STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun...

10
1 STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK BAHAN BAKU DARI TWA GUNUNG BAUNG (Iis Rohmawati, Ir. Sarwono, MM. Ridho Hantoro, ST, MT) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626 e-mail : [email protected] Abstrak Telah dilakukan studi eksperimental karakteristik briket organik bahan baku dari TWA Gunung Baung dengan variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan persentase 1 : 1 (A); 1 : 2 (B); 1 : 3 (C); 1 : 4 (D); 2 : 3 (E); 3 : 2 (F); 4 : 1 (G) serta variasi bentuk briket yaitu bentuk silinder pejal dan berongga. Briket ideal adalah yang mempunyai kadar air rendah, laju pembakaran rendah, suhu outlet tinggi. Optimalisasi briket dari penelitian ini adalah briket jenis D dengan bentuk silinder berongga karena mempunyai kadar air rendah yaitu sebesar 6,76%, laju pembakaran yang rendah yaitu sebesar 2,9 . 10-5 kg/s dan suhu outlet yang tinggi yaitu sebesar 123,4°C. Untuk mengetahui distribusi suhu pembakaran briket digunakanlah Computational Fluid Dynamics (CFD). Dari simulasi ini diketahui distribusi suhu pada briket jenis G lebih merata daripada briket jenis lain. Terbukti bahwa briket dengan bentuk silinder berongga lebih efektif karena mempunyai cukup udara untuk mempercepat proses pembakaran. Kata kunci: briket, variasi komposisi, distribusi suhu. I. PENDAHULUAN Sampah organik yang belum termanfaatkan secara optimal masih banyak terdapat di Indonesia, misalnya sampah dedaunan dan ranting-ranting kering. Pada umumnya bahan bakar biomassa ini memiliki densitas energi yang cukup rendah oleh karena itu sampah organik ini perlu dibriketkan agar mempunyai densitas yang cukup tinggi. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tersebar luas di kawasan Indonesia, misalnya di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Baung yang terletak di Purwodadi, Jawa Timur. Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung menyimpan keanekaragaman hayati yang alami. Briket dari sampah organik ini mampu mengolah sampah organik menjadi bahan bakar dengan efisiensi konversi energi yang cukup baik, densitas energi yang cukup tinggi serta kemudahan dalam penyimpanan dan pendistribusian. Selain itu pembuatan briket sampah organik ini menggunakan teknologi yang sederhana dan murah sehingga dapat digunakan oleh masyarakat secara meluas, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan briket organik yang mempunyai karakteristik pembakaran yang baik dengan cara uji ultimate dengan metode variasi komposisi dan bentuk briket. Pada penelitian ini variasi yang digunakan adalah variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan persentase 1 : 1; 1 : 2; 1 : 3; 1 : 4; 2 : 3; 3 : 2 dan 4 :1. Sedangkan variasi bentuk yang digunakan adalah briket bentuk silinder pejal dan silinder berongga. Pada penelitian ini menggunakan validasi data antara uji eksperimental dan simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Untuk mengetahui distribusi suhu pada saat pembakaran briket dilakukan pengambilan data berupa suhu pada ketinggian tertentu. Data ini akan disimulasikan oleh Computational Fluid Dynamics (CFD). II TEORI PENUNJANG 1. Briket sebagai sumber energi alternatif Saptoadi (2004), melakukan penelitian mengenai karakteristik pembakaran briket dari serbuk gergajian dan lignit. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa bahan bakar briket dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Bentuk yang paling sederhana adalah silinder dan prisma persegi, karena keduanya mudah untuk dibuat. Secara umum teknologi pembriketan dapat dibagi menjadi tiga [1] : - Pembriketan tekanan tinggi. - Pembriketan tekanan medium dengan pemanas. - Pembriketan tekanan rendah dengan bahan pengikat (binder). Beberapa jenis bahan dapat digunakan sebagai pengikat diantaranya amilum/tepung kanji, tetes, dan aspal. 2. Karakteristik pembakaran Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau 1 meter kubik atau 1 satuan volume bahan bakar gas, pada keadaan baku. Sulistyanto A. (2006), meneliti biobriket yang menggunakan bahan baku dari sabut kelapa yang dicampur dengan batubara dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran biobriket, antara lain : 1. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat. 2.Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi pula pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama. 3. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran akan semakin lama. Dengan

Transcript of STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun...

Page 1: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

1

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK BA HAN BAKU DARI TWA GUNUNG BAUNG

(Iis Rohmawati, Ir. Sarwono, MM. Ridho Hantoro, ST, MT) Jurusan Teknik Fisika FTI ITS Surabaya

Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Telp : +6231-5947188 Fax : +6231-5923626

e-mail : [email protected]

Abstrak Telah dilakukan studi eksperimental karakteristik briket organik bahan baku dari TWA Gunung

Baung dengan variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan persentase 1 : 1 (A); 1 : 2 (B); 1 : 3 (C); 1 : 4 (D); 2 : 3 (E); 3 : 2 (F); 4 : 1 (G) serta variasi bentuk briket yaitu bentuk silinder pejal dan berongga. Briket ideal adalah yang mempunyai kadar air rendah, laju pembakaran rendah, suhu outlet tinggi. Optimalisasi briket dari penelitian ini adalah briket jenis D dengan bentuk silinder berongga karena mempunyai kadar air rendah yaitu sebesar 6,76%, laju pembakaran yang rendah yaitu sebesar 2,9 . 10-5 kg/s dan suhu outlet yang tinggi yaitu sebesar 123,4°C. Untuk mengetahui distribusi suhu pembakaran briket digunakanlah Computational Fluid Dynamics (CFD). Dari simulasi ini diketahui distribusi suhu pada briket jenis G lebih merata daripada briket jenis lain. Terbukti bahwa briket dengan bentuk silinder berongga lebih efektif karena mempunyai cukup udara untuk mempercepat proses pembakaran. Kata kunci: briket, variasi komposisi, distribusi suhu.

I. PENDAHULUAN Sampah organik yang belum termanfaatkan

secara optimal masih banyak terdapat di Indonesia, misalnya sampah dedaunan dan ranting-ranting kering. Pada umumnya bahan bakar biomassa ini memiliki densitas energi yang cukup rendah oleh karena itu sampah organik ini perlu dibriketkan agar mempunyai densitas yang cukup tinggi. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tersebar luas di kawasan Indonesia, misalnya di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Baung yang terletak di Purwodadi, Jawa Timur. Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung menyimpan keanekaragaman hayati yang alami.

Briket dari sampah organik ini mampu mengolah sampah organik menjadi bahan bakar dengan efisiensi konversi energi yang cukup baik, densitas energi yang cukup tinggi serta kemudahan dalam penyimpanan dan pendistribusian. Selain itu pembuatan briket sampah organik ini menggunakan teknologi yang sederhana dan murah sehingga dapat digunakan oleh masyarakat secara meluas, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan briket organik yang mempunyai karakteristik pembakaran yang baik dengan cara uji ultimate dengan metode variasi komposisi dan bentuk briket. Pada penelitian ini variasi yang digunakan adalah variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan persentase 1 : 1; 1 : 2; 1 : 3; 1 : 4; 2 : 3; 3 : 2 dan 4 :1. Sedangkan variasi bentuk yang digunakan adalah briket bentuk silinder pejal dan silinder berongga.

Pada penelitian ini menggunakan validasi data antara uji eksperimental dan simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Untuk mengetahui distribusi suhu pada saat pembakaran briket dilakukan pengambilan data berupa suhu pada ketinggian tertentu. Data ini akan disimulasikan oleh Computational Fluid Dynamics (CFD).

II TEORI PENUNJANG 1. Briket sebagai sumber energi alternatif

Saptoadi (2004), melakukan penelitian mengenai karakteristik pembakaran briket dari serbuk gergajian dan lignit. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa bahan bakar briket dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Bentuk yang paling sederhana adalah silinder dan prisma persegi, karena keduanya mudah untuk dibuat.

Secara umum teknologi pembriketan dapat dibagi menjadi tiga [1] :

- Pembriketan tekanan tinggi. - Pembriketan tekanan medium dengan pemanas. - Pembriketan tekanan rendah dengan bahan

pengikat (binder). Beberapa jenis bahan dapat digunakan sebagai pengikat diantaranya amilum/tepung kanji, tetes, dan aspal. 2. Karakteristik pembakaran

Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau 1 meter kubik atau 1 satuan volume bahan bakar gas, pada keadaan baku.

Sulistyanto A. (2006), meneliti biobriket yang menggunakan bahan baku dari sabut kelapa yang dicampur dengan batubara dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran biobriket, antara lain : 1. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada

komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.

2.Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi pula pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama.

3. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran akan semakin lama. Dengan

Page 2: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

2

demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalor lebih tinggi dibandingkan dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah. Makin tinggi berat jenis biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya.

4. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan sehari-hari sebaiknya digunakan biobriket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu maksimal paling cepat. Dengan kata lain, briket yang baik untuk keperluan rumah tangga adalah briket yang tingkat polutannya rendah, pencapaian suhu maksimalnya paling cepat dan mudah terbakar pada saat penyalaannya.

3. Analisis bahan bakar padat

Ada dua metode untuk menganalisis bahan bakar padat yaitu analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur-unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll.[6] Densitas Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volume bahan bakar pada suhu acuan 15°C. Nilai Kalor Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor (gross calorific value) atau nilai kalor netto (nett calorific value). Volatile matter Volatile matter (VM) atau sering disebut dengan zat terbang, berpengaruh terhadap pembakaran briket. Semakin banyak kandungan volatile matter pada biobriket maka biobriket semakin mudah untuk terbakar dan menyala [3]. Kadar Air Kadar air ini merupakan kandungan air pada bahan bakar padat. Semakin besar kadar air yang terdapat pada bahan bakar padat maka nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Besarnya kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) = [(w1 – w2)/(w2 – w3)] x 100% (1) Dimana : w1 = Berat cawan + sampel basah (gram). w2 = Berat cawan + sampel kering (gram) w3 = Berat cawan kosong (gram) w1 – w2 = Berat air (gram) w2 – w3 = Berat bahan kering (gram) Kadar Abu Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Kadar abu ini mempengaruhi efisiensi pembakaran.

Proses pembakaran Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Perhitungan Kalor Untuk mengetahui nilai kalor pada suatu bahan bakara dapat menggunakan beberapa metode antara lain uji kalor di Laboratorium dengan menggunakan bom kalorimeter atau dengan menggunakan rumus Dulong dan Petit. Rumus Dulong dan Petit menurut [10] adalah

HHV = 33.950C + 144.200 (H2 – O2/8) + 9.400S (2) LHV = HHV – 2400 (H2O + 9H2) kJ/kg (3)

Dimana: C = komposisi karbon dalam bahan bakar H2 = komposisi hidrogen dalam bahan bakar O2 = komposisi oksigen dalam bahan bakar S = komposisi sulfur dalam bahan bakar H2O = komposisi hidrogen dalam bahan bakar 4. Computational Fluid Dynamics (CFD) Ditinjau dari istilahnya, Computational Fluid Dynamics (CFD) bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan kita untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir [5]. Definisi CFD Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan–persamaan matematika (model matematika). Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi CFD, yaitu : preprocessing, solving dan postprocessing. a. Preprocessing b. Solving c. Postprocessing Analisa CFD : Langkah–langkah dasar • Identifikasi masalah dan pre–processing

1. Menentukan tujuan dari modeling. 2. Mengidentifikasi domain yang akan dimodelkan. 3. Membuat desain dan grid.

• Eksekusi Solver 1. Mengeset model numeric. 2. Menghitung dan mengamati solusi.

• Post–processing 1. Menguji hasil pemodelan. 2. Mempertimbangkan revisi pada model.

III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI Bab ini akan menguraikan metode yang digunakan pada penelitian tugas akhir yang berupa perancangan dan penurunan model geometri yang digunakan untuk simulasi. 1. Algoritma Pengerjaan

• Studi Literatur • Mengumpulkan alat dan bahan penyusun briket. • Pencacahan seresah daun dan ranting. • Pembuatan briket. • Pengambilan data. • Analisa Data dan Simulasi • Selesai

Page 3: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

3

Gambar 1 Flowchart Penelitian 2. Perancangan Briket

Setelah briket dikompaksi maka akan berbentuk silinder dimana nantinya akan dibakar dengan menggunakan kompor yang berbentuk segi enam dengan tempat pembakarannya berupa kotak. Pemilihan desain briket dan kompornya berdasarkan hasil penelitian dari Citria Novety. (2008) [2] yang menyebutkan bahwa kompor untuk pembakaran briket yang mempunyai heat loss minimum adalah berbentuk segi enam dengan tempat pembakarannya berbentuk kotak.

• Alat dan Bahan 1. Cetakan briket berukuran : diameter 5 cm dan tinggi 6

cm. 2. Alat kompaksi yang digunakan adalah pengompress

manual dengan tekanan sebesar 13939, 49 kg/ m . s2. 3. Nilai kalor diperoleh dengan studi. 4. Pengujian kadar air menggunakan oven dan

timbangan digital. 5. Bahan baku yang digunakan adalah seresah daun dan

ranting dari TWA Gunung Baung dengan menggunakan amilum sebagai perekatnya.

• Proses pembuatan briket 1. Menggiling seresah daun dan ranting. 2. Menghitung massa tiap variasi komposisi daun dan

ranting yaitu 1 : 1; 1 : 2; 1 : 3; 1 : 4; 2 : 3; 3 : 2 dan 4 : 1.

3. Mempersiapkan perekat dengan prosentase amilum dengan air 1 : 4.

4. Hasil penggilingan seresah daun dan ranting dicampur dalam satu tempat sehingga menjadi satu dan homogen.

5. Siapkan pemanas dan cetakan. 6. Masukkan bahan briket kedalam cetakan.

7. Letakkan cetakan yang sudah berisi campuran batang jagung pada bagian bawah alat kompaksi.

8. Tekan briket dengan alat pengompaksi selama ± 2 menit.

9. Keluarkan briket dari cetakan. 3. Pemodelan Briket dan Simulasi

Selanjutnya briket yang sudah dibuat akan diturunkan bentuk geometrinya ke dalam software Gambit. Penurunan bentuk geometri ini dilakukan ada bentuk briket dan tempat pembakaran briket dengan ukuran disesuaikan keadaan yang sebenarnya. Gambar 3.4 di atas adalah gambar geometri dari briket yang diletakaan di tempat pembakaran yang dibuat pada Gambit. Setelah pembuatan geometri, langkah selanjutnya adalah melakukan pembagian obyek menjadi bagian – bagian kecil. Kemudian melakukan mesh volume. Setelah membuat meshing, langkah berikutnya adalah identifikasi kondisi batas dari bidang geometri. Langkah berikutnya adalah menyimpan file dalam bentuk ( .msh) karena dalam proses selanjutnya akan dimasukkan pada software Fluent. Langkah terakhir yang dilakukan adalah simulasi geometri dalam bentuk ( .msh) pada Fluent. Ada beberapa variabel yang diatur pada simulasi Fluent yaitu suhu pembakaran, mass flow rate, tekanan, dsb. Setelah mengatur variabel yang berpengaruh maka langkah selanjutnya adalah pendisplay-an. Display yang digunakan adalah contour temperature, dan suhu inlet dan outlet pada pembakaran briket.

IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL SIMULASI

4.1 Karakteristik Bahan Daun dan ranting yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini berasal dari pohon Ficus Racemosa L. Adapun nilai kalor dan kadar abu dari pohon tersebut yaitu Tabel 1 Nilai Kalor dan Kadar Abu dari Daun dan

Ranting Pohon Ficus Racemosa L. Kandungan Kalor (kKal/kg) Abu (%)

Daun 3183.6 22.88

Ranting 4072.38 6.18

Sumber: uji Laboratorium

Perbandingan nilai kalor biket dengan bahan bakar lain

Tabel 2 Nilai Kalor dan Harga Beberapa Bahan Bakar

Bahan bakar Nilai kalor (kKal/kg)

Harga (Rp) Nilai kalor persatuan

harga Minyak tanah * 11.000 8.000/L 1,375 Solar 10.800 4.500/L 2,4 Elpiji * 11.900 15.000/3 kg 2,38 Briket batubara ** 5400 3.000/kg 1,8

Sumber: * Thermax India Ltd. ** Media Indonesia, 2008

Validasi

Kontur suhu

Pembakaran

Pengambilan data berupa suhu, massa sisa pembakaran dan uji kalor

Analisa

Selesai

Pengumpulan alat dan

Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan meshing pada Gambit, simulasi distribusi suhu pada Fluent

Mulai

Pencacahan daun dan

Pembuatan geometrid an meshing pada

Simulasi

Pengumpulan alat dan

Pencacahan daun dan ranting

Pembuatan adonan briket dan

Pengeringan

Page 4: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

4

4. Hasil Simulasi Berikut ni adalah distribusi suhu tiap jenis briket. Briket jenis A

(a) (b)

Gambar 2 Briket Jenis A (a) Bentuk Silinder Pejal (b) Bentuk Silinder Berongga

Briket jenis B

(a) (b) Gambar 3 Briket Jenis B (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga Briket jenis C

(a) (b) Gambar 4 Briket Jenis C (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

Briket jenis D

(a) (b) Gambar 5 Briket Jenis D (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga Briket jenis E

(a) (b) Gambar 6 Briket Jenis E (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

Briket jenis F

(a) (b) Gambar 7 Briket Jenis F (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

Briket jenis G

(a) (b) Gambar 8 Briket Jenis G(a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga 5. Hasil Eksperimen Kadar Air

Kadar air dari tiap jenis briket dihitung berdasarkan persamaan (1).

Tabel 3 Kadar Air pada Tiap Jenis Briket

Jenis Briket

Kadar Air (%)

Bentuk silinder pejal

Bentuk silinder berongga

A 13.15 5.26

B 16.21 5.58

C 13.55 6.13

D 14.58 5.13

E 17.32 6.80

F 15.96 4.89

G 10.81 6.09

Pengurangan massa

Pengurangan massa dihitung berdasarkan selisih massa antara briket pada waktu ke-(t) detik dengan massa briket pada waktu (t+20) detik selama proses pembakaran. Berikut ini adalah rata-rata pengurangan massa untuk tiap jenis briket dan lama pembakarannya. Tabel 4 Pengurangan Massa dan Lama Pembakaran Tiap

Jenis Briket

Jenis Briket

Pengurangan massa (gram) Lama pembakaran (detik)

Bentuk silinder pejal

Bentuk silinder

berongga

Bentuk silinder pejal

Bentuk silinder

berongga

A 0,5 0,56 700 480

B 0,46 0,73 540 380

C 0,34 0,31 500 320

D 0,52 0,68 560 540

Page 5: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

5

Lanjutan Tabel 4 Pengurangan Massa dan Lama Pembakaran Tiap Jenis Briket

Jenis Briket

Pengurangan massa (gram) Lama pembakaran (detik)

Bentuk silinder pejal

Bentuk silinder

berongga

Bentuk silinder pejal

Bentuk silinder

berongga

E 0,39 0,56 660 480

F 0,46 0,38 360 640

G 0,33 0,17 480 300

Laju pembakaran Laju pembakaran yang terukur merupakan massa sisa briket selama proses pembakaran, pengukuran laju pembakaran ini tiap 20 detik selama proses pembakaran.

Tabel 5 Laju Pembakaran pada Tiap Jenis Briket

Jenis Briket

Laju pembakaran (kg/s)

Bentuk silinder pejal Bentuk silinder

berongga

A 5.9 . 10-5 3.3 . 10-5

B 3.4 . 10-5 3.8 . 10-5

C 5.2 . 10-5 1.6 . 10-5

D 6.5 . 10-5 2.9 . 10-5

E 3.6 . 10-5 3.3 . 10-5

F 3.4 . 10-5 2.2 . 10-5

G 3.0 . 10-5 0,84 . 10-5

Suhu outlet Tabel 6 Suhu Outlet pada Pembakaran Briket

Jenis Briket

Suhu outlet (°C)

Bentuk silinder pejal Bentuk silinder

berongga

A 117,9 119,5

B 124,9 114,3

C 112,5 119,6

D 110,4 123,4

E 110.1 121,6

F 70,3 110,7

G 120,4 104,5

Suhu Nyala

Suhu nyala yang dimaksud adalah suhu pada start-up yaitu suhu pada saat nyala awal pembakaran. Berikut ini adalah suhu nyala tiap jenis briket.

Tabel 7 Suhu Nyala Tiap Jenis Briket

Jenis briket

Bentuk silinder pejal (°C)

Bentuk silinder berongga (°C)

A 372 364

B 361 362

C 417 312

D 340 347

E 376 340

F 333 354

G 319 317

4.4 Validasi Data Eksperimen dengan Simulasi Suhu outlet pada simulasi yang divalidasi adalah suhu maksimum.

Tabel 8 Perbandingan Data Suhu Output pada Eksperimental dengan Simulasi

Jenis briket

Bentuk silinder pejal Bentuk silinder berongga Simulasi Eksperimental Simulasi Eksperimental

A 59,57°C 117,9°C 541,07°C 119,5°C B 501,17°C 124,9°C 562,62°C 114,3°C C 408,57°C 112,5°C 363,94°C 119,6°C D 58,17°C 110,4°C 519,81°C 123,4°C E 448,32°C 110,1°C 554,95°C 121,6°C F 501,43°C 70,3°C 493,91°C 110,7°C G 415,11°C 120,4°C 699,00°C 104,5°C

4.5 Pembahasan 4.5.1 Kadar air Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat dibuat grafik untuk mengetahui perbandingan kadar air tiap jenis briket.

Gambar 9 Grafik Kadar Air Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Pejal

Dari grafik kadar air di atas dapat dilihat bahwa jenis briket E mempunyai kadar air yang paling tinggi yaitu sebesar 17.32% sedangkan briket jenis G mempunyai kadar air terendah dibandingkan dengan jenis briket yang lain yaitu sebesar 10.81%. jenis briket E terdiri dari perbandingan daun dan ranting sebesar 2 : 3 sedangkan brket jenis G terdiri dari perbandingan daun dan ranting sebesar 4 : 1. Pada briket jenis E, komposisi ranting lebih banyak dibandingkan dengan komposisi daunnya sedangkan pada briket jenis G komposisi daunnya lebih banyak dibandingkan dengan komposisi rantingnya. Jika dilihat dari struktur fisik daun dan ranting, daya serap daun dan ranting terhadap air memang berbeda. Struktur daun lebih halus dan relatif tidak berserat jika dibandingkan dengan ranting.

Gambar 10 Grafik Kadar Air Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Berongga

Pada grafik di atas terlihat bahwa briket bentuk silinder berongga jenis D mempunyai kadar air tertinggi yaitu sebesar 6,76% sedangkan briket jenis F mempunyai kadar air terendah yaitu sebesar 4,9%. briket jenis D terdiri dari variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 1 : 4 maka ranting yang terkandung di

Page 6: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

6

dalamnya lebih banyak dibandingan dengan komposisi daun. Briket jenis F terdiri dari penyusun daun dan ranting dengan perbandingan 2 : 3. Dari penyusun komposisi briket jenis D dan F dapat diketahui kadar air yang terkandung pada briket jenis D akan lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air briket jenis F. Tinggi rendahnya kadar air briket ini dipengaruhi oleh komponen penyusunnya dimana jika komposisi ranting lebih besar daripada daun maka daya serap briket terhadap air semakin besar karena ranting mengandung banyak serat daripada daun.

Gambar 11 Grafik Perbandingan Kadar Air dengan Variasi Bentuk

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui nilai rata-rata kadar air briket dengan bentuk silinder pejal yaitu sebesar 14,51% sedangkan untuk briket dengan bentuk silinder berongga mempunyai kadar air rata-rata sebesar 5,93%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar air briket dengan bentuk silinder pejal mempunyai kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air briket dengan bentuk silinder berongga. Hal ini dikarenakan luas permukaan briket dengan bentuk silinder berongga lebih besar dibandingkan dengan briket dengan bentuk silinder pejal. Bertambahnya luas permukaan briket akan memudahkan air yang terkandung di dalamnya menguap sehingga dapat menurunkan kadar air.

Kadar air ini akan mempengaruhi proses pembakaran, jika kadar air tinggi maka laju pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan akan rendah begitu juga sebaliknya jika kadar air rendah maka laju pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan akan tinggi.

Standar kualitas briket arang untuk kadar air di Indonesia sebesar 7.75% sedangkan pada penelitian tugas akhir ini kadar air mulai dari 4,9% hingga 17,32%. Kadar air yang terkandung ini hampir mendekati standar kualitas briket arang di Indonesia. Kadar air briket yang cukup kecil dapat diperoleh jika menggunakan bahan yang benar-benar kering, sedikit campuran perekat, serta pengeringan yang merata di seluruh permukaan briket.

7.2 Pengurangan Massa pada Eksperimen

(a) (b) Gambar 12 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis A

(a) Bentuk Silinder Pejal (b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 13 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis B (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 14 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis C (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 15 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis D (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 16 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis E (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 17 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis F (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

(a) (b)

Gambar 18 Grafik Pengurangan Massa Briket Jenis G (a) Bentuk Silinder Pejal

(b) Bentuk Silinder Berongga

Page 7: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

7

Dari grafik pengurangan massa pada pembakaran briket di atas, diketahui bahwa waktu nyala tiap variasi komposisi dan bentuk briket berbeda. Hal ini dikarenakan komposisi penyusunnya juga berbeda sehingga mempengaruhi pengurangan massa pada pembakaran briket.

Dari grafik di atas, baik untuk briket berbentuk silinder pejal maupun bentuk silinder berongga secara garis besar terlihat bahwa pengurangan massa tersebut naik-turun (fluktuatif) dikarenakan nyala api yang tidak stabil. Pada saat penyalaan awal pembakaran briket, api tidak membakar seluruh permukaan briket tetapi pada waktu tertentu pengurangan massa ini akan naik tajam karena api sudah membakar sebagian besar permukaan briket. Pengurangan massa ini turun ketika briket sudah mulai menjadi arang. Pengurangan massa ini dipengaruhi oleh variasi komposisi briket dan bentuk briket. Selain itu dipengaruhi oleh ukuran partikel dari bahan penyusun briket. Berdasarkan uji kalor seperti pada tabel 4.4, maka ranting mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalor daun. Sedangkan kadar abu yang terkandung pada ranting lebih kecil daripada kadar abu pada daun sehingga ranting akan mudah terbakar daripada daun. Variasi komposisi yang mempunyai perbandingan ranting lebih banyak daripada daun yang terkandung di dalamnya maka briket tersebut mempunyai pengurangan massa yang tinggi dibandingkan dengan pembakaran briket dengan komposisi daun yang lebih kecil atau seimbang. Briket yang ideal adalah briket yang mempunyai pengurangan massa rendah. Pada eksperimental tugas akhir ini, briket yang mempunyai pengurangan massa yang terendah untuk bentuk silinder pejal adalah jenis briket G yaitu sebesar 0,33 gram sedangkan untuk briket bentuk silinder berongga adalah briket jenis G yaitu sebesar 0,17 gram.

4.5.3 Laju pembakaran pada eksperimen

Gambar 19 Grafik Laju Pembakaran Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Pejal

Gambar 20 Grafik Laju Pembakaran Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Berongga

Laju pembakaran ini merupakan massa sisa pembakaran yang terukur, semakin besar laju

pembakaran maka massa briket yang terbakar lebih banyak sehingga menghasilkan energi yang besar. Dari grafik laju pembakaran briket bentuk silinder pejal di atas dapat dilihat bahwa briket jenis D mempunyai laju pembakaran tertinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain sedangkan briket jenis G mempunyai laju pembakaran terendah dibandingkan dengan jenis briket yang lain. Jenis briket D merupakan variasi dari komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 1 : 4 sedangkan briket jenis G terdiri dari variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1. Jenis briket D mempunyai laju pembakaran tertinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain karena komposisi rantingnya lebih besar dibandingkan dengan komposisi daunnya sedangkan jenis briket G mempunyai komposisi daun yang lebih besar dibandingkan dengan komposisi rantingnya. Sedangkan grafik laju pembakaran briket bentuk silinder berongga di atas menunjukkan bahwa briket jenis B mempunyai laju pembakaran tertinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain sedangkan briket jenis G mempunyai laju pembakaran terendah dibandingkan dengan jenis briket yang lain. Jenis briket B merupakan variasi dari komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 1 : 2 sedangkan briket jenis G terdiri dari variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1. Jenis briket B mempunyai laju pembakaran tertinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain karena komposisi rantingnya lebih besar dibandingkan dengan komposisi daunnya sedangkan jenis briket G mempunyai komposisi daun yang lebih besar dibandingkan dengan komposisi rantingnya.

Berdasarkna tabel 4.3 di atas terlihat bahwa nilai kalor ranting lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalor daun sehingga dapat disimpulkan bahwa ranting akan cepat terbakar dibandingkan dengan daun. Pada briket jenis B dengan bentuk silinder pejal dan briket jenis D bentuk silinder berongga yang mempunyai komposisi ranting lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang terkandung di dalamnya sehingga briket tersebut mempunyai laju pembakaran yang tinggi dan menghasilkan energi yang tinggi pula dibandingkan dengan jenis briket yang lain. Sedangkan briket jenis G baik pada briket bentuk silinder pejal maupun bentuk silinder berongga mempunyai komposisi daun yang lebih tinggi daripada komposisi ranting yang terkandung di dalamnya sehingga mempunyai laju pembakaran yang rendah, briket jenis G ini juga akan menghasilkan kalor yang cukup rendah dibandingkan dengan jenis briket yang lain.

Gambar 21 Grafik Perbandingan Laju Pembakaran

Gambar 4.20 di atas merupakan perbandingan laju pembakaran dari briket bentuk silinder pejal dengan

Page 8: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

8

briket berbentuk silinder berongga. Secara garis besar, briket dengan bentuk silinder berongga mempunyai laju pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan briket dengan bentuk silinder pejal dengan jenis briket yang sama. Hal ini dikarenakan luas permuakaan yang terbakar pada briket dengan bentuk silinder berongga lebih besar daripada briket dengan bentuk silinder pejal. Selain itu laju pembakaran ini dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung di dalam masing-masing briket.

4.5.4 Suhu outlet pada eksperimen

Gambar 22 Grafik Suhu Outlet Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Pejal

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa jenis briket B mempunyai suhu outlet yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain sedangkan jenis briket G mempunyai suhu outlet paling rendah. Pada briket jenis B terdiri dari komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 1 : 2 sedangkan briket jenis G terdiri dari komposisi perbandingan daun dan ranting 4 : 1. Suhu outlet pada briket jenis B mempunyai nilai tertinggi karena komposisi rantingnya lebih tinggi daripada komposisi daunnya, hal ini sesuai dengan nilai kalor yang terkandung dari daun dan ranting dimana ranting mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalor daun. Sedangkan pada briket jenis G yang terdiri dari variasi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1 mempunyai suhu outlet rendah dibandingkan dengan briket jenis lain, hal ini dikarenakan komposisi daunnya lebih banyak dibandingkan dengan komposisi ranting. Selain itu suhu outlet ini dipengaruhi oleh kadar abu yang terkandung pada daun dan ranting dimana kadar abu daun lebih besar daripada kadar abu ranting.

Gambar 23 Grafik Suhu Outlet Tiap Jenis Briket Bentuk Silinder Berongga

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jenis briket D mempunyai suhu outlet yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis briket yang lain sedangkan jenis briket G mempunyai suhu outlet paling rendah. Pada briket jenis D terdiri dari komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 1 : 4 sedangkan briket jenis G terdiri dari komposisi perbandingan daun dan ranting 4

: 1. Suhu outlet pada briket jenis D mempunyai nilai tertinggi karena komposisi rantingnya lebih tinggi daripada komposisi daunnya, hal ini sesuai dengan nilai kalor yang terkandung dari daun dan ranting dimana ranting mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalor daun. Sedangkan pada briket jenis G yang terdiri dari variasi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1 mempunyai suhu outlet rendah dibandingkan dengan briket jenis lain, hal ini dikarenakan komposisi daunnya lebih banyak dibandingkan dengan komposisi ranting. Selain itu suhu outlet ini dipengaruhi oleh kadar abu yang terkandung pada daun dan ranting dimana kadar abu daun lebih besar daripada kadar abu ranting. Pada grafik 4.18 di atas terlihat bahwa suhu outlet berfluktuasi (naik turun) dan waktu nyala pembakaran briket juga bervariasi. Suhu yang berfluktuasi ini dipengaruhi oleh luas permukaan yang terbakar pada briket. Semakin besar luas permukaan briket yang terbakar maka suhu outlet yang terukur juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Suhu outlet ini juga dipengaruhi oleh variasi komposisi penyusun briket, jika briket menghasilkan nilai kalor yang tinggi maka suhu outlet yang dihasilkan juga tinggi. Pada penelitian tugas akhir ini suhu outlet briket dengan bentuk silinder berongga mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan dengan suhu outlet briket dengan bentuk silinder pejal. 4.5.5 Suhu nyala Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa suhu nyala briket dengan bentuk silinder berongga relatif lebih rendah daripada briket berbentuk silinder pejal tetapi pada briket jenis B, D dan F memiliki suhu nyala yang lebih tinggi. Jika dilihat kadar air briket yang tertera pada tabel 4.6, maka kadar air briket dengan bentuk silinder berongga realtif lebih rendah dibandingkan dengan briket berbentuk silinder pejal. Pada briket dengan bentuk silinder berongga, didapatkan bahwa briket jenis B, D dan F mempunyai kadar air yang cukup rendah dibandingkan dengan briket jenis yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air briket mempengaruhi suhu nyala briket. Semakin rendah kadar air briket maka briket akan lebih mudah terbakar sehingga mempunyai suhu nyala yang tinggi pula.

4.5.6 Kontur suhu pada simulasi

Suhu yang terukur pada eksperimental akan divalidasi dengan suhu hasil simulasi. Untuk briket dengan bentuk pejal error yang terjadi mulai dari 70,99% sampai 97,9%, sedangkan untuk briket berongga, error data mulai dari 67% sampai 85%. Berdasarkan kontur suhu seperti gambar diatas, dapat dilihat bahwa distribusi suhu di sekitar briket cukup merata dimana warna merah pada desain briket yang diperlihatkan oleh bidang kotak kecil menyatakan suhu yang cukup tinggi sedangkan bagian sisi briket masih berwarna biru muda menyatakan bahwa suhu disekitarnya tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan suhu di atas briket. Hal ini terlihat pada saat eksperimental dimana suhu di atas briket sekitar 400°C sedangkan suhu di bagian samping briket sekitar 45°C. Profil suhu seperti gambar di atas cukup efektif untuk digunakan sebagai bahan bakar karena suhu di bagian

Page 9: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

9

atas cukup tinggi apalagi menggunakan lebih dari satu briket untuk pembakaran.

Perbandingan kontur suhu pada variasi briket bentuk silinder pejal

Dari kontur suhu dari tiap variasi briket dapat diketahui bahwa distribusi suhu yang merata adalah pada jenis briket A, B, C, F dan G. hal ini terlihat jelas dimana warna merah terletak tepat diatas briket. Warna biru hingga merah ini menunjukkan perubahan suhu dari suhu rendah ke suhu yang tinggi. Briket jenis A, B, C, F dan G mempunyai kontur suhu yang hampir sama tetapi jika ditinjau nilai suhu inlet dan outletnya maka briket jenis A dan G mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan yang lain. Pada briket jenis A, suhu inlet sebesar 320.28 °C sedangkan suhu outlet sebesar 163.65°C. briket jenis G mempunyai suhu inlet sebesar 345.46°C dan suhu outlet sebesar 115.51°C. Suhu inlet pada briket jenis G lebih tinggi daripada suhu inlet briket jenis A tetapi outlet briket jenis A lebih tinggi daripada outlet briket jenis G. Besar kecilnya suhu outlet ini berpengaruh pada distribusi suhu yang terbentuk, hal ini terlihat pada kontur briket jenis A jika dibandingkan dengan briket jenis G. Kontur suhu briket jenis A lebih merata daripada kontur briket jenis G. maka dari simuasi ini terlihat bahwa distribusi suhu terbaik dari variasi komposisi briket yang ada, briket jenis G yang mempunyai kontur paling merata dan mempunyai suhu outlet yang cukup tinggi. Jika ditinjau dari komposisi penyusunnya, briket jenis G terdiri dari komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1 hal ini dikarenakan daun mempunyai serat yang rendah dibandingkan dengan ranting sehingga mempunyai kadar air yang rendah pula dibandingkan dengan ranting dan mudah terbakar. Kombinasi karakteristik sifat daun dan ranting ini menghasilkan kontur yang merata dan mempunyai suhu outlet yang tinggi pula.

Perbandingan kontur suhu pada variasi briket bentuk silinder berongga

Kontur suhu dari tiap variasi briket dapat diketahui bahwa distribusi suhu hampir merata semuanya. Pada briket jenis G, suhu inlet sebesar 276.78 °C sedangkan suhu outlet sebesar 392.19°C. kontur suhu pada briket jenis G ini lebih bagus dibandingkan dengan kontur suhu briket jenis yang lain. Briket jenis G ini terdiri dari variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan 4 : 1 sehingga lebih mudah terbakar dibandingkan dengan briket jenis lain. Kombinasi karakteristik sifat daun dan ranting ini menghasilkan kontur yang merata dan mempunyai suhu outlet yang tinggi pula.

Perbandingan kontur suhu pada briket bentuk silinder pejal dengan briket bentuk silinder berongga

Jika dilihat kontur suhu secara keseluruhan perbandingan antara briket bentuk silinder pejal dengan bentuk silinder berongga maka dapat disimpulkan bahwa kontur suhu yang terbentuk pada briket silinder berongga lebih merata, hal ini dikarenakan inisialisasi semua sisi briket terdapat udara karena berrongga sehingga terdapat cukup udara untuk mempercepat proses pembakaran.

4.5.7 Optimalisasi briket Dari data eksperimental dan simulasi diatas maka dapat dicari jenis briket yang ideal yaitu yang mempunyai kriteria kadar air rendah, laju pembakaran rendah dan suhu outlet tinggi. Dari analisa data eksperimental dan simulasi terlihat bahwa briket dengan bentuk silinder berongga lebih efektif untuk pembakaran karena mempunyai kadar air yang lebih rendah daripada bentuk silinder pejal, oleh karena itu optimalisasi briket hanya dibahas pada briket dengan bentuk silinder berongga.

Gambar 24 Grafik Perbandingan Kadar Air Briket

Bentuk Silinder Berongga

Dari gambar 4.23 di atas, terlihat bahwa briket jenis F mempunyai kadar air terendah yaitu sebesar 4,89% sedangkan briket jenis E mempunyai kadar air tertinggi yaitu sebesar 6,8%. Urutan jenis briket yang mempunyai kadar air mulai dari terndah sampai tertinggi adalah F, A, B, G, C, D dan E.

Gambar 25 Grafik Perbandingan Laju Pembakaran

Briket Bentuk Silinder Berongga

Berdasarkan gambar 4.24 di atas, diketahui bahwa briket jenis G mempunyai laju pembakaran terendah yaitu sebesar 0,84 x 10-5 kg/s, sedangakn briket jenis B mempunyai laju pembakaran tertinggi yaitu sebesar 3,8 x 10-5 kg/s . adapun urutan laju pembakaran briket dari yang terendah sampai tertinggi adalah G, C, F, D, E, A, dan B.

Gambar 26 Grafik Suhu Outlet Briket Bentuk Silinder

Berongga Sesuai gambar 4.25 maka diketahui bahwa briket jenis G mempunyai suhu outlet terendah yaitu sebesar 104,5°C, sedangkan briket jenis D mempunyai suhu outlet tertinggi yaitu sebesar 123,4°C. Urutan jenis

Page 10: STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK … · Studi Literatur. Studi karakteristik daun dan ranting di TWA Gunung Baung, laju perpindahan kalor, pembentukan geometri dan

10

briket yang mempunyai suhu outlet dari yang tertinggi sampai terendah adalah D, E, C, A, F, B dan G. Briket yang ideal adalah briket yang mempunyai kadar air rendah, laju pembakaran yang rendah dan suhu outlet yang tinggi. Dari uraian data di atas dapat diketahui optimalisasi briket yang memenuhi briket ideal yaitu briket jenis D karena mempunyai kadar air yang cukup rendah yaitu sebesar 6,76%, laju pembakaran sebesar 2,9 . 10-5 kg/s, suhu outlet yang tinggi yaitu sebesar 123,4°C. Briket jenis D ini terdiri dari komposisi perbandingan daun dan ranting sebesar 1 : 4. Kadar air yang cukup rendah pada briket jenis D ini mempengaruhi laju pambakarannya, semakin rendah kadar airnya maka laju pembakaran akan semakin tinggi sehingga suhu outlet yang dihasilkan juga tinggi. Jika sihu outlet tinggi maka nilai kalor dari pembakaran briket tersebut juga tinggi. Nilai kalor briket jenis D dapat dikatakan cukup tinggi karena menghasilkan suhu outlet yang cukup tinggi, selain itu briket jenis D ini mempunyai komposisi ranting lebih banyak dibandingkan dengan komposisi daunnya dimana berdasarkan uji nilai kalor ranting dan daun, ranting mempunyai nilai kalor lebih tinggi daripada nilai kalor yang terdapat pada daun. V KESIMPULAN DAN SARAN 1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari tugas akhir ini adalah

• Telah dibuat briket organik dengan variasi komposisi daun dan ranting dengan perbandingan persentase 1 : 1 (A); 1 : 2 (B); 1 : 3 (C); 1 : 4 (D); 2 : 3 (E); 3 : 2 (F); 4 : 1 (G) dan variasi bentuk briket yaitu bentuk silinder pejal dan berongga dimana briket yang mempunyai kadar air terendah adalah briket jenis F dengan bentuk silinder berongga yaitu sebesar 4,89%.

• Optimalisasi briket dari penelitian ini adalah briket jenis D dengan bentuk silinder berongga karena mempunyai kadar air rendah yaitu sebesar 6,76%, laju pembakaran yang rendah yaitu sebesar 2,9 . 10-

5 dan suhu outlet yang tinggi yaitu sebesar 123,4°C. • Dari simulasi dengan Fluent, diketahui distribusi

suhu pada briket jenis G lebih merata daripada briket jenis lain karena warna merah yang menyatakan suhu tinggi hampir memenuhi boundary.

2 Saran • Perlu dilakukan penelitian mengenai variasi ukuran

partikel yang akan digunakan untuk bahan baku briket serta variasi tekanan pada saat kompaksi.

• Sebaiknya menghitung nilai kalor dari tiap variasi briket yang ada.

DAFTAR PUSTAKA [1] Grover, P.D. dan Mishra, S.K., 1996, Biomass

Briquetting : Technology and Practices, Field Document No. 46, FAO-Regional Wood Energy Development Program (RWEDP) In Asia, Bangkok.

[2] Novety, Citria. 2008, “Tugas Akhir : Perancangan Kompor Hemat Energi dengan Bahan Bakar

Briket Biomassa”. Jurusan Teknik Fisika ITS : Surabaya.

[3] Samsul, M., 2004. Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa Dan Penggunaan Perekat Terhadap Sifat-Sifa et Arang Dari Arang serbuk Kayu Sengon,t Fisika Dan Kimia Briket. Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada.

[4] Saraswati, Delima Ayu. 2004. “Tugas Akhir : Analisis Sistem Pembakaran Sampah pada Incenerator di Manukan Surabaya”. Jurusan Teknik Fisika ITS : Surabaya.

[5] Sinatra, Lutfan, 2009, “Tugas Akhir : Analisa Pengkondisian Udara Ruang Produksi PT.Guntner Indonesia Menggunakan Metode CLTD dan Aplikasi CFD“. Jurusan Teknik Fisika ITS : Surabaya.

[6] Sudrajat, R 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis perekat dan Tekanan Kempa terhadap Kualitas Briket Arang.

[7] Syamsiro, M. dan Harwin Saptoadi, 2007, “Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao : Pengaruh Temperatur Udara Preheat”. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007.

[8]Wulan, Prawasti PDK,. Sribasuki, Atastina. 2004. ‘‘Bahan Bakar dan Pembakaran‘‘ http://www.chemeng.ui.ac.id/~wulan/materi/lecture%20notes/tekban_2trnsprn.PDF

BIODATA PENULIS Nama : Iis Rohmawati TTL : Lumajang, 22 Sept 1988 Alamat : Jl. Raya Tukum RT 20

RW 06 Lumajang Riwayat Pendidikan : ¤ MI Al Ittihad Tukum (1994-2000) ¤ SMP Negeri 1 Tekung (2000-2003) ¤ SMA Negeri 3 Lumajang (2003-

2006) ¤ Teknik Fisika ITS (2006-sekarang)