Studi Pengaruh Dekomposisi Pasir Besi Dengan NaOH …...logam dari batuan atau bijihnya dengan...

7
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 1 Abstrak—Pengaruh jumlah NaOH pada dekomposisi pasir besi untuk pemisahan titanium telah diteliti. Dekomposisi dengan NaOH yang dilanjutkan dengan hirolisis dengan asam klorida mengurangi kadar alumunium, silika, dan kalsium sehingga kadar titanium dalam residu pasir besi meningkat dari 5,33% menjadi 8,24%. Titanium dalam filtrat hasil hidrolisis pada rasio massa NaOH/pasir besi 1,2/1 sebesar 2,17% dari kadar awal titanium dalam pasir besi. Kenaikan suhu dekomposisi dari 450°C menjadi 600°C meningkatkan kadar titanium di filtrat hasil hidrolisis sebesar 1,82%, dari 2,76 mg menjadi 20,36 mg dalam 500 mL larutan.. Kata Kunci—Ekstraksi titanium, dekomposisi, rasio massa, suhu dekomposisi, waktu dekomposisi. I. PENDAHULUAN ITANIUM merupakan unsur dengan kelimpahan terbesar kesembilan pada kulit bumi [1]-[2]. Titanium kebanyakan ditemukan dalam batuan dan tanah, bergabung dengan oksigen dan/atau besi. Mineral titanium bisa dalam bentuk rutil dan anatase (keduanya merupakan TiO 2 ), ilmenit (FeTiO 3 ), dan leukosen (dengan variabel konsentrasi sama dengan ilmenit tetapi mirip pseudo-rutil Fe 2 Ti 3 O 9 ). Ilmenit dan leukosen biasanya ditemukan bersama zirkon (ZrSiO 4 ), sillimanit (Al 2 O 3 SiO 2 ) dan garnet. Ilmenit merupakan sumber utama bahan pembuat TiO 2 [3]. Pemisahan konsentrat ilmenit dari senyawa lain yang ada dalam batuan dapat dilakukan dengan metode: (1) Pirometalurgi, yaitu reduksi parsial ilmenit dengan antrasit dalam tungku suhu tinggi untuk memperoleh lelehan besi dan terak kaya titanium [4]-[7] atau pelelehan dengan natrium sulfida atau hidroksida pada 600-700°C. (2) Metode hidrometalurgi yaitu suatu proses metalurgi untuk mengolah logam dari batuan atau bijihnya dengan menggunakan pelarut berair (aqueous solution) yang dapat melarutkan senyawa tertentu dari bijih mineral [8]-[13]. Metode hidrometalurgi untuk pemisahan ilmenit meliputi pelindian, baik dalam kondisi ambien atau pelindian dengan pemberian tekanan [11]-[13] atau bisa juga digunakan metode reduksi dan pelarutan elektrokimia. Proses pelindian (leaching) adalah proses pemekatan kimiawi untuk melepaskan senyawa bijih suatu mineral dengan cara pelarutan dalam reagen tertentu. Reagen pada proses pelindian ilmenit bisa berupa H2SO4, atau HCl. Liu, dkk. (2006) telah melakukan penelitian untuk memperoleh titanium dioksida dari ilmenit menggunakan KOH sebagai agen dekomposisi pada suhu 200°C dan tekanan atmosfir. Ilmenit yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Yusing Chemical and Industrial Company (provinsi Shan Dong, China). Hasil yang diperoleh kalium titanat dan oksida besi yang kemudian dihidrolisis dalam larutan HCl (pH 2) pada 25°C selama 60 menit untuk mendapatkan titanium dioksida. Titanium yang dapat diekstrak dari ilmenit dengan metode ini sebesar 95-98% dan produk TiO 2 yang terbentuk mencapai tingkat kemurnian hingga 93% [14]. Zhang, dkk. (2009) juga melakukan penelitian terhadap terak titanium yang diperoleh dari Guo’ai Ferroalloy Company (Hebei, China). Terak titanium didekomposisi dengan NaOH 10 M pada suhu 220°C selama 4 jam. Produk yang diperoleh dari proses ini berupa Na 4 Ti 3 O 8 dan untuk memperoleh TiO 2 rutil maka dilakukan pengasaman dan penukaran kation dengan penambahan HCl pada suhu 100°C pada pH kurang dari 1,2. Kemurnian TiO 2 yang diperoleh dari proses ini mencapai 99% [15]. Pelindian sulfat menghasilkan produk TiO 2 telah dilakukan Roche, dkk. (2004) dalam penelitian untuk BHP Billiton (Afrika Selatan). Roche, dkk. menambahkan proses ekstraksi selektif untuk memperbesar kemurnian titanium dengan pelarut organik berupa trioktilfosfin oksida (TOPO) dan butil dibutilfosfonat untuk memisahkan titanium dari pengotornya berupa besi, kromium, mangan, dan nobium [16]. Pelindian sulfat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih rendah dan jumlah limbah besi sulfat yang banyak. Selain itu, proses sulfat juga memerlukan biaya produksi lebih tinggi untuk pengolahan asamnya daripada proses klorida [17]. Mahmoud, dkk. (2003) melakukan penelitian terhadap ilmenit dari daerah Abu Ghalaga, Laut Merah dengan metode pelindian asam klorida yang ditambah serbuk besi. Serbuk besi berfungsi untuk mereduksi Fe 3+ menjadi Fe 2+ dan Ti 4+ menjadi Ti 3+ . HCl 20% dan 0,11 g/g serbuk besi dipergunakan untuk pelindian pada suhu 110°C selama 5 jam. Rutil sintetik yang diperoleh sekitar 90% dan 0,8% Fe 2 O 3 [18]. Studi Pengaruh Dekomposisi Pasir Besi Dengan NaOH Terhadap Pemisahan Titanium Anita Sari dan Suprapto Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] T

Transcript of Studi Pengaruh Dekomposisi Pasir Besi Dengan NaOH …...logam dari batuan atau bijihnya dengan...

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 1

Abstrak—Pengaruh jumlah NaOH pada dekomposisi pasir besi untuk pemisahan titanium telah diteliti. Dekomposisi dengan NaOH yang dilanjutkan dengan hirolisis dengan asam klorida mengurangi kadar alumunium, silika, dan kalsium sehingga kadar titanium dalam residu pasir besi meningkat dari 5,33% menjadi 8,24%. Titanium dalam filtrat hasil hidrolisis pada rasio massa NaOH/pasir besi 1,2/1 sebesar 2,17% dari kadar awal titanium dalam pasir besi. Kenaikan suhu dekomposisi dari 450°C menjadi 600°C meningkatkan kadar titanium di filtrat hasil hidrolisis sebesar 1,82%, dari 2,76 mg menjadi 20,36 mg dalam 500 mL larutan..

Kata Kunci—Ekstraksi titanium, dekomposisi, rasio massa,

suhu dekomposisi, waktu dekomposisi.

I. PENDAHULUAN ITANIUM merupakan unsur dengan kelimpahan terbesar kesembilan pada kulit bumi [1]-[2]. Titanium

kebanyakan ditemukan dalam batuan dan tanah, bergabung dengan oksigen dan/atau besi. Mineral titanium bisa dalam bentuk rutil dan anatase (keduanya merupakan TiO2), ilmenit (FeTiO3), dan leukosen (dengan variabel konsentrasi sama dengan ilmenit tetapi mirip pseudo-rutil Fe2Ti3O9). Ilmenit dan leukosen biasanya ditemukan bersama zirkon (ZrSiO4), sillimanit (Al2O3SiO2) dan garnet. Ilmenit merupakan sumber utama bahan pembuat TiO2 [3].

Pemisahan konsentrat ilmenit dari senyawa lain yang ada dalam batuan dapat dilakukan dengan metode: (1) Pirometalurgi, yaitu reduksi parsial ilmenit dengan antrasit dalam tungku suhu tinggi untuk memperoleh lelehan besi dan terak kaya titanium [4]-[7] atau pelelehan dengan natrium sulfida atau hidroksida pada 600-700°C. (2) Metode hidrometalurgi yaitu suatu proses metalurgi untuk mengolah logam dari batuan atau bijihnya dengan menggunakan pelarut berair (aqueous solution) yang dapat melarutkan senyawa tertentu dari bijih mineral [8]-[13].

Metode hidrometalurgi untuk pemisahan ilmenit meliputi pelindian, baik dalam kondisi ambien atau pelindian dengan pemberian tekanan [11]-[13] atau bisa juga digunakan metode reduksi dan pelarutan elektrokimia. Proses pelindian (leaching) adalah proses pemekatan kimiawi untuk melepaskan senyawa bijih suatu mineral dengan cara

pelarutan dalam reagen tertentu. Reagen pada proses pelindian ilmenit bisa berupa H2SO4, atau HCl.

Liu, dkk. (2006) telah melakukan penelitian untuk memperoleh titanium dioksida dari ilmenit menggunakan KOH sebagai agen dekomposisi pada suhu 200°C dan tekanan atmosfir. Ilmenit yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Yusing Chemical and Industrial Company (provinsi Shan Dong, China). Hasil yang diperoleh kalium titanat dan oksida besi yang kemudian dihidrolisis dalam larutan HCl (pH 2) pada 25°C selama 60 menit untuk mendapatkan titanium dioksida. Titanium yang dapat diekstrak dari ilmenit dengan metode ini sebesar 95-98% dan produk TiO2 yang terbentuk mencapai tingkat kemurnian hingga 93% [14]. Zhang, dkk. (2009) juga melakukan penelitian terhadap terak titanium yang diperoleh dari Guo’ai Ferroalloy Company (Hebei, China). Terak titanium didekomposisi dengan NaOH 10 M pada suhu 220°C selama 4 jam. Produk yang diperoleh dari proses ini berupa Na4Ti3O8 dan untuk memperoleh TiO2 rutil maka dilakukan pengasaman dan penukaran kation dengan penambahan HCl pada suhu 100°C pada pH kurang dari 1,2. Kemurnian TiO2 yang diperoleh dari proses ini mencapai 99% [15].

Pelindian sulfat menghasilkan produk TiO2 telah dilakukan Roche, dkk. (2004) dalam penelitian untuk BHP Billiton (Afrika Selatan). Roche, dkk. menambahkan proses ekstraksi selektif untuk memperbesar kemurnian titanium dengan pelarut organik berupa trioktilfosfin oksida (TOPO) dan butil dibutilfosfonat untuk memisahkan titanium dari pengotornya berupa besi, kromium, mangan, dan nobium [16]. Pelindian sulfat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih rendah dan jumlah limbah besi sulfat yang banyak. Selain itu, proses sulfat juga memerlukan biaya produksi lebih tinggi untuk pengolahan asamnya daripada proses klorida [17]. Mahmoud, dkk. (2003) melakukan penelitian terhadap ilmenit dari daerah Abu Ghalaga, Laut Merah dengan metode pelindian asam klorida yang ditambah serbuk besi. Serbuk besi berfungsi untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dan Ti4+ menjadi Ti3+. HCl 20% dan 0,11 g/g serbuk besi dipergunakan untuk pelindian pada suhu 110°C selama 5 jam. Rutil sintetik yang diperoleh sekitar 90% dan 0,8% Fe2O3[18].

Studi Pengaruh Dekomposisi Pasir Besi Dengan NaOH Terhadap Pemisahan Titanium

Anita Sari dan Suprapto Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

T

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 2

Menurut Liu, dkk. (2006) dan Zhang, dkk. (2009) proses dekomposisi dengan basa dapat mengurangi konsumsi energi dan asam untuk pelindian. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian sebelumnya maka pada penelitian ini dilakukan pemisahan titanium dalam pasir besi pantai Pasirian Lumajang dengan dekomposisi dengan NaOH yang dilanjutkan dengan pelindian dengan HCl [14]-[15].

II. URAIAN PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah

mortar, cawan porselen, spatula, corong buchner, kertas saring, pompa vakum, hot plate, furnace, oven, pipet ukur, pipet volume, pro-pipet, timbangan analitik, pH meter dan peralatan gelas lainnya. Instrument ICP-AES ARL Fision + di Pusat Analisa Obat dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Surabaya digunakan untuk analisis konsentrasi titanium dan besi dalam filtrat yang dihasilkan selama proses pelidian. Selain itu juga digunakan instrument XRF Philips di Laboratorium Central Fisika Universitas Negeri Malang untuk mengetahui kandungan unsur dalam residu dan endapan.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah NaOH padat yang digunakan untuk mendekomposisi pasir besi, aquademin untuk melarutkan natrium silikat, HCl 37% untuk pelindian titanium dan mengendapkan silika, H2O2 30% untuk mengoksidasi besi dan titanium dalam larutan, NaOH 70% untuk mengendapkan besi dalam larutan, C2H2O4 1M untuk mereduksi kembali titanium dalam larutan, dan NH4OH 1M untuk mengendapkan titanium dalam larutan. Pasir besi yang digunakan berasal dari pantai Pasirian yang berlokasi di Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kandungan senyawa dalam pasir ini dianalisis menggunakan XRF.

B. Prosedur Kerja Rasio massa NaOH/pasir besi sebesar 0,6/1 digunakan

dalam penelitian ini. Pemanasan dalam muffle furnace dilakukan selama 2 jam pada suhu 450°C. Padatan yang terbentuk kemudian dicuci dengan aquademin dan disaring. Air cucian ditambah HCl 37% hingga pH netral (pH 7). Endapan yang terbentuk setelah penambahan HCl kemudian dipisahkan dengan penyaringan. Endapan dari filtrat ini kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80°C selama 4 jam dan setelah kering dianalisis menggunakan XRF. Residu yang diperoleh, dilindi pada pemanasan dengan suhu 93°C selama 1 jam dan pH 1. Metode ini diulangi dengan variasi penambahan NaOH 16, 20 dan 24 gram, untuk memperoleh rasio massa NaOH/pasir besi sebesar 0,8/1, 1/1, dan 1,2/1 [19]-[20].

Pengaruh suhu dekomposisi terhadap pemisahan titanium dipelajari dengan pelindian menggunakan metode yang sama pada rasio massa NaOH/pasir besi 0,6/1 dan diberikan variasi

suhu 450°C dan 600°C [19]-[20].

A. Pengandapan Besi dan Titanium Dalam Filtrat Hasil Pelindian Titanium

Titanium dan besi yang larut dalam filtrat dapat diperoleh kembali dalam bentuk padatan dengan cara pengendapan. Semua filtrat yang dihasilkan selama proses dekomposisi dan pelindian ditampung menjadi satu, kemudian ditambah H2O2 30% untuk mengoksidasi titanium dan besi yang terkandung di dalamnya. Konsentrasi H2O2 dalam larutan harus selalu dijaga dalam keadaan berlebih dan kondisi larutan dalam suhu yang selalu dingin. Penambahan NaOH 70% dilakukan untuk mengendapkan besi. Residu dicuci dengan aquademin yang mengandung sedikit H2O2. Kelebihan H2O2 dalam filtrat kemudian direduksi dengan asam oksalat (C2H2O4) 1M. Selesainya proses reduksi ditandai dengan hilangnya warna kuning larutan. Titanium kemudian diendapkan dengan penambahan ammonia (NH4OH) 1M [21].

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Preparasi Awal Pasir Kandungan pasir besi yang berasal dari Pasirian Lumajang

dari hasil analisis X-ray Fluorescence (XRF) ditunjukkan pada Tabel 1. Kadar titanium pada pasir besi hasil analisis diperoleh 4,83±0,08%. Selain titanium, pasir ini juga

memiliki kandungan utama berupa besi 72,87±0,56%, silika 8,8±0,1%, alumunium 6,9±0,5% dan kalsium 3,35±0,08%. Dalam penelitian ini digunakan pasir besi dengan massa 20 g, sehingga dapat dihitung massa awal titanium dan besi yang terkandung dalam pasir besi masing-masing seberat 966 mg dan 14574 mg.

Tabel 1. Komposisi unsur dalam pasir besi pantai Pasirian

No. Jenis unsur Konsentrasi (%) 1. Fe 72,87 ± 0,56 2. Si 8,8 ± 0,1 3. Al 6,9 ± 0,5 4. Ti 4,83 ± 0,08 5. Ca 3,35 ± 0,08

Gambar. 1. Grafik pengaruh pemisahan magnetik terhadap komposisi unsur dalam pasir besi.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 3

Preparasi awal terhadap pasir besi dilakukan untuk mengurangi gangguan dari senyawa lain pada proses pemisahan titanium. Preparasi awal dilakukan berdasarkan sifat titanium yang cenderung membentuk persenyawaan dengan besi seperti pada mineral ilmenit (FeO.TiO2), leukosen (Fe2O3.nTiO2), arizonit (Fe2O3.nTiO2.mH2O), dan titanifero magnetit ((Fe-Ti)2O3). Pasir dipisahkan berdasarkan sifat magnet dengan tujuan mengambil titanium yang membentuk persenyawaan dengan besi yang bersifat feromagnetik. Hasil XRF pasir besi yang sudah dipisahkan dengan magnet ditunjukkan pada Gambar 1. Kadar silika, alumunium, dan kalsium mengalami penurunan setelah pemisahan dengan magnet, masing-masing sebesar 4%, 2,9%, dan 2,01%. Kadar titanium naik sebesar 0,5%. Selain titanium, besi juga mengalami peningkatan konsentrasi sebesar 8,13%.

B. Pengaruh Dekomposisi Dengan NaOH Terhadap Logam Pengotor

Pasir yang telah dipisahkan dengan magnet kemudian didekomposisi dengan NaOH melalui pemanasan dalam muffle furnace. Hasil yang diperoleh adalah padatan berwarna coklat kehijauan yang kemudian dicuci dengan aquademin dan disaring. Padatan coklat yang terpisah dari proses penyaringan ini merupakan FeO yang tidak larut dalam aquademin. FeO adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara ilmenit dan NaOH (Persamaan 1).

3FeTiO3(s) + 4NaOH(s) → Na4Ti3O8(s) + 3FeO(s) + 2H2O(l) (1)

Saat dekomposisi juga terjadi reaksi antara silika dan NaOH membentuk sodium silikat (Na2SiO3), dimana reaksi yang terjadi sesuai dengan Persamaan 2. Pemisahan sodium silikat dalam larutan dapat dilakukan dengan cara mengendapkannya dengan penambahan HCl hingga pH netral agar membentuk monomer-monomer asam silikat (Si(OH)4) (Persamaan 3) yang nantinya akan terpolimerisasi menjadi gel silika. Endapan yang terbentuk berwarna putih. Komposisi utama dari endapan putih tersebut berupa silika, dengan kadar mencapai 90,7% (Gambar 2).

SiO2(s) + 2NaOH(s) → Na2SiO3(s) + H2O (l) (2)

Na2SiO3(s) + 2HCl(aq) + H2O(l) → Si(OH)4(s) + 2NaCl (aq) (3)

Berdasarkan Persamaan 1 dekomposisi pasir besi dengan NaOH selain membentuk oksida besi (FeO), juga menghasilkan sodium titanat (Na4Ti3O8). Selanjutnya sodium titananat (Na4Ti3O8) yang dihasilkan dari proses dekomposisi akan dilindi dalam HCl 37% pada pH 1. Pada pH 1 titanium akan berada pada bentuk kation bervalensi empat. Pada konsentrasi asam yang tinggi akan terbentuk Ti(IV) dan spesi fasa aqueous dari Ti(IV) dalam media klorida terdiri atas tiga spesi: TiO2+, TiOCl+ dan TiOCl2 [22].

Kemungkinan terbesar produk yang dihasilkan dari pelindian ini adalah besi klorida dan TiOCl2 [23].

Pelindian dilakukan pada suhu ±93°C, suhu ini dipilih karena pada proses produksi pigmen TiO2 dengan menggunakan klorida yang telah dilakukan oleh Lakshmanan, dkk. (2002) menunjukkan pemisahan titanium dari batuan atau konsentrat dengan larutan hydrogen halide harus dilakukan pada suhu lebih dari 90°C [24]. Kemungkinan reaksi yang terjadi sebagaimana Persamaan 4.

Na4Ti3O8(s) + FeO(s) + 12HCl(aq) → 3TiOCl2(aq) + FeCl2(aq) + 4NaCl(aq) + 6H2O(l) (4)

Setelah pemanasan akan diperoleh larutan berwarna jingga dan residu pasir berwarna coklat yang berada di dasar beaker glass. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan keduanya. Larutan berwarna jingga ini merupakan FeCl2 dan TiOCl2 yang dihasilkan selama pelindian. FeCl2 merupakan produk yang akan terbentuk ketika kation Fe2+ bereaksi dengan HCl. FeCl2 larut dalam air dan menghasilkan larutan berwarna kuning, dengan intensitas warna kuning tergantung konsentrasi besi dalam larutan [25]. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, TiOCl2 akan terbentuk ketika ion titanil (TiO2+) dari spesi Ti(IV), berada dalam media klorida. TiOCl2 merupakan larutan yang berwarna kuning bening. TiOCl2 berada dalam filtrat sehingga semua filtrat hasil pelindian selanjutnya dijadikan satu untuk dianalisis menggunakan ICP. Selain analisis kadar titanium dalam filtrat juga akan diukur kadar titanium dalam residu pasir coklat menggunakan XRF.

Hasil analisis XRF pada Gambar 3 menunjukkan kandungan alumunium dalam residu pasir adalah 0%. Nilai ini menunjukkan semua aluminium yang ada dalam pasir terlarut kedalam filtrat. Aluminium dapat bereaksi ketika proses dekomposisi dengan NaOH dan/atau ketika proses pelindian dengan HCl. Jika aluminium bereaksi dengan NaOH saat proses dekomposisi maka reaksi yang terjadi sebagaimana Persamaan 5.

A12O3(s) + 2NaOH(s) + 7H2O(l) → 2Na[Al(OH)4(H2O)2] (aq) (5)

Aluminium beraksi dengan NaOH membentuk larutan sodium aluminat yang larut ketika dilakukan pencucian dengan aquademin [26]. Sodium aluminat yang ada dalam

Gambar. 2. Grafik komposisi endapan dari filtrat hasil dekomposisi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 4

filtrat ketika ditambahkan HCl tidak mengendap, namun tetap berada dalam filtrat. Ini terbukti dari hasil XRF

endapan filtrat hasil dekomposisi dengan NaOH yang menunjukkan kandungan aluminium dalam endapan adalah 0% (Gambar 3). Jika ada aluminium yang belum bereaksi dengan NaOH pada saat dekomposisi dan berada dalam residu, maka sisa aluminium tersebut akan bereaksi dengan HCl ketika proses pelindian sesuai dengan Persamaan 6 [27]. Aluminium klorida yang terbentuk saat penambahan HCl berbentuk larutan.

Al2O3(s) + 6HCl(aq) → 2AlCl3(aq) +3H2O(l) (6)

Proses pelindian dengan HCl memperbesar konsentrasi titanium hingga 2,91% dan besi hingga 3,22% (Gambar 4). Kadar titanium dalam residu pasir tersebut mencapai 8,24%, dari kadar awal dalam pasir besi sebanyak 4,83%. Kenaikan konsentrasi titanium ini menunjukkan bahwa proses pelindian klorida dapat melarut pengotor dalam pasir besi. Selain itu juga terjadi pengurangan kadar silika dan kalsium masing-masing 1,3% dan 1,15%.

Kandungan kalsium dalam residu pasir hasil pelindian mengalami penurunan. HCl selektif terhadap besi dan relatif mengurangi kadar kalsium [28]. Selain itu terdapat kandungan kalsium dalam endapan dari filtrat hasil dekomposisi pasir besi dengan NaOH. Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat dekomposisi dengan NaOH, kalsium telah bereaksi membentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang larut dalam aquademin [21]. Kalsium yang larut dalam aqudemin kemudian ikut terkopresipitasi bersama endapan silika.

C. Pengaruh Rasio Massa NaOH/Pasir Besi Pada Filtrat Hasil Pelindian Titanium

Variasi rasio massa antara NaOH/pasir besi 0,6/1, 0,8/1, 1/1, dan 1,2/1 diberikan untuk mengetahui pengaruh rasio massa NaOH/pasir besi pada pemisahan titanium dengan suhu 450°C. Pada rasio massa NaOH/pasir besi 0,6/1 titanium yang terpisah dalam 500 mL filtrat sebesar 2,76 mg atau 0,29% dari kadar awal titanium dalam pasir besi.

Peningkatan rasio massa NaOH/pasir besi 0,8/1 menghasilkan kenaikan kadar titanium menjadi 4,97 mg dalam 500 mL larutan atau 0,51%, dan begitu pula pada rasio massa 1/1 dan 1,2 masing-masing diperoleh titanium sebesar 20,57 mg dan 20,98 mg dalam 500 mL larutan atau 2,13% dan 2,17%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa titanium yang berada dalam filtrat meningkat dengan peningkatan rasio massa NaOH/pasir besi (Gambar 4). Kadar titanium dalam filtrat mencapai nilai maksimum pada rasio massa NaOH/pasir besi 1,2:1. Pada kondisi ini pemisahan

titanium dapat mencapai 20,984 mg titanium dalam 500 mL larutan atau dapat dinyatakan dalam persentase kadar titanium sebesar 2,17%.

Xue, dkk. pada tahun 2009 telah melakukan penelitian yang serupa dengan rasio massa NaOH 1,2:1, 1,5:1, dan 1,8:1. Dong, dkk. (2012) juga telah melakukan penelitian dengan rasio masa NaOH dan terak titanium 1:1, 1,1:1, 1,2:1 digunakan untuk mempelajari pengaruh rasio massa NaOH dan terak titanium dalam pemisahan titanium pada suhu 550°C dengan menggunakan ukuran fraksi titanium 75-108 μm. Rasio massa 1,2:1 direkomendasikan oleh Dong, dkk. karena pada rasio massa ini diperoleh ekstrak titanium terbesar. Kedua penelitian ini menunjukkan hasil yang sama yaitu pemisahan titanium meningkat dengan peningktan rasio massa antara NaOH dan terak titanium.

Pada penelitian ini selain data kadar titanium juga diperoleh data kadar besi dalam filtrat hasil pelindian. Pada rasio massa NaOH/pasir besi 0,6/1 kadar besi dalam filtrat mencapai 1907,18 mg dalam 500 mL larutan atau 13,08% dari konsentrasi awal besi dalam pasir besi. Pada Gambar 5

Gambar. 3. Grafik pengaruh pelindian HCl terhadap kadar titanium dalam residu pasir.

Gambar. 5. Grafik kadar besi dalam filtrat hasil pelindian pasir besi dengan HCl.

Gambar. 4. Grafik kadar titanium dalam filtrat hasil pelindian pasir besi dengan HCl.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 5

dapat dilihat bahwa kadar besi dalam filtrat semakin berkurang dengan peningkatan rasio massa NaOH/pasir besi. Pada rasio massa NaOH/pasir besi 0,8/1 diperoleh kadar besi dalam 500 mL filtrat sebesar 1719,66 mg atau 11,80%, sedangkan pada rasio massa NaOH/pasir besi 1/1 dan 1,2/1 masing-masing diperoleh kadar besi sebesar 520,96 mg dan 366,83 mg dalam 500 mL larutan atau 3,57% dan 2,52%.

Dekomposisi dengan NaOH merupakan cara untuk

memisahkan silika dan aluminium dari titanium dan besi. Titanium dan besi akan tertinggal dalam residu sedangkan silika dan aluminium larut dalam filtrat [10].

D. Pengaruh Suhu Dekomposisi Pada Filtrat Hasil Pelindian Titanium

Pengaruh suhu pada proses dekomposisi terhadap pemisahan titanium dipelajari pada variasi suhu 450°C dan 600°C dengan rasio massa NaOH/pasir besi 0,8/1 dan waktu dekomposisi 2 jam. Kadar titanium dalam 500 mL filtrat meningkat dari 2,759 mg atau 0,29% pada suhu dekomposisi 450°C menjadi 20,356 mg atau 2,11% pada suhu dekomposisi 600°C (Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa suhu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemisahan titanium. Kadar titanium dalam filtrat meningkat dengan peningkatan suhu reaksi, terutama pada tahap awal reaksi yaitu tahap dekomposisi. Penyebabnya adalah

viskositas dari sistem lelehan NaOH menurun dengan peningkatan suhu, yang memperbesar transfer massa antara liquid-solid interface [19].

Efek suhu reaksi pada pemisahan titanium juga telah dipelajari oleh Dong, dkk. (2012) pada rentang suhu 450-

550°C dengan dengan menggunakan ukuran fraksi terak titanium 75-106 μm dangan rasio massa NaOH dan terak titanium 1,2:1. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Xue, dkk. (2009) pada suhu 400-475°C dengan dengan

menggunakan ukuran fraksi terak titanium 48-58 μm dangan rasio massa NaOH dan terak titanium 1,5:1. Kedua penelitian ini menunjukkan hasil yang sama, bahwa pemisahan titanium meningkat dengan peningkatan suhu dekomposisi.

Hasil ICP untuk filtrat yang sama menunjukkan kadar besi dalam larutan menurun, berbanding terbalik dengan peningkatan suhu dekomposisi. Pada suhu dekomposisi 450°C kadar besi dalam 500 mL filtrat sebesar 1907,17 mg atau 13,09%. Pada suhu 600°C kadar besi mengalami penurunan menjadi 581,09 mg atau 3,99% (Gambar 7). Terjadi kenaikan kadar titanium sebesar 1,82% dan penurunan kadar besi 9,10% pada suhu dekomposisi

dinaikkan dari 450°C menjadi 600°C

E. Pengaruh Waktu Dekomposisi Pada Filtrat Hasil Pelindian Titanium

Variasi waktu dekomposisi 2 jam dan 24 jam pada rasio massa NaOH/pasir besi 1/1 dan suhu dekomposisi 450°C dilakukan untuk mempelajari pengaruh waktu dekomposisi terhadap pemisahan titanium. Pada dekomposisi selama 2 jam diperoleh kadar titanium dalam 500 mL filtrat sebesar 20,98 mg atau 2,13%, sedangkan untuk dekomposisi selama 24 jam diperoleh kadar titanium sebesar 39,32 mg dalam 500 mL larutan atau 4,07% (Gambar 8). Kadar titanium dalam filtrat mengalami kenaikan dengan

Gambar. 6. Grafik kadar titanium dalam 500 mL filtrat pada suhu dekomposisi 450°C dan 600°C.

Gambar. 8. Grafik kadar titanium dalam 500 mL filtrat pada lama dekomposisi 2 jam dan 24 jam.

Gambar. 7. Grafik kadar besi dalam 500 mL filtrat pada suhu dekomposisi 450°C dan 600°C.

Gambar. 9. Grafik kadar besi dalam 500 mL filtrat pada lama dekomposisi 2 jam dan 24 jam.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 6

semakin lama waktu dekomposisi yang diberikan. Semakin lama reaksi terjadi maka semakin banyak produk yang dihasilkan sebagaimana laju reaksi dinyatakan sebagai pengurangan jumlah reaktan terhadap waktu reaksi atau bertambahnya produk dengan meningkatnya waktu reaksi [29]. Zhang, dkk. (2009) telah mempelajari efek waktu reaksi dalam pemisahan titanium. Dekomposisi dengan larutan NaOH 10 mol/kg H2O pada suhu 220°C, rasio massa 4:1 mengidentifikasi bahwa kadar titanium meningkat dengan peningkatan waktu reaksi.

Kadar besi dalam filtrat juga diukur untuk mengetahui pengaruh waktu dekomposisi terhadap pemisahan besi. Pada dekomposisi dengan NaOH selama 2 jam diperoleh kadar besi dalam 500 mL filtrat sebesar 520,96 mg atau 3,57%. Ketika waktu dekomposisi dinaikkan menjadi 24 jam, terjadi kenaikan kadar besi dalam filtrat menjadi 714,17 mg dalam 500 mL larutan atau 4,90% (Gambar 9). Terjadi kenaikan kadar titanium dan besi masing-masing sebesar 1,941% dan 1,33% pada waktu dekomposisi selama

24 jam dari kadar titanium dan pada waktu dekomposisi selama 2 jam

F. Pengandapan Besi dan Titanium Dalam Filtrat Hasil Pelindian

Persamaan 4 menujukkan bahwa produk hasil pelindian yang ada dalam filtrat mengandung FeCl2. Untuk memperoleh besi dari filtrat dilakukan pengendapan dengan metode yang telah dijelaskan pada sub bab 3.2.4. Penambahan H2O2 berfunsi untuk mengoksidasi besi yang terkandung di dalam filtrat. Basi(II) dari FeCl2 teroksidasi menjadi besi(III). Selain itu penambahan H2O2 juga berfungsi membentuk titanium terperoksidasi. Titanium terperoksidasi ini tidak ikut mengendap ketika ditambahkan agen pengendap untuk besi(III). Pengendapan besi dilakukan dengan penambahan NaOH agar membentuk besi hidroksida (Fe(OH)3). Hasil XRF pada Gambar 10 menyajikan informasi bahwa dalam endapan dari filtrat yang dihasilkan dari seluruh proses pelindian memiliki komposisi utama berupa besi dan ion klorida. Cornell dan Schwertmann (2003) menjelaskan bahwa oksida besi dapat mengadsorpsi anion.

Adsorpsi oleh oksida besi inilah yang mengakibatkan tingginya kandungan ion klorida dalam endapan.

Pengendapan titanium dilakukan dengan merusak titanium terperoksidasi yang terbentuk dengan penambahan agen pereduksi berupa asam oksalat (C2H2O4). Setelah itu dilakukan pengendapan yang kedua dengan penambahan ammonia (NH4OH). Hasil pengendapan titanium ini didapatkan endapan putih. Jumlah endapan yang sedikit mengakibatkan sulitnya pemisahan dengan filtrasi sehingga tidak dilakukan analisis lebih lanjut terhadap komposisi dari endapan putih tersebut.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan hasil dan pembahasan: 1. Dekomposisi pasir besi dengan NaOH yang dilanjutkan

hidrolisis dengan HCl meningkatkan kadar titanium dalam residu pasir dari 5,33% menjadi 8,24%. Kadar titanium dalam filtrat pada rasio massa NaOH/pasir besi 1,2/1 sebesar 20,98 mg dalam 500 mL larutan atau 2,17%.

2. Kenaikan suhu dekomposisi dari 450°C menjadi 600°C meningkatkan kadar titanium sebesar 1,82%, dari 2,76 mg menjadi 20,35 mg titanium dalam 500 mL larutan.

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga artikel ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan, dukungan dan dorongan dari semua pihak, untuk ini penulis sangat berterima kasih kepada: 1. Bapak Suprapto selaku dosen pembimbing yang telah

memberi banyak pengetahuan, masukan, dan inspirasi bagi penulis,

2. Ibu fahimah Martak selaku dosen wali 3. Bapak Hamzah Fansuri selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA ITS Surabaya 4. Dosen-dosen Jurusan Kimia FMIPA ITS Surabaya atas

ilmu yang telah diberikan

DAFTAR PUSTAKA [1] Knittel, D., 1983. Titanium and Titanium Alloys. In: Grayson, M. (Ed.),

3rd edition. Encyclopaedia of Chemical Technology, 23. John Wiley and Sons, pp.98–130.

[2] Minkler, W.W., Baroch, E.F., 1981. The Production of Titanium, Zirconium and Hafnium. In: Tien, J.K., Elliott, J.F. (Eds.), Metallurgical Treatises. AIME, pp.171–189

[3] Murty, CVGK., Upadhyay, R., Asokan, S., 2007. Electro Smelting of Ilmenite for Production of TiO2 Slag: Potential of India as A Global Player. INFACOM XI

[4] Tsuchida, H., Narita, E., Takeuchi, H., Adachi, M., Okabe, T., 1982. Manufacture of High Pure Titanium(1V) Oxide by the Chloride Process:1. Kinetic Study on Leaching of Ilmenite Ore Inconcentrated Hydrochloric Acid Solution. Bull.Chem. Soc. Jpn. 55, 1934–1938.

Gambar. 10. Komposisi endapan dari campuran semua filtrat yang dihasilkan proses pelindian.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 7

[5] Mohanty, S.P., Smith, K.A., 1993. Alkali Metal Catalysis of Carbo-Thermicreaction of Ilmenite. Trans. Inst. Min. Metall. 102, C163–C173

[6] Mackey, T.S., 1994. Upgrading Ilmenite Into A High-Grade Synthetic Rutile. JOM, April, 59–64.

[7] Mahmoud, Y.D., Georges, J.K., 1997. Processing Titanium and Lithium for Reduced-Cost Application. JOM 49, 20–27.

[8] Olanipekun, E., 1999. A Kinetic Study of The Leaching of A Nigerian Ilmenite Ore by Hydrochloric Acid. Hydrometallurgy. 53, 1–10.

[9] Lanyon, M.R., Lwin, T., Merritt, R.R., 1999. The Dissolution of Iron in The Hydrochloric Acid Leach of An Ilmenite Concentrate. Hydrometallurgy. 51, 299–323.

[10] Ogasawara, T., Araujo, R.V.V, 2000. Hydrochloric Acid Leaching of A Pre-reduced Brazilian Ilmenite Concentrate in An Autoclave. Hydrometallurgy. 56, 203–216.

[11] Toromanoff, I., Habashi, F., 1985. The Dissolution of Activated Titanium Slag in Dilute Sulphuric Acid. Can. J. Chem. Eng. 63, 288–293

[12] Jagasekera, S., Marinovich, Y., Avraamides, J., Baily, S.I., 1995. Pressure Leaching of Reduced Ilmenite. Hydrometallurgy 39, 183–199.

[13] Charnet, T., 1999. Applied Mineralogical Studies on Australian Sand Ilmenite Concentrate with Special Reference to Its Behavior in The Sulphate Process. Min.Eng. 12 (5).

[14] Liu, Y., Qi, T., Chu, J., Tong, ., Zhang, Y., 2006. Decomposition of Ilmenite by Concentrated KOH Solution Under Atmospheric Pressure. Int. J. Miner. Process. 81, 79–84

[15] Zhang, Y., Qi, T., Zhang, Y., 2009. A Novel Preparation of Titanium Dioxide from Titanium Slag. Hydrometallurgy. 96, 52–56

[16] Roche, E.G., Stuart, A.D., Grazier, P.E., 2004. Production of Titania. WO2004035841-A1.

[17] Zhang, W., Zhu, Z., Cheng, C.Y., 2011. a Literature Review of Titanium Metallurgical Processes. Hydrometallurgy. 108, 177–188

[18] Mahmoud, M.H.H., Afifi, A.A.I., Ibrahim, I.A., 2004. Reductive Leaching of Ilmenite Ore in Hydrochloric Acid for Preparation of Synthetic Rutile. Hydrometallurgy 73, 99–109

[19] Xue, T., Wang, L., Qi, T., Chu, J., Qu, J., Liu, C., 2009. Decomposition Kinetics of Titanium Slag in Sodium Hydroxide System. Hydrometallurgy. 95, 22–27

[20] Dong, W., Jinglong, C., Tao, Q., Weijing, W., 2012. Anti-Caking in The Production of Titanium Dioxide Using Low-Grade Titanium Slag Via the NaOH Molten Salt Methode. Powder Technology. 232, 99–105

[21] Svehla, G., 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. Longman Group Limited (London)

[22] Allal, K.M., Hauchard, D., Stambouli, M., Pareau, D., Durand, G., 1997. Solvent Extraction of Titanium by Tributyl Phosphate, Trioctyl Phosphine Oxide and Decanol from Chloride Media. Hydrometallurgy. 45, 113–128

[23] Nayl , A.A., Aly, H.F., 2009. Acid Leaching of Ilmenite Decomposed by KOH. Hydrometallurgy . 97, 86–93

[24] Lakshmanan, V.I., Sridhar, R., Rishea, M.M., Joseph, D.E., Laat R., 2002. Separation of Titanium Halides from Aqueous Solutions. U.S. patent 2002/6500396

[25] Cornell, R. M., Schwertmann, U., 2003. The Iron Oxides: Structure, Properties, Occurences and Uses. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA (Weiheim)

[26] Chamber, C., Holliday, A, K., 1975. Modern Inorganic Chemistry. Butterworth & Co Publishers Ltd (London)

[27] Armstrong, J., 2010. General, Organic, and Biochemistry: An Applied Approach: An Applied Approach. Brooks/ Cole Cengage Learning (Canada)

[28] Lasheen, T.A., 2008. Soda Ash Roasting of Titania Slag Product from Rosetta Ilmenite. Hydrometallurgy 93, 124-128

[29] Petrucci, R.H., 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga (Jakarta)