BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aqueous Humour
2.1.1 Anatomi mata
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humour adalah
korpus siliaris, sudut Camera Oculi Anterior (COA) dan sistem aliran
aqueous humour (Lubis, 2009).
(James, 2006)Gambar 2.1 Anatomi Mata
a. Korpus siliaris
Korpus siliaris atau badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humour), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera (Ilyas,
2007). Korpus siliaris memiliki panjang 6 mm, berbentuk segitiga pada
potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke
pangkal iris (Lubis, 2009).
5
6
(James, 2006)Gambar 2.2 Anatomi korpus siliaris
b. Camera okuli anterior
Camera Oculi Anterior (COA) yang dibentuk jaringan kornea-sklera
ditutupi pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik
mata. Bila terdapat hambatan pengaliran aqueous humour akan terjadi
penimbunan cairan pada kamera okuli di dalam bola mata, sehingga TIO
meninggi atau glaukoma. COA ini berdekatan dengan jalinan trabecular
meshwork (TM), kanalis Schlemm, garis Schwalbe dan jonjot iris (Ilyas,
2007).
c. Sistem aliran aqueous humour
Sistem aliran aqueous humour melibatkan jalinan trabekulum, kanalis
Schlemm, saluran kolektor (Lubis, 2009):
1. Jalinan trabekulum
Jalinan yang menyerupai saringan ini ada di sudut COA, dilewati 90%
aqueous humour saat keluar dari mata. Jalinan trabekulum ini terdiri dari 3
bagian. Ketiga bagian ini terlibat dalam proses pengaliran aqueous humour,
yaitu:
7
i. Jalinan uveal (uveal meshwork)
Jalinan uveal merupakan bagian terdalam dengan struktur menyerupai
kawat jala yang melintang dari akar iris sampai ke garis schwalbe. Ruangan
intertrabekular relatif luas dan memberikan tahanan untuk aliran aquos.
ii. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork)
Membentuk bagian tengah terbesar dari TM, berasal dari ujung sklera
sampai garis schwalbe. Terdiri dari kepingan trabekula yang berlubang elips
yang lebih kecil dari uveal meshwork (5µ - 50µ).
iii. Jalinan endotelial (juxtacanalicular meshwork)
Bagian terluar dari trabekulum yang mana menghubungkan jalinan
korneosklera dengan bagian terdalam endotel kanalis Schlemm. Jalinan
endotelial ini memberikan tahanan yang besar untuk aliran aquos.
(Weinreb, 2014)Gambar 2.3 Bagian trabecular meshwork
8
2. Kanalis Schlemm
Dinding bagian dalam kanalis Schlemm dibatasi oleh sel endotel yang
irregular yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanalis
dibatasi oleh sel rata yang halus dan mencakup pembukaan saluran
pengumpul yang meninggalkan kanalis Schlemm pada sudut miring dan
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena episklera
(Kanski, 2007).
3. Saluran kolektor
Saluran kolektor disebut juga pembuluh aquos intrasklera. Pembuluh ini
dibagi menjadi dua sistem. Pembuluh besar berjalan sepanjang intrasklera
dan berakhir langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa
saluran kolektor membentuk pleksus intrasklera sebelum memasuki vena
episklera (sistem indirek) (Lubis, 2009).
2.2.2 Fisiologi Aqueous Humour
Aqueous humour diproduksi dengan kecepatan 2-3 µL/menit dan mengisi
COA sebanyak 60 µL. Aqueous humour berfungsi memberikan nutrisi
(berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di segmen
anterior, seperti lensa, kornea dan TM. Selain itu zat sisa metabolisme
(seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan
tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan
intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Dalam
kondisi yang berbeda seperti saat inflamasi dan infeksi aqueous humour juga
berperan memberikan respon imun secara humoural dan seluler dan aqueous
9
humour juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan (Lubis,
2009).
Aqueous humour hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif dari
lapisan epitel prosesus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif ion Na+
ke dalam ruangan di antara sel-sel epitel. Ion Na+ kemudian menarik ion Cl-
dan bikarbonat, dan bersama-sama mempertahankan sifat netralitas listrik.
Kemudian semua ion ini bersama-sama menyebabkan osmosis air dari kapiler
darah yang terletak di bawahnya ke dalam ruang interselular epitel yang
sama, dan larutan yang dihasilkan membersihkan ruangan prosesus siliaris
sampai ke kamera okuli anterior mata (Hall, 2011).
(Yorio et al, 2008)Gambar 2.4 Mekanisme drainase aqueous humour.
Aqueous humour mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan
bola mata agar menjadi bulat. Aqueous humour mengalir dari Camera Oculi
Posterior (COP) melalui pupil ke COA, keluar ke aliran sistemik melalui 2
rute berbeda, yaitu (Lubis, 2009):
10
1. Trabecular outflow (pressure dependent outflow)
Merupakan aliran utama aqueous humour dari sudut COA. Sekitar 90%
aqueous humour total dialirkan melalui jalur ini. Aqueous humour dialirkan
dari sudut COA ke TM kemudian ke kanalis Schlemm menuju ke vena
episklera (Lubis, 2009).
Jaringan trabekular dibentuk oleh beberapa lapisan. Masing-masing
lapisan memiliki inti jaringan ikat berkolagen, yang dilapisi oleh jaringan
endotel. Aliran aqueous humour yang melewati jaringan trabekular
merupakan tempat aliran yang bergantung pada tekanan. Jaringan trabekular
berfungsi sebagai katup satu arah yang melewatkan aqueous humour
meninggalkan mata tetapi membatasi aliran dari arah lain tanpa
menggunakan energi. Selanjutnya, ruangan intertrabekular berhubungan
secara langsung dengan kanalis Schlemm, yang mengalirkan aqueous
humour ke bagian tersebut. Suatu sistem yang kompleks menghubungkan
kanalis Schlemm dengan vena episklera, yang kemudian dialirkan ke vena
siliaris anterior dan vena ophtalmica superior, yang selanjutnya diteruskan ke
sinus kavernosus (Lubis, 2009; Barton, 2013)
2. Uveoscleral outflow (pressure independent outflow)
Sekitar 5-15% aliran aqueous humour keluar melalui jalur ini. Pada
mekanisme aliran ini, aqueous humour mengalir dari sudut COA menuju ke
otot siliar, kemudian ke rongga suprasiliar dan suprakhoroidal. Cairan ini
kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau mengikuti saraf dan
pembuluh darah yang ada (Lubis, 2009; Eva, 2009).
11
Normalnya antara produksi aqueous humour dan absorbsinya adalah
seimbang. Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka
TIO akan meninggi (Ilyas, 2007).
(Ilyas, 2007)Gambar 2.5 Peninggian tekanan di dalam bola mata
TIO yang tinggi yang menyebabkan kerusakan pada saraf optik yang
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau
mengakibatkan kebutaan (Ilyas, 2007).
2.2.3 Komposisi Aqueous Humour
Komposisi dari aqueous humour antara lain protein (0,04%) dan yang
lainnya yaitu Na (144 mm/kg), K (4,5 mm/kg), Cl (110 mm/kg), glukosa (6,0
mm/kg), asam laktat (7,4 mm/kg), asam amino (0,5 mm/kg), inositol (0,1
mm/kg). Aktivitas dan distribusi selular aqueous humour di sepanjang
membrane sel pigmented ciliary epithelium (PE) dan sel non pigmented
ciliary epithelium (NPE) menentukan pengaturan sekresi di stroma ke COP
yang memiliki 3 langkah:
a. Mengambil larutan air dari permukaan stroma oleh PE.
b. Pemindahan dari sel PE ke sel NPE melalui gap junction.
12
c. Pemindahan larutan dan air sel NPE ke COP (Lubis, 2009).
Dengan cara yang sama mekanisme transport larutan dan air dari COP
kembali ke stroma. Dalam absorbsi ini, transport lain mungkin juga terlihat
dalam pengeluaran Na+, K+ dan Cl- kembali ke stroma. Komposisi aqueous
humour merupakan keseimbangan yang dinamis yang ditentukan oleh
produksi, aliran dan pertukaran dalam jaringan pada COA. (Lubis, 2009).
2.2.4 Pembentukan Aqueous Humour
Pembentukan aqueous humour adalah suatu proses biologis yang
mengikuti siklus sikardian. Aqueous humour diproduksi melalui tiga
mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi, dan transport aktif.
a. Difusi adalah pergerakan pasif dari ion-ion yang larut dalam lemak melalui
membran sel karena adanya perbedaan konsentrasi. Sewaktu aqueous
humour melewati dari COP sampai kanalisis schlemm, mengalami kontak
korpus siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan TM, terjadi pertukaran secara
difusi dengan jaringan sekitar, sehingga aqueous humour pada COA lebih
menyerupai plasma di dinding plasma dibandingkan dengan aqueous humour
pada COP.
b. Ultrafiltrasi adalah pergerakan air dan substansi yang larut dalam air
melalui pori-pori mikro pada membran sel karena adanya perbedaan osmotik
atau perbedaan tekanan hidrostatik. Difusi dan ultrafiltrasi merupakan
mekanisme transport ion yang bersifat pasif.
c. Transport aktif merupakan pergerakan dari substansi yang larut air tapi
memiliki ukuran yang lebih besar dan perpindahannya tidak tergantung pada
adanya perbedaan tekanan osmotik maupun tekanan hidrostastik.
13
Pembentukan aqueous humour kebanyakan merupakan hasil dari transport
aktif dari epitel tidak berpigmen korpus siliaris yang melibatkan Na+, K+ ,
ATPase pada membrane sel. (Lubis, 2009; Yorio et al, 2008; Stamper et al,
2009). Seperti terlihat pada gambar (2.6):
(Lubis, 2009)Gambar 2.6 Mekanisme pembentukan aqueous humour pada korpus
siliaris.2.3 Glaukoma
2.2.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana TIO seseorang demikian tinggi
atau tidak normal akibat dari adanya hambatan pada penyaluran keluar cairan
aquos, sehingga mengakibatkan kerusakan pada saraf optik dan
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau
buta. TIO yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 10-
14
20 mmHg (Ilyas, 2007). Penyakit yang ditandai dengan peninggian TIO ini,
disebabkan:
- bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (glaukoma hambatan pupil) (Ilyas dan Yulianty, 2012).
2.2.2 Epidemiologi Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, akan tetapi bila
diketahui sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma
dapat dikontrol untuk mencegah kerusakan lanjut atau kebutaan pada mata.
Sebanyak 50%-70% penderita tersebut menderita glaukoma sudut terbuka
primer. Sejalan dengan penelitian Quigley, jumlah penderita glaukoma primer
sudut terbuka berkisar antara 85%-90% dari seluruh penderita glaukoma,
sebagian kecil (10-15%) penderita lainnya menderita glaukoma sudut tertutup
primer. Pada umumnya glaukoma ini ditemukan pada usia lebih dari 40
tahun, walaupun penyakit ini kadang-kadang ditemukan pada usia muda
(Eva, 2009). Diduga glaukoma glaukoma primer sudut terbuka diturunkan
secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita, secara genetik
penderitanya adalah homozigot. Terdapat 99% penderita glaukoma primer
dengan hambatan pengeluaran aqueous humour pada TM dan kanalis
Schlemm (Ilyas dan Yulianty, 2012).
2.2.3 Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya menjadi:
1. Glaukoma primer
15
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Jenis ini merupakan bentuk glaukoma tersering. Glaukoma primer
sudut terbuka merupakan glaukoma yang terjadi secara primer dan bukan
karena kondisi lain yang menyertai. Pada glaukoma jenis ini, terdapat
kecenderungan familial yang cukup kuat. Gambaran patologik utama
pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses degeneratif jalinan
trabekular, termasuk pengendapan matrik ekstrasel di dalam jalinan
trabekular dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya
terjadi penurunan drainase aqueous humour oleh badan siliar yang
menyebabkan penimbunan cairan aqueous humour dan berdampak pada
peningkatan TIO tanpa adanya penyempitan sudut bilik mata (Eva, 2009).
b. Glaukoma tekanan normal
Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus
atau lapang pandang memiliki TIO yang tetap di bawah 21 mmHg, yang
dikenal sebagai glaukoma tekanan normal atau rendah. Patogenesis yang
mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap TIO karena kelainan
vaskular atau mekanis di caput nervus opticus, atau bisa juga murni
karena penyakit vaskular. Mungkin terdapat suatu faktor predisposisi
yang diwariskan, yaitu adanya kelainan pada gen optineurin di kromosom
10, dimana dikatakan bahwa gen optineurin memegang peranan
neuroprotektif terhadap pengurangan stimulasi apoptosis dari sel ganglion
retina (Eva, 2009; Weinreb et al, 2014).
c. Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa ada kelainan lainnya (Eva, 2009). Glaukoma primer sudut
16
tertutup disebabkan oleh aposisi dari iris perifer ke jalinan trabekular dan
menyebabkan drainase aqueous humour melalui COA menurun sehingga
terjadi peningkatan TIO (AAO, 2011).
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder sudut terbuka adalah glaukoma yang terjadi sekunder
karena adanya zat yang secara mekanis menghambat aliran keluar cairan
aquos melalui TM. Zat tersebut misalnya pigmen, material eksfoliasi dan sel
darah merah. Selain itu, glaukoma sekunder sudut terbuka juga dapat
merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi jalinan trabekula karena
adanya trauma, inflamasi dan iskemia, serta penggunaan obat kortikosteroid
(Weinreb et al, 2014; Mancil et al, 2011).
Pada penggunaan kortikosteroid, dapat menyebabkan glaukoma sekunder,
baik sudut terbuka ataupun sudut tertutup. Pada penggunaan kortikosteroid
yang menyebabkan glaukoma sudut terbuka, disebabkan oleh karena
peningkatan akumulasi glikosaminoglikan atau peningkatan produksi dari
TM-inducible glucocorticoid response (TIGR) protein, yang secara mekanis
menyebabkan obstruksi dari aliran keluar aqueous humour (Rath, 2010).
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya TIO akibat
terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata.
Akibat pembendungan aqueous humour, TIO meninggi pada saat bola mata
sedang dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang
disebut sebagai buftalmos (Ilyas, 2007).
17
Glaukoma kongenital terdiri dari berbagai penyakit. Dapat timbul saat
lahir atau dalam tahun pertama. Gejala dan tanda termasuk:
- mata berair berlebihan
- peningkatan diameter kornea (buftalmos)
- kornea berawan karena edema epitel
- terpisahnya membrane descemen.
Glaukoma kongenital biasanya diterapi dengan pembedahan, dibuat insisi
pada jalinan trabekula (goniotomi) untuk meningkatkan drainase aquos atau
dibuat pasase langsung di antara kanalis Schlemm dan COA (trabekulotomi)
(James, 2006).
4. Glaukoma absolute
Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma
dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total
akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, mata keras
seperti batu dan disertai dengan rasa sakit (Ilyas, 2007).
Keadaan ini sering mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan
ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit (Ilyas dan Yulianty, 2012).
18
2.2.4 Patogenesis Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma Primer Sudut Terbuka atau chronic simple glaucoma adalah
glaukoma yang penyebabnya pastinya belum diketahui. Merupakan suatu
glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.
(Weinreb, 2014)Gambar 2.7 Patofisiologi glaukoma primer sudut terbuka
Pada glaukoma primer sudut terbuka (Primary Open Angle Glaucoma atau
POAG) terjadi peningkatan resistensi pada TM sehingga menyebabkan
hambatan aliran keluar aqueous humour. Lokasi resistensi pada TM belum
diketahui secara pasti, namun diperkirakan terdapat pada juxtacanalicular
dari TM (Razeghinejad et al, 2012; Stamper et al, 2009). Akibat adanya
hambatan drainase aqueous humour tersebut dapat meningkatkkan TIOpada
mata.
Pada POAG, peningkatan TIO biasanya tidak meningkat melebihi 30
mmHg oleh karena perjalanan penyakit yang berjalan secara progresif
perlahan, sehingga kerusakan sel ganglion retina biasanya terjadi setelah
beberapa tahun (AAO, 2011). Akibat peningkatan TIO yang berkelanjutan,
lama-kelamaan akan menyebabkan kerusakan atau iskemia akson saraf optik
19
akibat berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik, sehingga terjadi
atropi papil dan pembesaran cekungan optik yang biasa disebut ekskavasi
glaukomatosa. Pada glaukoma primer sudut terbuka tahap awal, pasien
cenderung tidak mengeluh mata merah atau bahkan kadang tidak terdapat
keluhan. Padahal dalam tahap ini sudah terjadi gangguan fungsi dan susunan
anatomis tanpa disadari oleh penderita. Lama-kelamaan tanpa dengan terapi
yang baik, penderita akan merasakan progresifitas dari kerusakan nervus
optikus akibat adanya gangguan saraf optik yang akan terlihat sebagai
gangguan fungsi berupa penciutan lapang pandang. Biasanya penderita akan
memperhatikan dan lebih menjaga kesehatan matanya setelah terdapat
keluhan yang lebih berat (Ilyas dan Yulianty, 2012).
2.2.5 Faktor Risiko Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Adapun faktor risiko pada penyakit glaukoma adalah sebagai berikut
(AHAF, 2010).:
a. Usia
Prevalensi glaukoma terjadi empat sampai sepuluh kali lebih tinggi pada
usia lebih tua.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin perempuan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
POAG, dimana perempuan memiliki hormon estrogen yang mampu
melindungi saraf optik ketika dalam kadar normal. Namun apabila terjadi
perubahan hormonal estrogen, akan menyebabkan risiko lebih tinggi
berkembang menjadi POAG. Hal ini dikarenakan rendahnya jumlah estradiol
yang merupakan suatu bentuk hormon estrogen dari hasil reduksi aktifitas
20
Nitric Oxide Synthase enzim III dan nitrat oksida dalam sel endothelial,
menyebabkan terjadinya hambatan aliran keluar dari trabekular meshwork
dan peningkatan TIO (AAO, 2011).
c. riwayat keluarga dengan glaukoma;
d. penyakit penyerta (diabetes mellitus dan hipertensi);
e. penggunaan kortikosteroid;
f. riwayat operasi mata dan cedera pada mata.
2.2.6 Manifestasi Klinis Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Pada glaukoma kronis (menahun), biasanya muncul di usia 40 tahun ke
atas. Selain itu juga bisa terjadi kerusakan saraf mata dan kematian yang
spesifik, sehingga mengakibatkan keluhan kehilangan lapang pandang dan
penurunan penglihatan sesuai dengan beratnya glaukoma (Ilyas dan Yulianty,
2012).
2.2.7 Diagnosis
Pemeriksaan ulang 3-4 kali setahun pada penderita glaukoma sangat perlu
dilakukan untuk melihat TIO tidak memberikan kerusakan baru pada syaraf
optik. Pemeriksaan glaukoma jika hanya dengan memeriksa TIO tidaklah
cukup untuk menegakkan diagnosa glaukoma, maka harus dilakukan
pemeriksaan mata lengkap, antara lain (Eva, 2009):
a. Mengukur TIO
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat
cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intraokular, yaitu:
- digital palpasi atau digital dengan jari telunjuk.
- indentasi dengan tonometer schiotz.
21
- aplanasi dengan tonometer aplanasi goldman.
- non-kontak pneumotonometri (Ilyas, 2007).
(Stamper, 2009)Gambar 2.8 Pemeriksaan aplanasi dengan tonometer aplanasi goldman.
b. Memeriksa sudut aliran mata dengan gonioskopi
(Olver dan Lorraine, 2009)Gambar 2.9 Hasil pemeriksaan gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut COA dengan
menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma, gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar dan sempitnya sudut COA (Ilyas, 2007).
22
c. Mengevaluasi ada atau tidaknya kerusakan saraf mata dengan oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil
saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma kronik. Papil saraf
optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
Keberhasilan suatu pengobatan berhasil dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus membesar (Ilyas, 2007).
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi
sentral) yang ukurannya tergantung jumlah relative serat penyusun nervus
optikus terhadap ukuran lubang sclera yang harus dilewati oleh serat-serat
tersebut (Hall, 2011).
(Diestelhorst, 2008)Gambar 2.10 Gambaran funduskopi pada retina yang normal, tanpa
ekskavasio.
23
(Diestelhorst, 2008)Gambar 2.11 Gambaran funduskopi pada retina pasien glaukoma. Terdapat
ekskavasio glaukomatosa dengan CD ratio 0,8.
d. Pemeriksaan lapangan pandang
Gangguan pada lapang pandang merupakan gangguan yang terjadi akibat
kerusakan saraf. Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari
kerusakan lapang pandang, oleh karena itu pemeriksaan lapang pandang
sangat penting (Ilyas, 2007).
(Ilyas, 2007)Gambar 2.12 Gambaran proses hilangnya penglihatan oleh penderita
glaukoma.
Tanda awal hilangnya lapang pandang biasanya terlihat berupa adanya
area lengkungan yang tidak terlihat atau gelap (blind spot) sedikit di atas atau
di bawah penglihatan sentral. Daerah gelap ini akan meluas apabila tidak
24
diobati atau ditangani sehingga daerah yang sempit seperti kita melihat pada
lubang kunci (tunnel vision) (Ilyas, 2007).
2.2.8 Penatalaksanaan Medis Glaukoma
Penatalaksanaan penderita glaukoma ditujukan untuk menyelamatkan
fungsi penglihatan penderita dan meningkatkan kualitas hidup penderita
glaukoma dengan menurunkan TIO (Giaconi et al, 2010). Pengobatan yang
dipilih diusahakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya,
tidak mengganggu aktivitas penderita, dan dengan risiko yang sekecil-
kecilnya (AAO, 2011).
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, namun
pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan (JEC, 2012).
Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma terdiri dari pengobatan
medikamentosa dan pembedahan. Medikamentosa biasanya diberikan pada
awal pengobatan, sedangkan pembedahan dilakukan apabila pengobatan
dengan obat-obatan tidak memberikan hasil yang diinginkan (Giaconi et al,
2010; Netland, 2008).
Menurunkan TIO dapat mencegah kerusakan penglihatan yang lebih
lanjut. Oleh karena itu, semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin
besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan (JEC, 2012).
Pengobatan glaukoma dibagi dalam beberapa golongan, yaitu (Kanski, 2007):
a. Antagonis beta-adrenergik (nonselektif dan selektif);
b. Parasimpatomimetik (miotik), termasuk kolinergik dan antikolin esterase;
c. Inhibitor karbonik anhidrase (oral dan topikal);
25
d. Lipid hipotensif, termasuk analog prostaglandin, prostamid, dan
dekonosoid;
e. Kombinasi obat-obatan;
f. Obat hiperosmotik.
g. Iriedoktomi perifer
h. Trabekuloktomi
i. Trabekuloplasti
2.2.9 Komplikasi
Apabila terapi ditunda, iris perifer dapat melekat ke anyaman trabekular
(sinekia anterior) sehingga menimbulkan oklusi sudut COA irreversible yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Sedangkan jika tidak
diobati akan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang progresif,
biasanya melalui tahapan blind spot dan bisa menjadi kebutaan total (Sihota,
2009).
2.2.10 Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila
tidak mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi
dalam waktu yang pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan bagian mata
yang tidak mendapat glaukoma sangat diperlukan karena dapat memberikan
keadaan yang sama seperti mata yang glaukoma (Ilyas et al, 2007).
2.2.11 Pencegahan
Para peneliti belum menemukan cara agar terhindar dari glaukoma. Namun,
bagi mereka yang berisiko mengalami glaukoma dapat dicegah dengan gaya
hidup sehat termasuk olahraga teratur dan diet nutrisi yang direkomendasikan
26
oleh dokter dalam meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Rekomendasi
untuk menjaga kesehatan fisik adalah sebagai berikut (AHAF, 2010):
a. makan makanan yang bervariasi. Karoten, antioksidan, vitamin, zinc, dan
omega-3 beperan dalam menjaga penglihatan;
b. olahraga teratur setiap hari. Beberapa penelitian menunjukkan olahraga
aerobik dapat menurunkan TIO;
c. pertahankan tekanan darah dalam tingkat yang normal;
d. hindari paparan langsung dari cahaya matahari dengan menggunakan
kacamata hitam dan topi; dan
e. rutin memeriksakan mata.
2.2.12 Edukasi
Pengobatan glaukoma sudut terbuka merupakan pengobatan jangka
panjang, oleh karena itu pasien harus diberitahu mengenai tujuan pengobatan
dan efek samping yang mungkin dapat timbul dari pengobatan tersebut. Selain
itu, pasien dapat juga diberi saran agar rutin melakukan olahraga aerobik
untuk menurunkan TIO (Eva, 2009).
2.2.13 Monitoring
Kontrol rutin sangat diperlukan untuk mengevaluasi pengobatan dan
memantau progresifitas penyakit. Pada saat kontrol, pasien perlu diperiksa
TIO, keadaan retina, dan lapang pandangnya (Eva, 2009).
2.3 Kepatuhan Kontrol Kesehatan
2.3.1 Definisi
Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti patuh, suka menuruti,
disiplin. Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya
27
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, sehingga pasien mengerti
rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta
melaksanakannya (Depkes RI, 2007). Kepatuhan merupakan istilah yang
dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah
ditentukan. Kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang dicapai pada
program pengobatan yang telah ditentukan. Kepatuhan pada program
kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dapat langsung
diukur (Walker, 2011). Kepatuhan merupakan perilaku yang penting dalam
dunia kesehatan karena regimen layanan kesehatan tidak bernilai tanpa
kepatuhan klien (Asti, 2006).
Penderita yang patuh adalah penderita yang menyelesaikan pengobatannya
secara teratur dan lengkap, sedangkan penderita yang tidak patuh adalah
penderita yang tidak melaksanakan proses pengobatan sesuai rencana yang
telah ditetapkan (Depkes RI, 2007). Dikatakan patuh apabila datang tepat
waktu maupun 6 hari sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan. Tidak
patuh apabila melebihi 6 hari dari waktu yang ditentukan (Sasmita, 2014).
Seseorang yang tidak patuh atau melalaikan kewajibannya untuk menjalankan
serangkaian proses pengobatan dan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan, dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan dan meningkatkan
risiko berkembangnya masalah kesehatan yaitu memperpanjang atau
memperburuk kesakitan yang sedang diderita (Simamora, 2008).
Kepatuhan terhadap terapi jangka panjang pasien yang menderita penyakit
kronis pada populasi umum adalah sekitar 50% dan jauh lebih rendah dalam
negara berkembang. Kepatuhan dalam kontrol kesehatan sangat diperlukan
28
dalam menjalani pengobatan suatu penyakit. Kontrol kesehatan merupakan
pemeriksaan komprehensif terhadap diri seseorang untuk menentukan status
perkembangan kesehatan pasca keluar rumah sakit. Kontrol kesehatan sangat
penting dengan tujuan untuk menilai faktor risiko terhadap bertambah
parahnya suatu penyakit-penyakit tertentu (Cramer, 2011).
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan kontrol kesehatan di samping
untuk mengetahui kondisi kesehatan secara berkala, kontrol kesehatan
memberikan manfaat untuk mencegah berkembangnya suatu kelainan atau
penyakit, melakukan pengobatan segera, dan membantu mencegah
kekambuhan (Cramer, 2011).
2.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan antara lain:
a. Faktor terkait Pasien
Faktor terkait pasien yang memiliki hubungan bermakna terhadap
kepatuhan adalah dari faktor usia dan keikutsertaan asuransi kesehatan. Usia
dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Usia telah
menyebabkan peningkatan ketidakpatuhan pada prevalensi penyakit kronis
yang khususnya pasien usia tua. Banyak pasien lanjut usia yang menderita
penyakit kronis, yang memerlukan pengobatan jangka panjang untuk
mencegah kecacatan. Kepatuhan terhadap pengobatan sangat penting untuk
kesejahteraan pasien lanjut usia (WHO, 2003). Banyak penelitian telah
dikembangkan bahwa ketidakpatuhan terhadap pengobatan kronis menjadi
masalah besar untuk penderita lanjut usia yaitu > 65 tahun (Henriques, 2012).
Pada orang lanjut usia, kegagalan untuk mematuhi rekomendasi medis, baik
29
kontrol maupun pengobatan telah ditemukan bahwa meningkatkan
kemungkinan kegagalan terapi (WHO, 2003).
Selain itu, faktor yang memiliki hubungan terhadap kepatuhan adalah dari
faktor keikutsertaan dalam asuransi kesehatan (WHO, 2003). Ketersediaan
atau keikutsertaan asuransi kesehatan berperan sebagai faktor kepatuhan
berobat pasien yaitu dengan adanya asuransi kesehatan didapatkan kemudahan
dari segi pembiayaan sehingga lebih patuh dibandingkan dengan yang tidak
memiliki asuransi kesehatan (WHO, 2003). Saat ini di Indonesia menerapkan
asuransi kesehatan dengan program JKN, yaitu program pelayanan kesehatan
dengan sistem asuransi untuk seluruh rakyat yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan adanya JKN, maka seluruh
masyarakat Indonesia akan dijamin kesehatannya, dan juga kepesertaannya
bersifat wajib, tidak terkecuali untuk masyarakat tidak mampu karena metode
pembiayaan ditanggung oleh pemerintah.
b. Pelayanan kesehatan
Penelitian yang relatif kecil telah dilakukan pada faktor pelayanan
kesehatan terkait dengan kepatuhan ditemukan bahwa pasien dengan
pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang baik dengan meningkatkan
kepatuhan. Ada banyak faktor yang memiliki efek negatif terhadap kepatuhan
termasuk pelayanan kesehatan kurang berkembang, sistem distribusi obat yang
buruk, kurangnya pengetahuan bagi penyedia layanan kesehatan pada
pengelolaan penyakit kronis (WHO, 2003).
30
c. Faktor yang Berhubungan dengan Kondisi
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kondisi yang dapat
mempengaruhi kepatuhan adalah tingkat keparahan gejala dan tingkat
kecacatan (WHO, 2003).
d. Faktor yang Terkait Terapi
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan yang terkait terapi.
Paling menonjol adalah yang terkait dengan kompleksitas rejimen medis dan
lama menderita atau durasi penyakit (WHO, 2003).
2.3.3 Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Berbagai srategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan yaitu
(Cramer, 2011):
a. Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan
kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah
dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting
karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter
atau tenaga medis lainnya dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Pada profesional
kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang
peningkatan kesehatan pasien, maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.
31
c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat dan gaya hidup, serta kontrol kesehatan secara
teratur atau minum obat sangat perlu bagi pasien yang menderita suatu
penyakit untuk menghindar dari komplikasi lebih lanjut.
d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai
penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
2.4 Hubungan Lama Menderita dengan Kepatuhan Kontrol
Salah satu penyakit yang termasuk penyakit kronis dan memerlukan
pengobatan jangka panjang adalah glaukoma, terutama glaukoma primer sudut
terbuka (Goldberg, 2014). Tanpa menjalani pengobatan, glaukoma primer sudut
terbuka dapat berkembang secara perlahan hingga akhirnya menyebabkan
kebutaan total. Tingkat kepatuhan di antara pasien dengan kondisi kronis lebih
rendah dibandingkan dengan mereka dengan kondisi akut, dan menurun paling
drastis setelah enam bulan pertama terapi (Daly et al, 2009). Oleh hal itu, sangat
diperlukan sebuah kepatuhan kontrol berobat agar penyakit yang diderita tidak
semakin parah dan komplikasi (Eva, 2009).
Kepatuhan seseorang untuk menjalani suatu proses pengobatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lama menderita. Lama menderita
penyakit merupakan salah satu faktor yang terkait dengan terapi yang dapat
mempengaruhi kepatuhan seseorang untuk menjalani suatu proses pengobatan
(WHO, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Goldberg, lama menderita
jangka panjang membuat kepatuhan menjadi lebih sulit (Goldberg, 2014).
Sedangkan berdasarkan penelitian Sleath, et al didapatkan bahwa pasien yang
32
mempunyai glaukoma jangka panjang (kronis) memiliki hubungan signifikan
terhadap kepatuhan, terutama lama menderita di bawah 1 tahun. Penelitian
tersebut dijelaskan faktor yang signifikan terkait adanya ketidakpatuhan bahwa
pasien merasa fungsi penglihatannya masih dalam keadaan baik, merasa sudah
sembuh dan tidak terdapat keluhan nyeri (Sleath et al, 2012). Hal ini disebabkan
sifat POAG yang asimtomatik dan peningkatan TIO biasanya tidak meningkat
melebihi 30 mmHg oleh karena perjalanan penyakit yang berjalan secara progresif
perlahan, sehingga kerusakan sel ganglion retina biasanya terjadi setelah beberapa
tahun (AAO, 2011).