STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok,...
Transcript of STUDI KASUS SKABIES ANJING DI RUMAH SAKIT HEWAN … · 2015-09-01 · Madu, Rio, Ablay, Antok,...
STUDI KASUS SKABIES ANJING
DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA
(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)
SKRIPSI
Cholillurrahman
B04070165
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
STUDI KASUS SKABIES ANJING
DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA
(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)
SKRIPSI
Cholillurrahman
B04070165
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(2005-Desember 2010)
Nama Cholillurrahman
NIM B04070165
Disetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing
Dr drh Susi Soviana MSi
NIP 19581023 198403 2 001
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
drh Agus Setiyono MS PhD APVet
NIP 19621205 198703 2 001
Disetujui tanggal
copyHak Cipta milik IPB tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus
Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
B04070165
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
STUDI KASUS SKABIES ANJING
DI RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA
(JANUARI 2005-DESEMBER 2010)
SKRIPSI
Cholillurrahman
B04070165
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(2005-Desember 2010)
Nama Cholillurrahman
NIM B04070165
Disetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing
Dr drh Susi Soviana MSi
NIP 19581023 198403 2 001
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
drh Agus Setiyono MS PhD APVet
NIP 19621205 198703 2 001
Disetujui tanggal
copyHak Cipta milik IPB tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus
Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
B04070165
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Studi Kasus Skabies Anjing Di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(2005-Desember 2010)
Nama Cholillurrahman
NIM B04070165
Disetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing
Dr drh Susi Soviana MSi
NIP 19581023 198403 2 001
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
drh Agus Setiyono MS PhD APVet
NIP 19621205 198703 2 001
Disetujui tanggal
copyHak Cipta milik IPB tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus
Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
B04070165
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
copyHak Cipta milik IPB tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan
penelitian penulisan karya ilmiah penyusunan laporan penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus
Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
B04070165
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kasus
Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-Desember 2010)
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
B04070165
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
ABSTRACT
Cholillurrahman A Case Study of Canine Scabies at Jakarta Animal Hospital
(January 2005-December 2010) Under direction of Dr drh Susi Soviana MSi
The objectives of this study was to know the prevalence the treatment of canine
scabies in Jakarta Animal Hospital and the treatment effectiveness This research
was conducted in September to October 2011 by collecting the medical record of
dog patients that positively diagnosed scabies The data were analyzed
descriptively with several categories such as race haircoat sex age and the
treatment effectiveness The results showed that there were 187 from 30659 dogs
infested by scabies (066) and consisted of 36 races The highest dogs that
infested by scabies were local dogs (176) short-haired dogs (6524) male
dogs (6043) and adult dogs (7754) There were two drugs that usually used
for scabies treatment at Jakarta Animal Hospital ivermectin and fipronil The
effectiveness of ivemerctin was 9367 and fipronil was 9231
Keywords dogs scabies Jakarta Animal Hospital
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
ABSTRAK
Cholillurrahman Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
(Januari 2005-Desember 2010) Dibawah bimbingan Dr drh Susi Soviana
MSi
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi dari skabies anjing di
Rumah sakit Hewan Jakarta penanganannya dan efektivitas pengobatannya
Penelitian ini dimulai sejak Bulan September 2011 sampai dengan Oktober 2011
dengan cara mengumpulkan data rekam medis pasien anjing yang terdiagnosis
positif skabies secara klinis maupun laboratorium Data tersebut kemudian
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kategori ras jenis rambut jenis kelamin
usia dan efektivitas pengobatan Terdapat 187 dari 30659 pasien anjing yang
terjangkit skabies (066) yang terdiri atas 36 ras Persentasi tertinggi penderita
skabies berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut
adalah anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing
jantan (6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 9231
Kata kunci anjing skabies Rumah Sakit Hewan Jakarta
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tema dari penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2011 ini ialah skabies pada anjing dengan
judul Studi Kasus Skabies Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta (Januari 2005-
Desember 2010)
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr
drh Susi Soviana MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
perhatian arahan nasihat kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis
selama penyusunan skripsi Ucapan terimakasih tidak lupa penulis ucapkan
kepada Bapak drh Chusnul Choliq MS MM yang telah membimbing penulis
selama dalam masa perkuliahan Terimakasih pula kepada Ibu Dr drh Dwi
Jayanti Gunandini MSi Bapak Prof Dr drh Iman Supriyatna dan Dr drh I
Ketut Mudite Adnyane MSi yang telah memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik
Ucapan terimakasih pula penulis ucapkan kepada Ayahanda H Caca
Priyatna Ibunda Hj Hamidah dan kedua adik penulis Robirsquoatul Adawiyah dan
Nabilah yang telah mendukung dan menyemangati penulis Ucapan terimakasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Laboratorium
Entomologi FKH-IPB atas dukungan dan bantuannya
Terima kasih pula penulis ucpakan kepada pihak RSHJ Ragunan drh
Erdwin dan Mas Aini Kepada teman-teman GIANUZZI 44 Pondok SUZU-RUN
Madu Rio Ablay Antok Kiki Daud Rissar Danang Fakhri Wentil dan juga
personil Wisma Geulis Uji Eka Nyitong dan terutama Kenyo Palupi yang telah
banyak mendukung serta mengisi keseharian penulis Terimakasih juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi pihak lain dan dunia pendidikan Indonesia
Bogor Februari 2012
Cholillurrahman
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1990 dari
Ayahanda H Caca Priyatna dan Ibunda Hj Hamidah Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta lalu melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta dan lulus
pada tahun 2004 setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 29 Jakarta
dan lulus pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMBSNMPTN
Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Forum Silaturahmi Alumni 29 (FORSA 29) sebagai ketua pada tahun
2009-2010 Ikatan Alumni SMA sekecamatan Kebayoran LamaCiledung dan
Sekitarnya (IAS3) pada tahun 2009-2010 sebagai wakil ketua Penulis juga aktif
dalam Komunitas Seni Steril FKH-IPB dalam divisi Event Organizer pada tahun
2009-2010 dan Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik (HKSA) sebagai anggota divisi Hewan Kecil pada tahun 2008-
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Skabies dan Penyebabnya 3
Patogenesis 7
Gejala klinis 8
Diagnosis 11
Pengobatan dan Pencegahan 13
METODE PENELITIAN 17
Waktu dan Tempat Penelitian 17
Metode Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 18
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta 19
Penderita Skabies Berdasarkan Ras 20
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut 21
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin 22
Penderita Skabies Berdasarkan Usia 23
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta 25
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot badan anjing
pada aplikasi spot-onhelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip15
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun
dan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan
Jakarta dari tahun 2005-2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip20
Tabel 3 Frekuensi kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada Januari 2005-Desember 2010helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip21
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah
Sakit Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannyahelliphelliphelliphelliphellip26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis tampak dorsal
3
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis tampak ventral
4
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
5
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
6
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
8
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
9
Gambar 7 Anjing yang terjangkit skabies
10
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
11
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dari Januari 2005-Desember 2010
19
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis rambut pada tahun 2005-
2010
22
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
23
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta anjing pada tahun 2005-2010 berdasarkan
kategori usia anjing 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Contoh data rekam medis pasien di Rumah Sakit Hewan Jakartahelliphelliphelliphelliphelliphellip32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh
manusia Pada zaman dahulu hewan ini digunakan untuk membantu manusia
dalam berburu binatang liar dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman
binatang buas Ada ungkapan yang berbunyi ldquoDogs are menrsquos best friendsrdquo
(Anjing adalah sahabat terbaik manusia) Di masa kini manusia tidak hanya
memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan tetapi juga sebagai hewan
kesayangan penjaga rumah dan perkebunan hiburan pelacak dan bahkan
menjadi aktor film serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia
Dalam aspek pemeliharaan hewan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan satu diantaranya adalah kesehatan Hal ini menjadi sangat penting
karena kesehatan yang baik akan membuat hewan peliharaan menunjukkan
penampilan dan kondisi yang prima Sayangnya aspek kesehatan hewan terkadang
kurang diperhatikan oleh pemilik Misalnya masalah pada kulit dan rambut anjing
yang tanpa disadari oleh pemilik telah merubah perilaku hewan kesayangannya
tersebut Penyakit itu antara lain penyakit ektoparasitik seperti skabies
Skabies atau kudis adalah suatu penyakit kulit pada hewan dan manusia
yang disebabkan oleh infestasi tungau dari spesies Sarcoptes scabiei pada lapisan
korneum kulit Penyakit ini bersifat zoonotik dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya Skabies pada anjing disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei varcanis (Soulsby 1982)
Gejala awal dari penyakit ini ditandai dengan adanya eritema makula dan
papula pada kulit (Jubb et al 1993) Biasanya tungau akan menyerang daerah
yang berambut jarang seperti telinga wajah siku jari dan sekitar kelamin Akibat
yang ditimbulkan yaitu berupa kebotakan (alopesia) dan lesio pada kulit yang
mengering dan mengeras dan menjadi keropeng lesio ini akan cepat menyebar ke
seluruh tubuh seiring dengan derajat infestasi tungau (Kelly 1984)
Skabies pada beberapa anjing seringkali tidak menunjukkan lesi kulit
terkadang hanya berupa kegatalan saja Hal ini seringkali dikelirukan oleh pemilik
sebagai penyakit alergi
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Frekuensi kasus skabies pada anjing sering terjadi tetapi dipandang
sebelah mata oleh para pemilik anjing Karena berbagai hal pemilik kurang
memperhatikan anjingnya bahkan penanganan yang dilakukan terhadap penyakit
ini seringkali terlambat sehingga menyebabkan anjing telah berada dalam kondisi
yang buruk saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan Kejadian skabies pada
anjing di rumah sakit hewan merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dan
bersifat kambuhan Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999-Juni
2000 terjadi 70 kasus skabies dari 12362 ekor pasien anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada kurun waktu yang sama Untuk mengetahui frekuensi kasus
skabies pada kurun waktu berikutnya tentu saja diperlukan penelitian lanjutan
mengenai kasus skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta Selain itu perlu diketahui
juga tentang tindak penanganan skabies dan hubungannya dengan frekuensi kasus
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Tujuan Penelitian
1 Mengetahui berbagai tindak penanganan yang dilakukan terhadap
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
2 Mengetahui prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
3 Mengetahui efektivitas pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang skabies
pada anjing di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya juga sebagai evaluasi kinerja
Rumah Sakit Hewan Jakarta terhadap penanganan skabies pada anjing
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies dan Penyebabnya
Menurut Paradis et al (1997) skabies pada anjing adalah penyakit kulit
non musim yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varcanis Penyakit ini
sangat mudah menular dan bersifat zoonosis
Klasifikasi dari tungau ini menurut Taylor et al (2007) adalah sebagai
berikut
Filum Arthropoda
Kelas Arachnida
Subkelas Acari
Ordo Acariformes
Subordo Sarcoptiformes (Astigmata)
Famili Sarcoptidae
Genus Sarcoptes
Spesies Sarcoptes scabiei varcanis
(d)
(d)
(d)
(d)
Gambar 1 Tungau Sarcoptes scabiei var canis jantan tampak dorsal
(a) kepala (b) pulvilli (c) duri (d) kaki
(Sumber Cornell 2010 )
1 mm
(b) (a)
(c)
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 2 Tungau Sarcoptes scabiei varcanis betina tampak ventral
(a) kelisera (b) pulvilli (c) lubang kelamin (d) kaki
(Sumber Cornell 2010)
Tungau ini berbentuk bulat atau oval cembung pada bagian punggung dan
rata pada bagian perut serta berwarna transparan dan agak kehitaman Tungau
betina berukuran panjang 03ndash06 mm dan lebar 025ndash04 mm Tungau jantan
berukuran lebih kecil yakni 02ndash03 mm panjangnya dan lebar 01ndash02 mm
(Taylor et al 2007) Gambaran Sscabiei var canis sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 dan 2
Secara umum bagian tubuh dari tungau terbagi menjadi dua yaitu
gnathosoma (anterior) atau capitulum dan idiosoma (posterior) Gnathosoma
hanya terdiri atas mulut sedangkan beberapa organ lainnya seperti otak ada pada
bagian idiosoma Bagian idiosoma terbagi menjadi dua bagian tubuh yang
memiliki kaki disebut podosoma dan bagian belakang tubuh yang tidak berkaki
disebut opisthosoma Tungau dewasa memiliki delapan kaki sedangkan larvanya
hanya memiliki enam kaki Pada tungau dewasa dua pasang kaki depan berbentuk
lebih ramping dan termodifikasi menjadi organ sensoris yang dapat membantu
pergerakan dan makan (Wall amp Shearer 2001) Pembagian tubuh tungau lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3
05 mm
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 3 Bagian tubuh tungau
(Sumber Krantz 1975)
Kaki tungau terdiri atas enam bagian Bagian kaki yang bertaut pada
tubuh disebut koksa atau epimere yang diikuti oleh trokanter femur genu tibia
dan tarsus Pada ujung tarsus terdapat pretarsus yang ujungnya disebut
ambulacrum Bagian ambulacrum terdiri atas sepasang cakar yang pada bagian
tengahnya terdapat struktur yang bernama empodium Bagian ini memiliki bentuk
yang bervariasi pada setiap tungauterkadang menyerupai filamen rambut
penebalan cakar dan sucker (alat pengisap) Pada Sarcoptes scabiei var canis
cakar di bagian ambulacrum hilang dan berubah menjadi sebuah struktur ramping
yang dinamakan pulvilli Pada tungau jantan pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga sedangkan pada tungau betina pulvilli tidak terdapat pada pasangan
kaki ketiga dan keempat Pulvilli tersebut digunakan tungau untuk membantu
pergerakannya (Wall amp Shearer 2001) Segmentasi kaki dan bentuk kaki pada
tungau dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 4 Segmentasi kaki dan berbagai bentuk kaki pada tungau
(Sumber Wall amp Shearer 2001)
Mulut tungau ini berbentuk bulat dan lebar Bagian permukaan dorsal
tungau ini ditumbuhi oleh seta yang kuat dan menyerupai duri Anusnya terdapat
di terminal dan tungau ini tidak mempunyai mata atau disebut juga astigmata
(Taylor et al 2007)
Siklus hidup tungau terdiri atas lima fase yaitu telur larva protonimfa
tritonimfa dan dewasa Semua fase tadi berlangsung pada tubuh inangnyaTungau
jantan akan bertemu dan kawin dengan tungau betina di permukaan kulit dan
kemudian tungau betina akan menggali terowongan kirandashkira sedalam 1 mm pada
permukaan kulit dengan menggunakan kelisera dan empodium yang berbentuk
seperti cakar pada dua pasang kaki depannya Dalam terowongan tersebut hanya
berisi satu tungau betina telur-telur dan fesesnya (Wall amp Shearer 2001) Setiap
hari tungau betina akan meletakkan telur sebanyak 3-4 butir (Grant 1986) Dalam
satu terowongan tungau betina dapat meletakkan telur sebanyak 30ndash40 butir
(Soulsby 1982)
Telurndashtelur tadi akan matang dan menetas setelah 3ndash8 hari dan
menghasilkan larva tungau yang berkaki enam Larva akan keluar dari
terowongan menuju permukaan kulit untuk mencari makan Dua sampai tiga hari
kemudian larva akan berganti kulit (moulting) menjadi protonimfa Selama fase
tersebut larva dan nimfa akan tinggal dan memakan folikel rambut Protonimfa
kemudian akan berganti kulit kembali menjadi tritonimfa dan beberapa hari
kemudian akan menjadi dewasa Baik tungau jantan maupun betina dewasa akan
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
mencari makan dan kawin di permukaan kulit dan siklus hidup berulang kembali
(Wall amp Shearer 2001)
Stadium telur menjadi dewasa berlangsung pada waktu yang singkat kira-
kira selama 17ndash21 hari walaupun singkat tetapi tingkat mortalitas dari periode ini
cukup tinggi Diperkirakan hanya 10 dari total telur yang dihasilkan berhasil
menjadi tungau dewasa (Wall amp Shearer 2001)
Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal
ukuran sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan (Wardhana et al 2006)
Patogenesis
Skabies merupakan penyakit kulit yang sangat menular baik pada sesama
anjing dan dapat pula menulari spesies lain bahkan manusia (Nahm amp Corwin
1997) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam
genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian akibat terjadinya interbreeding
yang terus menerus antarpopulasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan
(Fain 1978 dalam Wardhana et al 2006)
Wall amp Shearer (2001) menyatakan bahwa landak yang terinfestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei dapat menjadi reservoir skabies bagi hewan peliharaan
dan ruminansia
Tungau yang ada pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia
namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al 1987
Meinking amp Taplin 1990 dalam Wardhana et al 2006) Banyak hewan yang
menderita skabies dilaporkan menjadi sumber penularan bagi manusia Penularan
dari hewan ke manusia secara alami pernah dilaporkan dan menjadi wabah pada
populasi manusia (Estes et al 1983 Schwartzman 1983 dalam Wardhana et al
2006) Pernah juga dilaporkan sebanyak 48 orang yang kontak dengan kucing
penderita skabies 30 orang diantaranya positif tertular skabies (Chakrabarti 1986
dalam Wardhana et al 2006)
Ruiz-Maldonado et al (1977 dalam Wardhana et al 2006) melaporkan
bahwa pernah terjadi kasus skabies pada gadis berusia empat belas tahun yang
tertular Sarcoptes scabiei var canis Gadis tersebut hidup bersama dengan anjing
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
yang menderita skabies Bahkan dilaporkan juga anjing yang sehat tertular skabies
dari gadis tersebut
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita atau
kontak tidak langsung dengan berbagai objek yang digunakan oleh penderita
seperti handuk kasur selimut dan tempat tinggal yang terkontaminasi oleh
tungau (Goldsmid amp Melrose 2005)
Infestasi awal tungau biasanya terjadi pada daerah yang jarang ditumbuhi
oleh rambut seperti daerah kepala meliputi daerah sekitar mata dan telinga
daerah ventral tubuh meliputi bagian abdomen dan daerah sekitar kelamin Pada
kaki biasanya di bagian siku lutut lipatan paha dan bahkan sela-sela jari (Kelly
1977) Tungau akan menembus lapisan korneum epidermis kulit mengisap cairan
limfe dan juga memakan selndashsel epitel (Soulsby 1982)
Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul akibat infestasi tungau ini bervariasi bergantung
kepada waktu berjalannya penyakit Pada tahap awal infestasi kegatalan belum
terlihat dan kondisi ini akan terjadi pada minggu pertama sampai dengan minggu
ketiga Sejalan dengan berlanjutnya infestasi dan aktivitas tungau mulai terlihat
adanya lesio papula pada bagian tubuh penderita sebagaimana terlihat pada
Gambar 5 Biasanya lesio ini akan terlihat jelas pada bagian tubuh penderita yang
jarang ditumbuhi rambut (Bentley 2001)
Gambar 5 Papulae pada gejala awal skabies
(Sumber Bentley 2001)
papula
papula
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 6 Pola penyebaran lesio awal skabies pada anjing
(Sumber Muller amp Kirk 1976 dalam Latif 2001)
Bagian yang dilingkari pada Gambar 6 menunjukkan bagian tubuh yang
paling sering memperlihatkan adanya gejala awal berupa papula pada anjing yang
menderita skabies Seiring dengan berjalannya waktu aktivitas tungau akan
meningkat misalnya pada saat tungau betina kawin dan menggali terowongan
untuk meletakkan telurnya anjing akan memperlihatkan gejala klinis berupa
kegatalan yang hebat Biasanya hal ini akan terjadi pada minggu ketiga dan
keempat (Nahm amp Corwin 1997)
Tungau Sarcoptes scabiei tidak mengisap darah tetapi mengisap cairan
diantara sel kulit Selama aktivitas tersebut tungau betina akan mengeluarkan
sekreta dan ekskreta yang menyebabkan terjadinya iritasi dan peradangan pada
inangnya (Wall amp Shearer 2001)
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh aktivitas tungau akan membuat anjing
menggaruk dan akan menyebabkan iritasi yang lebih hebat Kulit akan
mengeluarkan cairan eksudat bening yang bilamana kering akan membuat kulit
menebal dan menjadi keropeng atau pecahndashpecah Selain itu akan terlihat
kerontokan rambut pada daerah yang terinfestasi dan berakhir dengan kebotakan
(Nahm amp Corwin 1997) sebagaimana terlihat pada Gambar 7
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 7 Anjing yang terjangkit Skabies
Sumber (Bentley 2001)
Apabila keadaan lebih parah anjing akan menggaruk hingga berdarah
Darah yang keluar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Bakteri kemudian akan berkembang dan menyebabkan infeksi yang akan
menyebabkan adanya nanah sehingga menimbulkan kondisi pyoderma Bila tidak
segera ditangani akan berakibat fatal pada anjing (Grant 1986) Goldsmid amp
Melrose (2005) menyatakan bahwa bakteri yang paling banyak menyebabkan
infeksi sekunder pada skabies adalah Staphylococcus pyogenes
Secara histopatologi skabies ditandai dengan adanya lesio berupa fokal
hiperkeratosis epidermal hiperplasia (penebalan kulit) dan ditemukan tungau
Sarcoptes scabiei yang membentuk sarang pada lapisan korneum kulit yang
menebal tersebut (Grant 1986) Gambaran histopatologi lainnya adalah
ditemukannya perubahan berupa lesio infiltrasi selndashsel radang yang terdiri atas
neutrofil makrofag dan selndashsel mononuklear Antigen yang diekskresikan tungau
masuk ke bagian lapisan epidermis dan dermis kulit Aktivitas ini menginduksi
sirkulasi antibodi dan respon imun sel media di sekitar lesio sebagai reaksi
pertahanan tubuh inang (Arlian et al 1996)
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 8 Gambaran histopatologi kulit yang terinfestasi tungau
(Sumber Sarma et al 2009)
Ada beberapa penyakit kulit yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan skabies yang menjadi diagnosis pembanding skabies Beberapa penyakit
kulit tersebut diantaranya adalah dermatitis alergi karena makanan atau udara
yang pada tahap awal menyerupai skabies dengan terbentuknya pustulae tetapi
akan berlanjut menjadi berminyak Penyakit lain seperti ringworm juga
membentuk lesio yang hampir sama dengan skabies perbedaannya adalah pada
ringworm lesio yang terjadi lebih sedikit dan terlokalisasi pada satu tempat saja
(Muller amp Kirk 1976) Selain itu ada pula penyakit demodekosis yang juga
disebabkan oleh tungau Demodex canis Tungau Demodex canis merupakan
parasit alami yang ada pada tubuh anjing Anjing yang terjangkit demodekosis
akan memperlihatkan gejala klinis yang sama dengan skabies tetapi dengan aspek
yang lebih basah Demodekosis biasanya berhubungan dengan kondisi
imunosupresi (Wall amp Shearer 2001) Agar tidak terkecoh dengan penyakit ndash
penyakit yang menyerupai skabies tadi dibutuhkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menghindari kesalahan penanganan skabies
Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis penyakit kulit yang disebabkan oleh beberapa
jenis tungau seperti demodekosis skabies dan penyakit kulit lain seperti
ringworm biasanya dilakukan pengerokan kulit Metode ini bertujuan untuk
Tungau Sarcoptes scabiei
Epidermis
Dermis
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
menemukan dan mengidentifikasi jenis parasit dengan memeriksa di bawah
mikroskop Tungau sangat sulit untuk ditemukan pada hewan terutama pada
hewan yang sudah cukup lama terinfestasi atau hewan yang baru saja dimandikan
dengan metode dipping (Hammet 1999)
Menurut Hammet (1999) ada dua metode yang biasa digunakan untuk
penegakan diagnosis yaitu kerokan kulit (skin scraping) dan flotasi sentrifugasi
Proses dari kedua metode diagnosis adalah sebagai berikut
1 Preparat natif kerokan kulit
Sampel diambil dengan cara membuat luka kerokan pada kulit hewan yang
terserang (pada lokasi yang menunjukkan lesio) dengan menggunakan skalpel
Hasil kerokan kulit tadi kemudian diletakkan pada kaca objek yang kemudian
ditetesi NaOH atau KOH 10 sebanyak beberapa tetes dan ditunggu beberapa
detik hingga jaringan kulit lisis
Kaca objek tadi kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali Hasil positif akan
memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop (Hammet 1999)
2 Metode Flotasi Sentrifugasi
Sampel kerokan kulit diambil dengan cara yang sama pada metode
pertama kemudian diletakkan pada tabung sentrifugasi KOH dan NaOH
ditambahkan sebanyak 3-5 ml pada tabung tadi kemudian dilakukan pemanasan
dengan Bunsen selama beberapa menit (Hammet 1999)
Sampel tadi akan menjalani proses selanjutnya yaitu dengan dilakukannya
sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit Proses sentrifugasi
tersebut akan membentuk endapan pada dasar tabung Endapan diambil dengan
pipet pastur kemudian diletakkan pada kaca objek selanjutnya ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100ndash400 kali
Hasil positif akan memperlihatkan tungau pada lapang pandang mikroskop
(Hammet 1999)
Selain dari dua metode diatas dapat juga dilakukan metode pemeriksaan
sel hidup (biopsi) yang kemudian diperiksa gambaran histopatologinya Cara ini
memang tidak berguna secara langsung tetapi dengan cara ini dapat diketahui
perubahanndashperubahan yang terjadi akibat adanya infestasi dari beberapa
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
ektoparasit Menurut Wall amp Shearer (2001) beberapa perubahan histopalogi
yang dapat terlihat pada kulit karena infestasi tungau Sarcoptes antara lain
infiltrasi sel eosinofil pada jaringan kulit yang biasanya disertai oleh degenerasi
kolagen dan pembentukan formasi pustula oleh selndashsel eosinofil
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan skabies berfokus pada eradikasi agen penyakitnya yaitu
tungau Sarcoptes scabiei Banyak sekali jenis obat yang bersifat akarisidal yang
dapat digunakan untuk pengobatan skabies Obat-obat tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai rute baik secara oral subkutan semprot atau topikal
Penanganan penyakit skabies cukup sederhana tetapi ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan Selain berfokus pada eradikasi tungau parasit nutrisi
dan manejemen pemeliharaan harus diperhatikan Nutrisi dan manejemen
pemeliharaan yang buruk akan menyebabkan hewan menjadi stress dan
menurunkan imunitas hewan sehingga akan menyebabkan hewan rentan terhadap
penyakit lainnya (Huang et al 1998) Beberapa akarisida yang biasa digunakan
oleh praktisi di Ingggris untuk pengobatan skabies pada anjing adalah amitraz
ivermectin dan turunannya serta fipronil (British Veterinary Association 2005)
Sediaanndashsediaan tersebut juga telah digunakan oleh praktisi di seluruh dunia
sebagai obat pilihan untuk mengobati skabies
Amitraz adalah salah satu jenis obat yang berasal dari golongan Amidin
Amitraz bekerja pada reseptor oktopamin pada tungau yang akan meningkatkan
aktivitas sistem saraf (British Veterinary Association 2005) Aplikasi obat ini
pada anjing yaitu dengan cara memandikan anjing dengan amitraz berkonsentrasi
005 Amitraz juga tidak boleh digunakan untuk anjing ras cihuahua anjing
yang sedang bunting atau menyusui serta anak anjing yang berusia kurang dari 12
minggu karena amitraz dapat menurunkan motilitas dari organ gastro-intestinal
yang mengakibatkan hipomotilitas pada usus besar (British Veterinary
Association 2005) Menurut Paradis et al (1997) penggunaan amitraz berpotensi
meracuni orang yang memandikan pasien skabies Efek samping lain yang dapat
terjadi dari penggunaan obat ini adalah lethargia bradikardia depresi sistem saraf
pusat dan efek sedasi sementara (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Ivermectin dan turunannya termasuk avermectin abamectin doramectin
eprinomectin dan selamectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi
alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di
Jepang Tidak hanya dapat membunuh ektoparasit ivermectin juga dapat
digunakan sebagai obat pilihan pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis Nematoda (Praag 2003)
Obat ini bekerja dengan cara mengatur jumlah ion klorida (Cl-) yang
masuk ke dalam sel ektoparasit Ketika ionndashion klorida tadi masuk ke dalam sel
membran sel akan mengalami hiperpolarisasi sehingga sinyal saraf tidak dapat
ditransmisikan Setelah itu ektoparasit akan mati perlahanndashlahan karena
mengalami paralisis Pada konsentrasi yang lebih tinggi ivermectin akan bekerja
antagonis dengan neutotransmitter GABA (asam γndashaminobutirat) Pada Nematoda
dan ektoparasit reseptor GABA terdapat pada sistem saraf tepi sedangkan pada
mamalia terdapat pada sistem saraf pusat (Praag 2003)
Ivermectin dapat diaplikasikan secara oral topikal ataupun sistemik
Dosis tunggal yang dianjurkan untuk Sarcoptes scabiei varcanis adalah 200
microgkg berat badan dan dosis untuk aplikasi sistemik maupun oral adalah 200ndash400
microg kg berat badan (Curtis 2004) Obat ini memiliki efek samping berupa edema
kulit pada kuda Efek samping tersebut terjadi karena toksin yang dikeluarkan
oleh ektoparasit yang mati dan efek ini berlangsung sekitar 5 hari (Praag 2003)
Selain itu obat ini memberikan efek samping berupa batukndashbatuk setelah
diberikan secara oral pada domba (British Veterinary Association 2005)
Ivermectin tidak boleh diberikan kepada anjing ras Collie Australian
sheepdog Old English sheepdog Shetland sheepdog dan anjing persilangan dari
beberapa jenis anjing tadi Ivermectin juga tidak boleh diberikan pada anjingndash
anjing muda yang berusia kurang dari 8 bulan anjing yang sedang bunting dan
menyusui (British Veterinary Association 2005)
Menurut Praag (2003) anjingndashanjing ras tersebut memiliki gen yang sangat
sensitif terhadap cara kerja ivermectin Reaksi hipersensitivitas pada ras anjing
tersebut disebabkan oleh gen mdr1-1Δ yang berasal dari mutasi gen MDR1 Gen
MDR1 adalah gen yang mensintesa asam amino yang dapat menghambat
ivermectin untuk masuk ke dalam blood brain barrier Ketika gen tersebut
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
bermutasi menjadi Gen mdr1-1Δ ivermectin akan dapat menembus blood brain
barrier (Neff et al 2004) Anjing yang keracunan ivermectin akan menunjukkan
gejala klinis seperti ataksia dan depresi Setelah beberapa lama kemudian anjing
akan memperlihatkan gejala seperti dilatasi pupil (mydriasis) stupor tremor
emesis hipersalivasi koma dan akan berujung pada kematian Biasanya
pertolongan pertama pada keracunan ivermectin adalah pemberian arang aktif dan
pemberian cairan elektolit secara intravena
Fipronil adalah insektisida dari golongan phenylprazole yang bekerja
dengan cara menghambat kerja dari neurotransmitter asam γndashbutirat (GABA)
ektoparasit yang menyebabkan ektoparasit akan mati karena paralisis (Ghubash
2006) Obat ini diaplikasikan secara spotndashon atau topical pada tubuh anjing yang
terinfestasi tungau Untuk aplikasi spot-on dosis yang digunakan berbedandashbeda
tergantung bobot anjing Dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Dosis pemberian fipronil berdasarkan bobot anjing pada aplikasi spotndashon
Bobot badan anjing Dosis yang diberikan
1ndash10 kg 067 ml
10ndash20 kg 134 ml
20ndash40 kg 268 ml
Diatas 40 kg 402 ml
(Sumber British Veterinary Association 2005)
Fipronil juga dapat diaplikasikan secara disemprotkan (spray) Jika
diaplikasikan secara spray konsentrasi fipronil yang dianjurkan adalah 025
dari larutan (Ghubash 2006) Apabila obat lain menjadi kontra indikasi dari
penderita skabies fipronil merupakan obat pilihan yang efektif untuk pengobatan
skabies (Curtis 1996 )
Kontra indikasi dari obat ini adalah anak anjing yang berusia kurang dari 8
minggu Pengobatan untuk anak anjing yang berusia kurang dari 8 minggu
biasanya digunakan collar agar anak anjing tidak menjilati lokasi obat
diaplikasikan Jika ini terjadi maka akan timbul efek samping yang berupa
hipersalivasi (British Veterinary Association 2005)
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Dalam penanganan skabies perlu juga diperhatikan terapi suportif untuk
mengurangi lesio yang diakibatkan oleh tungau diantaranya keratolitik untuk
mengikis kulit yang keropeng Antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder
akibat bakteri Asupan vitamin juga dibutuhkan untuk perawatan jaringan tubuh
pasien (Curtis 1996)
Agar tidak menulari hewan lain atau manusia di sekitarnya anjing yang
terjangkit skabies hendaknya dipisahkan selama masa pengobatan Selain itu
kandang perlatan bermain peralatan makan dan alat-alat grooming hendaknya
dibersihkan setiap hari untuk mencegah penularan skabies Lingkungan sekitar
rumah tempat anjing bermain juga sebaiknya dibersihkan Kebersihan personal
pemilik juga merupakan salah satu hal wajib yang harus diperhatikan mengingat
penyakit ini bersifat zoonotik (Wall amp Shearer 2001)
Pengembangan vaksin skabies hingga saat ini masih mengalami kendala
Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) bekerja sama dengan DFID (Department for
International Development) Inggris telah melakukan penelitian pengembangan
vaksin skabies untuk kambing namun hasilnya belum memuaskan (Wardhana et
al 2006)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hewan Jakarta yang beralamat di
jalan Harsono RM 28 Ragunan Jakarta Selatan sebagai sumber data penelitian
Rumah sakit ini banyak menjadi tempat rujukan bagi dokterndashdokter hewan praktik
yang ada di Jakarta Adapun waktu pengumpulan data dilakukan sejak bulan
September ndash Oktober 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data pasien anjing melalui
data rekam medik pasien sejak bulan Januari 2005 sampai dengan bulan
Desember 2010 Data pasien yang diambil merupakan data penderita pasien
penyakit skabies yang terdiagnosa positif secara klinis maupun laboratorium serta
data penanganan pasien tersebut Data yang diambil kemudian dianalisis dengan
menggunakan statistika deskriptif dengan demikian dapat diketahui nilai
parameter yang diamati diantaranya adalah frekuensi kejadian penyakit
berdasarkan ras jenis rambut umur jenis kelamin dan penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanganan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Rumah Sakit Hewan Jakarta dibangun pada tanggal 25 Desember 1992
atas restu dan bantuan yang sangat besar dari Ibu Negara pada saat itu yaitu Ibu
Tien Soeharto Rumah Sakit ini merupakan rujukan bagi pasien yang memerlukan
diagnosis penanganan dan pengobatan yang lebih intensif karena di rumah sakit
ini terdapat beberapa fasilitas penunjang diagnosis seperti instalasi radiologi dan
ultrasonografi laboratorium bahkan terapi alternatif untuk hewan seperti
akupuntur
Di Rumah Sakit Hewan Jakarta skabies digolongkan kedalam penyakit
zoonosis yang memerlukan diagnosis lanjutan seperti pengambilan kerokan kulit
Pasien yang datang dan positif terdiagnosis skabies setelah pemeriksaan klinis dan
laboratorium akan langsung diobati dengan menggunakan sediaan-sediaan
akarisidal seperti ivermectin dan fipronil Pengobatan didasarkan kepada ras
anjing kondisi anjing dan tingkat keparahan penyakit Selain itu juga diberikan
antibiotik berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder kemudian diberikan
juga vitamin E untuk mempercepat perbaikan kulit anjing Bila tingkat keparahan
penyakit masih ringan biasanya pasien boleh dibawa pulang dan diharuskan
datang 2 minggu kemudian untuk menjalani pemeriksaan dan pengobatan ulang
sampai pasien sembuh
Jika pasien datang dengan keadaan yang buruk maka dokter-dokter hewan
di Rumah Sakit Hewan Jakarta akan mengharuskan pemilik untuk merawat inap
agar anjing selalu berada dalam pengawasan dokter hewan Pasien yang dirawat
inap akan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi agar tidak menulari
anjing lainnya Setelah sembuh total pihak rumah sakit akan menghubungi
pemilik bahwa hewan peliharaannya sudah diperbolehkan untuk pulang
Para dokter hewan praktisi di Amerika Serikat sudah mulai menggunakan
jenis akarisidal untuk mengobati skabies yang paling sering digunakan adalah
mylbemicin oxime dan selamectin Kedua sediaan tadi merupakan modifikasi
dari ivermectin Keduanya diaplikasikan secara Spot-on dengan dosis 2 mgkg BB
untuk mylbemicin oxime dan 6-12 mgKg BB untuk selamectin Beberapa praktisi
di Amerika melaporkan bahwa efisiensi pengobatan dengan kedua obat tersebut
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
mencapai 98 dan aman untuk ras anjing yang merupakan kontraindikasi dari
ivermectin Tindakan isolasi terhadap pasien juga dilakukan dalam penanganan
penyakit-penyakit zoonosis oleh praktisi kesehatan hewan di Amerika Serikat
(Curtis 2004)
Prevalensi Skabies Pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Selain skabies ada beberapa penyakit lain yang bersifat zoonosis yang
mendapatkan perhatian khusus dari pihak Rumah Sakit Hewan Jakarta
diantaranya brucellosis leptospirosis visceral larva migrans toxoplasmosis
salmonellosis dan ringworm
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta pada bulan Januari
2005-Desember 2010 skabies menempati posisi kedua dengan persentase 2847
dari seluruh kasus zoonosis pada kurun waktu tersebut sebagaimana terlihat pada
Gambar 9
Gambar 9 Persentase kasus penyakit zoonotik di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari
Januari 2005-Desember 2010
Data rekam medik pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010 menunjukkan bahwa terdapat 187 kasus
skabies pada anjing Jumlah pasien yang terinfestasi jumlah pasien anjing tiap
tahun dan prevalensi skabies tiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 memperlihatkan prevalensi skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
cukup fluktuatif Sejak tahun 2005-2008 prevalensinya meningkat hingga 092
lalu kemudian menurun kembali pada 2009 Dua tahun terakhir (2009-2010)
kembali terjadi peningkatan menjadi 078
2847 305
076
3515
351410
2496
Skabies LeptospirosisBrucellosis Visceral larva migransSalmonellosis ToxoplasmosisRingworm
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Tabel 2 Jumlah pasien terjangkit skabies jumlah pasien per tahun dan prevalensi
skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005-2010
Tahun Jumlah
pasien skabies
(ekor)
Pasien anjing total
(ekor)
Prevalensi
()
2005 26 5521 047
2006 27 4912 055
2007 33 5009 066
2008 40 4351 092
2009 29 5079 057
2010 45 5787 078
Rata-rata 333 51098 066
Penderita Skabies Berdasarkan Ras
Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Latif (2001) dari bulan Januari
1999-Desember 2001 melaporkan bahwa terdapat 70 kasus (057) dari 12632
ekor pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai
dengan Juli 2000 Anjingndashanjing tersebut terdiri atas 17 ras yang berbeda
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anjing lokal merupakan pasien yang paling
banyak terjangkit skabies dengan jumlah sebanyak 33 ekor (176) dibanding
anjing ras lainnya Latif (2001) melaporkan bahwa pada bulan Januari 1999
sampai dengan bulan Juni 2000 kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta didominasi oleh anjing ras Chow-chow sebanyak 14 ekor dengan
persentase 20 dari total kasus yaitu sebanyak 70 kasus
Tingginya kasus skabies pada anjing tidak dipengaruhi oleh ras anjing dan
pada umumnya disebabkan karena pemilik kurang memperhatikan aspek
pemeliharaan dan kesehatan hewan peliharaanya sehingga ektoparasit dapat
berkembang dengan baik (Muller amp Kirk 1976)
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Tabel 3 Frekuensi kasus Skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan
Jakarta pada bulan Januari 2005ndashDesember 2010
Penderita Skabies Berdasarkan Jenis Rambut
Skabies berhubungan dengan jenis rambut anjing Kasus skabies pada
anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta berdasarkan jenis rambut anjing dapat
dilihat pada Gambar 10
No Ras Anjing Jenis Kelamin Jenis
rambut
Jumlah Persentase
() Jantan Betina
1 Basset Hound 1 1 Pendek 2 106
2 Beagle 3 2 Pendek 5 267
3 Boxer 4 0 Pendek 4 21
4 Bulldog 2 1 Pendek 3 16
5 Chow-chow 0 2 Panjang 2 106
6 Cihuahua 4 3 Pendek 7 374
7 Collie 2 1 Panjang 3 16
8 Dalmatian 4 0 Pendek 4 213
9 Daschund 3 1 Pendek 4 213
10 Dobermann 6 0 Pendek 6 302
11 Fox Terrier 1 1 Panjang 2 106
12 German Shepherd 3 2 Pendek 5 267
13 Golden Retriever 5 2 Panjang 7 374
14 Great Dane 1 0 Pendek 1 053
15 Jack Russel Terier 2 1 Pendek 3 16
16 Kintamani 2 1 Panjang 3 16
17 Labrador 15 0 Pendek 15 802
18 Lokal 15 18 Pendek 33 176
19 Mallinois 1 0 Pendek 1 053
20 Maltese 2 2 Panjang 4 213
21 Mini Pincsher 3 2 Pendek 5 267
22 Pekingese 1 1 Panjang 2 106
23 Pitbull 2 4 Pendek 6 32
24 Pomeranian 2 6 Panjang 8 43
25 Poodle 2 2 Panjang 4 213
26 Pug 3 2 Pendek 5 267
27 Rotweiller 2 2 Pendek 4 213
28 Saint Bernard 0 1 Panjang 1 053
29 Samoyed 1 0 Panjang 1 053
30 Schnauzer 1 1 Panjang 2 106
31 Shiba 2 0 Pendek 2 106
32 Shihtzu 0 3 Panjang 3 16
33 Siberian Husky 6 1 Pendek 7 374
34 Welsh Corgi 0 1 Pendek 1 053
35 Yorkshire 2 1 Panjang 3 16
36 Mix Campuran 10 10 Lain-lain 20 107
Jumlah 113 74 187 100
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 10 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis rambut anjing pada tahun 2005ndash2010
Sejak tahun 2005ndash2010 di Rumah Sakit Hewan Jakarta 122 ekor
(6524) anjing yang terjangkit skabies merupakan anjing dengan jenis rambut
pendek dan 45 ekor (2406) anjing dengan jenis rambut panjang Sisanya
sebanyak 20 ekor (107) tidak dapat diketahui jenis rambutnya karena
merupakan anjing ras campuran
Menurut Witjaksono amp Sungkar (1996) anjing dengan rambut panjang
lebih mudah terjangkit skabies karena debu kotoran dan bahkan arthropoda yang
berukuran mikroskopik lebih mudah menempel pada rambut anjing sedangkan
data di atas menunjukkan bahwa anjing dengan jenis rambut pendek di Rumah
Sakit Hewan Jakarta lebih banyak terjangkit skabies Faktor yang menyebabkan
anjing dengan jenis rambut pendek lebih banyak terjangkit skabies adalah karena
pemilik anjing kurang memperhatikan dan merawat kesehatan kulit anjingnya
Karena anjing dengan rambut pendek membutuhkan perawatan relatif yang lebih
mudah dibandingkan dengan anjing rambut panjang sehingga kesehatan rambut
dan kulitnya kurang diperhatikan
Penderita SkabiesBerdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin kejadian skabies pada anjing di Rumah Sakit
Hewan Jakarta pada tahun 2005ndash2010 didominasi oleh anjing jantan dengan
jumlah 113 ekor (6043) dan anjing betina hanya (3957) Data tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11 Menurut Muller amp Kirk (1976) skabies tidak berkaitan
dengan jenis kelamin Anjing jantan maupun betina memiliki risiko yang sama
untuk terjangkit skabies
2406
6524
1070
Panjang
Pendek
Lain-lain
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 11 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005-2010
Faktor yang menyebabkan anjing jantan lebih banyak terjangkit skabies
adalah karena anjing jantan lebih sering digunakan oleh pemiliknya sebagai anjing
pemacak Anjing jantan yang digunakan sebagai pemacak akan lebih sering
melakukan kontak langsung dengan anjing lain yang kemungkinan telah terjangkit
skabies baik secara klinis maupun subklinis
Selain itu anjing jantan cenderung lebih dominan dibanding anjing betina
dalam kehidupan sosialnya Menurut Broom amp Fraser (2007) hewan jantan
memiliki sifat yang lebih dominan daripada hewan betina dominasi ini
ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti melakukan mounting mengendus-
endus dan berkelahi untuk memperebutkan daerah kekuasaan Interaksi anjing
jantan yang menunjukkan dominasi inilah yang memungkinkan anjing jantan
melakukan kontak langsung yang lebih sering dengan anjing lain sehingga
kemungkinan tertular skabies oleh anjing lain lebih besar
Penderita Skabies Berdasarkan Usia
Anjing diklasifikasikan menurut usia oleh Federation Cynologue
International (FCI) menjadi tiga kelas Kelas yang pertama adalah anakan
(puppies) yang berusia dari 3ndash9 bulan yang kedua adalah remaja (teenage)
dengan usia 10-18 bulan dan dewasa (adult) yang berusia diatas 2 tahun
(VerhoefndashVerhaellen 1996) Berdasarkan pembagian kelompok umur tersebut
anjing yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta dari tahun 2005ndash
2010 didominasi oleh anjing dewasa dengan jumlah sebanyak 145 ekor (7754)
berikutnya adalah anjing dari usia remaja sebanyak 27 ekor (1444) dan sisanya
anjing anakan dengan jumlah 15 ekor (802) Data tersebut sebagaimana terlihat
pada Gambar 12
6043
3957 0
Jantan
Betina
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Gambar 12 Jumlah kasus skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
pada tahun 2005-2010 berdasarkan kategori usia anjing
Data di atas memperlihatkan kejadian skabies pada anjing dewasa lebih
sering terjadi daripada anjing anakan dan remaja Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh anjing Anjing dewasa kemungkinan sistem
kekebalannya sudah berkurang karena faktor usia dibandingkan dengan anjing
anakan yang sistem kekebalannya masih baik karena antibodi maternal yang
diwariskan oleh induknya Satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi sistem
imunitas adalah usia semakin tua usia maka akan semakin berkurang
kemampuan sistem imunnya dalam memproduksi antibodi (Radji 2010)
Arlian (1996) melaporkan bahwa anjing dan kelinci yang ditantang dengan
ekstrak Sarcoptes scabiei varcanis menunjukkan kadar IgE dan IgG yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol
Immunoglobulin G (IgG) merupakan antibodi yang paling umum
dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup berkisar
antara beberapa minggu sampai beberapa tahun Antibodi ini beredar dalam tubuh
dan banyak terdapat pada darah sistem getah bening dan usus Immunoglobulin
G mengikuti aliran darah langsung menuju antigen dan menghambatnya begitu
terdeteksi Antibodi ini melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun Selain itu IgG mampu menyelip
di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta mikroorganisme lain yang masuk
ke dalam sel-sel dan kulit Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil
IgG dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi (Mayer 2009)
Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang hanya terdapat pada
mamalia IgE berperan dalam sistem kekebalan yang disebabkan oleh cacing
802
14447754
0
Anakan
Remaja
Dewasa
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
parasit protozoa dan arthropoda IgE merupakan komponen yang terlibat dalam
reaksi alergi karena light chain IgE terikat pada basofil dan sel mast Pengikatan
alergen oleh IgE menyebabkan pelepasan mediator farmakologis yang
menimbulkan berbagai reaksi alergi (Mayer 2009)
Selain antibodi granulosit juga merupakan sistem kekebalan bawaan yang
melindungi inang dari berbagai infeksi dan infestasi parasit Eosinofil sel mast
dan basofil merupakan komponen kekebalan terhadap parasit Eosinofil adalah sel
darah putih granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan
parasit multiselular pada vertebrata Meningkatnya kadar eosinofil
mengindikasikan adanya infeksi parasit Eosinofil diproduksi dalam jumlah yang
besar dan akan dimigrasikan ke daerah yang terinfeksi oleh parasit Selain itu
eosinofil juga mempunyai kecenderungan khusus untuk berkumpul di jaringan
tempat terjadinya reaksi alergi Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi
beberapa zat yang dapat menimbulkan peradangan yang dilepaskan oleh sel mast
dan basofil (Guyton amp Hall 2008)
Hasil dari biopsi pada jaringan kulit yang terjangkit skabies juga
memperlihatkan bahwa terdapat infiltrasi besar-besaran dari limfosit dan eosinofil
pada lapisan dermis Infiltrasi dari eosinofil berhubungan dengan meningkatknya
kadar IgE dalam darah penderita skabies (Walton 2010)
Sel mast dan basofil juga berperan dalam sistem kekebalan terhadap
parasit Keduanya memiliki beberapa persamaan antara lain sebagai
mediatorperantara pada reaksi hipersensitivitas tipe I karena memiliki jumlah
reseptor yang banyak untuk IgE (Lie amp Merijanti 1999)
Efektivitas Pengobatan Skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Pengobatan yang dilakukan oleh para dokter hewan di Rumah Sakit
Hewan Jakarta mempertimbangkan jenis keadaan dan usia anjing Biasanya
anjing ras yang bukan kontra indikasi ivermectin diberikan pengobatan dengan
menggunakan ivermectin dengan dosis 200ndash400 microg kg BB yang diaplikasikan
melalui sub kutan dengan interval dua minggu Setelah 2 minggu pemilik anjing
dianjurkan oleh dokter hewan agar membawa anjingnya kembali untuk
diperiksakan dan dilakukan pengobatan kembali Perlakuan ini diberikan sampai
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
anjing dinyatakan sembuh secara klinis dan laboratorium Bila setelah 4ndash8
minggu anjing tidak menunjukkan kesembuhan pengobatan akan dilakukan
dengan obatndashobatan lainnya Kesembuhan anjing dari skabies dinyatakan dengan
rambut yang tumbuh kembali pada bagian yang mengalami kebotakan keropeng
pada kulit hilang dan tidak ditemukan lagi tungau pada pemeriksaan kerokan
kulit anjing
Selain ivermectin pengobatan skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta juga
menggunakan sediaan fipronil dengan konsentrasi 10 secara spot on Dosis yang
digunakan sudah tertera pada labelnya dan sesuai dengan bobot badan anjing
Biasanya pasien yang diobati dengan fipronil adalah pasien yang merupakan
kontra indikasi dari ivermectin Pengobatan dengan fipronil akan diulangi
seminggu sekali sampai 6 minggu sampai anjing sembuh
Selain pemberian sediaan akarisida juga diberikan antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunder Antibiotik yang diberikan biasanya adalah
linkomisin Selain itu diberikan juga terapi supportif berupa pemberian vitamin E
untuk mempercepat persembuhan keropeng pada kulit Data pengobatan anjing
yang terjangkit skabies di Rumah Sakit Hewan Jakarta tersaji pada Tabel 4
Tabel 4 Jenis obat yang digunakan untuk pengobatan skabies di Rumah Sakit
Hewan Jakarta dan persentase kesembuhannya
Tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 dari 174 pasien yang diobati
dengan ivermectin tidak sembuh untuk presentasi kesembuhan dari obat ini
adalah 9367 Terada et al tahun 2010 di Jepang melaporkan bahwa terdapat
dua ekor anjing yang diobati dengan ivermectin dengan dosis 300microgkgBB tidak
menunjukkan kesembuhan setelah 14 hari dan masih bisa ditemukan tungau yang
hidup pada hari kendash35 Keadaan kulit dari anjing pun tidak mengalami perubahan
Hal ini mengindikasikan telah adanya resistensi terhadap ivermectin pada tungau
Sarcoptes scabiei var canis
Fipronil juga tidak sepenuhnya dapat mengobati skabies Data di atas
menunjukkan 1 dari 13 pasien yang diobati dengan fipronil tidak sembuh
No Jenis pengobatan Jumlah Tidak sembuh Persentase
kesembuhan
1 Ivermectin 174 12 9367
2 Fipronil 13 1 9231
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
sehingga presentasi kesembuhannya adalah 9331 Koutinas et al (2001)
melaporkan bahwa pada penelitiannya dalam pengobatan skabies dengan
menggunakan fipronil 025 dengan metode disemprotkan terdapat 3 dari 12
anjing yang diobati tidak mengalami kesembuhan sampai hari kendash71 setelah
pengobatan pertama Hal ini juga mengindikasikan bahwa ada kemungkinan
resistensi terhadap fipronil pada tungau Sarcoptes scabiei varcanis Sampai saat
ini sediaan akarisida yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh tungau tidak pernah ada yang menunjukkan efektifitas sampai 100 atau
tanpa menunjukkan efek samping (Koutinas et al 2001)
Skabies pada anjing menyebabkan kerusakan kulit yang parah sehingga
anjing tidak dapat mengikuti kontes menjadi pemacak dan berinteraksi dengan
manusia Hal ini menyebabkan kerugian pada pemilik dari segi materil dan moril
Kerugian dari segi materil berupa biaya pengobatan sedangkan kerugian moril
(psikologis) dapat berupa rasa takut akan tertular skabies oleh anjingnya dan
berkurangnya rasa sayang terhadap anjing yang dimiliki
Berbeda pada anjing maupun hewan kesayangan lainnya skabies pada
hewan ternak bisa menjadi masalah yang serius dan menimbulkan kerugian
ekonomis yang besar Menurut Siratno (2000 dalam Wardhana et al 2006)
kerugian ekonomi akibat skabies pada kambing di pulau Lombok mencapai
Rp1633158750 per tahun Kejadian yang fatal pernah terjadi pada kambing
paket bantuan pemerintah yaitu dari 396 ekor ternyata 360 ekor (91)
diantaranya mati karena skabies Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian
materi berupa kematian tetapi juga kerugian moril berupa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap ternak bantuan pemerintah selanjutnya (Sobari 1991 dalam
Wardhana et al 2006)
Lalu lintas perdagangan hewan dan produknya ke seluruh wilayah
Indonesia atau internasional membuka pintu penyebaran penyakit menular
semakin luas Penularan skabies yang relatif cepat menjadi tantangan bagi dunia
veteriner dan kesehatan manusia Rendahnya kesadaran serta pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies harga obat yang relatif mahal dan
bervariasinya hasil pengobatan juga masih perlu mendapat perhatian dari kalangan
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
praktisi kesehatan hewan maupun manusia Selain itu dibutuhkan juga perhatian
pemerintah untuk mengendalikan skabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penanganan skabies pada anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sesuai dengan prosedur standar
rumah sakit hewan Sejak Januari 2005ndashDesember 2010 terdapat 187 kasus
skabies dari 30659 pasien anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta Prevalensi
skabies tertinggi yaitu pada tahun 2008 dengan persentase 098 dan rata-rata
066 per-tahun Dari data keseluruhan persentasi tertinggi penderita skabies
berdasarkan ras adalah anjing lokal (176) berdasarkan jenis rambut adalah
anjing berambut pendek (6524) berdasarkan jenis kelamin adalah anjing jantan
(6043) dan berdasarkan usia adalah anjing dewasa (7754) Tingkat
kesembuhan pengobatan dengan ivermectin adalah 9367 sedangkan fipronil
adalah 92307
Saran
Melihat cukup tingginya prevalensi skabies anjing dan sifat penyakit yang
bersifat zonootik padahal vaksin belum tersedia maka perlu adanya tindakan
pencegahan agar anjing tidak menjadi sumber infeksi bagi pemilik
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
DAFTAR PUSTAKA
Arlian LG 1989 Biology host relations and epidemiology of Sarcoptes scabiei
Ann Rev Entomol 34 139-161
Arlian LG Morgan MS Rapp CM and Vyszenenski-Moher DL 1996 The
development of protective immunity in canine scabies Vet Parasitol 62
133 ndash 142
Bentley D 2001 Dermvet skin amp ear clinic http petswebmdcomdogs
slideshow- skin - problems - in - dogshtm [ 1 Oktober 2011]
Broom DM amp Fraser AF 2007 Domestic Animal Behaviour and Welfare
Cambridge CAB International
[BVA] British Veterinary Association 2005 The Veterinary Formulary Sixth
Edition Yolande Bishop Editor London Pharmaceutical Press
Cornell RF 2010 Mange mites in dogs http wwwpetcarecomdogsmange-
mites-in-dogshtm [ 1 Desember 2011]
Curtis CF 1996 Use of 025 percent fipronil spray to treat sarcoptic mange in a
litter of five week old Puppies Vet Rec 139 43 ndash 44
Curtis CF 2004 Current trends in treatment of sarcoptes cheyletiella and
otodectes mites infestations in dogs and cats Vet Dermatol 15 108 ndash 114
Ghubash R 2006 Parasitic miticidal therapy Clin Tech Small Anim Pract 21
135-144
Goldsmid JM amp Melrose W 2005 Parasitic infection of the skin http www
universityoftasmania com veterinary-medicine dermatologyparasitic-
infection-of-the-skinhtm [ 9 Desember 2011 ]
Grant DI 1986 Skin Disease in The Dog and Cat Oxford Blackwell scientific
Publications
Guyton AC amp Hall JE 2008 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11st ed Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hammet DE 1999 Canine Demodecosis (Demodex Red Mange) httpwwwall-
creaturescomdemodexhtml [24 Agustus 2011]
Huang HP Liang SL Yang HL and Chen KY 1998 Sarcoptes scabiei
Infestation in a Cat http www Innovetcom journalis felprac abstr98
260202htm [11 November 2011]
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Jubb KVF Kennedy PC and Palmer N 1993 Pathology of Domestic Animals
Vol1 Ed4 London Academic Press Inc
Kelly JD 1977 Canine Parasitology Sydney University of Sydney
Kelly WR 1984 Veterinary Clinical Diagnostics Third Edition London Baillire
Tindall
Koutinas AF Saridomichelakis MN Soubasis N Bornstein S and Koutinas CK
2001 Treatment of canine sarcoptic mange with fipronil spray A Field
Trial Aust Vet Pract 31(3) 115-119
Krantz GW 1975 A manual of Acarology Oregon OSU Book Stores Inc
Latif A 2001 Studi Kasus Skabies pada Anjing di Rumah Sakit Hewan Jakarta
Periode Januari 1999 ndash Juli 2000 [Skripsi] Bogor Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Lie T amp Merijanti S 1999 Peranan sel mast dalam reaksi hipersensitivitas tipe I
J Kedokt Trisakti 18 (3)
Mayer G 2009 Immunoglobulins Structure and Functions http pathmicro
medscedu mayer IgStruct2000htm [26 Desember 2011]
Muller GH amp Kirk RW 1976 Small Animal Dermatology Philadelphia WB
Saunders Company
Nahm J amp Corwin RM 1997 Arthropoda http wwwmissourieduhtml
vmicroc arthropod arachnids scabieshtm [19 November 2011]
Neff MW Robertson KR Wong A Safira N Broman KW Slatkin M Mealey KL
and Pedersen NC 2004 Breed distribution and history of mdr1-1Δ a
pharmacogenetic mutation that marks the emergence of formal breeds
from the collie lineage Proc Nat Acad Scie 10111725-30
Paradis M Jaham CD and Page N 1997 Topical (pour ndash on) ivermectin in the
treatment of canine scabies Can Vet J 38 379 ndash 382
Praag EV 2003 Ivermectin http www Medirabbit Com drugs
ivermectinhtm [18 November 2011]
Radji M 2010 Immunologi dan Virologi Jakarta PT ISFI Penerbitan
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
Sarma DP Panganiban S and Albertson D 2009 Diagnostic microscopic image
condyloma acuminatum and scabiesThe Int J Dermatol 7 (1)
Soulsby EJL 1982 Helminths Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals London Bailliere Tindall
Taylor MA Coop RL and Wall RL 2007 Veterinary Parasitology Ed ke-3
Oxford Blackwell Publishing
Terada YC Murayama N Ikemura H Morita T and Nagata M 2010 Sarcoptes
scabiei var canis refractory to ivermectin treatment in two dogs Vet
Dermatol 21 608ndash612
VerhoefndashVerhaellen E 1996 The Complete Encyclopedia of Dogs Groningen
Rebo International bv
Wall R amp Shearer D 2001 Veterinary Ectoparasites Biology Pathology and
Control Oxford Blackwell Publishing
Walton SF 2010 The immunology of susceptibility and resistance to scabies Par
Immunol 32 532ndash540
Wardhana AH Manurung J dan Iskandar T 2006 Skabies tantangan penyakit
zoonosis masa kini dan masa datang Wartazoa 16 (1)
Witjaksono S amp Sungkar S 1996 Skabies pada hewan Parasitol Ind 9 (1) 37 ndash
42
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
LAMPIRAN
CONTOH DATA REKAM MEDIS PASIEN
LA
MP
IRA
N
LA
MP
IRA
N