STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl....

154
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 3519904 (Hunting), Fax 024 3519186 Kode Pos 50141 email : [email protected] Semarang TAHUN 2014 STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI EKS KARESIDENAN PEKALONGAN LAPORAN AKHIR

Transcript of STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl....

Page 1: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 Kode Pos 50141 email : [email protected]

Semarang

TAHUN 2014

STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

DI EKS KARESIDENAN PEKALONGAN

LAPORAN AKHIR

Page 2: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung

secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya.

Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan

gunung api, tsunami, dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya.

Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan

menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi

karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Wilayah eks karesidenan Pekalongan yang terdiri dari Kota Pekalongan, Kabupaten

Pekalongan, Kabupaten batang, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, Kabupaten Tegal

dan Kabupaten Brebes merupakan wilayah di Jawa Tengah yang mengalami beragam

bencana. Mengingat wilayah tersebut terdiri dari Gunung,pegunungan perbukitan dan

pesisir. Pegunungan atau lereng Gunung Slamet yaitu di wilayah Kabupaten

Pemalang, Kabupaten Tegal dan Brebes, pesisir yaitu diwilayah Pekalongan, Kota

Pekalongan, Kabupaten Batang, sebagian pemalang, brebes dan Kota Tegal.

Berdasarkan kondisi topografi dapat dilihat jenis bencana yang mungkin terjadi di

wilayah tersebut yaitu longsor dan angin puting di wilayah pegunungan dan

perbukitan, Ancaman Gunung Berapi Slamet,dan wilayah pesisir bencana yang

dominan terjadi adalah banjir dan rob

Berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya untuk menghadapi

bencana melalui berbagai kegiatan agar selamat dan dapat memenuhi kebutuhan di

masa depan dalam berbagai unsur kehidupan. Setiap wilayah atau daerah tentunya

berbeda dalam upaya tersebut karena tergantung pada lokalitas wilayah atau

daerahnya sehingga kemampuan masyarakat lokal tersebut yang ada secara turun –

temurun dinamakan kearifan lokal.

Beranjak dari hal tersebut di atas maka, Studi Identifikasi Kearifan Lokal dalam

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Eks Karesidenan Pekalongan perlu

dilakukan sebagai pengembangan upaya penanggulangan bencana berbasis

masyarakat.

Page 3: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Pada tahapan LAPORAN AKHIR ini berisikan karakteristik kearifan lokal di Eks

Karesidenan Pekalongan dan kearifan lokal berbasis mitigasi bencana di Eks

Karesidenan Pekalongan, sehingga dihasilkan hasil kajian yang sesuai dengan

harapan. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.

Tim Penyusun

Page 4: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .......................................................................................................................... I - 1

1.2 Permasalahan .......................................................................................................................... I - 2

1.3 Maksud dan Tujuan Kegiatan ............................................................................................... I - 5

1.4 Luaran kegiatan ...................................................................................................................... I - 5

1.5 Ruang Lingkup Kegiatan ...................................................................................................... I - 5

BAB II KAJIAN LITERATUR

2.1 Konsep Bencana ...................................................................................................................... II - 1

2.2 Penanggulangan Bencana ...................................................................................................... II - 4

2.3 Mitigasi Bencana ..................................................................................................................... II - 9

2.4 Potensi Lokal Wisdom Dalam Mitigasi Bencana ............................................................... II - 9

2.5 Makna Kearifan Lokal ............................................................................................................ II - 11

2.6 Ruang Lingkup Kearifan Lokal ............................................................................................ II - 12

2.7 Fungsi Kearifan Lokal ............................................................................................................ II - 16

2.8 Kebudayaan Jawa ................................................................................................................... II - 17

2.9 Kearifan Lokal Bagian Budaya Jawa .................................................................................... II - 18

2.10 Hermeneutika Geomorfologis mengenai Kearifan Lokal untuk Adaptasi Masyarakat

Terhadap Ancaman Bencana Marin ..................................................................................... II - 19

2.11 Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Jawa Sebagai Bagian Dari Pelestarian

Lingkungan ............................................................................................................................... II - 21

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH EKS KARESIDENAN PEKALONGAN

3.1 Kondisi Umum ........................................................................................................................ III - 1

3.1.1 Kondisi Geografis ......................................................................................................... III - 1

3.1.2 Kondisi Kependudukan .............................................................................................. III - 2

3.1.3 Kondisi Ekonomi ........................................................................................................... III - 3

3.2 Sejarah Terbentuknya Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan.......................................... III - 9

Page 5: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

3.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan ............................................ III - 15

3.3.1 Sistem Perkotaan ........................................................................................................... III - 15

3.3.2 Daerah Rawan Bencana ................................................................................................ III - 24

BAB IV METODOLOGI

4.1 Umum ...................................................................................................................................... IV - 1

4.2 Alur Pikir ................................................................................................................................ IV - 1

4.3 Metode Analisis dan Tahapan Pelaksanaan ....................................................................... IV - 3

4.4 Kebutuhan Data ...................................................................................................................... IV - 7

BAB V INVENTARISASI KEARIFAN LOKAL EKS KARESIDENAN PEKALONGAN

5.1 Kearifan Lokal Masyarakat Jawa Secara Umum ................................................................ V - 1

5.2 Kearifan Lokal Eks Karesidenan Pekalongan Secara Khusus .......................................... V - 19

BAB VI KEARIFAN LOKAL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA EKS

KARESIDENAN PEKALONGAN

6.1 Umum ....................................................................................................................................... VI - 1

6.2 Kearifan Lokal Penanggulangan Bencana Masyarakat Pulau Jawa .............................. VI - 1

6.3 Kearifan Lokal Eks Karesidenan Pekalongan Secara Khusus ........................................... VI - 4

BAB VII REKOMENDASI

7.1 Rekomendasi Kearifan Lokal terhadap Penanggulangan Bencana di Eks Karesidenan

Pekalongan ............................................................................................................................... VII - 1

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Tabel 3.1 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan .................................... III – 2

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Eks Karesidenan Pekalongan ....... III – 3

Tabel 3.3 Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan ........ III – 7

Tabel 3.4 PAD Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan 2010-2012 (juta rupiah) ........ III – 8

Tabel 3.5 PDRB menurut harga konstan Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan ...... III – 8

Tabel 3.6 Sistem Perkotaan Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan ............................. III – 15

Tabel 3.7 Daerah Rawan Bencana Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan ................. III – 24

Tabel 3.8 Rekapitulasi Data Kejadian Bencana Kab/Kota Eks Karesidenan Pekalongan ..... III - 29

Tabel 4.1 Kebutuhan, sumber, dan kegunaan data ..................................................................... IV – 7

Tabel 5.1 Tanda Bencana alam menurut masyarakat Jawa ........................................................ V – 8

Tabel 6.1 Tanda Bencana alam menurut masyarakat Jawa ........................................................ VI – 2

Page 7: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Gambar 2.1 Pengelolaan risiko bencana ....................................................................................... II – 3

Gambar 2.2 Bagan penanggulangan bencana ............................................................................. II – 5

Gambar 2.3 Kerangka kerja pengurangan risiko bencana ......................................................... II – 8

Gambar 2.4 Kelembagaan penanganan bencana ........................................................................ II – 8

Gambar 3.1 Wilayah Administrasi Karesidenan Pekalongan ................................................... III – 2

Gambar 3.2 Daerah Rawan Bencana ............................................................................................. III – 29

Gambar 4.1 Alur Pikir Studi .......................................................................................................... IV – 3

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan ...................................................................................... IV – 6

Gambar 5.1 Rumah bagi orang Jawa ............................................................................................ V – 2

Gambar 5.2 Analogi Joglo ............................................................................................................... V – 3

Gambar 5.3 Kearifan Lokal Pekalongan ....................................................................................... V – 27

Gambar 5.4 Kearifan Lokal Tegal .................................................................................................. V – 32

Gambar 5.5 Kearifan Lokal Brebes ................................................................................................ V – 37

Gambar 5.6 Kearifan Lokal Pemalang .......................................................................................... V – 46

Gambar 5.7 Kearifan Lokal Batang ............................................................................................... V – 50

Page 8: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 1

1.1 LATAR BELAKANG

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung

secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya.

Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan

gunung api, tsunami, dan anomali cuaca masih dapat diramalkan sebelumnya.

Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan

menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi

karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui beberapa resolusinya secara aktif menyerukan

kepada negara-negara di dunia untuk memprioritaskan upaya pengurangan risiko

bencana sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program pembangunan

berkelanjutan. Beberapa resolusi internasional dan regional yang menjadikan

landasan bagi upaya pengurangan risiko bencana.

Konferensi Dunia Pengurangan Bencana di Kobe Jepang pada awal tahun 2005

melahirkan Kerangka Aksi Hyogo (KAH) yang ditanda-tangani oleh 168 negara

termasuk Indonesia dimana Indonesia telah meratifikasi Kerangka Aksi Hyogo ini dan

berkomitmen untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan yaitu penurunan secara

berarti hilangnya nyawa dan aset sosial, ekonomi dan lingkungan karena bencana

yang dialami oleh masyarakat dan negara.

Berpijak pada Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework) Paradigma yang berkembang

dalam upaya penanggulangan bencana adalah Pengurangan Resiko Bencana. Upaya

pengurangan resiko bencana apabila dilakukan sebelum terjadi bencana dengan cara

mengenali potensi-potensi ancaman dan kerentanan bencana yang kemudian diikuti

dengan kesiap-sediaan terhadap bencana di level masyarakat akan berperan besar

Page 9: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 1

dalam menurunkan korban dan resiko-resiko lainnya ketika terjadi bencana, untuk itu

peran masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat adalah sebagai aktor sekaligus

penderita ketika terjadi bencana.

Masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang apabila diberdayakan dalam upaya

penanggulangan bencana merupakan potensi yang luar biasa sehingga dibutuhkan

komitmen yang kuat dan keterlibatan penuh seluruh pemangku kepentingan sehingga

penanggulangan bencana menjadi lebih efektif, berhasil guna dan berdaya guna.

Terbangunnya kesadaran pada level masyarakat dalam upaya pengurangan resiko

bencana adalah sebagai upaya yang sangat penting untuk meningkatkan kapasitas

masyarakat dalam menurunkan kerentanan individu, keluarga dan masyarakat luas

serta adanya perubahan prilaku dan sikap pemerintah dalam menangani

permasalahan yang berkaitan dengan kebencanaan yang terjadi di lingkungan

masyarakat.

Agar kesadaran masyarakat terbangun perlu adanya penataan kembali managemen

penanggulangan bencana yang berpedoman pada pengurangan resiko bencana

dengan cara melibatkan masyarakat atau komunitas sebagai aktor utama atau tokoh

penting dalam upaya managemen resiko bencana mengingat masyarakat ataupun

komunitas adalah komponen yang paling tahu kondisi wilayahnya dan mempunyai

berbagai kearifan lokal yang diyakini sebagai upaya antisipasi terjadinya bencana.

Berdasarkan asumsi tersebut diharapkan masyarakat mampu melakukan management

resiko dan memperkirakan atau menafsirkan pola penanganan berdasarkan

kebutuhan, menentukan tujuan, melaksanakan, memonitor dan mampu mengevaluasi

berdasarkan pengalaman sendiri yang berdasarkan kekhasan daerah masing-masing.

Demikian pula Indonesia yang merupakan salah satu negara yang multi bencana,

berbagai cara masyarakat untuk menghadapi bencana telah ada sejak dulu dan

terkadang secara turun menurun diwariskan kepada anak cucu sehingga resiko

bencana dapat diminimalisir.

Kemampuan menghadapi bencana yang telah dimiliki secara turun-menurun

merupakan kekayaan yang perlu dipertahankan karena merupakan salah satu

komponen penting dalam upaya Pengurangan Resiko Bencana. Sistem Peringatan Dini

terhadap ancaman bencana belum ada secara lengkap, hal ini disebabkan masih

kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bencana di wilayah masing-masing,

padahal sistem peringatan dini tidak harus menggunakan suatu alat yang canggih

dengan harga yang mahal. Sistem peringatan dini dapat berupa kearifan lokal di tiap

wilayah yang tanpa disadari sudah ada sejak dahulu kala turun temurun dan sudah

hampir terlupakan atau tersisihkan.

Page 10: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 1

1.2 PERMASALAHAN

Jawa Tengah terdiri dari 35 kabupaten/kota merupakan representasi 10% Indonesia

dan merupakan provinsi yang cukup banyak daerah pegunungannya, sehingga secara

topografi terbagi menjadi dua bagian yaitu dataran rendah yang terdapat di daerah

pinggir Pantai Utara Jawa Tengah yang sering disebut daerah persisir Pantai Utara

(Pantura) dan daerah Pantai selatan. Di tengah wilayah provinsi terdapat banyak

pegunungan yang di kelilingi dataran rendah disekitarnya. Kawasan pantai utara

memiliki dataran rendah yang sempit. Daerah Brebes mempunyai dataran rendah

dengan lebar 40 kilometer dari pantai dan terus menyempit hingga Semarang

mempunyai lebar 4 kilometer yang bersambung dengan depresi Semarang-Rembang

di bagian timur.

Kawasan pantai selatan merupakan dataran rendah yang sempit dengan lebar 10-25

kilometer, kecuali sebagian kecil di daerah Kebumen yang merupakan perbukitan.

Rangkaian utama pegunungan di Jawa Tengah adalah Pegunungan Serayu Utara dan

Serayu Selatan yang dipisahkan oleh Depresi Serayu yang membentang dari Majenang

(Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga Wonosobo. Terdapat 6 (enam) gunung

berapi aktif di Jawa Tengah, yaitu: Gunung Merapi (di Magelang), Gunung Slamet (di

Pemalang), Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing (di Temanggung-Wonosobo),

Gunung Lawu (di Karanganyar) serta pegunungan Dieng (di Banjarnegara). Menurut

Lembaga Penelitian Tanah-Bogor, jenis tanah di Jawa Tengah didominasi oleh tanah

latosol, aluvial, dan grumosol sehingga hamparan tanah di daerah ini termasuk tanah

yang relatif subur.

Kondisi hidrologis Jawa Tengah dibentuk oleh beberapa aliran sungai. Bengawan Solo

merupakan salah satu sungai terpanjang dan merupakan sumber daya air terpenting.

Selain itu terdapat sungai yang bermuara di Laut Jawa diantaranya adalah Kali Pemali,

Kali Comal, dan Kali Bodri serta sungai yang bermuara di Samudera Hindia

diantaranya adalah Luk Ulo dan Cintanduy.

Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata adalah 24,8ºC–31,8ºC dan

curah hujan tahunan rata-rata 2.618 milimeter. Daerah dengan curah hujan tinggi

terutama terdapat di daerah Kabupaten Kebumen sebesar 3.948 milimeter per tahun.

Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau

berada di daerah Blora, Rembang, Sebagian Grobogan dan sekitarnya serta di bagian

selatan Kabupaten Wonogiri.

Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa

Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan

kabupaten. Rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah sebesar 995 jiwa setiap

kilometer persegi. Wilayah kabupaten/kota yang memiliki kepadatan penduduk

Page 11: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 1

paling besar adalah Kota Surakarta (117,55 jiwa per hektar), di posisi kedua adalah

Kota Magelang (72,95 jiwa per ha), dan di posisi ketiga adalah Kota Tegal (69,54 jiwa

per hektar). Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah memiliki kepadatan

penduduk sebesar 39,84 jiwa per hektar. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang

memilki kepadatan paling rendah terdapat di Kabupaten Blora (463,61 jiwa per

hektar).

Melihat hal tersebut di atas sangatlah wajar apabila jenis bencana yang terjadi di Jawa

Tengah beragam, hampir semua tipe bencana alam di Indonesia ada di Jawa Tengah.

Selain itu mengingat jumlah penduduk yang cukup besar hampir 14% penduduk

Indonesia Jawa tengah mempunyai potensi terjadi bencana sosial.

Jumlah penduduk Jawa Tengah dan Keaneka-ragaman budaya masyarakat yang ada

di Jawa Tengah selain merupakan potensi bencana sosial apabila tidak dikelola dengan

baik namun merupakan anugrah yang sangat luar biasa karena menyimpan

keragaman adat-istiadat dan kebudayaan yang luhur sebagai upaya hidup selaras

dengan alam.

Salah satunya adalah kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana tentunya

sudah ada dan merupakan kekayaan yang tiada taranya. Namun terkadang warisan

tersebut tidak terdokumentasi dengan baik sehingga lama-kelamaan kemampuan

adaptasi masyarakat tersebut hilang dengan sendirinya yang berakibat ketika terjadi

bencana masyarakat menjadi tergagap dan berada dalam situasi yang buruk yaitu

sebagai korban yang kehilangan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi untuk

menghadapi bencana tersebut.

Wilayah eks karesidenan Pekalongan yang terdiri dari Kota Pekalongan, Kabupaten

Pekalongan, Kabupaten batang, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, Kabupaten Tegal

dan Kabupaten Brebes merupakan wilayah di Jawa Tengah yang mengalami beragam

bencana. Mengingat wilayah tersebut terdiri dari Gunung,pegunungan perbukitan dan

pesisir. Pegunungan atau lereng Gunung Slamet yaitu di wilayah Kabupaten

Pemalang, Kabupaten Tegal dan Brebes, pesisir yaitu diwilayah Pekalongan, Kota

Pekalongan, Kabupaten Batang, sebagian pemalang, brebes dan Kota Tegal.

Berdasarkan kondisi topografi dapat dilihat jenis bencana yang mungkin terjadi di

wilayah tersebut yaitu longsor dan angin puting di wilayah pegunungan dan

perbukitan, Ancaman Gunung Berapi Slamet,dan wilayah pesisir bencana yang

dominan terjadi adalah banjir dan rob.

Berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya untuk menghadapi

bencana melalui berbagai kegiatan agar selamat dan dapat memenuhi kebutuhan di

masa depan dalam berbagai unsur kehidupan. Setiap wilayah atau daerah tentunya

Page 12: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 1

berbeda dalam upaya tersebut karena tergantung pada lokalitas wilayah atau

daerahnya sehingga kemampuan masyarakat lokal tersebut yang ada secara turun –

temurun dinamakan kearifan lokal.

Beranjak dari hal tersebut di atas maka, Studi Identifikasi Kearifan Lokal dalam

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Eks Karesidenan Pekalongan perlu

dilakukan sebagai pengembangan upaya penanggulangan bencana berbasis

masyarakat.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

Maksud kegiatan ini adalah mengidentifikasi upaya penanggulangan bencana di

tingkat masyarakat dengan berbasis kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat lokal

di daerah eks Karesidenan Pekalongan sebagai salah satu masukan untuk penyusunan

upaya penanggulangan bencana.

Tujuan kegiatan ini adalah :

a. Mengidentifikasi kearifan lokal dalam upaya penanggulangan bencana di wilayah

eks karesidenan Pekalongan

b. Rekomendasi kearifan lokal di eks karesidenan Pekalongan (Kota Tegal,

Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan, kabupaten Pekalongan,

Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Batang) yang harus dilestarikan sebagai

upaya penanggulangan bencana di tingkat masyarakat.

1.4 LUARAN KEGIATAN

Luaran kegiatan ini adalah tersusunnya buku hasil studi identifikasi kearifan lokal

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di eks karesidenan Pekalongan.

1.5 RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup kegiatan ini adalah mengidentifikasi kegiatan budaya di seluruh

wilayah eks Karesidenan Pekalongan yaitu Kota Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten

Tegal, Kota Pekalongan, kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten

Batang

Kegiatan budaya atau kebiasaan masyarakat di wilayah studi yang digali adalah

kegiatan yang berhubungan dengan upaya penanggulangan bencana terutama yang

dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun.

Lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan adalah :

a. Menginventarisasi kegiatan budaya dan kebiasaan masyarakat yang turun

menurun di seluruh wilayah eks karesidenan Pekalongan

Page 13: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 1

b. Mengidentifikasi kegiatan budaya dan kebiasaan masyarakat yang turun temurun

di seluruh wilayah eks karesidenan Pekalongan

c. Mengidentifikasi kegiatan budaya dan kebiasaan masyarakat yang turun temurun

di wilayah eks karesidenan Pekalongan yang merupakan upaya penanggulangan

bencana di tingkat masyarakat.

d. Melakukan rekomendasi jenis kegiatan budaya dan kebiasaan masyarakat secara

turun menurun yang harus dilestarikan dan disosialisasi ke masyarakat sebagai

usaha penanggulangan bencana di tingkat masyarakat.

Page 14: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 2

2.1 KONSEP BENCANA

Bencana adalah kejadian akibat alam maupun ulah manusia yang secara mendadak

atau perlahan terjadi dengan hebatnya mengakibatkan kerugian material, kerusakan

lingkungan, dan manusia sehingga masyarakat yang tertimpa harus menanggapinya

dengan tindakan yang luar biasa melebihi kemampuannya. Bencana terjadi ketika

bahaya dan kerentanan bergabung.

Bahaya akan menjadi bencana apabila masyarakat memiliki kemampuan lebih rendah

dibanding bahaya yang datang, atau kerentanan warga lebih tinggi dari bahaya.

Semakin tinggi kerentanan seseorang/komunitas, semakin besar risiko yang diterima.

Bahaya bencana adalah fenomena alam atau buatan manusia yang DAPAT

menimbulkan kerugian isik dan ekonomi serta mengancam jiwa manusia. Berbagai

jenis bahaya bencana, meliputi:

Alam: gempa bumi, gunung api, banjir, tanah longsor (longsoran), kekeringan,

angin kencang, dan lain-lain.

Biologis: epidemi/letusan wabah penyakit, HIV/AIDS, lu burung, dan lain-lain

Sosial: kerusuhan sosial, perang, konlik masyarakat sipil, terorisme, aktivitas

gang/maia, dan lain-lain.

Ekonomi: hiperinlasi, runtuhnya ekonomi, hutang/inancial crisis, masa transisi

ekono- mi, pengangguran, gagal panen, dan lain-lain.

Politik: kegagalan politik, kudeta, dan lain-lain.

Kesalahan manusia: kegagalan teknologi/ industri/ nuklir,kecelakaan transportasi,

kebakaran kota, dan lain-lain.

Lingkungan: polusi udara dan air.

Page 15: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 2

Risiko bencana

Risiko bencana adalah besarnya kerugian yang MUNGKIN terjadi (kehilangan nyawa,

cedera, kerusakan harta, dan gangguan terhadap kegiatan ekonomi) yang disebabkan

oleh suatu fenomena bahaya tertentu saat ancaman bahaya bertemu dengan

kerentanan. Risiko bencana terjadi karena bertemunya ancaman bahaya dengan

kerentanan yang dipicu oleh potensi bencana tanpa ada kemampuan.

Kerentanan adalah faktor atau kendala yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi

baik isik, sosial, ekonomi, perilaku, serta motivasi yang berpengaruh buruk

(menurunkan kemampuan) masyarakat/komunitas terhadap upaya- upaya

penanggulangan bencana. Ada lima kategori Kerentanan, yakni:

1. Kerentanan Alam. Kerentanan yang terkait dengan geografis alam atau struktur

dan topograis alam. Misalnya tanah dataran rendah, tanah labil, tebing curam.

2. Kerentanan Fisik / Materi: Kerentanan yang terkait dengan bentuk-bentuk isik,

seperti bangunan, rumah, fasilitas umum, dan lainnya).

3. Kerentanan Sosial /Organisasi: Pengalaman menunjukkan bahwa orang yang

terkucilkan dari kehidupan sosial, ekonomi dan politik lebih rentan terhadap

bencana dibandingkan mereka yang aktif secara organisasi. Pengetahuan dan

ketrampilan masyarakat yang minim akan memicu terjadinya kerentanan dan

ketidakmampuan menghadapi dampak bencana.

4. Kerentanan Motivasi: Pengalaman juga menunjukkan bahwa mereka yang tidak

memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya, terutama dalam menghadapi

bencana, mereka tidak dapat mengendalikan emosinya. Mereka akan menjadi lebih

parah jika terkena bencana, dibandingkan dengan orang - orang yang memiliki

kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk mengubah nasibnya.

5. Kerentanan Ekonomi: orang miskin yang hanya memiliki sumber daya materi yang

kurang biasanya lebih menderita ketika terjadi bencana dibandingkan orang kaya.

Faktor-faktor tersebut yang membuat mereka lebih rentan dalam menghadapi

bencana dan juga mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk bertahan dan

pulih ke keadaan normal, dibandingkan mereka yang lebih mampu secara

ekonomi.

Pengelolaan risiko bencana

Tujuan pengelolaan risiko bencana adalah mengurangi dan mencegah risiko bencana

dengan tindakan mengurangi ancaman dan mengurangi kerentanan:

1. Mengurangi Ancaman. Bahaya tetap akan terjadi. Sebagian bahaya alam tidak

dapat dicegah agar tidak terjadi, namun kita dapat mengurangi ancamannya.

Contoh; penanaman hutan bakau untuk menahan hempasan ombak yang besar.

Page 16: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 2

2. Mengurangi Kerentanan. Hal terpenting dalam pengurangan risiko bencana adalah

menurunkan kerentanan sehingga masyarakat menjadi „tahan‟ (resilience)

terhadap bencana. Berbagai perubahan dikarenakan faktor isik, sosial, ekonomi,

maupun kondisi geograi menurunkan kemampuan masyarakat untuk

mempersiapkan diri maupun menanggulangi dampak akibat bahaya alam.

Contoh: membangun rumah dengan struktur yang kuat agar tahan terhadap

getaran yang diakibatkan gempa bumi.

3. Memperkuat Kapasitas/Kemampuan. Agar ketahanan masyarakat dalam

menghadapi bencana semakin kuat, maka kapasitas yang sudah dimiliki perlu

ditingkatkan. Contoh: dalam menghadapi banjir yang bersifat musiman, kelompok

masyarakat memiliki posko banjir yang siap dijalankan setiap banjir terjadi.

Peningkatan kapasitas dilakukan dengan meningkatkan penyediaan sarana dan

prasarana penanggulangan banjir, pelatihan tanggap darurat bagi relawan dan lain

sebagainya.

4. Pengurangan Risiko Bencana adalah tindakan Pencegahan, Mitigasi, dan

Kesiapsiagaan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana untuk mencegah dan

meminimalkan korban jiwa maupun kerugian material. Bisa dilihat dalam Bagan

siklus pengelolaan bencana secara komprehensif di bawah ini:

5. Pencegahan adalah upaya untuk menghilangkan maupun mengurangi ancaman

bahaya. Contoh: penghijauan, relokasi perumahan warga ke wilayah yang tidak

rawan bencana.

Gambar 2.1 Pengelolaan risiko bencana

6. Mitigasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana.

Berbeda dengan kesiapsiagaan, upaya mitigasi ini biasanya ditujukan untuk jangka

yang panjang. Upaya ini dapat berupa tindakan untuk mengurangi risiko bencana,

baik berupa pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kapasitas

masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Contoh: pelatihan untuk

Page 17: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 2

membangun gerakan jamaah masjid terhadap ancaman bahaya bencana. Ada dua

jenis dan bentuk Mitigasi:

Mitigasi Struktural: upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang lebih

bersifat isik. Mitigasi struktural bisa bersifat fisik maupun kebijakan.

Contoh mitigasi fisik: membuat bangunan yang tahan gempa, sehingga ketika

bencana gempa terjadi, maka rumah tersebut tidak akan terlalu hancur akibat

goncangan gempa.

Contoh mitigasi kebijakan: penyusunan Peraturan Daerah tentang Penang-

gulangan Bencana.

Mitigasi Non-Struktural: segala upaya pengurangan risiko bencana yang

dilakukan namun tidak bersifat fisik. Biasanya korban jiwa dan kerugian

banyak muncul akibat masyarakat yang tidak siap dalam menghadapi bencana.

Misalnya: penyadaran, peningkatan pengetahuan, peningkatan keterampilan.

Bentuk Mitigasi: pemberian pelatihan-pelatihan, sehingga kita

lebih siap dalam menghadapi bencana. Dengan meningkatnya pengetahuan kita

akan kebencanaan, semakin kita tahu bagaimana menghadapi bencana, semakin

kita siap menghadapi bencana tersebut, semakin dapat diminimalkan risiko

bencananya.

2.2 PENANGGULANGAN BENCANA

Sebagai negeri yang sarat dengan ancaman bencana dengan bentangan alam yang jauh

lebih luas serta jumlah penduduk yang jauh lebih banyak, semestinya kita tak bertaruh

lagi untuk masalah bencana. Program-program dan kegiatan-kegiatan mitigasi dan

kesiap-siagaan terhadap bencana harus segera dirintis dan dikembangkan. Pendidikan

sadar bencana dan latihan menghadapi bencana mesti segera dibiasakan. Kebijakan

dan manajemen penanggulangan bencana mesti segera ditata dan dilahirkan. Pusat-

pusat studi dan pelatihan menghadapi bencana wajib untuk dimunculkan dan

didukung sepenuhnya.

Indonesia berisiko tinggi terjadi bencana karena :

Ancaman tinggi (terkait posisi geograi dan geologi)

Kerentanan masyarakat tinggi (demografi, keragaman sosial budaya,pendidikan

dan pengetahuan yang masih rendah, kesadaran akan budaya aman yang rendah).

Pengurangan Risiko Bencana atau DRR merupakan konsep baru penanganan bencana

yang perlu untuk disebarluaskan ke seluruh pelaku penanganan bencana di Indonesia.

Telah terjadi perubahan paradigma dalam penanganan bencana di dunia:

Dari responsif menjadi preventif.

Dari sektoral menjadi multi-sektor.

Dari tanggung jawab pemerintah semata menjadi tanggung jawab bersama.

Page 18: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 2

Dari sentralisasi menjadi desentralisasi.

Dari tanggap darurat menjadi pengurangan risiko.

Gambar 2.2 Bagan penanggulangan bencana

Kegiatan Pra Bencana:

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan,padahal justru

kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah

dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan

pasca bencana.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa

pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan

penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana

(disasterproof),membangun sistem sosial yang tanggap bencana,dan perumusan

kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).

Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan

tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan saat

menghadapi bencana bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan Saat Bencana:

Kegiatan yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,untuk menanggulangi

dampak yang ditimbulkan terutama berupa penyelamatan korban dan harta

benda, evakuasi, dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari

pemerintah bersama swasta maupun, masyarakat.

Pada saat bencana terjadi biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian

dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga moril, maupun material.

Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang

harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna,

tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi eisiensi.

Page 19: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 2

Kegiatan Pasca Bencana:

Kegiatan pada tahap pasca bencana, dalam bentuk proses perbaikan kondisi

masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan

sarana ke keadaan semula.

Pada tahap ini yang perlu diperhaikan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi yang

dilaksanakan harus memenuhi kaidah- kaidah kebencanaan bukan hanya

melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu memprhatikan rehabilitasi psikis

yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Sejarah Kebijakan Penanggulangan Bencana

Keppres No. 111 tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres RI No. 3 tahun2001,

dan Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang

ditetapkan melalui Keputusan Sekretais Bakornas PBP No.2 tahun 2001.

Di masa silam, pemerintah Indonesia pernah membentuk Badan Koordinasi

Nasional Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA) dengan Keputusan

Presiden No. 28 tahun 1979.

Pada tahun 1990, melalui Keppres No. 43 tahun 1990, Badan tersebut

disempurnakan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana

(BAKORNAS PB) yang tidak hanya berfokus pada bencana alam belaka, namun

juga berfokus pada bencana oleh ulah manusia (man-made disaster).

Selanjutnya, keppres ini disempurnakan lagi dengan Keppres Nomor 106 tahun

1999 yang memberikan tugas tambahan kepada Bakornas PBP untuk juga

menangani dampak kerusuhan sosial dan pengungsi.

Namun usia Keppres No. 106 tahun 1999 pun tidak bertahan lama. Disebabkan

antara lain pembubaran Departemen Sosial pada era tersebut yang menyebabkan

Bakornas PBP kehilangan salah satu organnya.

Menyadari kejadian tersebut, Pemerintah kemudian menerbitkan Keppres No.3

tahun 2001 tentang Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan

Pengungsi yang diketuai oleh Wakil Presiden secara ex oicio menjadi Sekretaris

Bakornas PBP.

Strategi penanggulangan bencana berdasarkan Pedoman Umum Penanggulangan

Bencana dan Penanganan pengungsi yang ditetapkan melalui Keputusan

Sekretaris Bakornas PBP No. 2 tahun 2001 meliputi empat tahapan yaitu:

tahap penyelamatan;

tahap pemberdayaan;

tahap rekonsiliasi; dan

tahap penempatan.

Sedangkan kegiatan penanganan pengungsi meliputi kegiatan- kegiatan:

penyelamatan

Page 20: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

7 | B A B 2

pendataan

bantuan tanggap darurat

pelibatan masyarakat/ LSM.

Kebijakan Nasional Penanggulangan Bencana

UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai kerangka sistem nasional

PB di Indonesia.

Pelaku utama Penanggulangan Bencana adalah pemerintah (pusat dan daerah),

masyarakat, dunia usaha. Masyarakat menjadi subyek dalam Penanggulangan

Bencana.

Prioritas kegiatan/program ditujukan untuk menuju bangsa yang tangguh:

Mampu mengantisipasi, Mampu melawan, Mampu bangkit dan pulih kembali.

Syarat paham akan management bencana, meliputi: Ancaman, Kerentanan,

Kapasitas, Risiko.

Pembangunan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana sebagai salah satu

prioritas program untuk mencapai masyarakat yang tangguh melalui:

Individu tangguh,

Keluarga tangguh,

desa tangguh,

kecamatan tangguh,

Kab/kota tangguh,

provinsi tangguh dan

Nasional tangguh.

Pengurangan Risiko Bencana (PRB)

Merupakan kerangka konseptual dari berbagai elemen yang dianggap dapat

mengurangi kerentanan dan risiko bencana dalam suatu komunitas, untuk mencegah

(preventif) dan mengurangi (mitigasi) dampak yang tidak diinginkan dari ancaman,

dalam konteks yang luas dari pembangunan berkelanjutan (UN- ISDR, 2004).

Page 21: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

8 | B A B 2

Gambar 2.3 Kerangka kerja pengurangan risiko bencana

Kelembagaan penanganan bencana

Gambar 2.4 Kelembagaan penanganan bencana

Lima prioritas pengurangan risiko bencana:

Pertama: Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional

maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan

yang kuat.

Kedua: Mengidentiikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta

menerapkan sistem peringatan dini.

Ketiga: Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun

kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua

tingkatan masyarakat.

Keempat: Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana.

Kelima: Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan

masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.

Page 22: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

9 | B A B 2

2.3 MITIGASI BENCANA

Mitigasi bencana adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah bencana atau

mengurangi dampak bencana. Adapun menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI

No.131 tahun 2003, mitigasi (diartikan juga sebagai penjinakan) diartikan sebagai

upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat

yang ditimbulkan oleh bencana yang meliputi kesiap-siagaan dan kewaspadaan.

Kearifan lokal suku-suku pedalaman dalam upaya mencegah dan meminimalisir

terjadinya bencana (mitigasi bencana) yang merupakan pengetahuan tradisional yang

telah diturunkan sejak ratusantahun bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.

Pengetahuan tersebut biasanya diperoleh dari pengalaman empiris yang kaya akibat

berinteraksi dengan lingkungannya. Sayangnya,kini berbagai pengetahuan lokal

dalam berbagai suku bangsa di Indonesia banyak yangmengalami erosi atau bahkan

punah dan tidak terdokumentasikan dengan baik sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Padahal pengetahuan dan kearifan lokal dapat dipadukan antara empirisme dan

rasionalisme sehingga dapat pula digunakan antara lain untuk mitigasi bencana alam

berbasis masyarakat lokal (Iskandar, 2009).

2.4 POTENSI LOCAL WISDOM DALAM MITIGASI BENCANA

Pemahaman potensi local wisdom yang ada di dalam suatu komunitas tertentu akan

banyak digali melalui pendekatan partisipatif. Masyarakat dengan “kemampuan”

(pengetahuan lokal, teknologi lokal, kelembagaan lokal) yang mereka miliki akan

dengan mudah memahami, dan menerima produk-produk perencanaan dan

perancangannya apabila “bahasa” yang digunakan bisa mereka mengerti.

Masyarakat lokal umumnya memiliki pengetahuan lokal dan kearifan ekologi dalam

memprediksi dan melakukan mitigasi bencana alam di daerahnya. Pengetahuan lokal

tersebut biasanya diperoleh dari pengalaman empiris yang kaya akibat berinteraksi

dengan ekosistemnya. Masyarakat lokal yang bermukim di lereng Gunung Merapi,

Jawa Tengah, misalnya, telah mempunyai kemampuan untuk memprediksi

kemungkinan terjadinya letusan. Pada saat Gunung Kelud di Kediri-Blitar ada

kejadian menarik mengenai upaya evakuasi untuk mitigasi bencana yang “tidak”

memperhatikan local wisdom. Sepotong wawancara wartawan Reuter

(http://www.reuters.com/article/idUSJAK 1381520071019) dengan warga yang “dipaksa”

evakuasi sebagai berikut:

…… a local villager named as Sugiyem told Reuters. "I am afraid of the mountain erupting but

so far there have been no signs," she added, referring to a common local belief about natural

phenomena pointing to an eruption."The trees near the crater are still green, animals such as

monkeys, snakes and hogs haven't come down. Also, there are stars in the sky. If the mountain

Page 23: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

10 | B A B 2

erupts, it will be cloudy." Sugiyem and her family were, however, finally made to leave by

police.

Kearifan lokal mayarakat Pulau Simelue dalam membaca fenomena alam pantai telah

menyelamatkan ribuan masyarakat dari bencana Tsunami tanggal 26 Desember 2004.

Peringatan dini melalui peringatan “teriakan” semong, (air laut surut dan harus lari

kebukit), yang diperoleh secara turun temurun, belajar dari kejadian bencana beberapa

puluh tahun lalu. Berbeda dengan masyarakat disekitar Pantai Pangandaran yang

justru lari kelaut untuk memungut ikan karena air surut, menyebabkan jumlah korban

yang relative banyak. Semong bagi masyarakat Pulau Semelue selalu disosialisasikan

dengan cara menjadi dongeng legenda oleh tokoh masyarakat setempat sehingga

istilah ini jadi melekat dan membudaya dihati setiap penduduk Pulau Simelue. Istilah

ini yang menyelamatkan hampir seluruh rakyat Pulau Simelue padahal secara

geografis letaknya sangat dekat dengan pusat bencana. Masyarakat yang berasal dari

Pulau Simelue dan bekerja di sepanjang pantai barat Sumatra menjadi pahlawan

karena menyelamatkan banyak orang dengan menyuruh dan memaksa orang segera

berlari secepatnya menuju tempat yang tinggi begitu melihat air laut surut.

Pengetahuan lokal (local knowledge), seperti ini sangat banyak ragamnya, dengan istilah

dan cara-cara yang telah mentradisi, harus dipandang sebagai suatu potensi dalam

perencanaan mitigasi bencana yang berbasis pada potensi local wisdom.

Contoh lain kearifan lokal dalam pemanfaatan ruang adalah pengelolaan lahan

pertanian dengan system teracerring. Model pengelohan tanah ini mampu me-manage

lingkungan lereng gunung untuk tetap terjaga stabilitas tanahnya walaupun lereng

bukit/gunung rawan terhadap longsor. Kelembagaan Subak di bali untuk pengelolaan

pengairan pertanian bukan saja telah mampu menjaga distribusi dan sistem tatakelola

air secara baik, tetapi juga kelembagaan subak yang secara sosio-kultural mempu

menjaga keharmonisan masyarakat petani. Potensi-potensi lain seperti konsepsi Catur-

tunggal pada kota-kota di Jawa, yang memadukan unsur Ruang terbuka kota

(alunalun), kraton (pusat Pemerintahan), Masjid (pusat peribadatan) dan Pasar (pusat

kegiatan ekonomi) secara harmonis. Konsepsi ini sebenarnya merupakan suatu upaya

harmonisasi dari tiga orientasi pembangunan kota (development orientation,

environmental orientation, dan community orientation). Catur-tunggal telah mendudukan

ruang terbuka kota (alun-alun) dalam posisi dan proporsi yang sangat penting, bukan

hanya dari sisi penyediaan ruang sosio-cultural, tetapi juga dari sisi penyediaan ruang

yang mampu menjaga keseimbangan ekologis di kota.

Masih banyak konsepsi-konsepsi ruang dan teknologi membangun masyarakat local

yang telah mentradisi dan telah teruji mampu “mengatasi” masalah-masalah

Page 24: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

11 | B A B 2

lingkungan hidup (mitigasi bencana). Pemanfaan ruang kota dalam konteks

perencanaan dan perancangan kota harus berbasis kepada potensi-potensi kearifan

local sebagai salah satu upaya mitigasi kebencanaan.

Upaya mitigasi bencana, diperlukan tindakan tegas terhadap penyimpangan rencana

tata ruang untuk mencegah bencana yang diakibatkan oleh perbuatan manusia, seperti

bencana longsor dan banjir. Pemanfaatan ruang yang tidak tidak responsif bencana

akan berakibat pada pemanfaatan yang tidak terkendali dan mengakibatkan risiko

kebencanaan yang tinggi. Pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang

mengindikasikan menimbulkan terjadinya bencana, harus diberikan sangsi yang tegas.

Akan tetapi masyarakat yang menerapkan konsepsi-konsepsi perencanaan mitigasi

bencana, baik pada level lingkungan, kawasan, maupun kota harus diberikan incentive

atau bonus. Dengan demikian perencanaan mitigasi (mitigation plan) dalam penataan

ruang kota akan terjamin implementasinya.

2.5 MAKNA KEARIFAN LOKAL

Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat

(local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local

genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup.

Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif.

Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam,

tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas

kearifan lokal akan mengusung jiwa mereka semakin berbudi luhur. Naritoom

(Wagiran, 2010) merumuskan local wisdom dengan definisi, "Local wisdom is the

knowledge that discovered or acquired by lokal people through the accumulation of experiences

in trials and integrated with the understanding of surrounding nature and culture. Local

wisdom is dynamic by function of created local wisdom and connected to the global situation."

Definisi kearifan lokal tersebut, paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu:

Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai

petunjuk perilaku seseorang;

Kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan

Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan

dengan zamannya.

Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal selalu

terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan lokal muncul sebagai

penjaga atau filter iklim global yang melanda kehidupan manusia.

Page 25: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

12 | B A B 2

Kearifan adalah proses dan produk budaya manusia, dimanfaatkan untuk

mempertahankan hidup. Pengertian demikian, mirip pula dengan gagasan Geertz

(1973): "Local wisdom is part of culture. Local wisdom is traditional culture element that deeply

rooted in human life and community that related with human resources, source of culture,

economic, security and laws. lokal wisdom can be viewed as a tradition that related with

farming activities, livestock, build house etc"

Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan lokal Jawa tentu bagian dari

budaya Jawa, yang memiliki pandangan hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup

manusia, akan memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal. Lebih lanjut

dikemukakan beberapa karakteristik dari local wisdom, antara lain:

local wisdom appears to be simple, but often is elaborate, comprehensive, diverse;

It is adapted to local, cultural, and environmental conditions;

It is dynamic and flexible;

It is tuned to needs of local people;

It corresponds with quality and quantity of available resources; and

It copes well with changes.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipertegas bahwa kearifan lokal merupakan

sebuah budaya kontekstual. Kearifan selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika

hidup itu berubah, kearifan lokal pun akan berubah pula.

2.6 RUANG LINGKUP KEARIFAN LOKAL

Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan kearifan

lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang. Kearifan

tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal. Kearifan lokal lebih

menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus

merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan

lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas

sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya dengan

masyarakat serta budaya lain.

Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia dapat

mencakup kearifan masa kini, dan karena itu pula bisa lebih luas maknanya daripada

kearifan tradisional. Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja muncul dengan

kearifan lokal yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat digunakan istilah

"kearifan kini", "kearifan baru", atau "kearifan kontemporer". Kearifan tradisional

dapat disebut "kearifan dulu" atau "kearifan lama".

Page 26: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

13 | B A B 2

Berdasarkan waktu pemunculan tersebut di atas, akan hadir kearifan dalam kategori

yang beragam. Paling tidak, terdapat dua jenis kearifan lokal, yaitu:

Kearifan lokal klasik, lama, tradisional, dan

Kearifan lokal baru, masa kini, kontemporer.

Kategori semacam ini mencakup berbagai hal dan amat cair bentuknya. Maksudnya,

istilah lama dan baru itu seringkali berubah-ubah.

Dari sisi filosofi dasarnya, kearifan dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu:

a. gagasan, pemikiran, akal budi yang bersifat abstrak; dan

b. kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret, dapat dilihat.

Kearifan lokal kategori (a) mencakup berbagai pengetahuan, pandangan, nilai serta

praktik- praktik dari sebuah komunitas baik yang diperoleh dari generasi sebelumnya

dari komunitas tersebut maupun yang didapat oleh komunitas tersebut di masa kini,

yang tidak berasal dari generasi sebelumnya, tetapi dari berbagai pengalaman di masa

kini, termasuk juga dari kontaknya dengan masyarakat atau budaya lain. Kearifan

lokal kategori (b) biasanya berupa benda-benda artefak, yang menghiasi hidup

manusia, dan bermakna simbolik.

Di Indonesia, `kearifan lokal' jelas memunyai makna positif karena `kearifan' selalu

dimaknai secara `baik' atau `positif. Pemilihan kata kearifan lokal disadari atau tidak

merupakan sebuah strategi untuk membangun, menciptakan citra yang lebih baik

mengenai `pengetahuan lokal', yang memang tidak selalu dimaknai secara positif.

Dengan menggunakan istilah `kearifan lokal', sadar atau tidak orang lantas bersedia

menghargai 'pengetahuan tradisional', 'pengetahuan lokal' warisan nenek moyang dan

kemudian bersedia bersusah payah memahaminya untuk bisa memperoleh berbagai

kearifan yang ada dalam suatu komunitas, yang mungkin relevan untuk kehidupan

manusia di masa kini dan di masa yang akan datang.

Dalam setiap jengkal hidup manusia selalu ada kearifan lokal. Paling tidak, kearifan

dapat muncul pada:

pemikiran,

sikap, dan

perilaku.

Ketiganya hampir sulit dipisahkan. Jika ketiganya ada yang timpang, maka kearifan

lokal tersebut semakin pudar. Dalam pemikiran, sering terdapat akhlak mulia, berbudi

luhur, tetapi kalau mobah mosik, solah bawa, tidak baik juga dianggap tidak arif,

apalagi kalau tindakannya serba tidak terpuji.

Page 27: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

14 | B A B 2

Apa saja dapat tercakup dalam kearifan lokal. Paling tidak cakupan luas kearifan lokal

dapat meliputi:

pemikiran, sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra, misalnya

karya-karya sastra yang bernuansa filsafat dan niti (wulang);

pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak budaya, misalnya keris,

candi, dekorasi, lukisan, dan sebagainya; dan

pemikiran, sikap, dan tindakan sosial bermasyarakat, seperti unggah- ungguh,

sopan santun, dan udanegara.

Secara garis besar, kearifan lokal terdiri dari hal-hal yang tidak kasat mata (intangible)

dan hal-hal yang kasat mata (tangible). Kearifan yang tidak kasat mata berupa gagasan

mulia untuk membangun diri, menyiapkan hidup lebih bijaksana, dan berkarakter

mulia. Sebaliknya, kearifan yang berupa hal-hal fisik dan simbolik patut ditafsirkan

kembali agar mudah diimplementasikan ke dalam kehidupan.

Dilihat dari jenisnya, local wisdom dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu

makanan, pengobatan, teknik produksi, industri rumah tangga, dan pakaian.

Klasifikasi ini tentu saja tidak tepat sebab masih banyak hal lain yang mungkin jauh

lebih penting. Oleh sebab itu, kearifan lokal tidak dapat dibatasi atau dikotak-kotak.

Kategorisasi lebih kompleks dikemukakan Sungri (Wagiran, 2010) yang meliputi

pertanian, kerajinan tangan, pengobatan herbal, pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan, perdagangan, seni budaya, bahasa daerah, philosophi, agama dan budaya

serta makanan tradisional.

Suardiman (Wagiran, 2010) mengungkapkan bahwa kearifan lokal identik dengan

perilaku manusia berhubungaan dengan:

Tuhan,

tanda-tanda alam,

lingkungan hidup/pertanian,

membangun rumah,

pendidikan,

upacara perkawinan dan kelahiran,

makanan,

siklus kehidupan manusia dan watak,

kesehatan,

bencana alam.

Page 28: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

15 | B A B 2

Lingkup kearifan lokal dapat pula dibagi menjadi delapan, yaitu:

norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti „laku Jawa‟, pantangan dan

kewajiban;

ritual dan tradisi masyarakat serta makna disebaliknya;

lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan ceritera rakyat yang biasanya mengandung

pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang hanya dikenali oleh komunitas lokal;

informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat,

tetua adat, pemimpin spiritual;

manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat;

cara-cara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari;

alat-bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu; dan

kondisi sumberdaya alam/ lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam

penghidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam lingkup budaya, dimensi fisik dari kearifan lokal meliputi aspek:

upacara adat,

cagar budaya,

pariwisata alam,

transportasi tradisional,

permainan tradisional,

prasarana budaya,

pakaian adat,

warisan budaya,

museum,

lembaga budaya,

kesenian,

desa budaya,

kesenian dan kerajinan,

cerita rakyat,

dolanan anak, dan

wayang.

Sumber kearifan lokal yang lain dapat berupa lingkaran hidup orang Jawa yang

meliputi: upacara tingkeban, upacara kelahiran, sunatan, perkawinan, dan kematian.

Kearifan lokal dapat digali dari suatu daerah tertentu. Dalam lingkup lingkup

Yogyakarta misalnya, kajian tentang kearifan lokal dapat dikaji dari filosofi nilai

budaya kraton yang meliputi: tata ruang, arsitektur bangunan, simbol vegetasi, simbol

dan makna upacara serta regalia, sengkalan, pemerintahan, konsepkekuasaan dan

kepemimpinan.

Page 29: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

16 | B A B 2

Berbagai macam local wisdom merupakan potensi pengembangan pendidikan berbasis

kearifan lokal. Itulah sebabnya, dunia pendidikan perlu segera merancang,

menentukan model yang paling tepat untuk melakukan penyemaian kearifan lokal.

Kearifan lokal dapat menjadi corong pendidikan karakter yang humanis.

2.7 FUNGSI KEARIFAN LOKAL

Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali”

dalam http://www.balipos.co.id, bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat

berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan

khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam maka fungsinya tentu saja

juga bermacam-macam. Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola

Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi” yang antara lain memberikan informasi

tentang fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:

Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.

Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan

upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.

Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya

path upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan path pura Panji.

Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunallkerabat.

Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.

Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian

roh leluhur.

Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Elly Burhainy Faizal (SP Daily) 31 Oktober 2003 dalam http://www.papuaindependent.com

mencontohkan beberapa kekayaan budaya, kearifan lokal di Nusantara yang terkait

dengan pemanfaatan alam yang pantas digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta

kondisinya sekarang dan yang akan datang. Beberapa contoh kearifan lokal terdapat di

beberapa daerah:

Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku). Gunung Erstberg

dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dan

hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumber daya alam secara

hati-hati.

Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian lingkungan

terwujud dan kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan

tradisi tanam tanjak.

Page 30: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

17 | B A B 2

Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‟ ulen. Kawasan hutan

dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan

dilindungi oleh aturan adat.

Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat Mau mengembangkan

kearifan lingkungan dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan

mengklasifikasi hutan dan memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan

rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mereka mengenal tabu sehingga

penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah

lingkungan.

Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat. Mereka

mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga pemanfaatan hutan hati-hati.

Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat.

Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig-awig.

2.8 KEBUDAYAAN JAWA

Kebudayaan Jawa merupakan cermin dari kehidupan masyarakat Jawa. Kearifan lokal

bahasa merupakan bagian dari budaya Jawa yang beraneka ragam dan corak. Butir-

butir kearifan lokal menjadi lahan yang subur untuk memperkaya khasanah budaya

bangsa. Budaya Jawa merupakan salah satu bagian dari beragam kebudayaan dari

suku suku yang ada di Indonesia. Budaya yang begitu beragam memberi kearifan

tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk memaknai dan mengembangkan budaya

daerah sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. Dalam budaya Jawa

menjunjung tinggi arti sebuah kebenaran dan kebersamaan. Hakikat kebenaran lebih

berorientasi pada olah rasa, olah cipta yang berorientasi pada rasa tunggal, satu rasa.

Hakekat kebersamaan di landasi sikap sayuk rukun gotong royong demi tercapainya

kesejahteraan bersama. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan dan owah

gingsire jaman dipandang sebagai sesuatu keselarasan hidup yang bener dan pener.

Kebudayaan Indonesia yang bersifat plural dan heterogen dapat melahirkan kearifan

lokal (local wisdom) yang dapat memperkuat dan memperkokoh khasanah budaya

bangsa Indonesia. Apabila kita memahami kembali mengenai makna kebudayaan

dapatlah dikatakan kebudayaan merupakan cermin masyarakat dan tidak bisa

dilepaskan dari perilaku masyarakat pendukungnya. Sikap dan konfigurasi yang ada

pada perilaku masyarakat tertentu dapat dipahami dengan cara memahami kearifan

yang ada pada daerah tertentu. Oleh karenanya kita harus mampu memahami

kebudayaan yang berasal dari berbagai masyarakat pendukungnya.

Pada dasarnya masyarakat mempunyai persepsi tertentu untuk dapat memahami

kebudayaannya. Persepsi itu seperti berikut:

Page 31: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

18 | B A B 2

1. Mistis

Persepsi mistis akan nampak apabila pengetahuan dan pandangan atas diri

seseorang diliputi oleh suasana yang gaib, tidak rasional, dan mistis misalkan

kepercayaan tentang raja raja Jawa yang bisa bertemu secara langsung dengan

Ratu Rara Kidul, seorang ratu yang menguasai laut selatan yang terkenal dengan

ombaknya yang ganas.

2. Ontologis

Persepsi ontologis menyatakan bahwa ada jarak antara seseorang dengan dunia

yang dihadapinya atau dunia yang dipahaminya. Pandangan ontologis bersifat

realistis bersifat nyata, konkret. Bahwa segala sesuatu itu nyata ada, wujud, dan

konkret.

3. Dan fungsional

Persepsi fungsional menunjukkan adanya kesadaran manusia yang menganggap

bahwa dunia nyata, dunia konkret, dunia realitas memiliki sifat atau nilai

fungsinya dan dapat memberikan makna sesuai dengan fungsinya kepada

manusia.

Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang kritis dan mendalam tentang budaya

Jawa. Kebudayaan Jawa sebagai hasil cipta, karsa, karya sebagai fenomena dan realitas

sosial yang melibatkan masyarakat pendukungnya untuk berperilaku dan bertindak

sesuai dengan cermin budayanya.

2.9 KEARIFAN LOKAL BAGIAN BUDAYA JAWA

Masyarakat Jawa mempunyai beberapa kearifan lokal yang merupakan pandangan

hidup masyarakat Jawa yang sangat sarat dengan pengalaman religius. Pengalaman

religius ini merupakan bentuk kepercayaan dan penghayatan kepada yang Maha

Pencipta, Yang Maha Tunggal. Yang Maha Tunggal menjadikan spirit bagi manusia

untuk selalu berbuat kebajikan, bersikap penuh kasih, dan menumbuhkan etos kerja

yang tinggi. Masyarakat Jawa mempercayai dan meyakini bahwa pengalaman religius

sebagai wahana untuk bersikap spiritual sehingga ada keharmonisan antara dunia

dengan manusia. Masyarakat Jawa banyak melakukan laku batin untuk menciptakan

kehidupan yang harmoni selaras dan seimbang dengan melakukan laku tertentu,

seperti:

Berpuasa weton atau tiga hari apit weton

Puasa mutih

Puasa ngrowot

Puasa pati geni

Meditasi

Bersih desa.

Page 32: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

19 | B A B 2

Kearifan lokal sangat terkait dengan pandangan hidup masyarakat Jawa dan filsafat

Jawa. Kearifan lokal merupakan pandangan hidup yang bersumber pada masyarakat

pendukung kebudayaan Jawa atau kebudayaan tertentu. Di dalam kearifan lokal

tersebut termuat berbagai sikap dan etika moralitas yang bersifat religius juga

mengenai ajaran spiritualitas kehidupan manusia dengan alam semesta. Masyarakat

Jawa mencari eksestensinya melalui hubungan yang selaras antara rohani dan jasmani.

Melalui penyatuan yang harmoni antara rohani dan jasmani itu manusia mampu

merealisasikan dirinya secara total dan menyeluruh, mampu menjaga etika dan norma

yang berlaku di masyarakat, mampu mengendalikan diri dalam melawan hawa nafsu.

2.10 HERMENEUTIKA GEOMORFOLOGIS MENGENAI KEARIFAN LOKAL

UNTUK ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN BENCANA

MARIN

Pada UU RI No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada

pasal 1 dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan adaptasi adalah suatu proses untuk

memperkuat atau membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim serta

melaksanakannya, sehingga mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil

manfaat positifnya. Jhamtani dkk. (2009) mengemukakan, bahwa adaptasi merupakan

proses menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim yang sudah tidak dapat

dicegah lagi, seperti permukaan laut akan naik, sehingga perlu membangun prasarana

pemecah gelombang atau memindahkan permukiman penduduk ke tempat yang lebih

tinggi.

Berdasarkan tujuannya, Nunn (2004) membedakan antara adaptasi dengan mitigasi.

Jika adaptasi bertujuan untuk mengurangi akibat, maka mitigasi bertujuan

mengurangi sebab. Isworo (2011) menyatakan, bahwa mitigasi perubahan iklim global

merupakan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca untuk jangka panjang, namun

bagi negara dengan kerentanan tinggi, Indonesia mestinya mendahulukan adaptasi.

Wesnawa (2010) mengemukakan bahwa kearifan lokal biasanya dihayati,

dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Sesuai

konsep tersebut, penelitian ini berhasil menemukenaliadanya kearifan lokal yang

berupa semiotika kultural atau semiotika naratif, bahwa masyarakat dalam

beradaptasi dengan lingkungan kepesisiran dinyatakan dalam bentuk nasihat yang

turun-temurun, yaitu “Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé

njaluk bali manèh yogané”. Nasihat turun-temurun dengan bahasa Jawa tersebut jika

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi: “Seandainya engkau berkehidupan di

pantai, engkau harus merelakan seandainya induknya meminta kembali anaknya”.

Page 33: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

20 | B A B 2

Jika diperbandingkan antara nasihat yang berbahasa Jawa dengan yang berbahasa

Indonesia secara transliterasi tanpa adanya penafsiran, maka dapat terjadi

penyimpangan arti, karena tidak ada hubungan antara berkehidupan di pantai dengan

induk yang meminta kembali anaknya. Oleh karena itu, diperlukan hermeneutika

kebencanaan yang didasarkan pada keilmuan di bidang geomorfologi atau

hermeneutika geomorfologis.

Dalam nasihat tersebut, yang dimaksud dengan induk dimaknai sebagai laut,

sedangkan yang dimaksud dengan anak dimaknai sebagai gisik (beach). Ditinjau dari

sudut pandang keilmuan bidang geomorfologi, gisik terbentuk oleh aktivitas laut

(form of marine origin), yaitu gelombang, arus, dan pasang surut. Ketiga aktivitas laut

tersebut secara terus-menerus mengendapkan material lepas (clastic) yang terangkut di

dalamnya, sehingga terjadi deposisi di laut dangkal dengan kedalaman dasar laut

sama dengan atau kurang dari setengah panjang gelombang (d d” ½L). Deposisi yang

terus menerus pada zona tepi pantai (nearshore zone) ini mengakibatkan terbentuknya

timbulan sedimen dasar laut atau gosong dekatpantai (nearshore bar).

Gosong dekat pantai ini masih belum muncul ke permukaan laut. Jika gosong tersebut

telah muncul ke permukaan laut, maka akan membentuk pulau penghalang (barrier

island). Pulau penghalang dikelilingi oleh endapan material lepas yang seringkali

tergenang air laut ketika pasang atau kering ketika laut surut. Endapan material lepas

itu dikenal sebagai gisik. Gisik adalah pantai yang terjadi dari material lepas, seperti

pasir dan atau kerikil.

Menurut kearifan lokal yang berbentuk nasihat tersebut, bahwa gisik itu sifatnya tidak

tetap atau belum stabil. Artinya, pada suatu saat gisik yang ada itu dapat hilang akibat

material endapannya terbawa kembali ke laut. Oleh karena itu, nasihat tersebut sudah

semestinya dimaknai bahwa manusia yang ingin hidup dan berkehidupan di zona

pesisir dan pantai harus memahami kondisi alami wilayah kepesisiran yang selalu

berubah. Bahkan lingkungan pesisir-pantai yang sudah dihuni masyarakat nelayan

dapat terkikis oleh aktivitas laut, sehingga lingkungan hunian tersebut menjadi hilang

atau rusak. Kondisi ini memang sesuai dengan konsep geomorfologi tentang

ekuilibrium dinamik.

Kearifan lokal ini secara maknawi bersesuaian dengan siklus alami. Pada umumnya

gisik itu mengelilingi pulau penghalang. Ditinjau dari sudut pandang etimologi, kata

pulau merupakan hasil kontraksi dua kata, yaitu empu dan laut, artinya, yang

mempunyai laut. Dengan demikian menurut etimologi, laut itu miliknya pulau atau

pulau itu yang empunya laut. Jika diperbandingkan antara kearifan lokal dengan

Page 34: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

21 | B A B 2

konsep etimologi pulau tersebut, maka terdapat perbedaan maknawi yang hakiki.

Nasihat untuk beradaptasi dengan lingkungan kepesisiran seperti yang berkembang di

tengah masyarakat memiliki makna filsafati siklus alami yang mengarah ke

ekuilibrium dinamik, sedangkan konsep etimologi pulau memiliki makna filsafati

yang mengarah ke antroposentrisme.

Paham antroposentris memandang manusia sebagai pusat alam semesta, sehingga

alam dengan segala isinya menjadi alat pemenuhan kebutuhan manusia. Manusia

mamandang dirinya bukan sebagai bagian dari alam, kedudukan manusia ada di luar

alam, sehingga manusia memandang dirinya sebagai penguasa alam. Cara pandang ini

melahirkan sikap dan perilaku yang eksploitatif dan tidak peduli kepada alam,

sehingga tidak ada kesadaran, kewajiban, dan tanggung jawab pada diri manusia

untuk memelihara dan menjaga alam. Menurut Keraf (2010), paham antroposentris

tersebut pada dasarnya berakar pada filsafat Barat yang bermula dari Aristiteles

hingga filsuf-filsuf modern sekarang ini.

2.11 KEARIFAN LOKAL DI LINGKUNGAN MASYARAKAT JAWA SEBAGAI

BAGIAN DARI PELESTARIAN LINGKUNGAN

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam

kehidupanbermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas

dan komunitas tertentu. Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-

norma kearifan lokal di masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-

norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun menurun dan

berhubungan erat dengan kelestarian lingkungannya perlu dilestarikan yaitu kearifan

lokal.

Pengertian pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan mengacu pada UU RI No.

23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang berbunyi Pengelolaan

lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup

yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,

pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Sedangkan

sumberdaya alammerupakan sumberdaya yang mencakup sumberdaya alam hayati

maupun non hayati dan sumberdaya buatan.

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem,

yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam

yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup yang berlainan. Keadaan demikian memerlukan pengelolaan dan

pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan

Page 35: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

22 | B A B 2

daya tampung lingkungan hidup sehingga dapat meningkatkan keselarasan,

keserasian dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan

subsistem itu sendiri.

Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat

memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau

ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan peralatan sebagai hasil abstraksi

mengelola lingkungan. Seringkali pengetahuan mereka tentang lingkungan setempat

dijadikan pedoman yang akurat dalam mengembangkan kehidupan di lingkungan

pemukimannya.

Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam

masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam

memanfaatkan sumberdaya alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan

lingkungan dapat ditumbuhkan secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika

kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang

sangat besar dalam pengelolaan lingkungan. Dalam pendekatan kebudayaan ini,

penguatan modal sosial, seperti pranata sosial budaya, kearifan lokal, dan norma-

norma yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang

utama.

Seperti kita ketahui adanya krisis ekonomi dewasa ini, masyarakat yang hidup dengan

menggantungkan alam dan mampu menjaga keseimbangan dengan lingkungannya

dengan kearifan lokal yang dimiliki dan dilakukan tidak begitu merasakan adanya

krisis ekonomi, atau pun tidak merasa terpukul seperti halnya masyarakat yang

hidupnya sangat dipengaruhi oleh kehidupan modern. Maka dari itu kearifan lokal

penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan

dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya.

Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor

yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungannya.

Page 36: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 3

3.1 KONDISI UMUM

3.1.1 Kondisi geografis

Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi. Dalam

satu karesidenan terdiri dari beberapa kabupaten/kota. Meskipun sekarang ini

pembagian administratif berdasarkan karesidenan sudah tidak digunakan lagi, namun

untuk hal-hal tertentu dan atau untuk memudahkan administrasi biasanya masih

menggunakan wilayah eks karesidenan, misalnya saja untuk pembagian kode

kendaraan bermotor.

Karesidenan Pekalongan atau bekas Karesidenan Pekalongan yaitu wilayah

administratif pemerintahan zaman Hindia-Belanda yang meliputi 6 daerah

administratif kabupaten:

Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan

Kabupaten Tegal dan Kota Tegal

Kabupaten Brebes

Kabupaten Pemalang

Kabupaten Batang

Karesidenan Pekalongan berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu:

Sebelah utara: Laut Jawa

Sebelah selatan: Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten

Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga

Sebelah timur: Jawa Barat

Sebelah Barat: Kabupaten Kendal

Page 37: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 3

Gambar 3.1 Wilayah Administrasi Karesidenan Pekalongan

Kabupaten Brebes merupakan wilayah yang paling luas di Karesidenan Pekalongan

(1.657,73 km2), diikuti Kabupaten Pemalang (1.011,90 km2). Kota Pekalongan memiliki

wilayah paling kecil di Karesidenan Pekalongan (44,96 km2).

Tabel 3.1 Luas wilayah Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Semarang

No Kabupaten/Kota Luas Daerah (km2)

1 Kabupaten Batang 788,95

2 Kabupaten Pekalongan 836,13

3 Kabupaten Pemalang 1.011,90

4 Kabupaten Tegal 879,70

5 Kabupaten Brebes 1.657,73

6 Kota Pekalongan 44,96

Total 5219.37

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2013

3.1.2 Kondisi kependudukan

Kabupaten Brebes memiliki jumlah penduduk paling tinggi (1.770.480 jiwa), diikuti

Kabupaten Tegal (1.421.001 jiwa). Kota Pekalongan merupakan daerah yang memiliki

jumlah penduduk paling sedikit (290.347 jiwa) namun memiliki kepadatan penduduk

yang paling tinggi (6.458 jiwa/km2). Kabupaten Batang memiliki kepadatan penduduk

paling kecil (923 jiwa/km2).

Page 38: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 3

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

No Kabupaten/Kota Luas Daerah

(km2)

Jumlah

penduduk

Kepadatan

penduduk

1 Kabupaten Batang 788,95 728.578 923 2 Kabupaten Pekalongan 836,13 861.366 1030 3 Kabupaten Pemalang 1.011,90 1.285.024 1270 4 Kabupaten Tegal 879,70 1.421.001 1615 5 Kabupaten Brebes 1.657,73 1.770.480 1068 6 Kota Pekalongan 44,96 290.347 6458 Total 5219.37 6.356.796 1218

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2013

3.1.3 Kondisi ekonomi

A. Kabupaten Tegal

Di Kabupaten Tegal banyak sekali industri rumah tangga, di antaranya pengecoran

dan pengerjaan logam di daerah Talang dan Adiwerna, tekstile (konveksi & tenun

tradisional), shuttlecock di daerah Dukuhturi, furniture, dan gerabah. Selain itu warga

Kabupaten Tegal banyak juga yang berusaha di sektor pertanian (padi, palawija,

bawang, cabe, dan tebu) dan perkebunan terutama di Tegal bagian selatan. Khusus

untuk perkebunan banyak dilakukan masyarakat Kecamatan Bumijawa dan Bojong. Di

sektor kelautan dan perikanan, nelayan Tegal yang kebanyakan dari mereka adalah

warga Kecamatan Suradadi mencari ikan di Laut Jawa sampai ke Laut Tiongkok

Selatan (kepulauan Riau). Hasilnya tangkapan mereka jual ke pelabuhan perikanan

(pelelangan ikan) Jakarta, Cirebon, Pekalongan dan Tegal sendiri. Ada juga pabrik

industri bahan baku kapur tulis dan bubuk di daerah Margasari sebagai pemasok

utama bubuk di Kabupaten Tegal.

Masyarakat Kabupaten Tegal (khususnya daerah pesisir) juga banyak yang membuka

usaha tambak ikan bandeng dan udang windu. Mereka juga menjual nener/benur

(bibit ikan bandeng). Di sektor peternakan, masyarakat Tegal banyak mengusahakan

peternakan ayam (pedaging & petelur), Itik Tegal (Indian Runner) untuk suplai

industri telur asin di Brebes. Ternak kambing, sapi dan kerbau banyak diusahakan

secara tradisional oleh masyarakat pedesaan di Tegal.

Masyarakat Kabupaten Tegal banyak yang merantau ke kota kota lain di pulau Jawa

terutama Jakarta dan pulau pulau lainnya. Warga Tegal lebih suka menjadi wira

swasta, sebagian besar membuka usaha Warung Tegal (warteg) mereka tergabung

dalam Kowarteg (Koperasi Warung Tegal), penjual martabak telor (biasanya warga

kecamatan Lebaksiu), dan lain-lain. Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri warga Tegal

mudik dari kota kota yang menjadi tempat usahanya, mereka akan membawa uang

hasil usaha dan kerja selama di perantauan. Selama masa masa mudik itulah ekonomi

Page 39: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 3

Kabupaten Tegal menjadi lebih semarak perputaran uangnya, ekonomi menjadi lebih

dinamis.

B. Kabupaten Brebes

Pertanian dan perkebunan

Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trade mark mengingat posisinya

sebagai penghasil terbesar komoditi tersebut di tataran nasional. Pusat bawang merah

tersebar di 11 kecamatan (dari 17 kecamatan) dengan luas panen per tahun 20.000 -

25.000 hektare. sentra bawang merah tersebar di Kecamatan Brebes, Wanasari,

Bulakamba, Tonjong, Losari, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Jatibarang,

dan sebagian Banjarharjo.

Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan di Brebes. Dari sekitar 1,7 juta

penduduk Brebes, sekitar 70 persen bekerja pada sektor pertanian. Sektor ini

menyumbang 53 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes,

yang 50 persen dari pertanian bawang merah. Budidaya bawang merah diperkirakan

mulai berkembang di Brebes sekitar tahun 1950, diperkenalkan warga keturunan

Tionghoa yang tinggal di Brebes. Hingga kini budidaya bawang merah menjadi napas

kehidupan masyarakat.

Berbagai varietas bawang unggulan juga dihasilkan dari Brebes, antara lain varietas

Bima Brebes yang berwarna merah menyala, rasa lebih pedas, dan lebih keras

dibandingkan bawang dari luar daerah atau luar negeri. Saat ini, sekitar 23 persen

pasokan bawang merah nasional berasal dari Brebes. Sementara untuk wilayah Jawa

Tengah, Brebes memasok sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah.

Di sektor pertanian sebagai sektor dominan, Kabupaten Brebes tidak hanya

menghasilkan bawang merah, namun terdapat komoditas lain. Berbagai komoditas

lain yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan bagi para investor baik

yang berasal dari dalam maupun dari luar Kabupaten Brebes antara lain: kentang

granula, cabe merah dan pisang raja, bawang daun dan kubis. Tanaman perkebunan

yang berkembang antara lain : nilam, tebu, teh, cengkeh, kapas, kapulaga, mlinjo dan

kopi jenis robusta. Produk buah - buahan yang cukup signifikan antara lain ; mangga,

semangka dan rambutan.

Peternakan

Di luar sektor pertanian dan perkebunan, Kabupaten Brebes juga mempunyai potensi

hijauan makanan ternak yang melimpah dan tersebar hampir di setiap kecamatan.

Kondisi itu menjadikan kabupaten ini berkembang berbagai usaha peternakan baik

jenis ternak besar maupun kecil antara lain; ternak sapi (jenis lokal sapi jabres), kerbau,

domba, kelinci rex, ayam petelur, ayam kampung, ayam potong dan itik. Telur hasil

Page 40: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 3

ternak itik diolah oleh masyarakat setempat menjadi produk telur asin yang

popularitas atas kualitasnya sangat dikenal dan tidak diragukan. Banyak yang

menyebut Brebes adalah Kota Telur Asin.

Kehutanan

Di sektor kehutanan yang tersebar diwilayah bagian selatan, komoditas yang menjadi

unggulan yaitu jati, pinus, mahoni dan sonokeling yang produksinya cukup

mengalami peningkatan.

Pertambangan dan bahan galian

Kabupaten Brebes memiliki beberapa potensi sumber daya mineral yang potensial

untuk dieksploitasi, meliputi batu kapur, trass, batu splite, dan batu bata, serta potensi

sumber minyak bumi dan panas bumi.

Cadangan batu bara muda

Di wilayah Kabupaten Brebes bagian selatan, ditemukan potensi cadangan batu bara

muda di desa Bentarsari sebanyak 24,24 juta ton dengan kandungan minyak mencapai

5,30 liter per ton berdasarkan temuan Kementerian ESDM pada tahun 2008.

Kandungan batu bara muda ini baru dapat dimanfaatkan sekitara 50 sampai 100 tahun

ke depan karena menunggu proses pelapukan dan pengkristalan

Perikanan

Sebagai salah satu daerah yang terletak dalam wilayah pantai utara Pulau Jawa,

Kabupaten Brebes mempunyai 5 wilayah kecamatan yang cocok untuk

mengembangkan produksi perikanan yakni Brebes, Wanasari, Bulakamba, Tanjung

dan Losari. Hasil produksi perikanan yang menonjol meliputi; bandeng, udang windu,

kepiting, rajungan, teri nasi, mujair dan berbagai jenis ikan laut yang lain. Hasil

produk perikanan ini oleh masyarakat setempat telah dikembangkan usaha

pembuatan Bandeng Presto Duri Lunak dan Terasi.

Industri

Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam membantu laju

perekonomian, oleh sebab itu keberadaan industri sebagai salah satu pilar

perekonomian di Kabupaten Brebes telah memberi pengaruh dalam perekonomian

daerah, meskipun secara demografi mata pencaharian sebagaian besar penduduk

adalah sebagai petani.Kegiatan Industri di Kabupaten Brebes dibagi menjadi beberapa

kelompok dan cabang yaitu kelompok industri formal cabang agro, kelompok indutri

formal cabang tekstil dan kelompok indutri formal cabang logam, mesin dan

elektronik.Industri yang ada di Kabupaten Brebes meliputi industri besar, industri

sedang, industri kecil dan industri rumah tangga.

Page 41: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 3

Kelompok industri besar merupakan industri formal agro (pabrik teh, pabrik jamur,

pabrik gula dan gondorukem).Kelompok industri kecil yang ada di Kabupaten Brebes

meliputi industri kecil formal dan non formal. Kelompok industri kecil formal terdiri

dari cabang industri agro; elektronika dan aneka; mesin, logam, dan perekayasaan.

Sedangkan kelompok industri non formal meliputi industri kimia, agro dan hasil

hutan serta elektronika dan aneka.

Kelompok industri kecil yang ada di Kabupaten Brebes meliputi industri kecil formal

dan non formal. Kelompok industri kecil formal terdiri dari cabang industri agro;

elektronika dan aneka; mesin, logam, dan perekayasaan. Sedangkan kelompok industri

non formal meliputi industri kimia, agro dan hasil hutan serta elektronika dan aneka.

Sektor industri yang potensial untuk dikembangkan adalah industri garam iodium

diwilayah Kecamtan Wanasari dan Bulakamba, Industri garam curah dengan sentra

produksi di wilayah kecamatan Losari, Tanjung, Wanasari dan Brebes, dan industri

pengolahan bawang merah

C. Kabupaten Batang

Posisi wilayah Kabupaten Batang berada pada jalur ekonomi pulau Jawa sebelah utara.

Arus transportasi dan mobilitas yang tinggi di jalur pantura memungkinkan

berkembangnya kawasan tersebut yang cukup prospektif di sektor jasa transit dan

transportasi.

Kondisi wilayah Kabupaten Batang yang merupakan kombinasi antara daerah pantai,

dataran rendah dan pegunungan, menjadikan Kabupaten Batang berpotensi yang

sangat besar untuk agroindustri, agrowisata dan agribisnis

Terdapat banyak industri tekstil di wilayah Kabupaten Batang, dari skala rumah

tangga sampai industri berorientasi ekspor, antara lain PT Primatex dan PT Saritex.

Wilayah Kabupaten Batang sangat strategis dari sisi ekonomi, karena dilewati oleh

jalur perdagangan nasional, jalan pantura. Wilayahnya yang memiliki garis pantai

yang terhitung panjang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pelabuhan perikanan

maupun pelabuhan kargo untuk barang-barang hasil produksi industri setempat.

Rencana Pemerintah Pusat untuk membangun jaringan transmisi gas bumi dari

Cirebon, Jawa Barat ke Gresik, Jawa Timur memiliki potensi tumbuhnya industri besar

disepanjang jalur pipa gas tersebut. Pasokan listrik di wilayah Batang juga dapat

diandalkan, karena dilewati oleh jaringan SUTET milik PT PLN (persero). Di beberapa

wilayah juga memiliki potensi energi hidro yang dapat dikembangkan menjadi

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

Page 42: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

7 | B A B 3

Wilayah Batang yang sangat luas, dengan sejarah bencana geologi yang hampir tidak

ada, ditunjang sumber daya manusia yang melimpah akan menguntungkan bagi

investor yang hendak membangun industri di wilayah ini.

D. Kabupaten Pemalang

Kabupaten Pemalang memiliki beberapa industri rumah tangga, antara lain:

Sapu glagah dari Majalangu

Kerajinan kulit ular di Comal

ATBM di Wanarejan

Konveksi di Ulujami

Bagregan asli Kubang

E. Kabupaten Pekalongan

Pekalongan telah lama dikenal sebagai kota batik, dan salah satu pusat produksi batik

berada di Kecamatan Buaran dan Wiradesa. Beberapa nama produsen batik yang

cukup dikenal diantaranya Batik Humas (singkatan dari Husein Mohammad

Assegaff). Sedangkan pabrik sarung (kain palekat) terkenal di Pekalongan antara lain

Gajah Duduk dan WadiMoor.

F. Kota Pekalongan

Kota Pekalongan memiliki beberapa industri, antara lain:

Galangan kapal kayu

Galangan kapal fiberglass,

Pabrik Es Balok,

Industri Ikan Asin

Industri Pemindangan ikan,

Pabrik pengalengan ikan Maya Food,

Industri Kecil pembuatan terasi,

Pabrik pembuatan fillet ikan,

Industri kerajinan batik,

Industri pembuatan mebel rotan dan Bambu.

Industri Kecil makanan ringan

Pabrik Rokok Sigaret Kretek Tangan

Pabrik Teh

Tabel 3.3 Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten/Kota di Karesidenan

Pekalongan 2010-2012 (ribu rupiah)

No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

1 Kabupaten Batang 644.772.561 794.415.329 933.943.657

2 Kabupaten Pekalongan 749.729.369 924.083.696 1.114.533.219

Page 43: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

8 | B A B 3

No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

3 Kabupaten Pemalang 969.382.167 1,188.521.216 1.344.382.614

4 Kabupaten Tegal 946.105.335 1.204.377.844 1.354.747.859

5 Kabupaten Brebes 1.103.002.988 1.315.176.063 1.567.078.034

6 Kota Pekalongan 417.191.612 509.929.024 614.166.700

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2013

Kabupaten Brebes memiliki nilai penerimaan daerah paling tinggi (Rp 1.567.078.034

ribu), diikuti Kabupaten Tegal (Rp 1.354.747.859 ribu). Kota Pekalongan memiliki nilai

penerimaan daerah paling sedikit (Rp 614.166.700 ribu).

Tabel 3.4 PAD Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Pekalongan 2010-2012 (ribu

rupiah)

No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

1 Kabupaten Batang 45.421.962 60.155.029 84.720.050

2 Kabupaten Pekalongan 67.580.239 82.105.270 114.793.366

3 Kabupaten Pemalang 71.725.736 79.677.543 97.951.208

4 Kabupaten Tegal 73.061.018 90.133.274 118.741.620

5 Kabupaten Brebes 71.025.305 78.275.852 101.806.858

6 Kota Pekalongan 47.495.707 63.344.978 91.205.786

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2013

Kabupaten Tegal memiliki nilai PAD paling tinggi (Rp 118.741.620 ribu), diikuti

Kabupaten Pekalongan (Rp 114.793.366 ribu). Kota Pekalongan memiliki nilai PAD

paling sedikit (Rp 91.205.786 ribu).

Tabel 3.5 PDRB menurut harga berlaku Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan

Pekalongan 2010-2012 (juta rupiah)

No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012

1 Kabupaten Batang 5.268.575,82 5.865.055,45 6.198.351,81

2 Kabupaten Pekalongan 7.230.832,36 8.033.444,43 8.934.754,25

3 Kabupaten Pemalang 7.961.378,41 8.859.721,50 9.771.666,56

4 Kabupaten Tegal 7.936.028,74 8.798.459,34 9.802.454,71

5 Kabupaten Brebes 14.629.929,68 16.426.881,40 18.026.804,50

6 Kota Pekalongan 3.803.990,64 2.846.975,05 3.081.836,46

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2013

Kabupaten Brebes memiliki nilai PDRB paling tinggi (Rp 18.026.804,50 juta),diikuti

Kabupaten Tegal (Rp 9.802.454,71juta). Kota Pekalongan memiliki nilai PDRB paling

sedikit (Rp 3.081.836,46 juta).

Page 44: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

9 | B A B 3

3.2 SEJARAH TERBENTUKNYA WILAYAH EKS KARESIDENAN

PEKALONGAN

Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi. Dalam

satu karesidenan terdiri dari beberapa kapupaten/kota. Meskipun sekarang ini

pembagian administratif berdasarkan karesidenan sudah tidak digunakan lagi, namun

untuk hal-hal tertentu dan atau untuk memudahkan administrasi biasanya masih

menggunakan wilayah eks karesidenan, misalnya saja untuk pembagian kode

kendaraan bermotor.

Untuk Provinsi Jawa Tengah terdapat 6 wilayah eks karesidenan, yaitu:

1. Eks Karesidenan Banyumas, yang meliputi:

Banyumas

Banjarnegara

Cilacap

Purbalingga

2. Eks Karesidenan Kedu, yang meliputi:

Purworejo

Temanggung

Wonosobo

Kebumen

Kab. Magelang

Kota Magelang

3. Eks Karesidenan Pati, yang meliputi:

Pati

Kudus

Jepara

Blora

Rembang

4. Eks Karesidenan Pekalongan, yang meliputi:

Kab. Pekalongan

Kota Pekalongan

Batang

Kab. Tegal

Kota Tegal

Brebes

Pemalang

5. Eks Karesidenan Semarang, yang meliputi:

Kota Semarang

Kab. Semarang

Kota Salatiga

Kendal

Page 45: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

10 | B A B 3

Demak

Grobogan

6. Eks Karesidenan Surakarta, yang meliputi:

Klaten

Boyolali

Wonogiri

Sukoharjo

Sragen

Kota Surakarta

Karanganyar

A. Sejarah Kabupaten dan Kota Pekalongan

Banyak sumber mengatakan bahwa Pekalongan mulai dikenal setelah Bahurekso

bersama anak buahnya berhasil membuka Hutan Gambiran/Gambaran, atau dikenal

pula Muara Gambaran. Hal ini terjadi setelah Bahurekso gagal didalam penyerangan

ke Batavia, bersama anak buahnya kembali ke Pantai Utara Jawa Tengah, namun

secara sembunyi-sembunyi, sebab kalau diketahui oleh Pemerintah Sultan Agung pasti

ditangkap dan dihukum mati. Sehingga terus melakukan yang disebut TAPA-

NGALONG. Dari sinilah muncul prediksi-prediksi berkaitan dengan istilah

PEKALONGAN.

Menurut penuturan R. Basuki (Putra Almarhum R. Soenarjo keturunan Bupati

Mandurorejo) ; nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG - ALONG

yang artinya hasil. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN

yang artinya pembawa keberuntungan. Sehingga prediksi Topo Ngalong itu hanya

gambaran/sanepo yang mempunyai maksud siang hari sembunyi, malam hari keluar

untuk mencari nafkah.

Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif berdiri sejak 3812 tahun yang

lalu. Menurut Tiem Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan muncul lima prakiraan

tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir,yaitu: masa prasejarah, masa Kerajaan

Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia Belanda dan masa

Pemerintahan Republik Indonesia.

Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25

Agustus 1622 atau pada 12 Robiu'l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Kyai

Mandoeraredja, beliau merupakan Bupati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan

Agung Hanyokrokusumo/ Raja Mataram Islam dan sekaligus sebagai Bupati

Pekalongan I. Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman

Pemerintahan Adipati Notodirdjo (1879 -1920 M) di komplek Alun-alun utara no 1

Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan rumah bagi para Bupati Pekalongan

sekaligus sebagai tempat aktivitas perangkat pemerintahan.

Page 46: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

11 | B A B 3

Proses pemindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan diawali dengan peresmian

sekaligus penggunaan Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen

oleh Bupati Drs. H Amat Antono pada tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu

merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen diawalinya Kajen sebagai

Ibukota Kabupaten Pekalongan.

B. Sejarah Kabupaten Tegal

Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman

pertanian (Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sumber lain menyatakan, nama Tegal

dipercaya berasal dari kata Teteguall. Sebutan yang diberikan seorang pedagang asal

Portugis yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500–an

(Suputro, 1955). Kabupaten Tegal berdiri pada tanggal 18 Mei 1601 pada saat Ki Gede

Sebayu diangkat sebagai juru demung di Tegal oleh Sultan Mataram dan mulai

membangun daerah ini.

C. Sejarah Kabupaten Brebes

Ada beberapa pendapat mengenai asal - usul nama Brebes yang di antaranya berasal

dari kata di antaranya Brebes berasal dari kata "Bara" dan "Basah", bara berarti

hamparan tanah luas dan basah berarti banyak mengandung air. Keduanya cocok

dengan keadaan daerah Brebes yang merupakan dataran luas yang berair.Karena

perkataan bara di ucapkan bere sedangkan basah di ucapkan besah maka untuk

mudahnya di ucapkan Brebes. Dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mrebes

berarti tansah metu banyune yang berarti selalu keluar airnya.

Nama Brebes muncul sejak zaman Mataram. Kota ini berderet dengan kota-kota tepi

pantai lainnya seperti Pekalongan, Pemalang, dan Tegal. Brebes pada saat itu

merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tegal.

Pada tanggal 17 Januari 1678 di Jepara diadakan pertemuan Adipati Kerajaan Mataram

se Jawa Tengah, termasuk Arya Martalaya, Adipati Tegal dan Arya Martapura,

Adipati Jepara. Karena tidak setuju dengan acara penandatanganan naskah kerjasama

antara Amangkurat Admiral dengan Belanda terutama dalam menumpas

pemberontakan Trunajaya dengan imbalan tanah-tanah milik Kerajaan Mataram, maka

terjadi perang tanding antara kedua adipati tersebut. Peristiwa berdarah ini

merupakan awal mula terjadinya Kabupaten Brebes dengan Bupati berwenang .Sehari

setelah peristiwa berdarah tersebut yaitu tanggal 18 Januari 1678, Sri Amangkurat II

yang berada di Jepara mengangkat beberapa Adipati/ Bupati sebagai pengagganti

Adipati-adipati yang gugur. Untuk kabupaten Brebes di jadikan kabupaten mandiri

dengan adipati Arya Suralaya yang merupakan adik dari Arya Martalaya.

Pengangkatan Arya Suralaya sekaligus titimangsa pemecahan Kadipaten Tegal

Page 47: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

12 | B A B 3

menjadi dua bagian yaitu Timur tetap di sebut Kadipaten Tegal dan bagian barat di

sebut Kabupaten Brebes.

D. Sejarah Kabupaten Pemalang

Keberadaan Pemalang dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis pada

masa prasejarah. Temuan itu berupa punden berundak dan pemandian di sebelah

Barat Daya Kecamatan Moga. Patung Ganesha yang unik, lingga, kuburan dan batu

nisan di desa Keropak. Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-

unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya kuburan Syeikh

Maulana Maghribi di Kawedanan Comal. Kemudian adanya kuburan Rohidin, Sayyid

Ngali paman dari Sunan Ampel yang juga memiliki misi untuk mengislamkan

penduduk setempat.

Eksistensi Pemalang pada abad XVI dapat dihubungkan dengan catatan Rijkloff van

Goens dan data di dalam buku W. Fruin Mees yang menyatakan bahwa pada tahun

1575 Pemalang merupakan salah satu dari 14 daerah merdeka di Pulau Jawa, yang

dipimpin oleh seorang pangeran atau raja. Dalam perkembangan kemudian,

Panembahan Senopati dan Panembahan Seda Krapyak dari Mataram menaklukkan

daerah-daerah tersebut, termasuk di dalamnya Pemalang. Sejak saat itu Pemalang

menjadi daerah vasal Mataram yang diperintah oleh Pangeran atau Raja Vasal.

Pemalang dan Kendal pada masa sebelum abad XVII merupakan daerah yang lebih

penting dibandingkan dengan Tegal, Pekalongan dan Semarang. Karena itu jalan raya

yang menghubungkan daerah pantai utara dengan daerah pedalaman Jawa Tengah

(Mataram) yang melintasi Pemalang dan Wiradesa dianggap sebagai jalan paling tua

yang menghubungkan dua kawasan tersebut.

Populasi penduduk sebagai pemukiman di pedesaan yang telah teratur muncul pada

periode abad awal Masehi hingga abad XIV dan XV, dan kemudian berkembang pesat

pada abad XVI, yaitu pada masa meningkatnya perkembangan Islam di Jawa di bawah

Kerajaan Demak, Cirebon dan kemudian Mataram.

Pada masa itu Pemalang telah berhasil membentuk pemerintahan tradisional pada

sekitar tahun 1575. Tokoh yang asal mulanya dari Pajang bernama Pangeran Benawa.

Pangeran ini asal mulanya adalah Raja Jipang yang menggantikan ayahnya yang telah

mangkat yaitu Sultan Adiwijaya.

Kedudukan raja ini didahului dengan suatu perseturuan sengit antara dirinya dan

Aria Pangiri. Sayang sekali Pangeran Benawa hanya dapat memerintah selama satu

tahun. Pangeran Benawa meninggal dunia dan berdasarkan kepercayaan penduduk

Page 48: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

13 | B A B 3

setempat menyatakan bahwa Pangeran Benawa meninggal di Pemalang, dan

dimakamkan di Desa Penggarit (sekarang Taman Makam Pahlawan Penggarit).

Pemalang menjadi kesatuan wilayah administratif yang mantap sejak R. Mangoneng,

Pangonen atau Mangunoneng menjadi penguasa wilayah Pemalang yang berpusat di

sekitar Dukuh Oneng, Desa Bojongbata pada sekitar tahun 1622. Pada masa ini

Pemalang merupakan apanage dari Pangeran Purbaya dari Mataram. Menurut

beberapa sumber R Mangoneng merupakan tokoh pimpinan daerah yang ikut

mendukung kebijakan Sultan Agung. Seorang tokoh yang sangat anti VOC. Dengan

demikian Mangoneng dapat dipandang sebagai seorang pemimpin, prajurit, pejuang

dan pahlawan bangsa dalam melawan penjajahan Belanda pada abad XVII yaitu

perjuangan melawan Belanda di bawah panji-panji Sultan Agung dari Mataram.

Pada sekitar tahun 1652, Sunan Amangkurat II mengangkat Ingabehi Subajaya menjadi

Bupati Pemalang setelah Amangkurat II memantapkan tahta pemerintahan di

Mataram setelah pemberontakan Trunajaya dapat dipadamkan dengan bantuan VOC

pada tahun 1678.

Pusat Kabupaten Pemalang yang pertama terdapat di Desa Oneng. Walaupun tidak

ada sisa peninggalan dari Kabupaten ini namun masih ditemukan petunjuk lain.

Petunjuk itu berupa sebuah dukuh yang bernama Oneng yang masih bisa ditemukan

sekarang ini di Desa Bojongbata. Sedangkan Pusat Kabupaten Pemalang yang kedua

dipastikan berada di Ketandan. Sisa-sisa bangunannya masih bisa dilihat sampai

sekarang yaitu disekitar Klinik Ketandan (Dinas Kesehatan). Pusat Kabupaten yang

ketiga adalah kabupaten yang sekarang ini (Kabupaten Pemalang dekat Alun-alun

Kota Pemalang). Kabupaten yang sekarang ini juga merupakan sisa dari bangunan

yang didirikan oleh Kolonial Belanda. Yang selanjutnya mengalami beberapa kali

rehab dan renovasi bangunan hingga kebentuk bangunan joglo sebagai ciri khas

bangunan di Jawa Tengah.

E. Sejarah Kabupaten Batang

Batang berasal dari kata “ Ngembat Watang “ yang berarti mengangkat batag kayu.hal

ini di ambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bhahurekso, yang dianggap

sebagai cikal bakal Batang. Ki Ageng Bhahurekso adalah anak dari Ki Ageng

Cempaluk dari Kesesi (Sebelah Selatan kota Pekalongan, sekarang telah menjadi

daerah Kecamatan Kesesi sebagian dari Kabupaten Pekalongan). Adapun legendanya

diceritakan sebagai berikut :

Konon pada waktu kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung

Hanyokrokusumomempersiapkan daerah-daerah pertanian untuk mencukupi

persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan

Page 49: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

14 | B A B 3

terhadap VOC di Batavia ( sekarang Jakarta ). Bhahurekso mendapat tugas dari Sultan

Agung untuk membuka alas roban untuk dijadikan daerah persawahan. Hambatan

dalam melaksanakantugas ternayata cukup banyak. Para pekerja penebang kayu

banyak yang sakit dan mati, karena konon diganggu oleh jin, setan, peri kayangan atau

silumanpenjaga alas roban. Mahluk – mahluk halus ini dipimpin oleh raja siluman

yang bernama Dadang awuk.

Mengenai alas roban, dari beberapa sumber mengatakan, Roban dahulu merupakan

hutan alami yang menyeramkan, sehingga dianggap angker dan penuh misteri. Hutan

ini dianggap tempat bermukimnya jin, setan, gondoruwo, bahkan raksasa serta orang-

orang sesat. Dalam dunia pewayangan, alas roban digambarkan sebagai tempat

bermukimnya raksasa Sindumaya, dimana petruk memperoleh bantuan darinya untuk

suatu maksud. Bahkan menurut buku Serat Kidungan : Jangkop Babon Asli Keraton

Surakarta, disebutkan bahwa di alas roban terdapat penguasa “Bagus Karang” sebagai

mahluk lelembut yang sangat menyeramkan.

Berkat kesaktian Bhahurekso, atas gemblengan kanuragan dari ayahandanya Ki Ageng

Cempaluk, akhirnya raja-raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-

gangguan tersebut walaupun dengan satu syarat bahwa raja-raja siluman itu harus

mendapat bagian dari hasil panen daerah tersebut.

Kemudian Alas Roban sebelah Barat dapat ditebang seluruhnya. Tugasnya kini tinggal

mengusakan pengairan atas lahan yang telah di bukanya itu. Tetapi untuk

pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dari gangguan maupun halangan-

halangan dari raja-raja siluman lain.

Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Drubikso.

Bendungan yang telah selesai di buat untuk menaikkan air sungai lojahan, yang

sekarang bernama Sungai Kramat itu selalu jebol, karena di rusak oleh anak buah Raja

Uling. Mengetahui hal itu Bhahurekso langsung turun tangan, semua anak buah raja

Uling yang bermarkas di sebuah kedung sungai di serangnya. Korban berjatuhan di

pihak Uling, merahnya semburan-semburan darah membuat air di kedung menjadi

merah darah kehitaman “gowok”, maka kedung itu dinamakan Kedung Sigawok. Raja

Uling marah melihat semua anak buahnya binasa. Dengan pedang swedang tersebut,

Bhahurekso dapat dikalahkan. Siasat segera dilakukan, atas nasihat ayahandanya Ki

Ageng Cempaluk, Bhahurekso di suruh masuk ke Kaputren kerajaan Uling, untuk

merayu adik sang raja yang bernama Drubiksowati, seorang putri siluman yang

cantik. Rayuan Bhahurekso berhasil, Drubiksowati mau menceritakan pedang pusaka

milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya. Dengan pedang Swedang ditangan,

dengan mudah raja Uling di kalahkan, dengan demikian maka gangguan terhadap

bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi.

Page 50: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

15 | B A B 3

Ternyata air di bendungan itu selalu lancar alirannya, kadang-kadang besar, kadang-

kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah di selidiki ternyata ada

batang kayu (watang) besar, yang melintang menghalangi aliran air. Berpuluh – puluh

orang disuruh mengangkat memindahkan watang tersebut, tetapi sama sekali tidak

berhasil. Akhirnya Bhahurekso turun tangan sendiri. Setelah berdo’a, memusatkan

kekuatan dan kesaktiannya, watang yang besar itu dengan mudah dapat diangkat

dengan sekali embat patahlah watang itu.

Demikianlah dari peristiwa Ngembat Watang itu terjadilah nama BATANG dari kata

Ngem – Bat Watang ( Batang ). Orang Batang sendiri dengan dialeknya menyebut

“Mbatang”. Melihat uraian dari sumber lisan atau legenda tersebut, kita dapat

memperkirakan sejak kapan nama Batang itu terjadi. Persiapan Mataram untuk

menyerang Batavia adalah pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo

tahun 1613 s/d 1645. Penyerangan pertama ke Batavia pada tahun 1628. Ambilah

persiapan sedini-dininya, yaitu awal permulaan Sultan Agung, maka itu terjadi pada

tahun 1613.

3.3 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KARESIDENAN PEKALONGAN

3.3.1 Sistem Perkotaan

Sistem perkotaan, fungsi pelayanan dan lokasi pelayanan di masing-masing

kabupaten/kota Karesidenan Pekalongan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6 Sistem perkotaan Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

1 Kabupaten

Batang

PKL Sebagai pusat

pemerintahan Kabupaten

Batang, perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman.

Skala pelayanan melayani

tingkat kabupaten.

Sebagian Kecamatan

Kandeman dan

Kecamatan

Warungasem dengan

pusat di Ibukota

Batang.

PKLp Fungsi sebagai

pusat pemerintahan

(skala lokal),

perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman. Skala

pelayanan melayani

tingkat kabupaten

terutama wilayah Batang

Kawasan perkotaan

Bandar dan Kawasan

Perkotaan Limpung

Page 51: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

16 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

bagian selatan

(pemerataan kutub

pertumbuhan wilayah).

PPK Fungsi pelayanan

pemerintahan tingkat

kecamatan dan beberapa

desa, perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

kecamatan/beberapa

desa.

kawasan perkotaan

Tulis, kawasan

perkotaan Banyuputih,

kawasan

perkotaan

Warungasem, kawasan

perkotaan Kandeman,

kawasan perkotaan

Wonotunggal,

kawasan perkotaan

Subah, kawasan

perkotaan Pecalungan,

kawasan perkotaan

Blado, kawasan

perkotaan Reban,

kawasan perkotaan

Bawang, kawasan

perkotaan Tersono,

dan kawasan

perkotaan Gringsing

2 Kabupaten

Brebes

PKL Pusat pemerintahan

Kabupaten Brebes,

perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman.

Skala pelayanan melayani

tingkat kabupaten.

Perkotaan Brebes,

Perkotaan Bumiayu,

dan Perkotaan

Ketanggungan-

Kersana;

PPK Fungsi pelayanan

pemerintahan tingkat

kecamatan dan beberapa

desa, perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

kecamatan/beberapa desa

Ibukota Kecamatan

(IKK) Tanjung, IKK

Jatibarang, IKK

Wanasari, IKK

Bulakamba, IKK

Losari, IKK

Banjarharjo, IKK

Larangan, IKK

Songgom, IKK

Tonjong, IKK

Sirampog, IKK

Page 52: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

17 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

Paguyangan, IKK

Bantarkawung, dan

IKK Salem;

PPL Fungsi pelayanan

pemerintahan tingkat

beberapa desa,

perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

beberapa desa

Desa Bentar

Kecamatan Salem,

Desa Kalilangkap

Kecamatan Bumiayu,

Desa Dawuhan

Kecamatan Sirampog,

Desa Sindangwangi

Kecamatan

Bantarkawung, Desa

Pamulihan Kecamatan

Larangan, Desa

Cikeusal Kidul

Kecamatan

Ketanggungan, Desa

Bandungsari dan Desa

Cikakak Kecamatan

Banjarharjo, Desa

Bojongsari Kecamatan

Losari, Desa Sitanggal

Kecamatan Larangan,

Desa Banjaratma

Kecamatan

Bulakamba, dan Desa

Sawojajar Kecamatan

Wanasari.

3 Kabupaten

Pekalongan

PKL Fungsi pusat

pemerintahan kabupaten,

pusat permukiman, pusat

pendidikan, pusat

pelayanan sosial dan

ekonomi skala kabupaten,

pusat transportasi

wilayah, pengembangan

pariwisata, pusat

pengembangan

permukiman perkotaan,

pusat perdagangan dan

jasa, industri besar,

menengah, kecil dan

Kecamatan Kajen dan

Kecamatan Wiradesa;

Page 53: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

18 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

mikro serta

pengembangan pertanian

tanaman pangan.

PKLp Fungsi pusat

pemerintahan skala

kecamatan,

pengembangan pelayanan

sosial dan ekonomi,

pengembangan

permukiman, kawasan

perdagangan dan jasa,

pengembangan pusat

transportasi,pengembang

an kawasan pendidikan

dan pengembangan

kegiatan industri besar,

menengah, kecil dan

mikro.

Kecamatan

Kedungwuni;

PPK Fungsi pusat

pemerintahan skala

kecamatan,

pengembangan pelayanan

sosial dan ekonomi,

pengembangan

permukiman,

pengembangan kegiatan

perdagangan dan jasa,

pengembangan tanaman

perkebunan dan

hortikultura,

pengembangan tanaman

pangan, pengembangan

kegiatan wisata air dan

pemancingan,

pengembangan tanaman

hutan rakyat,

pengembangan

agroindustri, pusat

kegiatan transportasi,

pengembangan industri

menengah, kecil dan

mikro.

Kecamatan Doro dan

Kecamatan Sragi.

Page 54: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

19 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

4 Kota

Pekalongan

PKL Pusat pemerintahan Kota

Pekalongan,

perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman.

Skala pelayanan melayani

tingkat kabupaten.

Kawasan Alun-alun

Pekalongan di sebagian

Kelurahan Kauman,

sebagian Kelurahan

Keputran dan sebagian

Kelurahan Sugih Waras

Kecamatan Pekalongan

Timur sebagai pusat

kegiatan perdagangan-jasa

skala regional dan pusat

pelayanan peribadatan

skala regional.

PPK PPK memiliki fungsi

pelayanan pemerintahan

tingkat

kecamatan dan beberapa

desa, perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi,

industri dan permukiman

skala

kecamatan/beberapa desa

Sub Pusat Pelayanan

Kota Kecamatan

Pekalongan Utara

terletak di

Kelurahan Panjang

Wetan Kecamatan

Pekalongan Utara,

sebagai pusat

pelayanan pendidikan

skala regional, pusat

pelayanan

pemerintahan

skala kecamatan;

Sub Pusat Pelayanan

Kota Kecamatan

Pekalongan Barat

terletak di

Kelurahan Podosugih

dan Kelurahan Bendan

Kecamatan Pekalongan

Barat, sebagai pusat

pelayanan

pemerintahan skala

kota, pusat

pelayanan pendidikan

skala regional dan

pusat perdagangan-jasa

skala

kota;

Sub Pusat Pelayanan

Page 55: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

20 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

Kota Kecamatan

Pekalongan Timur

terletak di

Kelurahan Gamer

Kecamatan Pekalongan

Timur, sebagai pusat

perdagangan-jasa skala

kota; dan

Sub Pusat Pelayanan

Kota Kecamatan

Pekalongan Selatan

terletak di

Kelurahan Banyurip

Kecamatan Pekalongan

Selatan, sebagai pusat

perdagangan-jasa skala

kecamatan.

PPL Fungsi pelayanan

pemerintahan tingkat

beberapa kelurahan,

perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

beberapa kelurahan

Kawasan di Kelurahan

Noyontaan Kecamatan

Pekalongan Timur,

dengan

fungsi pusat

perdagangan-jasa skala

lingkungan;

Kawasan di Kelurahan

Landungsari

Kecamatan Pekalongan

Timur

dengan fungsi pusat

perdagangan-jasa skala

lingkungan;

Kawasan di Kelurahan

Kuripan Kidul

Kecamatan Pekalongan

Selatan

dengan fungsi pusat

pelayanan

pemerintahan skala

kecamatan;

Kawasan di Kelurahan

Buaran Kecamatan

Pekalongan Selatan

Page 56: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

21 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

dengan

fungsi pusat pelayanan

pendidikan skala

kecamatan, pusat

pelayanan

kesehatan skala

kecamatan dan pusat

pengembangan agama

Islam

skala kota;

Kawasan di Kelurahan

Poncol Kecamatan

Pekalongan Timur

dengan

fungsi pusat

perdagangan dan jasa

skala lingkungan;

Kawasan di Kelurahan

Gamer Kecamatan

Pekalongan Timur

dengan

fungsi pusat

perdagangan dan jasa

skala lingkungan; dan

Kawasan di Kelurahan

Tirto Kecamatan

Pekalongan Barat

dengan fungsi

pusat pelayanan

pemerintahan skala

kota dan pusat

pelayanan

pendidikan skala kota

5 Kabupaten

Pemalang

PKL Pusat pemerintahan

Kabupaten Pemalang,

perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman.

Skala pelayanan melayani

tingkat kabupaten.

Kawasan Perkotaan

Pemalang; dan

Kawasan Perkotaan

Comal.

PKLp Fungsi sebagai pusat Kawasan Perkotaan

Page 57: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

22 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

pemerintahan (skala

lokal), perekonomian

(perdagangan dan jasa),

transportasi, dan

permukiman.

Randudongkal;

Kawasan Perkotaan

Belik; dan Kawasan

Perkotaan Moga.

PPK PPK memiliki fungsi

pelayanan pemerintahan

tingkat kecamatan dan

beberapa desa,

perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

kecamatan/beberapa

desa.

Kawasan Perkotaan

Ulujami; Kawasan

Perkotaan

Ampelgading;

Kawasan Perkotaan

Petarukan; Kawasan

Perkotaan

Bantarbolang; Kawasan

Perkotaan Bodeh;

Kawasan Perkotaan

Warungpring; Kawasan

Perkotaan

Watukumpul; dan

Kawasan Perkotaan

Pulosari.

6 Kabupaten

Tegal

PKL Fungsi pemerintahan,

perdagangan, pendidikan,

industri dan militer;

Kawasan Perkotaan

Slawi-Adiwerna

PKLp Fungsi pemerintahan,

perdagangan dan

industri;

Kawasan Perkotaan

Dukuhturi

PPK Fungsi sebagai pusat

pemerintahan,

perdagangan, ermukiman

skala kecamatan

Kawasan Perkotaan

Pangkah;

Kawasan Perkotaan

Dukuhwaru;

Kawasan Perkotaan

Lebaksiu;

Kawasan Perkotaan

Bojong;

Kawasan Perkotaan

Talang;

Kawasan Perkotaan

Kramat;

Kawasan Perkotaan

Tarub;

Kawasan Perkotaan

Suradadi;

Page 58: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

23 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

Kawasan Perkotaan

Warureja;

Kawasan Perkotaan

Balapulang;

Kawasan Perkotaan

Margasari;

Kawasan Perkotaan

Pagerbarang;

Kawasan Perkotaan

Bumijawa;

Kawasan Perkotaan

Jatinegara; dan

Kawasan Perkotaan

Kedungbanteng.

7 Kota Tegal PPK Fungsi utama meliputi

pemukiman, pusat

pemasaran dan

perdagangan, pusat

perhubungan dan

telekomunikasi, pusat

kegiatan usaha jasa dan

produksi, serta pusat

pelayanan sosial

(pendidikan, kesehatan,

peribadatan)

Kecamatan Tegal

Timur

SPPK Fungsi untuk pelayanan

permukiman, pendidikan,

perdagangan dan jasa

yang meliputi wilayah

Kecamatan Tegal Timur;

Bandung, Kraton,

Kejambon,

Sumurpanggang

PPL Fungsi pelayanan

pemerintahan tingkat

beberapa kelurahan,

perekonomian,

perdagangan dan jasa,

transportasi, industri dan

permukiman skala

beberapa kelurahan

PL di SPPK Bandung

terbagi atas PL

Kalinyamat Wetan, PL

Bandung, PL Debong

Kidul, I4 di Kelurahan

PL Tunon, PL Keturen,

PL Debong Kulon, PL

Debong Tengah, PL

Randugunting;

PL di SPPK Kraton

terbagi atas PL

Pesurungan Kidul PL

Page 59: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

24 | B A B 3

No Kabupaten

/Kota

Sistem

perkotaan Fungsi pelayanan Lokasi

Kelurahan Debong Lor,

PL Kemandungan PL

Pekauman, PL Kraton,

PL Tegalsari, PL

Muarareja ;

PL di SPPK Kejambon

terbagi atas PL

Kejambon, PL Slerok,

PL Panggung, PL

Mangkukusuman, PL

Mintaragen;

PL di SPPK

Sumurpanggang

terbagi atas PL

Kaligangsa, PL

Krandon, IV3 PL

Cabawan, PL

Margadana, PL

Kalinyamat Kulon, PL

Sumurpanggang, PL

Pesurungan Lor.

Sumber: Hasil analisis RTRW Kabupaten/Kota, 2014

3.3.2 Daerah rawan bencana

Kabupaten Batang merupakan daerah rawan bencana tanah longsor, banjir dan rob,

serta abrasi. Kabupaten Brebes merupakan daerah rawan banjir, tanah longsor, letusan

gunung berapi, kekeringan, gelombang pasang dan abrasi. Kabupaten Pekalongan

merupakan daerah rawan bencana longsor, banjir, abrasi dan gelombang pasang,

kekeringan. Kota Pekalongan merupakan daerah rawan banjir, rob, abrasi. Kabupaten

Pemalang merupakan daerah rawan gelombang pasang dan abrasi, banjir, kekeringan,

angin topan, letusan gunung berapi. Kabupaten Tegal merupakan daerah rawan

longsor, banjir, abrasi, angin topan, kekeringan, gelombang pasang, kebakaran lahan.

Tabel 3.7 Daerah Rawan Bencana Kabupaten/Kota di Karesidenan Pekalongan

No Daerah Rawan bencana Lokasi

1 Kabupaten Batang Kawasan rawan tanah

longsor

Kecamatan Bawang, Blado, Tersono,

Gringsing, Banyuputih dan

Kecamatan Subah

Kawasan rawan abrasi Kecamatan Batang, Kandeman,

Tulis dan Kecamatan Banyuputih

Kawasan rawan banjir

dan rob

Kecamatan Batang, Subah,

Gringsing dan Kecamatan

Page 60: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

25 | B A B 3

No Daerah Rawan bencana Lokasi

Banyuputih

2 Kabupaten Brebes Kawasan rawan bencana

banjir;

Kecamatan Losari, Kecamatan

Tanjung, Kecamatan Bulakamba,

Kecamatan Wanasari, Kecamatan

Ketanggungan, dan Kecamatan

Brebes

Kawasan rawan bencana

tanah longsor;

Kecamatan Tonjong, Kecamatan

Sirampog, Kecamatan Paguyangan,

Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan

Bantarkawung, dan Kecamatan

Salem.

Kawasan rawan bencana

letusan gunung berapi;

Kecamatan Sirampog dan

Kecamatan Paguyangan.

Kawasan rawan bencana

kekeringan;

Kecamatan Losari, Kecamatan

Tanjung, Kecamatan Bulakamba,

Kecamatan Wanasari, Kecamatan

Brebes, Kecamatan Banjarharjo,

Kecamatan Kersana, Kecamatan

Ketanggungan, Kecamatan

Larangan, Kecamatan Songgom, dan

Kecamatan Jatibarang.

Kawasan rawan bencana

gelombang pasang dan

abrasi.

Kawasan pantai di Kabupaten

Brebes.

3 Kabupaten

Pekalongan

Kawasan rawan longsor Kecamatan Kandangserang,

Kecamatan Paninggaran, Kecamatan

Lebakbarang, Kecamatan

Petungkriyono, Kecamatan Kesesi,

Kecamatan Karanganyar,

Kecamatan Kajen, Kecamatan Talun,

dan Kecamatan Doro

Kawasan rawan banjir; Kecamatan Tirto, Kecamatan

Wiradesa, Kecamatan Siwalan,

Kecamatan Wonokerto, Kecamatan

Sragi, Kecamatan Bojong,

Kecamatan Kesesi, Kecamatan

Kajen, Kecamatan Buaran,

Kecamatan Karangdadap dan

Kecamatan Wonopringgo.

Kawasan rawan abrasi

dan gelombang pasang;

Kecamatan Wonokerto, Kecamatan

Tirto, dan Kecamatan Siwalan.

Kawasan rawan

kekeringan.

Kecamatan Siwalan, Kecamatan

Sragi, Kecamatan Kesesi, Kecamatan

Page 61: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

26 | B A B 3

No Daerah Rawan bencana Lokasi

Bojong, dan Kecamatan Talun

4 Kota Pekalongan Rawan bencana rob wilayah Kecamatan Pekalongan

Utara meliputi Kelurahan Degayu,

Kelurahan Krapyak Lor, Kelurahan

Pajang Wetan, Kelurahan Panjang

Baru, Kelurahan Kandang Panjang

dan Kelurahan Bandengan.

Rawan bencana banjir Kecamatan Pekalongan Utara

meliputi Kelurahan Degayu,

Kelurahan Krapyak Lor, Kelurahan

Pajang Wetan, Kelurahan Panjang

Baru, Kelurahan Kandang Panjang

dan Kelurahan Bandengan.

Rawan bencana abrasi. sepanjang pantai Pekalongan

meliputi Kelurahan Bandengan,

Kelurahan Kandang Panjang,

Kelurahan Panjang Baru, Kelurahan

Panjang Wetan, Kelurahan Krapyak

Lor dan Kelurahan Degayu

5 Kabupaten Pemalang Kawasan rawan

gelombang pasang dan

abrasi

Kecamatan Pemalang, Kecamatan

Taman di Desa Asemdoyong,

Kecamatan Petarukan, Kecamatan

Ulujami.

Kawasan rawan banjir Kecamatan Comal;

Kecamatan Pemalang;

Kecamatan Petarukan;

Kecamatan Ampelgading;

Kecamatan Taman; dan

Kecamatan Ulujami.

Kawasan rawan

kekeringan

Kecamatan Pulosari; dan Kecamatan

Belik.

Kawasan rawan angin

topan

Kecamatan Belik;

Kecamatan Watukumpul;

Kecamatan Bodeh;

Kecamatan Randudongkal;

Kecamatan Bantarbolang;

Kecamatan Ampelgading.

Kawasan rawan tanah

longsor

Kecamatan Watukumpul;

Kecamatan Belik;

Kecamatan Pulosari;

Kecamatan Moga;

Kecamatan Randudongkal;

sepanjang alur DAS Comal

Page 62: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

27 | B A B 3

No Daerah Rawan bencana Lokasi

Kawasan rawan letusan

gunung berapi

Kecamatan Pulosari, Kecamatan

Belik.

6 Kabupaten Tegal Kawasan rawan longsor Kecamatan Balapulang;

Kecamatan Bojong;

Kecamatan Bumijawa;

Kecamatan Jatinegara;

Kecamatan Kedungbanteng;

Kecamatan Lebaksiu;

Kecamatan Margasari; dan

Kecamatan Pangkah.

Kawasan rawan banjir Kecamatan Kramat;

Kecamatan Adiwerna;

Kecamatan Balapulang;

Kecamatan Bojong;

Kecamatan Bumijawa;

Kecamatan Dukuhturi;

Kecamatan Dukuhwaru;

Kecamatan Jatinegara;

Kecamatan Lebaksiu;

Kecamatan Pangkah;

Kecamatan Talang;

Kecamatan Tarub;

Kecamatan Warureja;

Kecamatan Suradadi;

Kecamatan Slawi; dan

Kecamatan Margasari

Kawasan rawan abrasi Kelurahan Dampyak Kecamatan

Kramat;

Desa Maribaya Kecamatan

Kramat;

Desa Kedungkelor Kecamatan

Warureja;

Desa Demangharja Kecamatan

Suradadi;

Desa Suradadi Kecamatan

Suradadi;

Desa Bojongsana Kecamatan

Suradadi; dan

Desa Purwahamba Kecamatan

Suradadi;

Kawasan rawan angin topan

sebagaimana

Kawasan rawan angin Seluruh kecamatan di Kabupaten

Page 63: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

28 | B A B 3

No Daerah Rawan bencana Lokasi

topan

Kawasan rawan

kekeringan

Kecamatan Balapulang;

Kecamatan Bojong;

Kecamatan Bumijawa;

Kecamatan Jatinegara;

Kecamatan Kedungbanteng;

Kecamatan Lebaksiu;

Kecamatan Margasari;

Kecamatan Pagerbarang;

Kecamatan Pangkah; dan

Kecamatan Warureja.

Kawasan rawan

gelombang pasang

Kecamatan Kramat;

Kecamatan Suradadi; dan

Kecamatan Warureja.

Kawasan rawan kebakaran

Kawasan rawan

kebakaran lahan

Kecamatan Balapulang;

Kecamatan Bojong;

Kecamatan Bumijawa;

Kecamatan Jatinegara;

Kecamatan Kedungbanteng;

Kecamatan Lebaksiu;

Kecamatan Margasari;

Kecamatan Pangkah; dan

Kecamatan Warureja.

Sumber: Hasil analisis RTRW Kabupaten/Kota, 2014

Page 64: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

29 | B A B 3

Tabel 3.8 Rekapitulasi Data Kejadian Bencana Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Pekalongan 2013

No Daerah

Jenis bencana

Angin

topan Banjir

Gelb

Pasang /

abrasi

Gempa

bumi kebakaran Kekeringan

Letusan

Gn. Api

Tanah

longsor Jumlah

1 Kabupaten Batang 2 4 - 1 - - - 8 15

2 Kabupaten Pekalongan 3 6 - - 5 - - 5 19

3 Kabupaten Pemalang 9 - - - 23 - - 1 33

4 Kabupaten Tegal 3 1 1 - 1 - - 1 17

5 Kabupaten Brebes 9 11 - 2 4 - - 62 88

6 Kota Pekalongan - - - - - - - - 0

Jumlah 26 22 1 3 33 0 0 77 172

% 15,11 12,80 0,58 1,74 19,18 0 0 44,77 100

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah, Diolah 2014.

Page 65: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

30 | B A B 3

Gambar 3.2 Daerah Rawan Bencana Eks Karesidenan Pekalongan

Kota Pekalongan merupakan daerah rawan

banjir, rob, abrasi.

Kabupaten Tegal merupakan daerah rawan

longsor, banjir, abrasi, angin topan,

kekeringan, gelombang pasang, kebakaran

lahan

Kabupaten Pekalongan merupakan daerah

rawan bencana longsor, banjir, abrasi dan

gelombang pasang, kekeringan. Kabupaten Brebes merupakan daerah rawan

banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi,

kekeringan, gelombang pasang dan abrasi

Kabupaten Batang merupakan daerah rawan

bencana tanah longsor, banjir dan rob, serta

abrasi

Kabupaten Pemalang merupakan daerah

rawan gelombang pasang dan abrasi, banjir,

kekeringan, angin topan, letusan gunung

berapi.

Page 66: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 4

4.1 UMUM

Kegiatan Penyusunan Identifikasi kearifan lokal dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana di Eks Karesidenan Pekalongan ini didasarkan atas

banyaknya kejadian bencana yang terjadi di wilayah tersebut secara rutin setiap

tahun. Bencana yang terjadi tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda antara

satu dengan yang lain, hal ini disebabkan karena setiap jenis bencana yang terjadi

biasanya dipengaruhi oleh karakteristik lokasi kejadian. Perbedaan karakteristik lokasi

kejadian juga dapat menentukan terjadinya bencana karena bencana dapat terjadi

karena perilaku masyarakat dalam berperikehidupan di suatu wilayah yang sudah

dilakukan selama bertahun-tahun dan secara turun temurun yang tanpa disadari

menyebabkan terganggunya sistem keseimbangan alam.

Mengingat hal tersebut tentunya cara menghadapi bencana di tingkat masyarakat juga

berbeda. Selain itu karena bencana telah terjadi secara rutin, maka masyarakat

mempunyai cara tersendiri dalam melakukan mitigasi sehingga pengurangan resiko

akibat bencana tanpa disadari telah dilakukan. Cara masyarakat dalam melakukan

mitigasi bencana yang dilakukan secara turun temurun dan dilestarikan oleh generasi

penerusnya merupakan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional yang berkembang

di masyarakat. Kedua aspek ini merupakan faktor penentu dalam keberhasilan upaya

pengurangan risiko bencana, mengingat banyaknya tradisi penanganan bencana yang

telah ada dan berkembang di masyarakat. Sebagai subyek masyarakat diharapkan

dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan non-formal, sehingga upaya

pengurangan risiko bencana secara langsung dapat melibatkan masyarakat.

4.2 ALUR PIKIR

Suardiman (Wagiran, 2010) mengungkapkan bahwa kearifan lokal identik dengan

perilaku manusia berhubungaan dengan:

Tuhan,

Page 67: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 4

tanda-tanda alam,

lingkungan hidup/pertanian,

membangun rumah,

pendidikan,

upacara perkawinan dan kelahiran,

makanan,

siklus kehidupan manusia dan watak,

kesehatan,

bencana alam.

Lingkup kearifan lokal dapat pula dibagi menjadi delapan, yaitu:

1. norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti ‘laku Jawa’, pantangan dan

kewajiban;

2. ritual dan tradisi masyarakat serta makna disebaliknya;

3. lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan ceritera rakyat yang biasanya mengandung

pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang hanya dikenali oleh komunitas lokal;

4. informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat,

tetua adat, pemimpin spiritual;

5. manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat;

6. cara-cara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari;

7. alat-bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu; dan

8. kondisi sumberdaya alam/ lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam

penghidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam lingkup budaya, dimensi fisik dari kearifan lokal meliputi aspek:

1. upacara adat,

2. cagar budaya,

3. pariwisata alam,

4. transportasi tradisional,

5. permainan tradisional,

6. prasarana budaya,

7. pakaian adat,

8. warisan budaya,

9. museum,

10. lembaga budaya,

11. kesenian,

12. desa budaya,

13. kesenian dan kerajinan,

14. cerita rakyat,

15. dolanan anak, dan

Page 68: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 4

16. wayang.

Sumber kearifan lokal yang lain dapat berupa lingkaran hidup orang Jawa yang

meliputi: upacara tingkeban, upacara kelahiran, sunatan, perkawinan, dan kematian.

Berpijak dari hal tersebut diatas, maka dalam studi ini, alur pikir yang dapat

disampaikan untuk mempermudah studi adalah sebagai berikut di bawah ini.

Gambar 4.1 Alur Pikir Studi

4.3 METODE ANALISIS DAN TAHAPAN PELAKSANAAN

Pada dasarnya pendekatan dan metode penelitian digunakan sebagai kajian tentang

metode ilmiah dalam mencari kebenaran yang harus dilakukan secara sistematis, logis,

dan empiris. Metode sendiri juga merupakan serangkaian tahapan yang akan

diterapkan dalam keseluruhan proses penyusunan studi ini.

Metode deskripsi kualitatif merupakan metode yang dirasa paling tepat untuk

melaksanakan kegiatan ini karena pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan

cara menginventarisasi kegiatan-kegiatan budaya dan budaya masyarakat di wilayah

studi yang sudah dilakukan secara turun menurun dan masih berlangsung sampai saat

Ritual dan Tradisi Lokal

Penanggulangan

Bencana ???

tidak

ya

Identifikasi Kearifan Lokal dalam

Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana di Eks Karesidenan

Pekalongan

Norma Lokal

Informasi dan

pengetahuan lokal

Cara hidup

Kearifan Lokal eks

Karesidenan

Pekalongan

Legenda, mitos, lagu dan

cerita rakyat

manuskrip

Kondisi lingkungan hidup

masyarakat

Alat dan bahan

Page 69: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 4

ini dan dikombinasikan dengan upaya penanggulangan bencana yang bertujuan

pengurangan resiko bencana. Metode pelaksanaan kegiatan ini akan disusun dalam

berbagai rangkaian tahapan yang merupakan rangkaian langkah kerja dari proses

pengidentifikasian kearifan lokal dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Secara keseluruhan proses penyusunan kegiatan ini dibagi dalam empat tahapan atau

langkah kerja yaitu:

1. Tahap PENDAHULUAN meliputi kegiatan persiapan awal pekerjaan sampai

dengan persiapan survey serta pengkajian awal. Pada tahapan ini lebih kearah

pemantapan studi dan sistem (tata cara) pengambilan data (survei). Hasil dari

pentahapan ini dirangkai di dalam Laporan Pendahuluan

2. Tahap PENGUMPULAN DATA meliputi pengumpulan data sekunder yang

kemudian dianalisis awal mengenai hasil identifikasi kondisi, kelayakan, dan

problem yang ada. Hasil pendataan dan analisis awal kemudian akan didalami

dengan cara melakukan survey di lokasi kegiatan sebagai upaya klarifikasi kondisi

eksisting.

3. Tahap ANALISIS meliputi pengkajian dari hasil tahap pengumpulan data dan

dilakukan evaluasi hubungan kearifan lokal dengan upaya penanggulangan

bencana.

4. Tahap FINALISASI, meliputi beberapa kegiatan sebagai tahap finalisasi dari

seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap ini sangat vital di

dalam mempengaruhi proses kajian secara keseluruhan.

Langkah-langkah lebih rinci di masing-masing tahapan dapat dicermati sebagai

berikut:

A. Tahap pendahuluan

Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal (inisiasi) dari

seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat

mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Secara umum

pada tahapan pendahuluan terdapat kegiatan utama di dalam tahap persiapan ini,

yakni sebagai berikut.

1. Mempelajari peraturan dan landasan teoritik yang terkait dengan kajian.

2. Mempelajari kerangka acuan kerja yang menjadi landasan arahan kajian.

3. Penyusunan penetapan hasil pembelajaran mulai dari penentuan sasaran,

lingkup, metode, survei, kajian analisis, tim dan penjadwalan.

Bila telah didapatkan tingkat kesesuaian yang diharapkan, maka diteruskan ke tahap

berikutnya. Produk dari tahap pendahuluan adalah laporan PENDAHULUAN

B. Tahap Pengumpulan Data

Di dalam tahap pengumpulan data ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai tahap

lanjutan dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap pendataan

Page 70: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 4

dan analisis ini sangat vital di dalam mempengaruhi proses yang dilakukan dalam

tahap-tahap selanjutnya.

Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, data diperoleh dari sumber

sekunder (instansi terkait). Data sekunder ini digunakan sebagai informasi utama dan

akan dilengkapi juga studi-studi yang terkait atau yang pernah dilakukan. Hasil yang

diperoleh dari pengumpulan data kemudian setelah dilakukan analisis awal akan

dilanjutkan untuk didalami dengan cara pengambilan data primer. Data Primer akan

diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan masyarakat pelaku kegiatan

sebagai klarifikasi dari hasil inventarisasi yang dilakukan sebelumnya dengan alat

bantu berupa daftar pertanyaan atau kuisioner.

Pengolahan data dan analisis data awal pada tahap ini merupakan kajian awal atau

sementara yang berisikan secara umum analisis mengenai inventarisasi kearifan lokal

yang berupa kegiatan budaya dan kebiasaan masyarakat dalam upaya pengurangan

resiko bencana. Kajian awal ini penekanannya pada gambaran kondisi saat ini

(eksisting). Data yang didapatkan kemudian dikemas dalam bentuk format tertentu,

sehingga memudahkan untuk penggunaannya lebih lanjut.

C. Analisis

Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan analisis hasil inventarisasi

kearifan lokal yang sesuai dengan kegiatan penanggulangan bencana, sehingga

diperoleh benang merah antara kearifan lokal dan upaya pengurangan resiko bencana

yang telah dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun.

Hasil tersebut kemudian akan didekati secara ilmiah dengan teori-teori yang diperoleh

dari studi literatur sebagai langkah untuk memperoleh jawaban secara logis tentang

kearifan lokal sebagai upaya pengurangan resiko bencana di Eks Karesidenan

Pekalongan.

Langkah lanjutan dari analisis ini adalah penyusunan bentuk-bentuk kearifan lokal

yang ada di eks Karesidenan Pekalongan yang patut dipertahankan dan menyusun

beberapa rekomendasi kearifan lokal yang cocok untuk program pengurangan resiko

bencana yang nantinya merupakan pelengkap bagi penyusunan strategi yang akan

diambil didalam langkah memperbaiki sistem penanggulangan bencana di Eks

Karesidenan Pekalongan secara khusus atau di Jawa Tengah secara umum. Hasil

kegiatan pada tahap ini adalah berupa draft laporan akhir.

Page 71: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 4

D. Finalisasi

Di dalam tahap ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai tahap finalisasi dari seluruh

rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap ini sangat vital di dalam

mempengaruhi proses kajian secara keseluruhan. Pada Tahap ini kegiatan yang

dilakukan adalah penyempurnaan draft laporan akhir yang telah mendapatkan

masukan – masukan dan klarifikasi dari instansi terkait dan stake holder, sehingga

diperoleh hasil studi yang optimal sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu

masukan dalam penyusunan strategi penanggulangan bencana di Jawa Tengah

maupun daerah-daerah lokasi studi. Agar mendapatkan gambaran secara jelas maka

diagram tahapan kegiatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan

Tahap Pengumpulan Data

Tahapan Kegiatan Rincian Kegiatan Output Kegiatan

Tahap Pendahuluan

Tahap Analisis

Tahap Finalisasi

1. Literatur review 2. Penetapan metode Survey 3. Penentuan tim dan jadwal

pelaksanaan

1. Data Sekunder (Instansional, Studi Terdahulu)

2. Data Primer (survey di wilayah studi)

1. Inventarisasi dan Pengolahan data

2. Analisis data 3. Identifikasi Kearifan

Lokal

Penyempurnaan Laporan

Akhir

Draft Laporan

Akhir

Laporan Akhir

Laporan

Pendahuluan

Page 72: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

7 | B A B 4

4.4 KEBUTUHAN DATA

Di dalam penyusunan dibutuhkan beberapa data pendukung yang diperlukan sebagai

bahan untuk mendukung kajian ini. Data yang dibutuhkan yang dijabarkan pada tabel

berikut.

Tabel 4.1 Kebutuhan, sumber, dan kegunaan data

No. Jenis data Sumber data Kegunaan data

1. Data karakteristik resiko

bencana jawa Tengah dan

upaya-upaya Pengurangan

Resiko Bencana

- BPBD Jawa Tengah

- BPBD Kab/Kota di Eks

Karesidenan

Pekalongan

- Sebagai data base

bencana di Eks

Karesidenan

Pekalongan

2. Data kegiatan Budaya dan

adat-istiadat masyarakat

- Dinas Pariwisata Jawa Tengah

- Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan

Jawa Tengah

- Dinas Pariwisata di Eks

karesidenan Pekalongan

- Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan di Eks karesidenan

Pekalongan

- Untuk mengetahui

kegiatan budaya dan

adat istiadat masyarakat

di Eks Karesidenan

Pekalongan

3. Data Wilayah - Bappeda Propinsi Jawa Tengah

- Bappeda kab/kota Eks

Karesidenan Pekalongan

- Untuk mengetahui tata

ruang wilayah daerah

studi

Sumber: Hasil analisis Tim Konsultan (2014)

Page 73: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 5

5.1 KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT JAWA SECARA UMUM.

Dalam lingkup budaya menurut Suardiman (Wagiran, 2010), dimensi fisik dari

kearifan lokal meliputi aspek:

a. upacara adat,

b. cagar budaya,

c. pariwisata alam,

d. transportasi tradisional,

e. permainan tradisional,

f. prasarana budaya,

g. pakaian adat,

h. warisan budaya,

i. museum,

j. lembaga budaya,

k. kesenian,

l. desa budaya,

Kearifan lokal sangat terkait dengan pandangan hidup masyarakat Jawa dan filsafat

Jawa. Kearifan lokal merupakan pandangan hidup yang bersumber pada masyarakat

pendukung kebudayaan Jawa atau kebudayaan tertentu. Di dalam kearifan lokal

tersebut termuat berbagai sikap dan etika moralitas yang bersifat religius juga

mengenai ajaran spiritualitas kehidupan manusia dengan alam semesta.

Masyarakat Jawa mencari eksistensinya melalui hubungan yang selaras antara rohani

dan jasmani. Melalui penyatuan yang harmoni antara rohani dan jasmani itu manusia

mampu merealisasikan dirinya secara total dan menyeluruh, mampu menjaga etika

Page 74: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 5

dan norma yang berlaku di masyarakat, mampu mengendalikan diri dalam melawan

hawa nafsu.

Berikut ini beberapa kearifan lokal masyarakat Jawa.

1. Rumah Joglo (cagar budaya)

Rumah Joglo merupakan salah satu peninggalan

nenek moyang kita yang terdahulu dimana yang

didirikan pada tahun 1835 ini merupakan saksi

sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dimasa

awal pendiriannya, Joglo disebut juga dengan

bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah

sisi, sebuah bubungan di tengahnya, rumah Joglo

berasal dari daerah Propinsi Jawa Tengah dan

fungsi yang lebih menonjol adalah sebagai tempat musyawarah masalah

kenegaraan dan menyusun strategi dalam melawan Belanda. Pada saat clash II di

Yogyakarta, menjadi markas besar tentara pelajar (TP) seluruh Jogjakarta di bawah

pimpinan Kapten Martono (Menteri Transmigrasi masa pemerintahan presiden

Soeharto).

Gambar 5.1 Rumah bagi orang Jawa

Berdasarkan pada pandangan hidup orang Jawa bahwa kehidupan manusia tidak

terlepas dari pengaruh alam semesta, atau dalam lingkup yang lebih terbatas

adalah dari pengaruh lingkungan sekitarnya, maka keberadaan rumah bagi orang

Jawa harus mempertimbangkan hubungan tersebut. Joglo sebagai salah satu

simbol kebudayaan masyarakat Jawa, merupakan media perantara untuk

menyatu dengan Tuhan (kekuatan Ilahi) sebagai tujuan akhir kehidupan (sangkan

paraning dumadi), berdasar pada kedudukan manusia sebagai seorang individu,

anggota keluarga dan anggota masyarakat. Nilai filosofis Joglo merepresentasikan

etika Jawa yang menuntut setiap orang Jawa untuk memiliki sikap batin yang

tepat, melakukan tindakan yang tepat, mengetahui tempat yang tepat (dapat

menempatkan diri) dan memiliki pengertian yang tepat dalam kehidupan.

Page 75: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 5

Rumah bagi individu Jawa

Sebagai personifikasi penghuninya, rumah harus dapat menggambarkan atau

tujuan hidup yang ingin dicapai oleh penghuninya. Rumah Jawa dihadapkan

pada pilihan empat arah mata angin, yang biasanya hanya menghadap ke arah

utara atau selatan. Tiap arah mata angin menurut kepercayaan juga dijaga oleh

dewa, yaitu:

arah timur oleh Sang Hyang Maha Dewa, dengan sinar putih berarti sumber

kehidupan atau pelindung umat manusia, merupakan lambang kewibawaan

yang dibutuhkan oleh para raja.

Arah barat oleh Sang Hyang Yamadipati, dengan sinar kuning berarti

kematian, merupakan lambang kebinasaan atau malapetaka.

Arah utara oleh Sang Hyang Wisnu, dengan sinar hitam berarti penolong

segala kesulitan hidup baik lahir maupun batin, merupakan lambang yang

cerah, ceria dan penuh harapan.

Arah selatan oleh Sang Hyang Brahma, dengan sinar merah berarti kekuatan,

merupakan lambang keperkasaan, ketangguhan terhadap bencana yang akan

menimpanya.

Gambar 5.2 Analogi Joglo

Rumah bagi individu Jawa sangat penting untuk menunjukkan bahwa seseorang

memiliki kontrol teritorial, yang selanjutnya akan mendefinisikan keberadaan dan

statusnya. Sebuah rumah merupakan bentuk eksistensi bagi pemiliknya. Sehingga

rumah Jawa sebagai personifikasi penghuninya juga ditunjukkan melalui dimensi

antropometrik yang mengacu pada dimensi tubuh penghuni, yaitu kepala rumah

tangga.

Rumah merupakan pelindung dari kekacauan dan kesialan yang berada di luar

rumah. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan sumur yang letaknya berdekatan

dengan regol. Seseorang akan membasuh kakinya ketika masuk rumah untuk

melepaskan emosi dan kesialan yang mungkin menempel pada tubuhnya di

Page 76: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 5

jalanan. Di rumahlah orang menemukan ketenteraman terlindung dari dunia luar

yang merupakan sumber kekacauan.

Rumah bagi keluarga Jawa

Rumah bagi keluarga Jawa mempunyai nilai tersendiri, yaitu sebagai suatu bentuk

pengakuan umum bahwa keluarga tersebut telah memiliki kehidupan yang

mapan. Ini menegaskan kondisi ideal bagi orang Jawa yaitu memiliki rumah

tangga sendiri. Kepemilikan terhadap rumah dan tanah merupakan hal yang

selalu lebih utama dari pada kepemilikan terhadap benda-benda lainnya.

Meskipun konstruksi rumah Jawa memungkinkan untuk dibongkar-pasang,

namun kecenderungan dalam praktik sehari-hari adalah membiarkan sebagian

besar pintu dan jendelanya dalam keadaan tertutup sehingga menjadi gelap.

Kondisi ini menghindari kekurangan-kekurangan dalam rumah terlihat dari luar

oleh orang lain. Selain itu juga untuk memberikan privasi dan kebebasan bagi

keluarga yang menghuni.

Peran utama rumah adalah sebagai tempat menetap, melanjutkan keturunan serta

menopang kehidupan sebuah keluarga. Seringkali di depan senthong (kamar)

dapat dipasang foto-foto leluhur sebagai simbol kesinambungan keturunan.

Secara khusus, senthong tengah berfungsi sebagai kuil kemakmuran keluarga

dalam kaitannya dengan kedudukannya sebagai titik penghubung antara rumah,

sawah dan dunia nenek moyang melindungi keduanya.

Joglo dalam kehidupan masyarakat Jawa

Ukuran dan bentuk rumah merupakan lambang kedudukan sosial keluarga yang

menempatinya dalam suatu masyarakat. Hanya kaum bangsawan saja yang

awalnya diperbolehkan memiliki Joglo. Untuk orang desa pada umumnya

menggunakan bentuk Srotongan atau Trojongan. Yang membedakan Joglo dengan

tipologi rumah Jawa lainnya adalah konstruksi atapnya yang memiliki brunjung

lebih menjulang tinggi sekaligus lebih pendek dengan susunan tumpang sari,

yaitu yang ditopang oleh empat tiang utama yang disebut saka guru. Bagian saka

guru dan tumpang sari biasanya sarat dengan ukiran, baik yang rumit maupun

yang sederhana. Material yang digunakan oleh Joglo juga lebih banyak dan

biasanya menggunakan kayu jati, akibatnya harga Joglo lebih mahal dari tipologi

rumah Jawa lainnya. Jadi Joglo menjadi simbol bahwa pemiliknya termasuk dalam

strata sosial atas.

Pertunjukan-pertunjukan seni yang diadakan oleh tuan rumah di pendhapa untuk

khalayak umum, mempertegas stratifikasi sosial yang berlaku juga menjadi

bentuk ekspansi kewenangan tuan rumah terhadap lingkungan sekitarnya.

Page 77: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 5

Pendhapa juga digunakan bagi kaum lelaki untuk bersosialisasi sehingga

kemudian mempertegas bahkan membentuk nilai-nilai kemasyarakatan.

Sebagai personifikasi dari penghuninya, bagian-bagian Joglo (peninggian lantai-

dinding-atap) dapat dianalogikan secara fisik menurut bagian-bagian tubuh

manusia (kaki-badan-kepala) dan secara non-fisik menurut perjalanan hidupnya

(lahir-hidup-mati).

Sehingga kemudian nilai-nilai filosofis yang dimiliki oleh orang Jawa juga dapat

diterapkan sebagai nilai-nilai filosofis Joglo sebagai rumah Jawa. Nilai-nilai

kosmologi yang dipercaya dan diwariskan oleh orang Jawa melalui mitos,

terepresentasikan pada rumah Jawa. Dimensi atap yang dominan menunjukkan

bahwa orang Jawa mengutamakan bagian kepala dan isinya (pikiran dan ide)

karena dengan kemampuan akal pikirnya akan dapat membawa manusia untuk

mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum mati untuk menemui Tuhan.

Yang dimaksud dengan interior Joglo adalah tatanan secara keseluruhan segala

sesuatu yang berada di bawah lingkup struktur Joglo. Pada gambar di atas

ditandai oleh daerah yang berwarna hijau.

Karena secara non-fisik area tersebut dapat dianalogikan sebagai „hidup‟, maka

nilai filosofis interior Joglo dapat dianalogikan pula sebagai nilai filosofis

kehidupan bagi orang Jawa. Sehingga nilai filosofis interior Joglo

merepresentasikan suatu usaha dalam mencapai kesempurnaan hidup untuk

mempersiapkan diri menuju kepada Tuhan. Usaha mencapai kesempurnaan hidup

tersebut adalah melalui etika Jawa.

2. Memayu Hayuning Bawana (Sastra Jawa)

Memayu hayuning bawana adalah kearifan lokal Jawa yang amat spiritual. Orang

yang menguasai memayu hayuning bawana dengan sendirinya akan bijak dalam

hidup.

Berdasarkan pembahasan budi luhur ke arah memayu hayuning bawana, tampak

bahwa manusia hidup sebagai makhluk multi dimensional. Paling tidak, manusia

harus berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan Tuhan. Dalam hubungan

itu, seperti dipaparkan dalam puisi Sastra Mistik Penghayat Kepercayaan (SMPK)

diperlukan budi luhur agar kelak dapat mencapai cita-cita hakiki yaitu

kemanunggalan. Yang perlu dicermati, dari konsep demikian agar manusia tidak

terjebak pada wawasan bahwa mistik sebagai dunia misteri yang dahsyat, sulit

tersentuh.

Page 78: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 5

Sastra mistik yang menuju memayu hayuning bawana tidak lain juga hidup kita

sendiri, dari persoalan sederhana hingga yang kompleks. Jika ramah lingkungan,

sebenarnya kita telah berusaha memayu hayuning bawana. Jika kita membuang

sampah (bathang), hingga tetangga tidak merasa terganggu, dengan cara dibakar,

ditimbun, dan seterusnya jelas implikasi hal ini. Sebaliknya, jika kita membuang

sampah berbau di sembarang tempat (diecret-ecret), itu tidak lagi memperindah

dunia. Orang yang membuang sampah secara arif, penuh kebijakan, telah merujuk

pada laku mistik praksis. Sebaliknya, bagi yang membuang sampah sengaja atau

tidak telah menjadi rasanan pihak lain, jelas bertentangan dengan mistik praksis.

SMPK semacam itu boleh dipandang sebagai karya eksoterik. Ciri eksoterik

tampak pada upaya getaran sastra yang ke arah kebahagiaan orang lain. Manakala

orang lain merasa nyaman, dunia tentram, kita tidak memiliki musuh. Sebaliknya,

jika persoalan sampah saja mengundang permusuhan, sebagai tanda memayu

hayuning bawana telah pudar.

Memayu hayuning bawana adalah watak moral luhur yang verusaha memelihara

kedamaian dunia. Tingkah laku seseorang yang hanya bertekad mewujudkan

ketentraman dan kesejahteraan manusia di dunia. Dalam alam modern seperti

sekarang ini, ungkapan ini dapat disamakan dengan usaha memelihara

perdamaian dunia, agar bebas dari rasa kemiskinan, kelaparan, dan kekurangan

serta peperangan. Maksud pandangan ini, dapat disaksikan manakala manusia

tidak selalu bermusuhan, dapat menghargai pluralitas, dan tolerensi tinggi

dikedepankan. Perbedaan pandangan, status, religi, dan sebagainya adalah

amanah. Perbedaan justru rahmat.

Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa watak mamayu hayuning bawana

adalah watak yang ingin memelihara keseimbangan kosmos sehingga tercipta

harmonis. Jika harmonis telah tercapai dalam kehidupan, maka akan tercapai

ketentraman abadi di dalam hidup sehingga dunia bebas dari rasa ketakutan,

peperangan dan kelaparan, kekurangan dan sebagainya. Watak dan sikap ini

sangat didambakan siapa saja, apalagi generasi muda yang kelak akan menjadi

generasi penerus cita-cita bangsa dan akan menjadi pemimpin negara. Itulah

mutiara moral ideologis. Dinyatakan mutiara moral karena terkandung pesan

watak atau kepribadian luhur. Adapun ideologis memuat cita-cita luhur. Kedua

hal ini apabila mampu menyatu akan menyelamatkan dunia Jawa secara

komprehensif.

Setiap orang hendaknya "menghiasi" bangsa "memperindah" bangsanya, yaitu

mengusahakan keselamatan bangsanya. Kata indah dalam kaitan ini tidak lain

sebagai manifestasi ”hayu”. Hayu, dapat dimaknai hidup, hidup berarti selamat.

Hidup yang harmoni, akan selamat sekurang- kurangnya di dunia. Untuk itu,

Page 79: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

7 | B A B 5

menurut orang Jawa, caranya ialah orang harus menepati semua kewajibannya.

Orang hidup harus bekerja dan pekerjaan merupakan suatu kewajiban hidup yang

besar demi dan selaras dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat terdiri dari

keluarga- keluarga yang harus dibela dan dihidupi. Mengusahakan keselamatan

bangsa dimulai dari mengusahakan keselamatan keluarga dan keturunannya.

Kalau orang kehilangan martabatnya, tidak menetapi kewajibannya, keselamatan

keluarga akan terancam dan ini berarti keselamatan serta kesejahteraan bangsa

akan terancam pula. Moral yang tinggi diperlukan agar orang tetap bertanggung

jawab akan kewajibannya. Kemerosotan akhlak akan menghancurkan suatu

bangsa. Jadi, setiap orang atau pribadi perlu memiliki moral yang tinggi, termasuk

juga para pemimpin bangsa. Mereka seharusnya tidak hanya memimpin dengan

keahlian, terutama dengan teladan hidup pribadi yang tanpa cela.

Uraian di atas terkandung makna simbolik bahwa kehidupan penghayat selalu

berlandaskan budi luhur ke arah moralitas mulia. Bingkai etik atau moral ini yang

menuntun penghayat dalam paguyuban maupun masyarakat menjalankan akhlak

mulia. Dengan cara ini, keberterimaan masyarakat dan pihak lain akan lebih positif

terhadap penghayat. Selain itu, dengan bersikap moral yang terpuji, penghayat

juga tertuntun ke jalan hidup yang harmoni. Ketentraman hidup justru dapat

diraih dengan bertindak yang menghiasi dunia, sesuai dengan tuntunan budi

luhur.

Budi luhur ke arah moral kejawen juga menjadi bekal penghayat mencapai

makrifat sosial. Akhirnya, kehidupan mereka dapat damai dan sejahtera lahir

batin. Dalam konteks demikian, bisa direnungkan konsep yang terdapat dalam

buku Himpunan Pitutur Luhur (Istiasih, 2001:66-67) bahwa memayu hayuning

bawana sungguh istilah yang luhur. Ada berbagai padanan makna memayu

hayuning pribadi, memayu hayuning kulawarga, memayu hayuning sesama, dan

memayu hayuning bawana, yang porosnya adalah mewujudkan keadaan yang

selamat, sejahtera, dan bahwa diri sendiri, keluarga, sesama, dan dunia sebagai

satu total sinergik harmonis.

Atas dasar hal tersebut, menarik disimak uraian mistis bahwa mamayu ayuning

bawana hendaklah dimengerti menurut arti `menghiasi dunia'. Penghiasan

tersebut dilakukan oleh manusia, wakil Tuhan dengan menjalankan kewajibannya

dengan teliti sehingga dengan demikian kesejahteraan bumi (Indonesia) tercapai.

Senada dengan itu, Suseno (1980: 150) menyatakan mamayu hayuning bawana

berarti memperindah dunia dan dengan demikian membenarkan kesadaran

kosmos. Sebaliknya, mengejar kepentingan-kepentingan egois harus ditegur

Page 80: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

8 | B A B 5

karena mengacaukan keselarasan masyarakat dan kosmos. Lebih tegas lagi Mulder

(1983: 40) menjelaskan mamayu hayuning bawana, berarti menghiasi dunia.

Pendapat-pendapat demikian, intinya menukik pada perilaku orang Jawa yang

peduli kosmos. Menjaga atau melestarikan adalah kunci tercapainya bawana

indah. Dalam konteks bawana, memang terkandung istilah sarira (pribadi), bangsa,

dan negara. Totalitas menghiasi dunia ini tidak bisa dilepaskan satu dengan yang

lain. Siapa pun yang menjadi pelaku (penghias), semestinya memperhatikan

kosmos secara proporsional. Jika salah satu unsur terabaikan, maka harmoni

bawana juga sulit tercapai. Bayangkan, ketika gempa besar melanda di belahan

bumi Indonesia, mungkin sekali tatanan kosmos kita kurang baik. Kita telah

melupakan aspek memayu hayuning bawana, hingga alam melakukan

”perlawanan”. Dengan demikian, budi luhur yang berbasis pada konteks mistik

telah mengantarkan penghayat kepercayaan semakin dekat dengan Tuhan.

Kedekatan dibangun oleh laku-laku mistik yang mementingkan kehidupan

bersama, bukan kepentingan pribadi. Kunci dari seluruh aktivitas mistik memayu

hayuning bawana ini pada konsepsi tapa ngrame dan sepi ing pamrih. Akibatnya,

penghayat akan mencapai keseimbangan hidup, baik sebagai makhluk sosial

maupun pribadi. Kedekatan dengan Tuhan melalui aktivitas hidup yang

memperhatikan sesama akan memupuk jiwa sosial.

3. Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam

Tanda-tanda akan hadirnya bencana alam alam masyarakat Jawa berpedoman

pada kearifan lokal yang sudah dipercaya turun menurun. Berikut ini merupakan

identifikasi tanda-tanda hadirnya bencana menurut masyarakat Jawa.

Tabel 5.1 Tabel tanda bencana menurut masyarakat Jawa

No Jenis bencana Tanda - tanda

1 Gempa bumi Ada hujan abu, suasana gelap, ayam berteriak-teriak, ada

suara greg-greg, ada hujan deras dan angin kencang, ada

suara gler.

2 Gunung meletus Ada gempa pelan dan hujan abu, ada tanda-tanda

gemuruh yang hebat, tanah bergetar, hewan-hewan yang

terdiri dari harimau dan kera turun ke permukiman

penduduk, udara panas, ada suara gemuruh yang

mengerikan dan keras serta tidak berhenti.

3 Angin putting beliung Ada kabut, bentuk awan bergelombang (ampak –

ampak).

4 Tsunami Ada suara „gler‟ dari arah laut, laut mundur ke belakang

(surut), biasanya terjadi jumat kliwon (air mulai naik),

nelayan mendapat ikan yang besar- besar.

5 Tanah longsor Ada hujan deras, biasanya yang longsor di atas dulu,

umumnya terjadi di daerah pereng (miring), tanah

Page 81: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

9 | B A B 5

No Jenis bencana Tanda - tanda

bagian bawah bebatuan (tidak ada tanaman), tanah

bergerak, ada awan putih atau mega yang berjalan jika

terjadi waktu musim kemarau.

Sumber: Kompilasi data (2014)

4. Falsafah masyarakat pesisir Jawa

Beberapa falsafah masyarakat pesisir Jawa berupa semiotika kultural atau

semiotika naratif yang ada antara lain:

Nasihat yang turun-temurun bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan

lingkungan kepesisiran dinyatakan dalam bentuk “Manawa sira urip anèng gisik,

sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogané”.

Nasihat turun-temurun dengan bahasa Jawa tersebut jika diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia menjadi: “Seandainya engkau berkehidupan di pantai,

engkau harus merelakan seandainya induknya meminta kembali anaknya”.

Dalam nasihat tersebut, yang dimaksud dengan induk dimaknai sebagai laut,

sedangkan yang dimaksud dengan anak dimaknai sebagai gisik (beach).

Menurut kearifan lokal yang berbentuk nasihat tersebut, bahwa gisik itu

sifatnya tidak tetap atau belum stabil. Artinya, pada suatu saat gisik yang ada

itu dapat hilang akibat material endapannya terbawa kembali ke laut. Oleh

karena itu, nasihat tersebut sudah semestinya dimaknai bahwa manusia yang

ingin hidup dan berkehidupan di zona pesisir dan pantai harus mamahami

kondisi alami wilayah kepesisiran yang selalu berubah. Bahkan lingkungan

pesisir-pantai yang sudah dihuni masyarakat nelayan dapat terkikis oleh

aktivitas laut, sehingga lingkungan hunian tersebut menjadi hilang atau rusak.

Ditinjau dari sudut pandang etimologi, kata pulau merupakan hasil kontraksi

dua kata, yaitu empu dan laut, artinya, yang mempunyai laut. Dengan

demikian menurut etimologi, laut itu miliknya pulau atau pulau itu yang

empunya laut.

Primbon masyarakat pesisir. Fenomena yang terjadi berulang-ulang, disimpan

dalam ingatan sebagai “simpanan”. Istilah “simpanan” dalam bahasa Jawa

adalah “simpenan” atau istilah lainnya adalah “parimbu-an” atau “pa-simpen-

an”. Seiring dengan perkembangan kata, istilah “parimbuan” berubah bunyi

(salin swara) menjadi “perimbon” dan sekarang dikenal dengan istilah

“primbon”. Primbon merupakan simpanan hasil pengingatingatan orang atas

kejadian dan pengalaman baik maupun buruk yang menimpanya dan

dituturkan secara turun menurun antargenerasi.

Page 82: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

10 | B A B 5

Masyarakat pesisir Jawa telah mengamati secara berulang-ulang anomali

perilaku hewan menjelang datangnya banjir. Jika pada musim penghujan

banyak hewan kepiting (bukan rajungan) naik ke teras rumah atau masuk ke

rumah penduduk, maka keadaan itu oleh masyarakat dijadikan tanda

(semeion) akan datangnya banjir. Berdasarkan semiologi Saussure, kepiting

yang naik ke teras itu sebagai penanda atau indeks dalam analisis semiotika

Pierce, sedangkan banjir sebagai petanda. Perilaku kepiting tersebut

merupakan bentuk adaptasi tingkah laku hewan akibat tanggapannya terhadap

kondisi lingkungan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku.

Dalam masyarakat Pantura juga berkembang semiotika kultural yang berupa

nasihat atau “pepéling” dalam bentuk “pétangan” atau “pétungan”. Karena

“pétangan” itu ada di dalam budaya Jawa, maka sering disebut sebagai

“Pétangan Jawa”. “Pétangan Jawa” merupakan tradisi perhitungan dengan

sistem nilai atau angka berdasarkan peredaran alam dengan tujuan untuk

menyerasikan kegiatan manusia di Bumi ini dengan kondisi alami yang

mempengaruhinya. Dasar filsafati “Pétangan Jawa” ada tiga macam, yakni

filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.

Dasar “Pétangan Jawa” terletak pada konsep metafisika Jawa yang

fundamental, yaitu “cocok” atau “sesuai”, yang merupakan salah satu cara

menyesuaikan diri untuk menghindarkan ketidakselarasan atau

ketidakharmonisan dengan tatanan yang telah diatur oleh Tuhan. Makna

filsafati kehidupan masyarakat yang didasarkan pada “Pétangan Jawa”

mengacu pada pandangan filsafati ekosentrisme, yang dalam hal ini manusia

berusaha menyesuaikan diri dengan alam. Berbeda dengan pandangan filsafati

antroposentrisme, yang dalam hal ini manusia dapat merusak alam karena

manusia menguasai alam.

“Pétangan Jawa”, yaitu terjadinya “Dina Rèntèng” pada musim penghujan

biasanya terjadi hujan lebat yang terus-menerus, sehingga terjadi banjir di

wilayah tersebut. Pengertian “Dina Rèntèng” adalah hari-hari (tiga hari) yang

secara berturut-turut memiliki nilai berjumlah 13 atau 14. “Dina Rèntèng” yang

nilainya berjumlah 13 adalah Jumat Pon, Sabtu Wage, dan Minggu Kliwon,

sedangkan yang nilainya berjumlah 14 adalah Jumat Kliwon, Sabtu Legi, dan

Minggu Paing.

Konsep “Dina Rèntèng” tersebut merupakan gabungan antara saptawara (tujuh

hari dari Minggu hingga Sabtu) dan pancawara (lima hari pasaran,dari Kliwon

hingga Wage). Konsep saptawara didasarkan pada pengaruh tatasurya

(Matahari, Bulan, dan planet) terhadap Bumi, sedangkan konsep pancawara

Page 83: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

11 | B A B 5

didasarkan pada lima unsur pembentuk alam, baik makrokosmos maupun

mikrokosmos, yaitu tanah, air, api, udara, dan ether. Namun ada pula yang

menyatakan pancawara itu berasal dari sistem mancapat, yaitu sistem yang

membagi arah mata angin menjadi empat bagian utama (timur, selatan, barat,

dan utara) serta bagian pusatnya sebagai yang kelima.

Berdasarkan konsep saptawara tersebut pada saat terjadi “Dina Rèntèng” pada

musim penghujan terjadi hujan lebat berturut-turut selama tiga hari, sehingga

terjadi banjir di wilayah itu. Berdasarkan semiologi Saussure “Dina Rèntèng”

itu sebagai penanda atau simbol dalam analisis semiotika Pierce, sedangkan

banjir sebagai petanda.

5. Pranoto Mongso

Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan

yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk

mengolah pertanian. Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso

ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-

tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak memanfaatkan lahan

seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air

dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat

menjaga keseimbangannya.

Urut-urutan pranoto mongso adalah sebagai berikut:

Kasa berumur 41 hari (22 Juni – 1 Agustus). Para petani membakar dami yang

tertinggal di

sawah dan di masa ini dimulai menanam polowijo.

Karo berumur 23 hari (2 – 24 Agustus). Polowijo mulai tumbuh, pohon randu

dan mangga mulai bersemi, tanah mulai retak/berlubang, suasana kering dan

panas.

Katiga/katelu berumur 24 hari (25 Agustus-17 September). Sumur-sumur

mulai kering dananin yang berdebu. Tanah tidak dapat ditanami (jika tanpa

irigasi) karena tidak ada air dan panas. Palawija mulai panen.

Kapat berumur 25 hari (18 September -12 Oktober) Musim kemarau, para

petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gogo, pohon kapuk mulai

berbuah

Kalima berumur 27 hari (13 Oktober – 8 Nopember). Mulai ada hujan, petani

mulai membetulkan sawah dan membuat pengairan di pinggir sawah, mulai

menyebar padi gogo, pohon asam berdaun muda.

Kanem berumur 43 hari (9 Nopember – 21 Desember). Musim orang membajak

sawah, petani mulai pekerjaannya di sawah, petani mulai menyebar bibit

tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan.

Page 84: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

12 | B A B 5

Kapitu berumur 43 hari (22 Desember – 2 Februari ). Para petani mulai

menanam padi, banyak hujan, banyak sungai yang banjir, angin kencang

Kawolu berumur 26 hari, tiap 4 tahun sekali berumur 27 hari (3 Februari-28

Februari Padi mulai hijau, uret mulai banyak

Kasanga berumur 25 hari (1 – 25 Maret). Padi mulai berkembang dan sebagian

sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, tonggeret mulai

bersuara

Kasepuluh berumur 24 hari (26 Maret-18 April). Padi mulai menguning, mulai

panen, banyak hewan bunting

desta berumur 23 hari (19 April-11Mei). Petani mulai panen raya

sadha berumur 41 hari (12 Mei – 21 Juni) . Petani mulai menjemur padi dan

memasukkannya ke lumbung.

Dengan adanya pemanasan global sekarang ini yang juga mempengaruhi

pergeseran musim hujan, tentunya akan mempengaruhi masa-masa tanam petani.

Namun demikian pranoto mongso ini tetap menjadi arahan petani dalam

mempersiapkan diri untuk mulai bercocok tanam.Berkaitan dengan tantangan

maka pemanasan global juga menjadi tantangan petani dalam melaksanakan

pranoto mongso sebagai suatu kearifan lokal di Jawa

6. Nyabuk Gunung.

Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah

yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit

Sumbing dan Sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam

bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak

dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong

kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor/erosi.

7. Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada Pohon Besar (Beringin)

Menganggap suatu tempat keramat berarti akan membuat orang tidak merusak

tempat tersebut, tetapi memeliharanya dan tidak berbuat sembarangan di tempat

tersebut, karena merasa takut kalau akan berbuat sesuatu nanti akan menerima

akibatnya. Misal untuk pohon beringin besar, hal ini sebenarnya merupakan

bentuk konservasi juga karena dengan memelihara pohon tersebut berarti menjaga

sumber air, dimana beringin akarnya sangat banyak dan biasanya didekat pohon

tersebut ada sumber air.

8. Budaya Ngrowot

Ngrowot adalah tindakan mengkonsumsi krowotan, yaitu pala kependhem

misalnya ketela dan ubi jalar. Ada juga yang mengartikan ngrowot dengan hanya

mengkonsumsi ubi-ubian dan buah-buahan, namun beberapa orang menyebut

Page 85: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

13 | B A B 5

perilaku mengkonsumsi buah-buahan dengan istilah „ngalong‟ (mengingatkan kita

pada perilaku kalong yang makan buah-buahan). Pendapat lain menyatakan

ngrowot berarti hanya makan ketela, ubi jalar, talas, uwi, ganyong, maupun garut.

Dalam artian luas ngrowot bermakna menumpukan sumber tenaga dari sumber

karbohidrat lokal selain beras yang istilah kerennya diversifikasi pangan. Hal ini

menunjukkan kearifan budaya lokal, leluhur kita telah menerapkan diversifikasi

pangan bahkan sebelum istilah ini marak didengungkan.

Budaya ngrowot meniadakan/mengurangi ketergantungan pada beras yang

membutuhkan infra struktur mahal. Berarti juga pendayagunaan sumberdaya lokal

pekarangan yang bersifat tahan naungan, tegalan dengan input rendah, dan

bertujuan memenuhi kecukupan gizi dengan swadaya lokal.

Selain makna harafiah dari pola konsumsi ngrowot, didalamnya tergantung makna

filosofis yang bersifat fundamental. Makna kebersahajaan, mengoptimalkan

potensi lokal yang ada, sebagai ungkapan keprihatinan, „lantaran‟/laku untuk

menata hati menggapai cita-cita yang lebih hakiki maupun pernyataan manusia

sebagai bagian dari keutuhan alam ciptaan Tuhan.

9. Nasi Tumpeng

Nasi tumpeng merupakan kuliner khas Jawa,

penyajiannya pun sangat khas. Nasi yang

berbentuk kerucut itu selalu diletakkan di atas

tampah (semacam nampan bundar dari anyaman

bambu) yang dialasi dengan daun pisang.

Kemudian lauk pauk yang bermacam-macam itu

ditata mengelilingi nasi.

Nasi tumpeng merupakan masakan khas Suku Jawa yang biasa dihidangkan

dalam perayaan atau acara-acara adat Jawa. Selain itu, sebagian masyarakat

moderen juga sering menyajikan nasi tumpeng dalam perayaan non-adat, seperti

syukuran ulang tahun dan peresmian sebuah instansi atau tempat usaha. Sehingga,

nasi tumpeng semakin populer di kalangan masyarakat umum. Termasuk saya

yang berasal dari Kalimantan.

Bentuk kerucut pada nasi tumpeng merepresentasikan bentuk gunung. Gunung

sebagai pasak bumi melambangkan pasak bumi yang mengukuhkan bumi,

ibaratnya pasak yang mengikat dua batang kayu dan menjadikannya kokoh

bersatu. Sedangkan lauk pauk yang beraneka rasa (asam, manis, pedas, asin)

menggambarkan kehidupan kita yang selalu berganti hari demi hari. Kadangkala

kehidupan kita manis dan menyenangkan. Di lain waktu, bisa saja kehidupan kita

Page 86: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

14 | B A B 5

terasa kecut karena kesedihan, atau mungkin pedas karena kekecewaan mendalam

yang menyebabkan kemarahan. Itulah makna di balik nasi tumpeng, sebuah

simbol kekuatan (pasak bumi) yang ditengah asam garam suka duka kehidupan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, nasi tumpeng pun menjadi sajian yang umum

tersedia pada acara selamatan atau syukuran.

Filosofi nasi tumpeng

Nasi putih: bentuk gunung atau kerucut melambangkan tangan yang merapat

menyembah kepada Tuhan. Dapat dikatakan, nasi tumpeng merupakan

perwujudan dari rasa syulur, persembahan sekaligus permohonan kepada Tuhan.

Cara pandang ini didukung dengan ajaran kejawen (ajaran adat Jawa) yang

menganggap gunung adalah tempat yang kudus dan suci, serta hubungannya

yang erat dengan langit dan surga.

Dalam ajaran Hindu yang dulu tersebar di Pulau Jawa, gunung adalah sumber

awal kehidupan. Pada kisah Mahabaratha diceritakan tentang gunung Mandara

yang mengalir air kehidupan (amerta), dan siapa yang meminumnya akan

mendapat keselamatan. Ini adalah cikal-bakal tradisi tumpeng dalam acara

selamatan. Bentuk ini juga dapat dimaknai sebagai harapan agar kesejahteraan

hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”. Selain itu, nasi putih melambangkan

segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah berasal dari

sumber yang bersih atau halal.

Ayam: ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu

kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan simbol

menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang

(wening). Ketenangan hati diraih dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh”

rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat

buruk yang dilambangkan oleh ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau

berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok),

tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan banding atau

gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar

sungai. Hal tersebut merupakan symbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan

sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling sulit sekalipun.

Ikan Teri / Gereh Pethek: Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung

atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol

yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.

Page 87: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

15 | B A B 5

Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh

dengan kulitnya, jadi tidak dipotong sehingga untuk memakannya harus dikupas

terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus

direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi

kesempurnaan.

Sayuran dan urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam,

kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap.

Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbol-simbol antara lain:

Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai.

Bayam (bayem) berarti ayem tentrem atau nyaman dan tenteram,

Taoge/cambah yang berarti tumbuh,

Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative,

Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala

sesuatu dengan matang baik buruknya, cabe merah diujung tumpeng

merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang

bermanfaat bagi orang lain.

Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.

Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi)

keluarga.

Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan

menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng.

Dengan demikian para hadirin yang datang tahu akan makna tumpeng dan

memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat. Dalam selamatan,

nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang

“dituakan” sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-

sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan

sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

10. Wiwitan

Orang Jawa melakukan upacara wiwitan sebelum panen padi sehingga ada

pelajaran untuk membiasakan memilih benih unggul buatannya sendiri sebelum

dilakukan pemanenan padi yang akan diperjualbelikan atau untuk konsumsi.

Menyiapkan benih unggul adalah sangat penting bagi keberlanjutan usaha tani.

11. Punden

Di desa-desa masa lalu Jawa selalu ada tempat yang disebut punden berupa hutan

lebat dan disampingnya adalah makam. Segala jenis tanaman yang tumbuh di

punden tidak boleh diganggu keberadaannya kecuali untuk dilestarikan dan

Page 88: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

16 | B A B 5

dikembangkan. Punden biasanya memberi manfaat pada kelestarian sumber air

dan ketersediaan plasma nutfah lokal.

12. Pitutur Luhur.

Dalam filsafah jawa dikenal pitutur luhur berarti kata-kata luhur atau bisa juga

diartikan kata-kata bijak. Bagi masyarakat Jawa, pitutur luhur diperoleh dari

leluhur mereka yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan tentang bagaimana

bersikap sesama manusia maupun perlakuan terhadap alam. Filsafat jawa juga

mengajarkan kita bagaimana bersikap kepada alam.

Aja nggugu karepe dhewe, jika diterjemahkan berarti jangan berbuat sekehendak

sendiri. Kata-kata ini mengajarkan tentang bagaimana kita harus mengendalikan

diri untuk tidak berbuat semena-mena kepada orang lain. Mengajarkan kita

tentang bagaimana mengelola nafsu, mengendalikan nafsu, dan bukan

dikendalikan oleh nafsu. Tidak berbuat semena-mena kepada orang lain berarti

juga tidak berbuat semena-mena terhadap alam. Jika berbuat demikian, kerusakan

alam karena ulah manusia demi kepentingan pribadi akan berdampak pula pada

orang lain.

Ibu bumi, bapa aksa. Artinya ibu adalah bumi, bapak adalah langit. Maksudnya

bumi adalah simbol ibu yang memberikan kesuburan tanah sebagai tempat

kegiatan pertanian. Langit adalah simbol bapak yang memberikan keberkahan

lewat hujan. Ajaran ini mengajarkan kita bagaimana menyayangi, melindungi, dan

menghormati bumi beserta langit sebagaimana kita melakukannya kepada kedua

orang tua. Jika kita merusak bumi, maka langit pun akan ikut marah. Seperti

halnya jika kita berbuat tidak baik kepada ibu, maka bapak pun akan marah,

demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh adanya perusakan hutan. Hutan

merupakan penopang keseimbangan ekosistem. Jika dirusak, maka ekosistem akan

kacau dan iklim menjadi tidak menentu. Akibatnya langit menunjukan

kemarahannya dengan fenomena seperti badai, curah hujan tinggi, dan lain-lain.

Asta brata atau delapan ajaran. Merupakan ajaran kemanusiaan dan

kepemimpinan. Ajaran ini juga sering diajarkan kepada putra mahkota raja-raja

jawa. Ajaran ini bertolak pada filsafat bumi, air, api, angin, matahari, bulan,

bintang, dan awan. Dalam perkembangannya asta brata tidak diajarkan hanya

kepada putra mahkota kerajaan, tetapi juga kepada masyarakat luas. Delapan

elemen tersebut merupakan elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan

memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia.

Page 89: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

17 | B A B 5

Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah yang berarti kerukunan menumbuhkan

kekuatan, perpecahan menumbuhkan kerusakan. Secara jelas menganjurkan kita

untuk hidup rukun, dalam arti masyarakat yang terintegrasi.

13. Babad Tanah Jawa

Dalam penciptaan peradaban jawa tidak lepas dari mitos dan alam. Diceritakan

menurut Babad Tanah jawa, dahulu tanah jawa berupa hutan rimba yang dihuni

oleh sekelompok makluk halus. Kemudian manusia datang dan membangun

peradaban di Pulau Jawa. Manusia tersebut adalah seorang pendeta dari kerajaan

arab yang mendapatkan titah dari rajanya untuk membangun peradaban di tempat

tersebut, Ketika ingin menjalankan tugasnya, pendeta itu didatangi Semar, tokoh

wayang yang lucu dan bijak, sebagai pemimpin dari makhluk halus di jawa. Semar

merasa keberatan dengan kedatangan pendeta itu karena anak cucunya takut

dengan ilmu dan agama yang dia miliki. Namun pendeta tersebut tidak akan

menggangu mereka, jika mereka juga tidak menggangu manusia. Pendeta tersebut

memberikan penawaran kepada Semar untuk memerintahkan anak cucunya

pindah ke gunung dan laut selatan. Semar pun juga meminta kepada pendeta

untuk memperingatkan manusia untuk jangan merusak gunung dan laut selatan,

karena itu adalah tempat tinggal para penunggu tanah jawa. Jika manusia merusak

tempat tinggalnya, maka mereka akan menciptakn bencana sebagai balasan kepada

manusia yang merusak alam mereka. Di ceritakan perjanjian antara pendeta

dengan semar menemui kata sepakat sampai Pulau Jawa tumbuh peradabannya.

Terlepas dari benar tidaknya, mitos yang diceritakan dalam Babad Tanah Jawa

tersebut memberikan pelajaran kepada masyarakat bagaimana sikap manusia

terhadap alam. Meskipun dalam cerita tersebut terdapat unsur gaib, namun

masyarakat terutama yang bersifat tradisional relatif dapat mengikuti perintah

yang secara tersirat dalam cerita tersebut.

Bentuk-bentuk penghormatan kepada gunung dan hutan sebagai ruang yang

diyakini sebagai tempat yang “berpenghuni” dalam arti terdapat kekuatan gaib

atau istilahnya angker, ternyata menciptakan cara berperilaku yang tidak jauh

dengan prinsip konservasi. Dalam prinsip konservasi yang dibutuhkan adalah rasa

saling menghormati dan menjaga alam. Masyarakat cenderung akan berpikir ulang

jika melakukan kegiatan di tempat-tempat yang dianggap angker. Mereka akan

menjaga dan menghormati tempat-tempat tersebut. Meskipun bentuk dari

penghormatan tersebut seringkali berupa ritual-ritual tertentu, namun dalam hal

ini mampu menciptakan sikap bijaksana untuk menghargai alam. Suatu tempat

yang dianggap angker membuat aktifitas manusia jarang dilakukan di tempat

tersebut. Hal ini justru dapat menjaga keseimbangan ekosistem karena kurangnya

aktifitas manusia.

Page 90: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

18 | B A B 5

14. Paribasan, Bebasan, dan Saloka.

Ungkapan yang menggambarkan sikap dan pandangan hidup masyarakat Jawa,

antara lain:

Giri lusi janna kena ingina ‟tidak boleh menghina orang lain‟

Alon-alon waton kelakon

Luwih becik alon-alon waton kelakon, tinimbang kebat kliwat mengandung nilai

bahwa salah satu sikap hidup orang Jawa yang tidak ingin gagal dalam meraih

apa yang diinginkan. Kata alon-alon di dalamnya sebenarnya tersirat makna

cara. Jadi, alon-alon hanyalah cara bagaimana seseorang akan mencapai tujuan

karena yang penting adalah kriteria yaitu waton kelakon (harus terlaksana)

daripada kebat kliwat (tergesa-gesa tetapi gagal)

Hamangku, hamengku, hamengkoni.

Hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku diartikan sebagai sikap dan

pandangan yang harus berani bertanggung jawab terhadap kewajibannya,

hamengku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani ngrengkuh

(mengaku sebagai kewajibannya dan hamengkoni dalam arti selalu bersikap

berani melindungi dalam segala situasi. Jadi, seorang pemimpin dalam

pandangan masyarakat Jawa itu harus selalu berani bertanggung jawab,

mengakui rakyatnya sebagai bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu

melindungi dalam segala kondisi dan situasi.

Ing arsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

Ungkapan ini juga berasal dari bahasa Jawa dan mengandung nilai-nilai yang

sangat baik untuk panutan seorang pemimpin. Apabila seseorang benar-benar

ingin disebut sebagai seorang pemimpin, dia harus selalu berada di depan

untuk memberikan contoh yang baik dalam bentuk sikap, ucapan, dan

tindakan yang selalu konsisten. Manakala seorang pemimpin berada di tengah-

tengah rakyatnya, dia harus mangun karsa (memberi semangat) agar rakyat

tidak mudah putus asa jika menghadapi segala macam cobaan. Ketika dia di

belakang, dia harus selalu tut wuri handayani (mau mendorong) agar rakyatnya

selalu maju.

Melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wan.

Melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani dalam arti segala

prestasi yang dicapai dalam suatu tempat atau negara akan selalu dijaga oleh

rakyatnya dengan baik karena rakyat merasa ikut memiliki melu handarbeni,

dan jika ada orang lain yang akan merusak tatanan yang sudah mapan, rakyat

juga akan ikut membela melu hangrungkebi. Namun, semua itu dilakukan

setelah mengetahui secara pasti duduk persoalan mana yang benar dan mana

yang salah dengan mulat sarira hangrasa wani (mawas diri).

Nglurug tanpa bala, menang tanpa angsorake

Page 91: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

19 | B A B 5

Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, artinya segala persoalan dapat

diselesaikan sendiri dengan baik tanpa harus merendahkan martabat orang lain

yang bermasalah dengan dirinya.

Weweh tanpa kelangan (memberi tanpa harus kehilangan sesuatu)

Yitna yuwana, lena kena

Kencana wingka

Sepi ing pamrih rame ing gawe (orang yang bekerja sungguh-sungguh tanpa

menginginkan imbalan)

Ungkapan–ungkapan yang berhubungan dengan tekad kuat:

Rawe-rawe rantas malang-malang tuntas (segala sesuatu yang menghalangi akan

diberantas)

Sura dira jayaning rat, pangruwating diyu, lebur dening pangastuti. (siapa pun

harus berani membasmi angkara murka untuk membela kebenaran karena

adanya keyakinan bahwa angkara murka pasti dapat dikalahkan oleh

kebaikan).

Opor bebek, mateng awake dhewek (orang yang sukses karena usaha sendiri)

Ungkapan yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan:

Golekana tapake kontul nglayang (carilah jejak kaki burung kontul)

Golekana galihing kangkung (carilah terasnya pohon kangkung)

Golekana susuhing angin (carilah sarangnya angin)

Manunggaling kawula gusti (bersatunya alam kecil dan alam besar)

5.2 KEARIFAN LOKAL EKS KARESIDENAN PEKALONGAN SECARA

KHUSUS.

A. Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan

Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan memiliki kebudayaan yang similar.

Beberapa budaya dan kesenian di Kota Pekalongan antara lain:

Tari Sintren

Sintren adalah kesenian tradisional masyarakat

Pekalongan dan sekitarnya, Sintren adalah

sebuah tarian yang berbau mistis/magis yang

bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dan

Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa

Sulandono adalah putra Ki Baurekso hasil

perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden

Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak,

namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Kir Baurekso,

akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari.

Meskipun demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung

Page 92: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

20 | B A B 5

melalui alam goib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari memasukkan

roh bidadari ketubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang

bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan

diantara Sulasih dan R. Sulandono.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki

roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan

apabila sang penari betul-betul masih dalam keadaan suci (perawan). Sinteren

diperankan seorang gaadis yang masih suci, dibantu oleh pawangnya dan diiringi

gending 6 orang sesuai Pengembangan tari sintren sebagai hiburan budaya maka

dilengkapi dengan penari pendamping dan bador (lawak).

Didalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain

dalam permainan Sintren, Si pawang (dalang) sering mengundang Rokh Dewi

Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bilamana hal itu dapat berhasil

maka pemain Sintren akan kelihatan lebih cantik dan dalam membawakan tarian

lebih lincah dan mempesonakan.

banyak berpengaruh gaya dan motif Cina.

Simtudorror

Merupakan kesenian tradisional yang

bernafaskan Islam dengan menggunakan Rebana

dan Jidor sebagai alat musiknya. Kesenian ini

beranggotakan antara 15 orang - 20 orang,

dengan diiringi musik mereka melantunkan puji-

pujian atau sholawatan sebagai ungkapan syukur

dan permohonan keselamatan dunia dan akhiran

pada Allah SWT. Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan acara

khajatan atau selamatan yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota

Pekalongan yang terkenal dengan ketaatannya dalam menjalankan perintah

Agama.

Lopisan

Tradisi Syawalan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Kota Pekalongan ini sudah

dimulai sejak 130-an tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1855 M. kali pertama

yang mengelar hajatan Syawalan ini adalah KH. Abdullah Sirodj yang merupakan

keturunan dari Kyai Bahu Rekso.

Beliau wafat di Magelang sedang makam beliau terletak dikompleks pemakaman

Masjid Payaman Magelang, yang hingga kini makamnya masih banyak dikunjungi

Page 93: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

21 | B A B 5

peziarah dari segenap penjuru tanah air, khususnya Jawa Tengah, baik pagi, siang,

sore ataupun malam hari sepanjang tahun.

Adapun Khoulnya bertepatan dengan Syawalan

disini (Kota Pekalongan); yaitu tanggal 8 Syawal

tahun hijriyah. Pada tanggal 8 Syawalnya,

masyarakat Krapyak berhari raya kembali setelah

berpuasa 6 hari, dalam kesempatan ini,

merekapun membuat acara „open house’ menerima

para tamu baik dari manca desa maupun manca

kota. Hal ini diketahui oleh masyarakat diluar

krapyak, sehingga merekapun tidak mengadakan kunjungan silaturahmi pada

hari-hari antara tanggal 2 hingga 7 dalam bulan Syawal, melainkan berbondong-

bondong berkunjung pada tanggal 8 Syawal.

Tradisi Pek Chun

Tradisi Pek Chun pada hakekatnya hampir sama

dengan tradisi sedekah laut atau Nyadran hanya

saja, tradisi ini diselenggarakan oleh warga

Tionghoa di Kota Pekalongan. Pada prinsipnya

acaranya sama, hanya penyelenggara, isi perahu

dan waktunya yang berbeda. Tradisi Pek Chun

dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa menurut

kalender China pada perayaan tahun baru china atau imlek. Acara yang

mengiringi tradisi Pek Chun adalah Pentas seni Barongsai dan kesenian

masyarakat china lainnya serta makan bersama dan pelaksanaan berbagai lomba.

Jumlah pengunjung pada pelaksanaan tradisi Nyadran dan Pek Chun mencapai

ribuan orang, yang berasal dari seluruh pelosok Kota Pekalongan dan masyarakat

sekitarnya serta wisatawan mancanegara yang kebetulan berada di Kota

Pekalongan.

Samproh

Samproh merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam, yang

beranggotakan beberapa wanita dengan diiringi lantunan alat musik seperti

Rebana, Sedangkan Simtuduror juga merupakan kesenian tradisional yang

bernafaskan Islam dengan menggunakan Rebana dan Jidor sebagai alat musiknya.

Kesenian ini beranggotakan antara 15 orang - 20 orang, dengan diiringi musik

mereka melantunkan puji-pujian atau sholawatan sebagai ungkapan syukur dan

permohonan keselamatan dunia dan akhiran pada Allah SWT. Kesenian ini biasa

digunakan pada saat pembukaan acara khajatan atau selamatan yang

Page 94: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

22 | B A B 5

diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota Pekalongan yang terkenal dengan

ketaatannya dalam menjalankan perintah Agama.

Sedekah Laut/ Nyadran

Tradisi Sedekah Laut / Nyadran banyak dilakukan di berbagai daerah di

Indonesia, salah satunya di Kota Pekalongan yang biasa disebut Tradisi Nyadran.

Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat nelayan Kota Pekalongan setiap bulan

Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang

melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan Ritual

Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji antara lain

Kepala Kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka

mainan anak-anak, serta setelah melalui beberapa prosesi dan do‟a selamatan

kemudian dibawa ketengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan Kepala

Kerbau oleh seorang Tokoh Spiritual. 13 Isi perahu yang telah dilarung akan

menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Allah

SWT melalui barang-barang yang dilarung tersebut. Pada saat yang bersamaan

diselenggarakan juga Ritual Pementasan Wayang Kulit dengan cerita Bedog Basu

yang menceritakan terjadinya ikan di darat dam di laut, serta berbagai kegiatan

lomba olahraga, kesenian dan kulirner ikan hasil tangkapan nelayan.

Kain batik Pekalongan

Pemakaian kain pada masa lampau merupakan salah satu sarana untuk menutupi

bagian tubuh. Bersamaan dengan proses pembudayaan dan tingkat kebutuhan.

fungsi dari pemakaian kain berkembang menjadi pelengkap keindahan maupun

symbol untuk perhajatan terhadap Tuhan yang disembah. Penggunaan kain pada

jaman Indonesia-Hindu di Jawa dilakukan menurut kebutuhannya dan untuk

melengkapi keindahan dibuatlah sejenis kain ikat pinggul yang diberi nama uncal,

sampur dan bira.

Kain yang sesuai dengan tingkat derajat pemakaiannya digunakan untuk upacara

keagamaan dan upacara manusuk sima. Kain-kain itu terdiri dari beberapa jenis,

misalnya kain kaliyaga, jaro, pinilai, rangga, bira, atamaraksa, dan sebagainya.

barang-barang semacam itu dinamakan pasak-pasak. hadiah tersebut tidak selalu

datang dari raja tetapi bisa juga diberikan oleh pejabat bawahan seperti kepala desa

kepada raja atau rakyat.

Pada prasasti poh disebutkan bahwa para ketua desa dan orang-orang tua di poh

mempersembahkan kain jenis jaro kepada sri maharaja. Selain itu, kain jenis jaro

beserta emas sebanyak 5 suwarno (gram) diberikan kepada nenek raja dalam

jumlah yang sama. Selanjutnya, satu stel kain jenis kaliyaga dan emas sebanyak 4

suwarno diberikan kepada rakyanapatih. Suatu ketika kepada pejabat tinggi

Page 95: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

23 | B A B 5

lainnya juga diberikan kain jenis kaliyaga dan emas 1 suwarno. Kain jenis kaliyaga

dan jaro merupakan kain pilihan yang pantas untuk raja atau orang yang

berderajat tinggi, sedangkan jenis kain untuk rakyat biasa dan para wanita adalah

jenis pinilai. Apabila melihat tingkat sosial pemakai kain pinilai adalah golongan

rendah, maka bisa dikatakan kain tersebut, ada juga nama wdihan yang berarti

kain untuk laki-laki yang disebut bebed dan kain perempuan disebut tapih.

Masyarakat di beberapa tempat di desa-desa Jawa maupun Pekalongan kuno

sudah terbiasa memakai tapih dan bebed, sedangkan anak-anak memakai jenis

kain rangga. Pemakaian kain jenis bebed maupun tapih tidak saja putih polos

sesuai aslinya , tetapi diberi warna serta ragam hias dengan cara membatik utuk

menambah keindahan serta tujuan tertentu dan dibuat oleh golongan pengrajin

yang disebut astacandala. Meskipun para astacandala terdiri dari golongan rakyat

biasa, mereka mendapat tempat atau kedudukan yang dihormati karena

kepandaiannya oleh para pu atau pendeta. Kain batik tersebut selain dibuat untuk

bebed atau tapih, juga dipakai sebagai benda pelengkap upacara keagamaan. batik

dengan hiasan dan warna tertentu dipakai sebagai alas tempat sesaji dalam pura.

Secara ekonomis, batik pada masa lampau belum menunjukan sebagai barang yang

diperdagangkan. pemakaian kain berpola masih terbatas digunakan oleh kalangan

masyarakat tertentu, seperti para brahmana dan pendeta. Para raja dan

keluarganya lebih banyak menerima hadiah kain bercorak atau sulaman dengan

hiasan tertentu seperti halnya tenun patola dari India (pantai gujarat) atau

Thailand yang dibuat dengan teknik tenun ganda. oleh karena kain-kain tersebut

mahal dana semakin langka sehingga sulit dimiliki oleh masyarakat pada

umumnya, maka golonan astacandala membuat kain dengan ragam hias yang

sama namun dengan teknik berbeda yaitu teknik batik. itulah pertama kali

pembuatan kain dengan ragam hias batik dimulai.

Ragam hias batik kuno

Secara umum, perkembangan ragam hias batik kuno pertama kali diilhami dari

bentuk ragam hias pahatan tiga dimensi yang terdapat pada relief candi maupun

hiasan arca. Kedua adalah bentuk tumbuh-tumbuhan (flora) dan binatang (fauna)

seperti sulur-sulur daun, bunga, ikan, burung, dan singa. Adapun yang ketiga

adalah bentuk garis atau bidang berbentuk geometris yang mengandung lambang

tanda perhitungan hari dan bulan serta bentuk bangun tertutup berupa garis-garis,

segitiga, setengah bulatan, bulatan-bulatan, atau yang lainnya. Bentuk segitiga atau

bulatan, bentuk ikal, dan garis gelombang dikenal sebagai ragam hias pilin,

meander, dan swastika. Ragam hiasan seperti itu sebenarnya sudah hadir dan

sudah umum pada masa prasejarah, khususnya pada jaman perunggu.

Page 96: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

24 | B A B 5

peninggalan nenek moyang berupa batu kubur di pulau sumbah telah

menggunakan ragam hias semacam itu.

Ragam hias segitiga adalah ragam hias yang dalam istilah jawa disebut “tumpal”

dan maknanya lambang kekuasaan. Beberapa sumber menyebutkan ragam hias

tersebut berasal dari India dan merupakan stilirisasi gigi buaya sebagai lambang

penolak bala. Ragam hias segitiga pada batik terdapat pada sarung, kain kepala

(pada ujung kanan dan kiri kain) serta kain stengah kepala (1 ujung saja yang

mempunyai ragam hias segitiga). Ragam hias “tumpal” banyak dipakai untuk

hiasan bagian kepala (jakata makuto) arca. Pohon hayat yang disebut kapaltaru

membentuk sulur daun yang dijaga oleh naga juga dipakai oleh ragam hias

“tumpal”.

Ada beberapa pola batik pada masa hindu kuno dijawa, antara lain pola kawong,

tumpal, ceplokan. padmasabha, dan sebagainya. semuanya itu menjadi dasar

bentuk pola-pola ragam hias batik. Pola semacam itu bersumber dari lingkaran

candi, sedangkan untuk pola kawong, tumpal, ceplokan dipengaruhi oleh bentuk

ragam hias yang terdapat pada hiasan kubur batu pada masa prasejarah. Masing-

masing ragam hias memiliki ragam seni, dan makna perlambangan yang secara

bersinambungan dapat menyatu menjadi sebuah hiasan kuno. Pada masa lampau,

kerejaan yang pada waktu itu berada di pemerintahan mataram kuno. Penggunaan

dan pembuatan batik terus berlangsung hingga abad XII setelah kekuasaan

Mataram Hindu pindah ke Jawa Timur dan menjelang keruntuhannya pada abad

XVI.

Ragam hias yang menjadi ragam batik terus dikembangkan oleh keluarga didalam

kraton sampai dengan periode mataram baru pada abad XVI masehi dan

kesakralannya dijadikannya sebagai simbol status suatu jabatan. Meskipun

masyarakat saat itu membuat batik, baik untuk pelengkap sarana upacara maupun

dipakai sebagai busana dalam pengembangannya masih ketinggalan apabila

dibandingkan dengan batik-batik yang dibuat di daerah pedalaman dan pusat

kerajaan.

Batik kuno Pekalongan

Berdasarkan penelitian pada beberapa batik yang terdapat di dua desa yaitu Desa

Deles, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang dan Desa Lebak Barang di

Kabupaten Pekalongan, terdapat indikasi bahwa batik di kedua desa tersebut

menunjukkan pola batik pekalongan kuno. Pola batik itu terdiri dari tiga bidang

dengan garis pinggir berbentuk padmasana dan garis ratna sambawa, sedangkan

pada bagian tengah batik tersebut terdapat ragam hias bulatan dan ukel yang

menunjukkan bahwa teknik pembuatannya dilakukan dengan dua cara.

Page 97: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

25 | B A B 5

Batik Pesisiran

Pertumbuhan seni kerajinan batik yang ditentukan oleh pola,warna,dan ragam hias

itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan jaman. Masa Demak adalah masa

orientasi budaya keraton bercorak Islam yang berasal dari lingkungan masyarakat

pesisir utara Jawa. Konsepsi Islam memberikan ruang terciptanya suatu identitas

yang mengacu pada bangunan suci seperti masjid,atau makam. Suatu hal yang

spesifik bahwa ragam hias pada masa Hindu- Jawa Tengah sampai jaman

Majapahit merupakan ragam hias yang sudah baku bertolak pada bangunan

keraton dan candi. Ragam hias lama seperti tumpal, ukel, kawung dan sulur daun,

masih terpahat pada ukiran pintu dan panil-panil tiang masjid Demak.

Demikian pula halnya deagan warna-warna yang menghiasi keseluruhan

bangunan. warna hijau,merah,serta kuning emas telah menunjukkan corak yang

khas sebagai prototype warna bangunan keraton majapahit yang pernah ditangani

oleh Tionghoa pada abad XIV. Sesuatu yang sangat spesifik adalah corak

bangunan dan hiasannya yang menampilkan warna-warna Cina. Hal itu

menandakan adanya persamaan persepsi tentang kedua unsur budaya yang

berkembang pada masa Hindu Konfusius ke dalam Islam. Munculnya pola

meander dan pilin ke dalam bentuk ragam hias pra Islam adalah suatu bagian dari

bentuk stilirisasi (yang disesuaikan) dengan corak yang berkembang saat itu. Oleh

karenanya, hiasan medallion yang menempel pada hiasan masjid mantingan di

makam Ratu Kalinyamat, Jepara, telah disamarkan dalam bentuk arabiksi. ragam

hias daun atau sulur rambat seperti daun teratai dan bentuk eceng-ecengan pada

hiasan masjid mantingan juga terlihat diterapkan dalam batik yang disebut corak

“Demakan”.

Stilirisasi pola pada batik pesisiran yang mendapat pengaruh dari lingkungannya

tidak saja bersumber dari masjid atau makam tetapi juga dari lingkungan alam.

Pola yang disebut “kapal kandas” pada batik rembang dan “tritis” pada batik

lasem adalah salah satu contoh diantara batik dari kedua daerah itu yang

diperkirakan berkembang pada awal abad XVI dan XVII masehi. Batik “kapal

kandas” mewakili kota pada saat kota yang bersangkutan merupakan kota

pelabuhan. stilirisasi bentuk ragam hias perahu pecaling, ombak-ombak laut, dan

gunung yang dilengkapi dengan ragam hias sulur rambat telah diekspresikan

dengan media lilin pada kain sehingga terbentuklah sebuah lukisan klasik anonym

yaitu batik. pada pola batik itu, sekilas dapat memberikan petunjuk adanya sejarah

kota di pesisir utara jawa pada pertengahan abad XVI dan XVII masehi. Jepara,

Demak, dan Tuban disebut sebagai wilayah sandang garba “raja kaum pedagang”.

sebutan itu mengindikasikan bahwa pada jaman duhulu kota-kota tersebut

merupakan kota pelabuhan yang sangat penting. kata “sandang” sudah

menunjukan adanya perdagangan pakaian yang berjalan seiring dengan

Page 98: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

26 | B A B 5

perdagangan beras yang menjadi primadona pada masa itu. Meskipun

kapasitasnya tidak terlalu besar, pedagang cina-rembang telah memanfaatkan

pembuatan batik sebagai barang kaomoditi. Penyebaran batik pesisiran dari kota-

kota di Jawa pada masa Demak dan sesudahnya, berkembang sejak hubungan

berdagang lalau lintas antar pulau berlangsung. pada tahun 1614 penguasaan

wilayah oleh raj-raja mataram pada tahun itu lebih cenderung kearah bagian timur

sampai pulau madura, bali, dan lombok.

Orientasi ragam hias pada batik Madura mengacu pada perkembangan ragam hias

batik Jawa. Namun demikian, berbagai pengaruh ragam hias lokal pada makam

raja-raja Tjakraningrat juga kita dapati sebagai sumber inspirasi bagi pembatik

Madura. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pada masa itu kerajaan Mataram

menjangkau pulau Madura hingga ujung timur dan bukti peninggalannya dapat

kita lihat di keraton Sumenep. Objek flora dan fauna seperti salur rambat, salur

gelung, ombat laut, mega mendung, gunung, dan jenis binatang seperti garuda,

singa, dan banteng, yang terbingkai dalam bentuk medallion telah memberikan

aksentuasi secara samar-samar sebagai kelengkapan ragam hias lama yang lahir

pada masa pra sejarah dan masa hindu-jawa tengah seperti pola kawun, ceplokan,

maupun hias ukel dan tumpal.

Selain batik Madura dan Pekalongan dengan warna-warni yang sangat mencolok,

batik-batik di pesisir utara Jawa seperti Demak, Rembang, dan Lasem, hampir

semuanya menunjukan warna yang jelas warna klasik soga, nila dan mengkudu

yang mendapatkan warna tambahan kuning dan hijau. Pada awalnya warna

tersebut selalu diperoleh dari bahan pewarna alam. Akhirnya, pola batik pesisiran

adalah sebuah adaptasi dari pola lama yang berasal dari batik pedalaman /

keraton yang digabung dengan stilirisasi pola baru setelah terjadinya konversi

Islam di Jawa serta pengaruh ragam hias dari kaum pendatang manca negara

seperti Cina, India, Arab, dan Belanda.

Page 99: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

27 | B A B 5

Gambar 5.3 Kearifan Lokal Pekalongan

NORMA- NORMA LOKAL

Falsafah Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogane Pitutur luhur : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa., Asta brata, Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

RITUAL DAN TRADISI

LAGU, LEGENDA, CERITA

INFORMASI DATA

MANUSKRIP

CARA KOMUNITAS LOKAL MEMENUHI

KEBUTUHAN

ALAT / BAHAN

SUMBER DAYA ALAM

Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada Pohon Besar (Beringin) Wiwitan Tari Sintren Lopisan Pek Chun Sedekah laut / nyadran

Babad tanah Jawa, sejarah Pekalongan Simtudorror Samproh

Pranoto mongso Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam Petangan Jawa

Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana Primbon Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

Nyabuk Gunung Budaya Ngrowot

Punden

Rumah joglo Nasi tumpeng untuk selamatan Kain batik Pekalongan Batik Pesisir

Page 100: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

28 | B A B 5

B. Kabupaten Tegal

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Tegal antara lain:

Rebo Wekasan

Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan adalah hari Rabu di minggu terakhir di bulan

Safar (dalam bahasa Jawa: Sapar). Masyarakat Jawa percaya bahwa bencana dan

mala petaka banyak terjadi pada hari itu. Sehingga mereka perlu melakukan upaya

pencegahan agar bencana dan mala petaka ini tidak terjadi pada mereka. Maka

pada hari itu masyarakat banyak yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan, mandi

di sungai, mengunjungi sanak saudara, bahkan membuat serangkaian acara selama

seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukkan wayang, dan lain

sebagainya.

Setiap daerah memiliki cara dan keunikan masing-masing dalam pada saat Rebo

Wekasan ini. Tak terkecuali di Tegal, acara ini pun menjadi sebuah tradisi yang

masih dilaksanakan sampai sekarang ini. Masyarakat Tegal banyak yang

mempercayai kalau pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar ini, akan banyak

bencana dan mala petaka. Sehingga banyak dari mereka, baik itu anak-anak

sampai orang dewasa melakukan berbagai upaya untuk terhindar dari bencana

dan mala petaka tersebut. Tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh

masyarakat Tegal dalam menghadapi Rebo Wekasan, yaitu tradisi mencukur

beberapa helai rambut dan tradisi membuat bubur merah dan putih, yang

kemudian dibagikan ke tetangga mereka. Tak ada bukti tertulis mengenai tradisi

ini. Kapan tradisi mulai dilaksanakan dan siapa yang memulainya belum ada yang

mengetahui. Akan tetapi, tradisi ini seakan sudah menjalar dalam masyarakat dan

seakan jika tidak dilaksanakan, bencana dan mala petaka akan datang menimpa

mereka.

Selain tradisi mencukur rambut dan juga membuat bubur, ada juga tradisi unik

lain yang dilaksanakan di Tegal selama Rebo Wekasan. Tradisi itu dilaksanakan di

dua kecamatan di Tegal, yaitu di Suradadi dan Lebaksiu. Meskipun pada dasarnya

sama, yaitu untuk memperingati Rebo Wekasan, tetapi kegiatan yang dilaksanakan

berbeda.

Sedekah Laut

Prosesi ini diawali dengan melarung sebuah

perahu berisi beraneka macam sesaji, seperti buah-

buahan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk-

pauknya hingga kepala seekor kerbau ke tengah

laut. Setelah dilarung, ratusan nelayan dan

masyarakat sekitar berlomba memperebutkan

aneka persembahan dan mengambil air laut yang disiramkan ke tubuh. Berebut

Page 101: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

29 | B A B 5

sesaji dan mengambil air laut dipercaya membawa keberuntungan bagi nelayan di

kawasan Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura) tersebut.

Usai melarung sesaji, malam harinya acara berlanjut dengan pergelaran wayang

kulit semalam suntuk. Ritual ini digelar setahun sekali secara turun-temurun.

Selain sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tradisi ini

juga dianggap sebagai tolak bala agar dijauhkan dari bencana.

Tari topeng Endel

Tari Topeng Endel adalah jenis tari tunggal dimana penarinya menggunakan

topeng yang berbentuk lukisan wajah cantik. Tari ini ditarikan oleh penari wanita

dengan gayanya yang lincah, genit dan gendhil/ ganjen. Salah salah satu kekhasan

Tari topeng Endel adalah iringan yang menggunakan musik Jawa dengan

gendhing Tegalan, ragam gerak yang khas seperti giyul dan jeglong yang hanya

ada di Topeng Tegal. Giyul adalah menggoyangkan pinggul dengan posisi kaki

jejer jenjeng tangan kiri menthang lurus sedangkan tangan kanan lurus ke bawah.

Jeglong adalah kaki tanjak kanan, tangan kiri sampur, tangan kanan nekuk, Ialu

proses jeglong.

Ditinjau dari bahasanya, topeng adalah penutup wajah yang terbuat dari kayu atau

kertas yang berbentuk wajah manusia atau binatang. Sementara Endel dalam

bahasa Jawa adalah Batur Wadon ( pembantu wanita/ pengiring ), ( Atmojo, 1990 :

94 ) sedangkan dalam BahasaTegal Endel diartikan sebagai ganjen, lincah atau

genit. Tari Topeng Endel menggambarkan seorang pembantu yang tugasnya

menghibur ratu dengan karakter lincah , genit dan ganjen. Dalam pementasanya,

tari ini dapat dimainkan secara tunggal, tetapi tidak menutup kemungkinan

diartikan secara berpasangan atau masal.

Dalam pertunjukan Tari Topeng Endel tidak mengandung makna tertentu namun

unsur keindahan dalam gerak sangat diutamakan sehingga mampu membawakan

keindahan, kedinamisan dan kelincahan dalam penyajian gerak contohnya gerak

lontang, jeglong, egolan, yang memberi arti endel yang lincah dan gendil.

Budaya Moci (Nge-teh)

Sejak abad ke 17 budaya nge-Teh sudah menjadi

tradisi bagi warga tegal, budaya dari turun temurun

ini telah menjadikan kota tegal sebagai ikon Teh

Poci. Tradisi moci sudah sangat melekat bagi warga

tegal, sebagai pengerat tali silaturahmi dan tali

persaudaraan, teh yang disajikan secara khusus ini

yang membuat bentuk serta rasanya tergolong unik dari cara nge-teh bagi sebagian

Page 102: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

30 | B A B 5

orang. Teh ini ditempatkan pada tempat khusus yakni dari poci yang terbuat dari

tanah liat beserta cangkirnya yang juga terbuat dari tanah liat, sehingga teh poci

umumnya disajikan dalam wadah nampan yang berisi poci dan dua buah gelas.

Kesemuanya terbuat dari tanah liat.

Biasanya cara penyajian teh yang digunakan dari daun teh hijau yang beraroma

wangi melati yang dituang pada poci dengan menggunakan air mendidih,

kemudian gula yang dipakai bukan dari gula pasir melainkan memakai gula batu.

Aroma beserta rasa yang memikat biasa disebut jakwir-jakwir tegal panggilan

teman akrab warga tegal yakni WASGITEL singkatan dari wangi, panas, sepet,

legit, lan (dan) kentel (kental). Tradisi minum poci ini enaknya dinikmati saat

berkumpul dengan kerabat maupun teman dekat, sebagai penambah nikmat teh ini

juga bisa didampingi dengan tempe mendoan hangat. Suasana ini sebagai bukti

bahwa keeratan maupun pengikat persaudaraan dapat dibentuk dari secangkir teh

poci wasgitel.

Mantu Poci

Mantu Poci adalah salah satu kebudayaan di wilayah Tegal, dengan acara inti

melangsungkan 'pesta perkawinan' antara sepasang poci tanah berukuran raksasa.

Mantu poci pada umumnya diselenggarakan oleh pasangan suami istri yang telah

lama berumah tangga namun belum juga dikarunai keturunan. Seperti layaknya

pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan undangan.

Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka pementasan untuk

menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk ruang

resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah. Selain sebagai harapan

agar pasangan suami istri segera mendapatkan keturunan, mantu poci juga

bertujuan agar penyelenggara merasa seperti menjadi layaknya orang tua yang

telah berhasil membesarkan putra putri mereka, kemudian dilepas dengan pesta

besar dengan mengundang sanak saudara, dan relasi.

Warung Tegal

Sebagian besar kalangan percaya Warteg bermula sejak tahun 1950-an hingga

1960-an. Saat itu pembangunan infrastruktur di ibukota demikian pesat. Sejumlah

proyek dikerjakan, yang menimbulkan efek berganda (multiplier effect) sejumlah

pekerja (tukang dan kuli) yang cukup banyak. Pekerja bangunan ini umumnya

mendirikan bedeng-bedeng sementara di lokasi proyek. Selain tempat tinggal,

pekerja ini membutuhkan konsumsi yang dapat dijangkau koceknya: murah, dan

banyak.

Peluang ini rupanya dibaca secara kreatif oleh warga Tegal. Kelompok imigran asal

Tegal di ibukota mulai menyediakan layanan kuliner di lokasi proyek. Mereka

Page 103: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

31 | B A B 5

mampu menjual produk yang murah dan banyak, yang kemudian menjadi satu

stereotip Warteg yang dikenal publik hingga hari ini. Realitas ini kemudian

menjadikan stereotip awal Warteg: berada di sekitar lokasi proyek, dibuat dari

bahan-bahan semi permanen seperti halnya bedeng pekerja proyek, bersifat

musiman mengikuti periodisasi pengerjaan proyek, dikerjakan oleh 3-5 pekerj

yang umumnya laki-laki.

Umumnya Warteg diusahakan oleh kelompok keluarga (family) yang bergantian

mengelola. Bila tak kebagian mengelola, mereka pulang ke kampung mengelola

lahan pertanian yang ada. Berbeda dengan Rumah Makan Padang yang juga

umumnya dikelola oleh tenaga kerja laki-laki, pemanfaatan tenaga kerja laki-laki

pada Warteg disebabkan oleh alasan praktis, tidak memperhitungkan sistem nilai

matriarkhi di Minang yang kabarnya mendudukkan perempuan dalam posisi

kultural yang tinggi.

Bangunan Warteg saat ini umumnya tidak lagi berbentuk bedeng darurat. Banyak

bangunan Warteg dibuat semi permanen atau permanen. Ciri umum yang masih

melekat adalah luas Warteg yang umumnya sempit sekitar 15-20 m2, serta bercat

biru dan berada di lokasi yang ramai. Sajian yang disuguhkan umumnya terdiri

dari banyak ragam sayur dan lauk, tak kurang dari 12 jenis sayur dan maksimal

terdapat 4 jenis lauk yang disajikan. Tentang cat biru pada Warteg, ada ceritanya.

Kawasan Tegal sebagai daerah asal pengusaha Warteg berada pada topografi

pesisir sekaligus agrarian. Topografi pesisir ini kemudian menginspirasi

pengusaha untuk mengecat biru Wartegnya.

Tradisi ruwatan di Tegal

Ruwatan dilakukan masyarakat Tegal sebagai usaha memohon Melalui ruwatan,

masyarakat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dijauhkan

dari bala (bencana). Masyarakat membawa hasil bumi berupa sayur, buah, serta

replika kepala kerbau yang kemudian dilarung ke laut. Bersamaan dengan acara

ruwatan tersebut juga dipentaskan pagelaran wayang kulit.

Page 104: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

32 | B A B 5

Gambar 5.4 Kearifan Lokal Tegal

NORMA- NORMA LOKAL

Falsafah Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogane

Pitutur luhur : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa., Asta brata, Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

Rebo Wekasan

RITUAL DAN TRADISI

LAGU, LEGENDA, CERITA

INFORMASI DATA

MANUSKRIP

CARA KOMUNITAS LOKAL MEMENUHI

KEBUTUHAN

ALAT / BAHAN

SUMBER DAYA ALAM

Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada

Pohon Besar (Beringin)

Sedekah laut

Tari Topeng Endel

Budaya Moci (Nge-teh)

Mantu Poci

Ruwatan

Babad tanah Jawa

Sejarah asal usul Tegal

Pranoto mongso

Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam

Petangan Jawa

Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana

Primbon

Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

Nyabuk Gunung

Budaya Ngrowot

Punden

Rumah joglo

Nasi tumpeng untuk selamatan

Warung tegal

Page 105: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

33 | B A B 5

C. Kabupaten Brebes

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Brebes antara lain:

Burokan

Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari

sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama

abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran

besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang

hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi‟raj Nabi Muhamad

SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda

bersayap yang disebut Buroq.

Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti

Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi

hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-

boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana

sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di

awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan

pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu

bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan

Barzanji). Musik pengiring Burokan biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar,

sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling,

kecrek. Di dalam pertunjukan berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring

nyanyian.

Makna yang tersembunyi dibalik bentuk pertunjukan Burokan, antara lain: Makna

syukuran bagi siapapun yang menanggap Burokan, terutama dianggap sebagai

seni pertunjukan rakyat yang Islami; Makna sinkretis bagi yang melihatnya dari

tradisi Badawang (boneka-boneka yang ada muncul dari cara berfikir mitis

totemistik yang berasal dari hubungan arkaistik sebelum Islam menjadi agama

dominan di Cirebon); Makna akulturasi bagi benda yang bernama Buroq (sebagai

pinjaman dari daerah Timur Tengah terkait dengan kisah Isra Mi‟raj Nabi

Muhamad SAW yang dipercayai sebagian masyarakat Cirebon sebagai dongeng

dari tempat-tempat pengajian yang diabadikan juga dalam lukisan-lukisan kaca)

Sintren

Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon.

Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat danJawa Tengah, antara lain di

Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas,

Kabupaten Kuningan, danPekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama

lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang

bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Page 106: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

34 | B A B 5

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati

Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki

Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari

Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki

Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi

penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus

berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari

yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono

yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan

terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki

roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan

apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai

keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat

dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan

cara tertentu menimbulkan suara yg khas. Sintren diperankan seorang gadis yang

masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam

perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi

dengan penari pendamping dan bodor (lawak).

Dogdog kliwon

Dogdog Kaliwon adalah jenis kesenian pagelaran yang tumbuh subur di

Kecamatan Salem, Brebes. Kesenian ini lahir dengan nama dogdog yang dalam

istilah Jawa berartimenabuh. Karena kerap dipentaskan pada malam Kliwon,

kesenian ini kemudian diberi nama dogdog kaliwon. Dogdog kaliwon biasanya

dimainkan 4-10 orang yang memainkan alat musik seperti gendang. Bedanya,

gendang yang kemudian dikenal dengan dogdog itu menggunakan bahan baku

dari pohon enau, baik yang besar maupun kecil.

Kuntulan

Kuntulan adalah salah satu seni budaya khas masyarakat Brebes pesisiran pantura

berupa seni beladiri pencak silat yang di mainkan lebih dari satu orang yang

diiringi dengan musik berupa gendang. Kuntulan bukan hanya memainkan jurus-

jurus silat saja tapi juga di gabung dengan permainan ilmu tenaga dalam. Kata

kuntulan sendiri berasal dari kata “Kuntul” yaitu nama dari salah satu burung laut

berbulu putih seperti burung bangau tapi berekor pendek dan larinya sangat cepat,

itulah sebabnya seni kuntulan berkembang di daerah pesisiran pantura Brebes,

terutama tahun 90 an group kuntulan semakin banyak di desa-desa pesisir seiring

dengan berkembangnya perguruan-perguruan pencak silat seperti perguruan jaka

poleng, tai chi, tapak suci, dll. Kesenian kuntulan biasnya di mainkan saat acara-

Page 107: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

35 | B A B 5

acara tertentu seperti karnaval agustusan, karnaval akhir pelajaran sekolah

madrasah diniyah.

Tari topeng brebes

Tari Topeng Brebes merupakan jenis tari topeng yang berkembang di wilayah

Kabupaten Brebes khususnya berkembang di Kecamatan Losari yang terdapat

pengaruh dari kebudayaan di wilayah Cirebon Jawa Barat. Tari topeng Brebes

menceritakan legenda Joko Bluwo, seorang pemuda petani desa yang berwajah

buruk rupa berkeinginan untuk mempersunting putri raja yang cantik jelita

bernama Putri Candra Kirana. Dikisahkan, keinginan Joko Bluwo akhirnya

dikabulkan sang raja, setelah Joko Bluwo memenuhi syarat yang diajukan Raja.

Namun, di tengah pesta pernikahan, seorang raja dari kaum raksasa yang juga

berkeinginan menikahi putri Candra Kirana datang dan membuat kekacauan. Dia

mengajak bertarung pada Joko Bluwo untuk memperebutkan sang putri. Joko

Bluwo akhirnya berhasil mengalahkan raja raksasa dan hidup bahagia bersama

putri Candra Kirana.

Tari topeng sinok

Tari Topeng Sinok adalah salah satu seni tari khas

asal Brebes yang diciptakan oleh Suparyanto dari

Dewan Kesenian Kabupaten Brebes yang

menggambarkan perempuan yang cantik, luwes dan

treingginas. Tarian Topeng Sinok, menceritakan

tentang perempuan Brebes, yang pada umumnya

mereka merupakan adalah wanita pekerja keras. Kecantikan, keluwesan, dan

kenggunannya tak mengurangi kecintaan mereka pada alam dan pekerjaannya

sebagai petani. Tari yang merupakan paduan bentuk seni Cirebon, Banyumas dan

Surakarta tersebut, seolah hendak mengatakan bahwa perempuan daerah

perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat ini bukanlah pribadi yang manja, cengeng,

dan malas.

Reog banjarharjo

Reog Banjarharjo adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di

wilayah tengah Kabupaten Brebes tepatnya di Kecamatan Banjarharjo yang nyaris

punah. Berbeda dengan reog yang selama kita kenal dari Ponorogo, Jawa Timur.

Dalam pertunjukan Reog Ponorogo ditampilkan topeng berbentuk kepala singa

yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk

Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas

raksasa. Tapi reog asal Brebes, dimainkan dua orang bertopeng. Reog Banjarharjo

dimainkan oleh dua orang, satu orang ditokohkan sebagai orang yang baik, dan

satunya berwatak jahat. Tokoh yang baik mengenakan topeng pentul, dan yang

Page 108: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

36 | B A B 5

jahat barongan. Dua lakon ini bertarung ketika pertunjukan berlangsung.

Ceriteranya mengisahkan seputar mahluk halus yang menghuni sebuah tempat

atau rumah. Manakala rumah itu akan ditempati, pentul datang untuk mengusir

mahluk halus (barongan). Keduanya biasanya bertarung lebih dulu, sampai

akhirnya dimenangkan pentul. Untuk memeriahkan atraksi dua tokoh itu, diiringi

musik yang dimainkan tujuh orang satu juru kawi atau sinden. Yaitu, empat orang

membawa tetabuhan seperti kendang yang digendong di depan, satu orang

memainkan terompet, gong dan satu lagi kecrek. Tetabuhan kendang dipukul

dengan tongkat, sambil menari mengikuti irama musik.

Page 109: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

37 | B A B 5

Gambar 5.5 Kearifan Lokal Brebes

NORMA- NORMA LOKAL

Falsafah Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogane

Pitutur luhur : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa., Asta brata, Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

Rebo Wekasan

RITUAL DAN TRADISI

LAGU, LEGENDA, CERITA

INFORMASI DATA

MANUSKRIP

CARA KOMUNITAS LOKAL MEMENUHI

KEBUTUHAN

ALAT / BAHAN

SUMBER DAYA ALAM

Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada

Pohon Besar (Beringin)

Sintren

Kuntulan

Tari topeng Brebes

Tari topeng sinok

Reog Banjarharjo

Babad tanah Jawa, asal usul Brebes

Burokan

Doddog kliwon

Pranoto mongso

Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam

Petangan Jawa

Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana

Primbon

Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

Nyabuk Gunung

Budaya Ngrowot

Punden

Rumah joglo

Nasi tumpeng untuk selamatan

Page 110: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

38 | B A B 5

D. Kabupaten Pemalang

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Pemalang antara lain:

Mitos memakan sayur gandul Masyarakat sekitar Gunung Slamet.

Cerita rakyat yang berkembang tentang Gunung Slamet di daerah Banyumas dan

sekitarnya antara lain mengenai mitos sayur gandul. Jika Gunung Slamet

menunjukkan gejala akan meletus (dalam status waspada), masyarakat akan

berusaha meredakan sehingga gunung tidak sampai status siapa. Masyarakat di

sekitar Gunung Slamet akan memasak buah pepaya yang masih muda dan

menyantapnya sebagai pelengkap makan nasi. Buah pepaya dikenal buah "gandul"

oleh warga masyarakat sekitar Gunung Slamet. Gandul artinya menahan agar

kejadian yang menghawatirkan banyak manusia di Banyumas tidak terjadi,

sehingga tertahan dan Gunung Selamat yang berstatus Waspada akan tertahan

pada status tersebut

Ritual tolak bala masyarakat sekitar Gunung Slamet.

Masyarakat sekitar Gunung Slamet sering

melakukan ritual tolak bala dengan cara

membuat kupat berisi nasi dan selembar

daun salam. Benda tersebut digantung di

pintu masuk rumah. Ritual tersebut

dilakukan agar masyarakat selamat dari

kemurkaan gunung. Selain ketupat selamat, ritual tumpengan atau selamatan juga

dilakukan. Dalam tumpeng tersebut berisi “jangan gandul” atau sayur pepaya,

urap, ingkung ayam. Ritual tersebut biasa dilakukan masyarakat di Desa Klakaran,

Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Desa di lereng Gunung

Slamet itu berada di radius 13 kilometer dari puncak. Selain membuat kupat,

masyarakat juga mengenakan atribut berupa kalung dan gelang yang terbuat dari

bambu kuning. Atribut kalung dan gelang dari bambu kuning tersebut dipercaya

warga akan dapat menyelamatkan anak-anak mereka dari bahaya.

Cerita rakyat Asal muasal Nama gunung Slamet

Menurut cerita, Slamet dalam bahasa Indonesia artinya “selamat”. Setidaknya sejak

jaman kakek buyut hingga sekarang gunung tersebut tidak pernah “terbatuk -

batuk” apalagi meletus. Keberadaan gunung yang memberikan rasa aman dan

tenang selama ini seakan memberikan “keselamatan” bagi masyarakat di

sekitarnya. Ada semacam anggapan dimasyarakat bahwa jika sejak dulu Gunung

Slamet tersebut sering meletus atau lainnya maka mungkin sejak dulu pula

gunung tersebut tidak akan dinamakan Gunung Slamet. Itulah mengapa gunung

tersebut dinamakan Gunung Slamet hingga sekarang.

Page 111: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

39 | B A B 5

Meski hanya cerita mitos, namun akibat yang dibayangkan sungguh mengerikan.

Mitos menceritakan apabila meletusnya Gunung Slamet akan “membelah” Pulau

Jawa menjadi dua bagian. Entah itu karena timbulnya rekahan besar yang

membentang dari utara ke selatan ( dan air laut mengalir masuk hingga menyatu )

atau karena masing - masing wilayah di barat dan timur bergeser saling menjauh.

Letaknya yang hampir tepat ditengah - tengah antara batas pantai utara dan pantai

selatan, serta dikelilingi setidaknya 5 wilayah kabupaten yang berbatasan langsung

( Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas, Purbalingga ) dan 2 wilayah yang tidak

langsung ( Kabupaten Cilacap, Kota Tegal ) dimana jika kita lihat di peta akan

membentuk suatu garis lurus yang membelah Pulau Jawa.

Sesaji

Masyarakat Pemalang Selatan, terutama masyarakat Desa Karangsari sering

membuat sesaji yang diletakkan di setiap persimpangan jalan, sawah, sumber air

maupun sungai. terjadi dalam masyarakatnya. Sesaji tersebut berisi berbagai

macam jenis hasil bumi yang dihasilkan, seperti padi, palapendhem, palawija. .

Hasil bumi tersebut diranggkai di tempat sesaji yang terbuat dari bambu, dan

diletakan di setiap persimpangan jalan (pertigaan maupun perempatan jalan),

lahan pertanian (sawah) warga yang menjadi mata pencaharian utama bagi para

petani yang ada di desa saya, lalu di sumber air yang sebagaimana air tersebut

digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebelum meletakan

sesaji tersebut di tempat-tempat yang dianggap memiliki hal mistik oleh warga

desa, dilakkukan tasyakuran / slametan terlebih dahulu di balai desa, dengan

harapan supaya satu tahun kedepan akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Tradisi tersebut dilaksanakan oleh warga desa secara rutin, setiap menyambut

malam pergantian tahun baru islam (malam 1 suro).

Bubur merah putih untuk selamatan weton

Kepercayaan Jawa mengatakan doa atau “bancakan” -

weton dilakukan pada malam hari weton. Weton

merupakan kombinasi hari penanggalan masehi dan

hari penanggalan Jawa. Kalau penanggalan masehi

punya hari Minggu – Sabtu, penanggalan Jawa

mengenal istilah “pasaran” yang terdiri dari: Pon, Wage,

Kliwon, Legi, Pahing. „Bancakan‟ bubur merah putih

dilakukan untuk mengingatkan akan proses kelahiran,

yaitu menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk bubur merah

(perlambang ibu) dan putih (perlambang bapak). Kemudian bubur tadi dibagikan

ke para tetangga dan saudara terdekat. Terkadang bagi-bagi bancaan ini bisa

dibarengi dengan nasi gudangan, nasi ayam, nasi kotak ataupun dalam bentuk

lain. Manfaat dan tujuan bancakan weton adalah untuk “ngopahi sing momong”,

Page 112: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

40 | B A B 5

karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang

momong (pamomong) atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik.

Pamomong bertugas selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak

salah langkah, agar supaya lakune selalu „pener, dan pas. Pamomong sebisanya

selalu menjaga agar kita bisa terhindar dari perilaku yang keliru, tidak tepat,

ceroboh, merugikan.

Mitos Pantai Widuri Pemalang

Dahulu, lebih kurang tiga abad silam, di wilayah Pemalang sebelah utara masih

banyak hutan rawa. Tanah daratan yang ada kurang subur. Di tempat itu

tinggallah seorang yang bernama Ki Pedaringan. Di panggil Ki karena memang ia

seorang laki-laki yang sudah cukup tua. Ki Pedaringan termasuk salah seorang

yang cukup ulet dalam mengolah tanahKarena ketekunan dan keuletan Ki

Pedaringan dalam mengolah tanah garapan, lambat laun tanah yang tadinya

kurang subur, berubah menjadi tanah yang cukup subur. Ki Pedaringan

memperistri Nyi Widuri yang usianya 15 tahun lebih muda darinya. Pada suatu

hari saat Ki Pedaringan masih bekerja di sawah, rumah mereka didatangi oleh

Pangeran Purbaya yang sedang terluka. Nyi Widuri membantu merawat Pangeran

Purbaya.

Saat Ki Pedaringan pulang, Nyi Widuri menceritakan kedatangan Pangeran

Purbaya, namun Ki Pedaringan menyangka Nyi Widuri berselingkuh. Untuk

membuktikan dirinya tidak berselingkuh, Nyi Widuri menggunakan keris

Simangklan yang ditinggalkan Pangeran Purbaya. Jika ia berselingkuh maka

tetesan darah akibat goresan keris akan berubah warna menjadi merah, namun jika

ia tidak berselingkuh akan berwarna putih. Ternyata tetesan darah Nyi Widuri

berubah warna menjadi ungu. Ki Pedaringan mencoba mencari tahu artinya

dengan pergi menyusul Pangeran Purbaya ke Mataram. Namun ia tidak pernah

kembali ke rumah, karena ia menjadi abdi dalem setelah bertemu Pangeran

Purbaya.

Nyi Widuri setia menunggu kepulangan Ki Pedaringan hingga ajalnya. Sampai

sekarang tempat dimana Nyi Widuri tinggal dikenal dengan nama Widuri dan

kembang widuri sampai sekarang berwarna ungu. Selain itu orang mengenal nama

Widuri sebagai lambang kesetiaan. Orang-orang mempercayai kalau sepasang

kekasih memadu janji di Pantai Widuri Pemalang akan menjadi pasangan yang

setia sampai tua.

Dolanan Mantra Duk – Duk Gleng

Dolanan ini biasanya dilakukan oleh 3 atau 4 anak yang dilakukan diatas Pasir.

Teknisnya adalah pasir dibuat gunung gunungan, nah diatas gunung itu kemudian

Page 113: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

41 | B A B 5

ditancapkan semacam bendera kecil yang dibuat dari lidi (biting bhs jawa). Anak

anak yang melingkari gunungan pasir dengan bendera dipuncaknya, kemudian

melakukan ritual pembacaan mantra: sambil mengais ngais pasir dengan telunjuk.

Masing masing pemain harus sportif mengais sambil menyanyi bareng mengikuti

irama mantra.

Kaisan dan hentakan kecil pada pasir secara

repetitif dan berirama akan menjadikan

gunungan menjadi longsor. Nah bendera

biting di puncak akan ikut jatuh dan

mengarah ke salah satu peserta. Saat itulah

permainan berakhir, siapa yang kejatuhan

bendera, dialah yang kalah. Kemudian peserta yang kalah biasanya dihukum

gendong, nyanyi atau yang lain tergantung kesepakatan.

Ada pelajaran dibalik permainan Dolanan asli Pemalangan, Duk Duk Gleng Taine

Celeng. Permainan ini melatih keberanian pada si anak untuk mengambil resiko

keberanian dan juga sportifitas selain strategi pengambilan keputusan. Logikanya

jika kita bermain mengais pasir mengikuti irama mantra niscaya akan selamat,

beda jika kaisannya sporadis, kecenderungan bendera akan jatuh ke tempat kita..

Itu aturannya. Karena secara teknis gunungan pasir lebih stabil dan tingkat

longsornya lebih kecil

Baritan atau sedekah laut

Baritan atau sedekah laut adalah prosesi melarung

Jolen ke tengah laut yang dilaksanakan para nelayan

sebagai upacara rasa syukur atas hasil usaha

menangkap ikan di laut. Sedekah laut

diselenggarakan tiap tahun sekali pada Maulud,

setiap Selasa atau Jumat Kliwon. Sebelum upacara

pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang

dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan

mengambil lokasi di Tempat Pelelangan Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai

upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar,

selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama.

Krangkeng

Kesenian tradisional ini dikenal masyarakat Pemalang

sejak tiga abad silam. Berawal dari peristiwa penyerbuan

Batavia oleh laskar Mataram. Pemalang yang saat itu

termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar

Sultan Agung dengan mengirim prajurit-prajurit

Page 114: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

42 | B A B 5

terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit tangguh saat itu ialah melatih para

pemuda dengan ilmu kanuragan dan olah keprajuritan. Caranya setiap latihan olah

kanuragan selalu diiringi musik atau tetabuhan.

Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih terus berlangsung,

bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian berkembang dan diperkaya

berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi kekebalan tubuh dan

ketrampilan akrobatik. Olah kanuragan kini telah beralih fungsi menjadi sebuah

kegiatan kesenian dan tontonan yang menarik. Inilah cikal bakal lahirnya kesenian

krangkeng.

Sintren

Sintren merupakan kesenian rakyat yang cukup

populer di wilayah Karesidenan Pekalongan

terutama di kalangan masyarakat pantura. Sintren

konon berasal dari legenda Sularsih-Sulandono.

Sulandono adalah putera ari pasangan suami-istri

Joko Bahu dan Ratnasari yang menurut kisah

adalah pendiri Kota Batang, Pekalongan dan

wilayah sekitarnya. Sintren menggambarkan

perjalanan hidup dan kesucian seorang gadis yang diperankan seorang gadis belia

yang masih suci, belum akil-balik dan tidak pernah terjamah tangan lelaki.

Pertunjukan sintren diawali tembang yang menarik perhatian para penonton yakni

"Kukus Gunung". Berikutnya gadis calon sintren yang mengenakan pakaian biasa

dimasukkan ke dalam kurungan dalam keadaan tangan terikat. Setelah si gadis

berada dalam kurungan, kemenyan pun dibakar sementara para pelantun lagu

mengalunkan tembang "Yu Sintren" yang bertujuan memanggil kekuatan dari luar.

Kekuatan inilah yang nantinya mengganti busana calon sintren.

Selanjutnya akan tampak sesosok bidadari yang mengenakan pakaian kebesaran

lengkap dengan kacamata hitam, berdiri anggun lalu berienggang-lenggok

mengikuti irama gamelan yang dimainkan para penabuh. Pada zaman dulu, selain

sebagai sarana hiburan dan ajang komunikasi muda-mudi untuk cari jodoh, sintren

juga digunakan sebagai mediasi untuk meminta turun hujan. Sekarang, sintren

pun dipentaskan untuk memeriahkan hari-hari besar nasional, acara hajatan atau

pun untuk menyambut tamu resmi.

Jaran Kepang

Jaran kepang atau Kuda Lumping adalah jenis kesenian

tradisional yang umumnya dikenal di masyarakat Jawa

Tengah. Kesenian ini merupakan jenis permainan yang

menyertakan unsur magis karena pada adegan tertentu

pemainnya memainkan atraksi yang tidak mungkin

Page 115: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

43 | B A B 5

dilakukan manusia biasa seperti adegan makan pecahan kaca. Dari sejumlah

kesenian Jaran Kepang yang ada di Jawa Tengah, Pemalang mungkin memiliki

beberapa kelebihan berupa inovasi seperti adanya adegan cukup unik dimana dua

atau tiga orang pemain dijadikan manusia setengah robot yang bisa duduk atau

berdiri mematung berjam-jam lamanya. Kesenian Jaran Kepang biasanya

dipentaskan pada acara hajatan, upacara hari besar nasional atau pun menyambut

kunjungan tamu resmi.

Kuntulan

Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang

pada sekitar awal abad 20 yaitu pada saat di tanah air

banyak muncul pergerakan kebangsaan. Tokoh-tokoh

masyarakat Pemalang saat itu tak mau ketinggalan

ikut dalam kancah perjuangan nasional. Dibentuklah

perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat.

Kegiatan bela diri ini ketika itu selalu diiringi rebana

dan pukulan bedug serta dikumandangkan pula doa-doa salawat Nabi sehingga

terkesan sebagai kegiatan kesenian dan keagamaan.

Setelah kemerdekaan kegiatan ini yang kemudian di kenalkan dengan nama

kuntulan tetap berlangsung dan berubah dari alat perjuangan menjadi sarana

hiburan. Kesenian ini biasanya dipentaskan para acara peringatan hari besar

nasional, hajatan atau pun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak

menarik karena memadukan jurus-jurus bela diri yang nampak artistik,

demonstrasi akrobatik dan keindahan musik rebana dan bedug.

Musik tek-tek

Dilihat dari bentuk fisik serta suara yang ditimbulkan,

musik tek-tek merupakan jenis alat musik ritmis (non-

nada). Pada awalnya hanya beberapa potong bambu

wulung yang dipukul secara ritmis dan membentuk

suara yang khas, namun belakangan muncul bentuk

angklung yang memberikan nuansa melodis. Tentu

saja ini sudah keluar dari bentuk baku tek-tek itu

sendiri, sebab angklung juga sudah mempunyai wilayah sendiri.

Pada musik angklung melodi yang ditimbulkan adalah tonalitas diatonik (diatonic

scale), di mana nada yang tersusun adalah rentetan nada yang strukturnya

menganut standard musik dunia yang menggunakan pola jarak baku. Tentu saja

ini bertolak belakang dengan kebanyakan musik tradisi Jawa yang kebanyakan

menganut sistem tonalitas pentatonis (pentatonic scale), lazim dibagi dalam titi laras

slendro dan pelog. Kalau dengan titi laras pelog masih bisa disejajarkan karena ada

pola jarak yang sama antara keduanya, namun jika lagu yang dinyanyikan berlatar

Page 116: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

44 | B A B 5

belakang titi laras slendro, maka akan ada pemaksaan dalam menyajikannya.

Namun demikian, dalam permainan tek-tek tidak ada yang tabu dalam

menyanyikan lagu. Tak peduli fals atau tidak, yang penting ramai dan menghibur.

Penggunaan tonalitas diatonik ini memberikan keleluasaan bagi penggarap musik

tek-tek dalam mengoleksi lagu-lagu yang diadaptasi ke dalam musik jenis ini,

mulai dari lagu daerah Jawa Tengah, lagu Sunda, Bali, Maluku, Tapanuli, bahkan

lagu mancanegara baik di Asia maupun lagu barat, mulai lagu dangdut,

campursari hingga populer. Oleh karena itu musik tek-tek sangat fleksibel dan

relatif mudah di samping pola ritmenya yang sederhana juga penggunaan unsur

harmoni yang tidak rumit. Unsur harmoni dalam hal ini hanya berkisar pada

keselarasan antara bunyi-bunyian yang ditimbulkan oleh instrumen melodis dan

ritmis, belum sampai pada tingkat penggunaan akor sebagaimana dalam musik

yang lain.

Penampilan tek-tek tidak seru jika tidak melibatkan penari sebagai hiasan

penampilan, penyanyi biasanya dirangkap oleh penabuh kenthongan yang

suaranya lantang serta bisa mengimbangi volume instrumen. Yang tidak kalah

pentingnya adalah keberadaan seorang dirigen yang mereka sebut mayoret

lengkap dengan tongkat komando (stik major leader). Mayoret bisa dilakukan oleh

seorang laki-laki atau perempuan, atau bahkan yang lebih kemayu lagi, waria.

Dalam hal ini dibutuhkan pula seorang koreografer yang bertugas menata gerak

bagi penari-penari penghias penampilan. Selai itu ada pula petugas perancang

(desain) aksesoris yang akan mendukung segi visual, seperti kuda kepang,

ornamen instrumen, hingga pemunculan gunungan (kekayon).

Legenda „Romo Bebek‟

Gunung Slamet berada di lima kabupaten di Jawa

Tengah yaitu Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal,

Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes dan Kabupaten

Banyumas ini. Usai terjadi 'erupsi kecil' di Gunung

Slamet terkadang muncul fenomena awan membentuk

'Romo Bebek'. Selain dipercaya warga sekitar sebagai

penguasa Gunung Slamet, 'Romo Bebek' sebutan yang

sering dilontarkan oleh warga sekitar adalah 'momongan' (asuhan) dari Kyai

Slamet, sebutan Gunung Slamet di era masa sekarang. Kyai Slamet konon diangkat

sebagai Tumenggung (pengawal) sang penguasa Laut Pantai Selatan, Ratu Kidul.

Kyai Slamet diserahi Ibu Ratu Kidul untuk mengasuh dua gunung yang

didekatnya, yaitu Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang pernah muncul

fenomena awan membentuk tokoh pewayangan yaitu Kyai Semar.

Page 117: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

45 | B A B 5

Kemunculan Romo Bebek ini dipercaya masyarakat sebagai simbol perbuatan

untuk 'angon' (saling mengasuh) sesama warga. Sejarahnya kidul (Ratu Kidul) dan

Sungai Serayu. Romo Bebek diberikan ke Romo Slamet disuruh untuk angon.

Angon dalam artian yang luas yaitu nuntun (mengarahkan) kepada hal yang baik.

Beberapa kalangan masyarakat menyebut „Romo Bebek‟ sebagai 'Togok'.

Togok, merupakan tokoh pewayangan dewa yang kemunculannya di dunia

hampir bersamaan dengan tokoh Semar. Namun, togok ini mempunyai karakter

'mbodoni' atau tahu tapi pura-pura tidak tahu. "Bibirnya menyerupai tokoh

wayang di Jawa seperti togok. Karakternya 'orang tiyeng' (pura-pura tidak

mengerti) akan kebenaran kalau orang Banyumasan bilang. Jika manusia tidak

saling mengasuh, mengasih dan mengasah (belajar bersama), maka bencana yang

akan didapatkan di negeri ini.

Page 118: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

46 | B A B 5

Gambar 5.6 Kearifan Lokal Pemalang

NORMA- NORMA LOKAL

Falsafah Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogane

Pitutur luhur : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa., Asta brata, Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

Rebo Wekasan

RITUAL DAN TRADISI

LAGU, LEGENDA, CERITA

INFORMASI DATA

MANUSKRIP

CARA KOMUNITAS LOKAL MEMENUHI

KEBUTUHAN

ALAT / BAHAN

SUMBER DAYA ALAM

Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada

Pohon Besar (Beringin)

Mitos memakan sayur gandul di sekitar gunung Slamet

Tolak Bala di sekitar Gunung Slamet

Sesaji

Bubur merah putih untuk selamatan weton

Sedekah laut

Krangkeng

Sintren

Jaran kepang

Kuntulan

Babad tanah Jawa, asal usul Pemalang

Asal usul nama Gunung Slamet, legenda Romo Bebek

Pantai Widuri

Dolanan mantra Dug-dug Gleng

Music tek-tek

Pranoto mongso

Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam

Petangan Jawa

Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana

Primbon

Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

Nyabuk Gunung

Budaya Ngrowot

Punden

Rumah joglo

Nasi tumpeng untuk selamatan

Page 119: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

47 | B A B 5

E. Kabupaten Batang

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Batang antara lain:

Tari Lengger

Tari Lengger mengisahkan tentang pertemuan Raden

Panji Asmarabangun dengan Dewi Candra Kirana:

atraksi tarian sangat menarik, ada penari naik kendi dan

ada yang disunggi di bahu sambil menari dengan

senang dan gembira, tarian ini dilengkapi dengan

sesajian dan dibacakan mantra-mantra oleh sesepuh.

Kesenian tradisional ini menggunakan gamelan sebagai alat musiknya dan diikuti

penari wanita (lengger) yang biasa ditampilkan pada acara hajatan / peresmian

sebagai penyambutan serta setiap ada acara hari besar, seperti penyambutan tahun

baru masehi.

Tari Sintren

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono

sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya

dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono

memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari

Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut

tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R.

Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian

pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantan sari yang memasukkan roh bidadari

ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil

oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih

dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang

penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal

tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan

diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan

budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).

Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam

permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar

untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil

diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian

lebih lincah dan mempesona

Page 120: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

48 | B A B 5

Nyadran

Upacara Nyadran atau pesta laut ini merupakan tradisi dari Jaman pra-Islam, yaitu

ketika Jawa masih berada di Jaman Hindu-Buddha (Majapahit) dan (Mataram

Kuno). Walau tradisi ini telah berlangsung lama, upacara nyadran tetap menjadi

kontroversi di kalangan masyarakat dan kelompok keagamaan.

Awal perkembangannya, Upacara Nyadran berinti dengan pelarungan kepala sapi

dan diikuti dengan pesta makan oleh para penduduk sekitar, namun seiring jaman

Upacara Nyadran berkembang hingga adanya beberapa ritual suci yang

dilakuakan seperti mabuk masal, sesembah kapal dan hiburan/perayaan. Doa

yang digunakan yang semula menggunakan mantra-mantra jawa, kini telah

diselingi oleh bacaan-bacaan arab, dimana didalamnya dimaksudkan untuk

sebuah keselamatan dan rasa syukur.

Di Desa Klidang Lor Kabupaten Batang, nyadran diadakan dua kali dalam

setahun, di desa ini juga terdapat kegiatan yang unik pula, seperti sesembah

perahu selama dua hari. Sesembah perahu dimaksudkan agar, perahu yang

hendak digunakan saat berlayar mencari ikan, akan mendapatkan keselamatan dan

dijauhkan dari segala bencana (tolak bala).

Upacara Kendit

Budaya dan istiadat yang masih dipercaya oleh warga setempat, yaitu melakukan

upacara penyembelihan kambing 'Kendit' yang dilakukan pada Rabu Wage, bulan

Jumadil Awal sebagai upaya 'tolak balak' agar desanya tidak terkena musibah.

Selain itu, warga Desa Sodong juga melakukan tradisi upacara panen padi dengan

menyajikan makanan 'jadah pasar'.

Seni Dengklung

Seni dengklung, awalnya lahir dan berkembang di wilayah Kecamatan Blado,

kemudian berkembang ke Kecamatan Bandar. Kesenian yang dikelompokkan

dalam "musik rakyat" ini bernafaskan agama Islam dan dimainkan oleh kaum

wanita.

Kesenian Kuda Lumping

Merupakan jenis kesenian rakyat dengan tema cerita Menak. Tari kuda lumping

pada dasarnya adalah tarian rakyat yang menggunakan unsur magig, dengan

diiringi oleh musik gamelan dan seperangkat angklung sebagai pengiring lagu-

lagu pengantar dalam memanggil dan mengeluarkan roh halus dari tubuh/ badan

si penari yang kerasukan roh halus. Sejarah singkat lahirnya tari kuda lumping

Awal berdirinya kuda lumping Turonggo Budoyo yaitu pada tanggal 22 April 1979

yang dipandegani oleh bapak Mismin yang pada waktu itu akan mengadakan

karnaval di tingkat desa, berhubung warga Lebeng desa Wanar Kecamatan

Page 121: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

49 | B A B 5

Tersono Kabupaten Batang haus akan hiburan khususnya kesenian tradisional

kuda lumping.

Ritual malam Jumat Kliwon

Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan

berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten

Batang. Pada mulanya tradisi ini diadakan dengan maksud untuk mengenang jasa

leluhur dan nenek moyang Batang yang dulunya telahmembangun daerah Batang.

Tradisi Kliwonan yang dulunya digunakan untuk ajang melakukan ritual-ritual

sederhana kemudian berkembang seperti sekarangini. Kliwonan di daerah Batang

mengalami perubahan dari bentuk dan fungsiyang secara sesungguhnya. Pada

awalnya Tradisi Kliwonan merupakan sarana atau tempat pengobatan bagi orang

sakit. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi,

tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsimenjadi sebuah pasar yang sering

disebut dengan pasar kliwonan. Tradisikliwonan ini diselenggarakan di alun-alun

Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan

Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon

Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Kliwonan

Kliwonan ini dikatakan suatu tradisi karena dilaksanakan secara turun-temurun

dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai banyak makna serta nilai-nilai di

dalamnya. Seperti halnya dalam tradisi Kliwonan yang sekarang ini kemudian

memunculkan empat unsur nilai budaya, sosial, agama dan ekonomi yang

merupakan perangkat struktur dalam kehidupan masyarakat Batang terkait

dengan tradisi Kliwonan ini baik secara individu maupun secara sosial.

Nilai-nilai budaya dalam tradisi Kliwonan telah menyatu dengan jiwa masyarakat

pendukungnya tanpa mereka sadari, seperti solidaritas diantara masyarakat

pendukung. Dalam tradisi ini tidak terdapat norma-norma mengikat, sistem

hukum, dan aturan-aturan khusus yang dilakukan. Norma aturan tersebut adalah

suatu kesepakatan bersama yang tidak tertulis, secara sadar dan tidak sadar

mereka melaksanakan tradisi Kliwonan sesuai dengan cara dan kebiasaan mereka

tersebut, seperti pelaksaan ritual mandi, berdagang dan berjalan-jalan.

Dalam tradisi Kliwonan yang terkandung di dalamnya adalah nilai moralitas dan

etos. Nilai mentalitas suatu penilaian terhadap tindakan yang dianggap baik. Dan

setiap budaya pasti mempunyai kategori dan standar untuk mengevaluasi

tingkahlaku atau tindakan tindakan berpola manusia. Dalam tradisi Kliwonan nilai

moralitas mencakup pada solidaritas diantara masyarakat pendukung, tindakan

berpola yang terdapat dalam tradisi Kliwonan yang dianggap pantas, hubungan

dengan anggota-anggota baru dan nilai ketertiban.

Page 122: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

50 | B A B 5

Gambar 5.7 Kearifan Lokal Batang

NORMA- NORMA LOKAL

Falsafah Manawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogane

Pitutur luhur : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa., Asta brata, Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

Rebo Wekasan

RITUAL DAN TRADISI

LAGU, LEGENDA, CERITA

INFORMASI DATA

MANUSKRIP

CARA KOMUNITAS LOKAL MEMENUHI

KEBUTUHAN

ALAT / BAHAN

SUMBER DAYA ALAM

Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada Pohon

Besar (Beringin)

Tari Lengger

Tari Sintren

Nyadran

Babad tanah Jawa

Asal usul Batang

Pranoto mongso

Kepercayaan terhadap tanda-tanda hadirnya bencana alam

Petangan Jawa

Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana

Primbon

Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

Nyabuk Gunung

Budaya Ngrowot

Punden

Rumah joglo

Nasi tumpeng untuk selamatan

Page 123: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 6

6.1 Umum

Penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang bersiklus artinya merupakan

suatu kegiatan yang terus menerus dan saling berkaitan. Kegiatan penanggulangan

bencana meliputi kegiatan pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

Kegiatan pra-bencana adalah kegiatan yang dilakukan pada saat tidak terjadi bencana

yang bersifat mitigasi bencana dan kesiap-siagaan yang berarti upaya penghindaran

diri dari risiko bencana. Sedangkan tanggap darurat adalah upaya pengurangan resiko

bencana pada saat terjadi bencana serta pasca bencana merupakan kegiatan pemulihan

sehingga bisa kembali pulih seperti sedia kala bahkan menjadi lebih baik dari sebelum

terjadi bencana.

Berbagai ragam kearifan lokal di Karesidenan Pekalongan telah terinventarisasi,

namun tidak semua kearifan lokal yang ada merupakan upaya masyarakat dalam

penanggulangan bencana. Dalam bab ini dilakukan pembahasan kearifan lokal yang

berhubungan dengan upaya penanggulangan bencana.

6.2 Kearifan Lokal Penanggulangan Bencana Masyarakat Pulau Jawa

Wilayah eks Karesidenan Semarang terdiri dari wilayah pesisir diutara dan

perbukitan diwilayah selatan, timur dan barat, dari ke enam kota dan kabupaten pada

eks karesidenan ini Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Demak adalah

wilayah yang terletak di pesisir pantai utar sedangkan Kabupaten Semarang,

Grobogan dan Kota Salatiga merupakan wilayah perbukitan.

Page 124: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 6

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari beberapa sumber, terdapat bentuk

kearifan lokal yang berupa kepercayaan masyarakat jawa terhadap tanda-tanda akan

terjadi bencana alam secara umum yang telah dipercaya secara turun temurun, adapun

tanda-tanda hadirnya bencana menurut masyarakat Jawa adalah sebagai berikut di

bawah ini.

Tabel 6.1 Tanda bencana menurut masyarakat Jawa

No Jenis bencana Tanda - tanda

1 Gempa bumi Ada hujan abu, suasana gelap, ayam berteriak-teriak, ada

suara greg-greg, ada hujan deras dan angin kencang, ada

suara gler.

2 Gunung meletus Ada gempa pelan dan hujan abu, ada tanda-tanda

gemuruh yang hebat, tanah bergetar, hewan-hewan yang

terdiri dari harimau dan kera turun ke permukiman

penduduk, udara panas, ada suara gemuruh yang

mengerikan dan keras serta tidak berhenti.

3 Angin putting beliung Ada kabut, bentuk awan bergelombang (ampak –

ampak).

4 Tsunami Ada suara „gler‟ dari arah laut, laut mundur ke belakang

(surut), biasanya terjadi jumat kliwon (air mulai naik),

nelayan mendapat ikan yang besar- besar.

5 Tanah longsor Ada hujan deras, biasanya yang longsor di atas dulu,

umumnya terjadi di daerah pereng (miring), tanah

bagian bawah bebatuan (tidak ada tanaman), tanah

bergerak, ada awan putih atau mega yang berjalan jika

terjadi waktu musim kemarau.

Sumber: Kompilasi data (2014)

Selain kepercayaan masyarakat yang turun temurun, terdapat kearifan lokal yang

berbentuk falsafah masyarakat terutama yang diyakini oleh secara umum masyarakat

pesisir jawa yang berupa nasihat yang turun-temurun bagi masyarakat dalam

beradaptasi dengan lingkungan kepesisiran dinyatakan dalam bentuk “Manawa sira

urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa biyungé njaluk bali manèh yogané”. Nasihat

turun-temurun dengan bahasa Jawa tersebut jika diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia menjadi: “Seandainya engkau berkehidupan di pantai, engkau harus

merelakan seandainya induknya meminta kembali anaknya”. Dalam nasihat

tersebut, yang dimaksud dengan induk dimaknai sebagai laut, sedangkan yang

dimaksud dengan anak dimaknai sebagai gisik (beach).

Page 125: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 6

Menurut kearifan lokal yang berbentuk nasihat tersebut, bahwa gisik itu sifatnya tidak

tetap atau belum stabil. Artinya, pada suatu saat gisik yang ada itu dapat hilang akibat

material endapannya terbawa kembali ke laut. Oleh karena itu, nasihat tersebut sudah

semestinya dimaknai bahwa manusia yang ingin hidup dan berkehidupan di zona

pesisir dan pantai harus mamahami kondisi alami wilayah kepesisiran yang selalu

berubah. Bahkan lingkungan pesisir-pantai yang sudah dihuni masyarakat nelayan

dapat terkikis oleh aktivitas laut, sehingga lingkungan hunian tersebut menjadi hilang

atau rusak.

Berdasarkan falsafah di atas, terlihat bahwa di daerah pesisir berpotensi bencana

abrasi yang akan menyebabkan kerusakan daerah pesisir sehingga masyarakat

terutama daerah pesisir harus melakukan penjagaan agar wilayah pesisir tidak

terabrasi secara besar-besaran dengan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi yang

tidak meninggalkan budaya setempat. Selain itu proses abrasi merupakan proses alami

yang dialami pantai, dengan pitutur tersebut diharapkan masyarakat membangun

kesiap-siagaan terhadap ancaman risiko abrasi.

Selain itu masyarakat pesisir Jawa telah melakukan pengamatan secara berulang-

ulang anomali perilaku hewan menjelang datangnya banjir. Jika pada musim

penghujan banyak hewan kepiting (bukan rajungan) naik ke teras rumah atau masuk

ke rumah penduduk, maka keadaan itu oleh masyarakat dijadikan tanda (semeion)

akan datangnya banjir.

Dalam masyarakat Pantura juga berkembang nasihat atau “pepéling” dalam bentuk

“pétangan” atau “pétungan”. Karena “pétangan” itu ada di dalam budaya Jawa, maka

sering disebut sebagai “Pétangan Jawa”. “Pétangan Jawa”, yang berkembang di

masyarakat jawa secara umum adalah terjadinya “Dina Rèntèng” pada musim

penghujan sehingga biasanya terjadi hujan lebat yang terus-menerus, yang berakibat

terjadi banjir di wilayah tersebut. Pengertian “Dina Rèntèng” adalah hari-hari (tiga

hari) yang secara berturut-turut memiliki nilai berjumlah 13 atau 14. “Dina Rèntèng”

yang nilainya berjumlah 13 adalah Jumat Pon, Sabtu Wage, dan Minggu Kliwon,

sedangkan yang nilainya berjumlah 14 adalah Jumat Kliwon, Sabtu Legi, dan Minggu

Paing. Petangan jawa tersebut merupakan penanda untuk usaha kesiap-siagaan

terhadap terjadinya bencana banjir pada saat musim hujan sehingga masyarakat

mampu terhindar dari risiko bencana akibat banjir.

Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang

dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit Sumbing

dan Sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok

tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di

Page 126: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 6

Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga

mempermudah terjadinya longsor/erosi.

Upaya nyabuk gunung ini merupakan upaya mitigasi bencana yang dilakukan

masyarakat di kawasan perbukitan. Penjelasan secara teknis adalah bahwa dengan

membuat terasering mengikuti kontur atau ketinggian yang ada, akan mampu

mengalirkan air secara natural mengikuti alur yang ada tanpa pemotongan alur secara

vertikal sehingga tidak mengganggu perkuatan alami dari struktur tanah.

Menganggap suatu tempat keramat berarti akan membuat orang tidak merusak

tempat tersebut, tetapi memeliharanya dan tidak berbuat sembarangan di tempat

tersebut, karena merasa takut kalau akan berbuat sesuatu nanti akan menerima

akibatnya. Misal untuk pohon beringin besar, hal ini sebenarnya merupakan bentuk

konservasi juga karena dengan memelihara pohon tersebut berarti menjaga sumber air,

dimana beringin akarnya sangat banyak dan biasanya didekat pohon tersebut ada

sumber air. Upaya yang demikian adalah merupakan upaya mitigasi bencana terhadap

kekurangan air untuk sumber kehidupan terutama pada musim kemarau. Hal ini

mengingatkan bahwa pada saat ini banyak sumber air yang dieksploitasi dengan

besar-besaran tanpa ada upaya melakukan konservasi sehingga dimasa depan risiko

kekurangan air bersih kemungkinan besar akan terjadi.

Ngrowot adalah tindakan mengkonsumsi krowotan, yaitu pala kependhem misalnya

ketela dan ubi jalar. Ada juga yang mengartikan ngrowot dengan hanya

mengkonsumsi ubi-ubian dan buah-buahan, namun beberapa orang menyebut

perilaku mengkonsumsi buah-buahan dengan istilah „ngalong‟ (mengingatkan kita

pada perilaku kalong yang makan buah-buahan). Pendapat lain menyatakan ngrowot

berarti hanya makan ketela, ubi jalar, talas, uwi, ganyong, maupun garut. Dalam artian

luas ngrowot bermakna menumpukan sumber tenaga dari sumber karbohidrat lokal

selain beras yang istilah kerennya diversifikasi pangan. Hal ini menunjukkan kearifan

budaya lokal, leluhur kita telah menerapkan diversifikasi pangan bahkan sebelum

istilah ini marak didengungkan. Upaya ini merupakan bentuk kesiap-siagaan terhadap

risiko bencana kekeringan dan gagal panen terutama komoditas beras yang

merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat jawa.

6.3 Kearifan Lokal Eks Karesidenan Pekalongan Secara Khusus.

A. Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan

Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan memiliki kebudayaan yang similar.

Beberapa budaya dan kesenian di Kota Pekalongan yang memberikan pengaruh

terhadap penanggulangan bencana antara lain:

Page 127: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

5 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal Tari Sintren terhadap penanggulangan bencana

Sintren adalah kesenian tradisional masyarakat Pekalongan dan sekitarnya, Sintren

adalah sebuah tarian yang berbau mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta

kasih Sulasih dan Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa Sulandono adalah putra

Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari.Raden Sulandono

memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun

hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Kir Baurekso, akhirnya R.

Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian

pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam goib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari

ketubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil

roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan

R. Sulandono.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki

roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan

apabila sang penari betul-betul masih dalam keadaan suci (perawan). Sinteren

diperankan seorang gaadis yang masih suci, dibantu oleh pawangnya dan diiringi

gending 6 orang sesuai Pengembangan tari sintren sebagai hiburan budaya maka

dilengkapi dengan penari pendamping dan bador (lawak).

Didalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain

dalam permainan Sintren, Si pawang (dalang) sering mengundang Rokh Dewi

Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bilamana hal itu dapat berhasil

maka pemain Sintren akan kelihatan lebih cantik dan dalam membawakan tarian

lebih lincah dan mempesonakan.banyak berpengaruh gaya dan motif Cina.

Kesenian ini menunjukkan adanya akulturasi kebudayaan dengan cina, hal ini

menunjukkan bahwa bencana sosial merupakan ancaman bagi Kota dan

Kabupaten Pekalongan sehingga upaya masyarakat melakukan asimilasi

perpaduan budaya agar terhindar dari kerusuhan karena perbedaan etnis.

Pengaruh Kearifan lokal Simtudorror terhadap penanggulangan bencana

Merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam dengan menggunakan

Rebana dan Jidor sebagai alat musiknya.Kesenian ini beranggotakan antara 15

orang - 20 orang, dengan diiringi musik mereka melantunkan puji-pujian atau

sholawatan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan dunia dan

akhiran pada Allah SWT. Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan

acara khajatan atau selamatan yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota

Pekalongan yang terkenal dengan ketaatannya dalam menjalankan perintah

Agama. Acara ini merupakan salah satu upaya mitigasi bencana dengan cara

Page 128: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

6 | B A B 6

memohon keselamatan agar dijauhkan dari marabahaya dan makna yang dalam

adalah memupuk kerjasama antar warga yang tercermin dari kerjasama antar

pemain kesenian tersebut.

Pengaruh Kearifan lokal Lopisan terhadap penanggulangan bencana

Tradisi Syawalan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Kota Pekalongan ini sudah

dimulai sejak 130-an tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1855 M. kali pertama

yang mengelar hajatan Syawalan ini adalah KH. Abdullah Sirodj yang merupakan

keturunan dari Kyai Bahu Rekso.

Beliau wafat di Magelang sedang makam beliau terletak dikompleks pemakaman

Masjid Payaman Magelang, yang hingga kini makamnya masih banyak dikunjungi

peziarah dari segenap penjuru tanah air, khususnya Jawa Tengah, baik pagi, siang,

sore ataupun malam hari sepanjang tahun.

Adapun Khoulnya bertepatan dengan Syawalan disini (Kota Pekalongan); yaitu

tanggal 8 Syawal tahun hijriyah. Pada tanggal 8 Syawalnya, masyarakat Krapyak

berhari raya kembali setelah berpuasa 6 hari, dalam kesempatan ini, merekapun

membuat acara „open house‟ menerima para tamu baik dari manca desa maupun

manca kota. Hal ini diketahui oleh masyarakat diluar krapyak, sehingga

merekapun tidak mengadakan kunjungan silaturahmipada hari-hari antara tanggal

2 hingga 7 dalam bulan Syawal, melainkan berbondong-bondong berkunjung pada

tanggal 8 Syawal. Kegiatan ini adalah upaya mitigasi bencana sosial karena

menjalin persaudaraan antar sesama warga dalam berbagai dusun sehingga

didalam penanggulangan bencana merupakan cikal bakal untuk menjalin

kerjasama dan program sister village.

Pengaruh Kearifan lokal Pek Chun terhadap penanggulangan bencana

Tradisi Pek Chun pada hakekatnya hampir sama dengan tradisi sedekah laut atau

Nyadran hanya saja, tradisi ini diselenggarakan oleh warga Tionghoa di Kota

Pekalongan. Pada prinsipnya acaranya sama, hanya penyelenggara, isi perahu dan

waktunya yang berbeda. Tradisi Pek Chun dilaksanakan oleh masyarakat

Tionghoa menurut kalender China pada perayaan tahun baru china atau imlek.

Acara yang mengiringi tradisi Pek Chun adalah Pentas seni Barongsai dan

kesenian masyarakat china lainnya serta makan bersama dan pelaksanaan berbagai

lomba. Jumlah pengunjung pada pelaksanaan tradisi Nyadran dan Pek Chun

mencapai ribuan orang, yang berasal dari seluruh pelosok Kota Pekalongan dan

masyarakat sekitarnya serta wisatawan mancanegara yang kebetulan berada di

Kota Pekalongan. Hal ini menunjukkan kerukunan antar etnis yang ada dan

kegiatan ini dapat diisi dengan berbagai sosialisasi kebencanaan

Page 129: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

7 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal Sedekah Laut/ Nyadran terhadap penanggulangan

bencana

Tradisi Sedekah Laut / Nyadran banyak dilakukan di berbagai daerah di

Indonesia, salah satunya di Kota Pekalongan yang biasa disebut Tradisi Nyadran.

Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat nelayan Kota Pekalongan setiap bulan

Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang

melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan Ritual

Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji antara lain

Kepala Kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka

mainan anak-anak, serta setelah melalui beberapa prosesi dan do‟a selamatan

kemudian dibawa ketengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan Kepala

Kerbau oleh seorang Tokoh Spiritual. 13 Isi perahu yang telah dilarung akan

menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Allah

SWT melalui barang-barang yang dilarung tersebut. Pada saat yang bersamaan

diselenggarakan juga Ritual Pementasan Wayang Kulit dengan cerita Bedog Basu

yang menceritakan terjadinya ikan di darat dam di laut, serta berbagai kegiatan

lomba olahraga, kesenian dan kulirner ikan hasil tangkapan nelayan. Kegiatan ini

jika ditinjau berdasarkan kegiatan penanggulangan bencana merupakan usaha

pencegahan bencana namun dibaliknya merupakan petunjuk bahwa di Kota

Pekalongan mempunyai ancaman bencana dari laut berupa gelombang, abrasi dan

rob.

Pengaruh Kearifan lokal Batik Pesisiran terhadap penanggulangan bencana

Pertumbuhan seni kerajinan batik yang ditentukan oleh pola,warna,dan ragam hias

itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan jaman. Masa Demak adalah masa

orientasi budaya keraton bercorak Islam yang berasal dari lingkungan masyarakat

pesisir utara Jawa. Konsepsi Islam memberikan ruang terciptanya suatu identitas

yang mengacu pada bangunan suci seperti masjid,atau makam. Suatu hal yang

spesifik bahwa ragam hias pada masa Hindu- Jawa Tengah sampai jaman

Majapahit merupakan ragam hias yang sudah baku bertolak pada bangunan

keraton dan candi. Ragam hias lama seperti tumpal, ukel, kawung dan sulur daun,

masih terpahat pada ukiran pintu dan panil-panil tiang masjid Demak.

Demikian pula halnya deagan warna-warna yang menghiasi keseluruhan

bangunan. warna hijau,merah,serta kuning emas telah menunjukkan corak yang

khas sebagai prototype warna bangunan keraton majapahit yang pernah ditangani

oleh Tionghoa pada abad XIV. Sesuatu yang sangat spesifik adalah corak

bangunan dan hiasannya yang menampilkan warna-warna Cina. Hal itu

menandakan adanya persamaan persepsi tentang kedua unsur budaya yang

berkembang pada masa Hindu Konfusius ke dalam Islam. Munculnya pola

Page 130: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

8 | B A B 6

meander dan pilin ke dalam bentuk ragam hias pra Islam adalah suatu bagian dari

bentuk stilirisasi (yang disesuaikan) dengan corak yang berkembang saat itu. Oleh

karenanya, hiasan medallion yang menempel pada hiasan masjid mantingan di

makam Ratu Kalinyamat, Jepara, telah disamarkan dalam bentuk arabiksi. ragam

hias daun atau sulur rambat seperti daun teratai dan bentuk eceng-ecengan pada

hiasan masjid mantingan juga terlihat diterapkan dalam batik yang disebut corak

“Demakan”.

Stilirisasi pola pada batik pesisiran yang mendapat pengaruh dari lingkungannya

tidak saja bersumber dari masjid atau makam tetapi juga dari lingkungan alam.

Pola yang disebut “kapal kandas” pada batik rembang dan “tritis” pada batik

lasem adalah salah satu contoh diantara batik dari kedua daerah itu yang

diperkirakan berkembang pada awal abad XVI dan XVII masehi. Batik “kapal

kandas” mewakili kota pada saat kota yang bersangkutan merupakan kota

pelabuhan. stilirisasi bentuk ragam hias perahu pecaling, ombak-ombak laut, dan

gunung yang dilengkapi dengan ragam hias sulur rambat telah diekspresikan

dengan media lilin pada kain sehingga terbentuklah sebuah lukisan klasik anonym

yaitu batik. pada pola batik itu, sekilas dapat memberikan petunjuk adanya sejarah

kota di pesisir utara jawa pada pertengahan abad XVI dan XVII masehi. Jepara,

Demak, dan Tuban disebut sebagai wilayah sandang garba “raja kaum pedagang”.

sebutan itu mengindikasikan bahwa pada jaman duhulu kota-kota tersebut

merupakan kota pelabuhan yang sangat penting. kata “sandang” sudah

menunjukan adanya perdagangan pakaian yang berjalan seiring dengan

perdagangan beras yang menjadi primadona pada masa itu. Meskipun

kapasitasnya tidak terlalu besar, pedagang cina-rembang telah memanfaatkan

pembuatan batik sebagai barang kaomoditi. Penyebaran batik pesisiran dari kota-

kota di Jawa pada masa Demak dan sesudahnya, berkembang sejak hubungan

berdagang lalau lintas antar pulau berlangsung. pada tahun 1614 penguasaan

wilayah oleh raj-raja mataram pada tahun itu lebih cenderung kearah bagian timur

sampai pulau madura, bali, dan lombok. Pola batik apabila dihubungkan dengan

upaya penanggulangan bencana menunjukkan ancaman bencana di Pekalongan

adalah berasal dari laut, gunung, keberagaman etnis, agama dan suku bangsa.

B. Kabupaten Tegal

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Tegal yang memberikan pengaruh

terhadap penanggulangan bencana antara lain:

Pengaruh Kearifan lokal Rebo Wekasan terhadap penanggulangan bencana

Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan adalah hari Rabu di minggu terakhir di bulan

Safar (dalam bahasa Jawa: Sapar). Masyarakat Jawa percaya bahwa bencana dan

mala petaka banyak terjadi pada hari itu. Sehingga mereka perlu melakukan upaya

Page 131: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

9 | B A B 6

pencegahan agar bencana dan mala petaka ini tidak terjadi pada mereka. Maka

pada hari itu masyarakat banyak yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan, mandi

di sungai, mengunjungi sanak saudara, bahkan membuat serangkaian acara selama

seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukkan wayang, dan lain

sebagainya.

Setiap daerah memiliki cara dan keunikan masing-masing dalam pada saat Rebo

Wekasan ini. Tak terkecuali di Tegal, acara ini pun menjadi sebuah tradisi yang

masih dilaksanakan sampai sekarang ini. Masyarakat Tegal banyak yang

mempercayai kalau pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar ini, akan banyak

bencana dan mala petaka. Sehingga banyak dari mereka, baik itu anak-anak

sampai orang dewasa melakukan berbagai upaya untuk terhindar dari bencana

dan mala petaka tersebut. Tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh

masyarakat Tegal dalam menghadapi Rebo Wekasan, yaitu tradisi mencukur

beberapa helai rambut dan tradisi membuat bubur merah dan putih, yang

kemudian dibagikan ke tetangga mereka. Tak ada bukti tertulis mengenai tradisi

ini. Kapan tradisi mulai dilaksanakan dan siapa yang memulainya belum ada yang

mengetahui. Akan tetapi, tradisi ini seakan sudah menjalar dalam masyarakat dan

seakan jika tidak dilaksanakan, bencana dan mala petaka akan datang menimpa

mereka. Selain tradisi mencukur rambut dan juga membuat bubur, ada juga tradisi

unik lain yang dilaksanakan di Tegal selama Rebo Wekasan. Tradisi itu

dilaksanakan di dua kecamatan di Tegal, yaitu di Suradadi dan Lebaksiu.

Meskipun pada dasarnya sama, yaitu untuk memperingati Rebo Wekasan, tetapi

kegiatan yang dilaksanakan berbeda. Ritual ini apabila dihubungkan dengan

upaya penanggulangan bencana adalah upaya pencegahan terhadap terjadinya

bencana yang akan terjadi dengan cara permohonan kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa dengan membersihkan diri yang dilambangkan dengan mencukur rambut

dan upaya kesiap-siagaan dengan cara membuat bubur yang dibagikan ke

tetangga yang mempunyai makna mempererat silaturahmi dan kerjasama antar

warga untuk menghadapi bencana atau malapetaka yang mungkin terjadi.

Pengaruh Kearifan lokal Sedekah Laut terhadap penanggulangan bencana

Prosesi ini diawali dengan melarung sebuah perahu berisi beraneka macam sesaji,

seperti buah-buahan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya hingga kepala

seekor kerbau ke tengah laut. Setelah dilarung, ratusan nelayan dan masyarakat

sekitar berlomba memperebutkan aneka persembahan dan mengambil air laut

yang disiramkan ke tubuh. Berebut sesaji dan mengambil air laut dipercaya

membawa keberuntungan bagi nelayan di kawasan Pantai Utara Pulau Jawa

(Pantura) tersebut.

Page 132: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

10 | B A B 6

Usai melarung sesaji, malam harinya acara berlanjut dengan pergelaran wayang

kulit semalam suntuk. Ritual ini digelar setahun sekali secara turun-temurun.

Selain sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tradisi ini

juga dianggap sebagai tolak bala agar dijauhkan dari bencana. Ritual ini

merupakan usaha untuk pencegahan terhadap bencana yang datang dari laut yang

diwujudkan dengan persembahan hasil bumi ke laut dan acara pegelaran wayang

kulit merupakan salah satu usaha mengingatkan kepada warga tentang berbagai

hal sehingga masyarakat selalu mengingat Tuhan karena pada pagelaran tersebut

berisi nasehat-nasehat bijak dalam berkehidupan sehingga pada acara tersebut

dapat disisipi tentang upaya penanggulangn bencana yang dapat dilakukan oleh

masyarakat.

Pengaruh Kearifan lokal Budaya Moci (Nge-teh) terhadap penanggulangan

bencana

Sejak abad ke 17 budaya nge-Teh sudah menjadi tradisi bagi warga tegal, budaya

dari turun temurun ini telah menjadikan kota tegal sebagai ikon Teh Poci. Tradisi

moci sudah sangat melekat bagi warga tegal, sebagai pengerat tali silaturahmi dan

tali persaudaraan, teh yang disajikan secara khusus ini yang membuat bentuk serta

rasanya tergolong unik dari cara nge-teh bagi sebagian orang. Teh ini ditempatkan

pada tempat khusus yakni dari poci yang terbuat dari tanah liat beserta cangkirnya

yang juga terbuat dari tanah liat, sehingga teh poci umumnya disajikan dalam

wadah nampan yang berisi poci dan dua buah gelas. Kesemuanya terbuat dari

tanah liat.

Biasanya cara penyajian teh yang digunakan dari daun teh hijau yang beraroma

wangi melati yang dituang pada poci dengan menggunakan air mendidih,

kemudian gula yang dipakai bukan dari gula pasir melainkan memakai gula batu.

Aroma beserta rasa yang memikat biasa disebut jakwir-jakwir tegal panggilan

teman akrab warga tegal yakni WASGITEL singkatan dari wangi, panas, sepet,

legit, lan (dan) kentel (kental). Tradisi minum poci ini enaknya dinikmati saat

berkumpul dengan kerabat maupun teman dekat, sebagai penambah nikmat teh ini

juga bisa didampingi dengan tempe mendoan hangat. Suasana ini sebagai bukti

bahwa keeratan maupun pengikat persaudaraan dapat dibentuk dari secangkir teh

poci wasgitel. Budaya masyarakat ini merupakan perwujudan kesatuan dan

persaudaraan antar warga yang merupakan potensi besar untuk upaya

penanggulangan Bencana berbasis masyarakat karena dengan eratnya hubungan

persaudaraan tentunya perbedaan-perbedaan pandangan dapat tereliminasi

sehingga kesatuan gerak dan langkah dalam berbagai hal mudah terbentuk.

Page 133: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

11 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal Mantu Poci terhadap penanggulangan bencana

Mantu Poci adalah salah satu kebudayaan di wilayah Tegal, dengan acara inti

melangsungkan 'pesta perkawinan' antara sepasang poci tanah berukuran raksasa.

Mantu poci pada umumnya diselenggarakan oleh pasangan suami istri yang telah

lama berumah tangga namun belum juga dikarunai keturunan. Seperti layaknya

pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan undangan.

Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka pementasan untuk

menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk ruang

resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah. Selain sebagai harapan

agar pasangan suami istri segera mendapatkan keturunan, mantu poci juga

bertujuan agar penyelenggara merasa seperti menjadi layaknya orang tua yang

telah berhasil membesarkan putra putri mereka, kemudian dilepas dengan pesta

besar dengan mengundang sanak saudara, dan relasi. Ritual ini merupakan upaya

mempererat persaudaraan antar warga yang dapat sebagai modal besar untuk

upaya penanggulangan bencana

Pengaruh Kearifan lokal ruwatan terhadap penanggulangan bencana

Ruwatan dilakukan masyarakat Tegal sebagai usaha memohon Melalui ruwatan,

masyarakat memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dijauhkan

dari bala (bencana). Masyarakat membawa hasil bumi berupa sayur, buah, serta

replika kepala kerbau yang kemudian dilarung ke laut. Bersamaan dengan acara

ruwatan tersebut juga dipentaskan pagelaran wayang kulit. Acara ini hampir sama

dengan tradisi sedekah laut, namun dilakukan oleh masyarakat yang tinggalnya

tidak di daerah pesisir. Inti kegiatan ini adalah pencegahan terhadap bencana

dengan cara permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan pagelaran wayang

kulit yang selalu diselenggarakan untuk menutup kegiatan ini dapat dipergunakan

untuk sosialisasi penanggulangan bencana bagi masyarakat.

C. Kabupaten Brebes

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Brebes terkait dengan penanggulangan

bencana antara lain:

Pengaruh Kearifan lokal Burokan terhadap penanggulangan bencana

Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari

sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama

abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran

besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang

hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi‟raj Nabi Muhamad

SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda

bersayap yang disebut Buroq.

Page 134: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

12 | B A B 6

Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti

Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi

hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-

boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana

sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di

awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan

pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu

bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan

Barzanji). Musik pengiring Burokan biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar,

sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling,

kecrek. Di dalam pertunjukan berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring

nyanyian.

Makna yang tersembunyi dibalik bentuk pertunjukan Burokan, antara lain: Makna

syukuran bagi siapapun yang menanggap Burokan, terutama dianggap sebagai

seni pertunjukan rakyat yang Islami; Makna sinkretis bagi yang melihatnya dari

tradisi Badawang (boneka-boneka yang ada muncul dari cara berfikir mitis

totemistik yang berasal dari hubungan arkaistik sebelum Islam menjadi agama

dominan di Cirebon); Makna akulturasi bagi benda yang bernama Buroq (sebagai

pinjaman dari daerah Timur Tengah terkait dengan kisah Isra Mi‟raj Nabi

Muhamad SAW yang dipercayai sebagian masyarakat Cirebon sebagai dongeng

dari tempat-tempat pengajian yang diabadikan juga dalam lukisan-lukisan kaca).

Kesenian rakyat ini adalah perwujudan penyatuan berbagai budaya etnis yang ada

di daerah Brebes yaitu budaya cina, arab (islam) dan Jawa. Selain itu Budaya ini

mengisyaratkan agar masyarakat dapat hidup harmonis dengan lingkungan.

Makna bagi penanggulangan bencana adalah mengingatkan agar Masyarakat

Brebes selalu hidup harmonis dengan lingkungan dan selalu mengingat kepada

sang Pencipta sehingga apabila hal tersebut selalu dilakukan tentunya akan

terhindar dari malapetaka atau bencana.

Pengaruh Kearifan lokal Sintren terhadap penanggulangan bencana

Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon.

Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di

Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas,

Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan

nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis

yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati

Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki

Page 135: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

13 | B A B 6

Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari

Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki

Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi

penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus

berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari

yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono

yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan

terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki

roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan

apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai

keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat

dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan

cara tertentu menimbulkan suara yg khas. Sintren diperankan seorang gadis yang

masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam

perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi

dengan penari pendamping dan bodor (lawak). Kesenian ini menunjukkan adanya

akulturasi kebudayaan dengan cina, hal ini menunjukkan bahwa bencana sosial

merupakan ancaman bagi Kabupaten Brebes sehingga upaya masyarakat

melakukan asimilasi perpaduan budaya agar terhindar dari kerusuhan karena

perbedaan etnis

Pengaruh Kearifan lokal Dogdog kliwon terhadap penanggulangan bencana

Dogdog Kaliwon adalah jenis kesenian pagelaran yang tumbuh subur di

Kecamatan Salem, Brebes. Kesenian ini lahir dengan nama dogdog yang dalam

istilah Jawa berarti menabuh. Karena kerap dipentaskan pada malam Kliwon,

kesenian ini kemudian diberi nama dogdog kaliwon. Dogdog kaliwon biasanya

dimainkan 4-10 orang yang memainkan alat musik seperti gendang. Bedanya,

gendang yang kemudian dikenal dengan dogdog itu menggunakan bahan baku

dari pohon enau, baik yang besar maupun kecil. Kesenian ini bermakna bagi

penanggulangan bencana adalah mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu

siap-siaga dalam menghadapi bencana dengan cara menjalin kerjasama dan

persamaan persepsi dengan melakukan pertemuan untuk melihat pertunjukan

setiap malam kliwon (5 hari sekali). Kesenian ini sebaiknya tidak hanya dinikmati

tetapi pasca melihat kesenian ini diharapkan terjadi komunikasi antar warga

terutama yang hadir untuk membicarakan berbagai hal/masalah yang dihadapi

oleh warga atau komunitas termasuk masalah penanggulangan bencana.

Page 136: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

14 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal Kuntulan terhadap penanggulangan bencana

Kuntulan adalah salah satu seni budaya khas masyarakat Brebes pesisiran pantura

berupa seni beladiri pencak silat yang di mainkan lebih dari satu orang yang

diiringi dengan musik berupa gendang. Kuntulan bukan hanya memainkan jurus-

jurus silat saja tapi juga di gabung dengan permainan ilmu tenaga dalam. Kata

kuntulan sendiri berasal dari kata “Kuntul” yaitu nama dari salah satu burung laut

berbulu putih seperti burung bangau tapi berekor pendek dan larinya sangat cepat,

itulah sebabnya seni kuntulan berkembang di daerah pesisiran pantura Brebes,

terutama tahun 90 an group kuntulan semakin banyak di desa-desa pesisir seiring

dengan berkembangnya perguruan-perguruan pencak silat seperti perguruan jaka

poleng, tai chi, tapak suci, dll. Kesenian kuntulan biasnya di mainkan saat acara-

acara tertentu seperti karnaval agustusan, karnaval akhir pelajaran sekolah

madrasah diniyah. Kesenian merupakan perwujudan kesiap-siagaan Warga Brebes

dalam menghadapi berbagai masalah dengan kemampuan bela diri dan

kemampuan fisik lainnya.

Pengaruh Kearifan lokal Tari topeng sinok terhadap penanggulangan bencana

Tari Topeng Sinok adalah salah satu seni tari khas asal Brebes yang diciptakan oleh

Suparyanto dari Dewan Kesenian Kabupaten Brebes yang menggambarkan

perempuan yang cantik, luwes dan treingginas. Tarian Topeng Sinok,

menceritakan tentang perempuan Brebes, yang pada umumnya mereka

merupakan adalah wanita pekerja keras. Kecantikan, keluwesan, dan

keanggunannya tak mengurangi kecintaan mereka pada alam dan pekerjaannya

sebagai petani. Tari yang merupakan paduan bentuk seni Cirebon, Banyumas dan

Surakarta tersebut, seolah hendak mengatakan bahwa perempuan daerah

perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat ini bukanlah pribadi yang manja, cengeng,

dan malas. Tarian ini menunjukkan bahwa Warga perempuan Kabupaten Brebes

adalah warga yang tanggap akan situasi dan kondisi wilayah Brebes. Selain itu

menunjukkan masyarakat Brebes mempunyai pemikiran bahwa perempuan

mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam berbagi kegiatan di Kabupaten

Brebes. Hal diatas merupakan modal awal yang baik untuk penanggulangan

bencana karena upaya pelibatan perempuan sangat penting untuk kegiatan

penanggulangan bencana.

Pengaruh Kearifan lokal Reog banjarharjo terhadap penanggulangan bencana

Reog Banjarharjo adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di

wilayah tengah Kabupaten Brebes tepatnya di Kecamatan Banjarharjo yang nyaris

punah. Berbeda dengan reog yang selama kita kenal dari Ponorogo, Jawa Timur.

Dalam pertunjukan Reog Ponorogo ditampilkan topeng berbentuk kepala singa

yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk

Page 137: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

15 | B A B 6

Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas

raksasa. Tapi reog asal Brebes, dimainkan dua orang bertopeng. Reog Banjarharjo

dimainkan oleh dua orang, satu orang ditokohkan sebagai orang yang baik, dan

satunya berwatak jahat. Tokoh yang baik mengenakan topeng pentul, dan yang

jahat barongan. Dua lakon ini bertarung ketika pertunjukan berlangsung.

Ceriteranya mengisahkan seputar mahluk halus yang menghuni sebuah tempat

atau rumah. Manakala rumah itu akan ditempati, pentul datang untuk mengusir

mahluk halus (barongan). Keduanya biasanya bertarung lebih dulu, sampai

akhirnya dimenangkan pentul. Untuk memeriahkan atraksi dua tokoh itu, diiringi

musik yang dimainkan tujuh orang satu juru kawi atau sinden. Yaitu, empat orang

membawa tetabuhan seperti kendang yang digendong di depan, satu orang

memainkan terompet, gong dan satu lagi kecrek. Tetabuhan kendang dipukul

dengan tongkat, sambil menari mengikuti irama musik. Kesenian ini bermakna

dalam bagi penanggulangan bencana bahwa di semua tempat kejadian bencana

mungkin terjadi sehingga dituntut kesiap-siagaan. Kesiap-siagaan tidak hanya

dilakukan ditingkat komunitas namun dituntut sampai dengan tingkat keluarga.

Sehingga harapan bagi upaya penanggulangan bencana bahwa warga masyarakat

Brebes selalu siap-siaga menghadapi bencana sampai level keluarga.

D. Kabupaten Pemalang

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Pemalang terkait dengan penanggulangan

bencana antara lain:

Mitos memakan sayur gandul Masyarakat sekitar Gunung Slamet.

Cerita rakyat yang berkembang tentang Gunung Slamet di daerah Banyumas dan

sekitarnya antara lain mengenai mitos sayur gandul. Jika Gunung Slamet

menunjukkan gejala akan meletus (dalam status waspada), masyarakat akan

berusaha meredakan sehingga gunung tidak sampai status siapa. Masyarakat di

sekitar Gunung Slamet akan memasak buah pepaya yang masih muda dan

menyantapnya sebagai pelengkap makan nasi. Buah pepaya dikenal buah "gandul"

oleh warga masyarakat sekitar Gunung Slamet. Gandul artinya menahan agar

kejadian yang menghawatirkan banyak manusia di Banyumas tidak terjadi,

sehingga tertahan dan Gunung Selamat yang berstatus Waspada akan tertahan

pada status tersebut. Ritual masyarakat ini merupakan usaha pencegahan terhadap

terjadinya bencana erupsi Gunung Slamet dengan cara permohonan kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa sehingga Gunung Slamet tidak memberikan bencana bagi warga

sekitarnya.

Ritual tolak bala masyarakat sekitar Gunung Slamet.

Masyarakat sekitar Gunung Slamet sering melakukan ritual tolak bala dengan cara

membuat kupat berisi nasi dan selembar daun salam. Benda tersebut digantung di pintu

masuk rumah. Ritual tersebut dilakukan agar masyarakat selamat dari kemurkaan gunung.

Page 138: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

16 | B A B 6

Selain ketupat selamat, ritual tumpengan atau selamatan juga dilakukan. Dalam tumpeng

tersebut berisi “jangan gandul” atau sayur pepaya, urap, ingkung ayam. Ritual tersebut

biasa dilakukan masyarakat di Desa Klakaran, Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang,

Jawa Tengah.Desa di lereng Gunung Slamet itu berada di radius 13 kilometer dari puncak.

Selain membuat kupat, masyarakat juga mengenakan atribut berupa kalung dan gelang

yang terbuat dari bambu kuning. Atribut kalung dan gelang dari bambu kuning tersebut

dipercaya warga akan dapat menyelamatkan anak-anak mereka dari bahaya. Ritual

selamatan bermakna permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari

akibat bencana erupsi Gunung Slamet. Sedangkan atribut kalung dan gelang bambu

kuning bermakna bagi penanggulangan bencana adalah untuk memberi tanda bagi warga

bahwa anak-anak yang berada di wilayah tersebut adalah termasuk warga atau kaum

rentan yang harus segera dievakuasi apabila terjadi bencana sehingga merupakan upaya

pendataan bagi tim evakuasi bencana.

Cerita rakyat Asal muasal Nama gunung Slamet

Menurut cerita, Slamet dalam bahasa Indonesia artinya “selamat”. Setidaknya sejak

jaman kakek buyut hingga sekarang gunung tersebut tidak pernah “terbatuk -

batuk” apalagi meletus. Keberadaan gunung yang memberikan rasa aman dan

tenang selama ini seakan memberikan “keselamatan” bagi masyarakat di

sekitarnya.

Ada semacam anggapan dimasyarakat bahwa jika sejak dulu Gunung Slamet

tersebut sering meletus atau lainnya maka mungkin sejak dulu pula gunung

tersebut tidak akan dinamakan Gunung Slamet. Itulah mengapa gunung tersebut

dinamakan Gunung Slamet hingga sekarang.

Meski hanya cerita mitos, namun akibat yang dibayangkan sungguh mengerikan.

Mitos menceritakan apabila meletusnya Gunung Slamet akan “membelah” Pulau

Jawa menjadi dua bagian. Entah itu karena timbulnya rekahan besar yang

membentang dari utara ke selatan ( dan air laut mengalir masuk hingga menyatu )

atau karena masing - masing wilayah di barat dan timur bergeser saling menjauh.

Letaknya yang hampir tepat ditengah - tengah antara batas pantai utara dan pantai

selatan, serta dikelilingi setidaknya 5 wilayah kabupaten yang berbatasan langsung

( Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas, Purbalingga ) dan 2 wilayah yang tidak

langsung ( Kabupaten Cilacap, Kota Tegal ) dimana jika kita lihat di peta akan

membentuk suatu garis lurus yang membelah Pulau Jawa. Mitos ini

mengisyaratkan bahwa ancaman di wilayah sekitar Gunung Slamet tidak hanya

erupsi Gunung Slamet tetapi juga masalah retakan atau patahan kerak bumi di

jalur Gunung Slamet.

Page 139: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

17 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal sesaji terhadap penanggulangan bencana

Masyarakat Pemalang Selatan, terutama masyarakat Desa Karangsari sering

membuat sesaji yang diletakkan di setiap persimpangan jalan, sawah, sumber air

maupun sungai. terjadi dalam masyarakatnya.Sesaji tersebut berisi berbagai

macam jenis hasil bumi yang dihasilkan, seperti padi, palapendhem, palawija. .

Hasil bumi tersebut diranggkai di tempat sesaji yang terbuat dari bambu, dan

diletakan di setiap persimpangan jalan (pertigaan maupun perempatan jalan),

lahan pertanian (sawah) warga yang menjadi mata pencaharian utama bagi para

petani yang ada di desa saya, lalu di sumber air yang sebagaimana air tersebut

digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Sebelum meletakan

sesaji tersebut di tempat-tempat yang dianggap memiliki hal mistik oleh warga

desa, dilakkukan tasyakuran / slametan terlebih dahulu di balai desa, dengan

harapan supaya satu tahun kedepan akan lebih baik dari tahun sebelumnya.Tradisi

tersebut dilaksanakan oleh warga desa secara rutin, setiap menyambut malam

pergantian tahun baru islam (malam 1 suro). Tradisi ini adalah upaya pencegahan

terhadap bencana yang terjadi di simpang jalan mengingat simpang jalan adalah

titik konflik lalu lintas yang memungkinkan terjadi kecelakaan sehingga dengan

diletakkan sesaji di tengah-tengah maka masyarakat akan hati-hati ketika melalui

simpang tersebut sehingga kecelakaan lalu lintas tidak akan terjadi. Selain itu sesaji

yang diletakkan di mata air bermakna mengingatkan kepada warga untuk menjaga

mata air itu agar tidak rusak sehingga bencana kekeringan bagi warga dapat

terhindarkan.

Bubur merah putih untuk selamatan weton

Kepercayaan Jawa mengatakan doa atau “bancakan” - weton dilakukan pada

malam hari weton. Weton merupakan kombinasi hari penanggalan masehi dan

hari penanggalan Jawa. Kalau penanggalan masehi punya hari Minggu – Sabtu,

penanggalan Jawa mengenal istilah “pasaran” yang terdiri dari: Pon, Wage,

Kliwon, Legi, Pahing. „Bancakan‟ bubur merah putih dilakukan untuk

mengingatkan akan proses kelahiran, yaitu menyatunya bapak dan ibu yang

dilambangkan dalam bentuk bubur merah (perlambang ibu) dan putih

(perlambang bapak). Kemudian bubur tadi dibagikan ke para tetangga dan

saudara terdekat. Terkadang bagi-bagi bancaan ini bisa dibarengi dengan nasi

gudangan, nasi ayam, nasi kotak ataupun dalam bentuk lain.Manfaat dan tujuan

bancakan weton adalah untuk “ngopahi sing momong”, karena masyarakat Jawa

percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong) atau

“pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas selalu

membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, agar supaya

lakune selalu „pener, dan pas. Pamomong sebisanya selalu menjaga agar kita bisa

terhindar dari perilaku yang keliru, tidak tepat, ceroboh, merugikan. Peringatan

Page 140: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

18 | B A B 6

ini mengisyaratkan kepada masyarakat bahwa harus menjaga kerukunan dengan

sesama warga sehingga agar sesama warga saling mengingatkan satu sama lain

untuk selalu berjalan pada jalur kebaikan sehingga terhindar dari perilaku keliru

dalam melangkah. Makna bagi penanggulangan bencana adalah kerukunan antar

warga harus selalu diutamakan terutama dalam upaya penanggulangan bencana

sehingga terhindar dari malapetaka atau risiko bencana.

Pengaruh Kearifan lokal dolanan mantra duk-duk gleng terhadap

penanggulangan bencana

Dolanan ini biasanya dilakukan oleh 3 atau 4 anak yang dilakukan diatas Pasir.

Teknisnya adalah pasir dibuat gunung gunungan, nah diatas gunung itu kemudian

ditancapkan semacam bendera kecil yang dibuat dari lidi (biting bhs jawa). Anak

anak yang melingkari gunungan pasir dengan bendera dipuncaknya, kemudian

melakukan ritual pembacaan mantra: sambil mengais ngais pasir dengan telunjuk.

Masing masing pemain harus sportif mengais sambil menyanyi bareng mengikuti

irama mantra.

Kaisan dan hentakan kecil pada pasir secara repetitif dan berirama akan

menjadikan gunungan menjadi longsor. Nah bendera biting di puncak akan ikut

jatuh dan mengarah ke salah satu peserta. Saat itulah permainan berakhir, siapa

yang kejatuhan bendera, dialah yang kalah. Kemudian peserta yang kalah biasanya

dihukum gendong, nyanyi atau yang lain tergantung kesepakatan.

Ada pelajaran dibalik permainan Dolanan asli Pemalangan, Duk Duk Gleng Taine

Celeng. Permainan ini melatih keberanian pada si anak untuk mengambil resiko

keberanian dan juga sportifitas selain strategi pengambilan keputusan. Logikanya

jika kita bermain mengais pasir mengikuti irama mantra niscaya akan selamat,

beda jika kaisannya sporadis, kecenderungan bendera akan jatuh ke tempat kita..

Itu aturannya. Karena secara teknis gunungan pasir lebih stabil dan tingkat

longsornya lebih kecil. Dolanan ini bermakna adanya ancaman bencana yang ada

di Pemalang berasal dari gunung (erupsi dan longsoran). Permainan ini

mengisyaratkan apabila masyarakat mengelola guning dengan mengikut aturan

yang ada (mantra yang dinyanyikan) niscaya akan terhindar dari ancaman bencana

yang ada.

Pengaruh Kearifan lokal Baritan atau sedekah laut terhadap penanggulangan

bencana

Baritan atau sedekah laut adalah prosesi melarung Jolen ketengah laut yang

dilaksanakan para nelayan sebagai upacara rasa syukur atas hasil usaha

menangkap ikan di laut. Sedekah laut diselenggarakan setahun sekali pada

Maulud, yaitu setiap Selasa atau Jumat Kliwon. Sebelum upacara pelarungan,

Page 141: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

19 | B A B 6

diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat

setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di Tempat Pelelangan

Ikan. Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar

pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari

aturan agama. Upacara ini adalah cara warga masyarakat pesisir Pemalang

(nelayan) untuk memohon kepada Tuhan agar terhindar dari bencana yang datang

dari laut. Upaya ini jika dilihat dari sudut penanggulangan bencana adalah upaya

pencegahan terhadap bencana, namun jika dimaknai lebih dalam lagi bahwa salah

satu ancaman bencana bagi Kabupaten Pemalang adalah berasal dari laut.

Pengaruh Kearifan lokal Krangkeng terhadap penanggulangan bencana

Kesenian tradisional ini dikenal masyarakat Pemalang sejak tiga abad silam.

Berawal dari peristiwa penyerbuan Batavia oleh laskar Mataram. Pemalang yang

saat itu termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar SultanAgung dengan

mengirim prajurit-prajurit terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit tangguh saat itu

ialah melatih para pemuda dengan ilmu kanuragan dan olah keprajuritan. Caranya

setiap latihan olah kanuragan selalu diiringi musik atau tetabuhan.

Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih terus berlangsung,

bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian berkembangdan diperkaya

berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi kekebalan tubuh dan

ketrampilan akrobatik. Olah kanuragan kini telah beralih fungsi menjadi sebuah

kegiatan kesenian dan tontonan yang menarik. Inilah cikal bakal lahirnya kesenian

krangkeng. Kesenian ini memberikan makna pada bidang penanggulangan

bencana adalah wujud kesiap-siagaan bagi warga masyarakat pemalang terhadap

kejadian bencana yang mungkin mengancam daerahnya.

Pengaruh Kearifan lokal Sintren terhadap penanggulangan bencana

Sintren merupakan kesenian rakyat yang cukup populer diwilayah Karesidenan

Pekalongan terutama di kalangan masyarakat pantura.Sintren konon berasal dari

legenda Sularsih-Sulandono. Sulandono adalah putera ari pasangan suami-istri

Joko Bahu dan Ratnasari yang menurutkisah adalah pendiri Kota Batang,

Pekalongan dan wilayah sekitarnya. Sintre nmenggambarkan perjalanan hidup

dan kesucian seorang gadis yang diperankanseorang gadis belia yang masih suci,

belum akil-balik dan tidak pernah terjamahtangan lelaki.

Pertunjukan sintren diawali tembang yang menarik perhatian para penonton yakni

"Kukus Gunung". Berikutnya gadis calon sintren yang mengenakan pakaian biasa

dimasukkan ke dalam kurungan dalam keadaan tangan terikat.Setelah si gadis

berada dalam kurungan, kemenyan pun dibakar sementara para pelantun lagu

Page 142: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

20 | B A B 6

mengalunkan tembang "Yu Sintren" yang bertujuan memanggil kekuatan dari luar.

Kekuatan inilah yang nantinya mengganti busana calon sintren.

Selanjutnya akan tampak sesosok bidadari yang mengenakan pakaiankebesaran

lengkap dengan kacamata hitam, berdiri anggun lalu berlenggang-lenggok

mengikuti irama gamelan yang dimainkan para penabuh. Pada zaman dulu, selain

sebagai sarana hiburan dan ajang komunikasi muda-mudi untuk cari jodoh, sintren

juga digunakan sebagai mediasi untuk meminta turun hujan. Sekarang, sintren

pun dipentaskan untuk memeriahkan hari-hari besar nasional, acara hajatan atau

pun untuk menyambut tamu resmi. Kekhususan dari kesenian sintren di

Kabupaten Pemalang selain perpaduan budaya masyarakat juga merupakan usaha

pencegahan bencana kekeringan akibat musim kemarau jika dilihat dari prespektif

penanggulangan bencana dengan cara permohonan kepada Tuhan yang Maha

Kuasa.

Pengaruh Kearifan lokal Jaran Kepang terhadap penanggulangan bencana

Jaran kepang atau Kuda Lumping adalah jenis kesenian tradisional yang

umumnya dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kesenian inimerupakan jenis

permainan yang menyertakan unsur magis karena pada adegan tertentu

pemainnya memainkan atraksi yang tidak mungkin dilakukan manusia

biasaseperti adegan makan pecahan kaca. Dari sejumlah kesenian Jaran Kepang

yang ada di Jawa Tengah, Pemalang mungkin memiliki beberapa kelebihan berupa

inovasi seperti adanya adegan cukup unik dimana dua atau tiga orang pemain

dijadikan manusia setengah robot yang bisa duduk atau berdiri mematung berjam-

jam lamanya.Kesenian Jaran Kepang biasanya dipentaskan pada acara

hajatan,upacara hari besar nasional atau pun menyambut kunjungan tamu resmi.

Kesenian ini menggambarkan kemampuan fisik warga pemalang dan upaya

kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana apabila ditinjau dari penanggulangan

bencana.

Pengaruh Kearifan lokal Kuntulan terhadap penanggulangan bencana

Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang pada sekitar awal abad 20 yaitu

pada saat di tanah air banyak muncul pergerakan kebangsaan. Tokoh-tokoh

masyarakat Pemalang saat itu tak mau ketinggalan ikut dalam kancah perjuangan

nasional. Dibentuklah perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat.Kegiatan

bela diri ini ketika itu selalu diiringi rebana dan pukulan bedug serta

dikumandangkan pula doa-doa salawat Nabi sehingga terkesan sebagai kegiatan

kesenian dan keagamaan.

Page 143: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

21 | B A B 6

Setelah kemerdekaan kegiatan ini yang kemudian di kenalkan dengan nama

kuntulan tetap berlangsung dan berubah dari alat perjuangan menjadi sarana

hiburan. Kesenian ini biasanya dipentaskan para acara peringatan hari besar

nasional, hajatan atau pun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak

menarik karena memadukan jurus-jurus bela diri yang nampak

artistik,demonstrasi akrobatik dan keindahan musik rebana dan bedug. Kesenian

ini menunjukkan kesiap-siagaan dan kekompakan dalam menghadapi berbagai

marabahaya yang menghadang warga masyarakat apabila ditinjau dari prespektif

kebencanaan.

Pengaruh Kearifan lokal Musik tek-tek terhadap penanggulangan bencana

Dilihat dari bentuk fisik serta suara yang ditimbulkan, musik tek-tek merupakan

jenis alat musik ritmis (non-nada). Pada awalnya hanya beberapa potong bambu

wulung yang dipukul secara ritmis dan membentuk suara yang khas, namun

belakangan muncul bentuk angklung yang memberikan nuansa melodis. Tentu

saja ini sudah keluar dari bentuk baku tek-tek itu sendiri, sebab angklung juga

sudah mempunyai wilayah sendiri.

Pada musik angklung melodi yang ditimbulkan adalah tonalitas diatonik (diatonic

scale), di mana nada yang tersusun adalah rentetan nada yang strukturnya

menganut standard musik dunia yang menggunakan pola jarak baku. Tentu saja

ini bertolak belakang dengan kebanyakan musik tradisi Jawa yang kebanyakan

menganut sistem tonalitas pentatonis (pentatonic scale), lazim dibagi dalam titi

laras slendro dan pelog. Kalau dengan titi laras pelog masih bisa disejajarkan

karena ada pola jarak yang sama antara keduanya, namun jika lagu yang

dinyanyikan berlatar belakang titi laras slendro, maka akan ada pemaksaan dalam

menyajikannya. Namun demikian, dalam permainan tek-tek tidak ada yang tabu

dalam menyanyikan lagu. Tak peduli fals atau tidak, yang penting ramai dan

menghibur.

Penggunaan tonalitas diatonik ini memberikan keleluasaan bagi penggarap musik

tek-tek dalam mengoleksi lagu-lagu yang diadaptasi ke dalam musik jenis ini,

mulai dari lagu daerah Jawa Tengah, lagu Sunda, Bali, Maluku, Tapanuli, bahkan

lagu mancanegara baik di Asia maupun lagu barat, mulai lagu dangdut,

campursari hingga populer. Oleh karena itu musik tek-tek sangat fleksibel dan

relatif mudah di samping pola ritmenya yang sederhana juga penggunaan unsur

harmoni yang tidak rumit. Unsur harmoni dalam hal ini hanya berkisar pada

keselarasan antara bunyi-bunyian yang ditimbulkan oleh instrumen melodis dan

ritmis, belum sampai pada tingkat penggunaan akor sebagaimana dalam musik

yang lain.

Page 144: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

22 | B A B 6

Penampilan tek-tek tidak seru jika tidak melibatkan penari sebagai hiasan

penampilan, penyanyi biasanya dirangkap oleh penabuh kenthongan yang

suaranya lantang serta bisa mengimbangi volume instrumen. Yang tidak kalah

pentingnya adalah keberadaan seorang dirigen yang mereka sebut mayoret

lengkap dengan tongkat komando (stik major leader). Mayoret bisa dilakukan oleh

seorang laki-laki atau perempuan, atau bahkan yang lebih kemayu lagi, waria.

Dalam hal ini dibutuhkan pula seorang koreografer yang bertugas menata gerak

bagi penari-penari penghias penampilan. Selai itu ada pula petugas perancang

(desain) aksesoris yang akan mendukung segi visual, seperti kuda kepang,

ornamen instrumen, hingga pemunculan gunungan (kekayon). Kesenian ini adalah

menunjukkan keberagaman budaya warga pemalang apabila dilihat dari pakaian

yang dipakai namun tetap dapat disatukan dalam kesatuan irama dengan adanya

musik dan pimpinan rombongan. Kesenian ini bila dilihat dari sudut kebencanaan

alat musik dan suara musiknya dapat dikembangkan sebagai cara berkomunikasi

bagi warga masyarakat terutama dalam penanggulangan bencana sebagai early

warning system dengan cara kesepakatan isyarat suara.

E. Kabupaten Batang

Beberapa budaya dan kesenian Kabupaten Batang terkait dengan penanggulangan

bencana antara lain:

Pengaruh Kearifan lokal Tari Lengger terhadap penanggulangan bencana

Tari Lengger mengisahkan tentang pertemuan Raden Panji Asmarabangun dengan

Dewi Candra Kirana: atraksi tarian sangat menarik, ada penari naik kendi dan ada

yang disunggi di bahu sambil menari dengan senang dan gembira, tarian ini

dilengkapi dengan sesajian dan dibacakan mantra-mantra oleh sesepuh. Kesenian

tradisional ini menggunakan gamelan sebagai alat musiknya dan diikuti penari

wanita (lengger) yang biasa ditampilkan pada acara hajatan / peresmian sebagai

penyambutan serta setiap ada acara hari besar, seperti penyambutan tahun baru

masehi. Berdasarkan pakaian yang dipakai dapat didekati dari prespektif

kebencanaan bahwa masyarakat Kabupaten Batang mempunyai keberagaman

etnis, suku dan budaya yaitu perpaduan dari budaya china dan jawa. Selain itu

berdasarkan ceritanya adalah mengambil cerita dari Jawa Timur yaitu jaman

kerajaan Jenggala dan Kediri.

Pengaruh Kearifan lokal Tari Sintren terhadap penanggulangan bencana

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil

perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih

dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara

tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi

Page 145: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

23 | B A B 6

bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di

antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantan sari yang memasukkan roh bidadari

ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil

oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih

dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang

penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal

tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan

diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan

budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).

Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam

permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar

untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil

diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian

lebih lincah dan mempesona. Kesenian ini menunjukkan adanya akulturasi

kebudayaan dengan cina, hal ini menunjukkan bahwa bencana sosial merupakan

ancaman bagi Kabupaten Batang hingga upaya masyarakat melakukan asimilasi

perpaduan budaya agar terhindar dari kerusuhan karena perbedaan etnis.

Pengaruh Kearifan lokal nyadran terhadap penanggulangan bencana

Upacara Nyadran atau pesta laut ini merupakan tradisi dari Jaman pra-Islam, yaitu

ketika Jawa masih berada di Jaman Hindu-Buddha (Majapahit) dan (Mataram

Kuno). Walau tradisi ini telah berlangsung lama, upacara nyadran tetap menjadi

kontroversi di kalangan masyarakat dan kelompok keagamaan.

Awal perkembangannya, Upacara Nyadran berinti dengan pelarungan kepala sapi

dan diikuti dengan pesta makan oleh para penduduk sekitar, namun seiring jaman

Upacara Nyadran berkembang hingga adanya beberapa ritual suci yang

dilakuakan seperti mabuk masal, sesembah kapal dan hiburan/perayaan. Doa

yang digunakan yang semula menggunakan mantra-mantra jawa, kini telah

diselingi oleh bacaan-bacaan arab, dimana didalamnya dimaksudkan untuk

sebuah keselamatan dan rasa syukur.

Di Desa Klidang Lor Kabupaten Batang, nyadran diadakan dua kali dalam

setahun, di desa ini juga terdapat kegiatan yang unik pula, seperti sesembah

perahu selama dua hari. Sesembah perahu dimaksudkan agar, perahu yang

Page 146: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

24 | B A B 6

hendak digunakan saat berlayar mencari ikan, akan mendapatkan keselamatan dan

dijauhkan dari segala bencana (tolak bala). Upacara ini merupakan cara

masyarakat pesisir Kabupaten Batang untuk memohon kepada Tuhan untuk

dijauhkan dari bencana terutama dari laut. Selain itu terlihat dalam perkembangan

budaya ini terdapat asimilasi antara budaya jawa dan islam dan adanya

penghilangan ritual yang kurang baik yaitu mabuk massal.

Pengaruh Kearifan lokal upacara kendil terhadap penanggulangan bencana

Budaya dan istiadat yang masih dipercaya oleh warga setempat, yaitu melakukan

upacara penyembelihan kambing 'Kendit' yang dilakukan pada Rabu Wage, bulan

Jumadil Awal sebagai upaya 'tolak balak' agar desanya tidak terkena musibah.

Selain itu, warga Desa Sodong juga melakukan tradisi upacara panen padi dengan

menyajikan makanan 'jadah pasar'. Upacara ini adalah langkah yang diambil

masyarakat yang melakukan pencegahan bencana dengan cara memohon kepada

Tuhan yang Maha Kuasa.

Pengaruh Kearifan lokal seni dengklung terhadap penanggulangan bencana

Seni dengklung, awalnya lahir dan berkembang di wilayah Kecamatan Blado,

kemudian berkembang ke Kecamatan Bandar. Kesenian yang dikelompokkan

dalam "musik rakyat" ini bernafaskan agama Islam dan dimainkan oleh kaum

wanita. Kesenian ini merepresentasikan bahwa di Kabupaten Batang perempuan

mempunyai peran atau porsi tertentu dalam kegiatan artinya adalah bahwa

Masyarakat Batang mengakui kesetaraan kaum perempuan. Hal demikian

mempunyai efek positif bagi penanggulangan bencana yaitu masyarakat Batang

mengakui peluang untuk keterlibatan langsung perempuan dalam kegiatan

tersebut.

Pengaruh Kearifan lokal kesenian kuda lumping terhadap penanggulangan

bencana

Merupakan jenis kesenian rakyat dengan tema cerita Menak. Tari kuda lumping

pada dasarnya adalah tarian rakyat yang menggunakan unsur magis, dengan

diiringi oleh musik gamelan dan seperangkat angklung sebagai pengiring lagu-

lagu pengantar dalam memanggil dan mengeluarkan roh halus dari tubuh/ badan

si penari yang kerasukan roh halus. Sejarah singkat lahirnya tari kuda lumping

Awal berdirinya kuda lumping Turonggo Budoyo yaitu pada tanggal 22 April 1979

yang dipandegani oleh bapak Mismin yang pada waktu itu akan mengadakan

karnaval di tingkat desa, berhubung warga Lebeng desa Wanar Kecamatan

Tersono Kabupaten Batang haus akan hiburan khususnya kesenian tradisional

kuda lumping. Inti dari kesenian ini adalah kesiap-siagaan masyarakat baik secara

jasmani dan rohani dalam menanggulangi bencana apabila ditinjau dari sudut

penanggulangan bencana.

Page 147: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

25 | B A B 6

Pengaruh Kearifan lokal ritual malam jumat kliwon terhadap penanggulangan

bencana

Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan

berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten

Batang. Pada mulanya tradisi ini diadakan dengan maksud untuk mengenang jasa

leluhur dan nenek moyang Batang yang dulunya telah membangun daerah Batang.

Tradisi Kliwonan yang dulunya digunakan untuk ajang melakukan ritual-ritual

sederhana kemudian berkembang seperti sekarang ini. Kliwonan di daerah Batang

mengalami perubahan dari bentuk dan fungsi yang secara sesungguhnya. Pada

awalnya Tradisi Kliwonan merupakan sarana atau tempat pengobatan bagi orang

sakit. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi,

tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering

disebut dengan pasar kliwonan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun

Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan

Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.

Kliwonan ini dikatakan suatu tradisi karena dilaksanakan secara turun-temurun

dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai banyak makna serta nilai-nilai di

dalamnya. Seperti halnya dalam tradisi Kliwonan yang sekarang ini kemudian

memunculkan empat unsur nilai budaya, sosial, agama dan ekonomi yang

merupakan perangkat struktur dalam kehidupan masyarakat Batang terkait

dengan tradisi Kliwonan ini baik secara individu maupun secara sosial.

Nilai-nilai budaya dalam tradisi Kliwonan telah menyatu dengan jiwa masyarakat

pendukungnya tanpa mereka sadari, seperti solidaritas diantara masyarakat

pendukung. Dalam tradisi ini tidak terdapat norma-norma mengikat, sistem

hukum, dan aturan-aturan khusus yang dilakukan. Norma aturan tersebut adalah

suatu kesepakatan bersama yang tidak tertulis, secara sadar dan tidak sadar

mereka melaksanakan tradisi Kliwonan sesuai dengan cara dan kebiasaan mereka

tersebut, seperti pelaksaan ritual mandi, berdagang dan berjalan-jalan.

Dalam tradisi Kliwonan yang terkandung di dalamnya adalah nilai moralitas dan

etos. Nilai mentalitas suatu penilaian terhadap tindakan yang dianggap baik. Dan

setiap budaya pasti mempunyai kategori dan standar untuk mengevaluasi tingkah

laku atau tindakan tindakan berpola manusia. Dalam tradisi Kliwonan nilai

moralitas mencakup pada solidaritas diantara masyarakat pendukung, tindakan

berpola yang terdapat dalam tradisi Kliwonan yang dianggap pantas, hubungan

dengan anggota-anggota baru dan nilai ketertiban. Tradisi ini sangat besar

pengaruhnya terhadap kegiatan penanggulangan bencana karena tradisi ini

Page 148: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

26 | B A B 6

merupakan ajang masyarakat Batang untuk saling menjaga kerukunan,

menyamakan persepsi dan menjalin komunikasi untuk menyampaikan berbagai

informasi dan pemecahan masalah. Tradisi ini dapat digunakan untuk melakukan

sosialisasi, penyusunan program dan penyatuan persepsi dalam kegiatan

penanggulangan bencana.

Page 149: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

1 | B A B 7

7.1 Rekomendasi Kearifan Lokal terhadap Penanggulangan Bencana di Eks

Karesidenan Pekalongan

Berdasarkan analisis kearifan lokal terhadap penanggulangan bencana di eks

Karesidenan Pekalongan yang tersaji dalam bab sebelumnya, maka rekomendasi yang

dapat disampaikan adalah sebagai berikut,

1. Berbagai kearifan lokal yang ada di masyarakat Pulau Jawa ternyata dipahami dan

diyakini oleh masyarakat di eks Karesidenan Pekalongan sehingga hal tersebut

perlu dilestarikan dan ditularkan kepada generasi selanjutnya sehingga mampu

meningkatkan upaya penanggulangan bencana yang berbasis pada kearifan lokal

2. Kearifan lokal yang ada di eks Karesidenan Pekalongan meliputi pakaian adat,

ritual atau upacara, legenda/cerita rakyat, tarian rakyat, corak batik, pohon

keramat dan obyek wisata ternyata mampu menggambarkan ancaman dan risiko

bencana, dan upaya penanggulangan bencana baik sebelum terjadi bencana,

tanggap darurat maupun pemulihan.

3. Kearifan lokal yang ada di Kota dan Kabupaten Pekalongan adalah berupa

kesenian sintren, simtudorror, ritual lopisan, tradisi pekchun, nyadran dan motif

batik dapat menggambarkan kondisi kebencanaan di daerah tersebut.

4. Kesenian Sintren merupakan perwujudan perpaduan budaya masyarakat yang

bermukim di Kota dan Kabupaten Pekalongan. Hal ini terlihat dari ragam pakaian

yang dikenakan pemain kesenian dan alat musik yang digunakan yaitu budaya

china, arab dan jawa. Hal tersebut apabila ditinjau dari sudut pandang

penanggulangan bencana adalah bahwa salah satu ancaman bencana yang

mungkin terjadi adalah bencana sosial karena keberagaman suku, etnis dan agama.

5. Simtudorror adalah kesenian di Kabupaten dan Kota Pekalongan yang

menggambarkan pencegahan terjadinya bencana dengan cara memohon

perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

6. Tradisi Lopisan yang dilakukan masyarakat Kota Pekalongan adalah usaha

masyarakat untuk menjalin kerjasama, silaturahmi, kebersamaam dan komunikasi

Page 150: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

2 | B A B 7

antar dusun sehingga apabila dikaitkan dengan upaya penanggulangan bencana

adalah sebagai cikal bakal program sister village.

7. Tradisi Pekchun pada tahun baru imlek dan nyadran atau sedekah laut pada tahun

baru jawa merupakan kegiatan yang hampir sama yang dilakukan di Kota

Pekalongan yaitu ungkapan syukur dan permohonan perlindungan Tuhan agar

tidak terjadi bencana terutama dari laut. Selain itu kegiatan ini mengisyaratkan

bahwa Kota Pekalongan mempunyai ancaman bencana yang berasal dari laut.

Rangkaian kegiatan ini yang menampilkan berbagai atraksi dapat diisi dengan

sosialisasi masalah kebencanaan.

8. Motif batik pesisisiran yang dimiliki Kota dan Kabupaten Pekalongan

menyampaikan makna bahwa di kedua daerah tersebut mempunyai ancaman

bencana yang berasal dari laut, gunung dan keberagaman etnis, budaya dan

agama.

9. Ritual Rebo Wekasan, sedekah laut, moci mantu poci dan ruwatan merupakan

budaya lokal Kabupaten dan Kota Tegal yang sarat maknanya dengan

penanggulangan bencana.

10. Ritual Rebo Wekasan menggambarkan pencegahan dan kesiap-siagaan dalam

menghadapi bencana yang mungkin terjadi karena dipercaya setiap rabu terakhir

pada bulan sapar bencana banyak menghampiri.

11. Sedekah laut dan ruwatan yang dilakukan masyarakat Tegal mengandung makna

dalam penanggulangan bencana adalah sebagai cara pencegahan terjadinya

bencana dan sebagai pertanda bahwa salah satu ancaman bencana adalah berasal

dari laut. Rangkaian acara ini dapat diisi dengan sosialisasi dan penyadaran

masalah kebencanaan pada pagelaran wayang kulit.

12. Budaya moci dan mantu poci di masyarakat Tegal merupakan gambaran kesiap-

siagaan warga dalam menghadapi bencana dengan cara memupuk kerukunan,

kerjasama dan penyatuan persepsi antar warga.

13. Kabupaten Brebes mempunyai jenis kesenian yang erat kaitannya dengan

penanggulangan bencana yaitu burokan, sintren,dog-dog kliwon, kuntulan, tari

topeng sinok dan reok banjarharjo.

14. Burokan adalah kesenian yang menggambarkan dan mengingatkan kepada warga

Brebes untuk hidup selaras dengan lingkungan agar terhindar dari bencana ,

sedangkan sintren melambangkan keberagaman etnis yang ada di Brebes sehingga

rawan terhadap bencana sosial. Berdasarkan siklus penanggulangan bencana

keduanya merupakan upaya pencegahan kejadian bencana.

15. Kesenian dog-dog kliwon adalah kesenian yang dipertontonkan setiap pasaran

kliwon dan kebiasaan warga adalah ditonton secara bersama-sama, makna

kegiatan jika dilihat dari prespektif penanggulangan bencana adalah upaya kesiap-

siagaan dengan cara menjalin kerjasama, kebersamaan dan komunikasi antar

Page 151: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

3 | B A B 7

warga. Sedangkan kuntulan lebih pada kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana

dari sisi fisik jasmani.

16. Tari topeng sinok menggambarkan keterlibatan dan peranan kaum perempuan di

Kabupaten Brebes. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan gender telah dipahami

masyarakat Brebes dengan baik sehingga merupakan modal yang baik dalam

penanggulangan bencana yaitu pelibatan kaum perempuan.

17. Reog Banjarharjo apabila dihubungkan dengan penanggulangan bencana adalah

menggambarkan bahwa kesiap-siagaan terhadap bencana harus dilakukan dari

tingkat keluarga, sehingga budaya sadar bencana sudah melembaga dari satuan

masyarakat terkecil.

18. Budaya dan kesenian di Kabupaten Pemalang yang sarat dengan penanggulangan

bencana adalah mitos gunung slamet dan ritualnya, sintren, kuntulan, krangkeng,

dolanan duk-duk gleng, musik tek-tek, baritan dan jaran kepang serta sesaji

selamatan.

19. Gunung Slamet merupakan ancaman utama di daerah Pemalang sehingga dalam

upaya pencegahan maka masyarakat melakukan ritual selamatan dengan

membuat sayur gandul, kupat selamat dan kalung-gelang bambu kuning. Selain

ancaman erupsi Gunung Slamet, mitos asal muasal Gunung Slamet

mengisyaratkan akan ancaman bencana akibat jalur retakan di sekitar Gunung

Slamet.

20. Kesenian Sintren adalah pencegahan bencana kekeringan pada musim kemarau.

Sedangkan Jaran Kepang, Kuntulan dan Krangkeng adalah menggambarkan

kesiap-siagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

21. Dolanan Duk-duk gleng merupakan upaya pencegahan terhadap bencana yang

berasal dari gunung karena mengandung makna apabila dalam memanfaatkan

alam sesuai dengan aturan yang ada (mantra duk-duk gleng) maka bencana akibat

gunung atau perbukitan tidak akan terjadi. Sedangkan musik tek-tek merupakan

kesenian yang apabila dikembangkan lebih lanjut dapat dijadikan sebagai alat

komunikasi antar warga terutama untuk early warning system bencana dengan

cara penyatuan dan kesepakatan suara sebagai isyarat.

22. Baritan atau sedekah laut merupakan pertanda bagi masyarakat Pemalang bahwa

salah satu ancaman bencana yang ada adalah berasal dari laut, Sedangkan sesaji di

simpang dan selamatan weton adalah perwujudan pencegahan terhadap bencana

dengan mengingatkan atau memberi tanda tempat-tempat yang rawan bencana.

23. Kabupaten Batang mempunyai jenis kesenian tradisional, tradisi dan ritual yang

berhubungan dengan kegiatan penanggulangan bencana yaitu lengger, sintren,

nyadran, kendit, seni dengklung, kuda lumping dan kliwonan.

24. Tarian lengger dan sintren merefleksi dibidang kebencanaan adalah pakaian yang

dikenakan penari merupakan perpaduan budaya china, arab dan jawa sehingga

Page 152: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Studi Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di EKs Karesidenan Pekalongan

4 | B A B 7

mengisyaratkan bahwa Kabupaten Batang mempunyai ancaman berupa bencana

sosial akibat keragaman etnis dan budaya.

25. Ritual atau upacara nyadran dan kendit merupakan cara pencegahan bencana yang

dilakukan masyarakat Kabupaten Batang yaitu dengan memohon perlindungan

kepada Tuhan yang Maha kuasa. Sedangkan kesenian kuda lumping bermakna

kesiap-siagaan masyarakat secara lahir dan batin dalam menghadapi berbagai

ancaman bencana.

26. Kesenian dengklung adalah kesenian yang menggambarkan keterlibatan kaum

perempuan dalam berbagai kegiatan di Kabupaten Batang, hal ini menunjukkan

masyarakat mengakui kesetaraan gender. Pemahaman ini sangat bermanfaat bagi

upaya penanggulangan bencana di segala kegiatan.

27. Kliwonan merupakan tradisi yang mengedepankan komunikasi, kerjasama dan

kebersamaan dalam upaya membangun Kabupaten Batang, Tradisi ini sangat

penting terutama dalam penyatuan gerak dalam penanggulangan bencana dalam

berbagai kegiatan.

28. Berbagai ritual atau upacara adat yang ada di daerah eks Karesidenan Pekalongan

dilengkapi dengan pagelaran wayang kulit,ketoprak, drama tradisional, ceramah

dan berbagai kegiatan pencerahan sehingga pagelaran budaya-budaya tersebut

dapat disisipi dengan sosialisai kebencanaan yang bertujuan untuk memberikan

pengetahuan tentang ancaman, resiko dan penanggulangan bencana di tingkat

masyarakat.

Page 153: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Peraturan/Undang-Undang

Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011 - 2031

Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Brebes Tahun 2010 – 2030.

Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 – 2031.

Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang Tahun 2011 – 2031.

Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Tegal Tahun 2012 – 2032.

Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Pekalongan Tahun 2009 – 2029.

Buku/Jurnal/Seminar/Majalah

Abdurrahman, Oman. 2013. Geologi Linewatan dari Tasikmalaya hingga

Banjarnegara. Majalah Geomagz vol. 3 no. 1 Maret 2013, hal. 54-79.

Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2013. Panduan Pelatihan Adaptasi Perubahan

Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana. Jakarta.

Herawati, Nanik. 2012. Kearifan Lokal Bagian Budaya Jawa. Magistra No.79 Tahun

XXIV Maret 2012.

Kusumah, Siti Dioyana, dkk. 2011. Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya

Kebudayaan dan Pariwisata Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik

Indonesia.

Kriswati & Prambada. 2009. Korelasi Parameter Suhu Air Panas, Kegempaan dan

Letusan Gunung Slamet April-Mei 2009. Buletin Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi, vol. 4 no. 2 Agustus 2009, hal. 19-26.

Nawiyanto, dkk. 2011. Pangan, Makan dan Ketahanan Pangan: Konsepsi Etnis Jawa

dan Madura. Galangpress dan Pusat Penelitian Budaya dan pariwisata

Universitas Jember.

Sarwoto, dkk. 2010. Identifikasi Sains Asli (Indigenous Science) Sistem Pranata

Mangsa Melalui Kajian Etnosains. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP

UNS.

Page 154: STUDI IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL DALAM …...SEKRETARIAT BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jl. Imam Bonjol No. 1 F Telp. 024 – 3519904 (Hunting), Fax 024 – 3519186 ... Kabupaten

Sri Hartatik, Endang. 2008. Upacara Tradisi yang Masih Berkembang di Masyarakat

Seputar Makam Tokoh di Jawa Tengah. Diknas Provinsi Jawa Tengah.

Sunarto. 2011. Pemaknaan Filsafati Kearifan Lokal Untuk Adaptasi Masyarakat

Terhadap Ancaman Bencana Marin dan Fluvial di Lingkungan Kepesisiran.

Forum Geografi Vol.25 No.1 Juli 2011.

Sutawidjaja & Sukhyar. 2009. Cinder Cones of Mount Slamet, Central Java, Indonesia.

Jurnal Geologi Indonesia, vol. 4 no. 1 Maret 2009, hal. 57-75.

Wagiran.2012. Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning

Bawana. Jurnal Pendidikan Karakter Tahun II Nomor 3 Oktober 2012.

Artikel/Website

http://www.merdeka.com

http://www.infometafisik.com

http://map-bms.wikipedia.org

http://www.solopos.com

http://chk2489.blogspot.com

http://edukasi.kompasiana.com/2014/03/18

http://kekunaan.blogspot.com

http://kisahlawas.blogspot.com

http://gemasastranusantara.wordpress.com

http://negeriangin-negeriangin.blogspot.com/2012/03/diwak.html

http://saeitubaik.blogspot.com