Stress
-
Upload
agus18praktyasa -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
description
Transcript of Stress
stress, stressor, koping, dan adaptasi
A. Teori
Menurut beberapa ahli stress dapat diartikan sebagai berikut:
Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu
yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen &
Rosenlicht, 1986).
Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu
ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan, 1987).
Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan
tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”. “Stres adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis,
1999).
Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang
dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di
dalam lingkungan tersebut”
Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres disebabkan oleh
perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, B.A., 1999).
Pengertian Stressor
Menurut Emanualsen & Rosenlicht, stressor merupakan faktor internal maupun eksternal
yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress.
Jadi dapat disimpulkan stress adalah dampak dari stressor( penyebab stress) yang
dianggap sebagai tekanan oleh individu sehingga membuatnya terpaksa untuk terus memikirkan
hal tersebut dan akhirnya akan mengganggu kesehatan psikologinya.
B. Pembahasan
I. Stress dan Stressor
1. Faktor yang Mempengaruhi Stress
Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor,
begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena menemui banyak masalah dalam
kehidupannya. Menurut Grant Brecht (2000), penyebab dari stress dibedakan menjadi dua
macam:
Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian,
perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah
tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, stress dipicu oleh stressor. Tentunya stressor tersebut
berasal dari berbagai sumber, yaitu :
1. Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu :
Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu memiliki nilai negatif dan
positif terhadap prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat
tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif
sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan tersebut.
Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai dengan keinginan orang tua
untuk memilih jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan
keinginannya dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan untuk selalu update
terhadap perkembangan zaman membuat sebagian individu berlomba untuk menjadi yang
pertama tahu tentang hal-hal yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang
tinggi jika disebut gaptek.
2. Diri sendiri, terdiri dari
Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai
Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang
diinginkan sesuai dengan perkembangan.
3. Pikiran
Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri dan
persepsinya terhadap lingkungan.
Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh
individu yang bersangkutan.
Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat sesorang menjadi
stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang
dihadapi, selain itu stressor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stress. Menurut
Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu:
Sifat stressor . Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan darimana sumber
stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada individu tersebut, membuat dampak stress
yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda.
Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika
individu tersebut tidak siap menerima akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya
marah pada hal-hal yang kecil.
Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Semakin
sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah
tersebut.
Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang terdahulu mempengaruhi cara individu
menghadapi masalahnya.
Tingkat perkembangan, artimya tiap individu memiliki tingkat perkembangan yang berbeda.
Selain itu adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stress, yaitu :
Faktor biologis-herediter, kondisi fisik, neurofisiologik dan neurohormonal.
Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan kepribadian, pengalaman dan kondisi lain
yang memengaruhinya.
2. Jenis-Jenis Stress
Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan sumbernya memiliki banyak
keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang dihasilkan beragam pula. Menurut Sri
Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan penyebabnya stress dapat digolongkan menjadi :
Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat
bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau
gas.Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan
penyakit.
Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik
sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.Stres proses pertumbuhan dan perkembangan,
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua. Menurut
Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres Psikologis, yaitu :
a. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada rintangan, frustasi ada yang bersifat
intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian
orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
b. Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan,
atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict, avoidance -
avoidance conflict.
c. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu,
misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu,
misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolahkan selalu rangking satu atau istri menuntut
uang belanja yang berlebihan kepada suami.
d. Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian
orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi.
Namun keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa sebab sekaligus,
misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan.
Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau
keagamaan
3. Tahap-Tahap Terjadinya Stress dan Tingkatannya
Suatu stimulus(stressor) yang datang tidak akan langsung membuat individu tersebut
mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara, teman atau tempat untuk
menhgilangkan stress sejenak atau untuk selamanya. Tahapan-tahapan tersebut oleh Dr. Robert J.
Van amberg (1979) dibagi menjadi enam tahapan, yaitu :
Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-
perasaan seperti :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; Namun tanpa disadari cadangan
energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, Namun tanpa
disadari cadangan energi semakin menipis.
Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada
tahap I mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi
tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang
dimaksud seperti tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi
yang mengalami pengurangan. Analoginya seperti handphone (HP) yang sudah lemah harus
kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II
adalah sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
7) Tidak bisa santai.
Stres tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-
keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II, maka yang bersangkutan akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :
1). Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar
tidak teratur (diare)
2). Ketegangan otot semakin terasa.
3). Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
4). Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/
dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).
5). Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini
seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban
stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna
menambah suplai energi yang mengalami defisit
Stres Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri karena keluhan-keluhan stres tahap III ,
oleh dokter individu tersebut dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan
fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri
untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan
dan terasa lebih sulit.
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara
memadai (adequate)
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya
Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan
hal-hal berikut :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion)
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik
Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack)
dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali
dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena
tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi
oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai
akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Selain tahapan, stress juga memiliki tingkatan-tingkatan. Manfaaat yang dapat diambil
dari menetahui tingkatan stress sama manfaatnya dengan mengetahui tahapan-tahapan dari
stress, sebab dengan hal tersebut setiap individu dapat segera mengetahui apakah mereka
memiliki stress dan dalam tahap atau tingkatan apa stress yang sedang dialami. Tentunya tujuan
yang pasti ingin dicapai adalah supaya stress tersebut tidak berlanjut. Stuart dan Sundeen (1998)
mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
a. Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat
membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang
akan terjadi.
b. Stres Sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan
yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan
perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu tersebut
mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.
4. Respon Individu Terhadap Stress
RESPON FISIOLOGI TERHADAP STRESS
Hans Selye (1956) Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress, yaitu :
1.Local Adaptation Syndrom (LAS)Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress.
Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata
terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
2.General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada) Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik :
curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke
kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut
nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
b. Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-
faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun àtau normal
c. Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian
diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila
usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian
Sedangkan menurut Dadang Hawari (2001) respon tehadap stress dapat mengenai hampir
seluruh sistem tubuh, seperti :
a. Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan atau kerontokan.
b. Gangguan ketajaman penglihatan.
c. Thinitus (pendengaran berdenging)
d. Daya mengingat, konsentrasi, dan berpikir menurun.
e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum, dan kedutan pada kulit wajah (tic facialis).
f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.
g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering timbul eksim, biduran (urtikaria),
gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki berkeringat dan kesemutan.
h. Napas terasa berat dan sesak.
i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat.
j. Lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare.
k. Sering berkemih
l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan tegang.
m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi.
n. Libido menurun atau bisa juga meningkat
Kemudian reaksi psikologis individu terhadap stress, adalah
a. Kecemasan adalah respon yang paling umum. Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan
suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan
seperti jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
b. Kemarahan dan agresi Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat
menyebabkan agresi, agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan
secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis
dan usaha membunuh orang.
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih
II. Mekanisme Koping
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk mengatasinya. Karena
ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan,
seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stress.
Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak
disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat
kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi yang
menjadi ancaman bagi diri individu.
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stres. Hal
tersebut bergantung pada :
a. Sifat dan hakikat stres, yaitu intensitas, lamanya, lokal, dan umum (general).
b. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional,
menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah
yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor,
distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-
perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi
masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif,
menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri,
menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi
dengan ahli agama
Cara yang dapat dilakukan adalah:
1. Individu
a. Kenal diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah kenal akan dirinya,
akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara yang dapat dilakukan adalah:
- Identifikasi siapa diri anda
- Tanyakan pada orang lain siapa anda
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kena diri anda
b. Turunkan kecemasan
- Identifikasi penyebab cemas anda
- Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan
- Lakukan teknik relaksasi
c. Tingkatkan harga diri
- Identifikasi aspek positif yang anda miliki
- Mulai gali kemampuan positif yang anda miliki
- Pertahankan aspek positif yang anda miliki
d. Persiapan diri
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan anda (belajar)
- Berdoa
- Mencari informasi
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik
2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)
a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
dengan anggota keluarganya
c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga
d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling
Metode koping menurut Folkman & Lazarus (Folkman & Lazarus, 1988; Folkman et al.,
1986), skill dan strategi coping diuraikan sebagai berikut :
1. Planful problem-solving
2. Confrontive coping
3. Seeking social support
4. Distancing (emotion-focused)
5. Escape-avoidance
6. Self-control
7. Accepting responsibility
8. Positive reappraisal
III. Konsep Adaptasi
1. PENGERTIAN ADAPTASI
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon
terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering
difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun
demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan
penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk
mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk
perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang
menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti
paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu
berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan.
Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
2. DIMENSI ADAPTASI
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji
adaptasi klienterhadap stress, perawat harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh.
a. ADAPTASI FISIOLOGIS
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat
diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada
semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk
beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor
yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian
tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem.
Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset
telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa
lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan
antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan
metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama
kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress, yaitu kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan di leher, bahu,
punggung, peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan, telapak tangan berkeringat,
tangan dan kaki dingin, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala, gangguan
lambung, suara yang bernada tinggi, mual,muntah dan diare, perubahan nafsu makan, perubahan
berat badan perubahan frekwensi berkemih, dilatasi pupil, gelisah, kesulitan untuk tidur atau
sering terbangun saat tidur temuan hasil laboratorium abnormal, yaitu peningkatan kadar hormon
adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
b. ADAPTASI PSIKOLOGIS
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien.
Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian
individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap
stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang
terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu,
fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik
kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa
kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi
dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ;
Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
• Ansietas
• Depresi
• Kepenatan
• Peningkatan penggunaan bahan kimia
• Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
• Kelelahan mental
• Perasaan tidak adekuat
• Kehilangan harga diri
• Peningkatan kepekaan
• Kehilangan motivasi.
• Ledakan emosional dan menangis.
• Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
• Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
• Mudah lupa dan pikiran buntu
• Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
• Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
• Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
• Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
• Letargi
• Kehilangan minat
• Rentan terhadap kecelakaan.
c. ADAPTASI PERKEMBANGAN
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas
perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress
yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap
perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat
mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan
yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada
akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyadari
bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai
tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara
teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan
perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat
menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi
remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial
(Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang
dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor
mencakup konflik antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil
dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan
pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari
kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak
tanggung jawab yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan
terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan
terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan
seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
d. ADAPTASI SOSIAL BUDAYA
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien
tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis &
Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress atau mekanisme
koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan
dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
e. ADAPTASI SPIRITUAL.
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress
dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan
kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor
seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup
seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami
gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan
klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan
relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan
internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara
kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan
ekuilibrium atau homeostasis.
Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan
memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan
endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi
jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit,
sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan
adaptasi.
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis respons-respons
tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi : homestasis dan adaptasi.
Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk
menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih
menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga
menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon
tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan
untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
IV. Manajemen Stress
Stress adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi perubahan dan ancaman
dengan respon yang dapat adaptive. Stress management adalah usaha seseorang untuk mencari
cara yang paling sesuai dengan kondisinya untuk mengurangi stress yang terjadi dalam dirinya.
Ada beberapa strategi atau metode untuk mengurangi stress.
Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau
intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan
dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada
implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.
MANAJEMEN STRESS UNTUK KLIEN
a. REGULER EXERCISE
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan,
mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko
penyakit kardiovaskular dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai
riwayat penyakit kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih
dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah mendiskusikannya
dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah ke otot memberi efek fisik
yang positif, seseorang harus melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu
selama 30 sampai 40 menit.
Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan berat seperti
jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan menstimulasi aliran darah ke otot dan
meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal
selama latihan. Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti
secara mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus bergerak
dengan gerakan sedang, secara bertahap diperlambat dan berhenti. Latihan pendinginan
memungkinkan sistem kardiovaskuler, musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap
kembali pada keadaan istirahat.
Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress seperti hipertensi,
kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka rangsang dan sepresi. Latihan
meningaktakan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin &
McCubbin, 1993).
b. DIET DAN NUTRISI
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan
meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian nutrient ke jaringan tubuh.
Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan rentang standart usia,
jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk menghindari kelebihan makan atau kekurangan
makan, seseorang harus mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam
atau gula dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient
juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk
respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak
kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran.
c. SUPPORT SISTEM
Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan stress. Sistem
pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan
nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress.
Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan
mental (Revenson dan Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya
korelasi dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, &
Fry, 1992).
Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat meringankan efek stressor
atau distress emosional baik pada lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika
terutama jika dukungan dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat
menggunakan berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung,
melibatkan diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk
melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik untuk
mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak mengetahui bagaimana cara
berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu klien membangun sistem pendukung
yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan
untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru.
d. TIME MANAGEMENT
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih sedikit stress
karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain
pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas jika mereka merasa
kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak
menyisikan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara
berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan
waktu (Peddicord,1991).
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu yang efektif.
Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting
artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic,
kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif.
Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa
keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol.
e. HUMOR
Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979).
Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan stress (Robinson, 1990;
Dahl dan O’Neal, 1993). Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin
ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan.
f. ISTIRAHAT
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk menangani stress.
Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan waktunya untuk istirahat dan
tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks
secara mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks
sehingga dapat tertidur.
g. TEHNIK RELAKSASI
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi pikiran mengurangi
komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan
membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini ,
ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah.
Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu :
Lingkungan& yang tenang, menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan dan gangguan –
gangguan
Posisi yang nyaman, duduk tanpa ketegangan otot.&
Sikap yang& dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam sadar.
Keadaan& mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara, kata-kata, ungkapan,
imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran
yang lebih dapat diterima).
Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-
pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin
menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada
mental device. Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit.
Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat kepadda klien ,
tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah dokter yaitu relaksasi profresif dan
relaksasi respon Benson. Relaksasi progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok
otot dan memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi progresif
ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut :
Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks lagi.
Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang baru ditambah, maka
kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi. Lebih banyak jumlah relaksasi yang
dialmi seseorang, maka orang itu akan bergerak menuju fase relaksasi.
Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson menghilangkan
ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi otot pada pasien yang mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan.
Respon relaksasi Benson’s
o Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang
o Tutup mata
o Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....)
o Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara / bunyi seperti “one”
atau “um-um” setiap kali ekspirasi.
o Lakukan selama 20 menit
o Buka mata
o Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sebelum psien bergerak
atau berpindah.
Relaksasi Progresif
1. Yakinkan posisi yang nyaman dalam ruangan yang tenang
2. Mulai dengan memusatkan perhatian pada pernapasan yang lambat
3. Regangkan kelompok otot-otot yang diinginkan (lihat langkah 5) selama 5-7 detik, kemudian
relakasasi secara cepat.
4. Pusatkan perhatian secara 10 detik pada sensasi-sensasi pada otot yang berelaksasi
5. Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap kelompok otot, regangkan 2 atau 3 kali.
• Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan kuat, kerutkan hidung, purse lip,
senyum dengan gigi terekat kuat.
• Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan hidung, purse lip, senyum
dengan gigi terekat kuat.
• Leher : Dekatkan dagu dengan dada.
• Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan bokong.
• Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari menjauhi (dorsofleksi) utamakan kaki
yang terdahulu.
6. Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan.
h. SPIRITUALITAS
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stress (Dahl dan
O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat
menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual
klien lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang
membantu dalam menghadapi individu sakit kronis
Cara Mengendalikan Stres
Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut :
a. Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, Rasional, dan adaptif terhadap orang
lain. Artinya, jangan terlebih Dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan
pengendalian internal.
b. Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan :
1). Kemampuan menyadari (awareness skills).
2). Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)
3). Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
4). Kemampuan untuk bertindak (action skills).
c. Perhatikan diri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan kita.
d. Kembangkan sikap efisien.
e. Relaksasi
f. Visualisasi (angan-angan terarah).
Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan pernafasan dalam, mandi santai