Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer
-
Upload
bakhtiar-hidayat-harahap -
Category
Documents
-
view
2.457 -
download
5
Transcript of Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer
PENGARUH BAHAN PENGENCER TERHADAP PERSENTASE MOTILITAS SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI DAN DOMBA,
PENGARUH POSISI STRAW SEMEN CAIR DOMBA SERTA PENGARUH SUHU THAWING TERHADAP MOTILITAS
SPERMATOZOA
Disusun oleh:
Bakhtiar Hidayat H, S.KH B94104206
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
BAGIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu bentuk bioteknologi dalam
bidang reproduksi yang memungkinkan manusia mengawinkan hewan betina
tanpa perlu seekor pejantan utuh. Inseminasi buatan sebagai teknologi merupakan
suatu rangkaian proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut
kualitas genetik hewan di masa yang akan datang (Kartasudjana 2001). Inseminasi
buatan (IB) merupakan salah satu upaya pemanfaatan bibit pejantan unggul secara
maksimal dalam rangka perbaikan mutu genetik ternak. Prinsip dari pelaksanaan
inseminasi buatan yaitu pencurahan semen ke dalam saluran reproduksi hewan
betina pada saat estrus dengan maksud agar sel telur yang diovulasikan hewan
betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina menjadi bunting dan
melahirkan anak. Menurut Sugoro (2009), pada perkembangan lebih lanjut,
program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran
reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan,
penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan
(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan
dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina. Dengan demikian pengertian
IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga
istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan).
Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IB ialah mutu semen beku.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi yaitu reproduksi ternak betina dan
keterampilan petugasnya. Ketepatan dan pelaporan deteksi berahi serta
pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu untuk terjaminnya mutu semen beku
sapi yang beredar, perlu ditetapkan standar semen beku sapi. Mutu semen beku
sapi yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan
benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk
diinseminasikan. Kegiatan inseminasi buatan (IB) pada ternak dapat dikatakan
berhasil dengan tidak hanya bergantung pada kualitas dan kuantitas semen yang
diejakulasikan oleh pejantan tetapi juga bergantung pada kesanggupan untuk
memperbanyak volume semen dan mempertahankan kualitasnya untuk jangka
waktu tertentu setelah ejakulasi sehingga lebih banyak betina akseptor yang dapat
diinseminasi.
Usaha untuk memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari pejantan unggul
dan mempertahankan kualitas semen tersebut adalah dengan melakukan
pengenceran menggunakan beberapa bahan pengencer. Bahan- bahan pengencer
ini harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik,
maupun krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses
pembekuan dan thawing (semen beku). Sumber nutrisi yang paling banyak
digunakan adalah karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah
dimetabolisasi oleh spermatozoa (Toelihere 1993). Buffer berfungsi sebagai
pengatur tekanan osmotik dan juga menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari
sisa metabolisme spermatozoa. Buffer yang paling umum digunakan adalah tris
(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga
yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan
anti cold shock yang ditambahkan adalah kuning telur atau kacang kedelai
(Aboagla & Terada 2004) yang dapat melindungi spermatozoa pada saat
perubahan suhu. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat memperlihatkan
kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan nilai motilitas (gerak
progresif sperma) sehingga pada akhirnya memperpanjang lama waktu
penyimpanan pasca pengenceran.
Tujuan dari praktikum ini antara lain:
1. Melatih keterampilan mahasiswa program Pendidikan Profesi Dokter
Hewan (PPDH) dalam melakukan prosedur koleksi semen sapi dan domba
yang baik dan benar.
2. Melatih keterampilan mahasiswa PPDH dalam pembuatan berbagai larutan
pengencer semen cair dan semen beku.
3. Mengetahui cara mengevaluasi kualitas semen segar sapi dan domba.
4. Memperoleh data kualitas semen sapi dan domba yang sudah dilakukan
pengenceran, serta mengetahui kualitas larutan pengencer.
5. Mengetahui metode penyimpanan yang baik untuk semen cair sapi yang
disimpan di dalam poll dan straw.
6. Mempelajari cara penyimpanan straw yang paling baik bagi semen cair serta
pengaruh suhu dan lamanya thawing pada semen beku sapi..
7. Mengetahui pengaruh berbagai teknik dan suhu thawing terhadap kualitas
semen beku sapi
8. Mengetahui bahan pengencer yang tepat dan dapat mempertahankan daya
hidup spermatozoa dalam jangka waktu yang lama.
BAHAN DAN METODE
A. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sitrat Kuning Telur
Alat dan Bahan:
Cawan petri
Kertas saring
Gelas ukur
Timbangan
Gelas piala
Erlenmeyer
Natrium sitrat
Telur ayam
Kapas dan Aquades
Alkohol 70%
1. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara
memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.
Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.
Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning
telur.
Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas
kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.
Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur
dimasukkan ke dalam gelas ukur.
Gambar 1 Persiapan kuning telur
2. Pembuatan Bahan Pengencer Sitrat Kuning Telur
Natrium sitrat ditimbang sebanyak 1,45 gram kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades 50 ml.
Larutan sitrat dicampur kuning telur dengan perbandingan 4 bagian
larutan sitrat dan 1 bagian kuning telur di dalam gelas ukur. Larutan
diaduk sampai homogen.
B. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sitrat Fruktosa Kuning Telur
Sapi
Alat dan Bahan:
Cawan petri
Kertas saring
Gelas ukur
Timbangan
Gelas piala
Erlenmeyer
Natrium sitrat
Telur ayam
Kapas dan Aquades
Alkohol 70%
1. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara
memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.
Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.
Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning
telur.
Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas
kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.
Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur
dimasukkan ke dalam gelas ukur.
2. Pembuatan Bahan Pengencer Sitrat Fruktosa Kuning Telur
Prosedur Kerja :
Natrium sitrat ditimbang sebanyak 1,16 gram dan 0,625 gram fruktosa
dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan kemudian dilarutkan
dengan akuades 50 ml.
Larutan sitrat dicampur kuning telur dengan perbandingan 4 bagian
larutan sitrat dan 1 bagian kuning telur di dalam erlenmeyer. Larutan
diaduk sampai homogen.
C. Pembuatan Pengencer Semen Cair Tris Kuning Telur
Alat dan Bahan:
Cawan petri
Kertas saring
Gelas ukur
Timbangan
Gelas piala
Erlenmeyer
Tris aminomethan
Telur ayam
Asam sitrat
Fruktosa
Kapas dan Aquades
Alkohol 70%
1. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara
memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.
Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.
Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning
telur.
Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas
kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.
Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur
dimasukkan ke dalam gelas ukur.
2. Pembuatan Larutan Tris Sapi
Sebanyak 1,514 gram Tris aminomethan, 0,05 gram asam sitrat dan
0,625 gram fruktosa dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan
ditambahkan dengan 50 ml akuades. Larutan diaduk sampai homogen.
3. Pembuatan Larutan Tris Domba
Sebanyak 1,49 gram Tris aminomethan, 0,825 gram asam sitrat dan 1 gram
fruktosa dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan dengan
aquades 50 ml. Larutan diaduk sampai homogen.
4. Pembuatan Pengencer Tris Kuning Telur Sapi
Larutan Tris sapi yang telah dibuat dicampur kuning telur dengan
perbandingan 4 bagian larutan tris dan 1 bagian kuning telur di dalam
erlenmeyer. Larutan diaduk sampai homogen.
5. Pembuatan Pengencer Tris kuning telur Domba
Larutan Tris domba yang telah dibuat dicampur kuning telur dengan
perbandingan 4 bagian larutan tris dan 1 bagian kuning telur di dalam
erlenmeyer. Larutan diaduk sampai homogen.
D. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Susu Skim
Alat dan Bahan :
Cawan petri
Kertas saring
Gelas ukur
Timbangan
Gelas piala
Erlenmeyer
Waterbath
Termometer
Susu bubuk skim
Akuades
Alkohol 70%
1. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara
memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.
Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.
Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning
telur.
Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas
kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.
Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur
dimasukkan ke dalam gelas ukur.
2. Pembuatan Larutan Susu Skim
Susu bubuk skim ditimbang sebanyak 4 gram, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Kemudian dilarutkan dengan aquades 50 ml.
Larutan susu skim dipanaskan dengan waterbath yang suhunya 92ºC
selama 10 menit.
Larutan susu skim didinginkan dengan air kran mengalir hingga suhunya
mencapai 32°C.
Gambar 2 Berbagai macam bahan pengencer
E. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Beku Sapi
Alat dan Bahan:
Cawan petri
Kertas saring
Gelas ukur
Timbangan
Gelas piala
Erlenmeyer
Gliserol
Tris
Telur ayam
Asam sitrat
Fruktosa
Kapas dan Aquades
Alkohol 70%
1. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara
memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.
Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.
Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning
telur.
Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas
kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.
Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur
dimasukkan ke dalam gelas ukur.
2. Pembuatan Buffer
Sebanyak 3,028 gram tris, 1,7 gram asam sitrat, dan 1,25 gram fruktosa
dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian dilarutkan dengan aquades 50 ml.
3. Pembuatan Bahan Pengancer Semen Beku
Sebanyak 7,4 ml buffer dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 0,6 ml gliserol dan 2 ml kuning telur.
Campuran larutan tersebut diaduk hingga homogen.
F. Penampungan Semen
1. Persiapan Vagina Buatan
Vagina buatan disiapkan dengan cara memasang inner liner (karet tipis) di
dalam selongsong outer liner (karet tebal), dan diikat kuat dengan karet pengikat
pada kedua ujungnya. Setelah itu corong karet dipasang pada ujung vagina buatan
yang paling dekat dengan klep air panas. Selanjutnya tabung penampung dipasang
dengan cara mengikat kuat tabung penampung dengan pangkal corong karet pada
vagina buatan. Kemudian air bersuhu 50-55oC dimasukkan melalui klep vagina
buatan, setelah air penuh klep ditutup kemudian udara dipompakan melalui klep
udara sampai bagian dalam vagina buatan menggembung.
Gambar 3 Persiapan vagina buatan
Bagian dalam vagina buatan dioles menggunakan gel dan diukur suhunya
menggunakan termometer. Apabila suhu telah mencapai kisaran 42οC-44οC maka
penampungan dapat segera dilaksanakan. Saat menampung tabung penampung
harus dilindungi dengan menggunakan kain agar semen tidak terpapar cahaya
matahari langsung.
2. Penampungan Semen Sapi
Sapi betina dimasukkan dalam kandang jepit kemudian sapi jantan
didekatkan agar dapat mencumbu sapi betina. Pada saat sapi jantan menaiki betina
(mounting) pertama, penis dicegah masuk ke dalam alat kelamin betina dan hasil
ejakulat tidak ditampung. Pada saat mounting kedua, preputium dipegang dan
penis diarahkan ke dalam vagina buatan (terjadi intromisi) sampai ejakulasi.
Setelah proses kopulasi selesai, jantan akan turun dari betina (dismounting) dan
hasil penampungan semen dibawa ke laboratorium.
3. Penampungan Semen Domba
Domba betina disiapkan, kemudian domba jantan didekatkan agar dapat
mencumbu domba betina. Pada saat domba jantan menaiki domba betina
(mounting), preputium dipegang dan penis diarahkan ke dalam vagina buatan. Jika
terasa ada gerakan ejakulasi ikuti domba jantan hingga turun dari domba betina
(dismounting). Vagina buatan diayun dengan gerakan memutar membentuk angka
delapan agar semen yang berada pada dinding vagina buatan dapat turun ke dalam
tabung. Tabung penampung diperiksa, apabila semen sudah cukup, hasil
penampungan semen dapat dibawa langsung ke laboratorium.
Gambar 4 Penampungan semen domba
G. Evaluasi Semen Segar
1. Pemeriksaan Makroskopis
Evaluasi dilakukan dengan melihat volume, konsistensi, pH dan warna.
Volume dihitung dengan melihat angka yang terdapat pada tabung penampung,
konsistensi dilihat dengan melihat kekentalannya, dan pemeriksaan pH dilakukan
dengan menggunakan pH indicator paper.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Gerakan Massa
Gerakan Massa (aktivitas gerakan keseluruhan) dilihat dengan cara
meneteskan satu tetes semen di atas object glass, lalu diamati di bawah mikroskop
dengan pembesaran 10 x 10. Hasil interpretasi terdiri dari (+++) gelombang tebal,
cepat berpindah, celah gumpalan rapat, aktif dan motilitas sangat baik; (++)
gelombang sedang, cepat, awan agak terang; (+) sperma bergerak sendiri, tidak
ada awan; (-) tidak ada gelombang.
Motilitas
Motilitas (gerakan spermatozoa secara individual) dilihat dengan cara
mencampurkan 3-4 tetes NaCl fisiologis dengan 1 tetes semen untuk sapi dan 8-
10 tetes NaCl fisiologis dengan 1 tetes semen untuk domba, lalu dihomogenkan.
Setelah itu preparat diperoleh dengan mengambil satu tetes campuran semen
dengan NaCl tadi, kemudian diletakkan pada object glass yang lain dan ditutup
cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaram 40×10.
Motilitas diukur secara kualitatif dengan mengamati pergerakan spermatozoa
hidup yang progresif kemudian dibandingkan dengan spermatozoa yang tidak
progresif (sirkuler, diam, reverse dan vibrator). Penilaian yang diberikan dari
angka 0% (mati semua) sampai 100% (motil semua).
Konsentrasi Spermatozoa
Pengamatan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dengan
menghitung jarak antar 2 kepala spermatozoa dan menggunakan kamar hitung
Neubauwer. Secara langsung dilakukan dengan meneteskan 1 tetes semen diatas
object glass dan ditutup dengan cover glass. Setelah itu jarak antar kepala
spermatozoa diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10×10 atau 40×10.
Hasil :
Densum : >1000.106 sel/ml. Bila jarak kurang dari 1 kepala
Semidensum : 500-1000.106 sel /ml. Bila jarak 1-1,5 kepala
Rarum : 200-500.106 sel /ml. Bila jarak lebih dari 1,5 kepala –
1 kepala dan ekor
Oligospermia : < 200. 106 sel /ml. Bila jarak lebih dari 1 spermatozoa.
Azoospermia : tidak ada spermatozoa dalam semen.
Pengamatan dengan Neubauwer dilakukan dengan memipet 5 µl semen ke
dalam 995 µl formal saline untuk pengamatan pada semen sapi. Sedangkan untuk
semen domba dilakukan dengan menambahkan 2 µl semen ke dalam 998 µl
formal saline. Larutan yang sudah diperoleh baik untuk domba dan sapi
ditempatkan ke kamar hitung dengan meneteskan larutan ke dalam kamar hitung
Neubauwer dan ditutup dengan cover glass. Kemudian diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40×10 dan dihitung jumlah spermatozoa yang
terdapat di dalam 5 kamar hitung. Hasil spermatozoa yang dihitung dikalikan
dengan 107 spermatozoa per ml untuk sapi dan dikalikan dengan 25×106
spermatozoa per ml untuk domba.
Rasio Hidup Mati dan Abnormalitas Sperma
Rasio hidup mati dilakukan dengan cara meneteskan 2 tetes eosin 2% dan
ditambah sedikit sperma lalu diaduk hingga homogen. Setelah homogen dibuat
preparat ulas dan difiksasi dengan pemanas. Fiksasi preparat ulas pada pemanas
dilakukan selama kurang dari 15 detik tujuannya agar spermatozoa yang hidup
ataupun mati dapat terlihat jelas. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala
yang tidak berwarna/transparan dan berwarna merah pada spermatozoa yang mati.
Spermatozoa yang mati dan hidup dihitung sebanyak 10 lapang pandang dengan
jumlah sel spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran 40×10.
Lalu persentase spermatozoa yang hidup dihitung dengan rumus :
Persentase spermatozoa hidup = jumlah spermatozoa hidupjumlahtotal spermatozoa
× 100%
Setelah pengamatan persentase spermatozoa hidup, dilakukan pengamatan
morfologi normal dan abnormal spermatozoa pada preparat yang sama.
Spermatozoa yang normal dan abnormal dihitung sampai 10 lapang pandang
dengan jumlah sel spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran
40 x 10, dengan rumus :
Persentase spermatozoa abnormal = jumlah spermatozoa abnormal
jumlahtotal spermatozoa × 100%
H. Perhitungan Pengencer dan Antibiotik
Jumlah pengencer yang diperlukan:
Vol. Total = Vol. Semen × Konsentrasi Semen × % M otilitas × Vol. IB Konsentrasi IB
Vol. Pengencer = Vol. Total – Vol. Semen
Jumlah antibiotik yang diperlukan:
Berdasarkan perhitungan tersebut, dimasukkan sejumlah pengencer ke
dalam tabung. Kemudian pengencer ditambahkan antibiotik penicilin dengan
dosis 500 - 1000 IU dan streptomicin dengan dosis 0.5 - 1 mg. Perhitungan dosis
antibiotik sebagai berikut:
Penicillin dalam kemasan 3×106 IU diencerkan dengan 10 ml akuades,
sehingga diperoleh stok penicillin =
3 x 106 IU10 ml
=3 x 105 IUml
Vol. yang dicampurkan = Vol ume Pengencer Stok penicillin
Streptomycin dalam kemasan 1000 mg diencerkan dengan 5 ml akuades,
sehingga diperoleh stok streptomycin =
1000 mg5 ml
=200 mgml
Vol. yang dicampurkan = Vol ume Pengencer Stok streptomycin
I. Pengolahan Semen Cair (Preservasi)
Semen sapi dan domba setelah ditampung, dilakukan evaluasi, dan
ditambahkan pengencer dan antibiotik. Setelah itu pada semen yang sudah
ditambahkan pengencer dilakukan pengemasan yang nantinya untuk dilakukan
penyimpanan. Penyimpanan semen cair domba dan sapi dilakukan dengan sistem
pool. Sistem pool ini dilakukan dengan cara memasukkan tabung ke dalam bejana
berisi air dan disimpan di dalam lemari es bersuhu 3-5 oC. Setelah itu dilakukan
evaluasi dengan rentang waktu setiap 12 jam sampai motilitas spermatozoa
× dosis penicillin
× dosis streptomycin
menurun selama 5 hari. Semen cair sapi dengan bahan pengencer tris kuning telur
juga dikemas dalam sistem straw dengan tujuan untuk melihat pengaruh beberapa
metode penyimpanan straw di dalam lemari es terhadap daya tahan hidup
spermatozoa. Pada evaluasi ini menggunakan 3 metode penyimpanan, yaitu
Metode water jacket: straw diletakan dalam gelas piala yang telah diiisi air
dengan posisi vertikal
Metode free water jacket: sama seperti metode water jacket tetapi tidak
diberi air (langsung diletakkan vertikal pada gelas piala).
Metode horizontal: straw diletakkan di dalam kotak dengan posisi
horizontal.
J. Pengolahan Semen Beku Sapi (Kriopreservasi)
Semen sapi yang sudah ditampung, kemudian dilakukan evaluasi, dan
ditambahkan bahan pengencer untuk semen beku yang sudah ditambahkan
antibiotik. Selanjutnya semen yang sudah ditambahkan bahan pengencer dikemas
di dalam straw dengan volume 0,25 ml. Semen yang dikemas dalam straw
berjumlah 30 buah. Prosedur pengemasan diawali dengan pengisisan semen cair
ke dalam straw menggunakan spoit yang ujungnya dihubungkan dengan mikrotip.
Kemudian salah satu ujung straw ditutup dengan menggunakan plastic seal.
Setelah semen dikemas dalam straw, dilakukan ekuilibrasi pada suhu 3-5 oC
selama 4 jam kemudian diuapkan diatas N2 cair (-130oC) selama 10 menit. Setelah
itu dimasukkan ke dalam N2 cair (-196 oC). Selanjutnya dilakukan thawing
menggunakan air dengan suhu yang berbeda-beda (Tabel 1). Setelah thawing
motilitas sperma diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40×10.
Tabel 1. Suhu dan lama thawing
Suhu (oC) Waktu
27 (air kran) 1 menit
37 30 detik
50 12 detik
70 8 detik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Semen
Kualitas semen untuk sapi dan domba dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan pemeriksaan terlihat
bahwa semen sapi (Tabel 2) dan semen domba (Tabel 3) yang diperiksa masih
dalam kisaran normal.
Tabel 2. Hasil pemeriksaan semen sapi secara makroskopik dan mikroskopik
Parameter Nama Pejantan
Sapi E1 Sapi E2 Sapi Semen Beku (S3)
Normal Sapi
Makroskopis
Volume 5,5 ml 5,2 ml 3 ml 5 – 8
Konsistensi Encer Encer KentalSedang s/d
kental
pH 6,4 6,4 6,7 6,4 – 7,8
Warna putih krem putih kuning putih keruhPutih s/d
Krem
Mikroskopis
Gerakan massa +++ +++ +++ ++ s/d +++
Sperma motil (%) 70 70 80 >70
Konsentrasi (juta/ml) 600 – 2800
Photometer
800
(semi densum)
500
(semi densum)
1000
(densum)
Neubauer 3030 840
Sperma hidup (%) 71 82,8 52,4 77,8 ± 7,5
Sperma normal (%) 95,5 69,9 66,8
Sperma abnormal (%) 4,5 30,1 33,2 < 25
Jumlah pengencer (ml) 27 10
Waktu equilibrasi 4 jam
Waktu pembekuan 10 menit
Tabel 3. Hasil pemeriksaan semen domba secara makroskopik dan mikroskopik
ParameterNama Pejantan
Domba Ke-1 (D1)
Domba Ke-2 (D2)
Domba Ke-3 (D3)
Normal Domba
Makroskopis
Volume (ml) 1 1 2,25 0.7 – 3
Konsistensi Encer Encer KentalSedang s/d
kental
pH < 6,4 <<< 6,4 6,4 5.9 – 7.3
Warna putih keruh putih keruh putih keruh Putih s/d Krem
Mikroskopis
Gerakan massa +++ +++ +++++ s/d +++
Sperma motil (%) 95 95 9574,17 ± 2,04
Konsentrasi (juta/ml)1250 – 3000
Jarak antar kepala
2000(densum)
2000(densum)
2000(densum)
Neubauer 3325 2925 5600
Sperma hidup (%) 77,6 90,24 82,9 85,67 ± 2,25
Sperma normal (%) 90,35 96,65 74,05
Sperma abnormal (%) 9,65 3,35 25,95 < 15
Jumlah pengencer (ml) 3,3
1. Pemeriksaan Makroskopis
Hasil pemeriksaan makroskopis menunjukkan volume semen sapi dari
hasil penampungan adalah 5,5 ml pada ejakulat pertama dan 5,2 ml pada ejakulat
kedua (Tabel 2) sedangkan volume semen domba 1 ml pada ejakulat domba
pertama dan kedua serta 2,25 ml pada domba ketiga (Tabel 3). Volume ejakulasi
sapi yang akan dibuat semen beku (S3) sebanyak 3 ml (Tabel 2). Menurut
Toelihere (1980), kisaran normal volume ejakulat semen sapi adalah 5 – 8 ml dan
pada domba 0,7 – 3 ml. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah
volume ejakulat semen sapi dan domba yang diperoleh berada dalam kisaran
normal.
Semen yang diperoleh berwarna putih keruh untuk sapi dan domba dengan
konsistensi encer untuk ejakulat pertama dan kedua pada sapi, kental pada S3,
encer pada D1 dan D2, dan kental untuk D3. Hasil ini termasuk normal karena
menurut Herdis (2005), semen normal berwana putih sampai dengan krem dengan
konsistensi yang kental. Nilai derajat keasaman (pH) semen sapi E1, E2, dan S3
secara berturut-turut adalah 6,4, 6,4 dan 6,7, sedangkan pH semen domba yang
diperoleh D1, D2, dan D3 berkisar 6,4. Hasil ini masih layak, karena kisaran layak
pH untuk semen sapi menurut Toelihere (1980) yaitu 6,4 - 7,8 dan pada domba
berkisar antara 5,9 – 7,3.
Tabel 4 Volume, motilitas, dan konsentrasi semen berbagai spesies hewan
Volume (ml) Motilitas (%) Konsentrasi (sperm/ml 106)
Sapi perah
Breed kecil
Breed besar
Sapi potong
Domba&kambing
Babi
Kuda
5 – 6
7 - 8
4 – 5
0,75 – 3
150 – 300
75 – 100
50 – 80
50 – 80
40 – 70
60 – 80
50 – 70
40 – 70
1000 – 1500
1000 – 1500
1000 – 3000
1500 – 3000
100 – 150
100 - 150
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Hasil pemeriksaan mikroskopis yang diperoleh untuk gerakan massa
berdasarkan skala - sampai dengan +++ adalah +++ untuk sapi dan domba.
Menurut Herdis (2005) semakin tinggi skala gerakan massa, maka kualitas sperma
semakin baik. Persentase sperma motil pada sapi 70% untuk E1, E2, 80% untuk
S3 dan pada domba 95%. Angka ini termasuk layak, karena menurut Arthur et al.
(1996) persentase sperma motil pada sapi > 70%, dan menurut Herdis (2005)
persentase sperma motil pada domba adalah 74,17 ± 2,04. Persentase sperma
motil banyak digunakan sebagai dasar untuk menentukan kualitas dan
kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur.
Konsentrasi sperma dihitung berdasarkan jarak antar kepala sperma.
Konsentrasi sperma sapi E1 dan E2 diperoleh nilai semi densum yaitu jarak antar
kepala sperma berkisar dari 1-1,5 kepala, dan diperkirakan jumlah spermatozoa
adalah 500-1000 juta sel/ml. Sedangkan untuk S3 diperoleh nilai densum yaitu
jarak antar kepala sperma lebih kecil dari satu kepala dan diperkirakan jumlah
spermatozoa >1000 juta sel/ml. Pada domba diperoleh nilai densum yaitu jarak
antar kepala sperma kurang dari 1 kepala, dan diperkirakan jumlah spermatozoa
adalah 2000 juta sel/ml. Nilai konsentrasi sperma pada sapi dan domba termasuk
layak. Menurut Arthur et al. (1996) konsentrasi sperma sapi adalah 600-2800 juta
sel/ml dan domba 1250 – 3000 juta sel/ml. konsentrasi spermatozoa yang didapat
dari hasil pengamatan photometer dan pengamatan menggunakan kamr hitung
Neubauer terdapat perbedaan yang jauh. Menurut Partodihardjo (1992), pebedaan
perhitungan yang berbeda jauh seringkali disebabkan oleh kesalahan teknik,
seperti pada saat menghisap semen atau cairan pengencernya.
Sperma hidup dan abnormal dihitung dalam satu preparat dengan
menggunakan pewarnaan eosin 2%. Hasil yang diperoleh untuk semen sapi yang
akan digunakan untuk membuat semen cair adalah 71% sperma hidup dan 4,5%
sperma abnormal, sedangkan untuk semen sapi yang akan digunakan untuk
membuat semen beku adalah 52,4% sperma hidup dan 33,2% sperma abnormal.
Persentase sperma hidup domba untuk membuat semen cair adalah 82,9% dan
persentase sperma abnormal adalah 25,95%. Menurut Kaiin (2005) persentase
layak untuk sperma hidup sapi adalah 77,8 ± 7,5. Menurut Herdis (2005)
persentase normal untuk sperma hidup domba adalah 85,67 ± 2,25. Menurut
Arthur et al (1996) persentase abnormalitas sperma sapi adalah kurang dari 25 dan
domba kurang dari 15. Berdasarkan literatur tersebut persentase abnormalitas dan
hidup mati sperma sapi untuk semen cair berada dalam kisaran layak, sedangkan
untuk semen beku berada di bawah normal. Persentase abnormalitas dan hidup
mati sperma domba berada dibawah normal, namun tidak terlalu berada di bawah
normal. Hal ini dapat dikarenakan kualitas pakan yang kurang baik dan waktu
pengambilan semen yang kurang tepat. Semen diambil pada siang hari, saat cuaca
panas, sehingga dapat menurunkan kualitas sperma. Abnormalitas pada
spermatozoa yang paling banyak yaitu ekor putus atau melingkar, hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan teknis, seperti pengambilan semen yang terlalu kasar
atau tempat semen sering terguncang.
3. Kualitas Semen Cair
Menurut Toelihere (1993), untuk mempertahankan kualitas hidup dan
motilitas spermatozoa dalam waktu lama, maka perlu ditambahkan berbagai unsur
ke dalam semen. Unsur-unsur ini terdapat dalam bahan pengencer yang berfungsi
untuk:
1. Menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa
2. Melindungi spermatozoa terhadap cold shock
3. Menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat
pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa
4. Mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai
5. Mencegah pertumbuhan kuman
6. Memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina yang
dapat diinseminasi
Penilaian persentase motilitas spermatozoa dilakukan secara subyektif,
oleh karena itu keakuratan penilaian terhadap parameter ini berbanding lurus
dengan tingkat pengalaman (jam terbang) dan kemahiran seorang pemeriksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan jumlah spermatozoa yang
bergerak progresif dengan spermatozoa yang tidak bergerak secara progresif
melalui bantuan mikroskop dan dinyatakan dalam persen. Persentase motilitas
spermatozoa sapi yang telah diencerkan dalam keempat jenis bahan pengencer
(sitrat kuning telur, sitrat fruktosa kuning telur, tris kuning telur, dan susu skim)
dan domba yang telah diencerkan dalam ketiga jenis bahan pengencer (sitrat
kuning telur, tris kuning telur, dan susu skim) dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4 dan 5 menunjukan bahwa selama penyimpanan terlihat adanya penurunan
pergerakan progresif (motilitas) spermatozoa. Hal ini diduga disebabkan oleh
semakin bertambahnya jumlah spermatozoa yang rusak dan mati akibat suhu
dingin, ketersediaan energi dalam bahan pengencer makin berkurang, semakin
menuanya umur sperma dan meningkatnya tingkat keasamaan (pH) semen
(Solihati & Kune 2009).
Tabel 5 Perbandingan motilitas spermatozoa sapi dalam 4 bahan pengencer
Waktu(jam)
Tris Kuning Telur(%)
Sitrat Kuning Telur(%)
Sitrat Fruktosa Kuning Telur
(%)
Skim(%)
0 70 70 70 60
12 30 65 70 60
24 2 60 65 55
36 0 60 60 55
48 60 60 50
60 55 60 50
72 55 55 50
84 55 55 40
96 50 55 35
108 40 40 30
Penurunan persentase pergerakan progresif (motilitas) spermatozoa pada
tiap pengencer tidak sama, dan terlihat bahwa semen sapi (Tabel 4) dalam 3
bahan pengencer yakni sitrat kuning telur (SKT), sitrat fruktosa kuning telur
(SFKT), dan skim kuning telur masih memperlihatkan persentase pergerakan
progresif diatas motilitas layak IB (diatas 40 %) hingga 72 jam pasca
penyimpanan. Sedangkan semen dalam bahan pengencer tris kuning telur (TKT)
bertahan hingga 24 jam pasca penyimpanan (Gambar 1).
Pengencer sitrat kuning telur mengandung natrium sitrat yang merupakan
buffer yang mampu mempertahankan kestabilan pH pengencer sehingga
menguntungkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Buffer sitrat juga
memiliki kelebihan yaitu tidak menghalangi pemandangan di bawah mikroskop
dan dapat bertahan lama jika disimpan dalam lemari es (Partodihardjo 1992).
Natrium sitrat juga berfungsi mengikat kalsium atau logam berat dan
menyebabkan larutnya butir lemak di dalam kuning telur sehingga sel sperma
secara individual dapat diamati di bawah mikroskop (Toelihere 1993). Buffer
sitrat dapat dipakai untuk mengencerkan semen setelah dicampur dengan kuning
telur. Perbandingan pemakaian pengencer dan kuning telur adalah 4 : 1.
Penambahan kuning telur pada pengencer sitrat diperlukan karena di dalam
kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang melindungi integritas sel
sperma pada suhu penyimpanan 50C dengan cara bekerja mempertahankan dan
melindungi integritas selubung lipoprotein spermatozoa, selain itu glukosa dalam
kuning telur menguntungkan spermatozoa karena adanya daya viskositas (Said et
al. 2005).
Data motilitas spermatozoa menunjukkan bahwa spermatozoa dalam
pengencer natrium sitrat fruktosa kuning telur secara teknis layak dipakai untuk
IB pada sapi dengan menggunakan semen cair sampai penyimpanan hari ke-5,
karena memiliki persentase motilitas progresif di atas 40%. Penurunan motilitas
kemungkinan dapat terjadi akibat adanya pengaruh metabolisme spermatozoa
(Hafez 1993). Metabolisme spermatozoa akan menghasilkan asam laktat yang
apabila berada dalam jumlah yang banyak, dapat menyebabkan perubahan berupa
suasana semen yang menjadi asam yang berakibat pada percepatan proses
kematian spermatozoa. Selain itu, penurunan motilitas spermatozoa setelah
penyimpanan yang lama dapat terjadi karena menurunnya zat makanan
spermatozoa dan pengaruh zat toksik dari hasil sampingan proses metabolisme
spermatozoa (Setiadi & Julizar 2001), karena motilitas spermatozoa sangat
bergantung terhadap persediaan energi berupa adenosin triphosphate (ATP) hasil
dari proses metabolisme sel (Rizal et al. 2002).
Susu mengandung anti cekam dingin yang baim untuk sperma. Pemanasan
susu dalam proses pembuatan bahan pengencer sangat diperlukan terutama untuk
sterilisasi dan pengurangan kadar lemak susu. Mikroorganisme akan mati pada
susu di atas 900C, selain itu juga menonaktifkan enzim dari mikroorganisme yang
dapat mencerna lapis luar dari spermatozoa dan menyebabkan kematian
spermatozoa dalam waktu singkat. Di dalam susu skim sudah terdapat bahan
penyangga. Susu skim juga mempunyai tekana osmotik dan elektrolit yang berada
dlam keadaan seimbang. Bahan penyangga berfungsi untuk mempertahankan pH
semen sehingga penuruna pH akibat penimbunan asam laktat sebagai hasil akhir
metabolisme spermatoza dapat dicegah.
Penurunan motilitas dengan bahan pengencer susu skim kemungkinan
besar diakibatkan susu skim yang berfungsi sebagai buffer tidak mampu
mempertahankan pH akibat terbentuknya asam laktat sisa metabolisme (Solihati
& Kune 2009). Susu skim memiliki kelebihan sebagai media isotonik dan
antikejutan dingin karena banyak mengandung komponen yang menguntungkan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup spermatozoa (Gazali & Tambing
2001). Semen sapi lebih cocok menggunakan pengencer dasar susu skim (Gazali
& Tambing 2001).
Hal ini mengisyaratkan bahwa semen cair yang diencerkan dengan ketiga
bahan pengencer tersebut sebaiknya dibatasi hanya dalam waktu 72 jam untuk
pengencer SKT, SFKT, dan skim kuning telur, sedangkan 24 jam untuk pengencer
TKT yang disimpan pada suhu 3-50C sebelum digunakan dalam kegiatan IB.
Menurut Solihin dan Kune (2009), dalam pelaksanaan IB sebaiknya semen cair
yang masih layak IB perlu dibatasi penggunaannya hanya pada semen yang lama
penyimpanannya minus 24 jam untuk menghindari kemungkinan unsur subyektif
yang digunakan dalam menentukan motilitas sperma.
0 12 24 36 48 60 72 84 96 1080
10
20
30
40
50
60
70
80
Perbandingan Bahan Pengencer
Tris Kuning Telur (%)Sitrat Kuning Telur (%)Sitrat Fruktosa Kuning Telur (%) Skim (%)
Waktu (jam)
Pers
enta
se
Gambar 5 Grafik perbandingan motilitas spermatozoa sapi dalam beberapa bahan
pengencer.
Tabel 5 dan Gambar 2 memperlihatkan bahwa bahan pengencer SKT dan
TKT menunjukan daya tahan hidup sperma pada motilitas yang masih layak IB
(≥ 40%) lebih lama yaitu 108 jam pasca penyimpanan kemudian diikuti oleh skim
kuning telur yaitu 84 jam pasca penyimpanan. Pengamatan yang efektif dan
efisien adalah hanya sampai pada waktu dimana spermatozoa yang dipertahankan
dalam bahan pengencer tersebut masih berada pada motilitas layak IB, yakni
minimal 40 % dan hal ini hanya dapat dicapai pada penyimpanan yang tidak lebih
dari 4 hari setelah diencerkan.
Hasil penelitian penggunaan ketiga jenis pengencer pada semen domba ini
bervariasi (Tabel 5). Hal ini mungkin disebabkan ketiga jenis pengencer ini
mempunyai peranan yang berbeda-beda. Tris berperan sebagai bahan penyangga
yang dapat digunakan untuk mempertahankan pH semen secara fisiologik. Hafez
(1993) mengemukakan bahwa kelebihan Tris terletak pada kandungan garam dan
asam amino yang dikandungnya yang berperan mempertahankan osmolaritas. Tris
Aminomethan berfungsi sebagai buffer dan mempertahankan tekanan osmotik dan
keseimbangan elektrolit. Fruktosa menyediakan makanan dan kuning telur
berfungsi melindungi spermatozoa terhadap shock dingin dan sebagai sumber
energi.
Hasil pengamatan motilitas spermatozoa domba dengan pengencer susu
skim menunjukkan bahwa selama empat hari susu skim mampu mempertahankan
kualitas semen domba agar tetap dapat digunakan untuk IB. Susu skim dapat
digunakan sebagai pengencer semen cair domba karena susu skim merupakan
medium isotonik yang mengandung komponen yang menguntungkan untuk
memelihara kelangsungan hidup spermatozoa dan digunakan secara intensif oleh
peneliti terdahulu untuk pengenceran semen. Komponen dengan berat molekul
tinggi seperti susu dapat berperan dalam melindungi sel spermatozoa terhadap
kerusakan karena kejutan dingin (cold shock). Hal itu terjadi karena susu skim
mengandung protein susu yaitu kasein yang merupakan agen pencegah cold shock
(Herdis 2005). Namun asam glutamate yang terkandung dalam susu skim
menyebabkan perubahan pH pada saat penyimpanan yang lama sehingga motilitas
sperma yang dapat digunakan untuk IB hanya bertahan hingga empat hari (Herdis
2005).
Tabel 6 Perbandingan motilitas spermatozoa domba dalam tiga bahan pengencer
Waktu(Jam)
Sitrat Kuning Telur (%)
Tris Kuning Telur(%)
Skim(%)
0 95 90 85
12 90 80 70
24 85 80 70
36 75 80 65
48 75 75 50
60 70 70 45
72 70 65 45
84 65 55 45
96 60 50 35
108 50 45 30
0 12 24 36 48 60 72 84 96 1080
102030405060708090
100
Perbandingan Bahan Pengencer
Sitrat Kuning Telur (%)Tris Kuning Telur (%)Skim (%)
Waktu (jam)
Pers
enta
se
Gambar 6 Grafik perbandingan motilitas spermatozoa domba dalam beberapa bahan pengencer.
Data pengamatan menunjukkan bahwa penyimpanan semen cair domba
dalam staw dengan posisi water jacket dan horizontal memiliki tingkat motilitas
paling tinggi jika dibandingkan dengan posisi vertikal tanpa air (Tabel 6 dan
Gambar 3). Hal ini disebabkan karena pada penyimpanan dengan cara berdiri
(water jacket) akan membatasi ruang gerak sehingga metabolisme sperma akan
menurun, selain itu dengan adanya water jacket pada penyimpanan semen cair
dalam staw dengan posisi berdiri berguna untuk menjaga suhu sehingga
metabolisme spermatozoa akan rendah, akibatnya motilitas spermatozoa akan
lebih tinggi. Berbeda dengan kemasan straw, pada kemasan pool motilitas
spermatozoa dapat dipertahankan hingga 24 jam, meskipun dibawah 40%. Hal ini
terjadi karena pada kemasan pool jumlah nutrisi lebih banyak dibandingkan dalam
kemasan straw meskipun jumlah spermatozoanya sama.
Tabel 7 Persentase motilitas spermatozoa sapi dalam Pengencer Tris Kuning Telur pada posisi penyimpanan yang berbeda
Waktu (jam)
Pool (%)
Vertikal dengan air (water jacket) (%)
Vertikal tanpa air (free water) jacket
(%)
Horizontal(lying) (%)
0 70 70 70 70
12 30 50 30 50
24 2 0 0 0
36 0 0 0 0
0 12 24 360
20
40
60
80
Perbedaan Posisi Penyimpanan Semen Cair
Pool (%)Vertikal dengan air (water jacket) (%)Vertikal tanpa air (free water) jacket (%)Horizontal (lying) (%)
Waktu (jam)
Pers
enta
se
Gambar 7 Persentase motilitas spermatozoa sapi pada tiga posisi penyimpanan yang berbeda.
Berdasarkan hasil pengamatan motilitas spermatozoa post thawing dengan
suhu yang berbeda, menunjukkan bahwa persentase motilitas spermatozoa
tertinggi yaitu pada suhu 37oC selama 30 detik (Tabel 7 dan Gambar 4). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Surmalin (2003) bahwa thawing dengan menggunakan
air pada suhu 37oC selama 30 detik merupakan metode thawing yang paling
optimum. Salah satu penyebab terjadinya kematian sperma selama proses
pembekuan dan thawing adalah terjadinya peroksidasi lipid, yang menyebabkan
terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur spermatozoa, seperti membran
plasma dan tudung akrosom (Tambing et al. 2000). Peroksidasi lipid dapat
menurunkan daya pembuahan spermatozoa. Kerusakan tersebut dapat dicegah
dengan penambahan antioksidan seperti vitamin C. Menurut Tambing et al.
(2000) menunjukkan bahwa penambahan vitamin C dapat mempertahankan
keutuhan membran plasma dan keutuhan tudung akrosom spermatozoa dari
pengaruh kerusakan oleh adanya peroksidasi lipid.
Tabel 7. Persentase motilitas spermatozoa semen beku sapi dalam berbagai
metode thawing.
Suhu thawing Waktu thawing Motilitas rata-rata (%)
70 ºC 8 detik 13
50 ºC 12 detik 68
37 ºC 30 detik 73
Air kran (27˚C) 60 detik 53
70 ºC 50 ºC 37 ºC Air kran (27˚C)0
1020304050607080
13
68 7353
Persentase Motilitas Rata-Rata
Suhu Thawing
Gambar 8 Diagram persentase motilitas spermatozoa semen beku sapi dengan
berbagai metode thawing.
Berdasarkan hasil pengamatan, maka untuk pembekuan semen sebaiknya
bahan pengencer ditambah gliserol untuk meminimalkan kristal-kristal es yang
terbentuk. Sitoplasma spermatozoa yang hanya sedikit akan mempermudah
pembentukan kristal es pada suhu yang rendah. Gliserol berperan mencegah efek
merugikan akibat adanya pembentukan kristal-kristal es dan perubahan
konsentrasi elektrolit serta mampu mencegah pengeluaran air yang berlebih-
lebihan dari dalam sel spermatozoa. Gliserol akan digunakan oleh spermatozoa
untuk metabolisme oksidatif dan menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler.
Penambahan gliserol 6% dalam pengencer tris akan memberikan daya
perlindungan yang optimal.
KESIMPULAN
Hasil pengamatan semen segar sapi dan domba, dapatkan disimpulkan
bahwa:
1. Secara makroskopis dan mikroskopis semen segar sapi dan domba cukup baik.
2. Pengencer sitrat kuning telur dan sitrat fruktosa kuning telur paling baik
digunakan sebagai bahan pengencer semen sapi.
3. Pengencer sitrat kuning telur paling baik digunakan sebagai bahan pengencer
semen domba.
4. Penyimpanan straw semen sapi untuk tetap mempertahankan motilitasnya
adalah dengan cara water jacket dan horizontal.
5. Metode thawing terbaik yaitu pada suhu 37o selama 30 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EM-E, Terada T. 2004. Effect of egg yolk during the freezing step ofcryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology62:1160-1172.
Arthur GH, DE Noakes, H Pearson, TJ Parkinson. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Edisi ke-7. London: Saunders.
Gazali M, Tambing SN. 2001. Kriopreservasi Sel Spermatozoa. Jurnal Hayati. 9:27-32
Hafez ESE. 1993. Reproduction in Farm Animals. Edisi ke-6. Philadelphia: Lea and Febiger.
Herdis. 2005. Optimalisasi jenis pengencer dan dosis gliserol pada proses pembekuan semen domba garut (Ovis aries). Di dalam: Optimalisasi Inseminasi Buatan melalui Aplikasi Teknologi Laserpunktur pada Domba Garut (Ovis aries). {Disertasi}. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Kaiin. 2005. Kualitas Sperma Hasil Pemisahan yang Dibekukan Menggunakan Rak Dinamis dan Statis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Kartasudjana R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.
Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang. 2002. Kualitas semen beku domba garut dalam berbagai dosis gliserol. JITV. 7(3):194 – 199.
Said S. 2005. Daya tahan hidup sperma cair sapi simmental yang disimpan dalam straw pada temperatur 50C. Seminar Nasional Teknologi dan Peternakan: 87 – 90.
Setiadi MA, Julizar. 2001. Prediksi kesuburan spermatozoa domba melalui uji penembusan lendir estrus. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Solihati N & Kune P. 2009. Pengaruh Jenis Pengencer Terhadap Motilitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Semen Cair Sapi Simmental. Laporan Penelitian.
Sugoro I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan Produktivitas Sapi. Bandung: Sekolah Tinggi dan Ilmu Hayati ITB.
Sumarlin T. 2003. Perbedaan Kualitas Spermatozoa dari Semen Beku Sapi PO setelah Thawing dengan Metode yang berbeda. {Skripsi}. Bogor. Program Sarjana FKH-IPB.
Tambing S, Mozes RT, Tuty LY, Bambang P, IKetut S, Polimerz S. 2000. Kualitas Semen Beku Kambing Saanen pada Berbagai Jenis Pengencer Semen. Hayati. Vol. 10. No. 4 : 146-150.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa.