STUDI PENGARUH LAMA PEMOMPAAN AIR TANAH TERHADAP …
Transcript of STUDI PENGARUH LAMA PEMOMPAAN AIR TANAH TERHADAP …
STUDI PENGARUH LAMA PEMOMPAAN AIR TANAH TERHADAP
PENURUNAN MUKA AIR TANAH
( UJI MODEL LABORATORIUM)
Oleh:
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNWERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
ABDULLAH
105 81 01218 10
MUHAMMAD SAHIR
105 81 01377 10
x
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun
skripsi ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik
yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Makassar. Adapun Judul tugas akhir kami adalah: STUDI PENGARUH
LAMA PEMOMPAAN AIR TANAH TERHADAP PENURUNAN
MUKA AIR TANAH ( UJI MODEL LABORATORIUM )
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan seminar
tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan
penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan
baik itu dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan.
Oleh karena itu penulis menerima dengan ikhlas dan senang hati segala
koreksi serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat
lebih bermanfaat.
Skripsi ini terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan
x
kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Irwan Akib, Mpd. sebagai Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Hamzah Al Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, S.T. sebagai Ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu DR. Ir. Hj. Fenty Daud S., MT selaku Pembimbing I dan Ibu
Ir. Hj. Nurnawaty, ST., MT. selaku pembimbing II, yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan
sehingga terwujudnya tugas akhir penelitian ini.
5. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas
segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama
mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
6. Ayahanda, Ibunda dan Saudara-saudara yang tercinta, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan
kasih sayang, do’a, dorongan dan pengorbanannya.
7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku
Angkatan 2010 yang dengan keakraban dan persaudaraannya banyak
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat
ganda di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Amin.
Makassar, 25 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ......................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 3
E. Batasan Masalah .......................................................... 3
v
x
F. Sistematika Penulisan ................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi ........................................................... 5
1. Pengertian Siklus Hidrologi ..................................... 5
2. Evaporasi, Transpirasi dan Evapotraspirasi ............... 7
3. Infiltrasi dan Perkolasi ............................................. 8
B. Air Tanah ..................................................................... 10
1. Pengertian Air Tanah ............................................... 10
2. Asal Usul Air Tanah ............................................... 11
3. Pembentukan Air Tanah ......................................... 12
4. Wadah Air Tanah .................................................... 14
5. Pengaliran dan Imbuhan Air Tanah ......................... 15
6. Mutu Air Tanah ....................................................... 16
7. Pergerakan Air TAnah ............................................. 16
8. Muka Air TAnah ..................................................... 17
C. Akuifer ......................................................................... 18
1. Pengertian Umum ................................................... 18
2. Jenis – jenis Akuifer ................................................ 20
D. Tanah ......................................................................... 24
1. Jenis-jenis Tanah ..................................................... 24
2. Penurunan permukaan Tanah .................................. 25
3. Teori Dasar Penurunan Muka Tanah ........................ 25
4. Faktor Penyebab Terjadinya Penurunan M.Tanah .... 26
5. Dampak dari Penurunan Muka Tanah ..................... 30
x
6. Upaya Mengurangi Penurunan Tanah ..................... 30
7. Menanggulangi Penurunan Muka Tanah .................. 33
E. Pompa ......................................................................... 33
1. Pengertian Pompa ................................................... 33
2. Uji Pemompaan ....................................................... 34
3. Tahap Pelaksanaan Uji Pemompaan ........................ 34
4. Transmisibilitas ....................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ......................................................... 37
B. Tempat Penelitian .......................................................... 37
C. Waktu Penelitian ........................................................... 37
D. Bahan dan Alat ............................................................. 37
E. Prosedur Penelitian ....................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Volume Pemompaan ............................................. 43
B. Hasil Pengamatan Muka Air Tanah ................................. 46
C. Pembahasan.................................................................... 52
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 56
B. Saran ……………………… ........................................ 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Volume Pemompaan 43
Tabel 4.2 Data Debit Pemompaan 45
Tabel 4.3 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 20
cm
46
Tabel 4.4 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 22
cm
47
Tabel 4.5 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 24
cm
48
Tabel 4.6 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 26
cm
49
Tabel 4.7 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 28
cm
50
Tabel 4.8 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Kedalaman Pompa 30
cm
51
Tabel 4.9 Perubahanahan Muka Air Tanah Rata-rata Persatuan Waktu 52
Tabel 4.10 Perubahanahan Muka Air Tanah Pada Tiap Kedalaman 54
x
Pompa
Tabel 4.11 Peehitungan Transmisibilitas dan Kapasitas Tampungan 55
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi 7
Gambar 2.2 Proses Infiltrasi 9
Gambar 2.3 Lapisan Air Tanah 11
Gambar 2.4 Ilustrasi Akuifer Menurut Kruseman dan deRieder, 1994 23
Gambar 2.4 Cara Garis Lurus Jacob 36
Gambar 3.1 Ilustrasi Pemompaan Air Tanah 40
Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian 42
Gambar 3.3 Tabel Isian Data Uji Pemompaan Air Tanah 43
Gambar 4 1 Grafik Perbandingan Volume Kedalaman dan Waktu 44
Gambar 4 2 Grafik Perbandingan Debit Kedalaman dan Waktu 45
Gambar 4 3 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 20 cm 46
Gambar 4 4 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 22 cm 47
Gambar 4 5 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 24 cm 48
Gambar 4 6 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 26 cm 49
Gambar 4 7 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 28 cm 50
Gambar 4 8 Grafik Perubahan Muka Tanah Kedalaman Pompa 30 cm 51
Gambar 4 9 Grafik Perbandingan penurunan Muka Air Tanah Terhadap
Waktu
53
Gambar 4 10 Grafik Perbandingan penurunan Muka Air Tanah Terhadap
kedalaman pompa
54
BAB I
iv
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan sehari-hari,
baik sebagai air minum, Industri dan untuk irigasi .Perkembangan
jumlah penduduk yang semakin meningkat serta peningkatan taraf
hidup yang semakin baik, mendorong pemenuhan kebutuhan akan air
juga semakin meningkat.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air, salah satunya
dengan pemamfaatan air tanah dengan cara pengambilan air tanah
menggunakan sumur pompa. Pengambilan air tanah secara berlebihan
karena banyaknya sumur pompa pada suatu daerah atau kawasan dapat
mengakibatkan penurunan muka air tanah, yang menjadi salah satu
faktor mempercepat penurunan permukaan tanah yang tingkat
kekerasannya masih rendah.
Salah satu penyelesaian dalam mencegah penurunan muka air
tanah akibat pengambilan air secara berlebihan adalah dengan
mengetahui kandungan atau kapasitas tampungan air tanah di lokasi
sumur tersebut, dengan demikian dapat kita ketahui jumlah maksimal
debit air yang dapat dipompa dan jumlah sebaran sumur pompa pada
suatu daerah, sehingga ada pembatasan mengenai pembangunan sumur
1
iv
pompa pada daerah tersebut dengan demikian mengurangi penggunaan
air tanah secara berlebihan.
Dengan memperoleh gambaran umum tentang pengaruh
pemompaan air tanah terhadap penurunan muka air tanah, maka kami
tertarik untuk melakukan penelitian di laboratorium yang selanjutnya
kami tuangkan ke dalam bentuk karya tulis sebagai tugas akhir dengan
judul : Studi Pengaruh Lama Pemompaan Air Tanah Terhadap
Penurunan Muka Air Tanah ( Uji Model Laboratorium ).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam
penelitian adalah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh lama pemompaan air tanah terhadap penurunan
muka air tanah dengan uji model laboratorium?
2. Bagaimana pengaruh kedalaman pemompaan terhadap penurunan
muka air tanah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dengan maksud:
1. Untuk mengetahui pengaruh lama pemompaan air tanah terhadap
penurunan permukaan tanah dengan uji model laboratorium.
iv
2. Untuk mengetahui pengaruh kedalaman pompa terhadap penurunan
muka air tanah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Mendapatkan pengetahuan dan memberikan informasi penyebab
terjadinya penurunan muka air tanah.
2. Sebagai salah satu cara atau metode untuk memperkirakan laju
penurunan muka air tanah pada suatu daerah atau kawasan.
E. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan memudahkan
penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka
masalah yang akan dirumuskan uji model laboratorium hanya dititik
beratkan sebagai berikut :
a. Penulis menguji kondisi tanah dengan uji laboratorium.
b. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pasir.
c. Data yang digunakan adalah data dari hasil pengamatan uji pemompaan
air tanah di laboratorium.
d. Penelitian ini tidak mengkaji kondisi hidrologi dan lapisan tanah, karena
hal tersebut tidak di variasikan di dalam penelitian ini.
iv
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi penulisan
ini, maka bab-bab yang merupakan pokok-pokok uraian masalah penelitian
secara sistematika terbagi dalam lima pokok bahasan, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori dasar air tanah dan penurunan
muka air tanah.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan tentang tahap-tahap penelitian yang
dilaksanakan di laboratorium dalam proses pengujian pemompaan
air tanah dengan uji model laboratorium.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang pengumpulan data dan analisa data,
serta pembahasan terhadap hasil analisa tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil
analisa, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan hasil
analisa tersebut.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
G. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan sehari-hari,
baik sebagai air minum, Industri dan untuk irigasi .Perkembangan
jumlah penduduk yang semakin meningkat serta peningkatan taraf
hidup yang semakin baik, mendorong pemenuhan kebutuhan akan air
juga semakin meningkat.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air, salah satunya
dengan pemamfaatan air tanah dengan cara pengambilan air tanah
menggunakan sumur pompa. Pengambilan air tanah secara berlebihan
karena banyaknya sumur pompa pada suatu daerah atau kawasan dapat
mengakibatkan penurunan muka air tanah, yang menjadi salah satu
faktor mempercepat penurunan permukaan tanah yang tingkat
kekerasannya masih rendah.
Salah satu penyelesaian dalam mencegah penurunan muka air
tanah akibat pengambilan air secara berlebihan adalah dengan
mengetahui kandungan atau kapasitas tampungan air tanah di lokasi
sumur tersebut, dengan demikian dapat kita ketahui jumlah maksimal
debit air yang dapat dipompa dan jumlah sebaran sumur pompa pada
suatu daerah, sehingga ada pembatasan mengenai pembangunan sumur
1
iv
pompa pada daerah tersebut dengan demikian mengurangi penggunaan
air tanah secara berlebihan.
Dengan memperoleh gambaran umum tentang pengaruh
pemompaan air tanah terhadap penurunan muka air tanah, maka kami
tertarik untuk melakukan penelitian di laboratorium yang selanjutnya
kami tuangkan ke dalam bentuk karya tulis sebagai tugas akhir dengan
judul : Studi Pengaruh Lama Pemompaan Air Tanah Terhadap
Penurunan Muka Air Tanah ( Uji Model Laboratorium ).
H. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam
penelitian adalah dapat diuraikan sebagai berikut :
3. Bagaimana pengaruh lama pemompaan air tanah terhadap penurunan
muka air tanah dengan uji model laboratorium?
4. Bagaimana pengaruh kedalaman pemompaan terhadap penurunan
muka air tanah?
I. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dengan maksud:
1. Untuk mengetahui pengaruh lama pemompaan air tanah terhadap
penurunan permukaan tanah dengan uji model laboratorium.
iv
2. Untuk mengetahui pengaruh kedalaman pompa terhadap penurunan
muka air tanah.
J. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
3. Mendapatkan pengetahuan dan memberikan informasi penyebab
terjadinya penurunan muka air tanah.
4. Sebagai salah satu cara atau metode untuk memperkirakan laju
penurunan muka air tanah pada suatu daerah atau kawasan.
K. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan memudahkan
penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka
masalah yang akan dirumuskan uji model laboratorium hanya dititik
beratkan sebagai berikut :
e. Penulis menguji kondisi tanah dengan uji laboratorium.
f. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pasir.
g. Data yang digunakan adalah data dari hasil pengamatan uji pemompaan
air tanah di laboratorium.
h. Penelitian ini tidak mengkaji kondisi hidrologi dan lapisan tanah, karena
hal tersebut tidak di variasikan di dalam penelitian ini.
iv
L. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi penulisan
ini, maka bab-bab yang merupakan pokok-pokok uraian masalah penelitian
secara sistematika terbagi dalam lima pokok bahasan, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori dasar air tanah dan penurunan
muka air tanah.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan tentang tahap-tahap penelitian yang
dilaksanakan di laboratorium dalam proses pengujian pemompaan
air tanah dengan uji model laboratorium.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang pengumpulan data dan analisa data,
serta pembahasan terhadap hasil analisa tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil
analisa, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan hasil
analisa tersebut.
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi
1. Pengertian Siklus Hidrologi
Di bumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km3 air: 97,5% adalah air laut,
1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai, sungai, air danau,
air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap air di udara
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke
udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau
bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Susunan secara
siklus peristiwa tersebut tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Yang
pertama siklus tersebut dapat merupakan siklus pendek, yakni hujan yang
jatuh di laut, danau atau sungai yang segera dapat mengalir kembali ke laut.
Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu siklus.
Pada musim kemarau kelihatannya siklus berhenti sedangkan pada musim
hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekwensi siklus tergantung
pada keadaan geografis dan iklim, yang mana hal ini merupakan akibat
adanya matahari yang berubah-berubah letaknya terhadap meridian bumi
sepanjang tahun. Keempat, berbagai bagian siklus dapat menjadi sangat
kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhirnya saja dari
suatu hujan yang jatuh di atas permukaan tanah dan kemudian mencari
5
iv
jalannya kembali ke laut . Air laut menguap akibat adanya radiasi sinar
matahari dan awan yang terjadi oleh uap air, bergerak di atas tanah
daratan karena didesak oleh angin. Presipitasi karena adanya tabrakan
antara butir-butir uap air akibat desakan angin, dapat berbebntuk hujan
atau salju yang jatuh ke tanah yang membentuk limpasan (run off) yang
mengalir kembali ke laut. Beberapa diantaranya masuk ke dalam tanah
(infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh
(saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah atau
permukaan phreatik. Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan
melewati akwifer masuk ke sungai atau kadang-kadang langsung ke laut
Soemarto (1987).
Air yang merembes ke dalam tanah (infiltrasi) memberi hidup kepada
tumbuh-tumbuhan dan beberapa diantaranya naik ke atas lewat akar dan
batangnya, sehingga terjadi transpirasi, yaitu evaporasi (penguapan) lewat
tumbuh-tumbuhan melalui bagian bawah daun (stomata). Air yang tertahan
dipermukaan tanah (surface detention) sebagian diuapkan dan sebagian besar
mengalir masuk ke dungai-sungai kecil dan mengalir sebagai limpasan
permukaan (surface run off) ke dalam palung sungai. Permukaan sungai dan
danau juga mengalami penguapan (evaporasi), sehingga masih ada air yang
dipindahkan menjadi uap. Akhirnya sisa air yang tidak diinfiltrasikan atau
diuapkan akan kembali ke laut lewat palung sungai. Air tanah jauh lebih
lambat bergeraknya, baik yang bergerak masuk ke dalam palung sungai atau
yang merembes ke pantai dan masuk ke laut. Dengan demikian seluruh siklus
iv
telah dijalani dan akan berulang kembali. Secara garis besar ada empat proses
dalam siklus (siklus) hidrologi yang berlangsung yaitu presipitasi, evaporasi,
infiltrasi dan limpasan permukaan (surface run off) serta limpasan air tanah
(subsurface run off) (Wilson, 1990).
Gambar 2.1: Siklus hidrologi (Wilson, 1990)
2. Evaporasi, Transpirasi dan Evapotranspirasi.
Evaporasi dan Transpirasi mempunyai arti yang sama yaitu penguapan,
untuk evaporasi merupakan penguapan yang terjadi pada permukaan air
terbuka/open water dan permukaan tanah. Laju evaporasi atau penguapan
akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan (albedo)
dan hal ini juga akan berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh
matahari dan yang terlindung dari sinar matahari. Untuk daerah beriklim
iv
sedang dan lembab, kehilangan air lewat evaporasi air bebas dapat mencapai
60 cm per tahun dan kira-kira 45 cm per tahun lewat evaporasi permukaan
tanah. Di daerah beriklim kering seperti di Irak dan Arab Saudi angka tersebut
dapat mencapai 200 cm per tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh karena
tidak adanya curah hujan dalam waktu lama.
Sedangkan transpirasi adalah penguapan dari permukaan tanaman.
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan
masing-masing jenis tanaman berbeda-beda kebutuhannya. Hanya sebagian
kecil air yang tinggal di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan, sebagian besar
dari padanya setelah diserap lewat akar-akar dan dahan-dahan akan di
transpirasikan lewat bagian tumbuh-tumbuhan yang berdaun. Kedua proses
tersebut yaitu evaporasi dan transpirasi saling berkaitan sehingga
dinamakan evapotranspirasi. Jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh
evapotransporasi tergantung kepada :
a. adanya persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain)
b. faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban dan lain-lain
c. tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.
3. Infiltrasi dan Perkolasi
Infiltrasi adalah pergerakan air ke dalam lapisan permukaan tanah,
sedangkan perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zone tidak jenuh
(antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah
jenuh (daerah di bawah permukaan air tanah). Air yang menginfiltrasi itu
iv
pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah,
selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping.
Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan
intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya
infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi
maksimum setiap tanah bersangkutan. Kecepatan infiltrasi yang berubah-
ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan umumnya disebut laju
infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum yang terjadi pada suatu kondisi
tertentu disebut kapasitas infiltrasi .
Gambar 2.2 Proses infiltrasi (Wilson, 1990)
Kapasitas infiltrasi itu adalah berbeda-beda menurut kondisi tanah.
Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasi itu berbeda-beda tergantung dari
iv
kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dan lain-
lain. Disamping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena
dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu :
- Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang
jenuh.
- Kelembaban tanah.
- Pemampatan oleh curah hujan.
- Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus.
- Pempatan oleh orang dan hewan.
- Struktur tanah.
- Tumbuh-tumbuhan.
- Udara yang terdapat dalam tanah.
Besarnya kapasitas infiltrasi ditentukan oleh faktor-faktor tersebut di
atas secara bersama-sama. Beberapa faktor di antaranya mengakibatkan
perbedaan kapasitas infiltrasi dari tempat ke tempat dan faktor-faktor yang
lain mengakibatkan variasi infiltrasi menurut waktu. Faktor tumbuh-
tumbuhan mempengaruhi variasi infiltrasi menurut tempat dan waktu.
Disamping faktor-faktor tersebut di atas maka pengurangan
kelembaban tanah oleh transpirasi melalui tumbuh-tumbuhan, variasi
kekentalan air dalam ruang-ruang tanah akibat suhu tanah, efek
iv
pembekuan (di daerah dingin) dan lain-lain, adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kapasitas infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
B. Air tanah
1. Pengertian Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di
dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di
dalam retakan dari batuan (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Menurut Herlambang (1996:5) Air tanah adalah air yang bergerak di
dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang
meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang
disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan
permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan
lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti
lapisan lempung. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air
disebut akuifer.
iv
Gambar 2.3: Lapisan Air Tanah (Wilson, 1990)
2. Asal - Usul Air Tanah
Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber daya
air (tanah), untuk memahami asal-usul (origin) dan sifat-sifat (nature) air
tanah, agar tidak terjadi salah pengertian tentang sumber daya yang
dikelola. Kesalah pengertian tersebut akan menjadikan tujuan untuk
mewujudkan manfaat air tanah terutama bagi kaum miskin pengelolaan
tidak mencapai sasarannya, bahkan justru akan menimbulkan dampak
yang merugikan bagi air tanah itu sendiri serta kaum miskin tersebut.
Hal-hal pokok yang perlu dipahami tentang asal-usul dan sifat-sifat air
iv
tanah antara lain tentang : Asal air tanah, Pembentukan air tanah, wadah
air tanah, pengaliran dan imbuhan air tanah serta mutu air tanah.
Air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah dan
terletak pada zona jenuh air. Air tanah berasal dari permukaan tanah,
misalkan hujan, sungai, danau. Dan dari dalam bumi sendiri Di mana air
tersebut terjadi bersama-sama dengan batuannya, misalkan pada waktu
terjadinya batuan endapan terdapat air yang terjebak oleh batuan endapan
tersebut. Contohnya: air fosil yang biasanya asin air volkanik – panas dan
mengandung sulfur (Hadiwidjojo, P. 1987)
3. Pembentukan Air Tanah
Curah hujan yang masuk kedalam tanah dan meresap kedalam
lapisan di bawahnya disebut air tanah (Wilson, 1990), Air tanah adalah
semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada lajur/zona jenuh air
(zone of saturation). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air
permukaan , yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone
of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga
mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah.
Air tanah adalah salah satu fase dalam siklus hidrologi , yakni suatu
peristiwa yang selalu berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer; penguapan dari darat atau laut
atau air pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan,
pelonggokan dalam tanah atau badan air dan penguapan kembali
iv
(Hadiwidjojo, P. 1987). Dari siklus hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa
air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen
lain yang terlibat dalam siklus hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis
batuan penutup, penggunaan lahan, tumbuhan penutup, serta manusia yang
berada di permukaan.
Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap
aksi (pemompaan, pencemaran dll) terhadap air tanah akan memberikan
reaksi terhadap air permukaan, demikian sebaliknya.
Menurut Seyhan, (1990) Air tanah ditemukan pada formasi geologi
permeable (tembus air) yang dikenal sebagai akuifer (juga disebut reservoir
air tanah, formasi pengikat air, dasar-dasar yang tembus air) yang merupakan
formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah air yang cukup besar
untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Air tanah
juga ditemukan pada akiklud (atau dasar semi permeabel) yang
mengandung air tetapi tidak mampu memindahkan jumlah air yang nyata
(seperti liat). Akuifer ditemukan pada sejumlah lokasi. Deposit glasial
pasir dan kerikil, kipas alluvial dataran banjir dan deposit delta pasir
semuanya merupakan sumber-sumber air yang sangat baik. Pada suatu
akuifer, air tanah menempati lubang batuan yang dikenal sebagai pori,
patahan maupun lubang yang besar. Retakan mungkin terdapat dalam
batuan kristalin maupun batuan padat dan mungkin mempunyai ukuran
kapiler maupun super kapiler.
iv
4. Wadah Air Tanah
Suatu formasi geologi yang mempunyai kemampuan untuk
menyimpan dan meloloskan air tanah dalam jumlah berarti, ke sumur-
sumur atau mata air – mata air yang disebut akuifer. Lapisan pasir atau
kerikil adalah salah satu formasi geologi yang dapat bertindak sebagai
akuifer. Wadah air tanah yang disebut akuifer tersebut dialasi oleh lapisan-
lapisan batuan dengan daya meloloskan air yang rendah, misalnya lempung,
dikenal sebagai akuitard. Lapisan yang sama dapat juga menutupi akuifer,
yang menjadikan air tanah dalam akuifer tersebut di bawah tekanan (confined
akuifer). Di beberapa daerah yang sesuai, pengeboran yang memompa air
tanah tertekan tersebut menjadikan air tanah muncul ke permukaan tanpa
membutuhkan pemompaan. Sementara akuifer tanpa lapisan penutup di
atasnya, air tanah di dalamnya tanpa tekanan (unconfined akuifer), sama
dengan tekanan udara luar.
Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i) kapasitas
menyimpan air tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah. Namun
demikian sebagai hasil dari keragaman geologinya, akuifer sangat beragam
dalam sifat-sifat hidroliknya (kelulusan dan simpanan) dan volume
tandonnya (ketebalan dan sebaran geografisnya). Berdasarkan sifat-sifat
tersebut akuifer dapat mengandung air tanah dalam jumlah yang sangat
besar dengan sebaran yang luas hingga ribuan km2 atau sebaliknya.
iv
Sebaran akuifer serta pengaliran air tanah tidak mengenal batas-batas
kewenangan administratif pemerintahan. Suatu wilayah yang dibatasi oleh
batasan-batasan geologis yang mengandung satu akuifer atau lebih dengan
penyebaran luas, disebut cekungan air tanah.
5. Pengaliran Dan Imbuhan Air Tanah
Saat ini di daerah-daerah perkotaan yang pemanfaatan air tanah
dalamnya sudah sangat intensif, seperti di Jakarta, Bandung, Semarang,
Denpasar, dan Medan, muka air tanah dalam (piezometic head) umumnya
sudah berada di bawah muka air tanah dangkal (phreatic head). Akibatnya
terjadi perubahan pola imbuhan, yang sebelumnya air tanah dalam
memasok air tanah dangkal (karena piezometic head lebih tinggi dari
phreatic head), saat ini justru sebaliknya air tanah dangkal memasok air
tanah dalam.
Jika jumlah total pengambilan air tanah dari suatu sistem akuifer
melampaui jumlah rata-rata imbuhan, maka akan terjadi penurunan muka
air tanah secara menerus serta pengurangan cadangan air tanah dalam
akuifer. (Seperti halnya aliran uang tunai ke dalam tabungan, kalau
pengeluaran melebihi pemasukan, maka saldo tabungan akan terus
berkurang). Jika ini hal ini terjadi, maka kondisi demikian disebut
pengambilan berlebih (over exploitation) , dan penambangan air tanah
terjadi.
6. Mutu Air Tanah
iv
Sifat fisika dan komposisi kimia air tanah yang menentukan mutu air
tanah secara alami sangat dipengaruhi oleh jenis litologi penyusun akuifer,
jenis tanah/batuan yang dilalui air tanah, serta jenis air asal air tanah.
Mutu tersebut akan berubah manakala terjadi intervensi manusia terhadap
air tanah, seperti pengambilan air tanah yang berlebihan, pembuangan
limbah, dll.
Air tanah dangkal rawan (vulnerable) terhadap pencemaran dari zat-
zat pencemar dari permukaan. Namun karena tanah/batuan bersifat
melemahkan zat-zat pencemar, maka tingkat pencemaran terhadap air
tanah dangkal sangat tergantung dari kedudukan akuifer, besaran dan jenis
zat pencemar, serta jenis tanah/batuan di zona tak jenuh, serta batuan
penyusun akuifer itu sendiri. Mengingat perubahan pola imbuhan, maka air
tanah dalam di daerah-daerah perkotaan yang telah intensif pemanfaatan
air tanahnya, menjadi sangat rawan pencemaran, apabila air tanah
dangkalnya di daerah-daerah tersebut sudah tercemar. Air tanah yang
tercemar adalah pembawa bibit-bibit penyakit yang berasal dari air (water
born diseases).
7. Pegerakan Air Tanah
Sebagai hasil dari cara bahan-bahan diendapkan semula, sistem-
sistem akuifer hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidroliknya.
Bahkan bila struktur geologi sistem akuifer di ketahui, detil gerakan air di
iv
dalamnya sulit untuk diketahui. Banyak detil gerakan air tanah masih
jauh dari jelas (Seyhan, 1990).
Tetapi proses umum gerakan air tanah, sangatlah sederhana, suatu
gerakan yang didorong oleh gaya berat, ditahan oleh gesekan cairan pada
medium yang porus bila kita bawa prinsip yang sederhana itu pada
perlakuan matematis dari aliran air tanah, asumsi-asumsi dan generalisasi
tertentu harus dilakukan. Beberapa dari asumsi itu (Dam,1966) adalah:
- Akuifer haruslah homogen dan isotropic.
- Lapisan-lapisan semi tembus mempunyai ketahanan hidrolik yang
seragam.
- Koefisien permeabilitas merupakan invariant waktu ( tak tergantung
waktu).
- Transmisibilitas suatu akuifer bebas adalah konstan.
- Koefisien cadangan adalah konstan.
- Pelepasan air dari cadangan adalah seketika.
8. Muka Air Tanah
Muka air tanah didefinisikan sebagai permukaan di mana tekanan zat
cair dalam pori-pori dari sebuah media adalah sama dengan tekanan
atmosfer (sosrodarsono dan takeda, 1983). Tinggi muka air tanah ini sama
dengan tinggi muka air pada suatu sumur. Berkurangnya volume air
tanah itu akan kelihatan dalam bentuk penurunan muka air tanah.
iv
Menurut Terzaghi dan Peck ( 1987) istilah muka air tanah, tinggi air
dan permukaan freatik (phreatic menunjukkan tempat kedudukan dari
tinggi naiknya air pada sumur-sumur pengamatan. Air tersebut dapat
bergerak bebas dalam ruang pori tanah di lapangan. Muka air tanah juga
didefinisikan sebagai permukaan tempat tegangan netral dalam tanah
sama dengan nol.
C. Akuifer
1. Pengertian umum
Akuifer merupakan formasi geologi yang jenuh sehingga dapat
dijadikan pemasok air dalam jumlah yang ekonomis (jumlahnya cukup
untuk suatu keperluan seperti domestik, pertanian, peternakan, industri
dan lainnya). Todd (1955) menyatakan bahwa akuifer berasal dari Bahasa
Latin yaitu aqui dari aqua yang berarti air dan ferre yang berarti
membawa, jadi akuifer adalah lapisan pembawa, air Oleh sebab itu
formasi ini harus mampu menyimpan dan melewatkan air. Serta suatu
unit geologi yang jenuh dan mampu memasok air kepada sumur atau
mata air sehingga dapat digunakan sebagai sumber air. Istilah lain adalah
water bearing formation (formasi yang mengandung air) atau juga
groundwater reservoir (waduk air tanah). Untuk dapat berfungsi sebagai
akuifer, suatu batuan haruslah berpori atau berongga yang berhubungan
satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak
dari rongga ke rongga (M Akib Abro).
iv
Menurut Hendra Bakti, air tanah merupakan air yang tersimpan di
bawah permukaan tanah dan pergerakannya mengikuti hukum-hukum
fluida. Keberadaannya di alam sangat tergantung dari ada tidaknya
batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang
berarti atau dalam hal ini disebut sebagai akuifer secara alami tidak
semua batuan dapat bertindak sebagai akuifer mengingat akan sangat
bergantung pada ruang antar butiran (pori-pori batuan) dan permeabilitasnya.
Tentunya batu pasir atau batuan sedimen berbutir kasar memiliki
persyaratan untuk itu, terutama batuan-batuan yang belum terkompakkan
(unconsolidatet rock), karena itu juga sangat tergantung pada umur
batuan.
Secara umum dalam ilmu hidrogeologi, akuifer merupakan suatu
batuan/formasi yang mempunyai kemampuan menyimpan dan
mengalirkan air tanah dengan jumlah yang berarti (significant). Batuan-
batuan yang berumur tua biasanya telah mengalami kompaksi dan
sementasi sehingga ruang antar butiran menjadi rapat termampatkan,
menyebabkan tidak bisa menampung dan meloloskan air dalam jumlah
banyak dan bahkan menjadi kedap air (impermeable). Dengan kata lain
permeabilitas dan porositasnya kecil demikian juga halnya dengan batuan
beku dan batuan metamorfik. Pada zona-zona seperti ini sangat sulit
sekali diharapkannya ada air tanah kecuali batuan-batuan tersebut banyak
mengandung rekahan (fracture) yang selanjutnya disebut sebagai akuifer
iv
rekahan (fracture akuifer) rekahan dapat disebabkan oleh tiga
kemungkinan yaitu :
(1) Pendinginan yang berlangsung pada saat pembentukan batuan,
(2) Erosi batuan dan pelepasan tekanan dari overburden,
(3) Efek struktur regional (flexing and faulting).
Batuan beku dan metamorfik memilki porositas yang kecil karena
kristalnya yang saling interlocking. Kombinasi proses pelapukan
(weathering) dan fracturing menyebabkan meningkatnya porositas.
Batuan yang memilki rekahan porositasnya akan meningkat 2-5%
sedangkan akibat pelapukan porositasnya meningkat 30-60%, akibatnya
kemampuan air meresap kedalam batuan menjadi lebih besar.
2. Jenis Jenis Akuifer
Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam,
yaitu:
1. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam
akuifer tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang
mempunyai muka air tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air
(satured). Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada
bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya,
batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Permukaan air tanah di sumur
dan air tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah
bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone
iv
yang aerosi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh. Akuifer jenuh disebut
juga sebagai phriatic aquifer, non artesian aquifer atau free aquifer
(Wuryantoro, 2007).
Air tanah ini banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai
keperluan dengan kedalaman sumur umumnya antara 1 – 25 meter. Air
tanah bebas masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian
besar penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatannya
dilakukan dengan cara pembuatan sumur gali dan sumur pantek pada
kedalaman kurang dari 20 meter di bawah permukaan, umumnya
terdapat pada lapisan pasir, pasir kerikilan, tufa pasaran dan pasir
lanauan. Air tanah bebas di dataran alluvial terdapat dalam lapisan pasir,
pasir lempungan, pasir kerikilan dan pasir lempungan.
Mutu air tanah bebas bervariasi dari baik hingga jelek, asin rasa
airnya hingga tawar, berwarna keruh hingga jernih. Kesadahannya
berkisar antara 8,5 – 16,7, pH sekitar 6,7 – 11,2, sisa kering 353 – 580,
sisa pijar 252 – 420, kadar kandungan ion klorida berkisar 25,5 – 6.685
mg/l, SO4 antara 40,5 – 246,9 mg/l. Khususnya untuk keperluan rumah
tangga sehari-hari, kandungan air tanah bebas di dataran alluvial terkecuali
daerah-daerah sekitar pantai Pemanfaatannya masih dapat dikembangkan.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak sekitar 1 – 3 km dari garis
pantai, penggunaan air tanah bebasnya sangat terbatas sekali disebabkan
asin hingga payau rasa airnya. (Anonim3, 2008).
iv
2. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer di mana air tanah terletak di
bawah lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih
besar daripada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada
lapisan pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang
jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya.
3. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat di definisikan suatu akuifer di mana air tanah
terkekang di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer di
sini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.
4. Akuifer melayang (Perched Aquifer)
Akuifer yang disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi
terbentuk sebuah akuifer yang terbentuk di atas lapisan impermeable.
Akuifer melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha
pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi permukaan air dan
volumenya yang besar.
Sedangkan menurut (Kruseman dan deRieder, 1994), berdasarkan sifat
fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akuifer dapat dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu :
Akuifer bebas, yaitu akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan
merupakan air tanah dangkal (umumnya < 20 m), umum dijumpai pada
daerah endapan alluvial. Air tanah dangkal adalah air tanah yang paling
iv
umum dipergunakan sebagai sumber air bersih oleh penduduk di
sekitarnya.
Akuifer setengah tertekan, disebut juga akuifer bocor (leaky aquifer),
merupakan akuifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah
kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah vulkanik (daerah
batuan tuf).
Akuifer tertekan (confined aquifer), yaitu akuifer yang terletak di
antara lapisan kedap air (akuiklud), umumnya merupakan air tanah
dalam (umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akuifer bebas. Air
tanah dalam adalah air tanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih
baik daripada air tanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan
oleh kalangan industri termasuk di dalamnya kawasan pertambangan
(Iskandarsyah, 2008).
Gambar 2.4. Ilustrasi akuifer menurut kruseman dan deRieder, 1994
iv
Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah,
tipe dan potensi akuifer. Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan
batuan akan berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan
akuifer, serta kedudukan air tanah. Jenis dan umur batuan juga
berpengaruh terhadap daya hantar listrik, dan dapat menentukan kualitas
air tanah. Pada mulanya air memasuki akuifer melewati daerah
tangkapan (recharge area) yang berada lebih tinggi daripada daerah
buangan (discharge area).
Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan
daerah buangan terletak di daerah pantai. Air tersebut kemudian mengalir
ke bawah karena pengaruh gaya gravitasi melalui pori-pori akuifer. Air yang
berada di bagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh berat
air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena
akuifer terisolasi oleh akiklud di atas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang
impermeabel dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak
memungkinkan air melewatinya. Jika sumur di bor hingga confined
aquifer, maka air akan memancar ke atas melawan gaya gravitasi bahkan
hingga mencapai permukaan tanah. Sumur yang airnya memancar ke
atas karena tekanannya sendiri di sebut sumur artesis (Wuryantoro, 2007).
D. Tanah
1. Jenis –Jenis Tanah
iv
Berdasarkan asal mula penyusunnya tanah dapat dibedakan dalam
dua kelompok besar yaitu: sebagai hasil pelapukan (weathering ) secara
fisis dan kimia, dan yang berasal dari bahan orgaik. Catatan mengenai
jenis tanah berikut ini mencakup nama-nama yang biasa dipakai insinyur
praktis serta mandor berpengalaman, untuk klasifikasi tanah di lapangan
(Terzaghi dan Peck, 1987)
- Pasir dan Kerikil, merupakan agregat tak berkohesi yang tersusun dari
fragmen-fragmen sub angular.
- Hardpan merupakan tanah yang tahanannya terhadap penetrasi alat
pemboran besar sekali.
- Lanau organic (inorganic silt) merupakan tanah berbutir halus dengan
plastisitas atau sama sekali tidak ada.
- Lanau organic merupakan tanah agak plastis berbutir halus dengan
campuran partikel-partikel bahan organic terpisah secara halus.
- Lempung, merupakan agregat partikel-partikel berbutir halus
berukuran mikroskopik dan sub mikroskopik yang berasal dari
pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan.
- Lempung organic adalah lempung yang sebagian sifat-sifat fisis
pentingnya dipengaruhi oleh adanya bahan organikyang terpisah.
- Gambut (peat) adalah agregat agak berserat yang berasal dari serpihan
mikroskopik tumbuh-tumbuhan.
2. Penurunan Permukaan Tanah
iv
Amblesan tanah adalah proses penurunan permukaan tanah yang
terjadi secara alamiah karena penurunan tekanan air tanah pada sistem
aquifer dibawahnya akibat pengaruh kegiatan manusia diatas permukaan
tanah dan pengambilan air tanah. Fenomena amblesan tanah yang secara
perlahan-lahan namun pasti ini dikenal dengan istilah land subsidence.
Penurunan tanah alami terjadi secara regional yaitu meliputi daerah
yang luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan
tanah. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah
permukaan tanah, biasanya terjadi di daerah yang berkapur (Whittaker
and Reddish, 1989).
3. Teori dasar penurunan muka tanah
Berdasarkan konsep tegangan efektif (Terzaghi–Rendulie, 1925,1938,
dan Skempton, 1960) apabila terjadi perubahan yang berhubungan
dengan tekanan air pori (uw) maka akan terjadi tekanan efektif total (ó).
Proses Konsolidasi kemungkinan dapat berlangsung lebih cepat karena
cairan pori terdesak keluar dengan meningkatnya beban vertikal akibat
penurunan muka air tanah. Hukum tegangan efektif (ó) Terzaghi adalah
konsep static tekanan kontak antara butir yang mengimbangi tegangan
vertikal dan tergantung dari bidang kontak antara butir tanah. beberapa
percobaan menunjukkan bahwa hanya tekanan efektif yang dapat
menyebabkan perubahan volume massa tanah dan dapat menghasilkan
tahanan geser di dalam tanah.
iv
4. Faktor Penyebab Terjadinya Penurunan Muka Tanah
Faktor Alami
Penurunan tanah alami terjadi secara regional yaitu meliputi daerah
yang luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan
tanah. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah
permukaan tanah, biasanya terjadi di daerah yang berkapur (Whittaker
and Reddish, 1989). Berbagai penyebab terjadinya penurunan tanah alami
bisa digolongkan menjadi:
1. Siklus geologi.
2. Sedimentasi daerah cekungan (sedimentary basin).
3. Adanya rongga dibawah permukaan tanah sehingga atap rongga runtuh
dan hasil runtuhan atap rongga membentuk lubang yang disebut sink hole.
4. Adanya aktifitas vulkanik dan tektonik. Konsolidasi alamiah lapisan
tanah.
5. Gaya-gaya tektonik.
6. Ekstraksi gas dan minyak bumi.
7. Ekstraksi lumpur.
8. Patahan kerak bumi.
9. Konstraksi panas bumi di lapisan litosfer.
10. Faktor Manusia.
Penurunan tanah paling sering disebabkan oleh aktivitas manusia,
Berikut adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan penurunan tanah:
- Pengambilan air tanah yang berlebihan
iv
Bagi kebanyakan masyarakat terutama di kawasan industri air tanah
merupakan pilihan yang paling disukai sebagai sumber kebutuhan air.
Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa pada musim kemarau jumlah
air permukaan (sungai, danau, dan waduk) menyusut drastis dan sering
diikuti dengan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat layak
dikonsumsi. Berbeda dengan gerakan air permukaan, gerakan air tanah
jauh lebih lambat dari pada air permukaan sehingga air tanah yang dapat
dimanfaatkan masih tersedia dalam jumlah cukup besar, bahkan selama
musim kemarau berlangsung.
Pengambilan air tanah secara berlebihan mengakibatkan penurunan
tanah karena pemakaian sumur dalam. Dengan meningkatnya kebutuhan,
baik untuk keperluan industri, pertanian, kebutuhan rumah tangga,
perhotelan, perkantoran, pengambilan air tanah mengalami peningkatan
dari tahun ketahun. Konsekuensi yang dirasakan dalam bentuk
penurunan tinggi permukaan air tanah yang pada gilirannya dapat
menyebabkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence)
- Kegiatan Pertambangan
Kegiatan penambangan dapat menimbulkan penurunan tanah seperti
penambangan bahan galian baik padat seperti: batu bara, dan cair
ataupun gas seperti : gas alam dan minyak bumi. Beberapa jenis
penambangan, dan khususnya metode yang sengaja menyebabkan
kekosongan diekstraksi akan menghasilkan penurunan permukaan.
iv
Pertambangan akan menyebabkan subsidence di induksi relatif
diprediksi dalam, manifestasi besarnya dan luasnya, Pertambangan akibat
penurunan hampir selalu sangat lokal ke permukaan di atas area
ditambang, ditambah margin sekitar luar. Besarnya vertikal penurunan
itu sendiri biasanya tidak menyebabkan masalah, kecuali dalam kasus
drainase (termasuk drainase alami) - melainkan adalah tekan permukaan
terkait dan strain tarik, kelengkungan, miring dan perpindahan horisontal
yang merupakan penyebab kerusakan terburuk untuk lingkungan alam,
bangunan dan infrastruktur.
Di mana kegiatan pertambangan direncanakan, pertambangan akibat
penurunan dapat berhasil dikelola jika ada kerjasama dari semua stakeholder.
Hal ini dicapai melalui kombinasi dari perencanaan tambang yang
cermat, mengambil langkah-langkah pencegahan, dan melaksanakan
perbaikan pasca tambang.
- Pendirian Bangunan
Pendirian bangunan dapat mengakibatkan penurunan tanah.
Terutama di kota-kota besar. Bangunan –bangunan, gedung –gedung
perkantoran pencakar langit yang terletak di kota – kota besar dapat
menimbulkan penurunan tanah. Contohnya Kota Jakarta dibangun di atas
sedimen yang terdiri dari lempung terkonsolidasi, lumpur, gambut, dan
pasir sangat rentan terhadap penurunan. Daerah seperti yang umum di
daerah delta, dimana sungai mengalir ke lautan, di sepanjang dataran
banjir yang berdekatan dengan sungai, dan di tanah rawa pesisir. Dalam
iv
pengaturan tersebut, subsidence adalah proses alami Sedimen disimpan
oleh sungai dan lautan terkubur, dan berat yang melapisi, baru disimpan
sedimen, compacts sedimen dan mereda materi.
Secara garis besar penurunan tanah bisa disebabkan oleh beberapa hal
antara lain (Whittaker and Reddish, 1989), sebagai berikut:
2. Penurunan muka tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan
oleh proses-proses geologi seperti aktifitas vulkanik dan tektonik,
siklus geologi, adanya rongga di bawah permukaan tanah dan
sebagainya.
3. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan cair
dari dalam tanah seperti air tanah atau minyak bumi.
4. Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh adanya beban-beban
berat diatasnya seperti struktur bangunan sehingga lapisan-lapisan tanah
di bawahnya mengalami kompaksi/konsolidasi. Penurunan muka
tanah ini sering juga disebut dengan settlement.
5. Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat dari tanah
(aktifitas penambangan).
5. Dampak Dari Penurunan Tanah
Penurunan tanah menyebabkan banyak masalah termasuk:
1) perubahan elevasi dan kemiringan sungai, kanal, dan saluran air;
2) kerusakan jembatan, jalan, kereta api, badai saluran, selokan sanitasi,
saluran, dan tanggul;
iv
3) kerusakan bangunan swasta dan publik;
4) kegagalan casing baik dari kekuatan yang dihasilkan oleh pemadatan
halus bahan dalam sistem akuifer.
5) Di beberapa daerah pesisir, penurunan telah menghasilkan pasang pindah
ke daerah dataran rendah yang sebelumnya diatas tingkat pasang tinggi.
6. Upaya Mengurangi Penurunan Tanah
Di beberapa daerah di mana memompa air tanah telah menyebabkan
penurunan telah dihentikan dengan beralih dari air tanah ke permukaan
air pasokan. Jika air permukaan tidak tersedia, maka cara lain harus
diambil untuk mengurangi penurunan. Tindakan mungkin termasuk
mengurangi penggunaan air dan menentukan lokasi untuk mengisi ulang
memompa dan buatan yang akan meminimalkan penurunan. Optimasi
model ditambah dengan air tanah model aliran dapat digunakan untuk
mengembangkan strategi tersebut.
Tempat yang t epat dan waktu bencana yang terkait dengan penurunan
biasanya tidak dapat diprediksi dengan tingkat kepastian. Hal ini berlaku
dari kedua penurunan lambat terkait dengan penarikan cairan dan
penurunan tiba-tiba terkait dengan pembentukan sinkhole atau runtuh
tambang. Mitigasi adalah pendekatan terbaik untuk bahaya-bahaya.
Dalam dunia yang ideal, semua daerah rentan terhadap bahaya tersebut
akan dikenal dan tindakan akan diambil untuk baik menghindari
menyebabkan masalah jika itu adalah manusia yang terkait, atau
iv
menghindari inhabitance daerah tersebut jika mereka rentan terhadap
penurunan alami.
Untuk penurunan yang disebabkan oleh runtuhnya tanah untuk
membentuk lubang-lubang pembuangan, beberapa langkah dapat
diambil. Pertama, ahli geologi dapat membuat peta daerah diketahui
underlain oleh batuan seperti batu kapur, gipsum, atau garam, yang
rentan terhadap pembubaran oleh cairan. Berdasarkan pengetahuan
tentang daerah, apakah pembubaran aktif terjadi atau telah terjadi pada
masa lalu, dan mengetahui sesuatu tentang kedalaman di bawah
permukaan di mana fitur ini terjadi, peta bahaya dapat dibangun.
Setelah daerah ini telah di identifikasi, studi rinci menggunakan
lubang bor, atau ground radar penetrasi dapat digunakan untuk
menemukan rongga terbuka di bawah permukaan. Daerah-daerah ini
kemudian dapat dihindari ketika tiba saatnya untuk keputusan tentang
penggunaan lahan.
Di daerah di mana ada kemungkinan runtuh tiba-tiba, salah satu harus
mengetahui setiap retakan yang terbentuk di tanah terutama jika retak
mulai membentuk pola lingkaran atau elips. Retak tanah tersebut dapat
menjadi indikasi bahwa peristiwa keruntuhan adalah dekat.
Di daerah yang terletak di atas operasi pertambangan dikenal atau
operasi bekas tambang, peta dapat dibangun berdasarkan pengetahuan
tentang lokasi sebenarnya dari rongga terbuka di bawah permukaan.
Peta tersebut kemudian dapat digunakan sebagai panduan untuk
iv
perencanaan penggunaan lahan. Saat ini undang-undang berada di
tempat untuk mencegah penambangan yang aktif di bawah daerah
perkotaan, tetapi hukum-hukum ini tidak selalu ada, dan tambang tua
masih bisa menimbulkan masalah.
Di mana penarikan cairan adalah penyebab utama penurunan,
informasi tingkat penarikan cairan harus ditentukan dan
dikombinasikan dengan studi material di bawah permukaan
berdasarkan sampling dengan metode inti bor. Jika penurunan
dicurigai atau diamati, kegiatan manusia dapat dimodifikasi untuk
mencegah penurunan lebih lanjut. Misalnya sumber-sumber baru air
sering dapat ditemukan, atau air limbah dapat dirawat dan dipompa
kembali ke dalam tanah untuk membantu mempertahankan tingkat
permukaan air, menjaga tekanan cairan, atau re-hidrat tanah liat
hydrocompacting dan gambut.
Masalah penarikan cairan rumit contohnya di Amerika Serikat di
mana hukum berada dalam konflik. Hak penarikan sumber daya
bawah tanah seperti air atau minyak biasanya didahulukan dari hak
untuk menuntut atas kerugian yang mungkin timbul dari penurunan.
7. Menanggulangi Penurunan Muka Tanah
Untuk melakukan penanggulangan turunnya muka tanah biasanya
dilakukan beberapa tahap penelitian terhadap struktur tanah seperti daya
dukung tanah, tebal dan komposisi struktur bawah permukaan, kondisi
geologi, dan berbagai hal yang terkait. Cara penangulanggan pun
iv
bermacam macam berdasarkan hasil kajian dari faktor yang
mempengaruhi subsidence tersebut salah satu penanggulangannya adalah
memperkuat daya dukung tanah dengan cara melakukan rekayasa
geoteknik seperti suntik semen, melakukan pembangunan pondasi pada
struktur tanah yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan
tanah yang relatif lebih kompak, memanfaatkan penggunaan air tanah
seperlunya tanpa melakukan eksploitasi berlebihan.
E. Pompa
1. Pengertian Pompa
Pompa adalah suatu peralatan mekanik yang digerakkan oleh tenaga
mesin yang digunakan untuk memindahkan cairan (fluida) dari suatu tempat
ke tempat lain, dimana cairan tersebut hanya mengalir apabila terdapat
perbedaan tekanan. Pompa juga dapat diartikan sebagai alat untuk
memindahkan energi dari pemutar atau penggerak ke cairan ke bejana
yang bertekanan yang lebih tinggi. Selain dapat memindahkan cairan
pompa juga berfungsi untuk meningkatkan kecepatan, tekanan dan
ketinggian cairan.
2. Uji Pemompaan
Uji Pemompaan (Pumping Test) disebut juga dengan uji akuifer. Di
mana maksud dari uji akuifer ini adalah untuk mengetahui ketetapan
akuifer seperti koefisien permeabilitas dan koefisien penampungan
iv
(storage coefficient). Jika koefisien permeabilitas itu digunakan sebagai
koefisien transmisibilitas (Koefisien permeabilitas dikali dengan tebal
akuifer), maka perhitungannya akan lebih mudah.
3. Tahap Pelaksanaan Uji Pemompaan
1. Pemompaan Uji Pendahuluan (Trial Pumping Test) Pertama-tama
dilakukan uji pendahuluan yang dilakukan selama 3 jam berturut-turut
dengan debit maksimum, dipasang pompa dengan debit
pemompaan 3 liter/detik. Pada tahap ini dilakukan pengamatan
terhadap penurunan muka asli air tanah pada sumur pengamatan.
2. Pemompaan Uji Penurunan Bertingkat / Uji Surut Muka Air Secara
Bertahap (Step draw-down test). Air dapat dipompa secara berturut-
turut dari sumur artinya kondisi besarnya pemompaan yang tetap
dapat diperoleh pada permukaan air yang tetap. Jadi air yang keluar
dari sumur diperkirakan pertama-tama terjadi pada penurunan
permukaan air dan umumnya air yang keluar itu sama dengan besar
pemompaan selama waktu pemompaan itu kecil, kapasitas spesifik
air yang keluar yakni besar pemompaan per-satuan penurunan
permukaan air relatif besar. Akan tetapi jika pemompaan menjadi
besar, maka besarnya air yang keluar tahap demi tahap menjadi kecil
dan akhirnya kadang-kadang banyaknya pasir dan lumpur dalam
air yang dipompa meningkat yang disebabkan oleh pergerakan
yang terdapat dalam akuifer (Mori dkk., 1999). Pemompaan
dilakukan tiap tahapannya selama 3 jam dengan besarnya debit
iv
pemompaan bertahap. Kemudian dari hasil pengujian tersebut
dapat dinyatakan dengan grafik hubungan antara besarnya
pemompaan air (Q) dengan besarnya penurunan permukaan air (s).
3. Pemompaan Uji Menerus (Constant rate pumping test) Setelah itu
dilakukan pengujian debit secara terus menerus selama + 48 jam,
pengujian ini dilakukan untuk pengamatan penurunan muka air
tanah dan apabila didapatkan penurunan muka air yang drastis
serta mempengaruhi sumur-sumur lain yang ada maka dilakukan
uji pemompaan dengan penurunan debit.
4. Transmisibilitas
Transmisibilitas (juga disebut transmisivitas atau koefisien
trasmisivitas) suatu akuifer di definisikan dengan (k.H), yang
merupakan hasil kali koefisien permeabilitas (k) dan ketebalan akuifer
(H). Tranmisibilitas menggambarkan kemampuan akuifer untuk
membawa air secara kantitatif (Seyhan,E, 1990).
Koefisien simpanan (storage coefficient) diberi batasan sebagai
volume air yang dilepaskan ( atau diambil ) oleh akuifer ke dalam
simpanan per satuan luas permukaan akuifer dan per satuan perubahan
tinggi air (Seyhan,E, 1990).
Rumus Jacob, Jika hubungan antara jangka waktu (t) sejak pemompaan
dimulai dan penurunan permukaan air (s) dalam sumur pengamatan
adalah kira-kira merupakan garis lurus, seperti dalam gambar 2.5
iv
Gambar 2.5. Cara garis lurus Jacob
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
Dimana:
T : Koefisien transmisibilitas
S : Koefisien penampungan
Q : Besarnya pemompaan tetap
∆s ; Selisih s dalam satu siklus logaritma dalam t
To : harga t untuk s – 0
R : Jarak dari sumur pemompaan ke sumur pengamatan
iv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
berupa uji model laboratorium. Dimana eksperimen yang dilakukan adalah
pengukuran penurunan muka air tanah dengan uji lama pemompaan air tanah
yang dilakukan dengan menggunakan model saluran di laboratorium.
Penelitian ini dilakukan dengan menciptakan pemompaan air tanah pada
kondisi akuifer bebas dengan pemompaan maksimal tanpa adanya pengisian
kembali untuk mengetahui penurunan muka air tanah pada saat pemompaan
dengan waktu dan kedalaman pemompaan yang telah ditentukan.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan selama 3 bulan.
D. Bahan dan Alat
1. Wadah berbentuk saluran yang terbuat dari acrylic:
a. P : 2,50 m b. L : 0,30 m c. T : 0,40 m
2. Pompa:
3
iv
Kapasitas : - maksimum : 18 ltr/menit
: - Minimum : sesuai sumber.
Pipa pompa : ø ½ inci (1,27 cm)
Penggunaan pompa dengan kapasitas tersebut dimaksudkan agar
mendapatkan debit maksimal saat pemompaan, debit pemompaan
diperoleh dari secara analitis dari perbandingan volume air yang keluar
dari pompa dengan waktu pemompaan.
3. Timer
4. Tabel isian pengamatan
5. Kamera
6. Gelas ukur (mm)
7. Penggaris
8. Meteran
9. dll
E. Prosedur Penelitian
1. Tahapan Pelaksanaan
a. Tahap awal adalah melakukan konsultasi dengan pembimbing dan
mencari, mengumpulkan dan mempelajari studi literature dari para
ahli tentang penurunan muka air tanah.
b. Tahapan pelaksanaan uji pemompaan di laboratorium yaitu dengan
melakukan uji pemompaan air tanah dengan beberapa variabel yaitu:
1) Kedalaman pompa: d1 = 20 cm, d2 = 22 cm, d3 = 24 cm, d4 = 26
iv
cm, d5 = 28 cm, d6 = 30 cm.
2) Waktu : t1 = 2 menit, t2 = 5 menit, t3 = 10 menit, t4 = 15 menit.
3) Titik pengamatan ( jarak pengamatan dari titik pemompaan ) : r1
= 0 cm, r21 = 5 cm, r3 = 10 cm, r4 = 15 cm.
c. Tahapan akhir yaitu membuat laporan dan menarik kesimpulan dari
hasil uji pemompaan air tanah,
2. Langkah-langkah pelaksanaan
a. Melakukan perakitan alat uji
b. Pengambilan sampel tanah
c. Pengujian sampel tanah pada di laboratorium
d. Pelaksanaan percobaan pemompaan air tanah.
Pada pelaksanaan uji pemompaan, dilakukan pengamatan
penurunan muka air tanah dengan interval jarak 5 cm dari titik
pemompaan tanpa adanya rembesan atau imbuhan, seperti terlihat
pada gambar 3.1. Parameter-parameter yang digunakan adalah:
1) Volume sampel tanah:
- Jenuh air : 0,060 m³
- Tak jenuh air : 0,0165 m³
- Total : 0,0765 m³
2) Sampel tanah
Untuk mendapatkan lapisan yang mudah dilalui air (permeable)
maka sampel tanah yang digunakan adalah tanah pasir.
iv
3) Volume air yang di masukkan kedalam alat: 0,090 m³ dengan
diberi pewarna agar penurunan air tanah dapat diamati.
Gambar 3.1 Ilustrasi pemompaan air tanah
titik pemompaan
titik pengamatan
10
20
5
sampel tanah
m.a normal
m.t normal
Arah pengamatan
titik pemompaan
titik pengamatan
titik pemompaan
titik pengamatan
Lapisan Impermeable
a
b
c
130
40
70
iv
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa pada gambar (a) adalah
rencana posisi pompa. Gambar (b), untuk mempermudah
pengamatan maka titik pemompaan dipindahkan ke sisi alat
agar penurunan muka air tanah dan permukaan tanah dapat
terlihat, namun radius pemompaan menjadi setengah lingkaran,
akan tetapi karena sampel yang digunakan seragam, maka
dapat dianggap radiusnya satu lingkaran penuh. Pada gambar
(c) menunjukkan posisi sampel dalam alat dan letak titik- titik
pengamatan.
e. Melakukan pengamatan terhadap penurunan muka air tanah dan .
f. Melakukan pencatatan penurunan muka air tanah dan pada tabel uji
pengamatan, dengan metode pengambilan data dengan running
menggunakan model saluran dan pemompaan air tanah seperti pada
tabel berikut (6)
g. Melakukan analisa hasil uji pengamatan
h. Membuat laporan mulai dari latar belakang masalah, tujuan, dasar
teori, pelaksanaan uji pemompaan dan analisa hasil uji pemompaan,
serta menarik kesimpulan mengenai tugas akhir tersebut.
Secara garis besar, metode yang dilakukan pada tugas akhir ini digambarkan
dalam diagram alir seperti pada gambar 3.2
Mulai
iv
Gambar 3.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Persiapan
penelitian
Desain model
saluran
Penentuan lokasi :
pengambilan sampel
tanah Pembuatan model
saluran Uji karakteristik
tanah
Running saluran dan
pemompaan air tanah
Pengamatan dan pengambilan
data : - lama pemompaan air
tanah – penurunan muka
air tanah
Data
Valid
Tida
kesimpulan
Ya
Selesai
Pembahasan hasil uji
pemompaan air tanah
iv
A. Hasil Volume Pemompaan
Untuk memperoleh data pengaruh pemompaan air tanah terhadap penurunan
muka air tanah, maka dilakukan simulasi pemompaan air tanah di laboratorium.
Pelaksanaan uji pemompaan air tanah dilakukan dengan berbagai variasi
kedalaman dan waktu pemompaan.
Sampel tanah yang digunakan adalah tanah pasir sehingga sebelum
pemompaan maka diadakan pemadatan dari sampel tersebut, Ketebalan dari
sampel uji adalah 30 cm, sehingga didapatkan radius pemompaan adalah 15 cm,
Setelah melakukan uji pemompaan air tanah, didapatkan data volume
pemompaan seperti dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data volume pemompaan
Sumber: Hasil pengamatan
Tabel 4.1, menunjukkan hasil pengamatan pada uji pemompaan air tanah,
yaitu data volume pemompaan di mana semakin lama waktu pemompaan semakin
banyak volume air yang di pompa, dan semakin dalam pemompaan semakin
banyak pula volume air yang di pompa. Hasil pengamatan volume pemompaan air
0 2 5 10 15
20 0.00 1597.00 2237.00 3410.00 3110.00
22 0.00 2129.00 2769.00 3997.00 3549.00
24 0.00 2542.00 3479.00 4768.00 4232.00
26 0.00 3246.00 4276.00 5807.00 5087.00
28 0.00 3352.00 4349.00 6113.00 5549.00
30 0.00 2742.00 3797.00 5557.00 4964.00
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu ( Menit )
Volume ( ml )
43
iv
tanah pada tiap kedalaman dan waktu ditunjukkan pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik perbandingan volume kedalaman dan waktu
Dari tabel 4.1 hasil uji pemompaan air tanah, Terlihat bahwa semakin lama
pemompaan volume pemompaan semakin meningkat volume pemompaan
terbesar berada pada awal pemompaan ( t1 ), hal ini terjadi karena kandungan air
dalam tanah masih besar, namun pada waktu-waktu selanjutnya volume
pemompaan relatif konstan karena debit air dalam tanah tergantung pada debit
rembesan dalam tanah tersebut. Akan tetapi pada t2, volume pemompaan
cenderung menurun karena muka air tanah telah mengalami penurunan sehingga
volume pemompaan berkurang.
Dari tabel 4.1 dapat pula dihitung debit pemompaan dari setiap variasi
kedalaman dan variasi waktu dari uji pemompaan air tanah, perhitungan debit
pemompaan dengan menggunakan persamaan:
Q = Volume / waktu
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat seperti pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Data debit Pemompaan
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
7000.00
20 22 24 26 28 30
Vo
lum
e P
em
om
paa
n (
ml )
Kedalaman Pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Sumber: Hasil pengamatan
Berdasrkan data dari tabel 4.2, maka dapat digambarkan laju volume
pemompaan air tanah dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik perbandingan debit kedalaman dan waktu
Dari gambar 4.2 Pada kedalam 20 cm sampai 28 cm debit pemompaan
semakin meningkat, namun pada kedalaman 30 cm debit pemompaan kembali
menurun, ini dikarenakan ujung pipa pada pompa menyentuh dasar alat sehingga
ruang untuk pengaliran air masuk kedalam pipa pompa menjadi sempit sehingga
mengurangi debit pemompaan.
B. Hasil Pengamatan Muka Air Tanah
0 2 5 10 15
20 0.00 13.31 12.43 11.37 10.37
22 0.00 17.74 15.38 13.32 11.83
24 0.00 21.18 19.33 15.89 14.11
26 0.00 27.05 23.76 19.36 16.96
28 0.00 27.93 24.16 20.38 18.50
30 0.00 22.85 21.09 18.52 16.55
Waktu ( Menit )
Q ( ml/detik )
Kedalaman
Pompa
( cm )
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
20 22 24 26 28 30
Q (
ml/
de
tik
)
Kedalaman Pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Tabel 4.3 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 20 cm
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.3 pada kedalaman pompaan 20 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel.
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 20 cm
Tabel 4.4 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 22 cm
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,7 18,9 16,3 10,0 16,3 18,9 19,7
5 19,3 18,5 16,0 10,0 16,0 18,5 19,3
10 18,6 17,9 15,4 10,0 15,4 17,9 18,6
15 18,0 17,3 15,0 10,0 15,0 17,3 18,0
20
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )
0.02.04.06.08.0
10.012.014.016.018.020.022.0
-15 -10 -5 0 5 10 15
Pen
uru
na
n (
cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.3 pada kedalaman pompaan 22 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 22 cm
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,7 18,9 16,0 8,0 16,0 18,9 19,7
5 19,2 18,4 15,6 8,0 15,6 18,4 19,2
10 18,5 17,7 15,0 8,0 15,0 17,7 18,5
15 18,1 17,3 14,6 8,0 14,6 17,3 18,1
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )
22
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
-15 -10 -5 0 5 10 15Pen
uru
na
n (
cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Tabel 4.5 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 24 cm
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.5 pada kedalaman pompaan 24 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.5
Gambar 4.5 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 24 cm
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,8 18,2 15,2 6,0 16,0 19,0 19,8
5 19,4 17,6 14,7 6,0 15,6 18,6 19,4
10 18,7 16,6 13,8 6,0 15,0 17,9 18,7
15 18,6 16,0 13,2 6,0 14,9 17,8 18,6
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )
24
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
-15 -10 -5 0 5 10 15
Pen
uru
na
n
( cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Tabel 4.6 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 26 cm
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.6 pada kedalaman pompaan 26 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 26 cm
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,8 19,0 16,0 6,0 16,0 19,0 19,8
5 19,4 18,6 15,6 6,0 15,6 18,6 19,4
10 18,7 17,9 15,0 6,0 15,0 17,9 18,7
15 18,6 17,8 14,9 6,0 14,9 17,8 18,6
26
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
-15 -10 -5 0 5 10 15Pen
uru
na
n
( cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Tabel 4.7 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 28 cm
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.7 pada kedalaman pompaan 28 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.7
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,7 18,9 16,0 2,0 16,0 18,9 19,7
5 19,3 18,5 15,5 2,0 15,5 18,5 19,3
10 18,7 17,9 14,9 2,0 14,9 17,9 18,7
15 18,0 17,1 14,2 2,0 14,2 17,1 18,0
28
Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
-15 -10 -5 0 5 10 15Pen
uru
na
n
( cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Gambar 4.7 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 28 cm
Tabel 4.8 Perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 30 cm
Sumber: Hasil pengamatan
Pada tabel 4.8 pada kedalaman pompaan 30 cm , penurunan muka air
tanah terbesar selama pemompaan berada pada titik pemompaan, ini dikarenakan
semua aliran air tanah menuju ke ujung pipa pemompaan sehingga penurunan
muka air tanahnya menjadi besar. Waktu penurunan muka air terbesar berada
pada awal pemompaan yaitu pada menit ke-2, ini terjadi karena kapasitas pompa
lebih besar dari pada debit rembesan air pada sampel, sehingga pada waktu
selanjutnya debit pemompaan sama dengan debit rembesan pada sampel
Untuk lebih jelasnya penurunan muka air tanah pada masing- masing
kedalaman dan pada tiap-tiap titik pengamatan ditunjukkan pada gambar 4.8
-15 -10 -5 0 5 10 15
0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
2 19,7 18,9 16,1 0,0 16,1 18,9 19,7
5 19,2 18,4 15,5 0,0 15,5 18,4 19,2
10 18,5 17,7 14,8 0,0 14,8 17,7 18,5
15 17,8 17,0 14,1 0,0 14,1 17,0 17,8
Tinggi Muka Air Tanah Pada Pengamatan Sumbu Horizontal ( cm )Kedalaman
Pompa
( cm )
Waktu
( Menit )
30
iv
Gambar 4.8 Grafik perubahan muka air tanah pada kedalaman pompa: 30 cm
C. Pembahasan
Untuk memperoleh kesimpulan maka penurunan muka air tanah pada
setiap waktu pengamatan dan jarak pengamatan maka diambil penurunan rata-rata
pada setiap waktu pengamatan dan jarak (r) titik pengamatan. Besar penurunan
muka air tanah pada tiap waktu pengamatan, kemudian di urai menjadi besar
penurunan persatuan waktu seperti pada tabel 4.9
Tabel 4.9 Perubahan muka rata-rata persatuan waktu.
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
-15 -10 -5 0 5 10 15
Pen
uru
na
n
( cm
)
Jarak dari pompa ( cm )
0 menit 2 menit 5 menit 10 menit 15 menit
iv
Sumber: Hasil perhitungan
Kemudian data dari tabel 4.9 kemudian ditunjukkan pada gambar 4.9
5 10 15
0 20,00 20,00 20,00
1 19,87 19,38 17,97
2 19,74 18,77 15,93
3 19,59 18,62 15,78
4 19,44 18,46 15,63
5 19,29 18,31 15,49
6 19,16 18,16 15,35
7 19,02 18,02 15,21
8 18,89 17,87 15,08
9 18,75 17,73 14,94
10 18,61 17,59 14,81
11 18,53 17,48 14,71
12 18,44 17,38 14,61
13 18,36 17,28 14,52
14 18,27 17,18 14,42
15 18,19 17,08 14,33
Jarak Dari SumbuPengamatan ( cm )Waktu
( menit )∆h ( cm )
iv
Gambar 4.9 Grafik perbandingan penurunan muka air tanah terhadap waktu
Dari gambar 4.9 terlihat bahwa penurunan muka air tanah pada saat
pemompaan yang terbesar terjadi pada jarak (r) 5 cm, kemudian 10 cm dan 15
cm, hal ini terjadi karena : r = 5 cm adalah titik terdekat dari pompa, sehingga dari
hasil pengamatan ditarik kesimpulan bahwa penurunan muka air tanah semakin
mendekati pompa maka penurunannya semakin besar.
Untuk mengetahui pengaruh kedalam pemompaan terhadap penurunan
muka air tanah maka diambil besar penurunan di masing-masing kedalaman pada
titik-titik pengamatan selisih muka air sebelum pemompaan dengan setelah
pemompaan seperti terlihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10 Perubahan muka air pada tiap kedalaman pompa.
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
∆h
( c
m )
waktu ( menit )
r = 15 cm r = 10 cm r = 5 cm
iv
Kedalaman
Pompa (
cm )
Jarak ( cm )
5 10 15
20 5.0 2.7 2.0
22 5.4 2.7 1.9
24 5.1 2.2 1.4
26 5.1 2.2 1.4
28 5.8 2.9 2.0
30 6.0 3.0 2.2
Sumber: Hasil perhitungan
Untuk lebih jelasnya maka hasil penurunan tersebut ditunjukkan pada gambar
4.10
Gambar 4.10 Grafik perbandingan penurunan muka air tanah terhadap kedalaman
pemompaan
Dari gambar 4.10 terlihat bahwa penurunan terbesar berada pada jarak = 5 cm,
karena merupakan jarak terdekat dari pompa, dari gambar 4.10 juga terlihat
bahwa semakin dalam pemompaan semakin besar pula penurunan muka air
tanahya. Hal ini terjadi karena semakin dalam pemompaan maka semakin besar
pula debit air yang di pompa.
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
20 22 24 26 28 30
Bes
ara
n P
enu
run
an (
cm)
Kedalaman Pompa ( cm )
5 cm 10 cm 15 cm
iv
1. Perhitungan Transmisibilitas dan Koefisien Tampunagn
Untuk d = 20, dan r = 5 cm
Untuk tiap-tiap kedalaman dapat kita lihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11 Perhitungan transmisibiltas dan Koefisien Tampunagn sampel.
∆s =
to =
=
=
= x
*
=
S =
= x x
T
2,3
27,3
=15,1
1,20
0,40
0,40
25=
1,81097
2,3Q
4∏.∆s
11,87
12,6 1,2
0,06519
cm/menit
r2
2,25
2,25.T.to
1,81097
d Q r r2
∆s to T S
5 25 0,21 0,4 0,456364 0,016429
10 100 0,82 0,2 1,781994 0,008019
15 225 0,49 0,32 1,06485 0,003408
5 25 1,47 0,41 3,19455 0,117879
10 100 0,74 0,21 1,608141 0,007598
15 225 0,34 0,38 0,738876 0,002808
5 25 1,3 0,4 2,825112 0,101704
10 100 0,7 0,08 1,521214 0,002738
15 225 0,44 0,66 0,956192 0,006311
5 25 1,28 0,4 2,781649 0,100139
10 100 0,54 0,16 1,173508 0,004225
15 225 0,29 0,16 0,630217 0,001008
5 25 1,4 0,48 3,042429 0,131433
10 100 0,72 0,24 1,564678 0,008449
15 225 0,52 0,18 1,130045 0,002034
5 25 1,4 0,48 3,042429 0,131433
10 100 0,72 0,16 1,564678 0,005633
15 225 0,44 0,24 0,956192 0,002295
20
22
11,87
14,57
24
26
28
30
17,63
21,78
22,74
19,75
iv
BAB. V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian laboratorium studi lama pemompaan air tanah terhadap
penurunan muka tanah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
5. Lamanya pemompaan air tanah berpengaruh terhadap penurunan muka air
tanah, waktu pemompaan 2 menit mengalami penurunan muka air tanah
sebesar 3,6 cm, 5 menit sebesar 0,4 cm, 10 menit sebesar 0,6 cm dan 15 menit
sebesar 0,4 cm
6. Kedalaman pemompaan air tanah berpengaruh terhadap penurunan muka
tanah, Kedalaman pemompaan d = 20 cm mengalami penurunan muka air
tanah sebesar 3,23 cm, d = 22 cm sebesar 3,31 cm, d = 24 cm sebesar 2,92
cm, d = 26 cm sebesar 2,92 cm, d = 28 cm sebesar 3,55 cm, dan d = 30 cm
sebesar 3,7 cm.
B. SARAN
1. Pengambilan air tanah melalui pemompaan sebaiknya dibatasi sebab akan
menyebabkan terjadinya pengurangan cadangan air tanah dalam akuifer serta
penurunan muka tanah.
2. Untuk mencegah penurunan tanah akibat pemompaan sumur sebaiknya
diketahui kondisi struktur tanah dilokasi sumur tersebut, sehingga dapat
diketahui jumlah maksimal debit air yang dapat dipompa dan sebaran
sumur pompa pada suatu daerah.
56
iv
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Mohammed, 2012. Studi Kapasitas Debit Air Tanah Pada Akuifer
Tertekan Di Kota Malang.Jurnal Teknik Pengairan Vol. 3,
Universitas Brawijaya.
De Wiiest, 1965. Hidrogeologia (Amerika Latin), study of groundwater with
particular emphasis given to its chemistry, mode of migration, and
relation to the geological environment
Dam, J.C. van. 1960. Geohydrology Lecture Notes. Delft, Technological
University. Dan P. Santema. 1966. Groundwater: the Use and
Interpretation of Hydrologic Data. Water Resources Series 34:
United Nations. pp. ll9-128.
Hanry, Trisianus. 2008. Pengendalian Pemanfaatan Air Bawah Tanah Di Kota
Kupang, Universitas Diponegoro.
Hadiwidjojo, P. 1987. Kamus Hidrologi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.
Herlambang, A. 1996. Kualitas Air tanah Dangkal di Kabupaten Bekasi. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Ilham, Ahmad, 2009. Permodelan Gerakan Penurunan Tanah (Land Subsidence)
Area Lumpur Lapindo Sidoarjo Menggunakan Data Mikrogravity,
Universitas Indonesia.
Kodoaatie, Robert J, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kruseman dan de Rieder. N.A, 1991 Analysis and Evaluation of Pumping Test
Data. ILRI 47, Wageningen.
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan
Kensaku Takeda.
Maulana, Iwan, 2012. Analisis 4D Mikrogravity Dan Gradien Vertikal 4D
Mikrogravity (Studi Kasus Amblesan Semarang). Tesis Magister.
Universitas Indonesia.
Prawati, Eri, 2011. Studi dan Permodelan Air Tanah Akibat Pengaruh
Pemompaan (Studi Kasus Kelurahan Imopuro,Metro Pusat.Jurnal
Vol. 1, Lampung.
Riyadi, A dkk, 2005. Identifikasi Potensi Air Tanah Di Kecamatan Mangkubumi
Tasikmalaya Dengan Metode Uji Pompa. Pusat Pengkajian Dan
iv
Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajiaan Dan
Penerapan Teknologi.
Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.
Sosrodarsono, S.,Takeda, K, 2003. Hidrologi Untuk Pengairan, PT.Pradnya
Paramita, Jakarta, Cetakan Kesembilan.
Sosrodarsono S, Kazuto N, 2000. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan Ketujuh.
Seyhan,E 1990, Dasar dasar Hidrologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1990
Samsuhadi, 2009. Pemanfaatan Air Tanah Jakarta. Jurnal Vol. 5. Pusat
Teknologi Lingkungan.
Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Sriyono, Edy, 2007. Debit Aliran Air Tanah Melalui Pipa Berpori, Jurnal Ilmiah
Semesta Teknika, Vol. 10 (1). pp.21-30.
Todd, D.K., 1980, Groundwater Hydrology, John Wiley and Sons, New York.
Terzaghi dan Peck (1987) Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa, Penerbit
Erlangga Edisi kedua Jilid-1
Wilson,E.M., 1990. Hidrologi Teknik.Terjemahan MM Purbohadiwidjoyo, ITB
Bandung 1993, Edisi Keempat.
Whittaker, B. N. dan Reddish, 1989, Subsidence Occurence, Prediction and
Control, Elsevier Science Publishing Company INC, Netherlands.
Wuryantoro, 2007. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan
Letak dan Kedalaman Aquifer Air Tanah. Skripsi pada Program
Studi Fisika. UNNES: Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 20, r = 5
iv
Lampiran 2 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 20, r = 10
Lampiran 3 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 20, r = 15
iv
Lampiran 4 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 22, r = 5
Lampiran 5 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 22, r = 10
iv
Lampiran 6 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 22, r = 15
Lampiran 7 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 24, r = 5
iv
Lampiran 8 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 24, r = 10
Lampiran 9 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 24, r = 15
iv
Lampiran 10 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 26, r = 5
Lampiran 11 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 26, r = 10
iv
Lampiran 12 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 26, r = 15
Lampiran 13 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 28, r = 5
iv
Lampiran 14 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 28, r = 10
Lampiran 15 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 28, r = 15
iv
Lampiran 16 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 30, r = 5
Lampiran 17 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 30, r = 10
iv
Lampiran 18 Grafik cara garis lurus Yacob untuk d = 30, r = 15
DOKUMENTASI
iv
DOKUMENTASI
iv
DOKUMENTAS