SUPLEMENTASI - · PDF fileSalah satu kelemahan peternak kelinci sampai saat ini adalah ......
Transcript of SUPLEMENTASI - · PDF fileSalah satu kelemahan peternak kelinci sampai saat ini adalah ......
1
SUPLEMENTASI MULTI NUTRIENT BLOCK TERHADAP
PRODUKTIVITAS KELINCI BETINA LOKAL (Lepus nigricollis)
Puger, A.W., I M. Nuriyasa Dan E. Puspany Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan produktivitas ternak kelinci dapat dilakukan dengan memberikan suplementasi Mineral
Nutrient Block (MNB). Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rangcangan Acak Kelompok
(RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah pakan kontrol (rumput lapangan)
dengan kandungan energi termetabolis 1830 kkal/kg dan CP:9,1% (R0), ransum kontrol yang
disuplementasi MNB 15 g/ekor/h (R1), ransum kontrol yang disuplementasi MNB 30 g/ekor/h (R2),
ransum kontrol yang disuplementasi MNB 45 g/ekor/h (R3). Rumput lapangan diberikan secara ad
libitum dalam bentuk segar dan dipotong-potong dengan panjang 5 cm. Performans (bobot) kaskas
kelinci perlakuan R3 tertinggi yaitu 1054,5 g dan nyata lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan lainnya.
Persentase karkas semakin tinggi dengan meningkatnya suplementasi MNB (P<0,05). Potongan
komersial karkas tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) baik kaki depan, kaki belakang, dada dan
leher, pinggang maupun punggung. Komponen daging tertinggi pada R3 (P>0,05) dengan terendah pada
komposisi tulang dan komponen lemak tidak terjadi perbedaan antara perlakuan (P>0,05). Dapat
disimpulkan produktivitas (bobot) karkas dan komponen karkas (daging) kelinci yang diberi pakan dasar
rumput lapangan dengan suplementasi MNB 45 g/hari lebih tinggi daripada suplementasi 30 g/hari, 15
g/hari atau tanpa suplementasi MNB.
Kata Kunci : Kelinci betina lokal, MNB, produktivitas
SUPPLEMENTATION MULTI NUTRIENT BLOCK ON THE
PRODUCTIVITY OF FEMALE LOCAL RABBIT (Lepus nigricollis)
ABSTRACT
Increased productivity of rabbits can be done by providing Mineral Nutrient Block (MNB)
supplementation. The experiment was conducted using Completely Randomized Block Design (CRBD)
with five replications. The treatments were control diet (grass field) with metabolic energy content 1830
kcal/kg and CP: 9.1% (R0), control diet supplemented MNB 15 g/head/day (R1), control diet
supplemented MNB 30 g/head/day (R2), control diet supplemented MNB 45 g/head/day (R3). Grass
field provided ad libitum in the fresh form and cut into 5 cm along. Performance (carcass weight) in R3
treatment was 1054.5 g and was significantly higher (P <0.05) than the other treatments. Carcass
percentage to be higher on R3 with the increased MNB supplementation (P <0.05). Carcass commercial
cuts no significant differences (P> 0.05) for both front legs, hind legs, chest and neck, waist and back.
Meat components was highest in R3 (P> 0.05) with the lowest on the composition of bones and fat
components no differences between treatments (P> 0.05). It can be concluded that productivity
(carcasses weight) and carcass parts (meat) rabbits fed a basic grass field with supplementation MNB 45
g / day higher than supplementation with 30 g / day, 15 g / day or without supplementation MNB.
Keywords: local female rabbit, MNB, grass field, productivity
1. PENDAHULUAN
Peternakan kelinci sudah membudaya di masyarakat pedesaan, namun jumlah peternak
dan populasi ternak kelinci masih sangat rendah. Dilihat dari potensi, kelinci sangat potensial
dikembangkan sebagai penghasil daging berkualitas dengan waktu lebih cepat dibandingkan
dengan ruminansia besar (sapi). Modal usaha lebih kecil dan lahan yang diperlukan juga tidak
seluas yang diperlukan ternak ruminansia. McNitt et al. (1996) menyatakan bahwa
pemeliharaan ternak kelinci relatif mudah dan murah, sehingga dapat dipelihara baik pada
skala kecil di rumah tangga maupun skala besar di peternakan. Potensi tersebut saat ini mulai
2
dimanfaatkan di beberapa negara berkembang karena pemeliharaan kelinci tidak memerlukan
lahan yang luas. Schiere (1999) menyatakan bahwa pengembangan peternakan kelinci memberi
peluang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat karena ternak kelinci
memiliki beberapa kelebihan di antaranya menghasilkan daging berkualitas tinggi, dapat
memanfaatkan limbah pertanian dan limbah dapur sebagai bahan pakan, juga selain produk
utama berupa daging, hasil sampingannya kulit beserta bulu, kepala, kaki, ekor, urin serta feses
dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Salah satu kelemahan peternak kelinci sampai saat ini adalah pengetahuan tentang
kualitas pakan masih sangat rendah terutama pemahaman tentang kebutuhan protein, energi
dan mineral. Menurut de Blass dan Wiseman (1998) protein, karbohidrat, lemak, mineral,
vitamin dan air merupakan nutrien yang sangat diperlukan oleh ternak kelinci. Xiccato et al.
(1999) menyatakan keseimbangan nutrien dalam ransum sangat menentukan produktivitas
ternak kelinci. McNitt et al. (1996) menyatakan sumber karbohidrat yang terpenting pada
ternak kelinci adalah pati dan selulosa. Selulosa merupakan serat pada dinding sel tanaman.
Ternak kelinci sanggup mencerna serat kerena mempunyai bakteri selulolitik pada sekum dan
kolon. Kebutuhan minimal serat kasar pada ransum kelinci pertumbuhan adalah 14%. Prasad
et al. (1996) menyatakan kandungan serat kasar pada ransum bepengaruh terhadap kecernaan
bahan kering ransum. Makin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum maka kecernaan
bahan kering makin rendah. Xiangmei (2008) menyatakan penurunan Acid Detergent Fiber
(ADF) dari 19% menjadi 15% pada ternak kelinci pertumbuhan menyebabkan mortalitas
meningkat dari 18% menjadi 28%. Kelinci memerlukan nutrien berupa karbohidrat, protein,
lemak, mineral, vitamin dan air (de Blass dan Wiseman, 1998). Menurut McNitt et al. (1996)
kebutuhan energi pada ternak kelinci dapat pula dinyatakan dalam DE disamping ada pula
beberapa peneliti memakai dasar perhitungan ME. Parigi Bini dan Xiccato (1998) menyatakan
bahwa dasar perhitungan kebutuhan energi ternak kelinci dalam bentuk ME dapat dicari
dengan mengalikan DE dengan bilangan konstanta (k). Beberapa peneliti mendapatkan nilai k
yang sama yaitu 0,95 diantaranya oleh Parigi Bini dan Xiccato (1998); Partridge et al. (1989);
Xiccato et al. (1999).
Menurut Praga (1998) hanya sebagian kecil protein dapat dicerna dalam sekum dan
kolon karena sebagian besar sudah tercerna dalam usus halus. Amonia adalah hasil akhir
metabolisme N dan merupakan sumber utama sintesis mikroorganisme dalam sekum dan
kolon
Suttle (2010) menyatakan bahwa mineral merupakan nutrien yang diperlukan dalam
jumlah sedikit namun mempunyai peranan penting dalam metabolisme ternak. Mineral
berperanan dalam hal: (1) sebagai pembentukan organ tubuh, (2) fungsi fisiologis, (3) fungsi
katalisator enzim dan (4) berperanan dalam replikasi dan pemecahan sel. Adu et al. (2009)
menyatakan bahwa suplementasi mineral Rare Earth Element (REE) yang mengandung
mineral lanthanum oxide sampai 400 ppm dapat meningkatkan berat badan akhir, pertambahan
berat badan dan efisiensi penggunaan ransum. Suplementasi mineral REE tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan haemoglobin, eritrosit dan leukosit darah.
Kelinci menghasilkan daging dengan protein tinggi dan rendah kolesterol biasanya
menjadi prioritas pemilihan. USDA (2009) menyatakan daging kelinci mengandung protein
20,8%, lemak 10,2% dan energi termetabolis 795 kal/kg. Setiawan (2009) menyatakan bahwa
karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dengan kelinci lokal mempunyai
perbedaan yang signifikan terhadap bobot foreleg (potongan komersial), jantung, kepala,
saluran pencernaan, persentase karkas dan offal, nilai pH, keempukan, daya mengikat air,
kadar air, lemak dan gross energi. Kelinci Rex jantan memiliki nilai yang lebih baik terhadap
semua jenis kelinci pada peubah bobot jantung, saluran pencernaan, persentase karkas,
persentase offal dan daya mengikat air (DMA). Kelinci Rex betina unggul pada peubah bobot
foreleg, kepala, kadar air dan kadar lemak kasar. Kelinci lokal jantan unggul pada peubah pH
daging dan gross energi, sedangkan kelinci lokal betina hanya unggul pada peubah keempukan
daging. Secara umum, kelinci Rex lebih baik daripada kelinci lokal dan dapat digunakan
sebagai tipe kelinci multiguna (daging dan kulit). Namun, kelinci lokal, baik jantan maupun
betina, berpotensi besar pula sebagai alternatif sumber protein hewani baru.
3
Kelemahan lain dari peternak adalah memberikan ransum yang sama pada semua
status fisiologi ternak. Kuantitas dan kualitas ransum tidak pernah menjadi pertimbangan oleh
peternak dan diberikan seadanya. Pemeliharaan kelinci seperti ini sering menjadi keluhan oleh
peternak karena banyak anak kelinci mati atau induk bersifat kanibalisme.
Salah satu solusi untuk meningkatkan performans (bobot karkas) dan komposisi fisik
karkas dengan memberikan suplementasi Mineral Nutrient Block (MNB) pada ransum yang
berbahan dasar rumput lapangan karena MNB disusun dari bahan-bahan yang cukup
mengandung zat-zat yang dibutuhkan ternak
2. BAHAN DAN METODE
Penelitian menggunakan 40 petak kandang dari besi dengan ukuran masing-masing
panjang 70 cm, lebar 50 cm dan tinggi 45 cm (Sceire, 1999). Masing-masing petak kandang
dilengkapi dengan tempat makanan dan tempat air minum yang terbuat dari tempurung kelapa.
Penelitian lapangan selama 12 minggu dan dilaksanakan di Desa Dajan Peken,
Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan (50m dpl). Analisis pakan dilaksanakan di
laboratorium dilaksanakan Nutrisi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar dan
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian, Bogor.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kelinci betina (calon induk). Sebelum
penelitian dimulai, dilakukan analisis proksimat semua bahan pakan yang dipergunakan.
Percobaan lapangan dilaksanakan dengan menggunakan Rangcangan Acak Kelompok (RAK)
dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang diberikan: ransum kontrol adalah rumput lapangan
(R0), ransum kontrol yang disuplementasi MNB 5 g/ekor/h (R1), ransum kontrol yang
disuplementasi MNB 10 g/ekor/h (R2), ransum kontrol yang disuplementasi MNB 15 g/ekor/h
(R3). Nutrien dicetak dalam bentuk balok dengan ukuran panjang 5 cm, lebar 3 cm dan tinggi 3
cm. Komposisi dan kandungan nutrien NMB disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Multi Nutrient Block (MNB)
Bahan Persentase ME
(Kkal/Kg)
CP
(%)
Ca
(%)
Pav
(%)
Lemak
(%)
CF (%)
Molases*) 5 98
Polar*) 18 205,2 2,12 0,02 0,06 0.057 14.75
Ampas Tahu
terfermentasi***)
60 1698 14,17 0,32 0,14 6 0.6
semen putih 5 0 0 0 0 0 0
Kalsium Hidro
Posfat**)
6.5 0 0 1,66 1,17 0 0
NaCl 0.5 0 0 0 0 0 0
minyak kelapa*) 5 430 0 0 0 0 0
Total 100 2431,2 16,29 2,0 1,37 6.057 15.35
*) Perhitungan berdasarkan Scott et al. (1982)
**) Perhitungan Yichang Shinta Foreign Trade Co., Ltd
***) Perhitungan Duldjaman (2005)
Data karkas didapatkan dengan melakukan pemotongan kelinci setiap perlakuan pada
pada umur 90 hari, sesuai dengan umur potong yang dikemukakan oleh Owen dan Owen
(1981). Pemotongan ternak kelinci dilakukan dengan prosedur yang sama dengan ayam yaitu
dengan memotong vena jugularis pada leher untuk mengeluarkan darahnya (Alhaidary et al.,
2010). Tubuh kelinci kemudian digantung pada salah satu kaki belakang dengan membuat
potongan pada kulit antara tulang dan tendo pada sendi siku kaki belakang. Kepala dilepaskan
pada sendi atlas (Cervical vertebrae), kaki belakang pada sendi siku (Metatarsus) dan kaki
4
depan pada sendi siku (Metacarpus). Ekor dilepaskan pada pangkalnya (Caudal vertebrae).
Kulit dilepaskan dengan membuat sayatan dibagian belakang dari paha belakang kearah
pangkal ekor dan paha yang bebas, kemudian ditarik ke arah leher sampai lepas. Jeroan
dikeluarkan dari rongga perut dengan membuat sayatan median di dinding perut. Berat kosong
didapat dengan mengeluarkan jeroan dengan paru-paru tetap bersama karkas. Persentase
karkas dihitung sebagai total berat karkas segar, lemak rongga abdomen dan paru-paru dibagi
dengan berat tubuh sebelum dipotong dikalikan 100 (Lukefahr et al., 1981).
Karkas dipotong-potong kedalam potongan utama untuk pemasaran komersial yaitu 2
potongan kaki belakang kiri dan kanan, 1 potongan pinggang dan punggung, 2 potongan dada
dan leher serta 2 potongan kaki depan kiri dan kanan (Sartika dan Raharjo, 1991). Karkas
dipotong dengan melepaskan kedua kaki depan pada scapula. Kaki belakang dipotong pada
sendi antara tulang lumbal terakhir dengan tulang sacral pertama. Dada dan leher dengan
pinggang dipisahkan dengan membuat potongan antara dua tulang rusuk (ribs) terakhir. Tulang
rusuk terakhir masuk kedalam potongan pinggang. Untuk mengetahui proporsi dan produksi
daging, maka antara daging, lemak, dan tulang dipisahkan. Rasio daging dengan tulang didapat
dengan membagi berat daging dengan berat tulang.
Data yang diproleh dianalisis dengan analisis ragam, apabila diantara perlakuan
terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan (Steel dan Torrie, 1980).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Bobot karkas kelinci paling tinggi dihasilkan oleh perlakuan R3 yaitu 1054,5 g (Tabel
2). Bobot karkas dari perlakuan R3 lebih tinggi dari perlakuan ransum R2, R1 dan R0 masing-
masing 26,44%, 35,73% dan 50,92% dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 2. Karkas Kelinci Lokal yang Diberi Pakan Dasar Rumput Lapangan dengan Aras
Suplementasi MNB Berbeda
Variabel Perlakuan
SEM3)
R0
1) R1 R2 R3
Bobot Potong (g) 1265,40c2)
1482b 1592,8
b 1991,8
a 17,50
Bobot Karkas (g) 517,6c 677,8
b 775,6
b 1054,5
a 16,30
Persentase Karkas (%) 40,9c 45,73
b 48,69
b 52,94
a 0,75
Panjang Karkas (cm) 27,8d 30,25
c 33,5
b 35,25
a 0,19
1) R0 : Ramsum rumput lapangan tanpa suplementasi MNB
R1 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 15 g/hr
R2 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 30 g/hr
R3 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 45 g/hr
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)
dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Persentase potongan karkas baik kaki depan, kaki belakang, dada dan leher serta
pinggang tidak dipengaruhi (P>0,05) oleh perlakuan (Tabel 3).
Tabel 3. Persentase potongan karkas kelinci lokal yang diberi pakan dasar rumput lapangan
dengan aras suplementasi MNB berbeda
Variabel Perlakuan SEM
R0 R1 R2 R3
Kaki Depan (g/100g karkas) 16,18a 12,36
a 15,08
a 14,63
a 1,49
Kaki Belakang (g/100g Karkas) 28,35a 36,25
a 32,89
a 28,78
a 5,09
5
Dada dan Leher (g/100g Karkas) 9,93a 10,80
a 10,65
a 11,11
a 0,76
Pinggang (g/100g Karkas) 27,77a 27,32
a 27,40
a 30,17
a 1,95
Punggung (g/100 g Karkas) 17,76a 12,74
a 13,96
a 15,29
a 3,68
Komponen daging perlakuan R3 adalah 65,92% (Tabel 4). Komponen daging R3
lebih rendah 2,76% dari R2 namun secara statistic tidak berbeda (P>0,05). Dibandingkan
dengan perlakuan R1 dan R0, komponen daging perlakuan R3 nyata lebih tinggi tidak nyata
(P>0,05) masing-masing 10,01% dan 9,25%. Komponen tulang tidak terjadi perbedaan antar
perlakuan. Komponen tulang kelinci diberi perlakuan R2 terendah yaitu 29,24%. Komponen
lemak antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), dengan nilai kisaran
2,86-3,16%.
Tabel 4. Komposisi fisik (daging, tulang dan lemak) kelinci yang diberi perlakuan MNB
Variabel Perlakuan SEM
R0 R1 R2 R3
Daging (g/100g Karkas) 59,82a 59,32
a 67,74
a 65,92
a 0,38
Tulang (g/100g Karkas) 37,32a 37,68a 29,24
b 31,08
b 0,36
Lemak (g/100g Karkas) 2,86a 3,0
a 3,16
a 2,98
a 0,14
1)R0 : Ramsum rumput lapangan tanpa suplementasi MNB
R1 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 15 g/hr
R2 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 30 g/hr
R3 : Ransum rumput lapangan dengan suplementasi MNB 45 g/hr
2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)
dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Tabel 5. Konsumsi energy dan energy tercerna dari kelinci yang disuplementasi dengan MNB
Variabel Perlakuan
SEM R0 R1 R2 R3
Konsumsi Energi (K.kal/hari) 175,34d 216,79
c 233,83
b 254,89
a 2,56
Energi Feses (K.kal/hari) 45,75b 46,05
b 52,80
a 53,18
a 0,24
Energi Tercerna (DE) K.kal/hr 129,59c 170,74
c 181,03
b 201,71
a 0,96
3.2. Pembahasan
Tingginya bobot karkas pada perlakuan R3 karena bobot potong kelinci pada
perlakuan R3 juga tertinggi. Tingginya bobot potong disebabkan kelinci perlakuan R3
mengkonsumsi energy juga tertinggi (Table 5). Energi dan protein merupakan komponen
utama penyusun jaringan tubuh (Tillman et al, 1986). Pendapat yang sama dikemukakan oleh
McNitt et al. (1996), de Blas dan Wiseman (1998) yaitu kualitas ransum berpengaruh terhadap
bobot karkas yang dihasilkan. Tingginya bobot potong dan tidak berbedanya bobot organ
dalam menyebabkan bobot karkas juga lebih tinggi. Terjadi perbedaan yang nyata (P<0,05)
terhadap variable persentase karkas kelinci yang diberikan perlakuan ransum yang berbeda
(Tabel 2). Persentase karkas yang berbeda ini disebabkan karena kelinci yang menghasilkan
bobot potong lebih tinggi, menghasilkan bobot non karkas relative sama sehingga berpengaruh
pada persentase karkas yang dihasilkan. Perlakuan ransum R0 menghasilkan panjang karkas
paling rendah yaitu 27,8 cm (Tabel 2). Perlakuan ransum R1 dan R2 dan masing-masing
menghasilkan panjang karkas 8,63%, 20,50% lebih tinggi namun secara statistik tidak berbeda
nyata (P>0,05). Perlakuan ransum R3 menghasilkan karkas 26,80% lebih panjang daripada
perlakuan lain yang secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena kelinci
yang diberikan ransum R3 mengkonsumsi MNB paling tinggi sehingga konsumsi mineral Ca
dan P sebagai komponen utama pembentuk kerangka tubuh sehingga menyebabkan panjang
karkas yang dihasilkan juga paling tinggi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Puger et al
6
(2015) yang menyatakan penampilan kelinci jantan yang diberikan MNB terbaik pada
pemberian MNB level tertinggi. Nuriyasa (2012) mendapatkan rata-rata kecernaan bahan
kering kelinci jantan lokal adalah 68,52%. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan bahan
pakan yang dipakai untuk menyusun ransum. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Nuriyasa et al. (2013) yang menyatakan performans kelinci tertinggi pada pemberian ransum
dengan protein 16% dan Energi termetabolis 2800 kkal/kg dibanding dengan energi
termetabolis 2200 kkal/kg, 2500kkal/kg dan 3100kkal/kg. Demikian juga Puspany et al. 2015
menyatakan kelinci yang diiberi ransum dengan imbangan energy protein 147 menghasilkan
performans lebih baik dari imbangan 151. Hasil penelitian yang agak berbeda dilaporkan oleh
Budiari (2014), Nuriyasa et al. (2015) memberikan limbah kopi terfermentasi nilai cerna
tertinggi bila disuplementasi dengan 10% . Perbedaan ini disebabkan bahan penyusun berbeda,
kulit kopi mempunyai rasa pahit availabilitas nutrisi lebih rendah dari aampas tahu.
Kenaikan potongan karkas bagian tertentu dimbangi oleh menurunnya potongan bagian
yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa retensi energy dan protein dideposisi sesuai dengan
kebutuhan ternak dan tidak ada pengaruh dari perlakuan. Secara umum berat potongan kaki
belakang dan pinggang tertinggi dari bagian potongan karkas.
Pemberian MNB semakin tinggi, terdapat kecenderungan kenaikan komponen daging
dan menurunnya komponen tulang. Hal ini menunjukkan bahwa MNB memberikan dampak
yang baik untuk pertumbuhan daging kelinci. Naiknya komponen daging diikuti dengan
menurunnya komponen tulang ini disebabkan karena persentase karkas meningkat.
Meningkatnya persentase karkas karena bobot potong menjadi lebih tinggi. Tingginya bobot
potong karena kelinci mengkonsumsi energy lebih banyak dan energy yang dicerna menjadi
lebih banyak. Nuriyasa (2012) mendapatkan rata-rata kecernaan bahan kering kelinci jantan
lokal adalah 68,52%. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan bahan pakan yang dipakai
untuk menyusun ransum. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nuriyasa et al. (2013)
yang menyatakan performans kelinci tertinggi pada pemberian ransum dengan protein 16% dan
Energi termetabolis 2800 kkal/kg dibanding dengan energi termetabolis 2200 kkal/kg,
2500kkal/kg dan 3100kkal/kg. Demikian juga Puspany et al. 2015 menyatakan kelinci yang
diiberi ransum dengan imbangan energy protein 147 menghasilkan performans lebih baik dari
imbangan 151. Hasil penelitian yang agak berbeda dilaporkan oleh Budiari (2014), Nuriyasa et
al. (2015) memberikan limbah kopi terfermentasi nilai cerna tertinggi bila disuplementasi
dengan 10% . Perbedaan ini disebabkan bahan penyusun berbeda, kulit kopi mempunyai rasa
pahit availabilitas nutrisi lebih rendah dari aampas tahu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tillman et al (1996), bahwa energy dan protein merupakan komponen utama penyusun jaringan
tubuh. ). Pendapat yang sama dikemukakan oleh McNitt et al. (1996), de Blas dan Wiseman
(1998) yaitu kualitas ransum berpengaruh terhadap bobot karkas yang dihasilkan
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa produktivitas (bobot karkas) dan
komponen daging kelinci yang diberi pakan dasar rumput lapangan dengan suplementasi MNB
45 g/hari lebih tinggi daripada suplementasi 30 g/hari, 15 g/hari dan tanpa suplementasi MNB.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, Universitas Udayana
melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat atas pendanaan, dan kepada
semua pihak atas lancarnya penelitian ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
Adu, O.A. M.K. Ladipo, O.A. Adebiyi, A. Akinfemi and F.A. Igbasan. 2009. Performance
and blood characteristics of pre-pubertas rabbits fed varied levels of dietary rare earth
element (REE). World Applied Sciences Journal 6(11): 1489-1494, 2009.
7
Alhaidary A., H.E. Mohamed and A.C. Beynen. 2010. Impact of dietary fat type and amount on
growth performance and serum cholesterol in rabbits. American Journal of Animal and
Veterinary Sciences 5(1): 60-64.
De Blass, C and J. Wiseman. 1998. The Nutrition of the Rabbit. CABI Publishinr. University
of Nottingham. Nottingham. P.39-55.
Lukefahr, S.D, W.D. Hohenboken, P.R. Cheeke, N.M. Patton and W.H. Kennick. 1981.
Carcass and meat characteristics of plemish giant and new zealand white purebreed and
terminal – crossbred rabbits. Journal Of Appl, Res. 4(3): 66-72.
Mc.Nitt, J.I., N.M. Nephi, S.D. Lukefahr and P.R. Cheeke. 1996. Rabbit Production. Interstate
Publishers, Inc.p. 78-109.
Nuriyasa, I M., I M. Mastika, I G. Mahardika, I W. Kasa, dan I G.Ag. I. Aryani. 2104. Energy
and protein retention of local rabbit housed in different cages. Journal of Biological and
Chemical Research. Vol. 31, No. 2 : 800 – 807.
Nuriyasa, I M., N.G.K. Roni, E. Puspani, D.P.M.A Candrawati, I W. Wirawan, A.W. Puger.
2014. Respon fisiologi kelinci lokal yang disuplementasi ragi tape pada jenis kandang
berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 17, No. 2 : 61 – 65.
Nuriyasa. 2012. Response Biologi dan Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Kelinci
Jantan Lokal (Lepus nigricollis) pada Kondisi Lingkungan Berbeda.
Owen, E. And J.E. Owen. 1981. The effect of metabolizable energy concentration on
performance and digestibility in growing rabbits. Trop. Anim. Prod. 6 (2) : 93 – 100.
Parigi Bini and R., G. Xiccato. 1998. Energy Metabolism and Requirements. In. The Nutrition
of the Rabbit. Ed. C. de Blas and J. Wiseman. CABI Publishing, New York. P:103-132.
Partridge, G. G., P.H. Garthwaite, M. Findlay. 1989. Protein and energy retention by growing
rabbits offered diets with increasing proportions of fibre. Journal of Agriculture
Science, Cambridge 112, 171 – 178.
Praga, M.J. 1998. Protein Requirement. In. The Nutrition of the Rabbit. Ed. C. de Blas and
J.Wiseman. CABI Publishing, New York. p.133-143.
Prasad, R., S.A. Karim, B.C. Patnayak. 1996. Growth performance of broiler rabbits
maintained on diets with varying levels of energy and protein. World Rabbit Science
1996, 4(2), 75-78.
Puger A.W., I M. Nuriyasa dan E. Puspany. Performans kelinci local (Lepus nigricollis) yang
diberi pakan dasar rumput lapangan disuplementasi Multi Nutrient Block (MNB)
dengan aras berbeda. Prosiding. Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2015. Kuta,
29-30 Oktober 2015. 5 hal
Sartika, T. dan Y.C. Raharjo. 1991. Pengaruh Berbagai Tingkat Serat Kasar terhadap
Penampilan, Persentase Karkas pada Kelinci Rex. Proceedings. Seminar Nasional
Usaha Peningkatan Peternakan dan Perikanan. Vol.1. Bidang Peternakan. Badan
Penerbit Univ. Diponogoro, Semarang.
Schiere, J.B. 1999. Backyard Farming in the Tropics. CTA Pubblished.
Setiawan, M.A. 2009. Karakteristik Karkas, Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci Rex dan
Kelinci Lokal (Oryctolagus cuniculus). Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan
Biometrik, Edisi kedua. Diterjemahkan Oleh Sumantri. Gramedia. Jakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S . Reksohardiprodja.,P.Soeharto dan L. Soekamto. 1986. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada, University Press, Yogyakarta.
USDA. 2009. Rabbit Protein. http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/. Disitir Tanggal 24
Juli 2010.
Xiangmei, G. 2008. Rabbit Feed Nutrition Study for Intensive, Large-Scale Meat Rabbit
Breeding. Qingdao Kangda Food Company Limited, China.
http://www.mekarn.org/prorab/guan.htm. Disitir Tanggal 18 Nopember 2010.
Xiccato, G. M.Bernardini, C.Castellini, A. Dalle Zotte, P.I. Queaque and A.Trocino.1999.
Effect of postweaning feeding on the performance and energy balance of famale rabbits
at different physiological states. Journal of Animal Science, Vol. 77 (2) : 416-426.
8