Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

44
PENGARUH BAHAN PENGENCER TERHADAP PERSENTASE MOTILITAS SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI DAN DOMBA, PENGARUH POSISI STRAW SEMEN CAIR DOMBA SERTA PENGARUH SUHU THAWING TERHADAP MOTILITAS SPERMATOZOA Disusun oleh: Bakhtiar Hidayat H, S.KH B94104206 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

Transcript of Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Page 1: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

PENGARUH BAHAN PENGENCER TERHADAP PERSENTASE MOTILITAS SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI DAN DOMBA,

PENGARUH POSISI STRAW SEMEN CAIR DOMBA SERTA PENGARUH SUHU THAWING TERHADAP MOTILITAS

SPERMATOZOA

Disusun oleh:

Bakhtiar Hidayat H, S.KH B94104206

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

BAGIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu bentuk bioteknologi dalam

bidang reproduksi yang memungkinkan manusia mengawinkan hewan betina

tanpa perlu seekor pejantan utuh. Inseminasi buatan sebagai teknologi merupakan

suatu rangkaian proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut

kualitas genetik hewan di masa yang akan datang (Kartasudjana 2001). Inseminasi

buatan (IB) merupakan salah satu upaya pemanfaatan bibit pejantan unggul secara

maksimal dalam rangka perbaikan mutu genetik ternak. Prinsip dari pelaksanaan

inseminasi buatan yaitu pencurahan semen ke dalam saluran reproduksi hewan

betina pada saat estrus dengan maksud agar sel telur yang diovulasikan hewan

betina dapat dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina menjadi bunting dan

melahirkan anak. Menurut Sugoro (2009), pada perkembangan lebih lanjut,

program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran

reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan,

penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan

(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan

dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina. Dengan demikian pengertian

IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga

istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan).

Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IB ialah mutu semen beku.

Faktor lain yang ikut mempengaruhi yaitu reproduksi ternak betina dan

keterampilan petugasnya. Ketepatan dan pelaporan deteksi berahi serta

pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu untuk terjaminnya mutu semen beku

sapi yang beredar, perlu ditetapkan standar semen beku sapi. Mutu semen beku

sapi yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan

benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk

diinseminasikan. Kegiatan inseminasi buatan (IB) pada ternak dapat dikatakan

berhasil dengan tidak hanya bergantung pada kualitas dan kuantitas semen yang

diejakulasikan oleh pejantan tetapi juga bergantung pada kesanggupan untuk

memperbanyak volume semen dan mempertahankan kualitasnya untuk jangka

Page 3: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

waktu tertentu setelah ejakulasi sehingga lebih banyak betina akseptor yang dapat

diinseminasi.

Usaha untuk memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari pejantan unggul

dan mempertahankan kualitas semen tersebut adalah dengan melakukan

pengenceran menggunakan beberapa bahan pengencer. Bahan- bahan pengencer

ini harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik,

maupun krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses

pembekuan dan thawing (semen beku). Sumber nutrisi yang paling banyak

digunakan adalah karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah

dimetabolisasi oleh spermatozoa (Toelihere 1993). Buffer berfungsi sebagai

pengatur tekanan osmotik dan juga menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari

sisa metabolisme spermatozoa. Buffer yang paling umum digunakan adalah tris

(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga

yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan

anti cold shock yang ditambahkan adalah kuning telur atau kacang kedelai

(Aboagla & Terada 2004) yang dapat melindungi spermatozoa pada saat

perubahan suhu. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat memperlihatkan

kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan nilai motilitas (gerak

progresif sperma) sehingga pada akhirnya memperpanjang lama waktu

penyimpanan pasca pengenceran.

Tujuan dari praktikum ini antara lain:

1. Melatih keterampilan mahasiswa program Pendidikan Profesi Dokter

Hewan (PPDH) dalam melakukan prosedur koleksi semen sapi dan domba

yang baik dan benar.

2. Melatih keterampilan mahasiswa PPDH dalam pembuatan berbagai larutan

pengencer semen cair dan semen beku.

3. Mengetahui cara mengevaluasi kualitas semen segar sapi dan domba.

4. Memperoleh data kualitas semen sapi dan domba yang sudah dilakukan

pengenceran, serta mengetahui kualitas larutan pengencer.

5. Mengetahui metode penyimpanan yang baik untuk semen cair sapi yang

disimpan di dalam poll dan straw.

Page 4: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

6. Mempelajari cara penyimpanan straw yang paling baik bagi semen cair serta

pengaruh suhu dan lamanya thawing pada semen beku sapi..

7. Mengetahui pengaruh berbagai teknik dan suhu thawing terhadap kualitas

semen beku sapi

8. Mengetahui bahan pengencer yang tepat dan dapat mempertahankan daya

hidup spermatozoa dalam jangka waktu yang lama.

Page 5: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

BAHAN DAN METODE

A. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sitrat Kuning Telur

Alat dan Bahan:

Cawan petri

Kertas saring

Gelas ukur

Timbangan

Gelas piala

Erlenmeyer

Natrium sitrat

Telur ayam

Kapas dan Aquades

Alkohol 70%

1. Persiapan Kuning Telur

Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara

memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.

Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.

Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning

telur.

Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas

kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.

Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur.

Gambar 1 Persiapan kuning telur

Page 6: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

2. Pembuatan Bahan Pengencer Sitrat Kuning Telur

Natrium sitrat ditimbang sebanyak 1,45 gram kemudian dimasukkan ke

dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades 50 ml.

Larutan sitrat dicampur kuning telur dengan perbandingan 4 bagian

larutan sitrat dan 1 bagian kuning telur di dalam gelas ukur. Larutan

diaduk sampai homogen.

B. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Sitrat Fruktosa Kuning Telur

Sapi

Alat dan Bahan:

Cawan petri

Kertas saring

Gelas ukur

Timbangan

Gelas piala

Erlenmeyer

Natrium sitrat

Telur ayam

Kapas dan Aquades

Alkohol 70%

1. Persiapan Kuning Telur

Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara

memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.

Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.

Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning

telur.

Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas

kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.

Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Pembuatan Bahan Pengencer Sitrat Fruktosa Kuning Telur

Prosedur Kerja :

Natrium sitrat ditimbang sebanyak 1,16 gram dan 0,625 gram fruktosa

dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan kemudian dilarutkan

dengan akuades 50 ml.

Page 7: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Larutan sitrat dicampur kuning telur dengan perbandingan 4 bagian

larutan sitrat dan 1 bagian kuning telur di dalam erlenmeyer. Larutan

diaduk sampai homogen.

C. Pembuatan Pengencer Semen Cair Tris Kuning Telur

Alat dan Bahan:

Cawan petri

Kertas saring

Gelas ukur

Timbangan

Gelas piala

Erlenmeyer

Tris aminomethan

Telur ayam

Asam sitrat

Fruktosa

Kapas dan Aquades

Alkohol 70%

1. Persiapan Kuning Telur

Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara

memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.

Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.

Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning

telur.

Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas

kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.

Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Pembuatan Larutan Tris Sapi

Sebanyak 1,514 gram Tris aminomethan, 0,05 gram asam sitrat dan

0,625 gram fruktosa dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan

ditambahkan dengan 50 ml akuades. Larutan diaduk sampai homogen.

3. Pembuatan Larutan Tris Domba

Sebanyak 1,49 gram Tris aminomethan, 0,825 gram asam sitrat dan 1 gram

fruktosa dicampurkan di dalam gelas erlenmeyer dan ditambahkan dengan

aquades 50 ml. Larutan diaduk sampai homogen.

4. Pembuatan Pengencer Tris Kuning Telur Sapi

Page 8: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Larutan Tris sapi yang telah dibuat dicampur kuning telur dengan

perbandingan 4 bagian larutan tris dan 1 bagian kuning telur di dalam

erlenmeyer. Larutan diaduk sampai homogen.

5. Pembuatan Pengencer Tris kuning telur Domba

Larutan Tris domba yang telah dibuat dicampur kuning telur dengan

perbandingan 4 bagian larutan tris dan 1 bagian kuning telur di dalam

erlenmeyer. Larutan diaduk sampai homogen.

D. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Cair Susu Skim

Alat dan Bahan :

Cawan petri

Kertas saring

Gelas ukur

Timbangan

Gelas piala

Erlenmeyer

Waterbath

Termometer

Susu bubuk skim

Akuades

Alkohol 70%

1. Persiapan Kuning Telur

Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara

memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.

Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.

Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning

telur.

Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas

kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.

Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Pembuatan Larutan Susu Skim

Susu bubuk skim ditimbang sebanyak 4 gram, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer. Kemudian dilarutkan dengan aquades 50 ml.

Larutan susu skim dipanaskan dengan waterbath yang suhunya 92ºC

selama 10 menit.

Page 9: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Larutan susu skim didinginkan dengan air kran mengalir hingga suhunya

mencapai 32°C.

Gambar 2 Berbagai macam bahan pengencer

E. Pembuatan Bahan Pengencer Semen Beku Sapi

Alat dan Bahan:

Cawan petri

Kertas saring

Gelas ukur

Timbangan

Gelas piala

Erlenmeyer

Gliserol

Tris

Telur ayam

Asam sitrat

Fruktosa

Kapas dan Aquades

Alkohol 70%

1. Persiapan Kuning Telur

Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan cara

memutar dari bagian lancip ke bawah kemudian dibiarkan mengering.

Kulit telur dipecahkan pada bagian ujung lancipnya menggunakan pinset.

Putih telur dikeluarkan pada cawan petri agar terpisah dengan kuning

telur.

Page 10: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Kuning telur yang masih terbungkus membran vitelin digulirkan di atas

kertas saring agar sisa putih telur dapat terserap seluruhnya.

Membran vitelin dipecahkan dengan cover glass kemudian kuning telur

dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Pembuatan Buffer

Sebanyak 3,028 gram tris, 1,7 gram asam sitrat, dan 1,25 gram fruktosa

dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Kemudian dilarutkan dengan aquades 50 ml.

3. Pembuatan Bahan Pengancer Semen Beku

Sebanyak 7,4 ml buffer dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Kemudian ditambahkan 0,6 ml gliserol dan 2 ml kuning telur.

Campuran larutan tersebut diaduk hingga homogen.

F. Penampungan Semen

1. Persiapan Vagina Buatan

Vagina buatan disiapkan dengan cara memasang inner liner (karet tipis) di

dalam selongsong outer liner (karet tebal), dan diikat kuat dengan karet pengikat

pada kedua ujungnya. Setelah itu corong karet dipasang pada ujung vagina buatan

yang paling dekat dengan klep air panas. Selanjutnya tabung penampung dipasang

dengan cara mengikat kuat tabung penampung dengan pangkal corong karet pada

vagina buatan. Kemudian air bersuhu 50-55oC dimasukkan melalui klep vagina

buatan, setelah air penuh klep ditutup kemudian udara dipompakan melalui klep

udara sampai bagian dalam vagina buatan menggembung.

Gambar 3 Persiapan vagina buatan

Page 11: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Bagian dalam vagina buatan dioles menggunakan gel dan diukur suhunya

menggunakan termometer. Apabila suhu telah mencapai kisaran 42οC-44οC maka

penampungan dapat segera dilaksanakan. Saat menampung tabung penampung

harus dilindungi dengan menggunakan kain agar semen tidak terpapar cahaya

matahari langsung.

2. Penampungan Semen Sapi

Sapi betina dimasukkan dalam kandang jepit kemudian sapi jantan

didekatkan agar dapat mencumbu sapi betina. Pada saat sapi jantan menaiki betina

(mounting) pertama, penis dicegah masuk ke dalam alat kelamin betina dan hasil

ejakulat tidak ditampung. Pada saat mounting kedua, preputium dipegang dan

penis diarahkan ke dalam vagina buatan (terjadi intromisi) sampai ejakulasi.

Setelah proses kopulasi selesai, jantan akan turun dari betina (dismounting) dan

hasil penampungan semen dibawa ke laboratorium.

3. Penampungan Semen Domba

Domba betina disiapkan, kemudian domba jantan didekatkan agar dapat

mencumbu domba betina. Pada saat domba jantan menaiki domba betina

(mounting), preputium dipegang dan penis diarahkan ke dalam vagina buatan. Jika

terasa ada gerakan ejakulasi ikuti domba jantan hingga turun dari domba betina

(dismounting). Vagina buatan diayun dengan gerakan memutar membentuk angka

delapan agar semen yang berada pada dinding vagina buatan dapat turun ke dalam

tabung. Tabung penampung diperiksa, apabila semen sudah cukup, hasil

penampungan semen dapat dibawa langsung ke laboratorium.

Gambar 4 Penampungan semen domba

Page 12: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

G. Evaluasi Semen Segar

1. Pemeriksaan Makroskopis

Evaluasi dilakukan dengan melihat volume, konsistensi, pH dan warna.

Volume dihitung dengan melihat angka yang terdapat pada tabung penampung,

konsistensi dilihat dengan melihat kekentalannya, dan pemeriksaan pH dilakukan

dengan menggunakan pH indicator paper.

2. Pemeriksaan Mikroskopis

Gerakan Massa

Gerakan Massa (aktivitas gerakan keseluruhan) dilihat dengan cara

meneteskan satu tetes semen di atas object glass, lalu diamati di bawah mikroskop

dengan pembesaran 10 x 10. Hasil interpretasi terdiri dari (+++) gelombang tebal,

cepat berpindah, celah gumpalan rapat, aktif dan motilitas sangat baik; (++)

gelombang sedang, cepat, awan agak terang; (+) sperma bergerak sendiri, tidak

ada awan; (-) tidak ada gelombang.

Motilitas

Motilitas (gerakan spermatozoa secara individual) dilihat dengan cara

mencampurkan 3-4 tetes NaCl fisiologis dengan 1 tetes semen untuk sapi dan 8-

10 tetes NaCl fisiologis dengan 1 tetes semen untuk domba, lalu dihomogenkan.

Setelah itu preparat diperoleh dengan mengambil satu tetes campuran semen

dengan NaCl tadi, kemudian diletakkan pada object glass yang lain dan ditutup

cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaram 40×10.

Motilitas diukur secara kualitatif dengan mengamati pergerakan spermatozoa

hidup yang progresif kemudian dibandingkan dengan spermatozoa yang tidak

progresif (sirkuler, diam, reverse dan vibrator). Penilaian yang diberikan dari

angka 0% (mati semua) sampai 100% (motil semua).

Konsentrasi Spermatozoa

Pengamatan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dengan

menghitung jarak antar 2 kepala spermatozoa dan menggunakan kamar hitung

Neubauwer. Secara langsung dilakukan dengan meneteskan 1 tetes semen diatas

object glass dan ditutup dengan cover glass. Setelah itu jarak antar kepala

spermatozoa diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10×10 atau 40×10.

Page 13: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Hasil :

Densum : >1000.106 sel/ml. Bila jarak kurang dari 1 kepala

Semidensum : 500-1000.106 sel /ml. Bila jarak 1-1,5 kepala

Rarum : 200-500.106 sel /ml. Bila jarak lebih dari 1,5 kepala –

1 kepala dan ekor

Oligospermia : < 200. 106 sel /ml. Bila jarak lebih dari 1 spermatozoa.

Azoospermia : tidak ada spermatozoa dalam semen.

Pengamatan dengan Neubauwer dilakukan dengan memipet 5 µl semen ke

dalam 995 µl formal saline untuk pengamatan pada semen sapi. Sedangkan untuk

semen domba dilakukan dengan menambahkan 2 µl semen ke dalam 998 µl

formal saline. Larutan yang sudah diperoleh baik untuk domba dan sapi

ditempatkan ke kamar hitung dengan meneteskan larutan ke dalam kamar hitung

Neubauwer dan ditutup dengan cover glass. Kemudian diamati di bawah

mikroskop dengan perbesaran 40×10 dan dihitung jumlah spermatozoa yang

terdapat di dalam 5 kamar hitung. Hasil spermatozoa yang dihitung dikalikan

dengan 107 spermatozoa per ml untuk sapi dan dikalikan dengan 25×106

spermatozoa per ml untuk domba.

Rasio Hidup Mati dan Abnormalitas Sperma

Rasio hidup mati dilakukan dengan cara meneteskan 2 tetes eosin 2% dan

ditambah sedikit sperma lalu diaduk hingga homogen. Setelah homogen dibuat

preparat ulas dan difiksasi dengan pemanas. Fiksasi preparat ulas pada pemanas

dilakukan selama kurang dari 15 detik tujuannya agar spermatozoa yang hidup

ataupun mati dapat terlihat jelas. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala

yang tidak berwarna/transparan dan berwarna merah pada spermatozoa yang mati.

Spermatozoa yang mati dan hidup dihitung sebanyak 10 lapang pandang dengan

jumlah sel spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran 40×10.

Lalu persentase spermatozoa yang hidup dihitung dengan rumus :

Persentase spermatozoa hidup = jumlah spermatozoa hidupjumlahtotal spermatozoa

× 100%

Setelah pengamatan persentase spermatozoa hidup, dilakukan pengamatan

morfologi normal dan abnormal spermatozoa pada preparat yang sama.

Spermatozoa yang normal dan abnormal dihitung sampai 10 lapang pandang

Page 14: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

dengan jumlah sel spermatozoa minimal 200 sel di bawah mikroskop pembesaran

40 x 10, dengan rumus :

Persentase spermatozoa abnormal = jumlah spermatozoa abnormal

jumlahtotal spermatozoa × 100%

H. Perhitungan Pengencer dan Antibiotik

Jumlah pengencer yang diperlukan:

Vol. Total = Vol. Semen × Konsentrasi Semen × % M otilitas × Vol. IB Konsentrasi IB

Vol. Pengencer = Vol. Total – Vol. Semen

Jumlah antibiotik yang diperlukan:

Berdasarkan perhitungan tersebut, dimasukkan sejumlah pengencer ke

dalam tabung. Kemudian pengencer ditambahkan antibiotik penicilin dengan

dosis 500 - 1000 IU dan streptomicin dengan dosis 0.5 - 1 mg. Perhitungan dosis

antibiotik sebagai berikut:

Penicillin dalam kemasan 3×106 IU diencerkan dengan 10 ml akuades,

sehingga diperoleh stok penicillin =

3 x 106 IU10 ml

=3 x 105 IUml

Vol. yang dicampurkan = Vol ume Pengencer Stok penicillin

Streptomycin dalam kemasan 1000 mg diencerkan dengan 5 ml akuades,

sehingga diperoleh stok streptomycin =

1000 mg5 ml

=200 mgml

Vol. yang dicampurkan = Vol ume Pengencer Stok streptomycin

I. Pengolahan Semen Cair (Preservasi)

Semen sapi dan domba setelah ditampung, dilakukan evaluasi, dan

ditambahkan pengencer dan antibiotik. Setelah itu pada semen yang sudah

ditambahkan pengencer dilakukan pengemasan yang nantinya untuk dilakukan

penyimpanan. Penyimpanan semen cair domba dan sapi dilakukan dengan sistem

pool. Sistem pool ini dilakukan dengan cara memasukkan tabung ke dalam bejana

berisi air dan disimpan di dalam lemari es bersuhu 3-5 oC. Setelah itu dilakukan

evaluasi dengan rentang waktu setiap 12 jam sampai motilitas spermatozoa

× dosis penicillin

× dosis streptomycin

Page 15: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

menurun selama 5 hari. Semen cair sapi dengan bahan pengencer tris kuning telur

juga dikemas dalam sistem straw dengan tujuan untuk melihat pengaruh beberapa

metode penyimpanan straw di dalam lemari es terhadap daya tahan hidup

spermatozoa. Pada evaluasi ini menggunakan 3 metode penyimpanan, yaitu

Metode water jacket: straw diletakan dalam gelas piala yang telah diiisi air

dengan posisi vertikal

Metode free water jacket: sama seperti metode water jacket tetapi tidak

diberi air (langsung diletakkan vertikal pada gelas piala).

Metode horizontal: straw diletakkan di dalam kotak dengan posisi

horizontal.

J. Pengolahan Semen Beku Sapi (Kriopreservasi)

Semen sapi yang sudah ditampung, kemudian dilakukan evaluasi, dan

ditambahkan bahan pengencer untuk semen beku yang sudah ditambahkan

antibiotik. Selanjutnya semen yang sudah ditambahkan bahan pengencer dikemas

di dalam straw dengan volume 0,25 ml. Semen yang dikemas dalam straw

berjumlah 30 buah. Prosedur pengemasan diawali dengan pengisisan semen cair

ke dalam straw menggunakan spoit yang ujungnya dihubungkan dengan mikrotip.

Kemudian salah satu ujung straw ditutup dengan menggunakan plastic seal.

Setelah semen dikemas dalam straw, dilakukan ekuilibrasi pada suhu 3-5 oC

selama 4 jam kemudian diuapkan diatas N2 cair (-130oC) selama 10 menit. Setelah

itu dimasukkan ke dalam N2 cair (-196 oC). Selanjutnya dilakukan thawing

menggunakan air dengan suhu yang berbeda-beda (Tabel 1). Setelah thawing

motilitas sperma diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40×10.

Tabel 1. Suhu dan lama thawing

Suhu (oC) Waktu

27 (air kran) 1 menit

37 30 detik

50 12 detik

70 8 detik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 16: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Kualitas Semen

Kualitas semen untuk sapi dan domba dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan pemeriksaan terlihat

bahwa semen sapi (Tabel 2) dan semen domba (Tabel 3) yang diperiksa masih

dalam kisaran normal.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan semen sapi secara makroskopik dan mikroskopik

Parameter Nama Pejantan

Sapi E1 Sapi E2 Sapi Semen Beku (S3)

Normal Sapi

Makroskopis

Volume 5,5 ml 5,2 ml 3 ml 5 – 8

Konsistensi Encer Encer KentalSedang s/d

kental

pH 6,4 6,4 6,7 6,4 – 7,8

Warna putih krem putih kuning putih keruhPutih s/d

Krem

Mikroskopis

Gerakan massa +++ +++ +++ ++ s/d +++

Sperma motil (%) 70 70 80 >70

Konsentrasi (juta/ml) 600 – 2800

Photometer

800

(semi densum)

500

(semi densum)

1000

(densum)

Neubauer 3030 840

Sperma hidup (%) 71 82,8 52,4 77,8 ± 7,5

Sperma normal (%) 95,5 69,9 66,8

Sperma abnormal (%) 4,5 30,1 33,2 < 25

Jumlah pengencer (ml) 27 10

Waktu equilibrasi 4 jam

Waktu pembekuan 10 menit

Page 17: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Tabel 3. Hasil pemeriksaan semen domba secara makroskopik dan mikroskopik

ParameterNama Pejantan

Domba Ke-1 (D1)

Domba Ke-2 (D2)

Domba Ke-3 (D3)

Normal Domba

Makroskopis

Volume (ml) 1 1 2,25 0.7 – 3

Konsistensi Encer Encer KentalSedang s/d

kental

pH < 6,4 <<< 6,4 6,4 5.9 – 7.3

Warna putih keruh putih keruh putih keruh Putih s/d Krem

Mikroskopis

Gerakan massa +++ +++ +++++ s/d +++

Sperma motil (%) 95 95 9574,17 ± 2,04

Konsentrasi (juta/ml)1250 – 3000

Jarak antar kepala

2000(densum)

2000(densum)

2000(densum)

Neubauer  3325 2925 5600

Sperma hidup (%) 77,6 90,24 82,9 85,67 ± 2,25

Sperma normal (%) 90,35 96,65 74,05

Sperma abnormal (%) 9,65 3,35 25,95 < 15

Jumlah pengencer (ml) 3,3

1. Pemeriksaan Makroskopis

Hasil pemeriksaan makroskopis menunjukkan volume semen sapi dari

hasil penampungan adalah 5,5 ml pada ejakulat pertama dan 5,2 ml pada ejakulat

kedua (Tabel 2) sedangkan volume semen domba 1 ml pada ejakulat domba

pertama dan kedua serta 2,25 ml pada domba ketiga (Tabel 3). Volume ejakulasi

sapi yang akan dibuat semen beku (S3) sebanyak 3 ml (Tabel 2). Menurut

Toelihere (1980), kisaran normal volume ejakulat semen sapi adalah 5 – 8 ml dan

pada domba 0,7 – 3 ml. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah

volume ejakulat semen sapi dan domba yang diperoleh berada dalam kisaran

normal.

Semen yang diperoleh berwarna putih keruh untuk sapi dan domba dengan

konsistensi encer untuk ejakulat pertama dan kedua pada sapi, kental pada S3,

Page 18: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

encer pada D1 dan D2, dan kental untuk D3. Hasil ini termasuk normal karena

menurut Herdis (2005), semen normal berwana putih sampai dengan krem dengan

konsistensi yang kental. Nilai derajat keasaman (pH) semen sapi E1, E2, dan S3

secara berturut-turut adalah 6,4, 6,4 dan 6,7, sedangkan pH semen domba yang

diperoleh D1, D2, dan D3 berkisar 6,4. Hasil ini masih layak, karena kisaran layak

pH untuk semen sapi menurut Toelihere (1980) yaitu 6,4 - 7,8 dan pada domba

berkisar antara 5,9 – 7,3.

Tabel 4 Volume, motilitas, dan konsentrasi semen berbagai spesies hewan

Volume (ml) Motilitas (%) Konsentrasi (sperm/ml 106)

Sapi perah

Breed kecil

Breed besar

Sapi potong

Domba&kambing

Babi

Kuda

5 – 6

7 - 8

4 – 5

0,75 – 3

150 – 300

75 – 100

50 – 80

50 – 80

40 – 70

60 – 80

50 – 70

40 – 70

1000 – 1500

1000 – 1500

1000 – 3000

1500 – 3000

100 – 150

100 - 150

2. Pemeriksaan Mikroskopis

Hasil pemeriksaan mikroskopis yang diperoleh untuk gerakan massa

berdasarkan skala - sampai dengan +++ adalah +++ untuk sapi dan domba.

Menurut Herdis (2005) semakin tinggi skala gerakan massa, maka kualitas sperma

semakin baik. Persentase sperma motil pada sapi 70% untuk E1, E2, 80% untuk

S3 dan pada domba 95%. Angka ini termasuk layak, karena menurut Arthur et al.

(1996) persentase sperma motil pada sapi > 70%, dan menurut Herdis (2005)

persentase sperma motil pada domba adalah 74,17 ± 2,04. Persentase sperma

motil banyak digunakan sebagai dasar untuk menentukan kualitas dan

kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur.

Konsentrasi sperma dihitung berdasarkan jarak antar kepala sperma.

Konsentrasi sperma sapi E1 dan E2 diperoleh nilai semi densum yaitu jarak antar

Page 19: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

kepala sperma berkisar dari 1-1,5 kepala, dan diperkirakan jumlah spermatozoa

adalah 500-1000 juta sel/ml. Sedangkan untuk S3 diperoleh nilai densum yaitu

jarak antar kepala sperma lebih kecil dari satu kepala dan diperkirakan jumlah

spermatozoa >1000 juta sel/ml. Pada domba diperoleh nilai densum yaitu jarak

antar kepala sperma kurang dari 1 kepala, dan diperkirakan jumlah spermatozoa

adalah 2000 juta sel/ml. Nilai konsentrasi sperma pada sapi dan domba termasuk

layak. Menurut Arthur et al. (1996) konsentrasi sperma sapi adalah 600-2800 juta

sel/ml dan domba 1250 – 3000 juta sel/ml. konsentrasi spermatozoa yang didapat

dari hasil pengamatan photometer dan pengamatan menggunakan kamr hitung

Neubauer terdapat perbedaan yang jauh. Menurut Partodihardjo (1992), pebedaan

perhitungan yang berbeda jauh seringkali disebabkan oleh kesalahan teknik,

seperti pada saat menghisap semen atau cairan pengencernya.

Sperma hidup dan abnormal dihitung dalam satu preparat dengan

menggunakan pewarnaan eosin 2%. Hasil yang diperoleh untuk semen sapi yang

akan digunakan untuk membuat semen cair adalah 71% sperma hidup dan 4,5%

sperma abnormal, sedangkan untuk semen sapi yang akan digunakan untuk

membuat semen beku adalah 52,4% sperma hidup dan 33,2% sperma abnormal.

Persentase sperma hidup domba untuk membuat semen cair adalah 82,9% dan

persentase sperma abnormal adalah 25,95%. Menurut Kaiin (2005) persentase

layak untuk sperma hidup sapi adalah 77,8 ± 7,5. Menurut Herdis (2005)

persentase normal untuk sperma hidup domba adalah 85,67 ± 2,25. Menurut

Arthur et al (1996) persentase abnormalitas sperma sapi adalah kurang dari 25 dan

domba kurang dari 15. Berdasarkan literatur tersebut persentase abnormalitas dan

hidup mati sperma sapi untuk semen cair berada dalam kisaran layak, sedangkan

untuk semen beku berada di bawah normal. Persentase abnormalitas dan hidup

mati sperma domba berada dibawah normal, namun tidak terlalu berada di bawah

normal. Hal ini dapat dikarenakan kualitas pakan yang kurang baik dan waktu

pengambilan semen yang kurang tepat. Semen diambil pada siang hari, saat cuaca

panas, sehingga dapat menurunkan kualitas sperma. Abnormalitas pada

spermatozoa yang paling banyak yaitu ekor putus atau melingkar, hal ini dapat

disebabkan karena kesalahan teknis, seperti pengambilan semen yang terlalu kasar

atau tempat semen sering terguncang.

Page 20: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

3. Kualitas Semen Cair

Menurut Toelihere (1993), untuk mempertahankan kualitas hidup dan

motilitas spermatozoa dalam waktu lama, maka perlu ditambahkan berbagai unsur

ke dalam semen. Unsur-unsur ini terdapat dalam bahan pengencer yang berfungsi

untuk:

1. Menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa

2. Melindungi spermatozoa terhadap cold shock

3. Menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat

pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa

4. Mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai

5. Mencegah pertumbuhan kuman

6. Memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina yang

dapat diinseminasi

Penilaian persentase motilitas spermatozoa dilakukan secara subyektif,

oleh karena itu keakuratan penilaian terhadap parameter ini berbanding lurus

dengan tingkat pengalaman (jam terbang) dan kemahiran seorang pemeriksa.

Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan jumlah spermatozoa yang

bergerak progresif dengan spermatozoa yang tidak bergerak secara progresif

melalui bantuan mikroskop dan dinyatakan dalam persen. Persentase motilitas

spermatozoa sapi yang telah diencerkan dalam keempat jenis bahan pengencer

(sitrat kuning telur, sitrat fruktosa kuning telur, tris kuning telur, dan susu skim)

dan domba yang telah diencerkan dalam ketiga jenis bahan pengencer (sitrat

kuning telur, tris kuning telur, dan susu skim) dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4 dan 5 menunjukan bahwa selama penyimpanan terlihat adanya penurunan

pergerakan progresif (motilitas) spermatozoa. Hal ini diduga disebabkan oleh

semakin bertambahnya jumlah spermatozoa yang rusak dan mati akibat suhu

dingin, ketersediaan energi dalam bahan pengencer makin berkurang, semakin

menuanya umur sperma dan meningkatnya tingkat keasamaan (pH) semen

(Solihati & Kune 2009).

Tabel 5 Perbandingan motilitas spermatozoa sapi dalam 4 bahan pengencer

Page 21: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Waktu(jam)

Tris Kuning Telur(%)

Sitrat Kuning Telur(%)

Sitrat Fruktosa Kuning Telur

(%)

Skim(%)

0 70 70 70 60

12 30 65 70 60

24 2 60 65 55

36 0 60 60 55

48 60 60 50

60 55 60 50

72 55 55 50

84 55 55 40

96 50 55 35

108 40 40 30

Penurunan persentase pergerakan progresif (motilitas) spermatozoa pada

tiap pengencer tidak sama, dan terlihat bahwa semen sapi (Tabel 4) dalam 3

bahan pengencer yakni sitrat kuning telur (SKT), sitrat fruktosa kuning telur

(SFKT), dan skim kuning telur masih memperlihatkan persentase pergerakan

progresif diatas motilitas layak IB (diatas 40 %) hingga 72 jam pasca

penyimpanan. Sedangkan semen dalam bahan pengencer tris kuning telur (TKT)

bertahan hingga 24 jam pasca penyimpanan (Gambar 1).

Pengencer sitrat kuning telur mengandung natrium sitrat yang merupakan

buffer yang mampu mempertahankan kestabilan pH pengencer sehingga

menguntungkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa. Buffer sitrat juga

memiliki kelebihan yaitu tidak menghalangi pemandangan di bawah mikroskop

dan dapat bertahan lama jika disimpan dalam lemari es (Partodihardjo 1992).

Natrium sitrat juga berfungsi mengikat kalsium atau logam berat dan

Page 22: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

menyebabkan larutnya butir lemak di dalam kuning telur sehingga sel sperma

secara individual dapat diamati di bawah mikroskop (Toelihere 1993). Buffer

sitrat dapat dipakai untuk mengencerkan semen setelah dicampur dengan kuning

telur. Perbandingan pemakaian pengencer dan kuning telur adalah 4 : 1.

Penambahan kuning telur pada pengencer sitrat diperlukan karena di dalam

kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang melindungi integritas sel

sperma pada suhu penyimpanan 50C dengan cara bekerja mempertahankan dan

melindungi integritas selubung lipoprotein spermatozoa, selain itu glukosa dalam

kuning telur menguntungkan spermatozoa karena adanya daya viskositas (Said et

al. 2005).

Data motilitas spermatozoa menunjukkan bahwa spermatozoa dalam

pengencer natrium sitrat fruktosa kuning telur secara teknis layak dipakai untuk

IB pada sapi dengan menggunakan semen cair sampai penyimpanan hari ke-5,

karena memiliki persentase motilitas progresif di atas 40%. Penurunan motilitas

kemungkinan dapat terjadi akibat adanya pengaruh metabolisme spermatozoa

(Hafez 1993). Metabolisme spermatozoa akan menghasilkan asam laktat yang

apabila berada dalam jumlah yang banyak, dapat menyebabkan perubahan berupa

suasana semen yang menjadi asam yang berakibat pada percepatan proses

kematian spermatozoa. Selain itu, penurunan motilitas spermatozoa setelah

penyimpanan yang lama dapat terjadi karena menurunnya zat makanan

spermatozoa dan pengaruh zat toksik dari hasil sampingan proses metabolisme

spermatozoa (Setiadi & Julizar 2001), karena motilitas spermatozoa sangat

bergantung terhadap persediaan energi berupa adenosin triphosphate (ATP) hasil

dari proses metabolisme sel (Rizal et al. 2002).

Susu mengandung anti cekam dingin yang baim untuk sperma. Pemanasan

susu dalam proses pembuatan bahan pengencer sangat diperlukan terutama untuk

sterilisasi dan pengurangan kadar lemak susu. Mikroorganisme akan mati pada

susu di atas 900C, selain itu juga menonaktifkan enzim dari mikroorganisme yang

dapat mencerna lapis luar dari spermatozoa dan menyebabkan kematian

spermatozoa dalam waktu singkat. Di dalam susu skim sudah terdapat bahan

penyangga. Susu skim juga mempunyai tekana osmotik dan elektrolit yang berada

dlam keadaan seimbang. Bahan penyangga berfungsi untuk mempertahankan pH

Page 23: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

semen sehingga penuruna pH akibat penimbunan asam laktat sebagai hasil akhir

metabolisme spermatoza dapat dicegah.

Penurunan motilitas dengan bahan pengencer susu skim kemungkinan

besar diakibatkan susu skim yang berfungsi sebagai buffer tidak mampu

mempertahankan pH akibat terbentuknya asam laktat sisa metabolisme (Solihati

& Kune 2009). Susu skim memiliki kelebihan sebagai media isotonik dan

antikejutan dingin karena banyak mengandung komponen yang menguntungkan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup spermatozoa (Gazali & Tambing

2001). Semen sapi lebih cocok menggunakan pengencer dasar susu skim (Gazali

& Tambing 2001).

Hal ini mengisyaratkan bahwa semen cair yang diencerkan dengan ketiga

bahan pengencer tersebut sebaiknya dibatasi hanya dalam waktu 72 jam untuk

pengencer SKT, SFKT, dan skim kuning telur, sedangkan 24 jam untuk pengencer

TKT yang disimpan pada suhu 3-50C sebelum digunakan dalam kegiatan IB.

Menurut Solihin dan Kune (2009), dalam pelaksanaan IB sebaiknya semen cair

yang masih layak IB perlu dibatasi penggunaannya hanya pada semen yang lama

penyimpanannya minus 24 jam untuk menghindari kemungkinan unsur subyektif

yang digunakan dalam menentukan motilitas sperma.

0 12 24 36 48 60 72 84 96 1080

10

20

30

40

50

60

70

80

Perbandingan Bahan Pengencer

Tris Kuning Telur (%)Sitrat Kuning Telur (%)Sitrat Fruktosa Kuning Telur (%) Skim (%)

Waktu (jam)

Pers

enta

se

Gambar 5 Grafik perbandingan motilitas spermatozoa sapi dalam beberapa bahan

pengencer.

Page 24: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Tabel 5 dan Gambar 2 memperlihatkan bahwa bahan pengencer SKT dan

TKT menunjukan daya tahan hidup sperma pada motilitas yang masih layak IB

(≥ 40%) lebih lama yaitu 108 jam pasca penyimpanan kemudian diikuti oleh skim

kuning telur yaitu 84 jam pasca penyimpanan. Pengamatan yang efektif dan

efisien adalah hanya sampai pada waktu dimana spermatozoa yang dipertahankan

dalam bahan pengencer tersebut masih berada pada motilitas layak IB, yakni

minimal 40 % dan hal ini hanya dapat dicapai pada penyimpanan yang tidak lebih

dari 4 hari setelah diencerkan.

Hasil penelitian penggunaan ketiga jenis pengencer pada semen domba ini

bervariasi (Tabel 5). Hal ini mungkin disebabkan ketiga jenis pengencer ini

mempunyai peranan yang berbeda-beda. Tris berperan sebagai bahan penyangga

yang dapat digunakan untuk mempertahankan pH semen secara fisiologik. Hafez

(1993) mengemukakan bahwa kelebihan Tris terletak pada kandungan garam dan

asam amino yang dikandungnya yang berperan mempertahankan osmolaritas. Tris

Aminomethan berfungsi sebagai buffer dan mempertahankan tekanan osmotik dan

keseimbangan elektrolit. Fruktosa menyediakan makanan dan kuning telur

berfungsi melindungi spermatozoa terhadap shock dingin dan sebagai sumber

energi.

Hasil pengamatan motilitas spermatozoa domba dengan pengencer susu

skim menunjukkan bahwa selama empat hari susu skim mampu mempertahankan

kualitas semen domba agar tetap dapat digunakan untuk IB. Susu skim dapat

digunakan sebagai pengencer semen cair domba karena susu skim merupakan

medium isotonik yang mengandung komponen yang menguntungkan untuk

memelihara kelangsungan hidup spermatozoa dan digunakan secara intensif oleh

peneliti terdahulu untuk pengenceran semen. Komponen dengan berat molekul

tinggi seperti susu dapat berperan dalam melindungi sel spermatozoa terhadap

kerusakan karena kejutan dingin (cold shock). Hal itu terjadi karena susu skim

mengandung protein susu yaitu kasein yang merupakan agen pencegah cold shock

(Herdis 2005). Namun asam glutamate yang terkandung dalam susu skim

menyebabkan perubahan pH pada saat penyimpanan yang lama sehingga motilitas

sperma yang dapat digunakan untuk IB hanya bertahan hingga empat hari (Herdis

2005).

Page 25: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Tabel 6 Perbandingan motilitas spermatozoa domba dalam tiga bahan pengencer

Waktu(Jam)

Sitrat Kuning Telur (%)

Tris Kuning Telur(%)

Skim(%)

0 95 90 85

12 90 80 70

24 85 80 70

36 75 80 65

48 75 75 50

60 70 70 45

72 70 65 45

84 65 55 45

96 60 50 35

108 50 45 30

0 12 24 36 48 60 72 84 96 1080

102030405060708090

100

Perbandingan Bahan Pengencer

Sitrat Kuning Telur (%)Tris Kuning Telur (%)Skim (%)

Waktu (jam)

Pers

enta

se

Gambar 6 Grafik perbandingan motilitas spermatozoa domba dalam beberapa bahan pengencer.

Page 26: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Data pengamatan menunjukkan bahwa penyimpanan semen cair domba

dalam staw dengan posisi water jacket dan horizontal memiliki tingkat motilitas

paling tinggi jika dibandingkan dengan posisi vertikal tanpa air (Tabel 6 dan

Gambar 3). Hal ini disebabkan karena pada penyimpanan dengan cara berdiri

(water jacket) akan membatasi ruang gerak sehingga metabolisme sperma akan

menurun, selain itu dengan adanya water jacket pada penyimpanan semen cair

dalam staw dengan posisi berdiri berguna untuk menjaga suhu sehingga

metabolisme spermatozoa akan rendah, akibatnya motilitas spermatozoa akan

lebih tinggi. Berbeda dengan kemasan straw, pada kemasan pool motilitas

spermatozoa dapat dipertahankan hingga 24 jam, meskipun dibawah 40%. Hal ini

terjadi karena pada kemasan pool jumlah nutrisi lebih banyak dibandingkan dalam

kemasan straw meskipun jumlah spermatozoanya sama.

Tabel 7 Persentase motilitas spermatozoa sapi dalam Pengencer Tris Kuning Telur pada posisi penyimpanan yang berbeda

Waktu (jam)

Pool (%)

Vertikal dengan air (water jacket) (%)

Vertikal tanpa air (free water) jacket

(%)

Horizontal(lying) (%)

0 70 70 70 70

12 30 50 30 50

24 2 0 0 0

36 0 0 0 0

0 12 24 360

20

40

60

80

Perbedaan Posisi Penyimpanan Semen Cair

Pool (%)Vertikal dengan air (water jacket) (%)Vertikal tanpa air (free water) jacket (%)Horizontal (lying) (%)

Waktu (jam)

Pers

enta

se

Page 27: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Gambar 7 Persentase motilitas spermatozoa sapi pada tiga posisi penyimpanan yang berbeda.

Berdasarkan hasil pengamatan motilitas spermatozoa post thawing dengan

suhu yang berbeda, menunjukkan bahwa persentase motilitas spermatozoa

tertinggi yaitu pada suhu 37oC selama 30 detik (Tabel 7 dan Gambar 4). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Surmalin (2003) bahwa thawing dengan menggunakan

air pada suhu 37oC selama 30 detik merupakan metode thawing yang paling

optimum. Salah satu penyebab terjadinya kematian sperma selama proses

pembekuan dan thawing adalah terjadinya peroksidasi lipid, yang menyebabkan

terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur spermatozoa, seperti membran

plasma dan tudung akrosom (Tambing et al. 2000). Peroksidasi lipid dapat

menurunkan daya pembuahan spermatozoa. Kerusakan tersebut dapat dicegah

dengan penambahan antioksidan seperti vitamin C. Menurut Tambing et al.

(2000) menunjukkan bahwa penambahan vitamin C dapat mempertahankan

keutuhan membran plasma dan keutuhan tudung akrosom spermatozoa dari

pengaruh kerusakan oleh adanya peroksidasi lipid.

Tabel 7. Persentase motilitas spermatozoa semen beku sapi dalam berbagai

metode thawing.

Suhu thawing Waktu thawing Motilitas rata-rata (%)

70 ºC 8 detik 13

50 ºC 12 detik 68

37 ºC 30 detik 73

Air kran (27˚C) 60 detik 53

Page 28: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

70 ºC 50 ºC 37 ºC Air kran (27˚C)0

1020304050607080

13

68 7353

Persentase Motilitas Rata-Rata

Suhu Thawing

Gambar 8 Diagram persentase motilitas spermatozoa semen beku sapi dengan

berbagai metode thawing.

Berdasarkan hasil pengamatan, maka untuk pembekuan semen sebaiknya

bahan pengencer ditambah gliserol untuk meminimalkan kristal-kristal es yang

terbentuk. Sitoplasma spermatozoa yang hanya sedikit akan mempermudah

pembentukan kristal es pada suhu yang rendah. Gliserol berperan mencegah efek

merugikan akibat adanya pembentukan kristal-kristal es dan perubahan

konsentrasi elektrolit serta mampu mencegah pengeluaran air yang berlebih-

lebihan dari dalam sel spermatozoa. Gliserol akan digunakan oleh spermatozoa

untuk metabolisme oksidatif dan menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler.

Penambahan gliserol 6% dalam pengencer tris akan memberikan daya

perlindungan yang optimal.

KESIMPULAN

Hasil pengamatan semen segar sapi dan domba, dapatkan disimpulkan

bahwa:

Page 29: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

1. Secara makroskopis dan mikroskopis semen segar sapi dan domba cukup baik.

2. Pengencer sitrat kuning telur dan sitrat fruktosa kuning telur paling baik

digunakan sebagai bahan pengencer semen sapi.

3. Pengencer sitrat kuning telur paling baik digunakan sebagai bahan pengencer

semen domba.

4. Penyimpanan straw semen sapi untuk tetap mempertahankan motilitasnya

adalah dengan cara water jacket dan horizontal.

5. Metode thawing terbaik yaitu pada suhu 37o selama 30 detik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Aboagla EM-E, Terada T. 2004. Effect of egg yolk during the freezing step ofcryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology62:1160-1172.

Arthur GH, DE Noakes, H Pearson, TJ Parkinson. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Edisi ke-7. London: Saunders.

Gazali M, Tambing SN. 2001. Kriopreservasi Sel Spermatozoa. Jurnal Hayati. 9:27-32

Hafez ESE. 1993. Reproduction in Farm Animals. Edisi ke-6. Philadelphia: Lea and Febiger.

Herdis. 2005. Optimalisasi jenis pengencer dan dosis gliserol pada proses pembekuan semen domba garut (Ovis aries). Di dalam: Optimalisasi Inseminasi Buatan melalui Aplikasi Teknologi Laserpunktur pada Domba Garut (Ovis aries). {Disertasi}. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kaiin. 2005. Kualitas Sperma Hasil Pemisahan yang Dibekukan Menggunakan Rak Dinamis dan Statis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Kartasudjana R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.

Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang. 2002. Kualitas semen beku domba garut dalam berbagai dosis gliserol. JITV. 7(3):194 – 199.

Said S. 2005. Daya tahan hidup sperma cair sapi simmental yang disimpan dalam straw pada temperatur 50C. Seminar Nasional Teknologi dan Peternakan: 87 – 90.

Setiadi MA, Julizar. 2001. Prediksi kesuburan spermatozoa domba melalui uji penembusan lendir estrus. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Solihati N & Kune P. 2009. Pengaruh Jenis Pengencer Terhadap Motilitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Semen Cair Sapi Simmental. Laporan Penelitian.

Page 31: Studi Pengujian Kualitas Semen Sapi Dan Domba Serta Pengaruh Penggunaan Beberapa Bahan Pengencer

Sugoro I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan Produktivitas Sapi. Bandung: Sekolah Tinggi dan Ilmu Hayati ITB.

Sumarlin T. 2003. Perbedaan Kualitas Spermatozoa dari Semen Beku Sapi PO setelah Thawing dengan Metode yang berbeda. {Skripsi}. Bogor. Program Sarjana FKH-IPB.

Tambing S, Mozes RT, Tuty LY, Bambang P, IKetut S, Polimerz S. 2000. Kualitas Semen Beku Kambing Saanen pada Berbagai Jenis Pengencer Semen. Hayati. Vol. 10. No. 4 : 146-150.

Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa.