Supervisi-Proses-dan Sistem Pendidikan
Click here to load reader
-
Upload
wahyono-saputro -
Category
Documents
-
view
255 -
download
1
description
Transcript of Supervisi-Proses-dan Sistem Pendidikan
SUPERVISI PENDIDIKAN PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH PROSES PERNGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN
Tugas Mid Semester Mata Kuliah :SUPERVISI PENDIDIKAN
Oleh :
WAHYONO SAPUTRONIM. 2110103187
Dosen Pengampu :
Prof. H. Waspodo, M. Ed, Ph. D.
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2012
A. SUPERVISI PENDIDIKAN
1. Tujuan Mata Kuliah Supervisi Pendidikan
Peran mata kuliah ini dalam rangkaian keseluruhan Program Pascasarjan S2, Program
Studi Ilmu Pengetahuan Islam (PRODI IPI) bertujuan mengembangkan kemampuan
lulusan menjadi seorang ilmuan dan profesional;
1) Secara umum, dapat menumbuhkan, melahirkan, menghasilkan sarjana-sarjana
yang ahli dalam Ilmu Pendidikan Islam (IPI) dan dapat berperan sebagai manajer
pendidikan, peneliti, pembimbing yang berwawasan luas serta berfikir objektif,
kritis, inovatif, inklusif dan berakhlak mulia.
2) Secara khusus. Mempersiapkan calon-calon sarjana S2 dan S3 yang memiliki:
a. Kematangan aqidah, luas memiliki suatu ilmu dan mempunyai sikap yang
professional
b. Keseimbangan Emotional Quotient (EQ), Intelectual Quotient (IQ) dan
Spiritual Quotient (SQ).
c. Kemampuan mengaplikasikan dan dapat memanfaatkan alat teknologi
informasi untuk kegiatan keilmuan
d. Minat kreatif, komunikatif, siap memimpin perubahan serta mampu
berkompetisi secara global
e. Tradisi belajar, budaya akademik, integritas dan mempunyai suatu semangat
yang tinggi
f. Penguasan metodologi dan pendekatan kajian keislaman
g. Sikap kritis, analitis, keterbukaan serta tanggap terhadap kemajuan IPTEK dan
persoalan ummat
h. Etos kerja yang tinggi, jujur, komitmen, kerjasama yang baik serta mempunyai
kemampuan berkomunikasi.
i. Budaya mutu, tolok ukur, kebersamaan, kekeluargaan, ketuntasan dalam
menjalankan profesi.
2. Pengertian dan Hakikat Supervisi Pendidikan
Jane Franseth: “Today supervision is generally seen as leadership that encourages a
continuos involvement of all school personnel in a cooperative attempt to achieve the
most effective school program”. (Pawlash, George. E. and Olivia, Peter F, 2008:10).
Supervisi dewasa ini secara umum dipandang sebagai kepemimpinan yang mendorong
Wahyono Saputro Page 8/1/20122
keterlibatan secara terus menerus seluruh personel sekolah dalam upaya yang
kooperatif untuk mencapai program sekolah yang paling efektif.
Robert D. Krey dan Peter J Burk : Supervision is instructional leadership that relates
perspectives to behavior, clarifies purposes, contributes to and supports
organizational actions, coordinates interactions provides for maintenance and
improvement of instructional program and asseses goal achievements (Pawlash,
George. E. and Olivia, Peter F. Supervision for Today’s School, 8 th edition. Danvers
MA: John Wiley dan Son Inc, 2008: 11).
Supervisi adalah kepemimpinan instruksional yang berhubungan dengan perspektif
perilaku, menjelaskan tujuan, memberikan kontribusi dan mendukung tindakan
organisasi, interaksi yang terkoordinasi untuk menyediakan pemeliharaan dan
perbaikan program instruksional dan menilai prestasi tujuan.
Ross Neagley dan Dean Evans: Modern supervision is considered as what services to
teachers, which in turn results in improved teaching, learning and curriculum. These
services contain a positive action, dynamic and democratic arrives designed to
improve teaching through sustainable growth of all individuals involved-children,
teachers, supervisors, administrators, and parents or society. (Pawlash, George. E.
and Olivia, Peter F. Supervision For Today’s Schools, 8 th edition. Danvers MA: John
Wiley and Son Inc, 2008: 12).
Supervisi modern dianggap sebagai layanan apa saja bagi guru yang pada akhirnya
menghasilkan peningkatan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Layanan tersebut
berisi tindakan yang positif, dinamis dan demokratis yang dirancang untuk
meningkatkan pengajaran melalui pertumbuhan yang berkelanjutan dari semua
individu yang terlihat- anak-anak, guru, supervisor, administrator, dan prangtua atau
masyarakat.
M. Ngalim Purwanto merumuskan “Supervisi sebagai suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif”. Rumusan ini lebih menekankan pada
pengembangan kemampuan personel para guru dan pegawai lainnya untuk lebih
meningkatkan kinerjanya. Hal ini dilakukan dengan mengadakan aktivitas-aktivitas
pembinaan, dengan adanya pembinaan kemampuan guru dan personil sekolah lainnya
diharapkan memiliki kompetensi yang baik dan kegiatan sekolah akan berjalan dengan
baik.
Wahyono Saputro Page 8/1/20123
Piet A. Sahertian, dalam bukunya Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan
mengatakan bahwa, supervise adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik
secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran.
Ben M. Haris, dalam bukunya Supervisor Behaviour in Education (1975), menyatakan
supervise adalah apa yang personalia sekolah lakukan dengan orang dewasa dan alat-
alat dalam rangka mempertahankan atau mengubah pengelolaan sekolah untuk
mempengaruhi langsung pencapaian tujuan instruksional sekolah.
Prof. Dr. Baharudin Harahap, dalam bukunya Supervisi Pendidikan (1983),
menyatakan supervise adalah kegiatan yang dijalankan terhadap orang yang
menimbulkan atau potensial menimbulkan komunikasi dua arah.
Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu super dan vision. Dalam Webster’s New
World Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to
(superintendent), a greater or better than others”, (1991:1343). Sedangkan kata vision
berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental
acuteness or keen foresight”, (1991: 1492).
Definisi supervisi dalam Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip Oteng
Sutisna, Supervisi didefinisikan sebagai:
“Segala usaha dari para pejabat sekolah yang diangkat dan diarahkan kepada
penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan lain dalam perbaikan
pengajaran, melibatkan stimulasi pertumbuhan professional dan perkembangan dari
para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajran dan metode-
metode mengajar dan evaluasi pengajaran”.
Wilem Mantja (2007) mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan
supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar
(KBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu
perbaikan (guru-murid) dan peningkatan mutu pendidikan.
Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kepada guru-guru
yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
1) Pengertian Secara Etimologis
Supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S. Poerwdarminta yang dikutip oleh
Ametembun (1993: 1): ‘Supervisi merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris
“supervision” yang berarti pengawasan. Pengertian supervisi secara etimologis
masih menurut ametembun (1993: 2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk
perkatannya, supervisi terdiri atas dua kata super berarti atas, lebih dan vision yang
Wahyono Saputro Page 8/1/20124
berarti lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa
seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang
disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang
disupervisi. Oteng (1983: 222) mengatakan bahwa penggunaan istilah supervisi
sering diartikan dengan directing atau pengarahan. Sementara Suharsimi (1988:
152) mengatakan bahwa memang sejak dulu banyak orang menggunakan istilah
pengawasan, penilikan atau pemeriksaan untuk istilah supervisi, demikian pula
pada zaman Belanda orang mengenal istilah inspeksi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa
supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang fokus terhadap pengkajian
peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh (Gregorio,
1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini
diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum
di Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development, 1987: 129)
yang menyebutkan sebagai berikut:
Supervisi yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi
yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi
ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melakukan
pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu
kelembagaan pendidikan. Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka
supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa
pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga
pendidikan, kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back. (Razik, 1995:
559).
Rifa’I (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan pengawasan
profesional, sebab hal ini di samping bersifat lebih spesifik juga melakukan
pengamatan terhadap kegiatan akademik yang mendasarkan pada kemampuan
ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manjemen biasa, tetapi
lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik
oleh pera pengawas pendidikan. Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua
aspek, yakni: supervisi akademis, dan supervisi manajerial. Supervisi akademis
menitik beratkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa
pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik
Wahyono Saputro Page 8/1/20125
beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah
yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
2) Pengertian Secara Semantik
Para ahli memberikan berbagai corak definisi, tapi pada prinsipnya mengandung
makna yang sama. Menurut (Wiles, 1955: 8) “supervision is assistance in the
development of better teaching-learning situation” (Supervisi adalah bantuan
dalam pengembangan situasi mengajar yang lebih baik. Neagley dalam Pidarte
(1986: 2) menyebutkan bahwa supervisi adalah layanan kepada guru-guru di
sekolah yang bertujuan untuk menghasilkan perbaikan instruksional, belajar, dan
kurikulum. Menurut Mc. Nerney (dalam Sahertian, 1982: 20) mengartikan
supervisi sebagai prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian secara kritis
terhadap proses pengajaran. Sedangkan Porwanto (1986: 84) menyatakan,
supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu
guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara
efektif. Secara semantik, supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa
bimbingan atau tuntunan kea rah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan
peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Dari rumusan di atas
pada dasarnya mempunyai kesamaan secara umum, bahwa kegiatan supervisi
ditujukan untuk perbaikan pengajaran melalui peningkatan kemampuan
profesional guru dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa supervisi merupakan suatu aktivitas untuk memperbaiki dan
meningkatkan profesional guru sehingga mereka dapat mengatasi masalah sendiri.
Dengan demikian perlu adanya pembinaan yang berupa bimbimgan atau tuntunan
oleh kepala sekolah terhadap para guru dan personalia sekolah ke arah peningkatan
mutu belajar mengajar.
Pendapat-pendapat di atas menunjukan bahwa istilah supervisi mengandung titik
tekan yang beragam, tapi substansi atau hakikat supervisi itu bertumpu pada
bantuan, pelayanan, memberikan arah, penilaian, pembinaan, meningkatkan,
mengembangkan dan perbaikan. Dengan kata lain, istilah dipertentangkan dengan
makna mengawasi, menindak, memeriksa, menghukum, mengadili, inspeksi,
mengoreksi dan menyalahkan. Dengan demikian istilah supervisi tidak sama
dengan istilah controlling, inspection, dan directing. Perlu ditegaskan bahwa yang
menjadi objek utama supervisi itu hanyalah guru, walaupun semua orang di
sekolah dikenai supervisi itu hanyalah objek perantara. Isyarat lain dari pendapat-
Wahyono Saputro Page 8/1/20126
pendapat tersebut di atas adalah penting adanya administrasi supervisi, terutama
yang menyangkut fungsi utamanya, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
penyelenggaraan dan pengawasan supervisi itu sendiri.
3. Konten/ Muatan Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan memuat empat elemen utama, yaitu:
1) Standard relative to objectives (Standar acuan relatif tehadap sasaran-sasaran)
2) Measurements of the standards (Pengukuran standar acuan)
3) Comparison of the expected and actual performance (Perbandingan antara
harapan dan kinerja nyata)
4) Means to correct deviant performace (Berarti perbaikan terhadap kinerja yang
menyimpang)1
4. Tujuan Program Studi Ilmu Pendidikan Islam
Untuk menjadi bekal dan dikembangkan oleh mahasiswa yang nantinya akan menjadi
orang yang ahli di bidangnya.
5. Mata Kuliah dalam Prodi Ilmu Pendidikan Islam
1) Mata Kuliah Kompetensi Dasar (MKDK)No Prodi Kode MK Mata Kuliah Bobot SKS Semester1 IPI/MJPI MKDK Studi Al-Qur’an 3 12 IPI/MJPI MKDK Studi Hadits 3 13 IPI/MJPI MKDK Studi Peradaban dan Pemikiran Islam 3 14 IPI/MJPI MKDK Pendekatan Studi Islam 3 15 IPI/MJPI MKDK Filsafat Ilmu 3 1
Jumlah 15
2) Mata Kuliah Kompetensi Keahlian (MKKK)No Prodi Kode MK Mata Kuliah Bobot SKS Semester1 IPI/MJPI MKKK Filsafat Pendidikan Islam 3 22 IPI/MJPI MKKK Evaluasi Pendidikan 3 23 IPI/MJPI MKKK Model Penelitian PAI 3 14 IPI/MJPI MKKK Model Pembelajaran PAI 3 25 IPI/MJPI MKKK Manajemen Mutu Terpadu (TQM) 3 26 IPI/MJPI MKKK Supervisi Pendidikan 3 27 IPI/MJPI MKKK Manajemen Kelembagaan Pend. Islam 3 28 IPI/MJPI MKKK Leadership Kependidikan 3 3
Jumlah 24
3) Mata Kuliah Kompetensi Penunjang (MKKP)No Prodi Kode MK Mata Kuliah Bobot SKS Semester1 IPI/MJPI MKKP Bahasa Arab 0 12 IPI/MJPI MKKP Bahasa Inggris 0 13 IPI/MJPI MKKP Seminar Proposal Tesis 0 2
Jumlah 0
1 Prof.H.Waspodo,M.Ed,Ph.D, Materi Kuliah Supervisi PAI, Program Pascasarjana S2 IAIN Raden Fatah Palembang, tanggal 30 Mei 2012.
Wahyono Saputro Page 8/1/20127
4) TesisNo Prodi Kode MK Mata Kuliah Bobot SKS Semester1 IPI/MJPI MKKK Tesis 6
Jumlah 6Jumlah bobot SKS 45
6. Pengembangan Kompetensi/ Kemampuan
1) Kompetensi/ Kemampuan
Kompetensi, yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Kemahiran mengajar merupakan ciri profesi keguruan, karena pencapaian
tujuan pembelajaran serta keberhasilan dalam berbagai masalah pembelajaran
banyak tergantung pada kemampuan atau kompetensi guru. Selama di sekolah apa
yang dipelajari siswa banyak tergantung pada apa yang terjadi di kelas, dan apa
yang terjadi dikelas sangat tergantung pada bagaimana prakarsa guru untuk
mengimplementasikan kurikulum ke dalam kegiatan pembelajaran. Oleh
karenanya seorang guru harus mampu menciptakan kondisi belajar dengan baik
bagi siswa, karena mengajar bukan sekedar transfer ilmu semata tetapi juga
pengalaman, keteladanan.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. McAshan (1981,
dalam Mulyasa, 2003: 79) mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif,
dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Senada dengan hal tersebut lebih lanjut
Finch dan Crunkilton (1979, dalam Mulyasa 2003: 81) mengartikan kompetensi
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan
untuk menunjang keberhasilan.
2) Kompetensi Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
dalam menjalankan profesinya, guru dituntut memilki kompetensi, baik
Wahyono Saputro Page 8/1/20128
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan
kompetensi sosial.
Adapun standar kompetensi pendidik menurut PP Nomor 19 tahun 2005
meliputi:
1) Kompetensi Pedagogik
yang terdiri dari :
a. pemahaman tentang peserta didik
b. pemahaman tentang pendidikan dan pembelajaran
c. pemahaman tentang kurikulum sekolah
d. perancangan pembelajaran
e. pelaksanaan pembelajaran
f. evaluasi proses dan hasil belajar
g. peningkatan proses pembelajaran melalui penelitian
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi potensi yang dimiliki.
2) Kompetensi Kepribadian
a. mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakhlak mulia.
b. siap mengikuti perkembangan ilmu dan kependidikan melalui berbgai media
komunikasi yang mutakhir.
3) Kompetensi Professional, meliputi pendalaman penguasaan bidang studi yang
telah dimiliki untuk mendukung terlaksananya pembelajaran bidang studi
disekolah sasaran secara optimal.
4) Kompetensi Sosial, meliputi kemampuan pendidik sebagai bagaian dari
masyarakat untulk berkomunikasi dan bergaul dengan:
a. peserta didik
b. sesama pendidik
c. tenaga kependidikan yang lain
d. orang tua / wali peserta didik
e. masyarakat sekitar
5) Kompetensi Religius, sebuah ide yang digagas oleh Prof. H. Waspodo, M.Ed,
Ph.D.2 Menurutnya, kompetensi religius adalah kompetensi tentang keagamaan
sebagaiamana makhluk ciptaan Allah dalam mengembangkan pemahaman hak dan
kewajiban sesuai dengan agama dan kepercayaan bagi pemeluknya. Contohnya
2 Prof.H.Waspodo,M.Ed,Ph.D, Materi Kuliah Supervisi PAI, Program Pascasarjana S2 IAIN Raden Fatah Palembang, tanggal 30 Mei 2012.
Wahyono Saputro Page 8/1/20129
taat beribadah (dalam melaksanakan shalat lima waktu), berakhlak mulia (berkata
jujur, sabar, disiplin, pemaaf) dan lain sebagainya.
7. Pengertian Ilmu Religius
Menurut Jacob (2006: X) Religi is a cultural system resting on belief in a
supernatural being, a system composed by an account of (1) the way of life and (2) the
worldview of (3) a group of people that sees itself as set apart for divine service.
Religi adalah sebuah sistem kebudayaan yang bersandar pada keberadaan Yang
Supernatural (Yang Mahakuasa), sebuah sistem yang tersusun oleh sejumlah hal (1)
cara hidup (2) paradigma (3) sekelompok orang yang melihat dirinya sebagai bagian
untuk pelayanan Tuhan. Definisi yang dikemukakan oleh Jacob tersebut
memposisikan religi (agama) identik dengan budaya yang bersumber pada Yang
Mahakuasa yang memiliki ciri; adanya cara hidup, paradigma dan sekelompok orang
yang memposisikan diri dan terlibat dalam pelayanan Tuhan. Definisi yang mirip
dikemukakan oleh Spiro (1987: 187, 222) seorang anthropologis dalam Jacob (2006:
7-8) mengenai religi, “An institution consisting of culturally patterned interaction with
culturally postulated superhuman being”. Religi adalah sebuah lembaga yang tersusun
dari interaksi kebudayaan yang terpola dengan kebudayaan yang dijustifikasi dengan
keberadaan superhuman (manusia super). Lebih jauh ia menjelaskan pengertian
ungkapan superhuman being, yakni keberadaan yang lebih sarat dan berbobot
dibanding humans (kemanusiaan) tapi tak perlu dibedakan secara kualitatif dengan
makna humans (kemanusiaan). Superhuman tidak identik dengan supernatural.
Seorang superhuman dapat melakukan sesuatu bagi dan kepada humans (manusia).
Selanjutnya culturally postulated, merupakan cara akademis ringkas tentang ungkapan
perbedaan budaya, perbedaan peradaban memimpikan hal berbeda terhadap
keberadaan superhuman. Sebagai contoh, beberapa kebudayaan memimpikan
superhuman yang terpadu, di sudut lain membutuhkan hanya satu saja. Dalam
beberapa kebudayaan orang menyembah arwah nenek moyang, di lain pihak, itu akan
menjadi hal yang sia-sia untuk dilakukan. Culturally postulated merupakan cara
mengatakan pahwa orang tidak dapat menyembah sesuatu yang oleh semua orang di
dunia ditujukan pada ucapan tidak lumrah atau mengada-ada. Keberadaan
superhuman yang orang sembah harus layak secara internal dan merefleksikan nilai
kebudayaan. Sementara definisi, religi (agama) memerlukan sebuah culturally
patterned (pola kebudayaan) yang berhubungan dengan keberadaan superhuman. Ini
berarti bahwa sebagaimana keberadaan superhuman tersebut dikondisikan oleh
Wahyono Saputro Page 8/1/201210
kebudayaan. Hubungan dapat berarti batasan atau sesuatu. Hubungan dapat berupa
pembicaran atau tindakan moral, dapat juga berupa do’a atau kepatuhan, kesedihan
atau pertapaan. Tuhan dapat dikenali melalui sejumlah hubungan. Ketika Spiro
mendefinisikan ucapan culturally patterned interaction, itu berarti semacam hubungan
yang mana orang menemukan sesuatu yang masuk akal dan dapat dirasakan. Sebagai
contoh, pada peradaban Barat, adalah hal yang tidak mungkin menghayalkan bahwa
seseorang melakukan hubungan sex dengan Tuhan. Akan tetapi pada masa Yunani
Kuno, para dewa diyakini memiliki bentuk-bentuk keduniawian, mengisi jiwa manusia
dan menghasilkan orang yang setengah dewa dan setengah manusia. Melakukan
hubungan sex dengan dewa adalah sebuah hal yang sepenuhnya dibenarkan dari
sebuah hubungan, tetapi hal tersebut terdapat pada pola budaya Yunani Kuno, tidak
berlaku untuk peradaban Barat. Bagaimana seseorang dapat membayangkan dewa
mereka dapat berinteraksi dengan mereka, dan apa yang dewa mereka dapat harapkan
dari mereka, harus banyak dilakukan dengan bagaimana caranya sebuah agama dapat
membentuk sebuah peradaban (Spiro in Jacob, 2006: 8).
Makna terdalam agama adalah ketundukan dan ikatan, seperti asal kata agama itu
sendiri: religere- maksudnya ‘ketundukan/keterikatan pada Yang Absolut (Hidayat,
2003: 36). Dalam studi keagamaan sering dibedakan antara religion dan religiousity.
Kata religion, yang biasa dialih bahasakan menjadi ‘agama’, pada mulanya lebih
berkonotasi sebagai kata kerja, yang mencerminkan sikap keberagamaan atau
kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Dalam Islam terdapat istilah al-
Din, yang berarti ikatan yang harus menjadi dasar dalam beragama bagi seorang
muslim (yang pasrah) (Hidayat, 2003: 41). Al-Din yang diterjemahkan sebagai ikatan,
yaitu ikatan seorang manusia dengan Tuhannya yang membuat seseorang terbebaskan
dari segala ikatan-ikatan atau dominasi oleh sesuatu yang derajatnya lebih rendah dari
manusia itu sendiri (Hidayat, 2003: 61). Tetapi dalam perkembangan selanjutnya
makna agama lalu bergeser menjadi semacam ‘kata benda’ yaitu himpunan doktrin,
ajaran serta hukum-hukum yang telah baku, yang diyakini sebagai kodifikasi perintah
Tuhan untuk manusia. Proses pembakuan ini berlangsung antara lain melalui
sistematisasi nilai dan semangat agama, sehingga sosok agama lalu hadir sebagai
bangunan epistemologi ataupun himpunan sabda Tuhan yang terhimpun dalam Kitab
Suci dan literatur keagamaan karangan para ulama. Maka, dalam Islam misalnya, lalu
lahir ilmu keagamaan yang dianggap baku semacam Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh, Ilmu
Tasawuf, Filsafat Islam (Hidayat, 1998: 61-62).
Wahyono Saputro Page 8/1/201211
Dari paparan lalu dapat ditarik benang merah, bahwa ungkapan religi dalam term
Barat merujuk kepada religi (agama) yang tak lebih sebagai sistem budaya (Jacob
2006: X) dan religi harus menjadi inspirasi bagi tumbuh kembang peradaban (Barat)
serta tertuju bagi kepentingan manusia (Spiro dalam Jacob 2006: 7-8). Sementara
dalam term Timur (Islam) pada tulisan ini merujuk pada ilmu religi (keagamaan) yang
dianggap baku seperti ilmu Kalam, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, filsafat Islam yang
menjadi spirit bagi seorang muslim untuk melakukan karya nyata.
8. Peran Mata Kuliah Supervisi Pendidikan dalam Prodi Ilmu Pendidikan Islam
Mata kuliah supervisi pendidikan dalam prodi Ilmu Pendidikan Islam (IPI)
memberikan bekal konseptual terhadap calon lulusan berupa teori supervisi yang ideal
dan aplikasinya di lingkungan kerjanya.
B. PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH PROSES
1. Proses dalam Pandangan Pendidikan
Pendidikan memiliki berbagai unsur, unsur-unsur pendidikan antara lain:
1) tujuan pendidikan
2) pendidik
3) anak didik atau peserta didik
4) isi atau materi pendidikan
5) metode dan alat pendidikan, serta
6) lingkungan.
Proses pendidikan merupakan interaksi antarberbagai unsur pendidikan dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
Sementara menurut Prof. H. Waspodo, M. Ed, Ph.D, Bahwa pendidikan itu merupakan
serangkaian proses ikhtiar yang arif, terencana, berkesinambungan anatara sisi vertical
dan horizontal yang di dalamnya ada proses komunikasi, pengelolaan informasi, dan
proses linguistic untuk mendorong motivasi, mengarahkan, membimbing,
memanipulasi, sehingga terpenuhi domain kognitif, afektif, psikomotor dan
sensibilitas lainnya untuk mencapai suatu kecerdasan yang utuh.3
2. Makna Pernyataan Tersebut
Maksudnya proses pendidikan itu merupakan kegiatan sosial atau pergaulan antara
pendidik dengan peserta didik dengan menggunakan isi atau materi pendidikan,
3 Prof.H.Waspodo,M.Ed,Ph.D, Materi Kuliah Supervisi PAI, Program Pascasarjana S2 IAIN Raden Fatah Palembang, tanggal 11 Mei 2012
Wahyono Saputro Page 8/1/201212
metode dan alat pendidikan tertentu yang berlangsung dalam suatu lingkungan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
3. Contoh Konkret di Tempat Tugas Masing- Masing
Seperti contoh dalam kehidupan sehari-hari di tempat tugas, yaitu dalam proses
pembelajaran di sekolah, demikian pula guru adalah sebagai pengorganisasi
lingkungan belajar dan sebagai fasilitator belajar.
Beberapa peran guru dalam tugasnya:
1) Guru sebagai model
Adalah seorang guru yang dapat dicontoh dan dijadikan teladan, karena guru harus
memiliki kelebihan, baik pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian. Kelebihan
itu tampak dalam disiplin yang tinggi dalam bidang-bidang intelektual, emosional,
kebiasaan-kebiasaan yang sehat, sikap yang demokratis, terbuka dan sebagainya.
2) Guru sebagai perencana
Guru berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan pendidikan menjadi rencana-
rencana yang operasional, dalam perencanaan ini siswa perlu dilibatkan sehingga
menjamin relevansinya dengan perkembangan, kebutuhan dan tingkat pengalaman
mereka. Peranan tersebut menuntut agar perencanaan senantiasa dihubungkan
dengan kondisi masyarakat, kebiasaan belajar siswa, pengalaman dan pengetahuan
siswa, metode belajar yang tepat dan materi pelajaran yang sesuai dengan minat.
3) Guru sebagai peramal atau mendiagnosis kemajuan belajar murid
Peranan tersebut erat kaitannya dengan tugas mengevaluasi kemajuan relajar
siswa, penilaian mempunyai arti penting, baik bagi siswa, orangtua, dan bagi guru
itu sendiri.
4) Guru sebagai pemimpin
Guru hádala sebagai pemimpin di dalam kelasnya sekaligus sebagai anggota
kelompok-kelompok dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya manajerial yang harus
dilakukan oleh guru, seperti memelihara ketertiban kelas, mengatur ruangan, serta
menyusun laporan bagi pihak yang memerlukannya.
5) Guru sebagai petunjuk jalan
Guru berkewajiban menyediakan berbagai sumber yang memungkinkan akan
memperoleh pengalaman yang kaya yang tentu sumber-sumber yang cocok untuk
membantu proses belajar mereka.
Wahyono Saputro Page 8/1/201213
C. PERNGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN
1. Pernyataan Sistem dalam Diagram
OUPUT OUTCOME
Pada diagram tersebut terlihat kesemua subsistem tersebut berpadu satu sama lain dan
berproses sehingga menghasilkan ouput, sampai di sini output berupa output hasil dan
ouput gagal dan pada akhirnya menghasilkan keluaran.
Apabila pendekatan sistem digunakan dalam mempelajari pendidikan maka dapat
dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu sistem. Pendidikan dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan yang terpadu dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi
dan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dalam rangka membantu anak didik agar
menjadi manusia terdidik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari asal-usul kejadiannya, pendidikan tergolong kepada sistem buatan
manusia; ditinjau dari wujudnya, pendidikan tergolong kepada sistem social,
sedangkan jika ditinjau dari segi hubungannya dengan lingkungannya pendidikan
merupakan sistem terbuka.
Sistem pendidikan berada di dalam suatu suprasistem, adapun yang dimaksud
suprasistem bagi pendidikan adalah masyarakat. Selain sistem pendidikan, di dalam
suprasistem tersebut terdapat pula berbagai sistem lainnya seperti ekonomi, sistem
politik, sistem social budaya. Oleh karena sistem pendidikan merupakan sistem
terbuka maka sistem pendidikan memiliki ketergantungan dan saling berhubungan
dengan lingkungan atau sistem-sistem lainnya yang ada di dalam suprasistemnya
(Wahyudin, 2007: 8.9).
Dalam sistem pendidikan terjadi proses transformasi, yaitu proses mengubah raw input
(anak didik) agar menjadi manusia terdidik sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
hal ini, semua komponen pendidikan melaksanakan fungsinya masing-masing dan
Wahyono Saputro Page 8/1/201214
Guru
Siswa
Orangtua
Manajemen
Dudik
Sarana & Prasarana Kurikulum
Kendali mutu
Masyarakat
TeknologiProses
Hasil
Tidak
berinteraksi satu sama lainnya yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Adapun output atau hasilnya adlah manusia terdidik yang diperuntukan bagi
stakeholders atau sistem-sistem lain yang berada dalam suprasistem. Sebagaimana
dikemukakan terdahulu, dalam sitem pendidikan terdapat komponen pengawasan
mutu atau control kualitas. Pelaksanaan fungsi komponen inni dalam proses
transformasi akan menghasilkan umpan balik yang digunakan untuk melaksanakan
koreksi atau perbaikan untuk proses transformasi berikutnya. Dengan adanya kontrol
kualitas yang menghasilkan feedback untuk melaukan perbaikan dalam proses
transformasi berikutnya, ini diharapkan agar sistem pendidikan mampu mengatasi
entropi atau mampu mempertahankan eksistensi dan meningkatkan prestasinya
Wahyudin, 2007: 8.10).
2. Contoh Konkret di Tempat Tugas Masing- Masing
Sebelum menyusun perencanaan pendidikan atau pengajaran, terlebih dulu guru
megidentifikasi kedudukan sistem pengajaran di sekolah. Pengenalan itu dimaksudkan
agar guru memperoleh informasi yang relevan tentang komponen sistem pengajaran.
Hal tersebut pada gilirannya dapat dijadikan sebagai bahan untuk merancang sistem
pengajaran yang lebih baru.
Usaha pengenalan dilaksanakan dengan tiga cara:
1) melakukan observasi langsung ke sekolah
2) melakukan studi pengkajian terhadap tiap komponen sistem pengajaran
3) pendalaman, penguatan, perluasan dengan mempelajari berbagai teori yang
relevan.
Contoh sekolah sebagai sebuah sistem sosial dapat ditinjau dari dua fenomena.
Fenomena pertama berkenaan dengan lembaganya yang melaksanakan peran dan
fungsi, dan harapan-harapan tertentu untuk mencapai sistem itu. Kedua mengenai
individu-individu yang berbeda dalam sistem, yang masing-masing memiliki
kepribadian dan disposisi kebutuhan. Kedua dimensi itu berinteraksi satu sama lain
dan menunjukan dirinya dalam bentuk prilaku sosial, atau berpadu dalam tujuan-
tujuan persekolahan.
Wahyono Saputro Page 8/1/201215
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N (et. al), 1996. Sistem Pengendalian Manajemen (diterjemahkan oleh Agus Maulana). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Aqib, Zainal, 2008. Standar Kualifikasi- Kompetensi- Sertifikasi Guru- Kepala Sekolah- Pengawas Sekolah. Bandung: Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi, 2004. Dasar- Dasar Supervisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dahlan, Taufi dan Adhim, Abd, 2005. Kepengawasan Pendidikan, Jakarta: DEPAG RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
DEPAG RI, 2006. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Serta Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Offline, http://ebsoft.web.id. Versi 1. 2.
Elisna Hanah, Victoria dan Thayib BR, Amin, 2003. Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan; Supervisi Akademi dan Evaluasi Program, Jakarta: DEPAG RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Hidayat, Komaruddin, 1998. TRAGEDI RAJA MIDAS, Moralitas Agama dan Krisis Modernisme, Jakarta: PARAMADINA.
Hidayat, Komaruddi dan Nafis, Muhammad Wahyuni, 2003. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kast, Fremont E, dan Rosenzweig, James E, 1985. Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Neusner, Jacob (ed), 2006. RELIGIOUS FOUNDATIONS OF WESTERN CIVILIZATION, Judaism, Christianity, and Islam. USA: Abingdon Press.
Pawlash, george. E. and Olivia, Peterr F, 2008. Supervision for Today’s School. Danvers MA: John and Son Inc.
Shihab, M. Quraish, 2009. TAFSIR AL-MISHBAH, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Lentera Hati.
Ramayulius, 2008. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008, Cet. Ke-6
Rifai, Rusydy A, 2004. Manajemen. Palembang: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palembang.
Rivai, Veithzal dan Murni, Sylviana, 2009. Education Management, Jakarta: Rajawali Pers.
Rohiat, 2010. Manajemen Sekolah, Teori Dasar dan Praktik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Wahyono Saputro Page 8/1/201216
St. Vembriarto, et.al, (ed.),1994. Kamus Pendidikan, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, Cet. Ke- 1, Entri strata satu(S1)-sumber pengendali perilaku, hlm. 62.
Stoner, James A.F., 1994. Management (diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait), Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sutoyo (et. al), 2010. RELIGIOUSITAS SAINS, Meretas Jalan Menuju Peradaban Zaman. Malang: Universitas Brawijaya Press (UBP)
Umiarso dan Gojali, Imam, 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan; Menjual Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.
Wahyudin, Din (et. al), 2007. MATERI Pokok Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Badiali, Bernard J, Teaching Supervision, www.units.muohio.edu/eduleadership/http://lunnblog-luna.blogspot.com/2012/03/definisi-dan-rasional-suoervisi.htmlBunda Smart. Definition of Supervision, http://bunda-smart.com/pendidikan/definition-of-supervision/
Wahyono Saputro Page 8/1/201217