(STUDI FENOMENOLOGIS DI DESA GALESONG KOTA …

205
MAKNA SOSIAL RITUAL APPALILI DI BUNGUNG BARANIA (STUDI FENOMENOLOGIS DI DESA GALESONG KOTA KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh gelar sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh: Hasnita 105381104117 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSILOGI JULI, 2021

Transcript of (STUDI FENOMENOLOGIS DI DESA GALESONG KOTA …

MAKNA SOSIAL RITUAL APPALILI DI BUNGUNG BARANIA

(STUDI FENOMENOLOGIS DI DESA GALESONG KOTA

KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh gelar sarjana

Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

Hasnita

105381104117

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSILOGI

JULI, 2021

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Teruslah Berjuang Lawan Rasa Malasmu

Sebab Jika Rasa Malas Itu Menguasai Dirimu

Niscaya Engkau Akan Selalu Berada Dalam Zona Ketidakpastian

Dan apabila engkau telah diperhadapkan pada situasi sesungguhnya

Ketahuilah, bahwa rasa penyesalan itu baru ada

Dan hidupmu akan dipenuhi oleh rasa tergesa-gesa

yang akan berakibat pada dirimu sendiri.

~Hasnita~

“bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah

pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim).

Persembahan

puji syukur atas semua rahmatmu Ya Rabb, atas karuniamu skripsi ini dapat

terselesaikan.

Kupersembahkan karya ini kepada ibunda dan ayahanda tercinta sebagai bentuk

tanda bakti, hormat dan terimakasih ku yang sebesar-besarnya atas semua

perjuangan, cinta, kasih sayang dan nasehatmu. Skripsi ini hanyalah sebuah awal

dariku untuk melakukan yang terbaik bagi kalian. Berdoalah untuk ku tanpa henti

dalam setiap langkah yang ku jalani.

Untuk kedua saudaraku hanya satu yang ingin kusampaikan, terimakasih banyak

untuk semuanya.

ABSTRAK

Hasnita, 2021. Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi

Fenomenologi Di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar).

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar.

(Dibimbing oleh Bapak H. Nurdin dan Hadisaputra)

Makna sosial merupakan pesan yang terkandung dalam setiap tindakan

yang dilakukan dengan melihat pola tingkah laku baik individu atau kelompok.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan prosesi dan makna sosial ritual

appalili di bungung barania di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong

Kabupaten Talakar berdasarkan teori tindakan sosial Max Weber. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriftif kualitatif dengan menggunakan pendekatan

fenomenologi dengan menggunakan 10 informan dengan pengumpulan data

menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Dua pokok

permasalah yang dikaji dalam ritual appalili yaitu: prosesi ritual appalili dan

makna sosial ritual appalili.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam prosesi ritual appalili hal

pertama yang perlu diperhatikan adalah orang-orang yang terlibat yang terdiri dari

masyarakat Galesong di tiga kecamatan, waktu pelaksaan pada bulan tertentu, dan

tahapan-tahapan appalili mulai dari pelepasan rombongan yang terdiri dari barisan

kerbau, pemain gendang dan pui-pui, tubarani, bembengang, dan pakaina adat.

Romobongan dalam perjalan, tempat tujuan bungung barania sampai pada tahap

kembali ke Balla Lompoa. Makna sosial ritual appalili dapat dilihat dari prosesi

awal dimulainya acara, sampai pada acara itu selesai. Makna ini terkandung dalam

setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang secara langsung

terlibat dalam appalili maupun masyarakat yang hanya menyaksikannya. Makna

sosial dapat diperoleh suatu gambaran bahwa masyarakat di desa Galesong kota

kecamatan Galesong memaknai ritual appalili sebagai kebersamaan, menghindari

bala, berkah, dan pelestarian budaya.

Kata kunci: Ritual appalili, Makna sosial

ABSTRACT

Hasnita, 2021. The Social Meaning of Rituals Appalili in Bungung barania

(Phenomenological Study in Galesong Village, Galesong District, Takalar

Regency). Faculty of Teacher Training and Education. University of

Muhammadiyah Makassar. (Supervised by Mr. H. Nurdin and Hadisaputra)

Social meaning is the message contained in every action taken by looking

at the behavior patterns of both individuals or groups. The purpose of this study is

to describe the procession and social meaning of theritual appalili in Bungung

barania in Galesong Village, Galesong District, Talakar Regency based on Max

Weber's theory of social action. This research is a qualitative descriptive research

using a phenomenological approach using 10 informants with data collection

using interviews, observation and documentation. The two main issues studied in

the appalili ritual are: theritual procession appalili and the social meaning of

theritual appalili.

The results showed that in the appalili ritual procession, the first thing to

note is the people involved consisting of the Galesong community in three sub-

districts, the time of the implementation in a certain month, and the stages of

appalili starting from the release of the group consisting of a line of buffalo,

players drums and pui-pui, tubarani, bembengang, and traditional clothes. The

group on their way, the destination of Bungung barania arrived at the stage of

returning to Balla Lompoa. The social meaning of theritual appalili can be seen

from the procession from the beginning of the event to the end of the event. This

meaning is contained in every action taken by members of the community who are

directly involved in appalili as well as people who only witness it. Social meaning

can be obtained an illustration that the people in Galesong Village, Galesong

District City interpret theritual appalili as togetherness, avoiding reinforcements,

blessings, and cultural preservation.

Keywords: Appalili ritual, Social meaning

KATA PENGANTAR

Allah maha penyayang dan maha pengasih, demikian kata untuk mewakili

atas segala karunia dan nikmat-nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah

pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah serta rasa dan rasio pada-mu,

sang Khalik, Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-mu

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan tetapi terkadang

kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan

fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan bagai

pelangi yang terlihat indah dari kejauhan tetapi menghilang jika di dekati.

Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi

kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis

kerahkan untuk membuat Skripsi penelitian ini selesai dengan baik dan

bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyelesaikan

Skripsi penelitian ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih

kepada kedua orang tua Syamsu dan Senga yang telah berjuang, berdoa,

mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membiayai penulis dalam proses

pencarian ilmu. Demikian pula, penulis mengucapkan kepada bapak Drs. H.

Nurdin, M.Pd. sebagai dosen pembimbing satu (1) dan kepada bapak Hadisaputra,

S.Pd., M.Si. sebagai dosen pembimbing dua (2) pada mata kuliah skripsi yang

telah memberikan bimbingan dan arahan demi terselesaikannya skripsi penelitian

ini.Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada; bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse M.Ag, Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar, bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D, Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dan bapak

Drs. Nurdin, M.Pd ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi serta seluruh dosen

dan staf pegawai dalam lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan

serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa

mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan

itu sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan

berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi

manfaat kepada para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis Aamiin.

Makassar, Juli 2021

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................

SURAT PERNYATAAN ..........................................................................

SURAT PERJANJIAN .............................................................................

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ........................................................

ABSTRAK BAHASA INGGRIS .............................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

DAFTAR TABEL .....................................................................................

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

E. Defenisi Operasional ....................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 10

A. Kajian Konsep ................................................................................. 10

1. Budaya....................................................................................... 10

2. Tradisi ....................................................................................... 14

3. Makna Sosial ............................................................................. 16

4. Ritual Appalili ........................................................................... 18

5. Bungung barania ....................................................................... 21

B. Kajian Teori .................................................................................... 23

1. Teori Tindakan Sosial ............................................................... 24

2. Teori Fenomenologi .................................................................. 26

C. Kerangka Pikir ................................................................................ 28

D. Penelitian Relevan ........................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 37

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ..................................................... 37

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 38

1. Lokasi Penelitian ....................................................................... 38

2. Waktu Penelitian ....................................................................... 39

C. Fokus Penelitian ............................................................................. 40

D. Informan Penelitian ......................................................................... 41

E. Instrumen Penelitian........................................................................ 42

F. Jenis Dan Sumber Data ................................................................... 42

G. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 44

H. Teknik Analisis Data ....................................................................... 46

I. Teknik Keabsahan Data .................................................................. 47

J. Etika Penelitian ............................................................................... 51

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................... 52

A. Sejarah Lokasi Penelitian ................................................................ 52

B. Letak geografis ................................................................................ 60

C. Keadaan sosial ................................................................................. 62

D. Keadaan pendidikan ........................................................................ 65

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 69

A. Hasil penelitian................................................................................ 69

1. Prosesi ritual appalili ................................................................ 69

2. Makna sosial ritual appalili ....................................................... 99

B. Pembahasan ..................................................................................... 107

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 118

A. Kesimpulan ..................................................................................... 118

B. Saran ................................................................................................ 119

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 121

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. 124

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian ............................. 39

Tabel 3.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 40

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 44

Tabel 3.4 Teknik Keabsahan Data.................................................................... 48

Tabel 4.1 Daftar Nama Karaeng/ Pemangku Ad ……………………………. 55

Tabel 4.2 pendidikan di Kecamatan Galesong………………………………..66

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bungung barania Galesong Saat Kunjungan Presiden Soeharto

Gambar 4.1 Peta Wilayah Takalar

Gambar 4.2 Peta Kecamatan Galesong

Gambar 5.1 Masyarakat Yang Terlibat

Gambar 5.2 Spanduk Acara Tammu Taunna Gaukang Karaeng Galesong

Gambar 5.3 Pelepasan Rombongan Oleh Pemangku Adat

Gambar 5.4 Kerbau Pada Barisan Terdepan

Gambar 5.5 Pemain Gendang Dan Pui-Pui

Gambar 5.6 Paukan Tubarani

Gambar 5.7 Bembengang Dan Cucu Raja

Gambar 5.8 Ragam Warna Pakaian Adat

Gambar 5.9 Pinati Dan Anrong Guru

Gambar 5.10 Balla Saukang Dan Peserta Appalili

Gambar 5.11 Pengambilan Air Oleh Pemangku Adat

Gambar 5.12 Kerbau Yang Dipotong

Gambar 5.13 Berdoa Dirumah Saukang

Gambar 5.14 Appanaung Pa‟rappo

Gambar 5.15 Interaksi Masyarakat

Gambar 5.16 Peserta Ritual Appalili Dan Masyarakat Sekitar Bungung barania

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Observasi

Lampiran 2. Pedoman Studi Dokumen

Lampiran 3. Pedoman Wawancara

Lampiran 4. Lembar Persetujuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tumbuh dan

berkembang dari proses perjalanan sejarah yang panjang, hal ini dapat dilihat

dari keanekaragaman budaya yang ada dan berkembang di lingkungan

masyarakat. Keanekaragaman dan keseragaman tradisi yang tumbuh di

masyarakat, serta hukum adatnya masing-masing. Sebagaimana diatur dalam

undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, pasal 18 b ayat 2

bahwa: negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik

indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan tradisi yang masih

bertahan hingga saat ini di tengah-tengah masyarakat seiring perkembangan

zaman dan teknologi informasi. Masyarakat mempertahankan budaya dan

tradisinya untuk melestarikan budaya daerahnya masing-masing. Setiap

daerah mempunyai tradisi masing-masing, tradisi tersebut telah menjadi ciri

khas yang membedakan antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan

merupakan warisan dari nenek moyang secara turun temurun.

Berbicara budaya tradisi, selalu berkaitan dengan sejarah adat istiadat

masa lalu. Budaya tradisi sangat erat kaitannya dengan etnis jawa, minang,

bugis makassar dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan bahwa indonesia

1

2

memang kaya dengan keragaman budaya dan tradisi yang bisa hidup

berdampingan, yang mana jika ini dipertahankan tentu akan menjadi daya

tarik bagi indonesia dimata dunia.

Hubungan antara manusia dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan,

sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya. Manusia sebagai

makhluk sosial-budaya yang selalu diperhadapkan dengan masalah yang tidak

dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Manusia melakukan hal-hal

baru dengan mengembang pengetahuan yang dimilikinya melebihi

kelangsungan hidupnya. Pengembangan kebudayaan yang dilakukan oleh

manusia memberikan makna dalam hidupnya, sehingga mempunyai tujuan

hidup yang lebih tinggi.

Tradisi setiap daerah memiliki makna dan cerita tersendiri bagi

masyaraktnya. Dalam hal ini, masih ada tradisi yang masih bertahan di

lingkungan masyarakat seperti di wilayah Sulawesi selatan, pada daerah ini

ada berbagai macam tradisi baik dalam bentuk keyakinan maupun proses

pelaksanaannya. Tradisi yang masih melekat dan bertahan hingga saat ini di

masyarakat Sulawesi selatan cukup beragam, seperti tradisi pernikahan yang

di dalamnya terdapat ritual-ritual adat yang dilakukan selama prosesi

pernikahan, serta mengandung makna dalam setiap prosesi ritual. Selain

dalam tradisi pernikahan, terdapat tradisi pesta panen sebagai wujud rasa

syukur kepada Tuhan yang maha Esa atas berkah dan rahmatnya akan hasil

bumi yang diberikan. Serta tradisi accera kalompoang yang merupakan suatu

tradisi sakral dengan pencucian benda-benda pusaka peninggalan kerajaan

3

gowa dan tradisi mengenai upacara adat kematian yang berbeda-beda disetiap

daerah di Sulawesi Selatan. Serta masih banyak tradisi-tradisi lain yang

bertahan di masyarakat Sulawesi selatan.

Sulawesi Selatan memiliki 24 Kabupaten/Kota yang setiap daerahnya

memiliki tradisi yang berbeda-beda serta prosesi pelaksanaan ritual adat yang

berbeda pula, seperti tradisi yang ada di masyarakat Kabupaten Takalar.

Kabupaten Takalar menjadi daerah yang memiliki beragam tradisi yang

masih bertahan di masyarakat hingga saat ini serta prosesi pelaksaan yang

berbeda pula dengan daerah lain. Khususnya pada wilayah Kecamatan

Galesong yang memiliki beraneka ragam tradisi yang masih bertahan dan

dilakukan oleh masyarakat, seperti tradisi pernikahan, tradisi tolak bala atau

sering disebut oleh masyarakat sebagai “assongkobala atau appasili”, tradisi

patorani, tradisi membangun rumah, tradisi pesta panen, tradisi aqiqah yang

dalam masyarakat setempat sering menyebutnya sebagai “attompolok”, tradisi

kematian, serta tradisi upacara peringatan hari jadi tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong.

Pelaksanaan ritual dimasyarakat pasti memiliki berbagai makna yang

terkandung dalam setiap prosesi ritual adat. Makna yang dimaksud adalah

sebuah kandungan pesan yang disampaikan dan terkandung dalam simbol-

simbol ritual yang dilakukan atau dilaksanakan. Makna yang dianggap sakral

dalam prosesi ritual masih tetap diipertahankan. Perlu adanya pemahaman

makna dalam setiap tradisi adat istiadat dan pelaksanaan ritual sehingga hal

ini menjadikan tradisi tersebut tetap lestari dan dilakukan oleh masyarakat.

4

Makna yang terkandung dalam acara ritual menjadikan masyarakat tetap

mempertahankan dan menjalankannya di tengah perubahan zaman

modernisasi ini. Seperti halnya upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong yang di dalamnya terdapat prosesi ritual appalili, yaitu kegiatan

yang dilakukan dengan mengelilingi kampung yang di mulai dari rumah adat

Balla Lompoa Karaeng Galesong menuju bungung barania untuk mengambil

air yang akan digunakan dalam prosesi pencucian benda pusaka.

Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad ke-

16 dan Bungung barania memiliki air yang tawar meski berada di daerah tepi

pantai Galesong sekitar kurang lebih 10 meter. Bungung barania menjadi

tempat mandi I Manindori I kare Tojeng Karaeng Galesong pada saat akan

berangkat ke jawa untuk berperang melawan Belanda, para laskar juga

dimandikan disana beserta badik, tombak dan semua senjata.

Ritual merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berhubung

dengan kebiasaan mereka tentang adat kebudayaan daerahnya. Ritual appalili

merupakan salah satu bentuk ritual yang dilakukan masyarakat Galesong

sebagai rangkaian kegiatan dalam peringatan tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong, ritual appalili menjadi kegitan yang harus ada dan

dilakukan.

Pemahaman akan budaya dan tradisi yang ada dimasyarakat sangat

dibutuhkan, karena hal ini menjadi tantangan terhadap eksistensi budaya

tersebut. Budaya dan tradisi yang ada di masyarakat memiliki nilai-nilai yang

terkandung serta makna dan tujuan. Oleh sebab itu diperlukan adanya

5

pemahaman dalam tradisi masyarakat, sehingga masyarakat tidak kehilangan

fungsi dan makna dari tradisi tersebut.

Pengadaan ritual appalili pada acara tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong sebagai bentuk solidaritas masyarakat yang bersama-sama

berkumpul untuk melaksanakan ritual appalili dengan berjalan kaki bersama

dari rumah adat Balla Lompoa menuju bungung barania. Melihat masyarakat

saat ini, berjalan kaki dengan jarak yang ditempuh lebih dari 1 km sudah

jarang dilakukan dan solidaritas masyarakat sudah mengelami banyak

perubahan. Oleh sebab itu, dengan adanya ritual appalili ini menjadikan

solidaritas masyarakat terbangun kembali, sehingga hal ini menunjukkan

bahwa ada makna sosial yang terkandung di dalam pelaksanaan ritual yang

perlu generasi muda saat ini ketahui. Semakin banyaknya kebudayaan dan

tradisi yang mulai di tinggalkan saat ini disebabkan oleh kurangnya

pemahaman masyarakat akan makna yang terkandung dalam ritual yang

dilakukan.

Penelitian sebelumnya yang membahas dan mengkaji tentang ritual-

ritual adat dan tradisi yang ada di masyarakat, diantaranya: persepsi

masyarakat terhadap ritual assaukang (Ningsi, 2016), tradisi accera sapi dan

nilai-nilai islam (Hijriah, 2019), persepsi masyarakat terhadap tradisi

massempe pasca panen sebagai sarana hiburan (Nurfadilah, 2014), persepsi

mahasiswa terhadap pelaksaan rirual satu suro (Safitri, DKK: 2019), unsur-

unsur budaya islam dalam tradisi (Aswad, 2013), fungsi penyajian gendang

Makassar (Hamriyadi, 2018). Adapun penelitian yang membahas lebih

6

spesifik mengenai tradisi appalili yang dilakukan oleh Nurhalimah (2018).

Penelitian Nurhalimah lebih berfokus pada latar belakang tradisi appalili,

perkembangan dan dampak tradisi appalili. Sementera Penelitian ini lebih

berfokus pada prosesi ritual appalili dan makna sosial ritual appalili.

Melihat fenomena diatas, peneliti tertarik meneliti ritual appalili pada

upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, terkhusus pada

prosesi ritual appalili dan makna sosial ritual appalili di bungung barania.

Dalam hal ini ritual appalili memiliki makna sosial yang harus disampaikan

dan diketahui oleh masyarakat, bukan hanya diikut sertakan tanpa memahami

makna atau pesan yang terkandung di dalamnya.

Peneliti tertarik meneliti di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar,

karena masyarakat Galesong masih mempertahankan tradisinya dan masih

terdapat banyak tradisi lain di masyarakat Galesong yang sampai saat ini

masih di lakukan, terutama pada tradisi adat tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong yang di dalamnya terdapat prosesi ritual. Umumnya masih banyak

masyarakat Galesong masih belum mengetahui tentang makna sosial ritual

appalili. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul

“Makna Sosial Ritual appalili di bungung barania (studi fenomenologis di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka adapun

rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana prosesi ritual appalili di bungung barania Desa Galesong

Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?

2. Bagaimana makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu, antara lain:

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial yang terkandung pada ritual appalili di

bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten

Takalar.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Maanfaat teoritis

Diharapkan penilitian ini dapat menjadi sumber informasi menambah

bahan kajian untuk memahami kebudayaan dan adat yang ada di

masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada

jurusan sosiologi dan sebagai bahan acua bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat praktis

8

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para

pengamat kebudayaan atau pihak yang berhubungan dengan dunia

pendidikan untuk mengetahui kebudayaan dan adat yang

dimasyarakat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengaruh terhadap

masyarakat, terkait dengan kebudayaan yang ada disekitarnya dan

memahami maknadan nilai yang terkandung dalam tradisi yang masih

bertahan.

c. Hasil penelitia ini dapat dijadikan tambahan informasi bagi para

pembaca dan bagi peneliti pribadi tentang tradisi yang ada di

masyarakat dan makna sosial yang dapat diambil.

E. Defenisi Operasional

1. Budaya, menjadi salah yang masyarakat miliki dan diwariskan kepada

generasi-generasi selanjutnya. Budaya dapat berbentuk banyak unsur baik

berupa adat istiadat, system agama dan politik, bahasa, bangunan, pakaian,

perkakas, dan karya seni.

2. Tradisi, merupakan kegiatan yang dilakukan masyarakat sebagai suatu

kebiasaan yang lahir secara turun menurun. Tradisi yang bersifat positif

akan selalu dipertahankan dan dilakukan oleh masyarakat dan tradisi yang

mereka anggap bersifat negatif akan ditinggalan, serta tradisi yang

bertahan akan perkembangan zaman tetap mereka lestarikan sampai saat

ini.

9

3. Makna, yang dimaksud adalah sebuah kandungan pesan yang disampaikan

dan terkandung dalam simbol-simbol ritual yang dilakukan atau

dilaksanakan.

4. Ritual appalili, pada prosesi adat tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong, ritual appalili adalah bagian dari prosesi acara upacara adat

yang dilakukan dengan mengelili kampung di mulai dari rumah adat Balla

Lompoa Karaeng Galesong menuju ke bungung barania yang diiringi

musik gendang dan pui-pui, serta seekor sapi yang berada dibagian depan

barisan.

5. Bungung barania, merupakan sumur tua yang telah ada sejak abad ke-16

dan merupakan tempat mandi Imanindori Kare Tojeng Karaeng Galesong

putra pahlawan Nasional Indonesia Sultan Hasnuddin pejuang pada masa

penjajahan belanda.

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian konsep

1. Budaya

Secara etimologis, kata „kebudayaan‟ berasala dari bahasa

Sanskerta “buddhayah”, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal

atau budi. Eppink dalam Sulasman dan Gumilar (2013:18) berpendapat

bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,

norma sosial, ilmu pengetahauan serta keseluruhan struktur sosial, religius,

dan yang lainnya, serta segala penjelasan dari intelektual dan artistik yang

menjadi ciri khas dari suatu masyarakat.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki

bersama dari sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi,

Sulasman dan Gumilar, dalam bukunya teori-teori kebudayaan tahun 2013.

Dari pendapat sulasman dan gumilar, dapat dilihat bahwa budaya

sebagai warisan turun temurun telah menjadi bagian dari masyarakat,

karena hal ini merupakan cara hidup yang telah berkembang dan ada pada

masyarakat serta menjadi warisan yang harus di lestarikan. Seperti halnya

tradisi tammu taunna gaukang Karaeng Galesong yang setiap tahunnya

selalu diperingati oleh masyarakat Galesong, terutama keturunan dan

rumpun keluarga besar Karaeng Galesong. Karena mereka berpendapat,

jika bukan mereka yang menjaga dan melestarikan tradisi peninggalan

10

11

leluhur siapa lagi? Karena ini merupakan budaya yang perlu dilestarikan

keberadaanya.

Bertrand mengemukakan kebudayaan dalam persfektif sosiologi

pada buku “teori-teori kebudayaan” yang di tulis oleh Sulasman dan

Gumilar (2013:18), bahwa kebudayaan adalah segala pandangan hidup

yang dipelajari masyarakat dan diperoleh oleh anggota suatu masyarakat.

Termasuk dalam kebudayaan adalah segala bentuk bangunan, peralatan,

dan bentuk-bentuk fisik yang lain, serta teknik, lembaga masyarakat,

sikap, keyakinan, motivasi dan system nilai yang diberlakukan kelompok.

Dari pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh Bertrand

dapat di tarik sebuah pendapat bahwa dalam kebudayaan telah mencakup

berbagai macam aspek dan terdiri dari berbagai komponen. Hal ini juga

dapat dilihat bahwa kebudayaan dapat diperoleh masyarakat dengan

mempelajarinya atau di peroleh dari warisan turun temurun. Salah satu

contoh kebudayaan yaitu bangunan seperti rumah adat Balla Lompoa

Karaeng Galesong di Kecamatan Galesong yang menjadi saksi peradaban

masyarakat, serta di Balla Lompoa ini pulalah terdapat peralatan

peninggalan kerajaan Galesong masa lalu berupa benda pusaka yang di

simpan di rumah adat Balla Lompoa serta kepercayaan masyarakat

setempat dengan melakukan upacara adat tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong yang di dalamnya terdapat ritual appalili.

Dari hal ini dapat dilihat bahwa kebudayaan yang ada dimasyarakat

masih ada dan bertahan hingga saat ini dikarenakan hal tersebut menjadi

12

bagian dari sejarah perjalanan hidup mereka. Masyarakat meyakini bahwa

apa yang mereka lakukan telah sesuai dengan ajaran tradisi yang sudah ada

sejak dahulu dan dilestarikan hingga saat ini sebagai bentuk rasa syukur

akan kehidupan yang di jalani. Sebuah tradisi dan kebudayaan masih

dipertahankan karena mereka menganggap bahwa hal tersebut memiliki

nilai dan makna yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya Dewantara dalam Sulasman dan Gumilar (2013:19)

mendefinisikan Kebudayaan sebagai "buah budi manusia, yaitu hasil

perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam

yang merupakan bukti kejayaan manusia untuk mengatasi berbagai

rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai

keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan

damai".

Jika kita cermati pendapat kebudayaan dari para ahli, maka

kebudayaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan dari generasi-

kegenerasi yang didalamnya mencakup banyak unsur baik system agama,

adat istiadat, bahasa, politik, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya

menjadi sesuatu yang selalu ada dalam masyarakat sebagaimana yang

dimaksud bahwa budaya adalah hasil karya, cipta dan rasa manusia. Oleh

sebab itu budaya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat, yang

dalam perspektif sosiologi kebudayaan dikemukakan sebagai segala

pandangan hidup yang dipelajari dan diperoleh suatu masyarakat.

13

Kebudayaan secara umum dapat dibagi menjadi dua macam

(Sulasman dan Gumilar, 2013:271-272), yaitu kebudayaan daerah dan

kebudayaan nasional.

a. Kebudayaan daerah

Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan dalam suatu wilayah atau

daerah yang menjadi warisan turun temurun dari generasi ke generasi

pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah muncul saat

pendudk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan perilaku dalam

kehidupan sosial yang sama dan menjadi kebiasaan sehingga berubah

sebagai ciri khas yang membedakan dengan masyarakat lain.

b. Kebudayaan nasional

Kebudayaan nasional merupakan gabungan budaya daerah-daerah

pada suatu Negara. Hal ini dimaksud bahwa budaya daerah yang

mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya di daerah lain pada

suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang sehingga menjadi

suatu kebiasaan dari Negara tersebut.

Sulawesi selatan merupakan daerah yang memiliki beragam budaya

dan tradisi peninggalan generasi dahulu dan kerajaan-kerajaan yang

sampai saat ini masih tetap di lestarikan dan dijaga sehingga menjadi ciri

khas dari daerah lain.

2. Tradisi

Tradisi dalam bahasa arab disebut A‟datun yaitu sesuatu yang

berulang-ulang atau isti‟adah yaitu adat atau istiadat yang berarti sesuatu

14

yang terulang-ulang dn diharapkanakan terulang lagi. Tradisi adalah adat

kebiasaan turun temurun yang masih dilaksanakan oleh masyarakat, yang

memberi manfaat dalam dinamika kehidupannya.

Soedarso dalam skripsi Hamriyadi (2018:9) menjelaskan bahwa

tradisi berasal dari bahasa latin „traditium‟ yang berarti sesuatu yang

diwariskan dari masa lalu. Dalam tradisi dapat dilihat bagaimana cara

masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan duniawi ataupun dalam

hal-hal yang bersifat ghoib atau kepercayaan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (kbbi) dijelaskan bahwa arti

dari kata tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih

dijalankan oleh suatu masyarakat, menganggap dan menilai bahwa cara

sudah ada sebelumnya merupakan sesuatu yang paling baik dan benar. Hal

ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan suatu tradisi, perlu adanya

pemahaman akan makna yang terkandung di dalamnya.

Masyarakat beranggapan bahwa setiap tradisi dan adat istiada yang

mereka jalankan dan lestarikan, di dalamnya terkandung sebuah pesan atau

makna yang baik, sehingga hal inilah yang membuat masyarakat tetap

mempertahankan tradisi yang ada pada daerahnya. Tradisi menjadi contoh

yang masyarakat jadikan warisan dan ciri khas daerahnya.

Daeng dalam skripsi Hariyanti (2019:14) menjelaskan bahwa adat

istiadat serta tradisi merupakan sumber bagi pembinaan dan

pengembangan kebudayaan daerah. Adat tidak dapat dipisahkan dengan

kebudayaan karena adat merupakan bagian kebudayaan suatu bangsa,

15

sehingga adat istiadat Makassar harus dilestarikan karena merupakan jati

diri masyarakat Makassar dan juga menjadi pengembangan kebudayaan

nasional.

Masyarakat Makassar sering menyebut adat istiadat sebagai

panngadakkang yang berasal dari kata adak (adat) yang berarti norma-

norma, patokan-patokan dalam bertingkah laku pada kehihupan sehari-

hari. Norma-norma atau pola-pola tersebut harus berpatokan pada

peristiwa-peristiwa di masa lalu, Sugirah (2010:34)

Daeng dalam skripsi Hariyanti (2019:14) mengemukakan bahwa

dalam masyarakat Makassar masih berlangsung adat istiadat yang

dijunjung tinggi oleh masyarakat karena dianggap memiliki nilai-nilai

luhur yang perlu dilestarikan. Adat istiadat dalam masyarakat Makassar

masih ditemukan, seperti: pernikahan, tolak bala (appassili atau

assongkobala), aqiqah, khitanan, membangun rumah, kematian, serta

upacara adat tahunan „tammu taung‟ kalompoang dan lain-lain.

Yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap

atau orientasi pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari

masa lalu yang dilakukan orang dimasa kini. Sikap dan orientasi ini

menempati bagian khusus dari keseluruhan warisan historis dan

mengangkatnya menjadi tradisi. Arti penting penghormatan atau

penerimaan Sesuatu yang secara sosial ditetapkan sebagai tradisi

menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi itu.

16

3. Makna Sosial

Makna adalah sesuatu yang dapat diartikan sebagai „arti‟

sedangkan sosial adalah masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia

(2012) makna adalah arti atau maksud pembicara atau penulis. Makna

yang dimaksud adalah sebuah bentuk kandungan pesan yang disampaikan

pembicara atau penulis kepada lawan bicara atau khalayak pembaca.

Sedangkan sosial yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai

sebagai acuan dalam berinteraksi antara manusia dalam konteks

masyarakat atau komunitas, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak

yang berisi simbol-simbol berkaitan pemahaman terhadap lingkungan dan

berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh

individu sebagai anggota suatu masyarakat.

Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan

dengan manusia dalam masyarakat. Segala tindakan yang dilakukan oleh

manusia pasti memiliki makna atau pesan yang terkandung di dalamnya.

Hal inilah yang menjadikan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia

dalam masyarakat memiliki maknanya tersendiri.

Makna sosial dilahirkan melalui proses sosial dan dari proses

interaksi dengan dirinya sendiri, Mead dalam Nursalam, DKK (2016:187).

Geertz dalam Endraswara (2017:167) mengatakan yang perlu ditekankan

dalam kajian religi bahwa kajian budaya bukanlah “sebuah sains

eksperimental yang mencari suatu kaidah, tetapi sebuah sains

17

interpretative yang mencari makna”. Makna harus dicari dalam fenomena

budaya.

Unsur-unsur pembentuk makna sosial yaitu memiliki ciri-ciri dari

identitas masyarakat, salah satunya adalah pola tingkah laku, yang mana

pola tingkah laku setiap individu atau kelompok mencerminkan bahwa

mereka mereka memiliki symbol atau identitas sendiri dalam bersosial

mulai dari cara berinteraksi, lifestyle, cara berpakaian, dan lain-lain.

Dapat disimpulkan bahwa suatu masyarakat memiliki ciri utama,

yang terdiri dari:

a. Berlangsung interkasi antar individu atau antar golongan

b. Terdapat suatu pola yang didasarkan pada nilai dan norma atau aturan-

aturan yang khas

c. Berlangsung dalam kurun waktu yang tak terbatas atau bisa disebut

memiliki kontinuitas waktu

d. Terdapat suatu rasa identitas yang kuat yang saling mengikat warganya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah

suatu kesatuan yang memiliki system, nilai, dan norma yang mengatur

pola tingkah laku serta interaksi didalamnya. Seperti halnya ritual appalili,

yang dilakukan oleh masyarakat Galesong pada rangkaian prosesi upacara

adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, masyarakat melakukan

hal tersebut karena ada sebuah system atau aturan yang meraka jalankan,

serta memiliki nilai dan norma yang harus dipatuhi sebab setiap tindakan

tersebut memiliki makna tersendiri di dalamnya.

18

4. Ritual Appalili

a. Pengertian ritual

Ritual merupakan teknik (cara/metode) membuat suatu adat

kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga

adat sosial dan agama, karena ritual merupakan agama dalam tindakan.

Ritual bisa dilakukan secara pribadi atau berkelompok, serta membentuk

disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan adat dan budaya masing-

masing. Ritual adalah seperangkat tindakan yang coba melibatkan agama

atau magis yang diperkuat melalui tradisi.

Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang dihubungkan atau

disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti upacara kelahiran,

kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri

kepada kesakralan sesuatu yang menuntut untuk diperlakukan secara

khusus.

Koentjaraningrat dalam skripsi Hamriyadi (2018:10), menjelaskan

bahwa ritual di sebut sebagai upacara atau ritus yang mempunyai nilai

keramat atau sacred value, dilakukan secara khidmad dan keramat atas

dasar suatu getaran jiwa yang bisa disebut dengan emosi keagamaan.

Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa ritual berhubungan akan

kepercayaan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap suci. Ritual

biasanya dilakukan dengan cara memanjatkan doa, melakukan ibadat,

sembahyan dan dalam bentuk kebangkitan. Ritual dilakukan dengan tujuan

19

dan maksud yang bervariasi, mulai dari meminta keberkahan, kesehatan,

keselamatan, jodoh, menolak bala dan lain-lain.

b. Macam macam ritual

Ritual dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

1) Tindakan magis, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan

yang bekerja karena daya-daya mistis.

2) Tindaka religius, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini.

3) Ritual konstitutif, yang mengugkapkan atau mengubah hubungan

sosial dengan merujuk pada pengertian mistis, dengan cara ini

upacara upacara kehidupan menjadi khas.

4) Ritual faktitif, yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan

pemurnian dan perlindungan atau dengan cara meningkatkan

kesejahteraan materi suatu kelompok.

Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus.

Ritus dilakukan untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, agar

mendapatkan berkah atau rezki yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti

upacara sakral ketika akan turun kesawah, ada ritual yang untuk menolak

bahaya yang telah atau diperkirakan akan datang, ritual untuk meminta

perlindungan juga pengampunan dari dosa, ada ritual untuk mengobati

penyakit (rites of healing), ritual karena perubahan atau siklus dalam

kehidupan manusia. Ritual Seperti pernikahan, mulai dari kehamilah,

kelahiran (rites of passage cyclic rites), dan kematian.

20

c. Ritual Appalili

Ritual appalili merupakan tradisi yang sampai saat ini masih

dipertahankan oleh masyarakat Sulawesi Selatan terkhusus di masyarakat

Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Ritual appalili yang dilakukan

oleh masyarakat sebagai rangkaian kegiatan pada upacara adat tammu

taunna gaukang Karaeng Galesong.

Ritual appalili adalah ritual yang dilakukan dengan mengelilingi

kampung dengan diiringi musik gendang dan pui-pui „suling‟ menuju

bungung barania. Latif dalam tesis Nurhalimah (2018:23), mengatakan

bahwa appalili berasal dari kata palili yang berarti berkeliling.

Menurut etimologi, appalili (Makassar) / mappalili (Bugis) berasal

dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari

sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya. Dalam

masyarakat Galesong, appalili dilakukan untuk menghindari bala dan

sebagai bentuk rasa syukur.

Ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat Galesong sebagai

rangkaian prosesi upacara adat yang dimulai dari kompleks Balla Lompoa

mengelilingi kampung menuju bungung barania untuk mengambil air

yang akan digunakan dalam prosesi pencucian benda pusaka peninggalan

kerajaan Karaeng Galesong. Ritual appalili yang dilakukan oleh

masyarakat Kabupaten maros merupakan serangkaian upacara adat

Karaeng marusu yang intinya adalah turunnya alat-alat kerajaan menuju

21

sawah kerajaan yang bergelar turannua untuk membajak sawah pusaka

kerajaan marusu.

Jika dilihat dan diamati maka akan terdapat perbedaan antara

appalili yang dilakukan oleh kerajaan Galesong dengan kerajaan marusu,

yang mana meski sama-sama memiliki arti berkeliling, tetapi ritual

appalili yang dilakukan kerajaan Galesong dalam rangkaian menuju

bungung barania untuk mengambil air yang akan digunakan sebagai

pencuci benda pusaka, sedangkan yang dilakukan oleh Karaeng marusu

adalah turunnya alat-alat kerajaan (pajjekona karang marusu) menuju

sawah untuk membajak.

Ritual appalili memiliki makna tersendiri yang terkandung di

dalamnya, ada nilai bagi masyarakat sehingga masyarakat tetap

mempertahankan dan melestarikan tradisi budaya daerahnya. Hal ini

pulalah yang membuat masyarakat Galesong tetap mempertahankan tradisi

adat istiadatnya, karena makna atau pesan yang terkandung dalam setiap

tradisi budaya mereka.

5. Bungung barania

Tak banyak yang mengetahui bahwa pada tanggal 24 Oktober

1967, suatu pesta nelayan digelar di Galesong Kabupaten Takalar Provinsi

Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia yang

kedua bapak Soeharto. Pada kunjungannya ke Galesong Presiden Soeharto

mengunjungi bungung barania yang bertempat di pesisir barat Galesong

tepatnya di Dusun Bayowa Desa Galesong Kota dan membaur dengan

22

ribuan nelayan yang bersuka cita dihari nelayan. Presiden Soeharto

berminat ke Galesong, sebab dikawasan pesisir Galesong inilah lahir

seorang pejuang pantang menyerah bernama I Mannindori Karaeng

Tojeng Karaeng Galesong.

I Mannindori Karaeng Tojeng Karaeng Galesong, sosok yang

disebut tak mau takluk ketika Keluarga Sombaya Sultan Hasanuddin di

Gowa telah dipaksa bertekuk lutut oleh Jenderal Jon Speelman melalui

Perjanjian Bungaya. Sebagai salah seorang panglima perang, Karaeng

Tojeng dari Galesong memilih berperang di lautan sebelum merapat di

Jawa bagian Timur.

Gambar. 2.1 bungung barania Galesong saat kunjungan presiden

Soeharto (sumber: klanews.id)

Sebelum berangkat ke Jawa untuk berperang, Karaeng Galesong

mandi di bungung barania yang diyakni bisa mendatangkan keberanian,

23

para Laskar Imanindori I Kare Tojeng Karaeng Galesong beserta semua

badik, tombak dan lain-lain juga di mandikan di bungung barania.

Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad

ke-16. Bungung barania diapik oleh dua pohon besar yang disebut

dandere dan poko‟ ramba‟. Air dari bungung barania tidak terasa asin

walaupun lokasinya sangat dekat dengan laut tetapi airnya tetap terasa

tawar, padahal jarak sumur (bungung barania) sangat dekat dengan bibir

pantai hanya sekitar 10 meter. Pada masa lampau bungung barania

dijadikan sebagai sumber mata air masyarakat pesisir kampong Boyowa

dan para nelayan yang meski berada ditepi laut.

Masyarakat yang mengunjungi bungung barania pada prosesi adat

menggunakan baju adat dan di iringi dengan alunan musik gandrang dan

pui-pui. Hal Ini dilakukan mulai dari istana Balla Lompoa Galesong

dengan berjalan kaki menuju bungung barania yang disebut sebagai

appalili. Appalili ini dilakukan dengan cara mengelili rumah adat Balla

Lompoa dengan diiringi alunan musik gendang dan seruling oleh

masyarakat menuju ke bungung barania. Bungung barania tidak hanya

dikunjungi pada saat prosesi adat Karaeng Galesong. Akan tetapi

Kompleks ini juga dikunjungi untuk acara adat yang lainnya, budaya atau

untuk melihat tempat tersebut. Jadi bungung barania sangat erat

kaitannya dengan prosesi adat Karaeng Galesong.

24

B. Kajian Teori

Jika kita cermati dari latar belakang dan kajian konsep penelitian ini,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini termasuk dalam

paradigma defenisi sosial. Weber (Upe, 2010:54) adalah Pelopor utama

paradigma defenisi sosial dengan analisisnya tentang tindakan sosial (sosial

action).

Teori-teori dalam paradigma defenisi sosial dan sesuai dengan

penilitian ini yaitu:

1. Teori Tindakan Sosial

Menurut Weber dan Simmel dalam Wirawan (2012:100) Manusia

selalu menjadi agen dalam konstruksi aktif dari realitas sosial, dimana

perilaku manusia dalam bertindak tergantung pada pemahaman atau

pemberian makna. Teori ini menganggap bahwa semua tindakan manusia

memiliki maksud dan tujuan, bagi Weber tindakan tersebut sebagai tindakan

sosial, sehingga perlu adanya pemahaman terhadap tindakan manusia

(prestehen) dengan melakukan interpretasi atas makna yang dilakukan orang

lain, Weber dalam Nursalam, DKK (2016:182).

Ada empat tipe tindakan sosial manusia yang dikemukakan oleh Weber

dalam Nursalam, DKK (2016:59), yaitu:

a. Tindakan rasional instrumental/ Zwerk Rational, yaitu tindakan yang

dilakukan dengan berdasarkan pada pertimbangan tujuan dan ketersediaan

alat untuk dipergunakan dalam mencapai tujuan. Contohnya untuk

melaksanakan ritual appalili, maka masyarakat akan bersama-sama

25

datang ke rumah adat Balla Lompoa mempersiapkan segala kebutuhan

yang diperlukan.

b. Tindakan rasional nilai / Werk Rational, yaitu tindakan yang bersifat

bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan atau

perhitungan, sedangkan tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan

nilai. Contohnya, masyarakat yang berpartisipasi dalam pelaksanaan ritual

appalili tidak mengharapkan adanya imbalan, akan tetapi berharap agar

kegiatan ini dapat menjadi kebersamaan dan kegiatan yang bernilai.

c. Tindakan Afektif/Tindakan yang dipengaruhi Emosi /Affectual Actian,

yaitu tindakan yang lebih didominasi oleh perasaan atau emosi tanpa

refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Contohnya, dalam

pelaksanaan ritual appalili ini terkadang ada banyak hal yang

mempengaruhi emosi atau perasaan masyarakat, mulai dari perasaan

sedih, bahagia, mengasihi dan lain sebagainya.

d. Tindakan Tradisional/Tindakan karena Kebiasaan / Traditional Action,

yaitu tindakan yang memperlihatkan perilaku tertentu dari seseorang

karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang

sadar atau perencanaan. Contohnya, pelaksaan ritual appalili yang

dilakukan secara turun temurun dari generasi-kegenerasi dan merupakan

warisan dari orang-orang terdahulu.

Dari empat tipe tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber, dapat

dilihat bahwa penelitian ini terkait tentang tindakan tradisonal yaitu suatu

26

tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan atau dilakukan karena adat

kebiasaan atau tradisi secara turun-temurun.

Dasar Teori Weber tentang teori sosial ialah tindakan sosial, yaitu

tindakan yang terkait dan ditujukan kepada orang lain. Inilah yang dimaksud

sebagai tindakan penuh arti dari individu. Berdasarkan fenomena yang dikaji

tentang penjelasan kesan atau makna, maka kajian weber bertujuan untuk

menafsirkan atau memahami tindakan sosial serta hubungan sosial sampai

pada penjelasan yang kasual/sederhana. Oleh karena itu Weber menawarkan

konsep verstehen atau analisis pemahaman melalui pemaknaaan bersama

(negosiated meaning). Hal ini dikarenakan objek kajian yaitu fenomena ideal

atau spiritual (sesuatu dibalik tindakan) sehingga pemilihan subjek-subjek

tidak ada, Wirawan (2012:103-104).

Teori Tindakan sosial dan hubungannya dengan ritual appalili yaitu

dalam melaksanakan atau melakukan suatu kegiatan, ada tujuan yang ingin

dicapai oleh masyarakat serta makna atau pesan yang terkandung dalam

setiap tindakannya. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kehidupan

masyarakat, setiap tindakan yang dilakukan memiliki arti atau makna. Untuk

memahami arti dari tindakan yang dilakukan oleh masyarakat, maka perlu

melihat fenomena yang terjadi.

2. Teori Fenomenologi

Fenomenologi adalah sesuatu yang berangkat dari pola fikir

subjektivisme, yang tidak hanya memandang sesuatu dari gejala yang tampak,

27

akan tetapi berusaha untuk menggali makna dibalik gejala tersebut, Campbell

dalam Wirawan (2012:133).

Wirawan (2012:137) mengatakan bahwa Fenomenologi hadir untuk

memahami makna subjektif manusia yang dikaitkan dengan tindakan-

tindakannya dan sebab-sebab objektif serta konsekuensi dari tindakannya

tersebut. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu dapat memahami symbol-

simbol untuk memberi makna pada tingkah lakunya sendiri.

Schutz dalam Wirawan (2012:140), meletakkan hakikat kondisi

manusia pada pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap

terhadap kehidupan sehari-hari. Schutz menyatakan bahwa refleksi atas

tingkah laku adalah proses pemahaman aktual kegiatan dan pemberian

makna. Kemudian, dapat dilakukan penyeleksian terhadap unsur-unsur

pengalaman yang memungkinkan untuk melihat apakah tindakan kita adalah

sebuah tindakan yang bermakna.

Pemikiran Schutz dalam menganalisis tindakan seseorang yang umum

dalam dunia kehidupan tidak dapat terlepas dari situasi biografinya. Makna

yang terbangun dari setiap interaksi tidak lepas dari latar belakang biografis.

Proses pemaknaan membentuk relevansi dengan lingkungan untuk

menjalankan interaksi, yang mana hal ini dijadikan suatu sistem yang

membentuk tujuan dalam setiap tindakan sosial yang dilakukan individu,

Schutz dalam Nindito (2005:89).

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dengan melihat

fenomena yang ada dilapangan, hal ini bertujuan untuk mengetahui makna

28

yang terkandung dalam kegiatan yang dilakukan. Teori Fenomenologi

memberikan gambaran bagaimana cara seseorang untuk mengetahui makna

yang terkandung dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia, seperti

halnya ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat sebagai adat istiadat

yang mengandung makna didalamnya, sehingga fenomenologi hadir untuk

mengetahui makna yang terkandung dalam tindakan masyarakat pada prosesi

ritual appalili.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat diambil Suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana prosesi ritual appalili yang

dilakukan di bungung barania dan untuk mengetahui makna sosial ritual

appalili di bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar. Ritual biasanya dilakukan dengan cara memanjatkan doa,

melakukan ibadat, sembahyan dan dalam bentuk kebangkitan. ritual

dilakukan dengan tujuan dan maksud yang berfariasi, mulai dari meminta

keberkahan, kesehatan, keselamatan, jodoh, menolak bala dan lain-lain.

Bungung barania merupakan sumur tua yang sudah ada sejak abad ke-16,

merupakan tempat mandi I Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong beserta

para laskar pada saat masa penjajahan. Sumur ini memiliki air yang tawar

meskipun lokasinya berada kurang lebih 10meter dari bibir pantai. Bungung

barania juga dijadikan symbol kerajaan Karaeng Galesong dan menjadi pusat

adat kerajaan Galesong.

29

Berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitian Makna Sosial

Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa Galesong

Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar).

Skema kerangka pikir

PENDEKATAN FENOMENOLOGI

RITUAL APPALILI

PROSESI

RITUAL

MAKNA

SOSIAL

RITUAL

TEORI

TINDAKAN

SOSIAL

30

D. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsi tentang “persepsi masyarakat

terhadap pelaksanaan ritual assaukang di Desa Buluttana Kecematan

Tinggi Moncong Kabupaten Gowa” pada tahun 2016.

Hasil dari penelitian Ningsi adalah ritual assaukang yang

dilakuakan masyarakat pada sebuah tempat yaitu saukang dimana tempat

ini adalah sebuah pohon besar yang terdapat beberapa batu besar yang

disekelilingnya diberi pagar bambu. Kemudian berubah menjadi kata kerja

yang disebut sebagai assaukang yang memiliki arti syukuran. Acara

assaukang merupakan bentuk syukuran yang dilakukan masyarakat

Buluttana setelah panen dengan berkumpul di rumah adat untuk

melaksanakan syukuran.

Perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian yang dilakukan

peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsi ini yaitu pada

tempat penelitian, dimana Ningsi berfokus pada pohon besar yang

berlokasi di Desa Buluttana Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten

Gowa, sedangkan peneliti berfokus pada sumur tua yang berada dekat

dengan bibir pantai di Desa Galesong Baru Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar. Meskipun keduanya sama-sama meneliti tentang adat

yang ada di masyarakat dan berhubungan dengan kegiatan ritual, tetapi

tetap ada perbedan diantara keduanya, yang mana penelitian Ningsi

dilakukan berhubungan tentang syukuran pasca panen yang dilaksanakan

setiap satu tahun sekali, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti

31

berhubungan dengan acara kerajaan Karaeng Galesong dan acara tammu

taunna gaukang Karaeng Galesong yang di dalam terdapat sebuah bagian

prosesi yang di sebut sebagai ritual appali menuju bungung barania serta

sebagai tempat mengambil air yang digunakan untuk mencuci benda-

benda pusaka zaman penjajahan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurfadillah tentang “Persepsi Masyarakat

Terhadap Tradisi Massempe‟ Di Desa Mattoanging Kecamatan Tellu

Siattinge Kabupaten Bone”

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nurfadilah adalah

menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang tradisi Massempe‟

sangat bervariasi, masyarakat Desa Mattoanging Kecamatan Tellu

Siattinge Kabupaten Bone juga masih tetap merayakan tradisi Massempe‟,

karena didalamnya menyimpan berbagai nilai luhur yang sangat tinggi.

Bentuk pelaksanaannya sangat memperhatikan sistem peradatan,

menjunjung tinggi nilai- nilai musyawarah, silaturrahim, gotong royong,

keberanian (ketangkasan), religius, kedermawanan dan solidaritas yang

telah dilakukan bersama-sama semua lapisan masyarakat. Sedangkan

pelaksanaan tradisi Massempe‟ merupakan tradisi turun temurun yang

bersumber dari leluhur/nenek moyang, sebagai rasa syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas keberhasilannya bertani selama satu tahun dan

dijadikan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.

Perbedaan yang cukup signifikan dari penelitian ini yaitu fokus

penilitian yang diambil oleh Nurfadillah yaitu tradisi massempe yang

32

dilakukan dalam sebuah tradisi dengan melakukan masempe atau saling

tendang-menendang yang pada mulanya dilakukan oleh raja-raja. Dan

berfokus pada pelaksaan tradisi dan persepsi masyarakat terhadap tradisi

massempe. Sedangkan fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu

tentang tradisi yang dilakukan oleh keturunan kerajaan Galesong yang

bertempat di bungung barania Galesong, tradisi yang berhubungan dengan

acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong. penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui prosesi ritual appalili dan makna sosial yang

terkandung dalam tradisi appalili. Dalam penelitian ini, terdapat barisan-

barisan ritual appalili mulai dari kerbau di bagian terdepan, pemain

gendang, barisan tubarani, bembengang, sampai pada barisan-barisan

dengan pakaian tradisonal dan nasional. Ritual yang dilakukan sebagai

bentuk tolak bala/ appalili bala, ungkapan rasa syukur, ritual yang

mempersatukan semua lapisan masyarakat di Galesong, dan sebagai

bentuk pelestarian budaya yang telah ada dari zaman dahulu. Ritual yang

telah berumur 260 tahun sejak ditemukannya benda gaib tersebut dari

lautan oleh nelayan papekang.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah tentang “Tradisi Appalili Di

Kassikebo Kecamatan Maros Baru Kabupaten Maros (2005-2017)”

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah menunjukkan

bahwa bahwa latar belakang lahirnya tradisi apaplili ini disebabkan oleh

tiga hal, yaitu sebagai tradisi turun sawah yang telah diselenggarakan

secara turun temurun, sebagai bentuk tolak bala agar terhindar dari

33

bencana yang melanda daerah kassikebo, dan sebagai ucapan rasa syukur

karena dengan melaksanakan appalili hasil panen masyarakat menjadi

melimpah dan sudah bisa melakukan panen raya dua kali dalam setahun.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah dan yang

dilakukan peneliti yaitu fokus penelitian terhadap prosesi ritual appalili di

bungung barania serta untuk mengetahui makna sosial yang terkandung

dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya belum

membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus pada

latar belakang terbentuknya tradisi appalili, perkembangan tradisi appalili

dan dampak yang ditimbulkan dari terlaksananya tradisi appalili. Jenis

penelitian yang digunakan oleh Nurhalimah yaitu jenis penelitian sejarah

bersifat deskriftif kualitatif. Sedangkan peneliti menggunakan metode

kualitatif deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori yang

dipakai adalah teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini

dilakukan untuk mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan fenomena yang ada.

Dalam penelitian ini, terdapat barisan-barisan ritual appalili mulai

dari kerbau di bagian terdepan, pemain gendang, barisan tubarani,

bembengang, sampai pada barisan-barisan dengan pakaian tradisonal dan

nasional. Ritual yang dilakukan sebagai bentuk tolak bala/ appalili bala,

ungkapan rasa syukur berkat adanya gaukang, ritual yang mempersatukan

semua lapisan masyarakat di Galesong, dan sebagai bentuk pelestarian

budaya yang telah ada dari zaman dahulu. Ritual yang telah berumur 260

34

tahun sejak ditemukannya benda gaib tersebut dari lautan oleh nelayan

papekang.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK tentang “Upacara Gaukan

Tu Banjeng Kabupaten Gowa (1945-2017)”

Tujuan dari penelitian Ningrum untuk mengetahui gambaran

tentang latar belakang berbentukya gaukan dalam masyarakat Sulawesi

selatan, gaukang tu bajeng pada masa awal kemerdekaan dan masa

sekarang, serta pandagan masyarakat terhadap upacara gaukang tu bajeng

Kabupaten gowa.

Kelebihan pada penelitian ini menjelaskan mengenai proses

kegiatan yang dilakukan di wilayah Balla Lompoa serta bungung barania

yang dihadiri oleh para parang banoa serta keturunan kerajaan dan

masyarakat setempat dan juga mengenai prosesi pencucian benda pusaka

serta pemotongan hewan. Adapun Kekurangan dari penelitian ini yaitu,

kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan merawat benda

pusaka yang ada diBalla Lompoa. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif historis dan metode penelitian sejarah, serta teori yang dipakai

dalam penelitian ini yaitu, heuristi, kritik, interpretasi dan historiografi.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK dan

yang dilakukan peneliti yaitu fokus penelitiannya adalah prosesi ritual

appalili di bungung barania serta untuk mengetahui makna apa yang

terkandung dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya

belum membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus

35

pada upacara gaukang. Metedo penelitian yang digunakan juga berbeda

yaitu penelitian sebelumnya merupakan penelitian sejarah, sedangkan

penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan metode kualitatif

deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori yang dipakai adalah

teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini dilakukan untuk

mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan berdasarkan fenomena

yang ada.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi tentang “Fungsi Penyajian

Gendang Makassar dalam Prosesi Pencucian Benda Pusaka pada Upacara

Adat Gaukang Di Galesong Kabupaten Takalar”

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan fungsi gendang

Makassar dan bentuk penyajian gendang Makassar dalam prosesi

pencucian benda pusaka pada upacara adat gaukang di Galesong

Kabupaten Takalar. Kelebihan dari penelitian ini yaitu menjelaskan

prosesi ritual adat tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan

menjelaskan bagaimana bentuk penyajian gendang dan apa fungsi dari

penyajian gendang tersebut.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi bahwa fungsi

dan bentuk penyajian gendang yang dilakukan dalam prosesi adat

pencucian benda pusaka yaitu sebagai media hiburan, sarana sosial

budaya, sarana komunikasi serta sebagai sarana ritual dengan beberapa

bentuk penyajian berdasarkan unsur-unsur music tradisi dan juga

36

menjelaskan tentang bagaimana irama atau ritme dari gendang Makassar

dan tanda tempo yang dipakai serta teknik permainan yang digunakan.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Hamriyadi dan peneliti

dilakukan yaitu fokus penelitiannya adalah prosesi ritual appalili di

bungung barania serta untuk mengetahui makna apa yang terkandung

dalam ritual appalili tersebut. Karena penelitian sebelumnya belum

membahas lebih jauh mengenai ritual appalili, dan lebih berfokus pada

fungsi penyajian gendang dalam prosesi pencucian benda pusaka. Metedo

penelitian yang digunakan juga berbeda yaitu peneliti menggunakan

metode kualitatif deskriftif dengan pendekatan fenomenologi serta teori

yang dipakai adalah teori tindakan sosial dan teori fenomenologi, hal ini

dilakukan untuk mengetahui makna dari tindakan yang dilakukan

berdasarkan fenomena yang ada.

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan pendekatan penelitian

Pada Penelitian ini jenis pendekatan penelitian yang digunakan

merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Alasan utama penggunaan

penelitian kualitatif budaya yaitu data yang diperoleh dilapagan biasanya

tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga kemungkinan peneliti untuk

menyusun, memahami, mengkritisi dan mengklasisfikasikan data yang lebih

menarik dengan penelitian kualitatif, Endraswara (2017:15). Penggunaan

jenis penelitian kualitatif ini yaitu untuk mengetahui fakta yang ada

dilapangan terkait makna soaial ritual appalili di bungung barania melalui

studi fenomenologi di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten

Takalar.

Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya ada taraf deskriptif,

yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat

lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan titik kesimpulan yang

diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat

dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta dan

karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, penelitian ini

berusaha menggambarkan situasi atau kejadian.

38

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologi. Dalam pendekatan fenomenologi ini, peneliti mendeskripsikan

prosesi ritual appalili yang dilakukan di bungung barania dan untuk

mengetahui makna dari ritual appalili tersebut dari masyarakat yang bercerita

dan terlibat langsung dalam kegiatan itu, kemudian peneliti mengumpulkan

dan menuliskan cerita dari individu-indvidu atau masyarakat tersebut.

Pendekatan fenomenologi menurut Collins dalam Wirawan

(2012:166), dikatakan bahwa pada saat itu peneliti melakukan interpretasi

terhadap makna suatu perbuatan, dan pikiran mereka tentang strukrur suatu

keadaan. Analisi terhadap kegiatan informan adalah salah satu teknik yang

sering digunakan untuk menggambarkan bagaimana manusia berfikir tentang

dirinya sendiri melalui pembicaraan yang dilakukan berdasarkan ilmu yang

dimiliki. Penelitian fenomenologi berasumsi bahwa setiap orang mengalami

suatu fenomena, dan semua subjek terdapat pengetahuan tentang pengalaman

dari kejadian tersebut.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, maka penulis memilih lokasi Penelitian ini

dilaksanakan di Rumah adat Balla Lompoa Galesong dan Bungung

barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.

39

Tabel 1. Rancangan kriteria pemilihan Lokasi penelitian

Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian

Penelitian ini terkait dengan Makna Sosial

Ritual Appalili Di Bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar.

Peristiwa / (Persoalan

Issu)

Dalam pelaksaan ritual appalili yang dilakukan

di bungung barania terdapat banyak masyarakat

yang belum mengetahui makna terkait pelaksaan

ritual appalili tersebut, sehingga peneliti

memiliki ketertarikan untuk menelitinya dan

ingin mengetahui makna sosial ritual appalili di

bungung barania.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengajukan judul penelitian, Setelah

judul di terima peneliti lalu melakukan survey awal terkait ritual appalili

di bungung barania Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten

Takalar, setelah itu peneliti melakukan bimbingan kepada dosen,

penelitian ini dilakukan mulai dari pengusulan judul, survey pendahuluan,

penyusunan proposal, konsultasi pembimbing (dosen), pengumpulan

proposal dan seminar proposal, setelah itu dilanjutakan dengan penelitian

40

dilapangan, penyususnan hasil penelitian, bimbingan skripsi dan terakhir

sidang skripsi. Waktu penelitian ini dilakukan tahun 2021.

Tabel 2.2 waktu penelitian.

NO JENIS

KEGIATAN

BULAN I BULAN II BULAN V

I II III IV I II III IV I II III IV

1 Pengusulan

Judul

2 Penyusunan

Proposal

3 Konsultasi

Pembimbing

4 Seminar

Proposal

5 Pengurusan

Izin Penelitian

6 Penelitian

7 Bimbingan

Skripsi

8 Sidang Skripsi

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang akan di telaah dari penelitian ini adalah bagian-

bagian dari rumusan masalah yaitu:

1. Fokus permasalahan dari Rumusan masalah yang pertama yaitu bagaimana

prosesi ritual appalili di bungung barania, sehingga dapat dilakukan

penelitian lanjutan tentang makna ritual appalili.

2. Fokus Permasalahan dari Rumusan Masalah yang kedua adalah mengenai

makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa Galesong Kota

41

Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui bagimana makna sosial dari prosesi ritual appalili yang

dilakukan di bungung barania.

D. Informan Penelitian

Teknik Penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling. Menurut Moleong (2007:224) Teknik ini

bertujuan untuk mencari kesimpulan dari berbagai macam sumber dan

bangunannya teknik ini digunakan ketika peneliti memiliki pertimbangan-

pertimbagan. Informan adalah orang yang memberikan informasi terkait

situasi dan kondisi fenomena yang di teliti (Moleong, 2007:132). Informan

dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan orang-orang yang memiliki

kriteria pengetahuan tentang pelaksanaan ritual appalili di bungung barania

yang ada di Desa Galesong Kota Kecamatn Galesong Kabupaten Takalar dan

masyarakat yang berada disekitar wilayah bungung barania dan mengetahui

tentang makna ritual.

Kriteria informan dalam penelitian ini adalah:

1. Tokoh adat Karaeng Galesong

2. Keturunan Karaeng Galesong

3. Tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.

4. Masyarakat Galesong

Adapun Kategori informan dalam teknik purposive sampling yaitu

42

1) Informan Kunci, adalah orang yang memahami kejadian secara garis

besar. Dalam Penelitian ini informan kuncinya adalah tokoh adat

Karaeng Galesong.

2) Informan Utama, adalah orang yang terlibat langsung terhadap

fenomena yang terjadi misalnya informan yang menjadi saksi

terjadinya ritual appalili di bungung barania. Dalam penelitian ini

informan kunci atau informan utamanya adalah keturunan Karaeng

Galesong yang melakukan ritual appalili dibungung barania.

3) Informan Pendukung adalah orang yang mengetahui potongan kecil

atau sekilas tentang kejadian. Dalam penelitian ini informan

pendukung nya adalah tokoh masyarakat di Desa Galesong Kota

4) Informan tambahan adalah orang yang memberikan informasi

tambahan terhadap fenomena yang diteliti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah segala alat bantu yang digunakan peneliti

selama proses penelitian terkait fenomena atau kejadian sosial serta alam

yang disesuaikan dengan variable penelitian (Sugiono, 2009). Adapun

instrument penelitian ini adalah Observasi (Lembar Observasi, Kamera),

wawancara (Daftar pertanyaan, lembar hasil wawancara, Alat perekam (HP)),

dan Telaah Dokumen (Lembar catatan dokumen, gambar hasil foto (HP)).

F. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu sebagai berikut:

43

1. Data Primer

Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari

informan penelitian dilapangan. Data primer merupakan data asli yang di

peroleh dari informan yang terlibat langsung dengan objek akan diteliti.

Data primer adalah data yang terkait dengan tujuan penelitian yang di

peroleh dari hasil wawancara dengan informan seperti informan kunci dan

informman utama. Data tersebut dikumpulkan dari pendapat juru kunci,

pemangku adat/tokoh adat Karaeng Galesong dan keturunan Karaeng

Galesong yang ada di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari informan yang

bukan informan utama dalam penelitian ini atau bisa dikatakatan informan

pendukung. Data sekunder adalah data yang di peroleh dari reverensi atau

sumber lain yang relevan dengan penelitiaan atau kepustakaan ,dokumen

atau media lainnya terkait bencana ritual appalili yang terjadi di Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar , sumber

informasi pada data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku yang

membahas tentang makna sosial, buku kebudayaan, buku teori ilmu sosial,

jurnal dan sumber berita seperti klanews.id yang membahas tentang

bungung barania Galesong.

44

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan peneliti

untuk mendapatkan informasi terkait penelitiannya dalam penelitian ini teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Observasi, adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dengan turun langsung

kelapangan untuk mengamatiperilaku dan kegiatan aktivitas individu-

individu di lokasi penelitian (Creswell, 2019:254).

2. Wawancara, adalah interaksi yang peniliti dengan informan dengan face to

face interview (wawancara berhadap-hadapan) dengan menyediakan

pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian (Creswell, 2019:254).

3. Dokumen-dokumen, peneliti dapat mengumpulkan dokumen yang

berkaitan dengan penelitian, seperti: Koran, majalah, laporan dan dokumen

terkait objek penelitin (Creswell, 2019:255).

4. Audio dan visual (dokumentasi), penelitian yang dilakukan dengan

mengumpulkan informasi yang didokumentasikan dalam bentuk rekaman,

gambar, suara, dan tulisan (Creswell, 2019:255).

Selanjutnya peneliti menjelaskan langkah-langkah atau cara dalam

melakukan observai, wawancara, dan dokumentasi selama proses penelitiannya

sebagai berikut

Table 3. teknik pengumpulan data

Teknik Pengumpulan Data Penjelasan

Observasi Observasi yang dilakukan peneliti adalah

observasi jenis non partisipan dimana

45

peneliti tidak terlibat langsung dengan

kegiatan informan melainkan mengamati

secara langsung apa yang terjadi

dilapangan, peneliti melakukan pengamatan

terhadap aktivitas yang dilakukan

dibungung barania, yang dilakukan peneliti

secara sistematis terkait kegiatan dan

mengamiti aktivitas masyarakat di daerah

bungung barania.

Wawancara Dalam pengumpulan data ini peneliti

menggunakan metode wawancara dengan

melakukan percakapan dengan informan

yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu

pemangku adat Karaeng Galesong, juru

kunci bungung barania, dan keturunan

Karaeng Galesong, Dengan melakukan

wawancara ini peneliti memperoleh

gambaran terkait kegiatan tradisi ritual

appalili di bungung barania. wawancara ini

dilakukan dengan pertanyaan yang telah

peneliti susun secara sistematis berkaitan

dengan objek penelitian.

46

Dokumen-dokumen Dokumen-dokumen yang digunakan oleh

peneliti untuk menghasilkan catatan-catatan

penting yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti sehingga data yang diperoleh

akan lengkap dan memiliki kevalidan data.

Data dokumen akan peneliti peroleh melelui

rumah adat Karaeng Galesong dan melalui

media internet.

Audio dan visual (dokumentasi) Peneliti melakukan pengambilan gambar

ketika sedang melakukan wawancara

dengan meminta izin terlebih dahulu kepada

informan, serta melalukan perekaman dari

proses wawancara dan membuat catatan-

catatan penting dari observasi dan

wawancara.

H. Teknik Analisis Data

Setelah memperoleh data-data hasil observasi dan wawancara langkah

selanjutnya yang dilakukan adalah bagaimana cara menganalisis data kualitatif

yang ada dilapangan berupa hasil observasi, wawancara berupa kata-kata dan

pertanyaan-pertanyaan. Teknik analisis data yang di terapkan oleh

(Kaharuddin, 2015) dimana menganalisis data hingga ketitik kejenuhan data

atau puncak hasil penelitian.

47

Teknik analisis data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, data yang ada dilapangan dikumpulkan melalaui proses

observasi, wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dapat dilakukan

analisis atau perbandingan terhadap data yang diperoleh.

2. Reduksi data, data yang diperoleh dilapangan secara langsung dilakukan

perincian secara sistematis setelah mengumpulkan data lalu dilakukan

reduksi terhadap laporan-laporan yang diperoleh, yaitu dengan memilih

hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan.

3. Penyajian data, yaitu penyusunan informasi secara sistematis dalam bentuk

tema-tema pembahasan sehingga mudah untuk difahami makna yang

terkandung di dalamnya.

4. Pengambilan kesimpulan, data yang diperoleh pada bagian ini peneliti

membuat atau mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah

diperoleh.

I. Teknik keabsahan data

Teknik keabsahan data adalah proses mengtringulasikan tiga data yang

terdiri dari data observasi, wawancara, dan dokumen. Dalam setiap penelitian

diperlukan suatu kebenaran atau keabsahan data agar penelitian memenuhi

kriteria validalitas dan reabilitas. Alat yang digunakan untuk menguji

keabsahan data terdiri dari triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi

teori, dan triangulasi pakar. Keabsahan data ini termasuk dalam cross chek

karena data yang di peroleh lebih terjamin dan factual sesuai dengan fenomena

48

yang terjadi di lapangan. Untuk lebih jelasnya akan di jelskan dalam table

berikut ini:

Tabel 4. Teknik keabsahan data

Alat Keabsahan Data Penjelasan

Trianguslasi Sumber

Triangulasi Sumber yang dilakukan

peneliti dalam penelitian ini melalui

beberapa metode untuk mendapatkan

data sesuai dengan tujuan penelitian,

adapun langkah yang di gunakan

dalalm triangulasi sumber ini yaitu

melalui observasi dilapangan secara

langsung dan melakuakan wawancara

face to face dengan informan. Selain

itu, kegiatan ini lakukan untuk

mengobservasi kedaan secara

langsung bungung barania dan ritual

yang dilakukan disekitarnya, serta

mengumpulkan dokumentasi berupa

catatan dan gambar yang dilakukan

ketika sedang wawancara langsung,

dan peneliti juga memanfatkan

sumber berita terkait ritual tradisi di

49

bungung barania. metode penelitian

yang dikemukakan oleh Creswell

(2019) dengan teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui proses

observasi, wawancara dan

dokumentasi.

Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu yang digunakan

peneliti dalam penelitian ini

menggunakan 2 waktu, yaitu waktu

bersamaan dengan kegiatan tradisi dan

waktu yang berbeda diluar kegiatan

ritual. informan dan data yang di

butuhkan, waktu yang digunkan

secara bersamaan ketika peneliti

melakukan wawancara terhadap

masyarakat disekitar daerah bungung

barania. Dari disitulah peneliti

mengamati dan mengumpulkan data

yang dibutuhkan. sedangkan waktu

yang berbeda digunakan peneliti

ketika peneliti turun kelapangan untuk

mengobservasi tentang ritual appalili

50

di bungung barania dan kegiatan yang

sering dilakukan disana. selain itu

waktu untuk melakukan wawancara

kepada setiap informan tidaklah sama

karena peneliti harus menyesuaikan

waktu dengan informan terlebih

dahulu.

Triangulasi Teori

Triangulasi teori yang digunakan

peneliti dalam penelitian ini adalah

menyimpulkan setiap hasil dari

observasi, wawancara, dan

dokumentasi dari setiap informan

yang berbeda kemudian mengaitkan

kegiatan yang terjadi dengan makna

sosial yang terkandung didalamnya

lalu menghubungkan dengan teori

yang terkait terhadap kegiatan ritual

appalili.

Triangulasi Pakar

Trianguasi pakar yang digunakan

dalalm penelitian ini adalah

menemukan informan yang sesuai dan

mengetahui kejadian atau ritual

51

appalili yang dilakukan di bungung

barania pada juru kunci dan

keturunan Karaeng Galesong serta

pemangku adat/ tokoh adat Karaeng

Galesong yang berada disekitar

bungung barania di Desa Galesong

Kota Kecamatan Galesong Kabupaten

Takalar.

J. Etika Penelitian

Etika Penelitian adalah Standar tata perilaku peneliti selama melakukan

penelitian, mulai dari proses menyusun Desain penelitian, mengumpulkan data

lapangan (melakukan wawancara, Observasi dan pengumpulkan data

dokumen) menyusun laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil

penelitian. Adapun Etika penelitian yang di terapkan dalam penelitian ini

yaitu:

1. Mengimformasikan tujuan penelitian kepada informan

2. Meminta persetujuan dari informan untuk bersedia dimintai keterangan

3. Menjaga Kerahasiaan informan, jika informan merasa sensitif

4. Meminta izin jika ingin melakukan perekaman wawancara dan

mengaambil gambar informasi.

5. Menghargai setiap informasi yang diberikan oleh informan.

52

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

1. Sejarah Galesong

Kabupaten Takalar sebelumnya adalah daerah onder afdeling yang

tergabung dalam Swatantra MAKASSAR bersama-sama dengan Onder

afdeling Makassar, Gowa, Maros, Jeneponto dan Pangkajene Kepulauan.

Onder afdeling Takalar membawahi beberapa district (adat gemen chap) yaitu:

district polombangkeng, district Galesong, district Takalar, district topejawa,

district laikang dan district sanrobone. Setiap district dipimpin oleh kepala

pemerintahan yang bergelar Karaeng, kecuali district topejawa yang kepala

pemerintahan bergelar lo‟mo. Berdasarkan Website resmi kabupaten takalar,

https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.

Setelah terbentuknya Kabupaten Takalar yang hari jadinya pada

tanggal 10 februari 1960, maka district yang ada di Takalar mengalami

pemekaran, seperti district polombangkeng dijadikan 2 Kecamatan yaitu

polombangkeng selatan dan polombangkeng utara, district Galesong dijadikan

2 Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong utara dan Galesong selatan, district

topejawa, district Takalar, district laikang dan district sanrobone menjadi

Kecamatan TOTALLASA (singkatan dari topejawa, Takalar, laikang dan

sanrobone) yang kemudian berubah menjadi Kecamatan mangarabombang

dan Kecamatan mappakasunggu. Berdasarkan Website resmi kabupaten

takalar, https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.

52

53

Perkembangan selanjutnya berdasarkan peraturan daerah nomor 7

tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan yaitu Kecamatan pattallassang

(Kecamatan ibu kota) dan terakhir dengan perda nomor 3 tahun 2007 tanggal

27 april 2007 dan perda nomor 5 tahun 2007 tanggal 27 april 2007, dua

Kecamatan baru terbentuk yaitu Kecamatan sanrobone (pemekaran dari

Kecamatan mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (pemekaran dari

Kecamatan Galesong utara dan Galesong selatan). Sehingga sampai sekarang

ini Kabupaten Takalar memiliki Kecamatan sebanyak 9 (Sembilan) dan 100

Desa atau kelurahan. Berdasarkan Website resmi kabupaten takalar,

https://takalarkab.go.id/sejarah-Takalar.

Kecamatan Galesong terbentuk pada tahun 2007 hasil pemekaran dari

dua Kecamatan yaitu Galesong utara dan Galesong selatan. Berdasarkan data

BPS kabupaten takalar, Kecamatan Galesong terdiri dari 14 Desa yaitu: Desa

Pa‟lalakkang, Kalukuang, Pa‟rasangang Beru, Galesong Baru, Galesong Kota,

Parangmata, Boddia, Pattinoang, Mappakalompo, Bontoloe, Kallenna

Bontongape, Bontomangape, Campagaya, dan Parambambe.

Dikecamtan Galesong terdapat rumah adat Balla Lompoa ri Galesong

yang terletak di Desa Galesong baru, Balla Barrakka (rumah berkah) yang di

dirikan oleh Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H., M.H. Karaeng Patoto yang

terletak di Desa Galesong kota serta terdapat sebuah sumur tua yang telah ada

sejak abad ke 16 yang masyarakat setempat menyebutnya sebagai bungung

barania yang terletak di dusun Bayowa Desa Galesong kota.

54

Menurut riwayat leluhur, asal mula nama Galesong dari tempat di

bagian utara atau daerah bugis yang bernama Malesong dan Bajoe. Ditempat

inilah Massakka Daeng Magassing menemukan hamparan tanah yang indah,

dan berkata “setelah kembali dari kampung ini, maka saya akan mencari

tempat yang menyerupai tanah yang indah ini dan disanalah saya nantinya

akan membangun pusat pemerintahan”. Dan diambilah tanah itu masing-

masing segenggam yang disimpang kedalam pao-paonya (terbuat dari tanah

liat). Dalam perjalanannya dia menemukan suatu tempat yang

menyerupai/mirip dengan tanah yang di ambil di Malesong dan diberilah

nama itu Galesong, dan tidak jauh dari lokasi yang pertama, dia menemukan

tanah yang diambil di Bajoe dan diberi nama yang sama untuk tempat itu.

Akan tetapi, mungkin lidah dari orang makassar maka mereka menyebutnya

bayoa. Di bayoa inilah terdapat sumur tua yang dikeramatkan dan masyarakat

setempat menyebutnya bungung barania, zulkifli mappasomba (2020:10-12)

Galesong berasal dari kata gale, gale berasal dari bahasa perancis yang

artinya perahu besar dan sossong artinya perahu kecil. Itulah yang

digabungkan antara kata gale dan sossong akhirnya menjadi Galesong. sampai

akhirnya raja gowa mengangkat sebagai panglima perangnya dengan

memberikan mahligai kerajaan yang berarti galiga di songong, yaitu mahligai

yang disanjung, Sama dengan pakaian raja gowa, (wawancara Nanda Gaala

Karaeng Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)

Jika berbicara sejarah masa lalu kerajaan gowa, maka Galesong adalah

tempat yang menjadi pusat armada laut pasukan kerjaan gowa. Sebagaimana

55

sejarahnya, bahwa dahulu Galesong di pimpin oleh pemerintahan yang

bergelar Karaeng yang menaungi ketiga Kecamatan yang ada diGalesong

sebelum dimekarkan menjadi tiga Kecamatan. Karaeng Galesong yang ketiga

berdasarkan arsip asli dari Balla Lompoa Galesong tahun 1954, bahwa

Karaeng Bontomarannu panglima armada laut kerajaan gowa mempusatkan

armadanya di Galesong. Sampai saat ini, sudah tercatat 17 pemangku adat

Karaeng Galesong yang berkuasa dari tahun 1610-2009, dan memiliki silsilah

keturunan dari Syech Joesoef Tajul Hal Watiya Kaddasallahu Sirruhu Tuantan

Salamaka Rigowa.

Tabel 4.1. Daftar Nama Karaeng/Pemangku Adat Kerajaan Galesong

berdasarkan arsip asli tanggal 05 juli 1954

No. NAMA GELAR ASAL MASA

KUASA

KET.

1 Tidak bisa

disebut namanya

(PAMALI)

KARAENG Asli

Gowa

1610-

1636

Sepupuh

somba ke

XVI

2 Tidak bisa

disebut namanya

(PAMALI)

KARAENG Asli

Gowa

1637-

1655

Sepupuh

somba ke

XVI

3 Karaeng

Bontomarannu

Panglima

armada laut

kerajaan gowa

Keluarga

gowa

1656-

1662

Keluarga

gowa

4 I manindori kare

todjeng

Karaeng Asli gowa 1663-

1667

Anak somba

gowa

5 Daeng Karaeng

naba/ I

Patudangi dg.

Pole

Karaeng

matinrowa ri

parallakkena

Keturunan

gowa

1668-

1671

1672-

1682

Battuwa ri

Galesong

6 I pakkai dg.

Labba

Karaeng

matinrowa ri

popo

Keluarga

Galesong

1683-

1723

Battuwa ri

Galesong

7 I matturungan Karaeng Keluarga 1724- Battuwa ri

56

dg. Pasore / I

buhaseng dg.

Sitaba

matironwa ri

ta‟buncini

Galesong 1734 Galesong

8 I djakka langi

dg. Magassing

Karaeng

matinrowa ri

Galesong

Keluarga

Galesong

1735-

1755

Battuwa ri

Galesong

9 I basari dg.

Malewa

Karaeng

matirowa ri

talpa pandanga

Keluarga

Galesong

1756-

1781

Battuwa ri

Galesong

10 I bogge dg. pole Karaeng

matinrowa ri

lanna

Keluarga

Galesong

1782-

1809

Battuwa ri

Galesong

11 I donde dg. Pole Karaeng

matinrowa ri

suli

Keluarga

Galesong

1810-

1831

Battuwa ri

jamarang

12 I djoro dg.

Ladja/ I

tamanggong dg.

Lili

Karaeng

matinrowa ri

popoloe

Keluarga

Galesong

1832-

1843

Battuwa ri

popoloe

13 Djoro dg. Ladja Karaeng

matinrowa ri

soreang

Keluarga

Galesong

1844-

1847

Battuwa ri

popoloe

14 I baso dg.

Ma‟bombong

Karaeng

matinrowa ri

balla beruna

Keluarga

Galesong

1848-

1878

Galesong

15 I baoeroe dg.

Maggaoe

Regent,

matinrowa ri

bontolebang

Keluarga

Galesong

1879-

1913

Battuwa ri

bontolebang

16 I larigaoe dg.

Mangiroeroe

Regent,

matinrowa ri

Galesong

Keluarga

Galesong

1914-

1951

Galesong

17 I aba jadjid

bostan dg.

Mama‟dja

Karaeng

Galesong

Keluarga

Galesong

1952-

1962

1962-

2009

Galesong

57

Berdasarkan sejarah masa lalunya dan kearifan lokal serta kondisi

sosial masyarakat, Desa Galesong terpilih menjadi Desa pancasila dan

konstitusi Pada hari kamis tanggal 1 maret 2012 Desa Galesong Kecamatan

Galesong menjadi Desa yang terpilih sebagai Desa pancasila dan konsitusi

yang pertama dan merupakan momentum yang bersejarah bagi rakyat

Galesong, hal ini menjadi suatu kebanggan karena dari 73.000 Desa yang ada

indonesia, Galesong dijadikan sebagai contoh dan pencanangan dilakukan

oleh ketua mahkama konstitusi (MK) bapak Prof. Dr. Mahfud MD,

Aminuddin Salle, DKK (2012:192).

2. Sejarah gaukang

Gaukang Karaeng Galesong pertama kali ditemukan oleh nelayan

papekang yang lautan Galesong. nelayan ini pada awalnya mendengar suara

gendang dan pui-pui serta paroyong. Ada yang mengatakan bahwa gaukang

ini adalah sepotong bambu yang hanyut dilautan dan kadang mendekati

nelayan tersebut, ada kalanya pula gaukang ini hilang. Selama dua minggu,

nelayan ini selalu didatangi dan diperlihatkan akan kemunculan benda

tersebut. Sehingga menceritakan kepada tokoh masyarakat/ tokoh adat yang

dituakan di kampung tersebut. Maka berangkatlah ketiga tokoh adat ini

dengan menaiki perahunya menuju bagian utara pulau sanrobengi tempat

dimana papekang tersebut melihat dan mendengar gaukang tersebut. Setelah

sampai dilokasi tujuan, tiba-tiba riuh terdengar suara gendang, suara pui-pui,

dan royong lalu dalam sekejap suara itu hilang dan muncul keheningan. Saling

berpandanganlah ketiga tokoh adat ini dan dengan rahmat allah swt. tiba-tiba

58

gaukang ini ada diatas pangkuan Boe Janggo. Maka kembali ketiga tokoh ini

ke pesisir pantai dan disana sudah banyak orang yang berkumpul untuk

melihat apa yang dibawa oleh ketiga nelayan ini. Boe Janggo membawa

gaukang tersebut dengan berbungkuskan sarung yang dibawanya dan berada

dalam dekapannya. Sehingga masyarakat penasaran apa kiranya benda yang

dibawa oleh Boe Janggo, (wawancara, Husain Kahar, 9 juni 2021, Galesong

kota)

Gaukang ini dibawa kerumah Boe Janggo, mungkin karena

mendapatkan petitah dalam mimpinya bahwa setiap tahunnya gaukang ini

harus diadakan tammu taunnya, dan orang yang lebih berhak menyimpang ini

gaukang adalah pembesar-pembesar. Maka dibawalah gaukang ini ke Balla

Lompoa, diperhadapkan kepada Karaeng Galesong dan dengan legowo

Karaeng Galesong menerima dan merasa bangga mendapatkan hibah gaukang

dari ketiga tokoh adat tersebut. Maka disimpanlah gaukang ini di Balla

Lompoa Galesong dan menjadi gaukang Karaeng Galesong. ketiga tokoh ini

diperintahkan oleh Karaeng Galesong untuk tidak lepas dari gaukang tersebut,

maka ditunjuklah Boe Janggo sebagai anrong guru, Boe Sanrosebagai pinati.

Setiap tahunnya, gaukang ini diambil atau diperingati tammu taunnya/

haulnya, seperti yang dilihat hingga saat ini, (wawancara, Husain Kahar, 9 juni

2021, Galesong kota)

Gaukang Karaeng Galesong diadakan setiap bulan rajab, minggu

terakhir, hari kamis terakhir. Pelaksaan ini dilakukan sesuai awal mulai

ditemukannya gaukang tersebut (wawancara, Karaeng ngunjung, 26 juni 2021,

59

Galesong kota). Gaukang Karaeng Galesong sudah dilakukan dan berusia 260

tahun, yang berarti telah dilaksanakan sejak tahun 1761 dan jika dilihat pada

silsilah pemangku adat kerajaan Galesong, maka gaukangg ini dimulai pada

pemerintahan Karaeng Galesong yang ke sembilang yang bernama I Basari

Dg. Malewa Karaeng matinrowa ri talpa pandanga yang berkuasa dari tahun

1756-1781.

Pada perayaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, satu

minggu sebelum puncak pelaksanaa gaukang, masyarakat Galesong mulai

bertadangan keBalla Lompoa dengan ikhlas membawa bahan makanan baik

berupa beras, telur, pisang, ikan, serta lilin, kemenyan, daun sirih dan lain-

lain. Tiga hari sebelum hari H, orang-orang yang berkompeten mulai

berkumpul di Balla Lompoa untuk melakukan kegiatan pra pelaksana dengan

iringin musik gendang yang terdengar selama tiga hari berturut-turut, atau

disebut tunrung pabbale, (wawancara, Karaeng madjdja, 4 juni 2021,

Galesong).

Puncak pelaksanaan gaukang dilakukan pada hari kamis terakhir

dibulan rajab yang berlangsung dari pagi hari sampai malam hari. Pada pagi

hari inilah ritual appalili dilakukan. Appalili dilakukan dengan mengelilingi

kampung yang dimulai dari kompleks Balla Lompoa Galesong menuju

bungung barania yang terletak di dusun bayowa Desa Galesong kota. Sumur

tua yang menjadi saksi perjalanan Karaeng Galesong menuju tanah jawa untuk

melawan penjajah. Appalili dihadiri oleh seluruh masyarakat Galesong dari 22

kampung terdahulu, yang sekarang telah menjadi tiga Kecamatan.

60

B. Keadaan Geografis

Secara astronomis, Kabupaten Takalar terletak antara 5o30‟ – 5

o38‟

lintang selatan dan 119o22‟ – 119

o39‟ bujur timur. Luas wilayah Kabupaten

Takalar tercatat 566,51 km2, yang terdiri dari kawasan hutan seluas 8.254. Ha

(14,57%), sawah seluas 16.436,22 Ha (29,01%), perkebunan tebu PT. XXXII

seluas 5.333,45 Ha (9,41%), tambak seluas 4.233,20 Ha (7,47%) tegalan

seluas 3.639.90 Ha (6,47%), kebun campuran seluas 8.932,11 Ha (15,77%),

pekarangan seluas 1,929,90 Ha (3,41%) dan lain-lain seluas 7.892,22 Ha

(13,93%) dengan intensitas curah hujan rata-rata terbanyak pada bulan

februari yaitu sekitar 707 mm3 dan banyaknya hari hujan terjadi pada bulan

desember sebenyak 22 hari, berdasarkan data BPS kabupaten takalar tahun

2019.

Gambar 4.1 Peta wilayah Takalar

Sumber. Peta-hd.com

Berdasarkan posisi geografis, Takalar memiliki batas-batas: di sebelah

timur, berbatasan Kabupaten Gowa dan Jeneponto. Di sebelah utara,

berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Sedangkan di sebelah barat dan selatan

di batasi oleh selat makassar dan laut plores. Jarak ibukota Kabupaten Takalar

61

dengan ibukota provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45 km yang melalui

Kabupaten Gowa.

Topologi wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari pantai, daratan dan

perbukitan. Dibagian barat adalah daerah pantai dan dataran rendah dengan

kemiringan 0-3 derajat sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-25 m,

dengan batuan penyusun geomorfologi dataran di dominasi endapan alluvial,

endapan rawa pantai, batu gamping, terumbu dan tufa serta beberapa tempat

batuan lelehan basal. Kabupaten Takalar dilewati oleh 4 buah sungai, yaitu

sungai jeneberang, sungai jenetalasa, sungai pamakkulu dan sungai

jenemarrung. Pada keempat sungai tersebut telah dibuat bendungan untuk

irigasi sawah seluas 13.183 Ha.

Gambar. 4.2 peta Kecamatan Galesong

Kecamatan Galesong berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan

Galesong utara, sebelah timur dengan Kabupaten gowa, sebelah selatan

dengan Kecamatan Galesong selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan

selat makassar. Wilayah Kecamatan Galesong terdiri atas pantai disebalah

barat dan daratan rendah pada bagian utara, selatan dan timur. Wilayah

62

Kecamatan Galesong terdiri dari lautan dan daratan rendah serta sebuah pulau

yang bernama pulau sanrobengi. Luas wilayah Kecamatan Galesong hanya

berkisar 25,93 km2 dengan persentase luas seluruh wilayah Kabupaten Takalar

yaitu 4,58%. Kecamatan Galesong memiliki satu bendungan yang terletak di

Desa campagaya, dan pelabuhan laut di Desa boddia.

Desa Galesong kota berbatasan dengan Desa Galesong baru di sebalah

utara, Desa parangmata di sebelah timur, Desa boddia disebelah selatan dan

selat makassar di sebalah barat. Desa Galesong kota merupakan daerah pantai

dan dataran rendah. Jarak antara Desa Galesong kota dengan kantor

Kecamatan hanya sekitar 100 m. luas daerah Desa Galesong kota yaitu 127,00

Ha. Secara geografis, bayowa merupakan wilayah pesisir pantai, yang menjadi

pemukiman masyarakat, serta terkenal dengan masyarakatnya yang pemberani

sebagai petarung maritim.

C. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk masyarakat Galesong sebesar 41.421 ribu jiwa

dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,12% dengan persentase

penduduk sebesar 14% dari jumlah penduduk Kabupaten Takalar. Galesong

merupakan daerah yang memiliki karakteristik yang beragam, dimana dapat

dilihat dari berbagai jenis keadaan masyarakat dengan beragam sumber mata

pencaharian dari daratan sampai kelautan. pada sektor daratan, sebagian besar

masyarakatnya berpropesi sebagai petani/pekebun yang bercocok tanam mulai

dari padi, jagung, kacang-kacangan, sayur mayur dan buah-buahan yang

meliputi semangka, melon dan timun suri. Serta menjadi padagang, pegawai

63

pemerintahan dan swasta, pengrajin batu bata, mendirikan usaha bertoko.

Sedangkan pada sektor kelautan, masyarakat Galesong terkenal dengan

pencari telur ikan terbang atau masyarakat sering menyebutnya sebagai

patorani yang mengarungi lautan dari tanah Galesong sampai ke tanah papua

di pulau vakvak. Selain itu, masyarakat Galesong juga banyak mencari ikan

segar yang menjadi lauk pauk masyarakat sekitar, serta empang tempat

budidaya ikan bandeng dan udang, pencari teripang dan masyarakat yang

memanfaat area pesisir pantai Galesong untuk mendirikan rumah makan ikan

segar sebagai tempat mata pencaharian dan lapangan pekerjaan masyarakat

sekitar.

Berdasarkan data Desa Galesong kota (2019), jumlah kartu keluarga

sebanyak 1.136 berpenduduk sebesar 4.280 orang yang terdiri dari 1.833 jiwa

laki-laki dan 2.447 jiwa perempuan dan sebagaian besar masyarakatnya

tinggal di daerah pesisir pantai atau dekat dari lautan, menjadikan sebagian

besar masyarakatnya bekerja sebagai pencari ikan dan mendirikan rumah

makan di pesisir pantai seperti yang terdapat di dusun lanna dan dusun

boyowa, serta di dusun ta‟buncini dan dusun ballaparang masyarakatnya

bekerja sebagai petani/pekebun. Bayowa merupakan wilayah pesisir pantai,

yang menjadi pemukiman masyarakat, serta terkenal dengan masyarakatnya

yang pemberani sebagai petarung maritim.

Sebagian besar masyarakat di Desa Galesong kota berprofesi sebagai

nelayan. Hal ini dikarenakan letak geografis tempat tinggal masyarakat.

Masyarakat pemberani yang telah mengarungi lautan hingga kebenua australia

64

untuk mencari teripang. Masyrakat Galesong dimasa adalah pejuang tangga

penakluk lautan dengan berbekal pengetahuan membaca rasia bulan dan

bintang, serta arah mata angin.

Sektor kelautan adalah sektor yang menjadi pusat mata pencarian

masyarakat, sebab masyarakat di Desa Galesong kota menggantungkan

hidupnya dari lautan dan dari hasil yang diperoleh dilautan. Teripang menjadi

salah satu komoditi ekspor selain dari telur ikan torani yang dapat menambah

pendapatan perkapita masyarakat. Serta pencari ikan segar dan ikan kering.

Desa Galesong kota juga sudah meningkatkan dan mengembangkan

wilayahnya sebagai Desa wisata. Baik wisata balla barakka, serta wisata di

sektor kelautan yaitu rumah makan ikan segar yang banyak ditemukan di

daerah pesisir Bayowa sampai ke Lanna.

Rumah makan ini dapat menjadi salah satu ladang usaha yang bisa

meningkatkan pendapat masyarakat. Dengan konsep yang berbeda dengan

rumah makan di daerah lain, rumah makan yang ada di Desa Galesong kota

dibangun di atas pesisir pantai sampai lima meter ke laut. Makan diatas

hamparan lautan yang laus dan angin yang segar yang sepoi-sepoi menambah

kesan tersendiri dari rumah makan tersebut.

Desa Galesong kota memiliki karang taruna yang diberi nama karang

taruna manindori, seorang tokoh pejuang pahlawan dari tanah Galesong yang

hijrah ke jawa untuk membantu Trunajaya melawan penjajah. Pembentukana

karang taruna bertujuan untuk kepentingan sosial masyarakat di Desa

Galesong kota.

65

D. Keadaan Pendidikan

Pendidikan sebagai hal terpenting bagi kemajuan indonesia

kedepannya, karena generasi muda saat ini adalah pembawa perubahan

indonesia dimasa yang akan datang. Maka dari itu, perlu persiapan untuk

mewujudkan generasi emas indonesia melalui pendidikan yang layak dan

baik. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam

pendidikan sesuai yang diamanatkan dalam UUD.

Pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat, baik

dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan bukan hanya diperoleh dari

bangku sekolah formal, baik dari non formal dan informal juga dapat

diperoleh pendidikan. Orang tua dan lingkungan masyarakat dapat

berpengaruh besar dalam memperoleh pengetahuan. Sebab, ilmu terbesar

adalah pengalaman yang telah dilakukan dan disaksikan secara langsung.

Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) Kabupaten Takalar

(2019), pendidikan formal kecamatan Galesong sebagai berikut:

Tabel 4.2 Pendidikan di Kecamatan Galesong

Jenjang pendidikan Peserta didik Tenaga pengajar Sekolah

Tk 807 40 24

Raudhatul athfal 150 12 3

SD 3.967 198 25

MI 446 55 4

SMP 962 63 2

MTS 865 88 5

SMA 1.022 70 3

SMK 810 62 1

66

MA 491 27 3

JUMLAH 9.520 615 70

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa peserta didik yang ada

dikecamatan Galesong terbilang cukup tinggi, dengan jumlah sekolah dan

tenaga pengajar yang sudah cukup memadai. Hal ini tentunya menggambarkan

bahwa masyrakat di kecamtan Galesong cukup sadar akan pentingnya

pendidikan. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaanya disini, apakah dengan

tingginya pendidikan yang ada di Galesong dapat mempengaruhi bagaimana

kehidupan bermasyarakat warganya? Inilah yang menjadi pertanyaan, dari

jumlah peserta didik yang hampir 10.000 orang dari 70 sekolah mulai taman

kanak-kanak sampai sekolah menengah atas diajarkan tentang adat

(pangngadakkang) yang berlaku diGalesong. Ataukah peserta didiknya hanya

dibekali pengetahuan formal saja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Husain Kahar yang menjabat

sebagai plt kepala desa Galesong kota pada tanggal 7 juli 2021, pendidikan itu

sangat berpengaruh terhadap adat dan budaya yang ada di Galesong. meskipun

hal ini tidak diperoleh dari bangku sekolah, akan tetapi diperoleh secara turun-

temurun dari tetuaah-tetuah adat yang ada diGalesong.

Jika dicermati pendapat dari husan kahar, pembelajaran mengenai

budaya dan tradisi serta segala ritual dan kegiatan yang ada dalam budaya

tersebut, ini diperoleh dari orang-orang yang menjadi pelaku dari adat dan

budaya tersebut. Dan hanya orang-orang yang ingin mempelajari dan

67

mengetahui bagaimana adat itu sebenarnya yang mencari tahu asal-usul dari

budaya tersebut.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh seorang tokoh pemuda bernama

muhammad tasryk saat melakukan wawancara pada tanggal 25 juni 2021 di

desa pa‟lalakang, merasa prihatin mengenai kaum muda yang mulai apatis

terhadap kebudayaan yang ada di Galesong. kurangnya minta dari anak-anak

generasi sekarang untuk mempelajari dan mengetahui budaya itu yang

menjadi permasalahan dan mengancam eksistensi dari budaya tersebut.

Mestinya, disinilah kita melihat bagaimana kontribusi dari pemuda ini untuk

menjaga warisan dari leluhur dan sekaligus sebagai penggerak dari budaya

tersebut. Apabila dari budaya itu ada yang menyimpang dan keluar dari ajaran

agama serta norma yang berlaku, maka dapat dicari bersama-sama bagaimana

solusi untuk tempat mempertahankan budaya itu sesuai dengan jalurnya.

Inilah sebabnya mengapa hanya orang-orang tertentu saja yang

mengetahui budaya yang ada dimasyarakat, khususnya budaya yang ada di

Galesong. sebab pembelajaran mengenai budaya yang berlaku dimasyarakat

setempat, lebih besar informasinya diperoleh dari pelaku dari budaya tersebut

yang dalam hal ini adalah tetua-tetua adat di daerah tersebut. Informasi dari

budaya ini diberikan kepada orang-orang yang benar-benar ingin

mempelajarinya atau orang-orang yang ada dalam lingkup tetuah-tetuah adat

tersebut.

Peran generasi muda, kaum pelajar dan terpelajarlah yang memiliki

peran aktif dan penting dalam mencari informasi serta kebenaran dari budaya

68

yang ada dimasyarakat tersebut. Budaya yang penyampaiannya simpang siur

dapat menyebabkan terjadinya penyalah artian dari budaya dan tradisi

tersebut. Sama halnya dengan pelaksanaan tradisi ritual appalili yang

dilakukan oleh masyarakat di kecataman Galesong, peran pemuda dibutuhkan

untuk andil dalam ritual tersebut. Selain sebagai bentuk keikutsertaan semata,

hal ini juga sebagai bentuk pelestarian dari budaya tersebut. Disinilah kita

belajar secara langsung dan dapat mempertanyakan kepada orang-orang yang

berpengaruh untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zulkifli Mappasomba dalam

bukunya yang berjudul Karaeng Galesong warisan sejarah dan budaya, yang

mengatakan bahwa “masa lalu dari pelaku sejarah adalah pelajaran masa

depan untuk generasi berikutnya”. Titik dimana kita sebagai generasi saat ini

mempelajari dan menjadikan peristiwa dari sejarah menjadi warisan yang

memiliki nilai yang tinggi. Dari tokoh-tokoh sejaralah kita bisa menggali dan

meneladani keteladanannya di semasa hidupnya dulu.

69

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penulis menguraikan masalah sesuai yang telah dirumuskan pada bab

sebelumnya, yaitu prosesi ritual appalili di bungung barania dan makna sosial

ritual appalili di bungung barania Desa Galesong kota Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar.

1. Prosesi Ritual Appalili di Bungung barania

Dalam pelaksanaan ritual appalili, ada tahapan-tahapan prosesi ritual

yang dilakukan. Tahapan-tahapan ini menjelaskan dan menggambarkan

bagaimana ritual itu dimulai sampai pada ritual itu selesai. Dalam gaukang

Karaeng Galesong, ritual appalili adalah tahapan awal kegiatan yang

dilakukan keturunan Karaeng Galesong, pemangku adat, tokoh masyarakat,

beserta masyarakat Galesong dengan bersama-sama melakukan appalili yang

dimulai dari rumah adat Balla Lompoa Galesong menuju bungung barania

dengan berjalan kaki mengelilingi kampung. Pelaksanaan prosesi ritual

appalili, dilihat dari siapa saja masyarakat yang terlibat, waktu yang

digunakan dalam pelaksanaannya, sampai pada tahapan-tahapan kegiatan.

a. Masyarakat Yang Terlibat

Dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, pada

pelaksanaan ritual appalili ada berbagai lapisan masyarakat yang ikut dan

terlibat dalam acara tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksaan ritual

appalili memiliki bagian-bagian tersendiri dan posisis tersendiri dari ritual ini.

69

70

Gambar 5.1. masyrakat yang terlibat

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

“Yang wajib ada itu saat appalili, pertama anrong guru, pinati,

perangkat kerajaan, pemangku adat Karaeng Galesong, tokoh-

tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pemerintah Desa yang ada di

Kecamatan Galesong (dari mangindara sampai ke aeng toa).

Serta seluruh masyarakat Galesong Galesong bisa ikut.

(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”

Ternyata dalam pelaksanaan ritual appalili, semua lapisan masyarakat

dapat ikut serta dan berpartisipasi dalam menyukseskan penyelenggaraan

acara tersebut. Akan tetapi, anrong guru, pinati, pemangku adat, perangkat

kerajaan wajib ada dalam pelaksaan ritual ini. Sebab orang-orang inilah yang

berperan aktif dalam pelaksaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan

prosesi ritual appalili. Sama halnya dengan melakukan kegiatan lain, pasti ada

ketua panita, pelaksana dan tuan rumah dari kegiatan yang dilaksanakan

tersebut.

Selain orang-orang yang memiliki peranan penting dari ritual yang

wajib ada tersebut, lapisan masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili

diantaranya adalah rumpun keluarga besar Karaeng Galesong, pemerintah

daerah, pemerintah Desa, masyarakat setempat, pemerhati budaya, simpatisan

Karaeng Galesong, masyarakat dari 22 kampung dahulu di Galesong (dari

71

Mangindara di Selatan Galesong sampai Aeng Toa di Utara Galesong/ 3

Kecamatan yakni Galesong, Galesong Utara dan Galesong Selatan), tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda serta seluruh tammu undangan,

(wawancara, Nanda Gaala Karaeng Madjdja, 4 juni 2021, Galesong).

Masyarakat-masyarakat yang ikut dalam appalili ini untuk

menyemarakkan kegiatan tammu taunna gaukang dan ritual appalili, sebab

appalili adalah kegiatan yang semarak dilakukan oleh masyarakat Galesong

setiap tahunnya. Dalam acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong,

khususnya pelaksanaan ritual appalili, masyarakat biasa yang tidak terlibat

didalamnya karena menganggap dirinya kurang pantas untuk ikut dalam acara

tersebut, Kalau kata orang makassar na allei kallena. Selain itu, mereka juga

menganggap kalau mereka tidak memiliki hak atau tidak berhak untuk terlibat

dalam acara tersebut (tena na siratang). Ida seorang masyarakat di dusun

bayowa mengatakan bahwa mengapa dirinya tidak ikut dalam ritual appalili

karena bukan keturunan Karaeng Galesong ataupun rumpun keluarga

kerajaan, diungkapnya bahwa orang-orang tertentu yang dapat ikut dari ritual

tersebut, (wawancara, 24 juni 2021, bayowa)

Ketidak ikut sertaanya dalam ritual appalili karena menganggap

dirinya bukan keturunan atau keluarga kerajaan, serta menganggap bahwa

hanya orang- orang tertentu sajalah yang dapat mengikuti acara tersebut. Hal

ini tentu berbeda dengan yang diungkapkan oleh kamaruddin selaku

masyarakat biasa yang pernah ikut, mengakatan bahwa dia disambut baik dan

ikut serta dalam prosesi appalili dari awal dimulainya acara sampai pada

72

selesainya acara itu dilakukan, (wawancara, 16 juni 2021, bontorita). Tokoh

masyrakat, tokoh pemuda dan keturunan Karaeng Galesong juga

mengukapkan bahwa semua masyarakat Galesong dapat terlibat dalam

pelaksaan ritual appalili. Karena appalili ini semarak dan banyak orang yang

mengikutinya. Dilakukannya appalili sebagai bentuk pawai adat dengan

mengelilingi kampung yang melibatkan semua unsur masyarakat, (wawancara,

Husain Kahar Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong).

b. Waktu Pelaksanaan Ritual Appalili

Pelaksanaan suatu kegiatan atau tardisi tertentu kadang hanya

berlangsung sekali setahun atau pada waktu-waktu tertentu saja. Pelaksanaan

ritual appalili dilakukan satu kali setiap tahunnya, pada bulan tertentu dan hari

tertentu. Pemilihan waktu tersebut dilakukan sesuai sejarah masa lalu yang

berkaitan dengan adat dan budaya di daerah itu.

Berdasarkan sejarahnya, appalili dilakukan sesuai dari sejarah

penemuan gaukang. Daeng romo mengetakan:

“Gaukang pertama kali ditemukan oleh seorang tokoh adat

sekaligus tokoh agama yang berpropesi sebagai nelayan

papekang. Yang pertama itu Boe Sanrolarigau, kemudian Boe

Janggo mallawa gau dan daengta lowa-lowa manriwa gau.

Ketiga tokoh inilah yang pertama kali dianugerahi gaukang.

Pertama-tama gaukang itu dilihat di tabbuncini, kedua jalling-

jalling cinikanna rimanjalling. Kemudian ketika dilihat

dimanjalling, maka ketiga tokoh ini mengambil perahunyadan

telah breafing dan bermusyawarah bahwa ada benda gaib

dilautan spermonde Galesong (bagian dari gugus pulau

sanrobengi). Maka berangkatlah ketiga orang ini, dan setelah

dekat dari lokasi yang dituju, mulai terdengar suara gendang,

pui-pui, a‟royong, riuh suara pada saat itu, dan tiba-tiba redup,

hening. Setelah mereka saling menatap, maka tiba-tiba benda

itu ada dalam pangkuan Boe Janggo, makanya digelar manriwa

73

gau karena na riwai anjo gauka.” (wawancara, 9 juni 2021,

Galesong)

Sebagaimana yang dijelaskan terkait siapa yang pertama kali

menemukan gaukang tersebut, ada banyak versi yang berbeda di masyrakat.

Akan tetapi ketiga tokoh itulah yang pertama kali menemukan gaukang

tersebut. Pada awalnya yang melihat gaukang itu hanya dua orang papekang

tersebut yaitu Boe Sanrolarigau dan Boe Janggo mallawa gau. Kemudian

kedua tokoh ini menceritakan kepada daengta lowa-lowa sebagai orang yang

dituakan dikampung pada saat itu. Maka ketiga tokoh ini mengambil

perahunya untuk berangkat ketempat dimana gaukang ini pertama kali di

dengar. Penjelasan lain juga dikatakan bahwa saat sampai kesana, tiba-tiba

terdengar suara gendang, suara pui-pui, dan suara orang yang a‟royong. Lalu

tiba-tiba suara itu redup dan hening, kemudian mereka saling menatap dan

tiba-tiba benda itu sudah ada dalam pangkuan daengta lowa-lowa. Ada juga

yang mengatakan bahwa benda tersebut berupa bakul yang hanyut dan

merupakan milik raja sawitto dari pinrang, Zulkifli Mappasomba (2020)

Pertanyaannya adalah Mengapa gaukang ini bisa dinamakan gaukang

Karaeng Galesong? dari pertanyaan tersebut, ditemukan jawaban bahwa

Ketiga tokoh adat ini membawa gaukang tersebut ke Balla Lompoa dan

diperhadapkan kepada Karaeng Galesong. Sebab mereka merasa bahwa yang

lebih berhak untuk menerima gaukang ini adalah pembesar-pembesar, dan

Karaeng Galesong juga merasa bangga mendapatkan hibah gaukang ini. Serta

ketiga tokoh adat ini mendapatkan perintah dari Karaeng Galesong untuk tidak

lepas dari gaukang dan tetap menjaga kelestarianya, Husain Kahar Dg. Romo

74

(wawancara, 9 juni 2021). Bersarkan waktu dari penemuan gaukang ini, yang

menjadi pelaksanaan dari kegiatan tersebut. Yang oleh masyarakat Galesong

dikenal sebagai tammu taunna/ haulnya gaukang Karaeng Galesong.

Gambar. 5.2 spanduk acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong

Sumber. (Skripsi Hamriyadi)

Pelaksanaan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong itu dilakukan

pada bulan rajab minggu terakhir hari kamis terakhir. Jadi di hari kamis

terakhir inilah ritual appalili dilakukan dan pada malam harinya (malam

jum‟at) inti dari acara tammu taunna gaukang Galesong dimulai dari

appanaung raki-raki ba‟da magrib dan berlanjut a‟rate juma‟ (zikir malam)

sampai pada attoana gau, (wawancara, Abdul kadir Bostan Karaeng

ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)

Satu minggu sebelum hari H, masyarakat sudah mulai mendatangi

Balla Lompoa untuk membawa bahan makanan, baik berupa beras, pisang,

ikan, buah-buahan dan lain-lain (wawancara, Karaeng Madjdja, 4 juni 2021,

Galesong). Zulkifli mappasomba (2020:231) mengatakan bahwa sebulum

dilaksanakannya gaukang, setiap hari senin, kamis dan jum‟at banyak

75

masyarakat yang datang ke Balla Lompoa dengan membawa lilin, pisang,

gula, daun sirih serta kemeyang. Kedatangan mereka ini tanpa adanya paksaan

dari keluarga kerajaan, akan tetapi atas dasar keikhlasan dan kesadaran diri

bahwa gaukang ini adalah milik bersama.

“Tiga hari sebelum hari H, orang-orang yang kompeten

didalamnya sudah mulai berkumpul di Balla Lompoa. Selama

tiga hari berturut-turut dilakukan agganrang/ dimainkan

gendang makassar (tunrung pabballe). (wawancara, Karaeng

Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)”

Tiga hari sebelum hari H (hari dilakukannya appalili/ inti acara),

orang-orang yang kompeten sudah mulai berkumpul di Balla Lompoa untuk

persiapan tammu taunna. Jadi selama tiga hari berturut-turut dilakukan

gendang pra pelaksana yang disebut sebagai tunrung pabbale. Jadi masyarakat

sudah mulai mendatangi Balla Lompoa satu minggu sebelum dimulainya

acara dengan membawa bahan makanan dan yang lainnya. serta tiga hari

menjelang hari H, orang-orang yang kompeten mulai berkumpul untuk

melakukan kegiatan pra pelaksana dengan diiringi gendang yang berlangsung

selama 3 hari berturut-turut.

Pelaksaan ritual appalili dilakukan setiap bulan rajab, minggu terakhir

di hari kamis terakhir di bulan rajab. Waktu ini diambil sesuai dengan hari

ditemukannya gaukang tersebut, yang setiap tahunnya diperingati sebagai

haulnya gaunkang Karaeng Galesong/ Tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong.

76

c. Tahapan-tahapan prosesi ritual appalili

Dalam Pelaksanaan ritual appalili, terdapat beberapa proses yang

dilakukan dari dimulainya acara sampai pada selesainya acara ritual appalili

tersebut. Tahapan inilah yang menjelaskan gambaran dari perjalanan proses

dilakukannya ritual appalili. Adapun tahapan-tahapan dari ritual appalili yang

dimulai dari rumah adat Balla Lompoa Galesong sampai dibungung barania

dan kembalinya lagi ke Balla Lompoa Galesong. tahapan-tahapan tersebut

yaitu sebagai berikut:

1) Pelepasan Rombongan Barisan Appalili

Segala urusan jika dimulai selalu diambil alih terlebih dahulu oleh

seseorang yang memiliki jabatan tertinggi dari lembaga tersebut. Pada prosesi

ritual appalili, pemangku adat Karaeng Galesong atau ketua adat bertugas

untuk melepaskan rombongan barisan appalili untuk memulai perjalanan dari

Balla Lompoa ke bungung barania. Rombongan appalili dapat melakukan

perjalanan apabila sudah mendapatkan izin dari pemangku adat. Hal ini

dilakukan sesuai dengan kedudukan yang dimiliki dalam jabatan itu.

“Yang melepaskan rombongan appalili itu pemangku adat

Karaeng Galesong dan didampingi oleh komandan kodim

Takalar, didampingi oleh kapolres, bupati Takalar dan

perangkat adat Karaeng Galesong. Dilepaskan di depan tangga

untuk naik keatas rumah (palangtuka) melepaskan pawai.

(wawancara, Karaeng Ngunjung, 26/6/2021, Galesong).”

Karaeng Galesong selaku pemangku adat melepaskan rombongan

appalili dengan didampingi oleh komandan kodim, bupati Takalar dan

perangkat adat Karaeng Galesong jika ikut hadir dalam acara tersebut.

Pelepasan rombongan barisan appalili yang dilakuakan didepan tangga setelah

77

pemangku adat turun dari atas Balla Lompoa (rumah adat) untuk memberikan

izin melakukan pawai. Dalam hal ini pemangku adat adalah orang yang

memiliki peran lebih besar dalam memulai prosesi ritual appalili. Sebelum

melepaskan rombongan yang akan melakukan ritual appalili, Pemangku adat

Karaeng Galesong melakukan seremonial terlebih dahulu sebagai pembuka

dari pelaksaan ritual ritual appalili. Hal ini menandakan bahwa kegiatan yang

dilakukan akan segera dimulai atas izin dari pemangku adat, (wawancara,

Dekal, 25 juni 2021, Pa‟lalakang).

Gambar 5.3 pelepasan rombonganoleh pemangku adat

Sumber. (Facebook Balla Lompoa Galesong)

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa peranan pemangku adat

dalam dimulainya kegiatan di Balla Lompoa sangat penting, hal ini sesuai

dengan jabatan dan kedudukan yang dimilikinya. Peranan pemangku adat

dalam kesuksesan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong/ haulnya

gaukang Karaeng Galesong sangatlah besar. Kesuksesan dari acara tersebut,

tergantung dari izin pemangku adat.

78

“Pada hari H itu (hari dilakukannya applili) semua masyarakat

dari 3 Kecamatan itu berkumpul atau sekurang-kurangnya 22

kampung (karena Galesong dulu hanya 22 kampung) mulai dari

aeng toa sampai mengindara di depan Balla Lompoa, kemudian

dilepaskan oleh ketua lembaga adat. Nah, appalili mi tawwa

(dimulailah appalili). Appalili artinya mengelilingi kampung.

(wawancara, Karaeng Madjdja, 19/6/2021, Galesong)”

Ritual appalili tidak hanya dilakukan oleh masyarakat di Kecatan

Galesong, akan tetapi sebelum dimulainya appalili semua masyarakat

Galesong dari 22 kampung atau 3 Kecamatan saat ini yang ikut dalam prosesi

appalili berkumpul didepan rumah adat Balla Lompoa dan dengan bersama-

sama memulai prosesi appalili setelah pemangku adat melepaskan rombongan

appalili, maka dimulailah appalili dari rumah adat Balla Lompoa Galesong

berjalan kaki bersama menuju bungung barania.

Dalam perjalanan menuju bungung barania, terdapat Barisan-barisan

appalili terdiri dari:

a) Kerbau

Dalam barisan appalili, terdapat seekor hewan yang menjadi simbol

dari kegiatan tersebut. Hewan yang dipilih adalah seekor kerbau dan berada

pada barisan terdepan. Pemilihan kerbau menjadi hewan yang dipakai dalam

acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong pada prosesi ritual appalili

adalah sebagai penanda dari kegiatan ini. Ketika melakukan wawancara untuk

mencari kebenaran dari hal tersebut, seorang tokoh masyarakat (plt kepala

Desa Galesong kota) dan termasuk dalam keluarga Karaeng Galesong serta

sebagai panitia pelaksana upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong,

Husain Kahar Daeng Romo, mengatakan bahwa:

79

“Hal pertama yang perlu dipersiapkan dalam gaukang itu

Kerbau. Kerbau ini diarak keliling kampung atau appalili.

(wawancara, 09 juni 2021, Galesong)”

Gambar 5.4 kerbau pada barisan terdepan.

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Pemilihan kerbau tersebut adalah hewan yang menjadi penanda

dilakukannya appalili. Karena kerbau inilah yang diarak dalam mengelilingi

kampung atau disebut sebagai appalili. appalili yang dilakukan dikecamatan

Galesong dalam lingkup keluarga kerajaan dilakukan dalam dua hal, yaitu

dalam tammu taunna gaukang Karaeng Galesong dan pada acara a‟gau-gau

(khitanan) yang terdapat kerbau dan selalu disimpan pada posisi terdepan

barisan (wawancara, Aminuddin Salle, 12 Juni 2021, Perumahan Dosen

Unhas). Hal ini menunjukkan bahwa kerbaulah yang menjadi hal utama dalam

dilakukannya ritual appalili.

Keterangan lain disampaikan oleh toko masyarakat terkait pemilihan

kerbau sebagai hewan yang perlu ada dan dipersiapkan dalam barisan appalili

yang diletakkan di barisan paling depan oleh Kasmajaya Daeng Nappa selaku

tokoh masyarakat di Galesong, mengatakan bahwa kerbau sebagai:

80

“Kerbau pada barisan paling depan dalam ritual appalili

sebagai penanda untuk memperlihatkan kepada masyarakat

bahwa tahun ini meriah karena ada kerbau. kerbau itu juga di

lihat apakah kecil atau besar. (wawancara, 09 juni 2021)”

Kerbau sebagai penanda dari acara tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong yang menandakan bahwa upacara tersebut akan berlangsung meriah

dan besar. Sebab dengan adanya kerbau inilah ritual applili dilakukan. Selain

itu kerbau digunakan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa ada

kerbau yang dipotong yang secara tidak langsung mengajak masyarakat

bersama-sama datang ke Balla Lompoa untuk makan bersama. (wawancara,

Dg. Nappa, 9 juni 2021)”

Ungkapan dari kasmaja Dg. Nappa sama halnya dengan yang

diungkapkan oleh Aminuddin Salle Karaeng Patoto (73 tahun), saat

melakukan wawancara dikediaman beliau di Perumahan Dosen Unhas. Saat

itu saya memanggilnya Prof. bukan gelar kebangsawanan beliau sebagai

Karaeng, Saat saya bertanya kenapa ada kerbau pada barisan ritual appalili

dan diletakkan pada posisi terdapat, maka dijawablah bahwa:

“Kerbau itu yang akan dipotong untuk menjamu tamu-tamu

yang banyak datang itu. Karena appalili itu diikuti oleh

barisan-barisan orang tua, barisan-barisan anak muda, tau

rungka, tau lolo, itu diarak diiringi gendang untuk menarik

perhatian. Kerbau itu untuk memperlihatkan bahwa ini kerbau

akan dipotong, jadi datang ramai-ramai kita makan sama-sama.

Kerbau Ini simbol persatuan. Bahwa mari kita makan bersama-

sama karena akan memotong kerbau, karena biasanya orang-

orang kampung ini berkata, hei kita akan potong kerbau yang

berarti itu pesta besar. (wawancara, Karaeng Patoto, 12 juni

2021, Makassar)”

Kerbau yang dibawa appalili dan akan dipotong setelah kembali ke

Balla Lompoa akan dipotong untuk dihidangkan kepada masyarakat yang

81

hadir dalam ritual appalili. masyarakat tersebut akan makan bersama-sama

dengan seluruh tamu undangan yang datang. Pemilihan kerbau sebagai hewan

yang ada dalam appalili dimaknai sebagai sebuah simbol persatuan dan

simbol akan diadakannya sebuah pesta besar. Selain itu, pendapat lain juga

diungkapkan oleh tokoh masyarakat bahwa kerbau juga disimbolkan sebagai

ciri dari orang Galesong yang mencirikan sebuah ketenangan dan kekuatan.

Kerbau ini sebagai simbol masyarakat Galesong yang memiliki arti

ketenangan. Kerbau yang dipilih harus kerbau yang memiliki badan yang

besar dan kekar. Kerbau itu simbol dari kekuatan karena bisa dipakai

membajak sawah. Kerbau juga pintar, apabila iya sudah jatuh di suatu lubang

maka tidak akan pernah jatuh dilubang yang sama untuk kedua kalinya.

Berbeda dengan manusia, walau pernah jatuh pada lubang tersebut tetap

kesana. Kerbau itu meskipun diam, tapi kalau sudah diganggu maka dia akan

menanduk. Sama dengan orang Galesong, meskipun tunduk tapi menanduk.

Jadi orang Galesong itu kalau ada persoalan kecil yang tidak terlalu penting

akan ditinggalkan, akan tetapi jika sudah menyangkut harga diri maka dia

tidak akan tinggal diam. (wawancara, Dg. Nappa, 09 juni 2021)”

Melihat pada bagian atas rumah adat Balla Lompoa (sambulayang)

terdapat kepala kerbau sebagai penanda. Kepala kerbau juga ada di dalam

rumah adat Balla Lompoa, ketika peneliti berkesempatan untuk naik dan

masuk ke Balla Lompoa Galesong, kepala kerbau itu ditutup kain putih.

Peneliti tidak berani memegangnya karena takut hal itu ada pantangannya

atau bagaimana, sehingga peneliti tidak mengetahui pasti apakah itu kepala

82

kerbau asli atau hanya ornamen. Jadi kerbau menjadi hewan yang sangat

penting dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, terlebih

pada ritual appalili.

b) Gendang/ Gandrang dan Pui-Pui (Musik Tradisional)

Selain kerbau pada barisan depan, dibelakangnya terdapat pemain

gendang dan pui-pui. Dalam setiap diadakannya upacara adat tammu taunna

gaukang Karaeng Galesong, gandrang menjadi sesuatu yang wajib daan

harus ada. Gendang/ gandrang sebagai musik tradisonal asli makkasar

menjadi hal yang melengkapi setiap ritual dan tradisi yang dilakukan

masyarakat. Sebab tanpa adanya gendang dan iringi pui-pui seakan kegiatan

tersebut tidak meriah dan terasa sepi.

“Paganrang/ganrang (pemain gendang) harus ada, pa pui-pui

juga. Ini sebagai penghibur dalam memeriahkan acara.

(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”

Gendang dan pui-pui harus ada dalam upacara tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong. Gendang dan pui-pui juga ikut dalam prosesi appalili

dalam memeriahkan acara pawai adat serta tidak lengkap rasanya suatu

kegiatan ritual appalili tanpa adanya gendang dan pui-pui yang mengiringi.

Dalam setiap upacara adat maupun acara pernikahan, keberadaan gendang

makassar selalu ada dan menjadi media penghibur bagi orang-orang yang ada

dalam upacara dan yang menyaksikan acara tersebut. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Karaeng Patoto bahwa Iringan gendang dan pui-pui dalam

ritual itu untuk menarik perhatian orang-orang, sehingga orang-orang banyak

yang menyaksikan. (wawancara, 12 juni 2021)”

83

Gambar 5.5 Pemain Gendang dan Pui-pui

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Dalam menarik perhatian masyarakat banyak, Gendang dan pui-pui

dalam prosesi ritual appalili merupakan iringan musik yang dijadikan untuk

menarik perhatian banyak orang, karena dari kejauhan sudah terdengar oleh

masyarakat sehingga banyak masyarakat yang datang untuk menyaksikannya.

Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh daeng pole tentang bagaimana

cara untuk menarik perhatian masyarakat saat melakukan appalili

(wawancara, 26 Juni 2021)

Eksistensi dari kebaradaan musik tradisonal khas makassar gendang

dan pui-pui adalah suatu hal ini menunjukkan bahwa ini mesti ada, karena hal

ini sebagai media hiburan tersendiri bagi masyarakat dan pelengkap dari

prosesi ritual appalili. Sama halnya yang diungkapkan oleh orang-orang yang

pernah terlibat dalam prosesi appalili maupun upacara tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong, mereka mengatakan bahwa gendang selalu ada dan mesti

84

ada dalam setiap acara yang dilakukan dalam upacara. Karena tidak lengkap

suatu acara tanpa adanya iringan musik gendang dan pui-pui. Gendang dan

pui-pui juga sebagai media komunikasi dalam pelaksanaan ritual appalili pada

upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong.

“Pemain gendang dan pui-pui itu tidak boleh sembarang

orang, akan tetapi orang-orang yang menjadi bagian dari

simpatisan Karaeng Galesong. (wawancara, Karaeng Tompo,

26 juni 2021, Galesong)”

Dari penjelasan diatas dapat di simpulka bahwa gendang sebagai

media hiburan dan pelengkap dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong dan prosesi ritual appalili yang menjadi pemikat atau daya tarik dari

masyarakat sekitar untuk turut menyaksikan prosesi diadakannya ritual

appalili, serta pemain gendang dan pui-pui tidak boleh sembarang orang, akan

tetapi orang-orang yang memang menjadi bagian dari Karaeng Galesong.

Menjadi tugas besar dari penerus pemain gendang dan pui-pui untuk tetap

melestarikan musik tradisional asli khas makassar karena melihat pemain dari

alat musik ini sudah memasuki lanjut usia. Dan bagi generasi muda saat ini

untuk dapat belajar memainkan alat musik gendang dan pui-pui agar tepap

lestari. Sebagaimana pentingnya iringan musik ini dalam kegiatan upacara-

upacara adat dan kebudayaan.

c) Pasukan Tubarani (Pemberani)

Selaian itu, di barisan selanjutnya ada pasukan tubarani, barisan ini di

isi oleh kaum lekaki muda dengan memakai pakaian adat warna merah tanpa

alas kaki lengkap dengan ikat kepala yaitu patonro/ passapu dan membawa

poke (tombak).

85

“Barisan tubarani itu yang membawa tombak. Dulu tidak

sembarang orang yang bawa, tapi sekarang sudah tidak asli lagi

tubaraninya. Biasanya yang bawa sekarang cucu dari Karaeng

Galesong atau orang-orang yang sudah dibentuk atau

dipersiapkan. Tombak/poke nia‟ ruangpulo pappana irate

riBalla Lompoa niboli‟ (tombak sekitar 20 buah tersimpan di

Balla Lompoa Galesong). Iami antu nierang punna appaliliki

tawwa (itulah yang dibawa saat appalili). (wawancara,

Karaeng Ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”

Barisan tubarani adalah barisan yang membawa tombak yang dulunya

tidak sembarang orang yang menjadi tubarani. Sekarang barisan tubarani

sudah tidak asli atau biasanya yang menjadi barisan tubarani sekarang ini

adalah cucu keturunan Karaeng Galesong atau orang-orang yang telah

dibentuk/dipersiapkan dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng

Galesong nantinya. DiBalla Lompoa Galesong, terdapat sekitar 20 buah

tombak yang tersimpan diatas rumah adat tersebut yang nantinya dibawa pada

saat appalili. Karaeng ngunjung menambahkan bahwa Tubarani itu

diibaratkan sama seperti polisi, dia yang menjaga. Itumi kenapa ada tombak

dibawa supaya kalau ada orang mau mengganggu dijalan pada saat appalili

dia yang mengjaganya. (wawancara 26 juni 2021)”

Pasukan tubarani yang diibaratkan sebagai polisi untuk menjaga

rombongan barisan yang melakukan appalili. Itulah mengapa mereka

membawa tombak untuk menjaga orang-orang diperjalanan saat melakukan

appalili. Sama halnya seperti yang disampaikan oleh Karaeng Tompo yang

terlibat dalam appalili, mengatakan bahwa barisan tubarani berdiri dibelakang

pemain gendang dengan memakai pakaian adat berwarna merah lengkap

86

dengan patonro/passapu yang menjadi ikat kepala ciri khas makassar dengan

membawa tombak/poke.

Gambar 5.6 Pasukan tubarani

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Berdasarkan pendapat dari orang-orang yang terlibat dalam ritual

appalili, dapat disimpulkan bahwa barisan tubarani yang disimbolkan sebagai

penjaga yang melindungi para rombongan saat melakukan ritual appalili

dengan membawa tombak hal ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada

masyarakat bahwa alat perang yang dulu digunakan untuk melawan penjajah

benar-benar ada dan sampai saat ini benda tersebut disimpan dengan rapi dan

baik di Balla Lompoa yang akan turungkan dari atas rumah adat jika

dibutuhkan pada saat ritual appalili dilakukan.

d) Bembengang

Setelah barisan tubarani, dibelakangnya terdapat seorang gadis kecil

atau mereka menyebutnya sebagai anak rara (putri raja) yang diusung dalam

bembengang yang terbuat dari kayu dengan tali yang diikatkan pada bambu

dan diangkat oleh empat orang dengan menggunakan bambu.

87

Gambar 5.7 bembengang dan cucu raja

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

“Bembengang itu simbol semua, simbol-simbol bahwa

sepertinya tidak lengkap itu ritual kalau tidak ada bembengang.

Jadi bembengan itu aksesoris seperti pelengkap dari acara itu.

Biasanya itu anak atau cucu dari Karaeng Galesong yang

dinaikkan diatas bembengang itu. Itu sebagai pertanda bahwa

rakyat itu masih taat pada pemerintahan Karaeng Galesong. Itu

simbol bahwa mereka masih mau mengangkat itu. Pesannya itu

sebagai ketaatan kepada rajanya. (wawancara, Karaeng Patoto,

12 juni 2021, Makassar)”

Bembengang yang disimbolkan sebagai bentuk ketaatan dari rakyat

kepada rajanya menandakan bahwa rakyat itu masih percaya terhadap

Karaeng Galesong. Bembengang yang berisikan anak kecil keturunan

raja/Karaeng (anak rara) dengan memakai pakaian pengantin (ammakeang

buntingi) yang diangkat oleh empat orang dalam barisan ritual appalili.

Bembengang juga menjadi salah satu hal yang menarik perhatian

masyarakat Galesong, sebab meraka penasaran dengan anak kecil yang ada

didalamnya. Hal lain juga diungkapkan oleh Karaeng ngunjung, bahwa

Diatas bembengang itu selain ada anak kecil yang diangkat, diatas

bembengan juga ada pisang, daun sirih (pa‟rappo), lilin dan telur. Itulah

88

kenapa ada bembengan karena itu yang dibawa kebungung barania dan

tidak boleh diangkat tangan secara langsung, sehingga disimpan keatas

bembengan, (wawancara, 26 juni 2021).

Selain itu, pendapat lain juga disampaikan oleh Muhammad Tasryk

yang akrab disapa Dekal (24 tahun), selaku tokoh pemuda di Kecamatan

Galesong dan mengetakan Kalau yang diangkat sekarang adalah anak-anak,

sedangkan yang diangkat kalau dulu itu seorang permaisuri kerajaan.

Simbolnya untuk menghargai permaisuri karena tidak dapat diangkat

menjadi raja pada saat itu, (wawancara, 25 juni 2021).

Dapat disimpulkan bahwa Bembengan adalah tempat yang berisikan

anak kecil beserta pisang, lilin, daun sirih (pa‟rappo) beserta telur didalamnya

yang diangkat oleh empat orang dalam pawai ritual appalili menuju bungung

barania sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan.

e) Barisan Baju Adat

Masyarakat yang ikut dalam ritual appalili menggunakan pakaian adat

berupa baju bodo untuk perempuan dan jas tutup untuk laki lengkap dengan

songkok guru/songkok recca, lipa sa‟be/ sarung tenun dan pakaian yang

digunakan dengan berbagai macam warna.

“Barisan appalili itu ada baju bodo merah, baju bodo hijau dan

warna baju bodo yang lainnya. Ada juga yang pakai warna

hitam, itu biasanya anrong guru, pinati dan orang-orang yang

berkompeten dalam acara gaukang. (wawancara, Karaeng

Madjdja, 4 juni 2021, Galesong)”

89

Gambar 5.8 Warna-warni pakaian

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Pakaian yang digunakan oleh orang orang-orang yang mengikuti ritual

appalili berbeda-beda. Jika dilihat dalam barisan appalili, warna pakaian yang

digunakan oleh masyarakat sangat beragam mulai dari warna merah, putih,

hitam, biru, hijau, kuning dan warna yang lainnya. Pakaian warna merah

biasanya dipakai oleh barisan tubarani, warna putih oleh kaum bangsawan

kerajaan, warna hitam digunakan oleh pemangku adat kerajaan beserta pinati

dan anrong guru dan lembaga adat Karaeng Galesong, serta warna lainnya

yang digunakan oleh keluarga kerajaan, tamu undangan dan masyrakat yang

terlibat dalam appalili.

Soekanto dalam Hariani (2010) mengatakan bahwa pemakain busana

tradisional hanya pada hari-hari tertentu atau saat ada upacara-upacara adat,

karena pada umumnya dianggap kurang praktis dan kurang pas jika untuk

pakaian sehari-hari. Busana tradisional atau pakaian adat dapat menunjukkan

tingkatan budaya masyarakat. Selain pakaian adat, masyarakat dan tamu

undangan yang ikut dalam ritual appalili juga ada yang menggunakan pakaian

nasional.

90

2) Perjalanan Menuju Bungung barania

Alunan musik gendang dan pui-pui selalu mengiringi prosesi

perjalanan masyrakat dalam pelaksanaan ritual appalili. Gendang dan pui-pui

tidak hanya untuk menarik perhatian banyak orang, akan tetapi juga sebagai

bentuk media komunikasi dalam upacara adat. Selain aluanan musik

tradisional gendang dan pui-pui yang pertama kali didengar oleh masyarakat

dari kejauhan, terdapat seekor hewan berupa kerbau yang berada di barisan

pertama yang juga menarik perhatian masyarakat. Dalam barisan ini, antara

kerbau dan pemain gendang dan pui-pui, terdapat anrong guru dan pinati.

“Dalam perjalanan pinati (panitia), anrong guru dan tokoh

agamanya itu selalu berdoa dan berzikir. Dalam wiridnya

mereka tidak pernah berhenti memanjatkan doa-doanya kepada

yang maha kuasa Allah SWT meminta bantuan dan

pertolongan. (wawancara, DG. Romo, 9 juni 2021, Galesong)”

Rombongan appalili tidak hanya jalan serta merta mengelilingi

kampung, akan tetapi mereka memanjatkan doa dan berzikir kepada allah swt

meminta bantuan dan pertolongan agar terhindar dari bala bencana dan bahaya

yang dapat menggagu dan masuk ke Galesong. Pemanjatan doa disepanjang

perjalanan dilakukan oleh tokoh agama dan tetuah-tetuah adat demi

keselamatan bersama warga kampung yang ada di Galesong.

Karaeng Patoto menambahkan bahwa Selama jalan itu ada doa yang

dibaca, surah ayat kursi. Jadi semestinya semua orang yang ikut appalili

berdoa kepada Allah swt dengan membaca ayat kursi itu untuk menghindari

bahaya (bala) yang ingin masuk ke Galesong. Sebagaiman kisah sahabat pada

masa rasulullah dahulu yang diceritakan bahwa Pada zaman dahulu itu,

91

sahabat mengelilingi rumahnya dengan membaca ayat kursi sebelum tidur.

Ada pencuri yang ingin mendekati rumahnya tidak bisa masuk. Besoknya dia

ditanya, kenapa rumahmu tidak bisa didekati, kemudian dijelaskanlah bahwa

sebelum tidur sahabat ini mengelilingi rumahnya sambil membaca ayat kursi.

(wawancara, 12 juni 2021)”. Selain berdoa untuk keselamatan kampung,

diperjalanan juga dipanjatkan doa-doa untuk mengingat perjuangan pahlawan

dulu saat berjuang melawan penjajah, jadi kita mendoakan mereka selama

perjalanan mengelilingi kampung yang oleh orang makassar disebut

appidalleki (berdoa), (wawancara, Karaeng madjdja, 4 juni 2021) “

Gambar 5.9 pinati dan anrong guru

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Dalam perjalanan menuju bungung barania tokoh agama, anrong guru,

pinati dan keturunan Karaeng Galesong beserta masyarakat yang ikut dalam

prosesi appalili memanjatkan doa agar terhindar dari bala bencana yang ingin

masuk ke Galesong. Pemanjatan doa juga dilakukan untuk mendoakan para

pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan melawan penjajah dimasa lalu.

Mendoakan mereka agaar selamat dunia dan akhirat. Akan tetapi yang

92

menjadi pertanyaannya adalah apakah semua orang yang ikut appalili

memanjatkan doa? Hal ini menjadi rahasia dari masing-masing individu.

3) Prosesi di Bungung barania

Ketika sampai di bungung barania, ada tahapan kegiatan yang

dilakukan masyarakat yang ikut dalam rombongan ritual appalili. Tahapan ini

di mulai dari mengelilingi bungung barania terlebih dahulu sebelum masuk

kedalam. Karaeng Ngunjung mengatakan bahwa:

“Sampai di bungung barania, dikelilingi dulu bungung barania

sebanyak tiga kali sebelum masuk. Ini bertujuan sebagai

bentuk penghormatan dan agar terhindar dari bala bencana dan

bahaya yang ingin masuk ketempat tersebut. (wawancara, 26

juni 2021)”

Saat sampai di bungung barania, rombongan barisan appalili tidak

langsung masuk kedalam bungung barania, akan tetapi mengelilingi bungung

barania sebanyak tiga kali terlebih dahulu. Mengelilingi bungung barania

sebanyak tiga kali sebagai bentuk penghormatan dan untuk menghindari

datangnya bala bencana dan bahaya ketempat tersebut. Setelah itu, dilakukan

pembacaan doa oleh pinati (panitia) dan paroyong yang terdiri dari dua orang

perempuan dengan membaca doa-doa khusus disetiap kata dan ucapannya.

Pinati dan paroyong berdoa diatas balla-balla saukang. Dan

prosesi pengambilan air dilakukan setelah tokoh adat/pinati

selesai memanjatkan doa diatas rumah saukang Karaeng

bayowa. Balla saukang merupakan tapak tilas tetuah kampung

yang bergelar Karaeng Bayowa yang di sakralkan oleh

penduduk sekitar sebagai lokasi pembaretan para prajurit

Karaeng Galesong dulu ketika hendak menuju medan perang,

(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021, Galesong)

93

Gambar 5.10 balla saukang dan peserta appalili

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Barang-barang yang dibawa dari Balla Lompoa yang disimpan di atas

bembengan inilah yang ada diatas balla saukang Karaeng bayowa. Isinya itu

terdiri dari pisang tiga sisir, bente, kemenyan, lilin, uang sedekah, pa‟rappo

(daun sirih utuh dan daun sirih yang telah dibentuk kalomping yang dibungkus

menggunakan daun pisang), sebagai bentuk persembahan. Pa‟rappo inilah

yang bibawa kelaut oleh anrong guru/ pinati kelaut.

Setelah pemanjatan doa diatas balla saukang, maka barulah peserta

ritual appalili untuk masuk ke bungung barania. Yang diambil di bungung

barania itu airnya. Airnya ini dibawa ke Balla Lompoa digunakan untuk

mencuci benda pusaka ada di istana Balla Lompoa Galesong. Pengambilan air

dari bungung barania diawali oleh pemangku adat dan air yang diambil inilah

yang dibawa pulang ke Balla Lompoa untuk dipergunakan pada malam

harinya di acara inti dari tammu taunna gaukang Karaeng Galesong

(wawancara, Dg. Romo, 9 juni 2021)”

94

Gambar 5.11 Pengambilan air oleh pemangku adat

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Selain di bawa ke Balla Lompoa, air dari bungung barania juga

dimanfaatkan oleh rombongan appalili untuk meminumnya dan ada juga yang

membawanya pulang. Selain itu, ada juga yang mencuci tombak yang dibawa

serta membasuh muka mereka sebanyak tiga kali. Sebagaimana kepercayaan

masyarakat dan cerita yang beredar, bahwa air dari bungung barania ini dapat

membawa keberanian bagi orang-orang yang telah dimandikan maupun yang

meminum airnya dan membasuh muka dengan air dari sumur keramat/bertuah

tersebut.

Adapun tujuan dari mengapa bungung barania menjadi tempat yang

dituju saat prosesi ritual appalili yaitu karena tempat ini merupakan tempat

yang bersejarah dan saksi perjalanan Karaeng Galesong Imanindori Kare

Tojeng Karaeng Galesong pada saat akan pergi berperang melawan penjajah

menuju pulau jawa.

“Sebelum berangkat berperang, pasukan Imanindori Kare

Tojeng Karaeng Galesong dimandikan dibungung barania

beserta senjata dan semua barang bawaanya. Disanami itu di

95

bungung barania di upacarakan sebelum berangkat ke jawa.

(wawancara, Karaeng Ngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”

Jadi pada jaman dulu ketika perjanjian bongaya di tanda tangani,

Karaeng Galesong adalah salah satu orang yang tidak terima dan tidak ingin

tunduk kepada Belanda, sehingga Karaeng Galesong memilih hijrah dari tanah

Galesong untuk berjuang dalam melawan belanda menuju ke pulau jawa.

Sebelum berangkat ketanah jawa, Karaeng Galesong mandi di bungung

barania, serta semua senjata yang akan digunakan dicuci disana dan semua

laskar Karaeng Galesong juga dimandikan di bungung barania. Dibungung

barania inilah dilakukan upacara ikrar perjuangan pasukan pejuang dari tanah

Galesong untuk tetap maju melawan penjajahan dan kezalamin yang terjadi di

negeri ini. Balla saukang Kareng Bayowa menjadi tapak tilas pembaretan

prajurit Karaeng Galesong saat akan berangkat berperang dulu.

Tidak lengkap rasanya tammu taunna atau haulnya gaukang Karaeng

Galesong kalau tidak kebungung barania. Karena bungung barania dan

Karaeng Galesong memiliki kemistri atau ada benang merah diantaraa

keduanya. Ada yang kurang bagi masyarakat Galesong apabila dalam

merayakan haulnya gaukang Karaeng Galesong tapi tidak mendatangi

bungung barania. (wawancara, Dg. Nappa, 9 juni 2021)”

Ketika saya bertanya kepada semua orang yang pernah ikut dalam

ritual appalili mengapa bungung barania menjadi tempat yang dituju saat

ritual appalili, mereka mengatakan bahwa bungung barania menjadi saksi

hijrahnya Karaeng Galesong ketanah jawa untuk melawan penjajah saat

terjadinya perjajian bongaya. Di bungung barania inilah Karaeng Galesong

96

beserta para laskar dan senjata yang akan digunakan dalam berperang

dimandikan dan dicuci. Itulah sebabnya kenapa setiap dilakukan ritual appalili

masyarakat menuju bungung barania, sebab ada benang merah antara

keduanya, serta tidak lengkap rasanya haulnya atau tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong jika tidak ketempat tersebut.

Kamaruddin sebagai masyarakat biasa yang pernah ikut dalam ritual

appalili mangatakan:

“Pada saat itu saya berkesempatan menimbah air dari bungung

barania secara langsung. Saya cicipi airnya rasanya itu tawar,

tidak payau. Padahal sumur ini sangat dekat dekat laut.

(wawancara, Kamaruddin, 16 juni 2021, Bontorita)”

Dari penjelasan yang dikemukakan oleh Kamaruddin, ini

membuktikan bahwa air dari bungung barania benar-benar tawar walau sangat

dekat dengan laut. Orang-orang yang ikut dalam appalili juga dapat

mengambil dan meminum air dari sumur tersebut. Selain itu, presiden RI

kedua bapak soeharto juga pernah datang langsung ke bungung barania untuk

melihat lokasi dari tempat bersejarah lahirnya pejuang pantang menyerah

melawan penjajah bernama I Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong,

Karaeng Galesong yang ke empat dan merupakan putra dari Somba Gowa

pahlawan Nasional I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape

Sultan Hasanuddin.

Saat peneliti menunjungi lokasi dari bungung barania tersebut, peneliti

melihat letak dari sumur tersebut benar-benar dekat dengan lautan dan

berjarak kurang lebih 10 m. dan air dari sumur tersebut benar-benar tawar,

jernih dan segar. Ini memang menjadi suatu berkah yang allah turunkan di

97

tanah Galesong, suatu sumur yang diberkahi dengan rasa air yang segar, bersih

dan jernih walau tepat berada di bibir pantai.

4) Kembali Ke Balla Lompoa

Setelah dari bungung barania, rombongan appalili kembali ke Balla

Lompoa melalui jalan yang berbeda. Setelah sampai di Balla Lompoa mereka

tidak langsung naik kerumah, akan tetapi melakukan ritual appalili terlebih

dahulu.

“Ketika kembali dari bungung barania, rombongan itu appalili

mengelili Balla Lompoa sebanyak tiga kali. Tujuannya sama

sebagai bentuk penghormatan dan menghindari datangnya bala

bencana atau bahaya yang ini medekati tempat ini. Kalau

dibungung barania applili ki tawwa battuna mange ammpa

antamaki, ri Balla Lompoa battu paki appalili nampa ni

kalilingi tongi Balla Lompoa. (wawancara, Karaeng

Nngunjung, 26 juni 2021, Galesong)”

Rombongan appalili yang kembali dari bungung barania, ketika

sampai di Balla Lompoa, mereka mengelilingi terlebih dahulu Balla Lompoa

sebelum naik ke rumah. Mengelilingi Balla Lompoa merupakan bentuk

penghormatan dan menghindari bahaya yang ingin memasuki tempat tersebut.

Berbeda dengan di bungung barania, ketika rombongan sampai disana maka

terlebih dahulu mereka mengelilinginya sebelum masuk dan di Balla Lompoa,

rombongan menegelilinginya ketika telah sampai dari bungung barania.

Mereka tidak appalili terlebih dahulu sebelum berangkat, akan tetapi ketika

sampai dan pulang dari berkeliling kampung.

Setalah itu, dilanjutkan dengan pemotongan hewan yaitu kerbau yang

diarak dalam ritual appalili. Kerbau ini dipotong oleh pinati (panitia) setelah

mendapat izin dari pemangku adat Karaeng Galesong.

98

“Kerbau itu dipotong setelah pinati (panitia) mendapatkan izin

dari pemangku adat untuk memotongnya. (Wawancara, Dg.

Romo, 9 juni 2021, Galesong)”

Gambar 5.12 kerbau yang dipotong

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Pinati (panitia) bertugas untuk memotong kerbau atas izin dari

pemangku adat. Kerbau yang dipotong ini yang akan dimakan oleh oleh tamu

undangan dan seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara tammu taunna

gaukang Karaeng Galesong.

Selanjutnya acara dilanjutkan dengan hiburan seperti penampilan tari-

tarian, seni bela diri, aru serta pembacaan sejarah gaukang Karaeng Galesong.

Pada malam harinya merupakan acara inti dari tammu taunna gaukang

karraeng Galesong. Pada malam hari dilakukan kegiatan appanaung raki-raki

(menghayutkan kelaut) dan a‟rate juma‟ (zikir malam).

2. Makna Sosial Ritual Appalili

Masyarakat melakukan suatu tindakan didasri karena adanya sebuah

makna atau pesan yang terkandung dari tindakannya tersebut. Oleh sebab

itulah masyarakat bertindak dan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

99

dipahaminya. Sama halnya dengan ritual appalili, masyarakat Galesong

melakukan kegiatan tersebut setiap tahunnya karena mereka percaya bahwa

apa yang mereka lakukan bermakna bagi kehidupan mereka kedepannya.

Pelaksanaan ritual appalili pasti memili makna dan tujuan yang ingin

dicapai. Sebagaimana prosesi dilakukannya appalili, dan arti dari appalili itu

sendiri. Appalili adalah ritual adat yang dilakukan dengan mengelilingi

kampung yang dapat disebut sebagai pawai adat. Dalam pelaksanaan ritual

appalili, terdapat makna yang terkandung didalamnya yang perlu masyarakat

ketahui. Pelaksanaan ritual appalili tidak serta merta dilakukan begitu saja,

tetapi dilaksanaan dengan tujuan yang baik bagi masyarakat, khusunya

masyarakat Galesong. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

informan dilapangan, mereka mengungkapkan makna dan tujuan dari

pelaksanaan ritual appalili.

a. Menghindari Bala Bencana/ Appalili Bala

Ritual appalili yang dilakukan masyarakat Galesong memiliki

maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan inilah yang perlu diketahui oleh

masyarakat bahwa ritual tersebut tidak serta merta dilakukan begitu saja, akan

tetapi dilakukan untuk tujuan yang baik. Sebab terkadang banyak masyarakat

yang salah mengartikan ritual-ritual yang dilakukan saat ini. Sama halnya

dengan ritual appalili, ini dilakukan untuk maksud dan tujuan yang baik.

“Appalili itu maknanya appalili bala. Karena para tokoh adat

itu pada saat dia jalan ada yang dia baca. Jadi dia baca ayat

kursi saat mengelilingi kampung, dan juga dalam wiridnya dia

juga berdoa kepada allah swt. Agar bala bencana tidak masuk

ke Galesong. Sepanjang jalan dia terus berzikir, tokoh

100

agamanya berzikir sambil membaca ayat kursi. (wawancara,

Dg. Romo, 9 juni 2021)‟

Appalili ini bermakna untuk menghindari bala/ tolak bala (bahaya dan

bencana). Dengan membaca ayat suci Al-Quran (ayat kursi), agar bala

bencana tidak masuk ke Galesong dan masyarakat Galesong dapat terhindar

dari bahaya. Sebab toko adat dan tokoh agama selalau berdoa selama

perjalanan mengelilingi kampung dan ketika sampai kebungung barania

mereka juga dengan senantiasa selalu berdoa dan bermunajat kepada allah

untuk diberikan keselematan dan keberkahan, terhindar dari segala

marabahaya yang ingin memasuki kampung kita diGalesong ini. Terhindar

dari bala bukan hanya keluarga kerajaan atau orang-orang tertentu yang

merasakan dampak atau akibat dari kegiatan ini, tapi dimaksudkan untuk

seluruh rakyat Galesong dan wilayah Galesong. Galesong tidak sebatas

diwilayah Kecamatan Galesong saja atau di Desa Galesong kota serta

Galesong baru saja, akan tetapi seluruh masyarakat Galesong dari utara

sampai selatan. Sama halnya yang diungkapkan oleh informan lain yang

mengatakan bahwa kegiatan ini dilakukan agar kita terhindar dari bala

bencana, bahaya dan virus serta penyakit berbahaya lainnya.

Pinati dan paroyong berada diatas balla saukang yang menjadi tapak

tilas pembaretan prajurit Karaeng Galesong saat akan berjuang melawan

penjajah. Di balla saukang inilah pinati kembali memanjatkan doa-doa

bersama paroyong meminta harapan kepada allah untuk keselamatan bersama

di Galesong.

101

Gambar 5.13 Berdoa di Rumah Saukang

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Jadi bagi masyarakat, mari bersama-sama ikut serta dalam pelaksanaan

ritual appalili, sebab kegiatan ini dilakukan untuk tujuan yang baik demi

keselamatan bersama. Mari senantiasa berdoa, meminta pertolongan kepada

Allah swt agar kampung kita selalu dalam keadaan yang baik, terhindar dari

bala bencana dan segala marabahaya.

b. Bentuk Rasa Syukur (Berkah)/barakka

Diadakannya ritual appaili sebagai bentuk rasa syukur orang-orang

Galesong berkat adanya gaukang yang diturunkan oleh allah swt.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Daeng. Romo bahwa:

“Masyarakat Galesong pada hari itu dia gembira, berbahagia berkat

adanya rahmat Allah Swt. yang turun di Galesong berupa gaukang.

Kenapa disebut rahmat Allah, karena setelah gaukang itu ada di

Galesong beberapa bulan kedepan juga orang-orang Galesong

dianugerahi dengan ikan torani yang menghasilkan telur ikan terbang.

Telur ikan terbang ini sekarang menjadi komoditi ekspor yang bisa

meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. (wawancara, 9 juni

2021)”

102

Masyarakat Galesong bergembira berkat adanya gaukang (benda gaib)

yang diturunkan oleh Allah swt di tanah Galesong sebagai rahmat bagi

masyarkat. Sebab setelah adanya gaukang ini orang-orang Galesong

dianugerahi ikan torani yang menghasilkan telur ikan terbang. Telur ikan

terbang ini bagaikan emas bagi orang Galesong, karena telur ikan terbang

yang mahal dan menjadi komoditi ekspor yang meningkatkan pendapat

masyrakat. Sehingga masyarakat bersyukur akan rahmat tersebut dan setiap

tahunnya memperingati haulnya/ tammu taunna gaukang Karaeng Galesong

ini dengan melakukan appalili.

Gambar 5.14 Appanaung Pa‟rappo

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Dalam ritual appalili ini, seorang pinati/ anrong guru meletakkan

pa‟rappo kelautan dengan tujuan agar nelayan yang pergi melaut mencari ikan

dan telur ikan torani (patorani) diberikan rahmat dan berkah dari Allah SWT.

Agar diberikan rezki sesuai pekerjaan yang mereka geluti dilaut. Appanaung

103

pa‟rappo ini juga dilakukan sebagai simbol yang dipergunakan untuk

berkomunikasi dengan alam gaib demi keselamatan nelayan yang mencari

ikan dilautan, yang bertujuan agar nelayan tidak diganggu oleh buaya itulah

sebabnya ada telur yang diberikan atau apapun itu yang mengancam

keselamatan para pelaut.

Dalam hal ini masyarakat berharap agar kegiatan yang mereka lakukan

dilautan selalu dilindungi oleh allah agar mereka dapat memperoleh

keberkahan dari laut baik berupa ikan segar maupun telur ikan torani. Agar

mampu menunjang kehidupan mereka dan memenuhi kebutuhan dalam

keluarga mereka. Dan jika dilihat-lihat, masyarakat yang memiliki kapal

pencari ikan torani memiliki kehidupan sosial menengah keatas, atau dalam

stratifikasi sosial dimasyarakat tersebut dalam kelas menengah atas.

c. Kebersamaan/ Persatuan

Terjalinnya sebuah kerbersamaan dan silaturahmi antara keluarga dan

warga masyarakat dapat dilakukan melalui banyak hal, salah satunya dengan

adanya sebuah kegiatan atau acara. Seperti halnya ritual appalili yang

dilakukan dalam acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, acara ini

dihadiri oleh banyak orang dan dari berbagai kalangan. Ritual applili

dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat di Galesong, mulai dari

utaraGalesong sampai keselatan. Hal inilah yang menjadikan masyarakat

dapat berkumpul dan saling bersilaturahmi dengan sesama, menjalin kembali

tali persaudaraan yang telah jauh karena kesibukan dan jarak yang berbeda.

“Ritual untuk mempermaklumkan kepada khalayak ramai bahwa akan

ada pesta. Untuk mengajak masyarakat bahwa ayo datang karena ada

104

pesta besar. Makanya kerbau itu di arak” (wawancara, Karaeng Patoto,

12 juni 2021, Makassar)

Diadakannya ritual appalili untuk memperlihatkan kepada masyarakat

bahwa akan dilakukan sebuah pesta besar. Itulah sebabnya ada kerbau yang

ikut diarak dalam pelaksanaan ritual appalili dan diletakkan pada barisan

paling depan. Kerbau yang disimbolkan sebagai persatuan, sebab kerbau inilah

yang nantinya akan dipotong setalah kembali dari berkeliling kampung dan

nantinya akan dimakan bersama-sama oleh masyarakat yang hadir pada acara

tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan lainnya, bahwa

kerbau inilah yang akan dipotong kita kita makan bersama. Sebagaimana yang

dilihat bahwa badan kerbau ini besar dan memiliki daging yang banyak.

Gambar 5.15 interaksi masyarakat

Sumber. (Dokumen pribadi Kamaruddin)

Kerbau diperoleh dari orang-orang yang menebus hajat. Sebagai

ungkapan rasa syukur sehingga membawa kerbau untuk dimakan bersama-

sama dengan masyarakat Galesong lainnya. Menjalin kembali rasa

persaudaraan melalui silaturahmi yang terjalin dari pertemuan mereka di

rumah adat Balla Lompoa dan dengan bersama-sama melakukan ritual

105

appalili. Kebersamaan yang kembali terjalin karena kesibukan selama ini

dalam pekerjaan masing-masing.

Dengan dilaksanakannya gaukang Karaeng Galesong, ritual appalili

dapat menumbuhkan solidaritas masyarakat, karena kebersamaan dan interaksi

sosial antara masyarakat yang terjalin di ritual appalili dan menumbuhkan rasa

gotong royong yang mulai terlupakan.

d. Melestarikan Budaya Lokal

Mulainya terlupakan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat saat

ini menjadi hal yang memprihatinkan. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya

pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat saat ini dan generasi muda untuk

mempelajari tradisi dan budaya yang ada. Pelestarian budaya lokal dilakukan

sebagai bentuk penguatan budaya yang ada untuk tetap dapat di kenal

masyarakat luas yang menjadi ciri dari daerah tersebut. Kearifan lokal yang

ada dimasyarakat menjadi pengerat dan penguat suatu bangsa.

Pemakaian baju adat berupa jas tutup lengkap dengan songkok guru

dan lipa sa‟be serta baju bodo dan sarung tenun serta ikat kepala khas

makassar yaitu passapu/ patonro adalah bentuk pelestarian dari budaya lokal.

Selain itu, iringin musik gendang dan pui-pui juga menjadi kearifan lokal dari

masyarakat makassar. Hal ini semua diperlihatkan kepada masyarakat sekitar

bahwa inilah warisan budaya kita dan perlu tetap lestari sampai anak cucu kita

kelak.

106

Gambar 5.16 peserta ritual appalili dan masyarakat sekitar bungung

barania. (Sumber. Dokumen pribadi Kamaruddin)

Antusiasme dari anak-anak adalah hal yang patut disyukuri, sebab

generasi muda saat ini sebagai penerus dari budaya dan tradisi yang ada

dimasyarakat. Dengan anak-anak melihat tahapan-tahapan kegiatan, ini sudah

menjadi pelajaran tersendiri baginya dalam mengenali budayanya. Hal yang

perlu dilakukan selanjutnya oleh orang-orang tua adalah mengajak anak-anak

tersebut dan memperkenalkan kepada mereka akan hal-hal yang dilakukan.

Dilaksanakannya ritual appalili sebagai bentuk dari melestarikan

budaya yang telah ada. Suatu kebiasaan dari orang-orang terdahulu yang

hingga saat ini masih tetap lestari dan dilakukan oleh masyarakat Galesong.

Pelaksanaan appalili dengan mengelilingi kampung sebagai salah satu bentuk

untuk memperlihatkan dan mengenalkan kepada masyarakat bahwa adat

budaya di Galesong masih ada. Dari sinilah kita melihat bagaimana antusias

masyarakat untuk melihat dan menyaksikan budaya yang ada dan kita miliki

di Galesong. Kuatnya suatu wilayah karena ada tradisi dan budaya yang

107

mempersatukan mereka. Oleh sebab itu perlu adanya generasi-generasi

penerus untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Saksi dari

bertahannya budaya dan adat di Galesong yaitu rumah adat balla lompo

dengan segala kegiatan yang berlangsung didalamnya serta bungung barania

sumur tua yang hingga saat ini masih ada dan menjadi saksi perjuangan dan

perjalanan Karaeng Galesong. sumur tua yang dikeramatkan karena lokasinya

yang berdekatan dengan laut serta memiliki air yang tawar, jernih dan segar.

B. PEMBAHASAN

1. Prosesi Ritual Appalili Di Bungung barania

Setiap ritual pasti memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaanya,

seperti halnya dengan pelaksanaan ritual appalili. Dalam pelaksanaan ritual

appalili ada tahapan prosesi yang dilakukan oleh masyarakat Galesong, dan

hanya sebagian masyarakat yang pernah terlibat yang mengetahui tahapan-

tahapan dari ritual appalili. Hal ini dapat dimengerti karena tidak semua

masyarakat ikut dalam ritual appalili dan orang-orang yang terlibat juga

banyak tamu undangan yang tidak mengetahui tahapan-tahapan dan persiapan

dari ritual appalili.

Oleh sebab itu, sebelum masuk pada tahapan prosesi ritual appalili hal

pertama yang menjadi perhatian adalah siapa saja orang-orang yang terlibat

didalanya dan orang-orang yang terlibat ini mulai dari pemangku ada, tetuah-

tetuah adat, anrong guru, pinati, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan seluruh

masyarakat Galesong raya serta pemerintahan yang ada di Kecamatan

Galesong khususnya dan pemerintahan di Kabupaten Takalar umunya.

108

Pelaksanaan ritual appalili dilakukan pada bulan rajab, hari kamis di minggu

terakhir. Adapun tahapan ini dimulainya appalili yaitu pelempesan

rombongan yang teridiri dari kerbau di posisi terdepan, pemain gendang,

pinati dan anrong guru, barisan tubarani, bembengang dan dibelakangnya

terdapat semua peserta baik yang berpakaian adat maupun pakaian nasional.

Ritual ini dimulai dari Balla Lompoa Galesong menuju bungung barania yang

terletak dipesisir pantai Galesong.

Penelitian yang membahas kegiatan mengenai gaukang yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, DKK (2018) yang berjudul upacara

gaukang tu bajeng, dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara terperinci

tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan dalam gaukang tu bajeng. Penelitian

ini hanya membahas awal mula dilakukannya gaukang dan tujuan dari

dilakukannya gaukang tu bajeng. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dalam upacara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, membahas

secara umum mengenai sejarah dari ditemukannya gaukang, waktu

pelaksanaan ritual appalili, orang-orang yang terlibat, tahapan-tahapan dalam

ritual sampai pada pakaian yang digunakan dalam ritual appalili. Persamaan

diantara penilitian ini adalah tujuan dari dilakukannya acara gaukang, yaitu

sebagai bentuk pelestarian budaya masa lalu yang telah ada sejak ratusan

tuhan. Adapun penelitian lain yang membahas terkait ritual appalili yaitu

penelitian yang dilakukan oleh nurhalimah (2018) tentang tradisi appalili di

kassikebo kecamatan maros baru kabupaten maros. Penelitian ini lebih

berfokus pada latar belakang terbentuknya appalili, sedangkan penelitian yang

109

dilakukan peneliti fokus pada prosesi ritual appalili dan tahapan-tahapan dari

ritual applili. Persamaan dari penelitian ini sama-sama membahas mengenai

appalili, yaitu kegiatan berkeliling kampung dengan berjalan kaki.

Sementara itu, sebagaimana teori weber tentang tindakan sosial yang

membahas mengenai perilaku manusia dalam bertindak tergantung pada

pemahamnya atau makna yang diberikan. Teori ini menganggap bahwa semua

tindakan manusia memiliki maksud dan tujuan. Dalam prosesi ritual appalili

tahapan-tahapan yang dilakukan oleh masyarakat Galesong berdasarkan

pemahaman dan pemaknaan yang mereka berikan kepada kegiatan tersebut.

Sebagaimana dilihat bahwa dalam ritual appalili, bukan hanya keturunan dari

kareng Galesong yang terlibat didalamnya. Akan tetapi seluruh lapisan

masyarakat ikut andil demi kesuksesan dari acara tersebut. Hal ini dilihat dari

tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang ikut appalili. pemangku adat

bertindak dalam memberikan izin untuk dimulainya acara, kesuksesan dari

acara tergantung dari perintah dan tindakan yang diambil oleh pemangku adat,

yang mana hal ini sesuai dengan jabatan yang dimilikinya dan tindakan yang

dilakukan dalam acara tersebut. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh peserta appalili juga memiliki tujuan tersendiri. Misalnya tindakan yang

dilakukan oleh pinati dan anrong guru selama prosesi ritual yang berdoa

kepada Allah disepanjang perjalanannya. Kemudian tindakan yang dilakukan

oleh pemain gendang dan pui-pui untuk menarik perhatian banyak orang.

Serta pasukan tubarani dan bembengang yang menjadi pelengkap dari ritual

appalili. dan pemakaian baju adat untuk memperlihatkan kepada masyarakat

110

bahwa inilah kearifan lokal daerah kita, pakaian adat ini simbol bahwa kita

adalah masyarakat yang berbudaya.

Sebagaimana pandangan Weber tentang tindakan sosial, yang

dikemukakan oleh kurniawan (2020:54-55) bahwa tindakan sosial individu

pada dasarnya digerakkan oleh makna sosial. Sehingga tindakan sosial ini

adalah tindakan yang didalamnya memuat makna sosial. Makna sosial

dianggap suatu aktivitas atau interkasi yang berarti. Sama halnya dengan

pelaksanaan ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat Galesong bahwa

apa yang dilakukannya adalah suatu aktivitas dan interksi sosial yang berarti

bagi masyarakat. Berkumpul bersama di rumah adat balla lompo untuk

melakukan ritual appalili mengelilingi kampung dan menjalin interaksi

dengan sesama peserta ritual/ pawai adat dengan masyarakat sekitar yang turut

hadir dalam menyaksikkan acara tersebut.

Hal menunjukkan bagaimana masyarakat bertindak demi kepentingan

bersama dalam mencapai suatu aktivitas yang bermakna terhadap masyarakat

luas. Tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat penuh warna,

sebagaimana tindakan ini dilakukan untuk mencapai suatu kebahagiaan.

Bertindak untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kegiatan ritual

appalili ini dilakukan untuk tujuan bersama. Melihat dari peran masing-

masing masyarakat yang terlibat sesuai makna dan pemahaman yang

dimilikinya.

Dilakukannya ritual appalili menjadi pro-kontra dimasyarakat. Hal ini

karena masyarakat yang tidak terlibat dalam ritual dan hanya melihat dari luar

111

kegiatan tersebut beranggapan bahwa ritual appalili ini sesuatu yang

melenceng dari ajaran agama. Akan tetapi bagi orang-orang yang terlibat

didalamnya beranggapan bahwa ini adalah budaya kita, suatau kearifan lokal

dan tradisi turun temurun yang sudah ada sejak 260 tahun yang lalu. Tentu hal

ini menjadi perhatian dari banyak pihak, sebab dari pihak lembaga adat dan

pemerhati budaya selalu ingin mempertahankan budaya dan tradisi yang sudah

ada sejak masa lalu sebagai warisan dari leluhur. Oleh sebab itu, perlu

diberikan pemahaman kepada masyarakat tentang yang mana kegiatan budaya

dan yang mana kegaitan agama. Sehingga agama dan budaya dapat saling

berjalan beriringan tanpa adanya diskriminasi dari kedua hal ini dengan

menempatkan kedua hal tersebut sesuai posisinya.

Tindakan masyarakat dalam mempertahankan budaya dan tradisi yang

sudah ada, karena adanya nilai dalam budaya tersebut yang menjadi bagian

dari kehidupannya. Budaya yang dimiliki inilah yang menjadi pembeda antara

masyarakat di desa Galesong dengan daerah lain yang ada di kabupaten

takalar dan luar kabupaten takalar.

Mungkin didaerah lain banyak kegiatan yang sama dengan kegiatan

yang dilakukan masyarakat dalam mengelilingi kampungnya. Akan tetapi

melihat dari perbedaan letak geografis serta tahapan-tahapan yang

berlangsung, serta barang bawaan dan persiapan yang dilakukan juga berbeda.

Kemudian, adanya perbedaan dari tujuan dilakukkannya kegiatan tersebut juga

menjadi perhatian banyak orang. Selain itu, masyarakat yang terlibat juga

salah satu faktor yang membedakan dari ritual yang dilakukan.

112

2. Mankna Sosial Riual Appalili di Bungung barania

Setiap tindakan yang dilakukan masyarakat baik individu ataupun

kelompok memiliki makna/pesan tersendiri. Sama halnya dilakukannya

upacara adat dimasyarakat karena adanya makna yang mendasari acara

tersebut. Masyarakat Galesong memiliki kebiasaan yang setiap tahunnya

meraka lakukan untuk memperingati gaukang/ panji kebesaran yang ada

tersimpan dengan baik di Balla Lompoa Galesong. kegiatan ini dinamakan

tammu taunna gaukang Karaeng Galesong / haulnya Karaeng Galesong, yang

didalamnya terdapat ritual appalili.

Pelaksaan ritual appalili dalam upacara tammu taunna gaukang

Karaeng Galesong mengandung makna sosial dalam pelaksanaanyan. Makna

sosial dari ritual appalili terdiri dari menghindari bala bencana/ appalili bala

yang dilakukan masyarakat Galesong saat mengelili kampung dengan berdoa

dan bermunajat kepada Allah SWT. Agar Galesong terhindar dari bala

bencana yang ingin masuk ke Galesong. ritual appalili juga disebut sebagai

bentuk untuk mengingat perjuangan pahlawan terdahulu dengan membaca

doa/ appidalleki yang dilakukan sepanjang perjalanan. Kemudian, ritual

appalili juga sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang diturunkan oleh

Allah swt. Berupa gaukang di Galesong, yang mana hal ini suatu kebahagiaan

tersendiri bagi masyarakat Galesong berkat adanya gaukang mereka dirahmati

telur ikan torani. Pelaksanaan ritual appalili juga bermakna untuk menjalin

silaturahmi dengan masyarakat lainnya sehingga menumbuhkan rasa

kebersamaan lewat interaksi yang dilakukan dan saling bergotong royong

113

menyukseskan acara dan solidaritas diantara masyarakat tetap terjaga. Selain

itu, pelaksanaan ritual appalili merupakan bentuk melestarikan budaya lokal

yang dimiliki masyrakat. Hal ini karena semakin berkembangnya ilmu

teknologi dan komunikasi, banyak budaya-budaya yang ada diamsyarakat

mulai terlupakan.

Salah satu penelitian yang membahas tentang ritual dimasyarakat yaitu

penelitian yang dilakukan oleh Ningsi (2016) terhadap pelaksanaan ritual

assaukang. Ritual assaukang ini sebuah bentuk syukuran yang dilakukan

masyarakat Buluttana setelah panen dengan berkumpul di rumah adat untuk

melaksanakan syukuran. Penelitian ini mengandung persamaan dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu suatu bentuk rasa syukur atas

rahmat Allah SWT. Kemudian masyarakat berkumpul yang berarti terjalin

kebersamaan antar masyarakat. Adapun perbedaan dari penelitian ini yaitu

pertama mengenai lokasi penelitian, kedua tujuan dari ritual yang berbeda

mana mulai dari penelitian ini ditujukan sebagai bentuk tolak bala dan

memanjatkan doa untuk mengingat pahlawan dahulu, serta penelitian ini

sebagai bentuk dari melestarikan budaya lokal yang ada dimasyarakat.

Ritual appalili adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat sebagai

bentuk kebiasaan dari adat dan kebudayaan yang ada di Galesong. Pengadaan

ritual appalili di Galesong sebagai bentuk solidaritas dimasyarakat untuk

mencapai tujuan bersama dalam keselamatan dari marabahaya yang ingin

mendekati kampung. Ritual appalili dilakukan oleh masyarakat Galesong

114

karena sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Hal ini sesuai dengan

pemahaman mereka terkait makna dari ritual itu.

Kurniawan (2020: 54) Dalam teori weber tentang tindakan sosial,

mengatakan bahwa tindakan sosial seorang individu digerakkan oleh adanya

makna sosial dan makna sosial ini dibentuk oleh otoritas/legitimasi yang

berlaku ditengah-tengah masyarakat. Dari asumsi teori ini, dapat dilihat bahwa

tindakan sosial yang dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam ritual

appalili digerakkan dari adanya makna sosial ritual tersebut. Sebagaimana

yang dilihat bahwa masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili memiliki

pemehaman dan makna sosial yang mereka pahami. Misalanya dilakukannya

ritual appalili sebagai bentuk appalili bala/ menghindari bala, ini adalah satu

tujuan yang masyarakat baik individu/kelompok terkait pemahaman mereka

dalam ritual appalili.

Dalam teori weber, terdapat empat tipe tindakan sosial manusia yang

diantaranya tindakan tradisional/ tindakan karena kebiasaan/ traditional action

yaitu suatu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan atau dilakukannya karena

adat kebiasaan yang diperoleh secara turun-temurun. Tentu hal ini sama

dengan kegiatan yang ritual appalili yang dilakukan oleh masyarakat yang

sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan dilakukan karena kebiasaan

orang-orang terdahulu dan diteruskan hingga saat ini karena masyarakat

menganggap bahwa kebiasaan ini mempunya makna/pesan yang melandasi

dan sesuatu yang harus dipertahankan.

115

Masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili beranggapan bahwa

tindakan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang bermakna. Makna dari

dilakukannya ritual ini sebagai bentuk terhindar dari bala, sehingga tindakan

sosial mereka bertujuan untuk kebaikan bersama. Kebaikan ini bukan hanya

satu dua orang yang merasakannya, akan tetapi dirasakan oleh semua

masyarakat yang ada di Galesong, karena jika daerah ini terhindar dari bala

bencana berdampak terhadap semua orang juga bagi kondisi ekonomi. Dari

tindakan tradisonal inilah masyarakat Galesong memperoleh berkah/barakka.

Berkah ini cukup dirasakan oleh masyarakat yang berpropesi sebagai nelayan

diwilayah Galesong karena dianugerahi dengan telur ikan torani yang menjadi

komoditi ekspor dan menambah pendapatan masyarakat.

Melihat fenomena yang ada dilapangan, kecamatan Galesong

merupakan salah satu penghasil telur ikan torani. Telur ikan ini mempunya

nilai jual yang tinggi dipasaran karena mencapai harga ratusan ribu

perkilonya. Dalam dilakukannya ritual appalili, ada yang dilakukan

masyarakat dengan membawa daun sirih dan telur kelautan yang disebut

appadongko pa‟rappo, yang mana kegiatan ini bertuan untuk berkomunikasi

dengan alam gaib agar nelayan yang pergi melaut tidak diganggu oleh hal-hal

gaib dan selamat sampai tujuan dan telur itu untuk menghindar dari gangguan

buaya.

Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat

Galesong percaya akan keberadaan makhluk gaib yang hidup berdampingan

dengan kita. Salah satu cara yang dilakukan agar terhindar dari makhluk gaib

116

itu dengan melakukan komunikasi melalui perantara pa‟rappo tersebut. Dalam

hal ini, tindakan-tindakan yang dilakukan masyarakat atas dasar kepercayaan.

Sehingga sampai saat ini adat dan tradisi itu masih dipertahankan oleh

masyarakat Galesong. walaupun tidak semua percaya akan hal ini, akan tetapi

masih ada masyarakat yang percaya dan tetap mempertahankannya sebagai

bentuk kearifan lokal yang dimilikinya. Kebudayaan yang sudah mengakar

dalam diri masing-masing individu dan menjadi kebiasaan yang dilakukan

setia tahunnya. Dari kebiasaan ini menumbuhkan rasa persaudaraan, setiap

tahunnya mereka berkumpul bersama-sama di Balla Lompoa Galesong untuk

melakukan tradisi yang sudah ada sejak dahulu dan interaksi diantara

masyarakat ini tetap terjaga sehingga solidaritas diantara mereka tetap

terbangun.

Kegiatan tammu taunna gaukang Karaeng Galesong tidak hanya

dihadiri oleh satu/ dua orang saja, tetapi dihadiri oleh tiga kecamatan yang ada

diGalesong dan orang-orang inilah yang turut serta dalam melakukan appalili.

selain itu, pejabat pemerintahan juga diundang untuk menghadiri tradisi

tersebut dan memperkenalkan kepada khalayak ramai bahwa budaya yang ada

dimasyarakat Galesong masih ada dan lestari hingga saat ini.

Berdasarkan hal diatas, pemertahanan/ pelestarian budaya dan tradisi

yang ada selalu digaungkan oleh masyarakat Galesong. Perkembangan ilmu

teknologi dan komunikasi tidak menjadi penghalang dari tradisi/ kebiasaan itu

tetap dilaksanakan, akan tetapi perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi

sebagai salah satu wadah yang digunakan oleh masyarakat Galesong untuk

117

memperkenalkan budaya, tradisi dan ritual yang hingga saat ini masih

bertahan.

118

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pemebahasan Tentang Makna Sosial

Ritual Appalili di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa Galesong

Kota, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar), maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa:

1. Prosesi ritual appalili melibatkan masyarakat dari tiga Kecamatan di

Galesong atau 22 kampung dulu. Waktu pelaksanaan ritual appalili pada

bulan rajab, hari kamis diminggu terakhir. Dalam ritual appalili, ada

tahapan-tahapaan yang dilakukan selama prosesi yang dimulai dari Balla

Lompoa Galesong sampai ke bungung barania di pesisir pantai Galesong.

Tahapan ini dimulai dari pelepasan rombongan appalili yang terdiri dari

kerbau, pemain musik trasdisional, pasukan tubarani, bembengang dan

barisan pakaian adat. Sepanjang perjalanan, dipanjatkan doa serta iringan

musik tradisional dan ketika sampai ke bungung barania mengambil air

dan kembali lagi ke Balla Lompoa.

2. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa makna sosial

dilakukannya ritual appalili dibungung barania sebagai salah bentuk

menghidari bencana/ appalili bala yang dilakukan dengan berdoa. Selain

itu ritual ini juga sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang diturunkan

oleh Allah SWT. Kemudian dengan adanya ritual ini menumbuhkan rasa

persaudaraan dan kebersamaan diantara masyarakat. Ritual ini juga

118

119

bermakna sebagai pelestarian budaya lokal yaang ada dimasyarakat agar

tidak terlupakan dengan perkembangan zaman dan teknologi komunikasi.

B. Saran Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka penulis bermaksud

untuk memberikan saran:

1. Saran bagi tempat penelitian

Masyarakaat di kecamatan Galesong memiliki budaya dan tradisi yang

hingga saat ini masih tetap dijalankan dan hanya sebagian masyarakat

yang memahami tentang budaya dan tradisi tersebut. Oleh sebab itu perlu

menjadi perhatian bagi pemerintah setempat dan masyarakat sekitar untuk

bersama-sama mempertahankan tradisi ini, sebab ini menjadi ciri khas

daerah kita yang tidak dimiliki daerah lain. Mari kita kembangkan bersama

dengan melibatkan generasi muda dan memberikan edukasi terkait budaya

yang kita miliki.

2. Saran bagi pembaca

Penelitian ini tidak hanya akan dibaca oleh orang-orang dilingkup

universitas muhammadiyah makassar, akan tetapi dari berbagai daerah.

Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan

pengetahuan tentang makna sosial ritual appalili di bungung barania, serta

menjadi salah satu sumber informasi terkait kebudayaan yang ada

dimasyarakat Galesong. peneliti berharap apabila terdapat sesuatu yang

kurang sesuai dengan keinginan pembaca, maka dapat diberitahukan

120

kepada penulis hal tersebut sehingga dapat kita cari bersama jalan keluar

dari permaslahan itu.

3. Saran bagi peneliti selanjutnya

Ada beberapa saran yang ingin diberikan peneliti kepada peneliti

selanjutnya terkait makna sosial ritual appalili di bungung barania,

diantanya:

a. Diharapakan untuk peneliti selanutnya dapat mengkaji lebih banyak

referensi terkait tradisi yang ada di masyarakat, khususnya masyarakat

Galesong jika ingin meneliti di Galesong tentang kebudayaan dan

tradisi masyarakat.

b. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat melakukan persiapan sebaik

mungkin agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan data-data yang

dikumpulkan sesuai dengan yang diharapkan.

c. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih dalam

acara tammu taunna gaukang Karaeng Galesong, mulai dari awal

persiapan sampai pada acara inti dari kegiatan itu. Karena penelitian

ini hanya membahas salah satu rangkaian acara dari tammu taunna

gaukang Karaeng Galesong.

121

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Takalar. 2019. Kabupaten Takalar Dalam Angka Badan Pusat

Ststistika Kabupaten Takalar Regency in Figures 2019. Takalar; BPS

Kabupaten Takalar

Creswell, John W. 2019. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,

Kuantitatif, dan Campuran edisi ke 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Endraswara, Suwardi. 2017. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta;

Gajah Mada University Press.

Hariana. 2010. Tinjauan pakaian adat sulawesi selatan (studi komparatif baju

bodo suku bugis-makassar-mandar). Buletin sibermas, vol 4 (04). 76-95.

Hariyanti. 2019. Analisis Makna Simbolik Seserahan (Erang-Erang) Pada

Pernikahan Adat Makassar Di Galesong Kabupaten Takalar. Skripsi.

Fakultas Bahasa Dan Sastra. Universitas Negeri Makassar.

Hamriyadi. 2018. Fungsi Penyajian Gendang Makassar Dalam Prosesi

Pencucian Benda Pusaka Pada Upacara Adat Gaukang Di Galesong

Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Seni Dan Desain. Universitas Negeri

Makassar. .http://eprints.unm.ac.id. Diakses 31 Januari 2021

Jalil, Abdul. 2020. Akkaddo Bulo Jejak Sejarah Dan Eksistensi Budaya Lokal

Pada Perayaan Pesta Panen. Takalar; Pt. Media Patorani

Jumriadi, DKK. 2020. Sejarah Lokal Takalar Dalam Persfektif Pelajar. Gowa;

Pustaka Taman Ilmu

Kaharuddin. 2020. “Kualitatif: Ciri Dan Karakter Sebagai Metodologi”. Jurnal

Pendidikan, Vol IX (01).1-8

Klanews ID. 2018. Galesong raya, Hikayat Bungung barania dan Balla‟

Barakka‟. Berita online. Jakarta selatan. klanews.id. maritime. Budaya

Kurniawan, Kevin Nobel. 2020. Kisah Sosiologi Pemikiran Yang Mengubah

Dunia Dan Relasi Manusia. Jakarta; Yayasan Pustaka Obor

Mappasomba, Zulkifli. 2020. Karaeng Galesong warisan sejarah dan budaya.

Sukabumi; Haura Publishing

Martono, Nanang. 2012. sosiologi perubahan sosial prespektif klasik, modern,

posmodern, dan poskolonial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Moleong, Lexy J. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

122

Ningsi, Fitri. 2016. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Ritual

Assaukang di Desa Buluttana Kecematan Tinggi Moncong Kabupaten

Gowa. Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. UIN Alauddin.

Makassar. Repository.uin-alauddin.ac.id. Diakses 31 Januari 2021

Ningrum, DKK. 2018. Upacara Gaukang Tu Bajeng Kabupaten Gowa 1945-

2017.jurnal pemikiran pendidikan dan penelitian kesejarahan, Vol 5 (1).

101-110.

Nurfadillah. 2014. Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Massempe‟ Di Desa

Mattoanging Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone. Skripsi.

Fakultas dakwah dan komunikasi. UIN Alauddin. Makassar.

Repository.uin-alauddin.ac.id. Diakses 31 Januari 2021

Nurhalimah. 2018. Tradisi appalili di kassikebo Kecamatan maros baru

Kabupaten maros (2005-2017). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas

Negeri Makassar. http://eprints.unm.ac.id. Diakases 17 februari 2021.

Nursalam, DKK. 2016. Teori sosiologi klasik, modern, postmodern, saintifik,

hermeneutik, kritis, evaluatif dan integratif. Yogyakarta; Writing

Revolution

Nursalam dan Suardi. 2016. Sosiologi Pengantar Masyarakat Indonesia.

Yogyakarta: Writing Revolution.

Nindito, Stefanus. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi Tentang Konstruksi

Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial. Jurnal ilmu komunikasi. Vol 2 (1).

79-94

Pendidikan Sosiologi FKIP Unismuh Makassar. 2019. Panduan Penelitian

Proposal dan Skripsi. Makassar

Salle, Aminuddin, DKK. 2012. Galesong Desa Pancasila Dan Konstitus, Sejarah,

Budaya Dan Kepemimpinan. Makassar; ASPublishing

Sulasman dan Gumilar. 2018. Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga

Alikasi. Bandung; CV PUSTAKA SETIA.

Suardi dan Syarifuddin. 2015. Sistem Sosial Budaya Suatu Tinjauan Masyarakat

Indonesia. Makassar

Tim Pustaka Phoenix. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Barat: PT.

Media Pustaka Phoenix

Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam sosiologi dari filosofi positivistik ke

postpositivistik. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada

Wahid, Sugirah. 2007. Manusia Makassar. Makassar; Pustaka Refleksi

123

Wirawan.2012. Teori-teori sosial dalam tiga paradigma (fakta sosial, defenisi

sosial, dan perilaku sosial. Jakarta; PRENADAMEDIA GRUP

https://SulselProv.go.id/Pages/des_kab/18. Diakses 5 juni 2021

https://Takalarkab.go.id/sejarah-Takalar/. Diakses 5 juni 2021

124

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

PEDOMAN OBSERVASI

A. Permasalahan

Bagaimana memperoleh informasi mengenai makna sosial ritual appalili

di bungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten

takalar.

B. Tujuan

Untuk memperoleh informasi tentang makna sosial ritual appalili di

bungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten takalar

C. Aspek yang diamati

1. Balla lompoa karaeng Galesong dan bungung barania

2. Masyarakat yang terlibat dalam ritual appalili

3. Tahapan-tahapan ritual appalili

4. Barisan-barisan ritual appalili

5. Kegiatan yang dilakukan selama ritual appalili

6. Lingkungan sekitar tempat dilakukannya ritual appalili

125

Hasil Observasi

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

No Hari/Tanggal Tempat/ Kegiatan

yang diamati

Deskripsi (Apa yang dilihat dan

didengar)

1 Sabtu/ 05 juni

2021

Balla Lompoa Karaeng

Galesong

Balla Lompoa Karaeng Galesong

adalah rumah adat yang menjadi

tempat berkumpulnya masyarakat

yang akan melakukan ritual

appalili dalam acara tammu

taunna gaukang karaeng Galesong

2 Sabtu/ 19 juni

2021

Bungung barania

Bungung barania adalah sumur

tua yang berada dipesisir pantai

Galesong, jaraknya sangat dekat

dengan lautan serta memiliki air

yang tawar, jernih dan bersih

3 Kamis/

03 juni 2021

Upacara adat tammu

taunna gaukang

Karaeng Galesong

Upacara adat tammu taunna

gaukang karaeng Galesong adalah

upacara yang dilakukan setiap

tahunnya pada akhir bulan rajab di

hari kamis terakhir minggu

terakhir. Dalam upacara ini

terdapat ritual yang dinamakan

ritual appalili. ritual appalili

adalah ritual mengelilingi

kampung yang dimulai dari rumah

adat balla lompoa Galesong

menuju bungung barania

4 Kamis/

03 juni 2021

Masyarakat yang

terlibat dalam ritual

appalili

Dalam pelaksanaan ritual appalili,

terdapat sejumlah masyarakat

yang terlibat mulai dari pemangku

126

adat, tokoh masyarakat,

masyarakat Galesong dari 3

kecamatan, pemerhati budaya,

pemerintah desa sampai

kabupaten

5 Kamis/

03 juni 2021

Pelaksaan prosesi ritual

appalili di bungung

barania

Ritual appalili di bungung

barania dimulai dari mengelilingi

bungung barania sebanyak tiga

kali, lalu memanjatkan doa di atas

rumah saukang/balla saukang.

Setelah itu, barulah peserta

appalili masuk ke bungung

barania untuk mengambil air

yang akan dipergukan di balla

lompoa.

127

Lampiran 2

Pedoman Studi Dokumen

No Nama Dokumen Sumber

(Diperoleh dari

mana)

Deskripsi Singkat Isi

Dokumen

1 Sejarah Gaukang Karaeng

Galesong

Rumah adat

Balla Lompoa

2

Bungung barania

Rumah adat

Balla Lompoa

3 Daftar nama pemangku adat

Karaeng Galesong

Rumah adat

Balla Lompoa

4

Profil Kecamatan Galesong

Dari tata usaha

Kecamatan

5

Desa-Desa di Kecamatan

Galesong

Dari tata usaha

Kecamatan

6 Profil Galesong baru Dari tata usaha

Desa

128

Hasil Studi Dokumen

No Nama Dokumen Sumber

(Diperoleh

dari mana)

Deskripsi Singkat Isi Dokumen

1 Sejarah Gaukang

Karaeng Galesong

Informan

penelitian

(Husain Kahar

Dg. Romo dan

Karaeng

Ngunjung)

gaukang karaeng Galesong pertama

kali ditemukan oleh nelayan

papekang dengan diperdengarkan

bunyi suara gendang, pui-pui dan

a‟royong. Gaukang ini semacam

benda misterius yang ditemukan

dilaut Galesong dan diserahkan

kepada karaeng Galesong dan inilah

yang setiap tahunnya diperingati

sebagai haulnya gaukang karaeng

Galesong/ tammu taunna gaaukang

karaeng Galesong.

2 Bungung barania Informan

penelitian

(Nanda Gaala

Karaeng

Madjdja)

Bungung barania adalah sumur tua

yang berada dipesisir pantai

Galesong, jaraknya sangat dekat

dengan lautan serta memiliki air

yang tawar, jernih dan bersih.

Sumur ini menjadi saksi hijrahnya

karaeng Galesong imanindori kare

tojeng karaeng Galesong menuju

tanah jawa untuk melawan

penjajah.

3 Daftar nama

pemangku adat

Karaeng Galesong

Rumah adat

Balla Lompoa

pemangku adat karaeng Galesong

terdiri atas 17 orang, mulai dari

sepupu sombaya gowa sampai

karaeng Galesong yang terakhir

yaitu I Aba Jadjid Bostan Dg.

Mama‟dja

129

4

Profil Kecamatan

Galesong

Dari tata usaha

Kecamatan

kecamatan Galesong terdiri dari 14

desa yang memiliki letak geografis

dataran rendah dan pesisir.

Kebanyakan masyarakatnya

berpenghasilan sebagai petani dan

nelayan.

5

Desa-Desa di

Kecamatan

Galesong

Dari tata usaha

Kecamatan

Desa Pa‟lalakang, Desa Galesong

Baru, Galesong Kota, Boddia,

Parangmata, Kalukuang,

Pattinoang, Bontoloe, Parambambe,

Bontomangape, Kalenna

Bontomangape, Pa‟rasangang Beru,

Campagaya, dan Desa

Mappakalompo

6 Profil Galesong

kota

Dari tata usaha

Desa

Desa Galesong kota merupakan

desa ibukota kecamatan Galesong

yang terdiri dari 5 dengan luas

wilayah 127,00 Ha. Dengan jumlah

penduduk sebanyak 4.280 jiwa.

130

Lampiran 3

Lembar Pedoman Wawancara

A. Permasalahan

Bagaimana memperoleh informasi mengenai Makna Sosial Ritual Appalili Di

Bungung barania di Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten

Takalar

B. Tujuan

Untuk memperoleh informasi mengenai makna sosial ritual appalili

dibungung barania desa Galesong kota kecamatan Galesong kabupaten

takalar

C. Pertanyaan Wawancara

1. Dalam upacara adat gaukang kareng Galesong, hal apa saja yang harus

dipersiapkan?

2. Dalam pelaksanaan ritual appalili, hal apa saja yang perlu di persiapkan

dan harus ada dalam ritual appalili?

3. Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

4. Apakah semua masyarakat Galesong dapat terlibat dalam pelaksanaan

ritual applili, atau hanya dari kalangan keturunan Karaeng Galesong?

5. Bungung barania sebagai tempat tujuan dari ritual applili, apakah

memiliki sejarah kaitan yang erat dengan Balla Lompoa Galesong?

6. Bagaimna bentuk-bentuk persiapan dalam pelaksanaan ritual appalili di

bungung barania, hal apa saja perlu perlu ada dalam pelaksaan ritual

tersebut?

7. Bagaimana tahapan prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?

8. Apa makna sosial ritual appalili di bungung barania Desa Galesong Kota

Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar?

Kutipan Wawancara Tokoh Adat Karaeng Galesong

131

Nama Informan : Nanda Gaala Karaeng Madjdja

Umur : 75 tahun

Hari/Tanggal : Jum‟at / 4 juni 2021

Waktu : 16.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib

oleh nelayan dilautan

2 P Dalam upacara adat gaukang kareng Galesong, hal apa saja yang harus

dipersiapkan?

J Persiapan dalam upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong itu

sudah dimulai dari satu minggu dengan masyarakat mulai datang ke

balla lompoa membawa makanan seperti beras, pisang

3 P Apa itu ritual appalili?

J Ritual appalili itu artinya mengelilingi kampung. Dalam mengelilingi

ada doa khusus yang dibaca, atau disebut appidalleki

4 P Kapan pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili dilaksanakan pada hari kamis terakhir di bulan rajab

5 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?

J Dalam ritual appalili itu ada pemangku adat, tokoh adat, keluarga

kerajaan, pemerhati budaya, tokoh pemuda dan pemerintah daerah dari

22 kampung dulu di Galesong beserta masyarakatnya

6 P Apakah semua masyarakat bisa ikut dalam ritual appalili?

J Iya, semua masyarakat bisa ikut dalam appalili. seharusnya, begitu

mereka mendengar akan dilakukan acara di balla lompoa, mestinya

mereka data

7 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam ritual appalili?

132

J Appalili itu dimulai dari balla lompoa, kemudian keluar belok kiri

menuju bungung barania sampai dibungung barania itu kita ambil

airnya lalu dibawa kembali keballa lompoa

8 P Apa-apa saja barisan dalam appalili?

J Barisan dalam appalili itu, pertama kerbau, gendang, tubarani,

bemebngang, pakaian baju adat merah, baju adat hijau, baju adat

warna yang lainnya, sampai pakaian nasional

9 P Apa makna dilakukannya ritual appalili?

J Maknanya ini appalili untuk berdoa dan mempersatukan masyarakat.

Berdoa untuk mengenang pahlawan kita dulu yang telah berjuang

melawan penajajah dan mempersatukan karena ini diikuti oleh

masyarakat dari 22 kampung dahulu diGalesong sebelum terbagi

menjadi 3 kecamatan.

133

Kutipan Wawancara Lembaga Adat Karaeng Galesong

Nama Informan : Prof. Dr. H. Aminuddin Salle, S.H., M.H . Karaeng Patoto

Umur : 73 tahun

Hari/Tanggal : Sabtu / 12 juni 2021

Waktu : 13.00

Lokasi : Perumahan Dosen Unhas

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang

oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang

2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?

J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk

mempermaklumkan kepada khalayak ramai

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis

di minggu terakhir

4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?

J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk

menyemarakkan kegiatan ini

5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?

J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan

pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania

untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa

6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?

J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,

bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan

pakaian adat

7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?

134

J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga

sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak

masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan

dipotong untuk dimakan bersama-sama

8 P Apa makna dari bembengang?

J Bembengang ini semacam aksesoris atau pelengkap dalam ritual

appalili yang terdiri dari putri/cucu raja yang diangkat oleh empat

orang. Bembengang ini simbol ketaatan rakyat kepada rajanya

9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?

J Berdasarkan cerita orang dulu dan cerita yang tersebar di masyarakat,

konon katanya air dari sumur ini dapat membawa keberanian. Orang-

orang yang meminum air dari bungung barania ini katanya dapat

mendatangkan keberanian dan urat-urat malu/ketakutan itu putus yang

muncul hanya urat keberanian. Akan tetapi saya tidak tau pasti

kebenaran dari cerita ini karena saya takut musyrik.

10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/

appalili bala sama halnya juga assongka bala. Mempersatukan karena

banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang

perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama.

135

Kutipan Wawancara Tokoh Adat Karaeng Galesong

Nama Informan : Mappainga Karaeng Tompo

Umur : 74 tahun

Hari/Tanggal : Sabtu/ 26 juni 2021

Waktu : 16.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong pertamana ni buntuluki oleh nelayan

dilaut

2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?

J Appalili itu kegiatan yang dilakukan dengan berkeliling kampung pada

upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili ini dilakukan dibulan rajab di minggu terakhir

4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?

J Yang paling penting itu keluarga kerajaan, pemangku adat, tokoh adat,

dan masyarakat sekitar dan ada juga pemerintah setempat

5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?

J Appalili ini dimulai dari balla lompoa Galesong menuju bungung

barania dengan berjalan kaki mengelilingi kampung

6 P Apa saja Barisan-barisan dalam ritual appalili?

J Barisan appalili itu terdiri dari kerbau, pemain gendang, tubarani,

bembengang dan masyarakat

7 P Mengapa appalili harus ke bungung barania?

J Karena bungung barania adalah tempat bersejarah karaeng Galesong

saat akan berangkat kejawa untuk berperang

8 P Apa yang di ambil dari bungung barania?

J Yang diambil itu airnya

9 P Ketika dari bungung barania apa yang dilakukan selanjutnya?

J Rombongan kembali ke balla lompoa.

136

Kutipan Wawancara Keturunan Karaeng Galesong

Nama Informan : ABD. Kadir Bostan Karaeng Ngunjung

Hari/Tanggal : Sabtu/ 26 juni 2021

Waktu : 19.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang

oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang

2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?

J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk

mempermaklumkan kepada khalayak ramai

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis

di minggu terakhir.

4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?

J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk

menyemarakkan kegiatan ini

5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?

J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan

pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania

untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa

6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?

J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,

bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan

pakaian adat

7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?

J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga

137

sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak

masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan

dipotong untuk dimakan bersama-sama. Kerbau diperoleh dari orang-

orang yang ingin menebus hajat.

8 P Apa makna dari bembengang?

J Bembengang adalah pelengkap dalam ritual appalili yang terdiri dari

putri/cucu raja yang diangkat oleh empat orang, beserta pisang, lilin,

telur dan pa‟rappo didalamnya.

9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?

J Dulu ketika karaeng Galesong akan berangkat berperang, di bungung

barania itu melakukan upacara dan ikrar para pejuang. Orang-orang

yang meminum air dari bungung barania ini katanya dapat

mendatangkan keberanian dan urat-urat malu/ketakutan itu putus yang

muncul hanya urat keberanian. Akan tetapi saya tidak tau pasti

kebenaran dari cerita ini karena saya takut musyrik.

10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/

appalili bala sama halnya juga assongka bala. Mempersatukan karena

banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang

perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama.

138

Kutipan Wawancara Keluarga Karaeng Galesong

Nama Informan : Husain Kahar Dg. Romo

Hari/Tanggal : Rabu/ 9 juni 2021

Waktu : 19.30

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari temuan benda gaib yang

oleh masyarakat setempat disebut nelayan papekang

2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?

J Appalili itu artinya appalili bala. Melakukan ritual appalili itu untuk

mempermaklumkan kepada khalayak ramai atau semacam pawai adat

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab bertepatan dengan hari kamis

di minggu terakhir. Ini sesuai dengan waktu ditemukannya gaukang.

4 P Siapa saja yang terlibat dalam appalili?

J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili untuk

menyemarakkan kegiatan ini, dan yang perlu dan wajib ada itu,

pertama anrong guru, pinati, paroyong, tokoh ada, tokoh agama,

pemuda dan pemerintahan beserta semua tamu undangan.

5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?

J Appalili itu dimulai dari pelepasan rombongang yang dilakukan

pemangku adat, lalu melakukan perjalanan menuju bungung barania

untuk mengambil air lalu kembali lagi ke balla lompoa

6 P Apa saja barisan-barisan dalam appalili?

J Barisan appalili itu dimulai dari kerbau, gendang, tubarani,

bembengang dan masyarakat yang ikut appalili dengan menggunakan

pakaian adat

139

7 P Kenapa kerbau terletak dibarisan depan?

J Kerbau ini sebagai penanda bahwa akan ada acara besar. Kerbau juga

sebagai simbol persatuan, yang secara tidak langsung mengajak

masyarakat untuk ikut turut serta hadir karena ada kerbau yang akan

dipotong untuk dimakan bersama-sama. Kerbau juga sebagai simbol

kekuatan dan ketenganan yang menggambarkan orang-orang

Galesong.

8 P Apa makna dari bembengang?

J Bembengang itu pelengkap dalam ritual appalili yang didalamnya

adalah putri/cucu raja yang diangkat oleh empat orang.

9 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalam appalili?

J Karena ada kemistri atau ada benang merahnya antara bungung

barania dengan karaeng Galesong. jadi dulu seblum karaeng Galesong

berangkat untuk berperang, dia mandi dulu disana beserta semua

pasukan dan barang bawaanya. Orang-orang yang meminum air dari

bungung barania ini katanya dapat mendatangkan keberanian dan

urat-urat malu/ketakutan itu putus yang muncul hanya urat keberanian.

Keberanian melawan kezaliman dan ketertindasan

10 P Bagaimana makna pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili bermakna untuk mempersatukan dan menghindara bala/

appalili bala serta sebagai bentuk rasa syuku masyarakat Galesong dan

secara tidak langsung ini merupakan upaya untuk mempertahankan

budaya dan tradisi yang ada diGalesong. Mempersatukan karena

banyak masyarakat yang hadir dan menghindari karena sepanjang

perjalanan itu dipanjatkan doa-doa untuk keselamatan bersama, berkah

karena adanya gaukang masyarakat diberkahi telur ikan torani dan ini

memperlihatkan kepada masyarakat bahwa budaya kita masih ada.

140

Kutipan Wawancara Keluarga Karaeng Galesong

Nama Informan : ABD. Damin Dg. Pole

Hari/Tanggal : Sabtu/26 juni 2021

Waktu : 10.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong pertamana ni buntuluki oleh nelayan

dilaut

2 P Apa yang anda ketahui mengenai ritual appalili?

J Appalili itu kegiatan yang dilakukan dengan berkeliling kampung pada

upacara tammu taunna gaukang karaeng Galesong

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili ini dilakukan dibulan rajab di minggu terakhir

4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?

J Yang paling penting itu keluarga kerajaan, pemangku adat, tokoh adat,

dan masyarakat sekitar dan ada juga pemerintah setempat

5 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam appalili?

J Appalili ini dimulai dari balla lompoa Galesong menuju bungung

barania dengan berjalan kaki mengelilingi kampung

6 P Apa saja Barisan-barisan dalam ritual appalili?

J Barisan appalili itu terdiri dari kerbau, pemain gendang, tubarani,

bembengang dan masyarakat

7 P Mengapa appalili harus ke bungung barania?

J Karena bungung barania adalah tempat bersejarah karaeng Galesong

saat akan berangkat kejawa untuk berperang

8 P Apa yang di ambil dari bungung barania?

J Yang diambil itu airnya

9 P Ketika dari bungung barania apa yang dilakukan selanjutnya?

J Rombongan kembali ke balla lompoa.

141

Kutipan Wawancara Tokoh Masyarakat Galesong

Nama Informan : Kasmajaya Dg. Nappa

Hari/Tanggal : Rabu/ 9 juni 2021

Waktu : 20.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib

oleh nelayan dilautan

2 P Apa yang anda ketahui tentang ritual appalili?

J Appalili adalah ritual yang dilakukan setiap tahun dengan berkeliling

kampung sebagai bentuk appalili bala/menghindari bala

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili dilakukan pada bulan rajab dimunggu terakhir hari kamis

terakhir. Jadi kalau tidak ada kamis di minggu terakhir, maka

dilakukan diminggu sebelumnya

4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?

J Semua masyarakat dapat terlibat dalam ritual appalili di Galesong, na

appalili ini terdiri dari anrong guru, pinati, pemangku adat, lembaga

adat, masyarakat sekitar, serta pemerintah setempat

5 P Barisan-barisan dalam ritual appalili?

J Appalili itu pertama adalah kerbau sebagai penanda, gendang sebagai

penghibur, barisan tubarani, bembengang yang diatasnya putri raja.

Dan masyarakat semua dengan memaki pakaian adat

6 P Bagaimana tahapan-tahapan dari ritual appalili?

J Appalili dimulai dari balla lompoa menuju kebungung barania untuk

mengambil air yang akan dipergunakan dalam acara inti

142

7 P Mengapa bungung barania sebagai tempat yang dituju dalaam

appalili?

J Karena ada benang merahnya. Jadi dulu itu disana mandi karaeg

Galesong waktu berangkat kejawa melawan belanda. Istimewanya

juga bungung barania karena airnya tawar dan konon katanya bisa

membawa keberanian

8 P Apa yang dilakukan setelah kembali dari bungung barania?

J Kita kembali ke balla lompoa, dilanjutkan dengan acara selanjutnya

dan kerbau yang dibawa appalili itu dipotong untuk dimakan bersama-

sama

9 P Apa makna sosial dari ritual appalili?

J Appalili adalah salah satu cara mempersaatukan masyarakat Galesong,

selain sebagai bentuk tolak bala dan bentuk pelestarian budaya.

143

Kutipan Wawancara Tokoh Pemuda Galesong

Nama Informan : Muhammad Tasryk/ Dekal

Umur : 24 tahun

Hari/Tanggal : Jum‟at / 25 juni 2021

Waktu : 20.00

Lokasi : Pa‟lalakang

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Bagaimana sejarah terbentuknya gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini berawal dari ditemukannya benda gaib

oleh nelayan dilautan

2 P Apa yang anda ketahui tentang ritual appalili?

J Appalili itu adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengelilingi

kampung atau semacam pawai adat yang dimulai dari balla lompoa

sampai ke bungung barania

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili itu dilakukan pada bulan rajab, minggu terakhir, hari kamis

terakhir

4 P Siapa saja yang terlibat dalam ritual appalili?

J Appalili itu ada anrong guru, pinati, pemangku adat, tokoh masyraakat,

tokoh pemuda, pemerintah setempat dan tamu undangan

5 P Apa saja barisan-barisan dalam ritual appalili?

J Dalam appalili itu pertama ada kerbau, pemain gendang, barisan

tubarani, bembengang, dan barisan pakaian adat

6 P Bagaimana tahapan-tahapan dalam ritual appalili?

J Appalili dimulai dari pelepasan yang dilakukan oleh pemangku adat,

lalu mulai berjalan keluar dari balla lompoa belok kiri, lalu kiri lagi di

perempatan, dan belok kiri lagi sampai pada bungung barania

7 P Ketika sampai dibungung barania apa yang dilakukan?

J Dibungung barania itu mengambil air yang akan digunakan di balla

lompoa oleh pemangku adat

8 P Ketika selesai dari bungung barania, apa yang dilakukan selanjutnya?

J Kita kembali ke balla lompoa dan ketika sampai disana, kerbau yang

dibawa itu yang dipotong

9 P Apa makna sosial dari ritual appalili ini?

J Ritual appalili ini sebagai salah satu cara mempersatukan masyarakat

Galesong, dan bentuk dari melestarikan budaya yang ada dimasyarakat

144

Kutipan Wawancara Masyarakat Biasa

Nama Informan : Kamaruddin

Umur : 28 tahun

Hari/Tanggal : Rabu/ 16 juni 2021

Waktu : 20.30

Lokasi : Bontorita

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Apa yang ketahui tentang tammu taunna gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong ini salah satu acara ulang tahun yang

dilakukan untuk memperingati karaeng Galesong yang telah berjuang

melawan penjajah.

2 P Apa yang anda ketahui tentang appalili?

J Appalili adalah suatu ritual yang dilakukan dengan mengelilingi

kampung dari rumah adat balla lompoa menuju bungung barania

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Appalili itu dilakukan bulan rajab bertepatan hari kamis

4 P Apa anda mengetahui barisan-barisan appalili?

J Appalili itu terdiri dari kerbau, gendang, barisan tubarani yang

membawa tombak, bembengang yang ada anak kecil diatasnya, dan

barisan pakaian adat lengkap dengan baju bodo dan lipa sa‟be

5 P Kalau sampai dibungung barania apa yang dilakukan?

J Kalau yang saya lihat itu, ada rumah-rumah disamping bungung

barania yang na tempati berdoa baru massukki di bungung barania

6 P Apa yang diambil dari bungung barania?

J Airnya di ambil dibawa keballa lompoa

7 P Apakah anda pernah terlibat langsung?

J Iya, saya pernah terlibat langsung

8 P Apa anda pernah mencoba air dari bungung barania?

J Iya pernah, airnya itu tawar, tdk payau dan segar dan pada itu juga

saya berkesempatan menimba airnya secara langsung

9 P Kembali dari bungung barania apa yang dilakukan?

J Kalau sampai mi di balla lompoa, itu kerbau dipotong.

145

Kutipan Wawancara Masyarakat Biasa

Nama Informan : Nurwahidah Suri

Umur : 23 tahun

Hari/Tanggal : Kamis / 24 juni 2021

Waktu : 16.00

Lokasi : Galesong

Keterangan : P = Pertanyaan

J = Jawaban

No. P/J Petikan Wawancara

1 P Apa yang anda ketahui tentang gaukang karaeng Galesong?

J Gaukang karaeng Galesong itu upacara hari ulang tahunnya karaeng

Galesong

2 P Apa yang anda ketahui tentang appalili?

J Appalili itu mengelilingi kampung dari balla lompoa sampai ke

bungung barania

3 P Kapan waktu pelaksanaan ritual appalili?

J Biasanya itu hari kamis

4 P Apa yang anda saksikan dalam ritual appalili?

J Kalau appalili itu ada banyak orang, ada kerbau, itu juga anak kecil

dibembengi sama ada yang bawa kayak tombak

5 P Kalau di bungung barania apayang biasa di lakukan rombongan

appalili?

J Kalau sampai itu dibungung barania toh, na kelilingi dlu bungung

barania.

6 P Apakah anda pernah ikut appalili?

J Tidak pernah ka saya ikut

7 P Mengapa anda tidak terlibat dalam appalili?

J Karena bukanka keturunnya karaaeng Galesong, na ikut itu dari

keturunnan karaeng

146

Lampiran 4

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

147

148

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

149

150

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

151

152

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

153

154

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

155

156

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

157

158

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

159

160

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

161

162

Lembar Persetujuan

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

Makna Sosial Ritual Appalili Di Bungung barania (Studi Fenomenologi Di

Desa Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar)

Nama & Lembaga Peneliti:

Hasnita, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Universitas

Muhammadiyah Makassar

Sebelum menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,

penting bagi Anda untuk membaca penjelasan berikut. Lembar persetujuan

ini menjelaskan tujuan, prosedur, dan kerahasiaan dari penelitian ini.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosesi ritual appalili di bungung barania Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

2. Untuk mengetahui makna sosial ritual applili di bungung barainia Desa

Galesong Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara terhadap informan.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan wawancara kurang lebih 2 jam.

Wawancara akan direkam menggunakan voice recorder (jika diizinkan) dan

selanjutnya ditranskrip untuk keperluan analisis data.

Kerahasiaan

Jika informasi yang diberikan dianggap sensitif oleh informan, peneliti

bertanggung jawab menjamin kerahasiaan data identitas informan. Tidak ada

penulisan nama informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama

informan tidak akan diketahui oleh siapapun. Hasil penelitian akan dipublikasikan

dalam bentuk skripsi dan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

Biaya dan Imbalan Keikutsertaan

Tidak ada biaya keikutsertaan maupun imbalan berupa uang untuk narasumber

dalam penelitian ini.

Pertanyaan

Jika memiliki pertanyaan lanjutan yang berkaitan dengan penelitian ini, informan

dapat menghubungi peneliti melalui No. Hp: 085299435919 atau Email:

[email protected]

163

164

Lampiran 5

Dokumentasi

Rumah Adat Balla Lompoa Galesong Foto Pemangku Adat

Bungung barania Pemangku adat karaeng Galesong

165

Informan Karaeng Madjdja Informan Husain Kahar

Informan kamaruddin Informan Muhammad Tasryk

166

Prof. Dr. H. Aminuddin salle, S.H., M.H ABD. Kadir Bostan

Karaeng Patoto Karaeng Ngunjung

ABD. Damin Dg. Pole Mappainga Karaeng Tompo

167

168

169

170

171

172

173

174

175

176

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186

187

188

189

190

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Hasnita, penulis dilahirkan di Batetanaya Desa

Bontomangape Kecamatan Galesong Kabaupaten Takalar

pada tanggal 06 Agustus 1998 dan merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara yang merupakan buah kasih sayang dari

pasangan Ayahanda Syamsu dan Ibunda Senga. Putri kedua

dan akrab dipanggil Nita dalam keluarga, telah menempuh jenjang pendidikan

Sekolah Dasar di SD No. 73 Bontorita 1 tahun 2004 dan menyelesaikan

pendidikan ditahun 2010, kemudian melanjutkan sekolah ditahun yang sama di

SMP Negeri 1 Galesong Selatan dan menamatkan pendidikan pada tahun 2013,

setelah itu melanjutkan pendidikan ditahun yang sama di SMK Negeri 1 Galesong

Selatan dan tamat ditahun 2016. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke

jenjang perguruan tinggi pada tahun 2017 di Universitas Muhammadiyah

Makassar pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.