Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah

4
KONSERVASI MAKROFAUNA TANAH DALAM SISTEM AGROFORESTRI Sugiyarto 1) 1) Program Studi Biosains Pascasarjana UNS, Jurusan Biologi FMIPA UNS, Puslitbang Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS Surakarta ABSTRAK Makrofauna tanah terdiri dari berbagai jenis fauna dengan panjang > 4 mm, diameter tubuh > 2mm, sebagian besar terdiri dari kelompok Arthropoda, Moluska dan Cacing Tanah. Di dalam pengelolaan ekosistem tanah, makrofauna memiliki peran sangat penting, terutama dalam, pemelihraan sifat fisika-biologi tanah. Biodiversitas makrofauna tanah sangat variatif, tergantung sistem penggunaan lahan. Perubahan sistem penggunaan lahan dari hutan alami ke sistem pertanian cenderung menurunkan biodiversitas makrofauna tanah, termasuk di dalamnya sistem agroforestri. Akan tetapi berbagai pengelolaan tanaman dalam sistem agroforestri dapat meningkatkan biodiversitas makrofauna tanah untuk tujuan konservasi, antara lain dengan: (1) diversifikasi jenis tanaman budidaya, (2) minimalisasi pengolahan tanah dan penggunaan pestisida serta (3) optimalisasi penutupan tanah dan pengembalian sisa tanaman. Kata kunci: Konservasi, makrofauna tanah, agroforestri, diversifikasi, produktivitas PENDAHULUAN Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman tentang biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi ekologinya (Hagvar, 1998). Makrofauna tanah merupakan kelompok fauna bagian dari biodiversitas tanah yang berukuran 2 mm sampai 20 mm (Gorny dan Leszek, 1993). Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah melalui proses ”imobilisasi” dan ”humifikasi”. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi (Lavelle et al., 1994). Peran makrofauna tanah lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah (Hakim, 1986 ; Adianto, 1993 ; Foth, 1994). Keanekaragaman makrofauna tanah dan fungsi ekosistem menunjukkan hubungan yang sangat kompleks dan belum banyak diketahui, serta perhatian untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman makrofauna tanah masih sangat terbatas (Lavelle et al., 1994). Sistem pengelolaan lahan merupakan faktor kunci dalam konservasi makrofauna tanah. Alih guna lahan hutan menjadi area pertanian atau peruntukan lainnya cenderung menurunkan biodiversitas makrofauna tanah. Oleh karena itu perlu alternatif sistem penggunaan lahan untuk konservasinya. Salah satu alternatif sistem penggunaan lahan untuk tujuan produksi dan konservasi adalah sistem agroforestri, yaitu pengelolaan komoditas pertanian, peternakan dan atau perikanan dengan komoditas kehutanan berupa pohon-pohonan. Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan perusakan/perambahan hutan sekaligus meningkatkan penghasilan petani secara berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de Foresta et el., 2000). Terdapat berbagai bentuk pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri, baik ditinjau dari komoditas yang diusahakan, skala penegelolaan, pihak yang terlibat maupun teknologi budidaya yang diterapkan. Keberagaman teknologi budidaya yang diterapkan dimungkinkan mempengaruhi tingkat keberhasilan tujuan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk:

Transcript of Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah

Page 1: Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah

KONSERVASI MAKROFAUNA TANAH DALAM SISTEM

AGROFORESTRI

Sugiyarto 1)

1) Program Studi Biosains Pascasarjana UNS, Jurusan Biologi FMIPA UNS, Puslitbang Bioteknologi dan

Biodiversitas LPPM UNS Surakarta

ABSTRAK

Makrofauna tanah terdiri dari berbagai jenis fauna dengan panjang > 4 mm, diameter tubuh >

2mm, sebagian besar terdiri dari kelompok Arthropoda, Moluska dan Cacing Tanah. Di dalam

pengelolaan ekosistem tanah, makrofauna memiliki peran sangat penting, terutama dalam,

pemelihraan sifat fisika-biologi tanah. Biodiversitas makrofauna tanah sangat variatif, tergantung

sistem penggunaan lahan. Perubahan sistem penggunaan lahan dari hutan alami ke sistem pertanian

cenderung menurunkan biodiversitas makrofauna tanah, termasuk di dalamnya sistem agroforestri.

Akan tetapi berbagai pengelolaan tanaman dalam sistem agroforestri dapat meningkatkan

biodiversitas makrofauna tanah untuk tujuan konservasi, antara lain dengan: (1) diversifikasi jenis

tanaman budidaya, (2) minimalisasi pengolahan tanah dan penggunaan pestisida serta (3) optimalisasi

penutupan tanah dan pengembalian sisa tanaman.

Kata kunci: Konservasi, makrofauna tanah, agroforestri, diversifikasi, produktivitas

PENDAHULUAN

Tanah merupakan suatu bagian dari

ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh

banyak organisme yang disebut sebagai

biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan

diversitas alpha yang sangat berperan dalam

mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi

tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di

atasnya. Pemahaman tentang biodiversitas tanah

masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi

maupun fungsi ekologinya (Hagvar, 1998).

Makrofauna tanah merupakan kelompok

fauna bagian dari biodiversitas tanah yang

berukuran 2 mm sampai 20 mm (Gorny dan

Leszek, 1993). Makrofauna tanah merupakan

bagian dari biodiversitas tanah yang berperan

penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan

biologi tanah melalui proses ”imobilisasi” dan

”humifikasi”. Dalam dekomposisi bahan organik,

makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam

proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan

fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik

bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang

dilakukan oleh kelompok mesofauna dan

mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan

fungi (Lavelle et al., 1994). Peran makrofauna

tanah lainnya adalah dalam perombakan materi

tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan

materi organik dari permukaan ke dalam tanah,

perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan

tanah. Dengan demikian makrofauna tanah

berperan aktif untuk menjaga kesuburan tanah atau

kesehatan tanah (Hakim, 1986 ; Adianto, 1993 ;

Foth, 1994).

Keanekaragaman makrofauna tanah dan

fungsi ekosistem menunjukkan hubungan yang

sangat kompleks dan belum banyak diketahui, serta

perhatian untuk melakukan konservasi terhadap

keanekaragaman makrofauna tanah masih sangat

terbatas (Lavelle et al., 1994). Sistem pengelolaan

lahan merupakan faktor kunci dalam konservasi

makrofauna tanah. Alih guna lahan hutan menjadi

area pertanian atau peruntukan lainnya cenderung

menurunkan biodiversitas makrofauna tanah. Oleh

karena itu perlu alternatif sistem penggunaan lahan

untuk konservasinya.

Salah satu alternatif sistem penggunaan

lahan untuk tujuan produksi dan konservasi adalah

sistem agroforestri, yaitu pengelolaan komoditas

pertanian, peternakan dan atau perikanan dengan

komoditas kehutanan berupa pohon-pohonan.

Agroforestri merupakan salah satu sistem

pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk

mengurangi kegiatan perusakan/perambahan hutan

sekaligus meningkatkan penghasilan petani secara

berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de Foresta et

el., 2000).

Terdapat berbagai bentuk pengelolaan lahan

dengan sistem agroforestri, baik ditinjau dari

komoditas yang diusahakan, skala penegelolaan,

pihak yang terlibat maupun teknologi budidaya

yang diterapkan. Keberagaman teknologi budidaya

yang diterapkan dimungkinkan mempengaruhi

tingkat keberhasilan tujuan konservasi. Penelitian

ini bertujuan untuk:

Page 2: Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah

� Mengevaluasi pengaruh alih fungsi lahan hutan

campuran menjadi hutan monokultur maupun

agroforestri berbasis sengon (Paraserianthes

falcataria). terhadap biodiversitas makrofauna

tanah

� Mencari alternatif teknologi budidaya pada

sistem agroforestri berbasis sengon

(Paraserianthes falcataria) untuk tujuan

konservasi makrofauna tanah

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di lahan hutan tanaman

sengon di RPH Jatirejo, Pare, Kediri, Jawa Timur

pada tahun 1999 – 2003. Penelitian terdiri dari

beberapa tahap, meliputi:

� Penelitian I: Survei makrofauna tanah pada 3

sistem penggunaan lahan, yaitu: lahan hutan

campuran, hutan tanaman sengon monokultur

dan lahan agroforestri berbasis sengon dengan

metode kuadrat (hand sorting) untuk

makrofauna di dalam tanah & pit fall trap untuk

makrofauna permukaan tanah

� Penelitian II : percobaan tentang pengaruh jenis

dan populasi tanaman sela pada sistem

agroforestri berbasis sengon terhadap

biodiversitas makrofauna tanah; RAK faktorial,

3 ulangan, perlakuan 1 jenis tanaman sela

(ubijalar, jagung dan rumput gajah), perlakuan 2

populasi tanaman sela (50.6; 67.1 dan 84,2) /ha.

� Penelitian III: percobaan tentang pengaruh

pemulsaan dan pengembalian biomassa gulma

terhadap biodiversitas makrofauna tanah; RBL

faktorial, 3 ulangan, perlakuan 1 pemulsaan,

perlakuan 2 pengembalian biomassa gulma.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh sistem penggunaan lahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa

semakin tinggi intensitas pengelolaan lahan

menyebabkan biodiversitas makrofauna tanah

semakin menurun. Biodiversitas makrofauna tanah

pada sistem hutan campuran (0,30) berubah

menjadi masing-masing 0,16 dan 0,09 pada sistem

hutan monokultur sengon dan agroforestri berbasis

sengon (Tabel 1). Selain itu pemanfaatan lahan

hutan untuk budidaya, terutama dalam sistem

agroforestri memunculkan dominansi jenis-jenis

makrofauna tanah yang berstatus sebagai hama

(misalnya uret dan rayap). Hal ini menunjukkan

bahwa pengelolaan lahan hutan dengan sistem

agroforeestri justru tampak memberikan tekanan

terhadap biodiversitas makrofauna tanah, bahkan

lebih besar pengaruhnya jika dibanding sistem

monokultur sengon. Fenomena ini dimungkinkan

karena adanya peningkatan intensitas pengelolaan

tanah oleh para petani, termasuk pemberian input

berupa pupuk dan pestisida sehingga mengganggu

kehidupan makrofauna tanah.

Tabel 1. Nilai rata-rata indeks diversitas makrofauna tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan

hutan

No Sistem pengelolaan lahan hutan Indeks diversitas Spesies dominan (Nilai penting tertinggi)

1 Hutan campuran 0,30 Metaphire javanica (cacing tanah)

2 Hutan tanaman sengon monokultur 0,16 Reticulitermes sp (rayap)

Phyllophaga sp (uret)

3 Hutan tanaman sengon sistem

agroforestri

0,09 Reticulitermes sp (rayap)

Phyllophaga sp (uret)

Scolopendra obscura (kelabang)

Calosoma scrutator (kumbang tanah)

2. Pengaruh jenis dan populasi tanaman sela Dari hasil penelitian (Tabel 2) diketahui

bahwa populasi tanaman sela tidak berpengaruh

terhadap biodiversitas makrofauna tanah,

sedangkan jenis tanaman sela sangat berpengaruh.

Jenis tanaman sela ubijalar memberikan pengaruh

terhadap biodiversitas makrofauna tanah lebih baik

(0,154 dan o,180) jika dibanding jagung (0,135 dan

0,110) maupun rumput gajah (0,128 dan 0,073).

Hal ini dimungkinkan karena perbedaan efektifitas

penutupan tanah dan sumbangan bahan organik

tanahnya.

Tabel 2. Nilai rata-rata indeks diversitas makrofauna tanah pada sistem agroforestri berbasis sengon

dcengan berbagai jenis tanaman sela

No Jenis tanaman sela Indeks diversitas (P/D) Makrofauna tanah dominan

1 Ubi jalar 0,154 Lobopelta ocellifera

0,180 Ponthoscolex corenthrurus

2 Jagung 0,135 Odontomachus sp

0,110 Phyllophaga sp

3 Rumput gajah 0,128 Odontomachus sp

0,073 Reticulitermes sp

Page 3: Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah

3. Pengaruh pemulsaan dan pengembalian

biomassa gulma Pengembalian biomassa gulma tidak

berpengaruh terhadap biodiversitas makrofauna

tanah, sedangkan pemulsaan dengan sisa-sisa

tanaman (jagung) meningkatkan biodiversitas

makrofauna tanah (Tabel 3). Dengan pengembalian

sisa tanaman jagung ke lahan untuk pemulsaan

dapat meningkatkan biodiversitas makrofauna tanh

hingga lebih dari 75%. Hal ini dimungkinkan

adanya penambahan bahan organic sbagai sumber

makanan dan menjaga iklim mikro yang baik.

Selain itu nampak bahwa pemulsaan dengan bahan

organic sisa tanaman dapat meningkatkan populasi

cacing tanah (Ponthoscolex corenthrurus) yang

berperan penting dalam pemeliharaan kesuburan

tanah.

Tabel 3. Nilai rata-rata indeks diversitas makrofauna tanah pada sistem agroforestri dengan

pemulsaan dan tanpa pemulsaan

No Perlakuan Indeks diversitas (P/D) Makrofauna tanah dominan

1 Tanpa mulsa 0,149 Odontomachus sp

0,124 Ponthoscolex corenthrurus

2 Dengan mulsa 0,215 Lobopelta ocellifera

0,214 Ponthoscolex corenthrurus

KESIMPULAN

� Alih fungsi lahan hutan cenderung menurunkan

biodiversitas makrofauna tanah

� Peningkatan biodiversitas makrofauna tanah

pada sistem agroforestri dapat dilakukan

melalui:

(1) diversifikasi jenis tanaman budidaya,

terutama dengan jenis tanaman yang

efektif dalam penutupan tanah,

(2) minimalisasi intensitas pengelolaan lahan,

terutama dalam pengolahan tanah serta

(3) optimalisasi pengembalian sisa tanaman

sebagai mulsa.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian Pupuk Kandang,

Pupuk Organik dan insektisida. Penerbit

Alumni. Bandung .

Anderson, J.M., and J.S.I. Ingram. 1993. Tropical

Soil biology and Fertility, a Handbook of

Methods. C.A.B. International. London.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius.

Jakarta.

Borror, D.J., Triplehorn, C. A., and Johnson, N. F.

1992. Pengenalan pelajaran Serangga

(diterjemahkan oleh Soetiyono, P. dan

Mukayat, D. B.). Universitas Gadjah Mada

press. Yogyakarta.

Burges, A., and F. Raw. 1967. Soil Biology.

Academic Press. London and New York.

Crossley, Jr.D.A., Mueller, B.R. and Perdue, J.C.

1992. Biodiversity of microarthopds in

agricultural soil : relations to processes.

Agric. Ecosyst. Environ. 40 : 37 – 46.

de Foresta ,H. A. Kusworo, G. Michon dan W.A.

Djatmiko. 2000. Ketika kebun berupa

hiutan: Agroforest kahas Indonesia, sebuah

sumbangan masyarakat. ICRAF, Bogor.

Flora. 2006. “Keanekaragaman dan Peran

Arthropoda Tanah Pada Pertanaman Kakao

di Pinggiran Hutan Taman Nasional Lore

Lindu”. J. Agroland 13 (1) : 19 – 23

Foth. H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah

(diterjemahkan oleh Soenartono Adi

Soemarto). Penerbit Erlangga. Jakarta.

Gorny, M. and Leszek G. 1993. Methods in Soil

Zoology. Polish Scientific Publishers.

Warszama.

Hagvar, S. 1998. “The Relevance of the Rio

Convention on Biodiversity to Conserving

the Biodiversity of Soil”. Appl. Soil ecol 9 :

40 – 45.

Hairiah K., S.R. Utami, D. Suprayogo, Widianto,

S.M. Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R.

Mulia, M. van Noordwijk and G. Cadish.

2000. Agroforestry on acid soils in humid

tropics: managing tree-soil-crop

interactions. ICRAF, Bogor.

Lee, K. E and Foster, R. C. 1991. “Soil fauna and

soil structure”. Aust. J. Soil. 29 : 755 - 775

Lavelle, P., M. Dangerfield, C. fargoso, V.

Eschenbremer, D. Lopez-haernandes, B.

Pashanashi, and L. Brussard. 1994. “The

Relationship between Soil Macrofauna and

Tropical Soil Fertility”. In Woomer, P.L.,

and N. Swift (Eds) The Biological

management of tropical Soil Fertility. John

Wiley and Sons. Chichester. p.237 - 240

Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah.Cetakan

Pertama. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Wallwork, J. B. 1970. Ecology of Soil Animals. Mc

Graw-Hill. London.

Page 4: Sugiyarto Konservasi Makrofauna Tanah