“STUDY KOMPARATIF HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN METODE KOOPERATIF DENGAN METODE CERAMAH DI JURUSAN...
-
Upload
dadang-sujatmiko -
Category
Documents
-
view
111 -
download
0
description
Transcript of “STUDY KOMPARATIF HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN METODE KOOPERATIF DENGAN METODE CERAMAH DI JURUSAN...
STUDY KOMPARATIF HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN METODE
KOOPERATIF DENGAN METODE CERAMAH DI JURUSAN ELKTRONIKA
INDUSTRI SMK NEGERI 26 JAKARTA PADA MATA PELAJARAN TEKNIK
DIGITAL
AGUS ANGGA WARDANI
5215090177
Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan proses pendidikan kegiatan belajar mengajar merupakan
kegiatan inti dan utama. Kegiatan belajar–mengajar secara formal umunya dilakukan di
sekolah. Sekolah sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan formal mempunyai dua
aspek penting, yaitu aspek individual dan aspek sosial. Di satu pihak pendidikan sekolah
bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan
pribadi anak didik secara optimal, di pihak lain pendidikan sekolah bertugas mendidik
agar anak didiknya dapat mengabdikan diri kepada masyarakat. Pilihan dan imbangan
yang tepat mengenai kedua macam tugas tersebut tersebut merupakan pokok pemikiran
dari para pakar pendidikan. Sebagai upaya pemecahannya maka tujuan proses pendidikan
pada tiap jenjang sekolah perlu disesuaikan dengan dengan proposisi – proposisi tertentu
mengenai psikologi dan pekembangan anak didik, pada jenjang mana mereka berada dan
tujuan apa yang diharapkan.
Teknik Digital merupakan mata pelajaran dasar kompetensi kejuruan yang wajib
dipelajari siswa, diharapkan mampu memberi bekal kepada siswa untuk dapat
menghadapi tantangan di dunia kerja di masa yang akan datang. Di tingkat satuan
pendidikan SMK kelas X terdapat kompetensi ketrampilan, dan salah satu pelajaran
tersebut adalah mata pelajaran Teknik Digital yang terbagi menjadi teori dan praktik.
Dalam proses pembelajaran teori mata pelajaran kompetensi kejuruan Teknik Digital
adalah memberikan konsep dasar pengetahuan secara teoritis tentang konsep digital,
komponen digital dan perancangan rangkaian digital. Sedangkan dalam pembelajaran
praktik kompetensi kejuruan mata pelajaran Teknik Digital adalah menekankan uraian
dasar – dasar teknik digital mulai dari sistem bilangan, gerbang logika, flip-flop dan
aritmatika biner. Namun dalam proses belajar-mengajar di sekolah, para guru mata
pelajaran Teknik Digital berhadapan dengan siswa yang menganggap bahwa pelajaran
Teknik Digital itu merupakan suatu pelajaran yang sulit. Dengan demikian proses belajar-
mengajar pun agaknya kurang berhasil.
Mengingat tugas siswa adalah belajar sebagai proses pengembangan diri untuk
dapat mandiri dan berpartisipasi dalam dunia kerja, maka kegiatan belajar yang dialami
siswa di sekolah mau tidak mau harus ditempuhnya. Dan prestasi yang diperoleh pun
diharapkan akan memberi gambaran yang menghasilkan dan menunjukan keberhasilan
belajar. Untuk itu guru harus memiliki pandangan yang luas dan mampu membimbing
siswanya untuk mencapi tujuan belajar yang diharapkan.
Untuk mencapai tujuan belajar di sekolah pelaksanaan proses belajar-mengajar di
kelas tidak cukup dengan ditatanya program pengajaran di dalam kurikulum. Walaupun
kurikulum dilengkapi dengan petunjuk penyusunan satuan pelajaran, petunjuk penilaian
prestasi belajar siswa, bimbingan siswa, dan petunjuk mengenai pelaksanaan, administrasi
dan supervise sekolah. Namun apabila di perhatikan keseluruhan isi kurikulum faktor
serta perangkat pedoman pelaksanaannya, akan tampak semua itu merupakan serentetan
program dan cara-cara pelaksaannya. Dalam perangkat itu terdapat petunjuk operasional
yang merupakan atau melukiskan proses belajar mengajar di kelas. Pengelolaan proses
belajar mengajar itu sepenuhnya diserahkan pada kemampuan guru yang di peroleh dalam
pendidikan dan praktek lapangan yang di alaminya. Tidak jarang guru yang kurang
mampu melakukan pengolaan proses belajar mengajar itu karena kurang memiliki
wawasan yang jelas mengenai dasar dan hakekat proses belajar mengajar serta
penerapannya dalam kelas, khususnya dalam pengajaran Teknik Digital. Untuk itu
penguasaan pendekatan dan metode pengajaran serta penerapannya yang tepat sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar.
Mengingat hal tersebut perlu kiranya dicarikan suatu pendekatan yang dapat
dikembangkan menjadi suatu bentuk metode belajar-mengajar yang efektif dan efesien.
Suatu metode yang efektif dan efesien akan tercipta bila metode itu dapat menunjang
prestasi belajar siswa yang memadai dan lestari dalam arti apa yang dipelajari siswa dapat
dikuasai dan tidak mudah terlupakan. Kadar prestasi belajar belajar siswa tersebut sangat
tergantung kepada apa yang dipelajari bagi dirinya sendiri. Keberartian materi pelajaran
itu sedikit banyak dipengaruhi oleh peran serta aktifitas siswa itu sendiri dalam
keseluruhan proses belajar/mengajar. Dan yang menjadi fokus permasalahan sekarang
adalah bagaimana membina iklim kegiatan belajar mengajar agar kegiatan siswa cukup
tinggi dan berhasil baik, serta isi programnya pun bermanfaat bagi siswa, kehidupan, dan
lingkungannya untuk waktu sekarang dan yang akan datang.
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengadakan penelitian tentang study
komperatif hasil belajar antara metode Kooperatif dengan metode ceramah yang
merupakan metode belajar-mengajar yang masih menghendaki kemampuan guru dalam
penjelasan materi.
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk mengetahui sejauh mana keampuhan dua bentuk metode belajar-mengajar
diatas dalam pengajaran Teknik Digital, maka muncul beberapa permasalahan yang perlu
di kaji. Permasalahan ini ada di sekitar proses belajar mengajar dengan kedua macam
metode tadi yang menyangkut :
1. Apakah metode ceramah cocok diterapkan dalam proses belajar-mengajar pada mata
pelajaran Teknik Digital ?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa yang belajar melalui metode ceramah pada mata
pelajaran Teknik Digital ?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa yang belajar melalui metode kooperatif pada mata
pelajaran Teknik Digital ?
4. Apakah metode kooperatif cocok diterapkan dalam mata pelajaran Teknik Digital ?
5. Adakah pengaruh penggunaan metode terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Teknik Digital ?
1.3 Pembatasan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang muncul di atas merupakan masalah yang perlu
dicarikan jawabannya namun untuk pencapaian yang lebih efektif maka tidak semua
masalah di atas ditelaah. Dalam penelitian ini dibatasi pada perbedaan hasil belajar antara
metode kooperatif dengan metode ceramah pada mata pelajaran Teknik digital di kelas X.
Penelitian ini di ambil di SMK NEGERI 26 JAKARTA.
1.4 Perumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat di rumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Adakah perbedaan hasil belajar antara metode kooperatif dengan metode ceramah di
SMK NEGERI 26 JAKARTA pada mata pelajaran Teknik Digital ?
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan positif kepada guru Teknik
Digital di SMK NEGERI 26 JAKARTA dan juga kepada guru-guru yang lain tentang
alternatif pemilihan dan penggunaan metode mengajar. Hal ini dilakukan guna memberi
variasi di dalam proses belajar-mengajar.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2. Kajian Teoritis
2.1 Hakikat Hasil Belajar
Banyak definisi tentang belajar yang dikemukaan para ahli, dan perumusannya
berbeda-beda. Namun demikian pengertian – pengertian yang di kemukakan para ahli
mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu bahwa belajar itu merupakan suatu proses
pembentukan atau perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Salah satu definisi yang
dapat dikemukakan disini adalah seperti apa yang dirumuskan dalam teori behavioristik
belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus
dan respon.
Pembentukan atau perubahan pada tingkah laku itu dapat terjadi dalam bentuk
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, sikap, dan apresiasi seseorang terhadap sesuatu.
Yang jelas seseorang yang telah mengalami peristiwa belajar akan memiliki sesuatu yang
sebelumnya tidak dimiliki dan dikuasainya. Belajar adalah peristiwa yang terjadi dengan
disadari, artinya seseorang yang mengalami atau yg terlibat dalam belajar pada akhirnya
akan mengetahui bahwa dia telah memepelajari sesuatu. Dalam praktek disekolah bahwa
siswa menyadari telah mengalami sesuatu sehingga telah menjalani sesuatu perubahan.
Mengingat hal tersebut dapat dikatakan bahwa ada perubahan tingkah laku yang tidak
termasuk dalam kategori belajar, yaitu perubahan atau pembentukan tingkah laku karena
naluri, kematangan, dan keletihan atau perubahan karena pengobatan.
Dalam kaitannya dengan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku, maka
belajar juga akan menimbulkan hasil dimana tampak sifat – sifat dan tanda – tanda
perilaku baru setelah pengalaman belajar berlangsung. Hasil belajar itu disebut
kemampuan. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu.
Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia
lakukan. Di sekolah kemampuan yang timbul setelah belajar ini biasa disebut sebagai
prestasi belajar. Prestasi belajar dapat di amati melalui suatu alat ukur atau tes mengenai
sejumlah pelajaran yang telah diberikan.
Tingkat keberhasilan siswa dalam studi ini dibatasi pada kemampuan pengetahuan
dan ketrampilan. Khususnya tiga tingkatan kemampuan yang pertama yaitu penguasaan
pengetahuan yang terbentuk dalam asosiasi hafalan. Aspek ini merupakan seperangkat
ingatan mengenai sesuatu sebagai hasil dari pengamatan melalui asosiasi tentang fakta.
Dan pada tingkatan kemampuan yang kedua yaitu penguasaan kemampuan yang
terbentuk melalui tindakan – tindakan pengajaran.
Untuk lebih jelasnya pencapaian prestasi belajar di sekolah dapat dilihat dari
perolehan angka nilai yang didapat melalui tes. Angka nilai yang dipakai disini
mempunyai rentangan 1 – 100 ( satu sampai seratus), dengan bobot nilai maksimum
untuk setiap item adalah 1 (satu). Untuk menjadikan nilai maksimum yang diperoleh
siswa dari suatu tes kedalam nilai yang mempunyai rentangan 1 – 100, maka digunakan
suatu rumus :
Nilai =
Contoh : Item tes terdiri dari 30 item, setiap item yang dijawab dengan betul
dijumlahkan menjadi nilai maksimum. Kalau si A menjawab item dengan betul 17 item,
maka nilai yang diperoleh si A adalah 17/30 x 100 = 57 (dibulatkan sampai satuan).
2.2 Hakikat Mata Pelajaran Teknik Digital
Sebagai mata pelajaran pokok dan wajib di berikan pada SMK khususnya di
Teknik Digital, maka pelajaran Teknik Digital adalah salah satu materi pokok dan penting
bagi siswa dalam melangkah kearah penguasaan logika.
Pelajaran teknik digital pada kelas X semester 1 pada garis besarnya dibagi dalam
tiga materi pokok, yaitu memberikan konsep dasar pengetahuan secara teoritis tentang
konsep digital, komponen digital dan perancangan rangkaian digital.
Belajar teknik digital akan berlangsung dengan baik dan lancar bila mana
didorong tujuan tertentu. Dengan kata lain tujuan akan mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Dalam pengajaran teknik digital tujuan yang hendak dicapai
dideskripsikan dalam bentuk perubahan sikap (kemampuan) setelah siswa mengalami
proses belajar teknik digital.
Siswa mampu membuat diagram/ skema Digital dengan menggunakan berbagai
komponen logika dan dapat menjelaskan secara teoritis dan praktis rangkaian
kombinasional, sequensial sinkron dan sequensial asinkron.
Dari praktek teknik digital listrik siswa diharapkan dapat lebih mengerti dan
memahami konsep – konsep yang terdapat dalam teknik digital dan dapat menggunakan
konsep – konsep teknik digital kedalam praktek teknik digital.
Selain itu perlu diperhatikan bahwa kegiatan praktek hendaklah dirancang secara
berjenjang dari yang mudah menuju yang lebih rumit sehinggga memberi perhatian
belajar siswa. Dari kegiatan belajar mengajar praktek teknik digital tenaga akan didapat
hasil yang tampak sebagai suatu prestasi yang ditunjukan oleh siswa terhadap apa yang
telah dipraktekkanya itu melalui evaluasi berupa pertanyaan, tugas, atau instruksi yang
tertera pada job sheet (Sumadi suryabrata). Dari kemampuannya di dalam menyelesaikan
tugas – tugas yang terdapat pada job sheet dapat diukur seberapa kemampuan daya serap
belajar siswa tersebut.
Untuk memperoleh data pembuktian yang menjelaskan tingkat kemampuan siswa
serta keberhasilannya dalam mencapai tujuan instruksional Teknik digital, maka
dilakukan evaluasi. Bloom mendefinisikan evaluasi adalah pengumpulan kenyataan
secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya telah terjadi perubahan
pada diri siswa dan menetapkan seberapa jauh tingkat perubahan terjadi di dalam diri
pribadi siswa.
Evaluasi dalam pendidikan tidak dapat diukur secara langsung karena obyek yang
diukur dan dinilai adalah aspek psikologis, untuk itu diperlukan suatu alat yang dapat
digunakan untuk mengukurnya yaitu tes. Alpa Cronbach mendefinisikan tes sebagai suatu
prosedur sistematis untuk mengamati dan mencandrakan satu atau lebih karakteristik
seorang dengan skala numerik atau sistem kategori.
Untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan hasil belajar siswa dalam
kegiatan belajar mengajar,dapat digunakan tes berikut :
a. Tes lisan
b. Tes tertulis yang meliputi tes essay dan tes objektif
c. Tes penampilan (Performance Test)
Untuk penilaian praktek teknik digital listrik ditekankan pada aspek psikomotorik
yang lebih menekankan pada gerakan tangan dan kemampuan otak menganilisa. Aspek
psikomotorik antara lain berisi; menggunakan alat secara tepat, ketelitian dan kecermatan
dalam melakukan praktek.
Tes penampilan adalah satu –satunya evaluasi dalam penilaian skill, yaitu siswa
yang hendak dinilai kemampuannya diharuskan menampilkan skill yang dimilikinya itu
di bawah persyaratan kerja tertentu. Agar penilaian dapat seobyektif mungkin, maka
masing – masing skill diuraiakan elemen skill.
Elemen skill dapat berwujud:
a. Kemampuan membaca dan menganalisa rangkaian logika, dan lain – lain.
b. Kemampuan menganalisa pekerjaan dan menetapkan langkah.
c. Bekerja sesuai aturan teknis dan keselamatan kerja.
d. Keterampilan dalam pemakaian alat dan bahan.
e. Kualitas pekerjaan dan ketepatan waktu.
Pada akhirnya tujuan dari hasil belajar teknik digital yang terpenting adalah
sebagai berikut :
a. Siswa dapat memahami tentang prinsip – prinsip gerbang logika.
b. Siswa dapat memahami dan mengenal komponen teknik digital.
c. Siswa dapat memahami dan mengenal standarisasi teknik digital.
d. Siswa dapat memahami dan menganalisa rangkaian logika dalam teknik digital.
2.3 Hakikat Metode Kooperatif
Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) adalah metode belajar mengajar yang
didesain untuk mengembangkan kerjasama dan tanggung jawab siswa. Metode ini
dirancang untuk mengurangi persaingan yang banyak ditemui di kelas dan cenderung
mengarah pada pola “kalah dan menang” (Slavin, 1994). Definisi di atas menjelaskan
bahwa belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya
kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Lebih lanjut
Watson (Jufri, 2000:14) menyatakan bahwa:
Cooperatif learning (belajar kelompok) merupakan suatu lingkungan belajar di kelas,
di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan umum. Belajar
kelompok merupakan pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat bekerja sama
dengan yang lain untuk memahami kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja sama
secara aktif dalam menyelesaikan tugas.
Pengelompokkan siswa secara heterogen dimaksudkan untuk mengembangkan
penerimaan siswa terhadap keragaman dan keterampilan sosial. Pada dasarnya model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling tidak 3 tujuan
pembelajaran yaitu hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial (Corebima, dkk.2002). melalui anggota kelompoknya baik
kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan
budaya. Para siswa juga diharapkan menerima keragaman tersebut dan
memaksimalkan kerja sama kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok
siap menghadapi tes dan hasil belajar akan tercapai dengan optimal. Kerjasama
kelompok dalam pembelajaran kooperatif dapat digambarkan seperti dua orang atau
lebih yang sedang mengangkat balok kayu. Jika salah satu saja melepaskan
pegangannya maka keseimbangan akan berubah. Keseimbangan yang terjadi dapat
mengakibatkan balok kayu tersebut lepas dan kemudian jatuh.
Selain itu ada kelebihan heterogen dalam metode belajar kooperatif yaitu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar (Peer Tutoring) dan
meningkatkan interaksi serta memudahkan guru dalam mengelola kelas
(Lie,2002:42). Melalui belejar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai
sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi
serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain siswa
sebagai tutor sebaya bagi kelompoknya, sebab kecenderungan bahwa siswa lebih
mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya. Menurut Arikunto
(1996:62) adakalanya siswa lebih mudah memperoleh keterangan dari teman
sebayanya karena malu untuk bertanya kepada guru.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002) menyatakan bahwa “tidak semua
kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning”. Menurutnya untuk mencapai
hasil yang maksimal ada 5 unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu:
(1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka;
(4) komunikasi pada anggota; dan (5) evaluasi kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok saling bekerja sama
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Adanya kerjasama kelompok
menunjukkan bahwa keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar bersama
dalam kelompok, sehingga dalam satu kelompok terjadi ketergantungan positif. Selain
itu setiap anggota kelompok bertanggung jawab perseorangan, maka setiap anggota
kelompok berkesempatan memberi kontribusi bagi kesuksesan kelompoknya.
Setiap kegiatan pembelajaran termasuk kegiatan dalam pembelajaran
kooperatif selalu melibatkan interaksi (tatap muka) dan komunikasi antara gutu dan
siswa. Interaksi yang terjadia diantara anggota kelompok membantu siswa
meningkatkan pemahaman suatu konsep sebab siswa lebih mudah berkomunikasi
dengan teman sebayanya melalui bahasa yang sederhana dan mudah dipahami bila
dibandingkan berkomunikasi dengan guru. Interaksi dan komunikasi yang muncul
dalam pembelajaran diharapkan berjalan secara multi arah (guru-siswa, siswa-siswa).
2.4 Hakikat Metode Ceramah
Gambaran umum tentang pengajaran di sekolah adalah seorang guru
berceramah di depan kelas selama jam mata pelajaran berlangsung. Metode mengajar
dengan ceramah ini sudah umum dan paling banyak digunakan dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Pada pokoknya kegiatan belajar mengajar semacam ini peranan
guru sangatlah dominan, sedangkan siswa hanya mendengarkan dengan teliti dan
mencatat pokok-pokok penting dari materi yang disampaikan oleh guru.
Rumusan dasar dari metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara
lisan oleh guru terhadap kelas. Jadi, dalam pengajaran semacam ini kemampuan guru
dalam penguasaan, pengaturan dan penyampaian materi sangat dibutuhkan. Karena
guru memegang peranan penting maka semangat mengajarpun agaknya turut
mempengaruhi berhasilnya proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru harus
berusaha membina komunikasi tentang bagaimana menariknya dan pentingnya mata
pelajaran yang disampaikan itu.
Variasi vokal perlu sekali dalam ceramah, sebab walaupun bagaimana
menariknya mata pelajaran tidaklah demikian bagi siswa apabila disampaikan secara
monoton. Pandangan maupun suara guru harus mencapai seluruh siswa di dalam kelas
selama mengajar. Pola interaksi dengan menggunakan metode ceramah ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.16 Proses Belajar Mengajar Melalui Metode Ceramah
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa peranan guru masih dominan,
walaupun sesekali guru menyelingi teknik bertanya yang dirancang untuk memeriksa
apakah siswa memahami pelajaran atau tidak. Guru juga memperkenankan siswa
untuk mengajukan pertanyaan namun tidak mendorong komunikasi antar siswa.
Memang komunikasi dua arah berlangsung antara siswa secara individual dengan
guru. Akan tetapi komunikasi itu masih terbatas karena adanya rintangan superioritas
guru yang kadang masih melekat pada masing-masing pribadi guru dan juga pada
anggapan siswa.
Dalam pelajaran teknik digital listrik, proses belajar mengajar melalui metode
ceramah memang sangat baik untuk menyampaikan materi secara faktual dan
mengingatkan kembali secara cepat, akan tetapi tidak menonjol untuk pengertian
secara komprehensif dan pengingatan kembali yang ditunda. Dalam pelajaran teknik
digital listrik melalui metode ceramah masih menghendaki peranan guru. Dalam
penyampaian materi, guru menjelaskan tentang beberapa fungsi alat teknik digital
listrik, bermacam-macam fungsi garis dan standarisasi garis menurut ISO lalu
dituliskannya materi pada papan tulis atau di diktekannya serta siswa menyalinnya
dan pada akhirnya diadakan tanya jawab dan latihan.
Dengan demikian pengajaran teknik digital listrik melalui metode ceramah
dapat diberikan bila tujuan yang ingin dicapai berupa penguasaan materi. Keuntungan
GURU
SISWA
SISWA SISWA SISWA
SISWA
dari metode ceramah dapat menjangkau materi yang diajarkan dengan cepat dan
dalam jumlah siswa yang banyak. Dan adapun kelemahan metode ceramah yaitu
kurang melibatkan partisipasi siswa dalam pencapaian pengetahuan. Secara mental
siswa kurang dilibatkan dalam kegiatan semacam ini, sehingga siswa tidak mampu
mengembangkan suatu materi teknik digital listrik.
2.5 Kerangka Berfikir
Belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya
kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Metode ini
dirancang untuk mengurangi persaingan yang banyak ditemui di kelas dan cenderung
mengarah pada pola “kalah dan menang” (Slavin, 1994). Belajar kelompok
merupakan pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat bekerja sama dengan yang
lain untuk memahami kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja sama secara aktif dalam
menyelesaikan tugas.
Pengelompokkan siswa secara heterogen dimaksudkan untuk mengembangkan
penerimaan siswa terhadap keragaman dan keterampilan sosial. Para siswa juga
diharapkan menerima keragaman tersebut dan memaksimalkan kerja sama kelompok,
sehingga masing-masing anggota kelompok siap menghadapi tes dan hasil belajar
akan tercapai dengan optimal. Selain itu ada kelebihan heterogen dalam metode
belajar kooperatif yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar
(Peer Tutoring) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru dalam mengelola
kelas (Lie,2002:42). Melalui belejar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai
sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi
serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan kata lain siswa
sebagai tutor sebaya bagi kelompoknya, sebab kecenderungan bahwa siswa lebih
mudah menerima dan memahami informasi dari teman sebayanya. Menurut Arikunto
(1996:62) adakalanya siswa lebih mudah memperoleh keterangan dari teman
sebayanya karena malu untuk bertanya kepada guru.
Dengan demikian berdasarkan aktifitas siswa maka dapatlah diasumsikan
bahwa proses belajar akan berhasil jika seseorang menerima tanggapan dari yang lain
mengenai pemikirannya, dan kemudian dia memikirkan terhadap pemikiran itu.
Asumsi ini menekankan pada satu bentuk interaksi kelompok, karena tanggapan yang
diperoleh mendorong dan memberi semangat untuk melanjutkan pemikirannya dan
membantu proses menilai diri sebagai manusia. Respon dari orang lain membantu
juga dalam membentuk sikap dan mencoba sikap itu. Disamping itu kegiatan belajar
melalui kerja kelompok akan melatih masing-masing siswa sebagai anggota kelompok
untuk bertanggung jawab dan percaya pada diri sendiri.
Sementara proses belajar mengajar melalui metode ceramah, pada pokoknya
merupakan suatu bentuk interaktif edukatif dengan jalan penuturan dan penjelasan
secara lisan oleh guru yang dibantu dengan dialog tanya jawab antara guru dengan
siswa atau sebaliknya dalam suasana kelas.
Guru bertindak secara aktif dalam keseluruhan proses belajar mengajar,
walaupun sesekali dia melibatkan siswa untuk turut serta aktif dalam kegiatan proses
belajar mengajar.
Dari penalaran teoritis yang telah dikemukakan di atas, proses belajar
mengajar melalui metode ceramah tanya jawab kegiatan guru aktif secara intensional
sedangkan siswa aktif secara insidental. Konsepsi dasar dalam pengajaran melalui
metode ceramah tanya jawab adalah dalam bentuk situasi klasikal. Konsep ini
mengimplikasikan bahwa proses pewarisan atau penyerahan kebudayaan berupa
pengalaman-pengalaman dan kecakapan-kecakapan kepada siswa.
Realisasi bentuk semacam ini dalam pengajaran sekolah selalu bertolak dari
aransemen kegiatan belajar siswa aktif menemukan sendiri, yang dalam proses belajar
seharusnya makin berdasarkan kemandirian. Walaupun metode ceramah tanya jawab
ini menghendaki siswa aktif , namun kadar keaktifan itu sangat minim dan masih
terikat. Dalam pengajaran metode teknik digital interaksi belajar mengajar melalui
metode ceramah tanya jawab ini kegiatan intelektual siswa dpaksa dan dipacu untuk
dapat menerima berbagai informasi yang disampaikan oleh guru. Kemudan diadakan
dialog tanya jawab yang diharapkan dapat memberi umpan balik.
Namun demikian untuk lebih mengarahkan acuan kita, maka perlu
diperlihatkan bahwa tidak ada sebuah metode mengajar yang paling baik untuk
digunakan dalam semua situasi. Kebaikan metode itu tergantung pada ketepatan
penerapannya dalam kaitan dengan kondisi belajar, keadaan siswa, bahan pelajaran
yang disajikan dan kemampuan guru untuk menggunakannya. Peryataan ini berarti
tidak selalu metode yang satu lebih baik dan metode yang lain itu lebih jelek.
Untuk menjelaskan suatu definisi yang sederhana maka metode ceramah akan
jauh lebih baik dan lebih tepat digunakan dibanding dengan metode kerja kelompok
apabila guru mengkehendaki penyampaian informasi faktual tentang teknik digital
listrik. Sebaliknya metode kerja kelompok merupakan metode yang tepat untuk
mengembangkan daya pikir siswa secara intelektual dan mengembangkan apresiasi
siswa terhadap mata pelajaran teknik digital listrik. Namun demikian manfaat setiap
metode mengajar itu tetap ditentukan oleh keberartian proses belajar mengajar bagi
siswa dan turut sertanya siswa secara aktif. Peran serta siswa dalam berbagai kegiatan
belajar mengajar secara aktif akan meningkatkan keterlibatan mental siswa yang
bersangkutan. Ketertiban mental yang optimal tersebut berarti peningkatan motivasi
yang optimal pula pada diri siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara optimal dalam arti guru aktif
mengajar secara intensional dan siswa aktif belajar secara intensional juga maa hasil
yang diperoleh pun akan optimal pula.
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasar dari acuan dan kerangka berfikir, maka dapatlah diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut : “ Terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan metode
kooperatif dengan menggunakan metode ceramah yang dimana metode kooperatif
lebih baik dibanding metode ceramah untuk mata pelajaran teknik digital”.
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui hasil belajar dengan metode yang
berbeda, yaitu metode kooperatif dan metode ceramah selain itu untuk mengetahui
metode yang cocok dilaksanakan guru pada mata pelajaran Teknik Digital.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di SMK Negeri 26 Jakarta. Di pilih sekolah
berstandar nasional karena melihat kondisi siswa yang tergolong memiliki nilai
yang diatas rata – rata pada saat masuk tes. Adapun waktu penelitian dilaksanakan
sepanjang pembuatan masa skripsi dimana masing – masing pertemuan selama 3
(empat) jam pelajaran.
3.3 Metode Penelitian
Melihat sifatnya penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian
komperatif, yaitu penelitian untuk melihat perbedaan pengaruh antara variabel
yang diteliti melalui perlakuan. Dalam penelitian ini ada dua kelompok sampel
eksperimen, satu kelompok diberikan perlakuan dengan metode kerja ceramah
sebagai kelompok eksperimen I (satu) dan satu kelompok diberikan perlakuan
dengan metode kooperatif sebagai kelompok eksperimen II (dua).
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I (satu) jurusan Teknik
Elektronika Industri SMK Negeri 26 Jakarta tahun ajaran 2012/2013. Penelitian
beranggapan bahwa sifat-sifat yang berhubungan dengan variabel penelitian yang
dimiliki seluruh siswa kelas I (satu) itu mempunyai kecenderungan yang sama.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random siswa didalam kelas
atau pemilihan sampel dilakukan dengan mengundi siswa – siswa. Setiap anggota
dalam kelas yang terpilih melalui undian tadi merupakan sampel yang diperlukan
dalam penelitian.
Jumlah Kelas I (satu) pada jurusan Teknik Elektronika Industri SMK
Karya Guna berjumlah 36 orang. Sampel yang dilakukan sebanyak 2 (dua)
kelompok yang ditarik melalui undian tadi, satu kelompok untuk eksperimen I
(satu) dan satu kelompok lagi untuk eksperimen 2 (dua).
3.5 Istrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pre-test yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Tes
yang digunakan berupa tes objektif bentuk multiple choice lima option. Jumlah
item keseluruhan ada 35. Setiap item mempunyai bobot nilai satu. Dengan
demikian jumlah nilai maksimum untuk keseluruhan tes adalah 35.
Instrumen yang digunakan telah memenuhi kriteria keterandalan yaitu
memiliki objektifitas dalam arti tidak memihak, mudah dilaksanakan, valid dan
reliable. Suatu tes sebagai instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen
tersebut mengukur apa yang akan diukur dan instrumen itu dapat pula dikatakan
reliable apabila dilakukan pengulangan untuk mengukur hal yang sama. Instrumen
tersebut akan mempunyai hasil yang sama atau ajeg.
1. Validitas Instrumen
Ketepatan hasil pengujian dalam penelitian sangat tergantung dari instrumen
penelitiannya, sedangkan analisis statistika yang digunakan tergantung dari skala
pengukuran data yang digunakan. Instrumen penelitian harus memenuhi
persyaratan validitas dan reliabilitas.Instrumen yang valid (sahih) berarti
instrumen tersebut mampu mengukur mengenai apa yang akan diukur. Sedangkan
instrumen yang memenuhi persyaratan reliabilitas (handal), artinya instrumen
tersebut menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrumen tersebut
digunakan untuk mengukur berkali-kali. Pada variabel fisik (kuantitatif),
misalnya : lebar daun, berat kering tanaman, kadarair, dan sebagainya, umumnya
telah tersedia alat ukur di pasaran. Agar alat ukurtersebut valid, selayaknya
dilakukan kalibrasi terhadap alat ukur standar sebelumdigunakan untuk
penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas isi (content validity).
Validitas isi merupakan suatu alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana isi alat
pengukur tersebut mewakili semua aspek yang diangap sebagai aspek kerangka
konsep. Uji validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen yang
digunakan mencerminkan isi yang diharapkan. Uji Validitas dilakukan dengan
cara mengikuti langkah-langkah penyusun instrumen, yaitu menentukan variabel
yang akan diteliti berdasarkan aspek-aspek penelitian atau membuat kisi-kisi
instrumen. Variabel tersebut kemudian dikembangkan menjadi butir-butir
pertanyaan yang telah terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing
selanjutnya dinilai kevalidannya oleh guru yang bersangkutan. Namun
Y
XMp
N
XtMt
n
n
XtXt
SDt
2
2
q
p
SDt
MtMppbi
dikarenakan guru tersebut hanya 1 orang, maka peneliti juga melakukan validitas
butir soal. Analisis butir dengan langkah-langkah analisis sebagai berikut :
a. Mencari Mp ; rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya.
Keterangan :
X = jumlah responden yang menjawab benar dari item soal.
Y = jumlah keseluruhan nilai responden dari responden yang
menjawab benar pada item tersebut.
b. Mencari Mt : rerata skor total
Keterangan :
∑Xt = jumlah hasil jawaban responden
n = jumlah item soal
c. Mencari SDt : standar deviasi dari skor total.
d. Memasukan semua data pada rumus koefisien korelasi biserial (γpbi).
Keterangan :
p = Proporsi siswa yang menjawab benar
q = Proporsi siswa yang menjawab salah
2. Reliabilitas Instrumen
Syarat lainnya yang juga penting bagi seorang peneliti adalah reliabilitas.
Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian
dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat
mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti
semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat
n
n
XX
2
2
2
2
2
11
.
1 S
qpS
n
nr
menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika
dilakukan tes kembali.
Tidak reliabel suatu tes pada prinsipnya dikatakan juga sia-sia tes tersebut,
karena jika dilakukan pengetesan kembali hasilnya akan berbeda. Reliabilitas suatu
tes pada umumnya diekspresikan secara numerik dalam bentuk koefisien. Koefisien
tinggi menunjukkan reliabilitas tinggi. Sebaliknya jika koefisien suatu tes rendah
maka reliabilitas tes rendah. Jika suatu tes mempunyai reliabilitas sempurna, berarti
bahwa tes tersebut mempunyai koefisien +1 atau -1.
Pengujian reliabilitas alat tes yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan
KR-20, karena instrumen yang digunakan ialah soal tes dan mempunyai bobot skor
0-1. Untuk mencari reliabilitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mencari variansi tiap item soal
b. Mencari variansi total
c. Mencari ∑p, ∑q, ∑pq dari hasil uji coba instrument
d. Memasukan jumlah varians total ke dalam rumus relibilitas
Keterangan :
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
n : Banyaknya item soal
S : Standard devisiasi soal
Ʃpq : Jumlah p kali q
Tabel 3.1 Kaidah Reliabilitas menurut Guilford & Fruchter
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel 0,81 - 1,00
Reliabel 0,61 - 0,80
Cukup Reliabel 0,41 - 0,60
Kurang Reliabel 0,21 - 0,40
Tidak Reliabel 0,00 - 0,20
3. Analisis Tingkat Kesukaran dan Analisis Daya Pembeda
Menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengaji soal-soal tes dari segi
kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang,
dan sukar. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan keseimbangan tingkat kesulitan
soal, yaitu antara yang mudah, sedang, dan sukar. Adapun cara melakukan analisis
tingkat kesukaran adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
N
BI
Dimana :
I = Indeks kesukaran untuk setiap butir soal
B = Banyak siswa yang menjawab benar pada setiap butir soal
N = Banyak siswa yang menjawab pada soal yang dimaksudkan
Tabel 3.2 Klasifikasi Indeks Kesukaran :
Menganalisis daya pembeda artinya mengaji soal-soal tes dari segi kesanggupan
tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah atau
rendah dan katagori kuat atau tinggi prestasinya. Untuk menganalisis daya pembeda
ini dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
D = (BB/JB) – (BA/JA) = PB – PA
Dimana :
D = Indeks Diskriminasi (Daya Pembeda)
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Indeks Kesukaran
0,71-1,00 Mudah
0,31-0,70 Sedang
0,00-0,30 Sukar
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda
Nilai
Perhitungan Daya Pembeda
0,41 – 1,00 Baik
0,31 – 0,40 Sedang
0,21 – 0,30 Cukup
0,00 – 0,20 Buruk
3.6 Teknik Pengolahan Data
Setelah hasil instrumen diperoleh, maka untuk menganalisa data mengenai
pemahaman materi pelajaran Program keterampilan Teknik Digital digunakan
pengujian hipotesis statistic parametric.