar mampu melakukan penelitian
sampai kepada melaporkan hasil penelitian. Mahasiswa selanjutnya
diharapkan mampu menguasai semua langkah-langkah penelitian yang
meliputi penentuan fokus dan variabel, tujuan penelitian, formulasi
hipotesis (jika ada), mereview teori, teknik pengambilan sampel, koneksi
dan analisis data. Diakhir perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu
merencanakan sendiri penelitian yang akan diajukan dengan sedikit
2
bantuan sehingga, aktifitas pembelajaran pada buku ini diharapkan
banyak dalam bentuk problem based dan student center learning.
Diskripsi mata kuliah terdiri dari bahan kajian yaitu mahasiswa
diharapkan mampu melakukan riset secara mandiri serta dapat
melaporkan hasil dan mempublikasikannya secara ilmiah tanpa ada
plagiat.
Oleh karenanya, pokok bahasan yang akan didiskusikan dalam buku ini
meliputi:
1. Identifikasi filosofi dan objektif penelitian kuantitatif dibidang
ELT.
2. Memformulasikan masalah penelitian.
3. Memformulasikan hipotesa, dan mereview teori terkait.
4. Memformulasikan rancangan penelitian baik eksperimen
maupun non-eksperimen.
5. Memahami margin of error dalam melakukan prosedur
pengambilan sampel.
6. Mengidentifikasi koleksi data serta analisisnya dengan
instrumen yang benar.
Capaian pembelajaran pada mata kuliah serta bahan kajian diatas,
diperjelas dalam capaian pembelajaran khusus sebagai berikut:
1. Untuk bisa memahami filosofi dan tujuan riset kuantitatif
dibidang ELT, maka cakupan materi yang dibutuhkan adalah
tentang makna dan definisi penelitian kuantitatif dibidang ELT,
IT ALWAYS SEEMS IMPOSSIBLE
UNTIL IT’S DONE
-Nelson Mandela
3
tujuan penelitian kuantitatif, dan tipe serta jenis-jenis penelitian
kuantitatif. Ini akan dijelaskan pada chapter awal dan bagian
tengah bab 2 buku ini.
2. Untuk mengoptimalkan mahasiswa agar mampu
memformulasikan masalah penelitian dan hipotesis, maka
cakupan materi yang diperlukan adalah pemahaman makna
tentang variabel dan fokus penelitian, makna dan objektif
penelitian, dan cara memformulasikan hipotesis melalui
pemahaman review teori yang terkait secara lengkap. Ini akan
dijelaskan pada bagian akhir bab 2 buku ini.
3. Agar mahasiswa mampu menentukan design penelitian secara
benar, maka materi yang diperlukan adalah pemahaman tentang
pentingnya rancangan penelitian kuantitatif dibidang ELT, tipe-
tipe penelitian kuantitatif ELT, dan cara memilih rancangan
penelitian kuantitatif secara tepat. Ini akan dijelaskan pada
bagian 3 dan 4 buku ini.
4. Untuk membekali mahasiswa dalam memahami prosedur
pengambilan sampel, maka diperlukan materi pembelajaran
yaitu pemahaman tentang konsep margin of error, pentingnya
pemilihan sampel dan cara-cara yang difungsikan untuk
mengambil sampel dalm penelitian ELT. Ini akan dijelaskan pada
bagian 5 buku ini.
5. Agar mampu membekali mahasiswa dalam mengoptimalkan
cara mengoleksi dan menganalisis data, maka diperlukan materi
tentang teknik prosedur koleksi data, teknik analisis data, dan
pengenalan tentang analisis statistik secara sederhana untuk
memahami tentang tujuan validitas dan generasibilatas dari
sebuah research. Ini akan dijelaskan pada bab 6 buku ini.
Agar buku ini bisa memenuhi target yang diinginkan yaitu
terjadinya pembelajaran yang cocok dengan harapan capaian
pembelajaran diatas, maka perlu dicermati hal-hal penting terutama
untuk pengajar dan mahasiswa.
4
1. Hal-hal mendasar yang harus dicermati oleh pengajar
Untuk pengajar mata kuliah quantitative research dibidang ELT,
maka harus memperhatikan paling tidak dua hal penting yaitu
memastikan strategi pembelajaran yang tepat dan melakukan
essessment yang tepat pula.
Untuk menjamin bahwa proses pembelajaran berjalan dengan
baik, pengajar disarankan untuk memfungsikan beberapa metode
atau strategi sebagai berikut:
a. Group work activities (aktifitas kerja kelompok). Strategi ini
sangat bagus untuk diterapkan kepada mahasiswa terutama
untuk melakukan pendalaman konsep tentang semua materi
yang harus dikuasai. Aktifitas ini bisa dikerjakan dengan
meminta mahasiswa bekerja dalam kelompok untuk melakukan
kajian tentang materi, teoritis yang sudah diurutkan
berdasarkan capaian pembelajaran khusus. Setelah tiap-tiap
kelompok menyelesaikan kajiannya serta membuat ringkasan
yang baik maka pengajar mengecek apakah setiap ringkasan itu
bagus untuk di share ke kelompok yang lain. Setelah proses
sharing dengan grup yang lain selesai, maka antar kelompok
memberikan assesment terhadap kualitas kajian atau sumber
yang telah dikembangkan dan diberi kesempatan untuk
menyampaikan respon tentang kelemahaan dan keunggulan dari
masing-masing.
b. Jurnal presentation (presentasi jurnal). Yang dimaksud jurnal
disini adalah artikel produk penelitian yang berawal dari jurnal
internasional berreputasi yang berkenaan dengan tema capaian
pembelajaran khusus dari mata kuliah ini. Setiap mahasiswa
diberi kesempatan untuk mencari artikel yang cocok dengan
bidang dan interest masing-masing yang kemudian harus
melakukan kajian dalam bentuk summary untuk di share ke
dosen secara personal maupun kelompok lain secara
berkelompok. Presentasi artikel jurnal ini bisa dikaitkan dengan
tema CPK yang cocok dengan aturan yang sudah dibuat untuk
5
mengoptimalkan pemahaman tentang teori penelitian
kuantitatif ELT.
c. Small group analysis (analisis kelompok kecil). Metode ini
semacam dengan jurnal presentation tetapi lebih berfungsi
untuk mengoptimalkan peran kelompok terutama untuk
memperdalam kajian tentang teori penelitian kuantitatif pada
tema-tema yang kontroversial dan didasarkan pada kasus nyata
dari penelitian terdahulu. Seperti biasa, kelompok melakukan
kajian summary dan di bagikan ke kelompok yang lain.
d. Individual project (Projek Individu). Pada kegiatan ini,
mahasiswa diarahkan untuk merancang proposal yang layak
diajukan untuk dijadikan projek secara individu. Pada CPK
kedua dan ketiga terutama pada saat formulasi masalah
penelitian, mahasiswa sudah mendapatkan tugas projek ini
sampai di akhir perkuliahan. Projek individual ini akan disudahi
dengan akhir yang difungsikan untuk memastikan kelulusan
mata kuliah ini.
Selanjutnya hal lain yang harus diperhatikan oleh pengajar
adalah proses assessment, dimana secara umum penilaiannya harus
berbasis pada individual dan kelompok. Semua penilaian harus
objektif dan mengacu kepada pendekatan proses dan produk. Dari
sisi proses paling tidak harus ada penilaian baik itu individual yang
bersifat khusus maupun kelompok. Tugas khusus biasanya adalah
presentasi individu tentang artikel jurnal dan paper proposal
research. Tugas kelompok biasanya berupa summary kajian, dan juga
kasus hasil penelitian terdahulu. Disamping itu, penilaian juga bisa
mempertimbangkan proses dari teman sebaya. Produk yang harus
dinilai dalam mata kuliah ini adalah contoh rencana proposal
penelitian kuantitatif dibidang ELT.
2. Hal-hal penting yang diperhatikan oleh mahasiswa.
Dua hal pokok yang menjadi perhatian oleh mahasiswa adalah
mengikuti strategi pembelajaran yang dirancang oleh dosen dan
6
memastikan terpenuhinya kewajiban penugasan selama proses
pembelajaran.
Mahasiswa harus memahami bahwa, tujuan mata kuliah ini akan
berhasil bila mampu menguasai semua kaidah dan teori dari capaian
pembelajaran khusus yang sudah disediakan. Bila tidak mampu atau
belum mampu memahami capaian pembelajaran tersebut maka
mahasiswa tersebut boleh mengulang ujian kompetensi CPK mata
kuliah tersebut pada waktu yang disediakan secara spesifik oleh
dosen.
Selanjutnya hal lain yang juga diperhatikan oleh mahasiswa
adalah ketepatan menyelesaikan tugas. Dalam satu semester paling
tidak mata kuliah ini akan ada sekitar 6 tugas, baik yang harus
dikerjakan secara individu ataupun kelompok. Prosentase penilaian
akhir tentu akan mengedepankan tentang ketepatan, kualitas proses
serta produk pada saat penyelesaian tugas yang dimaksud.
-Bruce Lee
7
Bab 2
Penelitian Kuantitatif
Pada bagian ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami konsep penelitian kuantitatif dalam pendidikan
bahasa Inggris
2. Memahami dasar penelitian kuantitatif di pendidikan bahasa
Inggris
3. Memaknai makna variabel dalam penelitian bahasa Inggris
4. Menjelaskan konsep hipotesis dan teori dalam penelitian secara
umum
8
Metode penelitian dalam pendidikan (dan ilmu-ilmu sosial lainnya)
sering dibagi menjadi dua jenis utama: metode kuantitatif dan kualitatif.
Buku ini mendiskusikan salah satu dari dua jenis utama: metode
kuantitatif. Dalam bab ini kita akan membahas apa yang dimaksud
dengan istilah metode kuantitatif dan apa yang membedakan kuantitatif
dari metode kualitatif dalam pendidikan bahasa.
Bab ini juga memaparkan tentang hakikat penelitian kuantitatif
secara umum dan otomatis terkait dengan hakikat riset kuantitatif
dalam kajian pendidikan bahasa. Selanjutnya bagian ini juga
memaparkan tentang hakikat, prinsip, dan dasar-dasar yang menjadi
pijakan dalam riset kuantitatif tersebut, termasuk juga kapan kita harus
menggunakan konsep kuantitatif di dunia pendidikan bahasa. Sesuai
dengan konsep dasarnya riset adalah analisis yang dikerjakan secara
objektif serta rekaman observasi yang terkontrol yang diarahkan
kepada pengembangan prinsip, generalisasi, atau teori untuk
menghasilkan prediksi dalam rangka mengendalikan kejadian kejadian
(Best & Kahn, 1998). Secara sederhana penelitian bahasa memiliki tiga
kata kunci yaitu pertanyaan atau masalah, pendekatan yang sistematis,
dan jawaban.
1. Makna Penelitian
Semua penelitian pasti memiliki karakter yang mencerminkan tujuan
proses dan hasil yang ingin dicapai. Secara spesifik setiap bidang ilmu
memiliki karakter khusus dalam melakukan penelitian. Ada banyak
definisi penelitian yang disampaikan oleh para ahli namun yang terkait
-Mario Teguh
9
dengan riset dalam kajian pendidikan bahasa Inggris, penulis setuju
kepada definisi yang telah dikemukakan oleh (Best & Kahn, 1998)
bahwa penelitian adalah sebuah analisis yang objektif dan sistematis,
prosesnya juga dikendalikan dan dikontrol yang hasilnya untuk
pengembangan generalisasi, prinsip-prinsip, teori-teori, yang akhirnya
bisa difungsikan untuk memprediksi dan mengontrol kejadian-kejadian
yang akan datang. Dalam penjelasan ini proses riset itu sendiri memiliki
analisis yang objektif, maksudnya adalah tidak boleh ada kepentingan
yang menyertai (termasuk kepentingan peneliti) terhadap proses riset
itu sendiri. Proses yang objektif ini tidak cukup, namun harus dibarengi
dengan karakteristik yang sistematis artinya semua proses yang
digunakan mulai perencanaan, pelaksanaan, dan rekapitulasi hasil
sampai pada kesimpulan harus betul-betul bisa dipertanggung
jawabkan oleh karena tujuan dari hasil dari riset ini adalah untuk
mengembangkan teori, prinsip atau generalisasi, sehingga apabila
proses yang dilakukan tidak objektif dan tidak sistematis maka prinsip,
generalisasi, dan teori yang dihasilkan tentu saja tidak bisa di
pertanggungjawabkan.
Untuk mempermudah definisi penelitian sehingga bisa difungsikan
atau dilaksanakan oleh para calon peneliti maka, beberapa kata kunci
itu penting untuk diketahui dalam research itu sendiri. Menurut
(Tjokrosujoso, 1995) minimal ada tiga kata kunci yang mesti difahami
dan dilaksanakan oleh seorang peneliti karena tiga kata kunci ini
menjadi ruh utama sebuah proses yang disebut penelitian. Tiga kata
kunci itu adalah:
1. Pertanyaan penelitian atau masalah penelitian.
Setiap penelitian pasti dimulai dengan masalah yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian
ini fungsinya adalah untuk mengarahkan kepada tujuan penelitian
secara spesifik sehingga perlu persyaratan khusus untuk bisa
memastikan bahwa penelitian kita layak untuk diteliti. Kelayakan ini
10
penting karena disamping proses penelitian adalah langkah-langkah
yang serius dan sistematis tapi juga bahwa dengan merumuskan
pertanyaan atau masalah riset yang benar maka nilai-nilai kemanfaatan
hasil yang diperoleh juga jelas (Best & Kahn, 1998). Secara singkat
umumnya pertanyaan penelitian ini harus memenuhi kaidah yaitu bisa
diteliti, memiliki nilai kebaharuan (novelty) atau memiliki gap yang
menjajikan, dan dari sisi waktu dan energi serta biaya juga bisa
diselesaikan.
2. Pendekatan sistematis
Setelah masalah penelitian jelas dan dinyatakan secara umum
dalam bentuk pertanyaan, langkah berikutnya yaitu memastikan
pendekatan atau proses untuk menjawab problem penelitian tersebut
secara baik dan benar. Proses mencari jawaban dari problem penelitian
harus menggunakan pendekatan yang sistematis dan sesuai dengan
karakter dari pertanyaan atau variabel yang diteliti. Para ahli sering
menyebut pendekatan sistematis ini adalah menentukan desain
penelitian yang cocok dengan variabel atau fokus yang diteliti. Dalam
riset kuantitatif pilihan rancangan ada banyak dan harus disesuaikan
dengan fokus dari riset itu sendiri, diantaranya adalah rancangan
penelitian eksperimen, kausal-komparasi, penelitian korelasi, survey,
dan lain-lain. Karena rancangan penelitian adalah bagian dari proses
yang menentukan untuk mengawal pencarian jawaban dari sebuah riset
maka setiap fokus penelitian harus memastikan desain penelitian yang
sesuai sehingga proses yang digunakan menjadi valid dan hasil
penelitiannya pun juga demikian.
3. Jawaban
Jawaban penelitian adalah kata kunci ketiga yang harus hadir dalam
setiap penelitian karena tujuan akhir dari sebuah riset adalah jawaban
dari pertanyaan riset itu sendiri. Secara umum ada dua jenis jawaban
yang sering melekat terhadap sebuah penelitian. Yang pertama adalah
summary, maksudnya setiap penelitain harus bisa menyampaikan
11
ringkasan temuan yang biasanya langsung ditujukan untuk menjawab
problem penelitian. Bila pertanyaannya satu maka ringkasan
jawabannya juga satu, bila pertanyaannya lebih dari satu maka
ringkasan jawabannya juga demikian, lebih dari satu dan seterusnya.
Jadi berapapun jumlah pertanyaan riset yang diajukan harus ada
ringaksan jawaban yang pasti dan cocok dengan data yang dikoleksi dan
dianalisis secara benar dan baik. Yang kedua adalah jawaban itu berupa
conclusion atau kesimpulan dari hasil penelitian, artinya adalah setelah
ringkasan jawaban dalam bentuk summary, peneliti harus membuat
kesimpulan yang bisa diajukan dari proses riset yang sudah dijalani
tersebut. Sehingga apa yang diharapkan dari tujuan akhir penelitian
tersebut yaitu pengembangan prinsip-prinsip, generalisasi, dan teori-
teori akan diperoleh dengan baik bila kesimpulan yang dituangkan
peneliti juga kuat dan valid serta kelihatan ada peluang yang memadai
untuk mengarah apada kontribusi hasil peneliti dalam bidang ilmu.
Ketiga kata kunci diatas yaitu pertanyaan penelitian, pendekatan
sistematis dan jawaban sifatnya menyatu artinya setiap penelitian itu
dipastikan memiliki tiga kata kunci ini (Tjokrosujoso, 1995). Bila salah
satu diantara tiga itu tidak ada dalam proses maka hasil yang diinginkan
bukanlah dari sebuah penelitian. Tentu saja ketiga proses ini harus
melekat pada bidang ilmu dimana proses riset tersebut dilakukan
termasuk penelitian di bidang bahasa Inggris.
2. Penelitian kuantitatif
Ketika kita memikirkan metode kuantitatif, mungkin akan ada
banyak hal yang ada di benak kita. Diantaranya adalah akan berpikir
statistik, angka – angka yang banyak, dan mungkin kita merasa agak
khawatir karena kita menganggap metode kuantitatif itu sulit. Terlepas
dari anggapan yang demikian beragam, sebetulnya pandangan tersebut
sudah mengarah kepada esensi dari metode kuantitatif.
12
Berikut ini definisi yang sering difungsikan bahwa penelitian
kuantitatif adalah ‘Menjelaskan fenomena dengan mengumpulkan data
angka yang dianalisis memakai metode berbasis matematis yang
menggunakan statistika tertentu.’ (Ary, Jacobs, Sorensen, & Razavieh,
2010)
Selanjutnya mari kita memahami definisi tersebut satu persatu.
Elemen pertama adalah menjelaskan fenomena. Ini adalah elemen kunci
dari semua penelitian, baik itu kuantitatif atau kualitatif. Ketika memulai
untuk melakukan penelitian, kami selalu berusahai untuk menjelaskan
sesuatu. Dalam pendidikan ini bisa menjadi pertanyaan-pertanyaan
seperti ‘mengapa guru tidak mengajar?’, ‘Faktor apa yang
mempengaruhi prestasi murid?’ Dan sebagainya.
Karakter penelitian kuantitatif terletak pada bagian akhir dari
definisi tersebut bahwa riset kuantitatif mengumpulkan data numerik
dimana analisis memakai metode berdasarkan matematis. Agar dapat
menggunakan metode berdasarkan matematis, data harus dalam bentuk
angka. Ini bukan kasus untuk penelitian kualitatif. Data kualitatif tidak
selalu atau biasanya numerik dan dengan demikian tidak memfungsikan
analisis statistik.
Oleh karena itu, karena penelitian kuantitatif pada dasarnya
adalah tentang pengumpulan data numerik untuk menjelaskan
13
fenomena tertentu, beberapa pertanyaan berikut tampaknya cocok
untuk menjawabnya dengan menggunakan metode kuantitatif: (1).
Berapa banyak laki-laki yang mendapatkan nilai di kelas bahasa Inggris
dibandingkan dengan perempuan? (2). Berapa persentase guru bahasa
Inggris dalam memimpin sekolah yang ada di sekolah pinggiran? (3).
Apakah prestasi murid bahasa Inggris meningkat di sekolah kita dari
waktu ke waktu?
Ini semua adalah problem yang dapat kita amati secara
kuantitatif karena data yang harus kita kumpulkan sudah tersedia
dalam bentuk angka. Namun, tidakkah hal ini sangat membatasi
kegunaan penelitian kuantitatif? Ada banyak fenomena yang mungkin
ingin kita lihat, tetapi tampaknya tidak menghasilkan data kuantitatif.
Bahkan, relatif sedikit fenomena dalam pendidikan bahasa Inggris
benar-benar terjadi dalam bentuk ‘alami’ data kuantitatif.
Untungnya, kami jauh lebih terbatas daripada yang mungkin
muncul diatas. Banyak data yang tidak secara alami muncul dalam
bentuk kualitatif dapat dikoleksi dengan cara kuantitatif. Kita lakukan
ini dengan merancang instrumen penelitian khusus yang diarahkan
untuk mengkonversi fenomena yang tidak alami ada dalam bentuk
kualitatif menjadi kuantitatif yang bisa kita analisis secara statistik.
Contohnya adalah sikap dan keyakinan. Kita bisa mengumpulkan data
tentang sikap murid ke sekolah terhadap guru mereka. Sikap ini jelas
tidak secara alami ada dalam bentuk kuantitatif (kita tidak membentuk
sikap dalam bentuk skala numerik!). Namun kita dapat mengembangkan
kuesioner yang meminta murid untuk menilai sejumlah pernyataan
(misalnya, 'Saya pikir sekolah membosankan') baik sebagai sangat
setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju, dan bisa dengan
nomor (misalnya 1 untuk sangat tidak setuju, 4 untuk sangat setuju).
Sekarang kita mendapatkan data kuantitatif pada sikap murid ke
sekolah. Demikian pula, kita dapat mengambil data tentang sejumlah
fenomena dan membuat data kuantitatif melalui instrumen
pengambilan data seperti kuesioner atau tes. Dalam beberapa bab
14
berikutnya, kita akan membahas bagaimana kita dapat mengembangkan
instrumen untuk menyelesaikan hal itu.
Jenis kejadian yang bisa kita pelajari dengan model ini hampir
tak terbatas, membuat penelitian kuantitatif cukup fleksibel. Namun,
tidak semua fenomena yang terbaik dipelajari dengan metode
kuantitatif. Seperti yang akan kita lihat, sementara metode kuantitatif
memiliki beberapa keuntungan penting, tapi juga punya kelemahan,
artinya bahwa beberapa fenomena ternyata lebih baik dipelajari dengan
metode yang berbeda (kualitatif).
Selanjutnya penggunaan metode berdasarkan matematis yaitu
dengan statistik tertentu untuk menganalisis data. Ini sering orang
menganggap dan menyangkanya sebagai bagian terpenting dalam riset
kuantitatif namun faktanya bagian ini yang menjadi sedikit
kesalahpahaman. Memilih alat analisis yang benar itu bahkan lebih
penting dibandingkan dengan fungsi desain penelitian dan instrument
koleksi data yang tepat. Namun, penggunaan statistik untuk analisis
data dalam penelitian kuantitatif di anggap rumit karena ada basis
matematika yang mendasari metode ini yang tampak sulit dan
menakutkan. Namun demikian, seperti yang akan kita bahas selanjutnya
dalam buku ini, kebanyakan peneliti tidak benar-benar harus sangat ahli
dalam matematika yang mendasari metode karena perangkat lunak
komputer memungkinkan kita untuk melakukan analisis dengan cepat
dan relatif mudah.
3. Karakteristik Umum Penelitian
Untuk memperjelas definisi dan tiga kata kunci yang sudah
dipaparkan sebelumnya maka kita perlu mengetahui karakteristik riset
MOTIVATION IS WHAT GETS YOU STARTED.
HABIT IS WHAT KEEPS YOU GOING – JIM ROHN
15
secara umum (Best & Kahn, 1998). Hal ini dibutuhkan untuk
menggambarkan secara fungsional tentang riset itu sendiri sehingga
para calon peneliti secara khusus dapat mengimplementasikan
penelitian secara mudah. Diantara karakteristik penelitian yang
dimaksud adalah:
a. Setiap penelitian memiliki karakter untuk mengatasi masalah yang
tidak ada jawabannya. Sebagaimana yang dijelaskan bagian
sebelumnya, masalah yang dimaksud adalah fokus atau bidang ilmu
penelitian yang diajukan oleh peneliti. Secara sederhana, masalah
yang muncul tidak bisa diselesaikan dengan baik bila tidak
dilakukan penelitian. Hal ini sering disebut dengan penelitian untuk
menyelesaikan masalah. Bila masalah tersebut bisa dilakukan tanpa
penelitian maka itu bukan bagian dari karakteristik research.
b. Penelitian seringkali difungsikan untuk mempredikasi fenomena
yang akan terjadi berdasarkan pengembangan prinsip, teori serta
generalisasi. Ini adalah pemanfaatan hasil dari sebuah penelitian,
ketika penelitian dilakukan dengan baik dan hasilnya juga baik
maka manfaat yang didapat bisa difungsikan untuk memprediksi
kejadian-kejadian yang akan terjadi disekitar kita.
c. Sebuah penelitian harus didasarkan pada proses yang observable
dan bukti data empiris. Hal ini penting karena yang dihasilkan
adalah teori-teori dan prinsip-prinsip maka bukti empiris yang
faktual berdasarkan data diperlukan. Tidak mungkin sebuah
penelitian didasarkan pada bukti yang tidak empiris, misalnya
wangsit dan lain-lain.
d. Proses sebuah penelitian pasti dilakukan dengan data dari sumber
pertama ataupun dari sumber kedua atau memaksimalkan data
yang ada untuk tujuan tertentu. Yang dimaksud dengan data primer
atau data sumber pertama adalah sumber data yang diperoleh
langsung oleh peneliti itu sendiri melalui instrumen yang
digunakan. Sementara data dari sumber kedua adalah data yang
diambil dari pihak lain atau data yang ada yang sudah dikumpulkan
oleh pihak-pihak tertentu, misalnya guru (nilai rapot, nilai hasil
ujian, portofolio guru, dan lain-lain). Kedua jenis data ini bisa
digunakan dan sah untuk sebuah proses penelitian.
16
e. Terkadang proses penelitian dijalani secara random. Yang
dimaksud random sangat melekat pada riset yang berhubungan
dengan survey, khususnya pada pemilihan subjek. Peneliti
terkadang tidak perlu memakai semua subjek karena mungkin
keterbatasan waktu dan energi maka riset bisa menggunakan
sampel dari keseluruhan populasi. Pengambilan sampel secara
random bisa dilakukan bila semua populasi memiliki potensi yang
sama untuk dijadikan sampel.
f. Penelitian memerlukan keahlian. Secara umum keahlian terbagi
menjadi dua yang pertama adalah keahlian dalam bidang ilmu
dimana sebuah penelitian itu dilakukan. Untuk konteks ini peneliti
harus memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup dalam
bidang ilmu atau fokus penelitian yang dilakukan sehingga
roadmap bidang ilmu yang dia teliti, dia kuasai secara baik
termasuk penguasaan penelitian-penelitian terdahulu yang
menyertainya. Keahlian yang kedua adalah keahlian dalam hal
merancang proses penelitian itu sendiri. Seorang peneliti harus ahli
dalam menentukan model rancangan, instrumen yang digunakan,
proses pengumpulan data, proses analisisnya, dan cara
menyimpulkannya dengan benar.
g. Sebuah penelitian pasti dicatat dan dilaporkan secara lengkap dan
hati-hati. Proses ini berkenaan dengan kesungguhan atau
keseriusan seorang peneliti ketika melaksanakan penelitian.
Pencatatan dan pelaporan yang benar dan hati-hati dapat
membantu dan menjamin hasil penelitian yang ragu-ragu.
Sebuah penelitian memerlukan keberanian dan keuletan. Peneliti
adalah orang yang biasanya terobsesi dengan tujuan penelitian dan
juga hasil akhir dari penelitiannya. Dalam melaksanakan proses
penelitian bila menghadapi hal-hal yang tidak menguntungkan baik
itu kesulitan teknis maupun non teknis maka seorang peneliti harus
mampu mengatasinya. Oleh karena itu bekal keberanian dan
keuletan adalah bagian dari cara seorang peneliti untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi.
17
4. Dasar penelitian metode kuantitatif
2.1 Realisme Vs subjektivisme
Sekarang kita telah mendefinisikan penelitian kuantitatif, mari
kita bandingkan dengan penelitian kualitatif yang biasanya kontras.
Sementara penelitian kuantitatif didasarkan pada data numerik
dianalisis secara statistik, sedangkan penelitian kualitatif memakai data
non-numerik. Penelitian kualitatif sebenarnya merupakan istilah
payung yang mencakup berbagai metode, seperti wawancara, studi
kasus, etnografi dan analisis wacana, dan lain-lain.
Perbedaan antara riset kuantitatif dan kualitatif sering dilihat
sebagai sesuatu yang cukup mendasar, yang mengakibatkan ‘perang
paradigma’ di mana penelitian kuantitatif dan kualitatif dilihat sebagai
perbedaan. Banyak peneliti mendefinisikan diri mereka sebagai
kuantitatif maupun kualitatif. Bagaimana ini bisa terjadi?
Gagasan ini muncul terkait dengan filosofi berbeda yang
mendasari pandangan dunia dari peneliti di dua ‘paradigma’. Menurut
pandangan ini, dua perbedaan pandangan yang berbeda secara
mendasar mendasari penelitian kuantitatif dan kualitatif. Pandangan
kuantitatif digambarkan sebagai ‘realis’ atau kadang-kadang ‘positivis’,
sedangkan pandangan dunia yang mendasari penelitian kualitatif
dipandang sebagai ‘subyektif’.
Apa artinya ini? Realis mengambil pandangan bahwa apa yang
dilakukan dalam penelitian adalah mengungkap realitas yang ada. ‘Yang
benar adalah di luar sana’ ada tugas peneliti untuk memakai metode
riset yang obyektif untuk mengungkap kebenaran itu. Ini berarti bahwa
sebagai peneliti perlu terlepas dari riset dan memakai metode yang
memaksimalkan objektivitas dan meminimalkan keterlibatan peneliti
dalam penelitian. Hal ini paling baik dilakukan dengan menggunakan
metode yang diambil sebagian besar dari ilmu-ilmu alam (misalnya
biologi, fisika, dll) yang kemudian dialihkan ke struktur penelitian sosial
(seperti pendidikan). Positivisme adalah aliran ekstrim dari pandangan
18
dunia ini. Menurut positivisme, dunia memiliki hukum tetap sebab dan
akibat. Berpikir ilmiah adalah dipakai menguji teori tentang hukum-
hukum ini dan baik menolak atau sementara menerimanya. Dengan
demikian, kita akhirnya akan memahami kebenaran tentang bagaimana
dunia bekerja.
Namun, pandangan lain mengatakan bahwa ada realitas sejati di
luar sana yang dapat kita ukur dengan benar-benar obyektif yang itu
akan menjadi sebuah masalah tersendiri. Kita semua adalah bagian dari
dunia yang kita amati dan tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari
apa yang kita teliti. Penelitian sejarah telah menunjukkan bahwa apa
yang dipelajari dan temuan apa yang dihasilkan dipengaruhi oleh
keyakinan dari orang yang melakukan penelitian dan / iklim sosial
politik pada saat penelitian dilakukan.
The ones who are crazy enough to think that they
can change the world, are the ones who do
Steve Jobs
19
Jika kita melihat penelitian kuantitatif terhadap perspektif
kualitatif, peneliti kualitatif adalah subjektivis. Berbeda dengan
pandangan realis bahwa kebenaran ada di luar sana dan dapat diukur
secara obyektif dan ditemukan melalui penelitian, subjektivis
menunjukkan peran subjektivitas manusia dalam prosedur penelitian.
Kenyataannya berbeda, ‘di luar sana’ menjadi obyektif dan tanpa beban
diamati oleh kita, tetapi setidaknya sebagian dibangun oleh kita dan
oleh pengamatan kita. Tidak ada realitas objektif yang telah ada
sebelumnya yang bisa diamati. Proses kita adalah mengamati
perubahan realitas dan mengubahnya dan oleh sebab itu subjektivis
yang relativistik. Semua kebenaran hanya bisa relatif dan tidak pernah
definitif seperti yang di klaim oleh positivis. Posisi relativis ekstrim jelas
berbeda sebagaimana kaum positivistik yang ekstrim, misalnya ada
teori yang menyangkal adanya konsensus social, perbedaan sihir
dengan ilmu pengetahuan baru (masa kini).
Kita telah melihat bentuk ekstrim dari dua pandangan yang
sudah kita bahas di atas, dan terlihat bahwa metode riset kuantitatif dan
kualitatif cukup kompatibel. Hanya beberapa ahli saja yang melakukan
penyederhanaan pandangan antara kedua peneliti kuantitatif dan
kualitatif, dan sangat sedikit orang yang menganut nya. Penulis telah
menyertakan bahasan tersebut di sini karena seringkali tema ini
disajikan hanya sedikit kurang ekstrem dan selalu terjadi kesalahan
pandangan dimana kualitatif misalnya menyerang pengguna metode
kuantitatif. Metode kualitatif merupakan istilah penelitian yang
mewakili berbagai ragam seperti observasi partisipan, wawancara, studi
kasus, penelitian etnografi dll. Semua jenis penelitian ini digunakan oleh
para peneliti dengan pandangan dunia yang sangat berbeda, beberapa di
antaranya jelas berbeda dengan spektrum penganut realistis. Bila ada
anggapan bahwa pandangan subyektif radikal bagi semua peneliti
kualitatif, tentu ini adalah sebuah kekeliruan. Demikian juga, anggapan
yang muncul bahwa semua peneliti positivis kuantitatif adalah sama
juga tidak akurat. Peneliti kuantitatif telah mempertimbangkan berbagai
kritik dari pandangan positivis dan sekarang ada berbagai epistemologi
yang mendasari teori dan praktek dalam penelitian kuantitatif. Penulis
20
hanya ingin mengatakan bahwa saat ini sangat sedikit peneliti
kuantitatif yang positivis radikal.
2.2 Post-positivisme ke pragmatism
Kaum post-positivis menerima kritik positivisme tradisional
yang telah dipaparkan oleh kaum subjektivis tanpa menolak setiap
gagasan realisme. Penganut post-positivis menerima bahwa kita tidak
dapat mengamati dunia kita kecuali orang luar yang benar-benar
objektif dan menerima bahwa ilmu-ilmu alam tidak bisa dipakai model
untuk semua penelitian sosial. Namun, mereka percaya pada
kemungkinan realitas obyektif. Sementara kita akan sulit untuk,
mengungkap kenyataan secara sesungguhnya melalui penelitian, kaum
post-positivis meyakini bahwa kita bisa tetap mencoba dan
memperkirakan realitas yang sebaik mungkin, sambil menyadari bahwa
subjektivitas kita sendiri akan membentuk kenyataan itu. Dalam
perjalananya untuk menemukan kebenaran, penganut post-positivis
akan terus mencoba merepresentasikan realitas sebaik yang dia bisa.
Berbeda dengan positivis, post-positivis percaya bahwa riset itu
sendiri juga sulit untuk bisa benar. Daripada fokus pada kepastian dan
kebenaran mutlak, ilmu sosial post-positivis fokus pada keyakinan
tentang seberapa keandalan temuan yang bisa di lakukan dan seberapa
baik prediksi yang bisa dihasilkan.
Pandangan dunia kedua atau epistemologi yang mendasari
karya beberapa peneliti kuantitatif di pakai sebagai pengalaman
realisme. Pengalaman realisme mengklaim, sebagaimana posisi anti-
Sesungguhnya, keberhasilan sedang
menunggumu. Engkau hanya tinggal memulai
dari yang bisa kau lakukan, sekarang.
Mario Teguh
21
positivis, bahwa kita tidak dapat mengamati dunia dengan cara obyektif
murni karena persepsi kita sendiri mempengaruhi apa yang kita lihat
dan ukur. Berbeda dengan posisi subyektif, pengalaman realis percaya
bahwa ada batas untuk subjektivitas. Manusia terbatas dalam
subjektivitas mereka dengan fakta bahwa kita menggunakan sejumlah
skema untuk merumuskan pandangan kita tentang dunia. Hal ini karena
persepsi kita adalah ‘berupa perwujudan’. Kami tidak mengamati secara
pasif tapi aktif berinteraksi dengan dunia melalui tubuh kita.
Pengalaman realis memaksimalkan penggunaan kiasan sebagai
metode untuk mempelajari dunia di sekitar kita. Kita menggunakan
metafora untuk memahami dunia kita. Salah satu metafora utama yang
kita pakai untuk melakukan ini adalah sekema subjek / objek, yang
membagi dunia menjadi benda (hal) dan subjek (orang). Metafora ini
memiliki asal-usul bahwa ketika berhubungan dengan dunia, kita
mendapati bahwa ada jarak antara dunia luar yang terdiri dari tepi,
permukaan dan tekstur yang bukan kita, dan hal-hal yang terdapat
dalam diri kita, sebagai pelaku. Ketika kita bergerak diantara dunia kita,
objek tetap tidak berubah. Ilmu pengetahuan, menurut pandangan ini,
dianggap sebagai sekema subjek / objek (Ary, Jacobs, Sorensen, &
Razavieh, 2010).
22
Banyak peneliti, baik kuantitatif dan kualitatif mengambil
pendekatan pragmatis untuk penelitian menggunakan metode secara
berbeda tergantung pada pertanyaan riset dan upaya untuk menjawab.
Dalam beberapa kasus peneliti harus melakukan penelitian kuantitatif,
misalnya ketika mereka harus mengerjakan jawaban kuantitatif untuk
pertanyaan atau generalisasi temuan untuk populasi atau untuk
mengevaluasi teori matematis; dalam kasus lain mereka akan
menggunakan metode kualitatif. Kadang-kadang metode pendekatan
campuran menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif akan
menjadi yang paling tepat.
Filsuf seperti Peirce, Dewey dan James mengembangkan
pragmatisme sebagai filosofi di Amerika Serikat. Salah satu perselisihan
utama aliran filsafat ini adalah bahwa makna dan kebenaran ide adalah
fungsi dari hasil praktisnya. Pragmatis sangat menentang absolutisme
yang mereka lihat sebagai bagian penting dari kebanyakan keyakinan
filosofis lainnya dan menempatkan diri mereka bertentangan dengan
filsafat lainnya (memikirkan positivis / debat subyektif) yang benar-
benar ditolak (Boutellier, Gassmann, Raeder, & Zeschky, 2013).
Adapun pandangan subjektivis mengatakan bahwa tidak ada
kebenaran yang absolut dalam filsafat pragmatis. Kebenaran terus
berubah dan diperbarui melalui proses penyelesaian masalah manusia.
Pertanyaan kunci untuk pragmatis adalah buakan pada ‘apakah benar?’
Atau ‘apakah tepat?’ Tapi ‘apakah ini berjalan?’
Area Topik Penelitain Dalam Bidang ELT
Khusus untuk mahasiswa pendidikan bahasa Inggris, area topik
penelitian yang mungkin bisa diperdalam dan dijadikan fokus riset
23
sangat bervariasi. Namun secara singkat penulis ingin menyampaikan
bahwa minimal ada lima area yang bisa dioptimalkan oleh peneliti
dibidang pendidikan bahasa Inggris yang selama ini bisa digunakan.
Namun demikian kelima bidang tersebut tentu pasti akan berkembang
seiring dengan ilmu dan teknologi yang ada dan melekat dalam bidang
pembelajaran dan pengajaran bahasa Inggris. Kelima bidang tersebut
adalah:
a) Bidang skill bahasa Inggris dan komponennya. Skill bahasa Inggris
yaitu listening, reading, speaking dan writing dan komponen
bahasa adalah grammar, vocab, pronunciation dan lain-lain adalah
bidang yang sering kali dijadikan objek untuk penelitian bahasa
Inggris. Untuk peneliti baru, khususnya mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi, area skill dan komponen bahasa ini bisa
dioptimalkan untuk dicari gap dan celahnya, sehingga tema yang
diajukan dalam penelitiannya memiliki relevansi dan kontribusi
yang baik dalam bidang ilmu pendidikan bahasa Inggris. Bidang-
bidang tersebut secara umum bisa menghasilkan area penelitian
diantaranya adalah:
1) Penelitian pengembangan, yang didalamnya ada
pengembangan kurikulum, silabus, dan materi termasuk juga
analisis kebutuhan yang dilakukan. Research dan
pengembangan dalam bidang ini mempunyai peluang yang
cukup luas karena dipastikan semua sekolah dan guru itu
memerlukan update materi dan media pembelajaran. Tentu
saja gap yang dikumpulkan dalam research dan pengembangan
ini akan memberikan manfaat yang nyata dalam
pengembangan pembelajaran bahasa Inggris.
2) Pengembangan alat tes baik itu berupa formatif maupun
sumatif yang difungsikan oleh para guru. Pengembangan di
bidang tes ini juga memerlukan riset yang bervariasi dan
banyak karena bila pengembangan tes itu dilakukan dengan
baik maka para guru tidak banyak menemukan kesulitan untuk
menyeleksi variasi tes yang akan digunakan. Penelitian dalam
bidangan pengembangan tes ini bisa berupa analisis tes,
perbandingan tes, penyusunan tes, atau keutamaan
penggunaan tes, dan korelasi antar tes.
24
b) Pendekatan pengajaran. Area kedua ini sudah sangat sering diteliti
oleh para peneliti namun karena dinamika proses pembelajaran
bahasa Inggris yang cepat maka perlu inovasi dan gagasan-gagasan
baru yang dapat menopang perkembangan keilmuan dibidang
bahasa Inggris secara cepat. Untuk peneliti pemula, research pada
pengembangan pendekatan pembelajaran ini dapat aplikasi atau
penerapan metode mengajar terkini, teknik pembelajaran,
efektifitas penggunaan metode, evaluasi metode, korelasi dan
komparasi metode dan lain-lain. Semua level pembelajaran bahasa
Inggris sejauh ini membutuhkan gagasan-gagasan segar untuk
mampu menggapai kebutuhan pembelajarnya sehingga, penelitian
di bidang pendekatan pembelajaran, metode dan teknik dalam
pendidikan bahasa Inggris masih memiliki peluang yang cukup luas
untuk dilakukan.
c) Bidang linguistic dan sastra. Peluang berikutnya yang bisa
dioptimalkan oleh peneliti pemula adalah bidang linguistic dan
sastra. Secara khusus bidang linguistic ini juga memiliki keluasan
dan kedalaman kajian yang tidak ada habisnya. Diantara peluang
yang bisa dioptimalkan adalah penelitian dan kajian dalam analisis
wacana yang didalamnya bisa mengkaji berbagai hal, diantaranya
adalah aspek psycholinguistic (meta kognitif, bahasa dan
pemikiran, dan lain-lain), sociolinguistic (speech act, penggunaan
bahasa yang standar dan tidak standar, dan lain-lain), semiotics
(kajian tentang tanda), semantic (kajian tentang makna). Bidang
sastra yang bisa dioptimalkan adalah analisis isi pada prosa, drama,
dan puisi. Berbagai area topik yang bisa digunakan adalah topik,
karakter, karaterisasi, setting, pesan, devices puisi, dan lain-lain.
Tentu saja kedua bidang ini harus berkaitan dengan pendidikan
bahasa Inggris artinya kajian linguistic dan sastra yang melekat
pada pendidikan bahasa Inggris untuk semua tingkatan.
d) Bidang terjemahan dan bussines letters and report. Bidang ini
sangat jarang digeluti oleh sebagian mahasiswa mungkin karena
jarang penelitian yang mengarah kepada dua hal ini. Sebetulnya
apabila di kemukakan secara lebih detail kajian penelitian pada dua
hal ini bisa memberikan warna baru terhadap kebaharuan teori
terjemahan dan bussiness letter and report. Area yang mungkin
bisa diambil dalam bidang ini adalah analisis model-model
25
terjemahan yang sedang mutakhir saat ini dan juga teori-teori yang
digunakan demikian juga dibidang bussiness letters and report bisa
di kembangkan analisis yang mengarah kepada metaphora-
metaphora atau pilihan-pilihan bahasa yang sedang digunakan dan
sangat membantu kelancaran penulisan dan komunikasi dalam
dunia bussiness. Dua bidang ini tidak hanya bermanfaat secara
teoritis tapi juga secara praktis.
e) Bidang pendidikan bahasa Inggris dalam tujuan khusus. Bahasa
Inggris bagi tujuan khusus sekarang ini sedang berkembang secara
pesat baik pada level sekolah-sekolah vokasi maupun perusahaan
yang membutuhkan pelatihan bahasa Inggris dengan demikian
diperlukan perencanaan, implementasi dan evaluasi yang tepat
dengan mengedepankan kebutuhan dari pengguna bahasa Inggris
itu sendiri untuk tujuan khusus. Oleh karena itu area yang sangat
mungkin bisa di kaji adalah penelitian tentang analisis kebutuhan
pembelajaran, pengembangan kurikulum bahasa Inggris untuk
tujuan khusus baik silabus dan materi ajarnya. Disamping itu media
pembelajaran untuk pengembangan pendidikan bahasa Inggris ini
belum banyak yang menyentuh.
Tentu saja diluar lima bidang atau area diatas masih ada peluang-
peluang lain yang juga bisa dioptimalkan misalnya, penelitian di bidang
English for young learners, pengembangan media pembelajaran
berbasis CALL dan Android, dan lain-lain. Sekali lagi lima bidang diatas
hanyalah sebagai pintu masuk terutama bagi peneliti pemula atau
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dibidang pendidikan bahasa
Inggris.
2. Jenis-jenis penelitian
Di bidang kuantitatif penelitian pasti berhubungan dengan angka-
angka baik berkenaan dengan data primer maupun data sekunder
secara proses memang penelitian kuantitatif sangat berbeda dengan
penelitian kualitatif. Umumnya penelitian kuantitatif mengarah kepada
uji teori sementara penelitian kualitatif bertujuan untuk menghasilkan
teori. Dalam banyak hal penelitian bisa juga dilakukan secara kombinasi
26
antara kuantitatif dan kualitatif tergantung dari fokus dan tujuan
penelitiannya serta hasil akhir yang diinginkan. secara umum penelitian
kuantitatif dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu fundamental
research, applied research, action research, assessment, evaluasi, survey
(Gall, 2003).
Penelitian fundamental adalah jenis penelitian yang fokus pada
uji teori yang sering dilakukan di laboratorium. Dalam ilmu exacta
mungkin lebih gampang kita temua misalnya penelitian tentang
penggunaan obat tertentu. Dalam bidang pendidikan bahasa Inggris
tentu ini sangat jarang terjadi.
Riset terapan bisa dimasukkan ke dalam riset eksperimen dan
penelitian pengembangan dan lain-lain. Sifat dari penelitian terapan
umumnya mengaplikasikan metode, teknik, teori tertentu yang
digunakan didalam proses pembelajaran. Oleh karena itu desain yang
sangat umum adalah eksperimen, kausal-komparasi, dan korelasi.
Action research, riset ini mirip seperti penelitian terapan namun
fokusnya pada perbaikan. Riset tindakan ini dapat bersifat dalam bentuk
pasif, dimana melibatkan banyak pihak, misalnya penerapan dalam
kebijakan tertentu, atau dilakukan dalam bentuk spesifik dalam sebuah
kelas, bila dilakukan secara spesifik penelitian ini sering disebut sebagai
riset tindakan kelas yang tujuan akhirnya adalah melihat perbaikan dari
sebuah kelas. Penelitian tindakan ini berbeda dengan riset eksperimen
dimana ujung akhir dari riset ini untuk melakukan perbaikan,
sementara itu penelitian eksperimen tujuan akhirnya adalah untuk
mengevaluasi teori tertentu.
Penelitian assessment dan evaluasi. Sekilas assessment dan
evaluasi ini ada kemiripan, namun apabila dilihat secara mendalam
keduanya memiliki perbedaan yang jelas sekali terutama pada
tujuannya. Assessment biasanya digunakan untuk melakukan penilaian
(misalnya didalam penguasaan skill bahasa Inggris dan keahlian-
keahlian tertentu) sementara itu evaluasi adalah proses penelitian yang
digunakan untuk mengevaluasi setelah adanya penerapan program atau
strategi tertentu. Kedua jenis penelitian ini bila dilakukan dengan
menggunakan banyak data dari angka-angka maka dikategorikan
sebagai jenis penelitian kuantitatif.
27
Survey. Penelitian survey selalu identik dengan sumber data yang
banyak, namun fokus yang diteliti terbatas. Karena sumber datanya
banyak, maka diperlukan populasi dan sampel yang digunakan harus
tepat. Demikian juga instrumen pengambilan data yang digunakan juga
harus valid (misal: qustionnaire) karena instrumen yang digunakan
biasanya questionnaire dengan menggunakan skala tertentu, likert scale
(maka penelitian ini juga dikategorikan sebagai penelitian kuantitif
karena data deskriptif yang di angkakan untuk bisa dianalisis dan
diambil kesimpulan).
3. Langkah-langkah dalam melakukan penelitian
Ada banyak langkah-langkah yang harus dipertimbangkan dan
dilakukan oleh peneliti untuk memastikan bahwa proses yang dilakukan
sudah memenuhi tiga kata kunci sebagaimana yang sudah dibahas
dibagian awal yaitu, pertanyaan atau masalah penelitian, pendekatan
yang sistematis, dan jawaban penelitian yang diperoleh. Langkah-
langkah riset kuantitatif umumnya dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut (Little, 2013):
a) Menentukan masalah penelitian
Sebagian sudah disampaikan pada awal buku ini bahwa masalah
riset yang dikemukakan minimal harus memenuhi tiga hal yaitu:
harus bisa diteliti, masalah adalah gap antara harapan dan
kenyataan, dan yang ketiga adalah masalah penelitian dipastikan
belum ada jawabannya. Ketiga poin ini sangat membantu peneliti
untuk mengumpulkan masalah penelitian yang tepat
b) Melakukan studi pendahuluan
Setelah masalah penelitian ditemukan dan dinyatakan maka
peneliti harus mengeksplorasi-eksplorasi fokus penelitian tersebut
terutama penelitian-penelitian terkait yang sudah dilaksanakan
oleh para peneliti sebelumnya. Upaya studi pendahuluan ini
digunakan untuk mengeksplorasi variabel atau fokus penelitian
sehingga informasi tentang masalah riset yang diangkat menjadi
lebih jelas.
28
c) Memformulasikan masalah
Masalah riset harus diformulasikan secara tepat dan umumnya
dalam format pertanyaan serta dinyatakan secara jelas baik
variabel penelitiannya, rancangan penelitiannya dan subjek yang
diteliti.
d) Memformulasikan hipotesis
Formulasi hipotesis sifatnya optional, maksudnya tahap ini hanya
diperluka untuk penelitian yang menguji teori khususnya
eksperimen, kausal-komparasi, dan korelasi. Penelitian yang tidak
dimaksudkan untuk menguji teori umumnya tidak membutuhkan
hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah
penelitian yang diperlukan untuk menjadi pemandu dalam
menentukan arah penelitian. Rumusan hipotesis ini harus dikaitkan
dengan teori yang sedang berkembang saat ini yang sering disebut
dengan rumusan hipotesis secara teoritis, selanjutnya ketika
melakukan analisis data penelitian maka hipotesis ini harus diuji
dan dinyatakan dalam bentuk hipotesis nol H0 yang sering disebut
dengan uji hipotesis
e) Memilih rancangan penelitian
Pilihan rancangan penelitian ditentukan oleh variabel dan tujuan
penelitian secara kuantitatif rancangan penelitian eksperimen
cocok untuk menguji teori atau strategi pembelajaran. Rancangan
kausal-komparasi cocok untuk membandingkan berbagai strategi
atau metode pembelajaran yang tidak ada perlakuan. Bila peneliti
ingin memprediksi hubungan antar variabel maka rancangan
penelitian yang sesuai adalah korelasi dan seterusnya jadi
rancangan penelitian ini menentukan jenis variabel yang diteliti,
data yang di kumpulkan di analisis, dan subjek penelitiannya.
Singkatnya kesesuaian variabel penelitian dan rancangan penelitian
menghasilkan kesimpulan penelitain yang valid.
f) Menentukan sumber data
Setelah rancangan penelitian dapat di identifikasi maka langkah
berikutnya adalah merancnag bagaimana data bisa dikumpulkan
dan kepastian setting data tersebut.
29
g) Menentukan instrumen penelitian
Sebagai langkah lanjutan dari pemilihan rancangan penelitian dan
juga penentuan basis data maka bagaimana data itu dikumpulkan
harus jelas termasuk hal-hal lain seperti apa yang diteliti, jenis data
apa yang mesti dikumpulkan, darimana data berasal, apa instrumen
yang cocok dan memadai untuk digunakan mengoreksi data
tersebut. Dalam riset kualitatif instrumen yang terkadang
digunakan adalah tes dan questionnaire.
h) Mengumpulkan dan menganalisis data
Kita harus menetapkan bahwa data sudah terkumpul dengan
instrumen yang sudah digunakan termasuk juga proses
pengumpulan datanya siapa yang harus mengumpulkan, kapan data
bisa dikumpulkan, dan berapa lama. Setelah data bisa dikumpulkan
adalah menentukan teknik untuk menganalisis. Umumnya tahap ini
diperlukan instrumen analisis yang dinamakan statistik penelitian.
i) Menyimpulkan hasil riset
Tahap ini bisa difungsikan untuk mengevaluasi hipotesis khususnya
pada penelitian komparasi dan korelasi apakah hipotesis tersebut
bisa diterima atau ditolak, apabila penelitian tidak menggunakan
hipotesis maka tahap ini untuk memberikan jawaban terhadap
masalah riset yang diajukan.
j) Melaporkan hasil penelitian
Biasanya hasil penelitian ditulis dan diketik dalam format tertentu
agar bisa dibaca dengan mudah oleh para peneliti sesudahnya
sehingga laporan hasil penelitian harus bisa disusun berdasarkan
aturan-aturan yang baku dan disepakati secara umum.
Semua tahapan penelitian di atas adalah proses yang secara
umum dilakukan oleh seorang peneliti. Tahapan demi tahapan harus
dilakukan dengan baik dan hati-hati sehingga proses penelitiannya bisa
mengantarkan pada hasil penelitian yang baik. Bila terjadi kesalahan
didalam proses penelitian tersebut maka secara internal penelitian
diragukan kevalidannya.
30
4. Saat yang tepat dalam menggunakan metode kuantitatif
Jika kita mengambil pendekatan pragmatis untuk metode
penelitian, pertama-tama kita perlu mencari tahu apa jenis pertanyaan
yang terbaik untuk dijawab dengan menggunakan kuantitatif sebagai
lawan metode kualitatif.
Ada empat jenis utama dari pertanyaan penelitian bahwa penelitian
kuantitatif sangat cocok untuk menemukan jawaban (Muijs, 2004):
a. Yang pertama adalah ketika kita ingin jawaban pertanyaan
kuantitatif. Contohnya adalah: ‘Berapa banyak siswa yang memilih
belajar untuk pendidikan’ atau ‘Berapa banyak guru bahasa Inggris
yang kita butuhkan dan berapa banyak yang kita punya di distrik
sekolah kita?’ Untuk itu kita perlu menggunakan penelitian
kuantitatif untuk menjawab pertanyaan semacam ini. , Metode non-
numerik kualitatif jelas tidak akan memberikan data numerik
seperti jawaban yang kita inginkan.
b. Perubahan numerik bisa akurat jika dipelajari dengan
mengoptimalkan metode kuantitatif. Apakah jumlah siswa di
universitas kita naik atau turun? Apakah prestasi akan naik atau
turun? Kita perlu melakukan studi kuantitatif untuk mencari tahu.
c. Serta ingin mengetahui tentang keadaan sesuatu, kita sering ingin
menjelaskan fenomena. Faktor-faktor apa yang memprediksi
rekrutmen guru bahasa Inggris? Faktor-faktor apa yang berkenaan
dengan perubahan dalam prestasi siswa dari waktu ke waktu?
Seperti yang kita pelajari, pertanyaan semacam itu juga dapat
dianalisis dengan mengoptimalkan metode kuantitatif, dan banyak
teknik statistik telah dikembangkan untuk memprediksi nilai pada
salah satu variabel (misalnya perekrutan guru) dari nilai pada
factor tertentu atau variabel misalnya tingkat pengangguran,
bayaran, kondisi.
d. Kegiatan akhir yang dilakukan riset kuantitatif adalah pengujian
hipotesis. Kita ingin menjelaskan beberapa hal, misalnya, apakah
ada kaitan antara prestasi murid dan harga diri dan latar belakang
sosial. Kita bisa melihat teori dan menyimpulkan dengan hipotesis
31
bahwa latar belakang kelas sosial yang lebih rendah menyebabkan
harga diri yang rendah, yang pada akhirnya akan berpengaruh
kepada prestasi yang rendah. Dengan menggunakan riset
kuantitatif kita dapat mencoba dan menguji model semacam ini.
Jenis-jenis masalah yang dijelaskan pada poin 1 dan 2 disebut
‘deskriptif’ - kita hanya mencoba untuk menggambarkan situasi -
sedangkan poin 3 dan 4 adalah ‘inferensial’ - kita mencoba untuk
menjelaskan sesuatu dan tidak hanya menggambarkan nya.
Seperti disebutkan di atas, memang metode kuantitatif yang baik
adalah untuk menjawab empat jenis pertanyaan di atas, namun ada
jenis pertanyaan lain yang tidak cocok untuk metode kuantitatif:
a. Situasi pertama yaitu penelitian kuantitatif akan gagal ketika kita
ingin menjelajahi masalah secara mendalam. Penelitian kuantitatif
baik untuk menyampaikan informasi secara luas dari jumlah unit
yang besar. Tetapi ketika kita mau menjelajahi masalah atau konsep
secara mendalam metode kuantitatif terlalu dangkal. Untuk benar-
benar mendapatkan fenomena secara lengkap, kita perlu
melakukan metode etnografi, wawancara, mendalam studi kasus
serta teknik kualitatif lainnya.
32
b. Kita melihat bahwa riset kuantitatif cocok untuk pengujian teori-
teori dan hipotesis. Yang tidak bisa dilakukan oleh metode
kuantitatif adalah menghasilkan hipotesis dan teori. Hipotesis yang
akan diuji mungkin berasal dari tinjauan literatur atau teori, tetapi
juga dapat dikembangkan menggunakan penelitian kualitatif
eksploratif.
c. Jika masalah yang diteliti sangat kompleks, studi kualitatif
mendalam (studi kasus, misalnya) lebih cocok daripada studi
kuantitatif. Hal ini sebagian karena ada batas untuk berapa banyak
variabel yang dapat diamati dalam sebuah studi kuantitatif, dan
sebagian lagi karena dalam riset kuantitatif itu, peneliti yang
mendefinisikan variabel yang diteliti. Dalam riset kualitatif variabel
tak terduga mungkin muncul.
d. Terakhir, metode kuantitatif baik untuk melihat sebab akibat
(kausalitas, seperti yang diketahui), metode kualitatif sesuai untuk
melihat makna peristiwa tertentu atau keadaan.
Lantas apa yang dilakukan jika ingin melihat secara luas dan
mendalam, atau di kedua kausalitas dan makna? Dalam situasi ini, yang
digunakan adalah menggunakan apa yang dinamakan desain metode
campuran dimana dapat menggunakan kedua metode kuantitatif
(misalnya, kuesioner) dan kualitatif (misalnya, studi kasus). Metode
penelitian campuran adalah pendekatan yang fleksibel di mana desain
penelitian ditentukan oleh apa yang kita ingin ketahui bukan oleh posisi
epistemologis yang telah ditentukan. Dalam riset metode campuran,
komponen kualitatif atau kuantitatif dapat mendominasi atau keduanya
dapat memiliki status yang sama.
5. Unit dan variabel
Ketika kita mengumpulkan data dalam riset pendidikan kuantitatif,
kita harus mengumpulkan nya dari seseorang atau sesuatu. Orang-orang
atau hal-hal (misalnya sekolah) yang kita himpun sebagai data atau
dikenal sebagai unit atau kasus.
33
Data yang dihimpun dari unit-unit ini disebut sebagai variabel
(Muijs, 2004). Variabel adalah salah satu karakteristik dari unit yang
menjadikan kita tertarik dan ingin mengumpulkan nya (misalnya jenis
kelamin, usia, harga diri).
Nama variabel mengacu pada realitas bahwa data pasti berbeda
antara unit. Sebagai contoh, prestasi akan berbeda antara siswa dan
sekolah, gender akan berbeda antara murid, dan sebagainya. Apabila
tidak ada perbedaan sama sekali antara unit yang kita pelajari, mungkin
tidak dapat menerapkan penelitian yang menarik (misalnya,
mempelajari apakah murid adalah manusia tidak akan membuahkan
temuan menarik).
6. Hipotesis
Sebuah hipotesis adalah diskripsi tentatif yang melaporkan tentang
satu set fakta dan dapat dievaluasi dengan penyelidikan lebih lanjut.
Misalnya, satu hipotesis yang mungkin ingin kita uji adalah tentang
kemiskinan yang menyebabkan prestasi rendah, atau bahwa ada
korelasi antara harga diri murid dan jumlah waktu yang dihabiskan
untuk menonton televisi.
34
Peneliti kuantitatif akan merancang penelitian yang memungkinkan
peneliti dalam menguji hipotesis (Muijs, 2004). Kami akan
mengumpulkan data yang relevan (misalnya, pendapatan orang tua dan
prestasi sekolah) dan menggunakan teknik statistik untuk memutuskan
apakah atau tidak untuk menolak atau sementara menerima hipotesis.
7. Hal-hal Penting
1. Untuk melakukan riset tidak harus memulai dengan
epistemology. Meskipun Anda mungkin memiliki keyakinan
epistemologis dan filosofis yang kuat yang menentukan jenis
riset yang ingin Anda lakukan, Anda juga dapat memulai
dengan menyelesaikan suatu masalah tertentu atau mencari
tahu tentang fenomena tertentu. Dalam situasi seperti itu
Anda akan dapat memilih metode apa yang paling cocok
untuk memecahkan pertanyaan penelitian Anda secara
pragmatis.
2. Semua data riset kuantitatif membutuhkan angka-angka. Jika
data tidak alami tersedia sebagai angka, Anda dapat mencoba
dan mengubah data non-kuantitatif (seperti sikap atau
pendapat) menjadi data kuantitatif dengan mengukur mereka
secara numerik (misalnya, dengan memfungsikan skala
35
8. Ringkasan
Dalam bab ini, kita telah mendiskusikan apa yang berkaitan
dengan penelitian kuantitatif. Kami mengatakan riset kuantitatif adalah
tentang menggambarkan fenomena dengan mengoleksi data kuantitatif
yang dianalisis dengan metode berdasarkan matematis.
penilaian kuesioner).
3. Penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat digabungkan dalam
desain metode campuran, yang sering menghasilkan banyak
informasi yang berguna. Juga bergantung pada pertanyaan
riset Anda, Anda mungkin dalam satu contoh ingin
menggunakan kuantitatif dan riset kualitatif yang lain. Ini
yang sering digunakan oleh banyak orang.
4. Statistik membantu penelitian kuantitatif. Tergantung dari
cara di mana Anda menganalisis masalah data, jika Anda
belum merancang riset dengan baik dan menggali data
dengan cara yang sah dan dapat diandalkan, Anda tidak akan
memperoleh hasil yang valid meskipun Anda memiliki
analisis data yang cangggih.
5. Ketika penelitian kualitatif biasanya menyediakan ruang lebih
mendalam dan kurang luas dari riset kuantitatif, riset
kuantitatif yang dirancang dengan baik akan memungkinkan
kita tidak hanya melihat apa yang terjadi, tetapi memberikan
penjelasan mengapa hal itu terjadi juga. Kuncinya terletak
pada desain dan variabel penilitian apa yang Anda
kumpulkan.
36
Fakta bahwa data harus kuantitatif tidak mesti bahwa data
harus secara alami tersedia dalam bentuk kuantitatif. Fenomena non-
kuantitatif (seperti keyakinan guru) dapat berubah menjadi data
kuantitatif melalui instrumen pengukuran kita.
Penelitian kuantitatif sering ditempatkan bertentangan dengan
penelitian kualitatif. Hal ini sering berubah menjadi ‘perang paradigma’
yang dilihat dari hasil pandangan dunia ternyata tidak sesuai metode
yang mendasari. Ketika Anda melihat lebih dekat pada keyakinan
peneliti yang sebenarnya tampak bahwa yang disebut subyektif
(kualitatif) terhadap realis (kuantitatif) tidak begitu jelas.
Banyak peneliti mengambil pendekatan pragmatis untuk
penelitian dan mengoptimalkan metode kuantitatif ketika mereka
mencari keluasanya dalam menguji hipotesis atau ingin belajar sesuatu
yang kuantitatif. Jika ingin mencari kedalaman dan makna, kita akan
lebih memilih untuk mengoptimalkan metode kualitatif. Dalam banyak
kasus, pendekatan metode campuran akan sesuai.
9. Pertanyaan untuk latihan
1. Jenis kelamin (pria / wanita) bukan merupakan variabel
kuantitatif. Bagaimana anda dapat menggunakan gender sebagai
variabel dalam penelitian kuantitatif?
2. Gaya belajar (misalnya visual, audio, kinestetik) bukan variabel
kuantitatif. Bagaimana anda bisa meneliti gaya belajar dalam
penelitian kuantitatif?
3. Apakah pandangan dunia (epistemologi) berkaitan dengan
penelitian? Apakah menurut anda cocok menggunakan metode
kuantitatif?
4. Bagaimana pertanyaan riset yang dapat anda ajukan
menggunakan metode kuantitatif?
5. Apa jenis pertanyaan riset yang akan anda pilih jika
menggunakan desain metode campuran?
6. Apa perbedaan utama antara post-positivisme dan positivisme?
37
Bab 3
Penelitian Eksperimental
Pada bagian ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami jenis penelitian kuantitatif secara umum dalam
pendidikan bahasa Inggris.
2. Merancang penelitian eksperimental.
3. Merancang penelitian quasi eksperimental.
4. Menguji hipotesis dalam penelitian eksperimental.
5. Memilih instrument penelitian eksperimental secara baik
6. Menganalisis data riset eksperimental
38
Bab ini menjelaskan jenis jenis penelitian pendidikan bahasa
yang ada dalam rancangan kuantitatif yang sering kita kenal yaitu riset
eksperimental dan non eksperimental. Penelitian eksperimental terdiri
dari desain eksperimental sejati dan eksperimental kuasi.
1. Penelitian Eksperimental dan Quasi-Eksperimental
Setelah kita mengambil keputusan untuk melakukan studi
kuantitatif, kita harus merancang desain penelitian. Ada dua jenis utama
dari desain penelitian kuantitatif, desain eksperimental dan desain non-
eksperimental. Desain eksperimental kadang-kadang dikenal sebagai
‘metode ilmiah’ karena popularitas mereka dalam penelitian ilmiah di
mana mereka berasal. Penelitian non-eksperimental kadang-kadang
salah (seperti yang akan kita lihat dalam bab berikutnya) disamakan
dengan penelitian survei yang sangat umum dalam ilmu sosial.
Ketika mendengar istilah desain eksperimental, kebanyakan dari
berpikir kembali ke percobaan dalam ilmu pengetahuan. Penelitian
eksperimental dalam bidang sosial mengikuti pola dasar yang serupa
seperti ilmu eksperimen (alami).
Dasar dari rancangan eksperimen adalah percobaan yang dapat
diartikan sebagai tes dalam situasi yang terkendali yang dibuat untuk
menunjukkan kebenaran yang diketahui atau menguji validitas
hipotesis. Elemen kunci dari definisi terkendali ini adalah tempat riset
39
eksperimental yang tidak sama dari riset kuantitatif non-eksperimental.
Ketika melakukan percobaan kita ingin mengendalikan lingkungan
sebanyak mungkin dan hanya berkonsentrasi pada variabel yang ingin
dipelajari. Inilah sebabnya mengapa percobaan tradisional berlangsung
di laboratorium, lingkungan di mana semua pengaruh asing bisa
tertutup. Dalam penelitian non-eksperimental, kita tidak akan bisa
mengontrol pengaruh asing. Kontrol juga ditingkatkan oleh fakta bahwa
dalam percobaan, peneliti memanipulasi variabel yang seharusnya
mempengaruhi hasil percobaan yang disebut variabel prediktor,
sedangkan dalam riset non-eksperimental kita harus menggunakan
variabel 'seperti yang muncul ' dalam praktek.
Contoh Penelitian
Pengaruh interaksi antara self efficacy dan gender dalam
pembelajaran bahasa asing
Sebuah penelitian oleh Sundari & Dasmo (2014) bertujuan untuk
mengetahui pengaruh interaksi antara self efficacy dan gender dalam
situasi bahasa kedua / asing khususnya untuk kegiatan berbicara
peserta didik dewasa. Secara khusus, pertanyaan penelitian
dirumuskan sebagai berikut: (1) apakah ada pengaruh yang signifikan
antara kemampuan berbicara sendiri dan aktivitas berbicara? (2)
Adakah pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin dan aktivitas
bicara, dan (3) apakah ada interaksi antara kemampuan berbicara
sendiri dan kegiatan berbicara untuk siswa sekolah laki-laki dan
perempuan? Sebuah self-efficacy berbicara 10-item disesuaikan dari
Panduan Bandura untuk membangun skala self-efficacy (Sundari &
Dasmo, 2014). Item memuat dua dimensi berbicara: kemampuan dan
aktivitas. 6 item pertama berisi kefasihan, akurasi, dan pengucapan.
Selain itu, sisanya 4 item membutuhkan beberapa kegiatan di kelas
berbicara, seperti membuat dialog atau obrolan ringan, berpidato, dan
berdebat. Pada lembar kuesioner, para peserta diminta untuk menilai
tingkat kepercayaan dengan mencatat angka dari 0 sampai 100; Angka
yang lebih tinggi berarti kepercayaan lebih tinggi. Aktivitas berbicara
terakumulasi dari 12 pelajaran selama kelas berbicara. Begitu siswa
40
2. Merancang studi eksperimental
Ada sejumlah prosedur yang harus dilalui ketika melakukan
penelitian eksperimental. Ini diuraikan dalam bagian berikut.
melakukan aktivitas baik secara individu maupun pasangan, dosen
memberi tanda pada nama mereka untuk merekamnya. Apalagi, ada
sembilan kegiatan seperti survei kelas, deskripsi, wawancara, dialog,
story telling, dan diskusi. Populasi penelitian adalah 136 semester
kedua mahasiswa-perguruan tinggi dari empat kelas tahun ajaran
2012/2013. Selain itu, kelas-kelas ini didominasi oleh wanita dengan
rasio rata-rata 1 sampai 4. Dengan menggunakan purposive random
sampling, diambil 23 laki-laki dan 27 mahasiswa perguruan tinggi
sebagai sampel. Setelah itu, data yang didapat dianalisis secara statistik
dengan menggunakan ANOVA dibantu oleh SPSS 15.0 for windows.
Tingkat rata-rata berbicara self-efficacy secara deskriptif menunjukkan
pria 50,435 dan 51,73 untuk wanita. Hasil data ini mendiskripsikan
bahwa untuk self efficacy laki-laki dan perempuan cukup moderat
dalam kelas berbicara. Artinya mereka bisa melakukan semua kegiatan
di kelas speaking dengan cukup baik. Demikian juga, mahasiswa
percaya diri mereka bisa mengikuti aktivitas berbicara seperti survei
kelas, deskripsi, wawancara, dialog, ceramah, dan diskusi. Sebaliknya,
nilai moderat ini juga menggambarkan bahwa laki dan perempuan
masih merasa takut dan khawatir untuk melakukannya di depan kelas.
Mungkin mereka menganggap kegiatannya cukup sulit dan sulit
dilakukan. Demikian pula hasil riset juga menunjukkan, siswa dengan
self-efficacy tinggi akan menulis dengan baik.
THE MORE YOU PRAISE AND CELEBRATE YOUR LIFE, THE
MORE THERE IS IN LIFE TO CELEBRATE
OPRAH WINFREY
41
2.1 Tujuan Penelitian
Setiap desain penelitian dimulai dengan menentukan tujuan
penelitian. Langkah ini perlu diambil sebelum Anda memutuskan
apakah melakukan penelitian eksperimental atau tidak, tujuan
penelitian akan menentukan jenis penelitian yang harus dilakukan.
Tujuan penelitian menjelaskan apa yang kita ingin pelajari dan
bagaimana. Kita perlu menguraikan dengan jelas tujuan dari reset kita.
Tujuan penelitian harus realistis karena kita paham tidak semuanya bisa
kita lakukan. Kita harus membatasi diri untuk apa sebenarnya melalui
penelitian. Sebagai contoh, katakanlah kita ingin melihat efek dari
kondisi pengujian pada kinerja tes secara spesifik. Dalam hal ini, ada
banyak hal yang tak terbatas dari kondisi yang dan mempengaruhi
kinerja tes, seperti tingkat pencahayaan, berapa banyak yang hadir,
pengaturan tempat duduk, suhu dan sebagainya. Untuk melihat semua
ini dalam sebuah riset akan menjadi tidak praktis dan semua mustahil.
Jadi kita perlu mengatur sedemikian rupa dengan tujuan yang lebih
terbatas, dengan berpikir tentang aspek-aspek yang mungkin benar-
benar membuat perbedaan dan memilih hanya satu (atau dalam jumlah
kecil), misalnya pengaturan tempat duduk. Tujuan penelitian kita
kemudian akan melihat apakah pengaturan tempat duduk
mempengaruhi kinerja pemeriksaan atau tidak.
Kita juga memperjelas tentang makna populasi. Populasi adalah
sekelompok orang atau sumber data yang ingin kita generalisasikan.
42
Sebagai contoh, jika kita melakukan percobaan ini, kita akan
menggunakan, taruhlah 40 siswa di dua setting tempat duduk yang
berbeda dan melihat efek apa yang bisa kita temukan. Biasanya, kita
tidak hanya ingin menarik kesimpulan yang hanya berlaku untuk
kelompok dari 40 siswa. Apa yang kita ingin lakukan adalah
menyampaikan sesuatu tentang pengaturan tempat duduk antara siswa
secara lebih umum. Banyak metode statistik yang kita bisa gunakan
untuk memungkinkan kita melakukan hal itu. Tapi sebelum kita bisa
melakukannya, kita mesti jelas tentang populasi mana yang benar-benar
ingin kita generalisasikan. Semua siswa dari 18 dan lebih? Hanya tahun
pertama? Ini penting karena akan mempengaruhi siapa yang akan ambil
bagian dalam percobaan ini. Jika saya melakukan penelitian hanya
menggunakan anak-anak sekolah menengah, saya tidak bisa kemudian
melakukan penelitian dan mengeneralisasi untuk anak-anak usia SD.
3. Merumuskan hipotesis
Tujuan riset yang telah dikembangkan sekarang perlu
disempurnakan ke dalam format hipotesis penelitian khusus yang ingin
kita uji. Sebuah hipotesis penelitian dapat dijelaskan sebagai ‘penjelasan
tentatif yang menyumbang satu set fakta dan dapat diuji dengan
penyelidikan lebih lanjut’, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Dalam riset eksperimental, kita secara tradisional melihat dua jenis
yang berbeda dari hipotesis: hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
Hipotesis alternatif adalah salah satu untuk menjadi kenyataan secara
umum, hipotesis nol adalah sebaliknya (Ross & Morrison). Sebagai
contoh, saya mungkin ingin tahu apakah menambahkan gambar
bergerak untuk presentasi akan meningkatkan memori murid dari
presentasi. Saya akan memiliki dua hipotesis:
Hipotesis Null (H0): menambahkan gambar bergerak tidak akan
meningkatkan retensi murid terhadap konten.
Hipotesis alternatif (H1): menambahkan gambar bergerak akan
meningkatkan retensi murid terhadap konten.
43
Contoh ini menyajikan kasus yang paling sederhana, di mana
hanya ada satu hipotesis yang akan diuji. Dalam banyak penelitian akan
ada beberapa hipotesis, dan satu hipotesis juga dapat mempengaruhi
faktor yang hubungan antara variabel mediasi. Sebuah hipotesis
tambahan yang meliputi sebagai faktor mediasi apakah gambar
bergerak selaras dengan konten atau tidak bisa menjadi:
H1: menambahkan gambar bergerak akan meningkatkan retensi
murid terhadap konten jika gambar bergerak terkait erat
dengan konten.
H0: menambahkan gambar bergerak tidak akan meningkatkan
retensi murid terhadap konten jika gambar bergerak tidak
berkaitan erat dengan konten.
Sementara terminologi mengacu pada ‘hipotesis nol’, ini tidak
berarti bahwa hipotesis nol selalu menentukan bahwa ada tidak akan
ada efek apapun sedangkan hipotesis alternatif menentukan bahwa
akan ada efek. Hipotesis nol dapat memprediksi nilai tertentu sendiri,
misalnya:
H1: perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan pada tes
retensi kata akan lebih dari 20 persen.
H0: perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan pada
retensi kata akan kurang dari 20 persen.
atau:
H1: nilai rata-rata pada aspek harga diri akan berada di antara
20 dan 30.
H0: nilai rata-rata pada aspek harga diri akan berada di antara
10 dan 20.
Dalam prakteknya, umumnya peneliti menguji hipotesis nol
tidak ada perbedaan karena uji statistik standar biasanya dirancang
untuk menguji hanya hipotesis itu. Namun, penting untuk diingat bahwa
jenis lain dari hipotesis nol yang mungkin karena nilai atau selisih nol
mungkin tidak realistis untuk pertanyaan penelitian yang Anda cari.
44
Contoh Penelitian
Pengaruh fungsi media gambar terhadap ketrampilan menulis
puisi
Riset ini bertujuan untuk mendiskripsikan pengaruh penggunaan
media gambar terhadap ketrampilan menulis puisi. Penelitian ini
dilakukan di SDIT Az-Zahra Pondok Petir Depok, kelas V semester II
tahun pelajaran 2013’2014. Dengan menggunakan rancangan
penelitian quasi experiment yaitu non randomized pre-test post-test
dan dengan menggunakan sample sejumlah 24 siswa kelas
experiment dan 24 siswa yang lain di kelompok pengendali, hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan menulis siswa
dengan menggunakan gambar yaitu tepat nya di kelas experiment
menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik yaitu 78.46 di bandingkan
dengn kelas pengendali dengan rata-rata 72.96. Penghitungan uji
hipotesis dengan menggunakan uji t dengan paired sample test pada
taraf 0,05, data menunjukkan probabilitas signifikansi ,011. Karena
hasil signifikansi lebih kecil dari ,05 maka hipotesis nolnya di tolak,
dan dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa media
gambar telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
ketrampilan menulis siswa (Fahrizah, 2014).
45
4. Mengatur desain penelitian
Setelah satu atau lebih hipotesis di susun, kita perlu memutuskan
bagaimana menguji hipotesis ini. Jika metodologi eksperimental yang
dipilih (keuntungan dan kerugian akan dibahas pada bagian selanjutnya
dari bab ini), maka Anda harus memutuskan desain eksperimen apa
yang akan digunakan.
Desain eksperimental tradisional, yang dikenal sebagai desain
pre-test post-test kelompok kontrol bekerja sebagai berikut: peserta
(sering dikenal sebagai ‘subyek’ dalam penelitian eksperimental)
ditempatkan ke dalam dua kelompok, eksperimen dan kelompok
kontrol. Kelompok eksperimen akan menerima ‘perlakuan (treatment)’,
kelompok kontrol tidak. Kedua kelompok akan menerima pre-test pada
instrumen apa saja yang difungsikan untuk menilai efek dari percobaan
(misalnya tes) sebelum perlakuan diberikan dan post-test biasanya
pada instrumen yang sama setelah perlakuan (treatment) diberikan.
Oleh karena itu urutannya adalah:
1. Pre-test
2. Perlakuan
(Treatment) 3. Post-test
Kelompok
eksperimental X X X
Kelompok control X X
Sumber: (Ary, Jacobs, Sorensen, & Razavieh, 2010)
Setelah mengikuti post-test, analisis statistik dilakukan untuk melihat
apakah perlakuan (treatment) tersebut memiliki efek (lihat nanti).
46
Ada sejumlah variasi pada desain dasar ini. Seperti yang telah
kita lihat pada contoh, seringkali diinginkan untuk membuat lebih dari
satu kelompok perlakuan. Bisa jadi, misalnya, ada variasi dalam
perlakuan (treatment) yang mungkin ingin kita pelajari. Pada contoh
kita memiliki dua kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol.
Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan juga dimungkinkan. Desain
post-test pre-test juga tidak selalu diikuti, seperti yang biasa ditemui
pada contoh dimana tidak ada pre-test yang digunakan. Biasanya lebih
baik menggunakan pre-test dan post-test karena tanpa pre-test kita
tidak dapat menentukan bahwa perbedaan yang kita temukan pada
post-test adalah hasil dari perlakuan (treatment) dan bukan hasil dari
perbedaan yang sudah terjadi diantara keduanya sebelum perlakuan
(treatment).
Keputusan lain yang mesti kita ambil adalah memberi kelompok
kontrol tambahan atau tidak. Praktik ini bermula dari penelitian medis,
di mana diketahui bahwa beberapa pasien menunjukkan pemulihan
sebagai akibat dari kepercayaan terhadap pengobatan dan bukan
sebagai hasil pengobatan itu sendiri. Karena ini adalah praktik umum
dalam uji coba medis untuk memberi kelompok kontrol pengobatan
plasebo (misalnya, pil gula) daripada tidak sama sekali. Seringkali,
persentase kelompok yang diberi pil gula akan menunjukkan pemulihan
sebagai akibat keyakinan mereka bahwa mereka minum pil yang efektif.
Ini jelas berarti bahwa tidak ada plasebo yang diberikan, kami
mengatakan dengan pasti apakah ada efek pengobatan karena hal itu
benar-benar berhasil atau karena beberapa pasien percaya kerja
obatnya. Ini bisa menjadi problem dalam riset pendidikan juga.
Perilaku personal tersebut dapat diubah karena peserta
penelitian mengetahui dari yang dipelajari dan ditunjukkan dalam
sebuah penelitian (1927-32) yang melihat peningkatan produktivitas di
sebuah pabrik. Rangkaian studi ini yang dipimpin oleh profesor Harvard
Business School Elton Mayo bersama rekan-rekannya FJ Roethlisberger
dan William J. Dickson, memulai dengan memeriksa pengaruh fisik dan
lingkungan tempat kerja (misalnya kecerahan lampu, kelembaban) dan
kemudian beralih ke Aspek psikologis (misalnya istirahat, tekanan
47
kelompok, jam kerja, kepemimpinan manajerial) (Muijs, 2004). Salah
satu temuan utamanya adalah bahwa produktivitas meningkat terlepas
dari inovasi yang diperkenalkan. Salah satu penjelasannya adalah
bahwa hasil dari perhatian ekstra yang ditunjukkan kepada para
pekerja (oleh para peneliti) yang memotivasi mereka untuk bekerja
lebih keras. Efek yang sama juga bisa terjadi pada setting pendidikan.
Sebagai intervensi, misalnya sebuah program untuk membantu
mendorong kemampuan membaca siswa, dapat memotivasi siswa
karena mendapat perhatian tambahan yang mereka dapatkan, yang
terkait dengan pencapaian yang lebih tinggi. Demikian juga, ketika para
guru terlibat dalam sebuah proyek baru, mereka mungkin bekerja lebih
keras dan lebih termotivasi hanya karena mereka melakukan sesuatu
yang baru atau karena mereka tahu itu adalah bagian dari sebuah
penelitian. (Muijs, 2004).
Tidak semudah memberi pasien pil gula. Setiap intervensi
plasebo harus cukup masuk akal untuk memiliki efek, dan oleh karena
itu sering kali cenderung menjadi intervensi tersendiri. Hal ini
menimbulkan dua masalah: pertama, biaya dan usaha tambahan yang
terlibat dalam pengembangan plasebo yang masuk akal, dan kedua fakta
bahwa kita sekarang mengukur efek dari satu perlakuan terhadap
48
perlakuan lain daripada melawan kontrol! Oleh karena itu, dalam kasus
ini, seringkali bisa menjadi ide bagus untuk memiliki dua kelompok
kontrol: kelompok 'plasebo' (yang menerima intervensi plasebo) dan
kelompok kontrol 'nyata' (yang tidak menerima intervensi apapun).
Dalam beberapa kasus, sekolah diberi uang untuk membeli setiap
intervensi yang mereka inginkan daripada para peneliti
mengembangkan intervensi kedua itu sendiri.
5. Memilih instrumen
Setelah Anda memilih desain eksperimental yang sesuai, Anda
perlu memilih atau mengembangkan tindakan pra dan pasca tes yang
sesuai. Ini sangat penting karena desain eksperimental berkualitas
tinggi maupun analisis statistik yang canggih dapat membuat
pengukuran yang buruk. Sama seperti tukang kayu juga membutuhkan
alat yang tepat - bayangkan mencoba membangun mobil dengan palu,
beberapa paku dan papan kayu dan Anda akan melihat apa maksudnya!
Alat ukur pertama-tama harus mengukur apa yang diukur. Ini sebagai
validitas. Kedua, instrumen kita harus bisa diandalkan. Validitas dan
reliabilitas dibahas pada Bab tersendiri.
49
6. Memilih tingkatan perlakuan yang sesuai untuk menguji
hipotesis
Dalam desain eksperimental Anda harus memikirkan dengan
hati-hati tentang tingkat perlakuan yang tepat untuk menguji hipotesis
Anda. Hal ini penting saat Anda memikirkan obat parasetamol. Dosis
yang tepat dapat menghentikan sakit kepala dan nyeri. Terlalu sedikit
tidak akan berpengaruh, terlalu banyak akan membunuhmu. Sementara
konsekuensi dari terlalu banyak intervensi pendidikan biasanya kurang
serius, mendapatkan hak 'dosis' tetap penting. Pikirkan sebuah program
yang memberikan dukungan ekstra dalam membaca kepada siswa yang
berada di balik usia membaca mereka. Jika terlalu sedikit dukungan
ekstra diberikan, mungkin tidak ada efek yang diinginkan. Jika terlalu
banyak dukungan diberikan, siswa dapat menjadi bosan dan tidak puas
dengan program ini, atau peningkatan dalam membaca mungkin akan
merugikan mata pelajaran lain seperti matematika.
Dalam beberapa kasus, Anda mungkin ingin menguji efek dari
berbagai tingkat perlakuan (treatment). Jika Anda melihat beberapa
contoh apakah akan membuat perbedaan berapa banyak teks yang
ditambahkan ke animasi dan apakah perlakuan ini mengarah pada hasil
positif atau tidak? Serangkaian percobaan dapat digunakan dengan
berbagai tingkat treatment yang diberikan pada kelompok eksperimen.
7. Menugaskan subyek ke kelompok
Menugaskan orang ke kelompok adalah tahap berikutnya dalam
desain eksperimental. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas,
dalam riset eksperimental kita selalu berusaha meminimalkan pengaruh
faktor eksternal apapun. Ini berarti kita ingin menentukan bahwa
kelompok eksperimen dan kontrol berbeda sesedikit mungkin pada
awal percobaan. Jika tidak, efek apa pun yang mungkin kita temukan
mungkin disebabkan oleh perbedaan antara orang-orang dalam
kelompok perlakuan. Bayangkan, misalnya, bahwa pada contoh diatas
kita telah memilih siswa dari kelas tinggi untuk berada dalam kelompok
narasi animasi, dan siswa dari kelompok yang lebih rendah berada di
kelompok teks animasi. Perbedaan yang ditemukan pada tes kemudian
50
mungkin akan menjadi hasil dari fakta bahwa kelompok animasi-narasi
adalah pelaku akademis yang lebih baik daripada hasil narasi menjadi
iringan animasi yang lebih efektif terhadap teks. Oleh karenanya, kita
ingin tidak ada bias dalam penugasan kepada sample di kelompok.
Cara terbaik dalam memperolehnya adalah melalui pengacakan.
Ini berarti bahwa begitu kita memilih subyek untuk ambil bagian dalam
penelitian, mereka secara acak diberikan ke kelompok kontrol atau
eksperimental, misalnya dengan memberi setiap orang nomor dan
kemudian memilih nomor secara acak untuk menjadi bagian
eksperimen atau kelompok kontrol. Randomisasi kemungkinan besar
menentukan kurangnya bias karena semua subjek memiliki peluang
yang sama persis untuk berada di setiap kelompok. Efeknya pada
prinsipnya sama dengan bermain game kartu dengan dua orang. Dengan
mengocok kartu dan membaginya, kami memastikan bahwa setiap kartu
memiliki peluang yang sama untuk mengakhiri setiap pemain. Jelas, kita
perlu memiliki peluang cukup besar dalam melakukan randomisasi.
Untuk menguji apakah ini berhasil, ada baiknya mengumpulkan
data pada setiap peserta mengenai variabel apa saja yang menurut kita
dapat mempengaruhi hasil, misalnya jenis kelamin, usia, atau
kemampuan. Kemudian kita dapat memeriksa apakah kelompok benar-
benar serupa pada semua variabel penting.
8. Melakukan percobaan dengan cermat
Begitu semuanya ada, eksperimen perlu dilakukan. Saat
melakukan percobaan, yaitu melakukan pra-tes, kemudian melakukan
perlakuan dan akhirnya melakukan pasca-tes, kita perlu memastikan
bahwa kita mengendalikan faktor-faktor asing sebanyak mungkin.
Sebagaimana paparan diatas, jika kita ingin mengatakan sesuatu tentang
apa penyebabnya (perlakuan kita) dan apa efeknya, kita harus
memastikan bahwa pengendalian ini terjaga. Ini berarti dua hal:
pertama, kita ingin mengendalikan lingkungan. Akan sulit untuk
melakukan experimen di lingkungan di mana segala macam hal lain
terjadi dan pastikan bahwa hasil apa pun adalah hasil perlakuan
(pikirkan kelas, misalnya). Inilah mengapa banyak percobaan dilakukan
51
di laboratorium dimana peneliti memiliki kontrol penuh atas
lingkungan.
Faktor kedua adalah bagaimana percobaan dilakukan ini yang
harus dikendalikan. Setiap kali kita memberikan perlakuan pada suatu
subjek, kita harus menjaga dan melakukan dengan metode yang sama.
Kita perlu melakukan ini untuk memastikan kita tidak mengenalkan bias
eksperimen, efek dari eksperimen pada percobaan. Misalnya, jika satu
eksperimen memberi program membaca dan siswa benar-benar
antusias dengan program ini sementara yang lain sangat skeptis dan
mengkomunikasikan hal ini kepada siswa dengan mengatakan hal-hal
seperti, 'yah, saya tidak yakin treatment ini membantu Anda, ini hanya
sebuah percobaan ', kita mungkin menemukan efek yang lain antara
keduanya.
9. Menganalisa data
Setelah percobaan selesai dan post test diberikan, kita harus
menganalisis hasilnya. Biasanya metode seperti uji-t dan analisis
varians digunakan. Hasilnya akan kita dapati apakah kita dapat
sementara menolak hipotesis nol (yang tidak kita inginkan benar) atau
tidak.
52
9.1 Keuntungan dan kerugian penelitian eksperimental dalam
dunia Pendidikan
9.1.1 Keuntungan
Keuntungan utama riset eksperimental adalah
pengendalian faktor eksternal yang disebutkan beberapa kali di
bagian sebelumnya. Mengapa kita ingin mengendalikan faktor dan
variabel eksternal dari desain eksperimental kita? Kami
melakukan ini karena memungkinkan kami membuat klaim yang
kuat untuk menentukan kausalitas daripada jenis penelitian
lainnya.
Salah satu hal yang sering kita coba lakukan dalam riset
kuantitatif adalah menentukan apa yang menyebabkan apa - apa
penyebabnya dan apa efeknya. Seringkali ketika berbicara tentang
hasil penelitian, istilah 'penyebab' sering digunakan. Misalnya,
'Kurikulum akademis yang terlalu adalah penyebab
ketidaknyamanan murid'. Banyak penelitian ingin menentukan
penyebabnya dan kebijakan sering kali ingin mengatasi penyebab
masalah yang dirasakan (misalnya 'penyebab kejahatan').
Sebenarnya kausalitas sangat sulit ditentukan. Tiga elemen utama
perlu hadir sebelum kita dapat mengatakan bahwa sebuah
focus/variabel menyebabkan yang lain:
1. Perlu ada kaitan antara kedua variabel tersebut. Hubungan
ini bisa positif atau negatif. Dalam hubungan positif, nilai
yang lebih baik (tinggi) pada satu variabel akan digabungkan
dengan nilai yang. Misalnya, tingkat pencapaian yang lebih
tinggi di sekolah cenderung dikaitkan dengan tingkat
53
kepuasan sekolah yang lebih tinggi. Dalam hubungan negatif
nilai yang kurang pada satu variabel akan dikaitkan dengan
variabel yang lebih tinggi pada variabel lainnya. Misalnya, di
sekolah persentase murid yang lebih tinggi dengan orang tua
dari background status sosial ekonomi rendah cenderung
dikaitkan dengan tingkat pencapaian yang lebih rendah pada
tes standar. Jika tidak ada hubungan, tidak ada kausalitas.
Berbagai metode statistik ada untuk menentukan ada
tidaknya dua atau lebih variabel yang terkait, dan saya akan
membahasnya di bab-bab berikut.
2. Perlu ada waktu antara dua variabel. Agar bisa mengatakan
bahwa variabel menyebabkan penyebab lain, itu harus lebih
dulu ada. Mari kita lihat hubungan antara urutan kelahiran
dan prestasi di sekolah. Misalnya beberapa penelitian
mendapati bahwa ada hubungan antara urutan kelahiran dan
prestasi di sekolah (Muijs, 2004), dengan angka kelahiran
lebih tinggi daripada yang lahir kemudian. Mungkin ada efek
kausal di sini. Jelaslah tidak masuk akal untuk berhipotesis
bahwa pencapaian sekolah menyebabkan urutan kelahiran,
karena prestasi mengikuti urutan kelahiran tepat waktu.
Dalam hal ini arah kausalitas jelas: urutan kelahiran harus
menjadi sebab dan efek prestasi. Namun, dalam banyak kasus
dalam penelitian pendidikan, banyak hal tidak terlalu jelas.
Pikirkan misalnya tentang kaitan/relasi antara harga diri
murid dan prestasinya. Ini tidak jelas yang mana yang lebih
dulu. Apakah murid dengan harga diri yang rendah mulai
memburuk karena hal ini? Atau apakah pencapaian rendah
mempengaruhi harga diri murid secara negatif? Mungkin
hubungan itu timbal balik dengan kedua unsur saling
mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan melingkar,
pencapaian yang lebih rendah menyebabkan harga diri lebih
rendah yang pada gilirannya mempengaruhi prestasi. Tapi
yang mana yang lebih dulu? Ini sering merupakan pertanyaan
tipe ayam dan telur yang sangat sulit dipecahkan.
54
3. Hubungan yang ditemukan tidak boleh menjadi hasil dari
variabel pembaur. Ini berarti bahwa hubungan tersebut tidak
dapat dijelaskan oleh variabel ketiga.
Ketiga faktor ini (hubungan, urutan waktu dan tidak ada
variabel pembaur) perlu ada sebelum kita dapati bahwa sebuah
variabel bisa mengakibatkan faktor lain.
Mengapa penelitian eksperimental lebih baik dalam
menentukan kausalitas daripada jenis penelitian lainnya? Ini
sesuai dengan dari unsur kontrol yang disebutkan sebelumnya.
Faktor satu, menetapkan apakah ada hubungan, dapat dilakukan
melalui jenis penelitian dan eksperimen kuantitatif yang belum
tentu lebih baik daripada riset non eksperimental dalam
menetapkan hal ini. Namun, situasinya berbeda untuk dua
prasyarat lain untuk membangun hubungan kausal. Dalam riset
eksperimental, peneliti memanipulasi perlakuan sehingga kita
bisa mengetahui urutan waktu. Demikian pula masalah variabel
asing yang menyebabkan hubungan kurang kuat dalam riset
eksperimental daripada jenis penelitian lainnya karena
eksperimen dapat mengendalikan lingkungan dan mendapati
sesegera mungkin faktor-faktor asing terlibat, sebagaimana yang
terjadi pada bagian tentang cara merancang eksperimen.
Apakah dengan demikian pada saat menerapkan
percobaan dan menemukan hasil yang signifikan, kita yakin
sebab dan akibat? Ini jelas bukan masalahnya, karena alasan
berikut:
1. Hasil dari eksperimen tunggal mungkin karena kebetulan.
Hanya jika penelitian direplikasi, yaitu temuan diulang
dalam studi yang berbeda dengan menggunakan peserta
yang berbeda, sebaiknya dalam pengaturan yang sedikit
berbeda, dapatkah kita memastikan hal ini.
2. Selalu mungkin bahwa temuan dikarenakan oleh faktor
asing yang belum kita pikirkan saat menyiapkan
eksperimen.
55
3. Kami menciptakan situasi buatan. Oleh karena itu
pertanyaannya tetap: apakah efek ini terjadi dalam situasi
kehidupan nyata?
9.1.2 Kerugian
Hal ini membawa kita pada beberapa kelemahan
pendekatan eksperimental. Pengaturan laboratorium selalu
buatan dan korespondensi dengan keadaan kehidupan riel dapat
dipertanyakan. Seberapa pentingkah hasil eksperimen untuk
situasi pendidikan kehidupan nyata? Disini, kontrol yang
merupakan keuntungan dari rancangan eksperimen menjadi
suatu kerugian. Dalam pengaturan sehari-hari, efek kausal apa
pun yang ditemukan dalam setting eksperimental cenderung
dipengaruhi oleh keseluruhan faktor kontekstual dan pengaruh
yang cenderung membuat hubungan tersebut jauh lebih mudah
diprediksi daripada di lingkungan laboratorium. Transferability
jelas merupakan masalah dalam riset eksperimental pendidikan.
Masalah lain dalam riset eksperimental adalah sulit
menerapkannya dalam setting pendidikan. Pertimbangkan,
misalnya isu evaluasi program dan inisiatif pendidikan. Kita
mungkin ingin melakukan ini dengan memakai desain
eksperimental karena kita ingin melihat apakah intervensi
tersebut telah menyebabkan perbaikan di sekolah. Kita mungkin
ingin melakukan intervensi untuk memperbaiki kinerja membaca
murid dan menguji apakah intervensi ini berhasil. Desain
eksperimental murni akan melibatkan siswa secara acak untuk
memberi perlakuan dan kelompok pengendali di sekolah tempat
percobaan berlangsung. Hal ini sering bermasalah dalam
praktiknya. Guru dan orang tua tidak mungkin terlalu tertarik
pada jenis desain ini dan ada beberapa masalah etika yang jelas
dalam membiarkan satu kelompok murid menerima intervensi
yang menurut kita / diharapkan efektif sementara murid lain
tidak menerima intervensi ini. Secara praktis menyusun jadwal dll
untuk memudahkan desain eksperimental juga sulit. Kesulitannya
56
bahkan lebih besar lagi ketika seseorang melakukan eksperimen
di sejumlah sekolah.
Masalah lebih lanjut terjadi ketika kita menerapkan intervensi
yang didesain khusus untuk dilakukan di kelas, seperti metode
pengajaran baru. Jelas akan ada masalah dalam mencoba
mengalokasikan murid secara acak kepada guru yang melakukan dan
tidak menerapkan intervensi tersebut. Seperti contoh di atas, ini akan
mengganggu sekolah dan mengarah pada kemungkinan masalah etika
dan juga berpotensi menimbulkan keluhan dari orang tua. Masalah
utama lainnya adalah kurangnya pengendalian terhadap lingkungan.
Dalam situasi di kelas, ada berbagai macam pengaruh lain yang dapat
menyebabkan (mempengaruhi) hasil sehingga bukan dianggap efek
pada intervensi. Guru mungkin berbeda, teman sebaya mungkin saling
mempengaruhi, dan seterusnya. Namun, mengambil intervensi dari
kelas dan memasukkannya ke laboratorium mungkin membuat
tersangka mencurigai adanya transferability. Jika intervensi seharusnya
bekerja di kelas, mengujinya di lingkungan laboratorium buatan
seringkali tidak masuk akal.
Karena masalah ini, intervensi pendidikan di sekolah biasanya
dievaluasi dengan mengoptimalkan rancangan kuasi eksperimental.
10. Desain kuasi eksperimental
Desain kuasi eksperimental dimaksudkan untuk mendekati
semaksimal mungkin keuntungan dari rancangan eksperimental sejati
57
di mana masalah yang disebutkan di atas terjadi, seperti harus
menerapkan program di lingkungan sekolah alami.
Perbedaan utama antara riset eksperimental dan kuasi
eksperimental terletak pada alokasi orang ke kelompok. Seperti yang
kita bahas sebelumnya, dalam riset eksperimental tradisional orang
dialokasikan ke kelompok melalui pengacakan untuk meminimalkan
bias. Percobaan kuasi sering digunakan justru karena alokasi acak
semacam itu tidak memungkinkan atau praktis. Biasanya, kelompok
eksperimen akan diputuskan oleh pengaturan (misal: sekolah, kelas,
pabrik) telah mengajukan diri atau terpilih menjadi bagian dari
intervensi. Oleh karena itu, daripada mengalokasikan secara acak, kita
harus memilih kelompok kontrol yang serupa dengan kelompok
eksperimen. Karena kita tidak menggunakan alokasi acak, kita
menyebut grup kontrol ini sebagai kelompok pembanding karena bukan
kelompok kontrol murni. Untuk mempertahankan keuntungan dari
desain eksperimental (kontrol atas lingkungan) sebanyak mungkin,
sangat penting untuk menentukan bahwa kelompok eksperimen dan
pembanding sedekat mungkin. Ini bukan hal yang mudah dilakukan
karena total variabel yang mungkin menyebabkan (mempengaruhi)
hasil dalam setting pendidikan cukup besar. Oleh karena itu yang
terbaik yang bisa dilakukan adalah memikirkan dengan seksama faktor-
faktor apa yang bisa mempengaruhi hasil kita dan mencoba
menyesuaikan pengaturan dengan faktor-faktor ini sejauh yang kita
bisa.
58
Contoh Penelitian
Evaluasi program pengembangan professional
Riset kuasi eksperimental sangat cocok untuk melihat dampak
intervensi pendidikan, seperti program perbaikan sekolah, sebuah
proyek untuk memperbaiki elemen tertentu (seperti program anti-
intimidasi) atau program pengembangan profesional.
Dalam satu contoh, sebuah penelitian (Muijs, 2004) melaporkan
evaluasi sebuah inisiatif Belanda yang dirancang untuk memperbaiki
pengajaran di sekolah menengah. Berdasarkan penelitian sains
kognitif dan efektivitas guru, sebuah program pengembangan
profesional dihasut untuk menginstruksikan guru menggunakan dua
model instruksi langsung, yang diarahkan untuk menggunakan
keterampilan terstruktur dengan baik, yang lain mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Sebagai bagian dari evaluasi mereka, 27 guru dari tiga perguruan
tinggi pelatihan yang telah dilatih dalam model dibandingkan dengan
24 guru dari kelas paralel di sekolah pelatihan guru yang sama yang
belum dilatih dalam model untuk melihat apakah guru siswa telah
menerapkan strategi ini atau tidak. Semua guru diamati oleh
pengamat terlatih sebelum dan sesudah intervensi dan kinerja guru
peserta pelatihan ini dinilai oleh para pengamat pada kedua point
tersebut dengan memakai skala penilaian perilaku yang
dikembangkan secara khusus (lihat bab selanjutnya untuk merancang
skala observasi). Kelompok perlakuan dan kelompok pembanding
tidak berbeda secara signifikan dalam pengamatan pre-test terhadap
faktor apapun kecuali pada perilaku tugas yang 84 persen dalam
perlakuan dan 77 persen pada kelompok kontrol. Oleh karena itu,
diajukan dengan analisis varians yang dipakau untuk menginterogasi
data post-test. Setelah intervensi (pelatihan dalam model instruksi
langsung untuk kelompok eksperimen, instruksi reguler dalam
kelompok pembanding) guru peserta pelatihan diamati lagi dengan
memakai skala penilaian. Ditemukan bahwa kelompok eksperimen
guru mengungguli guru kelompok pengendali pada semua skala
59
Faktor latar belakang siswa adalah salah satu unsur yang
penting bagi sebagian besar hasil pendidikan, apakah itu sikap terhadap
sekolah, kesejahteraan atau prestasi. Kelompok perbandingan dan
eksperimental harus serupa dengan faktor-faktor seperti status sosial
ekonomi orang tua, jenis kelamin, etnisitas dan kemampuan. Dalam
desain sekolah, misalnya seseorang tidak bisa menerapkan sebuah
program di kelas yang rendah dibandingkan dengan yang tinggi dan
kemudian menyimpulkan terjadi perbedaan karena intervensi dari
perbedaan antara ketidakmampuan murid. Demikian juga,
membandingkan sebuah sekolah di daerah yang kekurangan dengan
yang di pinggiran kota akan membuat tidak mungkin untuk mengatakan
bahwa efek yang ditemukan terjadi karena program tersebut karena
bukan perbedaan latar belakang sosio-ekonomi murid. Oleh karena itu
kita perlu mencoba untuk membandingkan sekolah perbandingan,
subskala dari skala penilaian.
Ini adalah contoh bagus penggunaan metodologi kuasi-eksperimental
untuk melihat dampak intervensi yang dalam hal ini bermaksud
untuk meningkatkan efektivitas guru siswa. Menggunakan kelas
paralel sebagai kelompok pembanding harus bisa dipastikan bahwa
kelompok tersebut sebanding karena siswa biasanya ditugaskan ke
kelas secara acak. Skala observasi yang sama digunakan pada kedua
kelompok, memastikan perbandingan, dan pengamat dilatih secara
menyeluruh. Yang tidak jelas dari artikel ini adalah apakah pengamat
mengetahui eksperimen dan kelompok pembanding atau tidak? Jika
mereka menyadari hal ini, ada kemungkinan bias terjadi karena
(pengamat mungkin cenderung menilai guru dalam kelompok
eksperimen lebih positif).
WHEN YOU FACE DIFFICULT TIMES, KNOW THAT CHALLENGES ARE NOT
SENT TO DESTROY YOU. THEY’RE SENT TO PROMOTE, INCREASE AND
STRENGTHEN YOU – JOEL OSTEEN
60
ruang kelas, dan lain-lain sedekat mungkin dengan kelompok
eksperimen pada faktor-faktor ini.
Namun, latar belakang murid sama sekali bukan satu-satunya
variabel yang mungkin berbeda antara kelompok eksperimen dan
pembanding dan yang dapat mempengaruhi hasil. Kualitas guru telah
didapati sebagai faktor utama yang mempengaruhi pencapaian murid,
seperti faktor-faktor kepemimpinan sekolah, iklim sekolah dan efek
kelompok sebaya. Juga penting untuk diingat bahwa biasanya ada
intervensi lain yang terjadi di sekolah pada waktu bersamaan dengan
pelajaran yang Anda pelajari. Misalnya intervensi membaca yang sedang
dievaluasi, sebuah sekolah mungkin menerapkan strategi keaksaraan
yang dimandatkan negara.
Meskipun akan menjadi praktik yang baik untuk mencocokkan
perbandingan dengan kelompok eksperimental mengenai semua faktor
ini jika memungkinkan, ini biasanya sangat sulit dicapai. Sebagai
peneliti Anda harus mencoba dan mengumpulkan sebanyak mungkin
informasi sebanyak mungkin variabel yang menurut Anda relevan
dengan hasil saat melakukan penelitian kuasi eksperimental. Seseorang
kemudian dapat mencoba dan mengendalikan secara statistik efek dari
variabel-variabel ini.
Jelas, dari sudut pandang membangun kausalitas, ini sama
efektifnya dengan memfungsikan desain eksperimental murni. Jelas dari
hal di atas bahwa menemukan kelompok pembanding yang sangat
sesuai dengan kelompok eksperimen adalah tugas yang sangat sulit dan
bahwa kurangnya pengacakan akan menyebabkan kemungkinan bias
merayap masuk. Bahkan jika kita telah berhasil menyesuaikan
eksperimen dan kelompok pengendali di semua variabel yang
dilakukan, mungkin ada faktor tambahan yang spesifik untuk setting
budaya (sekolah atau kelas) yang mungkin mempengaruhi hasil.
Meskipun demikian, dengan menggunakan desain perbandingan
eksperimen yang sesuai, kita lebih dapat melihat apakah intervensi kita
berhasil atau tidak daripada cara lain kecuali eksperimen nyata. Ini
karena kita masih mengendalikan sebanyak mungkin faktor dan sejauh
61
mungkin membandingkannya dengan kelompok eksperimen dan
kontrol, yang tidak akan dilakukan jika kita menggunakan pendekatan
survei, misalnya.
Desain riset kuasi eksperimental memang memiliki satu
keunggulan yang jelas atas desain eksperimental murni yaitu bahwa
mereka dipelajari dalam setting pendidikan alami. Jika kita menemukan
efek program setidaknya kita dapat yakin bahwa riset ini berjalan di
sekolah dengan ruang kelas yang sebenarnya dengan segala
kerumitannya dan bukan hanya di lingkungan laboratorium. Hal ini
membuat penelitian kuasi-eksperimen merupakan metode yang baik
untuk mengevaluasi inisiatif dan program baru di bidang pendidikan.
Struktur dasar studi eksperimen kuasi hampir sama dengan
penelitian eksperimental. Seperti dalam riset eksperimental, kita
memulai dengan tujuan riset dan hipotesis (misalnya intervensi kami
akan menghasilkan kinerja membaca yang lebih tinggi) dan kemudian
merancang percobaan kuasi. Desain yang dimaksud tidak akan berbeda
dengan desain eksperimental, dengan pre-test, diikuti oleh intervensi,
diikuti oleh tes pasca eksperimen dan kelompok pembanding. Seperti
pada desain eksperimental, ada kemungkinan beberapa variasi
perlakuan atau intervensi mempunyai lebih dari satu group eksperimen
dan mungkin perlu menyediakan beberapa macam plasebo. Namun,
dalam beberapa inisiatif iklim pendidikan sekarang ini kemungkinan
akan berjalan di sekolah mana pun, jadi sekolah 'di mana tidak ada yang
terjadi' tidak mungkin ditemukan dan kita mungkin tidak memerlukan
plasebo dalam semua kasus.
Memilih instrumen yang baik dan tepat untuk menguji hipotesis
kita sama pentingnya di sini seperti dalam desain eksperimental (atau
sebagaimana dalam desain survei) dan kita perlu memastikan bahwa
jika kita memakai tes atau kuesioner, hal itu diberikan dalam situasi
yang sama. Baik di sekolah eksperimental maupun perbandingan,
sebaiknya di hadapan peneliti. Jika tidak, kondisi uji dapat
mempengaruhi hasil. Apapun ukuran hasil yang diterapkan harus sama
62
di sekolah eksperimental dan perbandingan, jika tidak, kita tidak
membandingkannya dengan sejenisnya.
Setelah perbandingan yang sesuai dan pengaturan
eksperimental telah dipilih, kita perlu melakukan pre-test di semua
setting. Dalam eksperimen murni, kami kemudian akan 'melakukan
eksperimen dengan cermat'. Dalam situasi nyata, aspek kontrol teliti
dari intervensi ini tidak mungkin dan tidak diinginkan dalam setiap
kasus. Ketika menerapkan intervensi pendidikan, telah ditemukan
bahwa dengan mempertimbangkan konteks spesifik sekolah, kelas atau
fakultas di mana ia diimplementasikan cenderung meningkatkan
efektivitas intervensi (Harris, 2001). Karena pengembang program,
karena itu kami tidak perlu tidak memastikan bahwa intervensi
dilakukan dengan metode yang sama persis di semua pengaturan. Yang
perlu dilakukan adalah memantau dengan cermat bagaimana intervensi
diterapkan di lingkungan yang berbeda dan elemen konten intervensi
apa yang sedang dilakukan. Untuk melakukan ini, kita mungkin perlu
menggunakan metode alternatif, seperti survei, observasi dan metode
kualitatif. Ini memungkinkan kita memetakan unsur-unsur apa saja
yang kurang berhasil.
Hal-hal Penting
1. Semua keberhasilan penelitian harus memalui uji empiris. Sementara
percobaan adalah cara optimal dalam menentukan sebab dan akibat,
kondisi buatan yang menyebabkannya sulit untuk mengatakan
apakah hasilnya akan mudah diterjemahkan ke dalam realitas
pengaturan pendidikan yang kompleks. Ini perlu diuji secara empiris.
2. Keyakinan tentang keberhasilan percobaan dalam riset eksperimen,
harus juga memperhatikan hubungan kausalitas. Nah, lebih pasti
daripada dengan memakai metode lain. Namun, mungkin ada
penyebab atau faktor pembaur yang belum kita duga, atau kita
mungkin menemukan efek secara kebetulan. Oleh karena itu hanya
replikasi temuan yang dapat membuat kita yakin bahwa yang kita
dapati adalah kausalitas sejati.
63
3. Metode eksperimental bukanlah satu-satunya metode riset ilmiah
yang benar-benar ilmiah. Umumnya beberapa pembuat kebijakan
berkenaan dengan fakta bahwa metode eksperimental banyak
dipakai dalam ilmu murni (misalnya fisika, kimia) dan bahwa
idealnya cocok untuk mengatasi masalah gaya sebab-akibat. Namun,
seperti yang kita lihat sebelumnya, eksperimen tidak selalu paling
sesuai untuk melihat masalah saat terjadi dalam setting pendidikan
kehidupan nyata yang kompleks dan beragam. Penelitian pendidikan
ilmiah adalah tentang memecahkan masalah untuk menjawab
pertanyaan yang belum ada jawabannya. Ada banyak pertanyaan
berbeda yang bisa kita tanyakan dan banyak metode berbeda yang
dapat digunakan untuk mencoba dan menjawab pertanyaan ini
secara ketat termasuk penelitian kuantitatif non eksperimental dan
metode kualitatif seperti studi kasus, etnografi, dan wawancara.
4. Kuasi eksperimen tetap membutuhkan percobaan. Tapi ada
perbedaan mendasar diantaranya; Pertama, karena kita tidak
menugaskan orang ke kelompok secara acak, kita tidak bisa
menentukan bahwa kita mengendalikan perbedaan yang relevan
antar kelompok. Itu cocok untuk menarik kesimpulan tentang
kausalitas yang lebih tidak pasti. Juga karena adanya intervensi
berlangsung dalam lingkungan kehidupan nyata, kita tidak bisa
menentukan bahwa implementasi itu identik. Seringkali ini bahkan
tidak diinginkan. Keduanya mengandung makna bahwa kita perlu
mengumpulkan lebih banyak data daripada dalam studi
eksperimental nyata untuk mendapati bahwa kita dapat sampai pada
kesimpulan yang cukup jelas.
64
11. Ringkasan
Dalam desain eksperimental biasanya kita membandingkan
beberapa kelompok salah satunya (kelompok eksperimen) menerima
perlakuan eksperimental sementara yang lainnya (kelompok kontrol)
tidak. Studi eksperimental biasanya menggunakan desain tes pra-uji
(pre-test) coba eksperimen. Subjek secara random diberikan ke
kelompok untuk meminimalkan bias. Kedua kelompok telah diuji
sebelumnya dengan menggunakan parameter yang sesuai. Kemudian
perlakuan diberikan dengan cermat dan tes pasca dilakukan. Kita
kemudian dapat melihat apakah hasil tersebut berbeda antara group
eksperimen dan kelompok pengendali.
Riset eksperimental merupakanmetode terbaik untuk
memeriksa hubungan kausal karena metode ini digunakan untuk
melihat tiga pertanyaan utama yang perlu dijawab secara afirmatif
sebelum kita dapat mengatakan bahwa satu fokus (variabel)
menyebabkan penyebab lain: adakah hubungan antara variabel, apakah
yang kita lakukan? Apakah sebab mendahului efek?, dan adakah
variabel pengganggu yang bisa menjelaskan hubungannya? Masalah
dengan eksperimen adalah bahwa hal itu terjadi di lingkungan buatan
(laboratorium) yang sangat berbeda dari setting pendidikan yang khas
MARIO TEGUH
65
dan kompleks. Ini berarti bahwa sulit memastikan bahwa temuan dari
percobaan akan diperlukan dalam pengaturan kehidupan nyata.
Eksperimen juga sulit diterapkan di bidang pendidikan.
Ini berarti bahwa kita memilih 'pilihan terbaik kedua' dalam hal
menentukan kausalitas percobaan kuasi. Dalam percobaan kuasi,
daripada secara acak menugaskan orang ke kelompok eksperimen dan
kontrol, kami akan mencoba untuk mencocokkan kelompok eksperimen
(biasanya kelas atau sekolah tempat intervensi dilakukan) dengan
kelompok pembanding. Kita harus mencoba membuat kelompok
pembanding serupa dengan kelompok eksperimen sebanyak mungkin
pada semua faktor kecuali untuk perlakuan walaupun biasanya tidak
mungkin untuk mendapatkan paritas yang lengkap. Selain itu desain
dasar pre-test dan post-test akan serupa dengan yang dipakai dalam
penelitian eksperimental murni. Karena kita tidak mengalokasikan
secara acak, kita perlu mengumpulkan data sebanyak mungkin pada
variabel-variabel di mana kelompok perlakuan dan pembanding
mungkin berbeda dan itu dapat mempengaruhi hasilnya.
12. Pertanyaan untuk latihan
1. Ketika memulai penelitian experiment, hal-hal mendasar apa
yang harus disiapkan oleh seorang peneliti? Sebutkan minimal 3
poin!
2. Kapan sebuah penelitian true experiment bisa dilaksanakan
dengan baik? Sebutkan persyaratan-persyaratan yang
dibutuhkan!
3. Demikian juga sebuah penelitian quasi experiment bisa
dilaksanakan dengan baik? Sebutkan persyaratan-persyaratan
yang dibutuhkan!
4. Hasil penelitian experiment hamper bisa dipastikan bertujuan
untuk melakukan generalisasi hasil. Jelaskan apa yang dimaksud
dengan generalisasi hasil penelitian experiment.
66
5. Untuk memastikan instrument penelitian experiment memenuhi
aspek validitas dan reliabilitas maka harus ada penjelasan
tentang kelayakan instrument tersebut sebelum digunakan
didalam penelitian. Sebutkan langkah-langkah yang tepat untuk
memastikan instrument yang digunakan memenuhi unsur
validitas dan reliabilitas.
67
Bab 4
Penelitian Non-Eksperimental
Pada bagian ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan penelitian yang dikategorikan non-experiment
2. Mengidentifikasi jenis-jenis penelitian non-experiment
3. Membedakan berbagai penelitian non-experiment dari sisi fungsi
dan tujuannya
4. Merancang penelitian non-experiment yang sesuai dengan
tujuan dan fokus penelitian
68
Bagian ini menjelaskan riset non eksperimental yang masih
termasuk dalam ranah kuantitatif yaitu penelitian survey dan
observational. Berbeda dengan riset eksperimental, yang merupakan
metode riset yang jelas, penelitian kuantitatif non eksperimental lebih
bervariasi. Metode non eksperimental meliputi penelitian survei,
penelitian historis, pengamatan dan analisis kumpulan data yang ada.
Pada bagian ini, kita akan membicarakan metode umum dalam
penelitian pendidikan: penelitian survei, penelitian observasional dan
analisis kumpulan data yang ada.
1. Penelitian Survei
Mungkin desain riset yang paling populer (kuantitatif) dalam
ilmu sosial adalah penelitian survei. Desain penelitian survei cukup
fleksibel dan oleh karena itu dapat muncul dalam berbagai bentuk,
namun semuanya dicirikan dengan pengambilan data menggunakan
formulir kuesioner standar yang diberikan melalui telepon atau tatap
muka, melalui kuesioner pensil dan kertas pos atau semakin banyak
dengan menggunakan web. Formulir berbasis dan e-mail.
69
Kita semua sebenarnya memiliki banyak pengalaman dalam
penelitian survei, walaupun bukan sebagai perancang namun terkadang
sebagai peserta dalam banyak survei yang dilakukan di masyarakat.
Keadaan ini membuat banyak orang merasa bahwa riset survei adalah
bentuk penelitian termudah yang dapat diselesaikan dengan cara 'cepat
dan murah'. Banyak organisasi merancang survei in-house untuk
melihat berbagai pertanyaan. Namun, sebagaimana akan kita sampaikan
selanjutnya, merancang penelitian survei tidaklah sesederhana itu. Ada
berbagai perangkap dan namun banyak juga riset yang berhasil.
Contoh
Sikap mahasiswa Indonesia terhadap penggunaan teks bacaan
budaya lokal dan target dalam kelas bacaan bahasa Inggris
Ada banyak contoh studi survei dalam riset pendidikan bahasa.
Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan sikap mahasiswa
Indonesia terhadap penggunaan teks bacaan budaya lokal dan target
dalam kelas bacaan bahasa Inggris berkenaan dengan peran bahasa
Inggris saat ini. Telah dikenal secara luas bahwa peran bahasa Inggris
saat ini adalah bahasa internasional (EIL) dan sebagai lingua franca
(ELF). Mengenai peran internasional bahasa Inggris ini, idealnya
pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris harus disesuaikan dengan
pendekatan pedagogis yang tepat, dalam hal ini pendekatan pedagogi
EIL. Dengan kata lain, pengajaran dan pembelajaran EIL harus berbeda
dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing
lainnya. Karena Indonesia dikategorikan sebagai negara EFL, menarik
untuk mengetahui apakah isu ini berdampak pada praktik ELT seperti
kelas bacaan bahasa Inggris di negara ini. Subyek riset adalah
mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris tahun pertama.
Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner skala Likert kepada
siswa tentang sikap mereka terhadap bahan bacaan yang disampaikan
kepada mereka dalam satu semester. Selain itu, wawancara dilakukan
untuk memverifikasi data dan memperoleh informasi lebih lanjut.
Temuan tersebut mengemuka bahwa secara umum data menunjukkan
70
2. Merancang sebuah studi survey
Tahapan dalam merancang sebuah studi survei serupa dengan
penelitian eksperimental. Perbedaannya terletak pada bagaimana kita
merancang penelitian, merancang instrumen dan mengumpulkan data.
2.1 Tentukan tujuan penelitian
Seperti riset eksperimental dimulai dengan menentukan
tujuan penelitian. Berbagai macam pertanyaan penelitian dapat
dipelajari dengan memakai metode survei. Jika minat utama kita
adalah kausalitas, kita mungkin bisa melihat apakah mungkin
menggunakan metode eksperimental atau kuasi eksperimental.
Penelitian survei sangat sesuai untuk penelitian deskriptif atau di
mana peneliti ingin melihat relasi antara variabel yang terjadi
dalam konteks riel kehidupan tertentu.
Desain penelitian harus realistis dan layak. Dalam
penelitian survei khususnya, kesulitannya adalah untuk
menerapkan desain riset yang sangat luas yang mencoba untuk
menangkap kompleksitas penuh dunia. Seringkali tidak mungkin
mengumpulkan data tentang semua variabel yang mungkin ingin
kita sertakan karena kendala keuangan dan waktu dan kita
mungkin harus puas dengan sampel yang sedikit lebih kecil dari
yang kita inginkan. Jika demikian, kuncinya adalah memilih
variabel-variabel yang menurut kita paling mungkin
mempengaruhi hasil.
sikap positif terhadap budaya lokal dan bahan bacaan budaya sasaran,
dengan mayoritas mereka lebih menyukai membaca bahan bacaan
budaya sasaran. Selanjutnya, sejumlah besar siswa juga mengakui
pentingnya penggunaan budaya internasional bersamaan dengan
pengajaran bahasa Inggris (Rodliyah, Imperiani, & Amalia, 2014).
Studi ini adalah contoh bagus dari penggunaan penelitian survei di
bidang pendidikan bahasa Inggris, walaupun beberapa bahasa 'kausal'
('memiliki efek ') sulit ditunjukkan dalam sebuah studi survei.
71
Begitu kita mendefinisikan tujuan penelitian, kita dapat
melanjutkan ke desain riset yang akan berkenaan dengan tujuan
tersebut. Misalnya, jika kita ingin melihat bagaimana pandangan
guru terhadap pengajaran yang efektif berubah setiap saat, kita
harus menggunakan studi longitudinal, mengamati guru selama
beberapa tahun. Jika kita ingin mengetahui tentang pendapat guru
mengenai inisiatif kebijakan baru oleh departemen pendidikan,
sebuah studi cross-sectional dimana Anda hanya akan mensurvei
guru sekali akan cukup. Jika kita ingin mensurvei apakah pendapat
guru telah berubah setelah intervensi, pra-dan pasca survei akan
sesuai. Kita mungkin juga ingin mencampur metode yang berbeda,
misalnya survei berskala besar yang diikuti oleh wawancara
mendalam tentang subsampel kecil. Berbagai pilihan mungkin
dilakukan, tergantung pada tujuan penelitian dan paling tidak
anggaran penelitian. Yang terakhir ini adalah kendala penting
dalam riset pendidikan (dan penelitian ilmiah sosial lebih umum)
dan telah menghasilkan situasi di mana umumnya riset merupakan
rancangan cross-sectional satu kali. Ini sangat disayangkan, karena
72
banyak pertanyaan penelitian akan mendapatkan keuntungan dari
pendekatan yang lebih longitudinal.
2.2 Merumuskan hipotesis
Desain eksperimental secara umum untuk mengembangkan
serta menguji hipotesis dalam semua kasus, ini tidak harus dipakai
dalam desain survei. Seringkali kita ingin membuat prediksi
spesifik tentang relasi antara variabel dalam bentuk hipotesis
(misalnya 'ada relasi antara konsep diri dan prestasi'). Secara
umum, fleksibilitas penelitian survei berarti bahwa ini bisa lebih
luas dan kompleks daripada dalam studi eksperimental (misalnya
'hubungan antara konsep diri dan prestasi akan meningkat seiring
bertambahnya usia'; 'hubungan antara konsep diri dan prestasi
akan dimediasi oleh kecerdasan emosional '). Namun, tidak semua
studi survei menguji hipotesis tertentu. Beberapa studi survei bisa
deskriptif murni. Misalnya, satu penggunaan umum dari studi
survei adalah melihat maksud pemungutan suara. Peneliti tidak
memulai dari hipotesis spesifik (misalnya, 'proporsi suara
Demokratik dipaksakan lebih dari 40 persen'), namun hanya ingin
menguji maksud pemilih. Oleh karena itu, apakah seseorang ingin
menguji hipotesis tertentu atau melakukan riset yang lebih
deskriptif (misalnya 'berapa persen dari guru yang terlibat dalam
kegiatan pengembangan profesional selama setahun terakhir?')
Akan tergantung berdasarkan pertanyaan penelitian Anda.
2.3 Menentukan informasi yang kita butuhkan
Setelah pertanyaan riset dan bila perlu hipotesis telah
diputuskan, Anda perlu memikirkan informasi apa yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan riset ini. Jika tujuan penelitian Anda
menunjukkan bahwa studi survei akan menjadi metode yang
sesuai, Anda perlu memutuskan informasi apa yang perlu
dikumpulkan melalui studi survei Anda. Ini akan melibatkan
penentuan pertanyaan apa yang harus diajukan, apakah
menggunakan skala pra-publikasi, berapa lama bisa melakukan
73
survei dan sebagainya. Kita akan melihat beberapa hal di kemudian
hari dalam bab ini.
2.4 Menentukan populasi Anda
Selain menentukan informasi apa yang Anda butuhkan,
Anda juga harus memutuskan dengan tepat apa populasi Anda
nantinya. Populasi adalah kelompok yang ingin menggeneralisasi
temuan Anda. Misalnya, Anda mungkin ingin melakukan studi
tentang relasi konsep diri dan prestasi. Populasi Anda bisa menjadi
semua anak usia 10 tahun di negara ini, semua anak yang berusia
10 tahun dan seterusnya. Penting untuk menjelaskan apa populasi
Anda, karena ini akan menentukan siapa Anda (dalam kebanyakan
kasus) akan menjadi sampel. Tentu saja dalam beberapa kasus
mungkin tidak perlu untuk sampel sama sekali. Mungkin saja untuk
mensurvei seluruh populasi. Jika misalnya, saya ingin melakukan
survei terhadap pandangan siswa saya tentang pengajaran saya di
kelas statistik sarjana, saya dapat memberikan kuesioner kepada
seluruh populasi, karena ukuran populasi cukup kecil (14 siswa
tahun ini). Sampling seluruh populasi dikenal sebagai sensus. Hal
ini juga dimungkinkan untuk (mencoba) sampel bahkan populasi
besar yang diberi cukup sumber daya. Pemerintah, misalnya, secara
teratur melakukan sensus penduduk mereka, walaupun seperti
contoh terakhir di Amerika Serikat dan Inggris telah menunjukkan
proses ini bukan tanpa masalah dan tidak seluruh anggota populasi
benar-benar tercapai. Dalam kebanyakan kasus, kita tidak
mempunyai sumber daya untuk mempelajari keseluruhan populasi
dan perlu sampel. Penting untuk diperhatikan bahwa kita hanya
bisa menggeneralisasi populasi yang sebenarnya kita ambil dari
sampel. Dan oleh karena itu beberapa orang memikirkan secara
pasti populasi apa yang akan dibutuhkan.
74
2.5 Menentukan bagaimana cara memilih sampel dari
populasi
Dalam kebanyakan kasus kita perlu memilih sampel dari
populasi. Kami biasanya ingin melakukan generalisasi hasil yang
kami temukan dalam sampel kepada populasi. Bagaimanapun,
sebuah survei tentang maksud pemungutan suara dari sampel
1.000 orang, tidak bermanfaat bila kita tidak bisa menggeneralisasi
temuan kita dari sampel tersebut kepada pemilih secara
keseluruhan! Agar kita dapat menggeneralisasi, kita perlu memiliki
sampel populasi yang tidak bias yang berarti kita ingin sampel kita
mewakili populasi yang sedang kita pelajari dan tidak condong ke
satu kelompok atau kelompok lainnya. Jika kita mencoba
menggeneralisasi semua anak berusia 10 tahun, misalnya kita tidak
ingin hanya menggunakan sampel semua sekolah anak perempuan
saja. Cara terbaik menyatakan bahwa sampel kami tidak bias adalah
dengan memakai metode sampling probabilitas.
Yang paling mutakhir adalah sampel acak sederhana. Dalam
sampel acak sederhana, semua orang di populasi mendapat peluang
yang sama disertakan dalam sampel. Ini karena sampel diambil
secara random dari populasi (misalnya dengan memasukkan nama
ke dalam topi atau yang lebih khas saat ini dengan menggunakan
75
generator bilangan acak). Itu membuatnya menjadi bentuk
sampling yang paling tidak bias dan inilah cara yang digunakan
untuk menggambar nomor undian, misalnya. Mengatakan bahwa
ini adalah metode sampling yang paling tidak bias akan
menyarankan bahwa adalah ide bagus untuk mencoba
menggunakan sampling acak sederhana setiap saat. Namun, ketika
seseorang melihat pada penelitian pendidikan yang sebenarnya,
jelas hampir semua riset sebenarnya tidak menggunakan metode
ini. Kenapa ini? Ada beberapa alasan, ada yang bagus, beberapa
kurang begitu.
Salah satu alasan bagusnya adalah bahwa sementara sampel
acak sederhana baik untuk generalisasi pada populasi secara
keseluruhan, mungkin dalam beberapa hal kita ingin
menggeneralisasi subpopulasi spesifik yang terlalu kecil untuk
dapat diperoleh secara mudah dalam sampel apapun kecuali yang
terbesar. Kita mungkin misalnya, ingin membandingkan
kesejahteraan siswa di sekolah swasta dan sekolah negeri.
Mengambil sampel acak dari 1.000 murid mungkin meninggalkan
kita hanya dengan sekelompok kecil siswa di swasta. Oleh karena
itu, untuk memastikan jumlah yang sesuai dalam jumlah keduanya,
kita mungkin ingin memakai stratified random sampling.
Melakukan hal ini melibatkan pertama-tama membagi populasi ke
dalam group yang ingin kita pelajari, dalam hal ini peserta sekolah
swasta dan negara bagian, dan kemudian berdasar random
mengambil sampel dari setiap kelompok secara terpisah, jadi kita
akan mendapatkan sampel 500 murid secara pribadi dan 500 di
sekolah negeri.
Terkadang kita mungkin hendak menentukan bahwa
subkelompok yang berbeda terwakili dalam sampel kita sesuai
dengan kehadiran mereka di populasi. Sekali lagi, kecuali jika Anda
pengambilan sampel yang sangat besar, ini akan sulit dicapai untuk
subkelompok kecil. Oleh karena itu, kadang-kadang kita
memastikan terlebih dahulu berapa proporsi kelompok yang kita
ambil dalam sampel dan sampel sampai kuota terpenuhi. Misalnya,
76
kita mungkin memiliki populasi di mana 10 persen murid berasal
dari jawa. Dalam sampling quota, seperti metode ini, kami akan
mengambil sampel jawa sampai kita mencapai kuota, dalam hal ini
10 persen dari 1.000, atau 100 suku jawa.
Alasan lain untuk tidak menggunakan sampling acak
sederhana terletak pada masalah untuk dapat menarik kesimpulan
tentang lokasi di mana anggota populasi bersarang. Misalnya,
dalam riset pendidikan kita sering tertarik pada hal-hal yang terjadi
di sekolah, atau efek sekolah, dan bagaimana hal ini dapat
berdampak pada siswa di sekolah tersebut. Mengatakan sesuatu
tentang efek sekolah (atau pengajaran kelas) akan sulit jika kita
memakai simple random sampling. Bahkan jika kita mempunyai
sampel besar dari 100 siswa, kemungkinan besar mereka akan
tersebar di sejumlah besar sekolah yang berarti bahwa dalam
kebanyakan kasus, kita memiliki satu murid atau dua di sekolah
tertentu. Jelas tidak masuk akal untuk melakukan ekstrapolasi efek
dari sekolah atau guru dari temuan pada satu siswa di sekolah itu!
Oleh karena itu, bila kita ingin melihat efek sekolah biasanya kita
akan memakai sampel sekolah secara acak dan kemudian
mensurvei semua siswa di sekolah itu. Secara umum dengan
77
menggunakan cluster sampling, kita acak mengambil sampel
kelompok tingkat tinggi dimana anggota populasi berkumpul dan
kemudian mensurvei semua responden di kelompok tersebut.
Metode yang terkait adalah multistage sampling dimana kita
pertama kali mengambil sampel kelompok tingkat tinggi (misalnya
otoritas pendidikan lokal) secara acak, kemudian melakukan
random mengambil sampel tahap yang lebih rendah (misalnya
sekolah di pedalaman), dan kemudian secara acak sampel anggota
populasi pada tahap itu ( Misalnya murid di sekolah). Hal ini dapat
diterapkan untuk sejumlah tahap, ketiganya diberikan hanya
sebagai contoh, dan sering diterapkan dalam studi pemilihan.
Masalah dengan metode sampling cluster dan multistage
adalah bahwa metode ini tidak lagi murni acak. Hal ini karena
umumnya orang yang berkerumun di dalam sebuah kelompok
(misalnya murid di sekolah) lebih mirip daripada mereka di seluruh
kelompok. Jika kita berpikir tentang sekolah, kita tahu bahwa di
kalangan siswa sekolah cenderung lebih homogen berkenaan
dengan background sosial (karena dampak daerah) daripada
populasi murid secara keseluruhan. Juga, kenyataan berada di
dalam sebuah situs, misalnya. Sebuah sekolah, akan cenderung
membuat orang lebih mirip, karena mereka tunduk pada efek
kelompok sebaya dan budaya organisasi yang sama. Hal ini
menyebabkan masalah ketika kita menerapkan analisis statistik
karena kita perlu menggunakan cara yang telah didesain khusus
untuk jenis sampel ini, seperti yang sering kita lihat.
Di atas adalah semua metode sampling probabilitas dan jika
digunakan dengan benar, kita dapat cukup yakin bahwa kita
memiliki perkiraan populasi yang tidak bias. Namun, metode
sampling probabilitas belum tentu merupakan metode sampling
yang umum dalam penelitian pendidikan. Dua metode sampling
lainnya tampak sering terjadi. Salah satu cara yang populer adalah
sampling relawan. Sampling Sukarela terjadi ketika kami meminta
orang untuk secara sukarela memilih bagian dalam penelitian kami,
melalui sebuah iklan di koran lokal atau publikasi profesional,
78
sebuah pemberitahuan di kampus universitas, dan lain-lain. Metode
ini memiliki keuntungan yang jelas karena mudah dan murah
namun sangat tinggi. Bermasalah dari sudut pandang mendapatkan
sampel yang tidak bias. Orang yang secara sukarela ikut serta dalam
penelitian survei sering kali tidak biasa. Mereka cenderung menjadi
orang-orang yang mempunyai pandangan kuat terhadap subjek
penelitian atau memiliki banyak waktu. Seringkali, relawan
didorong dengan memberikan hadiah (keuangan) kepada peserta.
Hal ini dapat menopang mengurangi bias sampai batas tertentu,
namun jika imbalannya tidak substansial, ini tidak mungkin
menarik responden yang menikmati pendapatan bagus. Oleh
karena itu, bias merupakan masalah serius dengan metode
pemilihan sampel ini.
Mungkin metode sampling yang umum dalam studi
pendidikan mutakhir adalah convenience sampling. Hal ini terjadi
di mana para peneliti mempunyai akses yang mudah ke kelompok
tertentu, seperti guru yang pernah mereka tangani sebelumnya
atau murid di sekolah mereka sendiri, dan menggunakan orang-
orang tersebut dalam penelitian mereka. Metode ini memiliki
keuntungan yang jelas dalam hal biaya dan kenyamanan namun
mengalami masalah bias yang serius, karena situs yang memiliki
akses mudah untuk tidak mewakili populasi. Misalnya, jika peneliti
79
bekerja di sekolah pedesaan, murid akan berbeda dalam banyak hal
dari lingkungan dalam kota. Ini membatasi generalisabilitas hasil ke
area yang serupa, mengingat bahwa wilayah geografis juga menjadi
faktor yang membedakan murid. Oleh karena itu, sedapat mungkin,
disarankan untuk memakai metode sampling probabilitas.
2.6 Merancang instrumen penelitian
Tahap selanjutnya dari riset survei adalah merancang
instrumen survei, misalnya kuesioner tertulis, kuesioner telepon
atau kuesioner survei online. Seperti yang disebutkan dalam
sebelumnya tentang penelitian eksperimental, ini adalah proses
penting karena ketika data dikumpulkan, kita tidak punya peluang
memperbaiki masalah dengan instrumen. Jelas bahwa kualitas data
akan tergantung pada kualitas instrumen dan selanjutnya kita
bahas masalah perancangan instrumen survei di bawah ini.
2.7 Mengumpulkan data
Koleksi data adalah fase berikutnya dan satu lagi di mana
masalah dapat terjadi dalam studi survei. Data dapat dikumpulkan
melalui kuesioner pensil dan kertas, wawancara telepon atau tatap
muka dan metode online seperti kuesioner berbasis web (lihat
boks).
80
Keuntungan dan kerugian dari metode koleksi data yang
berbeda
Ada sejumlah cara berbeda untuk melakukan survei, masing-
masing dengan kelebihan dan kekurangannya.
■ Mungkin metode yang umum dalam riset pendidikan adalah
penerapan kuesioner pensil dan kertas. Keuntungan utama
dari cara ini adalah keakrabannya dengan pengguna, fakta
bahwa hal itu membuat pengguna melengkapi kuesioner
dengan kenyamanan mereka sendiri dan fakta bahwa hal itu
membuat mereka berfikir beberapa saat jawaban mereka.
Kekurangan sering kali pada tingkat responsnya yang
rendah (lihat teks) dan follow-up dan data entry yang
memakan waktu.
■ Wawancara melalui telepon memungkinkan pewawancara
untuk melanjutkan sampai ukuran sampel target terpenuhi
dan lebih sesuai untuk metode sampling kuota daripada
kuesioner kertas dan pensil. Mereka sering mengizinkan
masukan masukan langsung ke dalam sistem komputer,
menghemat waktu masukan data yang berharga. Hal ini juga
mudah untuk membuat kuesioner ini adaptif, di dalamnya
bisa bervariasi pertanyaan berdasarkan tanggapan
sebelumnya. Namun, bias bisa terjadi dalam wawancara
telepon. Sementara di negara-negara barat kebanyakan
orang terhubung ke sistem telepon, beberapa tidak
tercantum dalam direktori telepon. Selain itu, banyak
ditemukan kuesioner telepon yang mengganggu dan akan
menolak untuk berpartisipasi. Ada sedikit waktu bagi
responden untuk memikirkan jawaban. Saat melakukan
wawancara telepon, penting untuk menentukan bahwa
panggilan telepon dilakukan pada saat responden tersedia.
■ Wawancara tatap muka lagi memungkinkan pewawancara
mencapai target ukuran sampel dan kuota dan dapat
menyesuaikan diri, namun seperti tampilan antar telepon
81
Apapun metode pemilihan sampel yang kita gunakan,
kita harus menghadapi masalah non-respons terhadap survei.
Dalam kuesioner pensil dan kertas ini berbentuk kuesioner yang
tidak dikembalikan. Jumlah kuesioner yang tidak dibalas
seringkali sangat besar dengan banyak kuesioner yang
menerima tingkat tanggapan di bawah 50 persen dan hampir
tidak ada (kecuali kuesioner skala kecil yang diselesaikan tanpa
disengaja, seperti feedback siswa wajib) yang menerima tingkat
respons 100 persen. Non-respons ini tidak masalah jika kita
dapat yakin bahwa mereka yang tidak merespons mirip dengan
responden pada semua variabel yang relevan dan oleh akan
menjawab survei serupa jika mereka telah mengambil bagian.
Namun, ini sama sekali tidak pasti dan dalam beberapa hal kita
dapat dipandang mengganggu dan karena itu menjadi tidak
maksimal. Tempat yang dipakai untuk melakukan
wawancara tatap muka dapat mengenalkan bias, seperti
dalam praktik wawancara di mal di siang hari, di mana
orang tidak mungkin menjangkau orang-orang yang bekerja
selama waktu itu. Wawancara tatap muka akan melibatkan
masukan data sebanyak kuesioner pensil dan kertas.
■ Kita saat ini melihat pertumbuhan yang kuat dalam
kuesioner online dan e-mail. Intinya, ini serupa dengan
kuesioner pensil dan kertas, dengan keuntungan yang bisa
langsung dijawab dalam database atau bahkan langsung
dianalisis, hemat waktu dan biaya input data. Seperti
kuesioner telepon dan tatap muka mereka bisa dijadikan
adaptif. Namun, kelemahan utama kuesioner online saat ini
adalah penetrasi masih relatif rendah dan oleh karena itu
kita perlu mempertimbangkan dengan hati-hati jika Anda
dapat sepenuhnya mencapai populasi yang kita pelajari
dengan mempraktekkan metode ini dan bukan hanya subset
yang lebih muda dan lebih banyak. Technophobia juga bisa
menjadi masalah pada beberapa populasi.
82
dapat menentukan bahwa ini tidak terjadi. Umumnya, orang
yang merasa lebih kuat atau memiliki kekuatan pendapat
tertentu untuk menyelesaikan sesuatu cenderung merespons,
sama seperti orang yang tertarik pada penelitian secara lebih
umum. Juga, orang dengan lebih banyak waktu cenderung lebih
mudah menanggapi kuesioner.
Tingkat tanggapan yang rendah jelas membuat sampel akhir
kita lebih kecil, yang berarti kita memiliki lebih sedikit 'kekuatan
statistik' untuk menguji hipotesis kita. Karena itu, kita perlu mencoba
dan memaksimalkan tingkat respons kita. Ada banyak hal yang kita
kerjakan untuk membantu:
1. Buat kuesioner cukup pendek (maksimum 30 menit) dan
atraktif.
2. Berikan amplop yang telah dibayar sebelumnya untuk
meminimalkan biaya dan usaha terhadap responden.
83
3. Janji (dan berikan!) Responden yang melengkapi dan
mengembalikan umpan balik kuesioner pada proyek penelitian.
4. Berikan hadiah untuk penyelesaian. Token buku, voucher, dll
biasanya sesuai (Meskipun ini adalah pilihan yang mahal).
5. Follow up panggilan telepon dan kunjungan ke peserta dapat
membantu meningkatkan tingkat respons cukup jauh.
6. Izinkan responden untuk melengkapi kuesioner baik melalui
surat, di web atau melalui e-mail.
7. Faktor terakhir yang memberi dampak tingkat respons adalah
kredibilitas orang atau organisasi yang menerapkan riset.
Institusi perguruan tinggi dan badan pemerintah cenderung
memiliki kredibilitas yang lebih tinggi diantara responden
daripada organisasi komersial dan karenanya mendapatkan
tingkat respons yang lebih tinggi. Juga, memiliki hubungan yang
mapan dengan responden akan membantu memperbaiki tingkat
respons.
Non-respon mengambil bentuk yang sedikit berbeda dalam
format telepon dan tatap muka, karena selalu memungkinkan untuk
melanjutkan menelepon / mewawancarai sampai jumlah tanggapan
target tertentu tercapai. Namun, ini tidak memecahkan masalah non-
peserta (orang-orang yang menolak ikut serta) berbeda dari mereka
yang telah setuju untuk berpartisipasi, dan problem yang sama
dengan penelitian survei tetap ada. Oleh karena itu lebih baik
mencoba dan memaksimalkan tingkat respons awal dan
meminimalkan jumlah non-responden. Metode yang dapat
diterapkan untuk membantu kita mencapai hal ini sama dengan yang
disebutkan sehubungan dengan kuesioner pensil dan kertas:
1. Buat kuesioner cukup pendek.
2. Telepon atau hubungi orang-orang pada waktu yang tepat untuk
mereka dan mengatur tanggal atau waktu lain untuk wawancara
jika diperlukan.
3. Janji dan berikan tanggapan responden pada proyek penelitian.
4. Berikan hadiah untuk penyelesaian.
5. Tindak lanjut kunjungan dan panggilan telepon.
84
6. Sekali lagi, kredibilitas adalah faktor utama.
Tidak satu pun dari cara ini yang benar-benar akan
memberantas non-respons, oleh karena itu perlu
mempertimbangkan dengan cermat faktor-faktor apa yang dapat
menyebabkan non-respons dan bagaimana kita dapat memperbaiki
perbedaan antara non-responden dan responden.
2.8 Menganalisa data
Langkah terakhir adalah analisis data. Kita bisa menerapkan
segala macam metode saat menganalisis data survei.
3. Kelebihan dan kekurangan penelitian survey
Penelitian survei memiliki sejumlah keunggulan yang
menjadikannya sebagai jenis penelitian paling populer dalam ilmu
sosial. Pertama-tama, penelitian survei sangat fleksibel. Hal ini
mungkin untuk mempelajari berbagai macam pertanyaan riset
dengan menerapkan metode survei. Anda bisa menggambarkan
sebuah situasi, mempelajari relasi antar variabel dan sebagainya.
Karena penelitian survei tidak membuat situasi buatan seperti
eksperimen, lebih mudah untuk menggeneralisasi temuan ke
pengaturan dunia nyata, karena inilah tempat penelitian
85
berlangsung. Studi survei juga efisien dalam mengumpulkan
sejumlah besar data dengan biaya dan usaha yang cukup rendah
dibandingkan dengan cara lain seperti pengamatan. Hal ini juga
mudah untuk menjamin anonimitas responden, terutama dengan
pensil-dan-kertas, kuesioner internet dan telepon, yang dapat
menghasilkan jawaban yang lebih jujur daripada metode anonim
yang tidak seperti wawancara. Oleh karena itu riset survei sangat
sesuai untuk mengetahui pendapat dan perasaan tentang isu-isu
tertentu. Penggunaan pertanyaan terstandardisasi memungkinkan
komparabilitas yang mudah antara responden dan kelompok
responden (perbedaan antara pria dan wanita, misalnya).
Jelas, survei tidak memungkinkan peneliti mengendalikan
lingkungan dan karena itu kurang cocok untuk menjawab
pertanyaan kausalitas daripada desain eksperimental. Namun
demikian dengan mengkoleksi data sebanyak variabel yang terkait
dengan mengaplikasikan desain longitudinal dan pemodelan
statistik yang cermat, kadang-kadang memungkinkan untuk secara
tentatif mencapai pandangan tentang sebab dan akibat, meskipun
tidak pernah sejelas seperti dalam percobaan. Keterbatasan lebih
lanjut adalah sulit untuk memahami lebih jauh proses dan
perbedaan kontekstual melalui kuesioner yang distandarisasi dan
berdasarkan sifatnya terbatas pada panjang dan kedalaman
tanggapan. Kombinasi metode survei dan kualitatif dapat
membantu di sini. Akhirnya, sementara kuesioner sangat untuk
mengumpulkan informasi tentang persepsi dan pendapat
responden tentang suatu situasi, mengkoleksi informasi tentang
perilaku responden dapat menjadi masalah karena laporan sendiri
tidak selalu dapat diandalkan dalam hal ini (lihat Muijs, akan
terbit). Beberapa penelitian telah, misalnya, menemukan
perbedaan besar antara laporan guru tentang praktik kelas mereka
dan praktik kelas mereka yang sebenarnya seperti yang diamati
oleh orang luar.
86
4. Merancang kuesioner survei
Telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa cara
koleksi data penting untuk kualitas penelitian yang dilakukan. Oleh
karena itu merancang kuesioner, apakah akan diberikan melalui
telepon, pensil dan kertas atau di web, merupakan bagian penting
dari penelitian survei. Sayangnya, terlalu banyak peneliti berasumsi
bahwa ini adalah tugas yang mudah dan sedikit memperhatikan
saat merancang kuesioner, karena itulah ada banyak kuesioner
berkualitas rendah. Cara kuesioner dirancang dan pertanyaan yang
diucapkan akan mempengaruhi jawaban yang diberikan responden.
Oleh karena itu, penting untuk memikirkan dengan hati-hati
pertanyaan macam apa yang ingin Anda tanyakan.
Ada beberapa jenis pertanyaan yang bisa kita sertakan dalam
instrumen survei. Perbedaan pertama yang harus dibuat adalah bahwa
antara pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka membantu
responden merumuskan jawaban mereka sendiri, sedangkan
pertanyaan tertutup membuat responden memilih antara jawaban yang
diberikan oleh peneliti.
87
Contoh pertanyaan terbuka adalah:
Metode pengajaran apa yang menurut Anda paling baik untuk
pengajaran membaca?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Pertanyaan tertutup adalah:
Metode manakah menurut Anda yang terbaik untuk pengajaran
membaca (pilih satu jawaban saja)?
Fonetik analitik
Fonik sistematik
Pendekatan yang seimbang
Pendekatan bahasa secara keseluruhan
Anda tidak akan terkejut mendengar bahwa keduanya memiliki
kekuatan dan kelemahan. Pertanyaan terbuka memiliki keuntungan
yang menjadikan responden untuk secara bebas merumuskan sebuah
jawaban. Ini bisa jadi informasi penting karena ini memungkinkan Anda
sebagai peneliti untuk menemukan pendapat atau jawaban yang tidak
pernah kita pikirkan sebelumnya. Dalam jawaban pertanyaan tertutup
terbatas pada yang telah Anda rumuskan sejak awal tanpa memberi
kejutan. Pencantuman kategori 'lain' hanya akan memperbaiki hal ini
sampai batas tertentu karena responden akan dipengaruhi oleh jawaban
yang diberikan dalam kategori sebelumnya dan cenderung memilih opsi
ini. Namun, pertanyaan terbuka lebih sulit dan membutuhkan waktu
untuk dikerjakan karena jawaban pertama-tama perlu dikodekan dan
diukur menggunakan beberapa bentuk analisis isi. Ada juga hilangnya
standarisasi dan perbandingan jawaban di antara responden. Akhirnya
pertanyaan terbuka lebih memakan waktu bagi responden yang
88
hasilnya akan lebih condong untuk tidak menjawab pertanyaan jenis ini
daripada pertanyaan tertutup.
Kategori pertanyaan tertutup itu sendiri cukup luas, mencakup
beberapa jenis pertanyaan. Tipe pertama adalah pertanyaan ya / tidak
ada (misalnya 'Apakah Anda setuju dengan kebijakan pemerintah
tentang asisten kelas, ya atau tidak'). Ini jelas merupakan bentuk yang
mudah bagi responden, namun disisi lain tidak memberikan banyak
kehalusan dalam tanggapan. Misalnya, Anda mungkin ingin melihat
sejauh mana responden setuju dengan kebijakan pemerintah. Dalam hal
ini, lebih baik menggunakan beberapa bentuk skala penilaian. Skala
penilaian menjadikan responden untuk condong pada salah satu dari
beberapa opsi yang menunjukkan derajat kesepakatan atau opini
mengenai suatu item. Skala penilaian dapat berupa sejumlah bentuk dan
dapat memiliki kategori tanggapan yang berbeda. Contohnya adalah
sebagai berikut:
Contoh skala penilaian 1
Saya pikir semua guru harus menerima kenaikan gaji
sebesar 1000.000 rupiah (pilih satu jawaban).
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Tidak tahu
Contoh skala penilaian 2
Saya pikir semua guru harus menerima kenaikan gaji
sebesar 1000.000 rupiah (pilih satu jawaban).
Setuju Tidak setuju atau tidak setuju Tidak Setuju Tidak tahu
Contoh skala penilaian 3
Saya pikir semua guru di negara tersebut harus
menerima kenaikan gaji 1000.000. (Tolong berikan penilaian
89
Anda pada skala sepuluh poin, dengan 10 orang sangat setuju
dan 0 sangat tidak setuju.)
Sangat setuju 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Sangat tidak setuju
Contoh skala penilaian 4
Saya pikir semua guru di negara tersebut harus
menerima kenaikan gaji 1000.000. (Tolong berikan penilaian
Anda dengan meletakkan sebuah tanda (v) di garis pada posisi
yang paling mencerminkan tingkat kesepakatan Anda dengan
pernyataan ini.)
Sangat setuju ____________________________________ Tidak setuju
Dua contoh pertama adalah skala penilaian tradisional dimana
responden dapat memilih jawaban spesifik dari beberapa kategori,
biasanya antara tiga dan tujuh. Alasan untuk tidak memasukkan lebih
dari tujuh kategori biasanya adalah sulit bagi responden untuk
meletakkan perbedaan yang begitu baik. Bayangkan, misalnya, jawaban
skala 9 poin untuk pertanyaan di atas: sangat setuju, cukup setuju,
setuju, sedikit setuju, tidak setuju atau tidak setuju dan sebagainya. Hal
ini jelas menjadi lebih rumit untuk membuat beberapa perbedaan ini.
Sekarang pikirkan untuk menambahkan empat kategori lainnya. Seperti
yang Anda lihat, ini dengan cepat menjadi tidak terkendali (Ary, Jacobs,
Sorensen, & Razavieh, 2010).
Pertanyaan yang diperebutkan adalah apakah menyertakan
kategori tengah dan netral (tidak benar atau tidak benar). Alasan untuk
tidak melakukannya adalah bahwa jawaban untuk kategori ini
seringkali sulit untuk ditafsirkan karena beberapa responden yang tidak
mengerti pertanyaan atau tidak memiliki pendapat memilih pilihan ini.
Dalam kasus ini, Anda dibiarkan bertanya-tanya apa tanggapan dalam
kategori ini: sebenarnya 'tidak benar dan tidak benar dari saya', 'tidak
tahu', a 'tidak mengerti pertanyaannya'? Masalah ini setidaknya dapat
90
diatasi sebagian dengan memasukkan kategori 'tidak tahu' pada akhir
skala (tidak pernah di tengah, jika tidak, anda akan membingungkan).
Masalah lain yang bisa termasuk kategori menengah dapat mendorong
responden untuk tidak memilih yang beberapa responden sering
melakukannya. Ini disebut masalah kecenderungan sentral dan
kemungkinan besar terjadi dengan pertanyaan yang lebih sensitif atau
kontroversial. Untuk menghindarinya, kita bisa menyeleksi untuk tidak
menggunakan kategori menengah. Di sisi lain, beberapa responden
mungkin benar-benar netral dan dengan tidak menggunakan kategori
menengah, kita mungkin salah mengartikan pandangan mereka.
Masalah dengan skala penilaian jenis ini adalah ordinal, artinya
kita tidak bisa mengatakan apakah jarak matematis antara, katakanlah,
setuju dan sangat setuju sama kuatnya antara setuju dan tidak setuju.
Ini membatasi kemungkinan analisis statistik kita, sehingga banyak
peneliti telah mencoba menghasilkan cara untuk mengembangkan skala
yang terus-menerus, serupa dengan tindakan pengetesan. Contoh 3 dan
4 adalah cara mencoba melakukan itu. Contoh 3 menyajikan satu solusi
91
yaitu memberi peluang kepada responden untuk menandai sepuluh dari
sepuluh sehingga mereka menganggapnya sebagai skala yang
berkesinambungan. Contoh 4 lebih serius, mencoba untuk mendapatkan
penilaian yang akurat dengan mengajukan responden untuk
menunjukkan titik pada garis yang kemudian diukur untuk setiap
responden sebagai jarak dari persetujuan yang kuat. Secara teori, kedua
metode tersebut sebaiknya lebih mampu memberikan skala
berkelanjutan namun telah dipertanyakan apakah responden benar-
benar membuat perbedaan halus saat menjawab pertanyaan. Hal ini
bisa cocok untuk contoh 4 yang dalam teori merupakan skala yang
sangat berkelanjutan namun dalam praktiknya dapat dipengaruhi oleh
beberapa tanda dari responden.
Masalah yang dapat terjadi dalam kuesioner adalah bias respon
positif. Hal ini terutama terjadi jika responden ditanya tentang
pandangan mereka mengenai sejumlah alternatif yang diinginkan atau
populer. Responden dapat menilai semua ini dengan baik, sehingga
sukar untuk melihat pilihan mana yang benar-benar mereka sukai.
Misalnya, ambil tujuan pendidikan berikut:
92
■ Prestasi akademik
■ Lingkungan yang peduli
■ Mengembangkan sikap positif terhadap pembelajaran
■ Lingkungan yang berpusat pada siswa
■ Mengembangkan warga yang giat
■ Meningkatkan harga diri para murid
Jika kita meminta responden (guru dalam kasus ini) untuk
menilai item individual dengan memakai skala penilaian, kita cenderung
menemukan bahwa semua dinilai oleh guru. Itu tidak memberi kita
indikasi bagus tentang unsur mana yang paling mereka temukan yang
paling penting. Untuk memperbaiki ini, kita perlu memakai semacam
format pilihan paksa, dengan meminta responden untuk memberi
peringkat pilihan dari 1 sampai 6 sesuai urutan kepentingan (contoh 5
di bawah) atau dengan memaksa mereka memilih di antara dua pilihan
(contoh 6 di bawah) . Jika kita menggunakan cukup pilihan kita bisa
menghitung rangking lagi.
93
Contoh skala penilaian 5
Tolong rangkumkan tujuan berikut sesuai urutan sekolah Anda,
mulai dari 1 sampai 6, dengan 1 menunjukkan tujuan terpenting,
2 tujuan terpenting kedua dan seterusnya.
- Prestasi akademik tinggi
- lingkungan yang peduli
- Lingkungan yang berpusat pada siswa
- Mengembangkan sikap positif terhadap pembelajaran
- Mengembangkan warga yang giat
- Meningkatkan harga diri murid
Contoh skala penilaian 6
Tolong tunjukkan yang mana dari dua tujuan berikut yang
menurut Anda paling penting:
Prestasi akademik tinggi ATAU lingkungan yang peduli
Seperti jenis pertanyaan apa yang harus dipakai untuk menyelesaikan
masalah, ada sejumlah faktor lain yang mesti dipertimbangkan saat
mengembangkan kuesioner:
1. Buat singkat. Unsur pertama dari kuesioner yang utama adalah
semuanya teratur, adalah bahwa mereka seharusnya tidak
terlalu lama. Hal ini karena kuesioner yang panjang akan
mengganggu responden, menyebabkan tingkat non-respons atau
responden semakin bosan dan tidak menyelesaikan kuesioner
secara akurat. Ada sedikit konflik di sini dengan keharusan
untuk mencoba dan mengkoleksi data sebanyak mungkin,
namun harus diingat bahwa jika data yang Anda kumpulkan
tidak akurat, tidak ada gunanya Anda memilikinya! Empat sisi
94
A4 adalah aturan praktis yang bagus untuk kuesioner
maksimum.
2. Buat pertanyaan secara jelas dan sederhana. Pertanyaan
bernada ambigu akan menghasilkan tanggapan yang ambigu,
jadi penting untuk membuat pertanyaan sehingga bisa
dimengerti oleh semua responden. Ini adalah cara paling baik
untuk menghindari kekeliruan dan untuk mengingat apa yang
menjadi jelas bagi kita sebagai peneliti mungkin kurang jelas
bagi responden. Penggunaan akronim harus dihindari dan bila
istilah teknis digunakan, praktik yang baik untuk
menjelaskannya.
3. Biasanya dalam survei, kami ingin mengumpulkan beberapa
data tentang karakteristik responden seperti usia, pengalaman,
jenis kelamin serta background social. Tidak semua responden
senang menjawab pertanyaan seperti ini dan beberapa akan
menolak untuk melakukannya. Sehingga, praktik yang baik
untuk mengemukakan pertanyaan jenis ini adalah di akhir dan
bukan seperti biasa di awal kuesioner. Ini karena jika kita
mengganggu responden di awal, kemungkinan besar tidak akan
melengkapi kuesioner kita.
4. Sertakan kategori 'tidak tahu' dengan skala penilaian bagi
responden yang tidak memiliki jawaban atau pendapat memiliki
kesempatan untuk membuat pilihan ini. Hal ini sangat krusial
jika kita menggunakan skala dengan titik tengah netral, jika
tidak responden yang ingin menjawab 'tidak tahu' cenderung
memilih titik tengah ini, membuat jawaban mereka sulit untuk
ditafsirkan.
5. Negatif ganda ('jika Anda tidak setuju ...') harus selalu dihindari
dalam kuesioner, karena itu menyebabkan kebingungan di
antara responden yang harus menyelesaikan tindakan kognitif
ekstra untuk menafsirkan pertanyaan tersebut.
6. Ajukan hanya satu pertanyaan dalam item apa saja. Hal ini
nampak jelas tapi dalam prakteknya sering dilupakan. Mudah
menyerah pada godaan untuk mengajukan dua pertanyaan ke
dalam satu item, seperti 'Menurut Anda, Reading Recovery
95
adalah cara yang efektif untuk meningkatkan nilai membaca
pembaca berprestasi rendah?' Masalahnya di sini adalah bahwa
baik responden maupun Anda sendiri akan memiliki masalah
dalam menafsirkan pertanyaan ini dan jawabannya. Seorang
responden mungkin berpikir Reading Recovery efektif tapi tidak
efisien dalam hal biaya atau waktu. Apa yang dia jawab?
Demikian juga, ketika Anda menerima tanggapan atas
pertanyaan ini, bagaimana Anda menafsirkannya? Apakah
tanggapan negatif berarti responden menganggap bahwa
program tersebut tidak efektif dan tidak efisien? Atau hanya
tidak efektif?
7. Perhatikan perbedaan budaya. Penting untuk memastikan
instrumen Anda sensitif secara kultural. Hindari item atau kata-
kata yang mungkin tidak jelas atau menyinggung budaya yang
berbeda, seperti meminta responden untuk menulis 'nama
Kristen' mereka.
Strategi tunggal yang paling efektif untuk meminimalkan
masalah adalah memastikan Anda meniru instrumen Anda. Ujilah
mereka terlebih dahulu dengan meminta rekan membacanya.
Setelah itu, gunakan mereka dengan sekelompok kecil subject dari
populasi yang ingin kita contoh. Minta mereka untuk memberikan
feedback pada instrumen dan uji instrumen secara statistik untuk
memastikan apakah ada model respons yang tidak biasa yang dapat
mengindikasikan bahwa item tertentu belum dipahami dengan
benar.
5. Penelitian observasional
Metode penelitian lain yang sering dipakai dalam pendidikan adalah
penelitian observasional. Pengamatan di ruang kelas atau pengaturan
pembibitan telah ditemukan sebagai cara yang bermanfaat untuk
melihat banyak pertanyaan penelitian pendidikan, seperti apakah anak
perempuan dan anak laki-laki bermain secara berbeda, atau apakah
perilaku guru mempengaruhi prestasi belajar siswa.
96
5.1 Kelebihan dan kekurangan penelitian observasional
Studi observasional memiliki beberapa kelebihan dibanding
penelitian survey. Yang utama adalah sebagai berikut:
■ Penelitian observasional dapat memberikan akses langsung ke
interaksi sosial. Ini menguntungkan bila kita ingin mencari tahu
apa sebenarnya yang terjadi dalam setting daripada apa yang
dilaporkan kepada kita oleh peserta. Hal ini penting karena ada
penelitian yang kuat yang menunjukkan bahwa, misalnya,
laporan diri guru tentang perilaku dan gaya mengajar mereka
tidak terlalu akurat dan bertentangan dengan laporan dari
pengamat eksternal dan siswa mereka (Muijs, 2004). Salah satu
alasannya adalah bahwa hal itu bisa sangat sulit buat orang
untuk merenungkan dan untuk memahami apa yang sebenarnya
dilakukan. Banyak guru memiliki sedikit peluang untuk
membandingkan pengajaran mereka dengan rekan kerja yang
membuat sulit bagi mereka untuk mengatakan apakah mereka
menggunakan banyak pekerjaan kelompok dalam pengajaran
mereka, misalnya. Dalam beberapa kasus, peserta dapat
cenderung memberikan tanggapan yang diinginkan secara sosial
dalam kuesioner. Bayangkan bahwa Anda sedang mengevaluasi
97
strategi pengajaran pemerintah yang baru. Guru akan tahu
bahwa jawaban 'benar' terhadap pertanyaan tentang
pengajarannya akan menjadi cara yang cocok dengan metode
pengajaran yang baru, dan mungkin tergoda untuk menjawab
pertanyaan ini apakah dia benar-benar menggunakan metode ini
atau tidak. Akses langsung ke situasi sosial juga sering
diperlukan saat kita melihat anak-anak. Anak-anak yang lebih
muda mungkin merasa sangat sulit dalam menjawab pertanyaan
tentang interaksi mereka dengan teman sebayanya dan bahkan
mengukur pembelajaran mereka seringkali paling baik
dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan karena
menggunakan tes tidak dapat diandalkan dengan anak kecil.
■ Metode pengamatan bervariasi dan fleksibel. Hal ini
dimungkinkan untuk mengamati berbagai situasi dengan
berbagai cara. Ini berarti, seperti penelitian survei, kita dapat
melihat berbagai pertanyaan penelitian dengan metode
observasional.
■ Seperti yang kita amati dalam setting alami, kita dapat lebih
mudah menggeneralisasi hasil kita ke setting kehidupan nyata
lainnya daripada saat kita menggunakan metode eksperimental.
98
Namun, penelitian observasional juga memiliki sejumlah kelemahan
penting.
■ Yang pertama adalah tuntutan waktu, tenaga dan sumber daya
yang dihasilkan metode ini. Pengamatan bersifat intens dan
menyita waktu. Pengamatan itu sendiri memakan waktu
(misalnya pelajaran 50 menit ditambah penulisan) dan dalam
banyak kasus, kami ingin mengamati murid atau guru yang sama
beberapa kali untuk memastikan keandalan. Jika kita amati dulu,
kita tidak akan tahu apakah perilaku yang diamati itu khas atau
hanya satu kali saja. Pengamatan juga memerlukan pelatihan
yang signifikan bagi pengamat karena penting bagi pengamat
untuk mencapai keandalan yaitu jika Anda mengamati situasi
yang sama dua kali, kita pasti ingin memperoleh hasil yang
sama. Hal ini menjadi lebih penting lagi bila kita mempunyai
lebih dari satu pengamat dalam sebuah proyek penelitian
karena kita perlu memastikan bahwa mereka menggunakan
kriteria yang sama saat mengamati.
■ Pengamatan yang mengganggu bagi mereka yang diamati yang
sering dapat menemukan pengalaman stres dan karena itu tidak
selalu ingin berpartisipasi. Hal ini tentunya terjadi dalam situasi
dimana kebanyakan pengamatan dilakukan oleh mereka yang
berada dalam posisi berkuasa sebagai alat penilaian kinerja atau
pemantauan seperti yang sering terjadi dalam pendidikan.
Sebagai peneliti Anda dapat membantu meringankan hal ini
dengan memastikan bahwa Anda menjelaskan bahwa Anda
meneliti daripada memantau dan dengan tersenyum dan tampil
ramah saat mengamati. Karena siapa pun yang telah diamati
dalam situasi apa pun akan tahu bagaimanapun hal itu tidak
akan benar-benar meringankan masalah.
■ Fakta bahwa observasi yang mengganggu juga berarti bahwa
pengamat dapat dengan mudah mempengaruhi situasi. Jika
Anda diamati, Anda mungkin lebih gugup atau mencoba dan
berperilaku lebih teladan daripada biasanya. Anak-anak kadang-
kadang bisa bermain dengan pengamat dari luar, guru dapat
99
mencoba dan mengajar sesuai dengan keinginan pemikir, lebih
siap untuk pelajaran yang harus diperhatikan dan sebagainya.
Tidak banyak yang dapat dilakukan secara realistis tentang hal
ini sebagai pengamat selain untuk meningkatkan jumlah
pengamatan sehingga pengamatan menjadi terbiasa dengan
kehadiran Anda. Anda perlu memperhitungkan bahwa bias
diperkenalkan oleh kehadiran Anda sebagai pengamat. Bentuk
bias kedua yang mungkin terjadi adalah bias pengamat yaitu
kenyataan bahwa Anda sebagai pengamat bisa menafsirkan
sesuatu dengan cara tertentu. Jika lebih dari satu pengamat
mengambil bagian dalam penelitian ini, masalah ini berlipat
ganda. Ini hanya bisa diatasi melalui latihan, latihan dan
pedoman dan kriteria yang jelas untuk pengamatan.
■ Akhirnya, karena pengamatan, seperti penelitian survei, bersifat
non eksperimental, masalah yang sama berlaku saat mencoba
membuat kesimpulan kausal.
Contoh
Hubungan antara perilaku guru dan hasil murid
Studi berskala besar ini menjadi efek dari perilaku guru terhadap
prestasi belajar matematika dilakukan di sekolah dasar di Inggris
(Muijs, 2004). Sebagai bagian dari penelitian ini, lebih dari 100
guru diamati setiap tahun dan murid mereka diberi tes
matematika standar pada awal dan akhir tahun.
Jadwal observasi yang digunakan berisi beberapa bagian:
pengamat memberikan penjelasan deskriptif tentang pelajaran,
mencatat isi dan kejadian utama selama ini. Mereka juga mencatat
apakah aktivitas tersebut dapat digambarkan sebagai kerja
kelompok, pekerjaan individual, pengajaran kelas-kelas secara
keseluruhan atau pengajaran interaktif kelas utuh (transisi antara
bagian pelajaran dan admin juga dicatat). Mereka mengamati
kelas setiap lima menit dan menghitung jumlah murid dan
tugasnya. Setelah pelajaran tersebut, para pengamat
100
5.2 Merancang penelitian observasional
Intinya, sebuah studi observasional disusun dengan cara yang
sama seperti studi survei. Unsur-unsur untuk merancang tujuan
penelitian, mendefinisikan populasi dan pengambilan sampel serupa.
Salah satu perbedaannya adalah bahwa dalam penelitian observasional
kita tidak hanya sampling responden atau setting tapi juga irisan waktu
(atau kesempatan). Apa yang kita maksud dengan ini? Pada dasarnya,
saat melakukan pengamatan terhadap pelajaran, misalnya, yang sering
kita ingin lakukan adalah menggeneralisasi temuan kita terhadap semua
pelajaran guru tersebut, atau saat mengamati anak-anak bermain, kita
ingin menggeneralisasi perilaku bermain yang telah kita amati pada
anak-anak saat bermain. Oleh karena itu setiap pengamatan adalah
contoh dari populasi kemungkinan pelajaran atau waktu bermain. Kami
sampling dua kali: responden dari populasi responden, dan pengamatan
dari total kemungkinan pengamatan responden tersebut. Saat
mengambil sampel acak, kami kemudian akan secara efektif mengambil
dua sampel acak dari dua populasi, salah satu responden dan satu
pengamatan bersarang di antara responden.
menyelesaikan skala penilaian yang mencatat terjadinya lebih
dari 50 perilaku guru yang berbeda.
Ditemukan bahwa sejumlah besar perilaku guru berhubungan
positif dengan prestasi matematika. Perilaku ini juga saling
berkaitan satu sama lain, membentuk sebuah 'pengajaran efektif'.
Diajar oleh guru yang paling tidak bertentangan dengan guru yang
paling tidak efektif dapat menghasilkan perbedaan skor tes
sebesar 20 persen pada akhir tahun, dengan memperhitungkan
nilai di awal tahun dan latar belakang murid. Juga ditemukan
bahwa di kelas dimana pengajaran interaktif kelas lebih banyak
digunakan, guru terlibat dalam tingkat perilaku efektif yang lebih
tinggi daripada di kelas dimana lebih banyak pekerjaan individual
digunakan. Pekerjaan kelompok jarang digunakan di kelas yang
diamati, terlepas dari efek positifnya bila diamati.
101
Perancangan instrumen merupakan langkah penting dalam
penelitian berbasis observasi, dan ada beberapa cara yang berbeda
untuk merancang instrumen observasi. Instrumen utama dalam
penelitian observasional tentu saja adalah jadwal pengamatan yang
dapat menggambarkan sejumlah bentuk yang berbeda.
Bentuk termudah untuk dibuat, namun dalam banyak hal yang
paling sulit untuk digunakan dan dianalisis adalah catatan observasi
deskriptif. Pada bentuk observasi deskriptif, pengamat diminta untuk
menuliskan segala hal yang relevan yang terjadi selama sesi
pengamatan, dengan fokus memusatkan perhatian pada hal-hal tersebut
dengan pertanyaan penelitian, misalnya interaksi antara murid dalam
kelompok kecil. Sifat terbuka dan dasarnya bersifat kualitatif dari
format ini memiliki keuntungan sehingga memungkinkan pengamat
untuk mengambil faktor-faktor yang tidak mereka pikirkan sebelumnya
(berbeda dengan skala) dan ini dapat memberikan informasi yang
sangat terperinci dan kaya. Kekurangannya adalah informasi ini sulit
dan memakan waktu untuk kode, memerlukan tingkat kewaspadaan
dan konsentrasi yang sangat tinggi dari pengamat dan sulit untuk
dibandingkan di seluruh pengamatan, terutama di mana lebih dari satu
pengamat terlibat dalam proyek ini. Contoh bentuk deskriptif diberikan
102
pada lampiran 3.1 pada bab ini, dimana pengamat diminta untuk
menuliskan elemen utama dari pelajaran yang diobservasi dan
memberikan waktu untuk setiap perubahan yang terjadi. Subjektivitas
dan bias bisa menjadi masalah baik dalam menuliskan observasi dan
pengkodeannya.
Metode yang lebih umum adalah memakai skala penilaian
dimana pengamat dapat menilai kejadian atau kualitas faktor yang
diamati. Misalnya, seseorang dapat menilai kualitas interaksi antara
guru dan murid (lihat lampiran 3.2 sampai bab ini). Jenis skala penilaian
ini disebut alat observasi inferensi tinggi karena mengharuskan
pengamat untuk membuat penilaian atas apa yang diamati. Ini kontras
dengan instrumen inferensi rendah, di mana pengamat hanya diminta
untuk menghitung perilaku (misalnya, sejumlah pertanyaan yang
diajukan kepada anak laki-laki dan anak perempuan). Langkah-langkah
inferensi yang rendah jelas melibatkan pengambilan keputusan yang
jauh lebih sedikit dari pihak pengamat dan karena itu lebih objektif dan
tidak memihak karena subjektivitas pengamat tidak disertakan dalam
persamaan. Di sisi lain, ini jelas membatasi apa yang bisa diteliti. Mudah
untuk menghitung jumlah interaksi dengan siswa yang dimiliki seorang
guru selama sesi tertentu namun Anda tidak dapat menghitung kualitas
interaksi ini. Oleh karena itu, untuk banyak pertanyaan penelitian, perlu
dilakukan pengukuran inferensi yang lebih tinggi. Seperti skala
penilaian dalam kuesioner, skala penilaian observasi yang baik jelas,
tidak ambigu dan tidak mengandung banyak titik skala.
Sampling waktu memerlukan pengambilan cuplikan suatu
peristiwa pada interval waktu tertentu (misalnya setiap lima menit). Ini
digunakan, misalnya, ketika peneliti ingin mengukur waktu pada tugas
murid di kelas. Setiap lima atau sepuluh menit, peneliti memindai
ruangan dan menghitung siapa yang tampak pada atau di luar tugas.
Persentase tugas untuk pelajaran kemudian dapat dihitung. Saat
melakukan ini, Anda perlu mengingat bahwa Anda adalah titik waktu
sampling dan sampel yang cukup besar diperlukan untuk memutuskan
bahwa kita tidak hanya memilih momen tidak biasa saat murid
berperilaku sangat baik atau berperilaku buruk!
103
Berbagai jenis skala penilaian ini dapat digabungkan menjadi
satu instrumen untuk melihat berbagai faktor, seperti waktu pada tugas
dan perilaku guru secara bersamaan. Hal ini dapat dilakukan dengan
memakai skala penilaian dan waktu dalam hitungan tugas walaupun hal
ini jelas memberi tambahan tuntutan pada pengamat.
Mengumpulkan data dilakukan dengan mengamati situasi,
pengaturan atau interaksi dengan memakai instrumen yang dibangun.
Pengamatan adalah salah satu bentuk koleksi data yang paling
kompleks dan melelahkan, membutuhkan banyak konsentrasi dan
perhatian. Saat mengamati Anda selalu harus tetap fokus pada elemen
yang ingin Anda amati tanpa terganggu. Saat menghitung kita mungkin
harus memakai sampling waktu jika perilaku yang Anda perhitungkan
sering terjadi. Bila menggunakan skala penilaian, sering kali paling baik
untuk mengambil catatan deskriptif dan melengkapi penilaian setelah
pengamatan; Anda mungkin harus mengubah peringkat saat sesi yang
diamati berlangsung (misalnya, guru mungkin tidak mengajukan banyak
pertanyaan terbuka di awal pelajaran, tapi ini mungkin akan meningkat
menjelang akhir).
KUSHANDWIZDOM
104
Satu pertanyaan yang mungkin Anda hadapi selama pengamatan
adalah apakah atau tidak terlibat dalam sesi ini. Dalam penelitian
kuantitatif (berlawanan dengan kualitatif etnografis), biasanya kita
ingin mempengaruhi setting yang kita amati sesedikit mungkin untuk
menghindari bias dan karena itu disarankan untuk tidak terlibat.
Namun, ini sering lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Dalam
situasi di mana Anda sebagai orang dewasa mengamati anak kecil,
mereka sering akan berpaling kepada Anda dengan pertanyaan dan /
atau permintaan bantuan. Meskipun benar-benar ilmiah seseorang
seharusnya tidak melakukan intervensi, secara etis saya merasa sulit
untuk memalingkan seorang anak. Oleh karena itu, ini adalah panggilan
penghakiman. Bagaimanapun, Anda seharusnya tidak menghalangi guru
atau melakukan sesuatu yang tidak diinginkan guru.
6. Menganalisis dataset yang ada
Alih-alih mengumpulkan data kita sendiri, kita sering dapat
menggunakan dataset yang ada untuk melihat pertanyaan pendidikan
tertentu. Misalnya, kita mungkin ingin melihat sekolah mana yang paling
banyak diperbaiki dalam hal pencapaian selama lima tahun terakhir.
Dalam contoh seperti itu, kita dapat menggunakan data yang tersedia
untuk umum, seperti hasil tes yang diamanatkan negara atau nasional
untuk melihat sekolah mana yang paling banyak meningkatkan nilai
mereka. Ada juga sejumlah dataset yang tersedia yang dapat dibeli oleh
para peneliti untuk digunakan sendiri. Program National Educational
Longitudinal Studies (NELS) National Center for Education Statistiks
(NCES) memberikan data longitudinal yang menarik mengenai
perkembangan pendidikan, kejuruan dan pribadi anak muda di AS
(Muijs, 2004), dimulai pada tahun-tahun sekolah dasar atau sekolah
menengah mereka dan mengikuti mereka selama waktu. Organisasi yang
sama juga telah memulai studi longitudinal pada anak usia dini.
Kumpulan data dapat dibeli dari http://nces.ed.gov. Data yang tidak
kuantitatif yang ada dapat dikodekan untuk digunakan dalam penelitian
kuantitatif, misalnya data dari laporan inspeksi di Inggris yang tersedia
secara bebas dari Ofsted (Kantor Standar Pendidikan), badan inspeksi
resmi (www.ofsted.gov.uk). Data tentang latar belakang sekolah
105
(misalnya Persentase murid dengan kebutuhan khusus) dan ukuran
tercantum dalam dokumen, seperti penilaian kuantitatif mengenai
kualitas berbagai aspek sekolah.
Bila menggunakan data resmi, penting untuk diingat bahwa
tujuan pengumpulannya seringkali sangat berbeda dari pada yang
mungkin Anda inginkan untuk menggunakannya. Data inspeksi
misalnya, tidak dikumpulkan untuk tujuan penelitian dan oleh karena
itu mungkin tidak sesuai untuk semua penelitian. Keandalan data
seringkali tidak diketahui. Bahkan dengan tes yang diamanatkan negara
sifat psikometrik tidak selalu dipublikasikan. Kondisi pengujian dan
pengumpulan data tidak selalu jelas bagi peneliti eksternal. Masalah ini
jauh lebih tidak akut dengan dataset yang dikumpulkan untuk tujuan
penelitian, seperti studi NCES, namun bahkan Anda perlu
memperhitungkan bahwa skala cara telah dibangun dan konsep yang
didefinisikan mungkin berbeda dari bagaimana Anda sebagai peneliti
ingin menentukan. Juga data yang paling resmi adalah untuk alasan
106
kerahasiaan, yang jelas hanya diterbitkan di tingkat sekolah (dan bukan
di tingkat murid). Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam
interpretasi dan analisi, karena tokoh agregat dapat menyembunyikan
varians di dalam sekolah.
Namun demikian, kumpulan data yang ada merupakan sumber
yang tak ternilai bagi peneliti pendidikan dan seringkali bisa menjadi
cara yang murah dan mudah untuk mencari jawaban pertanyaan riset
tertentu.
Meskipun kita telah membahas berbagai metode ini secara
terpisah, mungkin ini adalah ide bagus untuk menggabungkan berbagai
jenis penelitian dalam satu studi. Misalnya, ketika kita ingin melihat
pengaruh faktor sekolah dan kelas terhadap prestasi, kita dapat
menggabungkan data tes siswa yang ada (misalnya, skor pada tes yang
diberi mandat oleh negara) dihasilkan dari survei kepala sekolah
mengenai manajemen dan praktik kepemimpinan mereka dan
pengamatan guru untuk melihat perilaku guru. Menggabungkan metode
koleksi data kuantitatif dan kualitatif seringkali dapat memperkaya
penelitian kita. Misalnya, jika kita ingin mengetahui faktor-faktor apa
yang membedakan sekolah-sekolah yang sangat efektif, kita mungkin
ingin mengumpulkan tes mandat negara-kuantitatif dan data latar
belakang murid untuk mengidentifikasi sekolah yang sangat efektif,
namun kemudian menggunakan wawancara kualitatif anggota staf
untuk melihat secara mendalam apa yang sekolah lakukan untuk
mencapai hasil ini.
Saran terbaik yang bisa saya berikan untuk memilih metode
penelitian untuk penelitian Anda adalah memilih 'kesesuaian untuk
tujuan', memilih metode yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan
penelitian Anda. Kelebihan dan kekurangan dari berbagai metode yang
dirangkum di atas seharusnya membantu Anda melakukan ini.
Hal-hal Penting
1. Saya ingin mempelajari apakah menonton televisi terlalu banyak
107
menyebabkan prestasi rendah pada murid sekolah dasar. Saya telah
mengumpulkan data uji dan data dari kuesioner tentang tayangan
TV anak-anak dan saya telah menemukan kaitan antara keduanya.
Itu berarti saya bisa mendukung hipotesis saya dan mengatakan
bahwa menonton TV menyebabkan prestasi rendah. Sangat sulit
untuk menyusun kesimpulan tegas tentang sebab akibat
menggunakan penelitian survei dan fakta bahwa kita telah
menemukan sebuah hubungan tidak membuktikan apapun dalam
hal itu. Hubungan tersebut mungkin disebabkan oleh variabel
ketiga (misalnya anak-anak dari background dan status sosial
ekonomi yang lebih rendah yang menonton TV lebih banyak dan
mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah), atau kausalitas
mungkin ke arah lain (anak-anak yang mengalami pengalaman
buruk dengan sekolah menurunkan diri -sekarang mereka mencoba
melarikan diri dengan menonton TV lagi). Seseorang setidaknya
membutuhkan penelitian longitudinal dan mengumpulkan banyak
data tentang kemungkinan variabel perancu untuk lebih yakin,
namun pada akhir hari metode eksperimen lebih sesuai untuk
menentukan kausalitas.
2. Penelitian survei adalah jenis riset yang paling mudah dilakukan.
Penelitian survei mungkin cara yang efisien untuk mengkoleksi
data dalam jumlah besar, namun merancang sebuah studi survei
yang bagus sama sekali tidak mudah. Pemikiran yang cermat harus
dimasukkan ke dalam merancang dan menguji instrumen,
mengambil sampel dan meminimalkan non-respons. Penelitian
survei yang terburu-buru dan sembrono sering terjadi dan biasanya
menghasilkan riset yang tidak dapat diandalkan atau sepele.
3. Sementara penelitian observasional tidak bergantung pada
persepsi responden seperti penelitian survei, namun penelitian
bergantung pada persepsi pengamat, yang mungkin bias dalam
beberapa hal. Juga, kehadiran pengamat eksternal akan mengubah
cara orang-orang yang diamati berperilaku. Oleh karena itu
pengamatan tidak pernah merupakan gambaran 'murni' tentang
dunia sebagaimana adanya.
108
7. Ringkasan
Penelitian survei merupakan salah satu metode riset yang
umum dalam ilmu sosial dan pendidikan. Hal ini terutama karena ini
adalah cara yang efisien untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar
dan fleksibel dalam arti sejumlah besar topik dapat dipelajari. Namun,
persepsi bahwa melakukan penelitian survei itu mudah salah. Apa
populasi dan bagaimana sampel dari itu perlu dipertimbangkan secara
hati-hati karena hanya sampel probabilitas yang tidak bias. Non-respons
umum terjadi dan juga dapat menyebabkan bias dalam penelitian survei
karena kuesioner yang dirancang dengan buruk. Menghindari negatif
ganda, pertanyaan ambigu atau tidak jelas, pertanyaan ganda, menjaga
kuesioner singkat dan sensitiv, secara kultural dapat membantu
meminimalkan bias.
Penelitian observasional dapat memberikan akses langsung ke
situasi sosial, yang berarti kita tidak harus bergantung pada pelaporan
diri responden; hal ini sangat penting saat meneliti daerah di mana
mungkin ada bias respons yang diinginkan secara sosial. Pengamatan
sangat memakan waktu, membutuhkan banyak pelatihan pengamat dan
dapat bias karena pengamat pasti akan mempengaruhi perilaku orang
yang diamati. Pengamatan sistematis memerlukan pengembangan
instrumen pengamatan yang dapat memiliki berbagai bentuk. Deskripsi
dari pengamatan tersebut memberikan informasi rinci namun sulit
untuk dikodekan. Hitungan perilaku tertentu sangat bisa diandalkan
tapi membatasi kita dalam apa yang bisa kita amati. Skala penilaian
memecahkan masalah itu tapi tidak bisa diandalkan karena
membutuhkan inferensi lebih dari pengamat.
Akhirnya kita sering dapat memakai dataset yang ada seperti
data uji yang diberi mandat, laporan inspeksi atau kumpulan data
pendidikan yang tersedia untuk umum. Meskipun ini mungkin cara yang
paling ekonomis untuk mengumpulkan data, kita harus ingat bahwa
dataset ini telah dikumpulkan untuk tujuan yang berbeda dari pada
penelitian kita, dan mungkin dengan definisi konsep kunci yang
berbeda. Keandalan mungkin juga tidak diketahui.
109
Menggabungkan beberapa jenis data seringkali dapat membantu
menjelaskan pertanyaan riset yang lebih kompleks.
8. Pertanyaan untuk latihan
1. Apa perbedaan utama antara riset eksperimen dan kuasi
eksperimental?
2. 'Korelasi tidak menyiratkan kausalitas.' Apakah Anda setuju
dengan pernyataan ini? Mengapa? Kenapa tidak?
3. Jika eksperimen adalah cara terbaik untuk menentukan
kausalitas, mengapa kita ingin melakukan riset lain?
4. Saya ingin tahu apakah program perbaikan sekolah saya
memperbaiki sikap murid terhadap sekolah. Dapatkah Anda
merancang sebuah studi tentang hal ini?
5. Saya telah memperhatikan bahwa murid saya tampaknya
hiperaktif saat mereka minum minuman ringan selama waktu
istirahat. Saya ingin tahu apakah mengkonsumsi minuman
ringan menyebabkan tingkat konsentrasi yang rendah pada
murid segera setelah dikonsumsi. Dapatkah Anda merancang
sebuah studi tentang hal ini?
6. Saya ingin tahu apakah motivasi guru meningkatkan kinerja
murid atau apakah kinerja murid yang lebih tinggi yang
memotivasi guru. Mungkinkah menentukan ini? Jika iya,
bagaimana Anda melakukannya?
7. Apa perbedaan utama antara riset eksperimental dan non
eksperimental?
8. 'Studi observasional memberi gambaran nyata tentang
kenyataan, sementara survei hanya memberi kita persepsi.'
Apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini?
Mengapa?
9. Jika survei adalah cara yang paling fleksibel dan efisien dalam
melakukan penelitian, mengapa kita ingin melakukan penelitian
lain?
110
10. Saya ingin tahu apakah praktik kelas guru mempengaruhi
konsep diri murid. Dapatkah Anda merancang sebuah studi yang
mempelajari hal ini?
11. Saya ingin tahu apa yang guru dan murid lakukan disekolah
memikirkan sistem mentoring baru yang telah saya perkenalkan.
Dapatkah Anda merancang sebuah studi yang mempelajari hal
ini?
12. Saya ingin tahu apakah konsep diri mempengaruhi prestasi
murid, atau apakah itu kinerja murid yang lebih tinggi terkait
pada konsep diri yang lebih positif. Mungkinkah menentukan ini
menggunakan penelitian non eksperimental? Jika iya, bagaimana
Anda melakukannya?
“
The elevator to success is out of
order. You’ll have to use the stairs…
one step at a time.
-Joe Gerard
111
Lampiran 3.1 Contoh bentuk deskriptif
Waktu Catatan deskriptif
112
Tombol aktivitas:
1 = Seluruh kelas interaktif a = Kalkulator
2 = Seluruh kuliah kelas b = Kolaboratif
3 = Individu/kelompok kerja
4 = Manajemen kelas
Lampiran 3.2 Penilaian kelas interaksi antara guru dan murid
1 = perilaku jarang diamati
2 = perilaku sesekali diamati
3 = perilaku sering diamati
4 = perilaku yang sering diamati
5 = perilaku yang diamati secara konsisten
113
na = not applicaple (tidak berlaku)
Berikan siswa review dan latihan
1. Guru menjelaskan tugas dengan jelas 1 2 3 4 5 na
2. Guru menawarkan bantuan yang efektif 1 2 3 4 5 na
Untuk individu/kelompok
3. Guru memeriksa pemahaman 1 2 3 4 5 na
4. Guru atau siswa meringkas 1 2 3 4 5 na
pelajaran
5.
Guru kembali mengajarkan jika tingkat
kesalahannya tinggi 1 2 3 4 5 na
6. Guru mudah didekati oleh siswa 1 2 3 4 5 na
dengan masalah
114
Bab 5
Margin of Error dan Sampling
Procedure
Pada bagain ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami konsep margin of error dalam pengambilan
sampel.
2. Mengidentifikasi jenis pengambilan sampling prosedur
yang harus digunakan
3. Menghitug kelayakan pengambilansample untuk populasi
besar.
4. Menghitung kelayakan sample untuk populasi kecil.
http://aesa gfras.net/admin/blogimages/CoverPicBL63.jpg
115
1. Pentingnya Margin of Error
Setiap analisis data didalam informasi statistik dalam suatu
populasi maka kita membutuhkan adanya sampel. Umumnya
populasi yang memiliki kapasitas yang sangat besar harus diambil
sampelnya agar mewakili atau merepresentasi ukuran populasi
tersebut didalam penelitian (Budiwaskito, 2010). Secara umum,
pengambilan sampel dari populasi tersebut merupakan data yang
mewakili populasi secara keseluruhan. Namun demikian tidak
semua sampel yang bisa diambil itu mewakili populasi yang
sebenarnya. Agar sampel yang diambil dari populasi itu
mendekati atau mewakili dari populasi yang ada didalam sebuah
penelitian maka dibutuhkan parameter yang salah satu istilah
yang umum adalah margin of error. Margin of error ini
memberikan manfaat untuk mengetahui tingkat keterwakilan
data yang ada pada sampel terhadap populasi (SPSS Indonesia,
Olah Data dengan SPSS).
Riset yang menggunakan banyak subjek tapi memiliki fokus
yang terbatas umumnya adalah survey. Karena subjek yang
banyak tersebut biasanya peneliti hanya menggunakan sampel
sebagai sumber data dalam penelitiannya karena sampel itu
adalah sumber dari informasi yang ada pada populasi.
Populasi dalam hal ini adalah kelompok entitas yang
digunakan sebagai referensi utama (target statistik) oleh karena
itu ada istilah target population, assessable population, dan
sampel.
Margin of error adalah bagian dari statistik untuk
menggambarkan seberapa tingkat kesalahan penelitian survey
dalam mengambil data. Lebih jelasnya margin of error itu
memberikan informasi tentang seberapa dekat sampel yang
diambil mewakili dari populasi yang sebenarnya. Dengan
demikian, semakin besar nilai yang ada pada margin of error maka
116
sampel bukanlah mewakili dari populasi yang terkait, sebaliknya
margin of error dengan nilai yang kecil menunjukkan semakin
dekatnya sampel yang diambil terhadap populasi yang diteliti. Hal
ini dikarenakan tidak semua sampel terambil dengan sempurna
dari populasi yang sebenarnya maka diperlukanlah konsep
margin of error. Selanjutnya margin of error sangat membantu
statistik ketika mengolah sampel karena semua hal yang
berkaitan dengan data statistik selalu berkaitan dengan sampel
karena tidak lazim pengolahan data statistik itu berasal dari
populasi yang begitu banyak. Ketika sampel sudah sangat
mewakili populasi maka secara informasi dari sampel tersebut
bisa juga difungsikan untuk menggambarkan populasi (Butler,
1985).
Ketika dihadapkan pada data yang sebenarnya seringkali
sampel yang diambil tidak bisa selalu menggambarkan populasi
secara baik karena memang kenyataannya untuk bisa mengambil
sampel yang sangat representative terhadap populasi adalah
sangat sulit. Dengan demikian, ada dua hal yang harus
diperhatikan ketika sampel yang kita ambil betul-betul mendekati
populasi yaitu margin of error dan juga confident limit. Kedua hal
ini membantu kita dalam memahami apakah sampel yang kita
ambil betul-betul representative terhadap populasi.
Joe Vitale
117
2. Hal-hal Penting yang mempengaruhi Margin of Error
Ada beberapa hal yang bisa menentukan margin of error,
antara lain yaitu: sample size, sample technique dan ukuran
populasi.
1) Sample size
Untuk bisa menjelaskan keberadaan sample size
terhadap margin of error digambarkan pada diskripsi
sebagai berikut
Sampel Besar sampel Margin of error A 2000 2% B 1000 3% C 500 4% D 100 10%
Source: (Budiwaskito, 2010)
Sample size sebagaimana pada gambar diatas,
memiliki distribusi yang beragam terhadap margin of error.
Taruhlah kita menggunakan confident level 95% maka
semakin kecil sample size terhadap populasi yang diambil
Sampel A
Sampel B
Sampel C
Sampel D
118
akan mengarah kepada margin of error yang semakin
besar, artinya data yang diambil tersebut jauh dari
representasi populasi yang sebenarnya. Akan tetapi sample
size yang lebih besar akan mengarah kepada margin of
error yang lebih kecil, artinya data yang diambil tentu saja
mengarah kepada representasi populasi yang sebenarnya
2) Sampling Technique
Hal lain yang harus diperhatikan oleh pengambil data
adalah sampling technique karena sampling technique ini
mempengaruhi nilai margin of error yang sangat
menentukan kedekatan sample terhadap populasi.
https://image.freepik.com/free-photo/researching-in-laboratory_1384-
40.jpg
119
Beberapa sampling technique yang menjadi fokus
adalah sebagai berikut: pengampilan sampel dengan acak
sederhana, pengambilan sampel secara sistematis,
pengambilan sampel strata, pengambilan sampel secara
kluster, pengambilan sampel matched random, dan
pengambilan sampel secara quota.
a. Sistem Acak Sederhana.
Teknik pengambilan sampel secara random
sederhana digunakan apabila setiap anggota sampel dari
populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih
tanpa terkecuali. Secara umum teknik seleksi sampel acak
sederhana ini, bisa populasinya besar nilai margin of
errornya adalah sebagai berikut
Tingkat kepercayaan 99%: 1,29
√𝑛
Tingkat kepercayaan 95%: 0,98
√𝑛
Tingkat kepercayaan 90%: 0,82
√𝑛
Margin of error bisa diketahui pada sebuah survey
mulai dari batasan yang kurang maksimal sampai pada
batasan yang maksimal, baik itu pada tingkat confident
level 90%, 95%, dan 99% (ASA, 1998).
b. Pengambilan sampel secara sistematis
Model pengambilan sampel ini mirip dengan
pengambilan sampel secara acak namun harus ada
pengurutan terlebih dahulu terhadap data yang sedang
diambil. Ketika pengurutan data sudah terjadi maka,
120
peneliti bisa mengambil data secara acak terhadap posisi
urutan yang sudah dibuat, baik dimulai dari yang pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya. Tentu saja sistematika yang
digunakan mengikuti pengurutan yang telah dibuat oleh
peneliti dengan prinsip yang sama seperti seleksi sampel
pada teknik acak sederhana. Umumnya seleksi sampel
secara sistematis disebut dengan seleksi sampel
probabilitas (ASA, 1998).
c. Pengambilan sampel secara strata (bertingkat)
Berbeda dengan pengambilan sampel strata dan
model acak sederhana, model pengambilan sampel
bertingkat tentu bisa digunakan bila karakter sampel yang
akan diambil memiliki kelompok atau tingkatan yang ada
didalam suatu populasi. Setiap tingkatan didalam populasi
tersebut kemudian diambil sebagai sampel, sehingga
akurasi sampel yang diambil mewakili tingkatan yang ada.
Bila ini dilakukan dengan baik maka, akan berdampak pada
tingkat margin of error.
Beberapa persyaratan yang harus diketahui oleh
peneliti dalam memakai model pengambilan sampel
bertingkat diantaranya; (a) adanya perbedaan data
dimasing-masing tingkat baik kecil maupun besar, (b)
perbedaan tingkatan yang ada pada populasi diprediksi
memang memiliki korelasi yang kuat terhadap variabel
yang diteliti (independent variabel). Cara penetapan
sampel dalam kelompok bertingkat ini memang betul-betul
berkaitan dengan tingkatan kelompok yang berberda
didalam populasi, bukan karena sekedar berkaitan dengan
seluruh populasi yang ada. Contohnya ketika kita ingin
mengerjakan riset survey terhadap sekolah tentang
motivasi belajar bahasa Inggris maka kita harus faham
bahwa setiap sekolah pasti memiliki level yang berbeda-
121
beda, dan setiap level memiliki kelas yang berbeda pula.
Oleh karena itu pada contoh kasus ini akan peneliti akan
mempertimbangkan jumlah sampel pada setiap tingkatan
sekolah tersebut agar tingkat keterwakilan populasinya
menjadi lebih baik (Budiwaskito, 2010).
d. Seleksi sampel secara cluster
Hakikatnya seleksi sampel secara cluster ini mirip
dengan model pengambilan sampel bertingkat, khususnya
berkaitan dengan karakteristik pengelompokan sampel
yang diambil sebagai data. Pada sampel bertingkat,
dipastikan bahwa semua kelompok dipilih kemudian
ditentukan berdasarkan proporsi yang sesuai dengan
kelompoknya, namun pada model pengambilan sampel
cluster data sampel hanya diambil dari beberapa kelompok
tertentu dengan catatan kelompok-kelompok yang lain
memiliki kesetaraan peluang untuk bisa dijadikan sampel
cluster. Dengan demikian, apabila model bertingkat, semua
kelompok terwakili didalam populasi, namun pada teknik
cluster hanya kelompok tertentu saja yang mewakili
sampel data populasi (Tjokrosujoso, 1995).
e. Pengambilan sampel secara matched random
Ketika kita melakukan riset dengan
mengaplikasikan treatment atau perlakuan maka harus
dipastikan bahwa sampel yang dipakai dalam kelompok
treatment memiliki kesetaraan. Yang sering terjadi adalah
kelompok sampel yang diambil tidak memenuhi
homogenitas sehingga sulit untuk begitu saja dimasukkan
ke dalam kelompok perlakuan. Jalan keluarnya adalah
dengan memakai pengambilan sampel acak yang
dipasangkan dimana semua karakter individu didalam
sampel harus diidentifikasi terlebih dahulu setelah itu
122
dipasangkan sampel yang memiliki karakter sama baru
kemudian dimasukkan kedalam kelompok (Ary, Jacobs,
Sorensen, & Razavieh, 2010). Secara sederhana
pengambilan sampel model ini melalui dua proses.
Pertama, individu didalam sampel kelompok, keduanya
dipasangkan secara paripurna lantas dipisahkan oleh
peneliti sesuai dengan kelompok sampel. Kedua, kelompok
sampel dari dua grup tersebut terutama yang memiliki
karakter dan atribut yang sama, dinilai dua kali pada
kondisi yang berbeda untuk memastikan karakteristik dari
individu dalam kelompok.
f. Pengambilan sampel secara kuota
Model pengambilan sampel ini didasarkan pada
penentuan kuota terlebih dahulu sebelum proses
pengambilan sampel dilakukan. Yang dimaksud kuota
adalah pembatasan awal yang dilakukan peneliti dengan
menyesuaikan target sampel yang akan dipilih. Tentu saja
pengambilan sampel secara kuota ini harus hati-hati
dimana sampel yang diseleksi harus betul-betul
merepresentative populasi.
https://image.freepik.com/free-vector/population-world-map-
infographic_23-2147523441.jpg
123
3) Population Size
Ketika populasi penelitian kita cukup besar,
pengambilan sampel akan sedikit banyak berpengaruh
terhadap tingkat margin of error, namun bisa diabaikan
bisa jumlah populasinya luar bisa besar (Little, 2013).
Untuk menghitung margin of error bisa menggunakan
persamaan sebagai berikut:
1,96 𝑥√𝑝(100 − 𝑝)
𝑛
Keterangan:
P = Prosentase sampel terhadap populasi
n = sampel size 1,96.2 : Standard deviasi (bila
confident
levelnya 95%)
Rumus diatas adalah persamaan yang standar untuk
menghitung margin of error yang normal (standar),
maksudnya adalah bila kita menggunakan populasi dengan
jumlah yang sangat besar dan sampel dengan jumlah kecil
(Little, 2013). Namun ada banyak pendapat yang
mengatakan bahwa sampel fraksi kecil itu tidak boleh lebih
dari 5%. Apabila fraksi sampelnya lebih dari 5% (populasi
kecil), maka rumus diatas harus ditambahkan dengan
mengalikan Finite Population Correction (FPC), dengan
kata lain koreksi populasi terbatas, rumus persamaannya
sebagai berikut:
124
FPC = 𝑁−𝑛
𝑁−1
Keterangan:
N = Population size
n = Sample size
untuk menerapkan persamaan diatas (untuk
populasi kecil), dapat disimpulkan pada persamaan
tambahan sebagai berikut:
1,96 𝑥√𝑝(100 − 𝑝)
𝑛 𝑥
𝑁 − 𝑛
𝑁 − 1
Contoh penggunaannya adalah bila data sebagai berikut:
P = 50%
n = 200
N = 200.000
Maka penghitungannya adalah:
1,96 𝑥√50(100 − 50)
200 𝑥
200.000 − 200
200.000 − 1
1,96 𝑥√50(50)
200 𝑥
199.800
199.999= 7%
125
Karena jumlah populasi 200.000 besar maka tidak
perlu dikalikan FPC. Penghitungan tanpa FPC ada pada
contoh sebagai berikut:
FPC = 199.800
199.999= 0.999
1,96 𝑥√50(50)
200= 6.929% ≈ 7%
Namun bila populasinya kecil maka digunakanlah
FPC sebagaimana contoh berikut:
n = 10
N = 20
1,96 𝑥√50(50)
10 𝑥
20 − 15
20 − 1= 8,15 %
Kelihatan sekali bahwa tanpa FPC hasilnya jauh berbeda
1,96 𝑥√50(50)
10= 30.99%
126
3. Ringkasan
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa populasi
besar secara otomatis tidak begitu mempengaruhi level margin of
error. Sebaliknya bila populasinya kecil maka proses pengambilan
sampel harus betul-betul diperhatikan karena bisa dipastikan
akan mempengaruhi jumlah sampel yang kurang akurat dan pada
akhirnya bisa memberikan informasi yang tidak representative.
Pengambilan sampel harus dilakukan secara hati-hati dan
teliti karena pemilihan cara pengambilan sampel yang tidak tepat
akan mempengaruhi tingkat margin of error itu sendiri. Di antara
pilihan pengambilan sample adalah system acak sederhana, acak
sistematis, system bertingkat, system kluster, matched random,
dan system kuota.
4. Pertanyaan Untuk Latihan
1. Jelaskan makna dan tujuan pentingnya konsep margin
of error dalam penelitian survey.
2. Gambarkan secara ringkas keterkaitan antara margin of
error dengan besaran populasi.
With the new day, comes new
strength and new thought.
Eleanor Roosevelt
127
3. Bagaimana penghitungan pengambilan sample untuk
populasi yang besar?
4. Jelaskan proses pengambilan sample untuk populasi
yang kecil. Apa yang harus dipertimbangkan.
5. Hitunglah contoh data sebagai berikut bila: P: 50%,
N:300.000, dan n: 300. Berapa besaran samplenya.
6. Hitunglah contoh data sebagai berikut bila n: 10, N: 25,
hitunglah besaran sample nya dengan FPC.
128
Bab 6
Validitas, Reliabilitas dan
Generalisabilitas Pada bagian ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep validitas dan reliabilitas dalam penelitian
kuantitatif
2. Mengidentifikasi jenis-jenis validitas yang digunakan dalam riset
kuantitatif dan fungsinya masing-masing
3. Mengidentifikasi proses melakukan reliabitas instrument
penelitian kuantitatif
4. Membedakan fungsi dan tujuan validitas dan reliabilitas dalam
riset kuantitatif
5. Mengidentifikasi fungsi generalisabilitas dalam riset kuantitatif
Tiga konsep utama dalam metode kuantitatif adalah validitas,
reliabilitas dan generalisabilitas. Ketiganya ada hubungannya dengan
129
pengukuran. Kapan pun kita melakukan penelitian kuantitatif, kita
mencoba mengukur sesuatu. Kita mungkin, misalnya, ingin melihat
prestasi siswa. Prestasi adalah sebuah konsep yang harus kita coba ukur
dengan menggunakan tes, esai atau portfolio. Kita mungkin ingin
mengukur harga diri guru. Kami akan menggunakan instrumen harga
diri untuk melakukan ini. Pengukuran memasok angka yang kita pakai
dalam analisis kuantitatif. Pertanyaan berikut ini adalah seberapa baik
kita mengukur apa yang ingin kita ukur. Jika kita ingin mengukur berat
badan Anda, Anda pasti ingin memastikannya:
1. Anda tidak mengukur sesuatu yang lain (seperti tinggi); dan
2. skala apa pun yang Anda gunakan tidak sepenuhnya tidak
menentu (mis. Memberi Anda nilai berbeda setiap kali Anda
menggunakannya).
Hal yang sama terjadi saat kita mencoba mengukur sesuatu
dalam penelitian pendidikan. Dari situlah validitas (1) dan reliabilitas
(2) ikut bermain.
Kita melihat di bab sebelumnya bahwa kita biasanya akan
mengambil sampel daripada mempelajari keseluruhan populasi. Ketika
kita menyelesaikan semua ini sebenarnya kita mengatakan sesuatu
tentang karakteristik populasi dan bukan hanya sampel kita. Ini disebut
generalisasi dari sampel ke populasi dan merupakan konsep lain yang
akan kita bahas dalam bab ini.
1. Validitas
1.1 Apa itu validitas?
Validitas mengajukan pertanyaan: apakah kita mengukur apa
yang ingin kita ukur? Ini mungkin terdengar jelas tapi seringkali
tidak sesederhana itu dalam penelitian pendidikan. Sebagian besar
konsep yang ingin kita ukur, konsep diri atau sikap, misalnya, tidak
dapat diukur secara langsung. Harga diri adalah konsep abstrak yang
dalam beberapa hal terwujud dengan diukur. Kita tidak bisa
130
menyambungkan langsung ke kepala orang dan tahu apa yang
mereka pikirkan, rasakan atau alami. Dalam hal ini variabel laten -
variabel yang tidak dapat diukur secara langsung. Oleh karena itu
kita perlu mengembangkan instrumen yang mengukur konsep ini
secara tidak langsung dengan memakai kuesioner misalnya. Setiap
pertanyaan kemudian menjadi variabel nyata (sebuah variabel yang
benar-benar kita ukur) yang dirancang untuk menggoda konsep
laten yang mendasarinya (Arikunto, 2000). Menciptakan instrumen
pengukuran yang tepat dengan ukuran nyata dari konsep laten jelas
sangat penting dan belum tentu mudah untuk dicapai. Hal yang sama
juga terjadi pada konsep yang pada pandangan pertama tampak lebih
mudah. Salah satu andalan penelitian kuantitatif pendidikan tentu
saja adalah uji prestasi. Ini sering dipakai dengan cara yang tidak
bermasalah sebagai ukuran hasil dalam studi pendidikan (misalnya
karakteristik sekolah apa yang mempengaruhi prestasi?).
Pertanyaannya, apakah yang ingin kita ukur? Seringkali kita ingin
berkomentar lebih luas tentang kemampuan atau prestasi siswa
dalam suatu topik atau bahkan lebih luas lagi tentang pembelajaran
mereka. Bagaimanapun, tujuan sebenarnya dari usaha pendidikan
adalah belajar, bukan nilai pada tes prestasi tertentu. Belajar, seperti
harga diri, tidak bisa diukur secara langsung. Sekali lagi, untuk bisa
melakukan itu kita perlu menyambungkan langsung otak orang dan
melihat apa yang sebetulnya terjadi di sana. Tes esai dan ukuran lain
yang kita gunakan selalu merupakan ukuran pembelajaran tidak
langsung. Entah itu tindakan baik diperdebatkan dengan sengit.
Apakah tesnya terlalu sempit? Apakah mereka mengukur
keterampilan tingkat tinggi, atau hanya keterampilan dasar? Semua
pertanyaan ini berhubungan langsung dengan keabsahan tes.
Ini berarti bahwa validitas mungkin merupakan satu-satunya
aspek terpenting dari perancangan alat ukur dalam riset pendidikan
(Brata, 2008). Bagaimanapun, desain penelitian kami yang bagus
atau analisis statistik kami yang canggih, hasilnya akan menjadi tidak
berarti jika kami tidak benar-benar mengukur apa yang seharusnya
kami ukur.
131
1.2 Jenis-jenis validitas
Validitas memiliki tiga aspek yang berbeda yang kesemuanya
penting. Mereka adalah: validitas isi, validitas kriteria dan validitas
konstruk.
1.2.1 Validitas konten
Validitas isi mengacu pada apakah isi variabel manifest
atau tidak (misalnya item dari tes atau pertanyaan kuesioner)
benar untuk mengukur konsep laten (harga diri, prestasi, sikap,
...) yang ingin kita ukur. Misalnya jika kita mencoba mengukur
sikap murid ke sekolah, kita tidak bisa bertanya 'bagaimana
Anda bisa berhubungan dengan orang tua Anda?' Lebih sulit
untuk menentukan akan menjadi item seperti: 'Guru saya selalu
mencoba untuk membantu saya' . Apakah ini ukuran tindakan
yang benar ke sekolah atau sikap guru berbeda?
132
Jelas ada peran penting teori dalam menentukan
validitas konten. Semakin baik kita mengetahui subjek kita dan
bagaimana konsep yang kita gunakan didefinisikan secara
teoritis, semakin baik kita akan dapat merancang instrumen
yang sesuai dengan konten. Penentuan utama apakah sebuah
instrumen adalah konten yang sah karena itu sesuai dengan
teori bagaimana konsep tersebut bekerja dan apa adanya.
Pencarian ekstensif tentang literatur konsep yang ingin
kita ukur akan membantu Anda mencapai validitas konten.
Meminta responden apakah instrumen atau tes yang terlihat
valid bagi mereka juga penting. Ini disebut penetapan validitas
rupa karena responden menilai apakah instrumen tersebut
terlihat baik untuk mereka. Menyiapkan panel pengguna dan
membuat mereka memberi komentar pada instrument kita saat
mengembangkannya. Satu masalah dengan validitas rupa adalah
bahwa pengguna awam mungkin tidak sepenuhnya menyadari
latar belakang teoritis atau kehalusan konsep, terutama bila
Anda menggunakan tindakan psikologis, misalnya. Dalam hal ini
bisa berguna untuk memiliki panel ahli di lapangan menilai
instrumen Anda juga. Menggunakan panel ahli tidak berarti
sebaiknya Anda juga tidak melihat validitas rupa.
Bagaimanapun, orang-orang yang benar-benar akan
menyelesaikan instrumen Anda memikirkannya akan
133
mempengaruhi bagaimana mereka menanggapi pertanyaan
tersebut.
1.2.2 Validitas criteria
Seperti validitas isi, validitas kriteria berhubungan erat
dengan teori. Ketika Anda sedang mengembangkan sebuah
ukuran, Anda biasanya mengharapkannya - setidaknya secara
teori - terkait dengan tindakan lain atau untuk memprediksi
hasil tertentu. Sebagai contoh, jika kita mengembangkan tes
matematika baru, kita akan memperkirakan skor yang dicapai
siswa pada tes tersebut tidak sama sekali tidak terkait dengan
tes matematika yang diberi mandat.
Ada dua jenis kriteria validitas utama: validitas prediktif
dan validitas konkuren.
Validitas prediktif mengacu pada apakah instrumen yang
Anda gunakan memprediksi hasil yang secara teori Anda
harapkan juga akan terjadi. Misalnya, ketika kami memilih siswa
untuk belajar di kursus universitas kami, kami akan
menggunakan skor mereka pada tes spesifik (misalnya SAT)
untuk menentukan apakah mereka berhasil menyelesaikan
kursus dan karena itu kandidat yang sesuai. Setiap tes yang kita
gunakan untuk tujuan ini seharusnya dapat memprediksi
keberhasilan akademis. Demikian juga, kapanpun kita
mengembangkan tes skrining untuk pemilihan karyawan, kita
berharap tes ini untuk memprediksi seberapa baik calon
karyawan akan melakukan pekerjaan itu. Menetapkan apakah
hal ini akan menentukan ada atau tidaknya ukuran memiliki
validitas prediktif.
Validitas konkuren membuat asumsi yang kurang ketat.
Pertanyaannya di sini adalah apakah nilai pada instrumen Anda
sesuai dengan nilai pada faktor lain yang Anda harapkan terkait
dengannya. Misalnya, jika Anda mengukur sikap terhadap
sekolah, Anda tentu dari teori mengharapkan adanya hubungan
134
dengan prestasi sekolah. Demikian juga, ketika merancang
ukuran pembelajaran siswa di bidang geografi, Anda akan
mengharapkan ada hubungan dengan nilai pada ukuran
pembelajaran sebelumnya yang ada dalam subjek itu.
Apa yang dibutuhkan untuk menetapkan validitas
kriteria adalah ada dua hal: pengetahuan teori yang baik
berkenaan dengan konsep agar dapat menentukan variabel apa
yang dapat kita harapkan untuk diprediksi dan terkait
dengannya dan hubungan antara ukuran dan faktor-faktornya.
Untuk melakukan yang terakhir, pertama-tama kita perlu
mengumpulkan data dari faktor-faktor tersebut dari responden
yang sama dengan pengukuran instrumen baru kami dan secara
statistik mengukur ada hubungannya dengan teknik seperti
koefisien korelasi.
1.2.3 Validitas konstruk
Validitas konstruk memiliki karakter yang sedikit lebih
rumit yang berkaitan dengan struktur internal instrumen dan
konsep yang di ukurnya. Sekali lagi, ini terkait dengan
135
pengetahuan teoritis kita tentang konsep yang ingin kita ukur.
Kita mungkin berhipotesis bahwa konsep atau ukuran
pencapaian kita memiliki sejumlah dimensi yang berbeda
(Sumardi). Misalnya, tes kemampuan matematika mungkin
mencakup item yang berkaitan dengan jumlah, bentuk dan
ruang, dan lain-lain. Kami kemudian ingin mengetahui apakah
semua item berhubungan dengan dimensi yang tepat (misalnya
item yang telah kami rancang untuk mengukur jumlah harus
mengukur jumlah dan bukan bentuk dan ruang, atau kombinasi
keduanya).
Contoh bisa membantu menjelaskan hal ini. Kita
mungkin ingin melihat ukuran konsep diri murid. Desk research
(melihat literatur tentang konsep diri) mengemukakan bahwa
ini adalah konstruksi multidimensional. Kita bisa memiliki
konsep diri yang berbeda di daerah yang berbeda. Sebagai
contoh, saya mungkin memiliki konsep diri positif tentang diri
saya sebagai peneliti kuantitatif tapi yang jauh lebih negatif dari
diri saya sebagai juru masak. Hal yang sama juga sesuai untuk
anak usia sekolah dasar. Muijs menghipotesakan bahwa di
antara anak-anak dan remaja, tujuh dimensi adalah yang paling
penting: konsep diri subjek sekolah, konsep diri bahasa Inggris,
konsep diri matematika, konsep diri hubungan dengan teman
sebaya (anak-anak lain), konsep diri hubungan dengan orang
tua, konsep diri penampilan dan konsep diri kemampuan atletik
(Muijs, 2004). Faktor-faktor ini disusun dalam pikiran secara
hierarkis yang berarti bahwa tiga faktor yang terkait dengan
sekolah digabungkan untuk membentuk konsep diri akademis
(misalnya saya umumnya seorang siswa yang baik) sementara
empat faktor lainnya digabungkan untuk membentuk kelompok
konsep diri akademik. Ini kemudian membentuk konsep diri
keseluruhan atau global seperti yang digambarkan pada Gambar
4.1.
Jika kita ingin mengukur konsep diri menurut model ini,
kita ingin mengembangkan sebuah ukuran yang mencakup
136
pertanyaan pada ketujuh sub skala tersebut. Kami kemudian
ingin memastikan bahwa barang-barang yang seharusnya
mengukur konsep diri rekan sejawat mengukur konsep diri sub
skala dan bukan konsep diri tentang citra diri. Untuk melakukan
ini, kita dapat memakai metode statistik yang disebut analisis
faktor konfirmatori (bagian dari pemodelan persamaan
struktural) yang akan kita lihat di Bab 11. Ini akan memberi tahu
kita apakah setiap item mengukur subskala yang seharusnya
diukur dan tidak dilakukan oleh yang lain.
Jelas, dalam beberapa kasus kita mungkin tidak
berhipotesis bahwa konstruksi kita memiliki banyak subskala.
Bisa jadi kita hanya ingin mengukur satu aspek yang sangat
spesifik. Dalam hal ini semua item harus mengukur analisis yang
satu.
■ Gambar 4.1
Konsep diri hirarkis
Sumber: (Doing Quantitative Research in Education, 2004)
Analisis faktor akan memberi tahu kita apakah ini
masalahnya atau apakah sementara kita mengira bahwa semua
item mengukur satu konstruksi, mereka sebenarnya mengukur
beberapa. Jika kita mengukur faktor tertentu dengan
menggunakan validitas satu item saja tidak akan relevan.
137
Oleh karena itu, validitas (seperti konsep diri) adalah
konstruksi multidimensional. Namun, penting untuk
ditunjukkan di sini bahwa jenis validitas yang berbeda ini tidak
saling eksklusif dan tidak cukup untuk menunjukkannya jika
yang lain tidak hadir. Jika kita bisa menunjukkan validitas
konstruk namun validitas isi tidak jelas, maka kita tidak bisa
mengatakan bahwa kita memiliki ukuran yang valid. Agar
validitas ditunjukkan secara meyakinkan, kita harus melihat
ketiganya.
Mengembangkan konsep diri
Untuk studi tentang relasi antara konsep diri dan prestasi, saya
memutuskan untuk mengembangkan ukuran konsep diri. Saya
memulai dengan tinjauan literatur yang luas. Model konsep diri
Shavelson yang disebutkan di atas dianggap sebagai titik awal
teoritis yang baik. Tujuh subskala: hubungan rekan, relasi
dengan orang tua, citra tubuh, kemampuan fisik, matematika,
bahasa Belanda dan sekolah umum dihipotesiskan. Item
dikembangkan untuk setiap subskala berdasarkan skala bahasa
Inggris yang ada. Skala yang dikembangkan ditunjukkan ke
sejumlah guru sekolah dasar dan diuji di sekolah dasar
setempat. Skala tersebut dianalisis faktor dan subskala saling
berkorelasi satu sama lain, pencapaian dalam matematika dan
ukuran popularitas sebaya. Instrumen tersebut kemudian
diubah untuk mencerminkan komentar para guru dan hasil
analisisnya (Muijs, 2004).
Landasan teori dan meminta guru mengomentari skala
tersebut, keduanya ditujukan untuk menguji validitas isi
instrumen. Kelalaian adalah bahwa tidak ada panel ahli yang
dibentuk. Analisis faktor dirancang untuk melihat apakah
setiap item mengukur subskala yang seharusnya diukur untuk
138
2. Reliabilitas
http://study.com/cimages/videopreview/ls05gxuh9v.jpg
2.1 Apa itu reliabilitas?
Elemen kedua yang menentukan kualitas instrumen pengukuran
kami adalah reliabilitas. Kita semua tahu arti kata reliabilitas diluar
penelitian kuantitatif. Mobil kita bisa diandalkan jika tidak rusak.
Anak laki-laki / pacar kita tidak dapat diandalkan karena mereka
selalu terlambat ketika kita seharusnya bertemu. Dalam
pengukuran, reliabilitas adalah konsep kunci (Sugiono, 2014). Jika
Anda sedang diet dan ingin mengukur berat badan kita untuk
melihat apakah diet itu berpengaruh, kita pasti ingin memastikan
bahwa timbangan yang kita gunakan mengukur berat badan
dengan akurat dan tidak akan memutuskan untuk menambahkan
beberapa kilogram pada suatu hari dan beberapa hari berikutnya
secara acak. Hal yang sama berlaku jika kita mengukur konsep
melihat validitas konstruk. Akhirnya, validitas kriteria diuji
dengan melihat apakah skala tersebut terkait dengan prestasi
dan popularitas sebaya. Ini meninggalkan tanda tanya atas
validitas kriteria hubungan orang tua dan subskala citra diri.
139
seperti prestasi akademik atau perilaku guru dalam penelitian
pendidikan.
Keandalan memang memiliki arti khusus saat kita berbicara
tentang pengukuran statistik. Pada dasarnya, kapan pun kita
mengukur sesuatu, ada beberapa elemen kesalahan yang disebut
kesalahan pengukuran. Keandalan kemudian mengacu pada
seberapa nilai tes bebas dari kesalahan pengukuran. Setiap skor
yang kita dapatkan dalam tes atau skala akan memiliki tiga elemen
utama:
Skor = Skor sesungguhnya (True score) + Kesalahan sistematis
(Systematic error) + Kesalahan acak (Random error)
Skor sesungguhnya adalah apa yang sebenarnya ingin kita
ukur, skor tanpa kesalahan. Kesalahan sistematik adalah kesalahan
yang sama dari satu pengukuran ke pengukuran selanjutnya.
Misalnya, bila kita mengukur berat dengan skala timbangan,
mungkin kita telah mengkalibrasi skala kita sehingga dimulai pada
2 bukan 0 kg. Setiap kali Anda mengukur diri Anda, Anda akan
menjadi dua kilo terlalu berat. Ini tidak akan menjadi masalah jika
kita tahu apa kesalahannya - kita bisa mengurangi dua dari setiap
pengukuran yang kita dapatkan. Jika kita tidak tahu kesalahan
sistematiknya, pengukuran kita akan menjadi kurang valid.
Reliabilitas ada hubungannya dengan kesalahan bagian kedua,
kesalahan yang tidak sistematis atau acak. Ini adalah kesalahan
yang akan berfluktuasi dari satu pengukuran ke pengukuran
berikutnya dan itu tidak dapat diprediksi. Jenis kesalahan ini
biasanya sangat terbatas dalam instrumen pengukuran ilmiah
namun bisa sangat penting dalam pengukuran pendidikan.
Pikirkan, misalnya, tentang tes prestasi sekolah. Seluruh elemen
dapat menyebabkan pengujian kita kurang dapat diandalkan,
sehingga terjadi kesalahan acak. Item dapat ditulis dengan cara
yang dapat menyebabkan kebingungan atau mungkin terlalu sulit
140
menyebabkan untuk menebak. Unsur-unsur yang lebih acak pun
bisa mengintervensi mood si murid saat mengikuti tes, suhu di
ruangan dan sebagainya. Jelas, meski keduanya bisa menyebabkan
tidak dapat diandalkan, set pertama adalah yang benar-benar dapat
kita lakukan saat mengembangkan instrumen kita. Faktor kedua
yang mungkin bisa kita lakukan saat mengelola instrumen kita tapi
itu adalah elemen desain penelitian dan bukan perancangan
instrumen.
Tidak dapat diandalkan jelas merupakan masalah. Jika kita
mengukur sesuatu yang tidak baik, hasil kita tidak dapat dipercaya
dan kesimpulan tercemar. Instrumen yang tidak dapat diandalkan
juga akan mengarah pada hubungan dengan variabel lain yang lebih
rendah daripada jika mereka lebih dapat diandalkan, sehingga
merugikan kemampuan kita untuk menjelaskan temuan penelitian.
Rendahnya keandalan instrumen kami adalah salah satu alasan
mengapa banyak hubungan yang kami temukan dalam penelitian
pendidikan rendah.
“THE BIGGEST
ADVENTURE
YOU CAN TAKE
IS TO LIVE THE
LIFE OF YOUR
DREAMS” OPRAH WINFREY
141
2.2 Jenis-jenis reliabilitas
Reliabilitas, seperti yang dikonseptualisasikan dalam
penelitian kuantitatif, memiliki dua bentuk utama: pengukuran
berulang dan konsistensi internal.
Pengukuran berulang berkaitan dengan kemampuan kita
untuk mengukur hal yang sama pada waktu yang berbeda. Seperti
disebutkan di atas, itu tidak akan terjadi jika instrumen kita secara
acak menghasilkan nilai yang berbeda setiap kali kita
menggunakannya. Instrumen yang sama harus menghasilkan
jawaban yang sama bila digunakan dengan responden yang sama.
Untuk melihat apakah tindakan kami dapat diandalkan dalam hal
ini kami dapat menggunakannya dengan responden yang sama dan
melihat apakah jawaban yang diberikan tidak terlalu banyak
berubah. Ini disebut metode uji coba ulang. Satu pertanyaan berikut
saat menggunakan metode tes-tes ulang adalah berapa banyak
waktu yang perlu kita lepaskan sebelum melakukan tes ulang. Ini
sulit dijawab. Jika kita tinggalkan terlalu sedikit waktu, maka
responden mungkin ingat bagaimana jawaban mereka terakhir kali
dan hanya memberikan jawaban yang sama karena ini. Ini disebut
efek carryover dan dapat menyebabkan kita menilai uji coba terlalu
142
tinggi. Namun, jika kita terlalu lama berada di antara tes dan tes
ulang, sikap atau pendapat responden mungkin benar-benar
berubah, atau bila kita menggunakan tes prestasi, responden
mungkin akan (mudah-mudahan!) Belajar untuk sementara. Hal ini
dapat menyebabkan kita meremehkan keandalan instrumen kita.
Satu sampai dua minggu sering direkomendasikan sebagai waktu
yang optimal, meski risiko beberapa efek carryover tetap ada.
Ketika kita telah menguji dan menguji ulang, kita perlu
melihat seberapa kuat hubungan antara skor pada instrumen pada
dua titik waktu. Untuk melakukan ini kita bisa menggunakan
koefisien korelasi. Ini harus setinggi mungkin. Di atas 0,7 biasanya
dianggap menawarkan keandalan yang masuk akal untuk tujuan
penelitian. Bila kami ingin membuat keputusan taruhan tinggi
berdasarkan pengujian (seperti lulus atau gagal dalam ujian), kami
ingin menguji reliabilitas uji coba lebih dari 0,8.
Bentuk pengukuran berulang yang berbeda adalah
keandalan antar-penilai. Hal ini menjadi penting di mana kita
menggunakan lebih dari satu hakim untuk melihat situasi seperti di
mana kita memiliki beberapa pengamat kelas melakukan observasi
di kelas. Kami kemudian ingin pengamat kami memberikan
penilaian yang sama terhadap sebuah peristiwa yang mereka
semua amati. (Misalnya jika kita meminta tiga pengamat untuk
menilai pelajaran yang sama dan kemudian menilai item seperti
'guru mengajukan pertanyaan terbuka' kita tidak menginginkan
tiga ratapan yang berbeda!) Apakah ini kasusnya dapat diuji hanya
dengan melakukannya dalam praktik dan kemudian
membandingkan tanggapan semua penilai.
Bentuk keandalan kedua adalah keandalan konsistensi
internal. Bentuk reliabilitas ini hanya berlaku untuk instrumen
yang memiliki lebih dari satu item karena mengacu pada seberapa
homogen item dari suatu pengujian atau seberapa baik mereka
mengukur satu konstruk. Saat mengembangkan konsep-konsep diri
kita, misalnya, pertama-tama kita dapat melihat apakah tujuh
143
subskala yang kita berhipotesis ada dan diukur oleh variabel yang
kita duga (akan menguji validitas konstruk). Kemudian untuk setiap
subskala kita dapat melihat apakah barang tersebut mengukurnya
dengan model yang dapat diandalkan dan homogen secara internal.
Ada dua cara utama untuk menghitung reliabilitas
konsistensi internal: split half reliabilitas dan koefisien alpha. Split-
half bekerja sebagai berikut: katakanlah kita memiliki sikap
terhadap ukuran pengajaran yang terdiri dari 10 item. Pertama,
kami membagi tes menjadi dua (misalnya barang yang rata dan
tidak rata) secara acak. Kemudian kita hitung skor responden pada
setiap 'half test'. Kita kemudian dapat melihat apakah kedua nilai
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Jika keduanya mengukur
hal yang sama, kita akan mengharapkannya untuk dihubungkan
secara kuat dengan koefisien korelasi lebih dari 0,8. Koefisien alpha
adalah ukuran lain dari konsistensi internal. Kami memperkirakan
ukuran ini akan menjadi lebih dari 0,7 sebelum kita dapat
mengatakan bahwa tes kami konsisten secara internal.
Ketika kita mengukur konsistensi internal atau reliabilitas
uji coba, kita mungkin menganggap bahwa pengujian kita
sebenarnya tidak cukup dapat dipercaya. Kemudian kita perlu
melihat apakah kita dapat menunjukkan item tertentu sebagai
'salah'. Ketika melihat konsistensi internal, kita dapat melihat
seberapa kuat masing-masing item berkorelasi dengan skor skala.
Setiap item yang terkait dengan tes lemah secara keseluruhan
menurunkan keandalan kami dan harus dihapus dari instrumen
kami. Ketika melihat reliabilitas uji coba, kami dapat
mengidentifikasi item yang dinilai oleh responden sangat berbeda
pada dua kali pengujian kami. Hal ini menyebabkan keandalan yang
lebih rendah.
Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat instrumen kita
lebih dapat diandalkan? Banyak hal ini berkaitan dengan hanya
memastikan bahwa kualitas pertanyaan yang kita ajukan tinggi dan
tidak ambigu (lihat bab sebelumnya). Pertanyaan yang tidak
144
ambigu dan jelas cenderung lebih dapat diandalkan dan hal yang
sama berlaku untuk item pada skala penilaian bagi pengamat.
Cara lain untuk membuat instrumen yang lebih andal
adalah dengan mengukurnya dengan lebih dari satu item. Bila kita
menggunakan lebih dari satu item, kesalahan individu yang dapat
dilakukan responden saat menjawab satu item (salah membaca
pertanyaan, misalnya) saling membatalkan. Itulah sebabnya kita
mengembangkan ukuran nys. Secara umum, lebih banyak item
berarti keandalan yang lebih tinggi. kita belum tentu ingin
melakukan ini secara ekstrem. Responden bisa bosan jika kita terus
bertanya kepada mereka pertanyaan yang serupa dan
kemungkinan besar akan mulai mengisi pertanyaan tanpa
berkonsentrasi dan dengan cara yang semakin serampangan. Hal
ini akan meningkatkan risiko kesalahan pengukuran sehingga bisa
mengurang keandalanya. Juga, seperti yang kita lihat di bab
sebelumnya, kami ingin menyimpan instrumen survei singkat dan
jika kita menggunakan skala dengan banyak item, kita tidak akan
dapat menanyakan banyak hal yang berbeda. Untuk sebagian besar
skala jenis sikap, di antara empat dan sepuluh item akan
menghasilkan keandalan yang cukup. Untuk tes prestasi Anda
mungkin menginginkan lebih banyak item karena sifat taruhan nya
tinggi dari tes ini.
Cara terakhir untuk membuat instrumen yang lebih andal
adalah mengukur konstruk yang sangat jelas dan bahkan sempit.
Hal ini mungkin dalam beberapa kasus bertentangan dengan
validitas (apakah kita mengukur konsep kita terlalu sempit?).
Tentunya kita ingin mencoba dan membuat pengukuran yang bisa
diandalkan dan valid. Ingat, tidak banyak gunanya membuat
instrumen yang andal untuk mengukur sesuatu yang sebenarnya
tidak ingin kita ukur!
3. Generalisabilitas
Seperti yang kita lihat di Bab sebelumnya, kita sering harus
mengambil sampel populasi kita daripada mengukur populasi itu
145
sendiri. Kita kemudian akan melakukan riset dengan sampel kita. Ketika
kita melakukan ini, hasil yang kita temukan secara hanya berhubungan
dengan sampel itu. Biasanya, kita ingin menggeneralisasi temuan ke
populasi (Ary, Jacobs, Sorensen, & Razavieh, 2010). Ketika kita melihat
hubungan antara perilaku guru dan prestasi siswa, kita tidak hanya
ingin mengatakan sesuatu tentang apa yang 100 guru dalam sampel kita
lakukan yang mempengaruhi murid murid nya. Kita benar-benar ingin
mengatakan sesuatu tentang perilaku guru secara umum - dengan kata
lain, generalisasi ke populasi.
4. Probabilitas dan signifikansi statistic
Generalisasi untuk populasi bukanlah sesuatu yang kita bisa
secara otomatis lakukan. Kita melihat di Bab sebelumnya bahwa sampel
seringkali tidak sepenuhnya mewakili populasi. Hasil yang kita temukan
dalam sampel mungkin merupakan kebetulan sampel itu daripada yang
ada di dalam populasi. Misalnya, kita mungkin menemukan relasi antara
penggunaan sistem penghargaan oleh guru dan prestasi murid. Tapi jika
kita hanya mengamati sepuluh guru ini mungkin karena salah satu guru
yang sangat efektif dalam sampel kita kebetulan menggunakan sistem
penghargaan dalam pelajarannya.
146
http://www.worldcong2012.org/index_r1_c1.jpg
Oleh karena itu, kapan pun kita menemukan hubungan dalam
sampel, hubungan ini mungkin ada atau mungkin tidak ada dalam
populasi. Kita ingin dapat mengatakan dengan pasti kemungkinan
seberapa besar kemungkinan adanya hubungan dalam sampel kami jika
tidak ada dalam populasi. Sebagaimana pembahasan pada bab
sebelumnya tentang hipotesis.
Kita sampaikan bahwa ada dua kemungkinan hipotesis,
hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Dalam kasus ini, di mana kita
melihat hubungan antara penggunaan sistem penghargaan di kelas dan
kinerja murid di kelas itu, hipotesisnya mungkin sebagai berikut:
Hipotesis nolnya adalah: tidak ada relasi antara penggunaan
sistem penghargaan dan kinerja murid dalam populasi.
Hipotesis alternatifnya adalah: ada hubungan antara
penggunaan sistem penghargaan dan kinerja murid dalam
populasi.
Dalam penelitian, kita mengamati sampel sepuluh guru dan
mendapati hubungan di antara keduanya. Jika berdasarkan temuan ini,
147
kita menerima bahwa ada hubungan dalam populasi dan juga sampel,
dua situasi dapat terjadi:
1. Ada hubungan dalam populasi. Dalam hal ini kita telah benar
menolak hipotesis nol.
2. Tidak ada hubungan dalam populasi. Dalam hal ini kita telah
salah menolak hipotesis nol. Ini disebut kesalahan tipe I.
Berdasarkan temuan sebuah hubungan dalam sampel, kita
memutuskan bahwa tidak ada hubungan dalam populasi (karena
hubungan kita lemah, misalnya), dua situasi lagi dapat terjadi:
1. Memang tidak ada hubungan dalam populasi. Kita telah benar
menerima hipotesis nol.
2. Ada hubungan dalam populasi. Dalam hal ini kita telah salah
menolak hipotesis nol. Ini disebut kesalahan tipe II.
Jika digambarkan secara grafis, kemungkinan bisa terjadi seperti
yang dijelaskan pada Gambar 4.2.
Apa yang akan kita coba lakukan adalah meminimalkan
kemungkinan membuat kesalahan tipe I atau tipe II. Salah satu cara
untuk menyelesaikannya adalah dengan meningkatkan ukuran sampel
kita. Kita melihat bahwa kesalahan dapat terjadi pada sampel kecil
karena pengaruh sejumlah kasus kecil yang ekstrim (disebut outlier).
Semakin besar sampel kami, semakin tidak berpengaruh kasus yang
tidak biasa ini. Oleh karena itu sampel yang lebih besar akan
mengurangi peluang kita untuk membuat kesalahan tipe I dan tipe II.
“ IS THE BRIDGE
BETWEEN GOALS AND
ACCOMPLISHMENT” JIM ROHN
148
Situasi sesungguhnya (di
populasi)
H0 adalah
benar
H1 adalah
benar
Keputusan
Anda
H0
didukung
Tidak ada
kesalahan
Kesalahan tipe
II
(Berdasark
an H1
didukung
Kesalahan
tipe I
Tidak ada
kesalahan
sampel)
Gambar 4.2
Kesalahan tipe I dan II
Dengan ukuran sampel yang sama, bagaimanapun, kesempatan
kita untuk menyusun kesalahan tipe I atau tipe II berbanding terbalik:
semakin besar probabilitas kita membuat kesalahan tipe I, semakin kecil
probabilitas kita membuat kesalahan tipe II. Ada kaitan antara
keduanya.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Manakah dari dua jenis
kesalahan yang lebih penting - mana yang paling ingin kita minimkan?
Bayangkan sebuah situasi di mana kita telah mengembangkan metode
pengajaran baru dan ingin menguji apakah ini meningkatkan hasil
murid. Jika kita mengembangkan studi kuasi eksperimental dalam
sampel acak sekolah untuk menguji ini, hipotesis nol kita adalah:
metode pengajaran yang baru tidak memperbaiki prestasi. Hipotesis
alternatifnya adalah: metode pengajaran baru memperbaiki prestasi.
149
Jika, berdasarkan penelitian, kita menolak hipotesis nol, dua situasi
dapat terjadi:
1. Hipotesis alternatifnya benar pada populasi. Kami tidak
memiliki kesalahan.
2. Hipotesis nol benar pada populasi. Kami memiliki kesalahan tipe
I.
Jika kita memutuskan berdasarkan hasil sampel kita untuk
menerima hipotesis nol maka dua situasi berikut dapat terjadi:
1. Hipotesis nol benar pada populasi. Kita tidak memiliki
kesalahan.
2. Hipotesis alternatifnya benar pada populasi. Kita memiliki
kesalahan tipe II.
Apa akibat dari dua jenis kesalahan tersebut? Konsekuensi dari
kesalahan tipe II dalam kasus ini adalah bahwa kita akan memutuskan
untuk tidak menggunakan strategi pengajaran yang menjanjikan,
sehingga mengurangi kesempatan siswa. Konsekuensi dari membuat
kesalahan tipe I adalah bahwa kita akan mengubah metode pengajaran
kita dengan biaya dan usaha yang besar bagi guru dan sistem
pendidikan yang menyebabkan masalah bagi siswa tanpa manfaat yang
jelas. Bagian yang kedua ini umumnya dianggap lebih serius jadi yang
ingin kita lakukan adalah meminimalkan kesalahan tipe I. Alasan lain
adalah bahwa hipotesis alternatif biasanya menjadi kenyataan. Hal ini
akan membuat kita tergoda untuk menyimpulkan bahwa ada suatu
hubungan. Untuk menghentikan 'angan-angan' ini dari mendistorsi hasil
studi ilmiah, pendekatan konservatif, di mana tanggung jawabnya
menyangkal hipotesis nol (yang tidak kita inginkan) diperlukan. Dengan
demikian jelas bahwa memiliki kesalahan tipe II kecil kemungkinan,
karena itu sampel besar selalu dianjurkan.
Ini berarti bahwa sedapat mungkin kita akan mencoba
meminimalkan kemungkinan kita membuat kesalahan tipe I. Untuk
melakukan itu, kita harus bisa menghitung seberapa besar kesempatan
itu. Kesempatan itu diberikan oleh tingkat signifikansi, juga dikenal
150
sebagai koefisien alfa (kemungkinan membuat kesalahan tipe II dikenal
sebagai beta) atau nilai p (probabilitas).
Pada bagian akhir buku ini, kita akan terus menghitung nilai p
(atau alpha atau tingkat signifikan) dengan menggunakan tes
signifikansi. Hampir semua kasus menunjukkan kemungkinan
menyelesaikan kesalahan tipe I yang ingin kita simpan sekecil mungkin.
Tingkat signifikansi ini dapat bervariasi antara 0 dan 1. Semakin kecil
tingkat signifikansi, semakin kecil peluang untuk membuat kesalahan
tipe I. Ada sejumlah nilai standar yang umum digunakan sebagai poin
pemotong untuk tingkat signifikansi. Yang paling umum adalah tingkat
0,05. Bila kita mengatakan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, ini
berarti bahwa probabilitas kita akan menemukan nilai yang kita miliki
dalam sampel kita jika tidak ada hubungan dalam populasi kurang dari
5 persen. Dalam hal ini kita biasanya mengatakan bahwa temuan kita
signifikan. Kata signifikan itu memiliki arti berbeda dalam statistik
dibanding dalam kehidupan sehari-hari. Itu tidak berarti penting. Dalam
beberapa kasus, ketika kita memiliki sampel yang besar, kita akan
fungsikan titik potong 0,01 atau 0,001. Dalam kasus sebelumnya,
probabilitas untuk menemukan relasi antara dua variabel (misalnya
menggunakan sistem penghargaan dan prestasi) dalam sampel kita jika
tidak ada juga hubungan dalam populasi kita kurang dari 1 persen
bahkan kurang dari 0,01 persen. Jelas, titik-titik pemotong ini tidak
absolut oleh karena itu kita harus berhati-hati walaupun itu sering
terjadi pada penelitian kuantitatif.
Ada dua hal yang menentukan ukuran tingkat signifikansi kita:
Ukuran relasi atau perbedaan yang kita temukan dalam sampel;
dan
Ukuran sampel kita.
Yang terakhir ini penting untuk diingat, karena ini berarti
tingkat signifikansi p hanya memberi tahu kita kemungkinan bahwa
hubungan dalam sampel kita akan ada jika tidak ada hubungan dalam
populasi. Ini tidak memberi tahu kita seberapa kuat hubungan kita. Nilai
151
p yang lebih kecil tidak berarti kita memiliki hubungan yang lebih kuat,
karena hal itu dapat terjadi murni dari peningkatan ukuran sampel.
5. Tampilan alternatif: indeks ukuran efek
Baru-baru ini, telah terjadi kritik yang meningkat atas
penggunaan uji signifikansi dalam statistik terutama pada sejumlah
masalah dengan praktik pengujian signifikansi.
Salah satunya adalah penggunaan titik potong seperti <0,05 dan
memang dapat disimpulkan bahwa dalam banyak hal perbedaan antara
tingkat signifikansi 0,051 (tidak signifikan) dan 0,049 (signifikan)
secara harfiah dari beberapa responden. Ini harus membuat kita untuk
berhati-hati dalam menafsirkan hasil analisis semacam itu.
Kritik selanjutnya adalah kenyataan bahwa hipotesis nol seperti
di atas, hampir selalu ditafsirkan secara harfiah berarti perbedaan nol
atau tidak ada hubungan dalam populasi. Ada dua masalah disini. Salah
satunya adalah bahwa hubungan yang sangat kecil adalah persis 0.
Biasanya ada beberapa unsur relasi atau perbedaan yang ada (ini
dikenal sebagai 'universal crud factor'). Oleh karena itu, diberikan
sampel yang cukup besar, sebagian besar hubungan atau perbedaan
antara variabel yang kita pelajari akan signifikan secara statistik.
Namun, mungkin sangat kecil untuk mencapai semua maksud dan
tujuan yang sama sekali kurang penting. Misalnya, kita telah
mengembangkan metode pengajaran baru dan meningkatkan nilai tes
murid sebesar 0,01 persen, kita mungkin bertanya-tanya apakah perlu
mengejar nya. Namun jika kita mengambil sampel yang cukup besar
(katakanlah 100.000 murid,) mungkin kita menganggapnya signifikan
secara statistik dan beberapa peneliti mungkin menyimpulkan bahwa
hal itu penting dan perlu dilakukan. Masalah kedua adalah bahwa ketika
kita hampir selalu menguji hipotesis tanpa perbedaan (nol) dalam
banyak hal, ini mungkin menjadi hipotesis yang tidak masuk akal.
Misalnya kita ingin mempelajari kinerja siswa dengan kebutuhan
khusus dengan ukuran baca dibandingkan dengan siswa tanpa
kebutuhan khusus (Muijs, 2004). Semua penelitian sebelumnya
152
mengatakan bahwa mereka akan tampil kurang baik daripada siswa
dengan kebutuhan khusus. Karena itu mengapa tes ini lagi? Kita jauh
lebih mungkin ingin tahu apakah selisihnya lebih besar dari jumlah
tertentu. Ini bukan masalah dengan hipotesis seperti itu karena kita
telah melihat di Bab sebelumnya bahwa kita dapat mengembangkan
hipotesis yang berkisar pada nilai tertentu dan bukan hanya hubungan
versus tanpa hubungan. Namun, kebanyakan tes statistik yang tersedia
dalam paket statistik (seperti SPSS) hanya menguji hipotesis nol.
Sejumlah perbaikan telah diajukan untuk masalah ini. Beberapa
penulis menganjurkan untuk tidak menggunakan tes signifikansi sama
sekali. Mereka mengklaim bahwa penggunaan tes signifikansi
menghambat pengembangan sosial sains dan harus diganti dengan
interval kepercayaan dan ukuran efek. Penghapusan total pengujian
signifikansi tetap merupakan pandangan minoritas dan kebanyakan
peneliti masih menggunakan pengujian signifikan. Argumen kontra
terhadap pandangan abolisionis tetap ada bahwa kita harus bagaimana
memutuskan apakah parameter sampel kita yang akan mengandung
kesalahan pengukuran, tidak biasa kita katakan bahwa kemungkinan
besar berasal dari perbedaan populasi yang sebenarnya (Muijs, 2004).
Kebanyakan peneliti sekarang mengakui bahwa tes signifikansi
memiliki masalah signifikan yang terkait dengannya dan seharusnya
tidak menjadi satu-satunya ukuran yang kita gunakan.
-Gautama Buddha
153
Dua tindakan tambahan utama diperlukan: satu adalah
penggantian uji signifikansi dengan interval kepercayaan. Interval
kepercayaan memberi kita batas yang lebih tinggi dan lebih rendah
antara nilai (hubungan, perbedaan, mean, ...) dapat berfluktuasi,
mengingat bahwa kita tidak pernah dapat yakin berapa nilai sebenarnya
dari populasi. Kita dapat mengatakan dengan tingkat probabilitas yang
telah ditentukan (misalnya 95 persen) yang memberi nilai yang telah
kita temukan, nilai dalam populasi cenderung bervariasi antara nilai
minimum dan maksimum. Sebagai contoh, kita bisa menemukan mean
76, dan interval kepercayaan 95 persen antara 72,5 dan 80,5. Ini berarti
bahwa sementara dalam sampel kita meannya adalah 76, dalam
populasi dapat berkisar antara 72,5 dan 80,5 dengan probabilitas 95
persen. Jika kita memiliki tingkat probabilitas yang lebih ketat (misalnya
99 persen), perkiraan kita mungkin bervariasi antara 65 dan 86. Juga,
jika kita memiliki sampel yang lebih besar, interval kepercayaan kita
akan lebih sempit. Oleh karena itu, interval kepercayaan memberi
indikasi berapa banyak ketidakpastian yang ada dalam perkiraan kita
tentang nilai sebenarnya. Semakin sempit interval, semakin tepat
perkiraan kita. Pada interval kepercayaan saat ini bukan sebagai aturan
yang dihasilkan dalam luaran sebagian besar prosedur dalam paket
perangkat lunak statistik dan karena alasan itu tidak sering digunakan.
Ukuran lain yang semakin banyak digunakan adalah ukuran
efek. Telah kita sebutkan di atas bahwa tingkat signifikansi tidak
memberi tahu kita seberapa kuat hubungan, efek, atau perbedaan kita
karena ini sebagian besar ditentukan oleh ukuran sampel. Indeks
ukuran efek telah memecahkan masalah ini dengan memberi kita
ukuran kekuatan perbedaan atau hubungan kita yang kemudian dapat
dibandingkan dengan hasil dari penelitian lain. Ini akan memungkinkan
kita misalnya untuk mengatakan apakah strategi pengajaran baru kita
lebih berpengaruh pada hasil murid daripada metode saingan. Jelas
bahwa penggunaan ukuran efek memberi kita informasi penting saat
melakukan analisis statistik.
Ada satu pendekatan penting yaitu harus hati-hati dalam
memperlakukan langkah-langkah penting dan memerhatikannya
154
bersamaan dengan ukuran sampel dan tindakan lainnya daripada
menentukan dan mendewakan titik potong. Dalam buku ini kita akan
menyajikan kedua ukuran signifikansi dan ukuran ukuran efek setiap
kali kita melakukan tes apapun. Hal ini sebagian karena kita yakin kedua
tindakan tersebut memberi kita informasi yang berguna secara
pragmatis. Ini adalah langkah-langkah yang mungkin akan kita perlukan
saat kita melakukan analisis statistik.
Hal-hal Penting
1. Tingkat signifikansi ditentukan baik oleh ukuran hubungan atau
perbedaan dan dengan ukuran sampel. Hasil yang sangat
signifikan mungkin berarti kita memiliki sampel yang besar.
2. Tingkat signifikansi atau ukuran efek memberi tahu kita apakah
temuan kita penting. Ini akan ditentukan oleh nilai praktis atau
nilai penelitian dan pengembangan teori. Ukuran efeknya bisa
memberi tahu kita apakah perbedaan atau hubungan yang kita
temukan kuat atau lemah.
3. Membangun validitas mengacu pada kasus di mana kita memiliki
beberapa subskala dalam penelitian dan memungkinkan kita
untuk melihat apakah struktur hipotesis kita bisa bekerja.
Keandalan konsistensi internal terlihat pada setiap subskala atau
skala secara terpisah dan menentukan apakah item yang
membentuk subskala tersebut mengukur hal yang sama.
4. Yang dimaksud tingkat signifikansi adalah bahwa suatu hasil
(hubungan atau perbedaan) ukuran yang kita temukan dalam
sampel memiliki probabilitas rendah jika terjadi jika tidak ada
hubungan dalam populasi. Namun, masih ada probabilitas (5
persen, jika kita menggunakan tingkat signifikansi 0,05, misalnya),
bahwa temuan kita bisa jadi sampel. Tingkat probabilitas ini hanya
berlaku jika kita memiliki sampel secara acak.
155
6. Ringkasan
Dalam bab ini kita telah melihat sejumlah konsep kunci dalam
metode kuantitatif: validitas, reliabilitas dan generalisabilitas.
Keabsahan pada dasarnya menyangkut apakah kita mengukur apa yang
ingin kita ukur dan mungkin merupakan satu-satunya aspek
pengukuran yang paling penting. Ada tiga jenis validitas utama: validitas
konten, validitas kriteria dan validitas konstruk. Validitas isi mengacu
pada isi konten manifes atau tidak (misalnya item dari tes atau
pertanyaan kuesioner) adalah hak untuk mengukur konsep laten (harga
diri, prestasi, sikap, ...) yang Anda coba mengukur. Validitas isi jelas
terkait dengan pengetahuan (teoritis) Anda tentang area ini namun
dapat ditingkatkan dengan meminta pakar dan responden mengenai
pandangan mereka tentang isi instrumen. Instrumen Anda secara
teoritis juga bisa diperkirakan atau diperkirakan terkait dengan
tindakan lainnya. Jika Anda mengumpulkan informasi tentang tindakan
lain ini, Anda dapat menentukannya. Ini adalah kriteria validitas.
-MAHATMA GANDHI
156
Akhirnya, Anda bisa merancang instrumen Anda sehingga mengandung
beberapa faktor, bukan hanya satu. Sejauh mana data tersebut sesuai
dengan teori yang disebut validitas konstruk.
Keandalan mengacu pada sejauh mana nilai tes bebas dari
kesalahan pengukuran. Ada dua jenis reliabilitas: ukuran berulang atau
reliabilitas uji coba adalah apakah instrumen yang kita gunakan dapat
diandalkan untuk memberi kita hasil yang serupa jika digunakan
dengan responden yang sama setelah jangka waktu yang singkat.
Konsistensi internal berkaitan dengan apakah semua item menilai
konstruk yang sama. Dalam penelitian kuantitatif kita sering ingin
menggeneralisasi dari sampel kita ke populasi. Bila kita menemukan
hubungan atau perbedaan tertentu dalam sampel kita, kita ingin
mengetahui apakah ini karena ada perbedaan dalam populasi, atau
apakah ini adalah kebetulan atau kekhasan sampel kita. Kita tidak akan
pernah 100 persen yakin akan hal ini tapi kita bisa menghitung
probabilitas bahwa hubungan kita akan terjadi jika tidak ada perbedaan
dalam populasi. Bila probabilitas ini kurang dari 0,05 (5 persen), kita
mengatakan bahwa temuan tersebut signifikan secara statistik. Konsep
pengujian signifikanan telah mendapat kritik yang meningkat baru-baru
ini. Poin-poin pemotong dipandang sewenang-wenang, ketergantungan
pada hipotesis tidak ada perbedaan dalam populasi tidak realistis dan
kurangnya informasi mengenai kekuatan efeknya tidak membantu.
Untuk alasan ini, banyak peneliti menyarankan untuk mengganti atau
melengkapi perkiraan tingkat signifikansi dengan interval kepercayaan
dan ukuran ukuran efek.
7. Pertanyaan untuk latihan
1. Apa yang bisa Anda lakukan untuk membuat instrumen Anda
lebih valid?
2. Apa pendapat Anda tentang ukuran efek vs. uji signifikansi:
haruskah kita bertahan dengan tingkat signifikansi atau
menggantinya dengan indeks ukuran efek dan interval
kepercayaan?
157
3. Bagaimana Anda menghitung apakah tes Anda dapat diandalkan
atau tidak?
4. Apakah menurut Anda tes yang lebih andal secara otomatis lebih
valid?
5. Jenis kesalahan apa yang bisa Anda buat saat menerima
hipotesis alternatif?
6. Bagaimana Anda bisa membuat instrumen Anda lebih dapat
diandalkan?
158
Bibliography Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ary, D., Jacobs, C. L., Sorensen, C., & Razavieh, A. (2010). Introduction to
Research in Education. Belmont - USA: Wadsworth, Cengage Learning.
ASA. (1998). http://www.parkdatabase.org/files/documents/1999_ASA-What-is-
a-margin-of-error_ASA.pdf. Retrieved october wednesday, 2017, from
http://www.pardatabase.org.
Best, J. W., & Kahn, J. V. (1998). Research In Education. Boston: Allyn & Bacon, A
Viacom Company.
Boutellier, R., Gassmann, O., Raeder, S., & Zeschky, M. (2013). How do qualitative
and kuantitatif research differ? Zurich, Switzerland : Department of
Management, Technology, and Economics.
Brata, S. S. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Budiwaskito, R. (2010). http://informatika.stei.itb.ac.id/-
rinaldi.munir/Probstat/2010-
2011/Makalah2010/MakalahProbstat2010-001.pdf. Retrieved october
wednesday, 2017, from http://informatika.stei.itb.ac.id.
Butler, C. (1985). Statistiks in Linguistics. West Sussex: Basil Blackwell Ltd.
Fahrizah, M. (2014). Pengaruh Media Penggunaan Gambar dalam pembelajaran
Puisi pada kelas V SD Azahra Pondok Petir Sawangan Depok Tahun
Pelajarn 2013/2014. Jakarta: Unpublished Thesis Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sraif Hidayatullah .
Gall, B. &. (2003). Educational Research. New York: Longman Inc.
Little, T. D. (2013). The Oxford Handbook of Kuantitatif Methods. New York:
Oxford University Press.
Muijs, D. (2004). Doing Kuantitatif Research in Education. California: SAGE
Publications Ltd.
Rodliyah, R. S., Imperiani, E., & Amalia, L. L. (2014). Portraying Indonesian
tertiary students’ attitudes towards the use of local and target culture
reading texts in English reading classes. bahasa & sastra, 14(1), 109-
120.
Ross, S. M., & Morrison, G. (n.d.). Retrieved August 16, 2017, from
http://www.aect.org/edtech/ed1/38.pdf.:
www.aect.org/edtech/ed1/38.pdf
159
SPSS Indonesia, Olah Data dengan SPSS. (n.d.). Retrieved Agustus 18, 2017, from
http://www.spssindonesia.com/
Sugiono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfa Beta, cet.20.
Sumardi. (n.d.). Retrieved Agustus 17, 2017, from
https://askapep13.files.wordpress.com/2013/06/askapep13-analisis-
kuisioner.pdf:
https://askapep13.files.wordpress.com/2013/06/askapep13-analisis-
kuisioner.pdf
Sundari, H., & Dasmo. (2014). THE EFFECT OF SPEAKING SELF-EFFICACY AND
GENDER. bahasa & sastra, 14(2), 205-217.
Tjokrosujoso, H. (1995). Analisis data penelitian. Malang: Proyek OPF IKIP
Malang.