Studi Kasus K3

17
TUGAS I KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA oleh Kelompok 4 1. Sri Wahyuningsih C3410001 1 2. Helma Yoga Utami F3412002 7 3. Manggala Putra F3412005 9 4. Kartika Elsahida F3412009 1 5. Azza Annisa F3412012 7

description

tugas 1

Transcript of Studi Kasus K3

Page 1: Studi Kasus K3

TUGAS I

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

oleh Kelompok 4

1. Sri Wahyuningsih C34100011

2. Helma Yoga Utami F34120027

3. Manggala Putra F34120059

4. Kartika Elsahida F34120091

5. Azza Annisa F34120127

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Modul 1

Page 2: Studi Kasus K3

KECELAKAAN KERJA SEORANG MEKANIK SAAT SEDANG

MEMPERBAIKI LIFT DI PUSAT GROSIR TANAH ABANG

(31 OKTOBER 2013)

Sarwani seorang mekanik tengah memperbaiki lift lantai dasar yang katanya

tidak mampu beroperasi. Namun pada saat Sarwani tengah memperbaiki lift tersebut,

tiba-tiba lift tersebut mampu beroperasi kembali dan akhirnya menjepit Sarwani. Saat

lift itu turun, Sarwani sudah meninggal di tempat dalam keadaan terjepit. Pada saat

kejadian, korban menggunakan kaos dan celana pendek (Sholeh.2013).

Hasil Analisis

Penyebab:

- Kurangnya kesadaran pekerja terhadap resiko bahaya yang dapat menimpanya.

Kesadaran yang kurang ini dapat diperlihatkan dari tidak adanya pengecekan

ulang apakah lift tersebut sudah dalam kondisi mati mesinnya.

- Tidak adanya SSOP yang valid mengenai prosedur saat memperbaiki lift.

Walaupun terdengar sederhana, SSOP itu sangat penting. Apabila kita lihat

kejadian ini, terlihat belum adanya SSOP yang diterapkan. Korban yang

bekerja hanya mengenakan pakaian yang bukan standar untuk pekerjaannya

(hanya kaos dan celana pendek). Selain itu juga terlihat bahwa SSOP dalam

pengecekan mesin lift sangat kurang diterapkan.

Jenis Kecelakaan:

Kecelakaan ini termasuk physical hazard. Physical hazard merupakan bahaya berupa

fisik yang mampu menyebabkan kecelakaan pada saat bekerja. Dari kejadian ini,

didapat bahaya fisiknya berupa naiknya lift yang rusak secara tiba-tiba. Kejadian

yang tiba-tiba ini membuat kepala mekanik tersebut (Sarwani) terbentur dengan

dinding di bangunan tersebut. Dan pada saat lift turun, mekanik pun meninggal

karena lukanya yang parah dan kondisi lift nya yang membuat korban kecelakaan ini

terjepit.

Kerugian yang ditimbulkan:

Page 3: Studi Kasus K3

Kerugian yang ditimbulkan meliputi kerugian terhadap pihak pusat grosir,

pemerintah dan keluarga korban.

- Keluarga korban. Kematian Sarwani jelas sangat memberikan pengaruh besar

terhadap keluarga korban karena Sarwani merupakan tulang punggung

keluarga

- Pemerintah. Kecelakaan ini memberikan tamparan keras terhadap pemerintah

setempat. Hal ini karena pemerintah belum begitu menyadarkan betapa

pentingnya penerapan prinsip K3 yang baik dalam setiap jenis kecelakaan

dengan segala kemungkinan penybeb dan jenis bahayanya.

- Pihak pusat grosir. Kecelakaan ini menyebabkan kerugian materi bagi pihak

pusat grosir Tanah Abang. Hal ini dikarenakan mereka harus membayar ganti

rugi atau biaya tanggung jawab mereka karena secara tidak langsung

menyebabkan seorang kepala keluarga (Sarwani) tewas.

-

KECELAKAAN KERJA, 3 JAM HERI TERJEPIT ALAT BERAT

PENYUSUN KONTAINER DI JICT

(10 April 2013)

Heri, seorang trainer yang sedang melakukan training mengalami kecelakaan

karena terjepit alat berat penyusun kontainer di kawasan Jakarta International

Container Terminal (JICT). Sebelum kejadian ini, Heri tengah berusaha untuk

memasuki ruang Rubber Tyred Gantry (RTG). Namun secara tidak sengaja alat

besar pemindah kontainer ke kapal yang dioperasikan oleh tiga orang tersebut

bergerak dan menjepit perut Heri. Kurang lengkapnya persediaan alat dalam

pertolongan kecelakaan ini menyebabkan Heri mengalami luka yang parah karena

mengharuskan Heri terjepit selama 3 jam (Saut 2013)

Penyebab:

- Kurangnya kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Pekerja dari Heri (korban

kecelakaan). Heri yang tengah memasuki ruang Rubber Tyred Gantry

seharusnya sadar terhadap potensi-potensi bahaya yang dapat terjadi.

- Selain itu juga, karyawan yang bekerja dalam pengoperasian alat berat

seharusnya berhati-hati saat pengoperasian mesin tersebut karena mesin

Page 4: Studi Kasus K3

tersebut mampu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang apabila tidak

dioperasikan dengan tata cara penggunaan yang benar dan baik.

- Tidak adanya perhatian dari pihak perusahaan terhadap K3 trainer-trainer di

perusahaan tersebut. Hal ini dibuktikan tidak hadirnya pelatih Heri saat Heri

melakukan masa training-nya.

- Penyediaan alat pertolongan yang masih minim. Minimnya alat pertolongan ini

menandakan sedikitnya kesadaran para pekerja di perusahaan tersebut

mengenai keselamatan dan kesehatan pekerja itu sendiri.

Jenis Bahaya:

Kecelakaan ini disebabkan oleh bahaya fisik, karena kecelakaan tersebut

disebabkan oleh mesin penyusun alat berat kontainer.

Kerugian yang ditimbulkan:

- Heri (korban kecelakaan). Kecelakaan ini menyebabkan kerugian bagi korban

karena adanya luka di pinggul dan paha kanan serta perutnya. Hal ini dapat

mempengaruhi kinerja Heri dalam melakukan aktivitas-aktivitas Heri di

kemudian hari.

- Perusahaan: Kecelakaan ini dapat memperburuk citra perusahaan tersebut dan

setidaknya menyebabkan kerugian dari segi ekonomi karena harus membayar

biaya kesehatan korban kecelakaan.

PEKERJA PERTAMINA TEWAS TERSEMBUR AIR PANAS

SAAT LAS PIPA (23 September 2013)

Kecelakaan ini dialami oleh Benget seorang ahli pipa (Welder) pada saat

mengelas pipa di lingkungan kilang minyak Putri Tujuh, Dumai, Riau. Saat itu

Benget sedang mengelas pipa pada ketinggian 4 meter dengan badan terikat tali

penyelamat. Namun secara tiba-tiba, pipa menyemburkan air panas bersuhu 140oC

dan mengenai sekujur tubuh korban yang sedang bekerja dan tidak bisa melepaskan

diri karena sedang terikat tali. Diduga terjadi penyumbatan pada pipa yang sedang di

las sehingga air panas di dalamnya menyembur ke luar dan mengenai korban

(Fadillah 2013). Pada saat itu korban terbakar seluruh tubuhnya kecuali bagian

kepala karena korban sedang memakai helm pelindung.

Page 5: Studi Kasus K3

Hasil Analisis:

Penyebab:

- Penerapan GMP dan SSOP yang kurang baik dalam melakukan pengelasan

pipa. Hal ini ditandai dari tidak adanya pengecekan kondisi pipa yang akan

dilas dan seragam korban yang hanya menggunakan helm pelindung, padahal

sudah diketahui bahwa pipa yang akan dilas mengandung air panas dengan

suhu 140oC.

- Kurangnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan mereka dan potensi-

potensi bahaya yang dapat terjadi.

Jenis Bahaya:

Kecelakaan ini disebabkan oleh bahaya kimia dari suhu air yang sangat tinggi

(140oC) yang menyebabkan rusaknya sel-sel, jaringan dan organ dari korban.

Kerugian yang ditimbulkan:

- Keluarga korban: Kecelakaan ini menimbulkan kerugian bagi keluarga korban

mengetahui korban merupakan kepala keluarga dan tulang punggung dalam

keluarganya. Selain itu, korban juga masih memiliki 3 anak dan 1 istri yang

harus beliau nafkahi.

- Perusahaan: Kecelakaan ini menyebabkan adanya kerugian ekonomi bagi

perusahaan karena harus mengeluarkan biaya penanganan dan pengobatan

korban di rumah sakit.

KECELAKAAN KERJA DI MANHATTAN SQUARE JAKARTA SELATAN

(12 Februari 2013)

Kronologis Kecelakaan

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber berita, pada Selasa, 12 Februari

2013 sekitar pukul 10.00 WIB beberapa pekerja bertugas membuat empat lubang

untuk pembuangan limbah pada Basemene Lantai II Proyek The Manhattan Square

di Jalan TB Simatupang, Kavling IS, Cilandak Timur, Jakarta Selatan. Dalam satu

lubang terdapat empat petugas yang mengerjakan tugas tersebut yaitu dua orang

Page 6: Studi Kasus K3

petugas utama (berada dibawah) dan petugas madya (berada diatas). Beberapa saat,

pembuatan lubang tersebut hampir selesai, tinggal finishing yaitu mencopot kerangka

besi dan papan bekas cor untuk dicat. Pada lubang keempat sesuai Standar

Operasional Prosedur terdapat dua pekerja yang berada di atas dan dua pekerja yang

berada dibawah. Namun beberapa saar kemudian, dari lubang tersebut terdengar dua

pekerja (pekerja 1 dan 2) yang berada di dalam lubang meminta tolong. Sehingga

dua pekerja yang ada di atas (pekerja 3 dan 4) turun ke lubang untuk menolong

kedua pekerja yang ada di dalam lubang.

Kemudian dua pekerja yang menolong pun ikut meminta tolong karena

kesulitan bernafas. Seorang pekerja (pekerja 5) pada lubang lain mendengar teriakan

tersebut,lalu berusaha membantu keempat rekannya tersebut. Pekerja tersebut

dibantu oleh seorang pekerja lainnya (pekerja 6) dan satu petugas K3. Petugas K3,

pekerja 5 dan dibantu satu pekerja lain (pekerja 7) turun ke bawah, sedangkan

petugas 6 tetap berjaga di atas. Kemudian mereka meminta tolong lagi dan pingsan.

Sehingga barulah dua orang petugas dari PT. Waskita turut membantu menolong

menggunakan masker oksigen dan blower. Mereka berhasil mengevakuasi tiga

orang. Petugas dari PT Waskita yang menolong mengaku lemas. Kemudian mereka

digantikan petugas lain dan mengevakuasi empat pekerja lainnya. Korban yang

berhasil dievakuasi ada tujuh orang. Lima orang meninggal dunia, dan dua orang

pekerja lainnya kritis.

Analisis Kasus

Diprediksi bahwa kasus kecelakaan kerja ini merupakan jenis kasus

keracunan gas. Beberapa gejala menunjukkan adanya indikasi terjadinya keracunan

gas yaitu pekerja mengalami lemas pada badan, susah bernafas hingga akhirnya tidak

sadarkan diri. Selain itu dugaan ini diperkuat dengan karaakteristik dari kondisi

lingkungan kerja yaitu berupa Confined Space. Salah satu risiko terbesar dalam

tempat kerja Confined Space adalah keracunan gas.

Pada kasus ini kontak dengan gas beracun merupakan hal yang pasti terjadi.

Dari kondisi ini dapat dijabarkan beberapa fakta. Diantaranya terjadinya release gas

yang berbahaya sehingga mengakibatkan kesulitas pekerja dalam bernafas, pekerja

Page 7: Studi Kasus K3

tidak dilengkapi dengan Gas Detektor dan kemampuan menggunakannya,

identifikasi yang dilakukan tidak sesuai, dan lainnya.

Terdapat dua kategori penilaian yaitu Substandard Act dan Substandar

Condition. Pada Substandad Act kasus ini,setidaknya terdapat dua poin utama yaitu

Kegagalan dalam mengamankan kondisi kerja dan pekerja itu sendiri serta

Kegagalan pekerja dalam menggunakan APD. Failure to secure dalam hal ini korban

tidak terlindungi dari risiko keterpaparan gas berbahaya. Failure to use PPE

Properly artinya korban tidak menggunakan APD dengan benar. Dalam berita tidak

disebutkan apakah pekerja menggunakan APD berupa alat bantu pernapasan atau

tidak, hanya disebutkan bahwa pihak proyek telah menyedian satu blower untuk

setiap lubang.

Terdapat Basic Cause (Penyebab dasar) yaitu berisi Personal Factor dan Job

Factor. Personal Factor diantaranya adalah Poor of Knowladge dan Lack of

coaching. Poor of Knowladge artinya pekerja dan petugas belum memiliki

pengetahuan yang cukup dalam menjalankan tugas di kondisi kerja Confined Space.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

No.Kep/113/DJPPK/IX/2006 sudah diatur mengenai siapa saja yang dibolehkan

untuk bekerja di ruang terbatas (Confined Space) bahkan ada kriteria-kriteria tertentu

yang harus dipenuhi untuk bekerja di Confined space.

Selain itu dalam berita tersebut disebutkan bahwa ada satu Petugas K3 yang

menjadi korban. Ini menunjukkan bahwa Sumber Daya Manusia khususnya Petugas

K3 tidak mengetahui standar pertolongan pertama dalam sebuah kecelakan.

Terkadang petugas K3 di Perusahaan tidak berlatar belakang kompetensi yang sesuai

sehingga kompetensi yang didapat hanya saat pelatihan K3 Umum atau K3

spesialisasi yang kurang lebih kurang dari seminggu. Korban yang harusnya bisa

ditekan jumlahnya menjadi semakin banyak.

Job factor meliputi Lack of supervisory dan Lack of risk Identification. Jelas

bahwa ada kelalaian dalam menegakkan budaya K3 di lingkungan kerja. Selain itu

petugas K3 yang salah satu fungsinya adalah melakukan identifikasi bahaya

melakukan kelalaian dengan tidak mendeteksi keberadaan gas berbahaya sehingga

upaya pengendalian yang dilakukan tidak tepat. Tindakan yang dapat dilakukan

untuk mensukseskan Loss Control Program adalah melengkapi pekerja dengan Gas

Page 8: Studi Kasus K3

Detector, Blower yang sesuai dan Harness. Namun selain itu, hal yang paling penting

dilakukan adalah revitalisasi K3 pada pekerja proyek tersebut dan membekali pekerja

dengan pengetahuan yang cukup mengenai K3 sehingga dapat meningkatkan

tindakan aman dalam bekerja. Baik pekerja maupun petugas K3 harus memenuhi

kualifikasi dalam bekerja.

Penerapan Peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia.

Indonesia telah mempunyai UU mengenai keselamatan kerja yaitu Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, namun UU tersebut tidak

berdampak banyak dalam pengendalian kecelakaan di Indonesia. Hal ini dapat

terlihat dari masih tingginya angka resiko kerja, seperti jumlah kecelaaan kerja,

penyakit akibat kerja, peledakan kebakaran, maupun kerusakan lingkungan kerja.

Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam system dan prosedur kerja serta

ketidakpatuhan dalam menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja. Selain

itu, masih banyak dari perusahaan dan tenaga kerja yang belum mamatuhi norma dan

standar keselamatan dan kesehatan kerja, sebagaimana ditunjukkan oleh data

pelanggaran hasil pemeriksaan pengawasan ketenagakerjaan.

Secara umum, penetapan peraturan K3 di Indonesia sudah sesuai standar

yang telah ditetapkan. Indonesia telah mempunyai UU mengenai keselamatan kerja

yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, namun UU

tersebut tidak berdampak banyak dalam pengendalian kecelakaan di Indonesia.

Masalahnya adalah dalam penerapan K3 tersebut ketika di lapangan. Pelatihan K3

yang dilakukan terkadang tidak dilakukan dengan melakukan simulasi secara

langsung di tempat kerja dengan memperhatikan APD apa saja yang harus digunakan

dalam kondisi tertentu, serta standar pertolongan pertama jika ada korban. Sehingga,

banyak petugas K3 yang bekerja kurang paham tentang standar tersebut dan dengan

kompetensi minimum yang dimilikinya. Selain petugas K3, pekerja pun harus

dibekali pengetahuan K3 mulai dari bahaya tempat kerja, penanganan bahaya, dan

APD apa yang harus digunakan. Sayangnya, meskipun sudah dibekali pengetahuan

tentang K3, pekerja sering kali menghiraukan hal tersebut. Masalah terbesar dari

penerapan peraturan K3 ini adalah kesadaran masing-masing individu dalam

melaksanakan prosedur K3.

Page 9: Studi Kasus K3

Pandangan terhadap peraturan k3 di Indonesia

Indonesia telah mempunyai UU mengenai keselamatan kerja yaitu Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, namun UU tersebut tidak

berdampak banyak dalam pengendalian kecelakaan di Indonesia. Hal ini dapat

terlihat dari masih tingginya angka resiko kerja, seperti jumlah kecelaaan kerja,

penyakit akibat kerja, peledakan kebakaran, maupun kerusakan lingkungan kerja.

Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam system dan prosedur kerja serta

ketidakpatuhan dalam menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja. Selain

itu, masih banyak dari perusahaan dan tenaga kerja yang belum mamatuhi norma dan

standar keselamatan dan kesehatan kerja, sebagaimana ditunjukkan oleh data

pelanggaran hasil pemeriksaan pengawasan ketenagakerjaan.

Kerugian yang ditanggung akibat kecelakaan tersebut tidak hanya berupa

kerugian langsung dalam bentuk kompensasi yang dibayarkan, tetapi juga berupa

kerugian tidak langsung, misalnya kehilangan hari atau waktu kerja yang produktif.

Karena setiap risiko kerja yang terjadi baik itu kematian, cacat total, kehilangan

tangan, kehilangan mata dan sebagainya biasanya disetarakan dengan kehilangan

waktu kerja . Salah satu faktor yang menyebabkan angka kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja menjadi tinggi adalah rendahnya tingkat pemahaman pimpinan

perusahaan maupun tenaga kerja, mengenai tujuan dan manfaat keselamatan dan

kesehatan kerja, serta ketidakpatuhan perusahaan untuk melaksanakan norma dan

standar yang berlaku.

Modul 2

Modul 3

Kasus pertama yaitu meninggalnya Nur Muhammad di usianya yang masih

27 tahun. Ia bekerja di PT. Bangunperkasa Adhitamasentra. Menurut paparan kakak

Page 10: Studi Kasus K3

kandung almarhum, kematian Nur Muhammad terjadi karena terkena sengatan listrik

dari Sistem Instalasi Listrik yang tidak teratur. Saat itu almarhum dipaksa masuk

kerja longshift jam 3 subuh untuk memindahkan material karena melubernya

material di cashpulp 3. Hal ini sangat berbeda dengan keterangan dari pihak

perusahaan yangg menyatakan korban terjatuh dari tempat area kerja. Pihak

perusahaan berusaha menutupi atas kejadian ini. Mayat korban tidak dilakukan

Visum atau Otopsi Bahkan pihak keluarga pun merasa telah dibohongi oleh pihak

perusahaan karena terlihat jelas Dibagian dada dan mulut korban membiru seperti

memar melingkar di dadanya. (Wahidin 2013)

Penyebab kejadian ini adalah adanya sebuah bahaya ergonomik yang

menimpa korban. Dapat dilihat dari kasus bahwa si korban diperlukan tenaganya

untuk memindahkan material yang meluber di sebuah cashpulp. Selain itu kondisi

tempat kerja yang memiliki bahaya pada sistem instalasi listrik yang tidak teratur.

Penanganan ini dapat dilakukan dengan mengontrol bahaya tersebut. Setelah

pengenalan bahaya serta evaluasi, eliminasi dilakukan.Terlebih dahulu sistem

instalasi listrik dibuat sedemikian rupa teratur hingga paparan bahaya terhadap

pekerja semakin kecil, Selanjutnya, diberi pengarahan lebih lanjut terhadap pekerja

yang akan menghadapi paparan bahaya tersebut dengan diberikan latihan dan

penyuluhan bagaimana menghindari bahaya seperti terkena sengatan listrik yang

mematikan. Dan yang terakhir tentunya pekerja menggunakan alat pelindung

misalnya sarung tangan, alas kaki ataupun rompi.

Kasus kedua yaitu penggunaan sepatu berhak tinggi pada pegawai wanita.

Jika penggunaan sepatu seperti ini dilakukan akan memicu komplikasi kesehatan

tulang, terutama pada bagian kaki. komplikasi tulang kaki akan ditandai dengan rasa

nyeri, pegal, kejang otot, varises, cacat kaki, telapak kaki dan mata kaki nyeri, hing-

ga osteoarthritis. Memang, akibat parahnyanya tidak langsung dirasakan saat itu juga

namun komplikasi kronis seperti ini biasanya terasa setelah beberapa tahun

kemudian. Bahkan rasa sakit itu muncul, meskipun sudah berhenti menggunakan se-

patu hak tinggi. Penggunaan sepatu berhak tinggi ini akan menyebabkan cacat fisik

di kemudian hari pada si pekerja. (Anonim 2012)

Page 11: Studi Kasus K3

Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran pada pegawai wanita akan hal

komplikasi tulang pada kaki. Penyakit ini terjadi karena adanya perubahan titik berat

pada tubuh saat memakai sepatu tinggi. Ketika wanita menggunakan sepatu tinggi,

maka secara fisiologi kaki akan tertumpu pada ujung jari yang merosot ke ujung

sepatu dan bertumpu di ujung kaki.

Penanganannya dapat dilakukan dengan memberi pengarahan yang efektif

dan tentunya dari kebijakan perusahan tempat pegawai wanita bekerja untuk

membatasi pemakaian sepatu hak tinggi ataupun memendekkan ukuran hak yang

sebaiknya dipakai saat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Hobi Pake High Heels Rawan Kena Komplikasi Tulang Kaki. [terhubung berkala] http://kesehatan.rmol.co/read/2012/11/30/87607/Hobi-Pake-High-Heels-Rawan-Kena-Komplikasi-Tulang-Kaki- 9 (23 November 2013)

Suma’mur. 2010. Diagnosa dan Penilaian Cacat Penyakit Akibat Kerja.[terhubung berkala] http://www.jamsostek.co.id/content_file/diagnosa.pdf (24 November 2013)

Wahidin D. 2013. Usut Tuntas Kematian Misterius Buruh PT.BPAS.[terhubung berkala]http://groups.yahoo.com/neo/groups/jaringan_L2P/conversation/topics/3826.(24 November 2013)

Sholeh M. 2013. Kisah tragis kepala terjepit lift di Jakarta. www.merdeka.com

[24.November 2013]

Fadillah R. 2013. Pekerja pertamina tewas tersembur air panas saat las pipa.

www.merdeka.com [25 November 2013].

Saut PD. 2013. Kecelakaan kerja, 3 jam heri terjepit alat berat penyusun kontainer di

JICT. www.news.detik.com [24 November 2013]