Suppo

26
KELOMPOK 10 Disusun Oleh : 122210101022 Farichatul Izzah 122210101042 Mia Riswani 122210101066 Rani Firda N I A 122210101090 I Kadek Arya Pradnyana 1222101010114 Baiq Wahyudyati Karnia Qisti PROSEDUR EVALUASI FISIK SEDIAAN SUPPOSITORIA Tugas Makalah Teknologi Likuida – FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014 Dosen : Budipratiwi W., S.Farm., Apt.,

description

cghchj

Transcript of Suppo

KELOMPOK 10

Disusun Oleh :

122210101022 Farichatul Izzah122210101042 Mia Riswani122210101066 Rani Firda N I A122210101090 I Kadek Arya Pradnyana

1222101010114 Baiq Wahyudyati Karnia Qisti

PROSEDUR EVALUASI FISIKSEDIAAN SUPPOSITORIA

Tugas Makalah Teknologi Likuida – Semi

Solida

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Dosen : Budipratiwi W., S.Farm., Apt., M.Farm.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara

memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, di mana akan melebur, melunak

atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 1989). Suppositoria

adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,

vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh.

Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai

pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang

umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati

terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan esterasam lemak polietilen glikol

(Depkes RI, 1995).

Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat terapeutiknya.

Lemak coklat capat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan

tubuh, sehingga menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang

diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai dengan beberapa antiseptik,

namun bahan dasar ini sangat lambat larut sehingga menghambat pelepasan zat yang

dikandungnya. Bahan pembawa berminyak, seperti lemak coklat, jarang digunakan

dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap. Sedangkan

gelatin jarang digunakan dalam penggunaan melalui rektal karena disolusinya lambat

(Depkes RI, 1995).

Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa dan 2 gr

untuk anak. Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang sejuk dalam wadah

tertutup rapat. Bentuknya yang seperti torpedo memberikan keuntungan untuk

memudahkan proses masuknya obat dalam anus. Bila bagian yang besar telah masuk

dalam anus, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya (Anief, 2007).

Penggunaan bentuk sediaan supositoria yang berefek sistemik memberikan

banyak keuntungan antara lain obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa

menimbulkan rasa, obat yang dirusak dalam sirkulasi fortal, dapat tidak melewati hati

setelah absorpsi pada rektum, sesuai untuk pasien dewasa dan anak-anak yang tidak

dapat menelan obat, efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah (Ansel, 1989).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja evaluasi yang dapat digunakan untuk pengujian fisik sediaan

suppositoria?

2. Bagaimana cara kerja masing-masing alat pengujian fisik sediaan suppositoria?

3. Bagaimana rentang hasil uji fisik pada sediaan suppositoria yang dikategorikan

baik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui evaluasi yang dapat digunakan untuk pengujian fisik

sediaan suppositoria.

2. cara kerja masing-masing alat pengujian fisik sediaan suppositoria

3. Untuk mengetahui rentang hasil uji fisik pada sediaan suppositoria yang

dikategorikan baik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Uji Organoleptis (Appearance)

Uji organoleptis dilakukan dengan melihat suppo dengan menggunakan panca

indra. Untuk melihat warna, bau, dan bentuk dari suppositoria. Tes ini lebih ditekankan

pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara longitudinal

kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus

nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk

mengevaluasi ketidakadaan meliputi :

celah

lubang

eksudasi

pengembangan lemak

migrasi senyawa aktif (Herbert A. Lieberman, 1989, hal. 552)

Bentuk suppositoria perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti

sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira

bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena

akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria.

Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.

2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui bahan aktif tercampur rata dengan

bahan dasar suppositoria atau tidak, jika tidak tercampur maka akan mempengaruhi

proses absorbsi dalam tubuh.

Cara kerja uji homogenitas :

Diambil tiga 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri).

Masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah

mikroskop.

Cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.

Hasil pada uji homogenitas yang baik yaitu zat aktif harus tersebar merata

(homogen) pada sediaan suppositoria.

Gambar 1. Alat Uji Homogenitas

2.3 Uji Keseragaman Bobot

Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan

sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat, karena keseragaman bobot

dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing

suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.

Keseragaman bobot juga akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena

dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur.

Gambar 2. Timbangan analitik untuk uji keseragaman bobot

Cara kerja uji keseragaman bobot :

Suppositoria ditimbang sebanyak 20 buah, diambil secara acak.

Lalu ditentukan bobot rata-ratanya.

Hasil dari uji keseragamn bobot tidak boleh lebih dari 2 suppositoria yang

masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang

ditetapkan kolom A (5%) dan tidak satu suppositoria pun yang bobotnya menyimpang

dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan di kolom B (10%) (Anonim,

1979). Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan,

dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50%

atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan

metode keseragaman kandungan (BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal.

999).

Supositoria dapat membebani keseimbangan otomatis, memperoleh berat 10

supositoria. Jika berat ditemukan terlalu kecil, disarankan untuk memeriksa apakah

cetakan diisi dengan baik dan apakah ada rongga aksial atau gelembung udara yang

disebabkan oleh buruk disesuaikan pengadukan mekanik atau adanya surfaktan yang

tidak diinginkan. Hal ini juga penting untuk memeriksa bahwa batch supositoria

homogen. Jika berat ditemukan terlalu tinggi, periksa menggores yang telah dilakukan

dengan benar, dan juga bahwa campuran homogen. Terakhir, berat badan bisa

berkurang selama penuaan ketika supositoria mengandung zat volatil, terutama jika

kemasan tidak kedap udara.

2.4 Uji Kekerasan

Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan

supositoria. Supositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur

yang berbeda pula (Coben dan Lieberman, 1994).

Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap

pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu

massa atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula

berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu

hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.

Gambar 3. Alat Uji Kekerasan Supositoria

Cara kerja uji kekerasan :

Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding

rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan.

Air pada 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut

Suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng

dimana suatu batang dilekatkan.

Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban

digunakan.

Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar.

Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana

suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan

karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut.

Percobaan tersebut dilakukan untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3

kali. Waktu dan beban yang diperlukan dicatat seehingga masing-masing

suppositoria hancur.

Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang

beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang

disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman,

dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien.

Pembacaan beban sebagai berikut :

Antara 0 – 20 detik : beban tambahan dianggap tidak ada

Antara 21 – 40 detik : beban tambahan dihitung setengahnya yaitu 100 gram

Antara 41 – 60 detik : beban tambahn dihitung penuh 200 gram

Hasil untuk uji kekerasan yang baik pada sediaan suppositoria yaitu apabila

sediaan suppositoria tahan bila ditambah beban 200 gram. Hal-hal yang perlu

diperhatikan:

Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir

maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.

Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian

lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya

setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.

Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah

pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan

ke dalam perhitungan.

Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu

sediaan sebelum setiap pengukuran (BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal.

586-587).

2.5 Kerapuhan

Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang

menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas.

Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui

bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,

kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari

atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.

2.6 Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria

2.6.1 Uji Kisaran Leleh

Uji kisaran leleh juga disebut uji kisaran leleh makro. Uji kisaran meleleh makro

adalah suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila

dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap 370C (Coben dan Lieberman,

1994). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam

pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur

kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP.

Rentang leleh atau zona leleh biasanya lebih sering digunakan daripada titik

leleh. Beberapa basis suppositoria adalah campuran, maka tidak memiliki titik lilih yang

selalu sama. Kecepatan pelepasan suppositoria berhubungan dengan titik lelehnya,

maka uji evaluasi titik leleh yang digunakan adalah metode yang tidak destruktif. Pada

umumnya, titik leleh suppositoria adalah sama dengan 37oC atau kurang dari suhu

tersebut.

Gambar 4. Open capillary apparatus for meting point determination

Gambar 5. U- Tube

apparatus for meting point determination

Evaluasi digunakan menggunakan tube kapiler U, penggunaan metode ini

memberikan hasil yang baik untuk control bahan tambahan dan konsistensi untuk

suppositoria mengandung bahan aktif terlarut. Metode ini tidak cocok untuk

suppositoria yang mengandung banyak bahan padatan (serbuk), yang menghalangi

minyak untuk berjalan didalam tube untuk penentuan titik leleh akhir.

Titik leleh juga dapat ditentukan dengan menempatkan kabel berdiameter kecil

ke dalam catakan berisi lelehan suppositoria sebelum dipadatkan. Lelehan tadi direndam

dalam air yang terhubung dengan kabel dan temperature cairan dinaikkan perlahan (1oC

setiap 2-3 menit) sampai suppositoria keluar dari kabel; saat itulah titik leleh dari

suppositoria.

Cara kerja uji kisaran leleh :

Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penanggas air yang konstan dan

waktu yang diperlukan untuk meleleh sempura atau menyebar dalam air

sekitarnya diukur (Leon Lachman, 1990, hal. 586).

Hasil dari uji kisaran leleh yang baik adalah suppositoria dengan basis tidak

larut air (lipofilik) meleleh dalam waktu tidak lebih dari 30 menit sedangkan

suppositoria dengan basis larut dalam air tidak lebih dalam waktu 60 menit. Dalam

kedua hal tersebut bahan obat dapat tertinggal dalam bentuk tidak melarut atau tidak

melebur.

Uji Waktu Leleh Suppositoria

1. Metode Krowczynski

Metode adalah metode yang paling sering digunakan. Metode ini mengukur

waktu yang dibutuhkan suppositoria untuk meleleh dibawah tekanan, sama

seperti kondisi rectum yaitu sekitar 30 g dan air suhu 37oC. Secara umum,

pelehan akan terjadi tidak lebih dari 30 menit.

Gambar 6. Liquefaction time apparatus

Petunjuk Penggunaan :

- Sesuaikan suhu pada sirkulasi water bath menjadi 37oC

- Tuang sekitar 5 ml air ke dalam tube sampai tube terisi sebatas bagian yang

sempit dibagian bawah

- Setelah 5 menit, masukkan suppositoria dengan ujung menghadap kebawah

gelas tube, masukkan stem gelas sampai menyentuh suppositoria. Nayalakan

timer.

- Tandai waktu yang dibutuhkan pada tanda digelas stem untuk turun dan sejajar

dengan tepi atas tube

- Ulangi tahap untuk 2 supposirtoria

- Apabila beda diantara 3 pengukuran menunjukkan angka >105 detik, mulai

lagi dengan 2 suppositoria (total 5 suppo)

- Tentukan waktu rata-rata untuk pelelehan

2. Metode dengan Cellophane Bag

Petunjuk penggunaan :

- Tube diletakkan dimasing-masing ujung silinder dan diamankan dengan karet

- Tube ditempelkan untuk dapat mengalirkan air hangat untuk bersirkulasi

mempertahankan suhu

- Saat temperature yang diinginkan dicapai, suppositoria diletakkan pada tube

dialysis dan waktu pelelehan diukur. (Alat ini juga dapat digunakan untuk

mengukur titik leleh suppo berbasis larut maupun tidak larut air)

Gambar 7. Liquefaction time apparatus using celophane bag

2.6.2 Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal

Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rectal untuk mencair

dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo.

Cara kerja uji pencairan :

Suppositoria dimasukan dalam sangkar berbentuk spiral gelas, sangkar spiral

tersebut dimasukan pada pipa penguji lalu ditempatkan dalam sebuah mantel

gelas yang dialiri air bersuhu tetap 37ºC.

Melalaui sebuah pipa kecil gelas, yang sekaligus mencegah jatuhnya

suppositoria dari dalam sangkar, air masuk ke dalam pipa penguji.

Pada saat suppositoria melebur, tetesan-tetesan akan berkumpul dalam bagian

yang sempit dari pipa penguji.

Proses dihitung dari suppositoria mulai dimasukan ke dalam mantel gelas yang

dialiri air bersuhu tetap sampai melebur tanpa sisa sehingga secara total telah

meninggalkan sangkarnya.

Perhitungan waktu manual menggunakan stop watch.

2.6.3 Pelelehan dan Pemadatan

Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu

melelehnya. Untuk mendapatkan efek terapetik yang ideal dari sediaan ini maka

pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor dalam pembuatan sediaan, pada saat

pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas optimum dari

sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:

tabung kapiler terbuka

tabung U

titik jatuh (Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555).

2.7 Uji Waktu Larut

Pada melarutnya supositoria, tetesan-tetesan kecil berkumpul dalam bagian

berskala yang sempit dari pipa penguji, sehingga waktu jalannya peristiwa melarut

dapat ditentukan. Penentuan waktu larut itu dilakukan dengan mencatat waktu, dimana

supositoria larut sampai tanpa sisa dan meninggalkan tempatnya (Voigt, 1971).

2.8 Uji Displacement Value

Pengujian displacement value dilakukan dengan penimbangan bobot

suppositoria pada timbangan analitik Sartorius BP 10 dengan dan tanpa bahan aktif

sesuai menggunakan perbandingan bobot obat dalam suppositoria dengan bobot basis

yang tergantikan oleh bahan aktif. Perhitungan displacement value dengan metode

Moody dilakukan dengan perbandingan bobot bahan aktif dalam suppsositoria dengan

bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif. Untuk memperoleh hasil perlu dilakukan

pengukuran bobot rata-rata suppositoria tanpa bahan aktif, bobot rata-rata suppositoria

dengan bahan aktif, bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif dan besarnya 1g basis

yang tergantikan oleh bahan aktif yang menggambarkan nilai displacement value

(Alasen Sembiring, 2013).

Displacement Value= Bobot obat dalam suppositoriaBobot basis yang tergantikanolehbahan aktif

2.9 Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut

dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di

set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG

1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika

melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan

dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air dikarenakan sebagian besar tubuh

manusia mengandung cairan.

Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk

pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini

sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat,

kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter

dengan suhu 36-37oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat

tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :

a. Terlarut sempurna

b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan

air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau

terlarut (komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.

c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi

komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan

terhadap tekanan dari pengaduk kaca.

Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak

dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain

(BP2002, A237, FI IV hal 1087-1088).

2.10 Keseragaman Kandungan

Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu.

Kecuali dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari

yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.

Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-

125,0% dari yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari

6,0%, atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan.

Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang

85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang

75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan

sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI IV hal 999-1000)

2.11 Uji Penetrasi Suppositoria

Uji ini digunakan untuk mengetahui temperature dimana suppositoria menjadi

cukup lunak untuk penetrasi.

Petunjuk penggunaan :

- Suhu disesuaikan untuk pengujian, biasanya 37oC

- Suppo diletakkan dalam alat dan batang penetrasi secara perlahan dipindahkan

ke tempatnya

- Alat penyangga suppositoria dan batang penetrasi direndahkan sampai suhu

konstan dan stopwatch dimulai

- Saat batang penetrasi jatuh melalu suppo yang melembek, waktu dicatat

Gambar 8. Suppository

penetration apparatus

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tentang uji evaluasi fisik suppositoria, dapat

disimpulkan bahwa pada sediaan suppositoria dapat dilakukan uji evaluasi secara fisik

yaitu meliputi :

1. Uji Organoleptis (Appearance)

2. Uji Homogenitas

3. Uji Keseragaman Bobot

4. Uji Kekerasan

5. Kerapuhan

6. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria

a. Uji Kisaran Leleh

b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal

c. Pelelehan dan Pemadatan

7. Uji Waktu Larut

8. Uji Displacement Value

9. Uji Waktu Hancur (Disintegrasi)

10. Keseragaman Kandungan

11. Uji Penetrasi Suppositoria

DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY Alasen Sembiring Milala, d. 2013. Karakteristik Fisik dan Displacement Value

Suppositoria Neomisin Sulfat berbasi PEG. Jurnal Farmasi Indonesia Vol 6 Nomer 3, 172 -

176.

Anief, Moh. 2007. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press.

British Pharmacopoeia Commission. 2002. British Pharmacopoeia. Volume I. London:

The Stationary Office. p1153-1154.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Lachman, Leon, Liebermen Hebert A., Kanig Joseph L., 1970.The theory and Practice

of Pharmacy, Philadelphia: Lea and Febriger

Libermann, Herbert A., Martin M. R., Gilber S., 1989. Pharmaceutical Dossage Form

Disperse SystemVol II. New York : Macel Dekker Inc. P.399.

Voigt, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani

Noeron edisi 5. Yogyakarta: UGM Press.