Stroke Paper Kel. 3 & 11

104
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Kelompok III & XI |Makalah Stroke| 1

Transcript of Stroke Paper Kel. 3 & 11

Page 1: Stroke Paper Kel. 3 & 11

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang

ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena

berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan

oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya

pembuluh darah.

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau

ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.

Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,

Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi

kesehatan.

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih

merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada

umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi

penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan

promotif. Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap,

tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke

yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan

Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang

ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang

menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

2. Batasan Bahasan

1. Pengertian Stroke

2. Etiologi Stroke

3. Faktor Risiko Stroke

4. Patogenesis Stroke

5. Klasifikasi Stroke

6. Manifestasi Klinis Stroke

|Makalah Stroke| 1

Page 2: Stroke Paper Kel. 3 & 11

7. Komplikasi Stroke

8. Pemeriksaan Diagnostik Stroke

9. Penatalaksanaan Stroke

10. Prognosis Stroke

11. Patofisiologi Stroke

12. Pengkajian Keperawatan pada Pasien Stroke

13. Diagnosa Keperawatan pada Pasien Stroke

14. Rencana Intervensi Keperawatan pada Pasien Stroke

15. Peran Perawat pada Pasien Stroke

16. Legal Etik Keperawatan pada Pasien Stroke

3. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses-proses

keperawatan pada pasien stroke

4. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah untuk memberikan tambahan

wawasan kepada pembaca mengenai proses-proses keperawatan pada pasien

stroke dan diharapkan pembaca dapat memahami dan mengaplikasikannya

dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke

|Makalah Stroke| 2

Page 3: Stroke Paper Kel. 3 & 11

BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP STROKE

Gambar 1: Pembuluh darah stroke dan pembuluh darah normal

1. Definisi Stroke

Stroke secara medis merupakan gangguan aliran darah pada salah satu

bagian otak yang menyebabkan terjadinya defisit neurologis. Secara klinis,

stroke ditandai oleh hilangnya fungsi otak secara lokal atau global yang terjadi

mendadak dan disebabkan semata-mata oleh gangguan peredaran darah otak.

Defisit neurologis terjadi selama 24 jam atau lebih, dapat mengalami

perbaikan, menetap, memburuk atau penderita meninggal (Garnadi, 2008).

Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non

traumatik yang terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang

berakibat terjadinya keadaan iskemia dan gangguan fungsi neurologis fokal

maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau langsung

menimmbulkan kematian. Dalam hitungan detik dan menit, sel otak yang

tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat lagi akan mati melalui berbagai

proses patologis. Secara tipikal, stroke bermanifestasi sebagai munculnya

defisit neurologis secara tiba-tiba, seperti kelemahan gerakan atau

kelumpuhan, defisit sensorik, atau bisa juga gangguan berbahasa

(Wahjoepramono, 2005).

Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat

|Makalah Stroke| 3

Page 4: Stroke Paper Kel. 3 & 11

mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa

penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO, 1983).

Menurut pandangan kelompok, stroke merupakan kumpulan gejala-

gejala (sindroma) berupa gangguan sensorik dan motorik yang terjadi akibat

adanya gangguan atau kerusakan sirkulasi darah di otak yang berlangsung

selama lebih dari 24 jam (Kelompok III & XI, 2012).

2. Etiologi Stroke

Beberapa penyebab stroke dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yakni stroke yang disebabkan faktor pembuluh darah dan faktor

dari luar pembuluh darah.

1.1. Faktor Pembuluh Darah

1.1.1. Aterosklerosis pembuluh darah otak

Aterosklerosis adalah penumpukan aterom atau lemak pada lapisan

dalam pembuluh darah. Jika aterom ini sudah menutupi seluruh

lumen pembuluh darah maka aliran darah akan tersumbat.

Akibatnya, jaringan yang ada di depan pembuluh darah akan

kekurangan oksigen dan akibat lebih lanjut dapat terjadi kematian

jaringan.

1.1.2. Malformasi arteri (pembuluh nadi) otak

Adanya aneurisma (kelemahan) pembuluh darah otak dan tipisnya

dinding pembuluh darah akan memudahkan dinding pembuluh

darah robek jika terjadi peningkatan tekanan darah. Aneurisma

dibagi menjadi dua yaitu congenital (bawaan dari lahir) dan bukan

bawaan lahir (didapat setelah lahir). Aneurisma ini tidak

memberikan gejala apapun sampai suatu saat dapat pecah sendiri

jika terjadi peningkatan aliran darah ke otak dan terjadilah stroke.

1.1.3. Trombosis vena (penyumbatan)

Penyebab seperti thrombus, embolus, cacing, parasit, atau

leukemia yang dapat menyumbat pembuluh darah.

1.1.4. Pecahnya pembuluh darah otak

|Makalah Stroke| 4

Page 5: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Pecahnya pembuluh darah otak dapat terjadi di ruang subarachnoid

(di bawah selaput otak) atau intracerebral (dalam jaringan otak).

Akibatnya adalah darah dari arteri otak akan terus mengalir keluar

tanpa ada yang dapat menghentikan. Darah akan menutupi dan

menekan sebagian besar jaringan otak sehingga jaringan otak yang

tertekan akan mengalami hipoksia disertai dengan kematian

jaringan otak, bahkan mungkin disertai dengan kematian biologis.

1.2. Faktor dari Luar Pembuluh Darah

1.2.1. Penurunan perfusi (aliran) darah ke otak

Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti

hipertensi menahun yang menyebabkan terjadinya perubahan

anatomi jantung, gagal jantung kongestif atau hiperkolesterol.

Adanya perubahan tersebut menyebabkan darah menjadi relatif

lebih pekat dan alirannya menjadi lambat.

Embolus atau thrombus yang mengalir di dalam pembuluh

darah tersangkut di salah satu cabang pembuluh darah otak yang

kecil sehingga menyumbat aliran darah. Kejadian ini akan

menyebabkan kematian jaringan otak. Embolus atau thrombus

dapat berasal dari pembuluh darah di tungkai yang terlepas saat

kita beraktivitas, dari paru-paru, embolus lemak terutama terkena

pada orang yang obesitas atau pascaoperasi besar, seperti operasi

caesar dan patah tulang (Mahendra dan Evi 2007).

3. Faktor Risiko Stroke

Stroke banyak terjadi pada kelompok usia lanjut. Sama halnya dengan

jantung koroner, pembuluh darah otak semakin hari semakin menebal.

Diperlukan waktu puluhan tahun sebelum pipa pembuluh otak tersumbat total

(Mahendra dan Evi 2007).

Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:

1.3. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1.3.1. Usia

|Makalah Stroke| 5

Page 6: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,

semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan

adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan

pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih

kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

1.3.2. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa

laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat

merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat

mengganggu aliran darah.

1.3.3. Herediter

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan

riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk

terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke

pada keluarganya.

1.3.4. Ras/etnik

Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki

peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras

kulit hitam.

1.4. Faktor yang Dapat Dimodifikasi

1.4.1. Hipertensi (darah tinggi)

Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki

peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi

merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu

sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi

gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah

akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke

otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak

(ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga

glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,

maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.

|Makalah Stroke| 6

Page 7: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.4.2. Penyakit jantung

Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak

miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar

terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran

darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan

aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh

pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju

ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat

mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.

1.4.3. Diabetes mellitus

Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke.

Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang

umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan

ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat

menyebabkan kematian jaringan otak.

1.4.4. Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol

didalam darah berlebih (hiper=kelebihan). Kolesterol yang berlebih

terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak

pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk

sehingga dapat mengganggu aliran darah.

1.4.5. Obesitas

Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan

kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana

biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan

dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).

1.4.6. Merokok

Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang

merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih

tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya

|Makalah Stroke| 7

Page 8: Stroke Paper Kel. 3 & 11

penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi

sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan

aliran darah (Redaksi Agromedia, 2009).

4. Patogenesis Stroke

Patogenesis stroke secara umum, dapat dijabarkan sebagai gangguan

pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang

membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar

atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan

otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian

jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai

proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.

Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu

sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh

darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status

aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah

akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh

ekstrakranium; atau (4) ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang

subaraknoid (Price, S.A. & Lorraine, M.W. 2005).

5. Klasifikasi Stroke

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke

dapat diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik

(perdarahan) (Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik, aliran darah ke

otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat

suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke

dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

|Makalah Stroke| 8

Page 9: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Gambar 2: Jenis-jenis stroke

1.5. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark

dikarenakan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun

atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya

terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini

menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18

ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya

irreversibel (Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau

sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach & Kalim 2007).

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena

aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)

atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah

ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju

ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam

arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan

ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal

memberikan darah ke sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan

mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam

suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung

hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.

|Makalah Stroke| 9

Page 10: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat

diminimalisir (Wahjoepramono 2005).

Gambar 3: Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi

menjadi tiga, yaitu akibat (1) TIA (Transient Ischemic Attack), (2)

trombosis dan (3) emboli.

1.5.1. TIA (Transient Ischemic Attack)

TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu

yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat

pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan

secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi

setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu

ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA

akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan

lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih

dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir

komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan

sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit

(RIND) (Wahjoepramono 2005).

1.5.2. Trombosis

Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena

trombosis dalam pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya

oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang

|Makalah Stroke| 10

Page 11: Stroke Paper Kel. 3 & 11

besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau

arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri

yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area

lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus

venosus (Wahjoepramono 2005).

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan

TIA (Transient ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya

serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami

gangguan aliran darah adalah area otak yang sama

(Wahjoepramono 2005).

1.5.3. Emboli

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi

oleh adanya trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau

arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di

pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya

mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena

85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi

posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau

pada arteri serebri posterior.

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana

defisit neurologis langsung mencapai taraf maksimal sejak awal

(onset) gejala muncul.

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan

mengalir di dalam darah yang kemudian menyumbat arteri yang

lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah

yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu

katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling

sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan

jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama

jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika

lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran

|Makalah Stroke| 11

Page 12: Stroke Paper Kel. 3 & 11

darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri

(Wahjoepramono 2005).

1.6. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan

intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke

dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 4: Stroke hemoragik

Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita

hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak

(intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan

luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid

hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam

tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya

disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang

berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah

penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:

1.6.1. Perdarahan intraserebral (intracerebral hemorrhage)

Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi

darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri

perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari

seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari

|Makalah Stroke| 12

Page 13: Stroke Paper Kel. 3 & 11

yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih

tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi

dibandingkan perdarahan subarakhnoid.

Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis

dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi

kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat

lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat

sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi)

melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah.

Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan

dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan

pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya

stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak

diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding

pembuluh darah.

Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak

normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak.

Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri

dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak

banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada

ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah

(vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan

dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan

penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari

perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang

paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki

perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita

yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya

kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

1.6.2. Perdarahan subarakhnoid (subarachnoid hemorrhage)

|Makalah Stroke| 13

Page 14: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam

ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan

lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan

otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya

tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada

pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali

diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan

subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa

cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah

satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka

kepala. Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala

yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak

dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid

dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi

secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari

kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.

Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya

secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma

menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma

biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan

hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian,

setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.

Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma

sejak lahir.

Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari

pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh

(arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.

Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi

hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,

penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi,

mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang

|Makalah Stroke| 14

Page 15: Stroke Paper Kel. 3 & 11

mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri

tersebut bisa kemudian melemah dan pecah (Wahjoepramono

2005).

Klasifikasi stroke berdasarkan stadium atau pertimbangan waktunya

dibagi menjadi:

1.7. Transient Ischemic Attack (TIA)

Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba

dan menghilang dalam beberapa detik sampai beberapa jam. Gejala hilang

<24 jam.

1.8. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih

lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

1.9. Progresif Stroke Inevolution

Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya

gejala makin lama semakin buruk proses progresif berupa jam sampai

beberapa hari.

1.10. Stroke Lengkap (Completed Stroke)

Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit

memperlihatkan perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke

inevaluation. Bentuk kelainan sudah menetap, gangguan neurologis sudah

maksimal/berat sejak awal serangan.

Klasifikasi stroke berdasarkan sistem pembuluh darahnya dapat dibagi

menjadi:

1.11. Sistem Karotis

Gambar 5: Arteri karotis

|Makalah Stroke| 15

Page 16: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.12. Sistem Vertebra-Basilar

Gambar 6: Arteri vertebra-basilar

6. Manifestasi Klinis Stroke

1.13. Gejala Umum

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus

memperoleh informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah

serangan otak yang secara sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama

yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini penting agar semua

orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan

stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:

Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

Kesulitan menelan

Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)

Nyeri kepala

Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

Penglihatan ganda.

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

Pergerakan yang tidak biasa.

Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

Ketidakseimbangan dan terjatuh.

Pingsan.

Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

|Makalah Stroke| 16

Page 17: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi

menjadi berikut:

Bagian sistem saraf pusat: Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,

menurunnya fungsi sensorik

Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan

membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau

keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan

dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,

kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,

dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan

serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang

sama, misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin

parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan

kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan mudah

mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan

stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya (Sutrisno 2007). Gejala

stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau

perdarahan (Gendo 2007).

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas

(Transient Ischaemic Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa

lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau

tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara.

Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat,

kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan

menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.

1.14. Gejala Stroke Iskemik

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang

berbeda tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara

lain:

|Makalah Stroke| 17

Page 18: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.14.1. Arteri serebri anterior

Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan

suplai darah ke area korteks serebri parasagital, yang mencakup

area korteks motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah

kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih

(pusat miksi).

Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada

aliran darah serebri anterior adalah paralisis kontralateral dan

gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak bawah. Selain

itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena

kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan

dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.

1.14.2. Arteri serebri media

Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai

sebagian besar dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal

dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan

lentikolostriaka.

Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal

superior yaitu menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan

distribusi serupa, tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus.

Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga

akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang

memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada

divisi kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat

berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi

sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral,

gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi

anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai

sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia

reseptif).

Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio

atau trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana

|Makalah Stroke| 18

Page 19: Stroke Paper Kel. 3 & 11

merupakan pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan

terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi

hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan

wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia,

dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif

dan ekspresif).

Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan

mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan

akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain

gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti

yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki

sisi kontralateral.

1.14.3. Arteri karotis interna

Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal

pada ujung arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri

karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior

dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai

darah ke retina.

Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi

arteri karotis interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada.

Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi

arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala

gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang

mengenai retina mata sisi ipsilateral.

Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan

gabungan dari oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah

gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul sebagai

hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus

hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.

1.14.4. Arteri serebri posterior

Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri

basilaris yang memberikan aliran darah ke korteks oksipital

|Makalah Stroke| 19

Page 20: Stroke Paper Kel. 3 & 11

serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian rostral dari

mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat

menyumbat arteri ini.

Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri

serebri posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia

yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi

yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada

mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan

vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia

internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer

dominan, dapat terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama

benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan

menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi

objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus

kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan

dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua

arteri serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita

mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia

(ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah

dikenali).

1.14.5. Arteri basilaris

Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri

vertebra. Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah

untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus media,

kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.

Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris

menimbulkan defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan

beberapa cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian

proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.

Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan

mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular

|Makalah Stroke| 20

Page 21: Stroke Paper Kel. 3 & 11

lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering

disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan

kesadaran.

Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian

distal arteri basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah

menuju formasio retikularis asendens di mesensefalon dan talamus

sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang

lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus

demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital

dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan

gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor

(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal,

diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa

gangguan motorik.

1.14.6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial

Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris

adalah arteri sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior

anterior, dan sereberalis superior.

Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior

posterior mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s

syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis

ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi

alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan

cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan

mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan

menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah,

kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri

sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral

pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik

nistagmus atau skew deviation.

1.14.7. Cabang vertebrobasiler paramedian

|Makalah Stroke| 21

Page 22: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial

batang otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel

IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus

sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis,

nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).

Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung

dimana oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan

paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia.

Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII)

ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus

hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata.

Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan

kedua sisi batang otak.

1.14.8. Cabang vertebrobasilar basalis

Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang

memasuki sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras

motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri

basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus

kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus

kranialis ipsilateral.

1.14.9. Infark lakunar

Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak

(putamen 37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%,

kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom

infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni,

hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

1.15. Gejala Stroke Hemoragik

1.15.1. Perdarahan Intraserebral

Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu

onset yang hampir selalu timbul pada saat beraktivitas dan

terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%).

Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan

|Makalah Stroke| 22

Page 23: Stroke Paper Kel. 3 & 11

muntah. Walaupun tidak spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini

membedakannya dengan stroke iskemik. Sakit kepala pada saat

onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien

dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal,

distorsi, atau peregangan struktur intrakranial superfisial yang

sensitif terhadap rasa sakit.

Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya

suatu perdarahan lobaris dibandingkan perdarahan pada bagian

yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada pasien

bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi. Berikut

ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat

terjadi pada stroke perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:

1.15.1.1. Perdarahan Putaminal

Perdarahan putaminal merupakan bentuk

perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.

Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah

kelemahan motorik unilateral yang diikuti abnormalitas

sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai

hemisfer sisi dominan akan terjadi afasia global, sedangkan

bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan

gejala hemi-inattention.

1.15.1.2. Perdarahan kaudatus

Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai

perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan putamina

basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba,

dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti penurunan

kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan

leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan

konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka

pendek.

1.15.1.3. Perdarahan talamik

|Makalah Stroke| 23

Page 24: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran

klinis yang sesuai dengan besarnya area perdarahan dan

perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa

yang timbul sangat besar maka perluasan dapat mencapai

daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai

namun sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk

hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom

hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai,

wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada

perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus

okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan

atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi

asimetris.

1.15.1.4. Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)

Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal

substansia alba menghasilkan lesi yang dapat muncul

diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal

dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda dengan

perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak

berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi.

Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan

perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi

arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan sakit

kepala dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit

kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia

juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota

gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.

1.15.1.5. Perdarahan serebral

Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi

arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari cabang distal

arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul

pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal yang

|Makalah Stroke| 24

Page 25: Stroke Paper Kel. 3 & 11

mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat

mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-

tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan

pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi

pada beberapa pasien.

1.15.1.6. Perdarahan mesensefalon

Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah

sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya berasal dari

bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum

atau ponds. Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap

dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga

hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus.

Gejala lain yang ditimbulkan antara lain berupa

kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek

extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah,

hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.

1.15.1.7. Perdarahan pons

Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan

intrakranial yang disebabkan masuknya darah keruangan

tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit

kepala yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma,

gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem

otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada

wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki

bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.

1.15.1.8. Perdarahan medula oblongata

Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang

sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan pedarahan

otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa

pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia

tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam

|Makalah Stroke| 25

Page 26: Stroke Paper Kel. 3 & 11

waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis

kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.

1.15.2. Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh

rupturnya suatu aneurisma intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma

biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai menekan saraf

atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum

pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian

menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah ini:

Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan

berat (kadang kala disebut sakit kepala thunderclap).

Nyeri muka atau mata.

Penglihatan ganda.

Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat

menyebabkan beberapa masalah serius lainnya:

Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid

hemorrhage bisa menggumpal. Darah yang menggumpal bisa

mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari

kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah

di dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak.

Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit

kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa

meningkatkan resiko pada koma dan kematian.

Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri

di dalam otak bisa kontraksi (kejang), membatasi aliran darah

menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan

cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm

bisa menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik,

seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian

tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,

dan koordinasi lemah.

|Makalah Stroke| 26

Page 27: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya

dalam waktu seminggu.

7. Komplikasi Stroke

Hipoksia serebral

Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.

Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke

jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin

serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam

mempertahankan oksigenasi jaringan.

Aliran darah serebral

Bergantung pada tekanan darah, curah jatung, dan integritas

pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus

menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah

serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk

mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya

cedera.

Embolisme serebral

Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat

berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran

darah ke otak da selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia

dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian

trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral

dan harus diperbaiki.

Gangguan otak yang berat

Kematian

Bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular

(Baticaca, Fransisca B. 2008).

8. Pemeriksaan Diagnostik Stroke

1.16. Pemeriksaan Fisik

|Makalah Stroke| 27

Page 28: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital

seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga

tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor

dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah,

tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis

yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah

fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran

menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu

lakukan pemeriksaan reflex-refleks batang otak yaitu :

Reaksi pupil terhadap cahaya.

Refleks kornea.

Refleks okulosefalik.

Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,

hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu

tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota

gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan

kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin

kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan

perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan -

perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.

1.17. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium,

pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah

sebagai berikut:

1.17.1. Pemeriksaan laboratorium

1.17.1.1. Pemeriksaan darah rutin

1.17.1.2. Pemeriksaan kimia darah lengkap

Gula darah sewaktu.

Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah

dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian

berangsur-angsur kembali turun.

|Makalah Stroke| 28

Page 29: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati,

enzim SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid,

LDH-HDL kolesterol serta total lipid).

1.17.1.3. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).

Waktu protrombin.

Kadar fibrinogen.

Viskositas plasma.

1.17.1.4. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi

Homosistein.

1.17.2. Pemeriksaan neurokardiologi

Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan

elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan

mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi

perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan

otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus

atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan

diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah

kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli

(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama

transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk

visualisasi emboli cardial.

1.17.3. Pemeriksaan radiologi

1.17.3.1. CT-scan otak

Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan

pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan

manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark

otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak

memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-

hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan.

Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.

Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,

|Makalah Stroke| 29

Page 30: Stroke Paper Kel. 3 & 11

oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk

memastikan proses patologik di batang otak.

1.17.3.2. Pemeriksaan foto thoraks.

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah

terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan

salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke

dan adakah kelainan lain pada jantung.

Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial

mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk

prognosis.

9. Penatalaksanaan Stroke

1.18. Penatalaksanaan Farmakologi

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala

lainnya dapat dicegah atau dipulihkan jika obat stroke yang berfungsi

menghancurkan bekuan darah disuntikkan kurang dari tiga jam sejak

serangan (periode emas). Obat yang diberikan biasanya diberikan

berdasarkan penyebab stroke, dan akibat yang ditimbulkan oleh stroke

tersebut, seperti obat depresi (untuk mengatasi gangguan psikis), dan alat

bantu nafas. Antikoagulan (anti penggumpalan) tidak diberikan kepada

penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada

penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko

terjadinya perdarahan ke dalam otak (Utama J 2007).

1.18.1. Terapi trombolis

Satu-satunya obat yang diakui oleh the US Food dan Drug

Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah

activator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Setelah

disetujui pada bulan juni 1996 TPA dapat digunakan pada

penderita stroke akut dengan syarat-syarat tertentu baik I.V

maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset

stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran

thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada

|Makalah Stroke| 30

Page 31: Stroke Paper Kel. 3 & 11

perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama daerah

penumbra.

1.18.2. Terapi reperfusi

Terapi reperfusi adalah pemberian antikoagulan pada stroke

iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau

heparinoid (fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil

thrombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru.

Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor

koagulasi dan mencegah/ memperkecil pembentukan fibrin dan

propogasi thrombus.The European Stroke Intiative (2000)

merekomendasikan bahwa antikoagulan oral (INR 2,0 – 3,0)

diindikasikan pada stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium.

Diperlukan antikoagulasi dengan derajat lebih tinggi (INR 3,0 –

4,0) untuk pasien stroke memiliki katup prostetik mekanis.

1.18.3. Pengobatan anti-platelet pada stroke akut

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke,

baru-baru ini sangat dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST

( International Stroke Trial ) dan CAST ( Chinese Aspirin Stroke

Trial ) memberitakan bahwa pemberian aspirin pada fase akut

menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas

penderita stroke akut.

1.18.4. Terapi Neuroproteksi

Pengobatan spesifik iskemik stroke akut yang kedua adalah

obat-obatan “neuroprotektor”: yaitu obat yang mencegah dan

memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama

didaerah penumbra. Obat-obatan ini berperan dalam menginhibisi

dan mengubah reversebilitas neuronal yang terganggu akibat

“ischemic cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah:

kegagalan hemostatis calcium, produksi berlebih radikal bebas,

disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh

leukosit dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal

|Makalah Stroke| 31

Page 32: Stroke Paper Kel. 3 & 11

injury” berkembang penuh setelah 24-72 jam, dan dapat

berlangsung selama 10 hari.

1.19. Penatalaksanaan Bedah

1.19.1. Dekompresi Bedah

Suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis dan

dicadangkan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini

salah satu sisi tengkorak diangkat (hemikraniektomi) sehingga

jaringan otak yang mengalami infark dan edema mengembang

tanpa dibatasi oleh struktur tengkorak yang kaku. Dengan

demikian prosedur ini mencegah tekanan dan distorsi pada jaringan

yang masih sehat dan struktur batang otak.

1.19.2. Endartektomi

Pembedahan yang dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi

serebral bagi penderita stroke trombotik atau embolik, pembuangan

plak dari dinding arteri dalam.

Gambar 7: Endartektomi

1.19.3. Bypass mikrovaskular

Pembedahan untuk anastomosis pembuluh ekstrakranial

dengan pembuluh ekstrakranial (Williams and Wilkins, 2011).

1.20. Penatalaksanaan Non-Farmakologi

Menurut Wirakusumah (2001), makanan yang dapat menolong

untuk mencegah stroke antara lain:

1.20.1. Sumber asam lemak omega-3

Komponen ini banyak terkandung di dalam ikan. Suatu

penelitian yang dilakukan di Belanda terhadap populasi yang

berusia 60-90 tahun, yang selalu mengkonsumsi ikan (sekurang-

|Makalah Stroke| 32

Page 33: Stroke Paper Kel. 3 & 11

kurangnya satu kali seminggu), membuktikan bahwa resiko

terserang stroke pada 15 tahun ke depan hanya setengah kali

dibandingkan dengan populasi lain yang tidak mengkonsumsi ikan.

Hal ini membuktikan bahwa asam lemak omega-3 yang terkandung

di dalam ikan akan memperbaiki struktur membran sel. Dalam hal

ini, sel akan lebih kuat dan lentur. Selain itu, asam lemak omega-3

dapat membantu thromboxane yang berfungsi menurunkan

terbentuknya gumpalan darah.

1.20.2. Teh

Stroke dapat juga dilawan dengan teh, khususnya jenis teh

hijau. Sebuah studi di Jepang membuktikan dengan mengkonsumsi

teh hijau sebanyak lima cangkir sehari dapat menurunkan resiko

terserang stroke. Di dalam teh hijau terkandung antioksidan yang

dapat mencegah terjadinya kerusakan sel. Bahkan, teh hijau

mengandung komponen antioksidan yang lebih kuat dibanding

vitamin E dan vitamin C. Berikut ini adalah zat-zat yang berperan

sebagi sumber antioksidan:

Betakaroten

Vitamin E

Vitamin C

1.20.3. Sumber kalium

Makanan sumber kalium seperti pisang, dapat menurunkan

resiko terserangnya stroke. Diduga, asupan kalium yang memadai

membuat dinding arteri lebih elastik dan normal. Selain itu, juga

dapat melindungi kerusakan pembuluh darah akibat tekanan darah

yang tinggi.

1.20.4. Bawang bombay dan bawang putih

Bawang bombay dan bawang putih dapat mencegah

penggumpalan darah yang akan menyumbat aliran darah ke otak.

Selain itu, juga dapat memacu mekanisme pelarutan gumpalan

darah di dalam tubuh.

Sedangkan hal-hal yang harus diwaspadai antara lain:

|Makalah Stroke| 33

Page 34: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.20.5. Sumber lemak

Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan

makanan yang mengandung lemak. Jenis lemak yang harus

diwaspadai, terutama lemak jenuh yang dapat memicu

terbentuknya gumpalan-gumpalan lemak dalam pembuluh darah.

Inilah yang akan menghambat aliran darah ke otak sehingga

menimbulkan stroke.

1.20.6. Garam

Diduga, kelebihan garam dapat memicu timbulnya mini

stroke. Pengujian yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan

bahwa pada otak tikus yang mnengkonsumsi ransum dengan kadar

garam yang tinggi, akan tampak adanya kerusakan arteri dan

jaringan, yang disebabkan oleh keadaan mini stroke.

1.20.7. Alkohol

Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan

alkohol karena kelebihan alcohol yang tinggi dapat meningkatkan

resiko terserangnya stroke. Konsentrasi alcohol yang tinggi dapat

memicu terjadinya emboli (penggumpalan), dan ischemia

(kurangnya darah dalam jaringan), yang disebabkan oleh

perubahan konsentrasi darah dan kontraksi pembuluh darah.

Kondisi inilah yang mengawali terjadinya stroke.

1.21. Pencegahan

Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan

sekunder.

1.21.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah stroke pada

mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan sekunder

ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA

(Wahjoepramono 2005).

Menurut Wahjoepramono (2005), pencegahan primer dapat

dilakukan dengan modifikasi gaya hidup yang meliputi:

Penurunan berat badan: mengupayakan berat badan normal

|Makalah Stroke| 34

Page 35: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Pola makan yang tidak memicu hipertensi: mengkonsumsi

buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak serta

mengurangi konsumsi lemak jenuh

Diet rendah garam: mengurangi intake garam <100 mmol per

hari (2,4 g Na atau 6 g NaCl)

Aktivitas fisik: aktivitas fisik rutin seperti jalan santai minimal

30 menit per hari.

1.21.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan

pada pasien yang sudah pernah mengalami stroke atau TIA. Target

akhir dari pencegahan sekunder adalah agar jangan sampai terjadi

seranagn TIA ataupun stroke yang berulang. Pencegahan sekunder

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Stroke Council of the American Heart Association

merekomendasikan hal pencegahan sebagai berikut:

Lemak

LDL < 100 mg/dL

HDL > 35 mg/dL

TC < 200 mg/dL

TG < 200 mg/dL

Diet AHA step II: ≤ 30 % lemak, < 7

% lemak jenuh, < 200 mg/hari

kolesterol, penurunan berat badan dan

aktifitas fisik.

Jika target tak tercapai dan LDL > 130

mg/dL berikan terapi medikamentosa

(mis: statin).

Bila LDL 100-130 mg/dL,

medikamentosa dapat

dipertimbangkan.

Alkohol Mengurangi konsumsi

alcohol

Edukasi pasien dan keluarga untuk

kurangi / hentikan kebiasaan minum

alcohol

Aktifitas

fisik

30–60 menit dalam 3-4

kali / menggu

Latihan fisik sedang (jalan santai,

jogging, bersepeda atau aerobik).

Program dengan supersi medis bagi

|Makalah Stroke| 35

Page 36: Stroke Paper Kel. 3 & 11

pasien dengan rsiko tinggi (penyakit

jantung)

Obesitas≤ 120 % dari berat badan

ideal berdasarkan tinggiDiet dan latihan fisik

AHA: American Heart Association, HDL: high density lipoprotein, LDL: low density lipoprotein,

TC: total cholesterol, TG: trigliserida

Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa.

Dengan bertambahnya usia, kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh

karena itu, harus diusahakan untuk selalu mengurangi atau

menghilangkan berbagai faktor resiko, terutama dengan melakukan diet

dan olahraga secara teratur (Wirakusumah, 2001).

1.22. Perawatan Pasca Stroke

Sekali terkena serangan stroke, tidak membuat seseorang terbebas

dari stroke. Di samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada

kemungkinan dapat terserang kembali di kemudian hari. Penanganan

pasca stroke yang biasa dilakukan adalah:

1.22.1. Rehabilitasi

Penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti

terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu

di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien,

seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga

dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi

bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan

pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong,

setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan

meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.

1.22.2. Penerapan gaya hidup sehat

Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan

stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih

buruk dari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami

serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien

tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Penerapan gaya

|Makalah Stroke| 36

Page 37: Stroke Paper Kel. 3 & 11

hidup sehat sangat penting bagi mereka yang sudah pernah terkena

serangan stroke, agar tidak kembali diserang stroke seperti berhenti

merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat,

berolahraga teratur 3 kali seminggu (30-45 menit), makan

secukupnya, dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga

berat badan jangan sampai kelebihan berat badan, berhenti minum

alkohol dan atasi stres.

Selain itu konsumsi bahan-bahan makanan yang dapat mengurangi

resiko timbulnya kembali serangan stroke juga sangat diperlukan.

10. Prognosis Stroke

Luaran stroke pada umumnya digambarkan dalam bentuk angka

kematian dan status fungsional pascaserangan stroke. Penelitian Alessandro,

dkk (1992) menunjukkan bahwasecarakeseluruhanangkakematianpada 30 hari

pertama adalah 31%. Pengukuran status fungsional pada hari ketiga puluh

pascaserangan stroke memperlihatkan bahwa 62% pasien stroke dapat mandiri

dalam kehidupannya.

Penelitian Marini, dkk (1999) pada 330 pasien stroke iskemik dengan

rerata lama follow up 96 bulan menunjukkan bahwa angka mortalitas adalah

13,5%. Prognosis stroke ditentukan oleh banyak parameter dan predictor

klinis.

PenelitianWardlaw, dkk (1998) pada 993 pasien stroke

memperlihatkan bahwa infark yang terlihat pada gambaran CT Scan kepala

akan meningkatkan risiko kematian sebesar 4,5 kali (95% CI: 2,7-7,5), dan

ketergantungan hidup sebesar 2,5 kali (95% CI 1,9-3,3).

Penelitian de Jong, dkk (2002) pada 333 pasien memperlihatkan bahwa

pasien stroke dengan lebih dari 1 infark lakuner memiliki prognosis yang lebih

buruk daripada pasien dengan 1 infark lakuner. Angka moralitas yang lebih

tinggi (33% VS 21%), angka rekurensi stroke yang lebih tinggi (21% VS

11%), dan nilai status fungsional yang lebih rendah dihubungkan dengan

infark lakuner yang lebih dari 1. Pada kasus stroke perdarahan, angka

mortalitas relative lebih tinggi.

|Makalah Stroke| 37

Page 38: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Penelitian Larsen, dkk (1984) pada 53 pasien stroke perdarahan

menunjukkan bahwa angka mortalitas akut adalah 27%. Faktor prognosis yang

utama adalah tingkat kesadaran dan volume hematoma.

Penelitian Fieschi, dkk (1988) pada 104 pasien stroke menunjukkan

angka kematian pada bulan pertama adalah 30%. Faktor prognosis yang paling

signifikan adalah usia, tingkat kesadaran saat masuk RS, dan ukuran heatoma.

Penelitian Kiyohara, dkk (2003) pada 1621 pasien stroke di Jepang

memperlihatkan hasil serupa, angka kematian pada perdarahan serebral di 30

hari pertama adalah 63,3% di banding infark serebral sebesar 9%. Faktor

demografik, penyakit penyerta, dan keparahan gejala stroke berkontribusi

terhadap luaran stroke.

Penelitian kohort Kernan, dkk (2000) memperlihatkan prognosis stroke

dipengaruhi oleh usia, komorbiditas gagal jantung, riwayat stroke sebelumnya,

diabetes, hipertensi, danpenyakit jantung koroner. Adanya komorbiditas, usia

tua, riwayat stroke sebelumnya akan memberikan prognosis yang lebih buruk.

11. Patofisiologi Stroke

(Lampiran. 1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

1. Pengkajian Keperawatan pada Pasien Stroke

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk

mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan

data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan (Marilynn

E. Doenges et al, 1998).

1.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang

status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial

budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,

kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.

1.1.1. Identitas klien

|Makalah Stroke| 38

Page 39: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

1.1.2. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi

1.1.3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya

terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak

sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan

fungsi otak yang lain.

1.1.4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, kegemukan.

1.1.5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun

diabetes Militus

1.1.6. Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk

pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan

keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi

stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

1.1.7. Pola-pola fungsi kesehatan

1.1.7.1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,

penggunaan obat kontrasepsi oral.

1.1.7.2. Pola nutrisi dan metabolism

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut.

|Makalah Stroke| 39

Page 40: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.1.7.3. Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik

usus.

1.1.7.4. Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegi),

merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat. Tanda:

gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), kelemahan

umum, gangguan penglihatan dan gangguan tingkatan

kesadaran.

1.1.7.5. Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena

kejang otot/nyeri otot.

1.1.7.6. Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien

mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat

gangguan bicara.

1.1.7.7. Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah

marah, tidak kooperatif.

1.1.7.8. Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan

menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola

kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses

berpikir.

1.1.7.9. Pola reproduksi seksual

|Makalah Stroke| 40

Page 41: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari

beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti

hipertensi, antagonis histamin.

1.1.7.10. Pola penanggulangan stress

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan

masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan

berkomunikasi.

1.1.7.11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah

laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah

satu sisi tubuh.

1.1.7.12. Pola Sirkulasi

Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan

dalam sistem sirkulasi, hal ini dapat diketahui melalui

gejala dan tanda sebagai berikut:

Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia

Tanda: hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat bervariasi,

distrimia, perubahan EKG.

1.1.7.13. Integritas Ego

Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu

perubahan keadaan emosional dalam dirinya, hal ini dapat

diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut:

Gejala: perasaan tidak berdaya dan putus asa.

Tanda: emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah , sedih,

gembira dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.

1.1.7.14. Nyeri/ Kenyamanan

Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu

keadaan ketidaknyamanan, hal ini dapat diketahui melalui

gejala dan tanda sebagai berikut:

Gejala: sakit kepala

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan

pada otot.

|Makalah Stroke| 41

Page 42: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.1.7.15. Penyuluhan/ Pembelajaran

Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan

penyuluhan/ pembelajaran untuk mencegah masalah lebih

lanjut, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai

berikut:

Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan stroke.

1.1.8. Pemeriksaan Fisik

1.1.8.1. Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar

dimengerti, kadang tidak bisa bicara

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut

nadi bervariasi

1.1.8.2. Pemeriksaan integumen

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek.

Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA

Bleeding harus bed rest 2-3 minggu

Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

Rambut: umumnya tidak ada kelainan

1.1.8.3. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala: bentuk normocephalik

Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah

satu sisi

Mata: penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya

gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam

mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam

memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam

menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).

(Muttaqin, 2008)

Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

|Makalah Stroke| 42

Page 43: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.1.8.4. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar

ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan

tidak teratur akibat penurunan reflex batuk dan menelan.

1.1.8.5. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang

lama, dan kadang terdapat kembung.

1.1.8.6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat inkontinensia atau retensio urin

1.1.8.7. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh,

mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan

pengukuran kekuatan otot, normal: 5Pengukuran kekuatan

otot menurut (Arif mutaqqin,2008)

Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.

Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada

gerakan pada sendi.

Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa

melawan gravitasi.

Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat

melawan tekanan pemeriksaan.

Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan

tetapi kekuatanya berkurang.

Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan

dengan kekuatan penuh.

1.1.8.8. Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan

XII central.

Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada

salah satu sisi tubuh.

|Makalah Stroke| 43

Page 44: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan reflex

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis

akan muncul kembali didahuli dengan reflex patologis

(Jusuf Misbach, 1999).

1.1.9. Pemeriksaan penunjang

1.1.9.1. Pemeriksaan radiologi

CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang

masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak

(Linardi Widjaja, 1993).

MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami

hemoragik (Marilynn E. Doenges, 2000).

Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan

seperti aneurisma atau malformasi vaskuler

(Satyanegara, 1998).

Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan

keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel

kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis

pada penderita stroke (Jusuf Misbach, 1999).

1.1.9.2. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah

biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,

sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor

masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama

(Satyanegara, 1998).

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat

terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250

mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun

kembali (Jusuf Misbach, 1999).

|Makalah Stroke| 44

Page 45: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan

pada darah itu sendiri (Linardi Widjaja, 1993).

1.2. Analisa Data

Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi

kegiatan mentabulasi, mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan

data dan akhirnya menarik kesimpulan (Marilynn E. Doenges, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan pada Pasien Stroke

Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien

yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan

sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.

1. Penurunan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan infark serebral.

2. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume

intrakranial.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipares/ hemiplagia.

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan control otot

tonus fasial/ oral.

5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,

intake cairan yang tidak adekuat.

6. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi

pada upper motor neuron.

7. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

penurunan refleks batuk dan menelan.

8. Risiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah

dan menelan.

9. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.

10. Risiko trauma/ cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.

11. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan

perubahan fungsi dan persepsi kognitif.

12. Kecemasan berhubungan dengan kondisi sakit.

3. Rencana Intervensi Keperawatan pada Pasien Stroke

|Makalah Stroke| 45

Page 46: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat

perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan

perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah

masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah

penentuan prioritas diagnose keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria

hasil dan menntukan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan dari

diagnosa keperawatan diatas adalah:

1. Penurunan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan infark serebral.

Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria hasil:

- Klien tidak gelisah,

- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,

- GCS 4,5,6,

- Pupil isokor, reflek cahaya (+),

- Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7o

C, pernafasan 16-20 kali permenit).

Intervensi Rasional

Berikan penjelasan kepada keluarga

klien tentang sebab-sebab peningkatan

TIK dan akibatnya.

Keluarga lebih berpartisipasi dalam

proses penyembuhan.

Anjurkan kepada klien untuk bed rest

total.

Untuk mencegah perdarahan ulang.

Observasi dan catat tanda-tanda vital

dan kelain tekanan intrakranial tiap dua

jam.

Mengetahui setiap perubahan yang

terjadi pada klien secara dini dan untuk

penetapan tindakan yang tepat.

Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30

dengan letak jantung (beri bantal tipis).

Mengurangi tekanan arteri dengan

meningkatkan drainage vena dan

memperbaiki sirkulasi serebral.

Bantu pasien untuk membtasi muntah,

batuk,anjurkan klien menarik nafas

apabila bergerak atau berbalik dari

tempat tidur

Aktivitas ini dapat meningkatkan

tekanan intracranial dan intraabdoment

dan dapat melindungi diri dari valsava.

|Makalah Stroke| 46

Page 47: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Anjurkan klien untuk menghindari

batuk dan mengejan berlebihan.

Batuk dan mengejan dapat

meningkatkan tekanan intra kranial dan

potensial terjadi perdarahan ulang.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan

batasi pengunjung.

Rangsangan aktivitas yang meningkat

dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenagngan mingkin

diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke

hemoragik / perdarahan lainnya.

Kolaborasi dengan tim dokter dalam

pemberian obat neuroprotektor, steroid,

dan aminofel.

Memperbaiki sel yang masih viable,

menurunkan premeabilitas kapiler,

menurunkan edema serebri,

menurunkan metabolik sel dan kejang.

2. Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume

intrakranial.

Tujuan: Tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.

Kriteria hasil:

- Klien tidak gelisah,

- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang,

- GCS 4,5,6,

- Tidak terdapat papiledema,

- Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-100 kali permenit,

suhu: 36-36,7o C, pernafasan 16-20 kali permenit).

Intervensi Rasional

Kaji faktor penyebab dari peningkatan

TIK.

Deteksi dini untuk memprioritaskan

intervensi, mengkaji status neurologis/

tanda-tanda kegagalan untuk

menentukan perawatan kegawatan atau

tindakan pembedahan.

Memonitor tanda-tanda vital setiap 4

jam.

Suatu keadaan normal bila sirkulasi

serebri terpelihara dengan baik atau

|Makalah Stroke| 47

Page 48: Stroke Paper Kel. 3 & 11

fluktuasi ditandai dengan tekanan darah

sistemik. Dengan peningkatan tekanan

darah (diastolik) maka dibarengi

dengan peningkatan tekanan darah

intrakranial. Adanya peningkatan

tekanan darah, bradikardi, disritmia,

dispnea merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK

Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali

dari bola mata merupakan tanda dari

gangguan saraf jika batang otak

terkoyak. Keseimbangan saraf antara

simpatis dan parasimpatis merupakan

respon refleks saraf kranial.

Monitor temperatur dan pengaturan

suhu lingkungan.

Panas merupakan refleks dari

hipotalamus. Peningkatan kebutuhan

metabolisme dan O2 akan menunjang

peningkatan TIK.

Pertahankan kepala/ leher pada posisi

yang netral, usahakan dengan sedikit

bantal. Hindari penggunaan bantal yang

tinggi pada kepala.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat

menimbulkan penekanan pada vena

jugularis dan menghambat aliran darah

otak (menghambat drainase pada vena

serebri) sehingga dapat meningkatkan

TIK.

Berikan periode istirahat antara

tindakan perawatan dan batasi lamanya

prosedur.

Tindakan yang terus-menerus dapat

meningkatkan TIK oleh efek

rangsangan kumulatif.

Kurangi rangsangan ekstra dan berikan

rasa nyaman seperti masase punggung,

lingkungan yang tenang, sentuhan yang

ramah, dan suasana/ pembicaraan yang

tidak gaduh.

Memberikan suasana yang tenang

(cloming effect) dapat mengurangi

respons psikologis dan memberikan

istirahat untuk mempertahankan TIK

yang rendah.

|Makalah Stroke| 48

Page 49: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Cegah atau hindarkan terjadinya

valsava maneuver.

Mengurangi tekanan intraorakal dan

intraabdominal sehingga menghindari

peningkatan TIK.

Kaji peningkatan istirahat dan perilaku

pada pagi hari.

Tingkah nonverbal ini dapat merupakan

indikasi peningkatan TIK atau

memberikan refleks nyeri dimana klien

tidak mampu mengungkapkan keluhan

secara verbal, nyeri yang tidak menurun

dapat meningkatkan TIK.

Berikan penjelasan kepada klien (jika

sadar) dan keluarga sebab-akibat TIK

meningkat.

Meningkatkan kerjasama dalam

meningkatkan perawatan klien dan

mengurangi kecemasan.

Observasi tingkat kesadaran dengan

GCS.

Perubahan kesadaran menunjukkan

peningkatan TIK dan berguna

menentukan lokasi dan perkembangan

penyakit.

Kolaborasi pemberian O2 sesuai

indikasi.

Mengurangi hipoksemia, dimana dapat

meningkatkan vasodilatasi serebri dan

volume darah dan menaikkan TIK.

Kolaborasi pemberian cairan intravena

sesuai dengan yang diindikasikan

Pemberian cairan mungkin diinginkan

untuk menurunkan edema serebri,

peningkatan minimum pada pembuluh

darah, tekanan darah, dan TIK.

Kolaborasi pemberian obat osmosis

diuretic (manitol, furosid), steroid

(deksametason, metilprednisolon), dan

vasodilator perifer (siklandilat,

papverin, isokssuprin).

Mengurangi edema serebri dan TIK,

menurunkan inflamasi, dan untuk

meningkatkan sirkulasi kolateral atau

menurunkan vasospasme.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipares/ hemiplagia.

Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.

|Makalah Stroke| 49

Page 50: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Kriteria hasil:

- Tidak terjadi kontraktur sendi,

- Bertabahnya kekuatan otot,

- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan secar fungsional

dengan cara yang teratur klasifikasikan

melalui skala 0-4.

Mengidentifikasikan kelemahan dan

dapat memberikan informasi mengenai

pemulihan.

Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia

jaringan akibat sirkulasi darah yang

jelek pada daerah yang tertekan.

Ajarkan klien untuk melakukan latihan

gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak

sakit.

Gerakan aktif memberikan massa, tonus

dan kekuatan otot serta memperbaiki

fungsi jantung dan pernapasan.

Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas

yang sakit.

Otot volunter akan kehilangan tonus

dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk

digerakkan.

Bantu mengembangkan keseimbangan

duduk seperti meninggikan bagian

kepala tempat tidur, bantu untuk duduk

di sisi tempat tidur.

membantu melatih kembali jaras saraf,

meningkatkan respon proprioseptik dan

motorik.

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

untuk latihan fisik klien.

Pengobatan lebih teratur dan program

yang khusus dapat di kembangkan

untuk menemukan kebutuhan klien.

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan control otot

tonus fasial/ oral.

Tujuan: Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal.

Kriteria hasil:

- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi,

- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun

isarat.

|Makalah Stroke| 50

Page 51: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Intervensi Rasional

Berikan metode alternatif komunikasi,

misal dengan bahasa isarat.

Memenuhi kebutuhan komunikasi

sesuai dengan kemampuan klien.

Antisipasi setiap kebutuhan klien saat

berkomunikasi.

Mencegah rasa putus asa dan

ketergantungan pada orang lain.

Bicaralah dengan klien secara pelan dan

gunakan pertanyaan yang jawabannya

“ya” atau “tidak”.

Mengurangi kecemasan dan

kebingungan pada saat komunikasi.

Anjurkan kepada keluarga untuk tetap

berkomunikasi dengan klien.

Mengurangi isolasi sosial dan

meningkatkan komunikasi yang efektif.

Hargai kemampuan klien dalam

berkomunikasi.

Memberi semangat pada klien agar

lebih sering melakukan komunikasi.

Kolaborasi dengan fisioterapis untuk

latihan wicara.

Melatih klien belajar bicara secara

mandiri dengan baik dan benar.

5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,

intake cairan yang tidak adekuat.

Tujuan: Klien tidak mengalami gangguan eliminasi fecal (konstipasi) tidak

terjadi.

Kriteria hasil:

- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan

obat,

- Klien dapat BAB dengan lancer,

- Konsistensi feses lunak,

- Tidak teraba masa pada kolon (scibala),

- Bising usus normal (15-30 kali permenit).

Intervensi Rasional

Kaji pola eliminasi BAB. Mengetahui frekuensi BAB klien,

mengidentifikasi masalah BAB pada

klien.

Berikan penjelasan pada klien dan

keluarga tentang penyebab konstipasi.

Klien dan keluarga akan mengerti

tentang penyebab konstipasi.

|Makalah Stroke| 51

Page 52: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Auskultasi bising usus. Bising usu menandakan sifat aktivitas

peristaltic.

Anjurkan pada klien untuk makan

maknanan yang mengandung serat.

Diet seimbang tinggi kandungan serat

merangsang peristaltik dan eliminasi

regular.

Berikan intake cairan yang cukup (2

liter perhari) jika tidak ada

kontraindikasi.

Masukan cairan adekuat membantu

mempertahankan konsistensi feses yang

sesuai pada usus dan membantu

eliminasi regular.

Lakukan mobilisasi sesuai dengan

keadaan klien.

Aktivitas fisik reguler membantu

eliminasi dengan memperbaiki tonus

oto abdomen dan merangsang nafsu

makan dan peristaltik.

Kolaborasi dengan tim dokter dalam

pemberian pelunak feses (laxatif,

suppositoria, enema).

Pelunak feses meningkatkan efisiensi

pembasahan air usus, yang melunakkan

massa feses dan membantu eliminasi.

6. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi

pada upper motor neuron.

Tujuan: Klien mampu mengontrol eliminasi urinya.

Kriteria hasil:

- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia,

- Tidak ada distensi bladder.

- Pola eliminasi BAK normal

Intervensi Rasional

Kaji pola eliminasi urin. Mengetahui masalah dalam pola

berkemih.

Kaji multifaktoral yang menyebabkan

inkontensia.

Menentukan tindakan yang akan di

lakukan.

Identifikasi pola berkemih dan

kembangkan jadwal berkemih sering.

Berkemih yang sering dapat

mengurangi dorongan dari distensi

kandung kemih yang berlebih.

|Makalah Stroke| 52

Page 53: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Ajarkan untuk membatasi masukan

cairan selama malam hari.

Pembatasan cairan pada malam hari

dapat membantu mencegah enuresis.

Ajarkan teknik untuk mencetuskan

refleks berkemih (rangsangan kutaneus

dengan penepukan suprapubik,

manuver regangan anal).

Untuk melatih dan membantu

pengosongan kandung kemih.

Bila masih terjadi inkontinensia,

kurangi waktu antara berkemih pada

jadwal yang telah direncanakan.

Kapasitas kandung kemih mungkin

tidak cukup untuk menampung volume

urine sehingga memerlukanuntuk lebih

sering berkemih.

Berikan penjelasan tentang pentingnya

hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per

hari bila tidak ada kontraindikasi).

Hidrasi optimal diperlukan untuk

mencegah infeksi saluran perkemihan

dan batu ginjal.

Modifikasi pakaian dan lingkungan. Mempermudah kebutuhan eliminasi.

Kolaborasi pemasangaan kateter. Mempermudah klien dalam memenuhi

kebutuhan eliminasi urin.

7. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

penurunan refleks batuk dan menelan.

Tujuan: Klien dapat meningkatkan dan memepertahankan keefektifan

jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.

Kriteria hasil:

- Klien tidak sesak napas,

- Bunyi napas terdengar bersih,

- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara napas tambahan,

- Tidak retraksi otot bantu pernafasan,

- Trakeal tube bebas sumbatan,

- Tidak ada penumpukan sekret di jalan napas

- Pernapasan teratur, RR 16-20 x per menit.

Intervensi Rasional

Kaji  keadaan jalan nafas. Obstruksi munkin dapat di sebabkan

oleh akumulasi secret.

|Makalah Stroke| 53

Page 54: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Berikan penjelasan kepada klien dan

keluarga tentang sebab dan akibat

ketidakefektifan jalan nafas.

Klien dan keluarga mau berpartisipasi

dalam mencegah terjadinya

ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Rubah posisi tiap 2 jam sekali. Perubahan posisi dapat melepaskan

sekret darim saluran pernafasan.

Berikan intake yang adekuat (2000 cc

per hari).

Air yang cukup dapat mengencerkan

sekret.

Observasi pola dan frekuensi nafas. Untuk mengetahui ada tidaknya

ketidakefektifan jalan nafas.

Auskultasi suara nafas. Untuk mengetahui adanya kelainan

suara nafas.

Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan

keadaan umum klien.

Agar dapat melepaskan sekret dan

mengembangkan paru-paru.

Lakukan pengisapan lendir jika di

perlukan.

Pengisapan lendir dapat memebebaskan

jalan nafas dan tidak terus menerus di

lakukan dan durasinya dapat di kurangi

untuk mencegah hipoksia.

Kolaborasi pemberian oksigen. Pemberiaan oksigen dapat membantu

pernafasan dan membuat hiperpentilasi

mencegah terjadinya atelaktasisi dan

mengurangi terjadinya hipoksia.

8. Risiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah

dan menelan.

Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi.

Kriteria hasil:

- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan,

- Hb dan albumin dalam batas normal.

Intervensi Rasional

Tentukan kemampuan klien dalam

mengunyah, menelan dan reflek batuk.

Untuk menetapkan jenis makanan yang

akan diberikan pada klien.

Letakkan posisi kepala lebih tinggi Untuk klien lebih mudah untuk

|Makalah Stroke| 54

Page 55: Stroke Paper Kel. 3 & 11

pada waktu, seama dan sesudah makan. menelan karena gaya gravitasi.

Stimulasi bibir untuk menutup dan

membuka mulut secara manual dengan

menekan ringan diatas bibir/dibawah

gagu jika dibutuhkan.

Membantu dalam melatih kembali

sensori dan meningkatkan control

muskuler.

Letakkan makanan pada daerah mulut

yang tidak terganggu.

Memberikan stimulasi sensori

(termasuk rasa kecap) yang dapat

mencetuskan usaha untuk menelan dan

meningkatkan masukan.

Berikan makan dengan berlahan pada

lingkungan yang tenang.

Klien dapat berkonsentrasi pada

mekanisme makan tanpa adanya

distraksi/gangguan dari luar.

Mulailah untuk memberikan makan

peroral setengah cair, makan lunak

ketika klien dapat menelan air.

Makan lunak/cairan kental mudah

untuk mengendalikannya didalam

mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.

Anjurkan klien menggunakan sedotan

meminum cairan.

Menguatkan otot fasial dan dan otot

menelan dan merunkan resiko

terjadinya tersedak.

Anjurkan klien untuk

berpartisipasidalam program

latihan/kegiatan.

Dapat meningkatkan pelepasan

endorfin dalam otak yang

meningkatkan nafsu makan.

Kolaborasi dengan tim dokter untuk

memberikan ciran melalui IV atau

makanan melalui selang.

Mungkin diperlukan untuk memberikan

cairan pengganti dan juga makanan jika

klien tidak mampu untuk memasukkan

segala sesuatu melalui mulut.

9. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.

Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.

Kriteria hasil:

- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka,

- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka,

- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

|Makalah Stroke| 55

Page 56: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Intervensi Rasional

Anjurkan untuk melakukan latihan

ROM (range of motion) dan mobilisasi

jika mungkin.

Meningkatkan aliran darah kesemua

daerah.

Rubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan

meningkatkan aliran darah.

Gunakan bantal air atau pengganjal

yang lunak di bawah daerah-daerah

yang menonjol.

Menghindari tekanan yang berlebih

pada daerah yang menonjol.

Lakukan massage pada daerah yang

menonjol yang baru mengalami tekanan

pada waktu berubah posisi.

Menghindari kerusakan-kerusakan

kapiler-kapiler.

Observasi terhadap eritema dan

kepucatan dan palpasi area sekitar

terhadap kehangatan dan pelunakan

jaringan tiap merubah posisi.

Hangat dan pelunakan adalah tanda

kerusakan jaringan.

Jaga kebersihan kulit dan seminimal

mungkin hindari trauma, panas

terhadap kulit.

Mempertahankan keutuhan kulit.

10. Risiko trauma/ cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan: Trauma/ cedera tidak terjadi selama masa perawatan.

Kriteria hasil:

- Berkurangnya faktor-faktor yang dapat menyebabkan resiko cedera,

- Lingkungan aman.

Intervensi Rasional

Catat factor-faktor resiko yang dapat

menyebabkan cedera.

Intubasi, pengguanaan ventilator, dan

alat-alat yang terpasang pada tubuh

klien.

Monitor/ batasi kunjungan. Memberikan lingkungan yang tenang

dan aman.

Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukkan kemampuan secara

|Makalah Stroke| 56

Page 57: Stroke Paper Kel. 3 & 11

aktivitas sesuai toleransi. umum dan kekuatan otot, dan

menghindari terjatuh/ cedera.

11. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial dan

perubahan fungsi dan persepsi kognitif.

Tujuan: Harga diri klien meningkat.

Kriteria hasil:

- Menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang

situasi dan perubahan yang sedang terjadi,

- Menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,

- Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan

cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi

dan hubungan dari derajat

ketidakmampuan.

Menentukan bantuan individual dalam

menyusun rencana perawatan atau

pemilihan intervensi.

Identifikasi arti dari kehilangan atau

disfungsi pada klien.

Beberapa klien dapat menerima dan

mengatur perubahan fungsi secara

efektif dan sedikit penyesuaian diri,

sedangkan yang lain mempunyai

kesulitan membandingkan, mengenal,

dan mengatur kekurangan.

Anjurkan klien untuk mengekspresikan

perasaan termasuk hostility dan

kemarahan.

Menunjukkan penerimaaan, membantu

klien untuk mengenal dan mulai

menyesuaikan dengan perasaan

tersebut.

Catat ketika klien menyatakan

terpengaruh seperti sekarat atau

mengingkari dan menyatakan inilah

kematian.

Mendukung penolakan terhadap

perasaan negatif terhadap kemampuan

yang menunjukkan kebutuhan dan

intervensi serta dukungan emosional.

Bantu dan anjurkan perawatan yang

baik dan memperbaiki kebiasaan.

Membantu meningkatkan perasaan

harga diri dan mengontrol lebih dari

|Makalah Stroke| 57

Page 58: Stroke Paper Kel. 3 & 11

satu area kehidupan.

Dukung perilaku atau usaha seperti

peningkatan minat atau partisipasi

dalam aktivitas rehabilitasi.

Klien dapat beradaptasi terhadap

perubahan dan pengertian tentang peran

individu masa mendatang.

Dukung pengguanaan alat-alat yang

dapat mengadaptasikan klien, tongkat,

alat bantu jalan, tas panjang untuk

kateter.

Meningkatkan kemandirian untuk

membantu pemenuhan kebutuhan fisik

dan menunjukkan posisi untuk lebih

aktif dalam kehidupan sehari-hari.

Monitor gangguan tidur, peningkatan

kesulitan konsentrasi, letargi, dan

menarik diri.

Dapat mengindikasikan terjadinya

depresi umumnya terjadi sebagai

pengaruh dari stroke dimana

memerlukan intervensi dan evaluasi

lebih lanjut.

Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi

dan konseling bila dibutuhkan.

Dapat memfasilitasi perubahan peran

yang penting untuk perkembangan

perasaan.

12. Kecemasan berhubungan dengan kondisi sakit.

Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang.

Kriteria hasil:

- Mengenal perasaannya,

- Mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya,

- Menyatakan ansietas berkurang/ hilang.

Intervensi Rasional

Bantu klien mengekspresikan perasaan

marah, kehilangan, dan takut.

Cemas berkelanjutan memberikan

dampak serangan jantung selanjutnya.

Kaji tanda verbal dan nonverbal

kecemasan, dan dampingi klien.

Reaksi verbal/ nonverbal dapat

menunjukkan rasa agitasi, marah, dan

gelisah.

Mulai melakukan tindakan untuk

mengurangi kecemasan. Beri

lingkungan yang tenang dan suasana

Mengurangi rangsangan eksternal yang

tidak perlu.

|Makalah Stroke| 58

Page 59: Stroke Paper Kel. 3 & 11

penuh istirahat.

Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dalam

menurunkan ketakutan) dengan cara

memberikan informasi tentang keadaan

klien, menekankan pada penghargaan

terhadap sumber-sumber koping

(pertahanan diri), yang positif,

membantu latihan relaksasi dan teknik-

teknik penglihatan, dan memberikan

respons balik yang positif.

Berikan privasi klien dengan orang

terdekat.

Memberi waktu untuk mengekspresikan

perasaan, menghilangkan cemas, dan

perilaku adaptasi.

4. Peran Perawat pada Pasien Stroke

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system.

Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari

luar profesi keperawatan dan bersifat konstan.

Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat

professional meliput:

Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan

Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien

Counseller, sebagai pemberi bimbingan-konseling klien

Educator, sebagai pendidik klien

Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain

Coordinator, sebagai coordinator, agar dapat memanfaatkan sumber-

sumber dan potensi klien

Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan

perubahan-perubahan

|Makalah Stroke| 59

Page 60: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan

masalah klien

Dalam melaksanakan praktek keperawatan pada pasien stroke, perawat

melakukan peranan fungsi sebagai berikut:

1.1. Care Giver

Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat

memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung

kepada klien stroke, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan

evaluasi yang benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan

hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya

mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara

pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.

Dalam memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan, perawat

memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistik dan unik.

Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada

klien stroke yang meliputi intervensi/tindakan keperawatan, observasi,

pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan

pendelegasian yang diberikan.

1.2. Client Advocate

Sebagai advokat klien stroke, perawat berfungsi sebagai

penghubung antar klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya

pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu

klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan

oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional.

Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai

narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap

upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien stroke. Dalam

menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi dan

memfasilitasi keluarga dan klien dalam pelayanan keperawatan.

|Makalah Stroke| 60

Page 61: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan

melindungi hak-hak klien, antara lain:

Hak atas informasi; pasien stroke berhak memperoleh informasi

mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/

sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan

Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; klien berhak

mengetahui informasi tentang penyakit stroke yang dideritanya, dan

tindakan medik apa yang hendak dilakukan, alternatif lain beserta

resikonya, dll.

1.3. Counseller

Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola

interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini

merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan

kemampuan adaptasinya terhadap penyakit stroke yang dideritanya.

Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan orang

terdekat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan

kepada individu/ keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan

dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada

masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup

sehat.

1.4. Educator

Sebagai pendidik klien stroke, perawat membantu klien

meningkatkan kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait

dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/

keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang

diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan

pendidikan kesehatan stroke kepada keluarga klien.

1.5. Collaborator

Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga

dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan

pada klien stroke guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

1.6. Coordinator

|Makalah Stroke| 61

Page 62: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang

ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga

tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih mengenai

stroke yang diderita klien tersebut. Dalam menjalankan peran sebagai

koordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:

Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan

Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas

Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan

Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan

keperawatan stroke pada sarana kesehatan.

1.7. Change Agent

Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara

berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/

keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,

kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien

dan cara memberikan keperawatan kepada klien stroke.

1.8. Consultan

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan

klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan stroke yang

diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber

informasi yang berkaitan dengan kondisi stroke klien (Fransisca B.

Batticaca. 2008).

5. Legal Etik Keperawatan pada Pasien Stroke

1.9. Accountability

Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat pada segala

tindakan yang dilakukan pada pasien stroke yang dirawatnya dan juga

kepada keluarganya.

1.10. Confidentiality

Perawat menjaga kerahasian informasi yang berkaitan dengan

kesehatan klien mencakup stadium, keparahan, dan kondisi stroke yang

dialaminya.

|Makalah Stroke| 62

Page 63: Stroke Paper Kel. 3 & 11

1.11. Respect for Autonomy

Inform consent kepada klien stroke apabila akan melakukan

tindakan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan maupun tindakan

lainnya, meskipun klien dalam keadaan koma. Perawat dapat menanyakan

inform consent kepada keluarga/ orang terdekat.

1.12. Beneficience

Perawat meningkatkan kesejahteraan klien dan bekolaborasi

dengan tim medis lainnya untuk memenuhi kebutuhan klien stroke

tersebut.

1.13. Non-Maleficience

Perawat tidak menimbulkan injury pada klien stroke setiap

tindakan dan asuhan keperawatan yang diberikan (Redaksi Agromedia.

2009).

|Makalah Stroke| 63

Page 64: Stroke Paper Kel. 3 & 11

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia, yang dapat

berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara umum patologi stroke

berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai dari gejala stroke ringan hingga

dapat menyebabkan kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke

iskemik (karena penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena

pecahnya pembuluh darah) yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang

terserang.

Stroke memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan

stroke yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat dimodifikasi

(berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan penyakit stroke dapat

dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang dapat dimodifikasi tersebut,

seperti mengatur pola hidup dan mengkonsumsi makanan yang disesuaikan

dengan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

2. Saran

Gejala stroke umumnya sulit untuk dibedakan dengan gejala penyakit lainnya

apabila masih belum mencapai stadium lanjut. Oleh karena itu pencegahan primer

sangat disarankan karena setelah mengalami stroke, seseorang sulit untuk dapat

pulih total, apalagi pada usia lanjut. Salah satu cara pencegahan primer yang

paling disarankan yaitu konsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah

lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh dan beraktivitas fisik secara rutin.

|Makalah Stroke| 64

Page 65: Stroke Paper Kel. 3 & 11

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawata. Ed. 8. Jakarta:

EGC.

Depkes RI. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Diknakes.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3.

Jakarta: EGC.

Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Ganong W. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku

Kedokteran.

Mahendra B, Rachmawati Evi. 2007. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Misbach, Jusuf. 1999. Stroke. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Misbach J, Kalim H. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif.

www.medicastore.com. [12 Oktober 2012].

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Saraf. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-proses

Penyakit. Ed. 6. Vol 1. Jakarta: EGC.

Price, S.A., Lorraine, M.W. 2005. Patafisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Ed. 5. Vol. 2. Jakarta: EGC.

|Makalah Stroke| 65

Page 66: Stroke Paper Kel. 3 & 11

Redaksi Agromedia. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia

Pustaka.

Tembayong J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Utama, J. Pengobatan Stroke dan Perawatan Pasca Stroke.

www.medicastore.com. [12 Oktober 2012].

Williams & Wilkins. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:

Indeks.

Anonymous. 2012. Prognosis Stroke. Bethesda Stroke Center.

www.strokebethesda.com. [17 Oktober 2012].

|Makalah Stroke| 66