STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA...

21
1 STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Abstraks Pada awal sejarahnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan cara menginformasikan harga pokok dan mark- up yang disepakati penjual dan pembeli. Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, murabahah kemudian mengalami transformasi menjadi salah satu instrumen pembiayaan, bahkan pada akhirnya menjadi akad yang paling banyak diimplementasikan Lembaga Keuangan Islam. Murabahah sebagai akad pembiayaan diizinkan, karena sistem bagi hasil yang sejak awal dirancang sebagai core product LKS ternyata mengalami banyak hambatan dalam wilayah praksis. Walau telah diizinkan, namun implementasi murabahah sebagai instrumen pembiayaan banyak menuai kritik. Kritik ini muncul, karena fakta empirik dilapangan, LKS “jarang” menerapkan murabahah secara syariah, hingga murabahah berubah menjadi sekedar pembiayaan berbasis mark up yang memiliki karakteristik memberikan keuntungan yang pasti dan ditetapkan dimuka, yang tentu saja sangat mirip dengan keuntungan yang diberlakukan dalam sistem bunga, sistem yang sejak awal justru berniat dianulir oleh ekonomi syariah. Keywords : Murabahah, Lembaga Keuangan Islam, Mark up A. PENDAHULUAN Murabahah, suatu bentuk jual beli dan kontrak dagang murni, meskipun tidak didasarkan pada teks al Quran dan hadits, telah diizinkan oleh sebagian ulama untuk dijadikan sebagai salah satu instrumen pembiayaan. Lembaga Keuangan Syariah (LKS), juga telah menggunakan akad murabahah dalam operasional pembiayaannya dan juga telah memperluas cakupan dan tingkat penggunaan akad ini. Bahkan murabahah menjadi akad yang paling mendominasi di LKS terutama di Indonesia, karena rata-rata mencapai 70 % dari total rasio dana yang didistribusikan sebagai pembiayaan. Namun demikian masih banyak persoalan-persoalan polemis yang terjadi di sekitar masalah akad murabahah ini. Hal ini disebabkan karakteristiknya yang memberikan keuntungan yang pasti dan ditetapkan dimuka, yang tentu saja sangat mirip dengan keuntungan yang diberlakukan dalam sistem bunga, sistem yang sejak awal justru berniat dianulir oleh ekonomi syariah. B. LANDASAN HUKUM

Transcript of STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA...

Page 1: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

1

STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Abstraks

Pada awal sejarahnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan cara

menginformasikan harga pokok dan mark- up yang disepakati penjual dan pembeli.

Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, murabahah kemudian

mengalami transformasi menjadi salah satu instrumen pembiayaan, bahkan pada

akhirnya menjadi akad yang paling banyak diimplementasikan Lembaga Keuangan

Islam. Murabahah sebagai akad pembiayaan diizinkan, karena sistem bagi hasil yang

sejak awal dirancang sebagai core product LKS ternyata mengalami banyak hambatan

dalam wilayah praksis. Walau telah diizinkan, namun implementasi murabahah sebagai

instrumen pembiayaan banyak menuai kritik. Kritik ini muncul, karena fakta empirik

dilapangan, LKS “jarang” menerapkan murabahah secara syariah, hingga murabahah

berubah menjadi sekedar pembiayaan berbasis mark up yang memiliki karakteristik

memberikan keuntungan yang pasti dan ditetapkan dimuka, yang tentu saja sangat mirip

dengan keuntungan yang diberlakukan dalam sistem bunga, sistem yang sejak awal

justru berniat dianulir oleh ekonomi syariah.

Keywords : Murabahah, Lembaga Keuangan Islam, Mark up

A. PENDAHULUAN

Murabahah, suatu bentuk jual beli dan kontrak dagang murni, meskipun

tidak didasarkan pada teks al Quran dan hadits, telah diizinkan oleh sebagian

ulama untuk dijadikan sebagai salah satu instrumen pembiayaan. Lembaga

Keuangan Syariah (LKS), juga telah menggunakan akad murabahah dalam

operasional pembiayaannya dan juga telah memperluas cakupan dan tingkat

penggunaan akad ini. Bahkan murabahah menjadi akad yang paling mendominasi

di LKS terutama di Indonesia, karena rata-rata mencapai 70 % dari total rasio

dana yang didistribusikan sebagai pembiayaan. Namun demikian masih banyak

persoalan-persoalan polemis yang terjadi di sekitar masalah akad murabahah ini.

Hal ini disebabkan karakteristiknya yang memberikan keuntungan yang pasti dan

ditetapkan dimuka, yang tentu saja sangat mirip dengan keuntungan yang

diberlakukan dalam sistem bunga, sistem yang sejak awal justru berniat dianulir

oleh ekonomi syariah.

B. LANDASAN HUKUM

Page 2: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

2

Dalil tekstual yang secara langsung menjelaskan tentang murabahah, baik

al Quran maupun hadits itu memang tidak pernah ada. Bahkan menurut pendapat

yang mengkritik murabahah ini, dikatakan bahwa murabahah merupakan salah

satu jenis jual beli yang tidak dikenal pada masa Rasulullah. Namun menurut

Muhammad (2005) para ulama seperti Maliki dan Syafii mengatakan murabahah

halal tanpa menyebut dalil naqlynya. Maliki juga berpendapat bahwa penduduk

Madinah telah mempraktekan murabahah. Demikian juga Syafii berkata jika

seseorang menunjukan suatu barang kepada orang lain dan berkata ‘belikan

barang seperti ini untukku dan aku akan memberimu keuntungan, lalu orang

itupun membelinya, maka jual beli itu sah. Selain itu madhab Hanafi juga

memperbolehkan murabahah dengan alasan bahwa syarat-syarat jual beli ada

dalam murabahah dan juga karena orang memerlukan akad ini.

Murabahah ini merupakan jual beli yang dilaksanakan sehubungan

dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).

Jika murabahah ini adalah bentuk transaksi jual beli, maka secara implisit ada

beberapa teks-teks agama yang dapat dijadikan referensi, diantaranya, 1). QS. An

Nisa ayat 29 : Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama suka diantara kamu. 2). Hadis riwayat al Bazzar, Imam Hakim

: dari Rafaah bin rafi ra bahwa Rasulullah pernah ditanya pekerjaan apakah yang

paling mulia, Rasulullah menjawab, pekerjaan seseorang dengan tangannya dan

setiap jual beli yang mabrur (dikatagorikan shahih oleh Imam Hakim). 3). Hadis

riwayat Ibnu Majah : dari Abu Said al Hudriyyi bahwa Rasulullah bersabda :

sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka (dianggap

shahih Ibnu Hibban). 4). Pedagang yang jujur dan benar berada di syurga

bersama para nabi, siddiqin dan syuhada ( HR Turmudzi ).

C. MURABAHAH DALAM PENDEKATAN NORMATIF

Murabahah secara sederhana adalah suatu bentuk jual beli, atau akad jual

beli barang dengan menyatakan harga pokok dan perolehan keuntungan (margin)

yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Menurut Anwar (2005) murabahah

Page 3: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

3

bukanlah jual beli biasa, melainkan dikatagorikan sebagai jual beli yang khusus.

Ia dijadikan salah satu bentuk jual beli amanah (kepercayaan) yang dilawankan

dengan jual beli biasa atau jual beli musawamah. Lebih lanjut Anwar mengatakan

bahwa menurut sejarah pada awalnya murabahah adalah untuk memenuhi suatu

tuntutan etis hokum Islam berupa perlindungan terhadap pihak yang lemah di

pasar dan tidak mengetahui informasi harga sehingga rentan penipuan. Untuk

melindunginya dari kemungkinan eksploitasi dan penipuan, maka diciptakanlah

suatu transaksi khusus yang disebut jual beli amanah yang salah satunya disebut

murabahah. Dalam konteks ini kejujuran informasi tentang harga dan keuntungan

yang diinginkannya adalah sebuah keharusan.

Sebagai transaksi jual beli, maka dalam murabahah ini rukun yang harus

dipenuhi adalah 1). Penjual. 2) Pembeli. 3). Obyek barang jelas. 4). Harga yang

pasti. 5). Ijab – qabul. Penjual dan pembeli adalah para pihak yang berakad, harus

memenuhi persyaratan bahwa mereka cakap secara hokum dan masing-masing

melakukannya dengan sukarela, tidak ada paksaan, khilap ataupun tipuan. Adanya

obyek akad yang terdiri dari barang yang diperjualbelikan dan harga. Obyek yang

diperjual belikan tidak termasuk barang yang diharamkan, bermanfaat,

penyerahannya dari penjual ke pembeli dapat dilakukan, merupakan hak milik

penuh pihak yang berakad, sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual

dan yang diterima pembeli. Sedangkan sighat akad harus jelas dan disebutkan

secara spesifik dengan siapa berakad, antara ijab dan qabul harus selaras baik

dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati, tidak mengandung

klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada hal atau kejadian

yang akan datang, tidak membatasi waktu.

Sedangkan syarat – syarat sebuah akad murabahah dianggap sah menurut

syariah adalah jika, 1). Penjual memberitahu harga pokok kepada pembeli .2).

Akad harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3). Akad harus bebas dari

riba.4). Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang.

5). Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan dengan hutang.

Page 4: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

4

D. AKAD MURABAHAH SEBAGAI INSRUMEN PEMBIAYAAN

Problematika Sistem Bagi Hasil Sebagai Latar Belakang.

Sistem bagi hasil dalam akad musyarakah dan mudharabah pada awalnya

dianggap sebagai tulang punggung operasi LKS, namun dalam prakteknya, jenis

pembiayaan bagi hasil ini hanya merupakan bagian kecil yang diberikan LKS di

Indonesia bahkan di dunia.Data menunjukan bahwa di FFI Turki, pembiayaan

bagi hasil hanya 0,7 % dari total Kredit per 1993, Bank Islam Malaysia hanya 1,9

% per 1994, FIB Bahrain hanya 7,6% per 1993, Bank Islam Bangladesh 3,2%,

Dubai 3,7%, Yordania Islamic Bank hanya 2,8%.

Sejak awal, LKS dirancang sebagai intermediasi antara pemilik dana

dengan yang membutuhkan dana, agar terjadi interaksi dan sinergi ekonomis

antara keduanya yang saling menguntungkan. Oleh karena itu system bagi

hasil/profit and loss sharing (PLS) merupakan alat terbaik untuk menjembatani

kepentingan kedua belah pihak, tentu saja dengan tetap mendasarkannya pada

nilai-nilai empati dan humanisme. Namun ternyata ketika dilakukan dalam

bentuk pembiayaan institusional LKS, system PLS ini memiliki beberapa

hambatan, karenanya LKS enggan menempatkan sebagian besar porfolio asetnya

dalam pembiayaan PLS ini.

Resiko dalam system PLS ini paling serius disebabkan karena masyarakat

pada umumnya banyak yang mengabaikan norma dan akhlak Islam dalam

transaksi ekonominya dan dihinggapi mental adverse selection (seleksi yang

merugikan) dan moral hazard. Artinya seorang nasabah yang memiliki usaha

dengan ekspektasi laba yang rendah sangat mungkin memilih dana ekuitas dari

lembaga keuangan Islam dengan akad mudharabah dan musyarakah, sementara

jika ia punya ekspektasi laba yang sangat tinggi maka ia akan memilih pinjaman

berbunga tetap dari lembaga keuangan konvensional.

Kendala lain, dalam sistem bagi hasil ini, LKS dituntut menerapkan

monitoring yang intensif kepada para nasabah sehingga skema bagi hasil bisa

dijalankan dengan baik. Dilain pihak, sementara ini belum memungkinkan untuk

sepenuhnya mengembangkan sebuah system perjanjian yang memfasilitasi

kemitraan ekuitas antara LKS dan nasabah seraya tetap memonitor biaya pada

Page 5: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

5

tingkat yang layak dan menghilangkan problem moral hazard yang muncul ketika

ada informasi yang tidak simetris antara LKS dan nasabah tentang laba usaha.

Adanya pengawasan yang intensif LKS kepada mitranya menyebabkan timbulnya

opini bahwa standar moral yang berkembang di komunitas muslim tidak memberi

kebebasan penggunaan bagi hasil sebagai mekanisme investasi.

Sistem PLS juga mengharuskan LKS melakukan intervensi terhadap setiap

keputusan nasabah sebagai mitra usahanya, implikasinya naluri bisnis nasabah

yang justru menuntut kebebasan insting usahanya menjadi tidak berkembang.

Demikian juga pengawasan dan transparansi yang menjadi syarat dalam PLS juga

acap kali mengharuskan nasabah membuka kondisi keuangannya secara rinci dan

detail yang justru menyebabkan system manajemen tidak ekonomis dan efisien.

Dalam sistem bagi hasil, LKS juga tidak diperbolehkan meminta

collateral/jaminan kepada nasabah karena hubungan kedua belah pihak adalah

berdasarkan trust bukan jaminan. LKS memberikan fasilitas pembiayaan sebagai

modal, nasabah mengelola pembayaan untuk usaha halal yang dianggap feasible.

Jadi bila usaha merugi, resiko finansial sepenuhnya ditanggung LKS karena

dalam akad seperti mudharabah, modal yang diberikan bukanlah piutang LKS

kepada nasabah, artinya pengakuan hutang oleh nasabah dalam dictum perjanjian

mudharabah tidak boleh ada. Pun demikian halnya dengan akad musyarakah,

LKS juga mengalami kesulitan untuk menerapkannya secara konsekuen walaupun

risk factor dalam akad ini relatif lebih ringan dibanding mudharabah, terutama

jika prediksi keuntungan meleset dari rencana awal.

Dalam konteks ini LKS menghadapi dilemma. Satu sisi banyak

masyarakat yang membutuhkan fasilitas pembiayaan mudharabah dan

musyarakah, namun disisi lain LKS mengelola dana masyarakat yang mesti dijaga

agar tetap aman. Sehingga kedua akad tersebut walau merupakan core product

tetapi dianggap penuh spekulasi dan ketidakpastian hingga LKS tidak dapat

melakukan perencanaan usahanya secara pasti. Akad mudharabah dan

musyarakah dianggap sangat riskan bahkan dikhawatirkan menyebabkan

bangkrut, hingga akhirnya LKS menyimpan rapat produk ini untuk sementara

dan terpaksa dikorbankan demi tuntutan eksistensi, kemudian memberi alternatif

Page 6: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

6

murabahah yang dianggap lebih profitable. Hal ini dikarenakan Murabahah

termasuk dalam transaksi natural certainty contract yaitu suatu jenis kontrak

transaksi yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatan, baik dari segi

jumlah maupun waktu, hingga dengan murabahah LKS dapat melakukan prediksi

terhadap pendapatan karena sifat transaksinya yang fixed dan predetermined.

Karena alasan-alasan itulah LKS tidak dan atau belum berkembang

melalui cara yang sejak awal dirancang untuknya. Tentu hal ini cukup

mengecewakan karena terkesan jauh menyimpang dari hokum Islam yang

berusaha mewujudkan sesuatu yang justru dipersulit oleh hokum itu sendiri.

Murabahah sebagai Instrument Pembiayaan Alternatif

Menurut Udovits seperti dikutip Saeed (2007) murabahah adalah bentuk

penjualan komisi, dimana pembeli yang biasanya tidak mampu memperoleh

komoditas tertentu memerlukan seorang perantara, atau karena ia tidak ingin

mengalami kesulitan sehingga mencari jasa perantara yang diberi komisi. Dengan

demikian pada awalnya, akad murabahah hanya diterapkan dalam tradisi dagang.

Karenanya, murabahah ini bukanlah akad utama dan ideal untuk digunakan dalam

transaksi LKS, melainkan akad-akad bagi hasil seperti mudharabah atau

musyarakah seperti diungkap Ascarya (2007) mengutip Usmani yang mengatakan

bahwa bentuk pembiayaan murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan

utama yang sesuai syariah. Namun dalam kesulitan menerapkan mudharabah dan

musyarakah untuk pembiayaan beberapa sector kebutuhan masyarakat, beberapa

ulama kontemporer telah membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk

pembiayaan alternatif dengan syarat-syarat tertentu. Hal senada juga dikemukakan

Anwar (2005) bahwa murabahah pada dasarnya bukan metode pembiayaan

orisinal, tapi karena mudharabah dan musyarakah sebagai bentuk ideal

pembiayaan, dalam beberapa hal mengalami kendala, maka murabahah dalam

praktek ekonomi Islam kontemporer dapat dijadikan sebagai salah satu metode

pembiayaan pada institusi finansial.

Penggunaan murabahah ini mendapat legitimasi dari ahli hokum-hukum

Islam yang membenarkannya sebagai salah satu metode pembiayaan dengan

Page 7: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

7

syarat berbeda dengan peminjaman berbunga dan harus digunakan untuk

pembiayaan pembelian benda riil. Murabahah tidak dapat digunakan untuk

pembayaran harga barang yang telah dibeli sebelumnya dalam transaksi yang lain,

kepentingan pemenuhan biaya lain. Murabahah hanya boleh apabila ada pembeli

yang membutuhkan dan membeli suatu komoditi. Transaksi murabahah antara

institusi dengan nasabahnya harus dilakukan setelah institusi bersangkutan

benar-benar telah memiliki barang tersebut, walaupun diperbolehkan membuat

perjanjian melakukan jual beli sebelumnya.

Agar penggunaan murabahah tidak menyimpang dari alasan dan

latarbelakangnya digunakan sebagai instrumen pembiayaan alternatif, maka ada

beberapa koridor moral yang harus dipegang jika dengan terpaksa akad ini akan

dilakukan, diantaranya adalah : 1). Harus selalu diingat bahwa pada mulanya

murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk

menghindar dari bunga dan bukan merupakan instrumen ideal untuk mengemban

tujuan riil ekonomi Islam. Instrumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi

yang diambil dalam proses islamisasi ekonomi dan penggunaannya hanya terbatas

pada kasus kasus ketika mudharabah dan musyarakah tidak/belum dapat

diterapkan.2). Murabahah dilakukan bukan hanya untuk menggantikan “bunga”

dengan “keuntungan” melainkan sebagai bentuk pembiayaan yang diperbolehkan

dengan syarat-syarat tertentu, apabila syarat tidak terpenuhi maka murabahah

tidak boleh digunakan dan cacat menurut syariah.

Dengan demikian, jika sebuah LKS menerapkan akad murabahah, maka

LKS memiliki kewajiban untuk menyediakan stok barang yang dimaksudkan

untuk memenuhi syarat validitas dan memenuhi ketentuan syariah yaitu menjual

barang yang benar-benar dimilikinya. Demikian juga margin keuntungan yang

dibebankan LKS kepada nasabah juga harus dibatasi dan portofolio murabahah

juga dibatasi. Hal ini bertujuan untuk mendiscourage LKS dalam menggunakan

akad dan mengencourage LKS untuk menggunakan akad-akad bagi hasil yang

lebih utama.

Transformasi murabahah sebagai sebuah akad jual beli menjadi suatu

instrumen pembiayaan juga membawa implikasi adanya perbedaan karakteristik

Page 8: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

8

dari sifat dasarnya sebagai transaksi jual beli sebagaimana dikemukakan Ascarya

(2007) dalam skema dibawah ini :

Karakteristik pokok Praktik klasik Praktik di lembaga keuangan

Tujuan transaksi Kegiatan jual beli Pembiayaan dalam rangka

penyediaan fasilitas/barang

Tahapan transaksi Dua tahap Satu tahap

Proses transaksi - penjual membeli barang

dari produsen

- penjual menjual barang

kepada pembeli

Lembaga keuangan selaku penjual

dapat mewakilkan kepada nasabah

untuk membeli barang dari produsen

untuk dijual kembali kepada

nasabah tersebut

Status kepemilikan barang

pada saat akad

Barang telah dimiliki penjual

saat akad penjualan dengan

pembeli dilakukan

Barang belum jelas dimiliki penjual

saat akad penjualan dengan pembeli

dilakukan

Perhitungan tingkat

margin

- Perhitungan laba

menggunakan biaya

transaksi riil (real

transactionary cost)

- Perhitungan laba

merupakan lumpsum dan

wholesale

- perhitungan menggunakan

benchmark atas rate yang berlaku

dalam pasar uang

- perhitungan laba menggunakan

persentase per annum dan dihitung

berdasarkan outstanding

pembiayaan

Sifat pemesanan barang

oleh nasabah

- Tidak tertulis

- Mengikat dan tidak

mengikat

Tertulis dan mengikat

Pengungkapan harga

pokok dan margin

Harus transparan Harus transparan

Tempo Sangat pendek Jangka panjang Cara pembayaran Cash dan carry Jatuh tempo dan angsuran

Kolateral / jaminan Tanpa kolateral Ada kolateral

Walaupun sejak awal disadari bahwa murabahah bukanlah akad ideal,

namun dalam prakteknya akad ini menjadi yang paling banyak dan paling popular

dipraktekkan LKS terutama di Indonesia yang hampir mencapai 70-80% dari

portofolio pembiayaan yang digulirkannya karena beberapa alasan, diantaranya

mengutip Wiroso (2005) 1). Murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka

pendek hingga jika dibandingkan dengan mekanisme bagi hasil dalam

mudharabah dan musyarakah, cukup mudah untuk diimplementasikan.2). Margin

dalam murabahah dapat ditetapkan kepastian jumlahnya sehingga LKS

memperoleh keuntungan yang tetap dan dapat diprediksi. 3). Murabahah tidak

mengandung unsur ketidakpastian sebagaimana yang bisa terjadi di sistem bagi

hasil karena murabahah dianalogikan dengan pembiayaan konsumtif. 4).

Murabahah tidak mengharuskan LKS mengenal nasabah secara mendalam

ataupun terlibat dalam manajemen bisnis nasabah, karena hubungan antara

Page 9: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

9

keduanya dalam akad ini bukanlah sebagai mitra usaha melainkan sebagai

kreditur dan debitur.

E. IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI LKS

Pembiayaan murabahah di LKS merupakan suatu bentuk pembiayaan

berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu produk

dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu

jatuh tempo, plus keuntungan yang disepakati. Artinya LKS membelikan suatu

barang yang diperlukan oleh nasabah, dimana pembayarannya dilakukan

kemudian baik secara tunai atau cicilan.

Namun dalam pelaksanaannya, seringkali juga lembaga memberikan kuasa

kepada nasabah untuk membeli barang yang diperlukannya atas nama LKS.

Selanjutnya pada saat yang bersamaan LKS menjual barang tersebut kepada

nasabah dengan harga asal ditambah dengan sejumlah keuntungan yang disepakati

dan dibayarkan oleh nasabah pada jangka waktu tertentu, sesuai kesepakatan

keduanya. Biasanya pembiayaan murabahah diberikan kepada nasabah untuk

membuka letter of kredit dan membelikan barang yang diperlukannya. Dalam

pembelian ini nasabah tidak harus menyediakan dana karena pembiayaan

seluruhnya bisa ditanggung dulu oleh LKS.

Praktek murabahah dapat dilihat dalam diagram dibawah ini :

Proses pembelian

Dari skema diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya pada pembiayaan

murabahah obyek pembiayaannya adalah barang yang akan dibeli oleh calon

nasabah. Namun yang dipraktekan di LKS secara umum murabahah mengacu

Nasabah/pembeli

Barang

LKS Akad Murabahah

Cost + Margin

Page 10: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

10

pada dua jenis. 1). Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang diberikan untuk

pembelian atau pengadaan barang tertentu dan tidak untuk tujuan usaha seperti

mobil dan sepeda motor.2). Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang

diberikan untuk kebutuhan usaha antara lain untuk pembiayaan investasi dan

modal kerja seperti mesin-mesin industri.

Murabahah dengan dua jenis tersebut diatas biasa dilakukan karena dalam

keuangan Islam, dimana jalur kredit berbunga dilarang, jalur kredit alternatifnya

adalah berupa transaksi murabahah yang menggunakan jual beli barang dengan

kenaikan harga sebagai keuntungan dimasukkan ke dalam harganya. Misal

seorang nasabah pedagang harus membeli barang dagangan, maka ia dapat

meminta LKS untuk membeli barang dagangan yang diperlukannya, kemudian

menjualnya kembali kepada nasabah pedagang tersebut dengan harga dan

keuntungan yang disepakati dengan pembayaran yang ditangguhkan selama waktu

yang ditentukan.

Namun ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi jika akan

memberlakukan akad murabahah ini yaitu 1). LKS dan nasabah melakukan akad

murabahah yang bebas riba. 2). Barang yang dibeli bukanlah barang yang

diharamkan atau dilarang. 3). LKS membiayai sebagian atau seluruh harga

pembelian barang yang disepakati spesifikasinya.4). LKS membeli barang yang

diperlukan nasabah atas nama LKS sendiri dan pembelian itu juga harus sah dan

bebas riba. 5). LKS harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan dengan cara hutang 6). LKS

menjual barang ke nasabah dengan harga jual senilai harga beli, plus biaya dan

keuntungan yang disepakati. 7). Nasabah membayar harga barang pada waktu

yang telah disepakati.8). Jika LKS hendak mewakilkan kepada nasabah untuk

membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan

setelah barang secara prinsip menjadi milik LKS.

Sementara hal-hal yang harus dilakukan nasabah dalam murabahah ini

adalah 1). Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu

barang kepada LKS. 2). Jika lembaga menerima permohonan tersebut, ia harus

membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan supplier. 3).

Page 11: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

11

Lembaga kemudian menawarkan barang tersebut kepada nasabah dan nasabah

harus menerima sesuai perjanjian, karena perjanjian tersebut mengikat kemudian

kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.4). Dalam jual beli ini

lembaga diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat

menandatangani kesepakatan awal pemesanan.5). Jika nasabah kemudian menolak

membeli barang tersebut, biaya riil lembaga akan dibayar dengan uang muka

tersebut. 6). Jika nilai uang muka kurang dibanding kerugian lembaga , maka ia

dapat meminta kembali sisa kerugian kepada nasabah.7). Jika memakai kontrak

urbun/uang muka maka jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut

ia tinggal membayar sisa harga.8). Jaminan dalam murabahah diperbolehkan agar

nasabah serius dengan pesanannya. 9). Hutang murabahah secara prinsip

penyelesaiannya tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan

nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali

barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap wajib menyelesaikan

hutangnya kepada lembaga sesuai waktu yang disepakati. 10). Nasabah yang tidak

tepat waktu dalam menyelesaikan kewajibannya dapat dikenakan denda, atau

bahkan terkadang dilakukan rescheduling.

Secara normatif, dalam akad murabahah, jika lembaga tidak memiliki

barang yang diinginkan nasabah sebagai calon pembeli, maka lembaga harus

melakukan transaksi pembelian kepada supplier. Dengan demikian, lembaga

bertindak sebagai pembeli sekaligus menjualnya kembali kepada nasabah dengan

harga pokok ditambah margin. Namun demikan seringkali LKS memberikan

kuasa kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang dibutuhkannya dan

LKS yang membiayai harga barang tersebut. Keumudian nasabah akan

membayarnya kembali ke LKS dengan system angsuran. Contoh akad murabahah

ini Andi berniat membeli laptop seharga 12 juta, ia hanya memiliki dana 2 juta.

Untuk mengatasi problem ini, Andi pergi ke LKS untuk mengajukan pembiayaan

selama 2 tahun untuk membeli laptop tersebut. Kemudian LKS menyetujui

pengajuan pembiayaan Andi dengan akad murabahah dengan ekspektasi

keuntungan lembaga a18 %/tahun, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :

Perhitungan lembaga

Page 12: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

12

Harga laptop : Rp. 12.000.000

Dana nasabah : Rp. 2.000.000

----------------

Porsi lembaga : Rp. 10.000.000

Margin/mark up : Rp. 10.000.000 x 18%/th x 2 = Rp. 3.600.000

Porsi nasabah

Harga beli laptop : Rp. 12.000.000

Margin : Rp. 3.600.000

Harga jual : Rp. 15.600.000

Angsuran pertama : Rp. 2.000.000

Sisa angsuran : Rp. 13.600.000

Angsuran perbulan : Rp. 13.600.000/24 bulan = Rp. 566.666

Demikianlah transaksi murabahah yang banyak dipraktekan di LKS saat

ini. Dimana seharusnya paradigma transaksi murabahah mengharuskan lembaga

menjadi pemasuk barang menjadi sekedar menyediakan pembiayaan untuk

pengadaan barang. Dengan demikian yang terjadi tidak lagi transaksi jual beli

parallel tetapi hanya jual beli tunggal antara nasabah selaku pembeli dan LKS

sebagai penjual.

F. IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM SOROTAN

Murabahah adalah instument yang paling popular digunakan di LKS

terutama di Indonesia bahkan melebihi 70% rasio pembiayaan sebagaimana

tercantum dalam data Statistik Perbankan Syariah Direktorat Perbankan Syariah

Bank Indonesia tahun 2004 yang dikutip Wiroso (2005). Hal ini juga dialami

negara-negara lain, seperti pada Pakistan porsi murabahah berjumlah 80 %, di

Dubai mencapai 82 % dan Bank Pembangunan Islam mencapai 73 %.

Namun demikian, dalam perspektif fikih, akad ini masih menyisakan

beberapa persoalan dilematis. Oleh karena sejak awal para teoritisi ekonomi Islam

sejak 1940 sampai 1970 tidak pernah membayangkan LKS sebagai lembaga yang

berbasis mark up. Para konseptor mendesign LKS sebagai lembaga keuangan

berbasis profit and loss sharing dengan menggunakan konsep musyarakah dan

mudharabah. Bahkan dokumen terpenting tentang perbankan Islam yaitu laporan

Council of Islamic Ideology hanya mengizinkan penggunaan murabahah dengan

“ragu” dan membatasi penggunaannya untuk kasus-kasus yang tak terhindarkan

dalam proses peralihan menuju sistem bebas bunga dan juga mengingatkan agar

Page 13: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

13

murabahah tidak digunakan secara luas tanpa seleksi mengingat akan bahaya

yang terkandung didalamnya berupa pembukaan pintu belakang bagi transaksi

berbasis bunga.

Sikap “ragu” terhadap murabahah ini dikarenakan dalam prakteknya,

seringkali peran lembaga dalam murabahah dapat digambarkan lebih tepat

dengan istilah “pembiaya” bukan “penjual” barang. Lembaga tidak memegang

barang, tidakpula mengambil resiko atas barang tersebut. Kerja lembaga hampir

semuanya hanya pada penanganan dokumen-dokumen terkait. Kontrak penjualan

adalah sekedar formalitas. Hal ini menunjukan bahwa meskipun murabahah

dipermukaan tampak sebagai kontrak jual beli, namun ia adalah suatu jenis

pembiayaan berdasarkan keuntungan yang ditetapkan dimuka yang tidak jauh

berbeda dengan pembiayaan berdasarkan bunga tetap.

Jadi, meskipun murabahah diizinkan oleh bebrapa fukaha awal,

relevansinya secara mendasar masing terbatas dalam perdagangan saja. Masalah

krusial muncul jika akad murabahah ini digunakan secara ekstensif dalam akad

pembiayaan. Dalam setiap kasus system mark up dalam murabahah adalah cara

yang relevan dalam kontrak transaksi antara penjual dan pembeli barang.

Sementara LKS bukanlah organisasi dagang, tetapi lembaga keuangan yang

memobilisir dana dari masyarakat umum dan membuatnya tersedia bagi

penggunaan-penggunaan produktif. Oleh sebab itu jika harus dilakukan proyek

islamisasi sistem keuangan maka mark up bukanlah solusi dan beberapa cara lain

harus ditemukan untuk mempertahankan karakter finansial lembaga keuangan

syariah untuk menghindari jauh-jauh bunga yang diharamkan oleh Islam.

Bahkan secara sinis Siddiqi (2004) mengatakan bahwa untuk tujuan

praktis system mark up dalam murabahah ini akan sama baiknya bagi LKS untuk

memberikan pinjaman berdasarkan suku bunga tetap saja. Karena jika bunga

secara luas diganti dengan mark up, maka ia mencerminkan hanya perubahan

nama ketimbang substansinya. Karena sistem mark up dalam murabahah

kenyataanya hanya melanjutkan sistem bunga yang lama dengan nama baru. Oleh

karena itu dia mengatakan bahwa murabahah harus dihapuskan dari daftar

metode akad pembiayaan yang dibolehkan. Kalaupun pada awalnya diakui

Page 14: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

14

kebolehannya secara hokum, maka ada juga kaidah hokum yang membatalkannya

yaitu bahwa segala hal yang mendorong kepada sesuatu yang haram adalah

haram. Maka kaidah hokum ini harus diterapkan guna menyelamatkan keuangan

bebas bunga dari penjegalan dari dalam.

Demikian pula halnya dengan penetapan harga kreditnya yang lebih tinggi

yang diberlakukan dalam akad ini, jelas menunjukan bahwa ada nilai waktu dalam

pembiayaan ini - yang mendorong meski secara tidak langsung - kepada

pengakuan nilai waktu pada uang. Padahal mengakui nilai waktu pada uang secara

logika menggiring kepada pengakuan terhadap bunga. Dengan mengakui nilai

waktu dalam transaksi-transaksi murabahah hampir tidak berbeda dengan

transaksi finansial murni dan kemudian penolakan hal yang sama dalam transaksi

transaksi finansial, tampak sebagai sikap yang tidak konsisten dan logis. Jika fikih

bisa mengizinkan pembiayaan murabahah seperti yang dipraktekan LKS maka

menurut Saeed (2007) pertanyaaannya kemudian adalah adakah pijakan moral

untuk tidak mengizinkan bunga tetap pada utang piutang dan dana pinjaman ?.

Menurut Lewis (2007) pada dasarnya LKS merupakan institusi keuangan

dan bukan rumah dagang (trading house). Namun keharusan untuk menjalankan

perdagangan dalam kesepakatan jual beli murabahah dengan mark up terkadang

memaksa LKS menjalankan fungsi trading housenya tanpa syarat-syarat yang

seharusnya dipenuhi. Akibatnya skema murabahah ini tidak bedanya dengan

mark up yang dipraktikan lembaga konvensional dengan sistem bunganya. Lebih

lanjut Lewis mengutip pendapat Khursyid Ahmad yang mengatakan bahwa dalam

murabahah, syariah mengansumsikan bahwa lembaga keuangan harus benar-

benar membeli barang dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah.

Ironisnya implementasi murabahah dalam praktiknya adalah transaksi fiktif yang

menjanjikan suatu laba yang ditetapkan sebelumnya tanpa benar-benar

melakukan transaksi barang atau berbagi resiko apapun. Dan ini sangat

kontradiksi dengan semangat dan substansi syariah. Bahkan sama persis dengan

riba.

Hasanuz Zaman sebagaimana dikutip Lewis (2007), mengatakan bahwa

fakta empirik dilapangan, LKS “jarang” menerapkan murabahah secara syariah.

Page 15: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

15

Karena agar dapat mengejar target laba, LKS terpaksa dan sengaja mensiasati

essensi murabahah. LKS tidak pernah benar-benar membeli, tidak pula memiliki

apalagi menjual,ironisnya diasumsikan bahwa transaksi itu telah terjadi. Padahal

transaksi fiktif jelas tidak mendapat afirmasi dalam hokum Islam sebagaimana

hadist Hakim ibnu Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jangan engkau

menjual barang yang tidak ada padamu ( HR Abu Dawd dan lainnya )

Demikian juga dalam hal dikenakannya denda atau resecheduling pada

nasabah yang tidak mampu melakukan pembayaran murabahah pada waktu yang

ditentukan, juga dianggap melanggar prinsip syariah. Hal itu disebabkan bahwa

secara prinsip – dalam kasus wanprestasi nasabah dalam akad murabahah - tidak

boleh dilakukan roll over, karena itu berarti sustu transaksi murabahah baru yang

terpisah dibukukan untuk komoditas yang sama. Sedangkan Murabahah bukanlah

akad pinjaman, melainkan jual beli dengan pembayaran dibelakang, dan dengan

demikian kepemilikan atas komoditi tersebut sudah berpindah ke pembeli saat

dilakukan akad murabahah yang pertama dan bukan lagi milik penjual, sehingga

tidak memungkinkan lagi dilakukan transaksi kedua kali (double transaction)

untuk barang yang sama. Roll over dalam konteks ini dalam perspektif syariah

menurut Anwar (2005) dianggap sebagai bentuk riba karena merupakan

pembebanan biaya tambahan atas hutang sebagai kompensasi pertambahan waktu.

Dengan sebab-sebab itulah Saeed (2004) berpendapat bahwa dalam

murabahah ini kebanyakan LKS tampaknya hanya memperhatikan kecocokan

“kulit” dengan ajaran hokum Islam sebagai determinan terpenting keislaman

operasi mereka. Hal ini terjadi biasanya karena alasan bahwa al Quran

menghalalkan jual beli dengan laba tanpa batasan jumlah laba yang diperoleh.

Riba cenderung ditafsirkan sebagai sesuatu yang umumnya terjadi dalam konteks

transaksi finansial saja yaitu kewajiban-kewajiban kontraktual untuk membayar

tambahan oleh peminjam dalam hal hutang piutang. Dalam hal ini teknik mark up

dan batas laba dalam perdagangan tidak lain adalah bunga dengan nama yang

berbeda. Hal ini juga diperkuat Zaidi yang berpendapat bahwa biaya kredit dalam

pembiayaan berdasarkan murabahah atau mark up harga adalah sama halnya

dengan pembiayaan berdasarkan bunga ringan, kecuali jika dalam pembiayaan

Page 16: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

16

murabahah, harga yang disepakati akan tetap sama bahkan sekalipun pembayaran

tidak bisa dilakukan tepat waktu. Akad Murabahan seringkali juga dijadikan

legitimasi untuk menetapkan margin yang setinggi-tingginya dengan argumentasi

bahwa dalam proses jual beli sangat dimungkinkan memperoleh margin yang

sebesar-besarnya asalkan suka rela ( an taradlin).

Ilmi (2002) – saat menanggapi banyaknya akad murabahah dipergunakan

di LKS – berpendapat bahwa dalam prakteknnya LKS masih membatasi diri

dengan menerapkan produk yang dianggap aman dan profitable. Dalam

menggalangan dana, LKS lebih memilih produk berbagi hasil mudharabah

dengan pertimbangan tidak terlalu berisiko karena kapasitasnya sebagai

mudharib. Tetapi dalam aktivitas lendingnya, LKS lebih memprioritaskan akad

murabahah karena mampu memberi kepastian keuntungan yang fixed. Hanya saja

dalam praktiknya, keadaan ini berjalan seringkali dengan mengingkari prinsip-

prinsip murabahah seperti obyek barang yang tidak jelas keberadaan dan kriteria.

Dengan demikian, LKS telah menerapkan standar ganda dan bersikap ambigu,

yaitu dengan menerapkan mudharabah dalam proyek fundingnya sedangkan

dalam proyek lendingnya ia lebih memilih murabahah. Karenanya tidaklah

berlebihan jika muncul opini kritis bahwa LKS terkadang sebagai lembaga Islam

yang belum tentu Islami atau lembaga yang hidup dibelakang symbol formalistic

semata tanpa menyenstuh aspek yang substantif dan fundamental. Berbaju Islam

tapi jauh dari ruh Islam itu sendiri. Akad “terkesan” hanya satu bentuk permainan

tafsir, persepsi dan asumsi. Karena apapun akadnya, toh tetap saja keuntungan

yang ditargetnya. Satu sisi ekonomi Islam mengkritisi system bunga karena factor

adanya ketidakseimbangan dan ketidak adilan dalam menanggungresiko, namun

praktiknya banyaknya penggunaan akad murabahah juga disebabkan karena

tidak beranian LKS menanggung resiko kerugian. Hinggga pembelaan terhadap

ekonomi Islam cenderung lebih bersifat ideologis dan apologis semata.

Ziaudin Ahmad (2007) juga menambahkan bahwa penggantian bunga

dengan teknik seperti mark up itu tidaklah mencerminkan perubahan substantif,

ini tampak bila orang merenungkan baik-baik filosofi di balik pengharaman

bunga. Oleh karena itu semua akad dengan sistem mark up tidaklah

Page 17: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

17

menghapuskan bunga sama sekali. Murabahah adalah praktik dagang khusus

daripada teknik pembiayaan. Oleh karena itu penggunaan akad ini boleh bagi

siapapun yang terlibat dagang sebagai profesi, tetapi adalah mengulur terlalu jauh

izin syariah bila menggunakannya sebagai salah satu akad pembiayaan.

Jauhnya praktek murabahah dari spirit syariah, disebabkan karena dalam

banyak kasus, “hantu” bunga selalu menggoda sehingga LKS selalu menghitung

suku bunga tetap pertahun sekalipun menggunakan skema musyarakah,

mudharabah, murabahah dan akad lainnya. Spirit di balik semua akad itu adalah

merancang laba yang pasti dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Jadi pada

praktiknya LKSpun gagal mengeliminasi elemen bunga yang justru sejak awal

diposisikan secara diametral, a vis a dengan konsep bagi hasil yang diusungnya.

Bagi sebagian masyarakat yang masih apriori dengan konsep ekonomi

Islam, pergi lari dari sistem bunga dan mengambil konsep margin, ibarat lepas

dari mulut buaya, malah terjebak dalam mulut singa. Sama saja, tidak berbeda.

Hal ini terjadi karena secara numeric dan pragmatis, “seolah” tidak ada perbedaan

substansial antara bunga dan bagi hasil ataupun margin. Padahal selama ini bunga

dan bagi hasil selalu didudukan pada posisi binner, bagi hasil diusung bukan

sekedar sebagai alternatif, melainkan sebagai antitesa terhadap sistem bunga.

Sebagian para ekonomi yang kritis terhadap problematika ekonomi syariah

ini mengatakan bahwa persoalan mark up dan bunga adalah persoalan yang sangat

fundamental. Oleh karenanya Perlu dilakukan reinterprestasi terhadap konsep riba

dengan konsep yang lebih empirik. Tanpa interprestasi yang empirik, kejelasan

terhadap posisi bunga dalam system konvensional akan tetap menjadi polemik.

Bunga akan menjadi sesuatu makna yang selalu tertunda. Missal pendapat yang

menyatakan bahwa dalam bahasa Inggris bunga disamping disebut dengan istilah

interest ditemukan pula istilah usury (rente) yang mempunyai dua arti : jumlah

besar yang melebihi suku bunga yang sah menurut hokum yang dikenakan atas

peminjam uang, atau perbuatan mengenakan bunga yang melebihi suku bunga

yang sah. Atas dasar itu ada pendapat bahwa yang mengharamkan bunga itu

mengelirukan antara interest dan usury. Dalam konteks itulah A. Hassan seorang

ulama Persis mengenggap bahwa bunga yang sah adalah halal hukumnya.

Page 18: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

18

Semabagaimana Saeed, maka pertanyaan yang muncul adalah Jika bunga halal

hukumnya, mengapa harus ditawarkan konsep bagi hasil sebagai tandingannya.

G. BEBERAPA ARGUMENTASI DAN RASIONALISASI

Ekonomi Islam dengan konsep bagi hasilnya mensyaratkan kejujuran dan

keadilan antara LKS dan nasabah sebagai syarat mutlak. Sayang justru persoalan

kejujuran inilah yang nyaris hilang dalam masyarakat. Dengan kondisi yang

masih jauh dari ideal ini, menerapkan sistem bagi hasil secara apa adanya

sangatlah besar resikonya. LKS memang tidak siap berbagi resiko - karena

bagaimanapun dana yang didistribusikan kepada nasabah adalah dana masyarakat

yang harus dijaga keamanannya sebagaimana amanat mereka - karena msyarakat

juga tak siap berbagi kejujuran. Oleh karena itu mengutip pernyataan KH Mas

Mansur tahun 1937: “Adapun hukumnya bank (konsep bunga), mendirikannya,

mengurusnya, berhubungan dengannya adalah haram. Akan tetapi mengingat

kedudukan bank dalam perekonomian modern belum ada alternatif lain, maka ia

diperkenankan, dimudahkan dan dimaafkan selama keadaan memaksa akan

adanya. “

Disamping itu, memang secara matematis antara bunga dan mark up

murabahah terkesan nyaris sama. Namun demikian, dalam proses keduanya tetap

saja secara fundamental ada yang berbeda, misalkan dalam masalah akad dan

alokasi dana pembiayaan. Betapapun terkesan sederhanya persoalan akad, tapi

justru disitulah letak perbedaan ontologis dan filosofis antara Islam dan

konvensional. Juga jaminan tidak adanya misalokasi dana di LKS untuk sesuatu

yang tidak halal, tentu hal ini tidak berlaku dalam lembaga ekonomi

konvensional.

Namun demikian, sebagai sebuah proses transisi, penggunaan akad

murabahah sebagai alternatif tidak bisa dilakukan terus menerus. LKS harus

kembali pada misi awalnya, yaitu mengusung konsep bagi hasil yang berdasarkan

keadilan ekonomi. Hal ini bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan, karena di

Sudan dan Iran pembiayaan berbasis PLS saat ini juga telah berhasil mencapai

62% dari seluruh portofolio pembiayaan yang digulirkan. Hal ini berhasil

Page 19: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

19

dilakukan karena ada dua factor yang sangat mendukung yaitu, 1). Struktur

masyarakat yang paternalistis dengan peran sentral ulama dalam kehidupan

masyarakat sehingga moral hazaard bisa diminimalisir. 2). Adanya wilayatul

hisba yaitu semacam perangkat polisi ekonomi lengkap dengan pengadilan niaga

yang segara menyelesaikan perselisihan bisnis. Dengan demikian tidaklah

berlebihan jika di Indonesia juga dilakukan upaya-upaya serupa agar konsep

ekonomi Islam yang sesungguhnya dapat dijalankan secara konsekuen, tak ada

lagi gap antara normative dan empiris, sehingga kebenaran ekonomi syariah

bukanlah kebenaran platonis apalagi eutopis semata.

I. PENUTUP

Kebenaran konsep ekonomi syariah masih pada wilayah idealis,

sementara dalam wilayah empris masih banyak kelemahan dan perbedaan. Oleh

karena itu tesis yang mengatakan bahwa penggunaan istilah ekonomi fikih lebih

tepat dan relevan daripada ekonomi syariah menjadi menemukan kebenaran

empirisnya. Karena pada tataran empiris, rasionalisasi terhadap teks-teks agama

ekonomi banyak dilakukan dengan kondisi empirik masyarakat menjadi dasar

pertimbangannya. Dan pada jamaknya sebuah proses rasionalisai, praktik

ekonomi Islam menjadi relatif berbeda dengan konsep normatifnya. Dalam

wilayah praksis inilah, ekonomi syariah seolah “belum” menemukan kebenaran

empiriknya. Namun jika tawaran ekonomi syariah dimaknai sebagai sebuah

ijtihad, maka betapapun banyaknya kelemahan dalam wilayah praksis, sebuah

ijtihad tetaplah memberikan makna dan takkan pernah sia-sia.

Page 20: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

20

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. M. Nastangin, PT

Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1997.

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interprestasi Bunga

Bank Kaum Neo Revivalis, Terj. Arif Maftuhin, Paramadina, Jakarta,

1996.

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer, Gema

Insani Press, Jakarta, 2001.

Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, The International

Institute of Islamic Thought, Jakarta, 2002.

Anshori, Abdul Ghafur, Perbankan Syariah di Indonesia, UGM Press,

Yogyakarta, 2007.

Anshari, Abdul Ghafur, Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, UII

Press, Yogyakarta, 2008.

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori Akad dalam

Fikih Muamalat, Rjagrafindo, Jakarta, 2007.

Anwar, Syamsul, Bunga dan Riba dalam Perspektik Hukum Islam” dalam

Jurnal Tarjih dan Tajdid, Ekonomi Syariah dan Tantangan

Kapitalisme Global, Edisi ke – 9 Januari 2007, Yogyakarta.

Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Perpustakan Nasional,

Jakarta, 2007.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajagrafindo, Jakarta, 2007.

Firdaud, Muhammad( Peny.), Konsep dan Implementasi Bank Syariah,

Renaisan, Jakarta, 2007.

Firdaus, Muhammad, ( Peny. ), Cara Mudah Memahami Akad – akad Syariah,

Renaisan, Jakarta, 2007.

Hasbi Ramli, Teori Dasar Akuntansi Syariah, Renaisan, Jakarta, 2007.

Ilmi, Makhalul, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII

Press, Yogyakarta, 2002.

Lewis, Mervyn K, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik dan Prospek, Serambi,

Jakarta, 2007.

Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, UII Press,

Yogyakarta, 2008.

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, UPP AMP YKPN,

yogyakarta, 2005.

Page 21: STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD …fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf · LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ... Berdasarkan ijtihad sebagian ulama Islam kontemporer, ... Jika

21

Muhammad, Model – model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, UII Press,

Yogyakarta, 2009.

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank

Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2006.

Parmudi, Muhammad, Sejarah dan doktrin Bank Islam, Kutub, Yogyakarta,

2005.

Susanto, Burhanudin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press,

Yogyakarta, 2008.

Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Studi Kritis dan Interpretasi

Kontemporer tantang Riba dan Bunga, Pustaka Pelajar, yogyakarta,

2008.

Saeed, Abdullah, Menyoal Bank Syariah , Kritik atas interprestasi Bunga

Bank Kaum Neo Revivalis, Arif Maftuhin (Penerj.), Paramadina,

Jakarta, 2004.

Umer Chapra, Al Qur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil, Terj. Lukman

Hakim, PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997.

Vogel, Frank E, Hokum Keuangan Islam, Konsep, Teori dan Praktik,

Nusamedia, Bandung, 2007.

Wiroso, Jual Beli Murabahah, UII Press, Yogyakarta, 2005

Yulianti Martina “ Memurnikan Kembali Mu’amalah Syariah di Perbankan

Syariah dengan Memperbesar Porsi Pembiayaan Bagi Hasil” dalam

Prospek Bank Syariah Pasca Fatwa MUI, Wan Andy, dkk ( Peny.),

Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2005.

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul

Hakim, 2007.