STRUMA.docx
-
Upload
pangastuti-ningtyas -
Category
Documents
-
view
27 -
download
1
Transcript of STRUMA.docx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena
defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Diluar daerah
endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya
umum nya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma
multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan struma nya tanpa gangguan (De
Jong. W, Sjamsuhidajat. R)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan struma?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan struma.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya struma.
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tumpang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 27 Desember 2011
Register : 273939
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Terdapat benjolan pada leher depan bagian kanan bawah.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan benjolan pada
leher depan bagian kanan bawah sejak ± 5 bulan yang lalu, menurut pasien awalnya
benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan benjolan tersebut semakin
membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang berkaitan dengan benjolan tersebut, dan
pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat apapun sebelum terjadinya benjolan
maupun sudah timbul benjolan untuk mengatasi benjolan tersebut. Namun ketika
benjolan membesar pasien merasa tidak nyaman sehingga datang ke puskesmas tumpang,
dan dikatakan untuk di rujuk ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen
Pasien mengeluh timbulnya benjolan di leher depan bagian kanan bawah sebesar telur
ayam kampung. Perubahan suara (-), nyeri saat menelan (-), susah menelan (-), sesak
nafas sewaktu tidur (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-),
tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya :
Maag (-), DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), DHF (-), Thypiod fever (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Riwayat penyakit yang sama (-)
2
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis . GCS 456
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 19x/menit
Nadi : 74x/menit
Suhu : 36,4 ºC
Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)
Mata : Exophtalmus (-)
Kepala : Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : lihat status lokalis
Thorax : murmur (-), gallop (-),
Paru : vesikuler (+) / N, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, BU (+) / N
Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan
Ekstremitas Atas : tidak ada kelainan
Status Lokalis
Regio colli anterior inferior dextra
Inspeksi: Tampak benjolan sebesar telur ayam kampung, warna kulit sama dengan
sekitar.
Palpasi : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4 cm x 3 cm x 3 cm. Konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat
menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 13,5 g/dl (N : 14-18 g/dl)
Hematokrit : 38,6 % (N : 35-47 %)
Hitung Eritrosit : 4,44 juta/cmm (N : 3,0-4,0 juta/cmm)
Leukosit : 12.480 sel/cmm (N : 4000-11000/mm³)
Trombosit : 396.000 sel/cmm (N : 150.000-450.000 sel/cmm)
LED : 28 mm/jam (N : <20 mm/jam)
3
Hitung Jenis : 2/-/75/19/4 (E/B/N/L/M)
Masa perdarahan : 1’00” menit (N : < 5)
Masa pembekuan : 25’00” menit (N : < 15)
Pemeriksaan Kimia Klinik
GDS : 94 mg/dL (N :< 140 mg/dL)
Ureum : 14 mg/dL (N : 20-40 mg/dL)
Creatinin : 0.50 mg/dL (N : 0,5-0,9 mg/dL)
SGOT : 16 mg/dl (N : < 36)
SGPT : 10 mg/dl (N : < 36)
Pemeriksaan Seroimunologi
T3 : 1,57 nmol/mL (0,95-2,5)
T4 : 109,34 nmol/dL (60-120)
TSH : 0,29 uIU/mlL (0,25-5)
E. Resume
1. Dari anamnesa
Benjolan dileher depan bagian kanan bawah
Benjolan membesar dengan lambat ± 5 bulan
2. Dari pemeriksaan fisik :
Status generalisata dalam batas normal
Status lokalis :
o regio colli anterior inferior dextra,
o warna kulit pada tumor sama dengan sekitarnya,
o tumor soliter dengan ukuran 4cm x 3cm x 3cm,
o konsistensi kenyal,
o permukaan rata,
o batas tidak tegas
o tumor ikut bergerak saat menelan
o tidak didapatkan pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau
klavikular
4
3. Dari pemeriksaan penunjang :
Masa pembekuan memanjang, bisa disebabkan adanya defisiensi faktor
pembekuan
Pemeriksan seroimonology didapatkan kesimpulan Euthyroid
F. Diagnosis Banding
Struma Nodosa non toksik
Struma Nodula toksik
Tiroiditis
Karsinoma Tiroid
G. Diagnosis Kerja
Struma Nodosa Non Toksik
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen Leher AP/Lateral
FNAB
I. Penatalaksanaan
Pro :
Strumektomi
Terapi medikamentosa
Cefotaxime 3x1 gram
Gentamycin 2x80 mg
Kalnex 3x1 amp
Infus RL
Terapi non medikamentosa
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena
folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel
tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
B. Embriologi
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada
garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan
ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan
berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus
dua. Duktus ini merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di
sebelah anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang.
Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea.
Sementara itu tali padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus
dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu sumur
yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus
thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula
thyroidea.
7
C. Anatomi
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh
isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas
sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin
trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular,
dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan
kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang
menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa
jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian
anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar
tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular
sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut
sebagai m. levator glandulae thyroidea.
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada
ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan
ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm.
Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli
media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus,
pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia
pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai 3/4 lingkaran.
A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam
suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk
ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia
8
media dan prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke
dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.
paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang
dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis
profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule.
Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua
kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua
kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua
lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra
et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang
truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh
n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang
penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima
cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan
permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang
menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan
dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior,
kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat
sementara namun dapat pula permanen.
D. Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin
atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan
asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4
(triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%.
Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP =
adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah
menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga
berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid
releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini
membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH
9
dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan
TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4.
Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan
T4
Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran
hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
E. Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4
endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Dalam
proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak
aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler
Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi
efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T4
akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
10
F. Histologi
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil
yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid
dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2
tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells).
11
Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang
membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu
hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium
G. Etiologi
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui,
namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena
itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan
yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat
menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar
tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional
dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar
tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan,
laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar
tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran
darah didaerah tersebut. Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi
goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai
aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat
rangsangan TSH.
12
H. Klasifikasi
Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:
1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala
ditegakkan.
Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:
1. Nontoxic diffuse goiter
2. Endemic
3. Iodine deficiency
4. Iodine excess
5. Dietary goitrogenic
6. Sporadic
7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis
8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid
9. Iodine deficiency
10. Compensatory following thyroidectomy
11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above
12. Uninodular or multinodular
13. Functional, nonfunctional, or both.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin,
maka bisa dibagi menjadi:
1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita
ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.
2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
13
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah nodul;
a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid
yaitu :
a. nodul dingin
b. nodul hangat
c. nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya
a. nodul lunak
b. nodul kistik
c. nodul keras
d. nodul sangat keras.
I. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke
dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar,
iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating
Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)
dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik
negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.
J. Gambaran Klinis
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
14
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien tidak mempunyai keluhan
karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Peningkatan metabolism karena pasien
hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung
menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
K. Diagnosis
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada
umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau
hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur,
struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun
sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra
lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita
sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid
lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari
posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi
tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada
struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah
15
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah
digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan
yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah
operasi.Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah
kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan
diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi
belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid
tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Gambar. Palpasi pada tiroid
Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua
tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri
dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah
dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea.
16
palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan
kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu
palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari
depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang
hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di
garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah
ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya
struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang
berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan.
Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki
karakteristik:
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul
ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan
enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan
sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi
nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang
tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea
karena desakan pembesaran nodul (Berry¶s sign)
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1. Sangat mencurigakan
a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c. nodul padat atau keras
17
d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
e. paralisis pita suara
f. metastasis jauh
2. Kecurigaan sedang
a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b. pria
c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d. nodul >4cm atau sebagian kistik
e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
3. Nodul jinak
a. riwayat keluarga: nodul jinak
b. struma difusa atau multinodosa
c. besarnya tetap
d. FNAB: jinak
e. kista simpleks
f. nodul hangat atau panas
g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,
hipotiroid atau hipertiroid
18
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi
atas:
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay
RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma
darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu
untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau
0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di
mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
normal.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
19
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi
trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk
evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak
jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG
bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
1. Dapat menentukan jumlah nodul
2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah . Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan
metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa
menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi
kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel
tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping
juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam
proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus
membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium
radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar
hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu
dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas
yang lebih tinggi. Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai
menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
20
1. Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
2. Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
3. Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi
diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan
atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan
patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis
kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
21
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu
suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin
dan soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy
mendapatkan bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak
adalah juga nodul dingin.
Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya
mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini
hampir pasti bukan suatu keganasan.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan abtara yang padat dan cair. Selain itu
dengan berbagai penyempurnaan sekaran USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak.
Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi interpretasinya agak lebih sukar dari sidik tiroid.
Gambran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang
kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu
lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Adanya halo dikaitkan dengan sesuatu yang jinak (adenoma) tetapi sekarang ternyata
bahwa halo dapat pula ditemukan keganasan.
Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop,USG dalam beberapa hal lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja. Pemeriksaan ini
lebih aman dapat dilakukan pada orang hamil atau anak-anak dan lebih dapat membedakan
antar yang jinak dan ganas.
22
Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid
Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan, pemeriksaan-
pemeriksaan penting lain yang dapat dilakukan ialah:
1.Biopsi aspirasi jarum halus
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yitu Biopsi Aspirasi Jarum
Halus (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntik no.22-27.
Cara ini mudah aman dapat dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsi
cara lama (jarum besar) , biopsi jarum halus tidak nyeri tidak menyebabkan dan hampir tidak
ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu
dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi
biopsi yang kurang tepat , teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik
dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas
apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada
penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan
dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
Petanda Tumor ( Tumor Maker)
Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal sebagai
petanda tumor. Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin
(Tg) serum yang mempunyai nilai yang bermakna.
Hashimoto dkk mendapatkan bhwa 58,6% kasus keganasan tiroid memberikan kadar Tg
yang tinggi. Kadar Tg serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml. Tampaknya tidak ada korelasi
yang jelas antara kelainan histopatologik dan kadar Tg serum.
23
L. Penatalaksanaan
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikasi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya.
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan
lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase
luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila
dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan
atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel
maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila
24
nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan
pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum
Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, ³foliculare Pattern´ dan ³Hurthle Cell´. Dilakukan tindakan
isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi :
1. Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid, tiroidektomi
subtotal pada penyakit grave atau struma multinodular toksik atau eksisi adenoma
toksik.
2. Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma
multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus tunggal (misal
nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea atau esofagus.
25
3. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan pengupasan
kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi unilateral.
4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala
penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau tumor limfedematosa.
Teknik pembedahan
a. Reseksi Subtotal
Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas
sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik,
struma multinodular nontoksik atau penyakit grave. Prinsip reseksi untuk mengeksisi
sebagian besar tiap lobus yang memotong pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea
media dan vena thyroidea inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian
kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus pyramidalis.
Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke kelenjar,
arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara dengan klem kecil
sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan mengawetkan nernus
laryngeus recurrens dan glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh
darah thyroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus
laryngeus superior, ia menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Selama tindakan
operasi, perhatian cermat diberikan pada hemostasis.
b. Lobektomi Total
Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila penyakit
unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih senang melakukan
tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan meninggalkan sisa agak lebih
besar dalam lobus yang lain.
Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka pembuluh darah
thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroid dan nervus
laryngeus recurrens diidentifikasi dan dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan
tiroid, maka ia mula-mula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus
tiroid diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal
26
arteria thyroidea inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia
(ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di
bawah ligemntum dan biasaynya di bawah cabang terminal arteria thyroidea inferior.
Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka hemostasis dinilai
dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan, asalkan hemostasis diamankan.
Komplikasi Tiroidektomi
1. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan
hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana. Perdarahan selau mungkin
terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah,
tempat diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien
ke kamar operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan
tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah yang
cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau
total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-
hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus
laryngeus superior.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’, yang sekarang jarang terlihat karena
persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif dalam pasien
yang dioperasi karena tirotoksikosis.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat dalam
klinik bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis. Perhatian bagi
hemostasis adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat
dengan peralatan yang baik dan ligasi harus disertai dengan infeksi yang dapat
diabaikan.
6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi bedah tiroid
jarang terlihat saat ini. Ian dihati-hatikan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia
yang tepat pasca bedah.
27
Bagan 1. Penatalaksanaan nodul tiroid
M. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid )
N. Prognosis
Tergantung jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). konsistensi; lunak,
kistik, keras atau sangat keras, nyeri pada penekanan, perlekatan dengan sekitarnya,
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid.
28
BAB IV
KESIMPULAN
Perempuan, 34 tahun, datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan
benjolan pada leher depan bagian kanan bawah sejak ±5 bulan yang lalu, menurut pasien
awalnya benjolan tersebut kecil, namun lama kelamaan benjolan semakin membesar hingga
sebesar telur ayam. Saat benjolan masih kecil, pasien tidak memeriksakannya karena tidak
ada keluhan apa – apa. Namun ketika benjolan membesar pasien merasa tidak nyaman
sehingga datang ke rumah sakit untuk periksa. Susah menelan (-), sesak nafas sewaktu tidur
(-).
Regio colli anterior inferior dextra, Tampak benjolan sebesar telur, warna kulit sama
dengan sekitar. Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4cm x 3cm x 3cm. Konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut bergerak saat menelan
(+), pembesaran KGB di servikal, jugular, submandibular atau klavikular (-).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesimpulan euthyroid.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosa Struma nodular
non toksik, diusulkan pemeriksaan penunjang FNAB.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Barrett, E.J. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A cellular and
molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia. 2003 : 1035- 1048.
2. Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity. ndocr Rev
1990; 11:354
3. Glinoer D. Regulation of maternal thyroid during pregnancy. J Clin Endocrinol Metab 1990;71:
276
4. Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1
5. Wilkin TJ. Mechanism of disease : receptor autoimmunity in endocrine disorders. N Eng J Med
1990; 323: 1318
6. Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid disorders.
JAMA 1990; 263:1529
7. Solomon B. Current trend in the management of Graves disease. J Clin Endocrinol Metab 1990 ;
70:1518
8. Fenzi G. Clinical approach to goiter. Clin Endocrinol Metab 1988 ; 2: 671
30