STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR...

8
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.… Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 9786020951119 202 STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI BEDADUNG JEMBER Umi Nurjanah, Ibrohim, Dahlia Program Studi Pendidikan Biologi PascasarjanaUniversitas Negeri Malang Jalan Semarang 5, Malang 65145, Telp:0341-561334 [email protected] ABSTRAK Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember yang dimanfaatkan masyarakat sekitar. Akibatnya diperkirakan menurunkan kualitas air sungai maka perlu monitoring. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) jenis dan komposisi makrobentos; 2) faktor fisika-kimia air sungai; 3) kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos; dan 4)hubungan keanekaragaman makrobentos dengan faktor fisika-kimia air sungai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2015. Sampling dilakukan pada lima stasiun sepanjang Sungai Bedadung yang dimulai dari hulu sampai ke hilir. Pengambilan sampel pada empat titik tiap stasiun menggunakan D-Frame Net dengan metode kicking.Analisis data menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-wienner (H′) dan Regresi Ganda.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa spesies makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung adalah 30 spesies yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo dan 26 famili. Komposisi makrobentos di Sungai Bedadung terdiri atas Gastropoda 55%, Insecta 36 %.Crustasea 4%, Bivalvia(4%) dan Clitellata (1%).Berdasarkan faktor fisika-kimia air ,Sungai Bedadung pada empat stasiun yaitu hulu dan badan sungai tercemar sedang dan pada bagian hilir tercemar berat. Kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos tidak tercemar sampai tercemar berat. pH, suhu dan nitrat mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos. Kata Kunci: keanekaragaman makrobentos, kualitas air, Sungai Bedadung PENDAHULUAN Air merupakan elemen yang sangat penting bagi kehidupan makhuk hidup baik tumbuhan, hewan atupun manusia. Air diperlukan makhluk hidup untuk membantu metabolisme di dalam tubuh. Begitu pentingnya air sehingga kita tidak bisa hidup tanpa air. Manusia memanfaatkan air untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri, perikanan, rekreasi dan lainnya. Kebutuhan terhadap air tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber air, salah satu contohnya adalah sungai (Murdoch, 1975). Sungai sebagai sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia dapat menurun kualitasnya karena adanya aktivitas di sepanjang sungai tersebut. Pemanfaatan air sungai yang tidak bijaksana seperti memanfaatkannya sebagai tempat sampah raksasa merupakan faktor yang meningkatkan turunnya kualitas air sungai. Berbagai limbah mulai dari limbah rumah tangga, industri kecil sampai dengan industri besar seringkali dibuang ke sungai sehingga dapat menurunkan kualitas dari air sungai tersebut (Mahida, 1986). Penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas manusia sudah terjadi pada beberapa sungai di Indonesia terutama setelah melewati daerah pemukiman, contohnya kali Brantas di daerah hulu dan tengah berada pada kondisi tercemar sedang dan di hilir tercemar berat (BLH Jawa Timur, 2011). Sungai Ciliwung di wilayah Jakarta juga mengalami pencemaran yang sumber pencemaranya didominasi oleh pencemaran limbah domestik yang berasal dari Jakarta, Depok, dan Bogor. Kecenderungan pencemaran akan semakin meningkat sehingga diperkirakan pada tahun 2015 Sungai Ciliwung tidak bisa digunakan sebagai air minum (Yudo, 2010). Pencemaran yang telah terjadi dibeberapa sungai di Indonesia tidak menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Sungai Bedadung Jember. Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember dengan luas 117.053,99Ha yang melintasi ibu kota Kabupaten dengan panjang 46.875 meter dan mengairi lahan sawah seluas 93.000 hektar (BPPS, 2012). Selain untuk irigasi sawah, Sungai Bedadung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mandi, mencuci, MCK dan bahkan membuang sampah bagi warga yang belum sadar tentang lingkungan. Selain aktivitas masyarakat tersebut, Sungai Bedadung juga merupakan salah satu sumber air baku PDAM Jember. Berbagai aktivitas dalam memanfaatkan sungai Bedadung dapat menurunkan kualitas dari air sungai itu. Penurunan kualitas air di sungai Bedadung dapat diketahui dengan cara monitoring atau pemantauan. Berdasarkan data monitoring dari PSDA Lumajang, dengan metode storet kualitas air Sungai Bedadung Jember pada dua titik pantau yaitu jembatan kembar Sumbersari dan DAM Bedadung menunjukkan

Transcript of STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR...

Page 1: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 202

STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS

AIR SUNGAI BEDADUNG JEMBER

Umi Nurjanah, Ibrohim, Dahlia

Program Studi Pendidikan Biologi PascasarjanaUniversitas Negeri Malang

Jalan Semarang 5, Malang 65145, Telp:0341-561334

[email protected]

ABSTRAK

Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember yang dimanfaatkan masyarakat sekitar.

Akibatnya diperkirakan menurunkan kualitas air sungai maka perlu monitoring. Penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan 1) jenis dan komposisi makrobentos; 2) faktor fisika-kimia air sungai; 3) kualitas

air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos; dan 4)hubungan keanekaragaman

makrobentos dengan faktor fisika-kimia air sungai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai

Agustus 2015. Sampling dilakukan pada lima stasiun sepanjang Sungai Bedadung yang dimulai dari hulu

sampai ke hilir. Pengambilan sampel pada empat titik tiap stasiun menggunakan D-Frame Net dengan

metode kicking.Analisis data menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-wienner (H′) dan Regresi

Ganda.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa spesies makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung

adalah 30 spesies yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo dan 26 famili. Komposisi makrobentos

di Sungai Bedadung terdiri atas Gastropoda 55%, Insecta 36 %.Crustasea 4%, Bivalvia(4%) dan Clitellata

(1%).Berdasarkan faktor fisika-kimia air ,Sungai Bedadung pada empat stasiun yaitu hulu dan badan sungai

tercemar sedang dan pada bagian hilir tercemar berat. Kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan

keanekaragaman makrobentos tidak tercemar sampai tercemar berat. pH, suhu dan nitrat mempunyai

hubungan yang signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos.

Kata Kunci: keanekaragaman makrobentos, kualitas air, Sungai Bedadung

PENDAHULUAN

Air merupakan elemen yang sangat penting bagi

kehidupan makhuk hidup baik tumbuhan, hewan atupun

manusia. Air diperlukan makhluk hidup untuk membantu

metabolisme di dalam tubuh. Begitu pentingnya air

sehingga kita tidak bisa hidup tanpa air. Manusia

memanfaatkan air untuk kebutuhan domestik, pertanian,

industri, perikanan, rekreasi dan lainnya. Kebutuhan

terhadap air tersebut dapat diperoleh dari berbagai

sumber air, salah satu contohnya adalah sungai

(Murdoch, 1975).

Sungai sebagai sumber air yang banyak

dimanfaatkan oleh manusia dapat menurun kualitasnya

karena adanya aktivitas di sepanjang sungai tersebut.

Pemanfaatan air sungai yang tidak bijaksana seperti

memanfaatkannya sebagai tempat sampah raksasa

merupakan faktor yang meningkatkan turunnya kualitas

air sungai. Berbagai limbah mulai dari limbah rumah

tangga, industri kecil sampai dengan industri besar

seringkali dibuang ke sungai sehingga dapat menurunkan

kualitas dari air sungai tersebut (Mahida, 1986).

Penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas

manusia sudah terjadi pada beberapa sungai di Indonesia

terutama setelah melewati daerah pemukiman, contohnya

kali Brantas di daerah hulu dan tengah berada pada

kondisi tercemar sedang dan di hilir tercemar berat (BLH

Jawa Timur, 2011). Sungai Ciliwung di wilayah Jakarta

juga mengalami pencemaran yang sumber pencemaranya

didominasi oleh pencemaran limbah domestik yang

berasal dari Jakarta, Depok, dan Bogor. Kecenderungan

pencemaran akan semakin meningkat sehingga

diperkirakan pada tahun 2015 Sungai Ciliwung tidak bisa

digunakan sebagai air minum (Yudo, 2010). Pencemaran

yang telah terjadi dibeberapa sungai di Indonesia tidak

menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Sungai

Bedadung Jember.

Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai

terbesar di Jember dengan luas 117.053,99Ha yang

melintasi ibu kota Kabupaten dengan panjang 46.875

meter dan mengairi lahan sawah seluas 93.000 hektar

(BPPS, 2012). Selain untuk irigasi sawah, Sungai

Bedadung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

mandi, mencuci, MCK dan bahkan membuang sampah

bagi warga yang belum sadar tentang lingkungan. Selain

aktivitas masyarakat tersebut, Sungai Bedadung juga

merupakan salah satu sumber air baku PDAM Jember.

Berbagai aktivitas dalam memanfaatkan sungai

Bedadung dapat menurunkan kualitas dari air sungai itu.

Penurunan kualitas air di sungai Bedadung dapat

diketahui dengan cara monitoring atau pemantauan.

Berdasarkan data monitoring dari PSDA

Lumajang, dengan metode storet kualitas air Sungai

Bedadung Jember pada dua titik pantau yaitu jembatan

kembar Sumbersari dan DAM Bedadung menunjukkan

Page 2: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 203

kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang.

Pemantauan kualitas air yang umum digunakan oleh

KLH atau PSDA adalah berdasarkan karakteristik fisika,

kimia dan biologi (bakteri).

Pemantauan kualitas air sungai berdasarkan

parameter fisika kimia mempunyai kelemahan yaitu

menggambarkan kualitas air pada waktu tertentu.

Pemantauan dengan bioindikator biologi lebih akurat

dalam memantau kualitas air karena bioindikator

menggambarkan kondisi ekosistem yang ditempatinya

selama beberapa waktu. Adanya perbedaan toleransi

hewan terhadap lingkungan dapat digunakan sebagai

bentuk informasi yang dapat menggambarkan kondisi

lingkungan yang dihuninya (Michael, 1995).

Berbagai organisme air dapat digunakan

memantau kualitas perairan. Contoh biota yang dapat

digunakan sebagai bioindikator kualitas air sungai adalah

alga bentik, makro invertebrata, dan ikan.

Makroinvertebrata adalah organisme yang paling sering

digunakan untuk memantau kualitas air sungai karena

hidupnya relatif menetap di dasar perairan, mempunyai

siklus hidup yang panjang dan pengambilan contohnya

relatif mudah (Hellawel, 1978).

Pemantauan kualitas air Sungai Bedadung

menggunakan bioindikator dilakukan Rosyidi &

Wimbraningrum (2006) menggunakan alga bentik

sebagai bioindikator yang hasilnya bahwa kualitas pada

daerah hulu Sungai Bedadung belum tercemar, dan enam

stasiun yang melewati persawahan dan pemukinam padat

telah tercemar. Darmawansah (2009) menggunakan

makrobentos untuk memonitor daerah perkotaan dengan

berpedoman pada map identifikasi dan hasilnya pada ke

lima stasiun sampling dinyatakan masih bagus karena

keberadaan spesies lalat sehari penggali dan lalat sehari

insang bercabang. Penentuan kualitas air pada penelitian

tersebut hanya berdasarkan keberadaan spesies indikator

lalat sehari penggali, sedangkan menurut Trihadiningrum

& Tjondronegoro (1998) keberadaan Ephemeropthera

mengindikasikan perairan tercemar ringan. Penentuan

kualitas air berdasarkan kehadiran bioindikator saja tanpa

menghubungkan faktor kimia-fisika air masih lemah,

karena belum menggambarkan polutan penyebab

penurunan kualitas air sungai.

Penelitian Ambarukmi (2013) menggunakan

bioindikator keanekaragaman makrobentos menyatakan

bahwa kualitas air sungai Bedadung didua kecamatan

yaitu kecamatan Patrang kualitas air tercemar ringan dan

pada kecamatan Sumbersari tercemar berat. Sumber

pencemaran berasal dari limbah industri dan domestik.

Tetapi penelitian tersebut belum menggambarkan kualitas

air sungai Bedadung mulai dari hulu sampai hilir.

Penelitian tersebut baru mewakili daerah perkotaan yang

tercemar oleh limbah industri dan domestik dan juga

belum dilengkapi dengan pengukuran faktor kimia fisika

air.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu

dilakukan penelitian untuk melengkapi penelitian

sebelumnya yaitu studi makrobentos dilengkapi dengan

pengukuran faktor kimia-fisika air sungai yang dimulai

dari hulu sampai hilir sungai Bedadung sehingga dapat

menggambarkan kondisi sungai Bedadung diberbagai

rona lingkungan disepanjang daerah aliran sungai

Bedadung. Harapannya dapat memberikan informasi bagi

masyarakat yang memanfaatkan air sungai dan sebagai

bahan kajian bagi pemerintah Kabupaten Jember dalam

menentukan kebijakan berkaitan dengan kualitas air

sungai.

METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel makrobentos dan air

dilakukan pada 5 stasiun sepanjang sungai Bedadung dan

ditentukan secara purposive random sampling.

Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan

metode kicking menggunakanD-frame net dengan jarak

tendangan 0,5 meter di depan jaring (Barbour, et all.

1999). Sampling dilakukan pada 4 titik setiap stasiun.

Sampling ulang sebanyak 3 kali dengan jarak

pengambilan 7 hari.

Spesies yang terkoleksi pada jaring dipindah ke

dalam kantong plastik yang diisi etanol 70% dan diberi

label, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk disortir

dan diidentifikasi.Identifikasi dipandu sumber pustaka

yang mendukung identifikasi (Needham & Needham

(1962)), Borror (1996) Oscoz, et al., (2011) dan Merrit &

Kenneth (1996)).

Parameter fisika-kimia meliputi pH, suhu,

kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, dan DO diukur

secara insitu, sedangkan BOD, COD, fosfat dan nitrat

diukur secara exsitu di laboratorium Jasa Tirta Malang.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan

indeks keanekaragaman Shannon-weanner dan analisis

regresi ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian yang dilakukan di Sungai

Bedadung Jember pada bulan Juni 2015 diperoleh data

sebagai berikut.

Jenis makrobentos yang ditemukan di Sungai

Bedadung

Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung

sebanyak 30 jenis yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5

kelas, 16 ordo dan 26 famili. Klasifikasi makrobentos

secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Page 3: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 204

Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung

disajikan.

Komposisi makrobentos di Sungai Bedadung

secara keseluruhan adalah disusun oleh Gastropoda 55%,

Insecta 36 %, Bivalvia 4%, Clitellata 4% dan Crustacea

4%. Komposisi makrobentos pada tiap stasiun tidak

sama, stasiun 1 tersusun atas 3 taksa dengan komposisi

terbesar adalah Insecta 97%, stasiun 2 dan stasiun 3

disusun oleh 5 taksa dengan komposisi terbesar

Gastropoda 67% dan 59%. Stasiun 4 tersusun atas 5 taksa

dengan komposisi terbesar Insekta 85% dan stasiun 5

tersusun atas 3 taksa dengan komposisi terbesar

Gastropoda 82%. Komposisi makrobetos di Sungai

Bedadung secara keseluruhan dan tiap stasiun disajikan

pada Gambar 1.

Faktor Fisika-Kimia Perairan Sungai Bedadung

Jember

Paramaeter fisika-kimia yang diukur yaitu pH,

suhu, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, DO, BOD,

COD, nitrat dan fosfat. Hasil pengukuran dapat dilihat

pada Tabel 2.

Indeks Keanekaragaman Makrobentos di Sungai

Bedadung.

Nilai indeks keanekaragaman di sungai Bedadung

cenderung menurun dari hulu ke hilir. Nilai indeks

keanekaragaman di sungai Bedadung disajikan pada

Gambar 2.

Tabel 1. Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung Jember

Filum Kelas Ordo Famili Spesies

Arthropoda Insecta Coleoptera Lampyridae sp 1

Lepidoptera Pyralidae Petrophila sp.

Tricoptera Philopotamidae sp 2

Sericostomatidae sp 3

Hydropsychidae Hydropsyche sp.

Diptera Tipulidae Tipula submaculata

Hexatoma sp.

Ephemeroptera Caenidae sp 4

Metretopodidae sp 5

Heptageniidae sp 6

Ephemeridae Hexagenia sp.

Odonata Gomphidae Ophiogomphus sp.

Euphaeidae Epallage fatime

Crustacea Decapoda Atydae sp 7

Gecarcinucidae Parathelphusa sp.

Sesarmidae Geosesarma sp.

Amphipoda Gammaridae Gammarus sp.

Mollusca Gastropoda Sorbeoconcha Buccinidae Anentome Helena

Pachychilidae

Brotia testudinaria

Thiaridae

Thiara scabra

Thiara lineata

Melanoides granifera

Hygrophila Physidae Physasp.

Cycloneritimorpha Neritidae Clithon corona

Neritina pulligera

Architaenioglossa Ampullaridae Pila ampullacea

Bivalvia Veneroida Corbiculidae Corbicula javanica

Unionoida Unionidae sp 8

Annelida Clitellata Pharyngobdellida Erpobdellidae sp 9

Haplotaxida Lumbricidae Lumbricus rubellus

Page 4: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 205

97%

1% 2% 0% 0%

Stasiun 1

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung Jember

Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung Jember

Suhu, kecepatan arus, COD dan BOD cenderung

meningkat dari hulu menuju hilir, sedangkan DO

cenderung menurun.pH, kekeruhan, kedalaman, nitrat

dan fosfat cenderung men dan tidak stabil peningkatan

atau penurunanya dari sungai hulu ke hilir.

36%

1%

55%

4% 4%

Komposisi Makrobentos Sungai

Bedadung secara keseluruhan

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

36%

0%

59%

1% 4%

Stasiun 3

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

28%

1% 67%

0% 4%

Stasiun 2

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

0% 3%

82%

15%

0%

Stasiun 5

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

85%

2% 5% 0% 8%

Stasiun 4

Insecta Crustacea Gastropoda

Bivalvia Clitellata

Page 5: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 206

Tabel 2. Nilai Rerata Faktor Kimia-Fisika Air Sungai Bedadung Jember bulan Juni 2015

Gambar 2. Rerata indeks keanekaragaman makrobentos tiap stasiun sampling

Hubungan Faktor Fisika-Kimia Air Sungai dengan

Keanekaragaman Makrobentos di Sungai Bedadung

Jember

Berdasarkan analisisregresi, faktor fisika-kimia

air yang berhubungan signifikan dengan keanekaragaman

makrobentos adalah pH, suhu dan nitrat. Nilai

signifikansi pH (p=0,037), suhu (p=0,001), dan nitrat

(p=0,024) lebih kecil dari α=0,05. Persamaan regresi

hubungan faktor fisika kimia air dengan keanekaragaman

makrobentos sebagai berikut:

Y = 0,615 + 0,403X1 – 0,136X2 + 0,065X3 + 0,141X4 –

0,006X5 – 0,001X6 – 0,001X7 – 0,001X8 + 0,710X9 +

0,196X10.

Dimana:

Y: Indeks keanekaragaman X1: pH X2: Suhu

X3: Kekeruhan X4: DO X5:Kedalaman

X6: Kecepatan Arus X7: BOD X8:COD

X9: Fosfat X10: Nitrat

PEMBAHASAN

Komunitas makrobentos yang teridentifikasi dari

sungai Bedadung Jember sebanyak 30 spesies yang

diklasifikasikan dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo, dan 26

famili. 3 filum tersebut adalah Arthropoda, Mollusca dan

Annelida. Arthropoda diwakili oleh 2 kelas yaitu Insekta

dan Crustacea, Mollusca diwakili oleh Kelas Gastropoda

dan Kelas Bivalvia, sedangkan Annelida diwakili oleh

kelas Clitellata. Kelas Insekta diwakili oleh 13 spesies.

Kelas Crustacea diwakili oleh 4 spesies, Gastropoda

diwakili oleh 9 spesies, Kelas Bivalvia dan Clitellata

masing-masing diwakili oleh 2 spesies.

Komposisi makrobentos keseluruhan yang

ditemukan di sungai Bedadung adalah 5 kelas yaitu

Insecta 36%, Crustacea 4%, Gastropoda 55%, Bivalvia

4% dan Clitellata 1%. Komposisi makrobentos Sungai

Bedadung dari hulu (stasiun I) ke hilir (stasiun V)

berubah/berbeda karena keberadaan makrobentos

dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung

kehidupannya. Perubahan jumlah taksa makrobentos

pada suatu perairan erat kaitannya dengan pola

2.05

1.62 1.53

1.00 0.94

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3 4 5

Skal

a In

de

ks

Stasiun Sampling

H'

No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

1. pH 7,73 8,23 8,38 8,01 7,49

2. Suhu (0C) 19,08 25,43 27,13 27,76 27,56

3. Kekeruhan (mg/l) 0,17 3,42 6,42 2,58 3,42

4. DO (mg/l) 7,66 7,24 7,07 6,05 5,75

5. Kedalaman (cm) 21,42 30,25 31,42 25,50 75,33

6. Kec. arus (ml/detik) 114,01 102,93 103,08 57,10 11,81

7. BOD (mg/l) 4,68 4,48 5,62 5,27 12,28

8. COD (mg/l) 10,29 10,19 11,73 15,38 28,65

9. Nitrat (mg/l) 1,13 2,05 1,66 1,19 1,98

10. Fosfat (mg/l) 0,43 0,31 0,36 0,24 0,34

Page 6: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 207

heterogenitas habitat, antara lain berkaitan erat dengan

adanya fluktuasi kecepatan arus, suhu, dan perubahan

luas area hunian yang akhirnya akan mempengaruhi

sumberdaya bagi makrobentos diperairan tersebut (Krebs,

1978).

Kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas

yang ditemukan pada semua stasiun sampling, sehinga

kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas

makrobentos yang penyebarannya paling luas di Sungai

Bedadung. Hal ini senada dengan penelitian Zulkifli dan

Setiawan (2011) di perairan sungai Musi yang

menjelaskan bahwa kelas Gastropoda dan Crustacea

mempunyai distribusi frekuensi tertinggi pada sungai

tersebut. Gastropoda dan Crustacea termasuk pada grop

intoleran dan toleran (Micahael, 1995), sehingga kelas

tersebut dapat ditemukan pada semua stasiun sampling

dengan kondisi lingkungan yang berbeda.

Kelas Insecta ditemukan pada stasiun yang I, II,

III dan IV. Pada keempat stasiun tersebut memiliki

karekteristik yang tidak jauh berbeda dari segi kedalaman

dan substrat dasar yang hampir sama yaitu didominasi

oleh bebatuan. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Pennak (1989) bahwa Arthropoda

menyukai habitat berbatu dan berpasir, kandungan

oksigen dalam air yang tinggi serta pH yang normal.

Kelas bivalvia hanya ditemukan pada stasiun II,

III dan V dimana ordo Unionidae hanya ditemukan pada

stasiun V yang merupakan bagian hilir Sungai Bedadung

dengan karakteristik habitat yang berbeda dengan stasiun

lainnya. Stasiun V memiliki substrat pasir berlumpur

berbeda dengan stasiun II dan III yang mempunyai

substrat batu berpasir. Boikot (1936) dalam Dillon (2004)

menyatakan bahwa unionidae hidup pada substrat yang

berlumpur dan tidak akan hidup baik pada batu keras atau

berkerikil.

Faktor fisika-kimia air Sungai Bedadung yang

meliputi suhu, pH, Nitrat dan DO berdasarkan PP no 82

tahun 2001 tentang kualitas air menunjukkan kualitas air

yang masih belum tercemar. Nilai COD pada stasiun I, II,

III, IV masih menunjukkan kualitas air sungai kelas 2

yang dapat digunakan untuk sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk

mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut. Berdasarkan COD stasiun V menunjukkan

kualitas air sungai kelas 3, sehingga peruntukannya dapat

disesuaikan dengan kelasnya.

Nilai BOD pada stasiun I, II, III dan IV

menunjukkan kualitas air sungai kelas 3 yang dapat

diperuntukkan untuk membudidayakan ikan air tawar,

peternakan, mengairi pertanaman atau peruntukan yang

lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

keguaannya, sedangkan stasiun V menunjukkan kualitas

air sungai kelas 4 yang diperuntukkan untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaannya.

Nilai kandungan fosfat di sungai Bedadung pada

semua stasiun berkisar antara 0,24 – 0,43 mg/l.

Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 tentang kualitas air,

standar baku mutu air kelas 3 maksimal adalah 1.

Sehingga kualitas sungai Bedadung berdasarkan kadar

fosfat termasuk sungai kelas 3.Tingginya nilai fosfat pada

sungai Bedadung bagian hulu dimungkinkan disebabkan

oleh kikisan dari bebatuan dan hancuran bahan organik

dari tumbuhan disepanjang tepian sungai. Achmad (2004)

menjelaskan bahwa sumber fosfor adalah dari berbagai

hal diantaranya adalah sisa pupuk dari pertanian, kikisan

dari bebatuan, limbah domestik, hancuran bahan organik.

Berdasarkan indeks keanekaragaman

makrobentos, Sungai Bedadung mengalami penurunan

kualitas dari hulu ke hilir.Menurut kriteria Thomas et. al.

(1973) dalam Dharmawan et.al. (2005), indeks

keanekaragaman pada stasiun 1 sebesar 2,05 kualitas air

tersebut adalah tidak tercemar. Stasiun 2 nilai H′ (1,62)

dapat diartikan bahwa sungai tersebut tercemar ringan.

Stasiun 3 dan 4 dengan nilai H′ (1,53 dan 1)

menunjukkan sungai tercemar sedang dan stasiun 4

dengan nilai H′ < 1 menujukkan bahwa sungai telah

tercemar berat.

Penurunan Kualitas air sungai secara bertahap dari

hulu ke hilir yang digambarkan oleh keanekaragaman

makrobentos, senada dengan yang terjadi di Sungai

Cisadane (Siahaan, dkk., 2012) dan di sungai Ranuyapo

(Marmita, dkk., 2013). Hal tersebut disebabkan adanya

perubahan lingkungan sungai dari hulu ke hilir yang

menjadi kondisi dan sumberdaya bagi makrobentos.

Krebs (1978) menjelaskan faktor penyebab perubahan

keanekaragaman adalah faktor waktu, heterogenitas

ruang, kompetitor, stabilitas lingkungan dan

produktivitas.

Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor

lingkungan perairan yang meliputi pH, suhu, kedalaman,

DO, kecepatan arus, kekeruhan, BOD, COD, fosfat dan

nitrat secara bersama-sama mempunyai hubungan yang

signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos.

Berbagai faktor tersebut mempunyai hubungan negatif

ataupun positif terhadap keanekaragaman makrobentos.

pH, kekeruhan, DO, fosfat, dan nitrat mempunyai

hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman

makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD

dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif

terhadap keanekaragaman makrobentos. Beberapa faktor

mempunyai hubungan signifikan terhadap indeks

keanekaragaman makrobentos yaitu pH, suhu dan nitrat.

Page 7: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 208

Hubungan pH dengan keanekaragaman

makrobentos bersifat positif yang artinya kenaikan nilai

pH akan diikuti dengan kenaikan nilai keanekaragaman

makrobentos. Penelitian Yeanny (2007) di sungai

Belawan juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pH

berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman

makrobentos. pH sangat penting mendukung

kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat

mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan

perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur

renik. Sastrawijaya (1991). Semakin tinggi nilai pH

diketahui sebagai penyeimbang antara ammonium dan

amoniak yang sangat toksik bagi organisme air (Barus

,2002).

Suhu mempunyai hubungan yang negatif terhadap

keanekaragaman makrobentos. Suhu sangat

mempengaruhi laju pertumbuhan organisme tertentu,

kenaikan suhu tersebut dapat mempercepat masa

pertumbuhan 3 kali lipat (Barus, 2002). Meningkatnya

jumlah individu pada spesies tertentu dapat

mengakibatkan penurunan kemerataan jumlah individu

pata tiap spesies dan itu berarti akan menurunkan

keanekaragaman. Selain itu kenaikan suhu juga

mempengaruhi kelarutan oksigen dalam perairan,

semakin tinggi kenaikan suhu maka akan semakin sedikit

oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 2004).

Nitrat mempuyai hubungan positif terhadap

keanekaragaman makrobentos.Nitrat merupakan zat

nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh dan

berkembang dan dapat menyebabkan pertumbuhan yang

cepat pada alga (Barus, 2002 dan Achmad, 2004).

Tumbuhan air dan perifiton merupakan makanan bagi

makrobentos kelompok herbivora (grazer dan scrapers),

sehingga apabila kadar nitrat dapat menyebabkan

ketersediaan makanan bagi makrobentos maka akan

banyak jenis makrobentos yang tinggal untuk

mendapatkan sumberdaya berupa makanan. Dengan

demikian maka akan dapat meningkatkan

keanekaragaman makrobentos diperairan tersebut.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa

makrobentos yang ditemukan di sungai Bedadung

sebanyak 30 spesies yang diklasifikasikan dalam 3 filum,

5 kelas dan 26 famili. Komposisi makrobentos

berdasarkan kelas yaitu Gastropoda 55%, Insecta 36 %.

Crustasea 4%, Bivalvia 4% dan Clitellata 1%.

Faktor fisika-kimia air yaitu COD menunjukkan

bahwa kualitas air Sungai Bedadung pada empat stasiun

dibagian hulu dan bagian badan sungai tergolong pada

kelas 2, sedangkan berdasarkan nilai BOD digolongkan

sungai kelas 3 kecuali stasiun 5 yang menunjukkan

kualitas air sungai tergolong kelas 4.

Kualitas air Sugai Bedadung berdasarkan

keanekaragaman makrobentos menunjukkan penurunan

kualitas dari hulu ke hilir. Sungai Bedadung tidak

tercemar pada bagiaan hulu sampai dengan tercemar

berat pada bagian hilir.

pH, kekeruhan, DO, fosfat dan nitrat mempunyai

hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman

makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD

dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif

terhadap keanekaragaman makrobentos.Faktor fisika-

kimia air yang berhubungan signifikan dengan

keanekaragaman makrobentosyaitu pH, suhu dan nitrat.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarukmi, N. 2013.Identifikasi Makrobentos Sebagai

Bioindikator Pencemaran Air di Daerah Aliran

Sungai Bedadung (Studi di Wilayah Kelurahan

Jember Lor Kecamatan Patrang dan Kelurahan

Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten

Jember). Skripsi tidak dipublikasikan

Universitas Negeri Jember.

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi

1.Yogyakarta. Andi Offset.

Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Jakarta:

Direktorat Pembinaan Penelitian dan

Pengabdian pada Masyarakat

Barbour, M.T., J. Gerritsen, B.D. Snyder, and J.B.

Stribling.1999.Rapid Bioassessment Protocols

for Use in Streams and Wadeable Rivers:

Periphyton, Benthic Macroinvertebrates and

Fish, Second Edition. EPA 841-B-99-002.U.S.

EnvironmentalProtection Agency; Office of

Water; Washington, D.C. (Online). http://

www.epa.gov/owow/monitoring/rbp/wp61pdf/rb

p.pdf diakses 28 Mei 2015.

BLH Jawa Timur. 2011. Laporan Hasil Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang

Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur Tahun

2011.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A. and Johnson, N.F. 1996.

Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

BPS Kabupaten Jember. 2012. Jember dalam Angka.

(Online).http://jemberkab.bps.go.id/index.php/p

ublikasi/index?Publikasi%5BtahunJudul%5D=2

012&Publikasi%5BkataKunci%5D=Jember+dal

am+angka&yt0=Tamp. Diakses 17 April 2015.

Darmawansah. 2009. Analisis Kualitas Air Sungai

BedadungBerdasarkanKeberadaanMakroinverte

brata Bentik Sebagai Bioindikator. Skripsi tidak

dipublikasikan Universitas Negeri Jember.

Page 8: STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR ...fmipa.unesa.ac.id/biologi/wp-content/uploads/2017/03/40_Umi... · kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang. ...

Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…

Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 209

Dharmawan, A., Ibrohim, Tuarita, H., Suwono, H., dan

Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang:

Universitas Negeri Malang Press.

Dillon, R.T. 2004.The Ecology of Freshwater

Mollusca.Cambridge University Press

Hellawell, J.M., 1986. Biological Indicators of

Freshwater Pollution and Environmental

Management.Pollution Monitoring Series.

London: Elsevier Applied Science Publishers.

Krebs, J. C. 1978. Ecology the Experimental Analysis of

Distribution and Abundance, second edition.

New York: Harper & Row Publishers

Krebs, J. C. 1989. Ecological Methodology. New York:

Harper Collins Publisher.

Mahida, U.N.1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan

Limbah Industri.Jakarta : CV. Rajawali.

Marmita, R., Siahaan, R., Koneri, R., dan Langoy, M. L.,

2013. Makrozoobentos Sebagai Indikator

Biologis dalam Menentukan Kuaitas Air Sungai

Ranuyapo, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

Jurnal Ilmiah Sains, 13 (1): 57-61

Merit, R. W. and Kenneth, W. C. 1996.An Introduction to

the Aquatic Insects of North Amerika. Iowa:

Kendall / Hunt Publishing Company.

Michael. L. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan

Lahan dan Laboratorium. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Murdoch, W.W. 1975. Resources, Pollution and

Society.Second edition. USA: Sinauer

Associates Inc Publisher

Needham, J. G dan Needham, P. R. 1962.A Guide To

The Study Of Fresh-Water Biology. San

Fransisco: Holden-Day Inc.

Oscoz, J., Galicia, D., Miranda, R., 2011. Identification

Guide of Freshwater Macroinvertebrates of

Spain. New York: Spinger

Pennak, R.W. 1989. Freshwater Invertebrate of The

United States (3rd ed).John Wiley & Sons. New

York.

Peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 Tentang

Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian

Pencemaran

Air.(Online)http://www.minerba.esdm.go.id/libr

ary/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf diakses 5 Mei

2015

Rosyidi, I. dan Wimbranigrum, R. 2006.Penggunaan

Komunitas Alga Bentik Sebagai Bioindikator

Pencemaran Air untuk Memonitoring Kualitas

Air Sungai Bedadung Jember. Laporan

Penelitian Dosen Muda.

Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan.

Rineka Cipta, Jakarta.

Siahaan, R., Indrawan, A., Soedharma, D., Prasetyo, L.

B. 2012. Keanekaragaman Makrozoobentos

sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane,

Jawa Barat – Banten.Jurnal Bioslogos, 2 (1): 18.

Wardhana, W. A, 2004.Dampak Pencemaran

Lingkungan. Yogyakarta: Penebit Andi

Yeanny, M.S., 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos

di Muara Sungai Belawan.Jurnal Biologi

Sumatra, 2 (2): 37-41.

Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung di

Wilayah DKI Jakarta Ditinjau dari Parameter

Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri.

JAI, vol 6 No.1

Zulkifli, H., Setiawan, D., 2011. Struktur Komunitas

Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi

Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen

Biomonitoring.Jurnal Natur Indonesia, 14 (1):

95-99.