STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok,...

54
STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA (JANUARI 2005-DESEMBER 2010) SKRIPSI Cholillurrahman B04070165 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Transcript of STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok,...

Page 1: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

STUDI KASUS SKABIES ANJING

DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA

(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)

SKRIPSI

Cholillurrahman

B04070165

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

STUDI KASUS SKABIES ANJING

DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA

(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)

SKRIPSI

Cholillurrahman

B04070165

Disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(2005-Desember 2010)

Nama Cholillurrahman

NIM B04070165

Disetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing

Dr drh Susi Soviana MSi

NIP 19581023 198403 2 001

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

drh Agus Setiyono MS PhD APVet

NIP 19621205 198703 2 001

Disetujui tanggal

copyHak Cipta milik IPB tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan

penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

B04070165

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 2: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

STUDI KASUS SKABIES ANJING

DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA

(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)

SKRIPSI

Cholillurrahman

B04070165

Disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(2005-Desember 2010)

Nama Cholillurrahman

NIM B04070165

Disetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing

Dr drh Susi Soviana MSi

NIP 19581023 198403 2 001

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

drh Agus Setiyono MS PhD APVet

NIP 19621205 198703 2 001

Disetujui tanggal

copyHak Cipta milik IPB tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan

penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

B04070165

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 3: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(2005-Desember 2010)

Nama Cholillurrahman

NIM B04070165

Disetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing

Dr drh Susi Soviana MSi

NIP 19581023 198403 2 001

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

drh Agus Setiyono MS PhD APVet

NIP 19621205 198703 2 001

Disetujui tanggal

copyHak Cipta milik IPB tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan

penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

B04070165

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 4: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

copyHak Cipta milik IPB tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan

penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

B04070165

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 5: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus

Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)

adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

B04070165

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 6: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

ABSTRACT

Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital

(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi

The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine

scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research

was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of

dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed

descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the

treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs

infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that

infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male

dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used

for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The

effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231

Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 7: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

ABSTRAK

Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana

MSi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di

Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya

Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011

dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis

positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian

dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin

usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang

terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita

skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut

adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing

jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 9231

Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 8: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan

judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-

Desember 2010)

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr

drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis

selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan

kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis

selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi

Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I

Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada

penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik

Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca

Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan

Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih

juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium

Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya

Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh

Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN

Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga

personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah

banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia

Bogor Februari 2012

Cholillurrahman

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 9: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari

Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra

pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN

Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus

pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta

dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi

diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun

2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan

Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif

dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun

2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan

Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-

2010

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 10: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Skabies dan Penyebabnya 3

Patogenesis 7

Gejala klinis 8

Diagnosis 11

Pengobatan dan Pencegahan 13

METODE PENELITIAN 17

Waktu dan Tempat Penelitian 17

Metode Penelitian 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19

Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22

Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25

KESIMPULAN DAN SARAN 28

Kesimpulan 28

Saran 28

LAMPIRAN 29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 11: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing

pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun

dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan

Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20

Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah

Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 12: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal

3

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral

4

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

5

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

6

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

8

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

9

Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies

10

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

11

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010

19

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-

2010

22

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

23

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan

kategori usia anjing 24

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 13: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 14: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh

manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia

dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman

binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo

(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya

memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan

kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan

menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan

manusia

Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting

karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan

penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang

kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing

yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya

tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies

Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia

yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan

korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke

manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei varcanis (Soulsby 1982)

Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan

papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah

yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat

yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang

mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke

seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)

Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit

terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik

sebagai penyakit alergi

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 15: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang

sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang

memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit

ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi

yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada

anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan

bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni

2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus

skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan

mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui

juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies

pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja

Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 16: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

TINJAUAN PUSTAKA

Skabies dan Penyebabnya

Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit

non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini

sangat mudah menular dan bersifat zoonosis

Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai

berikut

Filum Arthropoda

Kelas Arachnida

Subkelas Acari

Ordo Acariformes

Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)

Famili Sarcoptidae

Genus Sarcoptes

Spesies Sarcoptes scabiei varcanis

(d)

(d)

(d)

(d)

Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal

(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki

(Sumber Cornell 2010 )

1 mm

(b) (a)

(c)

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 17: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral

(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki

(Sumber Cornell 2010)

Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan

rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau

betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan

berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm

(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada

Gambar 1 dan 2

Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu

gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma

hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada

bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang

memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki

disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya

hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk

lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu

pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

05 mm

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 18: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 3 Bagian tubuh tungau

(Sumber Krantz 1975)

Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada

tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia

dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut

ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian

tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk

yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut

penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis

cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping

yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan

kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu

pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada

tungau dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 19: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau

(Sumber Wall amp Shearer 2001)

Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal

tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat

di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata

(Taylor et al 2007)

Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa

tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau

jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan

kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada

permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk

seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya

berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap

hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam

satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir

(Soulsby 1982)

Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan

menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari

terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari

kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase

tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa

kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari

kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 20: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali

(Wall amp Shearer 2001)

Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-

kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini

cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil

menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)

Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal

ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)

Patogenesis

Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama

anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin

1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam

genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding

yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan

(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)

Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh

tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan

dan ruminansia

Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia

namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987

Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang

menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan

dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada

populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al

2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing

penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986

dalam Wardhana et al 2006)

Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan

bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang

tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 21: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies

dari gadis tersebut

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau

kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita

seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh

tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)

Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi

oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga

daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada

kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly

1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan

limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung

kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum

terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu

ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat

adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada

Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang

jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)

Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies

(Sumber Bentley 2001)

papula

papula

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 22: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing

(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)

Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang

paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang

menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan

meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan

untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa

kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan

keempat (Nahm amp Corwin 1997)

Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan

diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan

sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada

inangnya (Wall amp Shearer 2001)

Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing

menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan

mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit

menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat

kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan

(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 23: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies

Sumber (Bentley 2001)

Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah

Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan

menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak

segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp

Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan

infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes

Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal

hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau

Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang

menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah

ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas

neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau

masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi

sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi

pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 24: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau

(Sumber Sarma et al 2009)

Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama

dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit

kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara

yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi

akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga

membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada

ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja

(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga

disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan

parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis

akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek

yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi

imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash

penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk

menghindari kesalahan penanganan skabies

Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa

jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti

ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk

Tungau Sarcoptes scabiei

Epidermis

Dermis

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 25: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah

mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada

hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan

dengan metode dipping (Hammet 1999)

Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk

penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi

Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut

1 Preparat natif kerokan kulit

Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang

terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel

Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian

ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa

detik hingga jaringan kulit lisis

Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan

memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)

2 Metode Flotasi Sentrifugasi

Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode

pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH

ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan

dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)

Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya

sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi

tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan

pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan

kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali

Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop

(Hammet 1999)

Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan

sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini

memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui

perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 26: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi

yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain

infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi

kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil

Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu

tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang

dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan

dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal

Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor

yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi

dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen

pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan

menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap

penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan

oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz

ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)

Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia

sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies

Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin

Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan

aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini

pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi

005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing

yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12

minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal

yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary

Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi

meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat

terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf

pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 27: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin

eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi

alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di

Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat

digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh

beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)

Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang

masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel

membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat

ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena

mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja

antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda

dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada

mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)

Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik

Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200

microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400

microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema

kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan

oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)

Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah

diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)

Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian

sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari

beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash

anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan

menyusui (British Veterinary Association 2005)

Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat

sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing

tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen

MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat

ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 28: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain

barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan

gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing

akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor

emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya

pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan

pemberian cairan elektolit secara intravena

Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja

dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)

ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash

2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang

terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda

tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon

Bobot badan anjing Dosis yang diberikan

1ndash10 kg 067 ml

10ndash20 kg 134 ml

20ndash40 kg 268 ml

Diatas 40 kg 402 ml

(Sumber British Veterinary Association 2005)

Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika

diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025

dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari

penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan

skabies (Curtis 1996 )

Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8

minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu

biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat

diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa

hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 29: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk

mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk

mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder

akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh

pasien (Curtis 1996)

Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang

terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu

kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya

dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar

rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal

pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat

penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)

Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for

International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan

vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et

al 2006)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 30: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di

jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian

Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik

yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan

September ndash Oktober 2011

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui

data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan

Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien

penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta

data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan

menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai

parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit

berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang

dilakukan terhadap pasien

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 31: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992

atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu

Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan

diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit

ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan

ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti

akupuntur

Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit

zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit

Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan

laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan

akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras

anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan

antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan

juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan

penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan

datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang

sampai pasien sembuh

Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan

di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap

agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat

inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari

anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi

pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang

Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan

jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah

mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi

dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB

untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi

di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 32: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari

ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan

penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat

(Curtis 2004)

Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang

mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta

diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis

salmonellosis dan ringworm

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari

2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847

dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada

Gambar 9

Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari

Januari 2005-Desember 2010

Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus

skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap

tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092

lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)

kembali terjadi peningkatan menjadi 078

2847 305

076

3515

351410

2496

Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 33: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi

skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010

Tahun Jumlah

pasien skabies

(ekor)

Pasien anjing total

(ekor)

Prevalensi

()

2005 26 5521 047

2006 27 4912 055

2007 33 5009 066

2008 40 4351 092

2009 29 5079 057

2010 45 5787 078

Rata-rata 333 51098 066

Penderita Skabies Berdasarkan Ras

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari

1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632

ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai

dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda

Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling

banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding

anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999

sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan

persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus

Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan

pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek

pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat

berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 34: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan

Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010

Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut

Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada

anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat

dilihat pada Gambar 10

No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis

rambut

Jumlah Persentase

() Jantan Betina

1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106

2 Beagle 3 2 Pendek 5 267

3 Boxer 4 0 Pendek 4 21

4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16

5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106

6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374

7 Collie 2 1 Panjang 3 16

8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213

9 Daschund 3 1 Pendek 4 213

10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302

11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106

12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267

13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374

14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053

15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16

16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16

17 Labrador 15 0 Pendek 15 802

18 Lokal 15 18 Pendek 33 176

19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053

20 Maltese 2 2 Panjang 4 213

21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267

22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106

23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32

24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43

25 Poodle 2 2 Panjang 4 213

26 Pug 3 2 Pendek 5 267

27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213

28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053

29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053

30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106

31 Shiba 2 0 Pendek 2 106

32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16

33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374

34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053

35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16

36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107

Jumlah 113 74 187 100

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 35: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010

Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor

(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut

pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya

sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena

merupakan anjing ras campuran

Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang

lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang

berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan

data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah

Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan

anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena

pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya

Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih

mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut

dan kulitnya kurang diperhatikan

Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit

Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan

jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat

dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan

dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama

untuk terjangkit skabies

2406

6524

1070

Panjang

Pendek

Lain-lain

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 36: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010

Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies

adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing

pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering

melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit

skabies baik secara klinis maupun subklinis

Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina

dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan

memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini

ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-

endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing

jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan

melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga

kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar

Penderita Skabies Berdasarkan Usia

Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue

International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan

(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)

dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun

(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut

anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash

2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)

berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya

anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat

pada Gambar 12

6043

3957 0

Jantan

Betina

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 37: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing

Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih

sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan

dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem

kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing

anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang

diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem

imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang

kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)

Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan

ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol

Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum

dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar

antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh

dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin

G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu

terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta

menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip

di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk

ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil

IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari

kemungkinan infeksi (Mayer 2009)

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada

mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing

802

14447754

0

Anakan

Remaja

Dewasa

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 38: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam

reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan

alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang

menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)

Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang

melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast

dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel

darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan

parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil

mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang

besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu

eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan

tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi

beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast

dan basofil (Guyton amp Hall 2008)

Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga

memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil

pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya

kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)

Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap

parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai

mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah

reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)

Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit

Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya

anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan

menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan

melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing

dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk

diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 39: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8

minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan

dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan

rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng

pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan

kulit anjing

Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga

menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang

digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing

Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan

kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi

seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh

Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk

mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah

linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E

untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing

yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit

Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya

Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati

dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini

adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat

dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak

menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang

hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan

Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau

Sarcoptes scabiei var canis

Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas

menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh

No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase

kesembuhan

1 Ivermectin 174 12 9367

2 Fipronil 13 1 9231

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 40: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)

melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan

menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12

anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah

pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan

resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat

ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau

tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)

Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga

anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan

manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril

Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril

(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan

berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki

Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada

hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian

ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)

kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai

Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing

paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)

diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian

materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan

masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam

Wardhana et al 2006)

Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah

Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular

semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia

veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan

masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan

bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 41: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian

pemerintah untuk mengendalikan skabies

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 42: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar

rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus

skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi

skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata

066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies

berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah

anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan

(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat

kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil

adalah 92307

Saran

Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang

bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan

pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 43: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

DAFTAR PUSTAKA

Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei

Ann Rev Entomol 34 139-161

Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The

development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62

133 ndash 142

Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs

slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]

Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare

Cambridge CAB International

[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth

Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press

Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-

mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]

Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a

litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44

Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and

otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114

Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21

135-144

Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www

universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-

infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]

Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific

Publications

Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-

creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]

Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei

Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98

260202htm [11 November 2011]

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 44: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals

Vol1 Ed4 London Academic Press Inc

Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney

Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire

Tindall

Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK

2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field

Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119

Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc

Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta

Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor

Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I

J Kedokt Trisakti 18 (3)

Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro

medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]

Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB

Saunders Company

Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml

vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]

Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL

and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a

pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds

from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30

Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the

treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382

Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs

ivermectinhtm [18 November 2011]

Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 45: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image

condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)

Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals London Bailliere Tindall

Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3

Oxford Blackwell Publishing

Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes

scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet

Dermatol 21 608ndash612

VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen

Rebo International bv

Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and

Control Oxford Blackwell Publishing

Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par

Immunol 32 532ndash540

Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit

zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)

Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash

42

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 46: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

LAMPIRAN

CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN

LA

MP

IRA

N

Page 47: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,

LA

MP

IRA

N

Page 48: STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok, Kiki, Daud, Rissar, Danang, Fakhri, Wentil, dan juga personil Wisma Geulis, Uji, Eka,