Bab 8. Pengamatan Partikel Debu Dan Lichenes Sebagai Bioindikator
STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR...
Transcript of STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR...
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 202
STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS
AIR SUNGAI BEDADUNG JEMBER
Umi Nurjanah, Ibrohim, Dahlia
Program Studi Pendidikan Biologi PascasarjanaUniversitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5, Malang 65145, Telp:0341-561334
ABSTRAK
Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai terbesar di Jember yang dimanfaatkan masyarakat sekitar.
Akibatnya diperkirakan menurunkan kualitas air sungai maka perlu monitoring. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan 1) jenis dan komposisi makrobentos; 2) faktor fisika-kimia air sungai; 3) kualitas
air Sungai Bedadung berdasarkan keanekaragaman makrobentos; dan 4)hubungan keanekaragaman
makrobentos dengan faktor fisika-kimia air sungai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai
Agustus 2015. Sampling dilakukan pada lima stasiun sepanjang Sungai Bedadung yang dimulai dari hulu
sampai ke hilir. Pengambilan sampel pada empat titik tiap stasiun menggunakan D-Frame Net dengan
metode kicking.Analisis data menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-wienner (H′) dan Regresi
Ganda.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa spesies makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung
adalah 30 spesies yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo dan 26 famili. Komposisi makrobentos
di Sungai Bedadung terdiri atas Gastropoda 55%, Insecta 36 %.Crustasea 4%, Bivalvia(4%) dan Clitellata
(1%).Berdasarkan faktor fisika-kimia air ,Sungai Bedadung pada empat stasiun yaitu hulu dan badan sungai
tercemar sedang dan pada bagian hilir tercemar berat. Kualitas air Sungai Bedadung berdasarkan
keanekaragaman makrobentos tidak tercemar sampai tercemar berat. pH, suhu dan nitrat mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos.
Kata Kunci: keanekaragaman makrobentos, kualitas air, Sungai Bedadung
PENDAHULUAN
Air merupakan elemen yang sangat penting bagi
kehidupan makhuk hidup baik tumbuhan, hewan atupun
manusia. Air diperlukan makhluk hidup untuk membantu
metabolisme di dalam tubuh. Begitu pentingnya air
sehingga kita tidak bisa hidup tanpa air. Manusia
memanfaatkan air untuk kebutuhan domestik, pertanian,
industri, perikanan, rekreasi dan lainnya. Kebutuhan
terhadap air tersebut dapat diperoleh dari berbagai
sumber air, salah satu contohnya adalah sungai
(Murdoch, 1975).
Sungai sebagai sumber air yang banyak
dimanfaatkan oleh manusia dapat menurun kualitasnya
karena adanya aktivitas di sepanjang sungai tersebut.
Pemanfaatan air sungai yang tidak bijaksana seperti
memanfaatkannya sebagai tempat sampah raksasa
merupakan faktor yang meningkatkan turunnya kualitas
air sungai. Berbagai limbah mulai dari limbah rumah
tangga, industri kecil sampai dengan industri besar
seringkali dibuang ke sungai sehingga dapat menurunkan
kualitas dari air sungai tersebut (Mahida, 1986).
Penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas
manusia sudah terjadi pada beberapa sungai di Indonesia
terutama setelah melewati daerah pemukiman, contohnya
kali Brantas di daerah hulu dan tengah berada pada
kondisi tercemar sedang dan di hilir tercemar berat (BLH
Jawa Timur, 2011). Sungai Ciliwung di wilayah Jakarta
juga mengalami pencemaran yang sumber pencemaranya
didominasi oleh pencemaran limbah domestik yang
berasal dari Jakarta, Depok, dan Bogor. Kecenderungan
pencemaran akan semakin meningkat sehingga
diperkirakan pada tahun 2015 Sungai Ciliwung tidak bisa
digunakan sebagai air minum (Yudo, 2010). Pencemaran
yang telah terjadi dibeberapa sungai di Indonesia tidak
menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Sungai
Bedadung Jember.
Sungai Bedadung merupakan salah satu sungai
terbesar di Jember dengan luas 117.053,99Ha yang
melintasi ibu kota Kabupaten dengan panjang 46.875
meter dan mengairi lahan sawah seluas 93.000 hektar
(BPPS, 2012). Selain untuk irigasi sawah, Sungai
Bedadung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mandi, mencuci, MCK dan bahkan membuang sampah
bagi warga yang belum sadar tentang lingkungan. Selain
aktivitas masyarakat tersebut, Sungai Bedadung juga
merupakan salah satu sumber air baku PDAM Jember.
Berbagai aktivitas dalam memanfaatkan sungai
Bedadung dapat menurunkan kualitas dari air sungai itu.
Penurunan kualitas air di sungai Bedadung dapat
diketahui dengan cara monitoring atau pemantauan.
Berdasarkan data monitoring dari PSDA
Lumajang, dengan metode storet kualitas air Sungai
Bedadung Jember pada dua titik pantau yaitu jembatan
kembar Sumbersari dan DAM Bedadung menunjukkan
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 203
kualitas air kelas C dengan status pencemaran sedang.
Pemantauan kualitas air yang umum digunakan oleh
KLH atau PSDA adalah berdasarkan karakteristik fisika,
kimia dan biologi (bakteri).
Pemantauan kualitas air sungai berdasarkan
parameter fisika kimia mempunyai kelemahan yaitu
menggambarkan kualitas air pada waktu tertentu.
Pemantauan dengan bioindikator biologi lebih akurat
dalam memantau kualitas air karena bioindikator
menggambarkan kondisi ekosistem yang ditempatinya
selama beberapa waktu. Adanya perbedaan toleransi
hewan terhadap lingkungan dapat digunakan sebagai
bentuk informasi yang dapat menggambarkan kondisi
lingkungan yang dihuninya (Michael, 1995).
Berbagai organisme air dapat digunakan
memantau kualitas perairan. Contoh biota yang dapat
digunakan sebagai bioindikator kualitas air sungai adalah
alga bentik, makro invertebrata, dan ikan.
Makroinvertebrata adalah organisme yang paling sering
digunakan untuk memantau kualitas air sungai karena
hidupnya relatif menetap di dasar perairan, mempunyai
siklus hidup yang panjang dan pengambilan contohnya
relatif mudah (Hellawel, 1978).
Pemantauan kualitas air Sungai Bedadung
menggunakan bioindikator dilakukan Rosyidi &
Wimbraningrum (2006) menggunakan alga bentik
sebagai bioindikator yang hasilnya bahwa kualitas pada
daerah hulu Sungai Bedadung belum tercemar, dan enam
stasiun yang melewati persawahan dan pemukinam padat
telah tercemar. Darmawansah (2009) menggunakan
makrobentos untuk memonitor daerah perkotaan dengan
berpedoman pada map identifikasi dan hasilnya pada ke
lima stasiun sampling dinyatakan masih bagus karena
keberadaan spesies lalat sehari penggali dan lalat sehari
insang bercabang. Penentuan kualitas air pada penelitian
tersebut hanya berdasarkan keberadaan spesies indikator
lalat sehari penggali, sedangkan menurut Trihadiningrum
& Tjondronegoro (1998) keberadaan Ephemeropthera
mengindikasikan perairan tercemar ringan. Penentuan
kualitas air berdasarkan kehadiran bioindikator saja tanpa
menghubungkan faktor kimia-fisika air masih lemah,
karena belum menggambarkan polutan penyebab
penurunan kualitas air sungai.
Penelitian Ambarukmi (2013) menggunakan
bioindikator keanekaragaman makrobentos menyatakan
bahwa kualitas air sungai Bedadung didua kecamatan
yaitu kecamatan Patrang kualitas air tercemar ringan dan
pada kecamatan Sumbersari tercemar berat. Sumber
pencemaran berasal dari limbah industri dan domestik.
Tetapi penelitian tersebut belum menggambarkan kualitas
air sungai Bedadung mulai dari hulu sampai hilir.
Penelitian tersebut baru mewakili daerah perkotaan yang
tercemar oleh limbah industri dan domestik dan juga
belum dilengkapi dengan pengukuran faktor kimia fisika
air.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu
dilakukan penelitian untuk melengkapi penelitian
sebelumnya yaitu studi makrobentos dilengkapi dengan
pengukuran faktor kimia-fisika air sungai yang dimulai
dari hulu sampai hilir sungai Bedadung sehingga dapat
menggambarkan kondisi sungai Bedadung diberbagai
rona lingkungan disepanjang daerah aliran sungai
Bedadung. Harapannya dapat memberikan informasi bagi
masyarakat yang memanfaatkan air sungai dan sebagai
bahan kajian bagi pemerintah Kabupaten Jember dalam
menentukan kebijakan berkaitan dengan kualitas air
sungai.
METODE PENELITIAN
Pengambilan sampel makrobentos dan air
dilakukan pada 5 stasiun sepanjang sungai Bedadung dan
ditentukan secara purposive random sampling.
Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan
metode kicking menggunakanD-frame net dengan jarak
tendangan 0,5 meter di depan jaring (Barbour, et all.
1999). Sampling dilakukan pada 4 titik setiap stasiun.
Sampling ulang sebanyak 3 kali dengan jarak
pengambilan 7 hari.
Spesies yang terkoleksi pada jaring dipindah ke
dalam kantong plastik yang diisi etanol 70% dan diberi
label, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk disortir
dan diidentifikasi.Identifikasi dipandu sumber pustaka
yang mendukung identifikasi (Needham & Needham
(1962)), Borror (1996) Oscoz, et al., (2011) dan Merrit &
Kenneth (1996)).
Parameter fisika-kimia meliputi pH, suhu,
kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, dan DO diukur
secara insitu, sedangkan BOD, COD, fosfat dan nitrat
diukur secara exsitu di laboratorium Jasa Tirta Malang.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-weanner dan analisis
regresi ganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian yang dilakukan di Sungai
Bedadung Jember pada bulan Juni 2015 diperoleh data
sebagai berikut.
Jenis makrobentos yang ditemukan di Sungai
Bedadung
Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung
sebanyak 30 jenis yang terklasifikasi dalam 3 filum, 5
kelas, 16 ordo dan 26 famili. Klasifikasi makrobentos
secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 204
Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung
disajikan.
Komposisi makrobentos di Sungai Bedadung
secara keseluruhan adalah disusun oleh Gastropoda 55%,
Insecta 36 %, Bivalvia 4%, Clitellata 4% dan Crustacea
4%. Komposisi makrobentos pada tiap stasiun tidak
sama, stasiun 1 tersusun atas 3 taksa dengan komposisi
terbesar adalah Insecta 97%, stasiun 2 dan stasiun 3
disusun oleh 5 taksa dengan komposisi terbesar
Gastropoda 67% dan 59%. Stasiun 4 tersusun atas 5 taksa
dengan komposisi terbesar Insekta 85% dan stasiun 5
tersusun atas 3 taksa dengan komposisi terbesar
Gastropoda 82%. Komposisi makrobetos di Sungai
Bedadung secara keseluruhan dan tiap stasiun disajikan
pada Gambar 1.
Faktor Fisika-Kimia Perairan Sungai Bedadung
Jember
Paramaeter fisika-kimia yang diukur yaitu pH,
suhu, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, DO, BOD,
COD, nitrat dan fosfat. Hasil pengukuran dapat dilihat
pada Tabel 2.
Indeks Keanekaragaman Makrobentos di Sungai
Bedadung.
Nilai indeks keanekaragaman di sungai Bedadung
cenderung menurun dari hulu ke hilir. Nilai indeks
keanekaragaman di sungai Bedadung disajikan pada
Gambar 2.
Tabel 1. Makrobentos yang ditemukan di Sungai Bedadung Jember
Filum Kelas Ordo Famili Spesies
Arthropoda Insecta Coleoptera Lampyridae sp 1
Lepidoptera Pyralidae Petrophila sp.
Tricoptera Philopotamidae sp 2
Sericostomatidae sp 3
Hydropsychidae Hydropsyche sp.
Diptera Tipulidae Tipula submaculata
Hexatoma sp.
Ephemeroptera Caenidae sp 4
Metretopodidae sp 5
Heptageniidae sp 6
Ephemeridae Hexagenia sp.
Odonata Gomphidae Ophiogomphus sp.
Euphaeidae Epallage fatime
Crustacea Decapoda Atydae sp 7
Gecarcinucidae Parathelphusa sp.
Sesarmidae Geosesarma sp.
Amphipoda Gammaridae Gammarus sp.
Mollusca Gastropoda Sorbeoconcha Buccinidae Anentome Helena
Pachychilidae
Brotia testudinaria
Thiaridae
Thiara scabra
Thiara lineata
Melanoides granifera
Hygrophila Physidae Physasp.
Cycloneritimorpha Neritidae Clithon corona
Neritina pulligera
Architaenioglossa Ampullaridae Pila ampullacea
Bivalvia Veneroida Corbiculidae Corbicula javanica
Unionoida Unionidae sp 8
Annelida Clitellata Pharyngobdellida Erpobdellidae sp 9
Haplotaxida Lumbricidae Lumbricus rubellus
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 205
97%
1% 2% 0% 0%
Stasiun 1
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung Jember
Gambar 1. Komposisi Makrobentos di Sungai Bedadung Jember
Suhu, kecepatan arus, COD dan BOD cenderung
meningkat dari hulu menuju hilir, sedangkan DO
cenderung menurun.pH, kekeruhan, kedalaman, nitrat
dan fosfat cenderung men dan tidak stabil peningkatan
atau penurunanya dari sungai hulu ke hilir.
36%
1%
55%
4% 4%
Komposisi Makrobentos Sungai
Bedadung secara keseluruhan
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
36%
0%
59%
1% 4%
Stasiun 3
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
28%
1% 67%
0% 4%
Stasiun 2
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
0% 3%
82%
15%
0%
Stasiun 5
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
85%
2% 5% 0% 8%
Stasiun 4
Insecta Crustacea Gastropoda
Bivalvia Clitellata
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 206
Tabel 2. Nilai Rerata Faktor Kimia-Fisika Air Sungai Bedadung Jember bulan Juni 2015
Gambar 2. Rerata indeks keanekaragaman makrobentos tiap stasiun sampling
Hubungan Faktor Fisika-Kimia Air Sungai dengan
Keanekaragaman Makrobentos di Sungai Bedadung
Jember
Berdasarkan analisisregresi, faktor fisika-kimia
air yang berhubungan signifikan dengan keanekaragaman
makrobentos adalah pH, suhu dan nitrat. Nilai
signifikansi pH (p=0,037), suhu (p=0,001), dan nitrat
(p=0,024) lebih kecil dari α=0,05. Persamaan regresi
hubungan faktor fisika kimia air dengan keanekaragaman
makrobentos sebagai berikut:
Y = 0,615 + 0,403X1 – 0,136X2 + 0,065X3 + 0,141X4 –
0,006X5 – 0,001X6 – 0,001X7 – 0,001X8 + 0,710X9 +
0,196X10.
Dimana:
Y: Indeks keanekaragaman X1: pH X2: Suhu
X3: Kekeruhan X4: DO X5:Kedalaman
X6: Kecepatan Arus X7: BOD X8:COD
X9: Fosfat X10: Nitrat
PEMBAHASAN
Komunitas makrobentos yang teridentifikasi dari
sungai Bedadung Jember sebanyak 30 spesies yang
diklasifikasikan dalam 3 filum, 5 kelas, 16 ordo, dan 26
famili. 3 filum tersebut adalah Arthropoda, Mollusca dan
Annelida. Arthropoda diwakili oleh 2 kelas yaitu Insekta
dan Crustacea, Mollusca diwakili oleh Kelas Gastropoda
dan Kelas Bivalvia, sedangkan Annelida diwakili oleh
kelas Clitellata. Kelas Insekta diwakili oleh 13 spesies.
Kelas Crustacea diwakili oleh 4 spesies, Gastropoda
diwakili oleh 9 spesies, Kelas Bivalvia dan Clitellata
masing-masing diwakili oleh 2 spesies.
Komposisi makrobentos keseluruhan yang
ditemukan di sungai Bedadung adalah 5 kelas yaitu
Insecta 36%, Crustacea 4%, Gastropoda 55%, Bivalvia
4% dan Clitellata 1%. Komposisi makrobentos Sungai
Bedadung dari hulu (stasiun I) ke hilir (stasiun V)
berubah/berbeda karena keberadaan makrobentos
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung
kehidupannya. Perubahan jumlah taksa makrobentos
pada suatu perairan erat kaitannya dengan pola
2.05
1.62 1.53
1.00 0.94
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
1 2 3 4 5
Skal
a In
de
ks
Stasiun Sampling
H'
No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
1. pH 7,73 8,23 8,38 8,01 7,49
2. Suhu (0C) 19,08 25,43 27,13 27,76 27,56
3. Kekeruhan (mg/l) 0,17 3,42 6,42 2,58 3,42
4. DO (mg/l) 7,66 7,24 7,07 6,05 5,75
5. Kedalaman (cm) 21,42 30,25 31,42 25,50 75,33
6. Kec. arus (ml/detik) 114,01 102,93 103,08 57,10 11,81
7. BOD (mg/l) 4,68 4,48 5,62 5,27 12,28
8. COD (mg/l) 10,29 10,19 11,73 15,38 28,65
9. Nitrat (mg/l) 1,13 2,05 1,66 1,19 1,98
10. Fosfat (mg/l) 0,43 0,31 0,36 0,24 0,34
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 207
heterogenitas habitat, antara lain berkaitan erat dengan
adanya fluktuasi kecepatan arus, suhu, dan perubahan
luas area hunian yang akhirnya akan mempengaruhi
sumberdaya bagi makrobentos diperairan tersebut (Krebs,
1978).
Kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas
yang ditemukan pada semua stasiun sampling, sehinga
kelas Crustacea dan Gastropoda merupakan kelas
makrobentos yang penyebarannya paling luas di Sungai
Bedadung. Hal ini senada dengan penelitian Zulkifli dan
Setiawan (2011) di perairan sungai Musi yang
menjelaskan bahwa kelas Gastropoda dan Crustacea
mempunyai distribusi frekuensi tertinggi pada sungai
tersebut. Gastropoda dan Crustacea termasuk pada grop
intoleran dan toleran (Micahael, 1995), sehingga kelas
tersebut dapat ditemukan pada semua stasiun sampling
dengan kondisi lingkungan yang berbeda.
Kelas Insecta ditemukan pada stasiun yang I, II,
III dan IV. Pada keempat stasiun tersebut memiliki
karekteristik yang tidak jauh berbeda dari segi kedalaman
dan substrat dasar yang hampir sama yaitu didominasi
oleh bebatuan. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Pennak (1989) bahwa Arthropoda
menyukai habitat berbatu dan berpasir, kandungan
oksigen dalam air yang tinggi serta pH yang normal.
Kelas bivalvia hanya ditemukan pada stasiun II,
III dan V dimana ordo Unionidae hanya ditemukan pada
stasiun V yang merupakan bagian hilir Sungai Bedadung
dengan karakteristik habitat yang berbeda dengan stasiun
lainnya. Stasiun V memiliki substrat pasir berlumpur
berbeda dengan stasiun II dan III yang mempunyai
substrat batu berpasir. Boikot (1936) dalam Dillon (2004)
menyatakan bahwa unionidae hidup pada substrat yang
berlumpur dan tidak akan hidup baik pada batu keras atau
berkerikil.
Faktor fisika-kimia air Sungai Bedadung yang
meliputi suhu, pH, Nitrat dan DO berdasarkan PP no 82
tahun 2001 tentang kualitas air menunjukkan kualitas air
yang masih belum tercemar. Nilai COD pada stasiun I, II,
III, IV masih menunjukkan kualitas air sungai kelas 2
yang dapat digunakan untuk sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Berdasarkan COD stasiun V menunjukkan
kualitas air sungai kelas 3, sehingga peruntukannya dapat
disesuaikan dengan kelasnya.
Nilai BOD pada stasiun I, II, III dan IV
menunjukkan kualitas air sungai kelas 3 yang dapat
diperuntukkan untuk membudidayakan ikan air tawar,
peternakan, mengairi pertanaman atau peruntukan yang
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
keguaannya, sedangkan stasiun V menunjukkan kualitas
air sungai kelas 4 yang diperuntukkan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaannya.
Nilai kandungan fosfat di sungai Bedadung pada
semua stasiun berkisar antara 0,24 – 0,43 mg/l.
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 tentang kualitas air,
standar baku mutu air kelas 3 maksimal adalah 1.
Sehingga kualitas sungai Bedadung berdasarkan kadar
fosfat termasuk sungai kelas 3.Tingginya nilai fosfat pada
sungai Bedadung bagian hulu dimungkinkan disebabkan
oleh kikisan dari bebatuan dan hancuran bahan organik
dari tumbuhan disepanjang tepian sungai. Achmad (2004)
menjelaskan bahwa sumber fosfor adalah dari berbagai
hal diantaranya adalah sisa pupuk dari pertanian, kikisan
dari bebatuan, limbah domestik, hancuran bahan organik.
Berdasarkan indeks keanekaragaman
makrobentos, Sungai Bedadung mengalami penurunan
kualitas dari hulu ke hilir.Menurut kriteria Thomas et. al.
(1973) dalam Dharmawan et.al. (2005), indeks
keanekaragaman pada stasiun 1 sebesar 2,05 kualitas air
tersebut adalah tidak tercemar. Stasiun 2 nilai H′ (1,62)
dapat diartikan bahwa sungai tersebut tercemar ringan.
Stasiun 3 dan 4 dengan nilai H′ (1,53 dan 1)
menunjukkan sungai tercemar sedang dan stasiun 4
dengan nilai H′ < 1 menujukkan bahwa sungai telah
tercemar berat.
Penurunan Kualitas air sungai secara bertahap dari
hulu ke hilir yang digambarkan oleh keanekaragaman
makrobentos, senada dengan yang terjadi di Sungai
Cisadane (Siahaan, dkk., 2012) dan di sungai Ranuyapo
(Marmita, dkk., 2013). Hal tersebut disebabkan adanya
perubahan lingkungan sungai dari hulu ke hilir yang
menjadi kondisi dan sumberdaya bagi makrobentos.
Krebs (1978) menjelaskan faktor penyebab perubahan
keanekaragaman adalah faktor waktu, heterogenitas
ruang, kompetitor, stabilitas lingkungan dan
produktivitas.
Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor
lingkungan perairan yang meliputi pH, suhu, kedalaman,
DO, kecepatan arus, kekeruhan, BOD, COD, fosfat dan
nitrat secara bersama-sama mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap keanekaragaman makrobentos.
Berbagai faktor tersebut mempunyai hubungan negatif
ataupun positif terhadap keanekaragaman makrobentos.
pH, kekeruhan, DO, fosfat, dan nitrat mempunyai
hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman
makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD
dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif
terhadap keanekaragaman makrobentos. Beberapa faktor
mempunyai hubungan signifikan terhadap indeks
keanekaragaman makrobentos yaitu pH, suhu dan nitrat.
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 208
Hubungan pH dengan keanekaragaman
makrobentos bersifat positif yang artinya kenaikan nilai
pH akan diikuti dengan kenaikan nilai keanekaragaman
makrobentos. Penelitian Yeanny (2007) di sungai
Belawan juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pH
berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman
makrobentos. pH sangat penting mendukung
kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat
mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan
perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur
renik. Sastrawijaya (1991). Semakin tinggi nilai pH
diketahui sebagai penyeimbang antara ammonium dan
amoniak yang sangat toksik bagi organisme air (Barus
,2002).
Suhu mempunyai hubungan yang negatif terhadap
keanekaragaman makrobentos. Suhu sangat
mempengaruhi laju pertumbuhan organisme tertentu,
kenaikan suhu tersebut dapat mempercepat masa
pertumbuhan 3 kali lipat (Barus, 2002). Meningkatnya
jumlah individu pada spesies tertentu dapat
mengakibatkan penurunan kemerataan jumlah individu
pata tiap spesies dan itu berarti akan menurunkan
keanekaragaman. Selain itu kenaikan suhu juga
mempengaruhi kelarutan oksigen dalam perairan,
semakin tinggi kenaikan suhu maka akan semakin sedikit
oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 2004).
Nitrat mempuyai hubungan positif terhadap
keanekaragaman makrobentos.Nitrat merupakan zat
nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh dan
berkembang dan dapat menyebabkan pertumbuhan yang
cepat pada alga (Barus, 2002 dan Achmad, 2004).
Tumbuhan air dan perifiton merupakan makanan bagi
makrobentos kelompok herbivora (grazer dan scrapers),
sehingga apabila kadar nitrat dapat menyebabkan
ketersediaan makanan bagi makrobentos maka akan
banyak jenis makrobentos yang tinggal untuk
mendapatkan sumberdaya berupa makanan. Dengan
demikian maka akan dapat meningkatkan
keanekaragaman makrobentos diperairan tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa
makrobentos yang ditemukan di sungai Bedadung
sebanyak 30 spesies yang diklasifikasikan dalam 3 filum,
5 kelas dan 26 famili. Komposisi makrobentos
berdasarkan kelas yaitu Gastropoda 55%, Insecta 36 %.
Crustasea 4%, Bivalvia 4% dan Clitellata 1%.
Faktor fisika-kimia air yaitu COD menunjukkan
bahwa kualitas air Sungai Bedadung pada empat stasiun
dibagian hulu dan bagian badan sungai tergolong pada
kelas 2, sedangkan berdasarkan nilai BOD digolongkan
sungai kelas 3 kecuali stasiun 5 yang menunjukkan
kualitas air sungai tergolong kelas 4.
Kualitas air Sugai Bedadung berdasarkan
keanekaragaman makrobentos menunjukkan penurunan
kualitas dari hulu ke hilir. Sungai Bedadung tidak
tercemar pada bagiaan hulu sampai dengan tercemar
berat pada bagian hilir.
pH, kekeruhan, DO, fosfat dan nitrat mempunyai
hubungan yang positiif terhadap keanekaragaman
makrobentos, sedangkan suhu, Kedalaman, BOD, COD
dan kecepatan arus mempunyai hubungan negatif
terhadap keanekaragaman makrobentos.Faktor fisika-
kimia air yang berhubungan signifikan dengan
keanekaragaman makrobentosyaitu pH, suhu dan nitrat.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarukmi, N. 2013.Identifikasi Makrobentos Sebagai
Bioindikator Pencemaran Air di Daerah Aliran
Sungai Bedadung (Studi di Wilayah Kelurahan
Jember Lor Kecamatan Patrang dan Kelurahan
Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten
Jember). Skripsi tidak dipublikasikan
Universitas Negeri Jember.
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi
1.Yogyakarta. Andi Offset.
Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat
Barbour, M.T., J. Gerritsen, B.D. Snyder, and J.B.
Stribling.1999.Rapid Bioassessment Protocols
for Use in Streams and Wadeable Rivers:
Periphyton, Benthic Macroinvertebrates and
Fish, Second Edition. EPA 841-B-99-002.U.S.
EnvironmentalProtection Agency; Office of
Water; Washington, D.C. (Online). http://
www.epa.gov/owow/monitoring/rbp/wp61pdf/rb
p.pdf diakses 28 Mei 2015.
BLH Jawa Timur. 2011. Laporan Hasil Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur Tahun
2011.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. and Johnson, N.F. 1996.
Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
BPS Kabupaten Jember. 2012. Jember dalam Angka.
(Online).http://jemberkab.bps.go.id/index.php/p
ublikasi/index?Publikasi%5BtahunJudul%5D=2
012&Publikasi%5BkataKunci%5D=Jember+dal
am+angka&yt0=Tamp. Diakses 17 April 2015.
Darmawansah. 2009. Analisis Kualitas Air Sungai
BedadungBerdasarkanKeberadaanMakroinverte
brata Bentik Sebagai Bioindikator. Skripsi tidak
dipublikasikan Universitas Negeri Jember.
Studi Keanekaragaman Makrobentos sebagai.…
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 209
Dharmawan, A., Ibrohim, Tuarita, H., Suwono, H., dan
Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang:
Universitas Negeri Malang Press.
Dillon, R.T. 2004.The Ecology of Freshwater
Mollusca.Cambridge University Press
Hellawell, J.M., 1986. Biological Indicators of
Freshwater Pollution and Environmental
Management.Pollution Monitoring Series.
London: Elsevier Applied Science Publishers.
Krebs, J. C. 1978. Ecology the Experimental Analysis of
Distribution and Abundance, second edition.
New York: Harper & Row Publishers
Krebs, J. C. 1989. Ecological Methodology. New York:
Harper Collins Publisher.
Mahida, U.N.1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan
Limbah Industri.Jakarta : CV. Rajawali.
Marmita, R., Siahaan, R., Koneri, R., dan Langoy, M. L.,
2013. Makrozoobentos Sebagai Indikator
Biologis dalam Menentukan Kuaitas Air Sungai
Ranuyapo, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Jurnal Ilmiah Sains, 13 (1): 57-61
Merit, R. W. and Kenneth, W. C. 1996.An Introduction to
the Aquatic Insects of North Amerika. Iowa:
Kendall / Hunt Publishing Company.
Michael. L. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan
Lahan dan Laboratorium. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Murdoch, W.W. 1975. Resources, Pollution and
Society.Second edition. USA: Sinauer
Associates Inc Publisher
Needham, J. G dan Needham, P. R. 1962.A Guide To
The Study Of Fresh-Water Biology. San
Fransisco: Holden-Day Inc.
Oscoz, J., Galicia, D., Miranda, R., 2011. Identification
Guide of Freshwater Macroinvertebrates of
Spain. New York: Spinger
Pennak, R.W. 1989. Freshwater Invertebrate of The
United States (3rd ed).John Wiley & Sons. New
York.
Peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran
Air.(Online)http://www.minerba.esdm.go.id/libr
ary/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf diakses 5 Mei
2015
Rosyidi, I. dan Wimbranigrum, R. 2006.Penggunaan
Komunitas Alga Bentik Sebagai Bioindikator
Pencemaran Air untuk Memonitoring Kualitas
Air Sungai Bedadung Jember. Laporan
Penelitian Dosen Muda.
Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan.
Rineka Cipta, Jakarta.
Siahaan, R., Indrawan, A., Soedharma, D., Prasetyo, L.
B. 2012. Keanekaragaman Makrozoobentos
sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane,
Jawa Barat – Banten.Jurnal Bioslogos, 2 (1): 18.
Wardhana, W. A, 2004.Dampak Pencemaran
Lingkungan. Yogyakarta: Penebit Andi
Yeanny, M.S., 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos
di Muara Sungai Belawan.Jurnal Biologi
Sumatra, 2 (2): 37-41.
Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung di
Wilayah DKI Jakarta Ditinjau dari Parameter
Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri.
JAI, vol 6 No.1
Zulkifli, H., Setiawan, D., 2011. Struktur Komunitas
Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi
Kawasan Pulokerto sebagai Instrumen
Biomonitoring.Jurnal Natur Indonesia, 14 (1):
95-99.