Studi Evaluasi ( Penataan Daerah Otonom Baru Tahun 2008 · Implikasi terhadap Indonesia, DRSP...
Transcript of Studi Evaluasi ( Penataan Daerah Otonom Baru Tahun 2008 · Implikasi terhadap Indonesia, DRSP...
Studi EvaluasiStudi Evaluasi ((ImpactImpact))Penataan Daerah Otonom Baru Penataan Daerah Otonom Baru
Tahun 2008Tahun 2008
Direktorat Otonomi DaerahDeputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi
Daerah2008
RINGKASAN EKSEKUTIF
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)
TIM PENYUSUN Pengarah: Himawan Hariyoga Penyusun: Antonius Tarigan Gunsairi Daryll Ichwan Akmal Agus Manshur Asep Saepudin Sudira Mohammad Roudo Jayadi Deniey Adi Purwanto Awan Diga Aristo Muhammad Sowwam Tim Pendukung : Bakat Supradono Mira Berlian Perdana Nusawan Diterbitkan Oleh : Direktorat Otonomi Daerah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310 Telp/Fax : 021 – 31935289
KATA PENGANTAR
Sejak tahun 1999 hingga Januari 2008 telah terbentuk 164 daerah baru yang
terdiri dari 7 provinsi baru, 134 kabupaten baru, dan 23 kota baru. Dengan demikian,
hingga pertengahan 2008 jumlah Kabupaten dan Kota secara keseluruhan adalah 483,
terdiri dari 387 kabupaten dan 96 kota. Pesatnya pertambahan jumlah kabupaten dan
kota tersebut antara lain disebabkan oleh relatif “longgar”nya persyaratan pemekaran
daerah sebagaimana terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. Peraturan tersebut antara lain mengatur mekanisme,
prasyarat, dan kriteria pembentukan daerah otonom baru. Sebagai akibatnya, banyak
daerah otonom baru yang tidak berkinerja secara optimal segera setelah daerah
tersebut berdiri. Artinya, kebijakan pemekaran daerah tampaknya belum mampu
menjadi pendorong bagi proses percepatan pembangunan daerah. Inilah yang
memotivasi dilakukannya studi evaluasi dampak kebijakan pemekaran terhadap
kinerja DOB yang bersifat komprehensif.
Studi evaluasi ini disusun oleh Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas, dalam
rangka memperoleh gambaran tentang kinerja daerah otonom baru yang terbentuk
pada thaun 2001 – 2003, yang difokuskan dalam bidang ekonomi, keuangan daerah,
pelayanan publik, aparatur pemerintah daerah, dan rentang kendali. Beberapa aspek,
kriteria dan indikator yang digunakan dalam studi evaluasi ini didasarkan pada
Peraturan Pemerintah (PP) No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang digunakan
sebagai dasar penilaian usulan pemekaran daerah pada saat itu. Studi ini
membedakan pola pemekaran menjadi dua bentuk yaitu pemekaran kabupaten
menjadi kabupaten dan pemekaran kabupaten menjadi kota. Studi ini menggunakan
dua alat analisis yaitu statistik deskriptif dengan menggunakan indeksasi dan
ekonometrika dengan menggunakan propensity score matching.
Kami berharap studi ini dapat memberikan gambaran tentang perkembangan
kinerja daerah otonom baru dan dapat menjadi bahan masukan untuk penyusunan
kebijakan strategis, baik tentang kebijakan penataan daerah maupun desentralisasi
dan otonomi daerah secara umum.
Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerjasama dari berbagai
pihak dalam pelaksanaan studi ini, baik dari kalangan Bappenas sendiri maupun dari
Departemen Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan
Pusat Statistik, Departemen Keuangan, Pemerintah Daerah yang menjadi sampel studi
serta pihak-pihak lain yang telah memungkinkan terselesaikannya studi evaluasi ini.
Kami juga mengharapkan masukan, kritik maupun saran guna penyempurnaan
laporan pelaksanaan studi ini.
Jakarta, Desember 2008
Direktur Otonomi Daerah
Bappenas
Himawan Hariyoga
i
DAFTAR ISI Daftar Isi i
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Tujuan 4
I.3. Output 4
II. TINJAUAN LITERATUR
II.1. Konsep Evaluasi 5
II.2. Penelitian Sebelumnya 13
II.3. Kerangka Konseptual 21
III. METODOLOGI
III.1. Aspek, Kriteria, Indikator 24
III.2. Sampel 25
III.3. Sumber Data 27
III.4. Metode Analisis 27
IV. ANALISA EVALUASI
IV.1 Aspek Perekonomian Daerah 34
IV.2. Aspek Keuangan Daerah 38
IV.3. Aspek Pelayanan Umum 45
IV.4. Aspek Aparatur 59
IV.5. Aspek Rentang Kendali 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan 68
V.2. Saran 71
Daftar Pustaka ii
Lampiran-Lampiran iii
ii
DAFTAR PUSTAKA
_______. Studi Evaluasi Pemekaran Daerah, Bridge Bappenas-UNDP, Juli 2007.
_______. Proses dan Implikasi Sosial-Politik Pemekaran: Studi Kasus di Sambas
dan Buton, DRSP USAID-DSF, 2007.
ADB. Impact Evaluation: Methodological and Operational Issues. Economics
and Research Department. September 2006.
Baker, L Judy. Evaluating the Impact of Development Projects on Poverty : a
Handbook For Practitioners. The International Bank for Reconstruction
and Development. 2000.
Becker, O Sascha. Andrea Ichino. Estimation of Average Treatment Effects
Based on Propensity Scores. Stata Journal, StataCorp LP, vol. 2(4),
pages 358-377, November. 2002
Blundell, Richard and Monica Costa Dias. Evaluation Methods for Non-
Experimental Data. Fiscal Studies (2000) vol. 21, no. 4, pp. 427–468.
Cronin, Francis J et al. The Rural Economic Development Implication Of
Telecomunications: Evidence From Pennsylvania. Telecomunications
Policy, V01. 19, N0.7, pp. 545-559, 1995.
Duflo, Esther. Schooling And Labor Market Consequences Of School
Construction In Indonesia: Evidence Of An Unusual Policy Experiment.
NBER Working Paper 7860. Cambridge. 2000.
Ezemenari, Kene. Anders Rudqvist and K. Subbarao. Impact Evaluation: A
Note on Concepts and Methods. PRMPO. World Bank. 1999.
Fan, Shengen dan Connie Chan Kang. Road Development, Economic Growth
And Poverty Reduction In China. IFPRI Research Report No 138. 2005.
Ferrazzi, Gabriele. Pegalaman Internasional mengenai Reformasi Teritorial-
Implikasi terhadap Indonesia, DRSP USAID-DSF, 2007.
iii
Hanushek, Eric. The Role of School Improvement In Economic Development.
Nber Working Paper no 12832. 2007.
Hussain, Intizar, Fuard Marikar and Sunil Thrikawala. Assessment Of Impacts Of
Irrigation Infrastructure Development On Poverty Alleviation. Sri Lanka:
Final Research Report, International Water Management Institute
(IWMI) Colombo. 2002.
Khandker, S. Improving Rural Wages In India. Policy, Planning, and Research
Working Paper 276. Washington, D.C: World Bank. 1989.
LaLonde, R..Evaluating the econometric evaluations of training programs with
Experimental data. American Economic Review (1986). vol. 76, pp.
604–20.
Lustig, Nora. Investing in Health for Economic Development. UNU-WIDER
Research Paper No. 2006/30
Malmberg, C. C., A. Ryan, and L. Pouliquen. Rural Infrastructure Services For
Development And Poverty Reduction. Washington D.C: World Bank.
1997.
Rosenbaum, P. and Rubin, D. B. The Central Role Of The Propensity Score In
Observational Studies For Causal Effects. Biometrika (1983), vol. 70,
pp. 41–55.
Rossi, PH & Freeman, HE. Evaluation: A Systematic Approach. 2nd ed, Sage
Publications, Thousand Oaks, California,1982.
1
STUDI EVALUASI (IMPACT)
PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU
TAHUN 2008
oleh: Tim Kajian Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas
abstrak
Desentralisasi dan otonomi daerah adalah perubahan besar (big-bang) bagi
Indonesia. Sejak diberlakukannya UU no.22/1999 tentang pemerintahan daerah,
kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan yang signifikan. Selama
pemerintahan Orde Baru, pemekaran relatif stagnan dan cenderung Top-Down
policy. Saat ini pemekaran daerah adalah Bottom-Up Policy. Sejak 1999 hingga
januari 2008 telah terbentuk 164 daerah baru yang terdiri dari 7 provinsi baru,
134 kabupaten baru, dan 23 kota baru. Permasalahan timbul ketika pemekaran
daerah lebih dilihat sebagai fenomena politik tanpa melihat persyaratan teknis
proseduralnya. Akibatnya banyak daerah yang tidak berkinerja secara optimal.
Oleh karena itu evaluasi terhadap kinerja/dampak dari kebijakan pemekaran
sangat diperlukan. Berdasarkan hasil analisis indeksasi dan ekonometrika
(propensity score matching), studi ini mengindikasikan bahwa kebijakan
pemekaran belum berhasil mensejahterakan masyarakat di daerah pemekaran.
1. Latar Belakang
Melalui pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang No. 32
Tahun 2004. Undang-undang ini merupakan salah satu tonggak reformasi
pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan dimungkinkannya
pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah baik di
tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten-kota. Pola yang terjadi hanyalah
2
pemekaran daerah. Sejak 1999 hingga januari 2008 telah terbentuk 164 daerah
baru yang terdiri dari 7 provinsi baru, 134 kabupaten baru, dan 23 kota baru.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan
Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah merupakan landasan teknis pengajuan pemekaran daerah. Terdapat
sedikitnya 7 kriteria dan 43 sub indikator yang menjadi persyaratan
pemekaran suatu daerah. Di dalam PP no. 129 tahun 2000 ini pula ditegaskan
bahwa pemekaran daerah utamanya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan timbul akibat kebijakan yang sifatnya bottom up ini lebih
melihat sisi politis dengan kurang memperhatikan sisi teknis prosedural
pemekaran daerah. Akibatnya banyak daerah baru yang mekar belum
memiliki kapasitas minimum untuk melakukan tugas distribusi pelayanan
publik terhadap masyarakat.
Atas hal tersebut di atas, penataan atas rencana pemekaran daerah dan
pembentukan daerah baru menjadi satu hal yang krusial. Dengan dasar
evaluasi pemekaran daerah yang komprehensif diharapkan dapat dirumuskan
sejumlah kebijakan untuk menyusun penataan rencana pemekaran daerah dan
pembentukan daerah baru ke depan. Dengan ini pula diharapkan pencapaian
tujuan pemekaran daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan pembangunan dapat lebih dioptimalkan.
2. Tujuan, dan Sasaran Studi
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari studi ini adalah: 1)
Mengevaluasi perkembangan dan dampak pelaksanaan pemekaran daerah di
tingkat kabupaten-kota utamanya dalam hal perkembangan ekonomi,
keuangan pemerintah, pelayanan publik, dan kapasitas aparatur dan rentang
kendali. 2) Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul atas
dilaksanakannya pemekaran daerah. 3) Menyusunan dan merumuskan
3
rekomendasi kebijakan berkaitan dengan pemekaran daerah beserta usulan-
usulannya yang masih dan akan diajukan oleh beberapa daerah.
Sementara itu, sasaran (Output) yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah:
1) Tergambarnya perkembangan dan dampak pelaksanaan pemekaran daerah
dalam hal perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah, pelayanan publik,
dan kapasitas pemerintahan. 2) Teridentifikasinya permasalahan-permasalahan
yang timbul berkaitan dengan telah dimekarkannya suatu daerah. 3)Tersusun
dan dapat terumuskan rekomendasi kebijakan berkaitan dengan pemekaran
wilayah beserta usulan-usulannya yang masih dan akan diajukan oleh
beberapa daerah.
3. Metodologi
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kerangka kajian, sumber data
dan teknik pengolahan data-data yang didapat:
a) Kerangka kajian
Logical framework dari studi evaluasi ini didasarkan dari Peraturan
Pemerintah (PP) No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan,
dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Pada PP tersebut terdapat beberapa aspek kriteria untuk suatu daerah
dapat memekarkan diri sehingga kesejahteraan rakyat meningkat dari
beberapa sisi. Studi ini mengevaluasi pemekaran daerah dengan
melakukan modifikasi kriteria evaluasi sebagaimana yang terdapat
pada PP tersebut. Upaya ini dilakukan karena keterbatasan data. Untuk
lebih jelasnya kerangka konseptual dari studi ini adalah sebagai
berikut:
4
Gambar 2.4.
Kerangka Konseptual
b) Sumber data:
Data-data yang digunakan pada studi ini bersumber dari berbagai instansi
yang berbeda. Data-data yang digunakan mengikuti kebutuhan atas aspek-
aspek yang akan di evaluasi. Data yang digunakan dalam studi ini bersumber
dari berbagai publikasi instansi dan lembaga terkait. Untuk analisis deskripstif
studi ini menggunakan publikasi BPS, BPK dan Departemen Keuangan yang
masing-masing berupa daerah dalam angka, potensi desa, dan keuangan
pemerintah daerah (APBD). Kemudian untuk analisis ekonometrik yang
menggunakan metode evaluasi dampak untuk data non-eksperimen studi ini
menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (susenas) dan Potensi
Desa (podes) tahun 2006. Selain itu juga data dari penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Hari Sedyaldo (Alternatives on Pemekaran, 2008). Berikut adalah data-
data yang digunakan dalam penelitian ini:
PP 129 tahun 2000Pemekaran Daerah
Asp
ek Ekonomi Keuangan Daerah
Pelayanan Publik
Kapasitas Aparatur
Kabupaten DOB
Daerah Induk
Daerah Kontrol
Ker
angk
aA
nalis
is
Peningkataan Kesejahteraan
Masyarakat, melalui:
• Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;• Percepatan
partumbuhan kehidupan demokrasi;• Percepatan
pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;• Percepatan
pengelolaan potensi daerah;• Peningkatan
keamanan dan ketertiban;• Peningkatan
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.
Evaluasi pada:
Analisis Kuanlitatif Analisis Kualitatif
Met
ode
Ana
lisis
Implikasi Kebijakan
Rata2
Rentang Kendali
Kota
5
Tabel 3.1.
Aspek, Kriteria dan Indikator Evaluasi
No Aspek Kriteria Indikator
Skala Ekonomi PDRB Konstan
Daya Beli Tingkat Kemiskinan 1 Ekonomi Daerah
Supply Tenaga Kerja Jumlah Angkatan Kerja
Keuangan Pusat - Daerah DAU, DAK dan Total Penerimaan
Fokus Belanja Belanja Modal, Belanja Tetap &Total 2
Keuangan
Pemerintah
Kontribusi Ekonomi Total Belanja dan Produk Domestik Bruto
Fasilitas Pendidikan Tingkat Dasar Jumlah Sekolah SD & SLTP, Jumlah Murid
Tenaga Pendidik Pendidikan Jumlah Guru SD & SLTP, Jumlah Murid SD
Fasilitas Pendidikan Tingkat Lajut Jumlah Sekolah dan Murid SLTA
Tenaga Pendidik Pendidikan Jumlah Guru dan Murid SLTA
Fasilitas Kesehatan Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Jumlah
Pelayanan Tenaga Medis Jumlah Tenaga Medis dan jumlah
3 Pelayanan Publik
Fasilitas Infrastruktur Total Panjang Jalan Kabupaten menurut
Kualitas Aparatur Jumlah PNS menurut tingkat pendidikan
Komposisi Aparatur Jumlah PNS menurut fungsi (Teknis dan 4 Kapasitas Aparatur
Jangkauan Aparatur Jumlah PNS, Jumlah Penduduk
Jarak Jarak antar kecamatan terhadap ibukota 5 Rentang Kendali
Keamanan Kriminalitas per 1000 Penduduk
c) Metode pengolahan data
Studi ini melakukan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis ekonometrik.
Analisis deskriptif pada studi ini adalah dengan menggunakan alat penghitungan
berupa indeksasi.
Metode perhitungan yang digunakan untuk menstandarisasi data adalah sebagai
berikut:
100)Min(Max
MinXXij
jj
jij^
...............................................(3.1)
dimana :
Xij’ = Nilai yang distandarisasi kabupaten ke-i variabel ke-j
Xij = Nilai data asal kabupaten ke-i variabel ke-j
6
Minj = Nilai minimun variabel ke-j
Maxj = Nilai maximum variabel ke-j
Selanjutnya untuk analisis ekonometrik, seperti penjelasan di atas dengan data
non-experimental maka metode yang cocok dengannya adalah matching method.
Untuk melihat rerata dampak dari suatu intervensi dari metode ini maka akan
digunakan PSM (propensity score matching).
Propensity score itu didefinisikan sebagai probabilita bersyarat untuk menerima
intervensi dengan berdasar pada karakteristik-karakteristik sebelum intervensi
tersebut. (Rosenbaum and Rubin, 1983)
XDEX1DPτP(X) ............................………………(3.4)
Dimana D={0,1} adalah variabel dummy yang menunjukkan dua kelompok yang
berbeda, kelompok yang terkena intervensi (D=1), dan mereka yang tidak/
kelompok kontrol (D=0). X adalah karakteristik-karakteristik pra-intervensi.
d) Sampel daerah
Pertama mengenai periodeisasi, studi ini mengevaluasi daerah pemekaran yang
mekar pada tahun 2001 dan 2003. Kemudian, studi ini terdiri dari beberapa level.
Pertama untuk analisis deskriptif digunakan sampel 5 propinsi. kemudian untuk
analisis ekonometrika ada dua tipe, pertama menggunakan 5 sampel propinsi
tersebut. kedua, menggunakan data seluruh indonesia. Dengan demikian
bergerak pada ranah populasi.
Lokasi Focus Groups Discussion (FGD) untuk mendapatkan penjelasan mendetail
dari hasil analisis deskripsi, ditentukan dengan metode acak-sederhana di setiap
propinsi. Daerah-daerah yang terpilih menjadi lokasi FGD ialah, Kota Padang
Sidempuan, Kota Bau-Bau, Kabupaten Muko-Muko, Kabupaten Melawi, dan
Kabupaten lingga.
4. Hasil dan Analisis
4.1. Aspek Perekonomian Daerah
7
Berdasarkan metode indeksasi terlihat bahwa secara umum, DOB
kabupaten memiliki nilai indeks yang lebih rendah dari daerah lainnya.
Sementara itu DOB kota adalah memiliki grafik yang bersinggungan
dengan daerah induk dan lebih tinggi dari daerah kontrol.
Berdasar hasil perhitungan dari data Potensi Desa tahun 2006, dampak
(perbedaan rerata IKRT di desa-desa pada daerah pemekaran dengan
rerata IKRT di desa-desa pada daerah kontrol) terhadap IKRT adalah positif
di daerah sampel di propinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
Sementara itu, di Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Bengkulu dapat
dikatakan bahwa dampak pemekaran terhadap IKRT adalah negatif
Berdasar analisis ekonometrika, terlihat bahwa dampak pemekaran
terhadap angkatan kerja adalah negatif. Hal ini terkait dengan kecilnya
kegiatan ekonomi di daerah tersebut.
Pengeluaran rumah tangga dapat mengindikasikan pada tingkat
kesejahteraan berapa suatu rumah tangga itu berada. Secara umum
semakin besar pengeluaran maka keluarga itu cenderung akan semakin
sejahtera keluarga tersebut. Dari hasil penghitungan terlhat bahwa dampak
pemekaran (perbedaan rerata daerah pemekaran dengan daerah kontrol)
terhadap pengeluaran rumah tangga itu negatif. Dari kelima daerah
sampel, bengkulu adalah yang paling besar diikuti oleh Sumatera Utara,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara.
4.2. Aspek keuangan daerah
Aspek keuangan daerah ini melihat beberapa kriteria evaluasi seperti
keuangan pusat-daerah (independesi fiskal), fokus belanja (modal, belanja
tetap), dan kontribusi ekonomi (total belanja terhadap pdrb).
Daerah pemekaran memiliki independensi fiskal yang relatif lebih rendah
dibanding daerah kontrol. Daerah induk dan kota DOB relatif menunjukkan
kedekatan independensi, sementara kabupaten DOB lebih rendah
dibandingkan daerah lainnya dengan indeks independensi fiskal di bawah
10%.
Kabupaten DOB secara umum memiliki konsentrasi belanja modal yang
lebih besar, namun hal ini dimungkinkan lebih kepada pengadaan
infrastruktur pemerintahan dimana notabene kabupaten DOB perlu
membangunnya dari awal. Hal ini dapat memiliki konsekuensi negatif pada
8
aspek lainnya yaitu aspek pelayanan publik (bersifat trade-off dengan
infrsatruktur pemerintahan).
Kabupaten DOB tampak masih memainkan peranan yang relatif dominan
dalam perekonomian di daerahnya daripada daerah lainnya. Hal ini
berpotensi terjadinya crowding-out.
Dari segi keuangan, daerah pemekaran memiliki besaran yang lebih kecil
dibanding daerah kontrol. Rerata APBD, DAU, PAD (pajak, retribusi) di
daerah pemekaran lebih kecil dibanding di daerah kontrol. Hal ini
ditunjukkan dari besaran yang negatif. Namun besaran rerata dampak
pada DAK untuk tahun 2006 adalah positif.
4.3. Aspek pelayanan umum.
Aspek ini melihat tiga kriteria pelayanan yaitu dari kriteria pendidikan,
kesehatan dan infrastruktur ekonomi seperti jalan, air, irigasi, listrik, akses
terhadap air bersih, dan telepon.
Indeks rasio murid per sekolah pada level pendidikan dasar di DOB kota
lebih rendah dari daerah mana pun bahkan dari DOB Kabupaten. Hal ini
mengindikasikan bahwa penyebab utamanya adalah kurang seimbangnya
pertumbuhan peserta didik dengan pertumbuhan sekolah. Dengan
perkataan lain terjadi ekses suplai fasilitas pendidikan di kabupaten DOB
kota. Kemudian, ketersediaan guru pada pendidikan dasar di kabupaten
DOB masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan di daerah lainnya.
Hal ini biasanya lebih disebabkan oleh kurangnya insentif bagi guru-guru
yang berada di daerah DOB kabupaten.Secara umum, pada level nasional
kebijakan DOB ini berdampak negatif terhadap beberapa aspek
pendidikan.
Terkait dengan kesehatan, DOB kabupaten berada pada indeks teratas
hampir sepanjang tahun, berbeda dengannya DOB kota berada pada
tingkat terbawah sejak tahun 2005. Hal ini cenderung disebabkan oleh
perbedaan komposisi penduduk antara dua jenis DOB itu. Penduduk di
DOB kota jauh lebih banyak jumlahnya dibanding dengan di DOB
kabupaten. Secara umum kebijakan pemekaran berdampak negatif baik
kepada jumlah tenaga medis maupun sarana kesehatan.
9
Terkait dengan infrastruktur, DOB secara keseluruhan memiliki indeks
panjang jalan yang lebih rendah dari daerah induk dan kontrol. Hal ini
mengindikasikan bahwa akses dari dan ke DOB masih relatif sulit.
Terkait dengan akses terhadap air bersih, dari gambar di bawah ini terlihat
bahwa pada tahun 2006 masyarakat di DOB kota memang lebih mudah
untuk mengakses air. Sementara itu di DOB kabupaten masyarakatnya
lebih sulit untuk mengakases air dibandingkan daerah kontrol dan induk.
Secara nasional, dampak kebijakan pemekaran memiliki dampak negatif
terhadap ketersediaan infrastruktur ekonomi di daerah tersebut.
4.4. Aspek Aparatur
Dalam kajian ini, aspek manajemen aparatur yang dianalisis secara umum
adalah dari segi kualitas aparatur, khususnya dalam hal tingkat pendidikan
aparat, dan dari segi jangkauan aparatur, khususnya dalam hal
proporsi/perbandingan antara jumlah aparatur dengan jumlah penduduk.
Rata-rata indeks kabupaten pemekaran ternyata secara umum lebih tinggi
dibanding daerah lain. Demikian juga dengan kota hasil pemekaran, masih
lebih tinggi dibanding rata-rata daerah induk dan daerah kontrol. Gap atau
jarak selisih terbesar terjadi pada tahun 2003, yang masih termasuk tahun-
tahun awal terbentuknya daerah pemekaran. Meski begitu, tren atau
kecenderungan indeks ini untuk kabupaten pemekaran menurun,
sementara untuk daerah lain tren-nya meningkat.
Pada masa-masa awal pembentukan daerah pemekaran, khususnya
kabupaten pemekaran, jumlah aparat di daerah pemekaran itu masih
sangat sedikit. Akan tetapi dari segi kualitas, khususnya bila dilihat dari
tingkat pendidikan, justru cenderung tinggi. Hal ini mungkin terkait
dengan kebutuhan daerah pemekaran untuk mengisi pos-pos jabatan
struktural yang notabene membutuhkan kualifikasi tingkat pendidikan
tertentu.
Dalam perkembangannya, daerah kabupaten pemekaran mulai melakukan
perekrutan atau usaha-usaha lain untuk menambah jumlah aparat mereka
dengan cepat, guna menambah tenaga untuk melakukan pelayanan. Proses
penambahan aparat yang kemudian terjadi ini tidak hanya difokuskan
untuk mengisi pos-pos jabatan, akan tetapi juga staf dan tenaga teknis atau
fungsional.
10
Analisis secara nasional dengan menggunakan analisis ekonometrika
menunjukkan bahwa dampak pemekaran terhadap PNS adalah negatif.
Sebagai contoh pada DOB 2003 dapat dilihat bahwa perbedaan rerata
jumlah PNS di DOB dengan kontrol sebesar 4190 jiwa pada tahun 2005 dan
3879 jiwa pada tahun 2006.
4.5. Aspek Rentang Kendali
Pola yang umum terjadi pada pemekaran daerah kabupaten/kota ini adalah
bahwa pemekaran tersebut akan diikuti oleh pemekaran desa/kelurahan
dan kecamatan.
Analisis dilakukan dengan membandingkan rerata jarak dari desa ke
ibukota kabupaten, dan dari kkabupaten/kota ke ibukota propinsi. hasil
analisis mengindikasikan bahwa jarak desa ke ibukota kab/kota
pemekaran lebih dekat dari jarak desa ke ibukota kab/kota yang menjadi
kontrol. Namun, pada beberapa daerah tertentu rerata jarak antar wilayah
yang lebih kecil dari DOB daripada daerah kontrol ternyata masih belum
mampu membuat rerata ongkos yang ditanggung menjadi relatif lebih
kecil. Hal ini terjadi karena kondisi geografis daerah tersebut.
Saat ini semua urusan pelayanan publik terkonsentrasi pada level
kabupaten/kota dan bukan propinsi. Sehingga yang relevan untuk
diperhatikan adalah jarak dari desa/kecamatan ke ibukota kabupaten dan
bukan jarak kabupaten ke ibukota propinsi.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi.
5.1. Kesimpulan
Berdasar analisis indeksasi pada studi ini, secara umum, di beberapa
aspek tertentu, DOB Kota menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada
DOB Kabupaten.
DOB (khususnya kabupaten) mengalokasikan porsi anggaran yang relatif
jauh lebih besar untuk pembangunan (modal) infrastruktur pemerintahan
dan kebutuhan belanja aparat pada tahun-tahun pertama jalannya
pemerintahan. Hal ini dapat bersifat trade-off terhadap pengeluaran
pemerintah pada pelayanan publik.
11
Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) di daerah DOB lebih besar
dibandingkan dengan daerah kontrol. Mengingat DAK adalah transfer
pemerintah pusat pada spesifik bidang tertentu. Hal ini mengindikasikan
bahwa kinerja dalam pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan
di daerah DOB masih lebih rendah dibandingkan daerah kontrol.
Pemekaran daerah selalu diikuti oleh pendeknya rentang kendali.
Seharusnya dengan pendeknya rentang kendali, masyarakat akan lebih
dekat pula dengan pelayanan publik. Namun hasil analisis studi
menunjukkan hal yang berbeda. Peningkatan pelayanan publik baru
terjadi pada umumnya di wilayah ibukota daerah pemekaran saja.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum pemekaran daerah
memiliki dampak negatif pada beberapa aspek pelayanan publik seperti
kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
5.2. Rekomendasi
Pemekaran daerah selama ini didominasi oleh proses politik daripada
administratif teknis. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam proses
pengusulan. Perlu ditentukan secara tegas tahapan dalam proses
pengusulan pemekaran suatu daerah dan dipertegas kembali siapa yang
berhak menjadi pengusul. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan melakukan
perubahan dalam UU. Masyarakat bisa menjadi pengusul utama dengan
menggunakan instrumen referendum.
Pemerintahan DOB yang baru terbentuk harus mampu menjalankan
pemerintahan otonomnya dengan baik segera setelah pemerintahan
terbentuk. Dengan demikian pemerintah DOB harus memiliki syarat
kapasitas minimal tertentu. Untuk itu diperlukan tahap persiapan sebelum
pemerintahan DOB terbentuk.Usulan untuk mekar tidak secara langsung
akan disetujui pada tahun yang sama. Proses peningkatan kapasitas ini bisa
berjalan hingga, katakan, 3 tahun.
Perlunya alternatif kebijakan selain pemekaran pada level kabupaten/kota
yaitu pemekaran di level kecamatan/desa. Dengan begitu, syarat jumlah
12
tertentu atas kecamatan untuk suatu daerah itu dapat mekar seharusnya
ditiadakan.
Tidak memberikan insentif fiskal untuk memekarkan diri. Diketahui
bersama bahwa daerah yang baru mekar akan mendapatkan transfer dana
yang jauh lebih besar dibanding sebelum terjadinya pemekaran. Hal ini
mendorong pada tingginya usulan pemekaran.
Terkait dengan kebijakan penataan daerah secara umum. Selama ini belum
pernah ada kebijakan mengenai penggabungan daerah. Hal ini karena
tidak ada insentif (fiskal, dll) bagi daerah untuk menggabungkan diri.
Pengelolaan dan pengaturan penyediaan layanan publik hendaknya
memperhatikan keberagaman kondisi geografis daerah dan bukan pada
populasi saja.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di suatu wilayah. Demikian pula dengan Indonesia, ketika terjadi perubahan
sosial-politik yang besar pada tahun 1997/1998 maka desentralisasi dan otonomi daerah
menjadi alternatif jalan keluarnya. Hal ini ditegaskan melalui pemberlakuan Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah
menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-undang ini merupakan salah satu
tonggak reformasi pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan
dimungkinkannya pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah
baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten-kota. Alasan dasar pemekaran
daerah antara lain guna menciptakan kemandirian dan mempercepat pembangunan
daerah, serta sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa latar belakang pemekaran yang cukup relevan dan sering muncul yaitu
untuk mengatasi rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada
daerah-daerah yang belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan, baik administrasi
maupun pembangunan. Pemekaran daerah juga memberikan kesempatan kepada
daerah untuk mengoptimalkan pemerataan pembangunan. Pembangunan yang terjadi
selama ini cenderung terpusat pada daerah pusat pemerintah dan ekonomi yang
notabene berada di ibukota daerah. Alasan lainnya, yakni dalam rangka pengembangan
demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan
Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah
merupakan landasan teknis pengajuan pemekaran daerah. Terdapat sedikitnya 7 kriteria
dan 43 sub indikator yang menjadi persyaratan pemekaran suatu daerah. Di dalam PP
no. 129 tahun 2000 ini pula ditegaskan bahwa pemekaran daerah utamanya ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diatur di dalamnya berbagai
persyaratan teknis dan administratif pemekaran daerah yang salah satunya menjabarkan
1
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 2
rangkaian proses pengajuan pemekaran daerah yang cukup panjang. Bahkan tidak itu
saja, pemenuhan berbagai persyaratan teknis ini seharusnya didasari oleh kajian dan
studi kelayakan yang diselenggarakan oleh lembaga independen dan kompeten.
Namun proses pemekaran daerah yang sedemikian panjang ditambah lagi
dengan persyaratan-persyaratan teknis yang jumlah relatif banyak, tidak menyurutkan
pengajuan pemekaran daerah. Sejak ditetapkannya PP No. 129/2000 hingga tahun 2004
saja, telah dimekarkan provinsi dari 26 menjadi 33 (26,9%) dan kabupaten/kota dari 303
menjadi 440 kabupaten/kota (45,2%). Sementara itu dua tahun terakhir ini, pemerintah
sementara menangguhkan pemekaran karena situasi yang terjadi di daerah belum
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, hingga
akhir tahun 2006 usulan atas pemekaran daerah terus bertambah dimana terdapat usulan
sebanyak 114 kabupaten/kota serta 21 provinsi.
Pemekaran daerah ini juga tidak dapat dipisahkan dari desentralisasi fiskal.
Semakin bertambahnya jumlah daerah secara aggregat meningkatkan pula kebutuhan
belanja daerah pemerintah pusat. Sejak ditetapkan PP no 129 tahun 2000, alokasi belanja
pemerintah untuk belanja daerah terus mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun secara proporsional. Tahun 2002 saja, alokasi belanja daerah mengalami
peningkatan dari Rp.81.054 Miliar di tahun 2001 menjadi Rp.97.809 Miliar di tahun 2002
atau mengalami peningkatan sebesar 20,67%. 4 tahun kemudian ketika untuk kabupaten
dan kota saja secara administratif bertambah sekitar 86 daerah, alokasi belanja daerah
mencapai Rp.219.380 Miliar atau meningkat lebih 126% dibandingkan tahun 2002.
Gambar 1.1
Belanja Daerah dan Total Belanja APBN
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
2001
2002
2003
APB
N-P
200
4
APB
N-P
II 2
005
RA
PBN
-P 2
006
RA
PBN
-P 2
007
RA
PBN
200
8
Rp. Miliar
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Total BelanjaBelanja DaerahBelanja Daerah (%)
Sumber: Nota Keuangan dan Data Pokok APBN, Depkeu, diolah.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 3
Sejatinya, alokasi belanja daerah ini bisa lebih dioptimalkan. Baik sebagai
sumber pembiayaan pembangunan daerah maupun pembiayaan pembangunan secara
nasional. Di sisi yang lain, dengan berbagai upaya dalam otonomi dan desentralisasi
fiskal salah satunya pemekaran daerah; kapasitas fiskal pemerintah daerah dapat
ditingkatkan. Namun pada kenyantaannya pemerintah daerah masih memiliki
ketergatungan yang cukup besar terhadap alokasi anggaran pemerintah pusat untuk
membiayai pembangunan di daerah. Untuk pemerintah provinsi sekitar 70 – 80 persen
APBD berasal dari pemerintah pusat, sedangkan untuk kabupaten/kota, sekitar 80 – 90
persen APBD juga berasal dari pemerintah pusat.
Kenyataan di atas sekaligus menjadi cerminan kinerja pemerintah daerah
walaupun hanya dari satu aspek dari kinerja keuangan pemerintah daerah secara
keseluruhan. Padahal jika merujuk kembali pada PP 129 tahun 2000, masih terdapat
beberapa aspek lain seperti ekonomi, potensi daerah dan lainnya yang menjadi
persyaratan. Beberapa studi terdahulu menunjukkan sejumlah permasalahan dalam
pemekaran daerah. Studi-studi ini mengindikasikan belum optimalnya kinerja
pemerintah daerah-daerah pemekaran. Kondisi ini ditambah lagi dengan terus
bertambahkan pengajuan pemekaran daerah hingga saat ini. Di sisi lain semakin
banyaknya jumlah daerah terbukti secara signifikan mendorong peningkatan belanja
daerah pemerintah pusat. Sementara itu perkembangan ekonomi nasional dan
internasional telah pula mendorong kebutuhan belanja pusat yang lebih besar terutama
untuk menanggulangi peningkatan harga minyak mentah di pasar dunia, baik untuk
menjaga stabilitas ekonomi maupun untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Atas hal tersebut di atas, penataan atas rencana pemekaran daerah dan
pembentukan daerah baru menjadi satu hal yang krusial. Dengan dasar evaluasi
pemekaran daerah yang komprehensif diharapkan dapat dirumuskan sejumlah
kebijakan untuk menyusun penataan rencana pemekaran daerah dan pembentukan
daerah baru ke depan. Dengan ini pula diharapkan pencapaian tujuan pemekaran
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan
dapat lebih dioptimalkan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 4
I.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari studi ini adalah:
1. Mengevaluasi perkembangan dan dampak pelaksanaan pemekaran daerah di
tingkat kabupaten-kota utamanya dalam hal perkembangan ekonomi, keuangan
pemerintah, pelayanan publik, dan kapasitas aparatur dan rentang kendali.
2. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul atas dilaksanakannya
pemekaran daerah.
3. Menyusunan dan merumuskan rekomendasi kebijakan berkaitan dengan
pemekaran daerah beserta usulan-usulannya yang masih dan akan diajukan oleh
beberapa daerah.
I.3. Output
Sasaran (Output) yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah:
1. Tergambarnya perkembangan dan dampak pelaksanaan pemekaran daerah dalam
hal perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah, pelayanan publik, dan
kapasitas pemerintahan.
2. Teridentifikasinya permasalahan-permasalahan yang timbul berkaitan dengan
telah dimekarkannya suatu daerah.
3. Tersusun dan dapat terumuskan rekomendasi kebijakan berkaitan dengan
pemekaran wilayah beserta usulan-usulannya yang masih dan akan diajukan oleh
beberapa daerah.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 5
BAB II TINJAUAN LITERATUR II.1. Konsep Evaluasi
a. Pemahaman Dasar Evaluasi
Evaluasi diartikan sebagai suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara
obyektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program/kebijakan) yang telah
direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan
menggunakan metode evaluasi yang relevan (Pedoman Penyusunan Indikator,
Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, Tim Penyusun Pedoman Pemantauan
dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja 2004, Bappenas, 2004). Secara teoritis tujuan
evaluasi adalah memberikan penilaian tentang kinerja ataupun kemanfaatan sesuatu
kegiatan tertentu1. Kegiatan evaluasi dilakukan baik sebelum suatu program/kebijakan
dilaksanakan (ex-ante evaluation), pada saat berlangsung (on-going evaluation), maupun
setelah program/kebijakan selesai dilaksanakan (ex-post evaluation).
Evaluasi dampak (evaluation impact) adalah identifikasi sistematik atas efek-efek–
positif atau negatif, baik yang diharapkan atau tidak— pada individu, rumah tangga,
institusi dan lingkungan yang disebabkan oleh suatu program/intervensi seperti
program atau proyek. program/intervensi itu dapat diartikan sebagai suatu rangkaian
proses–dari input, ke output antara dan akhirnya kepada dampak/hasil akhir (ADB,
2006). Proses evaluasi dapat fokus pada semua rangkaian tersebut. Evaluasi yang
menganalisis dari dampak/hasil akhir dinamakan evaluasi dampak. Dampak itu sendiri
merupakan perbedaan pada apa yang terjadi antara ada atau tidaknya suatu
program/intervensi.
Tujuan evaluasi kinerja program adalah agar dapat diketahui dengan pasti
apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan
program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program di masa
1 Lihat LAN (2005) tentang Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Otonomi Daerah 1999-2003.
2
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 6
yang akan datang. Fokus utama evaluasi kinerja diarahkan kepada hasil, manfaat, dan
dampak dari program. Pada prinsipnya, untuk menciptakan proses dan kegiatan
perencanaan yang efisien, efektif, transparan dan berakuntabilitas, perlu dibuat
perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui penyusunan indikator dan sasaran kinerja
program yang mencakup indikator masukan, indikator keluaran, dan indikator
hasil/manfaat. Dalam PP 39 tahun 2006, definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome)
terhadap rencana dan standar2.
Evaluasi selalu berupaya untuk mempertanyakan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan dari suatu rencana yang sekaligus juga mengukur seobyektif mungkin
hasil-hasil pelaksanaan (program) dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-
pihak yang mendukung atau yang tidak mendukung suatu rencana. Evaluasi merupakan
cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan rencana dan hasil pelaksanaan
suatu program. Oleh karena itu, pengertian evaluasi sering digunakan untuk
menunjukkan tahapan siklus pengelolaan program.
Pada dasarnya, tetap ada tiga kriteria yang berusaha dinilai dalam suatu proses
evaluasi, yaitu :
1. Efisiensi, yaitu terkait dengan seberapa efisien penggunaan sumber daya dalam
memproduksi keluaran (output) program yang ditargetkan.
2. Efektivitas, yaitu kesesuaian hasil dengan ketercapaian tujuan, sasaran dan arahan
kebijakan program.
3. Responsivitas, yaitu menilai apakah hasil suatu kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi atau nilai-nilai kelompok tertentu. Kepuasan stakeholders ini menjadi salah
satu dasar asumsi untuk menilai dampak yang dirasakan stakeholders atas suatu
program, dalam pengertian apakah dampak yang dirasakan itu positif atau tidak.
b. Pendekatan Evaluasi
Secara umum ada dua pendekatan yang sering digunakan dalam mengukur
dampak pembangunan. Pertama, pendekatan sebab-akibat, yaitu apakah suatu dampak
yang diamati merupakan hasil dari pelaksanaan suatu program tertentu atau bukan.
Yang kedua, pendekatan deskriptif mengenai perkiraan dampak yang mungkin dapat
ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program. Pendekatan sebab-akibat menggunakan
2 PP 39 Tahun 2006 secara khusus membahas mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaa rencana
pembangunan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 7
asumsi bahwa keberadaan suatu program pembangunan menjadi prasyarat bagi
terjadinya suatu dampak. Oleh karena itu, pendekatan ini memerlukan adanya
pembanding (counterfactual situation) yang sangat sulit dipenuhi apabila programnya
sangat luas sehingga sulit untuk menetapkan kelompok pembandingnya.
Pendekatan deskriptif digunakan apabila cakupan program yang akan dievaluasi
sangat luas dan bisa diterapkan pada dasarnya bagi siapa saja atau populasi yang lebih
besar. Dengan demikian, pendekatan ini dipilih bila tidak dapat dilakukan
pembandingan kelompok sasaran program dan kondisi sebelum dan sesudah
pelaksanaan program. Pendekatan secara deskriptif memungkinkan evaluator untuk
dapat menggambarkan kinerja dan lingkup program secara lebih menyeluruh dengan
berbagai informasi mengenai perkiraan dampak dari program yang dievaluasi. Menurut
Dunn (1991)3, evaluasi dengan menggunakan pendekatan deskriptif terbagi kedalam
tiga jenis yaitu evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis.
Perbandingan antara ketiga jenis evaluasi itu dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Pendekatan Evaluasi Tujuan Asumsi
Evaluasi semu (pseudo
evaluation)
Menggunakan metode-metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa
berusaha menanyakan tentang manfaat atau
nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.
Ukuran manfaat atau nilai terbukti
dengan sendirinya atau tidak
kontroversial
Evaluasi formal (formal
evaluation)
Menggunakan metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang terpercaya dan
valid mengenai hasil kebijakan berdasarkan
pada tujuan kebijakan/program yang telah
diumumkan secara formal oleh pembuat
kebijakan.
Tujuan dan sasaran dari pengambil
kebijakan dan administrator yang
secara resmi diumumkan merupakan
ukuran yang tepat dari manfaat atau
nilai
Evaluasi keputusan
teoritis (decision-
theoretic evaluation)
Menggunakan metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang terpercaya dan
valid mengenai penilaian hasil kebijakan yang
secara eksplisit diinginkan oleh berbagai
pelaku
Tujuan dan sasaran dari berbagai
pelaku yang diumumkan secara
formal ataupun diam-diam
merupakan ukuran yang tepat dari
manfaat atau nilai
Adapun dalam konteks evaluasi terhadap kinerja program pembangunan,
pendekatan yang biasa digunakan adalah evaluasi formal dan/atau evaluasi keputusan
teoritis. Evaluasi terhadap kinerja program pembangunan ini dapat dilaukan dengan dua
cara, yaitu :
3 Dunn, William N., Public Policy Analysis. 1991
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 8
1. Penilaian pencapaian indikator kinerja program pembangunan berdasarkan
keluaran dan hasil.
2. Studi evaluasi kinerja program pembangunan berdasarkan dampak yang
ditimbulkan.
Kedua cara tersebut dibutuhkan dalam pelaksanaan evaluasi kinerja dan saling
mendukung untuk memberikan informasi yang bermanfaat untuk kepentingan
perencanaan dan pengendalian pelaksanaan program. Cara pertama dapat
dilaksanakan tanpa melakukan analisis yang mendalam, sedangkan untuk melaksanakan
cara kedua juga diperlukan penyusunan indikator dan sasaran kinerja sebagaimana
dilakukan pada cara pertama. Ketersediaan indikator dan sasaran kinerja dari hasil
pelaksanaan cara pertama akan memudahkan pelaksanaan studi evaluasi kinerja,
sedangkan cara kedua dapat membantu dalam mengidentifikasi indikator-indikator baru
yang lebih relevan.
Cara pertama dilaksanakan melalui perbandingan indikator dan sasaran kinerja
dengan realisasinya. Indikator dan sasaran kinerja biasanya tersedia dan dapat langsung
dimanfaatkan oleh pengambil keputusan tanpa harus melakukan analisis yang rumit.
Cara yang kedua dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat
lebih mendalam (in-depth evaluation study) terhadap hasil, manfaat, dan dampak dari
program yang telah selesai dilaksanakan. Hal terpenting dari studi evaluasi kinerja
adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana informasi itu diperoleh,
dianalisis dan dilaporkan. Informasi studi evaluasi kinerja bersifat independen, obyektif,
relevan, dapat diverifikasi, dapat diandalkan, dapat dipercaya, tepat waktu serta
memakai metode pengumpulan dan analisis data yang tepat dan transparan.
c. Masalah Dalam Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak berfokus pada dampak bersih (net impact) dari sebuah
intervensi pada individu, rumah tangga, institusi dan lainnya. Namun ada kemungkinan
bahwa terdapat faktor lain juga berkontribusi pada dampak yang ditimbulkan. Evaluasi
yang baik adalah evaluasi yang mampu membersihkan dampak dari faktor-faktor
lainnya tersebut, yaitu dengan menganalisis apa yang terjadi ketika intervensi tidak ada
(counterfactual situation). Hal ini dapat dilakukan dengan membuat suatu kelompok
kontrol (kelompok yang tidak menerima intervensi) sebagai kelompok pembanding
dengan mereka yang menerima intervensi (treatment groups).
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 9
Ketika suatu intervensi berada pada lingkup tempat, kelompok kontrol dapat
ditentukan pada tingkatan yang berbeda: regional, desa, komunitas, atau rumah tangga.
Semakin rendah tingkatannya semakin intensif informasi yang diperoleh, semakin
memakan waktu dan tentunya semakin mahal. Semua hal tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan beberapa metode yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar
yaitu, desain eksperimen (evaluasi acak) dan desain eksperimen-semu (evaluasi bukan-
acak).
Beberapa isu yang timbul dalam menentukan kelompok kontrol ini diantaranya
ialah mengenai lingkup intervensi (semakin luas lingkupnya semakin sulit/tidak relevan
untuk membuat kelompok kontrol), kemudian integritas dari kelompok kontrol
(dipengaruhi oleh adanya program intervensi lainnya yang berada pada daerah), dan
perlunya memperhitungkan beberapa kejadian yang terjadi pada waktu yang
bersamaan. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan beberapa
metode yang dapat digunakan untuk membuat control groups yaitu (Rosi and Freeman,
1982):
1. Randomized control: individu-individu secara acak dibagi menjadi dua kelompok,
mereka yang menerima intervensi dan yang tidak.
2. Constructed control: membuat dua kelompok (yang menerima intervensi dan yang
tidak) yang memiliki kemiripan karakteristik.
3. Statistical control: membandingkan dua kelompok untuk karakteristik lainnya yang
mungkin secara statistik berbeda diantara keduanya.
4. Reflexive control: kelompok yang menerima intervensi dibandingkan dengan diri
mereka sendiri sebelum dan setelah menerima intervensi.
5. Generic control: dampak intervensi dibandingkan dengan tujuan/target yang
diharapkan dari intervensi.
6. Shadow control: penilaian dari para ahli, atau kelompok atas hasil apa yang
diharapkan dengan hasil yang terjadi.
Pemilihan dari berbagai metode di atas tergantung dari metode/model evaluasi
dampak yang digunakan, dan tentunya berbagai hambatan yang dimiliki. Apakah itu
hambatan waktu, biaya atau ketersediaan data. Pada studi ini yang akan digunakan
adalah dengan membuat dua kelompok yang memiliki kemiripan karakteristik
(constructed control).
Mengapa kondisi counterfactual sangat penting? Jawabannya adalah untuk
menghindari bias dalam melakukan estimasi terhadap dampak suatu kebijakan. Satu
teknik yang sering digunakan dalam metode evaluasi adalah membandingkan antara
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 10
hasil ”sebelum” dan ”sesudah” intervensi. Masalah dari komparasi ini adalah ia
menggunakan suatu kelompok yang sama yang terkena intervensi dan melihat
perubahan hasil pada kelompok tersebut seiringan berubahnya waktu. Hal ini
memunculkan adanya potensi bias pada hasil yang diukur karena komparasi tersebut
gagal untuk memasukkan perhitungan perubahan terhadap hasil pada kelompok
terkena intervensi jika tidak ada kebijakan pada kelompok tersebut. Gambar di bawah
ini menunjukkan betapa pentingnya counterfactual dalam evaluasi dampak.
Gambar 2.1 Mengukur Dampak (Impact)
d. Evaluasi Dengan Data Non-Experimental
Seperti telah disinggung di atas bahwa tujuan evaluasi dampak ialah mengukur
dampak dari intervensi/kebijakan pada sekumpulan variabel hasil. Biasanya individu-
individu diidentifikasi berdasar beberapa tipe yang dapat diobservasi seperti umur,
gender, pendidikan, lokasi, dll. Dengan demikian, masalah evaluasi adalah mengukur
dampak intervensi/kebijakan pada setiap tipe individu. Hal ini dapat dilihat sebagai
masalah dalam hilangnya data (missing data) karena pada suatu titik tertentu setiap
orang dianggap sebagai partisipan dari kebijakan tersebut atau tidak, dan tidak dapat
keduanya. Dengan demikian membuat suatu counterfactual adalah isu sentral dari
metode evaluasi.
Dalam ilmu ekonomi, metode evaluasi terbagi dalam lima kategori besar. Setiap
kategori menyediakan alternatif pendekatan dalam membentuk suatu kondisi jika tiada
kebijakan (counterfactual) (Blundell and Costa Dias, 2000). Yang pertama adalah
eksperimen acak sosial murni. Dalam beberapa cara metode ini adalah metode yang
paling meyakinkan karena keberadaan kelompok kontrol yang acak dari suatu populasi.
Metode ini mengatasi masalah missing data di atas. Metode evaluasi yang kedua dikenal
Y1 (observedl)
Y1
* (counterfactual)
Y0 t=0 t=1 time
Intervention
Impact
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 11
dengan istilah eksperimen alamiah atau juga dikenal dengan differences-in-differences.
Metode ini biasanya dilakukan dengan membandingkan perbedaan (differences)
perilaku rerata sebelum (Dt) dan setelah intervensi/kebijakan (D0) untuk kelompok
partisipan (terkena dampak) dengan kondisi sebelum dan setelah dari kelompok
kontrol. Hal ini dapat dilihat dengan lebih jelas pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Double Difference: Ilustrasi Grafik
Metode ketiga adalah metode mencocokkan (matching method). Ide dasar dari
metode ini adalah untuk mencocokkan antara kelompok yang terkena intervensi dengan
kelompok yang tidak terkena intervensi dengan menggunakan karakteristik kelompok
yang dapat diobservasi. Setiap kelompok terkena intervensi (treatment group)
dipasangkan dengan kelompok kecil di kelompok kontrol (comparison group) yang
paling sama dari probabilitanya dari terkena intervensi. Probabilita ini (disebut dengan
propensity score matching) diestimasi sebagai fungsi dari karakteristik-karakteristik
tertentu bisasanya dengan menggunakan model logit/probit. Dengan demikian, tujuan
dari metode ini sederhana, yaitu untuk memilih faktor-faktor yang dapat diobservasi,
dua kelompok dengan nilai sama dari faktor-faktor tersebut akan menunjukkan tiada
perbedaan sistematik dalam reaksi mereka terhadap intervensi/kebiijakan. Prosedur
mencocokkan ini digambarkan pada gambar di bawah ini. Rerata dampak kebijakan di
estimasi dari perbedaan antara rerata hasil kelompok terkena intervensi (treatment
group) dengan rerata kelompok counterfactual.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 12
Gambar 2.3 Propensity Score Matching: Prosedur Membentuk Counterfactual
Metode keempat adalah selection model. Model ini mengandalkan pada
pengeluaran hambatan, yang mensyaratkan sebuah variabel yang menentukan
partisipasi program namun tidak pada hasil program tersebut. Berbeda dengan metode
ketika yang dapat dianggap sebagai “selection of observables”, pendekatan ini
merupakan pilihan pada hal yang tidak dapat diobservasi. Pendekatan terakhir adalah
model simulasi struktural. Pendekatan ini telah lama digunakan untuk mengevaluasi
reformasi pajak dimana perilaku sering dapat dimodelkan oleh beberapa kerangka
pilihan yang rasional.
Menentukan metode evaluasi yang mana yang paling sesuai sangat bergantung
pada beberapa kriteria seperti sifat dari program (apakah lokal, nasional, atau global),
sifat dari pertanyaan yang akan dijawab (dampak keseluruhan, atau dampak dari
kebijakan pada kelompok yang terkena dampak), dan ketersediaan data. Berkaitan
dengan data, metodologi yang sesuai untuk data non-eksperimental bergantung pada
tiga faktor yaitu jenis informasi yang tersedia, model yang mendasarinya, dan parameter
yang akan dilihat. Sebagai contoh jika data yang tersedia berbentuk data longitudinal
maka metode eksperimen alamiah (difference-in-difference) dapat memberikan suatu
estimasi yang baik atas dampak intervensi/kebijakan. sementara itu jika data yang
tersedia berupa cross-section maka metode mencocokkan (matching method) dapat
dijadikan alternatif untuk mengestimasi dampak suatu kebijakan. Semua metode di atas
(matching, difference-in-difference) lebih dikenal dengan metode statistik, karena
menggunakan teknik statistik untuk mensimulasikan counterfactual.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 13
II.2. Penelitian-penelitian Sebelumnya
Pada sub-bab ini akan dipaparkan hasil kajian-kajian sebelumnya yang terkait
dengan penataan Daerah Otonom Baru. Hasil kajian yang dipaparkan disini adalah
“Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran Wilayah, Studi Kasus
Kabupaten Tasikmalaya” (Pusat Kajian Dan Diklat Aparatur I (PKP2A I) Lembaga
Administrasi Negara, 2004), “Kajian Percepatan Pembangunan Daerah Otonom Baru”
(Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah, Bappenas, 2005), “Studi Evaluasi
Pemekaran Daerah” (BRIDGE Project, kerjasama antara Bappenas dengan UNDP, 2007),
“Pengalaman Internasional mengenai Reformasi Teritorial - Implikasi terhadap
Indonesia” (USAID, 2007). “Unity in Diversity? The Creation of New Local Governments
in a Decentralizing Indonesia” (WorldBank, 2005)
a. Kajian Percepatan Pembangunan Daerah Otonom Baru (2005)
Tujuan utama yang akan dicapai dari penyusunan Kajian Percepatan
Pembangunan Daerah otonom Baru ini adalah memformulasikan suatu strategi dan
menyusun kebijakan, program dan rencana tindak untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah otonom baru. Metode analisis yang digunakan umumnya adalah
deskriptif kualitatif (terutama melalui analisis SWOT) maupun analitis memakai beberapa
formula yang sesuai, meliputi:
1. Review atas peraturan perundangan yang berlaku berkaitan dengan pelaksanaan
pembangunan daerah otonom baru,
2. Analisis Sosial Budaya: karakteristik riil masyarakat, motivasi, persepsi dan
preferensi masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan, kondisi
(jenis dan jumlah) lembaga kemasyarakatan yang ada, kearifan tradisional
masyarakat berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan sosial kapital lainnya.
3. Analisis ekonomi: identifikasi sektor-sektor potensial, penetapan sektor strategis,
serta telaahan sistem dan mekanisme pengelolaan aset.
4. Analisis prasarana dan sarana wilayah: indentifikasi kebutuhan sarana dan
prasarana wilayah untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi strategis.
5. Analisis kebijakan: Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah daerah
otonom baru yang berkaitan dengan investasi, ekonomi, dan pembangunan
infrastruktur serta analisis terhadap kinerja kebijakan yang telah dilaksanakan.
6. Analisis pendanaan pembangunan daerah: Mengidentifikasi potensi sumber-
sumber dana pembangunan dan penggunaannya.
7. Analisis kelembagaan : mengidentifikasi struktur dan kinerja lembaga yang ada
di daerah, serta hubungan antar lembaga.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 14
Dari hasil kajian mengenai “Percepatan Pembangunan Daerah Otonom Baru”
dapat diketahui kondisi permasalahan umum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di daerah otonom baru (pada saat itu) sebagai berikut :
1. Sistem pemerintahan yang masih belum terbentuk secara utuh
2. Aparatur pemerintah daerah yang kurang memadai
3. Kemampuan keuangan yang rendah dan ketergantungan dengan pusat yang
sangat tinggi
4. Fasilitas kantor yang tidak memadai
5. Infrastruktur yang buruk
6. Rencana pembangunan yang lemah
Berdasarkan analisis terhadap kondisi perkembangan pembangunan daerah di
lima lokasi survey, dapat diketahui juga bahwa dari ke-lima lokasi kajian, Kota
Tasikmalaya merupakan kota (DOB) yang paling maju dibandingkan ke-empat DOB
lainnya. Bila ini dapat diartikan sebagai daerah yang relatif “cepat berkembang”, maka
dapat disimpulkan faktor-faktor penyebab DOB cepat berkembang antara lain sebagai
berikut:
1. DOB tersebut telah memiliki infrastruktur dasar yang cukup lengkap dengan
kondisi baik.
2. SDM relatif maju, karena terdukung dengan Prasarana dan sarana pendidikan
dasar hingga Perguruan Tinggi.
3. Memiliki aksessibilitas sehingga memudahkan masyarakatnya bekerjasama
dengan daerah lain baik untuk belajar maupun bekerjasama dalam
perekonomian.
4. Potensi sumberdaya ekonomi daerah sebagai sumber keuangan daerah relatif
telah dikelola dengan baik.
5. Pasar telah berkembang, karena prasarana dan sarana perdagangan telah
tersedia.
6. Kondisi keamanan kondusif untuk masuknya investor ataupun perdagangan
dengan daerah sekitar.
Sedangkan dari hasil analisa SWOT yang dilakukan, maka ada beberapa strategi yang
bisa diterapkan oleh daerah otonom baru (DOB) untuk mempercepat proses
pembangunan di daerahnya. Strategi-strategi tersebut dibagi ke dalam 6 bidang
(kebijakan, sosial budaya dan ketenagakerjaan, pendanaan pembangunan,
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 15
perekonomian, kelembagaan, serta sarana dan prasarana) yang saling terkait dan saling
mempengaruhi, yaitu :
1. Bidang Perekonomian
a. Optimalisasi potensi ekonomi dengan peningkatan jumlah investor
b. Optimalisasi potensi ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
2. Bidang Sosial Budaya dan Ketenagakerjaan
a. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Lokal
b. Peningkatan Peran Tokoh Agama/ Masyarakat dalam Kerukunan Sosial.
c. Peningkatan/pengembangan lapangan kerja.
3. Bidang Sarana Prasarana
a. Percepatan penetapan dokumen Rencana Tata Ruang sebagai dasar
pelaksanaan pembangunan
b. Pembangunan fasilitas sebagai tambahan/ pelengkap dengan melibatkan
investor/swasta
c. Penyediaan utilitas untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan cara
pengelolaan privatisasi
4. Bidang Kebijakan
a. Penyusunan peraturan daerah yang jelas, tetap dan pasti
b. Pelaksanaan pemerintahan dengan konsep ”good governance”
5. Bidang Kelembagaan
a. Pengembangan kualitas SDM aparatur
6. Bidang Pendanaan Pembangunan
a. Optimalisasi PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi potensi pajak serta
eksplorasi/pemanfaatan SDA atau sumber daya ekonomi
b. Meningkatan swadaya masyarakat dalam pembangunan
c. Penuntasan masalah Aset.
Strategi-strategi tersebut kemudian dirumuskan kembali berdasarkan masukan
dari FGD ke dalam suatu urutan prioritas strategi percepatan pembangunan DOB
sebagai berikut:
1. Bidang Kebijakan
a. Pembentukan sistem pemerintahan yang mengarah pada good governance.
b. Pembuatan kebijakan yang jelas, tetap dan pasti
2. Bidang Perekonomian
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 16
a. Optimalisasi potensi ekonomi dengan meningkatkan jumlah investor
b. Optimalisasi potensi ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
3. Bidang Pendanaan Pembangunan
a. Optimalisasi PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak serta
peningkatkan swadaya masyarakat dalam pembangunan
b. Peningkatan pendapatan daerah dengan mengeksplorasi/ pemanfaatan SDA
atau sumberdaya ekonomi serta penuntasan masalah Aset
4. Bidang Sarana Prasarana
a. Pembangunan prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan dengan melibatkan investor/swasta dan
penyediaan utilitas untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan cara
pengelolaan privatisasi
b. Percepatan penetapan dokumen Rencana Tata Ruang sebagai dasar
pelaksanaan pembangunan
5. Bidang Kelembagaan
a. Pengembangan kualitas SDM aparatur
Namun rekomendasi ini bukan merupakan rekomendasi yang bersifat mengikat,
karena setiap daerah memiliki keadaan yang berbeda, sehingga setiap daerah perlu
mengkaji kembali dan menyesuaikan dengan kondisi daerahnya masing-masing,
terutama dengan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.
b. Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra dan Pasca Pemekaran Wilayah, Studi Kasus
Kabupaten Tasikmalaya (2004)
Kesimpulan umum yang dapat diambil dari kajian ini adalah bahwasanya
pemekaran wilayah Kabupaten Tasikmalaya menjadi Kabupaten Tasikmalaya (daerah
induk) dengan Kota Tasikmalaya (daerah baru) telah membuktikan bahwa sebelum
terjadinya pemekaran wilayah terjadi kesenjangan antara wilayah yang ada di perkotaan
dengan wilayah yang ada di pedesaan. Kesenjangan tersebut terjadi pada berbagai
dimensi kehidupan dan sektor perekonomian, antara lain kesenjangan pendapatan,
kesenjangan pendidikan, kesenjangan kesehatan, dan kesenjangan sarana dan
prasarana umum. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: pertama, terjadi
peningkatan pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya pasca pemekaran
wilayah. Hal ini diduga karena terjadinya pengelompokkan masyarakat ke dalam dua
wilayah, yaitu kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan lebih tinggi di Kota
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 17
Tasikmalaya dan kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan yang lebih rendah
di Kabupaten Tasikmalaya.
Kedua, pemekaran wilayah telah berdampak terhadap peningkatan kontribusi
sektor pertanian terhadap PDRB, namun peningkatan kontribusi tersebut hanya sebagai
akibat bahwa areal pertanian sebelum dilakukannya pemekaran terdapat di wilayah
daerah induk. Sementara itu, kebijakan pemekaran tidak mampu mengakselerasi
pertumbuhan sektor pertanian. Ketiga, rendahnya tingkat pengangguran di Kabupaten
Tasikmalaya pasca pemekaran wilayah lebih disebabkan oleh kemampuan sektor
pertanian, yang sesuai dengan karakteristiknya, mampu mengakomodasi pencari kerja.
Dengan kata lain, rendahnya tingkat pengangguran terbuka diimbangi oleh tingginya
setengah menganggur (disguissed unemployment) di sektor pertanian.
Keempat, walaupun nampak terjadi perubahan dalam semua indikator sektor
pendidikan, namun perubahan tersebut lebih disebabkan karena penyebaran guru,
murid, dan penduduk usia sekolah antar wilayah di Kabupaten Tasikmalaya semula tidak
merata, sehingga ketika dilakukan pemekaran wilayah, yang terjadi adalah kesenjangan
antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dalam indikator-indikator sektor pendidikan
tersebut. Kelima, dalam Bidang Kesehatan, pemekaran wilayah pun cenderung hanya
akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam layanan kesehatan, karena distribusi
sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan semula tidak merata, melainkan lebih
terkonsentrasi di wilayah perkotaan.
Keenam, kebijakan pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap daerah
yang wilayahnya sebagian besar pedesaan dalam pembangunan sarana dan prasarana
dasar seperti listrik dan jalan. Hal ini disebabkan program-program pemerintah dalam
pembangunan sarana dan prasarana dasar baik sebelum maupun sesudah pemekaran
wilayah diorientasikan kepada wilayah pedesaan. Dengan demikian, pemekaran wilayah
berakibat terhadap pengkonsentrasian pembangunan sarana dan prasarana dasar
tersebut di wilayah pedesaan.
Ketujuh, dampak pemekaran wilayah yang paling terlihat secara signifikan adalah
terhadap keuangan daerah, khususnya terhadal Pendapatan Asli Daerah. Setelah
pemekaran wilayah, Kabupaten Tasikmalaya di satu pihak hanya memiliki PAD yang
sangat kecil, sementara Kota Tasikmalaya memiliki PAD yang relatif lebih besar. Hal ini
terjadi karena konsentrasi sumber-sumber PAD yang potensial terjadi di Kota
Tasikmalaya. Dengan demikian, daerah induk yang seharusnya mampu membina daerah
baru pecahannya, dalam hal PAD tidak mampu untuk melakukan pembinaan, bahkan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 18
sebagian PAD Kota Tasikmalaya (lebih kurang 30%) diserahkan kepada Kabupaten
Tasikmalaya.
c. Studi Evaluasi Pemekaran Daerah (2007)
Studi ini telah menyajikan evaluasi terhadap pemekaran kabupaten yang telah
berlangsung di Indonesia sejak tahun 2000. Dengan menggunakan metode control
treatment, studi ini telah membandingkan kinerja pembangunan daerah otonom baru,
daerah induk, dan daerah kontrol. Empat aspek utama yang mendapat perhatian dalam
studi ini adalah: (a) perekonomian daerah, (b) keuangan daerah, (c) pelayanan publik
serta (d) aparatur pemerintah daerah.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal pemekaran daerah ini. Pemerintah
pusat, ketika merumuskan PP 129/2000 berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru
yang memang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Karena itu disusunlah seperangkat
indikator yang pada hakekatnya berupaya mengidentifikasi kemampuan calon daerah
otonom baru. Namun dari sisi yang lain, pemerintah daerah memiliki pendapat yang
berbeda. Pemerintah daerah melihat pemekaran daerah sebagai upaya untuk secara
cepat keluar dari kondisi keterpurukan. Studi ini menemukan konfirmasi tersebut.
Daerah otonom baru ternyata secara umum tidak berada dalam kondisi awal yang lebih
baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Bahkan evaluasi setelah lima tahun
perjalanannya, daerah otonom baru juga secara umum masih di bawah kondisi daerah
induk dan kontrol.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, daerah otonom baru lebih fluktuatif ketimbang
daerah induk yang relatif stabil dan meningkat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi daerah
pemekaran (gabungan DOB dan daerah induk) lebih tinggi dari daerah-daerah
kabupaten lainnya namun sayangnya pertumbuhan ekonomi daerah pemekaran lebih
rendah dari daerah kontrol. Hal ini berarti walaupun daerah pemekaran telah melakukan
upaya memperbaiki perekonomian namun karena masa transisi ini membutuhkan proses
maka belum semua potensi ekonomi dapat digerakkan. Sebagai leading sector di daerah
DOB, sektor pertanian akan sangat rentan terhadap gejolak harga, baik harga komoditi
maupun hal-hal lain yang secara teknis yang mempengaruhi nilai tambah sektor
pertanian. Oleh karena itu, kemajuan perekonomian DOB sangat tergantung usaha
pemerintah dan masyarakat dalam menggerakkan sektor tersebut.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 19
Porsi perekonomian daerah DOB yang lebih kecil dibandingkan daerah lain
dalam perekonomian satu wilayah (propinsi) mengindikasikan bahwa secara relatif
daerah DOB belum memiliki peran dalam pengembangan perekonomian regional.
Meskipun terjadi pengurangan insiden kemiskinan di seluruh daerah, namun pemekaran
terlihat mendorong pelepasan penduduk miskin dari daerah induk ke DOB. Data
menunjukkan bahwa penduduk miskin justru terbanyak di DOB. Dalam konteks yang
lebih luas, peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah DOB belum dapat mengejar
ketertinggalan daerah induk meski kesejahteraan DOB telah relatif sama dengan daerah-
daerah kabupaten lainnya. Selain itu, kesejahteraan di daerah pemekaran juga relatif
lebih baik ketimbang rata-rata daerah maupun daerah kontrol.
Dari sisi ekonomi, penyebab ketertinggalan daerah DOB dari pada daerah induk
maupun daerah lainnya yakni keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan sumberdaya
manusia di mana penduduk miskin cukup banyak, maupun dukungan pemerintah yang
belum maksimal dalam mendukung bergeraknya perekonomian melalui investasi
publik. Masalah-masalah yang dihadapai pada aspek ekonomi yakni faktor keamanan
lokal yang belum kondusif dalam menggerakkan investasi, pola belanja aparatur dan
pembangunan yang belum sepenuhnya mendukung perekonomian lokal karena
masalah tempat tinggal aparatur, pemilihan ibukota kabupaten yang belum dapat
menciptakan pusat perekonomian DOB, keterbatasan berbagai infrastruktur penunjang
ekonomi maupun penunjang pusat fasilitas pemerintahan.
Secara umum kinerja keuangan daerah otonom baru menunjukkan kondisi yang
lebih rendah dibandingkan daerah induk. Selama lima tahun dalam studi ini, kinerja
keuangan DOB cenderung konstan, sementara kinerja keuangan daerah induk
cenderung meningkat. DOB memiliki ketergatungan fiskal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah induk, dengan kesenjangan yang semakin melebar.
Pemekaran juga mendorong ketergantungan yang lebih besar di daerah
pemekaran relatif dibandingkan dengan daerah kontrol maupun kabupaten lain pada
umumnya. Optimalisasi sumber-sumber PAD di daerah DOB relatif lebih rendah
dibandingkan daerah induk. Sementara itu, jika dibandingkan dengan daerah kontrol
maupun rata-rata daerah, optimalisasi PAD di daerah pemekaran relatif lebih rendah
walaupun dengan gap yang cukup rendah. Dengan kata lain, sumber-sumber ekonomi
yang juga menjadi sumber-sumber PAD di daerah kontrol atau kabupaten lainnya pada
umumnya sudah dalam kondisi mantap (steady state).
Sebagai daerah baru, DOB memiliki fokus yang relatif lebih besar dibandingkan
daerah induk dalam hal belanja-belanja yang bersifat investasi daripada konsumtif.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 20
Karena itu pula maka kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB juga lebih besar di
DOB dibandingkan daerah induk, namun di bawah daerah kontrol. Peran anggaran
pemerintah daerah pemekaran dalam mendorong perekonomian relatif kurang optimal
dibandingkan daerah kontrol walapun secara keseluruhan masih di atas rata-rata
kabupaten pada umumnya.
Dalam periode 2001-2005, kinerja keuangan pemerintah DOB terus mengalami
peningkatan baik dari sisi penurunan dependensi fiskal maupun dari sisi kontribusi
ekonomi. Namun peningkatan kinerja tersebut belum dapat dikatakan optimal karena
masih tergolong dalam dependensi fiskal yang tinggi dengan kontribusi ekonomi yang
relatif rendah, yang terjadi dalam kondisi investasi pemerintah (capital expenditure) DOB
yang relatif lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Hal ini terkait dengan fakta bahwa
DOB masih ada dalam fase transisi, baik secara kelembagaan, aparatur maupun
infrastruktur pemerintahan.
Secara umum kinerja pelayanan publik di DOB masih di bawah daerah induk,
walaupun kesenjangannya relatif kecil. Kinerja pelayanan pubkik di DOB plus daerah
induk secara umum masih dibawah kinerja pelayanan publik di daerah kontrol maupun
rata-rata kabupaten. Selama lima tahun terakhir, di semua kategori daerah menunjukkan
kinerja pelayanan publik yang cenderung menurun. Masalah yang dihadapi dalam
pelayanan public ialah: (i) tidak efektifnya penggunaan dana, terkait dengan kebutuhan
dana yang tidak seimbang dengan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang
relatif sama, (ii) ketersediaan tenaga pelayanan pada masyarakat karena perkembangan
ekonomi dan fasilitas yang terbatas, dan (iii) masih terbatasnya pemanfaatan layanan
publik publik yang diberikan. DOB memiliki pertumbuhan guru untuk pendidikan dasar
di daerah DOB lebih tinggi dibandingkan daerah induk maupun daerah kontrol
meskipun masih lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten. Di sisi lain, daya
tampung sekolah mengalami tren menurun. Penurunan di DOB lebih cepat dibandingkan
di daerah induk.
Ketersediaan fasilitas kesehatan di daerah DOB dalam perkembangannya tidak
jauh berbeda dengan daerah induk. Pemekaran daerah secara nyata mendorong
pemerataan pelayanan kesehatan terutama di bidang sarana fisik. Dari sisi ketersediaan
tenaga kesehatan, daerah DOB masih di bawah daerah induk dengan gap yang relative
besar. Pada aspek infrastuktur, kualitas jalan di daerah induk masih lebih baik
dibandingkan di daerah DOB. Selain itu kualitas jalan di daerah pemekaran lebih rendah
dengan kualitas jalan di daerah kontrol dan rata-rata kabupaten. Hal ini menandakan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 21
meski upaya pembangunan infrastruktur tetap dilakukan namun perkembangannya jauh
lebih cepat di daerah bukan pemekaran.
Kinerja aparatur secara keseluruhan menunjukkan fluktuasi di DOB dan daerah
induk meskipun dalam dua tahun terakhir posisi daerah induk masih lebih baik daripada
daerah DOB. Peningkatan jumlah aparatur menjadi tren selama lima tahun pemekaran.
Kualitas aparatur di DOB masih sangat rendah, meskipun data menunjukkan adanya
peningkatan persentase aparat dengan pendidikan minimal sarjana.
Penyebab daerah DOB belum menunjukkan kinerja sesuai yang diharapkan
karena pada masa transisi tidak adanya desain penempatan aparatur yang benar-benar
baik. Di samping itu, pembatasan jumlah aparatur yang formasinya ditentukan oleh pusat
juga menentukan ketersediaan aparatur sendiri. Masalah-masalah yang ditemui pada
pengelolaan aparatur diantaranya: adanya ketidaksesuaian antara aparatur yang
dibutuhkan dengan ketersediaan aparatur yang ada, kualitas aparatur yang rendah,
aparatur daerah bekerja dalam kondisi under employment yakni bekerja dibawah
standar waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
d. Unity in Diversity? The Creation of New Local Governments in a Decentralizing
Indonesia, 2005
Studi ini mengevaluasi pemekaran dari pemerintah daerah yang terjadi di sepanjang
era desentralisasi. Pemekaran yang semakin gencar itu merepresentasikan sebuah
perubahan yang fundamental di bidang administrasi pemerintah daerah, politik dan
fiskal. Studi ini menggunakan seperangkat data baru mengenai pemekaran yang
menjelaskan karakteristik dari daerah-daerah pemekaran tersebut, dan
menggambarkan insentif politik, fiskal dan ekonomi untuk memekarkan diri. Studi
tersebut menemukan bahwa persebaran geografi, keragaman etnis dan politik,
kekayaan sumberdaya alam, dan ”mencari rente” birokrasi, semuanya itu
mempengaruhi kemungkinan untuk terjadinya pemekaran.
II.3. Kerangka Konseptual
Evaluasi penataan Daerah Otonom Baru didasarkan pada tujuan pemekaran
daerah sebagaimana yang tertuang dalam PP 129/2000. Pemekaran daerah sendiri
didefinisikan sebagai pemecahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 22
menjadi lebih dari satu daerah. Dalam Bab II pasal 2 disebutkan bahwa tujuan
pemekaran daerah adalah: untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui; (i)
peningkatan pelayanan kepada masyarakat; (ii) percepatan pertumbuhan kehidupan
demokrasi; (iii) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; (iv)
percepatan pengelolaan potensi daerah; (v) peningkatan keamanan dan ketertiban; (vi)
peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Berdasarkan hal di atas, evaluasi penataan daerah otonom baru akan difokuskan
pada lima aspek yakni: perekonomian daerah, keuangan daerah, pelayanan publik,
kapasitas aparatur dan rentang kendali. Pemilihan empat aspek tersebut didasarkan
atas; pertama, pemekaran daerah pada dasarnya merupakan pemekaran pemerintahan
karena secara fisik terjadi pengecilan daerah. Sehingga pemilihan kelima aspek
tersebut sangat terkait dengan peran pemerintah dalam menciptakan peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara luas. Selain alasan diatas, kelima aspek ini merupakan
aspek utama dalam format desentralisasi dan otonomi daerah melalui pelimpahan
sebagian besar kewenangan.
Evaluasi Daerah Otonom Baru baik kabupaten DOB maupun Kota DOB
dilaksanakan dengan membandingkan perkembangan indikator pada aspek-aspek
terpilih baik secara parsial maupun secara komparatif. Analisis parsial menyangkut
perkembangan indikator antar individu dan antar waktu sedangkan evaluasi komparatif
dilaksanakan dengan membandingkan perkembangan indikator terpilih di DOB dengan
daerah kabupaten rata-rata Dari hal inilah akan dilihat apakah memang terjadi
perubahan (kemajuan) yang signifikan pada suatu daerah ketika terjadi pemekaran.
Namun demikian, karena pemekaran yang terjadi karena suatu sistem yang berubah
total pada masa reformasi dan sebagai akibat dari krisis ekonomi maka membandingkan
antara sebelum dan sesudah pemekaran menjadi kurang tepat. Apabila pemekaran
merupakan suatu yang alamiah tanpa adanya era reformasi dan krisis maka hal tersebut
akan sungguh tepat dilakukan. Untuk itulah dipilih daerah kontrol sebagai representasi
daerah tanpa intervensi pemekaran.
Dengan demikian, metode evaluasi yang dilakukan adalah melakukan
perbandingan antara antara kabupaten dan Kota DOB dengan rata-rata kabupaten dan
daerah kontrol. Selanjutnya melalui alat analisisi kuantitatif maupun kualitatif dapat
dirumuskan berbagai rekomendasi terkait dengan pemekaran daerah. Landasan
konseptual studi ini dapat dijelaskan dalam 3 bagian:
- Bagian pertama, adalah bahwa evaluasi penataan daerah otonom baru dilandasi
oleh tujuan dari pemekaran daerah itu sendiri yang berdasarkan PP nomor 129
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 23
tahun 2000 utamanya ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, evaluasi pemekaran daerah dilaksanakan dengan
memfokuskan penilaian pada 5 fokus area, Kinerja Ekonomi, Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah, Pelayanan Publik, Kapasitas Aparatur dan Rentang Kendali.
- Bagian kedua, adalah pola analisis dimana dalam studi ini terdapat 3 pola analisis,
yaitu membandingkan kinerja Daerah Otonom Baru dengan daerah induk setelah
pemekaran, membandingkan kinerja Kabupaten DOB dengan Kota DOB serta
membandingkan Daerah Otonom Baru dan induk tersebut dengan daerah kontrol
serta dengan rata-rata daerah.
- Bagian ketiga, adalah metode analisis dimana metode yang digunakan adalah
metode kuantitatif yang didukung oleh metode kualitatif. Pada gilirannya proses
pada tiap bagian diharapkan secara simultan menghasilkan implikasi-implikasi
terhadap pemekaran daerah.
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual
PP 129 tahun 2000 Pemekaran Daerah
Asp
ek
Ekonomi Keuangan Daerah
Pelayanan Publik
Kapasitas Aparatur
Kabupaten DOB
Daerah Induk
Daerah Kontrol
Ker
angk
a A
nalis
is
Peningkataan Kesejahteraan
Masyarakat, melalui:
• Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
• Percepatan partumbuhan kehidupan demokrasi;
• Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
• Percepatan pengelolaan potensi daerah;
• Peningkatan keamanan dan ketertiban;
• Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.
Evaluasi pada:
Analisis Kuanlitatif Analisis Kualitatif
Met
ode
Ana
lisis
Implikasi Kebijakan
Rata2 Daerah
Rentang Kendali
Kota DOB
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 24
BAB III METODOLOGI III.1. Aspek, Kriteria, Indikator
Beberapa aspek, kriteria dan indikator yang digunakan dalam studi evaluasi ini
didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan
Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dari
PP tersebut dapat diketahui alasan suatu daerah mekar ialah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan terhadap masyarakat; percepatan
pertumbuhan kehidupan demokrasi; percepatan pelaksanaan pembangunan
perekonomian daerah; percepatan pengelolaan potensi daerah; peningkatan keamanan
dan ketertiban; dan peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.
Karena keterbatasan data, tidak semua hal dalam PP 129 tahun 2000 dievaluasi.
Studi ini berfokus pada beberapa hal seperti pelayanan umum, perekonomian daerah,
keuangan pemerintah, aparatur, dan rentang kendali. Dari aspek-aspek tersebut dapat
diketahui beberapa hal yang krusial diantaranya: (i) kinerja ekonomi daerah yang dilihat
dari pertumbuhan ekonomi, dan transformasi ekonomi itu semakin membaik atau tidak
setelah terjadi pemekaran; (ii) pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat di
daerah pemekaran, apakah pemekaran terbukti memudahkan masyarakatnya
mengakses layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, listrik, telepon, air bersih, dan
lainnya; dan (iii) kapasitas aparatur beserta kualitasnya di daerah pemekaran. Berikut
adalah beberapa aspek, kriteria dan indikator yang akan digunakan pada studi ini
secara detail.
3
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 25
Tabel 3.1.
Aspek, Kriteria dan Indikator Evaluasi No Aspek Kriteria Indikator
Skala Ekonomi PDRB Konstan
Daya Beli Tingkat Kemiskinan 1 Ekonomi Daerah
Supply Tenaga Kerja Jumlah Angkatan Kerja
Keuangan Pusat - Daerah DAU, DAK dan Total Penerimaan
Fokus Belanja Belanja Modal, Belanja Tetap &Total Belanja 2 Keuangan Pemerintah
Kontribusi Ekonomi Total Belanja dan Produk Domestik Bruto
Fasilitas Pendidikan Tingkat Dasar Jumlah Sekolah SD & SLTP, Jumlah Murid SD & SLTP
Tenaga Pendidik Pendidikan Tingkat Dasar Jumlah Guru SD & SLTP, Jumlah Murid SD & SLTP
Fasilitas Pendidikan Tingkat Lajut Jumlah Sekolah dan Murid SLTA
Tenaga Pendidik Pendidikan Tingkat Lanjut Jumlah Guru dan Murid SLTA
Fasilitas Kesehatan Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Jumlah penduduk
Pelayanan Tenaga Medis Jumlah Tenaga Medis dan jumlah penduduk
3 Pelayanan Publik
Fasilitas Infrastruktur Total Panjang Jalan Kabupaten menurut kondisi
Kualitas Aparatur Jumlah PNS menurut tingkat pendidikan
Komposisi Aparatur Jumlah PNS menurut fungsi (Teknis dan Administratif) 4 Kapasitas Aparatur
Jangkauan Aparatur Jumlah PNS, Jumlah Penduduk
Jarak Jarak antar kecamatan terhadap ibukota kabupaten 5 Rentang Kendali
Keamanan Kriminalitas per 1000 Penduduk
III.2. Sampel
Penentuan daerah sampel pada studi ini dilakukan dengan metode cluster dan
simple random sampling. Metode cluster di pilih berdasarkan pulau besar yang ada di
Indonesia. Namun sebelum itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa
pemekaran yang akan di pilih ini ialah daerah yang tidak berada/sedang dalam situasi
konflik. Dengan begitu, Pulau Irian dan Kepulauan Maluku dikeluarkan dari pemilihan
daerah sampel. Pada tahap selanjutnya, pemilihan propinsi, dilakukan dengan acak-
sederhana (simple random sampling). Kemudian, daerah otonomi baru (kabupaten/kota)
yang dipilih adalah daerah yang terbentuk pada tahun 2001 hingga 2003. Ada beberapa
alasan mengapa menggunakan periode ini. Pertama, aspek, dan kriteria yang digunakan
pada studi ini didasarkan pada PP 129/2000 sehingga daerah yang berdiri sebelum PP
tersebut di buat menjadi tidak relevan. Kedua, berkaitan dengan ’evaluasi’ itu sendiri
yang memerlukan waktu untuk melihat dampak dari suatu pemekaran daerah. Dengan
demikian, daerah-daerah yang baru mekar pada tahun setelah, katakan, 2004 tidak bisa
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 26
dilihat karena ketidaktersediaan data dan juga dipikir masih terlalu cepat untuk
mengevaluasi daerah tersebut.
Berbeda dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Bridge, UNDP dan
Bappenas pada tahun 2007, studi ini membedakan pola pemekaran menjadi dua bentuk
yaitu pemekaran kabupaten menjadi kabupaten dan pemekaran kabupaten menjadi
kota. Pembedaan pola pemekaran ini ditujukan untuk melihat dampak pemekaran
daerah dengan melihat dari sisi kesiapan tahapan pemekarannya. Berikut adalah daftar
daerah yang terpilih menjadi sampel dalam studi ini. Dari tabel dapat dilihat bahwa
sampel terdiri dari 3 pulau besar, 5 propinsi dan 26 daerah kabupaten/kota.
Tabel 3.2. Sampel Daerah Otonom Baru dan Daerah Induk
Propinsi Daerah Otonom Baru Daerah Induk Kab. Nias Selatan Kab. Nias Kab. Humbang Hasundutan Kab. Tapanuli Utara Kab. Pak Pak Barat Kab. Dairi Kab. Samosir Kab. Toba Samosir Kab. Serdang Bedagai Kab. Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara
Kota Padang Sidempuan Kab. Tapanuli Selatan Kab. Kaur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Seluma Kab. Bengkulu Selatan Kab. Muko Muko Kab. Bengkulu Utara Kab. Lebong Kab. Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu
Kab. Kepahiang Kab. Rejang Lebong Kab. Karimun Kab. Kepulauan Riau (Bintan) Kab. Natuna Kab. Kepulauan Riau (Bintan) Kab. Lingga Kab. Kepulauan Riau (Bintan) Kota Batam Kab. Kepulauan Riau (Bintan)
Provinsi Kepulauan Riau
Kota Tanjung Pinang Kab. Kepulauan Riau (Bintan) Kab. Bengkayang Kab. Sambas Kab. Landak Kab. Pontianak Kab. Sekadau Kab. Sanggau Kab. Melawi Kab. Sintang
Provinsi Kalimantan Barat
Kota Singkawang Kab. Bengkayang Kab. Konawe Selatan Kab. Konawe/Kendari Kab. Bombana Kab. Buton Kab. Wakatobi Kab. Buton Kab. Kolaka Utara Kab. Kolaka
Provinsi Sulawesi Tenggara
Kota Bau-Bau Kab. Buton
Focus Groups Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview)
akan dilaksanakan untuk mendapatkan penjelasan mendetail dari hasil analisis
deskripsi, maka perlu dipilih kembali daerah otonomi baru tersebut yang akan dijadikan
lokasi FGD tersebut. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan dengan metode acak-
sederhana di setiap propinsi. Daerah-daerah yang terpilih menjadi lokasi FGD ialah,
Kota Padang Sidempuan, Kota Bau-Bau, Kabupaten Muko-Muko, Kabupaten Melawi, dan
Kabupaten lingga. Sebagai pembanding daerah-daerah baru tersebut, maka dipilih juga
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 27
satu daerah kontrol dari setiap propinsi yang ada. Daerah kontrol ini diasumsikan dapat
menjadi suatu counterfactual situation yang dibutuhkan dalam melakukan studi evaluasi.
Pemilihan daerah kontrol didasarkan pada kedekatan kondisi ekonomi dari suatu daerah
kontrol dengan daerah di mana lokasi FGD itu akan berlangsung. Daerah yang terpilih
menjadi daerah kontrol adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Bengkulu Utara, Karimun,
Ketapang, dan Muna.
III.3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam studi ini bersumber dari berbagai publikasi instansi
dan lembaga terkait. Untuk analisis deskripstif studi ini menggunakan publikasi BPS, BPK
dan Departemen Keuangan yang masing-masing berupa daerah dalam angka, potensi
desa, dan keuangan pemerintah daerah (APBD). Kemudian untuk analisis ekonometrik
yang menggunakan metode evaluasi dampak untuk data non-eksperimen studi ini
menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (susenas) dan Potensi Desa (podes)
tahun 2006. Pemilihan periode ini karena masalah ketersediaan data susenas terbaru dan
didasari atas adanya argumen bahwa mesti ada rentang waktu yang cukup panjang
dalam melakukan studi dampak. Selain itu juga data dari penelitian yang dilakukan oleh
Hari Sedyaldo (Alternatives of Pemekaran). Data penelitian tersebut pada umumnya di
dapat dari Daerah Dalam Angka publikasi BPS untuk beberapa periode.
III.4. Metode Analisis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, studi ini melakukan dua analisis yaitu
analisis deskriptif dan analisis ekonometrik. Analisis deskriptif pada studi ini adalah
dengan menggunakan alat penghitungan berupa indeksasi. Penentuan indeksasi
dilakukan dengan menstrukturkan data dan mengolahnya dengan metode normalisasi
data. Metode ini dipilih karena beberapa alasan antara lain :
1. Prosesnya mudah atau sederhana untuk dilakukan.
2. Tidak membutuhkan peralatan (software) tertentu maupun keahlian spesifik.
Hanya membutuhkan operasi matematika sederhana.
3. Pergerakan data pada setiap kriteria, sub kriteria dan indikator dengan mudah
dapat ditelusuri, untuk keperluan analisis pada setiap kriteria maupun sub
kriteria.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 28
Metode perhitungan yang digunakan untuk menstandarisasi data adalah sebagai
berikut:
100)Min(Max
MinXXij
jj
jij^ ×−−
= ...............................................(3.1)
dimana :
Xij’ = Nilai yang distandarisasi kabupaten ke-i variabel ke-j
Xij = Nilai data asal kabupaten ke-i variabel ke-j
Minj = Nilai minimun variabel ke-j
Maxj = Nilai maximum variabel ke-j
Dari hasil standarisasi data tersebut kemudian dihitung rata-rata pada masing-
masing kelompok variabel. Nilai rata-rata dari kelompok variabel tersebut menghasilkan
indeks Kinerja Pemerintah Daerah Total. Rumusan indeks seperti pada persamaan (3.1)
di atas aplikasikan pada setiap indikator kinerja yang digunakan. Hal ini dilakukan selain
untuk memperoleh posisi relatif setiap individu terhadap total sampel yang digunakan
atau terhadap suatu kelompok yang dibutuhkan dalam analisis. Untuk satu fokus area
yang dianalisis menggunakan beberapa indikator, maka indeks untuk fokus area
dimaksud disusun berdasarkan rata-rata nilai indeks seluruh indikator analisisnya.
Rumusan indeks fokus area dimaksud dapat dirumuskan sebagai berikut:
n
II...IIIIIIIFA ni,i,3i,2i,1
ki,
++++= ....................................(3.2)
Dimana:
IFAi,k : Indeks Fokus Area ke-k untuk individu ke-i IIi,n : Indeks Indikator ke-n (untuk masing-masing fokus area k),
untuk individu ke-i. n : jumlah indikator untuk masing-masing fokus area.
Untuk menyusun indeks fokus area seperti pada persamaan (3.2) di atas, perlu
dipastikan bahwa indeks indikator penyusunnya (II1, II2, II3, ..., IIn) memenuhi prinsip
konsistensi. Artinya bahwa analisis dari setiap indikator adalah searah. Misalnya jika
indeks indikator yang digunakan secara umum berarah positif (semakin mendekati 100
semakin baik), maka setiap indeks indikator yang digunakan hendaknya juga berarah
positif. Untuk indeks indikator yang mempunyai arah negatif (semakin mendekati 100
semakin buruk) diperlukan penyesuaian dengan menggunakan reverse index untuk
indikator dimaksud dengan rumusan sebagai berikut:
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 29
ki,ki, II100RII −= ............................................................(3.3)
Dimana:
RIIi,k :Reverse Indeks Indikator ke-k untuk individu ke-i.
Selanjutnya untuk analisis ekonometrik, seperti penjelasan di atas dengan data
non-experimental maka metode yang cocok dengannya adalah matching method. Untuk
melihat rerata dampak dari suatu intervensi dari metode ini maka akan digunakan PSM
(propensity score matching). Metode propensity score matching (PSM) ini diperkenalkan
oleh Rosenbaum dan Rubin (1983, 1985). Metode ini menjadi alat yang sangat populer
untuk membentuk suatu kelompok pembanding yang memiliki kesamaan dengan
kelompok partisipan. Rosenbaum dan Rubin memperkenalkan metode PSM ini untuk
mengurangi bias dalam mengestimasi dampak dari program/intervensi dengan satuan
data yang bersifat observasi. Karena dalam studi observasi kelompok control dan
treatment tidak acak (random), estimasi atas dampak intervensi akan bias oleh adanya
faktor-faktor lain (Becker and Ichino). Bias tersebut akan terreduksi ketika hasil
perbandingan diperoleh dengan kelompok control dan treatment yang sedekat mungkin.
Tujuan dari metode ini adalah untuk menemukan kelompok pembanding terdekat dari
suatu sampel non-partisipan pada sampel partisipan program. Kata “terdekat” diukur
dalam ukuran karakteristik-karakteristik yang dapat diobservasi. Propensity score itu
didefinisikan sebagai probabilita bersyarat untuk menerima intervensi dengan berdasar
pada karakteristik-karakteristik sebelum intervensi tersebut. (Rosenbaum and Rubin,
1983)
{ } { }XDEX1DPτP(X) === ............................………………(3.4)
Dimana D={0,1} adalah variabel dummy yang menunjukkan dua kelompok yang
berbeda, kelompok yang terkena intervensi (D=1), dan mereka yang tidak/ kelompok
kontrol (D=0). X adalah karakteristik-karakteristik pra-intervensi.
Sebagai hasilnya, jika propensity score p(xi) diketahui nilai average treatment
effect (ATT) dapat diestimasi sebagai berikut:
{ }{ }{ }{ } { }{ }{ }1)(,0)(,1
)(,1
1
0101
01
01
==−−=−=
=−=
=−=
iiiiiiiii
iiii
iii
DXpDYYEEXpDYYEE
XpDYYEE
DYYEτ
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 30
Dimana ekspektasi terluar adalah terhadap distribusi dari (p(Xi)|Di=1) dan Y1i dan
Y0i adalah potensial hasil dalam dua kondisi counterfactual dari adanya intervensi (DOB)
dan tidak ada intervensi (kontrol).
Pada tataran praktisnya propensity score ini diestimasi dari nilai hasil prediksi
menggunakan model persamaan logit/probit. Untuk lebih jelasnya ada beberapa proses
penghitungan yang dilakukan untuk mengestimasi propensity score ini (Becker and
Ichino, 2003):
a) Dibutuhkan suatu survey sampel non-partisipan dan partisipan yang dapat
mewakili. Semakin besar sampel akan semakin baik dalam menghasilkan
kecocokan sampel. Untuk keperluan itu data yang digunakan adalah SUSENAS,
PODES 2006 dan Daerah Dalam Angka 2001-2006.
b) Satukan dua sampel tersebut dan estimasi dengan menggunakan model
logit/probit dari partisipasi program sebagai fungsi dari semua variabel pada
data yang memiliki kemungkinan untuk menentukan partisipasi.
c) Buat nilai prediksi dari probabilita partisipasi dari regresi logit, nilai inilah
dikenal dengan istilah “propensity score”.
d) Bagi propensity score tersebut ke dalam beberapa kelompok interval secara
merata (biasanya lima).
e) Dalam setiap interval uji apakah rerata propensity score dari kelompok terkena
intervensi dan tidak itu sama.
f) Jika uji ini gagal, bagi kembali interval tersebut menjadi setengahnya dan uji
kembali. Teruskan hingga pada setiap interval propensity score itu memiliki nilai
yang sama.
g) Pada setiap interval, uji apakah rerata dari masing-masing karakteristik tidak
berbeda antara kelompok yang dikenai intervensi dan yang tidak. Jika reratanya
tidak berbeda maka peluang untuk menjadi kelompok yang dikenai intervensi
adalah acak (random).
Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini akan diregresi
menggunakan metode Logit yang terdapat pada program STATA. Metode Logit ini dipilih
karena mampu mengestimasi jenis model dengan variabel kategorikal sebagai variabel
dependennya. Spesifikasi model logitnya adalah sebagai berikut:
∑ ++= i10 CD μαα ..................................................(3.5)
∑ +++= urbsexagehhsC 141312111 ααααα ......................(3.6)
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 31
Dimana:
D : Dummy variable, 0 jika kelompok kontrol, dan 1 jika terkena intervensi (DOB).
C : Karakteristik-karakteristik kepala rumah tangga.
Kemudian, juga digunakan data dari Potensi Desa (PODES) tahun 2006 untuk
melihat beberapa kriteria pemekaran seperti sekolah, tenaga medis, sarana kesehatan,
listrik dan jarak serta biaya transportasi.
∑ ++= i10 PD μαα ……………………………………… (3.7)
∑ +++= luasdesageodesakotaP 141312111 ααααα Penduduk
Dimana:
D : Dummy variable, 0 jika kelompok kontrol, dan 1 jika terkena intervensi
(DOB)
P : Karakteristik-karakteristik desa seperti desakota, kondisi geografi
(pesisir atau daratan), jumlah penduduk, dan luas desa
Dua persamaan terakhir di atas unit analisisnya berbeda-beda, untuk data
SUSENAS unit analisisnya adalah kepala rumah tangga yang berada pada DOB
kabupaten/kota dan yang bukan (kontrol). Sementara itu untuk data PODES, unit
analisisnya adalah desa-desa yang berada pada DOB kabupaten/kota dan yang bukan
(kontrol). Karena banyaknya data yang ada, analisisnya dilakukan sesuai sampel daerah
(lima propinsi). Untuk itu perlu kiranya melengkapi analisis pada tataran nasional, yaitu
semua DOB kabupaten/kota yang berdiri pada tahun 2001 dan 2003 digunakan untuk
melihat dampak pemekaran terhadap beberapa indikator kinerja hasil. Analisis pada
level nasional ini pada umumnya menggunakan data Daerah Dalam Angka (DDA) yang
dipublikasikan oleh BPS. Dengan demikian, unit analisisnya adalah level
kabupaten/kota. Berikut adalah persamaan logit yang digunakan untuk mendapatkan
propensity score:
……………………………………………..(3.8)
∑ +++=+ desakecamatan/ jumlahluasK 141312111t1 ααααα populasipad
Di mana:
D : Dummy variable, 0 jika kelompok kontrol, dan 1 jika terkena intervensi
(DOB).
∑ ++= + i1t10t KD μαα
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 32
C : Karakteristik-karakteristik daerah (pdrb, pad, luas, populasi,jumlah
kecamatan/desa).
Pada analisis nasional ini, tahun berdirinya DOB dijadikan sebagai salah satu
konsideran utama. Dengan demikian, dibedakan antara DOB tahun 2001 dan DOB tahun
2003. Karena keterbatasan data, karakteristik-karakteristik yang ada pada analisis
nasional ini menggunakan karakteristik setahun setelah DOB berdiri. Asumsi bahwa
pada tahun pertama tidak terlalu terlihat perbedaan utama antara karakteristik pada
periode t dengan t+1 dapat diterima. Kemudian, jika pada level kepala rumah tangga
dan desa, kinerja yang ingin dilihat adalah kinerja tahun 2006 saja maka pada analisis
nasional kinerja yang akan dievaluasi adalah kinerja hasil tahun 2005 dan 2006.
Seperti telah dijelaskan di atas, berdasar persamaan (3.4) dapat diestimasi nilai
rerata dampak (Average Treatment Effect on Treated/ATT)dari intervensi pada setiap unit
populasi (i) yaitu dengan:
{ }101 =−≡ iii DYYEτ ..............................................……….(3.7)
Dimana Y1i dan Y0i adalah potensial hasil dari dua kondisi, secara berurutan, dikenai
intervensi dan tanpa intervensi.
Beberapa metode untuk mengestimasi nilai rerata dampak ini (ATT) tersebar
dalam berbagai literatur yang ada. Terdapat empat metode yang paling banyak
digunakan yaitu nilai nilai terdekat (Nearest Neighbor Matching), radius (Radius
Matching), inti (Kernel Matching), dan bertingkat (Stratification Matching). Metode
bertingkat terdiri dengan membagi rentang variasi dari propensity score dalam
beberapa interval yang pada setiap intervalnya, kelompok partisipan dan tidak,
memiliki rerata propensity score yang sama. Setelah membentuk blok-blok interval,
perbedaan antara rerata hasil antara kelompok dikenai intervensi dan tidak dihitung.
Nilai ATT didapat sebagai rerata dari ATT pada setiap blok dengan bobot yang
diberikan berdasarkan distribusi kelompok partisipan pada sepanjang blok tersebut.
Sementara itu, metode ‘nilai terdekat’ dilakukan dengan mengambil unit yang dikenai
dampak dan mencari unit kontrol dengan nilai propensity score yang terdekat. Hal ini
mengatasi masalah yang terdapat pada metode ‘bertingkat’ yaitu kemungkinan
terdapatnya unit partisipan yang dibuang karena ketiadaan unit kontrol pada bloknya.
Pada metode ‘nilai terdekat’ ini semua unit partisipan ini memiliki pasangan. Dan setelah
masing-masing unit dipasangkan, perbedaan antara hasil dari kelompok partisipan
dengan kelompok kontrol dihitung. Dan ATT didapat dengan mereratakan perbedaan-
perbedaan tersebut.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 33
Terdapat permasalahan dalam metode di atas, yaitu adanya kemungkinan bahwa
nilai terdekat itu memiliki perbedaan propensity score yang besar sekali dan akan secara
independen berkontribusi pada estimasi dari ATT. Masalah ini kemudian di atasi oleh
radius dan kernel matching. Dengan metode radius, setiap unit partisipan hanya akan
dipasangkan dengan unit kontrol yang propensity score-nya berada disekitar propensity
score unit partisipan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Jadi jika semakin kecil
dimensi dari nilai propensity score yang sudah ditentukan itu maka akan ada
kemungkinan terdapat unit partispan yang tidak dipasangkan karena dalam satu dimensi
tersebut tidak terdapat unit kontrol. Kemudian dengan metode kernel semua unit
partisipan akan dipasangkan dengan memberikan bobot rerata pada semua unit kontrol
dengan bobot yang proporsional secara terbalik pada perbedaan propensity score
antara partisipan dan kontrol.
Secara metematis penduga Kernel adalah sebagai berikut
∑∑
∑∈
∈
∈
⎪⎪⎭
⎪⎪⎬
⎫
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
−
−
−=Ti
n
ikCk
n
ijCjCj
TiT
K
hpp
G
hpp
GYY
N )(
)(1τ
Dimana G(.) adalah sebuah fungsi kernel dan hn adalah parameter rentang
frekuensi (bandwidth parameter). Dan dalam kondisi standar tersebut, penduga kernel
ini adalah penduga yang konsisten dari outcomes dari situasi tanpa intervensi(Y0i).
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 34
BAB IV ANALISIS EVALUASI PENATAAN DOB
Pada bab ini akan dibahas beberapa hasil analisis perhitungan data sekunder dan
beberapa temuan yang didapat dari kunjungan ke beberapa daerah pemekaran.
Analisis data dibagi menjadi dua, yang pertama adalah perhitungan indeks terhadap
beberapa aspek kinerja yang akan dievaluasi. Beberapa aspek tersebut adalah aspek
ekonomi daerah, keuangan daerah, pelayanan publik, manajemen aparatur pemerintah,
dan rentang kendali. Kedua, analisis ekonometrika untuk mendapatkan rerata dampak
pada pemekaran daerah (average treatment effect on treated). Analisis ini dilakukan pada
beberapa indikator yang menjadi bagian pembangun indeks pada masing-masing aspek
di atas. Dilakukan pada beberapa unit analisis yang berbeda, tergantung dari jenis data
yang digunakan, apakah data survey sosial ekonomi nasional (Susenas), potensi desa
(Podes), atau Daerah Dalam Angka (DDA). Analisis akan dilakukan berdasarkan
kriteria/aspek dari masing-masing bidang yang akan dievaluasi.
IV.1. Aspek Perekonomian Daerah
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, aspek perekonomian
daerah ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti intermediasi perbankan,
perkembangan unit-unit usaha, investasi dan ketenagakerjaan.
Berdasarkan metode indeksasi terlihat bahwa secara umum, DOB kabupaten
memiliki nilai indeks yang lebih rendah dari daerah lainnya. Sementara itu DOB kota
adalah memiliki grafik yang bersinggungan dengan daerah induk dan lebih tinggi dari
daerah kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi baik dari segi frekuensi
maupun besaran nilai transaksinya lebih besar di daerah DOB kota. Hal ini memang
sangat mudah terlihat bahwa daerah kota adalah daerah yang mudah diakses, pusat dari
segala kegiatan ekonomi. Semua hal itu tak lain karena keberadaan dan akses
masyarakat kepada infrastruktur ekonomi lebih mudah dan lebih besar di daerah
perkotaan.
4
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 35
Gambar 4.1 Indeks Perekonomian Daerah
Perkembangan Unit Usaha
Dari hasil perhitungan terhadap rerata dampak dari pemekaran daerah dapat
dilihat bahwa pada beberapa sampel propinsi pemekaran dapat berdampak positif dan
sekaligus negatif terhadap perkembangan unit usaha. Unit usaha yang di amati adalah
industri kecil (5-19 pekerja) dan rumah tangga (1-4 pekerja). Unit usaha ini terdiri dari
beberapa jenis, pada umumnya adalah industri kerajinan seperti kerajinan dari kulit,
kayu, logam, anyaman, keramik, tenun, dan makanan. Karena data yang digunakan
adalah data potensi desa maka unit usaha ini adalah rerata unit yang berada di suatu
wilayah desa/kelurahan.
Tabel 4.1. Average Treatment Effect pada Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT)
Dengan Kernel Matching Method
Propinsi ATT std. error t Kalimantan Barat -4.475 0.736 -6.082* Kepulauan Riau 5.074 2.052 2.472* Sulawesi Tenggara -2.883 1.689 -1.707*** Sumatera Utara 1.912 1.538 1.243 Bengkulu -0.155 0.411 -0.378
Ket: *alpha 1% ** alpha 5% *** alpha 10%
Berdasar hasil perhitungan dari data Potensi Desa tahun 2006, dampak
(perbedaan rerata IKRT di desa-desa pada daerah pemekaran dengan rerata IKRT di
desa-desa pada daerah kontrol) terhadap IKRT adalah positif di daerah sampel di
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 36
propinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau. Di Kepulauan Riau, dengan tingkat
signifikansi 99% perbedaan rerata IKRT di daerah pemekaran dengan di daerah kontrol
adalah 5.074 di masing-masing desa. Sementara itu, di Kalimantan Barat, Sulawesi
Tenggara dan Bengkulu dapat dikatakan bahwa dampak pemekaran terhadap IKRT
adalah negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari besaran ATT di atas, untuk Propinsi
Kalimantan Barat, perbedaan reratanya adalah sebesar -4.475 unit pada tingkat
signifikansi sebesar 99%. Kemudian di Sulawesi Tenggara dengan besaran -2.883 unit
pada tingkat signifikansi 90%.
Hasil perhitungan ini mungkin dapat dijelaskan dari analisis sektoral kegiatan
ekonomi. Di Kabupaten Melawi Propinsi Kalimantan Barat, kegiatan ekonomi terpusat
pada sektor perkebunan (Sawit dan Karet), dan sektor pertambangan. Dengan demikian,
sedikit terjadinya kenaikan usaha-usaha baru terkait dengan terbatasnya ekspansi usaha
mengingat lebih dari 20% lahannya adalah hutan lindung. Sumberdaya, seperti tenaga
kerja dan modal kerja, yang ada mengalir pada kedua sektor tersebut. Sementara itu, di
Kepulauan Riau, sektor pertambangan pada awalnya menjadi sektor utama. Kini sektor
tersebut mengalami penurunan drastis. Hal ini dapat dilihat dari penutupan pusat
pertambangan timah di Kec Dabo-Singkep Kab Lingga. Penutupan tersebut berakibat
pada kenaikan insiden PHK dan pengalihan alokasi tenaga kerja. Dengan program
pemberdayaan masyarakat yang berupa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri yang sekarang dikenal dengan PPK, mampu mengurangi dampak
penutupan pertambangan tersebut. Saat ini hampir semua kecamatan sudah
mendapatkan program ini. Kemudian, keterangan dari Dinas Perindustrian setempat
dinyatakan bahwa pertumbuhan unit usaha di setiap tahun setelah pemekaran cukup
baik. Namun usaha-usaha tersebut masih terus berusaha keluar dari berbagai
permasalahan-permasalahan seperti dari segi kelayakan, misal masalah perizinan untuk
perusahaan yang berbadan hukum. UKMK di Kab. Lingga pada umumnya berada di
sektor perdagangan.
Ketenagakerjaan
Data ketenagakerjaan yang berhasil peneliti dapatkan adalah hanya data
angkatan kerja. Dalam literatur demografi, angkatan kerja dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu bekerja dan mencari kerja. Karena ada dua kelompok tersebut maka perlu
hati-hati dalam melakukan analisis apakah naiknya angkatan kerja itu lebih diakibatkan
oleh kenaikan penduduk yang bekerja atau penduduk yang mencari kerja? Dalam
konsep demografi mereka yang bukan bekerja (pengangguran, mencari kerja)
dianggap sebagai residual. Berdasar analisis ekonometrika ini, terlihat bahwa dampak
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 37
pemekaran terhadap angkatan kerja adalah negatif. Untuk DOB yang berdiri pada tahun
2003 terlihat bahwa perbedaan rerata angkatan kerja antara DOB dan kontrol sebesar
33600 pada tahun 2005 dan 30200 pada tahun 2006. Dengan demikian, dalam konsep
demografi, rerata orang yang bekerja di daerah DOB lebih sedikit dibanding di daerah
kontrol. Hal ini disebabkan biasanya lebih disebakan dari kondisi perekonomian
daerah-daerah tersebut. Secara umum, perekonomian di daerah DOB relatif masih kecil,
baik frekuensinya dan nilainya. Hal ini mengkonfirmasi indeks perekonomian di atas
yang mengindikasikan bahwa kuantitas dan nilai kegiatan ekonomi di daerah DOB
secara umum lebih kecil dari daerah lainnya.
Tabel 4.2. Average Treatment Effect pada Angkatan Kerja
Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003 keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006
Angkatan Kerja (jiwa) -41900 -45400 -33600* -30200* -19100** -18300** Ket: *alpha 1% ** alpha 5% *** alpha 10%
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga dapat mengindikasikan pada tingkat kesejahteraan
berapa suatu rumah tangga itu berada. Secara umum semakin besar pengeluaran maka
keluarga itu cenderung akan semakin sejahtera keluarga tersebut. Namun, memang
terdapat pro-kontra dalam penentuan indikator ini sebagai kriteria kesejahteraan.
Kelompok kontra menyatakan bahwa pengeluaran ini belum dapat sepenuhnya
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Karena untuk masyarakat miskin
misalnya terjadi underestimate dalam pengukuran kesejahteraan terkait dengan
pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan. Hal sebaliknya terjadi pada keluarga
sejahtera.
Terlepas dari pro-kontra yang ada, BPS menentukan garis kemiskinan
berdasarkan indikator ini. Kemudian data yang tersedia adalah data pengeluaran bukan
pendapatan. Data pendapatan publikasi BPS dikeluarkan 3 tahun sekali (susenas modul),
data terbaru untuk indikator ini belum dipublikasikan. Pada proses perhitungan
pengeluaran rumah tangga ini digunakan term kepala rumah tangga sebagai
representasi pengeluaran dari suatu rumah tangga.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 38
Tabel di bawah ini mengindikasikan, bahwa dampak pemekaran (perbedaan
rerata daerah pemekaran dengan daerah kontrol) terhadap pengeluaran rumah tangga
itu negatif. Dari kelima daerah sampel, bengkulu adalah yang paling besar dengan
signifikansi 99% besarannya adalah Rp170.000, diikuti oleh Sumatera Utara, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Tenggara. Sementara itu, untuk Kepulauan Riau, uji statistik
menunjukkan bahwa rerata dampak itu positif namun tidak signifikan. Hal ini mungkin
saja mengkonfirmasi beberapa penemuan sebelumnya, yaitu meningkatnya IKRT di
propinsi kepulauan riau (khususnya Kabupaten Lingga).
Tabel 4.3.
Average Treatment Effect pada Pengeluaran Rumah Tangga Dengan Kernel Matching Method
Propinsi ATT std. err t Bengkulu -170000 16360.97 -10.415* Kalimantan Barat -74200 26404.24 -2.812* Kepulauan Riau 37948 56529.67 0.671 Sulawesi Tenggara -66000 16365.58 -4.032* Sumatera Utara -165000 11120.43 -14.881*
Ket: *alpha 1% IV.2. Aspek Keuangan Daerah
Aspek keuangan daerah ini melihat beberapa kriteria evaluasi seperti keuangan
pusat-daerah (independesi fiskal), fokus belanja (modal, belanja tetap), dan kontribusi
ekonomi (total belanja terhadap pdrb). Dari aspek ini akan terlihat bagaimana peran
pemerintah dalam suatu perekonomian, apakah dominan atau tidak? Kemudian, apakah
daerah pemekaran lebih berfokus pada belanja modal atau tidak? Dan bagaimana
tingkat independensi keuangan pemerintah daerah.
Independensi Fiskal
Independensi fiskal mencerminkan sejauhmana independensi pemerintah daerah
dalam mengelola keuangannya untuk pembangunan di daerah. Dari gambar di bawah
ini tampak bahwa daerah pemekaran memiliki independensi fiskal yang relatif lebih
rendah dibanding daerah kontrol. Daerah induk dan kota DOB relatif menunjukkan
kedekatan independensi, sementara kabupaten DOB lebih rendah dibandingkan daerah
lainnya dengan indeks independensi fiskal di bawah 10%. Jika dilihat dari
perkembangannya, setelah tahun 2005 independensi fiskal untuk kabupaten DOB dan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 39
daerah induk cenderung mengalami penurunan. Sebaliknya, untuk daerah kontrol dan
kota DOB, independensi fiskal relatif meningkat.
Kondisi penurunan ini mungkin disebabkan oleh tidak optimalnya pemanfaatan
sumber-sumber pendapatan asli daerah. Sebagai contoh adalah bahwa untuk
meningkatkan PAD maka pemerintah daerah otonomi baru cenderung untuk
menetapkan retribusi yang relatif tinggi pada sektor tertentu misalnya retribusi rumah
makan, hotel dan penginapan, dan lain-lain. Kebijakan ini bisa jadi akan berdampak
positif pada peningkatan PAD, namun hal ini hanya berlaku dalam jangka pendek. Dalam
jangka panjang, hal ini akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang tentu akan
mencederai kegiatan ekonomi di kabupaten tersebut. Pada akhirnya akan berdampak
pada penurunan pendapatan asli daerah itu sendiri.
Gambar 4.2.
Indeks Independesi Fiskal
Fis cal Inde pe nde ncy Inde x
Kabupate n DOB
Kota DOB
Dae rah Induk
Dae rah Kontrol
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
2004 2005 2006
Belanja Daerah
Belanja modal dialokasikan untuk pengadaan infrastruktur pemerintahan dan
insfrastruktur umum. Dukungan keuangan pemerintah yang relatif lebih besar pada
pembiayaan infrastruktur memberikan dorongan yang lebih besar pula untuk
menggerakkan pembangunan. Sebenarnya terjadi dilema dalam penentuan jenis
infrastruktur apa yang akan dibangun terlebih dahulu? Apakah infrastruktur
pemerintahan seperti kantor pemerintah daerah, kantor DPRD atau bahkan rumah dinas?
Atau infrastruktur untuk pelayanan umum seperti jalan, irigasi, air sanitasi, puskesmas
atau lainnya. Pemerintah daerah membuat kebijakan yang berbeda-beda mengenai hal
ini, ada yang mendahulukan infrastruktur pemerintahan dan ada yang sebaliknya dan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 40
juga ada yang dibarengi namun tentunya dengan konsekuensi kuantitas yang tidak
optimal. Sebagai contohnya adalah di kabupaten melawi, dari hasil observasi di
lapangan. Kabupaten ini lebih memilih untuk memperbaiki infrastruktur umum terlebih
dahulu baru kemudian membangun infrastruktur pemerintahannya. Infrastruktur
pemerintahan dibangun kemudian terkait dengan tujuan agar perencanaan tata kota
yang dibuat menjadi lebih matang, sehingga hampir dapat dipastikan bahwa ke depan
tidak terjadi relokasi ulang.
Gambar di bawah menunjukkan bahwa kabupaten DOB secara umum memiliki
konsentrasi belanja modal yang lebih besar, namun hal ini dimungkinkan lebih kepada
pengadaan infrastruktur pemerintahan dimana notabene kabupaten DOB perlu
membangunnya dari awal. Hal ini dapat memiliki konsekuensi negatif pada aspek
lainnya yaitu aspek pelayanan publik. Ketika sebagian besar dana pengeluaran diserap
oleh belanja sarana pemerintahan, dan juga pengadaan belanja pegawai maka dana
yang tersedia untuk dialokasikan pada pos pelayanan publik menjadi semakin kecil.
Tahap selanjutnya adalah kualitas dan kuantitas pelayanan publikpun akan menurun.
Dan akhirnya kesejahteraan masyarakat akan menurun.
Gambar 4.3.
Indeks Belanja Modal
Capital Expe nditure Inde x
Kabupate n DOB
Kota DOB
Dae rah Induk
Dae rah Kontro l
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2004 2005 2006
Peran Pemerintah Daerah dalam Perekonomian
Keuangan pemerintah dikelola sesuai dengan fungsi dan tugas pemerintahan.
Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam pembangunan ekononomi
sehingga dapat mendorong partisipasi swasta dan masyarakat secara luas dalam
pembangunan ekonomi. Dengan demikian, adalah suatu yang tidak bermasalah jika
porsi belanja daerah itu relatif kecil terhadap perekonomian. Karena yang terpenting
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 41
adalah bukan dari besar kecilnya, tapi kemampuan pemerintah daerah memberikan
stimulus kepada pihak swasta dalam pembangunan ekonomi. Pengeluaran pemerintah
yang relatif besar dapat berdampak buruk bagi perekonomian jika pemerintah
mendanai pengeluarannya itu dari pinjaman. Hal ini akan mengurangi dana siap
dipinjamkan ke sektor swasta. Selanjutnya, akan terjadi penurunan investasi swasta
karena kekurangan liquiditas. Penurunan investasi swasta ini dalam literatur ilmu
ekonomi dinamakan sebagai crowding-out effect.
Namun dari penjelasan yang ada, pengeluaran/belanja pemerintah akan
berdampak positif juga ke investasi jika belanjanya itu digunakan untuk memberikan
stimulus pada pembangunan infrastruktur ekonomi seperti listrik, telekomunikasi, air
bersih, irigasi, sistem transportasi. Dengan adanya fokus pengeluaran pada beberapa
hal tersebut maka akan memperbesar peluang terjadinya crowding-in effect (Simarmata,
2007).
Berdasar gambar 4.3 di bawah ini, kabupaten DOB tampak masih memainkan
peranan yang relatif dominan dalam perekonomian di daerahnya daripada daerah
lainnya yang dapat lebih banyak menggerakkan peran swasta dan masyarakat luas.
Gambar 4.4.
Indeks Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian Gov S pe nding to Ec onom ic Inde x
Kab u p ate n DOB
Ko ta DO B
Dae r ah In d u k
Dae r ah Ko n tr o l
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6
Beberapa kriteria di atas menjadi dasar perhitungan indeks aspek keuangan
pemerintah daerah. Secara umum dapat dilihat bahwa pemekaran daerah belum dapat
mensejajarkan kinerja keuangan daerah pemekaran dengan daerah lainnya. Namun
untuk pemekaran dengan pola kabupaten menjadi kota menunjukkan kinerja keuangan
yang relatif lebih tinggi dibandingkan DOB kabupaten bahkan sedikit di atas daerah
induk.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 42
Gambar 4.5. Indeks Aspek Keuangan Daerah
Dari segi keuangan, daerah pemekaran memiliki besaran yang lebih kecil
dibanding daerah kontrol. Rerata APBD, DAU, PAD (pajak, retribusi) di daerah
pemekaran lebih kecil dibanding di daerah kontrol. Hal ini ditunjukkan dari besaran
yang negatif. Dari sisi pengeluaran, yaitu belanja gaji pegawai, daerah pemekaran juga
memiliki rerata besaran yang lebih kecil daripada daerah kontrol. Hal ini dikarenakan
jumlah pegawai di daerah pemekaran yang relatif lebih sedikit daripada di daerah
kontrol. Perbedaan rerata (dampak) pemekaran daerah pada belanja pegawai adalah -
98,500 juta rupiah untuk DOB 2001 pada tahun 2006. Bahkan jika dilihat dari tren tahunan,
ada kecenderungan besarnya perbedaan rerata antara DOB dan kontrol semakin besar.
Sebagai contohnya adalah untuk DOB yang berdiri pada tahun 2003, rerata dampak pada
pengeluaran pegawai pada tahun 2005 adalah -56900 juta dan pada tahun 2006 sebesar -
62900 juta. Perbedaan rerata (dampak) yang semakin besar ini mengindikasikan bahwa
sistem kepegawaian masih belum stabil. Penyebab dari hal ini mungkin karena
pertambahan pegawai di daerah kontrol lebih besar dari pertambahan di daerah DOB.
Yang menarik dari tabel di sini adalah besaran DAK. DAK ini adalah transfer
pemerintah pusat kepada daerah yang cenderung memiliki kekurangmampuan dalam
membiayai pengeluaran pada bidang-bidang spesifik seperti kesehatan, pendidikan,
infrastuktur lainnya. Ini adalah “bantuan” pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
di mana kondisi/kinerja pada bidang-bidang spesifik itu rendah. Berdasar tabel di
bawah dapat dilihat bahwa besaran rerata dampak pada DAK untuk tahun 2006 adalah
positif, gabungan DOB 2001 dan 2003, sebesar 3,470 Juta. Artinya rerata DAK di daerah
pemekaran lebih besar dari daerah kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 43
pemekaran masih sangat membutuhkan “bantuan” pemerintah karena kinerja pada
bidang-bidang tersebut masih rendah.
Tabel 4.4.
Average Treatment Effect Pada Keuangan Pemda (dalam jutaan) Dengan Kernel Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003 Keterangan (dalam jutaan) 2005 2006 2005 2006 2005 2006
Dana Alokasi Umum -35500 -60800 -85000* -93400* -40600* -12300
Dana Alokasi Khusus -336 6950 -4310* 1120 -1890* 3470*
Pendapatan Asli Daerah -5350 -10700** -10100* -11800* -4020* -3640**
Pajak -12 -5630*** -2180** -2840* -859 -1100
Retribusi -1720 -3130 -3790** -3170* -1980* -1470**
Belanja Pegawai -33500 -98500* -56900* -62900* -24000* -26300*
APBD -34000 -133000** -125000* -168000* -25900*** -6420 Ket: *alpha 1% ** alpha 5% *** alpha 10%
IV.3 Aspek Pelayanan Umum.
Aspek berikutnya adalah aspek pelayanan umum. Aspek ini melihat tiga kriteria
pelayanan yaitu dari kriteria pendidikan, kesehatan dan infrastruktur ekonomi seperti
jalan, air, irigasi, listrik, akses terhadap air bersih, dan telepon.
Pelayanan umum adalah salah satu determinan utama dari kesejahteraan
masyarakat. Salah satu konsepsi yang paling umum mengenai kesejateraan adalah
konsep ‘kebutuhan dasar’ (basic needs). Kebutuhan dasar terdiri dari dua komponen,
yang pertama adalah kebutuhan minimum tertentu dari konsumsi keluarga seperti
makanan yang cukup, tempat berlindung, dan pakaian. Kedua, pelayanan dasar yang
disediakan oleh dan untuk komunitas dalam ukuran yang besar seperti sanitasi,
angkutan umum, layanan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya (ILO, 1977).
Bahkan dalam laporan pembangunan Bank Dunia tahun 2000/2001 pelayanan publik
menjadi upaya untuk meningkatkan kesempatan orang miskin untuk ikut serta dalam
kegiatan perekonomian. Bank Dunia membangun tiga pilar teori kemiskinan dikaitkan
dengan ketiadaan keamanan, pemberdayaan, dan kesempatan (World Bank, 2001). Pilar
kesempatan itu berbentuk mulai dari pencapaian pendidikan, kesehatan yang baik
untuk memperbaiki taraf hidup dengan meningkatkan pendapatan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 44
Berbagai literatur telah membuktikan bahwa semua kriteria di atas
mempengaruhi kualitas hidup masyarakat dari dua sisi, pertama dari peningkatan modal
manusia (human capital) itu sendiri dan kedua dari peningkatan pendapatan akibat
meningkatnya kegiatan ekonomi. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai
dampak beberapa kriteria tertentu terhadap kemiskinan dan kondisi ekonomi
masyarakat.
1. Pendidikan.
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan itu sangat penting dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertama, dalam perspektif
mikroekonomi, pendidikan meningkatkan modal manusia yang melekat pada
angkatan kerja, yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Kedua,
pendidikan akan meningkatkan kapasitas inovasi dari suatu perekonomian,
pengetahuan baru atas teknologi akan mendorong pertumbuhan. Ketiga,
pendidikan memfasilitasi dan menyebarkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memahami dan mengimplementasikan informasi baru yang ditemukan oleh orang
lain, hal ini mendorong pertumbuhan. Duflo meneliti mengenai dampak
pembangunan sekolah dasar di Indonesia pada tahun 1973-1978 yang melebihi
61,000 sekolah terhadap upah dan pendidikan. Hasil estimasi memperlihatkan
bahwa pembangunan sekolah meningkatkan partisipasi pendidikan dan
pendapatan. Kemudian hasil ekonomi berkisar dari 6.8% ke 10.6% (Duflo, 2000).
2. Fasilitas kesehatan
Kesehatan adalah modal manusia yang mempengaruhi pembangunan
ekonomi melalui, contohnya, produktivitas tenaga kerja, dan hambatan ekonomi
ketika sakit. Kesehatan memiliki dampak tidak langsung, misalnya kesehatan
anak mempengaruhi pendapatan di masa mendatang. Karena kesehatan juga
memiliki dampak pada pencapaian di bidang pendidikan, seperti partisipasi,
kehadiran dan kemampuan kognitif (Galor dan Foulkes, 2004). Hal ini dapat
digambarkan pada grafik di bawah ini.
Selain itu, kesehatan juga menjadi salah satu faktor penentu pertama
kemiskinan (temporer) dan jebakan kemiskinan (kronis) melalui dampak
langsung dan tidak langsung yang dimilikinya. Probabilitas anak-anak dari
keluarga miskin yang akan berada pada kemiskinan kronis sangat besar. Mereka
dihadapkan pada masalah kesehatan yang berulang terus sehingga
mempengaruhi kemampuan kognitif mereka dan akhirnya mereka tidak dapat
sekolah. Tahap selanjutnya adalah pendapatan mereka saat dewasa akan kecil.
Orang tua dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah akan rendah
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 45
pula berinvestasi pada peningkatan modal manusia anak mereka. Dengan
demikian, siklus kemiskinan akan terus berulang (Lustig, 2006).
Gambar 4.6.
Siklus Intergenarasi Pembentukan Modal Manusia
Sumber: Galor and Foulkes, 2004
3. Irigasi
Hussain, Trikhawala, dan Marikar (2002) melakukan penelitian berupa
studi kasus atas perbandingan dampak irigasi atas kemiskinan di pakisatan dan
sri langka. Studi in dilakukan selama periode 2001-2002 di Sri Lanka’s Uda Wale
Left Bank Irrigation System dan di Pakistan’s Mandi Bahaudin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di Sri Lanka, rumah tangga yang memiliki akses terhadap
irigasi memiliki tingkat pendapatan dan pengeluaran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah tanpa irigasi. Penelitian ini berkesimpulan bahwa
akses terhadap irigasi secara signifikan mengurangi kemiskinan kronis.
Kemudian dampak dari irigasi akan semakin besar jika rumah tangga, dalam hal
kepemilikan lahan, lebih merata dalam distribusinya.
4. Jalan
Malmberg et all. (1997) menemukan bahwa infrastruktur jalan memiliki
dampak pada pertumbuhan ekonomi baik di sektor pertanian maupun bukan, dan
menciptakan kesempatan ekonomi bagi penduduk desa secara keseluruhan,
termasuk yang miskin. Fan dan Chan-Kang (2005) meneliti dampak
pembangunan jalan terhadap pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di
China. Dengan menggunakan data tingkat propinsi periode 1982-1999, mereka
menemukan bahwa pembangunan jalan, bersama penelitian di pertanian, irigasi,
pendidikan, listrik, telekomunikasi berdampak secara signifikan pada
pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 46
5. Listrik
Di Indonesia, listrik merefleksikan akses terhadap teknologi yang
berkontribusi secara langsung terhadap kemiskinan dengan meningkatnya
lapangan kerja dan pendapatan dari penduduk miskin (Baliscanan, et al., 2002).
Studi mengenai infrastruktur kelistrikan pernah dilakukan oleh Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(LPEM- FEUI) tahun 2003. Hasil simulasi menunjukkan, tanpa perbaikan apa-apa
dalam peningkatan daya terpasang listrik, rata-rata pertumbuhan ekonomi
diperkirakan hanya akan mencapai 4,4 persen sampai tahun 2005. Bila
pemerintah meningkatkan pertumbuhan daya terpasang listrik 15 persen,
misalnya, pertumbuhan ekspor akan dapat meningkat dari rata-rata 7 persen
menjadi 8,8 persen dan pertumbuhan ekonomi akan dapat mencapai rata-rata 4,6
persen. Jika peningkatan daya terpasang listrik dinaikkan sampai 30 persen, rata-
rata pertumbuhan ekonomi dapat didorong sampai 4,8 persen sepanjang tahun
2003-2005 (LPEM, 2003).
6. Telekomunikasi
Cronin et all, (1995) ingin melihat manfaat ekonomi dari telekomunikasi
secara kuantitatif, kemudian studinya ingin mengetahui dampak pembangunan
telekomunikasi pada masyarakat perdesaan di Pensylvania. Mereka menemukan
bahwa pola pembangunan (diukur dari pertumbuhan pekerjaan dan pendapatan)
di perdesaan lebih lambat dari di perkotaan. Hal ini karena mata pencaharian
penduduk di perdesaan berada pada tiga jenis sektor tradisional, yaitu pertanian,
SDA, dan pengolahan. Telekomunikasi mendorong pembangunan di perdesaan
melalui substitusi biaya-efektif untuk modal dalam proses produksi,
meningkatkan kualitas dan meraih obat modern ke perdesaan, dan mampu
memperkenalkan pola pembelajaran jarak jauh yang mana dapat meningkatkan
pendidikan di perdesaan. Kemudian, dalam hal pertumbuhan pekerjaan,
telekomunikasi yang menurunkan biaya akan meningkatkan permintaan atas
tenaga kerja.
Indeks Pendidikan.
Terkait dengan indeks pendidikan, indeks ini dibangun berdasarkan keberadaan
anak didik dibandingkan dengan ketersediaan sarana dan tenaga pendidik baik di
tingkat dasar (SD+SMP) maupun di tingkat pendidikan tingkat lanjut (SMU). Gambar di
bawah ini menerangkan kapasitas/daya tampung sekolah. Indikator ini berkaitan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 47
dengan konsep penting dalam pendidikan yaitu mengenai sisi permintaan (partisipasi
masyarakat) dan penawaran pendidikan (ketersediaan sekolah). Jika rendahnya
indikator ini lebih disebabkan oleh pertambahan sekolah yang tidak dapat
mengimbangi pertambahan siswa, maka permasalahannya adalah kurangnya sekolah.
Solusinya adalah penambahan sekolah. Namun jika rendahnya indikator ini lebih
disebabkan oleh rendahnya penambahan penduduk usia sekolah dasar yang bersekolah
dibandingkan dengan penambahan sekolah, maka permasalahannya adalah partisipasi
dan atau kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya. Artinya
permasalahannya adalah dari sisi permintaaan terhadap pendidikan. Dua hal yang
berbeda ini tentunya memerlukan perlakuan yang juga berbeda. Untuk itu diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mencari jawaban atas hal ini.
Dari gambar 4.5 dapat diketahui bahwa Indeks rasio murid per sekolah pada
level pendidikan dasar di DOB kota lebih rendah dari daerah mana pun bahkan dari
DOB Kabupaten. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebab utamanya adalah kurang
seimbangnya pertumbuhan peserta didik dengan pertumbuhan sekolah. Dengan
perkataan lain terjadi ekses suplai fasilitas pendidikan di kabupaten DOB kota.
Kesimpulan ini juga terjadi pada level pendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMU. Pada
gambar di bawah terlihat pula bahwa DOB kota juga masih memiliki nilai indeks yang
relatif rendah dibandingkan dengan di daerah lainnya. Perbedaannya semakin
membesar seiring dengan berubahnya waktu. Pada tahun 2006, gap antara DOB kota
dengan daerah lainnya semakin besar.
Ada perbedaan yang menarik dari dua grafik di bawah, yaitu untuk SD-SMP
walaupun sejak tahun 2003-2005 terlihat terjadi penurunan yang relatif kecil, kemiringan
dari tren rasio murid/sekolah adalah menaik (positif). Sementara itu, untuk tingkat SMU
terlihat bahwa sejak tahun 2003 rasio murid/sekolah memiliki kemiringan yang negatif di
sepanjang periodenya. Ini mengindikasikan bahwa ekses suplai ditingkat SD-SMP ada
kecenderungan semakin meningkat, hal sebaliknya terjadi pada tingkat pendidikan
SMU.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 48
Gambar 4.7.
Perkembangan Murid/Sekolah Pendidikan Dasar dan Menengah
Selanjutnya, selain ketersediaan sekolah, ada pula hal penting lainnya yang harus
diperhatikan yaitu ketersediaan guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah salah
satu faktor penentu keberhasilan anak didik. Semakin baik rentang kendali
(supervisi/fasilitasi) guru terhadap muridnya semakin tinggi probabilita terjadinya
keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Hal ini karena guru yang semakin fokus
untuk mendidik beberapa anak akan lebih bagus daripada guru yang tidak fokus karena
tingginya beban supervisi/fasilitasi akibat terlalu besarnya anak didik yang harus dia
supervisi/fasilitasi.
Gambar 4.6 di bawah ini mengindikasikan bahwa ketersediaan guru pada
pendidikan dasar di kabupaten DOB masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan di
daerah lainnya. Hal ini biasanya lebih disebabkan oleh kurangnya insentif bagi guru-
guru yang berada di daerah DOB kabupaten. Selain itu, dari beberapa daerah DOB
kabupaten yang disurvey umumnya adalah daerah-daerah yang aksesnya jauh dari
pusat kota sehingga ketersediaan atas pelayanan publik lainnya juga belum optimal.
Dengan demikian suplai guru pada daerah-daerah tersebut menjadi relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan daerah lainnya.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 49
Gambar 4.8. Perkembangan Murid/Guru Pendidikan Dasar dan Menengah
Dari berbagai indeks pendidikan di atas kemudian dibuat indeksasi untuk
melihat aspek pendidikan secara umum. Gambar di bawah ini merangkum dari berbagai
kriteria di atas. Jadi perkembangan aspek pendidikan secara keseluruhan dapat dilihat
bahwa rendahnya besaran indeks di daerah kabupaten kota cenderung disebabkan oleh
dua kemungkinan besar yaitu ketersediaan sarana dan tenaga pendidik di daerah
tersebut lebih tinggi dibanding daerah lainnya dan kurangnya angka partisipasi siswa
yang terlihat dari rendahnya murid.
Gambar 4.9. Indeks Pendidikan
Kondisi perkembangan di atas dikonfirmasi oleh temuan yang didasarkan
penghitungan rerata dampak pemekaran terhadap jumlah sekolah pada jenjang
pendidikan dasar (9 tahun). Di kalimantan barat, perbedaan rerata jumlah SD/sederajat
antara daerah DOB dan Kontrol di suatu desa sebesar 0.358. Secara umum dari besarnya
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 50
perbedaan rerata tersebut diindikasikan bahwa ketersediaan sarana pendidikan masih
relatif minim. Karena tidak semua desa memiliki sekolah. Dari tabel di bawah yang
menunjukkan bahwa rerata jumlah sekolah SMP itu lebih besar pada DOB dibanding
daerah kontrol adalah propinsi bengkulu.
Tabel 4.5. Average Treatment Effect pada Sarana Pendidikan Dasar
Dengan Kernel Matching Method SD/sederajat SMP/sederajat
Propinsi ATT t ATT t
Kalimantan Barat -0.358 -2.184** -0.034 -0.419
Kepulauan Riau 0.304 0.614 0.045 0.263
Sulawesi Tenggara -0.062 -1.315 -0.018 -0.784
Sumatera Utara 0.094 0.927 -0.093 -3.084*
Bengkulu 0.046 1.629 0.043 1.883***
Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5%
*** Alpha 10%
Analisis secara nasional dilakukan pula untuk melihat dampak kebijakan DOB
pada aspek pendidikan secara nasional. Analisis dilakukan pada seluruh populasi
daerah-daerah yang mekar di tahun 2001 dan 2003 dan gabungan antar dua periode
tersebut. Peneliti membedakan antara dua daerah DOB itu berdasarkan periode waktu
berdirinya untuk melihat apakah ada pengaruh dari perbedaan waktu terhadap dampak
yang ditimbulkan atau tidak. Selain itu, dilakukan juga analisis berdasarkan time series
(periode 2005 sampai 2006) untuk satu DOB yang sama. Secara umum pada level
nasional kebijakan DOB ini berdampak negatif terhadap beberapa aspek pendidikan.
Artinya terdapat perbedaan rerata yang negatif antara DOB dengan daerah kontrol.
Namun mengenai signifikansi, DOB periode 2003 mempunyai pengaruh signifikan
terhadap aspek-aspek pendidikan tersebut. Hal yang berbeda terjadi pada periode
2001. Belum ada penjelasan yang pasti mengenai penyebab hal ini terkait perbedaan
objek DOB pada dua periode tersebut. Dari tabel di bawah ini terlihat bahwa pada DOB
2003 terdapat perbedaan rerata yang signifikan pada jumlah guru dan murid antara DOB
dengan daerah kontrol. Pada tahun 2006, besaran perbedaan reratanya ialah 821 guru
dan 7888 murid SD-SMP, 418 guru dan 4588 murid SMA-SMK.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 51
Tabel 4.6. Average Treatment Effect pada Aspek Pendidikan
Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003
Keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006
Jumlah SD-SMP -69 -82 -36** -37 -41*** -51**
Jumlah Guru SD-SMP -597 1394 -680* -821** -495 -429
Jumlah Murid SD-SMP -9489 -10500 -9989* -7888** -6020*** -4630
Jumlah SMA-SMK -5 -9 -7* -9* -3 -5**
Jumlah Guru SMA-SMK -442** -242 -223* -418* -90 -13
Jumlah Murid SMA-SMK -3587 -605 -2009 -4588* -1300** -690
Jumlah SMA -7 -11 -5* -4* -2 -3***
Jumlah guru SMA -371** -133 -153* 690 -62*** -9
Jumlah murid SMA -3966 -1882 -1318 -2499** 239 -287 Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5%
*** Alpha 10%
Indeks Kesehatan
Indeks kesehatan ini diturunkan dari dua unsur kriteria utama yaitu sarana
(tempat tidur rumah sakit, puskesmas, dan posyandu) dan tenaga kesehatan (dokter
umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, perawat dan bidan).
Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa DOB kabupaten berada pada indeks
teratas hampir sepanjang tahun, berbeda dengannya DOB kota berada pada tingkat
terbawah sejak tahun 2005. Hal ini cenderung disebabkan oleh perbedaan komposisi
penduduk antara dua jenis DOB itu. Penduduk di DOB kota jauh lebih banyak jumlahnya
dibanding dengan di DOB kabupaten. Akhirnya besaran indeksnya lebih besar di DOB
kabupaten.
Gambar 4.10
Perkembangan Indeks Sarana Kesehatan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 52
Sementara itu, pada indeks tenaga kesehatan terlihat bahwa DOB kota lebih
tinggi dari daerah manapun di hampir setiap tahun. Sebaliknya, DOB kabupaten adalah
yang terendah dibanding daerah-daerah lainnya hingga tahun 2005 dan melebihi daerah
induk pada tahun 2006. Fenomena-fenomena tersebut mengindikasikan bahwa
ketersediaan tenaga kesehatan di daerah DOB kabupaten masih terbatas sementara itu
tenaga kesehatan masih terkonsentrasi di kota. Kurangnya ketersediaan tenaga
kesehatan di DOB kabupaten ini dapat dijelaskan dengan fenomena yang terjadi di
Kabupaten Muko-Muko. Di kabupaten tersebut terjadi kekurangan tenaga medis karena
keengganan masyarakt untuk menjadi tenaga medis di kabupaten tersebut. Alasan
utamanya adalah kecilnya insentif untuk menjadi tenaga medis di sana, selain itu juga
daerah tersebut sulit di akses dari dan ke ibukota propinsi (pusat kota). Bahkan ada
suatu kejadian, ketika dibuka lowongan untuk menjadi tenaga medis di kabupaten
tersebut tidak ada yang mau mendaftar saat seleksi penerimaan tenaga medis.
Gambar 4.11. Perkembangan Indeks Tenaga Kesehatan
Dari indeks-indeks kriteria di atas maka dibuat penyederhanaan kembali menjadi
indeks aspek kesehatan secara umum. Gambar di bawah menunjukkan perkembangan
indeks kesehatan yang menurun pada tahun 2006 namun secara keseluruhan (periode)
memiliki tren yang positif/menaik. Kondisi pada gambar di bawah ini menunjukkan
bahwa pada tahun 2006 DOB kabupaten lebih tinggi dibanding dengan daerah manapun.
Hal ini merupakan ringkasan dari adanya indikasi dari dua indeks kriteria di atas yaitu
kurangnya tenaga kesehatan dan relatif kecilnya jumlah penduduk dibandingkan di
daerah lainnya.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 53
Gambar 4.12. Indeks Kesehatan
Selanjutnya dapat dilihat bahwa dampak pemekaran terhadap fasilitas kesehatan
di desa juga negatif. Fasilitas kesehatan di sini terdiri dari Posyandu, Polindes (Poliklinik
bersalin desa), dan puskesmas pembantu. Dari sini memang terlihat bahwa perbedaan
rerata fasilitas kesehatan antara DOB dan daerah kontrol di masing-masing propinsi
relatif kecil (0.377-0.799). beberapa daerah yang berdampak negatif adalah pada
propinsi Kalimantan Barat, Sumatera Utara, dan Bengkulu. Kecilnya perbedaan rerata
tersebut ini juga mengindikasikan bahwa ketersediaan sarana-sarana kesehatan tersebut
masih relatif kecil.
Tabel 4.7. Average Treatment Effect pada Fasilitas Kesehatan
Dengan Kernel Matching Method Fasilitas Kesehatan
Propinsi ATT t
Kalimantan Barat -0.57 -4.17*
Kepulauan Riau 0.081 0.087
Sulawesi Tenggara 0.15 2.783*
Sumatera Utara -0.799 -7.797*
Bengkulu -0.377 -6.135*
Ket: * alpha 1%
Berikut adalah analisis secara nasional dengan menggunakan alat analisis berupa
Propensity Score Matching (PSM). Berdasarkan pada tabel di bawah ini dapat diketahui
bahwa secara umum kebijakan pemekaran berdampak negatif baik kepada tenaga
medis maupun terhadap sarana kesehatan. Sebagai contohnya adalah pada DOB tahun
2003, perbedaan rerata jumlah tenaga kesehatan antara DOB dengan daerah kontrol
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 54
sebesar 82 orang ditahun 2005 dan 15 orang pada tahun 2006. Artinya rerata di daerah
kontrol lebih besar daripada rerata di DOB. Namun terlihat bahwa terjadi penurunan
kesenjangan perbedaan di tahun 2005 dan 2006. Kemudian masih pada DOB 2003,
jumlah total puskesmas juga lebih kecil di DOB dari pada di daerah kontrol, besaran
perbedaan reratanya (dampak) ialah sebesar 33 Unit puskesmas pada tahun 2006
(Puskesmas, Pustu, dan Pusling). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara tahun 2005
dan 2006 untuk indikator total puskesmas ini.
Tabel 4.8. Average Treatment Effect pada Aspek Kesehatan
Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003
Keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006
jumlah dokter umum 16.39 8.97 -9.36* -7.08** -4.43*** -3.82
jumlah dokter spesialis -1.65 2.70 -6.48 -6.73 8.38** 6.42
jumlah dokter gigi -0.63 -5.80** -4.71* -4.58* -1.20 -0.89***
jumlah perawat -3.29 -68.65 -64.02* -41.19*** -7.77 -5.82
jumlah bidan -8.15 14.25 -31.76* -27.06** -30.40* -22.54**
jumlah rumah sakit -1.56 -0.74 -0.52** -0.55* 0.17 0.14
jumlah puskesmas -4.14 -2.85 -3.17* -3.05* -1.31 -1.24 jumlah puskesmas pembantu -11.21 -12.75 -15.77* -9.38 -8.01 -8.22*** jumlah puskesmas keliling -25.53* -23.20* -13.46* -14.26* -10.76*** -9.73*
jumlah posyandu -211.29 -219.12 -64.63** -102.97* -38.41 -36.57
jumlah tempat tidur RS -86.47 -55.64 -111.17* -116.27* -16.44 -6.35
jumlah apotik -8.00 -25.10* -7.99* -10.90* -2.14 -1.66 jumlah tenaga kesehatan -248.82 5.61 -82.43 -15.87 -33.18 3.99
jumlah total puskesmas -110.58* -108.13* -32.53* -33.67** -22.64** -19.50** Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5% *** Alpha 10%
Indeks Infrastruktur
Infrastruktur ekonomi merupakan salah satu alat utama pemerintah SBY untuk
menjalankan triple-track strategy-nya yaitu pembangunan yang pro-poor, pro-growth dan
pro-job. Karena infrastruktur sesuai literatur yang ada diberbagai negara memiliki
kontribusi yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat jika beberapa syarat
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 55
tertentu seperti ketepatan target dan adanya pemerataan. Indeks infrastruktur ini
didapat dengan memasukkan beberapa infrastruktur ekonomi dalam indeksasasi,
diantaranya adalah panjang jalan, listrik, telepon, akses terhadap air bersih, dan irigasi.
Dibawah ini adalah gambar perkembangan indeks jalan (negara, propinsi dan
kabupaten) beraspal di beberapa daerah. Terlihat bahwa DOB secara keseluruhan
memiliki indeks panjang jalan yang lebih rendah dari daerah induk dan kontrol. Hal ini
mengindikasikan bahwa akses dari dan ke DOB masih relatif sulit. Pada perhitungan
indeks ini peneliti menggunakan panjang jalan beraspal saja, bukan jalan secara
keseluruhan. Hal ini karena beberapa alasan diantaranya untuk melihat jalan berdasar
kualitasnya. Karena semakin baik kualitas semakin besar dampaknya terhadap
perekonomian karena biaya angkut/ distrbusi pasti akan lebih rendah.
Gambar 4.13. Perkembangan Indeks Panjang Jalan
Terkait dengan akses terhadap air bersih, dari gambar di bawah ini terlihat
bahwa pada tahun 2006 masyarakat di DOB kota memang lebih mudah untuk mengakses
air. Sementara itu di DOB kabupaten masyarakatnya lebih sulit untuk mengakases air
dibandingkan daerah kontrol dan induk. Air bersih sangat penting untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. Jika akses terhadap air bersih rendah maka masyarakat daerah
tersebut cenderung memiliki tingkat kesehatan yang relatif rendah juga. Untuk itu perlu
kiranya ada upaya peningkatan kapasitas produksi air bersih yang tersalurkan ke
masyarakat. Permasalahannya adalah ada beberapa DOB kabupaten yang tidak memiliki
PDAM, hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi geografis yang berbeda dari daerah
lainnya dan terpenting adalah belum menariknya investasi sektor ini bagi investor yang
mungkin diakibatkan oleh masalah penentuan tarif yang akan dikenakan ke masyarakat.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 56
Gambar 4.14. Perkembangan Indeks Akses Air
Secara keseluruhan, indeks infrastruktur menunjukkan bahwa kuantitas
ketersediaan infrastruktur di DOB Kabupaten memang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan daerah-daerah lainnya. Sementara itu untuk DOB kota kondisinya berfluktuasi,
pada tahun 2006 ketersediaan infrastruktur di DOB kota lebih tinggi dibanding daerah
lainnya. Indeks infrastruktur ini merupakan ringkasan dari beberapa indeks beberapa
jenis infrastruktur ekonomi yang ada seperti jalan, telepon, irigasi, listrik, dan air. Hal ini
mengkonfirmasi bahwa pada daerah-daerah DOB yang pada umumnya sarana
pemerintahan belum terdapat, sebagian besar pengeluaran modalnya terfokus pada
pembangunan sarana pemerintahannya terlebih dahulu pada awal periode. Namun
terlihat walaupun sudah beberapa tahun memekarkan diri, pertumbuhan infrastruktur
relatif tidak berkembang pesat. Hal ini ditandai dari tren yang sangat landai walaupun
memiliki kemiringan yang positif. Hal yang berbeda terjadi pada DOB kota, walaupun
fluktuasinya relatif besar namun trennya memiliki tingkat kecuraman yang tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan infrastrukturnya relatif lebih tinggi di daerah ini.
Mungkin hal ini disebabkan oleh sudah tersedianya sarana pemerintahan. Sehingga
dana pembangunan yang tersedia tidak sebagian besar terserap lagi pada
pembangunan sarana pemerintahan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 57
Gambar 4.15.
Perkembangan Indeks Infrastruktur
Selanjutnya dengan menggunakan analisis ekonometrika berdasar data Potensi
Desa tahun 2006 didapat bahwa terkait dengan layanan umum berupa listrik ( keluarga
yang telah menikmati listrik secara umum dampak pemekaran adalah negatif walaupun
memang ada satu propinsi yang tidak signifikan yaitu Sulawesi Tenggara. Namun untuk
propinsi Kepulauan Riau rerata perbedaan DOB dengan daerah kontrol menunjukkan
nilai positif sebesar 31.97 dan signifikan pada tingkat 95%). Perlu diingat bahwa listrik
yang dinikmati ini diperoleh dari dua sumber yaitu dari PLN dan non-PLN.
Tabel 4.9. Average Treatment Effect pada Keluarga yang Menikmati Listrik
Dengan Kernel Matching Method Propinsi ATT t
Kalimantan Barat -99.846 -1.293
Kepulauan Riau 31.97 2.364**
Sulawesi Tenggara -15.208 -1.197
Sumatera Utara -96.03 -4.431*
Bengkulu -13.719 -1.653***
Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5%
*** Alpha 10%
Secara nasional, dampak kebijakan pemekeran memiliki dampak negatif
terhadap ketersediaan infrastruktur di daerah tersebut. Pada tabel di bawah ini terlihat
bahwa hampir semua memiliki besaran negatif walaupun tidak semuanya signifikan
secara statistik. Pada DOB yang berdiri 2003 terlihat bahwa perbedaan rerata (dampak)
panjang jalan kabupaten antara daerah kontrol dengan DOB sebesar 286 pada tahun
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 58
2005 dan 271 KM pada tahun 2006. Sementara itu, perbedaan rerata (dampak) produksi
air bersih sebesar 1700 pada tahun 2005 dan 2070 ribu M3 pada tahun 2006. Kemudian
terhadap ketersediaan telekomunikasi (telepon) juga DOB 2003 memiliki dampak yang
negatif yaitu sebesar 4983 unit sambungan telepon pada tahun 2006. Yang perlu dilihat
lebih lanjut adalah perbedaan kinerja antar tahun. Ada beberapa yang perbedaan
reratanya (dampak negatifnya) semakin mengecil dan ada yang semakin besar.
Mengingat maraknya pemekaran daerah yang ternyata memiliki dampak negatif
terhadap ketersediaan infrastruktur maka hal ini bisa menganggu kebijakan
pembangunan yang pro-poor, pro-job dan pro-growth.
Tabel 4.10. Average Treatment Effect pada Ketersediaan Infrastruktur
Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003
Keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006 panjang jalan negara beraspal (Km) 51* 5 -116* -56 -43 -7 panjang jalan prov beraspal (Km) 6 -13 -96* -60*** -13 -43 panjang jalan kabupaten beraspal (Km) -41 -77 -286* -271** -296** -253** jumlah sambungan telepon (unit) 11015 -3558 -3168** -4983* -157 -1238 produksi air bersih (000m3) -1930** -1630 -1700* -2070* -695 -1050** akses terhadap air bersih (%) -11 -16 -17* -14* -5 -2
jumlah kantor pos (unit) -2 -2 -4** -3** -1*** -1 Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5%
*** Alpha 10%
Indeks Pelayanan Umum
Dari berbagai tahapan indeksasi terhadap beberapa aspek seperti kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur di atas, dibuatlah indeksasi terhadap aspek pelayanan
umum sebagai suatu pembobotan rerata yang sama dari berbagai aspek tersebut.
Gambar di bawah ini merupakan rangkuman dari berbagai penjelasan di atas. Gambar
di bawah ini mengindikasikan bahwa daerah DOB kabupaten memang memiliki layanan
umum yang relatif lebih rendah dibanding daerah yang lainnya.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 59
Gambar 4.16.
Perkembangan Indeks Aspek Pelayanan Umum
IV. 4. Aspek Manajemen Aparatur
Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berdasarkan UU No
22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahannya secara otonom. Penyerahan sebagian kewenangan
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Manajemen aparatur
pemerintah daerah kemudian menjadi salah satu faktor kunci dalam keberhasilan
pembangunan daerah.
Dalam kajian ini, aspek manajemen aparatur yang dianalisis secara umum adalah
dari segi kualitas aparatur, khususnya dalam hal tingkat pendidikan aparat, dan dari segi
jangkauan aparatur, khususnya dalam hal proporsi/perbandingan antara jumlah aparatur
dengan jumlah penduduk.
Gambar 4.17. Indeks Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah
67
58
63
52
30
25
43
47
1815
24
29
23
17
29
35
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2003 2004 2005 Juni 2007
Tahun
Inde
ks K
ualit
as A
para
tur
Indeks Kabupaten DOB:Indeks Kota DOB:Indeks Daerah Induk:Indeks Daerah Kontrol:
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 60
Indeks kualitas aparatur pemerintah daerah yang ditampilkan pada tabel diatas
dihitung melalui pendekatan tingkat pendidikan. Secara umum, indeks per daerah
diperoleh melalui perhitungan komposisi aparatur yang tingkat pendidikannya dibawah
tingkat S-1 dan komposisi aparatur yang tingkat pendidikannya setingkat atau diatas
tingkat S-1, dibandingkan dengan jumlah keseluruhan aparatur. Diasumsikan bahwa
semakin tinggi komposisi jumlah aparatur yang tingkat pendidikannya setingkat atau
diatas tingkat S-1, maka kapasitas/kualitas aparatur Pemerintah Daerah secara agregat di
daerah tersebut akan lebih tinggi, dan karenanya mendapat indeks lebih tinggi. Dengan
kata lain, angka indeks kualitas aparatur ini akan sebanding dengan angka komposisi
jumlah aparatur yang tingkat pendidikannya setingkat atau diatas tingkat S-1.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata indeks kabupaten pemekaran
ternyata secara umum lebih tinggi dibanding daerah lain. Demikian juga dengan kota
hasil pemekaran, masih lebih tinggi dibanding rata-rata daerah induk dan daerah
kontrol. Gap atau jarak selisih terbesar terjadi pada tahun 2003, yang masih termasuk
tahun-tahun awal terbentuknya daerah pemekaran. Meski begitu, tren atau
kecenderungan indeks ini untuk kabupaten pemekaran menurun, sementara untuk
daerah lain tren-nya meningkat.
Gambar 4.18. Indeks Jangkauan Aparatur Pemerintah Daerah
Indeks jangkauan aparatur pemerintah daerah yang disajikan pada grafik diatas
diperoleh melalui pendekatan komposisi/perbandingan antara jumlah aparatur dengan
jumlah penduduk di satu daerah. Dengan komposisi ini didapatkan angka perkiraan
“berapa jumlah penduduk yang dilayani oleh satu orang aparatur.” Asumsi yang
digunakan adalah semakin kecil perbandingan tersebut, maka pelayanan yang
diberikan dapat semakin baik. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah penduduk yang
26
37
66
59
99 98 97
82
98 98 97
64
98 97 96
67
-
20
40
60
80
100
120
2003 2004 2005 2006
Tahun
Inde
ks J
angk
auan
Apa
ratu
r
Indeks Kabupaten DOB:Indeks Kota DOB:Indeks Daerah Induk:Indeks Daerah Kontrol:
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 61
harus dilayani oleh satu orang aparat pemerintah daerah, akan semakin baik pelayanan
yang dapat diberikan. Maka, indeks jangkauan aparatur ini berbanding terbalik dengan
angka komposisi/perbandingan antara jumlah aparat dengan jumlah penduduk,
sehingga semakin kecil angka komposisi suatu daerah akan memunculkan indeks yang
semakin besar.
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa antara kota pemekaran, daerah induk
dan daerah kontrol ternyata memiliki tingkat dan indeks yang hampir sama. Sebaliknya,
kabupaten pemekaran indeksnya jauh dibawah tiga daerah lain. Gap atau jarak
perbedaan terbesar adalah pada tahun 2003. Meski begitu, gap ini semakin mendekat
pada tahun-tahun selanjutnya. Pola ini secara umum berkebalikan dengan pola indeks
kualitas aparatur yang disajikan sebelumnya.
Untuk menjelaskan mengecilnya gap indeks komposisi aparatur antara
kabupaten pemekaran dengan daerah lain, dalam hal jumlah atau angka riil komposisi
jumlah aparatur dan jumlah penduduk sebenarnya tidak terjadi penurunan signifikan
pada daerah induk, daerah kontrol, dan kota pemekaran. Jumlah aparatur dan penduduk
di ketiga daerah ini cenderung stabil dan komposisinya juga stabil. Akan tetapi
sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah aparatur secara signifikan pada kabupaten
pemekaran. Maka, karena indeks merupakan angka perbandingan atau angka yang
menggambarkan “posisi” daerah dibandingkan dengan daerah lain, maka angka
perbandingan itu yang semakin mendekat. Dengan kata lain, meskipun dalam grafik
terlihat penurunan pada daerah induk, daerah kontrol dan kota pemekaran, akan tetapi
secara riil sebenarnya tidak terdapat perubahan signifikan pada ketiga daerah itu. Yang
terjadi adalah mendekatnya kesenjangan indeks karena terjadi perubahan signifikan
(penambahan jumlah aparatur) pada daerah kabupaten pemekaran.
Apabila diperbandingkan antara dua pola indeks dalam manajemen aparatur
diatas, terdapat satu kecenderungan yang menarik dalam hal keterkaitan antara
jangkauan aparatur dan kualitas aparatur. Pada masa-masa awal pembentukan daerah
pemekaran, khususnya kabupaten pemekaran, jumlah aparat di daerah pemekaran itu
masih sangat sedikit. Akan tetapi dari segi kualitas, khususnya bila dilihat dari tingkat
pendidikan, justru cenderung tinggi. Hal ini mungkin terkait dengan kebutuhan daerah
pemekaran untuk mengisi pos-pos jabatan struktural yang notabene membutuhkan
kualifikasi tingkat pendidikan tertentu. Hal ini menjelaskan terjadinya gap atau jarak
perbedaan yang cukup jauh dalam dua indeks tersebut pada tahun 2003.
Dalam perkembangannya, daerah kabupaten pemekaran mulai melakukan
perekrutan atau usaha-usaha lain untuk menambah jumlah aparat mereka dengan cepat,
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 62
guna menambah tenaga untuk melakukan pelayanan. Proses penambahan aparat yang
kemudian terjadi ini tidak hanya difokuskan untuk mengisi pos-pos jabatan, akan tetapi
juga staf dan tenaga teknis atau fungsional. Maka kualifikasi tingkat pendidikan yang
direkrut mulai bervariasi, meskipun itu berarti secara agregat juga mulai mengurangi
komposisi aparatur yang tingkat pendidikannya setara S-1 atau diatasnya dibandingkan
dengan total jumlah aparat.
Dari tahun ke tahun, kecenderungan menurunnya gap dalam dua indeks tadi
menunjukkan bahwa daerah pemekaran, khususnya kabupaten pemekaran bergerak ke
arah kesetimbangan untuk mensejajarkan kualitas dan komposisi/jangkauan
aparaturnya dengan daerah lain yang sudah lebih “mapan” sebelumnya. Pergerakan ini
terutama disebabkan oleh usaha daerah pemekaran untuk menambah jumlah aparat
secara cepat. Kalaupun itu berimbas pada menurunnya agregat kualitas aparat
(meskipun hanya didekati dari segi tingkat pendidikan), hal ini lebih dikarenakan
kualifikasi yang dibutuhkan memang tidak terlalu menuntut itu. Selain itu dari sisi
angkatan kerja yang tersedia juga tingkat pendidikannya tidak selalu tinggi.
Fenomena lain yang dapat dianalisis adalah dari segi perpindahan aparat dari
daerah induk ke daerah pemekaran. Pada tahun-tahun awal pembentukan daerah
pemekaran (2003 dan 2004), apabila terjadi perpindahan aparatur secara besar-besaran
dari daerah induk ke daerah pemekaran, tentuk indeks komposisi aparatur pada daerah
induk juga akan rendah. Akan tetapi ternyata hal ini tidak terjadi. Indeks komposisi
daerah induk tetap hampir sama dengan daerah kontrol. Dengan kata lain, kalaupun
terdapat perpindahan atau perbantuan aparatur dari daerah induk ke daerah
pemekaran, jumlahnya tidak terlalu signifikan (hal ini juga menjelaskan mengapa pada
masa-masa awal pembentukan daerah pemekaran jumlah aparaturnya masih sedikit.
Pola ini ternyata tidak berlaku untuk kota-kota pemekaran. Secara umum pola
pergerakan indeks untuk kota pemekaran justru cenderung stabil dan relatif lebih tinggi
dari daerah-daerah lain yang sudah lebih mapan sebelumnya. Dari segi kualitas aparatur
misalnya, aparatur di kota pemekaran memang dibawah kabupaten pemekaran, akan
tetapi masih diatas daerah induk dan daerah kontrol. Selain itu, pola pergerakan indeks
kualitas tersebut juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk pola indeks komposisi aparatur juga demikian. Sejak masa-masa awal
pembentukannya, kota pemekaran langsung memiliki indeks yang sama dengan daerah
induk dan daerah kontrol. Bahkan relatif sedikit lebih tinggi.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 63
Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan pola pergerakan indeks antara
kota pemekaran dengan kabupaten pemekaran ini. Pertama, infrastruktur kota
pemekaran relatif sudah lebih terbangun dibanding kabupaten pemekaran, sehingga
kota pemekaran tidak membutuhkan waktu lama untuk adaptasi dan pembangunan
infrastruktur. Yang sering terjadi justru adalah daerah induknya yang secara riil justru
“dipindahkan”. Hal ini terjadi apabila kota yang dimekarkan itu sebelumnya adalah
ibukota dari kabupaten yang menjadi induknya. “Perpindahan” daerah induk untuk
mencari ibukota baru ini tentu tidak otomatis diikuti oleh perpindahan aparaturnya,
karena aparatur tersebut tentu sebelumnya memang sudah tinggal di kota itu. Maka,
kota pemekaran sejak awal tidak mengalami kesulitan dalam hal jumlah aparat, karena
banyak aparat dari daerah induk yang tidak ikut pindah ke ibukota baru dari daerah
induknya.
Selain itu, seringkali kota pemekaran sebelumnya memang sudah merupakan
daerah yang relatif ramai atau aktif perekonomiannya atau sudah tidak terlalu berbasis
pada sektor agraris. Maka kota pemekaran biasanya memang sudah banyak
aparaturnya, dan dinamika daerahnya lebih “menarik” bagi pegawai-pegawai baru
untuk masuk ke kota pemekaran.
Demikian juga dari segi jumlah dan konsentrasi penduduk, jumlah penduduk kota
pemekaran relatif lebih sedikit dibanding kabupaten pemekaran, akan tetapi penduduk
terkonsentrasi di satu area kota itu saja. Berbeda dengan kabupaten pemekaran yang
banyak penduduknya dan tersebar. Semua ini menyebabkan komposisi antara jumlah
aparat dan jumlah penduduk di daerah kota pemekaran langsung setara indeksnya
dengan daerah-daerah yang sudah mapan sebelumnya.
Untuk daerah-daerah yang sudah mapan itu sendiri (dalam hal ini kota
pemekaran, daerah kontrol dan daerah induk), pola yang terjadi adalah jumlah
aparaturnya cenderung stabil. Tidak ada perubahan jumlah yang signifikan. Akan tetapi
pola indeks kualitas aparatnya menunjukkan kecenderungan yang relatif meningkat. Hal
ini berarti daerah-daerah ini sudah tidak terlalu memfokuskan diri pada penambahan
jumlah pegawai, akan tetapi mulai menjalankan usaha-usaha yang berkesinambungan
untuk meningkatkan kualitasnya (minimal dari segi tingkat pendidikan).
Analisa secara nasional dengan menggunakan analisis ekonometrika
menunjukkan bahwa dampak pemekaran terhadap PNS adalah negatif. Sebagai contoh
pada DOB 2003 dapat dilihat bahwa perbedaan rerata jumlah PNS sebesar 4190 jiwa
pada tahun 2005 dan 3879 jiwa pada tahun 2006. Sementara itu hal yang sama juga jika
PNS dilihat sebagai rasio terhadap penduduk, perbedaan rerata rasio PNS terhadap
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 64
penduduk pada DOB 2003 sebesar 0.034 di tahun 2005 dan 0.032 di tahun 2006. Jika DOB
itu dipisahkan berdasarkan tahun berdirinya terlihat bahwa ada tren menurun atas
besaran perbedaan rerata (dampak) dari 2005 ke 2006. Berikut adalah tabel mengenai
dampak pemekaran pada jumlah PNS di DOB dan di daerah kontrol.
Tabel 4.11. Average Treatment Effect pada Jumlah PNS
Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001-2003 keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006
Jumlah PNS -1856.964 -1633.487 -4190.56* -3879.45* -1835.62* -1950.01* Rasio PNS per penduduk -0.015** -0.014*** -0.034* -0.032* -0.014* -0.015*
Ket: *Alpha 1% ** Alpha 5%
*** Alpha 10%
Penjelasan tambahan dari tabel di atas adalah dari grafik di bawah ini. Penurunan
dampak negatif pada PNS di atas karena adanya kenaikan jumlah PNS di DOB baik DOB
2001 dan DOB 2003. Kenaikan ini menyebabkan rasio PNS per penduduk di DOB
meningkat. Dan pada akhirnya memperkecil kesenjangan antara DOB dan daerah
kontrol. Kemudian, terlihat bahwa belanja pegawai semakin menurun. Namun yang
menarik adalah adanya kenaikan jumlah pegawai dari tahun 2005 ke 2006. Hal ini
mengindikasikan dua hal pertama terjadinya kenaikan APBD yang melebihi kenaikan
belanja pegawai. Kedua, bahwa pada awal pemerintahan banyak pengeluaran pegawai
akibat besarnya proporsi pegawai yang termasuk pada golongan atas.
Gambar 4.19. Rerata Belanja Pegawai/APBD dan Jumlah PNS di DOB 2001 dan 2003
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 65
IV. 5. Aspek Rentang Kendali
Aspek ini sangat penting karena menjadi salah satu alasan utama pendukung
pemekaran. Mengapa pemekaran itu dibutuhkan? salah satunya adalah untuk
mengoptimalkan rentang kendali. Para pendukung kebijakan pemekaran berpendapat
bahwa pemerintah daerah baru akan lebih mampu menjangkau kebutuhan
masyarakatnya, lebih dekat dengan masyarakat. Pola yang umum terjadi pada
pemekaran daerah kabupaten/kota ini adalah bahwa pemekaran tersebut akan diikuti
oleh pemekaran desa/kelurahan dan kecamatan. Untuk itu kami mencoba menghitung
berdasar data Potensi Desa (Podes 2006) apakah ada dampak pada jarak desa ke
kecamatan dan ke kab/kota. Kemudian juga melihat perbedaan biaya transportasi yang
dibutuhkan.
Tabel di bawah ini mengindikasikan bahwa jarak desa ke ibukota kab/kota
pemekaran lebih dekat dari jarak desa ke ibukota kab/kota yang menjadi kontrol. Hal ini
ditunjukkan dari besaran nilai ATT yang negatif. Sebagai contoh, pada propinsi
bengkulu, perbedaan rerata jarak dari desa-desa ke kabupaten-kabupaten/kota di
propinsi tersebut adalah 11.59 KM. Jarak dari suatu tempat ke tempat yang lain memang
bersifat tetap. Namun secara relatif dapat diubah dengan adanya pemekaran wilayah.
Hal ini memang terjadi di beberapa daerah pemekaran. Misalnya di Kepulauan Riau,
sebelum terjadi pemekaran (Lingga masih menjadi kecamatan dan Kepulauan Riau
masih menjadi kabupaten) banyak warga dari Pulau Singkep, Senayang harus ke
Tanjung Pinang untuk mengurus surat-surat tertentu. Waktu tempuh dari Pulau Singkep
ke Tanjung Pinang sekitar 5-6 jam dengan jalur laut. Sekarang setelah Lingga Menjadi
Kabupaten, maka segala urusan yang harus disahkan pada level kabupeten dapat di
selesaikan di Lingga dan bukan di Tanjung Pinang. Saat ini perjalanan dari Singkep ke
Lingga hanya memakan waktu sekitar 1 jam. Berdasar data podes 2006, rerata jarak desa
ke kabupaten/kota di kepulauan riau adalah 44.5 KM dengan rerata biaya yang
dikeluarkan sebesar 619 ribu rupiah.
Dengan dilakukannya pemekaran hingga kecamatan/desa, jarak relatifnya
menjadi lebih dekat secara yuridiksi. Hal ini seharusnya akan menguntungkan
masyarakat setempat dengan menurunnya biaya (transportasi) yang ditanggung
masyarakat, misalnya dalam pengurusan KTP atau surat-surat lainnya, akses ke
pelayanan publik.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 66
Tabel 4.12.
Average Treatment Effect pada Jarak Desa Ke Ibukota Kab/Kota Dengan Kernel Matching Method
Propinsi ATT t Kalimantan Barat -16.277 -5.499* Kepulauan Riau -26.333 -3.191* Sulawesi Tenggara 0.672 0.408 Sumatera Utara -20.211 -23.14* Bengkulu -11.588 -7.658*
Ket: * alpha 1%
Rerata jarak antar wilayah yang lebih kecil dari DOB daripada daerah kontrol
ternyata masih belum mampu membuat rerata ongkos yang ditanggung menjadi relatif
kecil. Hal ini terjadi karena kondisi geografis daerah tersebut. Kepulauan Riau yang
berbentuk kepulauan, Kalimantan Barat dengan kondisi hutan dan sungai-sungai besar
membuat rerata biaya transportasi menjadi tinggi. Ditambah dengan frekuensi
transportasi yang masih minim tentunya menjadikan biaya transportasi di wilayah itu jadi
mahal, misalnya dari Lingga, Dabo ke Tanjung Pinang hanya ada satu kali dalam sehari.
Tingginya rerata biaya transportasi yang ditanggung ditunjukkan dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.13. Average Treatment Effect
pada Biaya Transportasi Desa Ke Ibukota Kab/Kota Dengan Kernel Matching Method
Propinsi ATT t
Kalimantan Barat 688.409 3.133* Kepulauan Riau 920.14 2.399** Sulawesi Tenggara 14.895 2.21** Sumatera Utara -46.145 -1.96** Bengkulu -19.903 -1.131
Ket: * alpha 1% ** alpha 5%
Analisis secara nasional mengenai jarak ternyata menunjukkan hasil analisis yang
berbeda. Hal ini karena ada perbedaan yang substantif pada level apa jarak diukur.
Pada analisis nasional ini jarak yang diukur adalah jarak dari kabupaten ke ibukota
provinsi, bukan jarak desa ke ibukota kabupaten. Berdasarkan tabel di bawah ini terlihat
bahwa dampak (rerata jarak) tidak signifikan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 67
Tabel 4.14. Average Treatment Effect
pada Jarak Kabupaten Ke Ibukota Provinsi Dengan Kernel Matching Method
DOB 2001 DOB 2003 DOB 2001‐2003 keterangan 2005 2006 2005 2006 2005 2006
jarak kabupaten ke ibukota provinsi (km) 92.72*** 92.72*** -41.56 -41.56 -7.65 -7.65Ket: ***alpha 10%
Tabel di atas mengindikasikan bahwa yang terpenting sebenarnya adalah
pemekaran pada level desa atau pada level yang lebih tinggi yaitu kelurahan atau
kecamatan. Karena jarak kabupaten ke ibukota provinsi tidak signifikan secara statistik
untuk DOB tahun 2003 dan DOB 2001-2003. Yang sedikit aneh adalah DOB pada tahun
2001. Berdasar hasil penghitungan dampak terlihat bahwa pada DOB tahun 2001,
ternyata rerata jarak daerah bukan DOB lebih jauh dibanding dengan daerah DOB itu
sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa rerata jarak DOB masih lebih jauh ke ibukota
propinsi bila dibandingkan dengan daerah kontrol ke ibukota propinsi. Saat ini semua
urusan pelayanan publik terkonsentrasi pada level kabupaten/kota dan bukan propinsi.
Sehingga yang relevan untuk diperhatikan adalah jarak dari desa/kecamatan ke ibukota
kabupaten dan bukan jarak kabupaten ke ibukota propinsi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa untuk mengatasi masalah rentang kendali yang terlalu jauh,
kebijakan yang relevan sebenarnya adalah kebijakan memekarkan desa/kelurahan atau
bahkan kecamatan.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 68
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
V.1. Kesimpulan
Penelitian ini mengevaluasi kebijakan pemekaran daerah di Indonesia pada periode
2001-2003. Ada beberapa metode evaluasi yang digunakan dalam studi ini. Pertama,
metode indeksasi dengan terlebih dahulu membentuk kelompok control-treatment untuk
melakukan komparasi apple to apple antara Daerah Otonom Baru dengan daerah bukan
DOB (Induk dan Kontrol). Pemilihan daerah sampel dilakukan dengan stratified random
sampling. Ada beberapa aspek yang akan dibandingkan yaitu ekonomi daerah,
keuangan pemerintah, pelayanan publik, aparatur pemerintah dan rentang kendali.
Kedua, evaluasi akan dilakukan dengan menggunakan metode propensity score matching
untuk mencari rerata dampak (Average Treatment Effect) dari suatu kebijakan
pemekaran. Aspek-aspek dampak yang dilihat pada metode kedua ini mirip dengan
aspek-aspek dalam metode indeksasi.
Berdasar analisis indeksasi pada studi ini, secara umum, di beberapa aspek tertentu,
DOB Kota menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada DOB Kabupaten. Hal ini
mengingat bahwa pertama, DOB Kota adalah ibukota kabupaten induk sebelum
pemekaran. Sehingga memiliki sumber daya yang relatif telah mapan. Kedua, proses
pemekaran juga “menempatkan” aset dan SDM yang lebih memadai di daerah DOB kota
daripada DOB kabupaten. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat di daerah
DOB lebih dikarenakan pendeknya rentang kendali atau jarak antara sarana/ prasarana
layanan umum tertentu dengan masyarakat. Perlu diketahui bersama bahwa terdapat
suatu kecenderungan yang terjadi pada pemekaran daerah yaitu manfaat dari distribusi
layanan lebih dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah ibukota DOB dan
sekitarnya.
Pada aspek ekonomi, pemekaran daerah belum secara optimal dapat mendorong
berkembangnya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga menjadi salah satu
masalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. DOB (khususnya kabupaten) secara
relatif belum memiliki “permintaan & penawaran” yang memadai. Oleh karena itu skala
ekonomi relatif terbatas. Sementara itu, DOB Kota, Induk dan Kontrol memiliki sumber-
sumber penggerak perekonomian (perdagangan, industri, dll) yang lebih mapan.
5
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 69
Kemudian dari sisi pengeluaran rumah tangga, DOB terbukti secara empiris
memberikan dampak negatif. Bila dibandingkan dengan daerah kontrol, rerata
pengeluaran rumah tangga relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah kontrol.
Selain itu rerata jumlah industri/kerajinan rumah tangga juga lebih kecil di daerah DOB
dibandingkan di daerah kontrol. Kalaupun ada yang lebih tinggi, itu lebih disebabkan
oleh keterpaksaan akibat buruknya kondisi perekonomian (seperti PHK massal akibat
tutupnya sumber mata pencaharian utama suatu daerah seperti penutupan usaha
penambangan timah di pulau Singkep, Kepulauan Riau) bukan dari inisiatif masyarakat.
Dari sisi keuangan pemerintah, pemekaran daerah meningkatkan alokasi anggaran
nasional ke daerah namun belum memberikan dampak yang lebih baik terhadap
perkembangan keuangan pemerintah daerah sehingga pencapaian tujuan pemekaran
belum optimal. DOB (khususnya kabupaten) mengalokasikan porsi anggaran yang relatif
jauh lebih besar untuk pembangunan (modal) infrastruktur pemerintahan dan kebutuhan
belanja aparat pada tahun-tahun pertama jalannya pemerintahan. Hal ini dapat bersifat
trade-off terhadap pengeluaran pemerintah pada pelayanan publik. Karena alokasi dana
yang ditempatkan pada pos-pos pelayanan publik digerus oleh pos pengeluaran
infrastruktur pemerintahan dan belanja aparat. Mengenai peran keuangan pemerintah
dalam perekonomian daerah, Relatif tingginya peran pemerintah ini yang tidak
dibarengi dengan masuknya pihak swasta ke dalam perekonomian bisa berdampak
buruk pada perekonomian secara umum. Hal ini dikenal dengan istilah crowding-out
effect.
Secara teoretis, kondisi ini dapat diminimalkan apabila percepatan pembangunan
daerah bisa dilakukan tanpa kehadiran pemerintah DOB melalui kebijakan-kebijakan
yang dibuatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan kebijakan yang bersifat kewilayahan.
Kebijakan kewilayahaan ini dapat menjadi lingkup kebijakan pemerintah pada level
nasional dan propinsi. Sebagai contohnya adalah peningkatan akses ke daerah-daerah
terpencil, sehingga biaya distributif menjadi rendah. Hal ini akan meningkatkan
kegiatan ekonomi dan pihak swasta tentunya akan ikut serta di dalamnya.
Walaupun fakta yang terjadi adalah bahwa daerah-daerah yang telah mekar akan
memperoleh total DAU yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum mekar.
Berdasar analisis ekonometrika diketahui bahwa besaran-besaran transfer dana memang
masih lebih besar di daerah kontrol daripada di DOB. Yang menarik adalah bahwa
besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) di daerah DOB lebih besar dibandingkan dengan
daerah kontrol. Mengingat DAK adalah transfer pemerintah pusat pada spesifik bidang
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 70
tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja dalam pelayanan publik seperti
kesehatan dan pendidikan di daerah DOB masih lebih rendah dibandingkan daerah
kontrol.
Pemekaran daerah selalu diikuti oleh pendeknya rentang kendali, baik secara struktur
organisasi maupun jarak geografis. Hal ini umumnya konsekuensi logis dari pemekaran
kecamatan/desa yang biasanya mengikuti kebijakan pemekaran kabupaten/kota.
Seharusnya dengan pendeknya rentang kendali, masyarakat akan lebih dekat pula
dengan pelayanan publik. Namun hasil analisis studi menunjukkan hal yang berbeda.
Peningkatan pelayanan publik terjadi pada umumnya di wilayah ibukota daerah
pemekaran. Sementara itu, di wilayah-wilayah lainnya pelayanan publik masih belum
optimal. Hal ini karena kualitas dan kuantitas SDM yang masih terbatas dan kondisi
birokrasi yang masih berkembang sehingga belum dapat dengan segera meningkatkan
kinerjanya dalam mendistribusikan pelayanan publik ke masyarakat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum pemekaran daerah memiliki dampak
negatif pada beberapa aspek pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan
infrastruktur. Hal ini ditunjukkan dari rerata nilai aspek-aspek tersebut di DOB yang
lebih kecil dibandingkan di daerah kontrol. Namun tidak dipungkiri bahwa ada DOB
pada propinsi tertentu yang jumlah infrastuktur publiknya (sekolah/puskesmas) lebih
banyak dari daerah kontrol. Hal ini terkait dengan kebijakan daerah masing-masing,
apakah daerah tersebut mendahulukan pembangunan infrastruktur publik atau sarana
pemerintahan. Pada umumnya, karena keterbatasan yang ada, pemerintah DOB lebih
mendahulukan pengeluaran pada sarana pemerintahan dan belanja pegawai daripada
pada pelayanan publik. Ada kendala lain yang masih dihadapi daerah DOB secara
keseluruhan yaitu masalah penyediaan tenaga pelayanan publik yang memadai.
Kurangnya tenaga teknis pelayanan publik seperti guru dan tenaga medis lebih
dikarenakan insentif yang kurang dan lokasi DOB yang sulit untuk mengakses pelayanan
publik. Mengingat bahwa tenaga teknis ini memiliki keluarga (istri, anak) yang
memerlukan layanan publik yang bagus.
Dalam hal manajemen aparatur pemerintah, Pada masa awal pembentukan, DOB
memfokuskan diri untuk mengisi pos-pos jabatan. Jumlah PNS masih sedikit dengan
kualitas yang relatif tinggi. Kemudian, bergerak ke arah kesetimbangan. Tidak terjadi
perpindahan aparatur secara signifikan dari daerah induk ke DOB. Pada masa awal
pembentukan, yang berpindah dari daerah induk lebih banyak untuk mengisi pos-pos
jabatan tertentu. Pola ini berbeda antara kabupaten dengan kota DOB, dimana kota DOB
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 71
relatif lebih mapan ketika dibentuk. Hal ini karena pada pembentukan kota DOB, justru
daerah induknya yang “dipindahkan”, sementara aparaturnya tidak ikut pindah. Dari
segi komposisi aparat-penduduk, kota DOB diuntungkan oleh konsentrasi penduduk di
area yang lebih kecil dibanding kabupaten DOB. Terdapat kecenderungan diberbagai
wilayah otonom baru bahwa kurangnya aparat pemerintahan diisi dari tenaga pendidik.
Hal ini dapat mengganggu perencanaan pendidikan pada tingkat pusat karena memiliki
trade off dengan ketersediaan tenaga pendidikan. Berdasar analisis ekonometrika
diketahui bahwa secara nasional dampak pemekaran terhadap jumlah PNS adalah
negatif. Namun, secara periodik kesenjangan rerata PNS di DOB dan daerah kontrol
semakin mengecil. Hal ini ditunjukkan dari besaran jumlah PNS di DOB yang terus
meningkat.
Selanjutnya terkait dengan rentang kendali, dengan analisis average treatment effect
didapat bahwa jangkauan jarak pelayanan relatif lebih dekat. Hal ini dapat dilihat dari
jarak desa di DOB Kabupaten/Kota ke ibukota Kabupaten/Kota lebih dekat bila
dibandingkan dengan di daerah kontrol. Namun yang perlu diperhatikan adalah pada
daerah tertentu lebih pendeknya jarak itu tidak dibarengi oleh rendahnya biaya
transportasi. Hal ini karena perbedaan kondisi geografis yang cukup signifikan diantara
daerah-daerah pemekaran tersebut. Daerah/daerah pemekaran yang berada pada
daerah kepulauan memiliki biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan daerah
kontrolnya. Lalu bila dilihat dari jarak antara kabupaten/kota ke ibukota propinsi, hasil
menunjukkan besaran dampak yang beragam, namun pada umumnya tidak signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pada isu rentang kendali yang perlu diperhatikan adalah
jarak dari desa ke ibukota kabupaten/kota daripada jarak dari kabupaten/kota ke
ibukota propinsi. Mengingat bahwa dalam era desentralisasi ini institusi yang
menyediakan pelayanan publik terkonsentrasi pada tingkat kabupaten/kota dan bukan
propinsi.
V.2. Saran/Rekomendasi
Terkait dengan pro-kontra berkaitan dengan banyaknya daerah-daerah yang mekar.
Terdapat perbedaan perspektif mengenai pemekaran antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemerintah Pusat berpikir bahwa kebijakan pemekaran ditujukan
untuk memandirikan dan mengembangkan daerahnya sendiri agar mampu
mendistribusikan layanan publik ke masyarakat. Sementara itu, Pemerintah Daerah
(Daerah Pemekaran) yang pada umumnya adalah daerah-daerah terbelakang
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 72
beranggapan bahwa pemekaran merupakan kebijakan yang dapat ditempuh untuk
melepaskan diri dari pemerintah yang dirasa tidak memperhatikan mereka atau bahkan
melepaskan diri dari beban pengembangan kawasan tertinggal (dari sisi induk). Oleh
karena itu terjadi ketidaksamaan dalam memandang kebijakan pemekaran dari dua
level pemerintahan yang berbeda tersebut. Untuk itu, perlu menempatkan
kesejahteraan masyarakat sebagai titik tolak pembuatan kebijakan ini. Dan setiap level
pemerintahan haruslah melakukan perhitungan benefit-cost atas kebijakan ini secara
jujur.
Karena sistem kebijakan pemekaran yang sifatnya bottom-up maka usulan pemekaran
daerah terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena daerah pemekaran
berharap bahwa pemekaran dapat mempercepat jalannya proses pembangunan di
daerahnya. Namun dari hasil studi evaluasi yang ada, pemekaran ternyata tidak cukup
mampu menjadi pendorong bagi proses percepatan pembangunan di daerah
pemekaran baru.
Ada beberapa fakta yang menunjukkan mengapa daerah ingin mekar. Fakta-fakta
menunjukkan bahwa melalui pemekaran akan ada beberapa insentif tertentu seperti:
pertama, insentif keuangan (daerah-daerah yang telah mekar memperoleh total DAU
yang lebih besar dibandingkan ketika sebelum mekar). Kedua, insentif bagi elit lokal
(politisi dan birokrasi di daerah) akan memperoleh ruang promosi atau vertical mobility
yang lebih besar. Diketahui bersama bahwa pembentukan DOB diikuti oleh
pembentukan organisasi pemerintahan seperti DPRD dan lembaga eksekutif daerah.
DPRD minimal 20 orang, lembaga eksekutif dipimpin oleh kepala daerah dan wakilnya.
Kemudian dibantu oleh perangkat birokrasi pemerintah daerah.
Pemekaran daerah selama ini didominasi oleh proses politik daripada administratif
teknis. Para pengusul pemekaran yang pada umumnya adalah elit lokal cenderung
mengusulkan melewati instrumen hak inisiatif DPR daripada penelaahan teknis
administratif dimana Departemen Dalam Negeri dan DPOD memiliki andil yang besar.
Secara prosedural usulan yang masuk ke DPR juga harus memenuhi syarat teknis yang
tertera pada PP No 129 tahun 2000 dan meminta Departemen Dalam Negeri dan DPOD
mengevaluasi persyaratan tersebut. Pada kenyataannya, hal itu hanyalah formalitas
semata, tanpa memberikan bobot perhatian yang besar terhadap persyaratan
teknis/administratif. Bahkan menurut beberapa sumber yang ada, usulan pemekaran
daerah banyak yang sarat akan kepentingan politik. Pemekaran diusulkan untuk
memperkuat basis dukungan politik anggota DPR di daerah menjelang Pemilu.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 73
Banyak daerah yang sebenarnya tidak memenuhi syarat-syarat kelayakan untuk
memekarkan diri tetap memekarkan diri karena besarnya tekanan politik terhadap
pemerintah pusat. Di lain sisi, pemerintah pusat dianggap kurang tegas untuk menolak
usulan tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa DOB pada umumnya
mengalami kesulitan untuk dapat beroperasi secara cepat, segera setelah terbentuknya
pemerintahan DOB. Daerah pemekaran tidak memiliki kapasitas (seperti
ketidakmampuan infrastruktur pemerintah dan rendahnya kualitas aparatur pemerintah)
untuk melakukan percepatan pembangunan sebagaimana yang diharapkan sebelumnya.
Hal ini menyebabkan tujuan utama dari suatu pemekaran itu sendiri tidak sepenuhnya
tercapai.
Hal-hal tersebut mengkonfirmasi beberapa hasil analisis pada bagian sebelumnya. Hasil
analisis menyimpulkan bahwa daerah pemekaran relatif tidak mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara optimal. Bahkan dalam beberapa hal mereduksi
kesejahteraan masyarakat pada daerah-daerah pemekaran. Oleh karena itu perlu ada
beberapa kebijakan yang dapat dilakukan terkait dengan penataan DOB dan penataan
daerah secara umum.
Kebijakan-kebijakan itu dapat dibagi dalam beberapa kelompok besar yaitu pertama
terkait dengan proses pengusulan pemekaran daerah (prosedur dan syarat pemekaran).
Kedua, terkait dengan masa persiapan untuk pembentukan DOB. Ketiga, alternatif
kebijakan yang dapat ditempuh selain dengan pemekaran. Kebijakan-kebijakan ini
terkait satu sama lainnya. Dengan demikian kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan
yang sifatnya simultan. Dilakukan dengan memperhatikan kebijakan pada tahapan dan
isu lainnya sehingga satu kebijakan tidak menegasikan kebijakan lainnya.
Terkait dengan bagaimana proses pengajuan daerah pemekaran terjadi. Di atas
dijelaskan bahwa proses pengajuan Daerah Otonom Baru relatif sangat mudah.
Kemudian usulan daerah pemekaran pada umumnya berasal dari DPR dan cenderung
kurang memperhatikan prosedur (sisi persyaratan teknis) sebagaimana yang terdapat
pada PP 129 tahun 2000. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam proses
pengusulan. Perlu ditentukan secara tegas tahapan dalam proses pengusulan pemekaran
suatu daerah dan dipertegas kembali siapa yang berhak menjadi pengusul. Ini adalah
masalah struktural maka penyelesaiannya juga dilakukan secara struktural yaitu dengan
menggunakan instrumen undang-undang. Hal ini penting karena agar tidak muncul salah
pengertian proses mana yang sah dilalui untuk memekarkan suatu daerah.
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 74
Masyarakat adalah salah satu syarat utama adanya suatu pemerintahan. Oleh karena itu
bobot peran masyarakat adalah yang paling besar dalam proses pengusulan. Untuk itu
penting kiranya untuk menuangkan peranan masyarakat sipil dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai peranannya untuk menentukan apakah
perlu dilakukan pemekaran wilayah atau tidak. Peranan masyarakat ini dapat berupa
referendum sehingga masyarakat dapat mengemukakan pendapatnya secara langsung.
Kemudian peranan pemerintah daerah dapat memutuskan apakah akan memenuhi
keputusan masyarakat atau tidak. Apabila memutuskan untuk menyetujui proses
pemekaran, maka langkah selanjutnya adalah evaluasi kelayakan (syarat teknis) oleh
Departemen Dalam Negeri dan DPOD untuk menilai apakah daerah ini layak atau tidak.
Jika layak, maka DPR/DPD tetap dapat memberikan atau tidak memberikan persetujuan
untuk melanjutkan pembentukan daerah baru. Hal ini hanya dapat dilakukan jika
pemerintah, DPR, dan DPD bersinergi menyatukan komitmen guna menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul dalam pemekaran daerah.
Selanjutnya terkait dengan isu masa persiapan daerah yang akan dimekarkan. Satu hal
yang perlu dijadikan pedoman adalah bahwa pemerintahan DOB yang baru terbentuk
harus mampu menjalankan pemerintahan otonomnya dengan baik segera setelah
pemerintahan terbentuk. Dengan demikian pemerintah DOB harus memiliki syarat
kapasitas minimal tertentu. Untuk itu diperlukan tahap persiapan sebelum pemerintahan
DOB terbentuk.
Dengan adanya masa persiapan ini, usulan untuk mekar tidak secara langsung akan
disetujui pada tahun yang sama. Perlu ada peningkatan kapasitas pemerintahan terlebih
dahulu. Proses peningkatan kapasitas ini dibimbing oleh daerah induk. Daerah induk
bertanggung jawab untuk mempersiapkan calon daerah baru itu dengan fasilitas fisik,
staff dan perencanaan anggaran bahkan dengan pembentukan KPUD. Proses
peningkatan kapasitas ini bisa berjalan hingga, katakan, 3 tahun. Apabila dalam masa
tersebut calon daerah baru dianggap sudah layak (memenuhi kapasitas minimum) maka
diajukan RUU pembentukan DOB tersebut. Namun apabila tidak layak, maka diberi
tambahan waktu kembali untuk meningkatkan kapasitasnya.
Kebijakan ketiga adalah berkaitan dengan kebijakan alternatif. Mengingat adanya
daerah otonom baru yang merupakan daerah yang tidak digarap/tidak ter-capture oleh
kabupaten induknya. Maka sebenarnya letak permasalahan berada pada masalah public
services delivery. Oleh karena itu perlu dipikirkan alternatif kebijakan selain pemekaran
pada level kabupaten/kota yaitu pemekaran di level kecamatan/desa. Kewenangan
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 75
untuk melakukan pemekaran ini berada sepenuhnya pada kabupaten/kota. Hal ini
mengingat bahwa lokasi dimana sarana layanan publik itu berada pada level
kecamatan/desa. Dengan demikian, sumber daya keuangan tidak terlalu banyak
terserap pada belanja pegawai dan pembangunan sarana pemerintahan melainkan
spesifik pada pelayanan publik tertentu. Selain itu, perlu memposisikan pemerintah
pada level kecamatan sebagai basis pelayanan publik baik (KTP, kesehatan,
pendidikan). Kemudian mendesain kelembagaan level kecamatan yang mampu
bergerak cepat dalam upaya merespon perubahan kebutuhan pelayanan umum dan
mendistribusikannya. Perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai alternatif ini. Karena
kebijakan pemekaran desa/kecamatan inilah maka persyaratan jumlah tertentu
kecamatan untuk calon DOB dapat memekarkan diri sudah tidak relevan lagi. Dengan
demikian, sebaiknya syarat jumlah kecamatan dihapus dari peraturan.
Terlihat di sini bahwa semangat kebijakan yang ada adalah semangat untuk membatasi
pemekaran. Sebagai contohnya adalah memberikan bobot yang besar kepada
persyaratan teknis dibanding faktor-faktor yang lainnya. Bentuk pembatasan lainnya
adalah dengan tidak memberikan insentif fiskal untuk memekarkan diri. Diketahui
bersama bahwa daerah yang baru mekar akan mendapatkan transfer dana yang jauh
lebih besar dibanding sebelum terjadinya pemekaran. Hal ini mendorong pada
tingginya usulan pemekaran.
Terkait dengan kebijakan penataan daerah secara umum. Selama ini belum pernah ada
kebijakan mengenai penggabungan daerah. Hal ini karena tidak ada insentif (fiskal, dll)
bagi daerah untuk menggabungkan diri. Selama ini penggabungan hanya menjadi
instrumen hukuman bagi daerah yang tidak berkinerja baik. Oleh karena itu, Perlu ada
suatu strategi penggabungan daerah yang tidak berpotensi pada adanya konflik
horisontal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, perlu ada
penggeseran pola pikir bahwa semangat penggabungan suatu daerah tidaklah
dipandang sebagai suatu hukuman bagi daerah-daerah otonom baru yang memiliki
kinerja yang buruk melainkan suatu kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi resistensi dari pihak daerah.
Pada bidang perekonomian dan keuangan, alokasi belanja modal DOB hendaknya lebih
diarahkan agar secara berimbang memenuhi kebutuhan infrastruktur pemerintahan dan
kebutuhan infrastruktur umum yang mendorong peningkatan aktifitas pembangunan
ekonomi. Potensi perkembangan ekonomi daerah hendaknya dapat menjadi salah satu
pertimbangan pemekaran daerah. DOB hendaknya dapat melaksanakan kebijakan-
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 76
kebijakan yang mendorong pemanfataan sumber-sumber penggerak ekonomi sehingga
diharapkan pada gilirannya pula mendorong daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal pelayanan publik, perlunya tidak memerhatikan sisi fisik semata. Pelayanan
publik hendaknya diarahkan untuk peningkatan ketersediaan tenaga-tenaga teknis
(seperti tenaga pendidik dan tenaga kesehatan). Pengelolaan dan pengaturan
penyediaan layanan publik hendaknya memperhatikan keberagaman kondisi geografis
daerah dan bukan pada populasi saja. Kemudian terkait dengan masalah keterbatasan
dana untuk membangun beberapa barang publik yang bernilai ekonomi tinggi seperti
listrik dan air yang membutuhkan dukungan dana yang besar. Pemerintah daerah dapat
menggunakan strategi public-private partnership dalam upaya pengadaan barang publik
tersebut.
Terkait dengan manajemen aparatur, komposisi aparatur (kebijakan : Teknis (lapangan))
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan di masyarakat dan melihat kondisi geografis
daerah. Daerah dataran tentunya berbeda dengan daerah kepulauan atau perbukitan.
Kewenangan pengajuan komposisi aparatur berada di pemerintah kabupaten/kota,
dalam konteks pemerataan aparatur antar kab/kota hendaknya propinsi mempunyai
peran yang lebih signifikan. Pengaturan beban kerja antar SKPD diarahkan untuk lebih
berimbang didukung dengan pengembangan budaya kerja yang lebih baik.
No Isu-isu Rekomendasi
1 Terdapatnya ketidaksamaan pandang
antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah (calon DOB)
mengenai kebijakan pemekaran.
Perlunya berangkat dari tujuan yang
sama yaitu peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Masing-masing level
pemerintaha harus dapat melakukan
pehitungan cost-benefit dengan jujur atas
kebijakan pemekaran yang akan
ditempuh.
2 Adanya beberapa faktor insentif
pemekaran seperti dana transfer yang
lebih besar dan adanya kesempatan
bagi sebagian kelompok untuk
melakukan mobilitas vertikal.
Penggunaan konsep disinsentif untuk
memekarkan diri. Perlunya reformulasi
penghitungan DAU dan DAK sehingga
tidak menjadi insentif bagi daerah-
daerah untuk memekarkan diri.
3 Dalam hal pengusulan, pemekaran
selama ini lebih dilihat dari aspek
politik bukan dari aspek peryaratan
Penguatan peran pemerintah, dalam hal
ini DPOD dan Depdagri yang berfokus
pada persyaratan teknis. Proses
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 77
teknis. Kemudian adanya dua pintu
pengusulan memperbesar probabilita
hal tersebut. Kalaupun memang ada
proses penilaian/verifikasi mengenai
berbagai persyaratan teknis yang ada,
namun itu lebih pada formalitas semata.
pengusulan lebih menekankan pada
pentingnya aspirasi rakyat. Rakyat dapat
menyampaikan aspirasinya secara
langsung (referendum) apakah
pemekaran diperlukan atau tidak. Hal ini
dapat menghilangkan proses pada
tingkat usulan desa/kelurahan. Tim
penilai haruslah tim yang independen
dan bukan dibentuk oleh kabupaten/kota
calon DOB guna memastikan adanya
penilaian/verifikasi yang benar-benar
objektif dan kredibel.
4 Terkait dengan persiapan daerah, ada
kecenderungan bahwa daerah baru
belum memiliki kapasitas minimal
dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Hal ini menjadi
penyebab mengapa kinerja daerah
baru tidak menunjukkan hal yang baik
segera setelah terbentuk.
Perlunya kepemilikan atas beberapa
kapasitas tertentu sehingga proses
pengiriman barang dan jasa publik dapat
berjalan dengan baik. Oleh karena itu,
diperlukan pembinaan. Proses
pembinaan dilakukan oleh kabupaten
induk sebelum calon daerah baru itu
terbentuk. Dengan demikian, proses
pengajuan/pengusulan tidak berada
dalam tahun fiskal yang sama. Proses
pembinaan diserahkan pada daerah
induknya dan pemerintah. Lamanya
proses pembinaan ini adalah 3 tahun.
5 Terkait dengan adanya fakta bahwa
pemekaran akan menurunkan jarak
sehingga lebih mendekatkan layanan
publik ke masyarakat.
Ada alternatif dari pemekaran yang akan
mencapai tujuan tersebut tanpa harus
melakukan pemekaran pada level
kabupaten/kota. Alternatif itu adalah
pemekaran pada level kecamatan.
Kecamatan dijadikan basis pelayanan
publik. Hal ini tentu akan mengurangi
cost dari pemekaran. Karena pemekaran
kecamatan menjadi alternatif dan
merupakan kebijakan kabupaten/kota
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 78
bersangkutan, maka syarat jumlah
tertentu atas kecamatan pada suatu
kabupaten/kota haruslah
dihapus/ditiadakan.
6 Dalam hal penataan daerah secara
umum, tidak ada bukti empiris
mengenai kebijakan penggabungan
daerah.
Perlu adanya penjelasan yang lebih
detail pada peraturan pemerintah
mengenai dukungan insentif fiskal dan
non-fiskal untuk penggabungan daerah.
Yang terpenting dari itu adalah perlu
adanya penggeseran pola pikir bahwa
penggabungan bukanlah suatu bentuk
hukuman apabila suatu daerah otonom
tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerahnya. Hal ini tentu akan
menimbulkan resistensi dari daerah.
7 Dari sisi keuangan pemerintah daerah,
penggeluaran modal untuk
infrasturktur pemerintahan relatif
tinggi. Peran pemerintah dalam
perekonomian relatif besar.
Perlunya mendorong agar belanja
pemerintah daerah lebih kepada pos
pelayanan publik dan bukan pada
infrastuktur pemerintahan/administrasi.
Adanya upaya untuk menarik swasta agar
ikut serta dalam perekonomian dengan
membangun suasana bisnis yang
kondusif.
8 Dari uji statistik terlihat bahwa
pemekaran berdampak negatif pada
pelayanan publik.
Hal ini mendukung rekomendasi-
rekomendasi sebelumnya, yaitu
pengembangan pelayanan publik lewat
pemekaran kecamatan tanpa diikuti oleh
pemekaran kabupaten/kota. Hal ini
sangat penting agar sumberdaya dana
yang ada tidak habis untuk belanja
pengadaan infrastuktur pemerintahan
dan untuk belanja pegawai (tingkat atas).
Selain itu, yang perlu diperhatikan di sini
adalah perlunya penambahan tenaga
teknis pelayanan publik seperti tenaga
[STUDI EVALUASI (IMPACT) PENATAAN DAERAH OTONOMI BARU] 2008
L a p o r a n T P R K D i t . O t o n o m i D a e r a h , B a p p e n a s
Hal. 79
kesehatan dan tenaga pendidikan.
9 Pada masa awal pembentukan, DOB
memfokuskan diri untuk mengisi pos-
pos jabatan. Jumlah PNS masih sedikit
dengan kualitas yang relatif tinggi.
Kemudian, bergerak ke arah
kesetimbangan. Tidak terjadi
perpindahan aparatur secara signifikan
dari daerah induk ke DOB.
Dari segi komposisi aparat-penduduk,
kota DOB diuntungkan oleh konsentrasi
penduduk di area yang lebih kecil
dibanding kabupaten DOB
Pos-pos jabatan tertentu tersebut
dijadikan sarana masyarakat untuk dapat
melakukan mobilitas vertikal, hal ini
menjadi salah satu insentif untuk
memekarkan diri. Pos-pos jabatan itu
terkait dengan kebutuhan personel di
masing-masing SKPD. Sehingga perlu
pengaturan beban kerja antar SKPD yang
lebih berimbang.
Komposisi aparatur (kebijakan : Teknis
(lapangan)) hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan di masyarakat dan
melihat kondisi geografis daerah bukan
sekedar pada jumlah penduduk saja.
MATRIK TIM PERUMUS REKOMENDASI KEBIJAKAN (TPRK) BIDANG PENATAAN DAERAH OTONOM BARU, BAPPENAS
No Isu-isu Rekomendasi
1 Terdapatnya ketidaksamaan
pandang antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah (calon
DOB) mengenai kebijakan
pemekaran.
Perlunya berangkat dari tujuan yang sama
yaitu peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Masing-masing level
pemerintaha harus dapat melakukan
pehitungan cost-benefit dengan jujur atas
kebijakan pemekaran yang akan
ditempuh.
2 Adanya beberapa faktor insentif
pemekaran seperti dana transfer
yang lebih besar dan adanya
kesempatan bagi sebagian
kelompok untuk melakukan
mobilitas vertikal.
Penggunaan konsep disinsentif untuk
memekarkan diri. Perlunya reformulasi
penghitungan DAU dan DAK sehingga
tidak menjadi insentif bagi daerah-daerah
untuk memekarkan diri.
3 Dalam hal pengusulan, pemekaran
selama ini lebih dilihat dari aspek
politik bukan dari aspek
peryaratan teknis. Kemudian
adanya dua pintu pengusulan
memperbesar probabilita hal
tersebut. Kalaupun memang ada
proses penilaian/verifikasi
mengenai berbagai persyaratan
teknis yang ada, namun itu lebih
pada formalitas semata.
Penguatan peran pemerintah, dalam hal
ini DPOD dan Depdagri yang berfokus
pada persyaratan teknis. Proses
pengusulan lebih menekankan pada
pentingnya aspirasi rakyat. Rakyat dapat
menyampaikan aspirasinya secara
langsung (referendum) apakah
pemekaran diperlukan atau tidak. Hal ini
dapat menghilangkan proses pada tingkat
usulan desa/kelurahan. Tim penilai
haruslah tim yang independen dan bukan
dibentuk oleh kabupaten/kota calon DOB
guna memastikan adanya
penilaian/verifikasi yang benar-benar
objektif dan kredibel.
4 Terkait dengan persiapan daerah,
ada kecenderungan bahwa daerah
baru belum memiliki kapasitas
Perlunya kepemilikan atas beberapa
kapasitas tertentu sehingga proses
pengiriman barang dan jasa publik dapat
minimal dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Hal ini menjadi
penyebab mengapa kinerja daerah
baru tidak menunjukkan hal yang
baik segera setelah terbentuk.
berjalan dengan baik. Oleh karena itu,
diperlukan pembinaan. Proses pembinaan
dilakukan oleh kabupaten induk sebelum
calon daerah baru itu terbentuk. Dengan
demikian, proses pengajuan/pengusulan
tidak berada dalam tahun fiskal yang
sama. Proses pembinaan diserahkan pada
daerah induknya dan pemerintah.
Lamanya proses pembinaan ini adalah 3
tahun.
5 Terkait dengan adanya fakta bahwa
pemekaran akan menurunkan jarak
sehingga lebih mendekatkan
layanan publik ke masyarakat.
Ada alternatif dari pemekaran yang akan
mencapai tujuan tersebut tanpa harus
melakukan pemekaran pada level
kabupaten/kota. Alternatif itu adalah
pemekaran pada level kecamatan.
Kecamatan dijadikan basis pelayanan
publik. Hal ini tentu akan mengurangi cost
dari pemekaran. Karena pemekaran
kecamatan menjadi alternatif dan
merupakan kebijakan kabupaten/kota
bersangkutan, maka syarat jumlah tertentu
atas kecamatan pada suatu
kabupaten/kota haruslah
dihapus/ditiadakan.
6 Dalam hal penataan daerah secara
umum, tidak ada bukti empiris
mengenai kebijakan
penggabungan daerah.
Perlu adanya penjelasan yang lebih detail
pada peraturan pemerintah mengenai
dukungan insentif fiskal dan non-fiskal
untuk penggabungan daerah. Yang
terpenting dari itu adalah perlu adanya
penggeseran pola pikir bahwa
penggabungan bukanlah suatu bentuk
hukuman apabila suatu daerah otonom
tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerahnya. Hal ini tentu akan
menimbulkan resistensi dari daerah.
7 Dari sisi keuangan pemerintah
daerah, penggeluaran modal untuk
infrasturktur pemerintahan relatif
tinggi. Peran pemerintah dalam
perekonomian relatif besar.
Perlunya mendorong agar belanja
pemerintah daerah lebih kepada pos
pelayanan publik dan bukan pada
infrastuktur pemerintahan/administrasi.
Adanya upaya untuk menarik swasta agar
ikut serta dalam perekonomian dengan
membangun suasana bisnis yang kondusif.
8 Dari uji statistik terlihat bahwa
pemekaran berdampak negatif
pada pelayanan publik.
Hal ini mendukung rekomendasi-
rekomendasi sebelumnya, yaitu
pengembangan pelayanan publik lewat
pemekaran kecamatan tanpa diikuti oleh
pemekaran kabupaten/kota. Hal ini sangat
penting agar sumberdaya dana yang ada
tidak habis untuk belanja pengadaan
infrastuktur pemerintahan dan untuk
belanja pegawai (tingkat atas).
Selain itu, yang perlu diperhatikan di sini
adalah perlunya penambahan tenaga
teknis pelayanan publik seperti tenaga
kesehatan dan tenaga pendidikan.
9 Pada masa awal pembentukan,
DOB memfokuskan diri untuk
mengisi pos-pos jabatan. Jumlah
PNS masih sedikit dengan kualitas
yang relatif tinggi. Kemudian,
bergerak ke arah kesetimbangan.
Tidak terjadi perpindahan aparatur
secara signifikan dari daerah induk
ke DOB.
Dari segi komposisi aparat-
penduduk, kota DOB diuntungkan
oleh konsentrasi penduduk di area
yang lebih kecil dibanding
kabupaten DOB
Pos-pos jabatan tertentu tersebut
dijadikan sarana masyarakat untuk dapat
melakukan mobilitas vertikal, hal ini
menjadi salah satu insentif untuk
memekarkan diri. Pos-pos jabatan itu
terkait dengan kebutuhan personel di
masing-masing SKPD. Sehingga perlu
pengaturan beban kerja antar SKPD yang
lebih berimbang.
Komposisi aparatur (kebijakan : Teknis
(lapangan)) hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan di masyarakat dan
melihat kondisi geografis daerah bukan
sekedar pada jumlah penduduk saja.
ii
Lampiran
Sampel Studi Evaluasi Penataan Daerah Otonom Baru
Propinsi Daerah Otonom Baru Daerah Induk Tanggal Ditetapkan Kab. Nias Selatan Kabupaten Nias 25 Februari 2003 Kab. Humbang Hasundutan Kabupaten Tapanuli Utara 25 Februari 2003 Kab. Pak Pak Barat Kabupaten Dairi 25 Februari 2003 Kab. Samosir Kabupaten Toba Samosir 18 Desember 2003 Kab. Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang 18 Desember 2003
Provinsi Sumatera Utara
Kota Padang Sidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan 21 Juni 2001 Kab. Kaur Kabupaten Bengkulu Selatan 25 Februari 2003 Kab. Seluma Kabupaten Bengkulu Selatan 25 Februari 2003 Kab. Muko Muko Kabupaten Bengkulu Utara 25 Februari 2003 Kab. Lebong Kabupaten Rejang Lebong 18 Desember 2003
Provinsi Bengkulu
Kab. Kepahiang Kabupaten Rejang Lebong 18 Desember 2003 Kab. Karimun Kabupaten Kepulauan Riau
(Bintan) 4 Oktober 1999
Kab. Natuna Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan)
4 Oktober 1999
Kab. Lingga Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan)
Kota Batam Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan)
4 Oktober 1999
Provinsi Kepulauan Riau
Kota Tanjung Pinang Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan)
Kab. Bengkayang Kabupaten Sambas 3 Oktober 1999 Kab. Landak Kabupaten Pontianak 4 Oktober 1999 Kab. Sekadau Kabupaten Sanggau 18 Desember 2003 Kab. Melawi Kabupaten Sintang 18 Desember 2003
Provinsi Kalimantan Barat
Kota Singkawang Kabupaten Bengkayang 21 Juni 2001 Kab. Konawe Selatan Kabupaten Konawe/Kendari 25 Februari 2003 Kab. Bombana Kabupaten Buton 18 Desember 2003 Kab. Wakatobi Kabupaten Buton 18 Desember 2003 Kab. Kolaka Utara Kabupaten Kolaka 18 Desember 2003
Provinsi Sulawesi Tenggara
Kota Bau-Bau Kabupaten Buton 21 Juni 2001
iii
Indeks-Indeks
Aspek Indeks: Keuangan Pemerintah (CEI+GEI2+FII)
Aspek Indeks: Economic Index
Kabupaten/Kota DOB KP04 KP05 KP06 EI04 EI05 EI06
Kab. Nias 0 0.40 0.43 0.35 0.23 0.17 0.17
Kab. Mandailing Natal 0 0.42 0.47 0.42 0.25 0.26 0.27
Kab. Tapanuli Selatan 0 0.33 0.38 0.42 0.30 0.32 0.32
Kab. Tapanuli Tengah 0 0.38 0.41 0.39 0.12 0.14 0.15
Kab. Tapanuli Utara 0 0.34 0.39 0.44 0.28 0.23 0.22
Kab. Toba Samosir 0 0.36 0.36 0.47 0.25 0.23 0.27
Kab. Labuhan Batu 0 0.46 0.45 0.44 0.48 0.51 0.47
Kab. Asahan 0 0.43 0.47 0.46 0.57 0.56 0.55
Kab. Simalungun 0 0.35 0.39 0.42 0.42 0.41 0.42
Kab. Dairi 0 0.37 0.36 0.36 0.24 0.26 0.28
Kab. Karo 0 0.37 0.41 0.42 0.28 0.30 0.33
Kab. Deli Serdang 0 0.39 0.48 0.52 0.72 0.73 0.73
Kab. Langkat 0 0.39 0.41 0.41 0.42 0.41 0.42
Kab. Nias Selatan#) 1 0.28 0.33 0.31 0.12 0.10 0.08
Kab. Humbang Hasundutan#) 1 0.35 0.43 0.47 0.21 0.22 0.24
Kab. Pakpak Bharat#) 1 0.27 0.07 0.20 0.15 0.14 0.12
Kab. Samosir#) 1 0.67 0.74 0.46 0.20 0.19 0.18
Kab. Serdang Bedagai#) 1 0.43 0.46 0.46 0.45 0.43 0.41
Kota Sibolga 0 0.38 0.43 0.38 0.31 0.30 0.27
Kota Tanjung Balai 0 0.43 0.39 0.48 0.29 0.29 0.32
Kota Pematang Siantar 0 0.41 0.47 0.46 0.32 0.34 0.34
Kota Tebing Tinggi 0 0.38 0.44 0.47 0.31 0.31 0.35
Kota Medan 0 0.61 0.71 0.66 0.98 0.99 1.00
Kota Binjai 0 0.35 0.40 0.68 0.38 0.38 0.32
Kota Padang Sidempuan#) 1 0.32 0.38 0.36 0.28 0.31 0.28
Kab. Bengkulu Selatan 0 0.27 0.36 0.34 0.07 0.06 0.04
Kab. Rejang Lebong 0 0.33 0.41 0.44 0.26 0.28 0.28
Kab. Bengkulu Utara 0 0.33 0.39 0.33 0.21 0.22 0.23
Kab. Kaur#) 1 0.26 0.32 0.34 0.02 0.01 0.02
Kab. Seluma#) 1 0.17 0.30 0.26 0.05 0.05 0.03
Kab. Muko-Muko#) 1 0.37 0.40 0.31 0.20 0.21 0.21
Kab. Lebong#) 1 0.31 0.39 0.42 0.22 0.23 0.22
Kab. Kepahiang#) 1 0.34 0.38 0.27 0.23 0.25 0.24
Kota Bengkulu 0 0.44 0.45 0.47 0.35 0.37 0.37
Kab. Karimun 0 0.53 0.55 0.46 0.37 0.35 0.36
Kab. Kepulauan Riau 0 0.61 0.70 0.49 0.29 0.29 0.30
Kab. Natuna 0 0.18 0.39 0.64 0.37 0.34 0.33
Kab. Lingga#) 1 0.14 0.29 0.25 0.26 0.09 0.08
Kota Batam 0 0.56 0.64 0.60 0.73 0.71 0.70
Kota Tanjung Pinang#) 1 0.47 0.48 0.44 0.31 0.31 0.29
Kab. Sambas 0 0.36 0.39 0.42 0.35 0.35 0.34
Kab. Bengkayang 0 0.24 0.40 0.41 0.27 0.30 0.29
Kab. Landak 0 0.33 0.38 0.43 0.20 0.19 0.17
Kab. Pontianak 0 0.36 0.42 0.50 0.46 0.48 0.47
Kab. Sanggau 0 0.34 0.42 0.45 0.37 0.38 0.38
Kab. Ketapang 0 0.36 0.42 0.47 0.31 0.31 0.30
Kab. Sintang 0 0.28 0.35 0.33 0.28 0.27 0.26
iv
Kabupaten/Kota DOB KP04 KP05 KP06 EI04 EI05 EI06
Kab. Kapuas Hulu 0 0.26 0.34 0.37 0.27 0.27 0.26
Kab. Sekadau#) 1 0.24 0.35 0.35 0.23 0.31 0.30
Kab. Melawi#) 1 0.28 0.34 0.21 0.24 0.21 0.20
Kota Pontianak 0 0.46 0.53 0.53 0.48 0.47 0.48
Kota Singkawang#) 1 0.33 0.41 0.44 0.32 0.33 0.35
Kab. Buton 0 0.20 0.46 0.36 0.20 0.20 0.18
Kab. Muna 0 0.36 0.43 0.39 0.19 0.20 0.18
Kab. Kendari 0 0.36 0.36 0.33 0.17 0.20 0.19
Kab. Kolaka 0 0.36 0.42 0.49 0.20 0.20 0.18
Kab. Konawe Selatan#) 1 0.33 0.37 0.35 0.21 0.24 0.23
Kab. Bombana#) 1 0.46 0.46 0.38 0.17 0.20 0.18
Kab. Wakatobi#) 1 0.17 0.29 0.22 0.17 0.18 0.16
Kab. Kolaka Utara#) 1 0.34 0.40 0.44 0.15 0.15 0.13
Kota Kendari 0 0.37 0.46 0.45 0.33 0.32 0.31
Kota Bau-Bau#) 1 0.34 0.45 0.43 0.22 0.26 0.24
Rata-Rata Sumut 39.56% 42.64% 43.51% 34.24% 34.13% 33.94%
Rata-Rata Bengkulu Selatan 31.26% 37.69% 35.43% 17.81% 18.73% 18.02%
Rata-Rata Kepri 41.48% 50.73% 47.80% 39.05% 34.77% 34.36%
Rata-Rata Kalbar 32.03% 39.52% 40.94% 31.52% 32.19% 31.74%
Rata-Rata Sultra 32.94% 41.10% 38.34% 20.11% 21.53% 19.74%
Kabupaten DOB DOB kab 32% 37% 33% 19.32% 18.81% 17.80%
Kota DOB Dob kota 36% 43% 42% 28.40% 30.14% 28.87%
Daerah Induk induk 35% 42% 42% 29.97% 29.90% 29.29%
Daerah Kontrol Kontrol 39% 44% 41% 23.99% 24.44% 24.30%
Rata-Rata Kabupaten 34.30% 40.24% 39.25% 26.45% 26.28% 25.72%
Rata-Rata Kota 41.89% 47.36% 48.86% 40.01% 40.75% 40.04%
Rata-Rata Kabupaten dan Kota 36.01% 41.85% 41.42% 29.51% 29.55% 28.95%
Maximum Total 67.36% 74.31% 67.71% 97.93% 99.23% 99.80%
Minimum Total 14.21% 7.40% 19.50% 1.53% 1.37% 1.58% Rata-Rata kabupaten non mekar 35.68% 41.91% 42.43% 30.36% 30.38% 30.06%
v
indeks layanan umum 2003 2004 2005 2006
buton 35 34 38 33
Muna* 31 40 39 27
konawe 40 30 37 20
kolaka 32 36 35 19
konawe selatan# 29 41 24
Bombana# 18 34 23
Wakatobi# 13 30 20
kolaka utara# 25 36 22
kota kendari 40 38 30 28
kota bau-bau# 26 30 42 25
sambas 5 33 36 28
bengkayang 7 35 35 36
landak 4 31 32 31
pontianak 5 33 36 29
sanggau 6 33 35 33
Ketapang* 8 35 40 35
sintang 5 32 31 27
kapuas hulu 9 34 43 42
Sekadau# 23 33 31
Melawi# 37 31 32
kota pontianak 41 42 22 25
kota singkawang# 6 48 26 39
bengkulu selatan 53 42 41 37
rejang lebong 46 41 40 45
bengkulu utara* 55 52 55 48
Kaur# 57 58 43 44
Seluma# 44 43 40 36
muko-muko# 53 55 42 39
Lebong# 36 40 34
Kepahyang# 29 35 35
kota bengkulu 41 40 43 32
Nias 40 32 33 32
mandailing natal 41 44 40 36
tapanuli selatan 45 49 54 49
tapanuli tengah* 45 46 46 43
tapanuli utara 43 41 39 44
toba samosir 46 45 42 49
labuhan batu 36 39 43 39
asahan 47 45 47 41
simalungun 54 53 51 53
dairi 47 49 50 54
karo 58 48 50 54
deli serdang 44 39 44 40
langkat 41 42 47 40
nias selatan# 29 32 34 35
humbang hasundutan# 17 32 31 36
pakpak bharat# 36 49 48
Samosir# 36 36 41
serdang bedagai 28 47 45
kota sibolga 45 41 42 41
tanjung balai 40 35 32 37
pematang siantar 56 46 40 48
vi
indeks layanan umum 2003 2004 2005 2006
tebing tinggi 52 38 31 38
medan 66 50 40 45
binjai 41 41 33 43
kota padang sidempuan# 34 34 30 37
karimun 21 14 45 35
bintan 12 18 44 43
Natuna# 16 26 52 48
Lingga# 53 44
batam 35 43 56 47
kota tanjung pinang# 36 47 43
Rata-rata prop sultra 34.2 29.4 36.2 23.9
rata-rata prop kalbar 9.6 34.6 33.4 32.3
rata-rata prop bengkulu 50.1 44.1 42.2 39.0
rata-rata prop sumut 44.1 40.8 41.3 42.7
rata-rata prop kepri 21.2 27.4 49.3 43.2
indeks layanan umum
2003 2004 2005 2006
DOB Total 31.6 33.5 38.7 35.4
Induk 32.2 38.2 39.6 36.1
gabung 31.9 35.9 39.2 35.8
Kontrol 32.0 37.3 44.9 37.6
Total 34.8 37.1 39.9 37.2
DOB Kab 36.2 32.7 39.3 35.4
DOB Kota 22.4 37.0 36.2 35.9
Maximum Total 66.1 58.3 55.9 54.5
Minimum Total 4.1 13.4 22.4 18.8
vii
Analisis ekonometrika (Propensity Score Matching) 1) DOB 2001 pscore dob01 lyco02 lcamat02 ltopop02 lpad02, logit pscore(psm2) detail **************************************************** Algorithm to estimate the propensity score **************************************************** The treatment is dob01 dob01 | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------- 0 | 293 95.75 95.75 1 | 13 4.25 100.00 ------------+----------------------------------- Total | 306 100.00 Estimation of the propensity score Iteration 0: log likelihood = -33.629548 Iteration 1: log likelihood = -30.651081 Iteration 2: log likelihood = -14.727959 Iteration 3: log likelihood = -11.488364 Iteration 4: log likelihood = -9.8499935 Iteration 5: log likelihood = -9.1746773 Iteration 6: log likelihood = -8.9792248 Iteration 7: log likelihood = -8.9519517 Iteration 8: log likelihood = -8.9512203 Iteration 9: log likelihood = -8.9512197 Logit estimates Number of obs = 201 LR chi2(4) = 49.36 Prob > chi2 = 0.0000 Log likelihood = -8.9512197 Pseudo R2 = 0.7338 ------------------------------------------------------------------------------ dob01 | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------- lyco02 | 2.627588 2.636598 1.00 0.319 -2.540048 7.795224 lcamat02 | -3.750721 2.098979 -1.79 0.074 -7.864644 .3632025 ltopop02 | -.4442337 2.208095 -0.20 0.841 -4.77202 3.883553 lpad02 | -8.001701 3.838425 -2.08 0.037 -15.52488 -.4785255 _cons | 152.4118 71.80721 2.12 0.034 11.67224 293.1513 ------------------------------------------------------------------------------ note: 49 failures and 0 successes completely determined. Description of the estimated propensity score Estimated propensity score ------------------------------------------------------------- Percentiles Smallest 1% 8.82e-14 1.49e-15 5% 7.23e-11 3.11e-14 10% 1.38e-09 8.82e-14 Obs 201 25% 1.96e-08 8.02e-13 Sum of Wgt. 201 50% 1.81e-06 Mean .039801 Largest Std. Dev. .1573386 75% .0003315 .9677706
viii
90% .0352935 .9760951 Variance .0247554 95% .2435624 .999048 Skewness 4.922456 99% .9760951 .9999578 Kurtosis 27.91682 ****************************************************** Step 1: Identification of the optimal number of blocks Use option detail if you want more detailed output ****************************************************** Distribution of treated and controls across blocks Blocks of | the pscore | for | treatment | dob01 dob01 | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 100 5 | 105 1 | 188 2 | 190 2 | 3 0 | 3 3 | 2 2 | 4 5 | 0 4 | 4 -----------+----------------------+---------- Total | 293 13 | 306 Test that the mean propensity score is not different for treated and controls Test in block 1 Observations in block 1 obs: 190, control: 188, treated: 2 Test for block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 188 .0047996 .0015421 .0211444 .0017575 .0078418 1 | 2 .1487102 .0204656 .0289427 -.1113296 .4087499 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 190 .0063145 .0018689 .0257611 .0026279 .0100011 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1439105 .0150656 -.1736298 -.1141913 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 188 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -9.5523 t = -9.5523 t = -9.5523 P < t = 0.0000 P > |t| = 0.0000 P > t = 1.0000 The mean propensity score is different for treated and controls in block 1 Split the block 1 and retest Check that blocks have shifted Blocks of | the pscore |
ix
for | treatment | dob01 dob01 | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 100 5 | 105 1 | 188 2 | 190 3 | 3 0 | 3 4 | 2 2 | 4 6 | 0 4 | 4 -----------+----------------------+---------- Total | 293 13 | 306 Test in block 1 Observations in block 1 obs: 186, control: 186, treated: 0 Block 1 does not have treated Move to next block Test in block 2 Observations in block 2 obs: 4, control: 2, treated: 2 Test for block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .1693099 .0089519 .01266 .0555647 .2830552 1 | 2 .1487102 .0204656 .0289427 -.1113296 .4087499 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 .15901 .0108869 .0217739 .124363 .1936571 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0205998 .0223378 -.075512 .1167115 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.9222 t = 0.9222 t = 0.9222 P < t = 0.7731 P > |t| = 0.4538 P > t = 0.2269 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 2 Test in block 3 Observations in block 3 obs: 3, control: 3, treated: 0 Block 3 does not have treated Move to next block Test in block 4 Observations in block 4 obs: 4, control: 2, treated: 2 Test for block 4 Two-sample t test with equal variances
x
------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .5281365 .0389324 .0550588 .0334529 1.02282 1 | 2 .4602851 .0312675 .0442189 .062994 .8575762 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 .4942108 .0282704 .0565408 .4042417 .5841799 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0678514 .0499339 -.1469967 .2826995 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.3588 t = 1.3588 t = 1.3588 P < t = 0.8464 P > |t| = 0.3072 P > t = 0.1536 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 4 Test in block 5 Observations in block 5 obs: 0, control: 0, treated: 0 Block 5 does not have observations Move to next block Test in block 6 Observations in block 6 obs: 4, control: 0, treated: 4 Block 6 does not have controls Move to next block The final number of blocks is 6 This number of blocks ensures that the mean propensity score is not different for treated and controls in each blocks ********************************************************** Step 2: Test of balancing property of the propensity score Use option detail if you want more detailed output ********************************************************** **************************************************** Testing the balancing property in block 1 **************************************************** obs: 186, control: 186, treated: 0 Block 1 does not have treated Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 2 **************************************************** obs: 4, control: 2, treated: 2
xi
Testing the balancing property for variable lyco02 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 13.73751 .0239329 .0338463 13.43341 14.04161 1 | 2 13.84651 .372798 .5272159 9.109663 18.58336 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 13.79201 .1557197 .3114393 13.29644 14.28758 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1090007 .3735654 -1.716323 1.498322 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2918 t = -0.2918 t = -0.2918 P < t = 0.3990 P > |t| = 0.7979 P > t = 0.6010 Variable lyco02 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lcamat02 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .6931472 0 0 .6931472 .6931472 1 | 2 1.386294 0 0 1.386294 1.386294 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 1.039721 .2000944 .4001887 .4029312 1.67651 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.6931472 0 -.6931472 -.6931472 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lcamat02 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable ltopop02 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 11.77856 .1604867 .2269625 9.739379 13.81773 1 | 2 11.94331 .0487499 .0689428 11.32389 12.56274 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 11.86093 .0833717 .1667433 11.59561 12.12626 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1647573 .1677276 -.8864307 .5569162 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.9823 t = -0.9823 t = -0.9823 P < t = 0.2148 P > |t| = 0.4295 P > t = 0.7852 Variable ltopop02 is balanced in block 2
xii
Testing the balancing property for variable lpad02 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 22.77865 .0088081 .0124566 22.66673 22.89057 1 | 2 22.50065 .1454391 .205682 20.65267 24.34863 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 22.63965 .099892 .1997841 22.32175 22.95755 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2779942 .1457056 -.3489265 .9049149 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.9079 t = 1.9079 t = 1.9079 P < t = 0.9017 P > |t| = 0.1966 P > t = 0.0983 Variable lpad02 is balanced in block 2 **************************************************** Testing the balancing property in block 3 **************************************************** obs: 3, control: 3, treated: 0 Block 3 does not have treated Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 4 **************************************************** obs: 4, control: 2, treated: 2 Testing the balancing property for variable lyco02 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 13.21252 .7219009 1.020922 4.039899 22.38514 1 | 2 13.26916 .3049121 .4312108 9.394885 17.14344 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 13.24084 .3203426 .6406853 12.22137 14.26031 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0566401 .7836532 -3.428428 3.315147 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0723 t = -0.0723 t = -0.0723 P < t = 0.4745 P > |t| = 0.9490 P > t = 0.5255 Variable lyco02 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable lcamat02 in block 4 Two-sample t test with equal variances
xiii
------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .8958797 .2027326 .2867071 -1.680082 3.471841 1 | 2 1.242453 .143841 .2034219 -.5852202 3.070127 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 1.069167 .1425058 .2850115 .6156496 1.522683 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3465736 .2485774 -1.416116 .7229687 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.3942 t = -1.3942 t = -1.3942 P < t = 0.1490 P > |t| = 0.2979 P > t = 0.8510 Variable lcamat02 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable ltopop02 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 11.48258 .8470368 1.197891 .7199562 22.2452 1 | 2 11.87057 .1948786 .2755999 9.394402 14.34674 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 11.67657 .3720925 .744185 10.49241 12.86074 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3879895 .8691657 -4.127708 3.351729 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.4464 t = -0.4464 t = -0.4464 P < t = 0.3495 P > |t| = 0.6990 P > t = 0.6505 Variable ltopop02 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable lpad02 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 22.31455 .1145668 .1620219 20.85884 23.77026 1 | 2 22.1833 .1409807 .1993768 20.39197 23.97463 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 22.24892 .0832815 .1665629 21.98388 22.51396 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1312532 .1816621 -.6503757 .9128821 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.7225 t = 0.7225 t = 0.7225 P < t = 0.7275 P > |t| = 0.5450 P > t = 0.2725 Variable lpad02 is balanced in block 4
xiv
**************************************************** Testing the balancing property in block 5 **************************************************** obs: 0, control: 0, treated: 0 Block 5 does not have observations Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 6 **************************************************** obs: 4, control: 0, treated: 4 Block 6 does not have controls Move to next block The balancing property is satisfied This table shows the inferior bound, the number of treated and the number of controls for each block Inferior | of block | dob01 of pscore | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 286 5 | 291 .1 | 2 2 | 4 .2 | 3 0 | 3 .4 | 2 2 | 4 .8 | 0 4 | 4 -----------+----------------------+---------- Total | 293 13 | 306 ******************************************* End of the algorithm to estimate the pscore *******************************************
xv
2) DOB 2003 pscore dob03 lyco04 lsize04 lcamat04 ltopop04, pscore (psm2) logit detail **************************************************** Algorithm to estimate the propensity score **************************************************** The treatment is dob03 dob03 | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------- 0 | 294 85.71 85.71 1 | 49 14.29 100.00 ------------+----------------------------------- Total | 343 100.00 Estimation of the propensity score Iteration 0: log likelihood = -130.71272 Iteration 1: log likelihood = -92.188798 Iteration 2: log likelihood = -81.085274 Iteration 3: log likelihood = -79.245943 Iteration 4: log likelihood = -79.126935 Iteration 5: log likelihood = -79.126262 Iteration 6: log likelihood = -79.126262 Logit estimates Number of obs = 338 LR chi2(4) = 103.17 Prob > chi2 = 0.0000 Log likelihood = -79.126262 Pseudo R2 = 0.3947 ------------------------------------------------------------------------------ dob03 | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------- lyco04 | -.5947088 .3309024 -1.80 0.072 -1.243266 .0538481 lsize04 | .824618 .1799683 4.58 0.000 .4718866 1.177349 lcamat04 | -2.36156 .6340825 -3.72 0.000 -3.604339 -1.118781 ltopop04 | -.3851899 .5388891 -0.71 0.475 -1.441393 .6710133 _cons | 9.741102 5.054147 1.93 0.054 -.1648443 19.64705 ------------------------------------------------------------------------------ Description of the estimated propensity score Estimated propensity score ------------------------------------------------------------- Percentiles Smallest 1% .0001966 .000048 5% .00053 .0000866 10% .0013272 .0001616 Obs 338 25% .0052432 .0001966 Sum of Wgt. 338 50% .0346557 Mean .1301775 Largest Std. Dev. .2058263 75% .1434081 .884967 90% .467852 .9130327 Variance .0423645 95% .6367866 .9139371 Skewness 2.057266 99% .884967 .9522961 Kurtosis 6.539546 ****************************************************** Step 1: Identification of the optimal number of blocks Use option detail if you want more detailed output ******************************************************
xvi
Distribution of treated and controls across blocks Blocks of | the pscore | for | treatment | dob03 dob03 | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 0 5 | 5 1 | 257 11 | 268 2 | 22 6 | 28 3 | 7 16 | 23 4 | 7 7 | 14 5 | 1 4 | 5 -----------+----------------------+---------- Total | 294 49 | 343 Test that the mean propensity score is not different for treated and controls Test in block 1 Observations in block 1 obs: 268, control: 257, treated: 11 Test for block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 257 .03628 .002838 .0454966 .0306912 .0418688 1 | 11 .1118391 .0164957 .0547099 .0750845 .1485937 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 268 .0393813 .0029437 .0481904 .0335855 .0451771 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0755591 .0141252 -.1033705 -.0477478 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 266 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -5.3493 t = -5.3493 t = -5.3493 P < t = 0.0000 P > |t| = 0.0000 P > t = 1.0000 The mean propensity score is different for treated and controls in block 1 Split the block 1 and retest Check that blocks have shifted Blocks of | the pscore | for | treatment | dob03 dob03 | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 0 5 | 5 1 | 257 11 | 268 3 | 22 6 | 28 4 | 7 16 | 23 5 | 7 7 | 14 6 | 1 4 | 5 -----------+----------------------+---------- Total | 294 49 | 343
xvii
Test in block 1 Observations in block 1 obs: 232, control: 228, treated: 4 Test for block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 228 .0231501 .0017431 .0263206 .0197154 .0265849 1 | 4 .0541496 .0177108 .0354216 -.0022141 .1105133 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 232 .0236846 .0017536 .02671 .0202295 .0271397 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0309994 .0133453 -.0572941 -.0047048 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 230 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -2.3229 t = -2.3229 t = -2.3229 P < t = 0.0105 P > |t| = 0.0211 P > t = 0.9895 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 1 Test in block 2 Observations in block 2 obs: 36, control: 29, treated: 7 Test for block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 29 .1395076 .0054723 .0294691 .1282982 .1507171 1 | 7 .1448046 .0111785 .0295755 .1174517 .1721574 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 36 .1405376 .0048569 .0291413 .1306776 .1503976 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0052969 .0124179 -.0305331 .0199392 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 34 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.4266 t = -0.4266 t = -0.4266 P < t = 0.3362 P > |t| = 0.6724 P > t = 0.6638 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 2 Test in block 3 Observations in block 3 obs: 28, control: 22, treated: 6 Test for block 3
xviii
Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 22 .2630855 .0102916 .0482718 .2416829 .284488 1 | 6 .3182562 .026708 .0654209 .2496011 .3869112 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 .2749078 .0105837 .0560034 .2531919 .2966236 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0551707 .0239544 -.1044097 -.0059318 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -2.3032 t = -2.3032 t = -2.3032 P < t = 0.0148 P > |t| = 0.0295 P > t = 0.9852 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 3 Test in block 4 Observations in block 4 obs: 23, control: 7, treated: 16 Test for block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 .4808871 .0295127 .0780834 .408672 .5531021 1 | 16 .5038681 .0144689 .0578757 .4730283 .5347078 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 .4968738 .0132919 .0637459 .4693081 .5244396 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.022981 .0291387 -.0835782 .0376163 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.7887 t = -0.7887 t = -0.7887 P < t = 0.2196 P > |t| = 0.4391 P > t = 0.7804 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 4 Test in block 5 Observations in block 5 obs: 14, control: 7, treated: 7 Test for block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 .6979755 .0150933 .039933 .6610437 .7349074
xix
1 | 7 .6980496 .0265387 .0702148 .6331118 .7629875 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 14 .6980126 .0146664 .0548765 .6663278 .7296973 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0000741 .0305305 -.0665942 .0664461 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 12 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0024 t = -0.0024 t = -0.0024 P < t = 0.4991 P > |t| = 0.9981 P > t = 0.5009 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 5 Test in block 6 Observations in block 6 obs: 5, control: 1, treated: 4 Test for block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 .9130327 . . . . 1 | 4 .9087731 .0160901 .0321802 .8575671 .9599791 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 .909625 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0042596 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . The mean propensity score is not different for treated and controls in block 6 The final number of blocks is 6 This number of blocks ensures that the mean propensity score is not different for treated and controls in each blocks ********************************************************** Step 2: Test of balancing property of the propensity score Use option detail if you want more detailed output ********************************************************** **************************************************** Testing the balancing property in block 1 **************************************************** obs: 232, control: 228, treated: 4 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 1 Two-sample t test with equal variances
xx
------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 228 14.85366 .0693936 1.047821 14.71692 14.99039 1 | 4 14.3451 .2551018 .5102036 13.53325 15.15694 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 232 14.84489 .0684401 1.042448 14.71004 14.97973 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .5085588 .5258499 -.5275401 1.544658 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 230 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.9671 t = 0.9671 t = 0.9671 P < t = 0.8327 P > |t| = 0.3345 P > t = 0.1673 Variable lyco04 is balanced in block 1 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 228 6.962979 .1025535 1.548524 6.760901 7.165058 1 | 4 7.608258 .2724507 .5449014 6.741199 8.475318 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 232 6.974105 .1010152 1.538618 6.775076 7.173134 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.6452788 .7765483 -2.175337 .884779 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 230 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.8310 t = -0.8310 t = -0.8310 P < t = 0.2034 P > |t| = 0.4069 P > t = 0.7966 Variable lsize04 is balanced in block 1 Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 228 2.641073 .0414184 .6254036 2.559459 2.722686 1 | 4 2.395821 .1283198 .2566396 1.98745 2.804192 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 232 2.636844 .0408021 .6214787 2.556453 2.717236 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2452522 .3137174 -.3728752 .8633796 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 230 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.7818 t = 0.7818 t = 0.7818 P < t = 0.7824 P > |t| = 0.4352 P > t = 0.2176 Variable lcamat04 is balanced in block 1 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 1
xxi
Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 228 13.28925 .0514892 .77747 13.18779 13.3907 1 | 4 12.63356 .2515556 .5031111 11.833 13.43412 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 232 13.27794 .0510492 .7775579 13.17736 13.37852 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .6556855 .3906409 -.1140066 1.425378 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 230 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.6785 t = 1.6785 t = 1.6785 P < t = 0.9527 P > |t| = 0.0946 P > t = 0.0473 Variable ltopop04 is balanced in block 1 **************************************************** Testing the balancing property in block 2 **************************************************** obs: 36, control: 29, treated: 7 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 29 13.8789 .1305651 .7031145 13.61145 14.14635 1 | 7 13.6563 .3039331 .8041315 12.91261 14.4 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 36 13.83562 .1195279 .7171676 13.59296 14.07827 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2225974 .3040336 -.3952733 .8404681 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 34 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.7321 t = 0.7321 t = 0.7321 P < t = 0.7655 P > |t| = 0.4691 P > t = 0.2345 Variable lyco04 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 29 7.717257 .3237865 1.743644 7.05401 8.380503 1 | 7 7.524162 .4983278 1.318451 6.304798 8.743527 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 36 7.679711 .275693 1.654158 7.120024 8.239397 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1930943 .7059883 -1.241646 1.627835 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 34 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0
xxii
Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.2735 t = 0.2735 t = 0.2735 P < t = 0.6069 P > |t| = 0.7861 P > t = 0.3931 Variable lsize04 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 29 2.111946 .0968796 .5217126 1.913497 2.310395 1 | 7 2.113465 .18466 .4885644 1.661619 2.565312 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 36 2.112242 .0847655 .5085929 1.940159 2.284325 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0015191 .217304 -.443134 .4400959 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 34 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0070 t = -0.0070 t = -0.0070 P < t = 0.4972 P > |t| = 0.9945 P > t = 0.5028 Variable lcamat04 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 29 12.21007 .0796617 .4289912 12.04689 12.37325 1 | 7 12.01067 .1516013 .4010994 11.63971 12.38162 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 36 12.1713 .0709485 .4256908 12.02727 12.31533 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .199407 .178639 -.1636312 .5624452 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 34 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.1163 t = 1.1163 t = 1.1163 P < t = 0.8639 P > |t| = 0.2721 P > t = 0.1361 Variable ltopop04 is balanced in block 2 **************************************************** Testing the balancing property in block 3 **************************************************** obs: 28, control: 22, treated: 6 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+--------------------------------------------------------------------
xxiii
0 | 22 13.51093 .1188435 .5574253 13.26378 13.75808 1 | 6 13.60053 .4785312 1.172157 12.37043 14.83064 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 13.53013 .1332976 .7053445 13.25663 13.80363 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.089603 .3305794 -.7691188 .5899127 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2710 t = -0.2710 t = -0.2710 P < t = 0.3942 P > |t| = 0.7885 P > t = 0.6058 Variable lyco04 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 22 7.776994 .3931483 1.844029 6.959397 8.59459 1 | 6 7.364734 .3778383 .9255111 6.39347 8.335999 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 7.688653 .3180907 1.683178 7.035984 8.341321 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .4122596 .7858339 -1.203045 2.027564 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.5246 t = 0.5246 t = 0.5246 P < t = 0.6979 P > |t| = 0.6043 P > t = 0.3021 Variable lsize04 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 22 1.929912 .1225657 .5748839 1.675023 2.184801 1 | 6 1.700599 .1123485 .2751965 1.411798 1.9894 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 1.880773 .1000455 .5293912 1.675497 2.08605 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2293134 .2443604 -.2729767 .7316034 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.9384 t = 0.9384 t = 0.9384 P < t = 0.8217 P > |t| = 0.3567 P > t = 0.1783 Variable lcamat04 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 3 Two-sample t test with equal variances
xxiv
------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 22 11.9538 .1140861 .5351113 11.71654 12.19105 1 | 6 11.65255 .1079146 .2643357 11.37515 11.92995 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 11.88924 .0947735 .5014944 11.69478 12.0837 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .3012455 .2278361 -.1670782 .7695692 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.3222 t = 1.3222 t = 1.3222 P < t = 0.9012 P > |t| = 0.1976 P > t = 0.0988 Variable ltopop04 is balanced in block 3 **************************************************** Testing the balancing property in block 4 **************************************************** obs: 23, control: 7, treated: 16 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 13.31672 .139692 .3695903 12.9749 13.65853 1 | 16 13.06953 .1547239 .6188954 12.73974 13.39932 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 13.14476 .1164579 .5585124 12.90324 13.38628 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2471879 .2533754 -.2797351 .7741109 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.9756 t = 0.9756 t = 0.9756 P < t = 0.8298 P > |t| = 0.3404 P > t = 0.1702 Variable lyco04 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 8.242521 .8507368 2.250838 6.160843 10.3242 1 | 16 8.078883 .1310488 .5241953 7.799559 8.358207 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 8.128686 .2616825 1.254985 7.585989 8.671382 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1636388 .5810005 -1.044618 1.371896 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.2817 t = 0.2817 t = 0.2817
xxv
P < t = 0.6095 P > |t| = 0.7810 P > t = 0.3905 Variable lsize04 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 1.783386 .233676 .6182486 1.211602 2.355171 1 | 16 1.733536 .0586551 .2346205 1.608515 1.858556 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 1.748708 .0786646 .3772623 1.585567 1.911848 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0498508 .1746462 -.3133459 .4130474 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.2854 t = 0.2854 t = 0.2854 P < t = 0.6109 P > |t| = 0.7781 P > t = 0.3891 Variable lcamat04 is balanced in block 4 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 4 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 11.63999 .1434297 .3794792 11.28903 11.99095 1 | 16 11.73686 .0775521 .3102083 11.57156 11.90216 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 11.70738 .0681947 .3270502 11.56595 11.84881 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0968704 .1502148 -.4092592 .2155185 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.6449 t = -0.6449 t = -0.6449 P < t = 0.2630 P > |t| = 0.5260 P > t = 0.7370 Variable ltopop04 is balanced in block 4 **************************************************** Testing the balancing property in block 5 **************************************************** obs: 14, control: 7, treated: 7 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 12.75247 .32573 .8618005 11.95544 13.5495 1 | 7 12.76129 .1237794 .3274895 12.45841 13.06416 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 14 12.75688 .1673972 .6263428 12.39524 13.11852 ---------+--------------------------------------------------------------------
xxvi
diff | -.0088169 .3484557 -.7680366 .7504028 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 12 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0253 t = -0.0253 t = -0.0253 P < t = 0.4901 P > |t| = 0.9802 P > t = 0.5099 Variable lyco04 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 8.168239 .6304926 1.668127 6.625479 9.710999 1 | 7 8.349884 .2393017 .6331327 7.764334 8.935434 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 14 8.259062 .3249388 1.215809 7.557074 8.961049 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1816456 .6743784 -1.65099 1.287699 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 12 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2694 t = -0.2694 t = -0.2694 P < t = 0.3961 P > |t| = 0.7922 P > t = 0.6039 Variable lsize04 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 1.556677 .1724218 .4561853 1.134776 1.978578 1 | 7 1.556041 .0880568 .2329764 1.340573 1.771508 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 14 1.556359 .0930054 .3479942 1.355433 1.757285 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0006364 .193606 -.4211949 .4224676 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 12 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.0033 t = 0.0033 t = 0.0033 P < t = 0.5013 P > |t| = 0.9974 P > t = 0.4987 Variable lcamat04 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 7 11.35318 .2358972 .6241253 10.77596 11.9304 1 | 7 11.6933 .0819423 .2167989 11.4928 11.89381
xxvii
---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 14 11.52324 .128903 .4823107 11.24476 11.80172 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.340127 .2497239 -.8842286 .2039746 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 12 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.3620 t = -1.3620 t = -1.3620 P < t = 0.0991 P > |t| = 0.1982 P > t = 0.9009 Variable ltopop04 is balanced in block 5 **************************************************** Testing the balancing property in block 6 **************************************************** obs: 5, control: 1, treated: 4 Testing the balancing property for variable lyco04 in block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 12.06607 . . . . 1 | 4 11.81469 .0906814 .1813628 11.5261 12.10328 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 11.86497 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2513826 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lyco04 is balanced in block 6 Testing the balancing property for variable lsize04 in block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 7.730539 . . . . 1 | 4 8.22777 .3909851 .7819701 6.983481 9.472059 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 8.128324 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.4972306 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lsize04 is balanced in block 6
xxviii
Testing the balancing property for variable lcamat04 in block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 1.098612 . . . . 1 | 4 1.242453 .0830467 .1660933 .9781618 1.506745 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 1.213685 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.143841 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lcamat04 is balanced in block 6 Testing the balancing property for variable ltopop04 in block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 10.36986 . . . . 1 | 4 10.92647 .1782378 .3564757 10.35924 11.49371 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 10.81515 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.5566132 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable ltopop04 is balanced in block 6 The balancing property is satisfied This table shows the inferior bound, the number of treated and the number of controls for each block Inferior | of block | dob03 of pscore | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 228 9 | 237 .1 | 29 7 | 36 .2 | 22 6 | 28 .4 | 7 16 | 23 .6 | 7 7 | 14 .8 | 1 4 | 5 -----------+----------------------+---------- Total | 294 49 | 343 ******************************************* End of the algorithm to estimate the pscore
xxix
*******************************************
xxx
3) DOB 2001&2003 pscore dob lyco06 lsize06 lcamat06 ltopop06 lpad06 lapbd06, pscore (psm) numblo(12) detail **************************************************** Algorithm to estimate the propensity score **************************************************** The treatment is dob dob | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------- 0 | 340 77.27 77.27 1 | 100 22.73 100.00 ------------+----------------------------------- Total | 440 100.00 Estimation of the propensity score Iteration 0: log likelihood = -122.11314 Iteration 1: log likelihood = -75.2818 Iteration 2: log likelihood = -63.584796 Iteration 3: log likelihood = -60.16983 Iteration 4: log likelihood = -59.811041 Iteration 5: log likelihood = -59.806955 Iteration 6: log likelihood = -59.806955 Probit estimates Number of obs = 264 LR chi2(6) = 124.61 Prob > chi2 = 0.0000 Log likelihood = -59.806955 Pseudo R2 = 0.5102 ------------------------------------------------------------------------------ dob | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------- lyco06 | .4823244 .2143358 2.25 0.024 .062234 .9024148 lsize06 | .2128404 .1101862 1.93 0.053 -.0031205 .4288013 lcamat06 | -.4812909 .2943522 -1.64 0.102 -1.058211 .0956288 ltopop06 | -1.085791 .3633563 -2.99 0.003 -1.797956 -.3736257 lpad06 | -.8738713 .2599424 -3.36 0.001 -1.383349 -.3643935 lapbd06 | -1.553876 .5530134 -2.81 0.005 -2.637762 -.4699897 _cons | 66.45932 13.85844 4.80 0.000 39.29727 93.62137 ------------------------------------------------------------------------------ note: 6 failures and 0 successes completely determined. Description of the estimated propensity score Estimated propensity score ------------------------------------------------------------- Percentiles Smallest 1% 2.77e-11 2.41e-17 5% 6.86e-08 1.40e-11 10% 4.19e-07 2.77e-11 Obs 264 25% .0001611 9.73e-11 Sum of Wgt. 264 50% .0356561 Mean .1755091 Largest Std. Dev. .2714439 75% .2408364 .9644118 90% .6411157 .9730987 Variance .0736818
xxxi
95% .8694808 .9855342 Skewness 1.693905 99% .9730987 .9930996 Kurtosis 4.697956 ****************************************************** Step 1: Identification of the optimal number of blocks Use option detail if you want more detailed output ****************************************************** Distribution of treated and controls across blocks Blocks of | the pscore | for | treatment | dob dob | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 122 54 | 176 1 | 161 5 | 166 2 | 20 0 | 20 3 | 12 3 | 15 4 | 8 2 | 10 5 | 5 4 | 9 6 | 6 4 | 10 7 | 2 2 | 4 8 | 1 4 | 5 9 | 0 3 | 3 10 | 2 5 | 7 11 | 1 7 | 8 12 | 0 7 | 7 -----------+----------------------+---------- Total | 340 100 | 440 Test that the mean propensity score is not different for treated and controls Test in block 1 Observations in block 1 obs: 166, control: 161, treated: 5 Test for block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 161 .0159686 .001877 .023817 .0122616 .0196756 1 | 5 .0513104 .0106396 .0237908 .0217701 .0808506 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 166 .0170331 .0019019 .0245049 .0132778 .0207884 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0353418 .0108151 -.0566966 -.0139869 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 164 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -3.2678 t = -3.2678 t = -3.2678 P < t = 0.0007 P > |t| = 0.0013 P > t = 0.9993 The mean propensity score is different for treated and controls in block 1
xxxii
Split the block 1 and retest Check that blocks have shifted Blocks of | the pscore | for | treatment | dob dob | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 122 54 | 176 1 | 161 5 | 166 3 | 20 0 | 20 4 | 12 3 | 15 5 | 8 2 | 10 6 | 5 4 | 9 7 | 6 4 | 10 8 | 2 2 | 4 9 | 1 4 | 5 10 | 0 3 | 3 11 | 2 5 | 7 12 | 1 7 | 8 13 | 0 7 | 7 -----------+----------------------+---------- Total | 340 100 | 440 Test in block 1 Observations in block 1 obs: 138, control: 136, treated: 2 Test for block 1 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 136 .0071666 .0010157 .011845 .0051578 .0091753 1 | 2 .029884 .0089001 .0125866 -.0832023 .1429704 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 138 .0074958 .0010315 .0121176 .005456 .0095356 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0227175 .008441 -.0394102 -.0060248 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 136 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -2.6913 t = -2.6913 t = -2.6913 P < t = 0.0040 P > |t| = 0.0080 P > t = 0.9960 The mean propensity score is different for treated and controls in block 1 Split the block 1 and retest Check that blocks have shifted Blocks of | the pscore | for | treatment | dob dob | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 122 54 | 176 1 | 136 2 | 138
xxxiii
3 | 25 3 | 28 4 | 20 0 | 20 5 | 12 3 | 15 6 | 8 2 | 10 7 | 5 4 | 9 8 | 6 4 | 10 9 | 2 2 | 4 10 | 1 4 | 5 11 | 0 3 | 3 12 | 2 5 | 7 13 | 1 7 | 8 14 | 0 7 | 7 -----------+----------------------+---------- Total | 340 100 | 440 Test in block 1 Observations in block 1 obs: 115, control: 115, treated: 0 Block 1 does not have treated Move to next block Test in block 2 Observations in block 2 obs: 23, control: 21, treated: 2 Test for block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 .0320563 .0012267 .0056215 .0294974 .0346152 1 | 2 .029884 .0089001 .0125866 -.0832023 .1429704 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 .0318674 .0012567 .0060267 .0292613 .0344736 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0021723 .0045401 -.0072694 .011614 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.4785 t = 0.4785 t = 0.4785 P < t = 0.6814 P > |t| = 0.6373 P > t = 0.3186 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 2 Test in block 3 Observations in block 3 obs: 28, control: 25, treated: 3 Test for block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 .0638518 .0025697 .0128485 .0585482 .0691554
xxxiv
1 | 3 .0655946 .009792 .0169602 .023463 .1077262 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 .0640385 .002452 .012975 .0590073 .0690697 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0017428 .0080716 -.0183343 .0148486 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2159 t = -0.2159 t = -0.2159 P < t = 0.4154 P > |t| = 0.8307 P > t = 0.5846 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 3 Test in block 4 Observations in block 4 obs: 20, control: 20, treated: 0 Block 4 does not have treated Move to next block Test in block 5 Observations in block 5 obs: 15, control: 12, treated: 3 Test for block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 .2109659 .0078599 .0272276 .1936663 .2282655 1 | 3 .2041665 .0096907 .0167848 .1624707 .2458622 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 .209606 .0064841 .0251128 .195699 .2235131 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0067995 .0167162 -.0293136 .0429125 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.4068 t = 0.4068 t = 0.4068 P < t = 0.6546 P > |t| = 0.6908 P > t = 0.3454 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 5 Test in block 6 Observations in block 6 obs: 10, control: 8, treated: 2 Test for block 6 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------
xxxv
Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 8 .2832118 .0062283 .0176162 .2684843 .2979394 1 | 2 .3275602 .0009231 .0013055 .3158305 .3392898 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 .2920815 .007689 .0243148 .2746877 .3094752 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0443484 .0130325 -.0744014 -.0142954 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -3.4029 t = -3.4029 t = -3.4029 P < t = 0.0047 P > |t| = 0.0093 P > t = 0.9953 The mean propensity score is different for treated and controls in block 6 Split the block 6 and retest Check that blocks have shifted Blocks of | the pscore | for | treatment | dob dob | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 122 54 | 176 1 | 115 0 | 115 2 | 21 2 | 23 3 | 25 3 | 28 4 | 20 0 | 20 5 | 12 3 | 15 6 | 8 2 | 10 8 | 5 4 | 9 9 | 6 4 | 10 10 | 2 2 | 4 11 | 1 4 | 5 12 | 0 3 | 3 13 | 2 5 | 7 14 | 1 7 | 8 15 | 0 7 | 7 -----------+----------------------+---------- Total | 340 100 | 440 Test in block 6 Observations in block 6 obs: 6, control: 6, treated: 0 Block 6 does not have treated Move to next block Test in block 7 Observations in block 7 obs: 4, control: 2, treated: 2 Test for block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval]
xxxvi
---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .3083576 .0065095 .0092058 .2256467 .3910684 1 | 2 .3275602 .0009231 .0013055 .3158305 .3392898 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 .3179589 .0061589 .0123179 .2983584 .3375594 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0192026 .0065746 -.0474909 .0090857 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -2.9207 t = -2.9207 t = -2.9207 P < t = 0.0500 P > |t| = 0.1000 P > t = 0.9500 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 7 Test in block 8 Observations in block 8 obs: 9, control: 5, treated: 4 Test for block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 .3771121 .0122575 .0274087 .3430797 .4111445 1 | 4 .3984095 .0098915 .019783 .3669303 .4298888 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 .3865776 .0084877 .0254632 .3670048 .4061504 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0212975 .0163907 -.0600552 .0174603 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.2994 t = -1.2994 t = -1.2994 P < t = 0.1175 P > |t| = 0.2350 P > t = 0.8825 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 8 Test in block 9 Observations in block 9 obs: 10, control: 6, treated: 4 Test for block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 .4363581 .010092 .0247203 .4104158 .4623005 1 | 4 .4807959 .0091795 .018359 .4515827 .5100091 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 .4541332 .0098916 .03128 .4317569 .4765096 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0444378 .0145534 -.0779981 -.0108775 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8
xxxvii
Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -3.0534 t = -3.0534 t = -3.0534 P < t = 0.0079 P > |t| = 0.0157 P > t = 0.9921 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 9 Test in block 10 Observations in block 10 obs: 4, control: 2, treated: 2 Test for block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .5465504 .0124457 .0176009 .3884128 .7046881 1 | 2 .5657543 .0155436 .021982 .3682537 .7632549 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 .5561524 .0098395 .019679 .5248387 .587466 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0192038 .0199123 -.1048796 .0664719 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.9644 t = -0.9644 t = -0.9644 P < t = 0.2183 P > |t| = 0.4366 P > t = 0.7817 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 10 Test in block 11 Observations in block 11 obs: 5, control: 1, treated: 4 Test for block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 .6411157 . . . . 1 | 4 .6188534 .0111832 .0223665 .5832633 .6544434 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 .6233058 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0222623 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = .
xxxviii
The mean propensity score is not different for treated and controls in block 11 Test in block 12 Observations in block 12 obs: 3, control: 0, treated: 3 Block 12 does not have controls Move to next block Test in block 13 Observations in block 13 obs: 7, control: 2, treated: 5 Test for block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 .7911826 .0390572 .0552352 .294914 1.287451 1 | 5 .7983024 .0131892 .0294919 .7616833 .8349214 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 .7962682 .012538 .0331724 .7655888 .8269475 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0071198 .0302358 -.0848434 .0706038 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2355 t = -0.2355 t = -0.2355 P < t = 0.4116 P > |t| = 0.8232 P > t = 0.5884 The mean propensity score is not different for treated and controls in block 13 Test in block 14 Observations in block 14 obs: 8, control: 1, treated: 7 Test for block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 .8965718 . . . . 1 | 7 .888813 .0075504 .0199764 .8703379 .9072881 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 .8897828 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0077588 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0
xxxix
t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . The mean propensity score is not different for treated and controls in block 14 Test in block 15 Observations in block 15 obs: 7, control: 0, treated: 7 Block 15 does not have controls Move to next block The final number of blocks is 15 This number of blocks ensures that the mean propensity score is not different for treated and controls in each blocks ********************************************************** Step 2: Test of balancing property of the propensity score Use option detail if you want more detailed output ********************************************************** **************************************************** Testing the balancing property in block 1 **************************************************** obs: 115, control: 115, treated: 0 Block 1 does not have treated Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 2 **************************************************** obs: 23, control: 21, treated: 2 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 13.94957 .1311238 .6008849 13.67606 14.22309 1 | 2 13.47093 .0144305 .0204078 13.28757 13.65429 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 13.90795 .1228774 .5892994 13.65312 14.16279 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .4786431 .4339587 -.4238235 1.38111 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.1030 t = 1.1030 t = 1.1030 P < t = 0.8587 P > |t| = 0.2825 P > t = 0.1413 Variable lyco06 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 2
xl
Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 7.922443 .3678589 1.685741 7.155102 8.689783 1 | 2 6.729182 1.685757 2.38402 -14.69039 28.14875 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 7.818681 .3587366 1.72044 7.074707 8.562655 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | 1.193261 1.276828 -1.462048 3.848569 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.9346 t = 0.9346 t = 0.9346 P < t = 0.8197 P > |t| = 0.3606 P > t = 0.1803 Variable lsize06 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 2.409349 .1246089 .5710299 2.149419 2.669278 1 | 2 2.644134 .446909 .6320247 -3.034383 8.32265 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 2.429765 .1177995 .5649464 2.185464 2.674066 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.234785 .4248276 -1.118262 .6486924 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.5527 t = -0.5527 t = -0.5527 P < t = 0.2932 P > |t| = 0.5863 P > t = 0.7068 Variable lcamat06 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 12.47927 .0805307 .3690382 12.31128 12.64725 1 | 2 12.08515 .2796321 .3954595 8.53209 15.63821 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 12.445 .0790733 .3792224 12.28101 12.60898 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .3941142 .2740557 -.1758159 .9640442 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.4381 t = 1.4381 t = 1.4381 P < t = 0.9174 P > |t| = 0.1651 P > t = 0.0826 Variable ltopop06 is balanced in block 2
xli
Testing the balancing property for variable lpad06 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 23.62656 .0984797 .4512907 23.42113 23.83198 1 | 2 23.85028 .1008244 .1425872 22.56918 25.13137 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 23.64601 .0909436 .4361501 23.45741 23.83462 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.2237178 .3267249 -.9031794 .4557437 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.6847 t = -0.6847 t = -0.6847 P < t = 0.2505 P > |t| = 0.5010 P > t = 0.7495 Variable lpad06 is balanced in block 2 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 2 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 21 26.62685 .0565938 .2593456 26.5088 26.7449 1 | 2 26.41891 .0447798 .0633282 25.84993 26.98789 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 23 26.60877 .053127 .2547882 26.49859 26.71895 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2079447 .1875728 -.1821343 .5980238 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 21 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.1086 t = 1.1086 t = 1.1086 P < t = 0.8599 P > |t| = 0.2801 P > t = 0.1401 Variable lapbd06 is balanced in block 2 **************************************************** Testing the balancing property in block 3 **************************************************** obs: 28, control: 25, treated: 3 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 13.93128 .1931767 .9658837 13.53258 14.32998 1 | 3 13.50281 .9954849 1.72423 9.219583 17.78603 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 13.88537 .195275 1.033298 13.4847 14.28604 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .4284711 .6378715 -.8826926 1.739635 ------------------------------------------------------------------------------
xlii
Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.6717 t = 0.6717 t = 0.6717 P < t = 0.7462 P > |t| = 0.5077 P > t = 0.2538 Variable lyco06 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 6.885156 .4381247 2.190624 5.980911 7.789401 1 | 3 8.756819 .4732694 .8197266 6.720506 10.79313 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 7.085692 .408085 2.159383 6.24837 7.923013 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -1.871663 1.293464 -4.530416 .7870895 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.4470 t = -1.4470 t = -1.4470 P < t = 0.0799 P > |t| = 0.1598 P > t = 0.9201 Variable lsize06 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 2.163586 .1487991 .7439956 1.85648 2.470692 1 | 3 2.309186 .813873 1.409669 -1.192627 5.810999 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 2.179186 .1513424 .8008289 1.868657 2.489715 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1456002 .4978174 -1.168878 .8776781 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2925 t = -0.2925 t = -0.2925 P < t = 0.3861 P > |t| = 0.7722 P > t = 0.6139 Variable lcamat06 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 12.23243 .0693961 .3469805 12.0892 12.37565 1 | 3 11.95888 .1691647 .2930018 11.23102 12.68673 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 12.20312 .0656835 .3475646 12.06835 12.33789
xliii
---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2735523 .2096559 -.1574014 .7045061 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.3048 t = 1.3048 t = 1.3048 P < t = 0.8983 P > |t| = 0.2034 P > t = 0.1017 Variable ltopop06 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 23.65058 .0882904 .441452 23.46836 23.83281 1 | 3 23.56127 .7295382 1.263597 20.42232 26.70021 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 23.64101 .1021712 .5406389 23.43138 23.85065 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0893196 .3361725 -.6016928 .7803319 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.2657 t = 0.2657 t = 0.2657 P < t = 0.6037 P > |t| = 0.7926 P > t = 0.3963 Variable lpad06 is balanced in block 3 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 3 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 25 26.50447 .0466628 .2333142 26.40817 26.60078 1 | 3 26.81654 .1525483 .2642215 26.16018 27.47291 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 28 26.53791 .0475169 .2514358 26.44041 26.63541 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3120702 .1440979 -.6082677 -.0158728 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 26 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -2.1657 t = -2.1657 t = -2.1657 P < t = 0.0198 P > |t| = 0.0397 P > t = 0.9802 Variable lapbd06 is balanced in block 3 **************************************************** Testing the balancing property in block 4 **************************************************** obs: 20, control: 20, treated: 0 Block 4 does not have treated Move to next block
xliv
**************************************************** Testing the balancing property in block 5 **************************************************** obs: 15, control: 12, treated: 3 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 13.8848 .3539697 1.226187 13.10572 14.66388 1 | 3 14.09966 .2616194 .4531381 12.974 15.22532 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 13.92777 .2850258 1.1039 13.31645 14.53909 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.2148616 .7370581 -1.807179 1.377456 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2915 t = -0.2915 t = -0.2915 P < t = 0.3876 P > |t| = 0.7753 P > t = 0.6124 Variable lyco06 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 7.312025 .5618766 1.946398 6.075343 8.548707 1 | 3 8.248994 1.057535 1.831704 3.698788 12.7992 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 7.499419 .4903369 1.899067 6.447751 8.551087 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.9369693 1.245291 -3.627257 1.753318 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.7524 t = -0.7524 t = -0.7524 P < t = 0.2326 P > |t| = 0.4652 P > t = 0.7674 Variable lsize06 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 2.153391 .2137654 .740505 1.682897 2.623886 1 | 3 2.16408 .2784562 .4823003 .9659796 3.36218 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 2.155529 .1758967 .6812449 1.778268 2.53279 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0106889 .4563319 -.996534 .9751563 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13
xlv
Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0234 t = -0.0234 t = -0.0234 P < t = 0.4908 P > |t| = 0.9817 P > t = 0.5092 Variable lcamat06 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 12.00707 .1298618 .4498546 11.72125 12.2929 1 | 3 12.2113 .3025731 .524072 10.90943 13.51317 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 12.04792 .1170158 .4532001 11.79695 12.29889 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.2042275 .2982515 -.8485607 .4401056 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.6847 t = -0.6847 t = -0.6847 P < t = 0.2528 P > |t| = 0.5055 P > t = 0.7472 Variable ltopop06 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 23.20108 .1431584 .4959151 22.88599 23.51617 1 | 3 23.28491 .2957126 .5121893 22.01256 24.55726 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 23.21784 .1243419 .4815743 22.95116 23.48453 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0838342 .3217503 -.7789334 .6112651 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.2606 t = -0.2606 t = -0.2606 P < t = 0.3993 P > |t| = 0.7985 P > t = 0.6007 Variable lpad06 is balanced in block 5 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 5 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 12 26.4954 .1289861 .4468208 26.2115 26.77929 1 | 3 26.5111 .1179171 .2042384 26.00374 27.01846 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 15 26.49854 .1042012 .4035694 26.27505 26.72203 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0157018 .2703016 -.5996528 .5682493
xlvi
------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 13 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.0581 t = -0.0581 t = -0.0581 P < t = 0.4773 P > |t| = 0.9546 P > t = 0.5227 Variable lapbd06 is balanced in block 5 **************************************************** Testing the balancing property in block 6 **************************************************** obs: 6, control: 6, treated: 0 Block 6 does not have treated Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 7 **************************************************** obs: 4, control: 2, treated: 2 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 13.25918 .0067453 .0095393 13.17347 13.34489 1 | 2 14.23954 1.033156 1.461104 1.112046 27.36704 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 13.74936 .5079392 1.015878 12.13287 15.36585 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.9803629 1.033178 -5.425771 3.465045 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.9489 t = -0.9489 t = -0.9489 P < t = 0.2214 P > |t| = 0.4428 P > t = 0.7786 Variable lyco06 is balanced in block 7 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 5.810441 1.205271 1.704511 -9.503979 21.12486 1 | 2 7.27743 1.553844 2.197468 -12.46604 27.0209 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 6.543935 .9076653 1.815331 3.655339 9.432532 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -1.466988 1.966497 -9.928142 6.994166 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0
xlvii
t = -0.7460 t = -0.7460 t = -0.7460 P < t = 0.2667 P > |t| = 0.5334 P > t = 0.7333 Variable lsize06 is balanced in block 7 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 1.666102 .2798079 .3957081 -1.889194 5.221398 1 | 2 2.094827 .3030679 .4286028 -1.756016 5.94567 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 1.880465 .2089838 .4179675 1.215385 2.545544 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.4287252 .4124835 -2.203498 1.346048 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.0394 t = -1.0394 t = -1.0394 P < t = 0.2039 P > |t| = 0.4078 P > t = 0.7961 Variable lcamat06 is balanced in block 7 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 11.81615 .1619902 .2290887 9.757866 13.87443 1 | 2 12.00615 .2915988 .412383 8.301036 15.71126 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 11.91115 .1468113 .2936227 11.44393 12.37837 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1900039 .3335726 -1.625251 1.245243 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.5696 t = -0.5696 t = -0.5696 P < t = 0.3132 P > |t| = 0.6264 P > t = 0.6868 Variable ltopop06 is balanced in block 7 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 23.10884 .2123489 .3003067 20.41069 25.80698 1 | 2 23.49344 .3888369 .5498984 18.5528 28.43408 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 23.30114 .2122288 .4244577 22.62573 23.97654 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3846045 .443042 -2.29086 1.521651 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2
xlviii
Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.8681 t = -0.8681 t = -0.8681 P < t = 0.2384 P > |t| = 0.4769 P > t = 0.7616 Variable lpad06 is balanced in block 7 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 7 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 26.235 .140193 .1982628 24.45368 28.01632 1 | 2 26.22368 .0155792 .0220323 26.02573 26.42164 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 26.22934 .0576785 .115357 26.04579 26.4129 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0113192 .141056 -.5955957 .618234 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.0802 t = 0.0802 t = 0.0802 P < t = 0.5283 P > |t| = 0.9433 P > t = 0.4717 Variable lapbd06 is balanced in block 7 **************************************************** Testing the balancing property in block 8 **************************************************** obs: 9, control: 5, treated: 4 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 13.38016 .4131256 .923777 12.23314 14.52718 1 | 4 13.47171 .2645761 .5291523 12.62971 14.31371 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 13.42085 .2435868 .7307604 12.85914 13.98256 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0915478 .5229119 -1.328038 1.144942 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.1751 t = -0.1751 t = -0.1751 P < t = 0.4330 P > |t| = 0.8660 P > t = 0.5670 Variable lyco06 is balanced in block 8 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 8.051154 .3578864 .8002583 7.057502 9.044806 1 | 4 6.432367 .8284475 1.656895 3.795877 9.068857
xlix
---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 7.331693 .4804631 1.441389 6.223743 8.439643 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | 1.618787 .8331439 -.351285 3.588859 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.9430 t = 1.9430 t = 1.9430 P < t = 0.9534 P > |t| = 0.0931 P > t = 0.0466 Variable lsize06 is balanced in block 8 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 2.303288 .1674691 .3744722 1.838319 2.768257 1 | 4 1.700599 .4481868 .8963735 .2742684 3.126929 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 2.035426 .2290852 .6872555 1.507155 2.563697 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .6026891 .4370548 -.4307813 1.63616 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.3790 t = 1.3790 t = 1.3790 P < t = 0.8948 P > |t| = 0.2104 P > t = 0.1052 Variable lcamat06 is balanced in block 8 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 12.09355 .1420993 .3177438 11.69902 12.48808 1 | 4 12.06345 .0764009 .1528018 11.82031 12.30659 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 12.08017 .0813004 .2439011 11.89269 12.26765 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0300935 .1745403 -.3826289 .4428158 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.1724 t = 0.1724 t = 0.1724 P < t = 0.5660 P > |t| = 0.8680 P > t = 0.4340 Variable ltopop06 is balanced in block 8 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval]
l
---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 22.88061 .0762464 .1704922 22.66892 23.0923 1 | 4 22.73581 .221512 .4430241 22.03086 23.44076 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 22.81626 .1021759 .3065276 22.58064 23.05187 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1447981 .2129006 -.3586318 .648228 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.6801 t = 0.6801 t = 0.6801 P < t = 0.7409 P > |t| = 0.5183 P > t = 0.2591 Variable lpad06 is balanced in block 8 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 8 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 5 26.19636 .0558755 .1249415 26.04122 26.35149 1 | 4 26.25616 .0989482 .1978964 25.94126 26.57105 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 9 26.22294 .0510822 .1532466 26.10514 26.34073 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0597959 .1075498 -.3141107 .1945189 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 7 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.5560 t = -0.5560 t = -0.5560 P < t = 0.2978 P > |t| = 0.5955 P > t = 0.7022 Variable lapbd06 is balanced in block 8 **************************************************** Testing the balancing property in block 9 **************************************************** obs: 10, control: 6, treated: 4 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 13.53563 .3066782 .7512052 12.74729 14.32397 1 | 4 13.41924 .7212446 1.442489 11.12392 15.71456 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 13.48908 .3179166 1.005341 12.7699 14.20825 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1163946 .6870783 -1.468011 1.7008 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.1694 t = 0.1694 t = 0.1694 P < t = 0.5652 P > |t| = 0.8697 P > t = 0.4348
li
Variable lyco06 is balanced in block 9 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 8.138158 .5396944 1.321976 6.75083 9.525487 1 | 4 7.184697 .7253655 1.450731 4.87626 9.493134 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 7.756774 .4375916 1.383786 6.766873 8.746675 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .9534612 .8854131 -1.088305 2.995227 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.0769 t = 1.0769 t = 1.0769 P < t = 0.8435 P > |t| = 0.3129 P > t = 0.1565 Variable lsize06 is balanced in block 9 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 2.203188 .2721325 .6665857 1.503649 2.902727 1 | 4 1.868835 .3160125 .632025 .863142 2.874528 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 2.069447 .2024393 .6401693 1.611497 2.527396 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .334353 .4220516 -.6388997 1.307606 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.7922 t = 0.7922 t = 0.7922 P < t = 0.7745 P > |t| = 0.4511 P > t = 0.2255 Variable lcamat06 is balanced in block 9 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 11.87606 .1169877 .2865602 11.57533 12.17678 1 | 4 11.90253 .0989328 .1978656 11.58768 12.21738 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 11.88665 .0767187 .2426058 11.7131 12.0602 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0264738 .1658369 -.4088944 .3559469 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.1596 t = -0.1596 t = -0.1596
lii
P < t = 0.4386 P > |t| = 0.8771 P > t = 0.5614 Variable ltopop06 is balanced in block 9 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 22.86189 .1466885 .359312 22.48481 23.23896 1 | 4 22.80928 .3472274 .6944548 21.70425 23.91432 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 22.84084 .152715 .4829273 22.49538 23.18631 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0526025 .3301143 -.7086424 .8138473 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.1593 t = 0.1593 t = 0.1593 P < t = 0.5613 P > |t| = 0.8773 P > t = 0.4387 Variable lpad06 is balanced in block 9 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 9 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 6 26.35139 .0628828 .1540308 26.18975 26.51304 1 | 4 26.22709 .0957436 .1914872 25.92239 26.53179 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 10 26.30167 .0543355 .1718238 26.17876 26.42459 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1243005 .1091228 -.1273371 .3759381 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 8 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.1391 t = 1.1391 t = 1.1391 P < t = 0.8562 P > |t| = 0.2876 P > t = 0.1438 Variable lapbd06 is balanced in block 9 **************************************************** Testing the balancing property in block 10 **************************************************** obs: 4, control: 2, treated: 2 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 13.02249 .5999622 .8484747 5.399245 20.64573 1 | 2 13.33887 .5208402 .7365792 6.720967 19.95677 ---------+--------------------------------------------------------------------
liii
combined | 4 13.18068 .3369663 .6739326 12.1083 14.25306 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.316381 .7944993 -3.734836 3.102074 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.3982 t = -0.3982 t = -0.3982 P < t = 0.3645 P > |t| = 0.7290 P > t = 0.6355 Variable lyco06 is balanced in block 10 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 9.078032 .0540218 .0763984 8.39162 9.764445 1 | 2 7.791773 .860301 1.216649 -3.139388 18.72293 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 8.434903 .5115773 1.023155 6.806835 10.06297 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | 1.28626 .8619955 -2.422608 4.995127 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 1.4922 t = 1.4922 t = 1.4922 P < t = 0.8629 P > |t| = 0.2742 P > t = 0.1371 Variable lsize06 is balanced in block 10 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 2.047172 .2554128 .3612083 -1.198155 5.2925 1 | 2 2.138333 .0588915 .0832852 1.390045 2.886621 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 2.092753 .1101961 .2203922 1.74206 2.443446 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0911608 .2621143 -1.218948 1.036626 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.3478 t = -0.3478 t = -0.3478 P < t = 0.3806 P > |t| = 0.7612 P > t = 0.6194 Variable lcamat06 is balanced in block 10 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+--------------------------------------------------------------------
liv
0 | 2 11.70574 .0474482 .0671018 11.10285 12.30862 1 | 2 12.01981 .0257454 .0364095 11.69268 12.34693 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 11.86277 .0933039 .1866079 11.56584 12.15971 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3140688 .0539829 -.5463384 -.0817991 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -5.8179 t = -5.8179 t = -5.8179 P < t = 0.0141 P > |t| = 0.0283 P > t = 0.9859 Variable ltopop06 is balanced in block 10 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 22.63537 .3892012 .5504136 17.6901 27.58064 1 | 2 22.56929 .138423 .1957596 20.81046 24.32813 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 22.60233 .1697161 .3394321 22.06222 23.14244 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .0660725 .4130841 -1.711285 1.84343 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.1599 t = 0.1599 t = 0.1599 P < t = 0.5562 P > |t| = 0.8876 P > t = 0.4438 Variable lpad06 is balanced in block 10 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 10 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 26.43704 .0519972 .0735351 25.77635 27.09772 1 | 2 26.11718 .1473551 .2083916 24.24486 27.9895 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 4 26.27711 .112228 .224456 25.91995 26.63427 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .3198547 .1562601 -.3524783 .9921878 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 2 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 2.0469 t = 2.0469 t = 2.0469 P < t = 0.9114 P > |t| = 0.1773 P > t = 0.0886 Variable lapbd06 is balanced in block 10 **************************************************** Testing the balancing property in block 11 **************************************************** obs: 5, control: 1, treated: 4
lv
Testing the balancing property for variable lyco06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 12.58724 . . . . 1 | 4 13.11994 .2044841 .4089681 12.46918 13.7707 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 13.0134 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.5326967 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lyco06 is balanced in block 11 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 8.049108 . . . . 1 | 4 7.819791 .9933518 1.986704 4.658502 10.98108 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 7.865654 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2293166 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lsize06 is balanced in block 11 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 1.94591 . . . . 1 | 4 1.796347 .2833978 .5667956 .8944486 2.698245 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 1.826259 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1495633 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = .
lvi
P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lcamat06 is balanced in block 11 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 11.21778 . . . . 1 | 4 11.52199 .116597 .233194 11.15093 11.89306 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 11.46115 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3042195 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable ltopop06 is balanced in block 11 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 22.35978 . . . . 1 | 4 22.6644 .1299972 .2599943 22.25069 23.07811 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 22.60347 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.3046136 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lpad06 is balanced in block 11 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 11 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 26.53101 . . . . 1 | 4 26.36508 .1014518 .2029035 26.04222 26.68795 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 5 26.39827 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .1659279 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 3 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0
lvii
t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lapbd06 is balanced in block 11 **************************************************** Testing the balancing property in block 12 **************************************************** obs: 3, control: 0, treated: 3 Block 12 does not have controls Move to next block **************************************************** Testing the balancing property in block 13 **************************************************** obs: 7, control: 2, treated: 5 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 12.54914 .527597 .7461348 5.845385 19.25289 1 | 5 13.18016 .3035236 .6786994 12.33744 14.02288 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 12.99987 .2658359 .7033356 12.34939 13.65034 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.6310197 .5795643 -2.120837 .8587978 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -1.0888 t = -1.0888 t = -1.0888 P < t = 0.1630 P > |t| = 0.3259 P > t = 0.8370 Variable lyco06 is balanced in block 13 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 7.96578 .3392098 .4797151 3.655711 12.27585 1 | 5 8.5852 .4792727 1.071686 7.254526 9.915874 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 8.408223 .3576474 .9462459 7.533091 9.283355 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.6194202 .8218176 -2.731969 1.493129 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.7537 t = -0.7537 t = -0.7537 P < t = 0.2425 P > |t| = 0.4850 P > t = 0.7575 Variable lsize06 is balanced in block 13
lviii
Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 2.138333 .0588915 .0832852 1.390045 2.886621 1 | 5 1.932919 .2037404 .4555774 1.367245 2.498593 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 1.991609 .1461749 .3867424 1.633932 2.349286 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | .2054139 .3423442 -.6746098 1.085438 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = 0.6000 t = 0.6000 t = 0.6000 P < t = 0.7127 P > |t| = 0.5746 P > t = 0.2873 Variable lcamat06 is balanced in block 13 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 11.45943 .1753554 .24799 9.231332 13.68754 1 | 5 11.64081 .119322 .2668122 11.30951 11.9721 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 11.58899 .0967628 .2560103 11.35221 11.82576 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1813714 .2201717 -.7473407 .3845979 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.8238 t = -0.8238 t = -0.8238 P < t = 0.2238 P > |t| = 0.4476 P > t = 0.7762 Variable ltopop06 is balanced in block 13 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 22.24644 .0109005 .0154156 22.10793 22.38494 1 | 5 22.31336 .2588675 .5788453 21.59463 23.03209 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 22.29424 .1790772 .4737938 21.85605 22.73243 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0669239 .4332065 -1.180517 1.046669 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.1545 t = -0.1545 t = -0.1545 P < t = 0.4416 P > |t| = 0.8833 P > t = 0.5584
lix
Variable lpad06 is balanced in block 13 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 13 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 2 26.04913 .1514673 .2142071 24.12456 27.97371 1 | 5 26.21543 .1051438 .2351086 25.9235 26.50735 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 7 26.16791 .0854252 .2260139 25.95889 26.37694 ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.1662928 .1933351 -.6632764 .3306908 ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 5 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = -0.8601 t = -0.8601 t = -0.8601 P < t = 0.2145 P > |t| = 0.4290 P > t = 0.7855 Variable lapbd06 is balanced in block 13 **************************************************** Testing the balancing property in block 14 **************************************************** obs: 8, control: 1, treated: 7 Testing the balancing property for variable lyco06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 11.84375 . . . . 1 | 7 12.90568 .4291094 1.135317 11.85569 13.95568 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 12.77294 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -1.06193 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lyco06 is balanced in block 14 Testing the balancing property for variable lsize06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 5.030438 . . . . 1 | 7 7.934108 .5213328 1.379317 6.658453 9.209764 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 7.57115 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -2.90367 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6
lx
Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lsize06 is balanced in block 14 Testing the balancing property for variable lcamat06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 .6931472 . . . . 1 | 7 1.770909 .1290935 .3415492 1.455029 2.086789 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 1.636189 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -1.077762 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lcamat06 is balanced in block 14 Testing the balancing property for variable ltopop06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 10.2691 . . . . 1 | 7 11.21028 .1560562 .4128858 10.82842 11.59213 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 11.09263 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.9411733 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable ltopop06 is balanced in block 14 Testing the balancing property for variable lpad06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 22.84565 . . . . 1 | 7 22.38064 .2276157 .6022144 21.82368 22.93759 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 22.43877 . . . . ---------+--------------------------------------------------------------------
lxi
diff | .4650127 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lpad06 is balanced in block 14 Testing the balancing property for variable lapbd06 in block 14 Two-sample t test with equal variances ------------------------------------------------------------------------------ Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------------- 0 | 1 26.08471 . . . . 1 | 7 26.10546 .1816525 .4806073 25.66097 26.54995 ---------+-------------------------------------------------------------------- combined | 8 26.10287 . . . . ---------+-------------------------------------------------------------------- diff | -.0207503 . . . ------------------------------------------------------------------------------ Degrees of freedom: 6 Ho: mean(0) - mean(1) = diff = 0 Ha: diff < 0 Ha: diff != 0 Ha: diff > 0 t = . t = . t = . P < t = . P > |t| = . P > t = . Variable lapbd06 is balanced in block 14 **************************************************** Testing the balancing property in block 15 **************************************************** obs: 7, control: 0, treated: 7 Block 15 does not have controls Move to next block The balancing property is satisfied This table shows the inferior bound, the number of treated and the number of controls for each block Inferior | of block | dob of pscore | 0 1 | Total -----------+----------------------+---------- 0 | 237 54 | 291 .0208333 | 21 2 | 23 .0416667 | 25 3 | 28 .0833333 | 20 0 | 20 .1666667 | 12 3 | 15 .25 | 6 0 | 6 .2916667 | 2 2 | 4 .3333333 | 5 4 | 9 .4166667 | 6 4 | 10 .5 | 2 2 | 4 .5833333 | 1 4 | 5 .6666667 | 0 3 | 3 .75 | 2 5 | 7 .8333333 | 1 7 | 8 .9166667 | 0 7 | 7 -----------+----------------------+----------
lxii
Total | 340 100 | 440 ******************************************* End of the algorithm to estimate the pscore *******************************************
lxiii
Average Treatement Effect 1) DOB 2001
DOB 2001 Tahun 2005
Variabel ATTK Std. Deviasi Stat t
Human Development Index ‐5.00 1.75 ‐2.86
Jumlah SD‐SMP ‐68.62 80.81 ‐0.85
Jumlah Guru SD‐SMP ‐596.98 843.27 ‐0.71
Jumlah Murid SD‐SMP ‐9489.33 15619.10 ‐0.61
Jumlah SMA‐SMK ‐4.53 5.43 ‐0.83
Jumlah Guru SMA‐SMK ‐442.19 186.75 ‐2.37
Jumlah Murid SMA‐SMK ‐3586.94 3175.78 ‐1.13
Jumlah SMA ‐6.94 4.99 ‐1.39
Jumlah guru SMA ‐371.40 172.19 ‐2.16
Jumlah murid SMA ‐3966.41 2938.51 ‐1.35
jumlah tenaga kesehatan ‐248.82 156.85 ‐1.59
jumlah total puskesmas ‐110.58 16.24 ‐6.81
jumlah dokter umum 16.39 14.20 1.15
jumlah dokter spesialis ‐1.65 4.76 ‐0.35
jumlah dokter gigi ‐0.63 2.97 ‐0.21
jumlah apoteker ‐6.37 12.05 ‐0.53
jumlah perawat ‐3.29 89.67 ‐0.04
jumlah bidan ‐8.15 41.93 ‐0.19
jumlah rumah sakit ‐1.56 2.83 ‐0.55
jumlah puskesmas ‐4.14 6.58 ‐0.63
jumlah puskesmas pembantu ‐11.21 13.36 ‐0.84
jumlah puskesmas keliling ‐25.53 4.56 ‐5.61
jumlah posyandu ‐211.29 198.71 ‐1.06
jumlah tempat tidur RS ‐86.47 235.58 ‐0.37
jumlah apotik ‐8.00 11.31 ‐0.71
panjang jalan negara beraspal 50.62 7.92 6.39
panjang jalan prov beraspal 5.98 20.18 0.30
panjang jalan kabupaten beraspal ‐41.29 91.20 ‐0.45
jumlah sambungan telepon 11015.03 7815.85 1.41
produksi air bersih ‐1930000.00 871000.00 ‐2.22
akses terhadap air bersih ‐11.05 13.26 ‐0.83
jumlah kantor pos ‐2.24 2.53 ‐0.89
Dana Alokasi Umum ‐35500000000.00 36500000000.00 ‐0.97
Dana Alokasi Khusus ‐336000000.00 1120000000.00 ‐0.30
Pendapatan Asli Daerah ‐5350000000.00 3990000000.00 ‐1.34
Pajak ‐11600000.00 2360000000.00 ‐0.01
Retribusi ‐1720000000.00 1330000000.00 ‐1.29
Gaji ‐33500000000.00 44500000000.00 ‐0.75
APBD ‐34000000000.00 58800000000.00 ‐0.58
Angkatan Kerja ‐41900.00 121000.00 ‐0.35
jarak kabupaten ke ibukota prov 92.72 52.24 1.78
PNS ‐1856.964 2013.32 ‐0.922
pns perpenduduk ‐0.015 0.006 ‐2.324
lxiv
DOB 2001 DOB 2001 Tahun 2005
Variabel ATTK Std. Deviasi Stat t Human Development Index ‐4.44 1.56 ‐2.85 Jumlah SD‐SMP ‐82.48 70.06 ‐1.18 Jumlah Guru SD‐SMP 1393.97 2180.80 0.64 Jumlah Murid SD‐SMP ‐10500.00 16526.48 ‐0.64
Jumlah SMA‐SMK ‐9.11 7.39 ‐1.23 Jumlah Guru SMA‐SMK ‐241.79 379.08 ‐0.64 Jumlah Murid SMA‐SMK ‐604.50 5862.12 ‐0.10 Jumlah SMA ‐11.45 6.51 ‐1.76 Jumlah guru SMA ‐132.81 248.54 ‐0.53 Jumlah murid SMA ‐1882.39 4149.96 ‐0.45
jumlah tenaga kesehatan 5.61 62.18 0.09 jumlah total puskesmas ‐108.13 12.52 ‐8.64 jumlah dokter umum 8.97 10.59 0.85 jumlah dokter spesialis 2.70 9.70 0.28 jumlah dokter gigi ‐5.80 2.81 ‐2.07 jumlah apoteker 0.29 10.18 0.03
jumlah perawat ‐68.65 60.15 ‐1.14 jumlah bidan 14.25 27.07 0.53 jumlah rumah sakit ‐0.74 3.22 ‐0.23 jumlah puskesmas ‐2.85 7.96 ‐0.36 jumlah puskesmas pembantu ‐12.75 15.78 ‐0.81 jumlah puskesmas keliling ‐23.20 3.55 ‐6.53
jumlah posyandu ‐219.12 205.76 ‐1.07 jumlah tempat tidur RS ‐55.64 201.12 ‐0.28 jumlah apotik ‐25.10 9.31 ‐2.70 jumlah toko obat 26.39 14.15 1.87 panjang jalan negara beraspal 5.32 11.75 0.45 panjang jalan prov beraspal ‐12.70 15.35 ‐0.83
panjang jalan kabupaten beraspal ‐76.57 80.66 ‐0.95 jumlah sambungan telepon ‐3558.27 5943.31 ‐0.60 produksi air bersih ‐1630000.00 1290000.00 ‐1.26 akses terhadap air bersih ‐16.15 11.22 ‐1.44 jumlah kantor pos ‐2.25 2.53 ‐0.89 Dana Alokasi Umum ‐60800000000.00 59800000000.00 ‐1.02
Dana Alokasi Khusus 6950000000.00 5730000000.00 1.21 Pendapatan Asli Daerah ‐10700000000.00 5530000000.00 ‐1.94 Pajak ‐5630000000.00 2980000000.00 ‐1.89 Retribusi ‐3130000000.00 2430000000.00 ‐1.29 Gaji ‐98500000000.00 28300000000.00 ‐3.48 APBD ‐133000000000.00 65100000000.00 ‐2.05
jarak kabupaten ke ibukota prov 92.72 52.24 1.78 Angkatan Kerja ‐45400.00 112000.00 ‐0.41 pns ‐1633.487 1815.328 ‐0.9 pnsperpenduduk ‐0.014 0.007 ‐1.919
lxv
2) DOB 2003 DOB 2003 tahun 2005
variabel ATTK std deviation t Human Development Index ‐1.89 0.91 ‐2.09Jumlah SD‐SMP ‐36.49 16.60 ‐2.20Jumlah Guru SD‐SMP ‐679.72 164.60 ‐4.13Jumlah Murid SD‐SMP ‐9989.00 3457.76 ‐2.89Jumlah SMA‐SMK ‐7.19 1.77 ‐4.06Jumlah Guru SMA‐SMK ‐223.08 69.90 ‐3.19Jumlah Murid SMA‐SMK ‐2009.45 1605.38 ‐1.25Jumlah SMA ‐4.51 1.14 ‐3.96Jumlah guru SMA ‐153.16 53.41 ‐2.87Jumlah murid SMA ‐1318.30 898.18 ‐1.47jumlah tenaga kesehatan ‐82.43 99.78 ‐0.83jumlah total puskesmas ‐32.53 11.03 ‐2.95jumlah dokter umum ‐9.36 3.49 ‐2.68jumlah dokter spesialis ‐6.48 6.65 ‐0.97jumlah dokter gigi ‐4.71 1.15 ‐4.09jumlah apoteker ‐10.78 6.34 ‐1.70jumlah perawat ‐64.02 25.59 ‐2.50jumlah bidan ‐31.76 11.88 ‐2.67jumlah rumah sakit ‐0.52 0.22 ‐2.38jumlah puskesmas ‐3.17 0.89 ‐3.56jumlah puskesmas pembantu ‐15.77 5.70 ‐2.77jumlah puskesmas keliling ‐13.46 2.95 ‐4.56jumlah posyandu ‐64.63 32.18 ‐2.01jumlah tempat tidur RS ‐111.17 25.81 ‐4.31Jumlah tempat tidur puskesmas ‐3.62 6.501 ‐0.56jumlah apotik ‐7.99 1.76 ‐4.55panjang jalan negara beraspal ‐116.19 35.23 ‐3.30panjang jalan prov beraspal ‐95.85 27.98 ‐3.43panjang jalan kabupaten beraspal ‐286.20 74.64 ‐3.83jumlah sambungan telepon ‐3167.92 1486.58 ‐2.13produksi air bersih ‐1700000.00 403000.00 ‐4.21akses terhadap air bersih ‐17.35 4.01 ‐4.33jumlah kantor pos ‐4.40 1.64 ‐2.69Dana Alokasi Umum ‐85000000000.00 11800000000.00 ‐7.19Dana Alokasi Khusus ‐4310000000.00 699000000.00 ‐6.16Pendapatan Asli Daerah ‐10100000000.00 2000000000.00 ‐5.08Pajak ‐2180000000.00 1070000000.00 ‐2.04Retribusi ‐3790000000.00 1480000000.00 ‐2.57Gaji ‐56900000000.00 9510000000.00 ‐5.98APBD ‐125000000000.00 20700000000.00 ‐6.04Angkatan Kerja ‐33600.00 11038.46 ‐3.04jarak kabupaten ke ibukota prov ‐41.56 35.80 ‐1.16Jumlah PNS ‐4190.56 405.05 ‐10.35pnsperpenduduk ‐0.034 0.007 ‐5.169
lxvi
DOB 2003 DOB 2003 tahun 2006
variabel ATTK std deviation t Human Development Index ‐1.76 0.87 ‐2.03 Angka Harapan Hidup ‐1.03 0.72 ‐1.42 Jumlah SD‐SMP ‐37.50 24.08 ‐1.56 Jumlah Guru SD‐SMP ‐821.47 395.63 ‐2.08 Jumlah Murid SD‐SMP ‐7888.50 3962.19 ‐1.99 Jumlah SMA‐SMK ‐8.65 2.73 ‐3.17 Jumlah Guru SMA‐SMK ‐417.58 102.71 ‐4.07 Jumlah Murid SMA‐SMK ‐4588.43 1283.65 ‐3.58 Jumlah SMA ‐4.37 1.41 ‐3.10 Jumlah guru SMA 690.22 902.59 0.77 Jumlah murid SMA ‐2499.47 1150.37 ‐2.17 jumlah tenaga kesehatan ‐15.87 86.71 ‐0.18 jumlah total puskesmas ‐33.67 15.06 ‐2.24 jumlah dokter umum ‐7.08 2.77 ‐2.56 jumlah dokter spesialis ‐6.73 5.49 ‐1.23 jumlah dokter gigi ‐4.58 1.30 ‐3.54 jumlah apoteker ‐10.47 5.94 ‐1.76 jumlah perawat ‐41.19 21.24 ‐1.94 jumlah bidan ‐27.06 12.15 ‐2.23 jumlah rumah sakit ‐0.55 0.20 ‐2.79 jumlah puskesmas ‐3.05 0.83 ‐3.69 jumlah puskesmas pembantu ‐9.38 8.08 ‐1.16 jumlah puskesmas keliling ‐14.26 4.27 ‐3.35 jumlah posyandu ‐102.97 35.98 ‐2.86 jumlah tempat tidur RS ‐116.27 19.48 ‐5.97 Jumlah tempat tidur puskesmas 10.86 7.91 1.37 jumlah apotik ‐10.90 2.78 ‐3.92 jumlah toko obat ‐9.62 2.67 ‐3.61 panjang jalan negara beraspal ‐56.26 71.16 ‐0.79 panjang jalan prov beraspal ‐60.44 32.30 ‐1.87 panjang jalan kabupaten beraspal ‐271.41 107.69 ‐2.52 jumlah sambungan telepon ‐4982.97 931.37 ‐5.35 produksi air bersih ‐2070000.00 440000.00 ‐4.71 akses terhadap air bersih ‐14.04 3.27 ‐4.29 jumlah kantor pos ‐3.39 1.42 ‐2.38 Dana Alokasi Umum ‐93400000000.00 25500000000.00 ‐3.66 Dana Alokasi Khusus 1120000000.00 1520000000.00 0.74 Pendapatan Asli Daerah ‐11800000000.00 3180000000.00 ‐3.71 Pajak ‐2840000000.00 819000000.00 ‐3.47 Retribusi ‐3170000000.00 1040000000.00 ‐3.06 Gaji ‐62900000000.00 9570000000.00 ‐6.57 APBD ‐168000000000.00 27100000000.00 ‐6.19 Angkatan Kerja ‐30200.00 11138.70 ‐2.71 pnsperpenduduk ‐0.032 0.006 ‐5.374 Jumlah PNS ‐3879.45 239.04 ‐16.23 jarak kabupaten ke ibukota prov ‐41.56 39.21 ‐1.06
lxvii
3) DOB 2001 dan 2003 DOB all tahun 2005
Variabel ATT std.err t Human Development Index ‐1.54 1.25 ‐1.23 Angka Harapan Hidup 0.04 0.86 0.04 Jumlah SD‐SMP ‐41.46 23.10 ‐1.80 Jumlah Guru SD‐SMP ‐494.51 181.28 ‐2.73 Jumlah Murid SD‐SMP ‐6020.12 3455.01 ‐1.74 Jumlah SMA‐SMK ‐2.53 2.28 ‐1.11 Jumlah Guru SMA‐SMK ‐89.68 58.57 ‐1.53 Jumlah Murid SMA‐SMK ‐1300.05 546.52 ‐2.38 Jumlah SMA ‐2.19 1.73 ‐1.26 Jumlah guru SMA ‐61.74 36.53 ‐1.69 Jumlah murid SMA 239.22 1370.22 0.175 jumlah tenaga kesehatan ‐33.18 95.12 ‐0.35 jumlah total puskesmas ‐22.64 10.52 ‐2.15 jumlah dokter umum ‐4.43 2.53 ‐1.75 jumlah dokter spesialis 8.38 4.08 2.06 jumlah dokter gigi ‐1.20 0.64 ‐1.87 jumlah perawat ‐7.77 19.89 ‐0.39 jumlah bidan ‐30.40 11.11 ‐2.74 jumlah rumah sakit 0.17 0.41 0.41 jumlah puskesmas ‐1.31 0.95 ‐1.38 jumlah puskesmas pembantu ‐8.01 5.62 ‐1.43 jumlah puskesmas keliling ‐10.76 5.67 ‐1.90 jumlah posyandu ‐38.41 77.65 ‐0.50 jumlah tempat tidur RS ‐16.44 43.65 ‐0.38 Jumlah tempat tidur puskesmas 1.72 10.29 0.17 jumlah apotik ‐2.14 1.88 ‐1.14 panjang jalan negara beraspal ‐42.71 45.01 ‐0.95 panjang jalan prov beraspal ‐13.26 70.22 ‐0.19 panjang jalan kabupaten beraspal ‐296.22 117.16 ‐2.53 jumlah sambungan telepon ‐157.40 1294.90 ‐0.12 akses terhadap air bersih ‐4.68 6.32 ‐0.74 produksi air bersih ‐695000.00 448000.00 ‐1.55 jumlah kantor pos ‐1.25 0.69 ‐1.81 Dana Alokasi Umum ‐40600000000.00 6250000000.00 ‐6.49 Dana Alokasi Khusus ‐1890000000.00 691000000.00 ‐2.74 Pendapatan Asli Daerah ‐4020000000.00 1290000000.00 ‐3.12 Pajak ‐859000000.00 702000000.00 ‐1.22 Retribusi ‐1980000000.00 597000000.00 ‐3.31 Gaji ‐24000000000.00 8460000000.00 ‐2.84 apbd ‐25900000000.00 14900000000.00 ‐1.738 Angkatan Kerja ‐19100.00 7725.58 ‐2.47 Jumlah PNS ‐1835.62 324.70 ‐5.65 pnsperpenduduk ‐0.014 0.004 ‐3.532 jarak kabupaten ke ibukota prov ‐7.65 41.58 ‐0.18
lxviii
DOB all DOB all tahun 2006
Variabel ATT std.err t Human Development Index ‐1.47 1.21 ‐1.21 Angka Harapan Hidup 0.26 1.08 0.24 Jumlah SD‐SMP ‐51.24 24.67 ‐2.08 Jumlah Guru SD‐SMP ‐429.46 725.49 ‐0.59 Jumlah Murid SD‐SMP ‐4629.50 3291.65 ‐1.41 Jumlah SMA‐SMK ‐5.34 2.24 ‐2.38 Jumlah Guru SMA‐SMK ‐13.12 116.96 ‐0.11 Jumlah Murid SMA‐SMK ‐689.58 1201.52 ‐0.57 Jumlah SMA ‐2.71 1.44 ‐1.89 Jumlah guru SMA ‐8.63 83.44 ‐0.10 Jumlah murid SMA ‐287.18 981.12 ‐0.29 jumlah kelas Sma 149.12 52.81 2.82 jumlah kelas SD‐SMP 535.48 309.98 1.73 jumlah kelas SMA‐SMK 130.32 56.81 2.29 jumlah tenaga kesehatan 3.99 79.30 0.05 jumlah total puskesmas ‐19.50 8.80 ‐2.22 jumlah dokter umum ‐3.82 3.84 ‐1.00 jumlah dokter spesialis 6.42 4.73 1.36 jumlah dokter gigi ‐0.89 0.51 ‐1.77 jumlah perawat ‐5.82 18.03 ‐0.32 jumlah bidan ‐22.54 11.14 ‐2.02 jumlah rumah sakit 0.14 0.42 0.33 jumlah puskesmas ‐1.24 1.25 ‐0.99 jumlah puskesmas pembantu ‐8.22 5.01 ‐1.64 jumlah puskesmas keliling ‐9.73 2.89 ‐3.37 jumlah posyandu ‐36.57 49.70 ‐0.74 jumlah tempat tidur RS ‐6.35 33.74 ‐0.19 Jumlah tempat tidur puskesmas 9.76 11.10 0.88 jumlah apotik ‐1.66 1.64 ‐1.01 panjang jalan negara beraspal ‐6.79 31.64 ‐0.22 panjang jalan prov beraspal ‐42.71 37.24 ‐1.15 panjang jalan kabupaten beraspal ‐253.31 114.48 ‐2.21 jumlah sambungan telepon ‐1238.31 873.51 ‐1.42 Produksi Listrik ‐21400000.00 12800000.00 ‐1.67 akses terhadap air bersih ‐2.38 6.57 ‐0.36 produksi air bersih ‐1050000.00 434000.00 ‐2.43 jumlah kantor pos ‐0.62 0.50 ‐1.25 Dana Alokasi Umum ‐12300000000.00 16300000000.00 ‐0.76 Dana Alokasi Khusus 3470000000.00 972000000.00 3.57 Pendapatan Asli Daerah ‐1960000000.00 1680000000.00 ‐2.17 Pajak ‐1100000000.00 786000000.00 ‐1.40 Retribusi ‐1470000000.00 665000000.00 ‐2.21 Gaji ‐26300000000.00 7350000000.00 ‐3.58 Angkatan Kerja ‐18300.00 8825.63 ‐2.08 APBD ‐6420000000.00 1.66E+10 ‐0.386 Jumlah PNS ‐1950.01 315.64 ‐6.18 pnsperpenduduk ‐0.015 0.004 ‐3.425 jarak kabupaten ke ibukota prov ‐7.65 36.50 ‐0.21