STUDI KARAKTERISTIK PERKECAMBAHAN BEBERAPA LOT...

14
Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 742 STUDI KARAKTERISTIK PERKECAMBAHAN BEBERAPA LOT BENIH KORO PEDANG TIPE TEGAK (CANAVALIA ENSIFORMIS), TIPE MERAMBAT (CANAVALIA GLADIATA) DAN KORO BENGUK (MUCUNA PRURIENS L. DC) Ratri Tri Hapsari 1)* dan Eny Widajati 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Km.8 Po. Box 66 Malang 65101, Telp (0341) 801468 2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga *) e-mail: [email protected] ABSTRAK Indonesia memiliki sumber daya kacang-kacangan lokal yang melimpah dan potensial. Beragam jenis kacang-kacangan lokal yang potensial memiliki kandungan nutrisi hampir sama dengan kedelai. Hingga saat ini informasi mengenai perkecambahan benih kacang-kacangan tersebut masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu pengamatan viabilitas (daya berkecambah) benih koro pedang dan koro benguk serta mempelajari karakteristik perkecambahannya. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan rumah kasa Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah benih koro pedang (Canavalia ensiformis) dari daerah Kuningan, Lampung, dan Probolinggo, benih Canavalia gladiata dari daerah Jember, dan benih koro benguk dari Probolinggo. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap, setiap perlakuan ditanam di media pasir, terdiri dari 3 ulangan. Pengamatan meliputi penentuan perhitungan hari pertama dan kedua, panjang akar, panjang tajuk, kadar air, kecepatan tumbuh, bobot akar, bobot tajuk, indeks vigor dan daya berkecambah. Hasil penelitian menujukkan bahwa Canavalia ensiformis memiliki hitungan pertama hari ke-8 dan hitungan terakhir hari ke-11 sedangkan Canavalia gladiata memiliki hitungan pertama hari ke-9 dan hitungan terakhir hari ke-11. Mucuna pruriens memiliki hitungan pertama hari ke-6 dan hitungan terakhir hari ke-11. Karakteristik tipe perkecambahan Canavalia spp. adalah tipe F dengan perkecambahan epigeal dan tipe perkecambahan Mucuna pruriens adalah tipe G dengan perkecambahan hipogeal. Kata kunci: Canavala ensiformis, Canavalia gladiata, Mucuna pruriens L. DC, tipe perkecambahan ABSTRACT Study of seed germination on jack bean (Canavalia ensiformis (L.) DC) and sword bean (Canavalia gladiata (Jacq.) DC.) and velvet bean (Mucuna pruriens L. DC). Indonesia has the potential resources of local legumes. Various types of local legumes have similar potential nutritional content as soybean. Until now, seed germination information of legumes is still very limited. The purpose of this study was to determine the viability period (germination) jackbean, swordbean and velvet bean, also studied characteristics germination. This experiment was conducted in the Laboratory of Seed Science and Technology and Leuwi- kopo screen house, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University in March to June 2012. Materials used are jackbean seed (Canavalia ensiformis) from Kuningan, Lampung, and Probo- linggo, also Canavalia gladiata from Jember. The Experiments arranged in a completely rando- mized design, each treatment were planted in the sand with 3 replicates. The results showed that Canavalia ensiformis have first count at 8 th day and the final count at 11 th day whereas

Transcript of STUDI KARAKTERISTIK PERKECAMBAHAN BEBERAPA LOT...

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 742

STUDI KARAKTERISTIK PERKECAMBAHAN BEBERAPA LOT BENIH KORO PEDANG TIPE TEGAK (CANAVALIA

ENSIFORMIS), TIPE MERAMBAT (CANAVALIA GLADIATA) DAN KORO BENGUK (MUCUNA PRURIENS L. DC)

Ratri Tri Hapsari1)* dan Eny Widajati2)

1) Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Km.8 Po. Box 66 Malang 65101, Telp (0341) 801468

2) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga *) e-mail: [email protected]

ABSTRAK Indonesia memiliki sumber daya kacang-kacangan lokal yang melimpah dan potensial.

Beragam jenis kacang-kacangan lokal yang potensial memiliki kandungan nutrisi hampir sama dengan kedelai. Hingga saat ini informasi mengenai perkecambahan benih kacang-kacangan tersebut masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu pengamatan viabilitas (daya berkecambah) benih koro pedang dan koro benguk serta mempelajari karakteristik perkecambahannya. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan rumah kasa Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah benih koro pedang (Canavalia ensiformis) dari daerah Kuningan, Lampung, dan Probolinggo, benih Canavalia gladiata dari daerah Jember, dan benih koro benguk dari Probolinggo. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap, setiap perlakuan ditanam di media pasir, terdiri dari 3 ulangan. Pengamatan meliputi penentuan perhitungan hari pertama dan kedua, panjang akar, panjang tajuk, kadar air, kecepatan tumbuh, bobot akar, bobot tajuk, indeks vigor dan daya berkecambah. Hasil penelitian menujukkan bahwa Canavalia ensiformis memiliki hitungan pertama hari ke-8 dan hitungan terakhir hari ke-11 sedangkan Canavalia gladiata memiliki hitungan pertama hari ke-9 dan hitungan terakhir hari ke-11. Mucuna pruriens memiliki hitungan pertama hari ke-6 dan hitungan terakhir hari ke-11. Karakteristik tipe perkecambahan Canavalia spp. adalah tipe F dengan perkecambahan epigeal dan tipe perkecambahan Mucuna pruriens adalah tipe G dengan perkecambahan hipogeal.

Kata kunci: Canavala ensiformis, Canavalia gladiata, Mucuna pruriens L. DC, tipe perkecambahan

ABSTRACT Study of seed germination on jack bean (Canavalia ensiformis (L.) DC) and

sword bean (Canavalia gladiata (Jacq.) DC.) and velvet bean (Mucuna pruriens L. DC). Indonesia has the potential resources of local legumes. Various types of local legumes have similar potential nutritional content as soybean. Until now, seed germination information of legumes is still very limited. The purpose of this study was to determine the viability period (germination) jackbean, swordbean and velvet bean, also studied characteristics germination. This experiment was conducted in the Laboratory of Seed Science and Technology and Leuwi-kopo screen house, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University in March to June 2012. Materials used are jackbean seed (Canavalia ensiformis) from Kuningan, Lampung, and Probo-linggo, also Canavalia gladiata from Jember. The Experiments arranged in a completely rando-mized design, each treatment were planted in the sand with 3 replicates. The results showed that Canavalia ensiformis have first count at 8th day and the final count at 11th day whereas

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 743

Canavalia gladiata have first count at 9th day and the final count at 11th. Mucuna pruriens have first count at 6th and final count at 11th. Type of germination characteristics Canavalia spp. is type F with epigeal germination and type of germination of Mucuna pruriens L.DC is type G with hipogeal germination.

Keywords: Canavalia ensiformis, Canavalia gladiata, Mucuna pruriens L. DC, germination type

PENDAHULUAN Diversifikasi pangan lokal sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan

nasional. Indonesia memiliki sumber daya kacang-kacangan lokal yang melimpah dan potensial. Beragam jenis kacang-kacangan lokal yang potensial memiliki kandungan nutrisi hampir sama dengan kedelai. Namun, potensi tersebut sampai saat ini belum dikembang-kan secara optimal sehingga pemanfaatannya relatif terbatas (Haliza et al. 2010).

Kacang-kacangan lokal tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit, kacang-kacangan tersebut mampu hidup pada kondisi kekeringan (Setyorini 2008), lahan masam dan salin (Dani 2009) serta berpotensi sebagai bahan obat-obatan. Berbagai penelitian juga telah membuktikan keunggulan kacang tersebut. Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) dilaporkan mengandung Concanavaline A yang dapat mengaktifkan sel antikanker (sel-T) pada tubuh manusia (Samudra dan Febrian, 1998). Tepung koro memi-liki indeks glikemik rendah yang cocok untuk diet bagi penderita diabetes (Tempo 2011). Koro pedang juga digunakan untuk pupuk hijau dan tanaman penutup (cover crops). Oliveira et al. (1999) melaporkan canatoxin yang diekstrak dari Canavalia ensiformis dengan konsentrasi 2% dapat menghambat fungi Macrophomina phaseolina, Collectri-chum gloesporioides dan Sclerotia rolfsii.

Kacang koro benguk (Mucuna pruriens) mengandung 4 jenis isoflavon, yaitu genistein (Suzeri dan Rukmi 2001), faktor-2, daidzein dan glistein (Ariani dan Handayani 2009). Kandungan isoflavon yang dimiliki kacang koro benguk dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe yang bergizi dan untuk pengobatan dan kesehatan. Kandungan Levo-dihydroxy phenylalanine (L-DOPA) yang terdapat pada koro benguk dapat diguna-kan sebagai obat Parkinson (Shaman Australis Botanicals 2012). Seperti halnya pada koro pedang, koro benguk juga digunakan sebagai tanaman penutup dan sangat baik untuk memulihkan kesuburan tanah karena dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah. Chikoye dan Ekeleme (2001) melaporkan senyawa alelopati dari koro benguk dapat dimanfaatkan sebagai herbisida untuk mengatasi Imperata cylindrica.

Peluang pasar untuk kacang tersebut sangat potensial, bahkan sebuah perusahaan Perancis mensuplai kacang koro pedang yang ditanam di Jawa Timur untuk diperda-gangkan kembali (http://www.ecplaza.net/trade-leads-seller/canavalia-ensiformis--5595225. html). Keunggulan dari kacang-kacangan lokal tersebut berpotensi untuk membuka peluang pasar sehingga perlu didukung dengan penyediaan benih berkualitas.

Bioversity International (1996) menggolongkan koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai benih ortodoks. Penelitian yang dilaporkan Ewart (1908) dalam Bioversity Interna-tional (1996) mengungkapkan bahwa penyimpanan di suhu ruang selama 10 tahun tetap menghasilkan daya berkecambah benih 100%.

Proses perkecambahan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya air, oksigen, temperatur, cahaya dan media perkecambahan. Proses perkecambahan mencakup imbi-bisi (penyerapan air dari lingkungan), hidrasi dan aktivasi, inisiasi pertumbuhan embrio, pemunculan embrio dari kulit benih, pertumbuhan dan perkembangan embrio.

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 744

Hingga saat ini informasi mengenai perkecambahan benih kacang-kacangan tersebut masih sangat terbatas. Chikoye dan Ekeleme (2001) melaporkan rendahnya perkecam-bahan Mucuna pruriens sehingga memerlukan perlakuan pra-tanam untuk meningkatkan perkecambahan. ISTA (2007) telah mengeluarkan standar pengujian viabilitas benih koro benguk namun kesesuaian standar pengujian tersebut dengan kultivar yang telah dibudi-dayakan di Indonesia masih belum banyak diketahui. Sedangkan standar pengujian viabi-litas koro pedang hingga saat ini belum ditetapkan ISTA. Berdasarkan fakta tersebut, pene-litian studi karakteristik perkecambahan benih koro pedang dan koro benguk penting dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu pengamatan viabilitas (daya berke-cambah) benih koro pedang dan koro benguk serta mempelajari karakteristik perke-cambahannya.

BAHAN DAN METODE Benih koro pedang (Canavalia spp.) dan koro benguk yang telah dibudidayakan di

Indonesia, hingga saat ini belum diketahui waktu perkecambahannya. Oleh karena itu pada percobaan ini dilakukan pengujian perhitungan pertama dan terakhir daya berkecambahnya. Penentuan waktu pengamatan didasarkan pada kurva persentase total perkecambahan normal dan kurva persentase tambahan perkecambahan normal setiap harinya.

Pengamatan pertama ditentukan pada hari ketika persentase tambahan kecambah normal mencapai maksimum. Pengamatan terakhir ditentukan ketika akumulasi persen-tase kecambah mencapai maksimum atau ketika laju perkecambahan menurun secara drastis sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah. Kriteria kecambah normal benih di media pasir ditentukan dengan adanya struktur penting tanaman seperti hipokotil, epikotil, kotiledon, plumula, radikula dan dua daun primer yang telah membuka.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan rumah kasa Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2012. Bahan dan alat yang digunakan adalah benih koro pedang (Canavalia ensiformis) dari daerah Kuningan, Lampung, dan Probolinggo, benih Canavalia gladiata dari daerah Jember, benih koro benguk (Mucuna pruriens) dari daerah Probolinggo, media pasir, bak perkecambahan, dan oven.

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap, setiap perlakuan ditanam di media pasir, dengan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 25 benih, sehingga dibutuhkan 75 benih/lot yang juga digunakan sebagai tanaman sampel. Pengamatan yang dilakukan meliputi kadar air benih, penentuan perhitungan hari pertama dan terakhir (daya kecam-bah harian), kecepatan tumbuh, indeks vigor, daya berkecambah, panjang akar kecam-bah, panjang tajuk kecambah, bobot akar kecambah, bobot tajuk kecambah.

Kadar air benih (%) Pengujian kadar air dilakukan dengan 3 ulangan. Penghitungan persentase kadar air

digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

M1 = Berat cawan + tutup (kosong)

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 745

M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dioven M3 = Berat cawan + tutup + benih sesudah dioven

Daya Kecambah Harian (%) Pengamatan daya berkecambah benih yang dilakukan setiap hari sampai dengan 14

HST (hari setelah tanam).

Daya Berkecambah (%) Pengamatan persentase daya berkecambah (DB) pada hitungan pertama (first

count) dan hitungan terakhir (final count). Penentuan persentase kecambah normal

digunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Vigor (%) Indeks vigor ditentukan berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan

pertama. Menentukan persentase indeks vigor digunakan rumus sebagai berikut:

1. Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

Kecepatan tumbuh (KCT) diukur dengan jumlah tambahan kecambah setiap hari/etmal selama perkecambahan (% per hari atau % per etmal). Menentukan persentase kecepatan tumbuh digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

KCT = Kecepatan tumbuh benih t = Kurun waktu perkecambahan d = Tambahan persentase kecambahan normal per etmal (1 etmal = 24 jam)

HASIL DAN PEMBAHASAN Canavalia ensiformis

Secara umum, perkembangan kecambah Canavalia ensiformis pada media pasir disajikan pada Gambar 1. Tidak terdapat perbedaan yang berarti antara benih Canavalia ensiformis yang didapat dari daerah Kuningan, Probolinggo dan Lampung. Perbedaan hanya terlihat pada kondisi fisik benih (Gambar 3), dimana benih yang berasal dari daerah Kuningan memiliki ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan benih dari Kuningan dan Probolinggo. Ukuran benih koro pedang dari daerah Probolinggo hampir sama dengan benih dari Lampung. Perbedaan mencolok terlihat pada warna hilum koro pedang dari Lampung berwarna coklat muda, sedangkan benih dari Probolinggo berwarna coklat tua.

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 746

Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

Gambar 1. Perkembangan kecambah Canavalia ensiformis pada media pasir

Berdasarkan Gambar 1 diketahui pada awal perkecambahan akar primer menembus kulit benih dan memanjang dengan cepat kemudian menghasilkan sejumlah akar sekunder. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada hari ke-6 setelah tanam, dimana kulit benih telah terlepas, dan terjadi pemanjangan hipokotil. Pada tahap selanjutnya, tunas pucuk muncul kemudian terjadi pemanjangan epikotil dan dua daun primer mulai berkembang. Akan tetapi, dua daun primer yang terbentuk belum membuka sepenuhnya. Daun primer baru terbuka penuh atau berukuran normal pada hari ke-7.

Pola pertumbuhan perkecambahan adalah kecambah tipe F. Kecambah tipe F meliputi kecambah tumbuhan dikotil dengan perkecambahan epigeal. Bagian kecambah yang tumbuh ke arah cahaya dan menjadi hijau adalau hipokotil dengan dua kotiledon, sedang epikotil dengan dua daun primer (BPMBTPH 2005).

Setiap kultivar Canavalia ensiformis lokal Kuningan, Proboliggo dan Lampung rata-rata memiliki pertumbuhan dan daya berkecambah yang hampir sama (Tabel 1). Pertambahan kecambah normal yang pesat terjadi pada hari ke-8 sedangkan hari selanjutnya jumlah kecambah normal mengalami penurunan hingga pada hari ke-12 sudah tidak ada lagi kecambah yang tumbuh.

Jika dilihat dari nilai rata-rata tiga kultivar persentase kecambah normal harian, maka didapatkan pola pertambahan jumlah kecambah normal yang diamati harian dan kumulatif (Gambar 2).

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 747

Tabel 1. Daya berkecambah harian 3 kultivar lokal Canavalia ensiformis

Persentase kecambah hari ke- Kultivar Komponen pengamatan

6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah kecambah normal 0 20 85 89 91 92 92 92 92

Kuningan Pertambahan kecambah

normal 0 20 65 4 1 1 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 7 31 53 55 55 55 55 55 Probolinggo Pertambahan kecambah

normal 0 7 24 23 1 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 13 65 69 69 72 72 72 72 Lampung Pertambahan kecambah

normal 0 13 52 4 0 3 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 13 60 71 72 73 73 73 73 Rata2 Pertambahan kecambah

normal 0 13 47 10 1 1 0 0 0

Gambar 2. Kurva penentuan hitungan pertama dan terakhir pada uji daya

berkecambah 3 kultivar Canavalia ensiformis pada media pasir

Pengamatan pertama ditentukan pada hari ketika persentase pertambahan kecambah normal mencapai maksimum. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa hari ke-8 merupakan puncak persentase rata-rata pertambahan kecambah normal Canavalia ensiformis, sehingga hitungan pertama dapat dilakukan pada hari ke-8.

Pengamatan terakhir ditentukan ketika akumulasi persentase jumlah kecambah normal mencapai maksimum. Hari ke-11 merupakan saat tercapainya rata-rata kecambah normal kumulatif maksimum yang ditandai dengan tidak ada pertambahan jumlah kecambah normal lagi pada hari selanjutnya. Oleh karena itu, penghitungan kedua dapat ditentukan pada hari ke-11.

Kultivar Kuningan memiliki panjang tajuk kecambah yang nyata lebih panjang dibandingkan kultivar Lampung dan Probolinggo (Tabel 2). Hal ini diperkuat oleh kadar

Penghitungan terakhir 

Penghitungan pertama 

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 748

air benih yang dimiliki kultivar Kuningan yang tidak berbeda jauh dengan kultivar Lampung yaitu sekitar 13% namun sangat jauh berbeda dengan kultivar Proboliggo (16%).

Jika dilihat dari variabel pengamatan viabilitas (indeks vigor dan daya berkecambah) tampak bahwa kultivar Kuningan dan Lampung memiliki viabilitas yang lebih baik dibandingkan kultivar Probolinggo. Hal ini berlaku juga untuk variabel kecepatan tumbuh, bobot akar dan bobot tajuk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kultivar yang memiliki viabilitas lebih baik memiliki kadar air yang rendah. Perilaku benih yang demikian merupakan salah satu ciri benih ortodoks. Kenyataan ini sejalan dengan Bioversity International (1996) yang menggolongkan koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai benih ortodoks.

Tabel 2. Nilai rata-rata beberapa variabel pengamatan benih Canavalia ensiformis

Komponen

Kadar IV DB KCT Panjang

akar Panjang

tajuk Bobot akar

Bobot tajuk

Kultivar

air (%) (%) (%) (%/etmal) (cm) (cm) (g) (g)

Kuningan 13,75 85 92 1,51 22,12 30,57 3,47 26,34

Lampung 13,24 65 72 1,18 22,2 24,47 2,27 15,54

Probolinggo 16,9 31 55 0,84 15,83 24,4 0,86 6,9 Ket: IV = Indeks Vigor, DB = Daya Berkecambah, KCT = Kecepatan Tumbuh. Panen dilakukan pada umur 14 hst

Canavalia gladiata Secara fisik, ukuran benih dan panjang hilum Canavalia gladiata lebih besar dan

panjang dibandingkan Canavalia ensiformis. Warna hilum Canavalia spp. bervariasi dari coklat muda, coklat tua dan hitam (Gambar 3).

Gambar 3. Penampilan fisik benih koro pedang (Canavalia ensiformis) Lokal Probolinggo,

Lampung, Kuningan dan Canavalia gladiata Lokal Jember (dari kiri ke kanan)

Tidak berbeda jauh dengan Canavalia ensiformis hingga saat ini informasi mengenai waktu perkecambahan Canavalia gladiata masih sangat minim. Penentuan waktu pengamatan perkecambahan didasarkan pada kurva persentase total kecambah normal dan kurva persentase tambahan kecambah normal setiap harinya. Pengamatan pertama ditentukan ketika persentase pertambahan kecambah normal mencapai maksimum. Kurva pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pertambahan kecambah normal mencapai maksimum pada hari ke-9, sedangkan akumulasi jumlah kecambah normal maksimum pada hari ke-11.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 749

Gambar 4. Kurva penentuan hitungan pertama dan terakhir pada uji daya

berkecambah Canavalia gladiata pada media pasir

Berdasarkan kurva di atas, maka dapat diketahui penentuan indeks vigor benih Canavalia gladiata jatuh pada hari ke-9 sedangkan daya berkecambah dapat diketahui pada hari ke-11. Menariknya, walaupun kadar air yang dimiliki Canavalia gladiata cukup besar untuk benih ortodoks (15.55%) namun daya berkecambah benih dapat mencapai 80% (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai rata-rata variabel pengamatan viabilitas Canavalia gladiata dan Canavalia ensiformis

Rata-rata nilai Variabel Pengamatan

Canavalia gladiata Canavalia ensiformis Panjang akar (cm) 24,17 20,05 Panjang tajuk (cm) 50,28 26,48 Kadar air (%) 15,55 14,63 Kct (%/etmal) 1,11 1,18 Bobot kering akar (g) 2,76 2,20 Bobot kering tajuk (g) 18,87 16,26 Indeks vigor (%) 47 60 Daya berkecambah (%) 80 73

Perkembangan perkecambahan Canavalia gladiata dapat dilihat pada Gambar 5. Kecambah normal Canavalia gladiata sebenarnya dimulai pada hari ke-8, namun pertambahannya mencapai maksimum pada hari ke-9. Kecepatan tumbuhnya lebih rendah dibandingkan Canavalia ensiformis. Hasil ini terbilang wajar dikarenakan ukuran benih Canavalia gladiata yang lebih besar dari Canavalia ensiformis sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses imbibisi.

Penghitungan pertama 

Penghitungan terakhir 

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 750

Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-8

Gambar 5. Perkembangan kecambah Canavalia gladiata pada media pasir

Ditinjau dari variabel pengamatan panjang akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk, kecambah Canavalia gladiata memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan Canavalia ensiformis. Hal ini dikarenakan Canavalia gladiata merupakan tanaman yang merambat sehingga pada hari pengamatan terakhir (hari ke-14) sulur yang tumbuh di titik tumbuh tanaman sudah cukup panjang (Gambar 6).

Gambar 6. Kecambah normal Canavalia ensiformis (kiri) dan Canavalia gladiata (kanan)

Kecambah normal Canavalia ensiformis dan Canavalia gladiata pada media pasir memiliki banyak persamaan dengan kecambah tipe F. BPMBTPH yang mengacu pada ISTA menggolongkan tipe perkembangan kecambah dalam kondisi alami menjadi 7 tipe morfologi kecambah (tipe A-G). Berdasarkan hasil penelitian ini, mungkin dapat ditambahkan genus Canavalia sebagai genus yang mewakili grup perkecambahan tipe F. Menurut BPMBTPH (2005) tanaman yang termasuk grup kecambah tipe F meliputi kecambah tumbuhan dikotil dengan perkecambahan epigeal. Bagian kecambah yang

C. gladiata C. ensiformis

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 751

tumbuh ke arah cahaya dan menjadi hijau adalah hipokotil dengan dua kotiledon dan epikotil dengan dua daun primer. Genus yang mewakili grup ini adalah Phaseolus dan genera tambahan Arachis.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi kecambah tipe F dalam media pasir (BPMBTPH 2005), antara lain: 1. Sistem akar yang lebat terdiri dari akar primer yang panjang dan sejumlah akar

sekunder, 2. Hipokotil yang memanjang dan lurus, 3. Epikotil yang memanjang dan lurus, 4. Dua daun primer yang berkembang dan membesar, 5. Dua kotiledon.

Pada beberapa genus pada akhir periode pengujian, kotiledonnya dapat lepas dari tanaman. Oleh karena itu tidak diperhitungkan dalam evaluasi kecambah (BPMBTPH 2005).

Kecambah abnormal yang ditemukan pada saat pengujian di media pasir dapat dilihat pada Gambar 7. Secara umum dikategorikan kecambah abnormal karena daun primer tidak ada, rusak, nekrosis ataupun berbentuk normal tetapi ukurannya kurang dari ¼ ukuran normal. Kotiledon berwarna kuning ataupun tidak terbentuk kotiledon. Akar primer yang terhambat, kerdil atau pendek dan gemuk, mengkerut dan kecambah dengan putaran atau spiral (twists).

Gambar 7. Kecambah abnormal Canavalia spp

Mucuna pruriens Penampilan fisik benih koro benguk dari daerah Probolinggo dan Malang dapat

dilihat pada Gambar 8. Warna benih bervariasi dari mulai putih, hijau, coklat dan hitam. Secara umum, pada saat pengamatan penampilan kecambah ke-6 kultivar tersebut cenderung sama. Perbedaan terjadi pada warna daun primer bagian dalam, dimana kecambah kultivar dari Malang memiliki warna daun ungu, sedangkan seluruh kultivar dari Probolinggo berwarna hijau.

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 752

Gambar 8. Penampilan fisik beberapa benih koro benguk dari Probolinggo (kiri)

dan Malang (kanan)

Berdasarkan perkembangan daya berkecambah harian (Tabel 4) diketahui bahwa kecambah normal benih Mucuna pruriens tanpa perlakuan khusus di media pasir dimulai pada hari ke-6. Grafik pada Gambar 9 menunjukkan rata-rata pertambahan kecambah normal maksimum terjadi pada hari ke-6, sedangkan akumulasi jumlah kecambah normal maksimum terjadi pada hari ke-11.

Tabel 4. Daya berkecambah harian 6 kultivar lokal Mucuna pruriens

Persentase kecambah hari ke- Kultivar Variabel

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah kecambah normal 0 91 95 95 95 95 95 95 95 95

Pb-1 Pertambahan kecambah

normal 0 91 4 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 83 88 92 93 95 95 95 95 95 Pb-2

Pertambahan kecambah normal

0 83 5 4 1 1 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 32 53 80 85 89 89 89 89 89 Pb-3

Pertambahan kecambah normal

0 32 21 27 5 4 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 63 71 72 72 72 72 72 72 72 Pb-4

Pertambahan kecambah normal

0 63 8 1 0 0 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 72 92 95 96 96 96 96 96 96 Pb-5

Pertambahan kecambah normal

0 72 20 3 1 0 0 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 0 20 42 53 73 80 80 80 80 Mlg-1

Pertambahan kecambah normal

0 0 20 22 11 20 7 0 0 0

Jumlah kecambah normal 0 57 70 79 82 87 88 88 88 88 Rata-rata

Pertambahan kecambah normal

0 57 13 9 3 4 1 0 0 0

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 753

Gambar 9. Kurva penentuan hitungan pertama dan terakhir pada uji daya

berkecambah Mucuna pruriens pada media pasir

Kadar air benih berkisar antara 11,05–14,34%. Kadar air benih diduga secara tidak langsung berkontribusi pada menurunnya komponen variabel pengamatan kecambah lainnya. Pada Tabel 5, diketahui bahwa kultivar lokal Probolinggo dengan warna benih hitam, coklat dan putih memiliki kadar air rata-rata 11% sedangkan kultivar lokal Malang memiliki rata-rata kadar air 14%. Pada kasus benih kedelai, Tatipata et al. (2004) mela-porkan kadar air yang tinggi pada benih menyebabkan struktur membran mitokondria tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel. Dengan demikian substrat untuk respirasi berkurang sehingga energi yang diha-silkan untuk berkecambah berkurang.

Pada kadar air benih 14%, benih koro benguk lokal Malang telah kehilangan daya vigornya sehingga pada pengamatan hari terakhir daya berkecambah benih hanya sebesar 48%. Hal ini sejalan dengan nilai kecepatan tumbuh benih yang lebih rendah (0,64%) dibandingkan dengan koro benguk lokal Probolinggo (1,31–1,74%). Diduga kadar air yang tinggi juga menyebabkan penurunan pada komponen pengamatan lain seperti panjang akar, panjang tajuk, bobot akar dan bobot tajuk (Tabel 5). Sifat benih yang memi-liki vigor dan daya berkecambah yang baik pada kadar air rendah (<12%) digolongkan kepada benih yang bersifat ortodoks.

Jika ditinjau dari karakteristik kecambahnya, benih koro (Mucuna spp.) termasuk ke dalam perkecambahan tipe G. Menurut BPMBTPH (2005), yang termasuk kedalam perke-cambahan tipe G adalah tanaman dikotil dengan perkecambahan hypogeal dengan pemanjangan epikotil. Keberadaan akar primer dapat digantikan oleh akar sekunder. Sis-tem tunas terdiri dari pemanjangan epikotil dan tunas pucuk dengan perkembangan daun primer. Kotiledon biasanya tetap berada di dalam kulit benih dan hipokotil sulit dilihat.

Kecambah normal dicirikan dengan berkembangnya semua struktur penting, yang ditunjukkan dengan berkembangnya akar primer dengan sempurna. Jika akar primer rusak, kecambah masih dikategorikan normal ketika akar sekunder berkembang normal dengan baik dan jumlahnya cukup. Retak atau terjadinya bercak nekrosis pada akar dan

Penghitungan pertama 

Penghitungan terakhir 

Hapsari dan Widajati: Karakteristik perkecambahan lot benih koro pedang tipe merambat dan benguk 754

hipokotil masih dikategorikan normal selama tidak mempengaruhi jaringan penghubung. Kotiledon dan daun primer berkembang secara sempurna, atau menunjukkan kerusakan yang dapat diterima jika lebih 50% jaringan berfungsi normal, hanya satu kotiledon/daun primer yang berfungsi ataupun terdapat tiga kotiledon/daun primer.

Tabel 5. Nilai rata-rata beberapa variabel pengamatan benih Mucuna pruriens Komponen

Kadar IV DB KCT Panjang Panjang Bobot Bobot Kultivar air (%)

(%) (%) (%/etmal) akar (cm)

tajuk (cm)

akar (g)

tajuk (g)

Pb-1 11,56 91 95 1,74 28,65 33,33 2,70 8,05 Pb-2 11,65 83 95 1,71 21,37 37,70 2,25 7,96 Pb-3 12,92 32 89 1,43 20,23 53,03 2,12 10,31 Pb-4 11,05 72 96 1,71 20,28 33,10 3,00 8,22 Pb-5 12,10 63 72 1,30 21,85 43,15 1,79 7,34 Mlg-1 14,34 0 48 0,64 16,82 20,24 1,29 7,78

Ket: IV = Indeks Vigor, DB = Daya Berkecambah, KCT = Kecepatan Tumbuh. Panen dilakukan pada umur 14 hst

Kecambah abnormal benih koro benguk pada media pasir terutama banyak disebabkan oleh benih yang busuk. Beberapa benih juga ada yang abnormal dikarenakan terdiri dari kecambah kembar yang menyatu atau dapat disebut juga poliembrioni (Gambar 10). Namun walaupun demikian kecambah tersebut tidak mampu bertahan hidup dan menghasilkan daun primer sehingga keberadaannya tidak menguntungkan seperti yang banyak terjadi pada benih jeruk.

Perkembangan kecambah normal Kecambah Normal Kecambah Abnormal

Gambar 10. Kecambah normal dan abnormal benih Mucuna pruriens

KESIMPULAN 1. Canavalia ensiformis memiliki hitungan pertama hari ke-8 dan hitungan terakhir hari

ke-11 sedangkan Canavalia gladiata memiliki hitungan pertama hari ke-9 dan hitungan terakhir hari ke-11. Mucuna pruriens memiliki hitungan pertama hari ke-6 dan hitungan terakhir hari ke-11.

2. Karakteristik tipe perkecambahan Canavalia spp. adalah tipe F dengan perkecambahan epigeal dan tipe perkecambahan Mucuna pruriens adalah tipe G dengan perkecam-bahan hipogeal.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 755

DAFTAR PUSTAKA [BPMBTPH] Balai Pengkajian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. Evaluasi

kecambah-pengujian daya berkecambah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan. Jakarta. 220 p.

[ISTA] International Seed Testing Association. 2007. International Rules for Seed Testing. Bassedorf. Switzerland.

Ariani SRD dan Handayani S. 2009. Pengembangan produk tempe generasi ketiga berkhasiat antioksidan berbahan baku koro benguk (Mucuna pruriens L. DC Var. Utilis). LPPM UNS. http://lppm.uns.ac.id/tag/koro-benguk/ [16 Februari 2012].

Bioversity International. 1996. Species compendium database. http://www.bioversityinter-national.org/database/species-copendium. [26 Februari 2012].

Chikoye D dan Ekeleme F. 2001. Growth characteristics of ten mucuna accessions and their effect on the dry matter of imperata cylindrical (L.) Rauesch. Biological agriculture and horticulture Vol 18: 191-201.

Dani MD. 2009. Petunjuk praktis penanaman koro pedang. DPP GERAM. 6p (tidak dipublikasikan).

Haliza W, EY. Purwani, R. Thahir. 2010. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal mendukung diversifikasi pangan. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3): 238-245

Oliveira AEA, VM. Gomes, MP. Sales, KVS. Fernandes, CR. Carlini dan J. Xavier-Filho. 1999. The Toxicity Of Jack Bean [Canavalia ensiformis (L.) DC.] Canatoxin To Plant Pathogenic Fungi. Rev. Brasil. Biol 59(1): 59-62.

Samudra M dan R. Febrian. 1998. Kacang Pembangun Sel-T. http://majalah.tempointer-aktif.com/id/arsip/1998/10/13/ILT/mbm.19981013.ILT95842.id.html. [7 Maret 2012].

Shaman Australis Botanicals. 2012. Mucuna spp. http://shaman-australis.com.au/shop/ mucuna_spp_cp_92.php. [17 Februari 2012].

Suzery M dan Rukmi I. 2001. Komponen bioaktif dari tempe koro benguk. Laporan Penelitian. Fakultas MIPA UNDIP.

Tempo. 2011. Obat Diabetes Dari Tepung Kacang Koro. http://www.tempo.co/read/news/ 2011/12/08/095370608/Obat-Diabetes-dari-Tepung-Kacang-Koro. [7 Maret 2012].