Summary - Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah

download Summary - Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah

of 5

description

ringkasan

Transcript of Summary - Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah

  • UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288

    Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: [email protected], [email protected]

    1

    KEGIATAN ALTERNATIF SUMBER SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

    EXECUTIVE SUMMARY

    Keuangan daerah di Indonesia mernpunyai karakteristik yang hampir sama, yaitu sangat

    minimnya porsi penerimaan daerah sendiri atau PAD yang dapat digunakan untuk

    kepentingan umum dan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, sumber keuangan

    daerah berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah,

    dan penerimaan lain-lain yang sah. PAD yang terdiri dari; pajak daerah, retribusi daerah,

    bagian laba BUMD, dan penerimaan daerah lain-lain, sangat tidak mencukupi dalam

    rnembiayai pembangunan daerah. Hal ini terlihat dari rendahnya proporsi Pendapatan Asli

    Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah bila dibandingkan dengan besarnya

    transfer dari pemerintah pusat (Elmi, 2002:50). Ditinjau dari sisi Fiskal daerah, Kabupaten

    Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki Pendapatan yang

    cukup besar. Pada tahun 2006, pendapatan Kabupaten Sidoarjo tercatat Rp. 980.840,58

    Juta sedangkan pada tahun 2010 telah mencapai Rp. 1.589.80 Juta. Pada sisi yang lain,

    kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah juga mengalami peningkatan dari 18 persen

    menjadi 20 persen pada tahun 2010.

    Menurut Musgrave (1991) dalam mengukur kinerja keuangan daerah dapat

    digunakan derajat desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah antara lain

    mengukur perbandingan Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah.

    Derajat kemandirian fiskal di Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan data APBD

    Kabupaten Sidoarjo tahun 2006-2011 yang menyatakan bahwa kondisi Pendapatan Asli

    Daerah di Kabupaten Sidoarjo masih berada dalam kondisi instruktif, yang artinya

    Kabupaten Sidoarjo masih sangat tingginya ketergantungan fiskal terhadap transfer dari

    pusat. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sidoarjo belum mampu membiayai seluruh

    pengeluaran dengan dana mandiri.

    Kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, membawa

    konsekuensi yaitu pemerintah daerah dituntut lebih mandiri dalam pengelolaan

    keuangannya. Pemerintah daerah harus mampu menggali sumber-sumber pendanaan yang

    sesuai dengan potensi daerah yang ada, demi tercapainya penyelenggaraan pemerintahan,

    pembangunan dan pelayanan masyarakat. Peningkatan belanja daerah tersebut dibutuhkan

  • UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288

    Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: [email protected], [email protected]

    2

    dalam rangka percepatan pembangunan daerah sehingga diharapkan dapat mengurangi

    angka kemiskinan dan pengangguran. Melihat konstelasi permasalan tersebut, maka sangat

    dibutuhkan peningkatan penerimaan daerah. Dilihat dari komponen PAD, pajak daerah dan

    retribusi daerah memiliki kontribusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan komponen

    lainnya. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah

    melalui optimalisasi pajak daerah, retribusi daerah atau komponen PAD lainnya untuk

    mendukung pembiayaan pembangunan daerah.

    Namun, pada pihak lain peningkatan penerimaan daerah yang ditempuh dengan

    melakukan optimalisasi penerimaan pendapatan daerah secara eksesif melalui PAD dengan

    meningkatkan hasil pajak daerah dan hasil retribusi daerah, dalam jangka panjang justru

    akan menjadi kontra produktif dengan dunia usaha. Dunia usaha akan merasa dirugikan

    dengan adanya peningkatan pajak tersebut. Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah

    daerah harus mampu mencari alternatif sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah.

    Terdapat empat alternatif sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah di

    Sidoarjo yaitu analisis kemampuan daerah dalam penerbitan obligasi daerah, pinjaman

    darha sebagai alternatif pembiayaan pembangunan di Sidoarjo, pelaksanaan program

    Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) serta

    pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Pembiayaan melalui penerbitan

    obligasi daerah masih menyimpan sejumlah permasalahan ekonomi dan politik yang tidak

    mudah untuk dipecahkan.

    Selain menuntut kesiapan fiskal yang memadai, pembiayaan pembangunan melalui

    penerbitan obligasi daerah harus mendapat persetujuan DPRD dan pemerintah pusat serta

    harus didasarkan pada penilaian jujur terhadap potensi ekonomi daerah masing-masing.

    Disamping itu penerbitan obligasi daerah juga dipandang bisa menimbulkan komplikasi

    politik yang tidak diinginkan.

    Menurut PP. No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, dasar pemberian

    pinjaman adalah diukur dari kemampuan daerah itu sendiri dalam menghimpun penerimaan

    selama periode tertentu yang didasarkan atas jumlah penerimaan asli daerah. Di

    Indonesia dasar penerimaan ini diatur dalam ketentuan tersendiri oleh pemerintah pusat.

    Pemerintah daerah dinyatakan memungkinkan untuk melakukan pinjaman jika memiliki

    angka DSCR (Debt to Service Coverage Ratio) minimal sebesar 2,5. Pemerintah Daerah

    Kabupaten Sidoarjo memiliki keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri (PAD). Selama

    empat tahun terakhir, porsi PAD terhadap total penerimaan masih sekitar 20%. Selama ini

    komponen pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer pemerintah pusat yaitu

  • UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288

    Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: [email protected], [email protected]

    3

    Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu, pinjaman daerah belum dipandang sebagai

    sumber pembiayaan alternatif yang potensial. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan

    pinjaman daerah sebagai sumber pembiayaan sangat terkait dengan kemampuan daerah

    dalam membayar beban cicilan pokok dan bunga pinjman.

    Konsep Public-Private Patnership (PPP) sebagai alternatif penyediaan infrastruktur. Public-

    Private Partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan

    antara public dan private actors untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang

    dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan

    teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang

    dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan

    pengetahuan budaya lokal. Namun demikian, dengan adanya proyek PPP tentu akan

    berdampak terhadap APBN, di sisi pendapatan maupun belanja. Di sisi pendapatan, pihak

    investor berupaya agar proyek kerjasamanyanya bisa memperoleh dukungan pemerintah.

    Berdasarkan uraian di atas, maka pembiayaan pembangunan dengan menggunakan skema

    PPP untuk Kabupaten Sidoarjo perlu pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan

    segala aspek, baik kondisi kesiapan daerah maupun politik. Hal tersebut diperlukan untuk

    menjamin kepastian hukum bagi pihak swasta maupun pemerintah daerah.

    Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan mengoptimalkan

    partisipasi masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari pemangku kepentingan

    (stakeholders) di daerah untuk terlibat lebih aktif dalam mencari solusi atas permasalahan

    fiskal daerah. Peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui

    skema Public Private Partnership (PPP) atau selanjutnya disebut sebagai Kerjasama

    Pemerintah dan Swasta (KPS) dan skema Corporate Social Responsibility (CSR) perlu

    terus mendapat dukungan dari semua pihak terkait. Melihat karakteristik ekonomi

    Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki basis industri

    yang relatif kuat, yang ditunjukkan dengan keberadaan jumlah industri yang cukup banyak,

    maka potensi dana CSR yang bisa dicapai cukup besar. Atas dasar hal tersebut diatas,

    maka dalam studi ini akan lebih difokuskan untuk mengidentifikasi permasalahan terkait

    pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta, khususnya melalui CSR, termasuk di

    dalamnya merumuskan alternatif skema kebijakan yang bisa diterima kedua belah pihak.

    Berkembangnya wacana untuk menjadikan CSR sebagai sumber alternatif

    pembiayaan non-APBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema

    yang dapat diterima oleh keduabelah pihak. Penyusunan skema tersebut perlu

    memperhatikan tiga (3) pilar utama.

  • UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288

    Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: [email protected], [email protected]

    4

    Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa keberadaan

    dana CSR tidak dipahami sebagai sumber penerimaan bagi APBD, namun harus lebih

    diletakkan pada perannya dalam mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan

    pembangunan.

    Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan

    pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up (bottom-up planning),

    dimana program Kabupaten disusun berdasarkan kehendak masyarakat.

    Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan

    CSR yang berkembang di masyarakat.

    Terdapat dua (2) alternatif skema CSR yang memungkinkan untuk

    diimplementasikan, yaitu: Model Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Dikatakan

    partisipatif karena pelaksanaan kedua model tersebut dicangkokkan pada mekanisme

    perencanaan pembangunan daerah yang bersifat bottom-up.

    a. Pada Model Partisipatif Pasif, Desa diharapkan telah membuat perencanaan

    pembangunan tahunan yang dilengkapi dengan sumber pembiayaannya,

    termasuk yang dibiayai melalui skema/program CSR yang telah dilakukan oleh

    perusahaan. Pembicaraan dan proses negosiasi pembiayaan kegiatan melalui

    CSR diserahkan kepada pihak Pemerintah Desa dan Perusahaan.

    b. Pada Model Partisipatif Aktif, perusahaan bersama pihak-pihak terkait

    melakukan proses aktif untuk melakukan proses negosiasi dan distribusi serta

    alokasi dana CSR melalui sebuah forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut.

    Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting bagi suksesnya skema

    pelaksanaan CSR ini.

    Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan alternatif sumber

    pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-langkah berikut: (i) pemetaan

    program CSR berdasarkan wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam

    mengoptimalkan peran CSR dalam pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan

    penguatan kelembagaan pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan dalam

    menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan memanfaatkan berbagai

    alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan diterapkan pada Model

    Partisipasi Pasif, (iii) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau daerah yang

    sesuai untuk diterapkannya model Partdisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak dan

  • UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan (LPEP) Kampus B - Jl. Airlangga 4 Surabaya 60286 Telp. (031) 5033642; 5036584 Fax. (031) 5026288

    Website: http://www.ie.feb.unair.ac.id E-mail: [email protected], [email protected]

    5

    retribusi serta pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP)

    untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan

    pembangunan.

    Tim Peneliti :

    1. Dr. Rudi Purwono, SE., M.SE.

    2. Achmad Solihin, SE., M.Si.

    3. Wisnu Wibowo, SE., M.Si.

    4. Drs. Eko Supeno, M.Si

    5. Drs. Sriyono, MM