Batuk Lama
-
Upload
dea-resita-azharini -
Category
Documents
-
view
111 -
download
12
description
Transcript of Batuk Lama
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
RESUME KOMPILASI BLOK 7
SKENARIO 3
“BATUK LAMA”
Oleh:
SEKRETARIS CARDIO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
CARDIO Page 1
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
CARDIO Page 2
INFEKSI KRONIS
ATAS
SINUSITIS KRONIS
PHARINGITIS KRONIS
TONSILITIS KRONIS
LARINGITIS KRONIS
BAWAH
BRONKITIS KRONIS
TB PARU
PPOK
EMFISEMA
ASMA BRONKIAL
ATELEKTAKSIS
BRONKIEKTASIS
PPAK
SILIKOSIS
ASBESTOSIS
BISINOSIS
ANTRAKOSIS
BERLIOSIS
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS KRONIS
SINUSITIS KRONIS
DefinisiInflamasi mukosa sinus paranasal yang berlangsung lebih dari tiga bulan sehingga
menyebabkan perubahan irreversibel pada mukosa yang diakibatkan dari pengobatan
sinusitis akut yang tidak diobati dan bisa juga disebabkan oleh alergi.
Etiologi1. Sinusitis Dentogen
Infeksi gigi rahang atas.
2. Sinusitis Jamur
Jamur Aspergillus dan Candida
3. Sinusitis akut berulang dengan pengobatan yang tidak adekuat sehingga epitel
bersilia tidak beregenerasi sempurna dan sekret tidak bisa keluar
4. Kelainan anatomi dan faal yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan
drainase sehingga penyembuhan mukosa sinus yang terinfeksi lambat
5. Alergi (terjadi edema mukosa dan hipersekresi)
6. Polusi dan zat kimia
Jenis1. Sinusitis Dentogen2. Sinusitis Jamur
Patogenesis-
Patofisiologi Sinusitis Dentogen
Infeksi gigi rahang atasseperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan
periodontal menyebar secara langsung ke sinus atau ke pembuluh darah dan
limfe.
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur dibagi menjadi bentuk invasif dan noninvasif. Sinusitis jamur
invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronis indolen.
Sinusitis jamur invasif akut ada invasi jamur ke jaringan dan vaskuler.
CARDIO Page 3
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan
imunologi. Bersifat kronis progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbital
atau intra kranial.
Sinusitis jamur non invasif merupakan kumpulan jamur didalam rongga sinus
tanpa invasi kedalam mukosa dan tidak mendekstruksi tulang.
Gejala Sinusitis Dentogen
Hidung tersumbat disertai nyeri tekan pada muka
Ingus purulen
Demam, lesu
Sakit kepala, hiposmia
Batuk dan sesak pada anak
Sinusitis Jamur
Rhinore purulen
Post nasal drip
Nafas berbau
Massa jamur di cavum nasi
Diagnosa Rinoskopi anterior
Mukosa merah, udim
Mukopus di meatus nasi medius (tidak selalu)
Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit
Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
CT Scan gold standard diagnosis sinusitis mahal
Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus yang besar-besar
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi untuk mengambil sekret dari
meatus media untuk mendapatkan antibiotik tepat guna
Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila,
melalui meatus inferior.
DD-
CARDIO Page 4
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis
sinusitis akut
Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi
harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan
intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang
tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.
Imaging
Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level,
dan perselubungan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan
rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang
menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis
sinusitis akut.
Tata Laksana Sinusitis Dentogen
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan
ventilasi sinus pulih kembali. antibiotik untuk menghilangkan infeksi.
Dekongestan untuk menghilangkan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Selain itu, jika diperlukan dapat di beri terapi
analgesik, mukolitik, steroid oral atau topikal, pencucian rongga hidung
dengan NaCl atau pemanasan.
Bila ada alergi sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus
maksila juga merupakan terapi tambahan yang sangat bermanfaat.
Jika tidak sembuh dengan terapi diatas maka dilakukan tindakan operasi bedah
sinus endoskopi fungsional.
Sinusitis Jamur
Pembedahan
CARDIO Page 5
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Debridemen
Anti jamur sistemik dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya
Obat standart adalah amfoterisin B, rifampicin atau flucitocin
Komplikasi Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata.
Kelainan intra kranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural
dan abses otak.
Osteomielitis dan abses superiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis
frontal kronis.
Kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasis.
Terapi-
Prognosis-
Pencegahan-
LARINGITIS KRONIS
DefinisiLaringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapatdibedakan menjadi laryngitis kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik (laryngitis tuberkulosa dan laryngitis luetika).
EtiologiPenyebab dari laryngitis kronik sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasiseptum
yang berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru. Penyebab tersering
pada orang dewasa antara lain yaitu:
Merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan peradangandan
penebalan pita suara
Alkohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring
CARDIO Page 6
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu kelainan dimana asam
lambung naik kembali melalui esophagus dan tenggorokan,sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada laring
Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia.
Banyak pekerja-pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada
pekerja pabrik pupuk, pestisida
Penggunaan suara yang berlebih.
Jenis-
Patogenesis
-
PatofisiologiLaringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang berulang, dan juga dapat
diakibatkan oleh penyakit traktus urinarisu atas kronik, merokok, pajanan terhadap
iritan yang bersifat konstan, dan konsumsi alkohol berlebih. Tanda dari laringitis
kronik ini yaitu nyeri tenggorokan yang tidak signifikan, suara serak, dan terdapat
edema pada laring.
Laringitis pada anak sering diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun, dan
biasanya disertai inflamasi pada trakea dan bronkus dan disebut sebagai penyakit
croup. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh virus, yaitu virus parainfluenza,
adenovirus, virus influenza A dan B, RSV, dan virus campak. Selain itu, M.
Pneumoniae juga dapat menyebabkan croup.
Infeksi oleh bakteri dan virus menyebabkan inflamasi dan edema pada laring, trakea,
dan bronkus, sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan gejala,
yaitu berupa afonia, suara stridor, dan batuk. Produksi mukus dapat terjadi dan
menyebabkan obstruksi jalan napas semakin parah. Tidak terdapat gangguan menelan.
Gejala ini biasanya muncul saat malam hari dan dapat membaik di pagi hari. Penyakit
croup dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 – 5 hari.
Gejala Suara parau (disfoni)
Rasa tersangkut di tenggorok
CARDIO Page 7
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Panas dan tertekan di daerah laring
Nyeri menelan
DiagnosaDiagnosis laringitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis yang berkaitan dengan laringitis ini yaitu
adanya batuk yang timbul sering di malam hari dan terdengar kasar. Pemeriksaan fisik
ini mencakup pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan, dan leher. Pemeriksaan
tenggorokan ini dapat menggunakan scope yang kecil. Scope ini dimasukkan melalui
hidung hingga terlihat laringnya. Pemeriksaan ini dapat memperoleh informasi
mengenai keadaan saraf laringeal yang mengatur pergerakan pita suara. Selain itu,
suhu tubuh dapat normal atau naik sedikit. Auskultasi perlu dilakukan untuk menilai
suara napas di kedua paru.
DD-
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
Laringoskop, yang menunjukkan adanya pita suara yang membengkak dan
kemerahan
Kultur eksudat pada kasus laringitis yang lebih berat
Biopsi, yang biasanya dilakukan pada pasien laringitis kronik dengan riwayat
merokok atau ketergantungan alkohol
Pemeriksaan laboratorium CBC (complete blood cell count)
Pemeriksaan foto toraks pada tanda dan gejala yang berat.
Tata LaksanaPenatalaksanaan laringitis kronik bergantung pada mikroorganisme penyebabnya,
yang biasanya ditemukan melalui biopsi dan kultur.
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis kronik. Selain itu, dapat terjadi
perubahan suara jika gejala suara serak tersebut terjadi selama 2 – 3 minggu.
Perubahan suara ini dapat diakibatkan oleh refluks asam lambung atau pajanan
terhadap bahan iritan. Hal tersebut berisiko untuk menimbulkan keganasan pada pita
CARDIO Page 8
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
suara. Pada pasien yang berusia lebih tua, laringitis bisa lebih parah dan dapat
menimbulkan pneumonia.
Penyakit croup jarang menimbulkan komplikasi, namun beberapa komplikasi yang
terjadi berkaitan dengan obstruksi jalan napas, yaitu respiratory distress, hipoksia,
atau superinfeksi bakteri. Kortikostreoid dapat digunakan untuk mengurangi
inflamasi. Pemberian epinefrin aerosol menimbulkan efek konstriksi pada mukosa dan
dapat mengurangi edema.
Terapi-
PrognosisPrognosis dari laringitis ini biasanya baik. Langkah pencegahan laringitis yang dapat dilakukan yaitu :
Menghindari pasien laringitis
Mencuci tangan secara teratur
Pemberian vaksin H. influenzae pada anak-anak
Tidak menggunakan suara secara berlebihan
Pencegahan-
TONSILITIS KRONIS
DefinisiPeradangan pada tonsil yang disebabkan rangsangan menahun akibat rokok, jenis-
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik
dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Etiologi Rangsangan menahun akibat rokok
Jenis-jenis makanan
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca
Kelelahan fisik
Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat
Jenis
CARDIO Page 9
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
- Patogenesis
- Patofisiologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara
klinik kripti ini tampak terisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus
kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
GejalaPada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kripti terisis oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di
tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
DiagnosaDiagnosis tonsilitis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan pada tonsil yang tampak membersar, permukaan tidak rata, kriptus melebar dan beberapa terisi detritus, perasaan mengganjal ditenggorok, tengorokan kering, napas berbau
DD-
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan PenunjangUsap tonsil untuk kultur bakteri serta uji sensitivitas.
Tata LaksanaTerapi lokal, ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
Indikasi tonsilektomi berdasarkan the American Academy of Otolaringology Head
and Neck Surgery adalah sebagai berikut:
Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak
mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat.
Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atauadanya efek
samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang
terdokumentasi oleh doker gigi.
CARDIO Page 10
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti
ngorok, bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur
(sleep apnea syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal
(endokarditis bakterialis dsb).
Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan
medikamentosa.
Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive
dengan pengobatan.
Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kumanstreptokokus yang
tidak responsive dengan pengobatan antibiotik.
Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan.
Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulangyang
diakibatkan oleh tonsilitis.
KomplikasiRadang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rinitis kronik, sinusitis atau otitis mediasecara perikontinuinatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis,
miositis, nefritis, dan dermatitis.
Terapi-
PrognosisBaik setelah mendapatkan terapi yang tepat.
Pencegahan-
FARINGITIS KRONIS
Definisi Faringitis Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata,
bergranular.
CARDIO Page 11
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Faringitis Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Etiologi
Faringitis Hiperplastik
Rhinitis kronis
Sinusitis
Iritasi kronis oleh rokok, alkohol dan inhalasi uap
Faringitis Atrofi
Rhinitis atrofi
Sinusitis
Iritasi kronis oleh rokok, alkohol dan inhalasi uap
Jenis1. Faringitis Hiperplastik2. Faringitis Atrofi
Patogenesis-
Patofisiologi Faringitis Hiperplastik
Pada rinitis hiperplastik, udara pernafasan tidak disaring terlebih dahulu
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Faringitis Atrofi
Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya,
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala Faringitis Hiperplastik
Tenggorokan kering dan gatal
Batuk berdahak
Faringitis Atrofi
Tenggorokan kering dan tebal
Mulut berbau
DiagnosaBerdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
DD
CARDIO Page 12
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
- Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Faringitis Hiperplastik
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi
Tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular
Faringitis Atrofi
Mukosa faring ditutupi lendir kental, bila di angkat tampak mukosa kering
Tata Laksana Faringitis Hiperplastik
Terapi lokal menggunakan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti atau dengan listrik
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap, jika perlu
diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran
Faringitis Atrofi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya, untuk faringitis kronis atrofi
di tambah obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
Komplikasi Sinusitis
Otitis media
Mastoidis
Abses Peritonsilar
Demam rematik
Glomerulonefritis
Terapi-
Prognosis-
Pencegahan-
CARDIO Page 13
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN BAWAH KRONIS
1. BRONKITIS KRONIS
DEFINISI
Penyakit berupa radang/inflamasi di trachea dan bronchus ditandai dengan batuk
berdahak setiap hari, sekurang-kurangnya 3 bulan pertahun dan berlangsung selama 2
tahun berturut-turut dan tidak adanya penyakit dengan gejala tersebut.
Saluran napas yang menerima rangsangan terus-menerus dari asap rokok, asap/debu
industri atau keadaan polusi udara yang menyebabkan keradangan kronis dan
produksi lendir yang berlebihan sehingga mudah menimbulkan infeksi ulang.
ETIOLOGI
Faktor Resiko
Paparan asap tembakau, occupational dust, polutan atmosfer, infeksi saluran nafas
berulang terutama waktu bayi.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok,
infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan
dan status sosial.
Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1
detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga
dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.
Polusi
CARDIO Page 14
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat – zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan
suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
Bronchitis kronik dapat disebabkan oleh serangan bronchitis akut yang
berulang, yang dapat melemahkan dan mengiritasi bronkus, dan pada
akhirnya menyebabkan bronchitis kronik.
Penyebab umum untuk bronchitis akut dan kronik pada anak adalah
sebagai berikut:
Infeksi virus ; adenovirus, influenza, parainfluenza, respiratory
syncytial virus, rhinovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus
Infeksi bakteri : S pneumonia, M catarrhalis, H influenza,
Chlamydia pneumoniae (Taiwan acute respiratory [TWAR]
agent), Mycoplasma species
Polusi udara, seperti merokok
Alergi
Aspirasi kronik atau refluks gastrointestinal
Infeksi fungi
CARDIO Page 15
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Asap Rokok/polutan
Menghambat pembersihan mukosiliaris
Iritasi Bronkiolus
Hiperplasia, hipertrofi, dan proliferasi kelenjar mucus
Hipersekresi mucus
Obstruksi Resiko Infeksi Berulang
Macam
Berdasarkan ada tidaknya penyempitan bronkus maka penyakit ini dapat dibagi 2,
yakni:
Yang tidak disertai dengan penyempitan bronkus dimana dasar penyakitnya
semata-mata oleh karena hipersekresi dari kelenjar mukus bronkus tanpa atau
dengan adanya infeksi bronkus.
Yang disertai dengan penyempitan bronkus, batuk, produksi sputum, disertai
dengan dispne dan wheezing (mengi). Pada yang kedua ini prognosisnya lebih
buruk dari yang pertama.
PATOLOGI
Bronkus
o Kelenjar submukosa: duktus dilatasi, hipertrofi dan hiperplasi elemen-elemen kelenjar
CARDIO Page 16
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
o Sel goblet meningkat
o Dinding saluran napas: dijumpai infiltrasi sel-sel radang yang didominasi oleh
monosit, limfosit dan limfosit CD8+
o Jumlah otot polos saluran napas meningkat.
Bronkioli
o Bronkioli respiratorius pada perokok menunjukkan gambaran inflamasi yang
didominasi sel-sel mononuklear
o Bronkioli dengan diameter < 2 mm dijumpai sumbatan mukus, metaplasi sel goblet,
keradangan otot polos meningkat, distorsi oleh karena fibrosis dan kehilangan
perlekatan alveoli atau alveoli kurang melekat
a) Patogenesis
CARDIO Page 17
Iritan
(rokok, polutan)
Memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus
Infiltrasi sel TCD8+, makrofag, dan neutrofil
Hipertrofi kelenjar mukosa
Pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus
dapat terjadi komplikasi emfisema
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
PATOGENESIS
o Asap rokok memberikan rangsangan kepada mukosa bronkus sehingga terjadi
perubahan:
Pertahanan paru: fungsi pembersihan mukosilia lambat,makrofag alveolar
jumlahnya meningkat, fungsi makrofag terganggu, proses antigen dan respon
antigen berubah.
Saluran napas kecil: keradangan, massa otot meningkat, fibrosis, penyempitan,
jumlah sel goblet bertambah.
Alveoli: jumlah neutrofil dan makrofag meningkat, emfisema
o Paparan terhadap udara tercemar oleh pencemaran industry atau pembuangan hasil
pembakaran BBM kendaraan bermotor:
Sulful dioksida (SO2) dan kompleks partikel yang berasal dari bahan bakar fosil,
pembangkit tenaga, penyulingan minyak, asap tembakau dll. Bahan ini
menyebabkan bronkokontriksi.
Oksidan fotokimia, oksida nitrogen, ozon, yang dihasilkan oleh pembakaran
BBM kendaraan bermotor. Bahan ini menyebabkan rangsangan pada saluran
pernapasan, gangguan faal paru dan gangguan pertahanan paru.
Karbonmonoksida (CO) dihasilkan oleh hasil pembakaran bahan bakar
kendaraanbermotor, asap rokok. CO ini menyebabkan hipoksia jaringan pada
system kardiovaskuler dan saraf.
o Stimulasi menimbulkan jejas epitel saluran napas dan terjadi inflamasi. Mediator
inflamasi merekrut netrofil. Netrofil menghasilkan protease (elastase) dan spesies-
spesies oksidan toksik yang dapat menimbulkan jejas epitel saluran napas. Netrofil
intra luminal merupakan gambaran khas bronkitis kronis. Pada penyakit paru kronis
dinding saluran napas terinfiltrasi sel-sel radang mononuklear : limfosit dan limfosit
CD8+.
o jejas epitel saluran napas menimbulkan deskuamasi sel, selanjutnya terjadi repair.
Proses repair melibatkan interaksi sel-sel epitel, mediator-mediator lokal komposisi
matriks ekstraseluler lokal. Repair tidak hanya diperankan oleh sel-sel epitel yang
melapisi saluran napas tetapi juga sel epitel kelenjar saluran napas, sel-sel mesenkimal
(fibroblast dan otot polos) dan pembuluh darah. Hasil interaksi tersebut akan timbul
hipertrofi otot polos dan kelenjar, fibrosis peribronkial, neovaskularisasi yang juga
merupakan karakteristik bronkitis kronis.
CARDIO Page 18
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
GAMBARAN KLINIS
Karakteristik :
1. batuk dengan dahak banyak, mukoid bertambah banyak dan purulen waktu
eksaserbasi.
2. Batuk darah bisa dijumpai waktu eksaserbasi.
3. Sesak bersifat progresif, karakteristik berhubungan dengan aktivitas (dyspneu on
effort), beberapa penderita mendengar suara mengi.
4. Pada auskultasi terdengar suara-suara inspirasi kasar (terkait sekresi disaluran
napas besar).
DIAGNOSIS
Didasarkan atas kriteria klinis (sesuai dengan definisi)
1) Fisik:
o Dada hiperinflasi
o Perkusi hipersonor
o Inspirasi→ronchi basah
o ekspirasi→wheezing
2) Penunjang:
o EKG: untuk mengetahui adanya hipertropi ventrikel kanan.
o Analisa gas darah: Pa O2→rendah (normal 25 – 100 mmHg), Pa CO2→tinggi
(normal 36 – 44 mmHg). Saturasi hemoglobin menurun dan eritropoesis bertambah.
o Thorax/x ray: tidak menunjukkan kelainan kecuali sudah menderita emfisema.
Tampak adanya bronchovaskular patterns.
o Sputum: untuk mencari makrofag alveolar berupa sel bulat besar dengan inti
eksentris berbentu bulat. Dengan pengecatan gram→adanya bakteri bentuk coccus
atau basil.
o Faal paru, bisa normal atau ada obstruksi saluran napas.
VC (vital capacity) normal/turun
FEV1 (force expiratory volume 1 second) normal/turun
FEV1 / FVC turun
FEF 25-75% (force midexpiratory flow) turun
TLC (total lung capacity) normal/meningkat
CARDIO Page 19
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
RV/TLC (residual volume) meningkat
DIAGNOSIS BANDING
1. Tuberkulosis paru
2. Asma bronkial
3. Tumor paru
4. Bronkiektasis
5. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis), Adalah penyakit obstruksi
saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi
paru yang minimal.
6. Gagal jantung kronik
7. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
PENATALAKSANAAN
o Edukasi
o Berhenti merokok, hindari paparan faktor-faktor iritan
o Rehabilitasi medik
o Terapi oksigen
o Bronkodilator
o Mukolitik masih kontroversi. N acetyl cystein selain sebagai mukolitik juga
antioksidan populer di negara-negara eropa
o Antibiotik. Patogen yang sering dijumpai waktu eksaserbasi : H.influenzae,
S.pneumoniae, M.catarrhalis
Pilihan pertama : golongan penicillin : ampicillin 500 mg sehari 3 kali, amoxycillin 500 mg
sehari 3 kal, tetracycline 500 mg sehari 3 kali. Cotrimoxazol sehari 2 kali 2 tablet.
Pilihan kedua : Cephalosporin generasi II : Cefachlor 500-750 mg sehari 2 kali.
Cephalosporin generasi III : cefixim 50-100 mg sehari 2 kali
Coamoxyclav 625 mg sehari 3 kali. Macrolid baru : Azithromycin 500 mg sehari sekali,
Clarithromycin 250-500 mg sehari 2 kali. Fluoroquinolon : Ciprofloxacin 500 mg sehari 2
kali, Levofloxacin 500 mg sehari 1 kali, Moxifloxacin 400 mg sehari 1 kali.
CARDIO Page 20
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkankualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
CARDIO Page 21
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya
diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali
pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel
2. Obat – obatan
Bronkodilator
Antiinflamasi
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
Antitusif
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
CARDIO Page 22
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan
dapat diberikan obat
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik
latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi
dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk
melatih
ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.
Terapi
o Bronkodilator :
a. aminofilin inj. 5,6 mg/kgBB, iv loading dose oral 3 dd 100-200mg
b. salbutamol 3dd 2 mg oral
o Ekspektoran : Air, gliserit guayakolat 4 dd 100-200 mg
o Mukolitik : bromheksin 3 dd 1 tab oral; N-acetyl sistein 3 dd 200 mg oral
o Terapi respirasi : aerosol (ipratorium bromida), oksigen 1-2 liter/menit
o Rehab medis
PENYULIT
1. Kor Pulmonale
2. Gagal napas
KOMPLIKASI
- Eksaserbasi akut infeksi saluran napas: pneumonia
- Emfisema paru
- Gagal napas
- Cor pulmonal
Prognosis
CARDIO Page 23
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Tergantung pada pengobatan yang dilakukan sedini mungkin sebelum terjadinya
kelainan yang berkelanjutan, dan ada tidaknya komplikasi berupa emfisema dan cor
pulmonal
Berhenti merokook, hindari pencemaran udara
Pencegahan
Penyuluhan pada penderita dan keluarga
Berhenti merokok dan hindari udara tercemar
Mencegah infeksi saluran napas
Perbaikan lingkungan
Nutrisi yang baik
CARDIO Page 24
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
TUBERCOLUSIS PARU
BATASAN
Infeksi paru yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Pada orang dewasa
merupakan tuberkulosis paru pasca primer yang berarti infeksi tuberkulosis pada penderita
yang telah mempunyai imunitas spesifik terhadap tuberkulosis.
Tuberculosis adalah penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh
species Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa
pada jaringan-jaringan.Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosadan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated
hypersensitivity)
Tuberculosis Miliaris adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi kronis,
progresif lambat hingga penyakit fulminan akut;ini disebabkan oleh penyebaran
hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan
mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Survey yang
dilakukan oleh kesehatan rumah tangga 1985 dan kesehatan nasional bahwa TB urutan ke 3
yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru
diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari
angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tetapi hal ini akan
mungkin berubah, melihat semakin tinggi laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.
Etiologi
Penyakit Tubekulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi juga
dapat mengenai organ tubuh yang lainnya.
Tuberkulosis paru (TB) merupakan suatu infeksi kronik yang disebabkan oleh
M.tuberculosis, dengan ciri-ciri yaitu:
Berbentuk batang dengan ukran panjang 1-4 um dan tebal 0.3 um
Merupakan bakteri tahan asam (BTA)
CARDIO Page 25
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Bersifat dormant (kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
TB aktif lagi)
Parasit intraseluler, yakni dalam sitoplasma makrofag.
Bersifat aerob, kiman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandunga
oksigennya, dalam hal ini bagian apikal paru yang lebih tinngi daripada
bagian yang lain.
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ µm. Species lain yang dapat
memberikan infeksi pada manusia
adalah M.bovis, M.kansasi, M.intercellulare. sebagian besar kuman terdiri dari asam
lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap
trauma kimia dan fisik.
Mycobacterium tuberculosa, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30
anggota genusMycobacterium yang dikenal dengan baik, maupun banyak yang tidak
tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M. bovis, kuman
ini menyebabkan tuberculosis. M leprae merupakan agen penyebab penyakit lepra. M
avium dan sejumlah spesies mikrobacterium lainnya lebih sedikit menyebabkan
penyakit yang biasanya terdapat pada manusia. Sebagian besar micobakterium tidak
patogen pada manusia, dan banyak yang mudah diisolasi dari sumber lingkungan (4).
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant.
Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis
aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit Tuberculosis (2)
Mikrobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan-
asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah
diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya diperlukan untuk
menyempurnakan perwarnaan primer(4).
CARDIO Page 26
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
PATOGENESIS
Proses penularan melalui inhalasi droplet nuclei yang berisi kuman Mycobacterium
tuberculosis.
Tuberkulosis paru pasca primer dapat terjadi melalui salah satu dari mekanisme:
1. Perkembangan langsung penyakit primer
2. Reaktivasi penyakit primer yang tenang
3. Penyebaran hematogen ke paru
4. Reinfeksi eksogen
a. Tuberculosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
UV, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila partikel ukuran <5 mikrometer. Kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman akan
berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer / afek
primer/ sarang Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan
paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadi efusi pleura. Bila masuk ke
arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB
milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan diikuti perbesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis
regional). Sarang primer llimfangitis lokal + limfangitis regional = kompleks
primer (Ranke). Keseluruhan proses ini terjadi dalam kurun waktu 3-8 minggu.
Kompleks ini selanjutnya dapat menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa cacat
CARDIO Page 27
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, garis-garis fibrosis, kalsifikasidi
hilus. Terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ±10 %
diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi akibat kuman yang dormant
Berkomplikasi dan menyebar secara : a. Per kontinuitatum (kesekitarnya), b.
Secara bronkogen (pada paru bersangkutan atau sebelahnya, atau tertelan
sehingga menyebar ke usus), c. Secara limfogen ke organ lain, dan d. Secara
hematogen ke organ lainnya.
b. Tuberculosis pasca primer
Kuman dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer= tuberkulosis sekunder= tuberkulosis pasca primer). Mayoritas reinfeksi
90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi turberkel yakni suatu granuloma yang terdiri atas
sel-sel Histiosit dan sel Datia Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi, imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi:
o Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
o Sarang mula-mula meluas, kemudian menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus dirinya menjadi keras,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas
ini mula-mula berdinding tipis kemudian menebal karena terjadi
infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah banyak, sehingga menjadi
kavitas sklerotik. Terjadinya kavitas dan pengkejuan adalah karena
CARDIO Page 28
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi
oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dan TNF nya.
Bentuk pengkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB
yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.
Disini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak, kavitas dapat : A)
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk ke dalam perdaran darah arteri, maka terjadi TB milier. Dapat juga masuk
ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi
TB usus. B) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma,
tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
menjadi cair dan kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh
fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma. C) Bersih dan
menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang menjadi kavitas yang
terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarangh, yakni: 1. Sarang yang
sudah sembuh (tidak perlu pengobatan lagi), 2.sarang aktif eksudatif, perlu
pengobatan lenkap dan sempurna, 3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh,
sarang bentuk ini dapat sembuh spontan tapi mengingat adanya kemungkinan
eksaserbasi lagi sebaiknya diberi pengobatan sempurna.
Klasifikasi
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
o Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
o Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologikmenunjukkan tuberkulosis aktif
CARDIO Page 29
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif
Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurangdari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakansembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu
antibiotik selama 2 minggu,kemudian dievaluasi.
- Infeksi jamur
- TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satubulan sebelum akhir pengobatan)
- Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 denganpengawasan yang baik
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
1. Tuberculosis primer (Childhood tuberculosis)
CARDIO Page 30
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
2. Tuberculosis post primer (Adult tuberculosis)
3. Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent.
4. Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus.
Klasifikasi berikut dititik beratkan pada bidang patologi, mikrobiologi dan radiologi.
1. Moderately Advanced Tuberculosis, kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
2. Far Advanced Tuberculosis, terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan
pada moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil dari klasifikasi kesehatan masyarakat.
1. Kategori O: tidak pernah terpapar, dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak
negatif, test tuberculin negatif.
2. Kategori I: terpapar tuberculosis, tetapi tidak terbukti terinfeksi. Riwayat
kontak positif, test tuberculin negatif.
3. Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Test tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah:
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tapi
tanda-tanda lain positif.
b. Tuberculosis paru tersangka tersangka yang tidak diobati. Disini sputum
BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
PATOLOGI
Lesi tuberkulosis dapat dalam bentuk empat lesi dasar:
1. Lesi eksudatif:
merupakan reaksi hipersensitif
2. Lesi proliferatif:
CARDIO Page 31
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
merupakan kelanjutan lesi eksudatif yaitu timbul nekrosis pengejuan yang dikelilingi
oleh jaringan granulasi tuberkulosis.
3. Kaviti:
bila jaringan keju dari proses proliferasi mencair, dan menembus bronkus, maka
jaringan keju cair akan dikeluarkan, sehingga meninggalkan sisa kaviti. Kaviti ini
lebih penting daripada proses tuberkulosis sendiri, karena merupakan sumber kuman
dan sumber batuk darah profus.
4. Tuberkuloma:
bila lesi proliferatif dibungkus kapsul jaringan ikat, maka proses menjadi tidak aktif.
Pada tuberkulosis paru pasca primer selalu terjadi remisi dan eksaserbasi, maka pada
tempat proses selalu terdapat campuran lesi dasar ditambah dengan proses fibrotik
(penyembuhan).
Lokasi proses tuberkulosis paru pasca primer adalah:
Apikal atau segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior dan
jarang dijumpai di tempat lain.
Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai tuberkulosis pada paru lobus inferior
(lower lung field).
Penyebaran/perluasan proses tuberkulosis:
1. Ke parenkim paru sekitar
2. Ke pleura: menyebabkan pleuritis atau efusi pleura dan empiema
3. Ke saluran nafas: menimbulkan endobronkial tuberkulosis
4. Melalui pembuluh darah dan saluran limfe: menimbulkan penyebaran hematogen dan
limfogen.
GEJALA KLINIS
1) Demam
Demam yang terjadi biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi
kadang panas dapat mencapai 40-41°C. Serangan ini dapat hilang timbul sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman.
2) Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronchus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Pada keadaan yang lanjut, yang terjadi
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yan pecah.
CARDIO Page 32
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
3) Sesak nafas
Pada penyakit yang baru timbul/masih ringan, belum ditemukan adanya sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan adalah anoreksia, tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (BB turun), sakit kepala, meriang, nyeri oto (myalgia), keringat
malam, dll. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum muncul adanya konjungtiva mata karena anemia, subfebris
Tidak menunjukkan kelainan yang signifikan
Kelainan lesi sering pada apeks paru
- Bila ada lesi yang menyebar disana maka akan didapatkan perkusinya redup,
auskultasinya bronchial, napas tambahannya ronchi basah, kasar nyaring
- Bila lesinya dengan penebalan pleuran maka suara napas akan menjadi
vesicular lemah
- Bila kavitasnya besar maka perkusinya akan hipersonor/timpani dan
auskultasinya amforik
Bila TB mengenai pleura: efusi pkeura. Didapatkan perkusinya pekak dan
auskultasinya lemah tidak terdengar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Radiologis
Cara yang praktis untuk menemukan lesi TB
Awalnya sarang pneumonia→akan terlihat bercak-bercak seperti awan
batasnya tidak tegas
Bila lesinya sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan bulat
dengan batas garis tegas yang disebut tuberculoma
CARDIO Page 33
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Adanya penebalan pleura: pleuritis. Masa cairan dibawah paru→efusi
plura/empiema, bayangan hitam radio-lusen di pinggir
paru/pleura→pneumothorax
Bronkografi: untuk melihat kerusakan bronkus/paru oleh TB. Ini
dilakukan pada saat akan pembedahan
CT Scan : lebih canggih
III define air space shadowing
Kaviti dengan dinding tebal dikelilingi konsolidasi
Millet seed like appearance/granuler pada tuberkulosis milier
Lokasi lesi pada umumnya sesuai dengan lokasi lesi tuberkulosis pasca primer.
Namun demikian kadang penampakan lesi pada foto toraks tidak spesifik (seperti
tumor), sehingga sering dikatakan bahwa tuberkulosis merupakan the great imitator.
Untuk kepentingan klinis maka lesi tuberkulosis berdasarkan foto toraks dibagi
menjadi 2 kategori:
1. Lesi minimal (minimal lesion):
bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas tidak lebih
dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga
II) dan tidak dijumpai kaviti.
2. Lesi luas (far advanced lesion):
bila proses lebih luas dari lesi minimal.
2) Laboratorium
Darah: kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Umumnya hasil yang didapat LED
meningkat, dapat anemia, lekosit normal atau sedikit meningkat, hitung jenis
bergeser ke kanan (peningkatan mononuklear).
Sputum: sangat penting karena dengan ditemukannya kuman BTA dengan
pengecatan ZN, atau fluoresens, diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Kriteria
sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.selain
itu, juga dapat diuji kultur untuk identifikasi basil dan uji resistensi obat anti
tuberkulosis.
CARDIO Page 34
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Tes tuberculin: biasanya dipakai test montoux yakni dengan menyuntikkan 0,1
cc tuberkulin purified protein derivative intrakutan berkekuatan 5 T.U. Setelah
48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody
seluler dan antigen tuberculin.
Klasifikasi Hasil:
o Diameter indurasi 0-5 mm, mantoux negative
o Diameter indurasi 6-9 mm, meragukan
o Diameter indurasi 10-15 mm, mantoux positif
o Diameter indurasi >15 mm, mantoux positif kuat
3) Bakteriologis
Berperan untuk menegakkan diagnosis. Specimen dapat berupa dahak, cairan pleura,
cairan serebro spinalis, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urin, dan jaringan
biopsy. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.
Pemeriksaan Biakan Kuman M.tuberculosis:
o Egg base media : Lowenstein-Jensen,Ogawa
o Agar base media : Middle brook
Skala IUATLD:
Tidak ada BTA per100 lapang pandang: negatif
Ditemukan 1-9 BTA per100 lapang pandang: ditulis jumlah kumannya
Ditemukan 10-99 BTA per100 lapang pandang: disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang: ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ (3+)
DIAGNOSIS
1. Diagnosis klinis
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis bakteriologik
Ditemukan basil tahan asam dalam sputum.
Dalam kerangka DOTS (directly observed treatment short course) WHO, maka
diagnosis bakteriologik merupakan komponen penting dalam diagnosis dan
penatalaksanaan tuberkulosis, dengan cara 3 kali pemeriksaan hapusan basil tahan
asam dari sputum (SPS= sewaktu, pagi, sewaktu).
CARDIO Page 35
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
3. Diagnosis radiologis
Gambaran radiologis konsisten sebagai gambaran TB paru aktif.
Diagnosa
Melihat gejala klinis
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan imunologis
Histopatologis, dilihat dari kerusakan jaringan paru
Anamnesis, yakni riwayat terpajan dan faktor-faktor demografi (negara asal, usia,
etnis/ ras) dan kondisi kesehatan
CARDIO Page 36
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
PENYULUT
1. Pleuritis sika
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laryngitis tuberkulosis
5. Tuberkulosis pada organ lain
6. Kor pulmonale
KOMPLIKASI
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor
pulmonal, karsinoma paru, kavitas TB)
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
3. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
4. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
5. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
6. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
PENATALAKSANAAN
1. Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan cairan
CARDIO Page 37
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
2. Strategi penatalaksanaan menurut DOTS WHO meliputi:
- komitmen pemerintah dalam mengontrol TB
- deteksi kasus dengan pemeriksaan hapusan BTA sputum
- kemoterapi standar jangka pendek (6-8 bulan) dengan pengawasan minum obat
- kesinambungan ketersediaan obat anti tuberkulosis
- sistem pancatatan dan pelaporan standar
3. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu
- fase intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinyakekebalan terhadap semua OATterutama
rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian
besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir
pengobatan intensif.
- fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam
jangka waktu yang lebih lama
Prinsip Pengobatan TB
- Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat
selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh.
- Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis
tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apablia panduan obat
ayang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.
- Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obat. (DOTS = Directly
Observed Treatment Short Course) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Cara Pengobatan TBC
1) Intensif
Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat
biasanya penderita yang menular menjadi tidak menular
CARDIO Page 38
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan
BTA (+) menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif.
2) Lanjutan
Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih
lama.
Rekomendasi regimen terapi
Kategori
Terapi
TB
Penderita TB
Alternatif regimen terapi TB
Fase inisial
(setiap hari atau
3x/minggu)
Fase lanjutan
(setiap hari atau
3x/minggu)
I - Kasus baru – BTA positip
- Kasus baru – BTA negatip dengan
lesi paru luas
- Konkomintan HIV berat atau
- TB ekstrapulmoner berat
2 RHZE (RHZS) 4 RH
6 HE
II Sputum hapusan positip:
- Kambuh
- Gagal terapi
- Putus berobat
2 RHZES + 1
RHZE
5 R3H3E3
III - Kasus baru – BTA negatip selain
kategori I
- TB ekstrapulmoner tidak berat
2 RHZE* 4 RH
6 HE
IV Kasus kronis Merujuk panduan WHO menggunakan
second line drug
*Ethambutol dapat dihilangkan pada fase inisial pada penderita nonkavitas, TB paru BTA
negatif dengan HIV negatif, penderita dengan basil suseptibel obat, anak muda dengan TB
primer.
Obat anti tuberkulosis esensial
Obat esensial Rekomendasi Dosis (dose range) mg/kgBB
Setiap hari Seminggu 3 kali
Isoniazid (H) 5 (4-6) 10 (8-12)
CARDIO Page 39
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)
Thioacetazone (T)
10 (8-12)
25 (20-30)
15 (12-18)
15 (15-20)
2,5
10 (8-12)
35 (30-40)
15 (12-18)
30 (20-35)
not applicable
Jenis dan Dosis OAT
1) Isoniazid/INH (H): Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif. Dosis harian = 5 mg/kgBB. Dosis intermitten 3 kali
seminggu 10 mg/kgBB
2) Rimfampisin (R): Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis harian maupun dosis
intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB
3) Pirazinamid (Z): Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB, dosis intermitten 3 kali
seminngu 35 mg/kgBB
4) Etambutol (E): Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kgBB. Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB
5) Streptomisin (S): Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3
kali seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita berumur sampai 60 tahun,
dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5
mg/kgBB.
Dosis obat
Nama ObatDosis Harian
dosis berkala 3 X semingguBB < 50 kg BB > 50 kg
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg
Pirazinamid 1000 mg 2000 mg 2-3 g
Streptomisin 750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 750 mg 1000 mg 1- 1,5 g
Etionamid 500 mg 750 mg
PAS 99 10
Panduan OAT di Indonesia
CARDIO Page 40
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Panduan OAT di Indonesia
Kategori I : 2R7H7E7Z7/4H3R3
Tahap Intensif :
2 bulan:
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampsin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan :
4 bulan:
Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg.3 x seminggu
Diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA (+)
- Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
- Penderita TBC ekstra paru berat
Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3
Tahap intensif :
2 bulan:
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Streptomisin Inj. 0,75 gr setiap hari
1 bulan:
Isonlazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan:
5 bulan:
Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu
CARDIO Page 41
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Ethambutol 3 x 250 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
- Penderita kambuh
- Penderita gagal
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3
Tahap intensif:
2 bulan:
Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari
Tahap lanjutan:
4 bulan:
Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu
Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
- BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
- Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe,
pleuritis exudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali
tulang belakang). sendi dan kelenjar adrenal.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
Obat diberikan secara kombinasi dan minimal 6 bulan untuk menghindari terjadinya
resistensi
CARDIO Page 42
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Kategori 1
o 2HRZE/4HR
o 2HRZE/6HR
Kategori 2
o 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3
o 2HRZ/4HR
o 2HRZ/6HR
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni (2):
1.Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan
obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan
didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
2.Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan
setelah pengobatan dihentikan.
Dalam pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat
saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai
perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan
memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang
ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang
terbanyak ditemukan ialah INH (2).
CARDIO Page 43
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Sifat – Sifat OAT
Entambutol dan Tiastazon : bersifat bakteriostatik dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap obat
Rifampisin dan Pirazinamid : punya aktivitas sterilisasi yang baik
Rifampisin dan INH : bakterisid yang lengkap dan kedua obat ini dapat masuk ke seluruh
populasi kuman.
Pirazinamid : bekerja di lingkungan asam
Streptonisin : bekerja di lingkungan basa
Rifampisin : dapat segera bekerja bila bergabungan dengan kuman selama 20 menit untuk
kuman yang bersifat dormant, tapi kadang-kadang aktif
Mekanisme Kerja Obat
1. isoniazid bekerja dengan menghambat sintesis asan mikolat,komponen terpenting
pada dinding sel bakteri.
2. Rifampisin menghambat aktivitas polymerase RNA yang etrgantung DNA pada sel-
sel rentan.
3. Pirazinamid adalah analog pirazin dari nikotinamid yang berifat bakteriostati atau
bakterisid micobacretium tuberculois tergantung pada dosis pemberian.mekanisme
kerja pirazinamid belum diketahui secara pasti.
4. Etambutol menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan
pada metabolisme sel,menghambat multiplikasi dan kematian sel.
5. Steptomisin adalah antibiotoc bakterisid yang mempengaruhi sintesis protein.
6. Etionamida bekerja sebagai balteriostatik atau bakterisid tergantung pada konsentrasi
obat.mekanisme kerja belum diketahui secara pasti tetapi etionamida dapat
menghambat sintesis peptida pada organisme yang rentan.
7. Asam aminosalisilat menghambat pembentukan komponen dinding sel,mikrobatin
dengan menurunkan pengambilan besi oleh m.tuberculosis.
8. Rofapentin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan rifampisin.
Efek Samping obat
1. INH : hepatotoksik dan neuropati perifer (dapat dicegah dengan pemberian
vitamin B6)
2. Rifampisin : sindrom flu dan hepatotoksik
CARDIO Page 44
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
3. Pirazinamid : hepatotoksik dan hiperurisemia
4. Streptonisin : nefrotoksik dan gangguan nervus VIII kranial
5. Etambutol : neuritis optic, nefrotoksik, dan dermatitis
6. Etionamid : hepatotoksik dan gangguan pencernaan
7. PAS ( Para Amino Salicyclic Acid) : hepatotoksik dan gangguan pencernaan
Evaluasi pengobatan
o Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
o Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan )
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi
o Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
- Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- · Sebelum pengobatan
- · Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan)
- · Pada akhir pengobatan
o Evaluasi efek samping secara klinik
· Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
CARDIO Page 45
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Kegagalan pengobatan
Obat :
1. Panduan obat tidak adekuat
2. Dosis obat tidak cukup
3. minum obat tidak teratur atau tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
4. jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
5. terjadi resistensi obat
6. resistensi obat harus sudah diwaspadai bila pada 1-2 bulan pengobatan tahap intensif,
tidak terjadi perbaikan.
Drop out : 1. Kekurangan biaya pengobatan
2. merasa sudah sembuh
3. malas berobat atau krang motivasi
Penyakit : 1. Lesi paru yang sakit terlalu luas atau sakit berat
2. penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus
3. adanya gangguan imunoligis
Pasien kambuh
Penanggulangan terhadap pasien kambuh ini adalah:
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan radiologis optimal yakni periksa sputum BTA mikroskopis
langsung 3 kali, biakan, dan resistensi
3. Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru,
4. Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan tuberkulosis seperti diabetes mellitus
5. Sesuaikan obat dengan hasil tes kepekaan atau resitensi
6. Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologis, dan bakteriologis
tiap-tiap bulan.
a. Prognosis
o Dengan terapi antibiotic tepat→10% dari pasien akan meninggal
o Setelah pengobatan obat selama 10-14 hari TB paru tidak menular tetapi untuk
analisis dahak harus ada tindak lanjutnya untuk memastikan tidak ada bahaya
penularan.
o Perawatan harus dilanjutkan selama 3 bulan setelah kultur sputum→untuk
bakteri TB paru
CARDIO Page 46
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
o Obat yang dikonsumsi untuk TB paru banyak efek sampingnya→harus
dipantau
o TB kambuh dikarenakan adanya ketidakteraturannya pengobatan
b. Pencegahan
Vaksinasi BCG
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah
dilakukan pada anak-anak hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, 0-
80%. Namun vaksinasi BCG tetap diberikan karena dapat mengurangi
kemungkinan terhadap tuberkulosis berat dan tuberkulosis ekstra paru.
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis pada TB merupakan masalah tersendiri dalam
penanggulangan TB paru disamping diagnosis yang cepat dan pengobatan
yang adekuat. Isoniazid banyak dipakai karena harganya murah dan efek
sampingnya sedikit. Obat alternatif lainnya adalah rimfampisin. Beberapa
peneliti pada I DAT (international Union Against Tuberculosis) menyataka
bahwa profilaksis dengan INH diberikan selama 1 tahun dapat menurunkan
insidens TB sampai 55-83 % dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik
mencapai 90%. Yang kepatuhan minum obatnya tidak teratur efektivitasnya
masih cukup baik.
Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak peneliti
menganjurkan waktu antara 6-12 bulan, antara dari American Thoracic
Society terhadap tersangka dengan uji tuberkulin yang hasilnya lebih dari 5-10
mm. Yang mendapatkan profilaksis 12 bulan adalah pasien HIV positif dan
pasien dengan kelainan radiologis dada. Yang lain seperti kontak TB hanya 6
bulan saja.
c. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan
program penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS,
yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang
DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan
baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
CARDIO Page 47
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah
DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
Tujuan
- Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
- Mencegah putus berobat
- Mengatasi efek samping obat jika timbul
- Mencegah resistensi
Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh:
Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau
petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak
mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan
puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk
pelaksanaan DOT ini
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO :
1. Petugas kesehatan
2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan
berobat jalan.
Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien
diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus
ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
CARDIO Page 48
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Persyaratan PMO
1. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh
selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita
HIV/AIDS.
2. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan,
kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
pasien
Tugas PMO
o Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
o Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
o Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal yang telah ditentukan
o Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara
teratur hingga selesai
o Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar
tetap mau menelan obat
o Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
o Melakukan kunjungan rumah
o Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila
ditemui gejala TB
Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat
dilakukan secara :
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di
unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok
keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll
Cara memberikan penyuluhan
- Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
- Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat
penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya
CARDIO Page 49
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
- Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang
belum jelas
- Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
DOTS PLUS
- Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
- Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
- DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak
menggunakan strategi DOTS
- Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
CARDIO Page 50
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
Emfisema
a. Definisi
Pelebaran permanen dari struktur paru yang melakukan pertukaran gas yaitu distal
dari bronchioles terminalis disertai distruksi alveoli.
b. Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema. Emfisema
menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan
gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan 15 % wanita.
Di Indonesia sangat kurang. Penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan
Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua terbanyak
setelah tuberkulosis paru (65 %).
c. Etiologi
Faktor utama : asap rokok pasif maupun aktif
Polusi udara : partikel, bahan kimiawi, gas toksis
Infeksi virus/bakteri
Faktor genetic : bakat timbul emfisema
d. Pathogenesis
o Inhalasi asap rokok atau polutan lainnya yang akan merangsang sel
makrofag maupun neutrofil di paru dimana nantinya akan memproduksi
elastase dan kolagenase→merupakan suatu enzim yang akan merusak serat
elastin dan kolagen merupakan langkah awal dari alveoli&asinus supaya
tidak kolaps
o Merokok juga menghambat kerja alfa-1-antitripsin→merupakan enzim
yang melindungi serat elastin terhadap protease
o Akibat dari kerusakan elastin dan kolagen maka paru akan kehilangan
daya elastic recoilnya
e. Gejala
1) Sesak progresif : bila bergerak
2) Mudah lelah
3) Emfisema murni : tidak ada batuk
CARDIO Page 51
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
4) Bernapas lewat mulut
f. Pemeriksaan
1) Fisik
o Dada→bentuk barrel chest
o Ruang antar iga melebar
o paru→hiperinflasi
o perkusi→hipersonor
o kulit inspirasi
2) Penunjang
Thorax/x ray : paru tampak hiperaereted, vascular menurun,
diafragma letaknya rendah datar
Tes faal paru: menunjukkan adanya kelainan obstruksi
Enzimatik: kadar alfa-1-antitripsin menurun
Analisa gas darah: hipoksia, hiperkapnea, ph menurun
g. Diagnosis banding
Asma bronchial
Bronchitis kronik
Pneumothorax
h. Komplikasi
- Pneumothorax
- Cor pulmonal
- Gagal napas
i. Terapi
Antibiotik : Amoxilin dan streptomicin untuk influenza
Augmentin ( amoxilin+asam klavulonat ) jika kuman memproduksi beta
laktamase
Terapi O2
Fisioterapi : membantu mengeluarkan sputum
Bronkodilator : mengatasi obstruksi jalan napas beta adregenic dan
antikolinergik salbutamol dan iparatropium bromida
j. Prognosis
Ditentukan oleh :
CARDIO Page 52
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
o Lajunya progresivitas proses emfisema
o Derajat obstruksi bronchus
o Adanya komplikasi
o Ketepatan terapi dan penanganan emfisema
k. Pencegahan
Menghindari asap rokok dan berhenti merokok, karena rokok secara patologis
dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat
fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
bronkus.
Bronkiektasis
b. Definisi
Penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi local yang sifatnya
patologis dan kronik, disebabkan oleh adanya perubahan dalam dinding bronchus
berupa destruksi otot polos brochus, tulang rawan dan pembuluh darah.
c. Epidemiologi
Di negeri barat, diperkirakan 1,3% diantara populasi terjadi brokiektasis. Setelah
adanya pengobatan dengan antibiotic dan penekanan frekuensi kasus bronkiektasis
mengalami penurunan. Bisa menyerang laki-laki perempuandan juga anak yang
mempunyai kelainan congenital.
d. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan :
Faktor genetik / faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang
peranan penting
Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut :
Bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu/kedua
paru
Bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital
lannya, misalnya :
CARDIO Page 53
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Mucoviscidosis (Cystic Pulmory Fibrosis), sindrom Kartagener
(Bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal, situs inversus ),
hipo/amaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur anak yang 1
dengan bronkiektasis , sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut :
Tidak adanya tulang rawan bronkhus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis,
congenital.
2. Kelainan didapat
Infeksi : bronkiektasis sering terjadi sesudah anak menderita pneumonia
yang sering terjadi sesudah anak menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama.pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak,
tuberkolis paru, dsb.
Obstruksi bronkus : Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat
disebabkan oleh berbagai macam sebab korpus alienum, karsinoma
bronkus/tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus
e. Pathogenesis
CARDIO Page 54
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
f. Gejala
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainan dan ada tidaknya
komplikasi lanjut.
Ciri khas: batuk kronik+sputum, hemomtisis, pneumonia berulang.
1) Batuk
Mirip pada bronchitis kronik, sputum banyak terutama pagi sesudah ada
perubahan posisi tidur atau bangun tidur.
Tidak ada infeksi sekunder sputum mukoid
Ada infeksi sekunder sputum purulent bau mulut kuman anaerob
sputum bau busuk
2) Hemoptisis
3) Dyspnea, kadang wheezing
4) Demam berulang
g. Pemeriksaan
3) Fisik: sianosis, ronchi basah, wheezing, kaheksia
4) Laboratorium: pemeriksaan sputum untuk menentukan kuman apa yang ada
di sputum. Perlu dicurigai misalnya ada perubahan warna sputum→infeksi
sekunder
5) Radiologi: ada kista-kista kecil mirip seperti sarang tawon pada daerah yang
terkena. Terkadang pada paru muncul dan terlihat bercak pneumonia
h. Diagnosis banding
o Bronchitis kronik
o TB paru
o Abses paru
o Karsinoma paru
o Fibrosis kistik
i. Komplikasi
Bronkitis kronik
CARDIO Page 55
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Pneumonia dengan/tanpa ateletaksis: Bronkiektasis sering mengalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas.
Hal ini sering terjadi pada mereka yang drainage sputumnya kurang baik
Pleuritis: Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena
Efusi pleura/empyema ( jarang )
Abses metastasis di otak: Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronchus
Hemomptitis: terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (a.
Pulmonalis), cabang arteri (a.bronkialis) anastomosis pembuluh darah
Sinusitis: Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari
komplikasi bronkiektasis pada saluran napas
Kegagalan pernapasan: merupakan komplikasi dari paling akhir yang timbul
pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas
Amiloidosis
j. Terapi
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk:
Meningkatkan pengeluaran secret trakeobronchial. Drainase postural dan
latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk produktif, agar secret dapat
dikeluarkan secara maksimal.
Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik
berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara
menunggu hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotik spektrum luas
seperti ampisilin, kotrakmoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan
sampai produksi sputum minimal dan tidak purulen.
Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami
obstruksi. Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme,
juga untuk memperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer
dapat dipakai untuk melembabkan sekret. Bronkoskopi kadang perlu untuk
pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk
menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang
tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang
menekan refleks batuk.
CARDIO Page 56
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis
yang jelas setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama
1 tahun atau timbul hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi
berdasarkan fungsi pernapasan, umur, keadaan, mental, luasnya
bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan ahli bedah,
dan hasil terhadap pengobatan.
k. Prognosis
Tergantung pada berat ringannya dan luasnya pada saat berobat pertama kali.
Pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Kematian biasanya karena pneumonia, empiema dan hemoptisis.
l. Pencegahan
- Pengobatan dengan antibiotic terhadap bentuk pneumonia pada
anak→mencegah timbulnya bronkiektasis
- Tindakan vaksinasi terhadap pertusis
ASMA BRONKIAL
BATASAN
Asma Bronkial adalah keradangan kronis saluran napas dengan banyak sel dan elemen sel
yang berperan, yang menyebabkan hambatan aliran udara dan peningkatan airway
hyperresponsiveness, yang menimbulkan episode berulang dari wheezing, sesak napas, dada
terasa sesak, dan batuk, terutama pada malam hari atau pada pagi dini hari. Episode gejala
respirasi tersebut biasanya terkait dengan obstruksi jalan napas yang menyeluruh yang
seringkali reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
FAKTOR RESIKO
1. Faktor genetik
2. Faktor atopi
3. Airway hyperresponsiveness
4. Allergen indoor
5. Allergen outdor
CARDIO Page 57
8. Polusi udara
9. Infeksi pernapasan
10. Infeksi parasit
11. Status sosioekonomi
12. Besar keluarga
13. Diet dan obat-obtan
14. Obesitas
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
6. Occupational sensitizer
7. Asap rokok
FAKTOR PRESIPTASI EKSASERBASI ATAU PERSISTENSI ASMA
1. Alergen
2. Polusi udara
3. Infeksi saluran napas
4. Latihan fisik dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur Dioxide (SO2)
7. Makanan, zat aditif, dan obat – obatan
8. Ekspresi emosi yang ekstrem
9. Faktor lain: rhinitis, sinusitis, polip, refluks gastroesofageal, menstrusi, kehamilan.
PATOGENESIS
Konsep yang dianut saat ini adalah proses inflamasi kronis yang kompleks,
melibatkan dinding saluran napas dengan mengakibatkan hambatan aliran udara dan
peningkatan airway responsiveness, yang selanjutnya merupakan predisposisi penyempitan
saluran napas sebagai respons terhadap berbagai stimuli. Karakteristik inflamasi saluran
napas ditandai adanya peningkatan jumlah eosinofil teraktivasi, sel mast, makrofag, dan
limfosit T (terutama subtipe Th2) pada mukosa saluran napas, yang disebut conductor of
inflamation orchestra. Proses ini terus berlangsung bahkan saat asma asimptomatik.
Bersamaan dengan proses inflamasi kronis, jejas pada epitel bronkus, merangsang proses
perbaikan yang berakibat pada perubahan struktur dan fungsi yang dikenal dengan
remodeling. Inflamasi, remodeling, dan perubahan kontrol saraf saluran napas berperan
dalam eksaserbasi asma dan obstruksi aliran udara lebih permanen.
PATOLOGI
Makroskopis dijumpai paru overinflation dengan saluran napas besar dan kecil terisi plug
yang terdiri dari campuran mukus, protein serum, sel – sel inflamasi dan sel debris.
CARDIO Page 58
8. Polusi udara
9. Infeksi pernapasan
10. Infeksi parasit
11. Status sosioekonomi
12. Besar keluarga
13. Diet dan obat-obtan
14. Obesitas
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Mikroskopis didapatkan infiltrasi ekstensif lumen dan dinding saluran napas dengan eosinofil
dan limfosit disertai vasodilatasi, kebocoran mikrovaskuler, dan kerusakan epitel. Ditemukan
pula hipertrofi otot polos, pembentukan pembuluh darah baru, peningkatan jumlah sel goblet,
dan deposisi kolagen interstisial di bawah epitel (penebalan membran sel), sebagai akibat
jejas dan mengarah remodeling.
GEJALA KLINIS
Bersifat episodik, dengan napas berbunyi ngik-ngik (wheezing), kesulitan bernapas, dada
sesak, dan batuk. Gejala dapat terjadi spontan atau dipresipitasi atau eksaserbasi dengan
berbagai trigger yang berbeda, seperti tersebut di atas. Gejala sering memberat saat malam,
akibat variasi sirkadian tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik nadir
antara pukul 3 dan 4 pagi, meningkatkan gejala bronkokonstriksi.
PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan nasal berupa edema mukosa, hipersekresi, polip, dan kelainan kulit ekzema,
dermatitis atopik, sering dijumpai pada asma alergi. Peningkatan kerja napas ditandai dengan
penggunaan otot bantu napas. Pada auskultasi berupa wheezing atau adanya fase ekspirasi
yang memanjang. Bila tidak eksaserbasi bisa tidak ditemukan kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium:
o Darah: eosinofil, Ig E spesifik
o Sputum: eosinofil, spiral Curschmann dan kristal Charcoat–Leyden
o Analisis gas darah: bila curiga gagal napas
o Tinja: telur cacing
2. Radiologis
o Normal atau hiperinflasi
o Untuk mencari penyulit: pneumotoraks, pneumomediastium, atelektasis, pneumoni
o Menyingkirkan penyakit lain
3. Faal Paru
CARDIO Page 59
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Untuk diagnosis dan monitor: FEV1 (Forced Expiratory Volume 1 Second) dan
PEF(R) (Peak Expiratory Flow (Rate)), variabilitas PEF.
4. Uji Provokasi Bronkus
Untuk menilai airway hyperresponsiveness dengan bahan alergen, histamin,
metacholine, salin hipertonis atau latihan fisik, dengan parameter PC20
5. Uji Kulit (prick test)
Untuk asma alergi
DIAGNOSIS
1. Anamnesis: keluhan sesak napas, ngik-ngik, kesulitan bernapas, dada sesak episodik,
ada variabilitas gejala sesuai cuaca, riwayat atopi, riwayat keluarga dengan asma
2. Pemeriksaan Fisik: wheezing menyeluruh atau ekspirasi memanjang, peningkatan
kerja napas dengan otot bantu napas aktif (retraksi).
3. Faal paru: obstruksi saluran napas (PEF atau FEV1) : reversibel
4. Uji provokasi bronkus: PC20 < 8 mg/ml
5. Laboratorium:
o Sputum: kristal Charcoat – Leyden, spiral Curschmann
o Darah: peningkatan eosinofil, IgE spesifik
6. Uji Kulit
DIAGNOSIS BANDING
1. Kelainan saluran napas atas: paralysis corda vocalis, sindrom disfungsi corda vocalis,
aspirasi benda asing, massa laringotrakeal, penyempitan trakea, tracheomalacia, edema
saluran napas akibat jejas inhalasi atau angiodema.
2. Kelainan saluran napas bawah: PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), bronkiektasis,
allergic bronchopulmonary mycosis, cystic fibrosis, pneumoni eosinofilik, bronkiolitis
obliterans
3. Gagal jantung kongestif (asma kardial), emboli paru, batuk akibat obat (ACE inhibitor)
4. Gangguan psikiatri
PENYULIT
CARDIO Page 60
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Kelelahan, dehidrasi, infeksi saluran napas, kor pulmonale, tussive syncope, pneumotoraks,
pneumomediastinum, emfisema kutis, atelektasis, gagal napas, aritmia (terutama bila
sebelumnya ada kelainan jantung).
PENATALAKSANAAN
1. Edukasi penderita dan keluarga agar timbul kerjasama yang baik dalam penanganan asma
2. Penilaian dan pemantauan derajat keparahan asma dengan menilai gejala dan faal paru
3. Menghindari paparan faktor resiko
4. Menyusun rencana pengobatan untuk penatalaksanaan asma jangka panjang
5. Menyusunn rencana pengobatan untuk penatalaksanaan eksaserbasi
6. Mengupayakan control teratur
KLASIFIKASI DERAJAT KEPARAHAN ASMA
Gejala Faal Paru
Step 1.
Intemittent
Gejala < 1 kali /minggu
Jarang eksaserbasi
Gejala nokturnal < 2
kali/bulan
FEV1 ≥80%predicted atau PEF
≥ 80% personal best
Variabilitas PEF < 20%
Step 2.
Mild Persistent
Gejala > 1 kali/ minggu
tetapi < 1 kali/ hari
Eksaserbasi dapat
mengganggu aktivitas dan
tidur
Gejala nokturnal > 1 kali/
bulan
FEV1 ≥80%predicted atau PEF
≥ 80% personal best
Variabilitas PEF < 20-30%
Step 3. Gejala setiap hari
Eksaserbasi dapat
FEV1 60-80% predicted atau
PEF 60-80% personal best
CARDIO Page 61
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Moderate
Persistent
mengganggu aktivitas dan
tidur
Gejala nocturnal > 1 kali/
minggu
Setiap hari menggunakan
agonis beta 2 kerja pendek
inhalasi
Variabilitas PEF >30%
Step 4.
Severe Persistent
Gejala setiap hari
Eksaserbasi sering
Gejala nokturnal asma
sering
Keterbatasan aktivitas fisik
FEV1 ≤60% predicted atau
PEF ≤ 60% personal best
Variabilitas PEF > 30%
Modalitas terapi farmakologis:
1. Anti inflamasi
Glucocorticosteroid: inhalasi (MDI, nebulisasi), oral, parenteral
1.1 Inhalasi:
Beclemethasone dipropionate: 2 x 2-3 puff (40ug) atau 1-2 puff (80ug) sehari 2 kali
Budesonide: 1 puff (200ug) nebulisasi sehari 2 kali
Fluticasone: 2 puff (250ug) nebulisasi sehari 2 kali
Flunisolide: 2- 4 puff (250ug) sehari 2 kali
1.2 Oral:
Methylprednisolon: 40-60mg/hari
Prednisolon: 40-60 mg/hari
CARDIO Page 62
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Prednison: 40-60 mg/hari
1.3 Injeksi:
Methylprednisolon: 1-2 mg/KgBB/6 jam
2. Bronkodilator:
a. Agonis beta 2: inhalasi (MDI, DPI, Nebulisasi), oral, parenteral
Salbutamol MDI, dry powder, nebulisasi, tablet (2-4mg/6-8 jam)
Terbutaline tablet (2,5-5 mg sehari 3 kali), injeksi (0,25 mg s.c sehari 4 kali), drip
infuse
Fenoterol MDI
Formoterol DPI ( +Budesonide DPI)
Salmeterol MDI (+ Fluticasone MDI)
b. Methylxanthine: oral, parenteral
Aminophyllin tablet, injeksi (bolus 5mg/kgBB, drip infuse 0,9 mg/kgBB/jam)
Theophyllin tablet, tablet lepas lambat
c. Antikolinergik: inhalasi (MDI, Nebulisasi)
Ipratropium bromide MDI, nebulisasi
3. Lain – lain: leukotrien modifier (montelukast, zafirlukast 20 mg sehari 2 kali,
zileuton), antihistamin generasi 2, obat anti alergi oral lain, imunoterapi allergen
spesifik
ASMA DAN KEHAMILAN
Pengobatan asma yang tidak terkontrol dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.
Penyulit akan menjadi lebih berat.
Fokus penatalaksanaan asma adalah kontrol gejala dan mempertahankan faal paru
normal
Inhalasi steroid dapat mencegah eksaserbasi asma pada kehamilan
Terapi eksaserbasi akut sebaiknya agresif untuk menghindari hipoksia fetus, meliputi:
nebulisasi agonis beta 2 kerja cepat dan oksigen, bila perlu corticosteroid sistemik.
PROGNOSIS
CARDIO Page 63
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Pada umumnya baik, bila diagnosis, penanganan dan pencegahan dibuat sedini
mungkin disertai pengobatan adekuat.
Atelektaksis
DEFINISI
Adalah kolapsnya jaringan alveolus paru akibat obstruksi parsial atau total
airway.
ETIOLOGI
Etiologi terbanyak obstruksi airway adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. Instrinsik berupa peradangan intra luminar airway. Peradangan intraluminar
airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Selain itu juga terjadi
edema di lumen airway sehingga mengakibatkan obstruksi pada airway. Etiologi
ekstrinsik atelektasis pada airway adalah pneumothoraks, tumor dan paling sering adalah
pembesaran kelenjar getah bening.
Pada anak-anak, atelektasis bisa terjadi. Terutama pada anak dengan infeksi primer
Tuberkulosis. Pada infeksi primer tuberkulosis terdapat pembesaran kelenjar getah
bening. Pembesaran kelenjar getah bening yang semakin banyak akhirnya menekan
airway sehingga dapat dengan cepat timbul atelektasis pada anak-anak maupun bayi.
Tingkat keparahan atelektasi tergantung banyaknya airway yang terkena serta
kualitas sumbatan pada airway yang mengalami obstruksi. Terapi atelektasis harus
berdasarkan etiologi yang mendasari supaya mendapatkan hasil yang optimal untuk
mengatasi atelektasis ini.
PATOFISIOLOGI
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus
adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan
tersebut juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda
asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang
menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke
dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru
CARDIO Page 64
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan
mengalami infeksi.
Faktor resiko terjadinya atelektasis
a. Pembiusan (anestesia)/pembedaha
b. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posis
c. Pernafasan dangkal
d. Penyakit paru-paru
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis atelektasis berupa penarikan diafragma mendekati lobus yang
kolaps, penarikan mediastinum mendekati lobus paru yang kolaps dan ICS (intercostal space
yang mengecil) akibat tarikan kolaps paru. Paru menjadi kolaps akibat tekanan negatif yang
seharusnya ada pada alveolus berkurang akibat sumbatan sehingga saat inspirasi udara susah
masuk ke alveolus sehingga parunya menjadi kolaps dan sesuai dengan hukum keseimbangan
maka semakin negatif tekanan di dalam suatu ruangan maka dengan kuat ruangan yang
bertekanan sangat negatif itu akan berusaha menyeimbangkan tekanannya dengan menarik
udara maupun zat lain di sekitar sehingga pada gambaran radiologis terdapat gambaran
radioopak pada lobus kolaps dan ada tarikan organ menuju lobus paru yang kolaps tersebut.
TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena. Tindakan yang biasa dilakukan:
CARDIO Page 65
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
a. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali
bisa mengembang
b. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)
d. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e. Postural drainase
f. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
g. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.
h. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin
perlu diangkat
i. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang
mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan
parut ataupun kerusakan lainnya.
5.5 Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:
a. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam,
batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
b. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan
dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan
pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila
menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini
akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun
pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.
CARDIO Page 66
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
PPAK (Penyakit Paru Akibat Kerja)
1.1. Silikosis
1.1.1. Definisi
Silikosis merupakan suatu penyakit parenkim paru berupa fibrosis paru difus
akibat inhalasi, retensi dan reaksi parenkim paru terhadap debuatau kristal silika
(SiO2). Silika merupakan komponen utama batu atau pasir.
Terdapat 3 jenis silikosis:
a. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu
silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan
kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar
getah bening dada.
b. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang
lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan,
pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
c. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang
sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek. Pada silikosis simplek dan
akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat
pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur
paru yang normal
1.1.2. Etiologi
Debu silika yang bisa terhirup udara nafas mempunyai ukuran partikel debu 0,5-
5 µm dan biasanya berbentuk:
Quartz (silika bebas), paling banyak di alam.
Crystalline (crystobalite dan tridymite), sangat jarang di alam, tetapi sering
terbentuk karena pekerjaan pabrik.
1.1.3. Gejala
Silikosis Kronis
Umumnya paparan debu silika terjadi lebih dari 15 tahun sebelumtimbul
gejala atau perubahan radiologis. Kelainan patologis berupa nodul (khas
untuk silikosis), terdiri dari jaringan hialin tersusun konsentris, dikelilingi
kapsul selular (makrofag, sel plasma, danfibroblas), isi nodul adalah
silika. Lokasi nodul ialah jaringan interstitial sekitar bronkiolus
terminalis, dengan ukuran 2-6 mm. Nodul dapat bersatu,
CARDIO Page 67
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
membentuk massive conglomerate lession, jarang membentuk kavitas
(kecuali bila ada infeksi tuberculosis bersama). Nodul merupakan bentuk
akhir respons paru (pertahanan makrofag alveolus terhadap paparan debu
silika di jaringan paru).
Silikosis Cepat
Perubahan terjadi dalam waktu 5-15 tahun. Perkembangan penyakit sama
dengan pada silikosis kronis namun jalannya lebih cepat. Sering terjadi
infeksi tuberkulosis, dan juga sering terjadi autoimun disease
(skleroderma).
Silikosis Akut
Perubahannya terjadi dalam waktu 5 tahun atau kurang. Terjadi
gambaran klinik kurang dari 5 tahun sesudah paparan masif debu silika.
Gejala predominan pada paru bagian bawah. Histopatologis mirip dengan
pulmonary alveolar proteinosis. Kelainan ekstra pulmonal dapat
mengenai ginjal dan hati. Penyakit dapat mengalami progresivitas dan
timbul gagal nafas dan berakhir kematian.
1.1.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar:
Adanya riwayat inhalasi debu silika
Adanya gambaran radiologis abnormal
Adanya kelainan faal paru obstruktif (restriktif, obstruktif ataucampuran).
Problem diagnostik adalah bila timbul komplikasi (timbulnya infeksi pyogenik,
jamur atau tuberkulosis) dan pada keadaan lanjut dapat timbul penyakit kolagen
(skleroderma, rematoid artritis).
Penegakan diagnosis berdasarkan klasifikasi :
Silikosis Kronik
Spirometri : retriksi, obstruksi
Radiologis : EGG shell cacification
Sering disertai infeksi tuberkulosis
Silikosis Terakselerasi
Menyerupai silikosis kronik
Biasanya ada infeksi mikrobakteri tipik atau atipik
Ditemukan gagal nafas karena hipoksemia
CARDIO Page 68
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Radiologis : fibrosis yang lebih difus dan iregular
Silikosis Akut
Gejala yang timbul beberapa minggu – 5 tahun:
Sesak nafas progresif
Batuk
Berat badan turun
Spirometri :
Retriksi
Kapasiti difus
Foto thoraks : fibrosis difus
Klinis : sesak nafas progresif, demam batuk, penurunan berat badan
Radiologis :
Fibrosis interstitial difus
Fibrosis masif diffuse ground –glass appearance
Faal paru : retriksi berat-hipoksemia penurunan kapasiti difusi
Sebuah penelitian yang menyatakan bahwa makrofag dan seldendritik
memproduksi neoptenin setelah stimulasi dengan interferon-γ dan berfungsi
sebagai penanda respon imun diperantarai sel yang diaktifkan. Hasilnya
kenaikan konsentrasi serum neopterin adalah penanda untuk silikosis.
1.1.5. Patofisiologi
Debu silika yang terhirup masuk sampai ke mukosa saluran pernapasan dapat
memiliki efek toksik bagi makrofag yang memfagositosis debu silika yang
masuk tersebut. Makrofag yang terkena efek toksik dari silika akan mengalami
desintegrasi dan mengeluarkan bahan-bahan kimia yang dapat mengaktifkan
makrofag yang lain. Makrofag baru yang teraktivasi akan mengalami proses
serupa dengan makrofag yang mengaktivasinya jika makrofag tersebut
memfagositosis debu silika tersebut. Makrofag yang banyak rusak akibat debu
silika yang masuk akan membuat daya tahan individu berkurang dan
memungkinkan untuk seseorang mudah terkena penyakit infeksi seperti kuman
tuberkulosis sehingga terbentuk siliko-tuberkulosis.
1.1.6. Patogenesis
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm akan tertahan di alveolus.
Partikel ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang khusus. Banyak dari
CARDIO Page 69
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran
limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Pada kelenjar, sel
darah putih itu kemudia berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan
menyebabkan damapak yang lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan
bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin
lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung
menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jarul normal
cairan limfatik melalui kelenjar limfe.
Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh
silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, foci baru di dalam
pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar
oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga.
Kemudian, nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.
Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan
bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga
menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan seba utama dari
dyspnoea.
1.1.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan Spirometri
Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan Radiologi
1.1.8. Tata Laksana
Pengobatan definitif terhadap silikosis belum ada. Kalaupun ada, hanya bersifat
meningkatkan pertahanan imun tubuh melalui pemberian multivitamin. Bila
terjadi infeksi sekunder berikan terapi yang sesuai. Yang dapat dilakukan hanya
melakukan upaya pencegahan agar tidak terpapar debu silika. Penggunaan
masker adalah tindakan preventif yang cukup baik. Hal tersebut juga perlu
memperhatikan asupan gizi dari makanan. Gizi yang cukup dapat memperkuat
sistem imun tubuh sebagai pertahanan bila telah ada partikel silika yang
kebetulan telah lolos terhirup.
1.1.9. Komplikasi
Infeksi mikrobakterium dan bakteri oportunis lainnya
Komplikasi sistem imun
CARDIO Page 70
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Komplikasi ginjal
Kanker
Pneumothoraks
1.1.10. Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya
silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri
peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara
bersih atau sungkup. Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen
dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja
lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika
foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan
terhadap silica.
1.1.11. Prognosis
Prognosisnya jelek, lebih-lebih kalau ada infeksi tuberkulosis (diagnosis sukar
dan tentunya berakibat pengobatan tidak tuntas). Usaha pencegahan penyakit
dilakukan dengan menghindari paparan debu silikadan para pekerja sulit bekerja
memakai masker basah.
1.2. Asbestosis
1.2.1. Definisi
Asbestosis adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkankarena
menghirup fiber asbestos.
1.2.2. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini adalah paparan asbes pada paru-paru penderita yang
disebabkan biasanya sang penderita sering terpapar fiber asbestos.
Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama
adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri
yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes.
Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan,
konstruksi dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga
bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Merokok sigaret menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya penyakit akibat
asbes.
Pekerjaan berisiko
CARDIO Page 71
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Derajat pajanan terhadap asbes yang tinggi dapat timbul pada pembuatan produk
berbahan semen asbes, pertambangan, dan pemrosesan serat asbes,
pembongkaran gedung dan renovasi bangunan dengan membuang bahan yang
terbuat dari asbes, pekerjaan isolasi seperti pelapisan ketel uap, penggantian
isolasi tungku pembakaran, dsb. Pekerja lain yang terpajan termasuk montir yang
mengganti minyak rem, pekerja yang membuat gasket asbes, pekerja perbaikan
dan pemeliharaan di galangan kapal, kilang minyak, stasiun tenaga listrik, dan
pekerja bangunan.
1.2.3. Gejala
Sesak nafas progresif
Batuk
Berat badan turun
terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru
kehilangan elastisitasnya.
sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak
badan.
batuk-batuk
rasa sesak di dada
nyeri dada
kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan yang
menyerupai tabuh genderang)
1.2.4. Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk penyakit asbestosis dapat dilakukan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Ketika
dokter melakukan auskultasi dalam pemeriksaan fisik, dokter bisa mendengarkan
suara crackling. Pemeriksaan penunjangnya adalah Chest X-Ray, CT scan paru,
dan tes fungsi paru.
1.2.5. Patofisiologi
Serat-serat dengan diameter kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan
menembus saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besar serat
yang masuk ke paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan
sputum. Sedangkan dari serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah
CARDIO Page 72
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
dan alveoli, sebagian serat pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke
kelenjar limfe, limpa, dan jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada
saluran napas kecil dan alveoli (khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks
besi-protein danmenjadi badan-badan asbes atau badan feruginosa. Diduga
krisolit menghilang dari tubuh secara bertahap, tetapi bukti tentang hal ini hanya
sedikit sekali. Setelah pajanan yang lama atau berat, retensi serat-serat asbes
cukup besar. Secara perlahan-lahan akan timbul fibrosis paru interstisial difus
dan progresif, dengan lesi-lesi linier individual lambat laun menyatu. Fibrosis
pleura ringan sampai berat seringkali ditemukan,dan kadangkala tampak plak-
plak pleura hialin atau kalsifikasi, yang tidak harus berkaitan dengan asbes.
Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama ludah
atau sputum. Kadangkala air minuman atau makanan dapat mengandung
sejumlah kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus
dinding usus, tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah
suatu masa laten jarang di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih
setelah pajanan pertama, dapat timbul mesotelioma maligna pleura
dan peritoneum. Mekanisme karsinogenesis tidak diketahui, kadang-kadang,
serat yang lain, misal talk yang terbungkus oleh besi-berikatan dengan protein,
dapat menimbulkan badan asbes.
1.2.6. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjangnya adalah Chest X-Ray, CT scan paru, dan tes fungsi
paru.
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara
ronki.
Rontgen dada: Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan
bawah paru, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang padat, bayangan
jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut
karena paru mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah
tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses lanjut terlihat
gambaran sarang tawon di lobus bawah.
Tes fungsi paru-paru: Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap
lanjut terjadi hipoksemia
CARDIO Page 73
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Biopsi paru: Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan
diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan
jaringan paru.
1.2.7. Tata Laksana
Jaringan paru yang sudah rusak tidak dapat diperbaiki. Namun,fibrosis yang
disebabkan asbestosis juga tidak bersifat progresif. Setelah paparan asbestos
sudah berhenti, penyakit akan berkembang tergantung dari banyaknya fiber
asbestos di paru. Terapi dari penyakit ini focus untuk mengurangi gejala yang
disebabkan karena berkurangnya kapasitas oksigen dan mencegah masalah
medis lain yang disebabkan karena asbestosis. Selain itu, mencegah penyakit
pernafasan sangat penting agar tidak semakin mengganggu fungsi paru. Penyakit
seperti flu atau pneumonia seharusnya dicegah sebisa mungkin. Terapi oksigen
bisa menjadi pilihan untuk pengobatan periodik apabila paru sudah mencapai
tahap lebih buruk.
1.2.8. Komplikasi
Efusi pleura bisa terjadi karena asbestosis. Akumulasi cairan diantara paru dan
tulang rusuk atau paru dan diafragma bisa diringankan denganmengurangi cairan
dengan prosedur thoracentesis. Salah satu terapi utama adalah dengan tidak
merokok. Hal ini disebabkan karena kombinasi antara asbestosis dan merokok
adalah onset dari emfisema, yang bisa menyebabkan berkurangnya kapabilitas
pernafasan.
1.2.9. Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di
lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan
kontrol debu. Dianjurkan untuk berhenti merokok.
1.2.10. Prognosis
Prognosisnya tergantung dari durasi dan lamanya terpapar asbestos. Pasien yang
sedang menderita malignant mesothelioma memiliki kemungkinan prognosis
yang buruk, dengan presentase 75% meninggal dari 1 tahun.
1.3. Bisinosis
1.3.1. Definisi
Bisinosis adalah penyakit paru berupa bronkitis kronis sebagai akibat
terpaparnya individu oleh debu kapas, rami, sisal atau nenas. Umumnya
CARDIO Page 74
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
byssinosis diderita oleh pekerja-pekerja pabrik tekstil yang selama bekerja
menghirup (inhalasi) debu kapas dengan inkubasi selama 5 tahun. Banyak
dijumpai pada parik pemintalan kapas, pabrik tekstil, pergudangan kapas, tempat
pembuatan kasur, dll.
1.3.2. Etiologi
Efek mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru
Akibat pengaruh endoktosin bakteri Gram-negatif kepada alat pernafasan
Merupakan gambaran reaksi allergi dari pekerja kepada debu kapas
Akibat bekerjanya zat kimia dari debu kepada paru seperti zat kimia
brokokonstriktor atau enzim
Reaksi psikis dari para pekerja.
1.3.3. Gejala
Ciri gambaran klinis penyakit ini adalah para pekerja pabrik tekstil yang sensitif
akanmerasakan sesak napas (napas pendek) setiap kembali ke tempat kerja
sesudah beberapa hari tidak bekerja atau tiap hari Senin sesudah satu hari
sebelumnya (Minggu) libur. Biasanya timbul demam selain sesak napas, dan
kadang-kadang gejala menetap untuk hari-hari berikutnya. Telah diketahui
bahwa pada para pekerja yang terdapat lebih banyak gejala (paru)yang dialami
akan mempercepat penurunan fungsi parunya. Selain itu lama kerja dan tingkat
kadar debu kapas yang memberikan paparan terdapat korelasi dengan timbulnya
byssinosis. Paparan asap rokok diketahui mempunyai efek sinergis terhadap
timbulnya byssinosis apabila terjadi bersama pada para pekerja yang sedang
mendapat paparan debu kapas. Efek asap rokok terhadap timbulnya gangguan
fungsi paru telah lama diketahui, tetapi bagaimanapenjelasannya belum
diketahui bahwa pada 7% pekerja pabrik yang terpapar debu kapasmenderita
obstruksi saluran napas yang ireversibel. Pada bisinosis terdapat penurunan nilai
KVP maupun VEP1, dan ciri ini jelas terlihat apabila pemeriksaan dilakukan
pada hari Senin saat kembali bekerja di lingkungan pabrik tekstil sesudah libur
hari Minggu. Mekanisme dari kejadian ini belum jelas. Gambaran histopatologis
yang ditemukan pada bisinosis mirip dengan pengaruh asap rokok yang
menginduksi terjadinya bronkitis, yaitu terjadinya hiperplasia kelenjar mukus
dan infiltrasi sel polimorfonuklear neutrofil di dinding bronkus.
Napas pendek
CARDIO Page 75
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Dada sesak
Sesak pada senin pagi
Batuk yang lama-kelamaan menjadi basah
Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis
merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya
kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal
bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya
juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysema.
1.3.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan.
Gambaran penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan
selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti
objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat
dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak
terpajan.
1.3.5. Patofisiologi
Kelainan paru pada pasien bisinosis berupa bronkitis kronis, yang kadang-
kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya endotoksin
(suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang mengkontaminasi
partikel debu kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab timbulnya
kelainan pam tadi. Para ahli telah yakin bahwa endotoksin ini adalah sebagai
penyebabnya dikuatkan oleh percobaan-percobaan simulasi yang telah
dikerjakan pada pekerja atau hewan coba di laboratorium.
Para peneliti dapat menunjukkanbahwa zat penyebab konstriksi bronkhioli
(broncho-constricting agent) terdapat dalam daun kapas tetapi tidak pada serat
atau biji kapas dan zat tersebut dapat dianggap sebagai penyebab gejala
bisinosis. Selain itu, endotoksin bakteri juga mempunyai peran dalam
menimbulkan penyakit bisinosis. Zat kimia dan endotoksin dimaksud
menyebabkan terbentuk dan bebasnya histamin yang manifestasinya adalah
gejala dan tanda penyakit bisinosis.
Patogenesis penyakit bisinosis adalah pelepasan histamin yang menyebabkan
gejala pada hari pertama kerja setelah libur hari minggu. Paparan terhadap debu
CARDIO Page 76
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
kapas, vlas, henep atau sisal yang terus menerus selama bertahun-tahun
menyebabkan iritasi saluran pernafasan bagian atas dan bronkhus; setelah
paparan berlanjut terjadi penyakit paru obstruktif kronis. Pada stadium dini,
tanda penyakit bisinosis adalah gejala berat di dada (chest tightness) dan pendek
(sesak) nafas (shortness of breath) yang biasanya menjelang akhir kerja pada hari
pertama masuk kerja setelah libur hari Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur
lainnya. Seringkali terjadi penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik, yang
mungkin tanpa gejala pada tenaga kerja. Pada hari berikutnya, gejala menghilang
kecuali adanya iritasi di saluran nafas bagian atas. Pada keadaan sakit
selanjutnya, keluhan disertai pula oleh kesulitan bernafas, dan gejala demikian
lebih menetap pada hari-hari lain dalam seminggu yaitu Selasa, Rabu dan
seterusnya. Pada perkembangan penyakit selanjutnya, bisinosis menyerupai
bronkhitiskronis dan emfisema, dengan karakteristika adanya riwayat gejala khas
berat di dada dan pendek nafas serta menurunnya kapasitas ventilasi paru yang
memburuk pada hari pertama minggu kerja. Foto rontgen paru pada stadium dini
penyakit tidak memperlihatkan perubahan spesifik; juga tidak ditemukan
patologi khusus pada paru pekerja yang meninggal dunia dengan penyakit
bisinosis stadium dini. Gejala dan tanda sakit bisinosis mirip asmabronkhial,
tetapi pada penyakit yang disebut terakhir ini tidak ditemukan riwayat penyakit
yang khas bagi bisinosis yaitu keluhan berat di dada dan pendek nafas yang
dirasakan menurut hari kerja yang awalnya hari Senin dan selanjutnya pada hari-
hari lainnya.
1.3.6. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjangnya adalah Chest X-Ray, CT scan paru, dan tes fungsi
paru.
1.3.7. Tata Laksana
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel sedangkan penyakit
yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan
penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah yang tidak
terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau berat, misalnya
FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan, jugaharus lebih baik
tidak terpajan lebih lanjut.
1.3.8. Komplikasi
CARDIO Page 77
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
Cacat pada paru.
1.3.9. Prognosis
Pekerja pabrik tekstil yang menghirup debu dari kapas, lenin, atau rami kerap
menderita bisinosis (terkadang disebut sebagai penyakit paru coklat), suatu
penyakit paru akut atau kronis. Jika dibandingkan dengan tipe lain
pneumokoniosis, kasus kematian akibat bisinosis tidak umum hanya 10-20 kasus
kematian yang dilaporkan dalam setahun.
A. Antrakosis
Definisi
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang
batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara,
seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal
laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap
berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun.
Gejala
- Sesak nafas
- Dengan silikosis
Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit
antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka
penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit
tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu
yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit
antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang
memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni
lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema.
Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosis sulit dibedakan, kecuali dari
sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah
dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari
fototoraks yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara
dan debu silikat, serta juga adanya basil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
CARDIO Page 78
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
B. Penyakit Beriliosis
Definisi
Penyakit pernapasan yang disebabkan karena penderita menghirup udara yang
tercemar oleh debu logam berilium baik yang berupa logam murni oksida sulfat
maupun dalam bentuk halogenida. Debu logam tersebut dapat menyebabkan
nasofaringtis, bronchitis dan pneumonitis. Penyakit beriliosis dapat timbul pada
pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga,
pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada
pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk
silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang
tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek
tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar
oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada
di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin
saja timbul. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-
pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu
dilaksanakan terus – menerus.
Gejala
- Demam
- Batuk kering
- Sesak napas
Delayed berryliosis : mudah lelah, sesak napas, dan berat badan menurun
CARDIO Page 79
Resume Kompilasi Skenario 3 2012
CARDIO Page 80