STUDI TENTANG EKSISTENSI PESANTREN MAHYAJATUL QURRA ...
Transcript of STUDI TENTANG EKSISTENSI PESANTREN MAHYAJATUL QURRA ...
STUDI TENTANG EKSISTENSI PESANTREN MAHYAJATUL QURRA’ TERHADAP PERILAKU MASYARAKAT LASSANG
KAB. TAKALAR
Tesis
Oleh :
BAKRI
Nim. 01.13.354.2012
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kedudukan pondok pesantren tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan umat islam di indonesia.Pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan islam tertua sudah dikenal sejak islam masuk ke wilayah
nusantara. Oleh karana itu sejarah pondok pesantren merupakan bagian
yang tidak bisa terpisahkan dari sejarah pertumbuhan masyrakat islam
indonesia.Buktinya,semenjak era kerajaan islam pertama di aceh pada
abad pertama hijriah, era wali songo,dan sampai sekarang.Peran para
wali ,Ulama dan Kyai pondok pesantren sangat besar dalam merintis
tumbuh dan berkembangnya masyarakat desa,bahkan kota.
Pesantren merupakan Bapak dari pendidikan Islam diIndonesia.
Pondok pesantren didirikan karena adanya tuntutan kebutuhan zaman,
hal ini bisa dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa sesungguhnya
pesantren dilahirkan atas kewajiban dakwah islamiyah, yakni
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak
kader-kader ulama dan da’i.
Pesantren di harapkan dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat sekitar yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan, kegiatan sosial yang ada di dalam pondok dan diluar
pondok, kegiatan ini memang harus dilakukan oleh pesantren agar
terjalin interaksi antara pesantren dan masyarakat sehingga pondok
pesantren dapat mengetahui keadaan masyarakat sekitar. Sehingga
diantara keduanya akan terjalin kebersamaan dalam memajukan
kepentingan bersama.
Untuk mengetahui secara langsung tentang peran pondok
pesantren dalam masyarakat memerlukan adanya penelitian dengan
cara melihat dan mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung di pondok
pesantren dan di lingkungan masyarakat sekitar pondok.
Kehidupan.
dalam pesantren merupakan masalah yang menyangkut tentang
perubahan perilaku atau keimanan dari individu atau kelompok yang
bersangkutan, setelah ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Maka dapat dijelaskan bahwa perubahan itu terjadi karena adanya suatu
hal yang mempengaruhinya. Sedangkan perubahan itu berasal dari luar
atau diri sendiri. Disamping itu adanya nilai-nilai kehidupan pondok
pesantren yang turun temurun terus diwariskan pada santri. Selain itu
karena pondok pesantren dan kehidupan masyarakatnya memiliki
karakteristik yang berbeda, maka peran pondok pesantren dalam
kehidupan sosial keagamaan pada masyarakat sangat diperlukan untuk
menciptakan umat yang dapat menjalankan kewajiban sebagai makhluk
Allah di bumi.
Menampilkan perkembangan pembelajaran pesantren tentulah
teramat susah, mengingat tidak adanya Acuan standar baku yang di
pakai untuk menjadikan pegangan semua pondok pesantren yang ada.
Artinya tidak ada laju perkembangan secara kontinyu yang di pakai oleh
tiap-tiap pesantren.
Namun demikian, dengan mengamati laju perkembangan sejarah,
paling tidak kita biasa melihat bagaimana system-sistem baru mulai
bermunculan serta bagaimana model-model pembelajaran itu bias di
adakan jelas, kalau dengan patokan seperti ini, perkembangan pondok
pesantren di tentukan dengan ukuran yang sama ratanya system pola
pembelajaran di masing-masing pondok pesantren, tetapi lebih melihat
semakin berwarnanya pola pembelajaran di pondok-pondok pesantren
saat ini. Realitas seperti ini memudahkan masyarakat untuk melakukan
pilihan-pilihan yang tebaik untuk putra-putrinya.
Pada abad 17 an, materi-materi pembelajaran pondok pesantren,
di dominasi oleh materi-materi ketauhidan. Sebut saja ulama seperti Abd.
Rauf Singkel, Kia Mutammakkin, atau Syaikh Muhyiddin Pamijahan,
semua ulama ini menyebarkan ajaran tarekat. Namun selanjutnya
mengalami perkembangan.
Berawal dari bentuk yang sangat sederhana pada akhirnya
pesantren berkembang menjadi lembaga pendidikan secara regular dan
di ikuti oleh masyarakat, dalam pengertian member pelajaran secara
material maupun inmaterial, yakni mengajarkan bacaan kitab-kitab yang
di tulis oleh ulama-ulama abad pertengahans dalam wujud kitab kuning,
sesuai dengan target yang di harapkan yakni membaca seluruh isi kitab
yang di ajarkan segi materialnya terletak pada materi bacaannya tanpa di
harapkan pemahaman yang lebih jauh tentang isi yang terkandung di
dalamnya. Jadi sasarannya adalah kemampuan bacaan yang tertera
wujud tulisannya.
Sedang pendidikan dalam pengertian inmaterial cendrung
berbentuk suatu upaya perubahan sikap santri, agar santri menjadi
seorang yang peribadi yang tangguh dalam kehidupannya sehari-hari.
Atau dengan kata lain mengantarkan anak didik menjadi dewasa secara
psikologik. Dewasa dalam bentuk psikis mempunyai pengertian manusia
itu dapat di kembangkan dirinya kearah kematangan peribadi sehingga
memiliki kemmpuan yang komprehensip dalam mengembangkan dirinya.
Dalam perkembangannya, misi pendidikan pesantren terus
mengalami perubahan sesuai dengan arus kemajuan zaman yang di
tandai dengan munculnya iptek. Sejalan dengan terjadinya perubahan
system pendidikannya, maka makin jelas pungsi pondok pesantren
sebagai lembaga pendidikan, disamping pola pendidikan secara
tradisional di terapkan juga pola pendidikan modern. Hal ini Nampak dari
korikulum yang di ajarkan, yang merupakan integrasi pola lama dan baru.
Begitu pula pondok-pondok pesantren yang termasuk kategori
berkembang akhir-akhir ini cendrung menerimah dan menerapkan
modernisasi kedalam masyarakat. Dibidang pendidikan umpamanya
adanya pendidikan persekolkahan mendapat sambutan hangat dari
pesantren. Sehingga pesantren juga mengembangkan system
pendidikan klasikal, disamping bandongan, serogan dan wetonan. Juga
pendidikan ketermpilan kursus-kursus yang semuanya sebagai bekal
santri yang bersifat material.
Pola pelaksanaan pendidikan, tidak lagi terlalu tergantung pada
seorang kyai yang mempunyai otoritas sebagai figur sentral. Tetapi lebih
jauh daripada itu kyai berfungsi sebagai kordinator sementara itu,
pelaksanaan atau operasionalisasi pendidikan dilaksanakan oleh
paratekhnologi guru (ustadz) dengan menggunakan serangkai metode
mengajar yang sesuai, sehingga dapat di terimah dan dapat di pahami
oleh para santri pondok pesantren yang mengembangkan system itu.
Dalam kondisi itu berarti pesantren telah berkembang dari bentuk salaf ke
khalaf yang menunjukkan perubahan dari tradisional ke modern.
Pemahaman fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan
terletak pada kesiapan pesantren dalam menyiapkan diri untuk ikut serta
dalam pembangunan di bidang pendidikan dengan jalan adanya
perubahan system pendidikan sesuai dengan arus perkembangan zaman
dan era secara global. Hal ini juga terlihat bahwa system pendidikan
pondok pesantren terus menyesuaikan diri dengan lingkungan
pendidikan dengan prinsip masih tetap dalam kawasan prinsip Agama.
Oleh karena itu pula kedudukan pesantren benar-benar sebagai patner
yang intensif dalam perkembangan pendidikan yang di buktikan dengan
makin meluasnya pendidikan pesantren ke seantero dunia.
Pondok pesantren sebagai lembaga da’wah, pengertian sebagai
lembaga da’wah, benar melihat kiprah pesantren dalam kegiatan
melakukan da’wah di kalangan masyarakat dalam arti kata sesuatu
aktifitas menumbuhkan kesadaran beragam atau melaksanakan ajaran-
ajaran Agama secara konsekuen sebagai pemeluk Agama Islam.
Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik, di
dalam maupun di luar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan da’wah
sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan
Agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat
merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah
dalam pengertian penyebaran ajaran Agama Islam dengan sebenarnya.
Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da’wah
Islamiyah. Hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan
sangat beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat. Dan
tidak dapat di pungkiri bahwa seseorang tidak lepas dari tujuan
pengembangan Agama.
Memilih kegiatan-kegiatan itu dari aspek da’wah maka wujud riil
dan da’wah yang di kembangkan oleh pesantren terdapat berbagai cara
antara lain :
a. Pembentukan kelompok-kelompok Pengajian bagi masyarakat,
kegiatan pembentukan kelompok pengajian oleh pesantren merupakan satu
media menggembleng masyarakat tentang Agama sesuai dengan pengertian
Agama itu sendiri. Bahkan pesantren bukan saja memanfaatkan sarana
pengajian untuk mengkaji Agama melainkan di jadikan sebagai media
pengembangan masyarakat dalam arti menyeluruh. Oleh karena itu letak
kepentingan pengajian ini sebagai media komunikasi melalui masyarakat.
b. Memadudakan kegiatan da’wah melalui kegiatan masyarakat
Pola pemaduan kegiatan ini berwujud seluruh aktivitas yang di gemari
masyarakat, diselipkan pula fatwa-fatwa Agama yang cendrung bertujuan
agar masyarakat sadar akan ajaran Agamanya, olah misalnya masyarakat
gemar olah raga, gemar diskusi, maka seluruh kegiatan itu selalu senafas
dengan kegiatan da’wah Islamiyah. Begitu pula kegiatan seni seperti: drama,
seni suara, wayang dan cendrung di warnai oleh pola pengembangan
masyarakat.
Dengan demikian dapat di katakan bahwa wujud riil dari da’wah ala
pesantren ada yang berbentuk da’wah billisan ada pula yang berbentuk
da’wah bilhal yang menopang kegiatan masyarakat pada umumnya, dan sisi
lain pula bahwa pesantren juga mewajibkan bagi santrinya untuk mengabdi
menjadi da’I baik untuk pesantren maupun masyarakat seperti adanya da’i-
da’I sukarelawan yang di sponsori oleh dewan da’wah Islaminya.
B. Pondok Pesantren sebagai lembaga social
Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga social menunjukkan
keterlibatan pesantren dalam menangani masalah-masalah social yang di
hadapi oleh masyarakat. Atau dapat juga di katakana bahwa pesantren
bukan saja sebagai lembaga pendidikan dan da’wah tetapi lebih jauh
daripada itu kiprah yang besar dari pesantren yang telah di sajikan oleh
pesantren untuk masyarakat.
Pengertian masalah-masalah social yang di maksud oleh Pesantren pada
dasarnya buterbatas pada bukan saja terbatas pada aspek kehidupan
duniawi melainkan tercakup di dalamnya masalah-masalah kehidupan
ukhrawi. Berupa bimbingan rohani yang menurut Sudjoko Prasodjo
merupakan jasa besar pesantren terhadap masyarakat desa yakni :
a) Kegiatan Tablig kepada masyarakat yang di lakukan kompleks
pesantren.
b) Majelis Ta’lim atau pengajian yang bersifat pendidikan kepada umum.
c) Bimbingan hikma berup nasehat kyai pada orang yang dating untuk di
beri amalan-amalan apa yang harus di lakukan untuk mencapai suatu hajat.
Nasehat-nasehat Agama dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan diatas, sasaran pokoknya adalah masyarakat sekitarnya
karena itu cendrung di kategorikan sebagai suatu kegiatan social keagamaan
yang dapat di masukkan dalam da’wah tetapi juga sebagai fungsi social
karena intinya adalah supaya membangkitkan semangat untuk hidup lebih
layak sesuai dengan ketentuan Agama Islam. Garis pemisah antara da’wah
dan social pada hakekatnya tidaklah Nampak artinya kedua kegiatan ini
dapat saling mengisi dan identik pengembangannya. Kegiatan da’wah dapat
saja berupa halal bil halal yang langsung di kembangkan dalam wujud konkrit
dalam masyarakat. Sisi lain kegiatan da’wah tersebut dapat di kategorikan
sebagai kegiatan social. Begitu pula sebaliknya kegiatan social merupakan
rangkaian da’wah yang mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Kegiatan-kegiatan diatas berjalan, searah dengan deraf langkah yang
sama, artinya sekali menempuh dan melakukan suatu aktifitas
kemasyarakatan maka dua segi telah di lakukan yakni da’wah dan
pengembangan masyarakat. Faktor yang menunjang berjalannya kegiatan itu
terletak pada suatu kekuatan ajaran Islam yang tidak memilih antara dua
kehidupan: dunia dan akhirat. Setiap perbuatan yang mengandung masalah
termasuk kedalam perbuatan atau amal ibadah yang sangat memilki nilai
positif yakni pahala disisi Allah. Oleh karena itu hubungan manusia dengan
manusia dan alam, berarti juga pelaksanaan ibadah kepada Allah.
Pemahaman ajaran sedemikian luas memberikan indikasi bahwa seluruh
kehidupan duniawi juga ajaran Islam. Sementara itu dasar utama dan
dorongan terkait dalam mendirikan pondok pesantren tersebut justru
berdasarkan motifasi Agama.
Keluasan doktrin Islam, menyebabkan semakin menyebarnya pondok
pesantren sebagai lembaga social terutama di kalangan kelompok pondok
khalaf (modern) karena menerimah perubahansesuai dengan tuntutan
zaman. Dan kemajuan tingkat berfikir masyarakat mempengaruhi adanya
pengembangan pesantren sebagai lembaga social yang cendrung
mengangkat harkat manusia.
Sejalan dengan kemajuan manusia secara rasional, pemikiran tokoh-
tokoh pesantren cendrung menyesuaikan pengembangan pesantren searah
dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Kuntowijoyo bahwa “disamping
perkembangan pendidikan maka kegiatan-kegiatan social pesantren meliputi
bidang ekonomi, tekhnologi, dan ekologi”.
Wujud nyata sebagai upaya penggarafan bidang social ekonomi,
adalah mengarah kepada suatu upaya peningkatan dan pengembangan
ekonomi masyarakat dari tingkat sangat lemah menjadi ekonomi sedang
(menengah), bahkan berkembang menjadi tingkat ekonomdi bidang
penerapan yang lebih mapan. Termasuk juga di dalamnya pengembangan
tingkat ekonomi pesantren. Hal ini tidak langsung mendidik santri mandiri
dalam arti kata membiayai diri dan kebutuhannya. Begitu pula masyarakat di
harapkan mampu mengatur dirinya dan oleh dirinya sendiri dengan tingkat
kemanpuan ekonominya.
Pengembangan tingkat kemampuan tekhnologi masyarakat
menekankan tingkat kemampuan masyarakat di bidang penerapan alat atau
media tekhnik. Dalam arti kata penekannya pada tingkat menengah dan
memahami serta terampil dalam menggunakan tekhnologi canggih dalam
kehidupan sehari-harinya sesuai dengan tugasnya sebagai peribadi social.
Penerapan tekhnonologi dalam peningkatan tugas rutin sebagai pekerjaan
pokok, misalnya pemanfatan mesin-mesin pertanian dalam membajak sawah,
dan sisi lain pembuatan mesin perontok jagung dan padi yang pada
hakekatnya merupakan penghematan tenaga manusia yang merupakan alih
tekhnologi. Penerapan tekhnologi di sisi lain dapat di pahami sebagai suatu
gerakan kemajuan dalam pengembangan tugas sesame manusia.
Tekhnologi dalam masalah ekonomi adalah suatu tindakan inofatif
dalam mengembangkan ekonomi. Begitu pula dalam bidang lain seperti
peternakan, perikanan dan pertukangan sejalan dengan kemajuan
tekhnologi.
Wujud kongkrit dalam pengembangan masyarakat di lakukan oleh
pesantren seperti: Pesantren Darul Fallah, yang berdomisili di desa Benteng
Ciampea Bogor, pesantren salafiah blok Agung, Banyuangi dan pesantren
Maslahul Huja Kajan Pati serta pondok pesantren al-nuqayah Guluk-guluk,
Sumenep Madura. Kesemuanya di kenal sebagai lembaga pemerhati
masalah-masalah social dari keagamaan dengan wujud yang menonjol di
bidang penerapan tekhnologi tepat guna (TTG) yang secara murni
melibatkan warga pesantren dan warga masyarakat.
Di bidang ekologi atau lingkungan hidup pondok pesantren dengan
secara nyata ikut serta di dalam pengembangan lingkungan yang meliputi
fisik juga biologic dan secara konkrit pesantren pada hakekatnya ikut
melibatkan diri dalam pembinaan manusia (hubungan social) yang ada di
sekitar pesantren. Bahkan sebagaimana di utarakan bahwa pesantren
merupakan lembaga pembinaan mental spiritual. Hal ini di buktikan dengan
semakin banyaknya jumlah santri yang secara ikhlas menuntut ilmu tanpa di
bebani suatu niat mengharapkan suatu pekerjaan atau menjadi tenaga kerja
secara material. Karena sebagian mereka adalah orang-orang kaya (elite)
yang mampu menciptakan pekerjaan.
Tugas-tugas pesantren yang bersifat ekologik terdiri dari dua segi:
yakni pengembangan sumber daya manusia yang secara rutin letaknya di
pondok dan masyarakat terbuka. Didalam pondok penempatan sikap mental
santri di bina dengan pola pengamalan ajaran Agama secara praktis dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam masyarakat di laksanakan tanpa
melihat kelas social. Keterbukaan pesantren dalam pembinaan cendrung
melahirkan suatu egalitarianism yang dominan, yang pada hakekatnya,
mendudukkan manusia pada tempatnya. Disamping itu pesantren juga
melibatkan diri dalam penangan sumber daya alamnya..
Perkembangan sumber daya alam erat kaitannya dengan penerapan
tekhnologi dalam mengelola lingkungannya, misalnya bagaimanakah
mengelolah pertanian,perikanan dan perkebunan tentunya di butuhkan suatu
media yang serba canggih untuk menanganinya. Sedang perawatan yang
kering membutuhkan pengairan yang memadai., begitupula perkebunan yang
telah di kelolah selalu menghendaki aliran sungai yang memadai.
Dalam menangani masalah di atas pondok pesantren melakukan
suatu langkah pembinaan anggota masyarakat melalui pengajian dan
kegiatan keagamaan. Pondok pesantren Darul Fallah membina
masyarakatnya tentang pengelolaan lahan pertanian dengan tekhnologi tepat
guna melalui penyuluhan dari pesantren. Begitu pula pesantren membina
masyarakat tentang pengairan lahan pertanian begitu pula pengairan air
bersih untuk kebutuhan rumah tangga dengan system pipanisasi yang
banyak di lakukakan didesa Guluk-Guluk, sumenep Madura oleh para
pengasuh Pesantren An-Nuqayah.
Begitu pula kegiatan penghijauan telah lama dirintis oleh pondok
pesantren yang pada hakekatnya pondok-pondok itu di keliling oleh
perkampungan yang penuh dengan pepohonan yang hijau. Dan atas anjuran
pesantren di ciptakan pula warung dan apotik hidup dengan gerakan
penanaman pepehonan yang bermanfaat bagi kehidupan, baik dalam wujud
kenikmatan rasa maupun yang di gunakan untuk obat-obatan tradisional.
Gerakan pembinaan masyarakat pada umumnya di lakukan melalui
lembaga atau badan pengajian dan pengembangan masyarakat (BPPM)
yang di miliki oleh setiap pesantren. BPPM pada hakekatnya berfungsi
menangani masyarakat dengan masalah-masalah yang di hadapinya. Para
elite pesantren sebagai pemandu penanganan masalah atau problem solver
cendrung berdiri sebagai tokoh yang berpengaruh yang memberikan
fatwanya sebagaimana layaknya seorang kyai kharismatik dalam
memimpinnya. Keberadaan BPPM menyebabkan pesantren cendrung di
anggap sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pengertian LSM pada pesantren terletak pada eksistensi pesantren
yang cendrung menyatuh dalam masyarakat bahkan pesantren sebagai
lembaga milik masyarakat yang bergerak membangun masyarakat dan
lingungannya sebagai sumber daya. Hal ini sesuai dengan kondisi
masyarakat yang terus di kaitkan dengan pola kebutuhan social yang
mendesak: ekonomi, tekhnologi dan ekologi. Pembangunan masyarakat dan
lingkungannya sebagai sumber daya oleh pesantren di laksanakan dengan
wujud pembinaan peribadi santri dengan masyarakat dengan meningkatkan
moral Agama dengan kemampuan yang mandiri di bidangnya. Penanganan
ini sesuai dengan bidang garafan ekologi yang pada hakekatnya terdiri dari
sumber daya manusia dan alam.
Penggarapan manusia dan lingkungannya oleh pesantren sebagai
acuan peningkatan ekonomi dan penerapan tekhnologi artinya meningkatkan
ekonomi seseorang sangat tergantung pada kemampuan manusia
menangani masalah daya hayati dan lingkungan alamnya sebagai sumber
produktif. Hal ini di lakukan juga melalui penerapan tekhnologi sebagai media
tekhnik penanganannya.
Langkah pesantren menangani masalah social yang di fokuskan pada
masalah ekologi adalah sesuai dengan kondisi social yang cendrung
meningkatkan masalah lingkungan dalam arti luas. Pengabaian masalah
lingkungan berarti meningkatkan nilai social problem secara vital sebab
ekologi adalah sentralnya.
Penanganan ekologi dengan baik membutuhkan suatu kerja yang
lebih baik dan di perlukan suatu pola dan tekhnologi yang tinggi sehingga
lingkungan hidup dalam arti luas dapat dengan bebas diarasakan
kemanfaatannya oleh seluruh makhluk hidup dalam suatu system. Begitu
pula terciptannya tingkat ekonomi yang tinggi tidak lepas dari pengelolaan
lingkungan secara tekhnologi.
Disinilah letaknya, maka secara menyeluruh masalah ekologi dan
ekosistem adalah sutu problem kehidupan dan masyarakat yang sangat
serius. Jika lingkungan masyarakat positif berarti seluruh problem social
cendrung teratasi dengan baik. Ole karena itu langkah pesantren dalam
gerak sosialnya cendrung melakukan pengembangan lingkungan dalam arti
yang lebih luas. Manusia dan lingkungannya sebagai sumber daya hayati
(Biospere).
Pengembangan kedua sisi lingkungan itu dapat di artikan kepada
peningkatan semua aspek kehidupan dalam arti menyeluruh. Baik material
maupun spiritual. Peningkatan pendapatan yang termasuk masalah ekonomi
merupakan masalah penggarafan lingkungan secara material dan sekaligus
juga penerapan tekhnologi sebagai langkah inovatif. Sedang penangan
masalah moral baik secara individual maupun social merupakan penangan
masalah masalah lingkungan secara spiritual yang dapat di katakan sebagai
peningkatan sumber daya insane yang pada akhirnya.Sebagai motor atau
penggerak seluruh aktifitas.
Posisi pesantren dalam gerak social sangat dominan di bidang
penggafan manusianya. Hal ini erat hubungannya dengan cirri-ciri pondok
pesantren sebagaimana di kemukakan pada uraian terdahulu.
Aspek-aspek ini sangat relevan dengan mempersiapkan individu atau
masyarakat kearah peribadi yang siap pakai baik moril maupun materil. Oleh
karena itu langkah pesantren secara social adalah mengubah persepsi
masyarakat menjadi masyarakat yang aktif, kreatif dan produktif.
Ketiga sifat diatas, tercermin pada sosok seorang santri yang pantang
menyerah dan tidak berpangku tangan serta berorientasi pada kemandirian.
Artinya tidak tergantung pada suatu kedudukan tinggi dan status social yang
terhormat melainkan semata-mata berbuat sesuatu dengan kemaslahatn
masyarakat dan ridho Allah.
Bagi pondok-pondok khalafi yang cendeung merespon masalah-
masalah social, gerak dan fungsi social itu berarti keterlibatan pesantren
dalam menangani masalah lingkungnya. Artinya pondok pesantren dan
lingkungan sosialnya, merupakan dua aspek penting dalam menangani
masalahnya sendiri dalam hal ini masyarakat dan pesantren menyatuh dalam
gerakan dan kegiatan membina anggota masyarakatnya. ( Bahri Ghazali,
2002:36-46)
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dengan
mengadakan study tentang Eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra terhadap
perilaku masyarakat Lassang Kab. Takalar.
C. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini berfokus pada permasalahan yang akan di teliti
sebagai berikut :
1.Bagaimana eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra’ Lassang, kecamatan
Polonmbankeng Utara Kab. Takalar?
2.Bagaimana peran Pesantren Mahyajatul Qurra’ terhadap perilaku
Masyarakat Lassang Kab. Takalar?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan,maka
penelitian ini mempunyai tujuan :
1. Untuk Mengetahui Eksistensi Pondok Pesantren Mahyajatul Qurra, Desa
Lassang Kecamatan Polonbangkeng utara Kabupaten Takalar ?
2. Untuk Mengetahui Peran pesantren Mahyajatul Qurra, terhadap perilaku
masyarakat lassang, kab. Takalar
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Mahasiwa yang meneliti : Dapat memberikan nilai tambah ilmu
pengetahuan dan mempunyai kemampuan dalam n6hn767hnjmenyusun
proposal secara secara ilmiah.
2. Bagi Pengelola : Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan
dalammengembangkan pondok pesantren diera globalisasi.Wabilkhusus
pesantren Mahyajatul Qurra Lassang Kab. Takalar
3. Bagi Lembaga/instansi : Untuk Memperoleh informasi secara konkrit
kondisi santri di lingkungan pesantren Mahyajatul Qurra dan masyarakat
lassang Kab. Takalar.
4. Agar para guru ( Ustadz ) dan Ustadza memilih metode yang lebih
Fleksibel dalam mendidik santri-santrinya, agar output pesantren
Mahyajatul Qurra berkwalitas serta mampu bersaing diera globalisasi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah di laksanakan di Tammuloe
Desa Lassang maka dikemukakan bahwa, Eksistensi Pesantren Mahyajatul
Qurra’ menunjukkan perkembangan yang signifikan hal ini di kemukakan oleh
: Abd. Hakim Tompo, S.Ag, anggota badan Wakaf pesantren tersebut:
‘Pesantren Mahyajatul Qurra’ menunjukkan perkembangan yang sangat
pesat, dimana kehadirannya sebagai wadah pendidikan Islam, yang katanya
baru seumur jagung, kurang lebih 9 tahun sudah berkembang sedemikian
pesat, baik dari segi sarana dan prasarananya maupun santrinya yang sudah
mencapai 100 lebih”.,(Wawancara:20 Nopember 2014)
Dari apa yang di kemukakan oleh anggota badan wakaf tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat Islam sangat antusias dengan kehadiran
sarana pendidikan yang merupakan pengejawantahan semangat beragama,
hal ini terlihat perkembangan Pesantren Mahyajatul Qurra, yang betul-betul
lahir dari swadaya masyarakat, walaupun tetap koopratif pada bantuan
pemerintah dan pihak lain pemerhati pendidikan yang sifatnya tidak
mengikat.
Hal lain dapat di kemukakan dari hasil penelitian ini, bahwa masyarakat di
sekitar dimana Pesantren tersebut berlokasi menberikan dukungan yang
sanagat positif. Berdasarkan pengamatan penulis selama berada di lokasi
penelitian dari Pengajian yang di adakan Pesantren selalu banyak yang
dating, ini di kemukakan oleh seorang staf pengajar di Pesantren tersebut :
Ustadza Agustin sebagai berikut:
“Pesantren Mahyajatul Qurra ini memberikan pengaruh positif terhadap
masyarakat Lassang, terbukti semakin sadarnya masyarakat dalam
menjalankan ajaran Agamanya”
Lebih lanjut tentang pembinaan dan pengasuhan dalam rangka
membentuk genarasi Islam, terkhusus masyarakat Lassang pada umumnya,
yang walaupun guru/Uztadz (i) secara materi mendapatkan tunjangan tidak
seberapa namun semuanya belandaskan keikhlasan hanya mengharap ridha
Allah semata. (wawancara:Agustin, 28 Nopember 2014)
Dari segi letak wilayah di mana pesantren ini berada, di daerah
Takalar yang banyak sawahnya, sehingga rata-rata mata pencahariannya
adalah bertani, diapik oleh dua Kabupaten, Gowa dan Kabupaten Jeneponto.
“terpencil”, maksudnya agak kedalam kurang lebih 07 km dari kota takalar,
sehingga untuk sebuah pesantren sangat strategis, walaupun tetap tersentuh
dengan perkembangan tekhnologi dan kemajuan zaman. Bebeda memang
dahulu sekitar tahun 1970 kurang berkembang, dalam arti kata dari segi
pendidikan. Tapi semenjak kehadiran Pesantren Mahyajatul Qurra’ di
Tammuloe Lassang, Polombangkeng Utara seakan image tentang
“keterpencilan” itu berubah, sebab kehadiran pesantren memberni warna
tersendiri dalam arti kemajuan baik dari segi fasiltas gedung yang di miliki
pesantren, maupun lalu lalangnya orang tua yang memondokkan anaknya di
lembaga Pesantren, entah tingkat Mts. Ataupun Aliyah.
B. Tinjauan Teori dan Konsep
1. Peran Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah
pondok, berasal dari kata funduk dari bahasa Arab yang berarti rumah
penginapan atau hotel. Istilah pesantren secara etimologis asalnya pesantri-
an yang berarti tempat santri. Santri atau murid yang belajar tentang agama
dari seorang Kyai atau Syaikh di pondok pesantren.
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan
pondok saja, atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren.
Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali
sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat
dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren. Pada pesantren
santrinya tidak disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren
tersebut; mereka tinggal diseluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri
kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam
diberikan dengan sistem wetonan, yaitu para santri berduyung duyung masuk
ke pondok pesantren untuk belajar pada waktu-waktu tertentu.
Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama (komplek) dimana para santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah, yang sepenuhnya berada dibawah
kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang Kyai dengan ciri-
ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.
Gambaran lahirnya pesantren yang terpisah dari kehidupan
disekitarnya itu memiliki landasan filosofis tersendiri, sehingga selain sebagai
lembaga pendidikan yang steril dari pengaruh negative lingkungan, Nampak
bahwa pesantren dalam konteks ini di proueksikan sebagai sebuah miniature
masyarakat yang “ideal”. Letak geografis pesantren yang terpisah dari
lingkungan masyarakat sekitar tidak menjadikan pesantren terisolasi, tetapi
justru membuat pesantren lebih muda mengadakan control, serta melihat
lebih jernih berbagai perkembangan di luar pesantren. Watak dasar
pesantren inilah yang kemudian oleh sementara pemikir Muslim Indonesia
sebagai lembaga yang kuat mempertahankan keterbelakangan dan
ketertutupan. Karena itu pesantren telah menjadi orientasi bagi isu-isu
modernisasi dan pembangunan yang di lancarkan oleh Negara.
Inilah salah satu aspek yang dapat di angkat dari pendidikan
pesantren sehingga dapat di katakan bahwa pesantren adalah laboratarium
social kemasyarakatan. ( HM. Amin Haedari:IRD PRESS:179)
Dari berbagai pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan pondok
pesantren adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan
dan pengajaran agama Islam yang dimaksudkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan para santri dan masyarakat.
Dalam uraian selanjutnya, penulis akan mengungkan perkembangan
pondok pesantren dari masa ke masa hingga masa pembangunan sekarang
a. Sejarah Lahirnya Pondok Pesantren.
Pertumbuhan dan perkembangan pondok Pesantren tidak telepas
hubungannya dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan
Islam di Indonesia bermula ketika orang-orang masuk Islam ingin mengetahui
lebih banyak isi ajaran agama yang baru di peluknya, baik mengenai tata
cara beribadah, baca Al-Qur’an, dan mengetahui Islam yang luas dan
mendalam. Mereka ini belajar di rumah, surau, langgar atau mesjid. Di
tempat-tempat inilah orang-orang yang baru masuk Islam dan anak-anak
mereka belajar membaca al-qur’an dan ilmu-ilmu Agama lainnya, secara
individual dan langsung.
Dalam perkembangannya untuk lebih mendalami ilmu agama telah
mendorong tumbuhnya pesantren yang merupakan tempat untuk
melanjutkan belajar Agama setelah tamat belajar di surau, langgar atau
mesjid. Model pendidikan pesantren ini berkembang di seluruh Indonesia
dengan nama dan corak yang sangat bervariasi. Di jawa di sebut pondok
pesantren, di aceh di kenal rangkang, di Sumatra barat di kenal surau, nama
sekarang yang di kenal umum adalah pondok pesantren.
Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren
adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua
pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia.
Pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesntren berakar pada
tradisi islam sendiri dan pendapat yang kedua mengatakan bahwa sistem
pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia.
Dalam pendapat pertama ada dua versi, ada yang berpendapat bahwa
pondok pesantren berawal dari zaman Nabi masih muda dalam awal-awal
dakwanya, Nabi melakukan sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok
orang, di lakukan di rumah-rumah, seperti yang tercatat dalam sejarah, salah
satunya adalah di rumah arqam bin abu arqam. Sekelompok orang yang
tergolong As Sabikunal Awwalun inilah yang telah menjadi perintis dan
pembuka jalan penyebaran agama islam di Arab, Afrika dan akhirnya
menyebar ke seluruh dunia.
Versi ke dua menyebutkan pondik pesantren mempunyai kaitan yang
erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat
berdsarkan fakta bahwa penyiaran islam di Indonesia pada awalnya lebih
banyak dikenal dalam kegiatan bentuk tarekat yang melaksanakan amalan-
amalan dzikir dan wirit tersebut. Pimpinan tarekat tersebut di sebut kyai, yang
mewajibkan pengikutnya melaksanakan suluk selama 40 hari dalam satu
tahun dengan cara tinggal bersama anggota tarekat dalam sebuah mesjid
untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kyai. Untuk keperluan
suluk ini, para kyai menyediakan ruang khusus untuk penginapan dan tempat
memasak yang terdapat di kanan-kiri mesjid.
Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang kita kenal
selama ini pada mulanya merupakan pengambialihan system pondok
pesantren yang di adakan oleh orang-orang Hindu di nusantara. Hal ini di
dasarkan pada pakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam lembaga
pendidikan model pondok pesantren sudah berkembang di lingkungan
agama hindu.
Pondok pesantren mulai tercatat keberadaannya dalam
perkembangannya mulai abad ke-16.
Karya-karya jawa klasik seperti serat Cabolek dan serat Cetini
mengungkapkan uraian yang menjadi bukti adanya lembaga-lembaga yang
mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang Fiqhi, Tasawuf, dan
menjadi pusat-pusat penyiaran agama Islam yaitu pondok pesantren.
Sejak awal pertumbuhannya fungsi utama pondok pesantren adalah :
(1) Meniapkan santri dalam mendalami dan menguasai ilmu agama Islam
atau lebih di kenal dengan Tafaqquh fiddin, yang diharapkan dapat mencetak
kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia.
Kemudian diikuti dengan tugas (2) dakwah menyebarkan agama Islam dan
(3) benteng pertahan ummat dalam bidang akhlak. Sejalan dengan fungsi hal
ini, materi yang di ajarkan dalam pondok pesantren semuanya terdiri dari
materi agama yang di ambil dari kitab-kitab klasik yang berbahasa arab.
Seiring dengan perkembangan zaman fungsi pondok pesantren pun
bertambah.Pondok pesantren tidak hanya befungsi sebagai lembaga
keagamaan, tetapi berfungsi juga sebagai pusat perkembangan masyarakat
di berbagai sector kehidupan.
Dengan sistem yang di namakan pesantren, proses internalisasi
agama Islam kepada santri berjalan penuh. Dalam pesantren, dengan
pimpinan dan keteladan para kyai dan para ustad serta pengelolaan yang
khas, tercipta satu komunikasi tersendiri, yang di dalamnya, terdapat semua
aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, budaya dan organisasi.
Dalam perkembangan selanjutnya karena di pengaruhi oleh
perkembangan pendidikan dan tuntutan dinamika masyarakat, beberapa
pondok pesantren menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah (formal) dan
kegiatan lain yang bertujuan untuk pemberdayaan potensi masyarakat di
sekitarnya.
Kurikulum yang di gunakan di pondok pesantren dalam melaksanakan
pendidikannya tidak sama dengan korikulum yang di gunakan dalam
lembaga pendidikan formal, bahkan tidak sama antara satu pondok
pesantren dengan pondok pesantren lainnya. Pada umumnya korikulum
pondok pesantren yang menjadi arah pembelajaran tertentu (manhaj), di
wujudkan dalam bentuk penetapan kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkat
ilmu pengetahuan santri. Sebenarnya model pembelajaran yang didirikan
oleh pondok pesantren pada santrinya, sejalan dengan salah satu
pembelajaran modern, yang di kenal dengan pendekatan pembelajar tuntas
atau (master learning), yaitu dengan mempelajari sampai tuntas kitab
pegangan yang di jadikan rujukan utama masing-masing bidang ilmu yang
berbeda. Akhirnya pembelajaran di lakukan berdasarkan pada tamatnya kitab
yang di pelajari.
Kerangaman model pendekatan kurikuler juga terdapat dalam system
dan penanaman batas penjenjangan. Ada yang mempergunakan istilah
marhalah atau kompetensi tertentu, ada pula yang mempergunakan istilah
sanah atau tahu bahkan ada pula yang berjenjang seperti ibtidal (pemula),
tsanawy (lanjutan) dan ‘aly (tinggi).
Selama kurung waktu yang sangat panjang pondok pesantren telah
mengenalkan dan menerapkan beberapa metode pembelajaran seperti
wetonan (Bandongan), sorogan, hafalan (Tahfidz), mudzakarah
(musyawarah/munasyarah), halaqah (seminar) dan majelis ta’lim.
Pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia cukup pesat. Hal ini
trgambar dari jumlah pondok dan santri selam sekitar 25 tahun terkhir. Pada
tahun 1975, di seluruh Indonesia tercatat 3.875 pondok dengan santri
berjumlah 33.385 orang. Data tahun 2001 menunjukkan jumlah pondok
pesantren 12.783 buah dengan santri yang telah mampu menguasai ilmu
yang telah di berikan kiyai, kembali ke daerah masing-masing atau berpindah
kedaerah lain untuk mendirikan pondok pesantren baru. Di daerah baru ini
pada awalnya santri bertindak sebagai guru mengaji, terkumpul santi,
kemudian berkembang menjadi pondok pesantren.
Berdirinya pondok pesantren saat ini tidak selamanya mengikuti pola
di atas. Ada beberapa fenomena baru yang terjadi dalam kaitan berdirinya
pondok pesantren, diantarana adalah:
a. Pondok pesantren yang berada di sekolah atau madrasah
b. Pondok pesantren yang berdiri langsung, lengkap dan integral;
c. Pondok pesantren ang didirikan pribadi atau oleh komunitas tertentu
secara bertahap.
B. Perkembangan Bentuk Pondok Pesantren
Sejak awal pertumbuhannya, dengan bentuknya yang khas dan
bervariasi, pondok pesantren terus berkembang. Namun perkembangannya
yang signifikan setelah terjadi persinggungan dengan system persekolahan
atau juga di kenal dengan system madras, yaitu system pendidikan dengan
pendekatan klasikal, sebagai lawan dari system indivual yang berkembang di
pondok pesantren sebelumnya.
Persentuhan pondok pesantren dan madrasah mulai terjadi abad XIX
dan semakin nyata pada awal abad XX. Berkembangnya model pendidikan
Islam dari system pondok pesantren ke system madrasah ini terjadi karena
pengaruh system madrasah yang sudah berkembang lebih dahulu di timur
tengan. Pada akhir abad XIX dan awal abad XX, banyak ummat Islam
Indonesia yang banyak menimbah ilmu-ilmu Agama ke sumber aslinya, timur
tengah sebagian mereka tetap bermukim di sana, dan sebagian kembali
ketanah air.
Mereka yang kembali ketanah air itu pulang membawa pikiran-pikiran
baru dalam system pendidikan Islam, yang intinya : (1) Mengembangkan
system pengajaran dari pendekatan selama ini menjadi system klasikal, yang
di kenal; madrasi; (2) memberikan pengetahuan umum dalam pendidikan
Islam.
Model pendidikan Islam dalam bentuk madrasah tidak hanya di
kembangkan di luar pondok pesantren, tetapi juga di seraf oleh pondok
pesantren baik memperbaharui ataupun memberikan pengayaan terhadap
system sebelumnya sudah berjalan. Dengan demikian, berkembang pondok
pesantren yang selain tetap menyelenggarakan system pembelajaran
dengan pendekatan individual, tanpa menyelenggarakan pendidikan Islam
dengan system madrasi.
Pendidikan Islam dengan system madras ini dalam tahap berikutnya
juga mengalami perkembangan, diasatu pihak cendrung mengarah
kependidika dan pihak lain ada yang tetap menpertahankan dominasi
pendidikan ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Bentuk pertama di kenal
dengan madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah) sedangkan bentuk
kedua di kenal dengan Madrasah Diniyah atau Salafiah ( ulu,wusta, ulya).
Salafiyah di sini menjadi nama satuan pendidikan, bukan dalam arti
system. Madrasah Diniyah ada yang di selenggarakan di luar pondok,
sedangkan suatu pendidikan dengan nama Salafiyah pada umumnya hanya
di gunakan di lingkungan pondok pesantren.
Persentuhan system pondok pesantren dengan system madrasah ini,
semakin tingginya variasi pondok pesantren. Namun secara garis besar
dapat di kelompokkan menjadi empat bentuk, sebagaimana di tuangkan
dalam peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang bantuan
kepada pondok pesantren, yang mengkategorikan pondok pesantren menjadi
a. Pondok pesantren tipe A yaitu pondo pesantren yang seluruhnya di
laksanakan secara tradisional;
b. Pondok pesantren tipe B yaitu pondok pesantren yang
menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasi);
c. Pondok pesantren tipe C yaitu pondok yang hanya merupakan
asrama, sedangkan santrinya belajar di luar;
d. Pondok pesantren tipe D yaitu pondok pesantren yang
menyelenggarakan system pondok pesantren dan sekaligus system
sekolah atau madrasah.
Sebenarnya mengkategorikan pondok pesantren ke dalam empat bentuk
seperti dikutip di atas adalah upaya simplikasi untuk memudahkan
perencanaan dan pelaksanaan pemberian bantuan kepada pondok
pesantren. Sebenarnya kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bentuk
atau model pesantren jauh lebih bervariasi. Sebagai contoh, dikemukakan
disini bentuk-bentuk pesantren yang terdata sebagai berikut :
a. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab
klasik {salafiyah}.
b. Pondok pesantren yang telah diungkapkan pada poin Anamun
memberikan tambahan latihan keterampilan atau kegiatan para santri
bidang-bidang kejuruan.
c. Pondok pesatren yang menyelenggarakan kegiatan pengajian kitab
namun lebih mengarahkan upaya pengembangat tarekat/sufisme.
Para santrinya kadang-kadang ada yang di asramakan ada kalanya
pula tidak di asramakan.
d. Pondok pesantren hanya menyelenggarakan kegiatan keterampilan
khusus agama islam,kegiatan keagamaan, seperti tafhidz {hapalan}
Al Qur’an dan majelis taklim, ada kalanya diasramakan ada kalanya
tidak.
e. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran pada orang-
orang yang menyandang masalah sosial, yaitu Madrasah Luar biasa
di pondok pesantren.
f. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab
klasik juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal kedalam
lingkungan pondok pesantren.
g. Pondok pesantren yang merupakan kombinasi dari beberapa poin
atau seluruh poin yang tersedia diatas (konvergens).
C. Pengembangan Pondok Pesantren
Sebagian masyarakat konsekwensi keikutsertaan pondok
pesantren dalam laju kehidupan masyarakat yang bergerak dinamis,
pondok pesantren, selain berkembang aspek pokoknya, yaitu
pendidikan dan dakwah juga berkembang hamper semua aspek
kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan ekonomi dan
kebudayaan. Berikut beberapa aspek kehidupan masyarakat yang
berkembang di pondok pesantren.
a. Pendidikan agama atau pengajian kitab
Pendidikan agama melalui pengajian kitab yang di selenggarakan
oleh pondok pesantren adalah komponen kegiatan utama atau
pokok pesantren. Dari segi penyelenggaraannya seperti tersebut
diatas, di serahkan sepenuhnya kepada kebijakan kiyai atau
pengasuh pondok pesantren, maksud kegiatan pengajian ini
adalah terutama untuk mendalami ajaran agama islam dari sumber
asli (kitab-kitab kuning) yang terpelihara pendidikan keagamaan
untuk melahirkan calon ulama sebagaimana misi pondok
pesantren.
b. Pendidikan dan Dakwah
Pendidikan dakwah, seperti halnya pendidikan agama (pengajian)
merupakan salah satu pokok penyelenggaraan pondok pesantren.
Bahkan, seperti telah di ungkapkan diatas, pondok pesantren dapat
berfungsi sebagai lembaga keagamaan yang menyebarkan agama
Islam.
c. Pendidikan Formal
Pendidikan formal di selenggarakan umum serta dalam bentuk
madrasah atau sekolah kejuruan lainnya. Dengan
mengembangkan dan membina pendidikan formal di pondok
pesantren, di harapkan lulusan pondok pesantren, di samping
pengetahuan agama dan keterampilan praktis yang mumpuni, juga
memiliki pengetahuan akademis yang bermanfaat bagi kehidupan
di kemudian hari.
d. Pendidikan Seni
Pendidikan seni di maksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi
para santri terhadap bermacam-macam kesenian, terlebih kesenian
yang berbentuk Islami.
e. Pendidikan Kepramukaan
Pendidikan kepramukaan merupakan suatu system pendidikan di
luar pendidikan rumah tangga, masyarakat dan sekolah yang
sangat baik. Kreatifitas, disiplin dan dinamika santri dapat
meningkat dengan pendidikan kepanduan ini.
f. Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan
Pendidikan Olah Raga dan kesehatan ini besar sekali manfaatnya
untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan jasmani.
g. Pendidikan Keterampilan/Kejuruan
Pendidikan keterampilan dan kejuruan di kembangkan di pondok
pesantren untuk kepentingan dan kebutuhan para santri sebagai
modal untuk menjadi manusia yang bersemangat wiraswasta
(entenpeunirship) dan sekaligus menunjang pembangunan
masyarakat di lingkungan pondok pesantren, jenis pendidikan
keterampilan antara lain; elektrnika, menjahit, anyaman,
perbengkelan dan lain-lain.
h. Pesantren Pengembangan Masyaarakat
Pengembangan masyarakat di lingkungan pondok dan di
selenggarakan mengingat potensi dan pengaruh pondok pesantren
yang luas dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka pondok pesantren sangat baik dalam pengembangan dan
pembangunan masyarakat sekitar pesantren.
i. Penyelenggaraan Kegiatan Sosial
Penyelenggaraan kegiatan sosial yang di selenggarakan pondok
pesantren merupakan kegiatan yang sangat penting. (Departemen
Agama: 2004: 1-12)
Syeikh Maulana Malik Ibrahim, terkenal dengan sebutan Syeikh Maghribi,
berasal dari Gujarat, India. Ia dianggap sebagai pencipta pondok pesantren
yang pertama dengan sistem pendidikan agama Islam. Ia mengeluarkan
mubaligh-mubaligh Islam yang mengembangkan agama suci itu ke seluruh
Jawa. (Soeparlan S. dan M. Syarif, 1976 : 5)
Sebagai ulama yang berasal dari Gujarat India, agaknya tidak sulit
bagi Syeikh Malik Ibrahim untuk mendirikan dan mengadakan pengajian serta
pendidikan seperti pondok pesantren. Karena sebelumnya sudah ada Hindu
dan Budha dengan sistem biara dan asrama, sehingga pada waktu agama
Islam berkembang, biara dan asrama itu tidak berubah bentuk hanya
namanya dikenal menjadi pondok pesantrennya yaitu tempat tinggal dan
belajar pada santri.
Dengan demikian, sejarah pesantren di Jawa adalah semenjak
datangnya para Walisongo menyiarkan agama Islam. Sepertinya yang telah
disebtukan di atas, bahwa orang yang pertama kali mendirikan pesantren di
Indonesia adalah Syeikh Maulana Ibrahim.
b. Pondok Pesantren Pada Masa Penjajahan
Dalam sejarah perjuangan mengusir penjajah di indonesia ,andil
pondok pesantren sangat besar dan tidak bisa dinafikan .hal ini dimulai dari
Pengeran Sabrang ( Pati Unus ),Trenggono Dan Fatahillah ( zaman kerajaan
demak ) yang berhasil mengusir portugis (abad ke-15). kemudian dilanjutkan
kemudian dilanjutkan pada era imam bonjol, Hasanuddin, pangeran
antasari,pangeran diponogoro dan pahlawan islam indonesia lainnya sampai
masa revolusi tahun 1945.
c. Pondok Pesantren masa Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan banyak pondok pesantren telah menyesuaikan
diri dengan tuntutan zaman. Dengan berakhirnya masa penjajahan di bumi
Indonesia, maka umat Islam Indonesia mendapat kesempatan yang lebih
luas untuk mengadakan kontak dengan dunia luar.Pondok pesantren pun
melakukan kontak dengan dunia ilmu pengetahuan yang ada di luar. Terlihat
adanya perkembangan di lingkungan pendidikan pondok pesantren.
Pesantren mulai banyak mendirikan/menyelenggarakan pendidikan formal
terutama madrasah. Seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah, di samping tetap meneruskan sistem lama.
Perkembangan pondok pesantren pada zaman pembangunan ini boleh
dikatakan telah berhasil dan memuaskan walaupun di beberapa pesantren
masih perlu diadakan pembenahan dan pembinaan. Karena maju dan
tidaknya suatu pesantren bergantung pada pengalaman dan kemampuan
yang dimiliki kyai sebagai pengelola pesantren itu.
Kita harus bersyukur dan boleh berbangga dengan keberhasilan pondok
pesantren dapat berkembang dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga
pendidikan yang telah mampu menempatkan dirinya dalam mata rantai dari
keseluruhan sistem pendidikan nasional. Bila melihat pertumbuhan pondok
pesantren di zaman penjajahan sangat memprihatinkan yaitu tertekan,
terhambat dan semacamnya, tapi sekarang sungguh berlainan keadaannya.
Dengan demikian nyatalah bahwa perhatian pemerintah sangat besar
sekali dan pondok pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang
berjasa membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa.
1.2. Dasar dan Tujuan Pendirian Pondok Pesantren
a. Dasar Pendirian Pondok Pesantren
Dasar pendirian pondok pesantren adalah sejalan dengan hidup kaum
santri itu sendiri, yakni agama Islam. Dasar pandangan mereka
dikembangkan dengan berdakwah, yang sesuai dengan ajaran Islam dan Al-
Qur an surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
b. Tujuan Pendirian Pondok Pesantren
Sejak awal pertumbuhanya, tujuan didirikanya pondok pesantren adalah:
1. Mempersiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam yang
diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan
masyarakat Indonesia.
2. Menjadi benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak.
Melihat dari tujuan tersebut, jelas bahwa pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader kader mubaligh
yang diharapkan dapat meneruskan misinya dalam dakwah Islam, disamping
itu juga diharapkan bahwa, mereka yang berstudi di pondok pesantren
menguasai betul akan ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan oleh para Kyai,
dan sekaligus bertaqwa kepada Allah SWT. Firman Allah menyebutkan
dalam surat Al-Hujarat ayat 13 bahwa:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
1.3.Unsur-Unsur Pondok Pesantren
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa sebuah lembaga
pendidikan dapat disebut sebagai pondok pesantren apabila didalamnya
terdapat lima unsur yaitu antara lain
1. Kyai
Kyai adalah sebutan bagi alim ulama Islam.Menurut Zamakhsari
Dhofier Kyai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang
ahli agama Islam yang memilki atau menjadi pimpinan pesantren dan
mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya.
Tugas seorang kiai memang multifungsi : sebagai guru, Muballig,
sekaligus menajer.sebagai guru kiai menekankan kegiatan pendidikan para
santri dan masyarakat sekitar agar memiliki kepribadian muslim yang
utama;sebagai muballig kiai berupaya menyampaikan ajaran islam kepada
siapapun berdasarkan prinsif amar ma’ruf nahi munkar,dan sebagai menejer
kiai memerankan pengendalian dan pengaturan pada bawahannya.
2. Masjid
Dalam konteks ini, masjid adalah sebagai pusat kegiatan ibadah dan
belajar mengajar. Masjid merupakan sentral sebuah pesantren karena
disinilah pada tahap awal bertumpu seluruh kegiatan dilingkungan pesantren.
Pada zaman rasullullah kaum muslimin selalu memamfaatkan masjid
untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan
islam.masjid merupakan aspek kehidupan sehari hari yang sangat penting
bagi masyarakat.dalam rangka pesantren masjid dianggap sebagai temapat
yang paling tepat untuk mendidik para santri, trutama dalam praktek solat tiap
waktudan pengajaran kitab-kitab islam klasik.
Santri merupakan unsur Pokok dari suatu pondok prsantren.santri ini
biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu :
1. Santri mukim : santri yang berasal dari daerah-daerah yang jauh dan
menetap dipondok pesantren
2. Santri kalong :santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pondok
pesantren dan biasanya mereka tidak menetap didalam pesantren.mereka
pulang kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti pengajian di
pesantren.
3. Pondok / asrama
Pada awalnya pondok pesantren bukan semata-mata dimasukkan
sebagai tempat tinggal atau asrama para santri, untuk mengikuti dengan baik
pelajaran yang diberikan oleh Kyai, tetapi juga sebagai tempat latihan bagi
santri yang bersangkutan agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat.
Para santri dibawah bimbingan Kyai bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dalam situasi kekeluargaan dan bergotong royong sesama
warga pesantren.
5. Kitab-Kitab Islam
Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan
lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pesantren mengajarkan kitab-
kitab Islam atau yang sekarang terkenal dengan sebutan kitab kuning yang
dikarang oleh para ulama terdahulu, mengenai berbagai ilmu pengetahuan
agama Islam dan bahasa Arab.
Pelajaran dimulai dengan kitab sederhana dan terus meningkat,
dilanjutkan dengan kitab-kitab ilmu yang mendalam. Walaupun sekarang
telah banyak pelajaran umum yang diberikan dibeberapa pesantren namun
pengajaran kitab masih merupakan hal yang terpenting untuk tujuan
pewarisan pemahaman Islam tradisional dan pembekalan caloncalon ulama .
Biasanya tingkat suatu pesantren dan pengajaranya diketahui dari jenis kitab-
kitab yang diajarkan.
2. Bidang sosial keagamaan
1. Peran Pondok Pesantren Dalam Sosial Keagamaan
Peran pondok pesantren terhadap sosial keagamaan masyarakat
dapat dilakukan dengan cara berdakwah. Dakwah adalah suatu kegiatan
dimana dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip menajemen yang
bertujuan untuk menyukseskan dan mencapai tujuan dari dakwah itu sendiri.
Dalam sistem pegelolaan ini, tentu saja keterlibatan manusia sebagai tenaga
pengelola dakwah itu paling utama.
Rencana kegiatan dakwah yang dilakukan dalam rangka
memakmurkan masyarakat dibagian keagamaan, yaitu dengan cara
mengaktifkan berbagai macam kegiatan keagaman untuk membangkitkan
semangat para santri dalam meningkatkan kwalitas dakwah yang bukan
hanya bersifat lokal, tetapi mampu menghadapi masyarakat perkotaan dan
intelektual. Bentuk dakwahpun tidak sekedar disetujui oleh pihak badan
pengolola dakwah tetapi juga harus mengikuti kehendak masyarakat yang
kadang-kadang tidak sesuai metode yang berlaku.
Peran utama yang dimiliki pesantren atas kehidupan masyarakat
terletak pada hubungan perorangan yang menembus segala hambatan, yang
diakibatkan oleh perbedaan strata yang ada di masyarakat. Hubungan ini
merupakan jalur timbal balik yang memiliki dua tugas: mengatur bimbingan
spiritual dari pihak pesantren kepada masyarakat dalam soal-soal ibadah
ritual, dan mengatur pemeliharaan materiil finansial oleh masyarakat atas
pesantren (dalam bentuk pengumpulan dana-dana dan sebagainya). Bagi
anggota masyarakat luar, kehidupan di pesantren merupakan gambaran ideal
yang tidak mungkin dapat direalisir dalam kehidupannya sendiri.
Disamping itu pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainnya
secara multidimensional, baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas
pendidikan pesantren maupun diluar wewenangnya. Dimulai dari upaya
mencerdaskan bangsa. Hasil berbagai observasi menunujukkan bahwa
pesantren tercatat memiliki peran penting dalam sejarah pendidikan di tanah
air dan telah banyak memberi sumbangan dalam mencerdaskan rakyat.
Dalam peran tradisionalnya pesantren memilki tiga peran penting dalam
masyarakat Indonesia:
a. Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu islam tradisional.
b. Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional.
c. Sebagai pusat reproduksi ulama.
Sebagai lembaga pendidikan, peran utama pesantren tentu saja
menyelenggarakan pendidikan keislaman kepada para santri. Namun, dari
masa ke masa, pesantren tidak hanya berperan dalam soal pendidikan, tetapi
juga peran-peran sosial bagi masyarakat di sekitarnya.
Pondok pesantren sebagai lembaga sosial menunjukkan keterlibatan
pesantren dalam menangani masalah masalah sosial yang dihadapi oleh
masyarakat,baik kehidupan duniawi melainkan tercakup didalamnya maslah
masalah ukhrawi,berupa bimbingan ronani yang menurut prosodjo
merupakan jasa besar pesantren terhadap masyarakat yaitu
1. Kegiatan tablig kepada masyarakat yang dilakukan dalam komplek
pesantren
2. Maslis ta’lim atau pengajian yang bersifat pendiddikan yang bersifat umum.
3. Bimbingan hikmah berupa nasehat ketua yayasan pondok pesantren pada
orang yang datang untuk diberi amalan –amalan apa yang harus dilakukan
untuk mencapai suatu hajat .nasehat-nasehat agama dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan diatas sasarannya adalah masyarakat sebagai kegitan
sosial keagamaan yang dimasukkan dalam da’wah tetapi juga sebagai
pungsi sosial karena intinya adalah supaya membangkitkan semangat untuk
hidup lebih layak sesuai dengan ketentuan agama islam.
Peran pesantren dalam proses pembangunan social Perspektif historis
menempatkan pesantren pada posisi yang cukup istimewa dalam
khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia.
Abdurrahman Wahid menempatkan pesantren sebagai subkultur
tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Menurutnya, lima ribu pondok
pesantren yang tersebar di enam puluh delapan puluh desa merupakan
bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai subkultur.
Bertolak dari pandangan Wahid di atas, tidak terlalu berlebihan apabila
pesantren di posisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur
piramida sosial masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting yang
disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting pula
dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melaui potensi
pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya.
Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya
sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan
peserta didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini
menjadi musuh dari dunia pendidikan secara umum. Pada tataran
berikutnya, keberadaan para santri dalam menguasai ilmu pengetahuan
dan keagamaan akan menjadi bekal mereka dalam berperan serta dalam
proses pembangunan yang pada intinya tiada lain adalah perubahan
sosial menuju terciptanya tatanan masyarakat yang lebih sempurna.
Selaras dengan pandangan pembangunan sebagai proses perubahan
sosial, pembangunan itu tiada lain merupakan pencerminan kehendak
untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan
kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan
demokratis berdasarkan pancasila. Pembangunan nasional diarahkan
untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir bati, termasuk
terpenuhinya rasa aman, tentram dan keadilan.
Dalam kontek ini, praktek pembangunan sosial itu bukan saja menjadi
milik dan tanggung jawab institusi pemerintah, melainkan tanggung jawab
besama antara pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, keberadaan
pesantren tidak memiliki kewenangan langsung untuk merumuskan
aturan sehingga perannya dapat dikategorikan ke dalam apa yang
dikenal dengan partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kyai dan
santri didikannya cukup potensial untuk turut menggerakkan masyarakat
secara umum. Sebab, bagaimanapun juga keberadaan kyai sebagai elit
sosial dan agama menempati posisi dan peran sentral dalam struktur
sosial masyarakat Indonesia. Salah satu sector penting dalam
pembangunan sosial yang mendapatkan perhatian serius hampir dalam
setiap pelaksanaan pembangunan adalah aspek pendidikan. Bidang
pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama penyangga keberhasilan
pelaksanaan pembangunan sosial. Hampir bisa dipastikan, bagi suatu
daerah yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
cenderung memiliki tingkat keberhasilan pembangunan yang cukup tinggi
bila dibandingkan dengan daerah yang rata-rata tingkat pendidikan.
Masyarakal relative rendah.
Terkait dengan pembangunan dibidang pendidikan, pesantren dalam
praksisnya sudah memainkan peran penting dalam setiap proses
pelaksanaan kegiatan tersebut. Para kyai atau para ulama yang selama
ini menjadi figuran masyarakat Indonesia, dan bukan sekedar sosok yang
dikenal sebagai guru, senantiasa peduli dengan lingkungan sosial
masyarakat di sekitarnya. Mereka biasanya memiliki komitmen tersendiri
untuk turut melakukan gerakan transformasi sosial melaui pendektan
keagamaan. Pada esensinya, dakwah yang dilakukan kyai sebagai
medium transformasi sosial keagamaan itu diorientasikan kepada
pemberdayaan salah satunya aspek kognitif masyarakat. Pendidirian
lembaga pendidikan pesantren yang menjadi ciri khas gerakan
transformasi sosial keagamaan para ulama menandakan peran penting
mereka dalam pembangunan sosial secara umum melalui media
pendidikan. Muculnya, tokoh-tokoh informal berbasis pesantren yang
sangat berperan besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan sosial
masyarakat desa. Misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran
besar kyai atau ulama. Demikian pula, laihrnya pendidikan modern yang
cukup pesat dewasa ini secara geneologis tidak bisa dilepaskan pula dari
akarnya yakni pendidikan pesantren.(Habibil Hakim;2009)
Pola penyelenggaraan pesantren pondok pesantren, secara umum
pesantren dapat di klasifikasikan menjadi tiga, yakni pesantren salaf atau
tradisional, pesantren khalaf atau modern, dan pesantren kombinasi.
Sebuah pesantren di sebut salaf jika kegiatan pendidikannya semata-
mata di dasarkan pada pola-pola pengajaran klasik. Maksudnya, berupa
pengajian kitab kuning dengan metode penbelajaran tradisional. Materi
yang di pelajari juga hanya tentang pendalaman agama islam melalui
kitab-kitab salafi ( kitab kuning ), atau kitab yang berbahasa arab.
Pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang selain
bermaterikan pendalaman agama islam (tafaqquh fi al-din), tapi juga
memasukkan unsure-unsur modern, seperti penggunaan system klasikal
atau sekolah dan pembelajaran ilmu-ilmu umum dalam muatan
korikulumnya. Sedangkan pesantren kombinasi merupakan gabungan
antara pesantren salaf dan khalaf artinya, antara pola pendidikan
modern, system madrasah/ sekolah dan pembelajaran ilmu-ilmu umum di
kombinasikan dengan pola pendidikan pesantren klasik.(Drs. Mahmud,
MM : 2006: 15-16).
Pesantren disamping menkaji ilmu-ilmu agama islam juga tak lupuk
dari kehidupan masyarakat secara umum, Dinamika pondok pesantren di
Indonesia tidak terlepas dari aspek-aspek pokoknya, yaitu Kiai, santri,
pondok, mesjid, dan kitab-kitab literature. ( Amin Haedari: Jakarta: Lekdis
& media nusantara : 2006: 88-89).
KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan dukungan landasan teoritik yang di peroleh dari eksplorasi teori yang di jadikan rujukan konsepsional variable penelitian, maka dapat di susun kerangka pemikiran sebagai berikut :
Input Analysis
Rujukan teori
Teori
Pengertian Pesantren
Perilaku manusia
Proses analysis
METODE
ANALISIS KWALITAIF
Digunakan untuk mengetahui study tentang eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra, sebagai variable dalam rangka memahami pengaruhnya terhadapperilaku masyarakat lassang kab. Takalar, yang dipandang sebagai
variable konsekwensi, dengan pandangan ini di lakukan untuk menguji hipotesis.
Judul Penelitian
ASUMSI
FENOMENA
Eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra Lassang Kab. Takalar
HIPOTESIS
Eksistensi Pesantren
Perubahan Perilaku
Pendidikan di Pesantren Mahyajatul Qurra Lassang
Output Analysis
KESIMPULAN DAN SARAN Yang di ambil dari Eksistensi Pesantren terhadap perilaku masyarakat Lassang, Kecamatan Polongbangkeng Utara Kab. Takalar
Pesantren MQ. memberi pengaruh terhadap perilaku masyarakat Lassang Kab. Takalar
Kerangka Pemikiran yang tergambar diatas dapat di jelaskan sebagai berikut
:
1. Input analisis dapat diuraikan, bahwa akan di kemukakan tentang
berbagai teori yang di jadikan rujukan dasar, baik tentang eksistensi
pesantren maupun tentang perilaku pada umumnya dalam
masyarakat.
2. Proses analisis, disini akan di kemukakan tentang bagaimana data itu
di olah dengan menggunakan Deskriftif kwalitatif yang di dapatkan
melalui; wawancara, interviu, dll.
3. Dari judul penelitian bisa di berikan jawaban sementara (hipotesis)
tentang eksistensi pesantren pada umumnya, dan terkhusus
Pesantern Mahyajatul Qurra Lassang Kab. Takalar.
4. Aut put analisis, disini akan di kemukakan tentang kesimpulan apa
yang di dapatkan dari penguraian materi (Study tentang eksistensi
pesantren Mahyajatul Qurra terhadap perilaku masyarakat lassang
Kab. Takalar.
5. Dari hasil penelitian menunjukkan dengan eksistensi pesantren
Mahyajatul Qurra’, dengan segala proses yang di lakukan
menunjukkan memberikan dampak yang signifikan walaupun umurnya
baru kurang lebih 09 tahun.
Sebelum di gambarkan bagaimana eksistensi pesantren Mahyajatul qurra,
maka perlu kita melihat propel Pesantren Mq sebagai berikut :
a. Gedung belajar representatif
b. Asrama santri / santriwati
c. Masjid Jami’ “ AL-FATTAH “
d. Laboratorium Komputer / Multimedia
e. Laboratotium IPA
f. Ruang Perpustakaan
g. Ruang Kesenian
h. Ruang Poskestrene
i. Dapur / Ruang Makan
j. Lapangan Olahraga Out Door
k. Lapangan Olahraga In Door/ Aula
l. Koperasi Pelajar
m. Kantin
n. Fasilitas MCK yang memadai
Sarana penunjang lainnya adalah jumlah santrinya sebanyak
167 santri dan tenaga pengajarnya :
Dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 43 orang dari berbagai
disiplin ilmu dengan kualifikasi pendidikan sebagai berikut :
1. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) : 5 Orang
2. Ijazah Sarjana ( S2 ) : 1 Orang
3. Ijazah Sarjana ( S1 ) : 23 Orang
4. PGSD/ D11 : 1 Orang
5. Madrasah Aliyah ( MA ) : 13 Orang +
J u m l a h : 43 Orang
Dan lebih menekankan pada metode pembelajaran yang mengacu
pada penerapan pola ABK ( Al-Qur’an, Bahasa, dan Komputer ) sebagai
kegiatan khusus, selain kegiatan klasikal yakni :
1. Tahfidhul Qur’an (Menghafal Al-Qur’an)
2. Penguasaan Bahasa Arab dan Inggris secara aktif
3. Pelatihan Komputer
Dan kegiatan ekstra kurikuler seperti :
1. Muhadlarah (Publik Speaking)
2. Muhadatsah (Teater Bahasa Arab dan Inggris)
3. Kepramukaan
4. Seni Letter, Kaligrafi, Qira’at, dll.
Keadaan sarana dan prasarana sebagai berikut :
1. Peran Pesantren Mahyajatul Qurra’ terhadap perilaku masyarakat
Lassang Kab. Takalar Kabupaten Takalar
Pesantren Mahyajatul Qurra’ Lassang berdiri pada tanggal, 20
Mei 2005 yang di dirikan oleh Badan Penyelenggara Pendidikan dan
Sosial keagamaan Mahyajatul Qurra’ yang bertempat di jalan Mesjid
Raya Syuhada’ Tammuloe Desa Lassang Kecamatan Polombangkeng
Utara Kab. Takalar Sulawesi Selatan. Dengan Pimpinan Kyai H.
Hafidh Sainul Mustafa, S.sos.I, M.Pd.I.
Latar Belakang
Keberadaan Pondok Pesantren sebagai lembaga tertua di
Indonesia, telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran
Islam dan telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan
masyarakat. Sejarah perkembangan Pondok Pesantren menunjukkan
bahwa lembaga ini tetap konsisten menunaikan fungsinya sebagai
pusat pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin). Pesantren
juga mengalami perkembangan dan pembaharuan secara pesat
terutama dalam dunia pendidikan. Mulai dari pondok pesantren salafi,
pondok pesantren terpadu, sampai dengan pondok modern yang
sekarang semakin memasyarakat. Pondok modern didirikan sebagai
sarana pengembangan pendidikan terpadu, baik tentang pengetahuan
umum maupun pengetahuan agama. Hal ini di siapkan untuk
menghadapi perkembangan zaman.
Dan berpijak pada sutu kenyataan bahwa kebangkitan Islam di
era modern seperti sekarang ini telah menpersyaratkan adanya
modernisasi pendidikan Islam, yakni dalam rangka memberdaakan
masyarakat Muslim dalam menghadapi tangtangan di dunia modern, di
segala aspek kehidupan.
Dan dengan gagasan dan cita-cita yang di dasari dengan niat
untuk memajukan Islam dan mencari Ridha Allah Swt., maka
didirikanlah pondok Modern “Mahyajatul Qurra’ Lassang.
Visi
Terwujudnya sumber daya insani yang berkwalitas, unggul dalam
bidang imtaq dan iptek dengan berwawasan lingkungan hidup, serta
terwujudnya ulama’ intelek yang alim.
Misi
A. Menanankan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang
maha Esa.
B. Menanamkan disiplin Santri
C. Menanamkan budi pekerti.
D. Meningkatkan mutu alumni
E. Mencintai budaya local.
Sebelum penulis menggambarkan lebih jauh apa saja kegiatan
yang di lakukan oleh Pesantren Mahyajatul Qurra, dalam member
kontribusi terhadapa masyarakat Lassang pada khususnya, dan
masyarakat Islam pada umumnya, ada baiknya kami kemukakan
bagaimana operasionalisasi Pesantren tersebut. Bahwa setiap santri
itu membayar iyuran kurang lebih Rp. 400.000/bulan, dan kebijakan
dari Badan wakaf pesantren tersebut disamping itu penyelenggaraan
pendidikan tetap di bawah naungan Kementrian Pendidikan, dalam hal
ini DIKPORA Kabupaten, walaupun ada mata pelajaran tambahan dari
pondok. Dalam pondok sendiri di kelolah dan di asuh. Ada namanya
koperasi pesantren, jadi semua kebutuhan santri dibeli di koperasi.
Disamping itu pesantren juga memiliki kantin yang di sediakan oleh
Badan wakaf, menurut Agustin, S.Pdi “ bahwa kantin yang ada di
pesantren ini memang di sediakan oleh badan wakaf, tetapi ada
kontibusinya untuk pesantren”.
Olen karena itu penyelenggaraan pesantren tetap langgeng
berjalan sampai hari ini, mulai dari jalannya proses belajar mengajar yang
berdasarkan korikulum pemerintah maupun kegiatan pondok itu sendiri. Hal
ini sejalan yang di ungkapkan pimpinan pondok H. Hafidh Zainul Mustafa,
S.sos.I, M.Pd.I bahwa dalam setiap menjalankan proses belajar atau aktifitas
memohon doa dan keridhaan Allah Swt.
Hal ini menunjukkan bahwa selain profesionalisme dalam menjalankan
semua proses yang ada di pesantren ini, juga selalu Nampak nilai-nilai
religious dalam pengembangannya. Kenapa peneliti berpendapat demikian
karena pesantren Mahyajatul Qurra tidak mengandalkan bantuan dari pihak
pemerintah, tetapi Nampak juga pembangunannya, sudah memiliki gedung
berlantai 3 dan fasilitas serta proses belajar mengajar tetap berjalan dengan
baik.
Disisi lain Kriminalitas sangat kondusif hal ini di ungkap oleh,
Safaruddin, S.sos bahwa “ semenjak keberadaan pesantren Mahyajatul
Qurra di Desa ini tingkat kriminalitas semakin menurun”. Dengan demikian
secara implicit bawa pesantren ini mengembalikan kesadaran masyarakat
Lassang yang Bergama Islam, dalam menjalankan ajaran agama yang di
anutnya.(wawancara :Syarafaruddin, S.sos: 27 Nopember 2014).
Disamping dukungan dari badan Wakaf Pesantren, dalam setiap
penyelenggraan kegiatan pesantren, juga memiliki wadah di bawah naungan
pesantren ini yaitu Taklim, yang meliputi Makassar, Gowa dan Takalar dan
Majelis Taklim ini sangat besar pengaruhnya baik dukungan kepada
pesantren dan peningkatan kesadaran agama bagi masyasarakat Islam.
(wawancara, Jadiono: 24 Nopember 2014)
Dengan demikian, menperlihatkan bahwa pesantren ini memberi
pengaruh terhadap perilaku masyarakat Islam, khususnya masyarakat
Lassang, Kecamatan polombangkeng utara Kabupaten Takalar.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan adalah sebagai salah satu langkah dalam melakukan
penelitian,pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
masalah yang dikaji dan dibahas dengan memperhatikan tujuan yang ingin
dicapai.maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriftif.
Metode kualitatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Kirk dan Miller
yang dikutip oleh Lexy J. Moleong yaitu tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
manusia dalam kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut, pembahasannya dan peristilahannya.
Metode deskriftif adalah prosudur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek peneliti apa adanya
pada sat sekarang.berdasarkan atas fakta–fakta yang nampak sebagai mana
adanya,memusatkan perhatian pada penemuan-penemuan fakta-fakta
sebagaimana keadaan sebenarnya (H.Hadari.1994 : 73 ).
Penggunaan penelitian kualitatif ini sesuai dengan permasalahan yang
ada dalam penelitian ini yaitu bagaimana peran santri pondok pesantren
dalam bidang sosial keagamaan di Lassang kecamatan Polongbangkeng
Utara Kab. Takalar, karena dalam penelitian ini data yang diperlukan bukan
berupa data kuantatif atau statistik. Untuk itu, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif ini. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama,
meliputi deskripsi yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara,
serta analisis hasil dokumen dan catatan-catatan. Peneliti tidak membuktikan
dengan prosedur statistik namun peneliti hanya menggambarkan data yang
didapat di lapangan dari hasil penelitian, yaitu tentang keadaan Pondok
Pesantren Mahyajatul Qurra terhadap perilaku masyarakat lassang kab.
Takalar .
Sedangkan untuk memperoleh data yang kongkrit dalam penelitian di
lapangan, maka jenis penelitian yang menggunakan adalah penelitian studi
kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai
berbagai aspek suatu kelompok, suatu program, atau situasi sosial. Peneliti
studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subyek
yang diteliti. Mereka sering mengguanakan metode: wawancara, (riwayat
hidup), pengamatan, penelaahan dokumen dan data.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Tammuloe Desa Lassang, Kecamatan
Polombangkeng Utara Kab. Takalar. Waktu Penelitian tanggal 17
Nopember sampai dengan 17 Desember 2014.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument dan pengumpul
data. Dalam penelitian kwalitatif peneliti berperan sebagai human
Instrumen, yang bertindak untuk menetapkan focus penelitian, memilih
informan sebagai data, melakukan pengumpulan data yang di butuhkan
dalam penelitian, menilai kwalitas data, melakukan analisis data,
menafsirkan data, dan membuat simpulan atas temuan yang diperoleh di
lokasi penelitian
E. Sumber Data.
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Jadi
sumber data itu menunjukkan dari mana asal informasi. Data itu harus
diperoleh dari data yang tepat, jika sumber data tidak tepat, maka akan
mengakibatkan data yang terkumpul tidak relevan dengan masalah yang
diteliti. Adapun data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1. Data Primer
Yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Jadi
data primer ini diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan
pencatatan di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari: ketua
yayasan pondok pesantren, pengasuh / staf pengajar, pengurus pondok,
santri di Pesantren Mahjatul Qurra Desa Lassang Kecamatan
Polongbangkeng utara Kab. Takalar. Selain itu peneliti juga melakukan
observasi mengenai kondisi pondok, kegiatan pembelajaran, dan keadaan
santri, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kehidupan santri di
Pondok Pesantren Mahyajatul Qurra yang sebenarnya.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang berasal dari bahan bacaan. Maksudnya, data yang
digunakan untuk melengkapi, diperoleh secara tidak langsung dari kegiatan
di lapangan, akan tetapi data diperoleh biasanya dalam bentuk surat-surat
pribadi dan buku harian,. Data sekunder dalam penelitian ini berupa
dokumen yang berisi tentang sejarah berdiri, tujuan, visi dan misi didirikan,
keadaan santri di pondok pesantren ittihaad al-umam.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang baik maka diperlukan data sesuai
dengan masalah dan obyek yang diteliti, dalam pengumpulan data ini maka
penulis menggunakan beberapa metode antara lain:
1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan
sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat
ataupun dapat diulang. Metode observasi ini dilakukan dengan jalan terjun
langsung kedalam lingkungan dimana penelitian itu dilakukan disertai dengan
pencatatan terhadap hal-hal yang muncul terkait dengan informasi yang
dibutuhkan.Metode ini digunakan peneliti untuk mengumpulkan semua data
yang berkaitan dengan keadaan di pondok pesantren, sikap masyarakat dan
juga untuk membuktikan kebenaran dari suatu fenomena yang ada di
lapangan serta kegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Mahyajatul
Qurra .
2. Tekhnik interview (wawancara)
Interview dikenal juga dengan istilah wawancara, yaitu suatu proses
tanya jawab lisan, dimana ada 2 orang atau lebih berhadapan secara fisik,
yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar sendiri dari
suaranya.. Interview sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner
lisan, yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara.Metode ini digunakan untuk
memperoleh data obyektif yang diperlukan peneliti dalam menjelaskan
kondisi riil di lapangan secara umum, dan sekaligus untuk menguji kebenaran
dan keabsahan data yang ada, diantaranya untuk mengetahui:
a. Bagaimana Eksistensi Pesantren Mahayajatul Qurra Lassang Kab. Takalar?
b. Bagaimana Peran Pesantren Mahayajatul Qurra terhadap perilaku
masyarakat Lassang Kab. Takalar?
3. Metode Dokumentasi
Metode dukumentasi adalah metode penelitian untuk memperoleh
keterangan dengan cara memeriksa dan mencatat laporan. Menurut Irwan
studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan
kepada subyek penelitian Adapun dalam penelitian ini metode dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan dan memperoleh data tentang:
a. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Mahyajatul Qurra Lassang,
Kab.Takalar
b Tujuan didirikaynya Pondok Pesantren Mahyajatul Qurra Lassang, Kab.
Takalar
c. Keadaan Pondok Pesantren Mahyatul Qurra di Desa Lassang Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kab. Takalar.
D. Teknik Analisa Data
Analisis adalah langkah yang sangat tepat dalam suatu
penelitian.dalam penelitian analisis ini,Penulis menggunakan analisis data
non statistik.karna sesuai dengan dat-data deskriftif. Data yang berhasil
dikumpulkan peneliti,kemudian data tersebut diklasifikasikan dengan data-
data yang diperoleh dari hasil wawancara,Dokumen,Observasi yang
kemudian diolah dan dianalisis kemudian disimpulkan untuk memperoleh
kesimpulan data dari yang bersifat kualitatif hanya digambarkan dengan kata-
kata atau kalimat –kalimat dipisahkan menurut kata gorinya.
Karena dalam penelitian ini memakai pendekatan kuqalitatif dengan
menggunakan data deskriftif.maka dalam menganalisis data tersebut penulis
menggunakan analisis data yang bersifat induktif yaitu sustu analisis dengan
cara memandang semua permasalahan secara khusus.kemudian
menyimpulkan secara umum.
Setelah pengumpulan data peneliti melakukan beberapa langkah
antara lain :
1. Mengkasifikasikan data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan divaliditas dan diklasifikasikan sesuai
dengan kelompoknya masing –masing.
2. Penyaringan data
Data dari masing-masing kelompok disaring untuk kemudian dianalisis.data
yang berguna dikumpulkan dengan tehnik ceeking atau reduksi data
sedangkan data yang tak berguna diabaikan setelah diseleksi.
3. Verifikasi ( Menarik Kesimpulan )
Jadi data yang sudah di saring kemudian ditarik kesimpulan agar tujuan
peneliti tercapai sebagai mana yang diinginkan.
Ketiga langkah diatas saling berkaitan sehingga menentukan hasil
akhir dari penelitian. Kesimpulan yang ditarik setelah diadakan cross chek
terhadap sumber lain melalui wawancara, pengamatan dan observasi.
E. Pengecekan Keabsahan Temuan
Pengecekan keabsahan temuan perlu dilakukan agar, data yang
dihasilkan dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Pengecekan keabsahan data merupakan suatu langkah untuk mengurangi
suatu kesalahan dalam proses perolehan data penelitian. Maka dari itu,
dalam proses pengecekan keabsahan data pada penelitian ini, harus melalui
beberapa teknik pengujian data. Adapun teknik pengecekan keabsahan
temuan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Peneliti dalam metode penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi
memerlukan perpanjangan waktu untuk ikut serta pada latar penelitian.
Perpanjangan keikutsertaan ini, berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian
sampai selesai pengumpulan data tercapai.
2. Ketekunan Pengamatan
ketekunan pengamatan yaitu mengadakan observasi secara terus
menerus terhadap obyek penelitian, guna memahami gejala lebih mendalam
terhadap berbagai aktifitas yang sedang berlangsung di lokasi penelitian.
Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi
yang relevan dengan persoalan yang sedang dicari oleh peneliti, kemudian
peneliti memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
3. Triangulasi
Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan temuan yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan
atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini, teknik triangulasi yang
dilakukan peneliti adalah, dengan membandingkan data yang diperoleh dari
catatan di lapangan atau dari beberapa dokumen. Teknik ini berguna untuk
peran aktif Pondok Mahyajatul Qurra dalam meningkatkan kegiatan sosial
keagamaan di Lassang Desa Lassang Kab. Takalar
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
Tahun : 2014
Kode Desa : 7305042007
Desa : Lassang
Kecamatan : Polombangkeng Utara
Kabupaten : Takalar
Provinsi : Sulawesi Selatan
Tahun Pembentukan : 1964
Luas Desa : 563.00000
Penetapan Batas : Ada
Koordinat : 119.49221 BT/ -5.32991LS
Tipologi : Persawahan
Klassifikasi : Swadaya
Kategori : Mula
Batas Wilaya:
a. Desa Sebelah utara : Kabupaten Gowa
b. Desa Sebelah Selatan : Kelurahan Parangluara
c. Desa Sebelah Timur : Kampung Beru
d. Desa Sebelah Barat : Mattompodalle
B. Eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra
Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ Lassang, berdiri pada
tanggal 20 Mei 2005, yang didirikan oleh Badan Penyelenggara Pendidikan
dan Sosial Keagamaan Mahyajatul Qurra’ yang bertempatkan di Jl. Masjid
Raya Syuhada’ Tammuloe Desa Lassang Kecamatan Polongbangkeng Utara
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. dengan Pimpinan KH. H. Hafidh Zainul
Mustafa, S.Sos I, M. Pd I
Keberadaan Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia, telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran
Islam dan telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan
masyarakat. Sejarah perkembangan Pondok Pesantren menunjukkan bahwa
lembaga ini tetap konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat pengajaran
ilmu-ilmu agama Islam ( Tafaqquh Fiddiin ). Pesantren juga mengalami
perkembangan dan pembaharuan secara pesat terutama dalam dunia
pendidikan. Mulai dari Pondok Pesantren, Salafi, Pondok Pesantren Terpadu,
sampai dengan Pondok Modern yang sekarang semakin memasyarakat.
Pondok Modern didirikan sebagai sarana pengembangan pendidikan
terpadu, baik tentang pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. Hal
ini disiapkan untuk menghadapi perkembanagan zaman.
Dan berpijak pada suatu kenyataan bahwa kebangkitan Islam di era
modern seperti sekarang ini telah mempersyaratkan adanya modernisasi
pendidikan Islam, yakni dalam rangka memberdayakan masyarakat muslim
dalam menghadapi tantangan dunia modern, di segala aspek kehidupan.
Dalam menghadapi hal tersebut, yang harus dilakukan sebagai umat
Islam adalah menghadapinya dengan membekali generasi muda kita dengan
Ilmu yang dilandasi dengan Ketaqwaan bukan malah menjahui atau bahkan
anti kemajuan.
Dan dengan gagasan dan cita-cita yang didasari dengan niat untuk
memajukan umat Islam dan mencari Ridha Allah SWT., maka didirikanlah
Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ yang artinya Pembangkit
Semangat Para Pembaca Al-Qur’an.
Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ juga merupakan sub
sistem tersendiri yang menjadikan Kyai sebagai figur sentral. Seluruh warga
pondok merupakan satu kesatuan sistem. Aktifitas dan kegiatan Pondok
Pesantren adalah merupakan pelaksanaan aturan-aturan yang mengikat
seluruh warga pondok, sehingga proses pembelajaran terjadi secara holistik
dan komprehensip. Pembelajaran di Pondok Pesantren bukan hanya dalam
bentuk pembelajaran di kelas semata, tetapi juga yang terkait dengan
hubungan timbal balik antara Kyai, Ustadz/ Ustadzah dengan santri, juga
sesama santri, dan bahkan kepada warga pondok secara keseluruhan.
Begitu halnya dengan Proses Belajar Mengajar merupakan proses
komunikasi atau interaksi antara peserta didik (Warga Belajar) dengan
pendidik (Ustadz/ Ustadzah, Pengajar, Pelatih, Tutor, Fasilitator). Selain itu
Ustadz/ Ustadzah juga berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan
pengawasan setiap waktu selama 24 jam non-stop. Sehingga segala
sesuatu, baik yang dilihat, didengar, diperhatikan, dan dikerjakan sehari-hari
di Pondok ini adalah untuk pendidikan.
Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ memiliki keunggulan,
yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain, diantara keunggulan
pondok adalah memiliki ciri khas berupa Panca Jiwa dan Panca Tujuan
Pondok.
Adapun Panca Jiwa Pondok tersebut adalah :
1. Keikhlasan
2. Kesederhanaan
3. Menolong Diri Sendiri
4. Ukhuwah Diniyyah
5. Bebas
Sedangkan Panca Tujuan Pondok adalah :
1. Beribadah Thalabul ‘Ilmi
2. Beriman, Berilmu, Beramal Sholeh, dan Berjihad Fii Sabiilillaah
3. Hidup Sederhana
4. Bermasyarakat dan Menjadi Warga Negara Yang Baik
5. Cinta Agama dan Tanah Air
Kemudian Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ juga berfungsi
sebagai lembaga pendidikan agama Islam, sebagai lembaga Dakwah, dan
sebagai lembaga Pengembangan Masyarakat. Dan sejalan dengan
perkembangan kemanjuan zaman, kami juga menambahkan kegiatan-
kegiatan dan perluasan wawasan bagi santri Pondok Pesantren. Salah
satunya dengan memasukkan mata pelajaran umum dan ketrampilan hidup
(life skill).
Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’ tidak hanya
menyelenggarakan sistem pendidikan yang modern, tetapi juga memasukkan
mata pelajaran umum (Kementerian Agama dan Departemen Pendidikan
Pemuda dan Olahraga) dalam kurikulumnya, serta sistem pendidikan
Salafiyyah dengan mengkaji kitab-kitab kuning. Dan lebih menekankan pada
metode pembelajaran yang mengacu pada penerapan pola ABK ( Al-Qur’an,
Bahasa, dan Komputer ) sebagai kegiatan khusus, selain kegiatan klasikal
yakni :
4. Tahfidhul Qur’an (Menghafal Al-Qur’an)
5. Penguasaan Bahasa Arab dan Inggris secara aktif
6. Pelatihan Komputer
Dan kegiatan ekstra kurikuler seperti :
5. Muhadlarah (Publik Speaking)
6. Muhadatsah (Teater Bahasa Arab dan Inggris)
7. Kepramukaan
8. Seni Letter, Kaligrafi, Qira’at, dll.
Untuk menunjang seluruh kegiatan santri dan pola hidup selama 24
jam, serta untuk memenuhi kebutuhan santri kami manyediakan sarana dan
prasarana dengan harapan demi untuk kenyamanan dan ketenangan dalam
belajar. Diantaranya adalah :
o. Gedung belajar representatif
p. Asrama santri / santriwati
q. Masjid Jami’ “ AL-FATTAH “
r. Laboratorium Komputer / Multimedia
s. Laboratotium IPA
t. Ruang Perpustakaan
u. Ruang Kesenian
v. Ruang Poskestren
w. Dapur / Ruang Makan
x. Lapangan Olahraga Out Door
y. Lapangan Olahraga In Door/ Aula
z. Koperasi Pelajar
aa. Kantin
b, Fasilitas MCK yang memadai
Diantara syarat penting bagi sebuah lembaga pendidikan untuk dapat
tetap bertahan hidup dan berkembang adalah memiliki sumber dana yang
salah satu diantaranya melalui suatu badan usaha. Sejak berdirinya Pondok
telah memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh yakni dengan
mendirikan Koperasi Santri yang menyediakan alat-alat tulis, kebutuhan
sehari-hari untuk santri, dan lain-lain. Selain itu dalam bidang pertanian para
santri juga dilatih dan ikut serta dalam penanaman tanaman-tanaman yang
berguna. Misalnya buah-buahan, sayur mayur, tanaman obat atau sekedar
untuk tanaman penghijauan. Yang mana hasil dari tanaman-tanaman itu
akan dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga kampus. Selain itu sumber
dana yang kami dapatkan adalah sumbangan wajib setiap bulan oleh wali
santri, bantuan dari Dinas-Dinas terkait, dan lain-lain.
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pengembangan lembaga
pendidikan keagamaan, khususnya pesantren tidak lepas dari tantangan
keulamaan dalam masyarakat yang sedang dalam tahap perubahan. Seiring
dengan peningkatan modernisasi, kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia pun terus berubah dan berdampak pada pola penganutan
keagamaan yang lebih rasional dan fungsional. Maka dari itu ulama harus
berhadapan dengan aneka tuntutan masyarakat pada seluruh aspek
kehidupan yang condong ke-nilai keagamaan. Upaya mempertahankan
tradisi keilmuan Islam klasik dan kemauan untuk mengakses berbagai
informasi dan wacana keilmuan kontemporer akan menjadikan pesantren
sebagai komunitas yang mempunyai tujuan paripurna. Di satu segi,
pesantren tidak tercabut dari tradisi keilmuan Islam, di segi lain, pesantren
mampu memberikan kontribusi pemikiran atas realitas yang terjadi pada
masyarakat modern. Inilah sisi kelebihan dunia pesantren yang harus tetap
dipertahankan dengan cara menanganinya dengan cerdas, progresif, dan
profesional.
Dengan mencermati makna pengembangan pesantren maka
diupayakan pemberdayaan peran pesantren dapat diwujudkan dan
ditransformasikan secara nyata di masyarakat. Agar tetap terjaga citra, peran,
dan keberadaan pesantren.
Dan salah satu upaya Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’
untuk mengembangkan kreatifitas kemampuan dan kecakapan santri maka
kami mengirim beberapa santri untuk ikut serta dalam berbagai perlombaan
dan musabaqah demi mengapresiasi dan memacu kemampuan kecerdasan
maupun skill santri/wati
3. VISI dan MISI
Visi :
Memperjuangkan ‘Izzul Islam wal-Muslimin dengan kaderisasi Ulama’
intelek dan Intelek yang Alim.
Misi :
a. Mengadakan Kegiatan Belajar Mengajar formal dan non-formal dengan
berimbang antara pengetahuan agama dan umum.
b. Mengembangkan pendidikan dan pengajaran klasikal dan skill siswa
dengan penajaman pola ABK (Pendalaman Kajian Materi Al-Qur’an,
Penguasaan Bahasa Asing serta Penguasaan Komputer, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi)
c. Menciptakan generasi muslim paripurna yang berwawasan luas,
berkepribadian luhur, dan berprestasi tinggi, serta respon dan tanggap
terhadap perubahan.
Pengembangan pendidikan keagamaan dan kepesantrenan ke depan
mengacu kepada paradigma baru pendidikan nasional yang bertumpu pada
tiga hal, yaitu kemandirian, akuntabilitas, dan jaminan mutu.
Pertama, kemandirian diarahkan pada pemberian otonomi kurikulum,
pengembangan program, performansi akademik, dan pembinaan sumber
daya yang ada.
Kedua, pengembangan akuntabilitas diarahkan pada peningkatan
kemampuan pesantren dalam pertanggung jawaban sosial. Melalui
akuntabilitas, pesantren diharapkan mampu memacu setiap komponen
lembaga, memaksimalkan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya yang
ada secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan, serta memberikan hasil yang maksimal bagi mssyarakat dan
bangsa.
Ketiga, jaminan mutu diarahkan pada peningkatan relevansi yang lebih
tegas antara output yang dihasilkan pesantren dengan kebutuhan
masyarakat.
Dan secara kelembagaan pesantren memiliki kekuatan yang luar biasa
untuk bisa ditransformasikan menuju lembaga pendidikan yang berkualitas,
maju, mandiri, dan akuntabel. Pesantren memberi pendidikan baik formal
maupun informal mulai dari usia dini sampai kepada orang dewasa tentunya
sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Begitu juga dengan Pondok Pesantren Modern Mahyajatul Qurra’
Lassang. Jenjang Pendidikan yang kami kelola adalah :
1. TPA ( Taman Pendidikan Al-Qur’an )
Al-Qur’an sungguh telah menjadi ukuran baik buruknya keislaman
seseorang. Ajaran al-Qur’an akan menjadi takaran bagi kesungguhan
pengalaman dari ummat Islam. Sejauh mana kesesuaian dan keselarasan
perbuatan seseorang dengan al-Qur’an sejauh itu pula kualitas ummat.
Demikian halnya dengan membaca al-Qur’an.
Mendekatkan kaum muslimin kepada al-Qur’an yang perlu dilakukan
pertama-tama adalah pemberantasan buta huruf al-Qur’an pada lapisan
kaum muslimin dan memahamkan makna dan nilai-nilai ajaran al-Qur’an. Dan
usaha ini membutuhkan wadah yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran
al-Qur’an. Oleh karena itu kami membuka sarana pembelajaran al-Qur’an
untuk anak-anak yaitu TPA (Taman Pendidikan Al- Qur’an) yang membina
santri mulai usia dini dari umur 4-10 tahun.
2. Madrasah Diniyyah
Program ini merupakan program kesetaraan yang dilaksanakan dijalur
pendidikan non-formal setara dengan SD/ MI. Dengan tujuan untuk
membekali warga belajar dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan,
serta sikap yang setara dengan kemampuan, pengetahuan dan sikap lulusan
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyyah.
Selain itu, dimaksudkan agar siswa memiliki akhlak yang mulia,
memiliki ketrampilan pengamalan agama Islam, dan memiliki sikap yang
kompetitif, ulet dan kepribadian tangguh serta tidak mudah putus asa dalam
menghadapi permasalahan serta perkembangan yang ada. Pada dasarnya
kami menambahkan pendidikan agama dari yang mereka dapatkan pada
pendidikan formal karena minimnya jam pendidikan agama yang mereka
pelajari pada sekolah klasikal pagi. Sasaran pembelajaran adalah anak-anak
setingkat SD yang bertempat tinggal di sekitar Pondok, dan kegiatan ini
dilaksankan pada sore hari.
Pelajaran yang diajarkan meliputi : Bahasa Arab, Al-Qur’an Hadits,
Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam ( SKI ), dan Muatan Lokal.
3. MTs ( Madrasah Tsanawiyah )
Program ini setara dengan SMP. Berdasarkan Keputusan Kepala
Kantor Departemen Agama kabupaten Takalar Nomor 1095 Tanggal 31
Desember 2006. Dengan Status Terdaftar dan diberikan Nomor Statistik
Madrasah ( NSM ) : 2127305004017. Pada Program ini bukan hanya
pendidikan pelajaran umum yang diajarakan tetapi juga beberapa pelajaran
Agama. Disamping itu juga siswa dibekali pengetahuan akademik, juga
menitik beratkan pada penguasaan ketrampilan praktis dalam hal
pengamalan agama Islam dan ketrampilan berusaha. Pemilihan ketrampilan
berusaha difokuskan pada ketrampilan siswa yang sesuai dengan potensi
dan kebutuhan setempat. Penguasaan ketrampilan pengamalan Agama
Islam dan potensi sebagai upaya menjadikan masyarakat yang berakhlak
mulia, cerdas, terampil, mandiri, dan berdaya saing. Secara hukum Program
ini memiliki kekuatan yang sama dengan Program Menengah (SMP) pada
jalur persekolahan. Selain itu juga bertujuan memberi kesempatan kepada
santri untuk lebih bisa mengembangkan diri. Program ini dikenal dengan
Program Wajib Belajar pada Pondok Pesantren Salafiyah Tingkat Wustha.
Pondok Pesantren. Lembaga ini yang langsung menangani pendidikan dan
pengajaran, serta pengasuhan santri. Juga berbagai macam kegiatan
intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Pada MTs. Pesantren Mahyajatul Qurra’ Lassang ini membina santri
yang berjumlah 111 santri dengan rombongan belajar 6 kelas terdiri dari
kelas VII A dan VII B, VIII A dan VIII B, IX A dan IX B. Dengan jumlah tenaga
pengajar sebanyak 43 orang dari berbagai disiplin ilmu dengan kualifikasi
pendidikan sebagai berikut :
6. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) : 5 Orang
7. Ijazah Sarjana ( S2 ) : 1 Orang
8. Ijazah Sarjana ( S1 ) : 23 Orang
9. PGSD/ D11 : 1 Orang
10. Madrasah Aliyah ( MA ) : 13 Orang +
J u m l a h : 43 Orang
Dan juga demi untuk kelangsungan dan peningkatan kualitas
akademik, MTs juga memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti Bagian
Kurikulum, Bagian Tata Usaha, Bagian Perpustakaan, Bagian Inventaris, dan
lain sebagainya.
4. SMA (Sekolah Menengah Atas)
Pada tahun ke empat berdirinya Lembaga Pendidikan Mahyajatul
Qurra’, tepatnya tahun 2009 kami membuka Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mahyajatul Qurra’ dengan SK/ Izin Pendirian Sekolah; No. 015/P/PMMQ/X/9
tanggal 8 Oktober 2009 di bawah naungan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Takalar.
Santri SMA Mahyajatul Qurra’ adalah santri lanjutan dari lulusan MTs
Pesantren Mahyajatul Qurra’ pada tahun pertama kali kami menamatkan,
dengan jumlah santri 13 orang. Seluruh santriwan dan santriwati juga
menetap/tinggal dalam asrama sekolah yang telah ditentukan selama 24 jam,
sehingga Proses Pembelajaran berlangsung pagi, siang dan malam.
Dan demi keberlangsungan dan peningkatan kualitas akademik,
Sekolah juga memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti Bagian Kurikulum,
Bagian Administrasi, Bagian Laboratorium, Bagian Perpustakaan, Kepala
BP/BK dan lain sebagainya.
SMA Mahyajatul Qurra’ tidak hanya menyelenggarakan sistim
pendidikan yang modern, tetapi juga memasukkan mata pelajaran umum
(Departemen Pendidikan Pemuda dan Olahraga) dalam kurikulumnya, serta
sistim Pendidikan Salafiyyah dengan mengkaji kitab-kitab kuning, dan lebih
menekankan pada metode pembelajaran yang mengacu pada penerapan
pola (ABK) (Al-Qur’an, Bahasa dan Komputer ) sebagai kegiatan khusus.
Pada SMA Mahyajatul Qurra’ Lassang ini membina santri yang
berjumlah 50 santri dengan rombongan belajar 3 kelas terdiri dari kelas X, XI
IPA, XII IPA. Dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 31 orang dari
berbagai disiplin ilmu dengan kualifikasi pendidikan sebagai berikut :
1. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) : 4 Orang
2. Ijazah Sarjana ( S2 ) : 1 Orang
3. Ijazah Sarjana ( S1 ) : 17 Orang
4. PGSD/ D11 : 1 Orang
5. Madrasah Aliyah ( MA ) : 8 Orang +
J u m l a h : 31 Orang
Dari seluruh jenjang pendidikan yang dikelola kami selalu mengacu
pada perencanaan, pelaksanaan, supervisi, maupun evaluasi.
Pertama, kegiatan harian yang meliputi Taftisy Al-I’dad ( Pemeriksaan
persiapan mengajar guru ), Kontrol Kelas, At-Ta’allum al-Muwajjahah (
Belajar terbimbing setiap saat ), juga masuk kelas tepat waktu.
Kedua, kegiatan mingguan dan bulanan. Semua ditujukan untuk guru dan
siswa. Untuk guru diadakan pertemuan bulanan yang tujuannya sebagai
media penyamaan persepsi, untuk menyampaikan informasi, dan
mendengarkan laporan para guru terkait dengan keadaan siswa dan keadaan
kelas.
Ketiga, kegiatan tengah tahunan yaitu ulangan umum. Yang terbagi dalam
ujian pertengahan tahun dan ujian akhir tahun. Dan terbagi menjadi 2 Ujian.
Yakni ujian Syafahi ( Lisan ) dan Ujian Tahriri ( Tulis ).
C. Pembahasan
Berdasarkan data yang di peroleh selama berada di lokasi
penelitian, maka dapat dikemukakan pembahasan sebagai berikut,
bahwa Pesantren Mahyajatul Qurra’ yang di dirikan pada tanggal 20
Mei 2005 dengan visi dan misi yang jelas dalam menggapai visi yang
telah dicanangkan, maka dari pihak pesantren telah menjalankan
segala proses dalam mewujudkan visi tersebut, dan tidak
bertentangan dengant tujuan pendidikan yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu,
maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi
satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang di
perlukan (pasal 42 ayat 2). Dalam hal ini termasuk memfasilitasi
dan/atau meneyediakan pendidik dan/atau guru seagama dengan
peserta didik dan pendidik dan/atau guru untuk mengembangkan
bakat, minat dan kemampuan peseta didik (pasal 12 ayat huruf a dan
huruf b). Pendidik dan tenaga kependidikan itu dapat bekerja secara
lintas daerah, yang pengangkatan, penempatan dan penyebaranya
diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan
satuan pendidikan formal (pasal 41 ayat 1 dan ayat 2).
Selain itu pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah memiliki
kewenangan mengeluarkan izin dan mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun pendidikan non formal (pasal 62 ayat 1),
sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Dengan adanya
desntralisasi perizinan dan pencabutan izin tersebut, akan semakin
mendekatkan pelayanan kepada rakyat, sesuai dengan tujuan otonomi
pemerintah daerah. ( Anwar Arifin: 2005:81)
Maka dapat di jelaskan bahwa dengan fasilitas yang ada
pesantren Mahyajatul Qurra’ dalam menyelenggarakan pendidikannya,
bukan lagi semata tradisionalis dalam arti hanya belajar kitab kuning,
akan tetapi di samping itu juga mengacu pada kurikulum Nasional, jadi
sudah boleh di kategorikan modern.
Modifikasi pesantren
Seiring dengan kebijakan politik Belanda di Indonesia sejak akhir
abad ke 19 berikut kritik kalangan pembaharu terhadap sitem pendidikan
pesantren, pesantren dengan sendirinya merespon sekaligus mensiasati
apa yang terbaik untuk di lakukan. Pesantren dengan segala
keunikannya akan terus berproses membentuk diri (in statu nascendi)
dengan caranya sendiri. Lahirnya system madrasy (sistem pendidikan
Islam dengan korikulum formal) yang mulai di berlalukakan pada abad ke
19, atau yang pasti awal abad ke 20 an merupakan jawaban pesantren
dalam mengkonsolidasi posisinya dalam menyikapi perkembangan
pendidikan sekuler Belanda.
Dialog yang berlangsung antara tradisi pesantren dan realitas di
sekitas- massifnya perkembangan sekolah Belanda, misalnya – akan
terus berlangsung dimana dinamikanya akan sangat di tentukan oleh
pergantian ritme, meminjan istilah Taufik Abdullah (1988), rout and
realy, “ gempur” dan “akur”. Artinya ada saat-saat dua belahan tradisi
(pesantren dan realitas sekitar) “bertengkar”, tetapi ada pula saatnya
mereka mesra”, dialog-dialog semacam itu akan terus belanjut hingga
terbentuknya sintesa-sintesa kreatif melalui modifikasi atau
improvisasi.
Dalam kerangka modifikasi dan improvisasi ini, tidak sedikit
pesantren yang kemudian mendirikan madrasah (madrasah ibtidaiyah,
tsanwiyah, dan aliyah) dan sekolah (SD, SMP, dan SMU), bahkan
mendirikan perguruan tinggi.Tentu saja , modifikasi dan improvisasi
yang di lakukan hanya terbatas pada aspek tekhnis operasionalnya,
bukan subtansi pesantren itu sendiri, karena apabilah improviasi itu
menyangkut subtansi pendidikan, maka pesantren yang mengakar
ratusan tahun lamanya akan tercerabut dan kehilangan elan vital
sebagai penopang moral yang menjadi citra utama pendidikan
pesantren.(Mastuki HS, M.Ag dkk:2004:5-6)
Di samping itu peran yang diberikan pondok pesantren kepada
masyarakat sangat signifikan sebagaimana yang di ungkapkan oleh pimpinan
pondok ini, KH. H. Zainul Mustafa, S.sos.I, M.Pd.i adalah :
“Secara langsung peran pesantren Mahyajatul Qurra’, adalah Taman
Pendidikan Al-Qur’an yang di bentuk dan langsung oleh pihak pesantren.,
kemudian Majelis Taklim Ibu-ibu” (wawancara, KH. H. Zainul Mustafa,
S.sos.I, M.Pd.I :30 Nopember 2014)
Kedua kegiatan ini langsung dampaknya kemasyarakat, khususnya
masyarakat Lassang. Jika dibandingkan sebelum adanya Pesantren ini
dimana kesadaran beragama belum Nampak, seantusias dengan adanya
pesantren. Dan mengenai TPA, lewat wadah ini generasi di bina agar
terampil membaca Al-Quran, dan menumbuhkan semangat mencintai Al-
Qur’an, lebih lanjut pimpinan pondok menegaskan dulu sebelum pesantren
hadir sering terjadi perkawinan dini. Hal terjadi karena belum terbukanya
wawasan untuk menimbah ilmu pengtahuan, sekarang katanya generasi di
Lassang sudah banyak yang menimbah ilmu di perguruan tinggi. Kemudian
dari pembinaan majlis Taklim kelihat bagaimana antusiasnya ibu-ibu dalam
melaksanakan shalat secara berjamaah di mesjid.
Di lain pihak pesantren punya binaan Majelis Taklim (Simaan Al-
Qur’an), dimana pelaksanaannya berpindah-pindan tiap bulah apakah di
Gowa, atau Makassar dan Takalar jamah dari simaan banyak, rata-rata 100
lebih jamaahnya/persimaan, Penyusun tesis ini pernah langsung mengikuti
majelis simaan tersebut pada tanggal 25 Nopember 2014 di mesjid Suhada
Tammuloe Lassang, dampak ke masyarakat majelis simaan ini sangat besar.
sesuai firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-nahl ayat 125
:
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Al.Quran dan terjemahannya, Departemen Agama;
Karya Agung Surabaya).
Kiranya sebelum lebih jauh mengulas tentang dampak perubahan
perilaku Masyarakat Lassang dari Pesantren ini, kita kembali menengok lagi
akan eksitensi pesantren sebagaimana data yang di peroleh maka dapat
uraikan sebagai, bahwa pesantren ini memiliki 28 ruang kelas, selebihnya itu
kantin, dan 1 buah mesjid pemondokan kyai, dari segi gurunya penganjianya
itu di ambilkan dari dana BOS, dan pendidikan gratis. Untuk santri yang
sebanyak 170 itu operasionalnya dibiayai dari iyuran perbulan.
Berkaitan dengan prekwensi kriminalitas di Lassang, yang merupakan
lokasi pesantren ini, sebagaimana yang di ungkapkan KH. H. Zainul Mustafa,
S. sos.I, M.Pd.I sebagai berikut :
“Dulu sebelum adanya Pesantren Mahyajatul Qurra tingkat kriminalitas di
Tammuloe Lassang marak, mabuk-mabuk yang sering membuat gaduh bila
ada pesta/hajatan masyarakat, tetapi sejak adanya pesantren sampai
sekarang criminal semakin menurun, bahkan suasana kehidupan masyarakat
semakin kondusif”.
Oleh karena itu pesantren ini sangat memberikan kontribusi yang
berarti bagi masyarakat Lassang, dan masyarakat Islam pada umumnya di
tambahkan oleh Ustad Hafid bahwa oleh masyarakat Lassang tidak lagi
kekurang mubaliqn, yang sewaktu-waktu bias di sponsori pihak pesantren.
Belum lagi program pesantren mengirim dan menyebar dai yang memang
sudah menjadi kalender bulanan dari pesantren.
Dengan demikian nampaklah eksistensi pesantren ini memberi
pengaruh terhadap perubahan perilaku, terkhusus masyarakat Lassang
Kabupaten Takalar
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa eksistensi Pesantren Mahyajatul Qurra’ yang dirikan pada
tanggsaranaal 20 Mei 2005, berlatarbelakang dan menegenbang
memajukan iman dan Tagwa di tunjang sarana dan prasarana 28
ruang belajar, satu mesjid dan kantin dan pemondokan kyai dengan
siswa 168, operasionalisasi pesantren di danai oleh iyuran santri.
2. Pesantren Mahyajatul Qurra’ memberikan dampak yang signifikan
terhadap perilaku masyarakat Lassang yaitu semakin meningkatnya
kesadaran beragama dengan wadah yang di naungi pesantren, TPA,
dan Majelis Taklim ibu-ibu, serta Simaan AL-Qur’an, terlihat dengan
semakin banyaknya generasi Lassang menimbah ilmu di perguruan
tinggi, berkurang perkawinan usia dini.
B. Saran
Dari penelitian ini, maka penulis menyarankan beberapa hal:
1. Karena pesantren Mahyajatul Qurra’ akan semakin luas jaringannya,
hendaknya di sambungkan waifi/jaringan internet agar memudahkan
mengakses berita dan informasi dari berbagai belahan dunia, terutama
dunia islam.
2. Agar supaya pihak pemerintah semakin menperhatikan Pesantren
Mahyajatul Qurra’ ini, baik dari inprastrukturnya maupun hal lain demi
pengembangan pesantren ini kedepan.
3. Agar supaya masyarakat Lassang khususnya, dan masyarakat pada
umumnya, mau memondokkan anaknya di pesantern ini sebagai
investasi generasi Islam masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur an dan terjemahan. Departemen agama.karya agung ,Surabaya)
A.Wahid Zaeni , Dunia pemikiran kaum santri sebagaimana dikutip oleh
Mujamil Qomar, Pesantren, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama)
Anwar Arifin, Paradikma Baru Pendidikan Nasional. Balai pustaka:2005
Departemen Agama RI 2004, Profil Pondok Pesantren Mu’adalah. Di
terbitkan/digandakan oleh Direktorat Jenderal Kelembagaan agama
Islam/Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren
Melalui Proyek Peningkatan Pondok Pesantren Tahun anggaran
2000.
Farchan dan syarifudin, Titik Tengkar Pesantren Resolusi Konflik Masyarakat
Pesantren ,(yogyakarta :pilar religi,2005)
Fathurrahman Mamang, Al-Quran Pendidikan dan Pengajaran, (Pustaka
Madani:2002)
Haedari Amin. dkk. Panorama Pesantren dalam cakrawala Moderen, (Diva
pustaka Jakarta: 2006)
http://elbaruqy.blogspot.com/2012/10/sejarah-perkembangan-pondok-
pesantren.html TH3bPG6I ( diakses 9 april 2013)
Lexy J. Moleong, Metode penelitian kwalitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karaya, 2007),
Mastuki HS, M.Ag dkk. Intelektualisme Pesantren, Diva Pustaka 2004
M. Bahri Gazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, CV. Prasasti. 2002
Mujahir Noeng .Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta.Rake
Surakin.1989
Mujamil Qomar, .Manajemen Pendidikan Islam., PT.Glora Aksara
Pratama.Malang.2007
Mahfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, PT. P3M, Jakarta,
1983.
Mahmud, .Model-Model Kegiatan Pesantren,jakarta; media nusantara,2006
Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam Kasinis.Yogyakarta,1982.
Sutikno, M. S. (2009), Manajemen Program Akselerasi Bagi Anak Berbakat
(Studi Kualitatif pada Tiga Sekolah SMP di Jakarta Timur), Disertasi
Program Pascasarjana Universitas Islam Nusantara Bandung.
Poedarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (PN Balai Pustaka; Jakarta
1984)
Program Pascasarjana, Tahun 2014, Pedoman penulisan tesis, Makassar
Pasca Unismuh Makassar.
www.google.com/peran pesantren dlm sosial keagamaan masyarakat (
diakses 8 april 2013)