STRUMA.docx

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan struma nya tanpa gangguan (De Jong. W, Sjamsuhidajat. R) 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan struma? 1

Transcript of STRUMA.docx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena

defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah

endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya

umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang

menjadi multinodular pada saat dewasa.

Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang

terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk  involusi. Kebanyakan struma

multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi  jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena  pertumbuhannya yang

sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar  tanpa gejala kecuali benjolan di leher.

Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan struma nya tanpa gangguan (De

Jong. W, Sjamsuhidajat. R)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan struma?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan struma.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya struma.

1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

1

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 34 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Tumpang

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

MRS : 27 Desember 2011

Register : 273939

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Terdapat benjolan pada leher depan bagian kanan bawah.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan benjolan pada

leher depan bagian kanan bawah sejak ± 5 bulan yang lalu, menurut pasien awalnya

benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan benjolan tersebut semakin

membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang berkaitan dengan benjolan tersebut, dan

pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum terjadinya benjolan

maupun sudah timbul benjolan untuk mengatasi benjolan tersebut. Namun ketika

benjolan membesar pasien merasa tidak nyaman sehingga datang ke puskesmas tumpang,

dan dikatakan untuk di rujuk ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Pasien mengeluh timbulnya benjolan di leher depan bagian kanan bawah sebesar telur

ayam kampung. Perubahan suara (-), nyeri saat menelan (-), susah menelan (-), sesak

nafas sewaktu tidur (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-),

tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya :

Maag (-), DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), DHF (-), Thypiod fever (-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat penyakit yang sama (-)

2

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Kesadaran : Compos mentis . GCS 456

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Pernafasan : 19x/menit

Nadi : 74x/menit

Suhu : 36,4 ºC

Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)

Mata : Exophtalmus (-)

Kepala : Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : lihat status lokalis

Thorax : murmur (-), gallop (-),

Paru : vesikuler (+) / N, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : Datar, BU (+) / N

Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan

Ekstremitas Atas : tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio colli anterior inferior dextra

Inspeksi: Tampak benjolan sebesar telur ayam kampung, warna kulit sama dengan

sekitar.

Palpasi : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4 cm x 3 cm x 3 cm. Konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat

menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin

Hb : 13,5 g/dl (N : 14-18 g/dl)

Hematokrit : 38,6 % (N : 35-47 %)

Hitung Eritrosit : 4,44 juta/cmm (N : 3,0-4,0 juta/cmm)

Leukosit : 12.480 sel/cmm (N : 4000-11000/mm³)

Trombosit : 396.000 sel/cmm (N : 150.000-450.000 sel/cmm)

LED : 28 mm/jam (N : <20 mm/jam)

3

Hitung Jenis : 2/-/75/19/4 (E/B/N/L/M)

Masa perdarahan : 1’00” menit (N : < 5)

Masa pembekuan : 25’00” menit (N : < 15)

Pemeriksaan Kimia Klinik

GDS : 94 mg/dL (N :< 140 mg/dL)

Ureum : 14 mg/dL (N : 20-40 mg/dL)

Creatinin : 0.50 mg/dL (N : 0,5-0,9 mg/dL)

SGOT : 16 mg/dl (N : < 36)

SGPT : 10 mg/dl (N : < 36)

Pemeriksaan Seroimunologi

T3 : 1,57 nmol/mL (0,95-2,5)

T4 : 109,34 nmol/dL (60-120)

TSH : 0,29 uIU/mlL (0,25-5)

E. Resume

1. Dari anamnesa

Benjolan dileher depan bagian kanan bawah

Benjolan membesar dengan lambat ± 5 bulan

2. Dari pemeriksaan fisik :

Status generalisata dalam batas normal

Status lokalis :

o regio colli anterior inferior dextra,

o warna kulit pada tumor sama dengan sekitarnya,

o tumor soliter dengan ukuran 4cm x 3cm x 3cm,

o konsistensi kenyal,

o permukaan rata,

o batas tidak tegas

o tumor ikut bergerak saat menelan

o tidak didapatkan pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau

klavikular

4

3. Dari pemeriksaan penunjang :

Masa pembekuan memanjang, bisa disebabkan adanya defisiensi faktor

pembekuan

Pemeriksan seroimonology didapatkan kesimpulan Euthyroid

F. Diagnosis Banding

Struma Nodosa non toksik

Struma Nodula toksik

Tiroiditis

Karsinoma Tiroid

G. Diagnosis Kerja

Struma Nodosa Non Toksik

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen Leher AP/Lateral

FNAB

I. Penatalaksanaan

Pro :

Strumektomi

Terapi medikamentosa

Cefotaxime 3x1 gram

Gentamycin 2x80 mg

Kalnex 3x1 amp

Infus RL

Terapi non medikamentosa

5

Bed rest 24 jam

Puasa s.d BU (+)

J. Prognosis

Dubia ad bonam

BAB III

6

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena

folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel

tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba

nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

B. Embriologi

Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada

garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan

ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan

berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus

dua. Duktus ini merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di

sebelah anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang.

Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea.

Sementara itu tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus

dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu sumur

yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus

thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula

thyroidea.

7

C. Anatomi

Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh

isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas

sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin

trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular,

dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan

kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang

menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa

jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian

anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar

tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular

sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut

sebagai m. levator glandulae thyroidea.

Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada

ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan

ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm.

Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli

media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus,

pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia

pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.

A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam

suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk

ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia

8

media dan prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke

dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.

paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang

dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis

profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule.

Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua

kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua

kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua

lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra

et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang

truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh

n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang

penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima

cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan

permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang

menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.

Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan

dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior,

kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat

sementara namun dapat pula permanen.

D. Fisiologi

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin

atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan

asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4

(triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%.

Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2.

T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP =

adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah

menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga

berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid

releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini

membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH

9

dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan

TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4.

Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan

T4

Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran

hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang

menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu

menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

E. Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4

endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Dalam

proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak

aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler

Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH

(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi

hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan

meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi

efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T4

akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

10

F. Histologi

Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil

yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid

dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2

tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells).

11

Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang

membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu

hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium

G. Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui,

namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena

itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan

yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat

menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar

tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional

dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar

tyroid antara lain :

1. Defisiensi iodium

Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi

air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah

pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,

kacang kedelai).

b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.

Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan,

laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar

tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran

darah didaerah tersebut. Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi

goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai

aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat

rangsangan TSH.

12

H. Klasifikasi

Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:

1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan

2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan

3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal

4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala

ditegakkan.

Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:

1. Nontoxic diffuse goiter

2. Endemic

3. Iodine deficiency

4. Iodine excess

5. Dietary goitrogenic

6. Sporadic

7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis

8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid

9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy

11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above

12. Uninodular or multinodular

13. Functional, nonfunctional, or both.

Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin,

maka bisa dibagi menjadi:

1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita

ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.

2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.

3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.

4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi

13

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1. Berdasarkan jumlah nodul;

a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)

b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid

yaitu :

a. nodul dingin

b. nodul hangat

c. nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya

a. nodul lunak

b. nodul kistik

c. nodul keras

d. nodul sangat keras.

I. Patofisiologi

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke

dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar,

iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating

Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.

Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)

dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik

negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada

tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik

negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan

pembesaran kelenjar tyroid.

J. Gambaran Klinis

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya

kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan

menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga

14

esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan

karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena pasien

hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung

menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,

dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

K. Diagnosis

Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada

umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau

hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang

menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur,

struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar

penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun

sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,

sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.

Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra

lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.

Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi

dispnea dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu

menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena

terfiksasi pada trakea.

Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita

sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid

lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari

posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi

tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada

struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah

15

tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak

pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah

digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan

yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah

operasi.Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri

penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah

kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan

diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi

belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid

tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea

7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Gambar. Palpasi pada tiroid

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua

tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri

dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah

dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea.

16

palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan

kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu

palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari

depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang

hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di

garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah

ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya

struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang

berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan.

Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki

karakteristik:

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar

digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian

menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang

mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah

berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul

ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan

enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan

sekitar.

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi

nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang

tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional

atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea

karena desakan pembesaran nodul (Berry¶s sign)

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:

1. Sangat mencurigakan

a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare

b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin

c. nodul padat atau keras

17

d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar

e. paralisis pita suara

f. metastasis jauh

2. Kecurigaan sedang

a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun

b. pria

c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala

d. nodul >4cm atau sebagian kistik

e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.

3. Nodul jinak

a. riwayat keluarga: nodul jinak

b. struma difusa atau multinodosa

c. besarnya tetap

d. FNAB: jinak

e. kista simpleks

f. nodul hangat atau panas

g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.

Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,

hipotiroid atau hipertiroid

18

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi

atas:

1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay

RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma

darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar

normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu

untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau

0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di

mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali

normal.

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita

dengan penyakit tiroid autoimun.

a. antibodi tiroglobulin

b. antibodi mikrosomal

c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)

d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)

19

e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi

trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun

sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk

evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak

jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG

bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

1. Dapat menentukan jumlah nodul

2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap

iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.

5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,

pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.

6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi

terarah . Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan

metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa

menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi

kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel

tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping

juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam

proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus

membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium

radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.

Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar

hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu

dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas

yang lebih tinggi. Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle

aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai

menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.

20

1. Jinak (negatif)

Tiroid normal

Nodul koloid

Kista

Tiroiditis subakut

Tiroiditis Hashimoto

2. Curiga (indeterminate)

Neoplasma sel folikuler

Neoplasma Hurthle

Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti

3. Ganas (positif)

Karsinoma tiroid papiler

Karsinoma tiroid meduler

Karsinoma tiroid anaplastik.

Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi

diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan

atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan

patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis

kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang

utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan

setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap

oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.

Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi

nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

21

Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu

suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin

dan soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy

mendapatkan bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak

adalah juga nodul dingin.

Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya

mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini

hampir pasti bukan suatu keganasan.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG  dapat dibedakan abtara yang padat dan cair. Selain itu

dengan berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan

tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak.

Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.

Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang

kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran.

Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:

Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.

Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu

lingkaran hipoekoik disekelilingnya.

Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.

Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang ternyata

bahwa halo dapat pula ditemukan keganasan.

Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih

menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja. Pemeriksaan ini

lebih aman dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan lebih dapat membedakan

antar yang jinak dan ganas.

22

Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid

Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan, pemeriksaan-

pemeriksaan penting lain yang dapat dilakukan ialah:

1.Biopsi aspirasi jarum halus

Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi Aspirasi Jarum

Halus (BAJAH)  atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntik no.22-27.

Cara ini mudah aman dapat dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi

cara lama (jarum besar) , biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak

ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu

dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif  palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi

biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau preparat  yang kurang baik

dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

2. Termografi

Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit

pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas

apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C.  Pada

penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua  hasilnya panas. Dibandingkan

dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.

Petanda Tumor ( Tumor Maker)

Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal sebagai

petanda tumor. Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin

(Tg) serum yang mempunyai nilai yang bermakna.

Hashimoto dkk mendapatkan bhwa 58,6% kasus keganasan tiroid memberikan kadar Tg

yang tinggi. Kadar Tg serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml. Tampaknya tidak ada korelasi

yang jelas antara kelainan histopatologik dan kadar Tg serum.

23

L. Penatalaksanaan

Pilihan terapi nodul tiroid:

1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin

2. Pembedahan

3. Iodium radioaktif

4. Suntikan etanol

5. US Guided Laser Therapy

6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:

a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

c. struma dengan gangguan tekanan

d. kosmetik.

Kontraindikasi operasi pada struma:

a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.

b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum

terkontrol

c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang

biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe

anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat

sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan

lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.

d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase

luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila

dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid

tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan

atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel

maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.

Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila

24

nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan

pemeriksaan potong beku (VC ).

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :

1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi

AMES.

a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.

b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma anaplastik.

a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.

b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan

radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum

Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, ³foliculare Pattern´ dan ³Hurthle Cell´. Dilakukan tindakan

isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan

kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan

apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan

tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi :

1. Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid, tiroidektomi 

subtotal pada penyakit grave atau struma multinodular  toksik atau eksisi adenoma

toksik.

2. Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma

multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus tunggal (misal

nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea atau esofagus.

25

3. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan pengupasan

kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi unilateral.

4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala

penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau tumor limfedematosa.

Teknik pembedahan

a. Reseksi Subtotal

Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas

sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik,

struma multinodular nontoksik atau penyakit grave. Prinsip reseksi untuk mengeksisi

sebagian besar tiap lobus yang memotong pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea

media dan vena thyroidea inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian

kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan  lobus pyramidalis.

Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke kelenjar,

arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara dengan klem kecil

sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan mengawetkan nernus

laryngeus recurrens dan glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh

darah thyroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus

laryngeus superior, ia menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Selama tindakan

operasi, perhatian cermat diberikan pada hemostasis.

b. Lobektomi Total

Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila penyakit

unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih senang melakukan

tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan meninggalkan sisa agak lebih

besar dalam lobus yang lain.

Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka pembuluh darah

thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroid dan nervus

laryngeus recurrens diidentifikasi dan dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan

tiroid, maka ia mula-mula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus

tiroid diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal

26

arteria thyroidea inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia

(ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di

bawah ligemntum dan  biasaynya di bawah cabang terminal arteria thyroidea inferior.

Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka hemostasis dinilai

dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan, asalkan hemostasis diamankan.

Komplikasi Tiroidektomi

1. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan

hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana.  Perdarahan selau mungkin

terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah,

tempat diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien

ke kamar operasi.

2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan

tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah yang

cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.

3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau

total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-

hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus

laryngeus superior.

4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan

tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’, yang sekarang jarang terlihat karena

persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif dalam pasien

yang dioperasi karena tirotoksikosis.

5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat dalam

klinik bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis. Perhatian bagi

hemostasis adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat

dengan peralatan yang baik dan ligasi harus disertai dengan infeksi yang dapat

diabaikan.

6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi bedah tiroid

jarang terlihat saat ini. Ian dihati-hatikan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia

yang tepat pasca bedah. 

27

Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid

M. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid )

N. Prognosis

Tergantung jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). konsistensi; lunak,

kistik, keras atau sangat keras, nyeri pada penekanan, perlekatan dengan sekitarnya,

pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid.

28

BAB IV

KESIMPULAN

Perempuan, 34 tahun, datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan

benjolan pada leher depan bagian kanan bawah sejak ±5 bulan yang lalu, menurut pasien

awalnya benjolan tersebut kecil, namun lama kelamaan benjolan semakin membesar hingga

sebesar telur ayam. Saat benjolan masih kecil, pasien tidak memeriksakannya karena tidak

ada keluhan apa – apa. Namun ketika benjolan membesar pasien merasa tidak nyaman

sehingga datang ke rumah sakit untuk periksa. Susah menelan (-), sesak nafas sewaktu tidur

(-).

Regio colli anterior inferior dextra, Tampak benjolan sebesar telur, warna kulit sama

dengan sekitar. Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4cm x 3cm x 3cm. Konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat menelan

(+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan euthyroid.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa Struma nodular

non toksik, diusulkan pemeriksaan penunjang FNAB.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A cellular and

molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.

2. Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity. ndocr Rev

1990; 11:354

3. Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol Metab 1990;71:

276

4. Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1

5. Wilkin TJ. Mechanism of disease : receptor autoimmunity in endocrine disorders. N Eng J Med

1990; 323: 1318

6. Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid disorders.

JAMA 1990; 263:1529

7. Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin Endocrinol Metab 1990 ;

70:1518

8. Fenzi G. Clinical approach to goiter. Clin Endocrinol Metab 1988 ; 2: 671

30